UJI EFEKTIFITAS SEMUT Amblyopone sp. (Hymenoptera : Formicidae)
SEBAGAI PEMANGSA PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT
Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaidae)
SKRIPSI
OLEH :
JIMAN SILALAHI
070302013
HPT
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UJI EFEKTIFITAS SEMUT Amblyopone sp. (Hymenoptera : Formicidae)
SEBAGAI PEMANGSA PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT
Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaidae)
SKRIPS
OLEH :
JIMAN SILALAHI
070302013
HPT
Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Dapat Gelar Sarjana Di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS Ir. Marheni, MP
Ketua Anggota
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRACT
Jiman Silalahi,” Test of effectiveness Amblyopone sp. ant as predator of Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaidae)”. The objective of this research was to know the effectiveness of Amblyopone ant with different number application to Rhinoceros beetle in Laboratory. This research was held from October to December 2010 with height 25 m above sea level in Pest Laboratory in Agriculture Faculty of University of Sumatera Utara. This research used Factorial Randomize Completly Design with 8 treatments and 4 remedials.
ABSTRAK
Jiman Silalahi “ Uji efektifitas semut Amblyopone sp. sebagai pemangsa Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabasidae)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas semut Amblyopone sp. dalam memangsa O. rhinoceros di laboratorium. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2010 dengan ketinggian ± 25 m di atas permukaan laut di Laboratorium Ilmu Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan delapan 8 perlakuan dan 4 ulangan.
RIWAYAT HIDUP
Jiman Silalahi lahir tanggal 03 Desember 1987 di Sidikalang Kab. Dairi
Prov. Sumatera Utara dari Ayah Alm. Asdin Silalahi dan Ibunda Nurinah
Limbong. Penulis Merupakan anak ke-6 dari 8 bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh:
- Tahun 2001 lulus dari Sekolah Dasar Yayasan Pembangun Didikan Islam medan
- Tahun 2004 lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 10 di Medan
- Tahun 2007 lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Sidikalang di
Dairi
- Diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) pada tahun 2007 melalui
jalur Pengembangan Minat dan Prestasi (PMP).
Pendidikan informal yang pernah di tempuh di antaranya :
- Tahun 2007 mengikuti Pelatihan Dauroh Intelektual Muslim di Jl. Dr. Mansyur
Medan.
- Tahun -2009 menjadi asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman di
Fakultas Pertanian USU, Medan.
- Tahun 2010 Mengikuti seminar ”How do We Feed a Growing Population” di
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera utara medan
- Tahun 2010 mengikuti seminar Implementasi Praktikum Dalam Kurikulum
Berbasis Kompetensi Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera utara
- Tahun 2011 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Dinas Pertanian
- Tahun 2010-2011 melaksanakan penelitian di Fakultas Pertanian Univeristas
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT dimana atas berkat dan
rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Uji Efektifitas Semut Amblyopone
sp. (Hymenoptera: Formicidae) Sebagai Pemangsa Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabidae)”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada
komisi pembimbing Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS., selaku ketua dan
Ir. Marheni, MP selaku anggota yang telah banyak membantu dalam penyelesaian
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam
penyempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Maret 2011
Gejala Serangan Amblyopone sp. pada larva ... 21
Gejala Serangan Amblyopone sp. pada pra pupa ... 21
Persentase Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa ... 22
Waktu kematian larva dan pupa O. rhinoceros ... 22
Daya Konsumsi Semut Terhadap Larva dan pra pupa ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Serangan Semut Terhadap Larva Instar 2 O. rhinoceros .... 23
Gejala Serangan Semut Terhadap Pra pupa O. rhinoceros ... 24
Persentase Mortalitas larva dan Pra pupa O. rhinoceros ... 24
Waktu Kematian larva dan Pra pupa ... 28
Daya Konsumsi Semut Terhadap Larva dan Pra pupa ... 28
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 31
Saran ... 31
DAFTAR TABEL
No Judu Halaman
1. Mortalitas larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros ... 25
2. Daya Konsumsi Semut terhadap larva dan pra pupa ... 29
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Telur O. rhinoceros ... 5
2. Larva O. rhinoceros ... 6
3. Pupa O. rhinoceros ... 7
4. Imago O. rhinoceros ... 7
5. Gejala Serangan O. rhinoceros ... 8
6. Larva Amblyopone sp. ... 13
7. Kepompong dan imago semut Amblyopone sp. ... 14
8. Kasta Pekerja Amblyopone sp. ... 14
9. Ratu semut Amblyopone sp. ... 15
10. Rahang kasta pekerja semut Amblyopone sp. ... 16
11. Gejala Serangan Semut Terhadap larva Instar dua ... 23
12. Gejala Serangan Semut Terhadap Pra pupa ... 24
13. Histogram Pengaruh Inokulasi Terhadap Mortalitas Larva ... 27
14. Daya Konsumsi Amblyopone sp. Terhadap Larva dan Pra pupa ... 30
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Bagan Percobaan ... 35
2. Data Persentase Mortalitas 1 hsi ... 36
3. Data Persentase Mortalitas 2 hsi ... 38
4. Data Persentase Mortalitas 3 hsi ... 40
5. Data Persentase Mortalitas 4 hsi ... 42
6. Data Persentase Mortalitas 5 hsi ... 44
7. Waktu Kematian Larva Instar dua dan Pra pupa O. rhinoceros ... 46
8. Objek Percobaan ... 47
ABSTRACT
Jiman Silalahi,” Test of effectiveness Amblyopone sp. ant as predator of Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaidae)”. The objective of this research was to know the effectiveness of Amblyopone ant with different number application to Rhinoceros beetle in Laboratory. This research was held from October to December 2010 with height 25 m above sea level in Pest Laboratory in Agriculture Faculty of University of Sumatera Utara. This research used Factorial Randomize Completly Design with 8 treatments and 4 remedials.
ABSTRAK
Jiman Silalahi “ Uji efektifitas semut Amblyopone sp. sebagai pemangsa Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabasidae)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas semut Amblyopone sp. dalam memangsa O. rhinoceros di laboratorium. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2010 dengan ketinggian ± 25 m di atas permukaan laut di Laboratorium Ilmu Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan delapan 8 perlakuan dan 4 ulangan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi areal perkebunan Indonesia masih terbuka luas untuk tanaman
kelapa sawit. Pengembangan perkebunan tidak hanya diarahkan pada sentra
-sentra produksi seperti Sumatera dan Kalimantan, tetapi daerah potensi
pengembangan seperti Sulawesi dan Irian Jaya terus dilakukan. Data di lapangan
menunjukkan luas areal perkebunan kelapa sawit cendrung meningkat, khususnya
perkebunan rakyat (Fauzi dkk, 2002).
Kelapa sawit merupakan minyak nabati yang penting disamping kelapa,
kacang-kacangan, jagung, bunga matahari, dan sebagainya. Komoditas kelapa
sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat menjanjikan. Minyak
kelapa sawit mampu menghasilkan berbagai hasil industri hilir yang dibutuhkan
manusia seperti minyak goreng, mentega, sabun, kosmetik, dan lain sebagainya
(Tim Bina Karya Tani, 2009).
Kelapa sawit merupakan komoditas yang cukup penting berperan dalam
kancah perekonomian nasional. Mengingat masih lemahnya sistem informasi pada
waktu itu, kapan tanaman tersebut mulai berperan di indonesia maupun berbagai
aspek yang lain seperti asal – usul, jenis serta suplemen belum begitu jelas.
Tanaman ini merupakan tanaman daerah tropis yang telah tersebar luas ke seluruh
pelosok dunia (Syamsulbahri, 1996).
Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor,
tersebut pada dasarnya dapat dibedakan menjadi faktor lingkungan, genetis, dan
faktor teknis - agronomis. Dalam menunjang pertumbuhan dan proses produksi
kelapa sawit, faktor tersebut saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain.
Untuk mencapai produksi kelapa sawit yang maksimal, diharapkan ketiga faktor
tersebut selalu dalam keadaan optimal (Fauzi dkk, 2002).
Oryctes rhinoceros (L.) merupakan salah satu hama utama kelapa sawit.
Kumbang O. rhinoceros menggerek pucuk tanaman dan menyebabkan kerusakan
di sekitar titik tumbuh, sehingga kerap kali menyebabkan malformasi pada pupus.
Pada areal serangan berat, hampir semua tanaman diserang oleh kumbang ini,
bahkan satu tanaman dapat digerek beberapa kali, sehingga dapat menyebabkan
kematian tanaman (Purba, 1999).
Kumbang O. rhinoceros merusak tanaman kelapa sawit khususnya
tanaman muda berumur 1-2 tahun. Pada beberapa kasus luka yang disebabkan
oleh kumbang ini akan menjadi jalan masuknya kumbang sagu (Rhynchophorus
ferrugineus) dan Phytophthora palmivora yang dapat mematikan tanaman kelapa
sawit (Suhardiyono, 1988).
Pestisida kimia, khususnya insektisida, mempunyai dampak yang sangat
merugikan bagi keanekaragaman hayati serangga termasuk artropoda predator
dan parasit, terutama insektisida yang berspektrum luas. Resurgensi serangga
hama sasaran setelah aplikasi insektisida disebabkan karena tertekannya musuh
alami serangga hama itu. Serangga lain yang mempunyai fungsi ekologi penting
seperti serangga penyerbuk juga ikut punah. Dampak buruk ini dapat meluas
sampai di Iuar ekosistem pertanian jika pestisida itu persisten
Sebagai metode, pengendalian hayati merupakan salah satu metode
pengendalian hama yang diminati akhir- akhir ini karena memiliki keunggualan.
Diantaranya adalah sifatnya yang ramah lingkungan, dapat menghemat biaya dan
diharapkan dapat mencegah peledakan populasi hama (Susilo, 2007).
Untuk mencegah perkembangan hama Oryctes, kebersihan di sekitar
tanaman harus dijaga baik. Sampah-sampah atau pohon yang mati dibakar agar
larva hama ini mati. Pemberantasan secara biologis dapat dilakukan dengan
menggunakan cendawan Metarhizium anisopliae dan virus Baculovirus oryctes
(Darmadi, 2008).
De Bach (1979) memperkirakan di bumi ini terdapat sekitar 1.000.000
spesies serangga, termasuk spesies-spesies serangga yang menjadi musuh alam.
Ditaksir baru 15% dari seluruh spesies serangga musuh alam yang ditemukan dan
diidentifikasi. Musuh-musuh alam yang mewakili dunia serangga dapat
digolongkan menjadi dua yaitu predator dan parasitoid (Oka, 1995).
Program pengendalian hayati yang telah berhasil dilakukan adalah
program pengendalian hayati terhadap kumbang Brontispa sp. pada perkebunan
kelapa di Sulawesi Selatan dengan menggunakan parasitoid larva- pra pupa
Tetrastichus brontispae (Hymenoptera: Euploidae) (Susilo, 2007).
Beberapa spesies musuh alami yang pernah diintroduksikan ke Malaysia
dalam menekan perkembangan hama O. rhinoceros adalah Scolia ruficornis
(Hymenoptera: Scoliidae), Platymeris laevicolis Distant (Hemiptera: Reduviidae),
Holoeptra quadriedentata (Fabricius) (Coleopteran: Histeridae) dan
Sehubungan dengan berkembangnya pemanfaatan musuh alami dalam
menekan populasi hama, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang pengujian efektifitas semut predator (Amblyopone sp.) terhadap
O. rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaidae) di Laboratorium.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui efektifitas semut Amblyopone sp. sebagai predator
terhadap O. rhinoceros L. (Coleoptera : Scarabaidae) di Laboratorium
Hipotesis Penelitian
1. Semut predator Amblyopone sp. (Hymenoptera : Formicidae) diduga efektif
dalam mengendalikan larva dan pra pupa O. rhinoceros L.
2. Diduga serangan semut Amblyopone sp. menunjukkan gejala berupa
mengeringnya kutikula larva dan pra pupa O. rhinoceros
3. Diduga semut Amblyopone sp. mampu mengkonsumsi mangsanya dalam
jumlah yang banyak
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen
Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian universitas Sumatera Utara,
Medan
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi O. rhinoceros L.
Klasifikasi kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insekta
Ordo : Coleoptera
Family : Scarabaidae
Genus : Oryctes
Spesies : O. rhinoceros L.
Telur O. rhinoceros berbentuk lonjong, ketika diletakkan telur berwarna
putih. Setelah beberapa hari kemudian telur menjadi berwarna agak kelam dan
mendekati penetasan berwarna coklat. Stadia telur berlangsung selama 12 hari.
Panjang telur lebih kurang 3 mm (Gambar 1) (Kartasapoetra, 1993).
Larva O. rhinoceros berbentuk silinder, gemuk dan berkerut-kerut,
melengkung membentuk setengah lingkaran. Kepala keras dilengkapi dengan
rahang yang kuat. Larva berkembang pada kayu lapuk, kompos, dan hampir
semua bahan organik yang membusuk. Batang kelapa sawit dan kelapa adalah
tempat yang baik untuk tempat hidup larva ini (Winarto, 2005).
Larva memiliki tiga pasang tungkai. Larva akan segera memakan bagian
tanaman yang masih ada serta bahan sampah atau kotoran yang ada di dekatnya.
Larva terdiri dari tiga instar. Masa larva instar pertama 12-21 hari, instar kedua
21-60 hari dan instar ketiga 60-165 hari. Warna larva keputih-putihan dengan
kepala yang berwarna kehitaman. Larva sering tampak melengkung membentuk
setengah lingkaran (Gambar 2) (Kartasapoetra, 1993).
Gambar.2. Larva O. rhinoceros
Kumbang tanduk O. rhinoceros L. termasuk ke dalam ordo Coleoptera
dengan family Scarabaidae. Kumbang tanduk bertelur pada bahan-bahan organik
seperti tempat sampah, daun-daunan yang telah membusuk, pupuk kandang,
batang kelapa, kompos, dan lain-lain. Siklus hidup kumbang ini antara 4-9 bulan,
namun pada umumnya 4-7 bulan. Imago betina menghasilkan telur 30-70 butir
Pra pupa berada dalam kokon yang terbuat dari bahan-bahan organik
disekitar tempat hidupnya. Masa pra pupa biasanya berlangsung selama 8 – 13
hari. Selanjutnya pra pupa akan menjadi pupa. Periode pupa lebih kurang 2-3
minggu. Warna pupa putih kekuningan dengan panjang 5-9 cm (Gambar 3)
(Prawirosukarto dkk, 2003).
Gambar.3. Pupa O. rhinoceros
Kumbang badak berwarna coklat tua mengilap. Panjangnya bisa mencapai
lebih kurang 5-6 cm. Kumbang badak betina bertelur di tempat sampah,
batang kelapa dan daun-daunan yang telah membusuk. Cula yang terdapat pada
kepala menjadi ciri khas kumbang ini. Cula kumbang jantan lebih panjang dari
cula kumbang betina (Gambar 4a dan 4b) (Prawirosukarto dkk, 2003).
Gejala Serangan
Pada tanaman yang berumur antara 0-1 tahun, kumbang dewasa (baik
jantan maupun betina) melubangi bagian pangkal batang yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada titik tumbuh. Pada tanaman dewasa kumbang
dewasa akan melubangi pelepah termuda yang belum terbuka. Jika yang dirusak
adalah pelepah daun yang termuda (janur) maka cirri khas bekas kerusakannya
adalah janur seperti digunting berbentuk segitiga (Suhardiyono, 1988).
Kumbang dewasa masuk ke dalam daerah titik tumbuh dan memakan
bagian yang lunak. Bila serangan mengenai titik tumbuh, tanaman akan mati,
tetapi bila memakan bakal daun hanya menyebabkan daun dewasa rusak dan
tampak guntingan-guntingan/ potongan-potongan pada daun yang baru terbuka
seperti huruf “V”. Gejala ini disebabkan kumbang menyerang pucuk dan pangkal
daun muda yang belum membuka yang merusak jaringan aktif untuk
pertumbuhan. Serangan ini dapat dilakukan oleh serangga jantan maupun betina.
Akibatnya adalah mahkota daun tampak compang-camping, tidak teratur, serta
tidak indah lagi. Kadang pelepah daun dapat menjadi putus (Gambar 5)
(Darmadi, 2008).
Pelepah daun putus
Metode Pengendalian O. rhinoceros
Upaya mendeteksi hama dan penyakit pada waktu yang lebih dini mutlak
harus dilaksanakan. Selain akan memudahkan tindakan pencegahan dan
pengendalian, keuntungan deteksi dini juga bertujuan agar tidak terjadi ledakan
serangan yang tak terkendali (Pahan, 2006).
Stadium hama yang berbahaya adalah stadium imago (dewasa) yang
berupa kumbang. Ambang toleransi O. rhinoceros adalah apabila 20% tajuk
terserang dengan 20% tanaman sekitar pohon contoh pengamatan terserang
(Suhardiyono, 1988).
Pengendalian terhadap hama O. rhinoceros dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu:
a. Pengumpulan O. rhinoceros secara langsung dari lubang gerekan pada kelapa
sawit dengan menggunakan alat kait berupa kawat. Tindakan ini dilakukan
setiap tiga bulan bila populasi 3-5 ekor/ ha, tiap dua minggu jika populasi
5-10 ekor, dan tiap minggu pada populasi O. rhinoceros lebih dari 10 ekor.
b. Penghancuran tempat peletakan telur dan dilanjutkan dengan pengumpulan
larva untuk dibunuh.
c. Larva O. rhinoceros pada mulsa tandan kosong kelapa sawit di areal tanaman
menghasilkan dapat dikendalikan dengan jamur Metarhizium anisopliae
sebanyak 20 g/ m2.
d. Penggunaan perangkap berupa feromon sintetik (Etil-4 metil oktanoate) yang
digantung pada ember plastik kapasitas 12 liter.
e. Secara kimiawi dengan menaburkan insektisida Karbosulfan sebanyak 0,05–
Semut Predator Amblyopone sp.
Menurut Erichson (1982), klasifikasi semut Amblyopone sp. adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Hymenoptera
Family : Formicidae
Subfamily : Amblyoponinae
Tribe : Amblyoponini
Genus : Amblyopone
Spesies : Amblyopone sp.
Di habitat alaminya, hama mempunyai predator, parasitoid dan patogen
yang secara kolektif dikenal sebagai musuh alami atau agens (pengendalian)
hayati. Predator atau pemangsa adalah organisme yang membunuh dan
mengkonsumsi banyak hewan mangsa dalam hidupnya. Hewan predator
umumnya berukuran lebih besar dan lebih kuat daripada mangsanya sehingga
mereka mampu menaklukkan mangsa sebelum dibunuh dan dikonsumsi
(Susilo, 2007).
Anggota- anggota Ordo Hymenoptera yang bersifat predator antara lain
adalah dari Famili Formicidae (semut), Vespidae (tawon kepala), dan Sphecidae.
Dalam sejarah pengendalian hayati semut telah digunakan sebagai agens hayati
terhadap hama buah-buahan terutama jeruk di Cina sejak berabad-abad lalu
Semut adalah serangga eusosial yang berasal dari keluarga Formisidae,
dan semut termasuk dalam ordo Hymenoptera bersama dengan lebah dan tawon.
Semut terbagi atas lebih dari 12.000 kelompok, dengan perbandingan jumlah yang
besar di kawasan tropis. Semut dikenal dengan koloni dan sarang-sarangnya yang
teratur, yang terkadang terdiri dari ribuan semut per koloni. Satu koloni dapat
menguasai dan memakai sebuah daerah luas untuk mendukung kegiatan mereka.
mereka yang membentuk sebuah kesatuan (Sativa, 2011).
Setiap koloni semut, tanpa kecuali, tunduk pada sistem kasta secara ketat.
Sistem kasta ini terdiri atas tiga bagian besar dalam koloni. Anggota kasta
pertama adalah ratu dan semut-semut jantan, yang memungkinkan koloni
berkembang biak. Dalam satu koloni bisa terdapat lebih dari satu ratu. Ratu
mengemban tugas reproduksi untuk meningkatkan jumlah individu yang
membentuk koloni. Tubuhnya lebih besar daripada tubuh semut lain. Sedang
tugas semut jantan hanyalah membuahi sang ratu. Malah, hampir semua semut
jantan ini mati setelah kawin (Yahya, 2004).
Anggota kasta kedua adalah prajurit. Kasta prajurit mengemban tugas
seperti membangun koloni, menemukan lingkungan baru untuk hidup, dan
berburu (Yahya, 2004). Semut prajurit merupakan satuan pengaman atau
"Satpam" bagi kelompoknya. Setiap saat mereka akan memberikan peringatan
kepada semut lainnya apabila ada pengacau memasuki daerah kekuasaannya.
Ketika mereka menemukan mangsa, semut prajurit menyebarkan bau dan
menyentuh semut lainnya dengan cara-cara tertentu untuk menunjukkan dimana
Beberapa semut 'mengeksekusi' mangsa tersebut dengan cara menjepitnya
(Suhara, 2009).
Kasta ketiga terdiri atas semut pekerja. Semua pekerja ini adalah semut
betina yang steril. Semut pekerja merawat semut induk dan bayi-bayinya,
membersihkan dan memberi makan. Selain semua ini, pekerjaan lain dalam koloni
juga merupakan tanggung jawab kasta pekerja. Semut pekerja membangun
koridor dan serambi baru untuk sarang mereka. Semut mencari makanan dan
terus- menerus membersihkan sarang (Yahya, 2004).
Setiap individu dalam koloni semut melakukan bagian pekerjaannya
sepenuhnya. Tak ada yang mencemaskan posisi atau jenis tugasnya. Ia hanya
melakukan apa yang diwajibkan. Yang penting adalah keberlanjutan koloninya
(Yahya, 2004).
Semut menggunakan sinyal akustik tertentu yang dilepaskanya saat marah.
Seekor semut memberi peringatan, lalu ia mengeluarkan panggilan yang bisa
diterima, dipahami, dan direspon kawannya dengan segera untuk mendengarkan
suara semut yang sedang memberi peringatan kepada kawannya. Beda lagi
dengan suara semut dalam keadaan normal dan saat bekerja, memindahkan
sesuatu, dan mengumpulkan makanan (Suhara, 2009).
Semut Amblyopone merupakan spesies yang menyukai kelembaban.
Amblyopone banyak terdapat di hutan, daerah beriklim sedang, atau di daerah
tropis. Pada daerah panas, semut Amblyopone tinggal di dalam tanah dan biasanya
hanya ditemukan pada waktu banjir atau melalui penggalian yang dibuat manusia
Seluruh anggota dari suku Amblyopone sp. sejauh ini diketahui sebagai
predator obligat terhadap arthropoda. Hampir semua spesies mencari makanan di
tanah, sampah daun atau kayu yang membusuk. Hasil observasi terhadap
Amblyopone sp. menunjukkan bahwa kasta pekerja Amblyoponini umumnya
menyerang mangsa yang hidup ( dalam bentuk chilopoda, larva kumbang atau
arthropoda lainnya) dengan menggunakan rahang yang keras dan menyengatnya
dalam waktu yang lama hingga mati (William, 1960).
Koloni semut Amblyopone sp. terbatas dalam ukuran (puluhan atau
ratusan). Larva semut Amblyopone sp. terdiri dari lima instar yang sederhana dan
berada di bawah tanah. Pengamatan koloni di laboratorium mengindikasikan larva
instar pertama dan instar kedua yang bersifat kanibal menyebabkan pengurangan
jumlah telur. Instar pertama dan kedua mampu memakan 66-75 % telur di sarang
dimana setiap larva memakan 2-3 telur sebelum pergantian ke instar ketiga. Larva
memiliki segmen- segmen dan berwarna keputihan (Gambar 6) (Masuko, 2003).
Gambar. 6. Larva Semut Amblyopone sp.
Sumbe
Dalam beberapa kasus, kepompong ditempatkan pada ruangan yang
tersembunyi. Kepompong hanya ditemani oleh beberapa pekerja dewasa atau
kemudian dikenal sebagai ruangan kokon. Ruang kokon biasanya digali dalam
sarang dengan kedalaman yang hampir sama dengan sarang utama, namun
dikhususkan untuk meng-rearing di musim panas. Imago keluar dari sarang
beberapa waktu setelah sang semut jantan keluar. Biasanya pupa berada di dalam
tanah dan siap untuk bermetamorfosis menjadi imago dewasa. Kepompong semut
Amblyopone sp. cendrung berwarna oranye (Gambar 7) (Masuko, 2003).
Gambar. 7. Kepompong dan imago semut Amblyopone sp.
Sumbe
Imago semut Amblyopone sp. panjangnya mencapai 5 mm. Kasta pekerja
merupakan predator di dalam tanah dan sampah daun. Semut Amblyopone sp.
jarang terlihat mencari makanan di permukaan tanah. Kasta pekerja berwarna
pucat sampai coklat gelap (Gambar 8) (Shattuck, 1999).
Gambar. 8. Kasta pekerja semut Amblyopone sp.
Ukuran tubuh ratu semut Amblyopone sp. tergolong besar. Kasta pekerja
menunjukkan variasi ukuran tubuh yaitu dengan lebar kepala 1,48- 2,18 mm dan
jumlah ovariole antara 6 hingga 22 sedangkan ukuran lebar kepala ratu 3,0 mm
dengan ovariole berjumlah 24 hingga 32 (Gambar 9) (Ito, 2010).
Gambar. 9. Ratu semut Amblyopone sp.
Sumbe
Dalam genus Amblyopone telah dilaporkan bahwa reproduksi terutama
dilakukan oleh ratu yang jelas. Sebagai contoh telah dilaporkan bahwa ratu
yang bersayap dapat bereproduksi dalam koloni Mystrium, Myopopone dan
Prionopelta (Brown, 1960, Moffet 1985, Holldobler dan Wilson 1985). Dalam
genus Amblyopone koloni A. pallipes, A. silvestrii dan A. pullto terdapat ratu
yang bersayap yang dapat langsung bereproduksi (Traniello 1982,
Masuko 1986, Gotwald dan Levieux 1972). Ratu yang bersayap juga telah
dilaporkan dalam spesies Amblyopone yang lain yang sudah dipelajari dalam
taksonomi (Brown 1960, Taylor 1978). Penemuan dari spesies primitif tanpa
ratu sepertinya menekankan bahwa tidak adanya kasta ratu dapat terjadi
Semut menggunakan rahang untuk mengangkat makanan. Rahang juga
digunakan untuk memproses makanan dan memotong-motong mangsa mereka.
Semut predator juga menggunakan rahang untuk merobek, menusuk dan
menggiling makanan mereka. Rahang penting bagi keberhasilan berburu semut
predator (Gambar 10) (Schmidt, 2004).
Gambar 10. Rahang kasta pekerja semut Amblyopone sp. Keterangan :
a. Occiput
b. Mata majemuk c. Mandible d. Antena
Saat merasakan kehadiran mangsanya, semut Amblyopone sp. cendrung
menghadapinya tanpa ragu, dengan menggunakan rahangnya, mangsa langsung
disengat. Perilaku ini berlaku sama berapapun jumlah semut yang menyerang
mangsanya. Semut Amblyopone sp. dapat merasakan apakah mangsanya telah
lumpuh atau belum. Semut Amblyopone sp. akan mengamati isyarat dari
mangsanya apakah mangsa tersebut sudah dapat untuk dikonsumsi
(Masuko, 2003).
Di Laboratorium, kasta pekerja Amblyopone sp. sering meninggalkan
sarang sendirian. Ketika semut Amblyopone sp. menemukan mangsanya, mangsa a .
b
langsung disengat dan mangsa yang telah lumpuh dibawa ke sarang. Jika mangsa
dalam ukuran besar diberikan, semut Amblyopone sp. akan menyerangnya sendiri-
sendiri. Kasta pekerja yang ada di dekatnya kemudian akan membantu
menyerang. Salah satu pekerja akan kembali ke sarang dan menggetarkan
tubuhnya untuk mendapatkan perhatian dari pekerja lainnya. Setelah itu satu atau
dua pekerja meninggalkan sarang dan menemui mangsanya untuk mencari makan.
Kasta pekerja tersebut kemudian bekerja sama membawa mangsanya tersebut.
Mereka menghabiskan waktu lebih dari satu jam untuk pengambilan mangsa
(Ito, 2010).
Dalam 14 jam pengamatan dari sebuah koloni dengan 25 kasta pekerja,
perilaku memakan cairan larva (larval hemolymph feeding) (LHF) dapat
dilakukan sebanyak 38 kali. 12 dari 25 kasta pekerja memakan cairan larva. Satu
kasta pekerja memonopoli lebih dari 50% LHF (21 kali) dan yang lainnya hanya
mengkonsumsi cairan larva satu sampai tiga kali. Perilaku agresif antar kasta
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Hama Departemen
Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan. Dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai selesai
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semut Amblyopone sp.,
larva O. rhinoceros, pra pupa O. rhinoceros, tandan kosong kelapa sawit, batang
kelapa sawit dan bahan pendukung lainnya.
Alat-alat yang digunakan adalah stoples, kain kasa, tisu, karet gelang,
mikroskop, kertas label, kuas, alat tulis, dan alat pendukung lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial,
dengan 2 faktor yaitu :
Faktor 1: Jumlah semut yang diinfestasikan (J)
J0 : Kontrol
J1 : Diaplikasikan 10 ekor semut predator Amblyopone sp.
J2 : Diaplikasikan 15 ekor semut predator Amblyopone sp.
Faktor 2 yaitu stadia O. rhinoceros L. yang diuji (S) yaitu :
S1 : Larva instar dua O. rhinoceros
S2 : Pra pupa O. rhinoceros
Jumlah kombinasi perlakuan sebanyak 8 kombinasi perlakuan yaitu :
J0S1 : Kontrol terhadap larva instar dua
J0S2 : Kontrol terhadap pra pupa
J1S1 : Aplikasi 10 ekor semut Amblyopone terhadap larva instar 2 O. rhinoceros
J1S2 : Aplikasi 10 ekor semut Amblyopone terhadap pra pupa O. rhinoceros
J2S1 : Aplikasi 15 ekor semut Amblyopone terhadap larva instar 2 O. rhinoceros
J2S2 : Aplikasi 15 ekor semut Amblyopone terhadap pra pupa O. rhinoceros
J3S1 : Aplikasi 20 ekor semut Amblyopone terhadap larva instar 2 O. rhinoceros
J3S2 : Aplikasi 20 ekor semut Amblyopone terhadap pra pupa O. rhinoceros
- Tiap-tiap koloni semut terdiri dari satu kasta ratu dan sisanya adalah kasta
prajurit dan kasta pekerja (dengan perbandingan 1:3:5)
- Larva yang diujikan adalah larva instar kedua O. rhinoceros
Jumlah kombinasi Perlakuan : 8 Perlakuan
Jumlah ulangan : 4 Ulangan
Jumlah unit Percobaan : 32 Unit Percobaan
Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yij = µ + αi + βj +αβij + τijk
Yij = Respon atau nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j.
µ = Nilai tengah umum
αi = Nilai pengamatan pengaruh perlakuan ke-i
αβij = Interaksi dari faktor a pada taraf ke I dan faktor b pada taraf ke j
τijk = Efek eror karena pengaruh perlakuan pada taraf ke-I, factor b pada taraf
ke j dan pada ulangan ke-k
yijk = Hasil pengamatan dari factor a pada taraf ke I, factor b pada taraf ke j
Apabila hasil analisa sidik ragam menunjukkan nilai berbeda nyata
dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan.
Pelaksanaan Penelitian
a. Persiapan Media Perlakuan
Media yang digunakan berupa stoples ukuran sedang yang telah diisi
dengan makanan O. rhinoceros yaitu berupa serbuk dari batang kelapa sawit yang
telah membusuk yang diambil dari lapangan. Media disediakan sebanyak 32
stoples. Bersama dengan stoples disediakan juga kain kasa dan karet gelang yang
digunakan untuk menutup bagian atas stoples.
b. Penyediaan Larva Serangga Uji
Larva O. rhinoceros diambil dari lapangan sebanyak 80 larva instar dua
yang sehat. Kemudian larva dimasukkan ke dalam stoples, dimana tiap stoples
berisi 5 larva O. rhinoceros.
c. Penyediaan Pra pupa Serangga Uji
Larva instar akhir O. rhinoceros diambil dari lapangan sebanyak 16 larva
instar akhir yang sehat. Kemudian larva direaring hingga menjadi pra pupa,
kemudian dimasukkan ke dalam stoples, dimana setiap stoples berisi 1 ekor pra
d. Penyediaan Semut Predator Amblyopone sp.
Semut predator Amblyopone sp. diambil dari lapangan dari batang kelapa
sawit yang telah melapuk pada areal penanaman kelapa sawit. Semut kemudian di
bawa ke laboratorium untuk selanjutnya dikembangbiakkan dalam beberapa
stoples dengan meletakkan ratu semut di dalam sarangnya yang berupa batang
kelapa sawit yang telah melapuk, semut kasta prajurit, semut kasta pekerja, batang
kelapa sawit, beserta pakan semut berupa larva instar kedua dan pra pupa
O. rhinoceros. Kelembaban tetap dijaga dengan menyemprotkan air secukupnya.
e. Pengaplikasian
Pengaplikasian semut predator Amblyopone sp. dilakukan dengan cara
menginfestasikankan semut predator pada stoples yang telah berisi larva
O. rhinoceros dan pra pupa O. rhinoceros beserta pakannya. Semut Predator
diinfestasikan dengan menggunakan kuas dimana jumlah semut yang
diinfestasikan sesuai dengan perlakuan yang telah ditetapkan.
Parameter Pengamatan
a. Gejala Serangan Semut Amblyopone sp. Pada Larva O. rhinoceros L.
Larva O. rhinoceros yang dimangsa oleh semut Amblyopone sp. diamati.
Pengamatan terhadap gejala dilakukan setiap hari dibawah mikroskop.
b. Gejala Serangan Semut Amblyopone sp. Pada Pra pupa O. rhinoceros L.
Gejala serangan semut Amblyopone sp terhadap pra pupa O. rhinoceros
diamati secara langsung. Pengamatan terhadap gejala dilakukan mulai dari satu
c. Persentase Mortalitas Larva Instar dua dan pra pupa O. rhinoceros L.
Pengamatan mortalitas larva dan pra pupa dilakukan setiap hari setelah
aplikasi. Pengamatan tersebut dilakukan dengan menghitung jumlah larva dan pra
pupa yang mati dan kemudian dihitung mortalitas larva dan pra pupa. Persentase
mortalitas larva dan pra pupa dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
P = ×100% b
a
Keterangan:
P = Persentase mortalitas larva dan pra pupa
a = Jumlah larva dan pra pupa yang mati
b = Jumlah larva dan pra pupa yang diamati (Wahyono dan Tarigan, 2007).
d. Waktu Kematian Larva dan Pra pupa O. rhinoceros L.
Pengamatan dilakukan mulai dari satu hari setelah aplikasi (hsa) terhadap
larva dan pra pupa O. rhinoceros yang telah diinfestasikan semut predator
Amblyopone sp. sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan.
e. Daya Konsumsi Semut Amblyopone sp. Terhadap Larva dan Pra pupa
Daya konsumsi semut terhadap larva dan pra pupa dapat diketahui dengan
menghitung banyaknya larva dan pra pupa yang dimangsa. Apabila larva dan pra
pupa yang diinfestasikan pada tahap awal habis dimangsa maka diberikan pakan
tambahan dan diamati berapa banyak larva dan pra pupa yang mampu dimangsa
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Serangan Semut Amblyopone sp. Terhadap Larva Instar dua O. rhinoceros
Hasil penelitian menunjukkan semut Amblyopone menyerang mangsanya
dengan menyengat mengsanya hingga mati. Gejala awal terhadap larva instar dua
O. rhinoceros tampak berubah warna menjadi kecoklatan, larva yang di sengat
akan tampak lemas dan mengeluarkan kotoran. Hal ini sesuai dengan pernyataan
William (1960) yang menyatakan bahwa hasil observasi terhadap Amblyopone sp.
menunjukkan bahwa kasta pekerja amblyoponini umumnya menyerang mangsa
yang hidup (dalam bentuk chilopoda, larva kumbang atau arthropoda lainnya)
dengan menggunakan rahang yang keras dan menyengatnya dalam waktu yang
lama hingga mati. Pada bagian kulit larva tampak bekas gigitan semut yang
selanjutnya akan menghitam. Cairan tubuh larva kemudian dihisap sehingga yang
tinggal hanya kulitnya saja (Gambar 11).
A B C
Gbr. 11. Gejala serangan semut Amblyopone sp. terhadap larva instar dua
O. rhinoceros
Keterangan:
A. Larva tampak berubah warna menjadi kecoklatan B. Larva menghitam secara bertahap
Gejala Serangan Semut Amblyopone sp. Terhadap Pra pupa O. rhinoceros
Gejala awal yang timbul terhadap pra pupa tampak berupa bekas sengatan
semut Amblyopone sp. dimana kutikula pra pupa akan tampak menghitam.
Selanjutnya gejala ini akan meluas ke seluruh permukaan kulit sehingga warna
pra pupa berubah menjadi kecoklatan dan akhirnya menghitam secara
keseluruhan. Semut Amblyopone sp memangsa pra pupa dengan mengkonsumsi
bagian dalam tubuh pra pupa. Dalam selang waktu tujuh hari pra pupa akan
tampak mengering dan yang tinggal hanya bagian kulitnya saja. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Fuminori (2010) yang menyatakan bahwa kasta pekerja semut
Amblyopone sp. mengambil makanan dari haemolymph mangsanya (Gambar 12).
A B C
Gbr.12. Gejala serangan semut Amblyopone sp. terhadap pra pupa O. rhinoceros Keterangan:
A. Pra pupa yang baru di sengat B. Pra pupa tampak menguning
C. Pra pupa sudah menghitam dan tinggal kulitnya saja
Persentase Mortalitas Larva Instar dua dan Pra pupa O. rhinoceros L.
Data pengamatan dan analisis sidik ragam persentase mortalitas larva dan
ragam dapat dilihat bahwa perlakuan infestasi semut Amblyopone sp. pada
pengamatan 1-5 hsi berpengaruh sangat nyata terhadap mortalitas larva instar dua
dan pra pupa O. rhinoceros. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Beda uji rataan pengaruh infestasi semut Amblyopone sp. terhadap mortalitas (%) larva dan pra pupa O. rhinoceros pada pengamatan 1-5 hsi.
Perlakuan
Mortalitas (hari setelah infestasi (hsi))
1 2 3 4 5
Dari tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa mortalitas larva instar dua dan pra
pupa O. rhinoceros tertinggi pada perlakuan J3S1 dan J3S2 sedangkan yang
terendah pada perlakuan kontrol. Mortalitas larva instar dua dan pra pupa
O. rhinoceros antar perlakuan pada pengamatan 5 hsi tidak berbeda nyata. Hal ini
karena semut Amblyopone sp. akan langsung menyerang mangsanya apabila
terdapat mangsa di sekitar sarangnya. Mangsa diserang tanpa ragu karena semut
Amblyopone sp. membutuhkan haemolymph yang terdapat pada mangsanya untuk
keberlangsungan hidupnya. Kasta pekerja semut Amblyopne dapat mengkonsumsi
cairan mangsanya berkali- kali hingga cairan yang terdapat dalam tubuh
menyatakan bahwa dalam 14 jam pengamatan dari sebuah koloni dengan 25 kasta
pekerja, perilaku memakan cairan larva (larval hemolymph feeding) (LHF) dapat
dilakukan sebanyak 38 kali. 12 dari 25 kasta pekerja memakan cairan larva. Satu
kasta pekerja memonopoli lebih dari 50% LHF (21 kali) dan yang lainnya hanya
mengkonsumsi cairan larva sebanyak satu sampai tiga kali. Perilaku agresif antar
kasta pekerja tidak pernah diamati.
Masuko (2003) juga menyatakan bahwa saat merasakan kehadiran
mangsanya, semut Amblyopone sp. cendrung menghadapinya tanpa ragu, dengan
menggunakan rahangnya, mangsa langsung disengat. Perilaku ini berlaku sama
berapapun jumlah semut yang menyerang mangsanya. Semut Amblyopone sp.
dapat merasakan apakah mangsanya telah lumpuh atau belum. Semut Amblyopone
akan mengamati isyarat dari mangsanya sebelum mengkonsumsi mangsanya
tersebut.
Dari hasil percobaan juga diperoleh persentase kematian larva instar dua
dan pra pupa O. rhinoceros paling cepat terdapat pada perlakuan J3S1 dan J3S2
yaitu dengan infestasi 20 ekor semut Amblyopone sp. Hal ini dikarenakan semakin
banyak jumlah semut dalam satu koloni, maka sistim koordinasi yang terdapat
dalam koloni tersebut akan berjalan semakin baik sehingga kemampuan
memangsanya juga akan bertambah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ito (2010)
yang menyatakan bahwa ketika semut Amblyopone sp. menemukan mangsanya,
mangsa langsung disengat dan mangsa yang telah lumpuh dibawa ke sarang. Jika
mangsa dalam ukuran besar diberikan, semut Amblyopone sp. akan menyerangnya
sendiri- sendiri. Kasta pekerja yang ada di dekatnya kemudian akan membantu
tubuhnya untuk mendapatkan perhatian dari pekerja lainnya. Setelah itu satu atau
dua pekerja meninggalkan sarang dan menemui mangsanya untuk mencari makan.
Kasta pekerja tersebut kemudian bekerja sama membawa mangsanya tersebut.
Mereka menghabiskan waktu lebih dari satu jam untuk pengambilan mangsa
Persentase mortalitas larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros pada
setiap waktu pengamatan selalu mengalami kenaikan secara bertahap dari
pengamatan 1-5 hsi. Hal ini menunjukkan bahwa semut Amblyopone sp. bersifat
predator terhadap O. rhinoceros. Hal ini sesuai dengan pernyataan William
(1960) yang menyatakan bahwa seluruh anggota dari suku Amblyopone sejauh ini
diketahui predator obligat terhadap arthropoda. Untuk melihat peningkatan
persentase mortalitas larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros dapat dilihat
pada Gambar 13.
Gambar 13. Histogram pengaruh infestasi semut Amblyopone sp. terhadap mortalitas (%) larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros pada pengamatan 1-5 hari setelah infestasi (hsi)
Waktu Kematian Larva Instar dua dan Pra pupa O. rhinoceros
Dari hasil penelitian diketahui bahwa semut Amblyopone sp. mampu
membunuh larva intar 1 O. rhinoceros dalam waktu yang relatif singkat. Semut
Amblyopone sp. mampu membunuh 5 ekor larva instar dua O. rhinoceros dalam
waktu 2 hari setelah infestasi (hsi). Hal ini karena kasta pekerja semut
Amblyopone sp. bersifat predator terhadap larva instar dua O. rhinoceros. Kasta
pekerja semut Amblyopone dapat mengkonsumsi mangsanya berkali- kali
sehingga seluruh cairan tubuh mangsanya habis. Untuk melihat perbandingan
waktu kematian larva instar dua dan pra pupa dapat dilihat pada lampiran 2.
Infestasi semut Amblyopone sp. pada perlakuan J3S1 (infestasi 20 ekor
semut Amblyopone) mampu membunuh larva instar dua O. rhinoceros lebih cepat
dibanding dengan perlakuan lainnya. Begitu juga dengan kemampuan semut
Amblyopone sp. membunuh pra pupa O. rhinoceros diperoleh hasil bahwa
semakin banyak semut Amblyopone yang diinfestasikan maka semakin banyak
proporsi mangsa yang dibutuhkan sehingga waktu kematian larva dan pra pupa O.
rhinoceros juga semakin cepat
Daya Konsumsi Semut Amblyopone sp. Terhadap Larva Instar dua dan Pra pupa O. rhinoceros
Daya konsumsi Semut Amblyopone sp. tertinggi yaitu pada perlakuan
J3S1 (20 ekor semut Amblyopone sp.) mampu mengkonsumsi rata- rata 12, 5 ekor
larva instar dua dan rataan terendah pada perlakuan J1S1 yaitu sebanyak 8,25 ekor
larva instar dua. Larva yang dikonsumsi dihisap cairan tubuhnya sehingga yang
tinggal hanya kulitnya saja. Semut Amblyopone sp. lebih cendrung menghabiskan
habis. Setelah mangsa tinggal kulitnya saja barulah semut Amblyopone
menyerang mangsanya yang lain. Banyaknya larva yang dikonsumsi dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Daya konsumsi semut Amblyopone sp terhadap larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros selama 24 hari pengamatan
Perlakuan rata rata (ekor)
J0S1 0 dikonsumsi dalam 24 hari
Dari hasil penelitian diketahui bahwa daya konsumsi terendah pada
perlakuan J1S2 dan tertinggi pada perlakuan J3S2. Semut Amblyopone terlebih
dahulu melumpuhkan mangsanya dengan melakukan sengatan. Setelah pra pupa
mati semut Amblyopone mengkonsumsi bagian dalam tubuh mangsanya secara
perlahan. Pakan tambahan berupa larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros
yang diberikan setelah mangsa yang diinfestasikan pada tahap awal habis
dikonsumsi paling banyak terdapat pada perlakuan J3S2 yaitu dengan infestasi 20
ekor semut Amblyopone sp. mampu menghabiskan rata– rata 2- 3 ekor pra pupa
O. rhinoceros. Dalam hal ini berat rata- rata dari satu ekor pra pupa setara dengan
berat lima hingga enam ekor larva instar kedua O. rhinoceros. Dari hasil
diinfestasikan maka semakin banyak mangsa yang dihabiskan. Banyaknya larva
dan pra pupa O. rhinoceros yang dimangsa dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Histogram rataan daya konsumsi semut Amblyopone sp. terhadap larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Semut Amblyopone sp. merupakan semut pemangsa larva instar dua dan pra
pupa O. rhinoceros
2. Persentase mortalitas larva dan pra pupa tertinggi yaitu 100% dengan inokulasi
20 ekor semut Amblyopone sp. dan terendah sebesar 0%
3. Infestasi 20 ekor semut Amblyopone sp. mampu membunuh 5 ekor larva instar
dua O. rhinoceros dalam selang waktu 2 hari dan juga mampu membunuh pra
pupa O. rhinoceros dalam selang 2 hari
0 2 4 6 8 10 12 14
J0S1 J1S1 J2S1 J3S1 J0S2 J1S2 J2S2 J3S2
4. Daya konsumsi semut Amblyopone sp terhadap larva instar dua paling tinggi
yaitu sebanyak 14 larva instar dua dan daya konsumsi terhadap pra pupa yaitu
sebanyak 4 pra pupa O. rhinoceros
Saran
1. Semut Amblyopone sp. dapat digunakan sebagai musuh alami O. rhinoceros
pada stadia larva instar dua dan pra pupa karena memiliki kemampuan
membunuh mangsanya hingga 100% dalam selang waktu 5 hari.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektivitas semut
Amblyopone sp. dalam membunuh mangsanya di lapangan.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui biologi dan
perkembangbiakan semut Amblyopone sp.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, W. L. Jr. 1960. Contribution Toward a Reclassification of the Formicidae III. Tribe Amblyoponini. Bull. Muss. Comp. Zool. Harvard. 122 : 145- 230
Chong, K. K., Ooi, P. A. C., dan Tuck, H.C. Crop Pest And Their Management In Malaysia, Tropical Press Sdn. Kuala lumpur, Malaysia
Darmadi, Didi Pertanian Pembanguan (SPP) N Kepahiang, Bengkulu. Diunduh dari kelapa-sawit. Diakses tanggal 30 Juni 2010.
Fauzi, Yan., Widyastuti, Y.E., Satyawibawa, Imam dan hartono, R. 2002. Kelapa Sawit. Budi Daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi. Penebar Swadaya: Jakarta
Gotwald, W. H dan Levieux, J. 1972. Taxonomy and Biology of a New West African ant Belonging to the Genus Amblyopone (Hymenoptera : Formicidae) Ann. Ent. Soc. Amer.65: 383- 396
Ito, F. 1991. Preliminary Report on Queenless Reproduction in a Primitive Ponerine Ant Amblyopone sp. (Reclinata group) in West Java Indonesia. Graduate School of environmental university Sapporo 060. Japan. Psyche : 319- 322
Ito, F. 2010. Notes on the Biology of the Oriental Amblyoponine ant Myopopone castanae: Queen- worker dimorphism, worker polymorphism and larval hemolymph feeding by workers (hymenoptera: Formicidae). Faculty of Agriculture, Kagana University, Miki, Kagawa, japan. Entomol. Society of Japan.
Kalshoven, L.G. E. 1981. The Pest of Crop In Indonesia. P. A Van der Laan. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta
Kartasapoetra, A.G. 1993. Hama Tanaman Pangan dan perkebunan. Bumi Aksara : Jakarta
Masuko, K. 2003. Larval Oophagy In the Ant Amblyopone silvestrii (Hymenoptera : Formicidae). Insectes sociaux. http//:www. Google.com. Amblyopone sp as Predator. Diakses tanggal 16 Agustus 2010.
Masuko, Keiichi. 2003. Analysis of brood development in the ant Amblyopone silvestrii with special reference to colony bionomics. Institute of Natural Sciences, Senshu University, Kawasaki, Kanagawa, Japan. www. Google.com. Diakses 05 Mei 2011
Oka, Ida Nyoman. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya Di Indonesia. Gadjah Mada University press : Yogyakarta
Pahan, Iyung. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya : Jakarta
Prawirosukarto, S., Y.P. Rocetha., U. Condro, dan Susanto. 2003. Pengenalan dan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit. PPKS Medan
Sasromarsono, S dan Untung, K. 2000. Keanekaragaman Hayati Arthropoda: Predator dan Parasit di Indonesia dan Pemanfaatannya. http//:www.Google.com. diakses tanggal 26 Juni 2010
Sativa, R. 2011. Prilaku Makan Semut Hitam. http: www. Gogle.co.id. Semut Serangga Sosial. Com. Diakses 29 Maret 2011
Schmidt, C.A. 2004. Morphological and Functional Diversity of Ant Mandibles. http//.www.Google.com.Amblyopone sp. Diakses tanggal 18 Agustus 2010
Shattuck, S dan Barnett, N.J. 1999. Australian Ants. Their Biology and Identification. http//www.Google.com. diakses tanggal 18 Agustus 2010
Suhara. 2009. Semut rangrang Oecophylla smaradigna. http:www.google.komunikasi semut.com. diakses 30 Maret 2011
Suhardiyono, L. 1988. Tanaman kelapa. Budidaya dan Pemanfaatannya. Kanisius : Yogyakarta
Susilo, 2007. Pengendalian Hayati dengan Memberdayakan Musuh Alami Hama Tanaman. Graha ilmu: Yogyakarta
Syamsulbahri. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. UGM-Press, Yogyakarta.
Taylor, R. W. & Brown, D. R. 1985. Formicidae. In. Zoological Catalogue of Australia 2, Hymenoptera, eds. D. W. Walton, CSIRO
Tim Bina Karya Tani. 2009. Pedoman Bertanam Kelapa Sawit. Yrama Widya : Bandung
Trainello, J. F. A. 1982. Poopulation Structure and Social Organization in The Primitive Ant Amblyopone pallipes (Hymenoptera: Formicidae). Psyche 89: 65-80
Vandaveer, C. 2004. What is Lethal-Male Delivery Sistem. Diunduh dari pada 12 juni 2010, Medan.
Wahyono, T.E. dan N. Tarigan. 2007. Uji Patogenitas Beauveria basiana dan Metarizhium anisopliae Terhadap Ulat Serendang. deptan.go.id. diakses 12 Juni 2010
Winarto, L. 2005. Pengendalian Hama Kumbang Kelapa Secara Terpadu. Medan.
Yahya, Harun. 2004. Menjelajahi Dunia Semut. http : www. Google.com. sistim kasta pada semut. Diakses 05 April 2011
Keterangan :
J0S1 : Kontrol terhadap larva instar dua
J1S1 : Aplikasi 10 ekor semut Amblyopone sp. terhadap 5 larva instar dua
J2S1 : Aplikasi 15 ekor semut Amblyopone sp. terhadap 5 larva instar dua
J3S1 : Aplikasi 20 ekor semut Amblyopone sp. terhadap 5 larva instar dua
J0S2 : Kontrol terhadap pra pupa
J1S2 : Aplikasi 10 ekor semut Amblyopone sp. terhadap pra pupa
J2S2 : Aplikasi 15 ekor semut Amblyopone sp. terhadap pra pupa
J3S2 : Aplikasi 20 ekor semut Amblyopone sp. terhadap pra pupa
U : Ulangan
Lampiran 2. Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan I
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4
Persentase Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan I
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4
J0S1 0 0 0 0 0 0
J1S1 20 40 20 0 80 20
Data Mortalitas Larva dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan I Transformasi Arcsin Vx
J3 80.19 30.14 110.33 55.17
Lampiran 3. Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan 2
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Persentase Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan 2
Perlakuan Ulangan Total Rataan
J/S B1 B2 Total Rataan
Lampiran 4. Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan 3
Perlakuan Ulangan Total Rataan
J0S1 0 0 0 0 0 0
Persentase Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan 3
Perlakuan Ulangan Total Rataan
b
c
Lampiran 5. Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan 4
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Persentase Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan 4
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Data Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa Pengamatan I Transformasi Arcsin Vx
Uji Duncan
Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan 5
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Mortalitas Larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros Pengamatan 5
Lampiran 7. Waktu kematian larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros
Perlakuan
Ulangan (Hari)
I II III IV
J0S1 24 24 24 24
J1S1 6 6 5 6
J2S1 6 5 4 6
J3S1 2 2 4 2
J0S2 24 24 24 24
J1S2 5 6 6 6
J2S2 2 6 5 5
J3S2 2 5 3 4
Keterangan:
Perlakuan J0S2 yaitu kontrol terhadap pra pupa juga tidak menunjukkan kematian. Dalam selang tiga minggu, pra pupa menjadi pupa
Grafik waktu kematian larva dan pra pupa dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Waktu kematian larva instar dua dan pra pupa O. rhinoceros 0
1 2 3 4 5 6
JIS1 J2S1 J3SI J1S2 J2S2 J3S2
Perlakuan I
Ulangan (Hari) II
Ulangan (Hari) III