• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Bahan Bakar Minyak Kelapa Sawit Dengan Campuran Solar Dan Biosolar Terhadap Performansi Mesin Diesel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Bahan Bakar Minyak Kelapa Sawit Dengan Campuran Solar Dan Biosolar Terhadap Performansi Mesin Diesel"

Copied!
206
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK

KELAPA SAWIT DENGAN CAMPURAN SOLAR DAN

BIOSOLAR TERHADAP PERFORMANSI MESIN DIESEL

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

FELIX MARBUN

NIM. 090421022

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSION

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Kelangkaan akan bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi akibat jumlah nya yang terbatas, sedangkan kebutuhan akan BBM semakin hari semakin meningkat, hal ini mendorong perlu dilakukannya penelitian untuk mengembangkan sumber bahan bakar alternatif lain sebagai pengganti solar. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dilakukan pengujian mesin diesel TD 110-TD 115 Test Bed and Instrumentation for small Engines dengan penggunaan bahan bakar minyak kelapa sawit dengan campuran solar dan biosolar.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh penggunaan bahan bakar minyak kelapa sawit dengan campuran solar dan biosolar terhadap performansi mesin diesel serta pengaruhnya terhadap parameter unjuk kerja mesin diesel maupun kandungan emisi gas buang yang dihasilkan motor diesel. Dalam hal ini peneliti melakukan pengambilan data-data dari hasil laboratorium dan analisa yang telah dilakukan. Data yang diperoleh pada penggunaan campuran bahan bakar solar + minyak kelapa sawit dan pencampuran biosolar dengan minyak kelapa sawit performansi tertinggi ialah diperoleh pada penggunaan campuran bahan bakar 0,80 L solar + 0,20 L minyak kelapa sawit di mana Torsi yang diperoleh adalah 6,6 Nm, daya 1,521 kW, perbandingan udara bahan bakar 30,164 efisiensi volumetris 48,1 % dan efisiensi termal brake 38,4 %. Tetapi untuk konsumsi bahan bakar spesifik tertinggi pada campuran bahan bakar 0,90 L solar + 0,10 L minyak kelapa sawit sebesar 905,759 g/kWh. Untuk performansi mesin diesel terendah terdapat pada campuran bahan bakar 0,90 L solar + 0,10 L minyak kelapa sawit di mana torsi sebesar 1,3 Nm, daya 0,191 kW, efisiensi volumetris14,6 % dan efisiensi termal brake 8,8 % tetapi untuk konsumsi bahan bakar spesifik terendah pada campuran bahan bakar 0,80 L solar + 0,20 L minyak kelapa sawit sebesar 186,062 g/kWh dan perbandingan udara bahan bakar terendah terdapat pada campuran 0,95 L solar + 0,05 L minyak kelapa sawit sebesar 7,628.

(3)

ABSTRACT

Scarcity would fuel oil , which occurs due to its limited amount, while demand for fuel is increasingly rising, it is encouraged to do research to develop alternative fuel sources as a substitute for diesel. Based on such consideration is testing diesel-TD 110 TD 115 Test Bed and Instrumentation for Small Engines with the use of palm oil fuel with a mixture of diesel and biodiesel.

This study aims to compare the effect of the use of palm oil fuel with a mixture of diesel and biodiesel to diesel engine performance and its effect on diesel engine performance parameters and content of the resulting exhaust emissions of diesel motors. In this case the researchers conducted a data retrieval from the laboratory results and analysis has been done. Data obtained on the use of a mixture of diesel fuel and palm oil + biodiesel blending palm oil with the highest performance is obtained on the use of a mixture of diesel fuel 0.80 L + 0.20 L where palm oil is obtained torque is 6, 6 Nm, power 1.521 kW, air-fuel ratio volumetris 30.164 48.1% efficiency and brake thermal efficiency of 38.4%. But for the specific fuel consumption was highest in the fuel mix 0.90 L + 0.10 L diesel oil palm at 905.759 g / kWh. For the lowest performance diesel engine fuel mixture contained in 0.90 L + 0.10 L diesel oil palm plantations in which a torque of 1.3 Nm, power 0.191 kW, efficiency volumetris14, 6% and 8.8% brake thermal efficiency but for the lowest specific fuel consumption in the fuel mix 0.80 L + 0.20 L diesel oil palm for 186.062 g / kWh and fuel air ratio in the mixture are the lowest 0.95 L + 0.05 L diesel oil palm of 7.628.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

Kuasa atas berkat, kekuatan dan hikmat yang diberikan-Nya sehingga skripsi ini

dapat saya selesaikan dengan baik.

Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan untuk

mencapai gelar sarjana di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul dari pada skripsi ini

yaitu “ Pengaruh penggunaan bahan bakar solar dan biosolar dengan campuran

minyak kelapa sawit terhadap performansi mesin disel dan emisi gas buang”.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan dari

berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan

dan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Mulfi Hazwi, MSc, selaku dosen pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktunya membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik

Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Eng. Himsar Ambarita, ST. MT dan Bapak Tulus B Sitorus, ST.

MT selaku penguji dan yang telah membimbing penulis dalam

menyempurnakan tugas sarjana ini.

4. Bapak / Ibu staf pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Kedua orangtua saya, Ayahanda A. Marbun dan Ibunda P. br. Aritonang serta

abang dan kakak saya Roi dan Nella, yang senangtiasa memberikan motivasi

dan arahan bagi saya.

6. Seluruh rekan–rekan mahasiswa Teknik Mesin Program Pendidikan Ekstensi,

terkhusus stambuk 2009 Irsan, Ronald, dan yang tidak dapat disebutkan

(5)

7. Staf laboratorium Motor Bakar Departemen Teknik Mesin Universitas

Sumatera Utara, bang Atin dan Andre yang telah banyak membantu dan

membimbing penulis selama penelitian ini berjalan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena

itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk

penyempurnaan Skripsi ini. Sebelum dan sesudahnya Penulis ucapkan banyak

terimakasih.

Medan, Mei 2012

Penulis,

(6)
(7)

2.4 Nilai Kalor Bahan Bakar ………...…………... 16

2.10 Pengendalian Emisi Gas Buang ……… 28

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN ………... 30

3.1 Waktu dan Tempat ……… 30

3.5 Prosedur Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar ……….. 32

3.6 Prosedur Pengujian Performansi Motor Diesel ……… 36

3.7 Prosedur Pengujian Emisi Gas Buang ……….. 41

BAB IV HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN ………... 43

4.1 Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar ……….. 43

4.2 Pengujian Performansi Motor Bakar Diesel ……….. 54

4.2.1 Torsi ………...……… 62

4.2.2 Daya ………... 66

4.2.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik ………... 73

4.2.4 Rasio Perbandingan Udara Bahan Bakar ……….. 81

4.2.5 Efisiensi Volumetris ……….. 90

(8)

4.3 Pengujian Emisi Gas Buang ……….. 106

4.3.1 Kadar Carbon Monoksida (CO) dalam Gas Buang ……….. 106

4.3.2 Kadar NOx dalam Gas Buang ………...………… 113

4.3.3 Kadar CO2 dalam Gas Buang ………... 120

4.3.4 Kadar Sisa Oksigen (O2) dalam Gas Buang ……… 127

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan ………... 135

5.2 Saran ………. 140

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Solar ...18

Tabel 2.2 Karakter Biosolar ...19

Tabel 2.3 Struktur Kimia Asam Lemak pada Biodiesel ...20

Tabel 2.4 Perbandingan Biodiesel dan Solar ...23

Tabel 2.5 Karakteristik Mutu Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit ...25

Tabel 3.1 Data Spesifikasi “TD110 – TD115” ...37

Tabel 4.1 Data hasil pengujian dan perhitungan Bom Kalorimeter ...45

Tabel 4.2 Data hasil pengujian dan perhitungan Bom Kalorimeter ...47

Tabel 4.3 Data hasil pengujian dan perhitungan Bom Kalorimeter ...49

Tabel 4.4 Tabel Nilai Kalor Bawah Bahan Bakar ...50

Tabel 4.5 Tabel Nilai Kalor Bawah Bahan Bakar Solar ...51

Tabel 4.6 Tabel Nilai Kalor Bawah Bahan Bakar Biosolar ...52

Tabel 4.7 Bahan Bakar 0,95 L Solar + 0,05 L Minyak Kelapa Sawit ...54

Tabel 4.8 Bahan Bakar 0,90 L Solar + 0,10 L Minyak Kelapa Sawit ...55

Tabel 4.9 Bahan Bakar 0,85 L Solar + 0,15 L Minyak Kelapa Sawit ...56

Tabel 4.10 Bahan Bakar 0,80 L Solar + 0,20 L Minyak Kelapa Sawit ...57

Tabel 4.11 Bahan Bakar 0,95 L Biosolar + 0,05 L Minyak Kelapa Sawit ...58

Tabel 4.12 Bahan Bakar 0,90 L Biosolar + 0,10 L Minyak kelapa Sawit ...59

Tabel 4.13 Bahan bakar 0,85 L Biosolar + 0,15 L Minyak Kelapa Sawit ...60

(10)

Tabel 4.15 Daya Solar + Minyak Kelapa Sawit ………..…...67

Tabel 4.16 Daya Biosolar + Minyak Kelapa Sawit ………...68

Tabel 4.17 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik Solar + Minyak Kelapa Sawit …....75

Tabel 4.18 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik Biosolar + Minyak Kelapa Sawit ...76

Tabel 4.19 Rasio Perbandingan Udara Solar + Minyak Kelapa Sawit ………...84

Tabel 4.20 Rasio Perbandingan Udara Biosolar + Minyak Kelapa Sawit …...85

Tabel 4.21 Efisiensi Volumetris Solar + Minyak Kelapa Sawit ………...92

Tabel 4.22 Efisiensi Volumetris Biosolar + Minyak Kelapa Sawit …………...93

Tabel 4.23 Jumlah air yang terbentuk dari pembakaran tiap 1 kg biodiesel ... 97

Tabel 4.24 Efisiensi Termal Brake Solar + Minyak Kelapa Sawit ……...……..100

Tabel 4.25 Efisiensi Termal Brake Biosolar + Minyak Kelapa Sawit …………101

Tabel 4.26 Kadar CO dalam gas buang ………..107

Tabel 4.27 Kadar CO dalam gas buang ………….………...………..110

Tabel 4.28 Kadar NOx dalam gas buang ...………...………...113

Tabel 4.29 Kadar NOx dalam gas buang ………...………...…...117

Tabel 4.30 Kadar CO2 dalam gas buang ………..………..……….120

Tabel 4.31 Kadar CO2 dalam gas buang ………..………..…….124

Tabel 4.32 Kadar Sisa Oksigen (O2) dalam gas buang ………..….128

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi ...24

Gambar 3.1 Campuran Biosolar dengan Minyak Kelapa Sawit ...32

Gambar 3.2 Campuran Solar dengan Minyak Kelapa Sawit ...32

Gambar 3.3 Bom Kalorimeter ...33

Gambar 3.4 Diagram alir pengujian nilai kalor bahan bakar ...35

Gambar 3.5 Mesin Uji ...36

Gambar 3.6 Diagram alir pengujian performansi motor diesel ...40

Gambar 3.7 Auto logic gas analizer ...41

Gambar 3.8 Diagram alir pengujian emisi gas buang motor bakar diesel ...42

Gambar 4.1 Grafik pengujian Bom kalorimeter jenis bahan bakar vs HHV ...46

Gambar 4.2 Grafik pengujian Bom kalorimeter jenis bahan bakar vs HHV ...48

Gambar 4.3 Grafik pengujian Bom kalorimeter jenis bahan bakar vs HHV ...50

Gambar 4.4 Grafik pengujian Bom kalorimeter jenis bahan bakar vs LHV ...51

Gambar 4.5 Grafik pengujian Bom kalorimeter jenis bahan bakar vs LHV ...52

Gambar 4.6 Grafik pengujian Bom kalorimeter jenis bahan bakar vs LHV ...53

Gambar 4.7 Grafik Torsi vs Putaran Mesin untuk beban 0,5 kg ...62

Gambar 4.8 Grafik Torsi vs Putaran Mesin untuk beban 1 kg ...62

Gambar 4.9 Grafik Torsi vs Putaran Mesin untuk beban 1,5 kg ...63

Gambar 4.10 Grafik Torsi vs Putaran Mesin untuk beban 2 kg ...63

(12)

Gambar 4.12 Grafik Torsi vs Putaran Mesin untuk beban 1 kg ...64

Gambar 4.13 Grafik Torsi vs Putaran Mesin untuk beban 1,5 kg ...65

Gambar 4.14 Grafik Torsi vs Putaran Mesin untuk beban 2 kg ...65

Gambar 4.15 Grafik Daya vs Putaran Mesin untuk beban 0,5 kg ...69

Gambar 4.16 Grafik Daya vs Putaran Mesin untuk beban 1 kg ...69

Gambar 4.17 Grafik Daya vs Putaran Mesin untuk beban 1,5 kg ...70

Gambar 4.18 Grafik Daya vs Putaran Mesin untuk beban 2 kg ...70

Gambar 4.19 Grafik Daya vs Putaran Mesin untuk beban 0,5 kg ...71

Gambar 4.20 Grafik Daya vs Putaran Mesin untuk beban 1 kg ...71

Gambar 4.21 Grafik Daya vs Putaran Mesin untuk beban 1,5 kg ...72

Gambar 4.22 Grafik Daya vs Putaran Mesin untuk beban 2 kg ...72

Gambar 4.23 Grafik sfc vs Putaran Mesin untuk beban 0,5 kg ...77

Gambar 4.24 Grafik sfc vs Putaran Mesin untuk beban 1 kg ...77

Gambar 4.25 Grafik sfc vs Putaran Mesin untuk beban 1,5 kg ...78

Gambar 4.26 Grafik sfc vs Putaran Mesin untuk beban 2 kg ...78

Gambar 4.27 Grafik sfc vs Putaran Mesin untuk beban 0,5 kg ...79

Gambar 4.28 Grafik sfc vs Putaran Mesin untuk beban 1 kg ...79

Gambar 4.29 Grafik sfc vs Putaran Mesin untuk beban 1,5 kg ...80

Gambar 4.30 Grafik sfc vs Putaran Mesin untuk beban 2 kg ...80

Gambar 4.31 Kurva “Viscous Flow Meter Calibration” ...81

(13)

Gambar 4.34 Grafik AFR vs Putaran Mesin untuk beban 1 kg ...86

Gambar 4.35 Grafik AFR vs Putaran Mesin untuk beban 1,5 kg ...87

Gambar 4.36 Grafik AFR vs Putaran Mesin untuk beban 2 kg ...87

Gambar 4.37 Grafik AFR vs Putaran Mesin untuk beban 0,5 kg ...88

Gambar 4.38 Grafik AFR vs Putaran Mesin untuk beban 1 kg ...88

Gambar 4.39 Grafik AFR vs Putaran Mesin untuk beban 1,5 kg ...89

Gambar 4.40 Grafik AFR vs Putaran Mesin untuk beban 2 kg ...89

Gambar 4.41 Grafik Efisiensi Volumetris vs Putaran Mesin ...94

Gambar 4.42 Grafik Efisiensi Volumetris vs Putaran Mesin ...94

Gambar 4.43 Grafik BTE vs Putaran Mesin untuk beban 0,5 kg ...102

Gambar 4.44 Grafik BTE vs Putaran Mesin untuk beban 1 kg ...102

Gambar 4.45 Grafik BTE vs Putaran Mesin untuk beban 1,5 kg ...103

Gambar 4.46 Grafik BTE vs Putaran Mesin untuk beban 2 kg ...104

Gambar 4.47 Grafik BTE vs Putaran Mesin untuk beban 0,5 kg ...104

Gambar 4.48 Grafik BTE vs Putaran Mesin untuk beban 1 kg ...105

Gambar 4.49 Grafik BTE vs Putaran Mesin untuk beban 1,5 kg ...105

Gambar 4.50 Grafik BTE vs Putaran Mesin untuk beban 2 kg ...106

Gambar 4.51 Grafik Kadar CO vs Putaran Mesin untuk beban 0,5 kg...108

Gambar 4.52 Grafik Kadar CO vs Putaran Mesin untuk beban 1 kg...108

Gambar 4.53 Grafik Kadar CO vs Putaran Mesin untuk beban 1,5 kg...109

Gambar 4.54 Grafik Kadar CO vs Putaran Mesin untuk beban 2 kg...109

(14)

Gambar 4.56 Grafik Kadar CO vs Putaran Mesin untuk beban 1 kg...111

Gambar 4.57 Grafik Kadar CO vs Putaran Mesin untuk beban 1,5 kg...112

Gambar 4.58 Grafik Kadar CO vs Putaran Mesin untuk beban 2 kg...112

Gambar 4.59 Grafik Kadar NOx vs Putaran Mesin untuk beban 0,5 kg...114

Gambar 4.60 Grafik Kadar NOx vs Putaran Mesin untuk beban 1 kg...115

Gambar 4.61 Grafik Kadar NOx vs Putaran Mesin untuk beban 1,5 kg...115

Gambar 4.62 Grafik Kadar NOx vs Putaran Mesin untuk beban 2 kg...116

Gambar 4.63 Grafik Kadar NOx vs Putaran Mesin untuk beban 0,5 kg...118

Gambar 4.64 Grafik Kadar NOx vs Putaran Mesin untuk beban 1 kg...118

Gambar 4.65 Grafik Kadar NOx vs Putaran Mesin untuk beban 1,5 kg...119

Gambar 4.66 Grafik Kadar NOx vs Putaran Mesin untuk beban 2 kg...119

Gambar 4.6 7 Grafik Kadar CO2 vs Putaran Mesin untuk beban 0,5 kg...121

Gambar 4.68 Grafik Kadar CO2 vs Putaran Mesin untuk beban 1 kg...122

Gambar 4.69 Grafik Kadar CO2 vs Putaran Mesin untuk beban 1,5 kg...122

Gambar 4.70 Grafik Kadar CO2 vs Putaran Mesin untuk beban 2 kg...123

Gambar 4.71 Grafik Kadar CO2 vs Putaran Mesin untuk beban 0,5 kg...125

Gambar 4.72 Grafik Kadar CO2 vs Putaran Mesin untuk beban 1 kg...125

Gambar 4.73 Grafik Kadar CO2 vs Putaran Mesin untuk beban 1,5 kg...126

Gambar 4.74 Grafik Kadar CO2 vs Putaran Mesin untuk beban 2 kg...126

Gambar 4.75 Grafik Kadar O2 vs Putaran Mesin untuk beban 0,5 kg...129

(15)

Gambar 4.78 Grafik Kadar O2 vs Putaran Mesin untuk beban 2 kg...130

Gambar 4.79 Grafik Kadar O2 vs Putaran Mesin untuk beban 0,5 kg...132

Gambar 4.80 Grafik Kadar O2 vs Putaran Mesin untuk beban 1 kg...132

Gambar 4.81 Grafik Kadar O2 vs Putaran Mesin untuk beban 1,5 kg...133

(16)

DAFTAR NOTASI

sfc Konsumsi Bahan Bakar Spesifik g/kW.h

Laju aliran bahan bakar kg/jam

Spesific gravity 9,81 m/s2

Volume bahan bakar yang diuji ml

Waktu untuk menghabiskan bahan bakar detik

Laju aliran massa udara kg/jam

Kerapatan udara kg/m3

Volume langkah Torak cc

Faktor koreksi

(17)

ABSTRAK

Kelangkaan akan bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi akibat jumlah nya yang terbatas, sedangkan kebutuhan akan BBM semakin hari semakin meningkat, hal ini mendorong perlu dilakukannya penelitian untuk mengembangkan sumber bahan bakar alternatif lain sebagai pengganti solar. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dilakukan pengujian mesin diesel TD 110-TD 115 Test Bed and Instrumentation for small Engines dengan penggunaan bahan bakar minyak kelapa sawit dengan campuran solar dan biosolar.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh penggunaan bahan bakar minyak kelapa sawit dengan campuran solar dan biosolar terhadap performansi mesin diesel serta pengaruhnya terhadap parameter unjuk kerja mesin diesel maupun kandungan emisi gas buang yang dihasilkan motor diesel. Dalam hal ini peneliti melakukan pengambilan data-data dari hasil laboratorium dan analisa yang telah dilakukan. Data yang diperoleh pada penggunaan campuran bahan bakar solar + minyak kelapa sawit dan pencampuran biosolar dengan minyak kelapa sawit performansi tertinggi ialah diperoleh pada penggunaan campuran bahan bakar 0,80 L solar + 0,20 L minyak kelapa sawit di mana Torsi yang diperoleh adalah 6,6 Nm, daya 1,521 kW, perbandingan udara bahan bakar 30,164 efisiensi volumetris 48,1 % dan efisiensi termal brake 38,4 %. Tetapi untuk konsumsi bahan bakar spesifik tertinggi pada campuran bahan bakar 0,90 L solar + 0,10 L minyak kelapa sawit sebesar 905,759 g/kWh. Untuk performansi mesin diesel terendah terdapat pada campuran bahan bakar 0,90 L solar + 0,10 L minyak kelapa sawit di mana torsi sebesar 1,3 Nm, daya 0,191 kW, efisiensi volumetris14,6 % dan efisiensi termal brake 8,8 % tetapi untuk konsumsi bahan bakar spesifik terendah pada campuran bahan bakar 0,80 L solar + 0,20 L minyak kelapa sawit sebesar 186,062 g/kWh dan perbandingan udara bahan bakar terendah terdapat pada campuran 0,95 L solar + 0,05 L minyak kelapa sawit sebesar 7,628.

(18)

ABSTRACT

Scarcity would fuel oil , which occurs due to its limited amount, while demand for fuel is increasingly rising, it is encouraged to do research to develop alternative fuel sources as a substitute for diesel. Based on such consideration is testing diesel-TD 110 TD 115 Test Bed and Instrumentation for Small Engines with the use of palm oil fuel with a mixture of diesel and biodiesel.

This study aims to compare the effect of the use of palm oil fuel with a mixture of diesel and biodiesel to diesel engine performance and its effect on diesel engine performance parameters and content of the resulting exhaust emissions of diesel motors. In this case the researchers conducted a data retrieval from the laboratory results and analysis has been done. Data obtained on the use of a mixture of diesel fuel and palm oil + biodiesel blending palm oil with the highest performance is obtained on the use of a mixture of diesel fuel 0.80 L + 0.20 L where palm oil is obtained torque is 6, 6 Nm, power 1.521 kW, air-fuel ratio volumetris 30.164 48.1% efficiency and brake thermal efficiency of 38.4%. But for the specific fuel consumption was highest in the fuel mix 0.90 L + 0.10 L diesel oil palm at 905.759 g / kWh. For the lowest performance diesel engine fuel mixture contained in 0.90 L + 0.10 L diesel oil palm plantations in which a torque of 1.3 Nm, power 0.191 kW, efficiency volumetris14, 6% and 8.8% brake thermal efficiency but for the lowest specific fuel consumption in the fuel mix 0.80 L + 0.20 L diesel oil palm for 186.062 g / kWh and fuel air ratio in the mixture are the lowest 0.95 L + 0.05 L diesel oil palm of 7.628.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan akan energi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari

dari kehidupan manusia modern, bahkan akan terus meningkat akibat semakin

banyaknya populasi penduduk dunia, munculnya industri baru, dan meningkatnya

teknologi transportasi. Salah satu sumber energi yang selama ini sangat populer

digunakan adalah minyak bumi, yang lebih dikenal dengan bahan bakar minyak

(BBM), yaitu sumber energi yang berasal dari fosil. Cadangan BBM tersebut dari

waktu ke waktu menurun jumlahnya, cadangan tersebut tidak dapat ditambah

ataupun diperbaharui meskipun eksplorasi terus ditingkatkan, bahkan yang terjadi

justru sebaliknya semakin hari cadangannya semakin menipis dan suatu saat akan

habis, oleh karena itu diperlukan bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui.

Biodiesel salah satu bahan bakar yang ramah lingkungan, tidak

mempunyai efek terhadap kesehatan yang dapat dipakai sebagai bahan bakar

kendaraan bermotor dapat menurunkan emisi bila dibandingkan dengan minyak

diesel. Biodiesel terbuat dari minyak nabati yang berasal dari sumber daya yang

dapat diperbaharui. Beberapa bahan baku untuk pembuatan biodiesel antara lain

kelapa sawit, kedelai, bunga matahari, jarak pagar, tebu dan beberapa jenis

tumbuhan lainnya. Dari beberapa bahan baku tersebut di Indonesia yang punya

prospek untuk diolah menjadi biodiesel adalah kelapa sawit dan jarak pagar, tetapi

proyek kelapa sawit lebih pesat untuk pengolahan secara besar – besaran. Sebagai

tanaman industri kelapa sawit telah tersebar hampir dieseluruh wilayah Indonesia,

teknologi pengolahannya sudah mapan.

Amerika serikat dan beberapa Negara eropa telah mengembangkan dan

menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif untuk motor diesel secara

(20)

juga telah mengembangkan produk biodiesel dari minyak sawit (palm biodiesel), meskipun belum dilakukan secara komersial. Khusus di Indonesia pengembangan

biodiesel dari minyak sawit dirasa memiliki prospek yang baik dimana

ketersediaan akan bahan baku yang cukup banyak sangat mendukung untuk

perkembangan tersebut. Hal yang juga perlu untuk diperhatikan dalam

pengembangan biodiesel ini adalah emisi gas buang yang dihasilkan harus lebih

baik daripada bahan bakar solar sehingga biodiesel ini layak dijadikan alternatif

pengganti solar.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dilakukan pengujian motor diesel

dengan menggunakan bahan bakar biodiesel yang berbahan baku minyak kelapa

sawit dengan memanfaatkan secara maksimal peralatan laboratorium yang ada.

1.2 Tujuan Pengujian

Adapun tujuan yang diharapkan pada pengujian Skripsi adalah sebagai

berikut :

1. Mengetahui pengaruh campuran bahan bakar solar dengan minyak kelapa

sawit dan biosolar dengan minyak kelapa sawit terhadap performansi

mesin uji.

2. Mengetahui kadar emisi gas buang (CO, NOx, CO2, dan O2) pada masing –

masing campuran bahan bakar.

1.3 Batasan Masalah

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai masalah yang

dikaji dalam penulisan Skripsi ini, maka perlu kiranya diberikan batasan

masalah sebagai berikut :

1. Analisa dilakukan berdasarkan data hasil percobaan laboratorium motor

bakar di Departemen Teknik Mesin USU

2. Mesin yang digunakan dalam analisa ini adalah Motor diesel 4 – langkah

dengan 4 silinder (TecQuipment type. TD4A 001) pada laboratorium Motor Bakar Departemen Teknik Mesin USU

(21)

4. Analisa dibatasi pada perbandingan antara campuran biosolar dengan

minyak kelapa sawit dan campuran solar dengan minyak kelapa sawit

5. Pada analisa pengujian motor bakar diesel, dilakukan variasi putaran dan

beban

1.4 Metode Pembahasan

Metode pembahasan yang digunakan dalam analisa ini adalah dengan

berbagai informasi melalui buku manual, buku – buku teks, internet,jurnal,

makalah – makalah yang berkaitan dengan motor diesel.

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan Tugas Sarjana ini akan dibagi dalam beberapa bab. Secara

garis besar, isi yang dimuat dalam Tugas Sarjana ini adalah seperti yang tercakup

dalam sistematika penulisan berikut :

Pada Bab 1 yakni Pendahuluan ini berisikan tentang latar belakang dari pada

penulisan skripsi ini adalah kebutuhan akan energi khususnya energi yang

digunakan untuk kebutuhan transportasi dan industri semakin meningkat, namun

ketersedian energi yang ada yang berasal dari fosil semakin menipis meskipun

telah diusahakan berbagai cara untuk mengatasi masalah tersebut seperti

eksplorasi namun hasilnya cadangan energi yg berasal dari fosil semakin menipis,

atas dasar itu diperlukanlah bahan bakar alternatif yang berasal dari tumbuh –

tumbuhan yakni biodiesel.Pada Bab ini juga berisi tentang maksud dan tujuan

yang ingin dicapai pada penggunaan bahan bakar solar dan juga bahan bakar

alternatif (biodiesel). Untuk memberi gambaran yang lebih jelas mengenai

masalah yang dikaji dalam penulisan tugas skripsi ini dan untuk mencegah

permasalahan yang dibahas semakin meluas, oleh karena itu perlu dibatasi, pada

Bab ini juga dibahas mengenai batasan masalah yang akan dilakukan.Dalam

penyusunan laporan skripsi ini diperlukan informasi – informasi yang mendukung

penyusunan laporan ini oleh karena itu di bahas mengenai metode pembahasan

yang dilakukan pada skripsi ini. Pada Bab 2 ini juga berisi tentang teori – teori

(22)

gas buang kendaraan dan pengendaliannya. Pada Bab 3 ini juga dijelaskan tentang

informasi mengenai waktu dan tempat pelaksanaan penelitian, bahan dan alat

yang digunakan dalam penelitian, metode pengumpulan data, pengamatan dan

tahap pengujian, prosedur pengujian nilai kalor bahan bakar, prosedur pengujian

performansi motor diesel, serta prosedur pengujian emisi gas buang. Pada Bab 4

ini akan dibahas mengenai hasil data yang diperoleh dari setiap pengujian dengan

menggunakan campuran bahan bakar solar dengan minyak kelapa sawit dan

campuran biosolar dengan minyak kelapa sawit melalui pembahasan perhitungan

dan penganalisaan dengan memaparkan nya kedalam bentuk tabel dan grafik.Pada

Bab V ini meruapakan penutup dari skripsi ini yang berisikan kesimpulan dari

hasil pengujian yang diperoleh terhadap campuran bahan bakar solar dengan

minyak kelapa sawit dan biosolar dengan minyak kelapa sawit.Sebagai literatur

dari penyusunan laporan, maka di jelaskan dalam daftar pustaka. Kemudian untuk

penjelasan mengenai gambar–gambar dan grafik–grafik hasil pengujian di

laboratorium motor bakar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Motor diesel

Salah satu jenis penggerak mula yang banyak dipakai adalah mesin

kalor, yaitu mesin yang menggunakan energi thermal untuk melakukan kerja

mekanik atau yang mengubah energi thermal menjadi energi mekanik. Energi itu

sendiri dapat diperoleh dengan proses pembakaran, proses fisi bahan bakar nuklir

atau proses lain. Ditinjau dari cara memperoleh energi thermal ini mesin kalor

dibagi menjadi dua golongan, yaitu mesin pembakaran dalam dan mesin

pembakaran luar.

Mesin pembakaran luar ialah mesin yang proses pembakarannya terjadi di

luar mesin. Energi thermal dari gas hasil pembakaran dipindahkan ke fluida kerja

mesin melalui beberapa dinding pemisah, contohnya mesin uap, turbin uap dan

lain – lain.

Mesin pembakaran dalam ialah mesin yang proses pembakarannya terjadi

didalam mesin itu sendiri. Mesin pembakaran dalam pada umumnya dikenal

dengan nama motor bakar. Mesin pembakaran ini kemudian berkembang dan

diadakan perbaikan sehingga bentuknya menjadi kecil sedangkan tenaganya

menjadi besar.

2.2 Bahan Bakar dan Pembakaran 2.2.1 Bahan Bakar Diesel

Bahan bakar yang digunakan di Amerika Serikat diperoleh dengan

penyulingan (distillation) atau pemecahan minyak bumi, atau minyak mentah. Minyak mentah adalah cairan coklat tua yang merupakan gabungan dari sejumlah

besar campuran. Elemen kimia utama yang membentuk seluruh campuran ini

(24)

Jumlah hidrokarbon dalam campuran bervariasi dari 11 sampai 15 persen berat,

dan sisanya adalah karbon.

Minyak mentah yang ditemukan pada suatu tempat tertentu biasanya

mempunyai beberapa ciri yang membedakannya dari minyak mentah yang

ditemukan di tempat lain. Beberapa minyak mentah yang misalnya ditemukan di

Negara timur, mengandung banyak minyak ringan atau bensin, sejumlah banyak

lilin paraffin, dan sangat sedikit bahan aspal. Setelah penyulingan minyak mentah

ini, maka residunya terutama terdiri atas lilin parafin, oleh karenanya disebut

minyak mengandung parafin (paraffin base). Minyak mentah yang lain, misalnya yang ditemukan di California, mengandung sedikit bensin, sejumlah besar bahan

aspal, dan seringkali belerang dalam persentase relatif tinggi. Setelah penyulingan

minyak ini meninggalkan residu yang terutama terdiri atas aspal sehingga disebut

minyak mengandung aspal (asphalt base). Banyak minyak mentah, misalnya yang ditemukan di Negara benua tengah, mempuyai ciri dari satu dan beberapa dari

jenis yang lain dan diklasifikasikan sebagai minyak mengandung campuran

(mixed – base).

Minyak mentah dipisahkan menjadi produknya dengan suatu proses yang

disebut penyulingan bertingkat (fractional distillation), yang secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut : minyak mentah dimasukkan dalam bejana tertutup

kemudian dipanasi oleh kumparan yang berisi aliran uap atau gas panas. Pertama

kali campuran dari yang titik didihnya rendah dialirkan keluar sebagai uap. Uap

ini disalurkan keluar oleh pipa yang disambungkan ke puncak bejana, diembunkan

dengan pendingin oleh kumparan yang berisi aliran air dingin, dan dimasukkan

kedalam tangki. Suhu minyak mentah dipelihara konstan. Setelah seluruh

campuran yang mendidih dibawah atau pada suhu ini dialirkan keluar, atau

disuling, maka aliran gas panas melalui kumparan pemanas ditingkatkan, suhu

minyak mentah meningkat, dan uapnya disuling, diembunkan dan dialirkan ke

tangki yang lain, dan seterusnya. Produk yang diperoleh dengan penyulingan,

dalam urutan titik didih naik, adalah bensin, distilat minyak mentah, minyak gas,

(25)

2.2.2 Sifat Minyak Bahan Bakar

Sifat berikut, mempengaruhi prestasi dan keandalan dari motor diesel :

1. Penguapan (volatility)

2. Residu karbon

3. Viskositas

4. Kandungan belerang

5. Abu dan endapan

6. Titik nyala (flash point)

7. Titik tuang (pour point)

8. Sifat korosif (corrosiveness) dan keasaman (acidity)

9. Mutu penyalaan (ignition)

Tetapi, mutu penyalaan hanya penting untuk mesin kecepatan tinggi dan

oleh karenanya didaftarkan paling akhir dalam urutan pentingnya untuk mesin ini.

1. Penguapan (volatility)

Penguapan dari bahan bakar diesel diukur dengan 90 persen suhu

penyulingan. Ini adalah suhu dengan 90 persen dari contoh minyak telah

disuling. Makin rendah suhu ini, berarti makin tinggi penguapannya. Untuk

mesin kecil lebih diperlukan penguapan bahan bakar yang tinggi daripada

untuk mesin besar, agar didapatkan penggunaan bahan bakar lebih hemat,

suhu buang rendah, dan asap minuman. Spesifikasi Angkatan Laut Amerika

Serikat untuk motor diesel keluaran tinggi memberikan maksimum 90 persen

suhu penyulingan sebesar 675 F. (Lit 5 )

2. Residu Karbon

Residu Karbon adalah karbon yang tertinggal setelah penguapan dan

pembakaran habis suatu bahan yang diuapkan dari minyak contoh dengan

cara pemanasan; ini menunjukkan kecenderungan bahan bakar untuk

membentuk endapan karbon pada bagian mesin. Diperbolehkan residu karbon

(26)

3. Viskositas

Viskositas fluida diukur dari tahanannya untuk mengalir atau

gesekan dalamnya. Viskositas suatu minyak dinyatakan oleh jumlah detik

yang digunakan oleh volume tertentu dari minyak untuk mengalir melalui

lubang diameter kecil tertentu. Makin rendah jumlah detiknya, berarti makin

rendah viskositasnya. Alat yang digunakan di Amerika Serikat untuk

menentukan viskositas minyak adalah viskosimeter saybolt dan orifis

universal dan data yang diberikan diberi nama menurut banyaknya SSU

(Second Saybolts Universal). Seluruh faktor pelumasan, gesekan antara

bagian yang bergerak, keausannya dan kebocorannya, dipengaruhi oleh

viskositasnya. Pelumasan bagian dari sistem injeksi bahan bakar, terutama

plunyer dan tong dari pompa tekanan tinggi, seluruhnya tergantung pada

minyak bahan bakar, dan sehingga viskositasnya tidak boleh dibawah nilai

minimum tertentu. Kebocoran minyak bahan bakar yang melewati plunyer

tanpa pengepak (packing) dari pompa tekanan tinggi adalah berbanding terbalik dengan viskositas minyak. Jadi minyak bahan bakar dengan

viskositas sangat rendah juga tidak dikehendaki karena cenderung untuk

memberikan kebocoran banyak pada pompa. Spesifikasi biasanya

menentukan lebih dulu viskositas 34 sampai 45 SSU pada 100 F. (Lit 5 )

Sebaliknya, viskositas tidak boleh terlalu jauh melebihi yang

dispesifikasikan karena kenaikan viskositas dalam minyak bahan bakar

berarti tahanan yang lebih tinggi untuk pemecahan selama injeksi. Kelebihan

viskositas yang tidak diinginkan ini dapat diatasi dengan bahan bakar yang

relatif ringan, misalnya seperti yang digunakan dalam mesin injeksi tanpa

udara, kecepatan tingi, dengan menaikkan tekanan injeksi sampai pengabutan

yang diinginkan tercapai, dan dengan minyak yang sangat berat dan kental,

seperti yang kadang – kadang digunakan dalam mesin injeksi udara, dengan

memanaskan minyak tersebut dalam pemanas khusus.

4. Kandungan Belerang

(27)

yang didinginkan, terutama kalau mesin beroperasi dengan beban ringan dan

suhu silinder menurun. Korosi yang disebutkan oleh gas belerang sering

didapati dalam sistem buang dari motor diesel. Berbagai spesifikasi tidak

mengizikan kandungan belerang lebih dari 0,5 sampai 1,5 persen. (Lit 5 )

5. Abu dan endapan

Abu dan endapan dalam bahan bakar adalah sumber dari bahan

menggerus yang akan mengakibatkan keausan mesin berlebihan. Endapan

dapat juga mengakibatkan penyumbatan sistem bahan bakar. Keausan dapat

ditingkatkan karena korosi kalau bahan bakar mengandung air, terutama air

garam. Kandungan abu maksimum yang diizinkan adalah 0,01 persen dan

kandungan air dan endapan, bersama – sama, 0,05 persen. (Lit 5 )

6. Titik nyala (flash point)

Titik nyala merupakan suhu paling rendah yang harus dicapai dalam

pemanasan minyak untuk menimbulkan uap yang dapat terbakar dalam

jumlah yang cukup untuk menyala atau terbakar sesaat ketika disinggungkan

dengan suatu nyala api. Minyak bahan bakar yang mempunyai titik nyala

rendah, berbahaya dalam penyimpanan dan penanganannya. Titik nyala

minimum untuk bahan bakar diesel adalah 150 F. (Lit 5 )

7. Titik tuang (pour point)

Titik tuang adalah suhu minyak mulai membeku atau berhenti

mengalir. Titik tuang penting untuk menstart dingin suatu mesin dan untuk

menangani minyak diantara penyimpanan dan mesin. Titik tuang maksimum

untuk bahan bakar diesel adalah O.F. (Lit 5 )

8. Sifat korosif (corrosiveness) dan keasaman (acidity)

Minyak bahan bakar tidak boleh korosif, tidak boleh mengandung

asam bebas. Kalau tidak, maka dapat merusak permukaan logam yang

(28)

9. Mutu penyalaan (ignition)

Nama ini menyatakan kemampuan bahan bakar untuk menyala

ketika diinjeksikan kedalam pengisian udara tekan dalam silinder motor

diesel. Suatu bahan bakar dengan mutu penyalaan yang baik akan siap

menyala, dengan sedikit keterlambatan penyalaan ; suatu bahan bakar dengan

mutu penyalaan yang buruk, akan menyala dengan sangat terlambat. Mutu

penyalaan adalah salah satu dari sifat yang paling penting dari bahan bakar

diesel untuk digunakan dalam mesin kecepatan tinggi. Mutu penyalaan bahan

bakar tidak hanya menentukan mudahnya penyalaan dan penstarteran mesin

dingin tetapi juga jenis pembakaran yang diperoleh dari bahan bakar. Bahan

bakar dengan mutu penyalaan yang baik akan memberikan mutu operasi

mesin yang lebih halus, kurang bising, terutama menonjol pada beban ringan.

(Lit 5 )

10. Bilangan sentana (Centane Number)

Mutu penyalaan diukur dengan indeks yang disebut bilangan

sentana. Motor diesel kecepatan tinggi saat ini memerlukan bilangan sentana

sekitar 50. Nilai dari bilangan ini sebagai karakteristik bahan bakar diesel

adalah serupa dengan bilangan oktana untuk bensin. Bilangan sentana bahan

bakar adalah persen volume dari sentana dalam campuran sentana dan alfa –

metil – naftalen yang mempunyai mutu penyalaan sama dengan bahan bakar

yang diuji. Baik sentana maupun alfa – metil – naftalen adalah hidrokarbon,

yang dihasilkan secara kimia dari minyak ter (tar oil). Sentana mempunyai

mutu penyalaan sangat baik dan alfa – metil – naftalen mempunyai mutu

penyalaan sangat buruk. Skalanya berkisar antara 0 sampai 100, alfa – metil –

naftalen murni sesuai dengan 0 dan sentana murni sesuai dengan 100.

Bilangan sentana 48 berarti bahan bakar setara dengan campuran yang terdiri

atas 48 persen sentana dan 52 persen alfa – metil - naftalen. Bilangan

sentana dari contoh bahan bakar ditentukan dengan mengujinya dalam mesin

penguji silinder tunggal khusus dengan perbandingan kompresi variabel.

(29)

injeksi bahan bakar meninggalkan dudukannya sampai penyalaan dari bahan

bakar menghasilkan kenaikan tekanan yang dapat terukur dalam silinder.

Suatu periode keterlambatan penyalaan dari sudut engkol 13 derajat, panjang

standard, digunakan sebagai rujukan; bahan bakar uji dibakar dalam mesin,

dan perbandingan kompresi dinaikkan dalam mesin sampai periode

keterlambatan 13 derajat, yang ditunjukkan oleh instrumen khusus, tercapai

dan perbandingan kompresi yang diperlukan tercatat. Kemudian mesin

dijalankan dengan menggunakan dua campuran sentana dan alfa – metil –

naftalen, yang satu mempunyai bilangan sentana sekitar lima satuan lebih

tinggi dan yang lain mempunyai sekitar lima satuan lebih rendah daripada

bilangan sentana yang diharapkan dari bahan bakar. Perbandingan kompresi

dari campuran ini untuk mendapatkan keterlambatan penyalaan 13 derajat

didapatkan dan dengan pembandingan atau interpolasi maka bilangan sentana

dari contoh dihitung. Bahan bakar dengan mutu penyalaan baik memerlukan

perbandingan kompresi yang rendah untuk keterlambatan penyalaan 13

derajat dan mempunyai bilangan sentana yang tinggi. Bahan bakar dengan

mutu penyalaan yang buruk memerlukan perbandingan kompresi yang tinggi

untuk keterlambatan penyalaan 13 derajat dan memiliki bilangan sentana

yang rendah.(Lit 5)

2.2.3 Pembakaran

Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar

setelah dinyalakan dan digabungkan dengan oksigen, menimbulkan panas

sehingga menaikkan suhu dan tekanan gas. Elemen mampu bakar (combustible)

yang utama adalah karbon dan hidrogen ; elemen mampu bakar yang lain, yang

tidak disukai dan terkandung dalam jumlah sedikit, adalah belerang. Oksigen yang

diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara, yang merupakan campuran

dari oksigen dan nitrogen. Nitrogen adalah gas lembam dan tidak berpartisipasi

dalam proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi

elemen komponennya, yaitu hidrogen dan karbon, dan masing – masing elemen

(30)

oksigen untuk membentuk air, dan karbon bergabung dengan oksigen menjadi

karbon dioksida. Kalau tidak cukup tersedia oksigen, maka sebagian dari karbon,

akan bergabung dengan oksigen menjadi karbon monoksida. Kalau terbentuk

karbon monoksida, maka jumlah panas hanya 30 persen dari panas yang

ditimbulkan oleh pembentukan karbon dioksida. Motor diesel kenyataannya selalu

beroperasi dengan udara berlebihan dan hanya menghasilkan karbon monoksida

dalam jumlah sangat sedikit.(Lit 5)

2.3 Performansi Motor diesel

Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam.

Karakteristik utama dari motor diesel yang membedakannya dari motor bakar

yang lain terletak pada metode penyalaan bahan bakarnya. Dalam motor diesel

bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisi udara bertekanan tinggi.

Selama proses pengkompresian udara dalam silinder mesin, suhu udara

meningkat, sehingga ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus

bersinggungan dengan udara panas ini, maka bahan bakar akan menyala dengan

sendirinya tanpa bantuan alat penyala lain. Karena alasan ini motor diesel juga

disebut mesin penyalaan kompresi ( compression Ignition Engines).

Motor diesel memiliki perbandingan kompresi sekitar 11 : 1 hingga 26 : 1,

jauh lebih tinggi dibandingkan motor bakar bensin yang hanya berkisar 6 : 1

sampai 9 : 1. Konsumsi bahan bakar spesifik motor diesel lebih rendah (kira – kira

25%) dibanding mesin bensin namun perbandingan kompresinya yang lebih tinggi

menjadikan tekanan kerjanya juga tinggi.(Lit 1 hal 89)

2.3.1 Torsi dan Daya

Torsi yang dihasilkan suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan

dynamometer yang dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena sifat

dynamometer yang bertindak seolah - olah seperti sebuah rem dalam sebuah

mesin, maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai daya

(31)

... (2.1) (Lit.4 hal 3-9)

Dimana : = Daya keluaran (Watt)

= Putaran mesin (rpm)

T = Torsi (N.m)

2.3.2 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Spesific Fuel Consumption, SFC) Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang

berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan

mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk

menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu.

Bila daya rem dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam

satuan kg/jam, maka :

Sfc = ... (2.2) (Lit.4 hal 3-20)

Dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h)

= laju aliran bahan bakar (kg/jam)

Besarnya laju aliran massa bahan bakar ( ) dihitung dengan persamaan

(32)

2.3.3 Perbandingan Udara Bahan Bakar (AFR)

Untuk memperoleh pembakaran sempurna, bahan bakar harus dicampur

dengan udara dengan perbandingan tertentu. Perbandingan udara bahan bakar ini

disebut dengan Air Fuel Ratio (AFR), yang dirumuskan sebagai berikut :

AFR = ... (2.4) (Lit.4 hal 3-11)

dengan : = laju aliran massa udara (kg/jam)

Besarnya laju aliran massa udara ( ) juga dapat diketahui dengan

membandingkan hasil pembacaan manometer terhadap kurva viscous flow meter

calibration. Kurva kalibrasi ini dikondisikan untuk pengujian pada tekanan udara

1013 mb dan temperatur 20 0C, oleh karena itu besarnya laju aliran udara yang

diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi ( ) berikut :

= 3564 x x ... (2.5) (Lit.4 hal 2-9)

dimana : = tekanan udara (Pa)

= temperatur udara (K)

2.3.4 Efisiensi Volumetris

Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi

isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka

itu merupakan sesuatu yang ideal. Namun hal itu tidak terjadi dalam keadaan

sebenarnya, dimana massa udara yang dapat dialirkan selalu lebih sedikit dari

perhitungan teoritisnya.penyebabnya antara lain tekanan yang hilang (losses) pada sistem induksi dan efek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika

memasuki silinder mesin. Efisiensi volumetric ( ) dirumuskan dengan

persamaan berikut :

(33)

Berat udara segar yang terisap = ... (2.7) (Lit.4 hal 3-13)

Berat udara sebanyak langkah torak = ... (2.8) (Lit.4 hal 3-10)

Dengan mensubstitusikan persamaan diatas, maka besarnya efisiensi

volumetris :

= ... (2.9) (Lit.4 hal 3-10)

dengan : = kerapatan udara (kg/m3)

= volume langkah torak = 230 x 10-6 (m3) [spesifikasi mesin]

Diasumsikan udara sebagai gas ideal, sehingga massa jenis udara dapat

diperoleh dari persamaan berikut :

= ... (2.10) (Lit.4 hal 3-13)

Dimana : R = konstanta gas (untuk udara = 287 J/kg.k)

2.3.5 Efisiensi Termal Brake

Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang

dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi – rugi

mekanis (mechanical loses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar.

Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi thermal brake (brake thermal

efficiency, ).

= ... (2.11) (Lit.4 hal 3-19)

Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut :

Q = CV ... (2.12) (Lit.4 hal 3-17)

(34)

Jika daya keluaran ( dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar dalam

satuan kg/jam, maka :

= . 3600 ... (2.13) (Lit.4 hal 3-20)

2.4 Nilai Kalor Bahan Bakar

Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara

menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan

bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Berdasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung

sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar

dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.

Nilai kalor atas (High Heating Value, HHV), merupakan nilai kalor yang

diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil

pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar

uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan

panas latennya. Secara teoritis, besar nya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung

bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan

Dulong :

HHV = 33950 C + 144200 + 9400 S ... (2.14) (Lit.2 hal 4)

HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

C = Persentase karbon dalam bahan bakar

H2 = Persentase hidrogen dalam bahan bakar

O2 = Persentase oksigen dalam bahan bakar

S = Persentase sulfur dalam bahan bakar

(35)

satuan bahan bakar 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran

sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari

jumlah mol hidrogennya.

Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada

proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada

didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah

sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung

berdasarkan persamaan berikut :

LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2) ... (2.15) (Lit.2 hal 6)

LHV = Nilai kalor bawah (kJ/kg)

M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)

Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan

nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang

meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga

menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat

tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).

2.5 Bahan Bakar Diesel

Penggolongan bahan bakar motor diesel berdasarkan jenis putaran

mesinnya, dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

1. Automotive Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin dengan kecepatan putaran mesin diatas 1000 rpm (rotation per minute).

Bahan bakar jenis ini yang biasa disebut sebagai bahan bakar diesel yang

(36)

2. Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin – mesin yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000

rpm, biasanya digunakan untuk mesin – mesin industri. Bahan bakar jenis

ini disebut minyak diesel.

Di Indonesia, bahan bakar untuk kendaraan motor jenis diesel umumnya

menggunakan solar yang diproduksi oleh PT. PERTAMINA dengan karakteristik

seperti pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Karakteristik Solar

NO PROPERTIES

LIMITS TEST METHODS

Min Max IP ASTM

1. Specific Grafity 60/60 0C 0.82 0.87 D-1298

2. Color astm - 3.0 D-1500

3. Centane Number or

Alternatively calculated Centane Index

45

12. Neutralization Value :

- Strong Acid Number mgKOH/gr - Total Acid Number mgKOH/gr

(37)

Tabel. 2.2 Karakteristik Biosolar

No Karakteristik Batasan Metode

Min Max Astm

1 Bilangan cetana angka setana atau

2 Specciic Grafity

60/60 oC 0,82 0,88

D1298/D4052-96

3 Viscositas (pada suhu

400C) 2.0 5,0 D 445-97

12 Kandongan methanol

dan etanol Tidak terdeteksi D 4815

13 Korosi lempeng - Kelas -

19 Penampilan visual Jernih & terang -

20 Warna - 3.0 D 1500

(38)

2.6 Biodiesel

Biodiesel adalah bahan bakar yang terbuat dari minyak tumbuh –

tumbuhan atau lemak hewan. Komposisi biodiesel umumnya terdiri dari berbagai

jenis asam lemak (tabel 2.2) yang melalui proses kimiawi ditransformasi menjadi

“Metil Ester Asam Lemak” (Fatty Acid Methil Esters = FAME). Tabel 2.3 Struktur Kimia Asam Lemak pada Biodiesel

Nama

Sumber : Biodiesel Handling and use Guedelines, National Renewable Energy

(39)

Cara memproduksi biodiesel dapat dilakukan melalui proses

transesterfikasi minyak nabati dengan metanol atau esterfikasi langsung asam

lemak hasil hidrolis dengan methanol. Namun, transesterfikasi lebih intensif

dikembangkan karena proses ini lebih efisien dan ekonomis.

Pemanfaatan minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar yang berasal

dari minyak bumi khususnya solar telah lama dikenal namun pengembangan

produk biodiesel ternyata lebih menggembirakan dibandingkan dengan

pemanfaatan minyak nabati yang langsung digunakan sebagai bahan bakar karena

proses termal (panas) didalam mesin akan teroksidasi atau terbakar secara relatif

sempurna, tetapi dari gliserin akan terbentuk senyawa akrolein dan terpolimerisasi

menjadi senyawa plastis yang agak padat. Senyawa ini menyebabkan kerusakan

pada mesin, karena membentuk deposit pada pompa injector. Karena itu perlu

dilakukan modifikasi pada mesin – mesin kendaraan bermotor komersial apabila

menggunakan minyak nabati langsung sebagai pengganti bahan bakar solar.

Selain dapat digunakan langsung, biodiesel juga dapat dicampur dengan

solar atau minyak diesel lainnya dengan tujuan untuk mengubah karakteristiknya

agar sesuai dengan kebutuhan. (Lit 3 hal 21 – 26)

2.7 Karakteristik Biodiesel

Biodiesel tidak mengandung nitrogen atau senyawa aromatik dan hanya

mengandung kurang dari 15 ppm (part per million) sulfur. Biodiesel mengandung kira – kira 11 % oksigen dalam persen berat yang keberadaannya mengakibatkan

berkurangnya kandungan energi (LHV menjadi lebih rendah bila dibandingkan

dengan solar) namun menurunkan kadar emisi gas buang yang berupa karbon

monoksida (CO), hidrokarbon (HC), partikulat dan jelaga. Kandungan energi

biodiesel kira – kira 10 % lebih rendah bila dibandingkan dengan solar. Efisiensi

bahan bakar dari biodiesel kurang lebih sama dengan solar, yang berarti daya dan

torsi yang dihasilkan proporsional dengan kandungan nilai kalor pembakarannya

(LHV). (Lit 3 hal 21 – 26). Kandungan asam lemak dalam minyak nabati yang

merupakan bahan baku biodiesel menyebabkan biodiesel sedikit kurang stabil bila

dibandingkan solar khususnya dalam hal terjadinya oksidasi. Perbedaaan bahan

(40)

dikandungnya (C=C). Semakin besar jumlah ikatan rangkap rantai karbonnya

maka kecenderungan untuk mengalami oksidasi semakin besar. Sebagai contoh, C

18 : 3 yang mempunyai tiga ikatan rangkap mempunyai sifat tiga kali lebih

reaktif untuk mengalami oksidasi dibandingkan C 18 : 0 yang tidak memiliki tiga

ikatan rangkap. Kestabilan suatu biodiesel dapat diprediksi dengan mengetahui

jenis bahan bakunya.

Kestabilan yang rendah dari suatu jenis biodiesel dapat meningkatkan

kandungan asam lemak bebas, menaikkan viskositas dan terbentuknya gums dan

sedimen yang dapat menyumbat saringan bahan bakar. Oleh karena itu, biodiesel

dan bahan bakar yang mengandung campurannya sebaiknya tidak disimpan lebih

dari 6 bulan karena lamanya penyimpanan mempengaruhi terjadinya oksidasi.

Salah satu cara yang dapat diupayakan bila biodiesel harus disimpan lebih dari 6

bulan adalah dengan menambahkan anti oksidan. Jenis anti oksidan yang dapat

bekerja dengan baik pada biodiesel antara lain TBHQ (t-butyl hydroquinone),

Tenox 21 dan Tocopherol (Vitamin E).

Biodiesel mempunyai sifat melarutkan (Solvency). Hal ini dapat menimbulkan permasalahan, dimana bila digunakan pada motor diesel yang

sebelumnya telah lama menggunakan solar dan didalam tangki bahan bakarnya

telah terbentuk sedimen dan kerak, maka biodiesel akan melarutkan sedimen dan

kerak tersebut sehingga dapat menyumbat saluran dan saringan bahan bakar. Oleh

karena itu, bila kandungan sedimen dan kerak pada tangki bahan bakar cukup

tinggi, sebaiknya diganti sebelum menggunakan biodiesel. Hal lain yang dapat

dilakukan adalah dengan tidak menggunakan biodiesel murni melainkan

campurannya. Sifat pelarut dari bahan bakar yang mengandung campuran

Biodiesel akan semakin berkurang seiring dengan berkurangnya kadar biodiesel

didalamnya. Penelitian menunjukkan bahwa campuran antara biodiesel dan solar

dengan komposisi 20 % : 80 % (B02) mempunyai sifat pelarut yang cukup kecil

sehingga dapat ditoleransi.(Lit 13)

Beberapa material seperti kuningan, tembaga, timah, dan seng dapat

mengoksidasi biodiesel dan menghasilkan sedimen. Untuk mencegah hal ini,

(41)

biodiesel juga cenderung menyebabkan peralatan yang terbuat dari karet alam

mengembang sehingga sebaiknya diganti dengan karet sintetis.

Biodiesel murni mempunyai sifat pelumas yang baik, bahkan campuran

bahan bakar yang mengandung biodiesel dalam komposisi yang rendah masih

memiliki sifat pelumas yang jauh lebih baik dibanding solar.

Seperti halnya bahan bakar diesel lainnya, biodiesel dapat berubah fasa

menjadi “gel” pada temperatur yang rendah. Biodiesel memiliki temperatur titik

tuang (pour point) yang lebih tinggi yaitu sekitar -15 sampai 100C dibandingkan solar, -35 sampai -150C sehingga pemakaian biodiesel murni pada daerah rendah

kurang dianjurkan. Untuk menurunkan temperature titik tuang biodiesel dapat

dilakukan dengan mencampurkan solar, semakin besar komposisi solar dalam

campuran, maka semakin rendah temperatur titik tuangnya.

Tabel 2.4 Perbandingan Biodiesel dan Solar (Petrodiesel)

Fisika Kimia Biodiesel Solar

Kelembaman (%) 0.1 0.3

Energi Power Energi yang dihasilkan 128.000 BTU

Energi yang dihasilkan 130.000 BTU

Komposisi Metil Ester atau asam lemak Hidrokarbon Modifikasi Engine Tidak diperlukan -

Konsumsi bahan bakar

Sama Sama

Lubrikasi Lebih tinggi Lebih rendah

Emisi CO rendah, total

hidrokarbon, sulfur dioksida, dan nitroksida

CO tinggi, total hidrokarbon, Sulfur dioksida, dan

nitroksida

Penanganan Flamable lebih rendah Flamable lebih tinggi Lingkungan Toxisitas rendah Toxisitas 10 kali lebih tinggi Keberadaan Terbarukan (renewable) Tidak terbarukan

(42)

2.8 Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit

Proses pembuatan biodiesel dari kelapa sawit adalah melalui proses

transesterifikasi, dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi,

tetapi jika bahan baku dari CPO maka sebelumnya perlu dilakukan esterfikasi.

1. Transesterifikasi

Transesterifikasi meliputi dua tahap. Transesterifikasi I yaitu

pencampuran antara kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH3OH) dengan

minyak sawit. Reaksi transesterifikasi I berlangsung sekitar 2 jam pada suhu

58 – 650C. Bahan yang pertama kali dimasukkan kedalam reaktor adalah

asam lemak yang selanjutnya dipanaskan hingga suhu yang telah ditentukan.

Reaktor transesterifikasi dilengkapi dengan pemanas dan pengaduk.

Selama proses pemanasan pengaduk dijalankan. Tepat pada suhu reaktor

630C, campuran metanol dan KOH dimasukkan kedalam reactor. Pada akhir

reaksi akan terbentuk metil ester dengan konversi sekitar 94 %. Selanjutnya

produk ini diendapkan untuk memisahkan gliserol dan metil ester. Gliserol

kemudian dikeluarkan dari reaktor agar tidak menggangu proses

transesterifikasi II. Selanjutnya dilakukan transesterifikasi II pada metil ester

dan setelah selesai dilakukan pengendapan dalam waktu yang lebih lama agar

gliserol yang masih tersisa bias terpisah.

(43)

2. Pencucian

Pencucian hasil pengendapan pada transesterifikasi II bertujuan untuk

menghilangkan senyawa yang tidak diperlukan seperti sisa gliserol dan

metanol. Pencucian dilakukan pada suhu sekitar 550C. pencucian dilakukan

tiga kali sampai pH menjadi normal (pH 6,8 – 7,2).

3. Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam

metil ester. Pengeringan dilakukan dengan cara memberikan panas pada

produk dengan suhu sekitar 950C secara sirkulasi. Ujung pipa sirkulasi

ditempatkan ditengah permukaan cairan pada alat pengering.

4. Filtrasi

Tahap akhir dari proses pembuatan biodiesel adalah filtrasi. Filtrasi

bertujuan untuk menghilangkan partikel – partikel pengotor biodiesel yang

terbentuk selama proses berlangsung, seperti kerak (kerak besi) yang berasal

dari dinding reaktor atau dinding pipa atau kotoran dari bahan baku.

Tabel : 2.5 Karakteristik Mutu Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit

Parameter Palm Biodiesel ASTM PS 121

Viskositas pada 400C

(44)

2.9 Emisi Gas Buang

Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari kendaraan bermotor dapat

diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut :

1. Sumber

Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer

seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke

udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan.

Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah

polutan yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolis atau

oksidasi.

2. Komposisi Kimia

Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik

mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen,

nitrogen, sulfur dan fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan

lain – lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat,

nitrogen oksida, ozon dan lainnya.

3. Bahan Penyusun

Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi

padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat

bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di

atmosfer dan bercampur dengan udara bebas.

a) Partikulat

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya

merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap.

Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar

dengan udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu

(45)

Apabila butir – butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan

kedalam silinder motor terlalu besar atau apabila butir – butir berkumpul

menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan

terbentuknya karbon – karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan karena

pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan

pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada didalam silinder tidak

dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat – saat dimana terlalu

banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan

diperbesar, misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat

dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang

yang keluar dari gas buang motor akan bewarna hitam.

b) Unburned Hidrocarbon (UHC)

Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena

campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bias saja pada campuran

kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding

ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan

banyak hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle)

atau waktu pemanasan.

Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang

meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran

hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan

bahan bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui

celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut

dengan blow by gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada

kendaraan juga menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon.

Hal ini pada motor diesel terutama disebabkan oleh campuran lokal udara

bahan bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar.

c) Carbon Monoksida (CO)

Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon

(46)

merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara

normal berbentuk gas yang tidak bewarna. Gas ini akan dihasilkan bila

karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira – kira 85 % dari berat dan

sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal

ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk dari pada

campuran stoikiometris, dan terjadi selama idling pada beban rendah atau

pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika

campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran kurus karbon

monoksida tidak terbentuk.

d) Nitrogen Oksida (NOx)

Senyawa nitrogen oksida yang sering menjadi pokok pembasan dalam

masalah polusi udara adalah NO dan NO2. Kedua senyawa ini terbuang

langsung ke udara bebas dari hasil pembakaran bahan bakar. Nitrogen

monoksida (NO) merupakan gas yang tidak bewarna dan tidak berbau

sebaliknya nitrogen dioksida (NO2) bewarna coklat kemerahan dan berbau

tajam. NO merupakan gas yang berbahaya karena mengganggu saraf pusat.

NO terjadi karena adanya reaksi antara N2 dan O2 pada temperatur tinggi

diatas 1210 0C. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :

O2 2O

N2 + O NO + N

N + O2 NO + O

2.10 Pengendalian Emisi Gas Buang

Tingkat polusi udara dari mesin kendaraan tidak hanya dipengaruhi oleh

teknologi pembakaran yang diterapkan dalam sistem itu saja, tetapi juga besar

dipengaruhi oleh mutu bahan bakar yang dipakai. Dari segi kualitas bahan bakar,

Indonesia sangat jauh tertinggal dari negara – negara lain. Emisi gas yang

(47)

negatif terhadap lingkungan. Ada beberapa cara yang dapat diambil untuk

mengatasi masalah tersebut, antara lain :

1. Menyeimbangkan campuran udara bahan bakar

2. Pemanfaatan Positive Crankcase Ventilation (PCV)

3. Penggunaan sistem kontrol emisi penguapan bahan bakar antara lain : ECS

(Evaporation Control System), EEC (Evaporation Emission Control), VVR

(Vehicle Vapor Recovery) dan VSS (Vapor Saver System)

4. Penggunaan Exhaust Gas Recirculation (EGR)

(48)

BAB III

METODOLOGI PENGUJIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Pengujian dilakukan di laboratorium motor bakar Departemen Teknik

Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Waktu pengujian

dilaksanakan pada bulan Januari 2012.

3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan

Bahan yang menjadi objek pengujian ini adalah bahan bakar biodiesel dari

minyak kelapa sawit .

3.2.2 Alat

Alat yang dipakai dalam eksperimental ini terdiri dari :

1. Motor diesel 4 stroke - 1 cylinder (TecQuipment type. TD 110 - 115).

2. Bom kalorimeter untuk mengukur nilai kalor bahan bakar.

3. Untuk emisi gas buang menggunakan alat uji auto gas analyzer.

4. Alat bantu perbengkelan, seperti : Kunci pas, kunci Inggris, kunci ring, kunci

L, obeng, tang, palu, kertas amplas dan lain sebagainya.

5. Stop watch, untuk menentukan waktu yang dibutuhkan mesin uji untuk

menghabiskan bahan bakar dengan volume sebanyak 100 ml.

6. Termometer, untuk menghitung perubahan suhu yang terjadi antara sebelum

(49)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam pengujian ini meliputi :

a. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari

pengukuran dan pembacaan pada unit instrumentasi dan alat ukur

pada masing – masing pengujian.

b. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian

karakteristik bahan bakar biodiesel yang dilakukan oleh Pusat

Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) medan dan data mengenai

karakteristik bahan bakar solar dari Pertamina.

Metode pengolahan data

Data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder diolah

kedalam rumus empiris, kemudian data dari perhitungan disajikan dalam

bentuk tabulasi dan grafik.

3.4 Pengamatan dan Tahap Pengujian

Pada penelitian ini yang akan diamati adalah :

1. Parameter torsi (T) dan Penghitungan parameter daya (PB)

2. Penghitungan Parameter konsumsi bahan bakar spesifik (sfc)

3. Rasio perbandingan udara bahan bakar (AFR)

4. Penghitungan Efisiensi volumetris ( v)

5. Penghitungan Effisiensi thermal brake ( b)

6. Parameter komposisi gas buang

Prosedur pengujian dapat dibagi beberapa tahap, yaitu :

1. Pengujian nilai kalor bahan bakar

2. Pengujian motor diesel dengan campuran bahan bakar solar dengan

minyak kelapa sawit

3. Pengujian motor diesel dengan campuran bahan bakar biosolar dengan

(50)

3.5 Prosedur Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar

Alat yang digunakan dalam pengukuran nilai kalor bahan bakar ini adalah

alat uji “Bom Kalorimeter”.

Peralatan yang digunakan meliputi :

- Kalorimeter, sebagai tempat air pendingin dan tabung bom

- Tabung bom, sebagai tempat pembakaran bahan bakar yang diuji Gambar 3.1 Campuran Biosolar dengan Minyak Kelapa

Sawit

Gambar

Gambar 3.1 Campuran Biosolar dengan Minyak Kelapa
Gambar 3.4 Diagram alir pengujian nilai kalor bahan bakar
Gambar 3.5 Mesin Uji
Gambar 4.10 Grafik Torsi vs Putaran Mesin untuk beban 2 kg
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat korelasi signifikan antara ting- kat partisipasi ibu di Posyandu dengan kejadi- an TB, status gizi masa lalu murid TK, tingkat pengetahuan ibu dan perilaku ibu; semakin

Hal ini tidak dapat dilepaskan dari karakter media yang mampu menghadirkan sebuah realitas visual yang begitu natural, sehingga iklan-iklan yang disampaikan lewat televisi,

*By signing this application, I certify (1) to the statements contained in the list of certifications** and (2) that the statements herein are true, complete and accurate to the best

Dramatisasi pada ilustrasi iklan merupakan hal yang biasa digunakan pada gaya pendekatan beriklan, sebagai bagian dari proses akselerasi pemahaman produk.. Dramatisasi ilustrasi

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberi sumbangan secara teoritis tentang makna leksikal dan makna gramatikal pada pantun, memperkuat identitas masyarakat Melayu dalam

D esain yang dibuat juga harus dapat menggambarkan scenario yang terjadi dengan baik dan dapat mudah dimengerti, misalkan apabila user ingin memilih aplikasi

Kata semantik merupakan istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik atau dengan kata lain, bidang studi dalam

- Menggambarkan status gizi pada masa lampau - Bentuk dan ukuran pertumbuhan linear berhubungan dengan panjang - Contoh ukuran panjang: panjang badan, lingkar dada,..