PERILAKU IBU POSTPARTUM DALAM PROSES PEMBERIAN ASI
PADA MASYARAKAT MELAYU DI KECAMATAN MEDAN BELAWAN
SKRIPSI Oleh
Maya Indriyani Batu Bara 071101008
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Perilaku Ibu Postpartum Dalam Proses Pemberian ASI Pada Masyarakat Melayu di Kecamatan Medan Belawan Nama : Maya Indriyani Batu Bara
Nim : 071101008 Fakultas : Keperawatan
ABSTRAK
Perilaku ibu postpartum dalam porses pemberian ASI adalah perilaku dimana ibu memberikan ASI kepada bayinya sesuai dengan kebutuhan bayi yang dapat ditinjau dari tingkat pengetahuan ibu, sikap dan keterampilan ibu dalam memberikan ASI. Namun peranan budaya yang ada dimasyarakat sangatlah mempengaruhi proses terjadinya pembentukan perilaku seperti halnya dalam proses pemberian ASI. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku ibu postpartum dalam proses pemberian ASI pada masyarakat melayu, dengan menggunakan desain dekiskriptif. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai bayi berusia 0-1 tahun yang masih diberi ASI. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 128 orang dan menggunakan tehnik cluster sampling. Penelitian ini dilakukan pada Desember 2010 sampai dengan Januari 2011. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku ibu postpartum dikecamatan Medan Belawan khususnya pada masyarakat melayu berada pada kategori cukup dengan persentase sebesar 55.1%. untuk itu diharapkan peranan petugas kesehatan perlu ditingkatkan lagi untuk mendapatkan perilaku masyarakat yang lebih baik dalam pemberian ASI.
Title : Postpartum Mothers Behaviors in Breast-feeding Among Malay’s Community At Medan Belawan District
Name : Maya Indriyani Batu Bara Nim : 071101008
Faculty : Nursing
ABSTRACT
Postpartum maternal behavior in process breastfeeding is a behavior in which mothers give their babies breast ASI in accordance with the needs of infants who can be seen from the level of maternal knowledge, attitude and skills of mothers in breastfeeding. But the role of culture in the community that there is affecting the process of formation as well as behavior in the process of breastfeeding. This study aims to identify postpartum maternal behavior in the process of breastfeeding on the Malay community, using descriptive design. Criteria sampled in this study were mothers who had infants aged 0-1 years who are still breast-fed. The number of samples in this study is 128 people and using cluster sampling techniques. The research was conducted in December 2010 until January 2011. Based on the results obtained from this study indicate that postpartum maternal behavior sub-district Medan Belawan, especially in Malay society in the category simply by the percentage of 55.1%. to the expected role of health workers need to be increased again to get better people's behavior in breastfeeding.
Key words: Behavior, Postpartum, Breastfeeding, Malay.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, kasih dan
pertolongan dariNya yang tiada henti kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Perilaku Ibu Postpartum dalam Proses
Pemberian ASI Pada Masyarakat Melayu di Kecamatan Medan Belawan ”.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan, bimbingan, dan
dukungan dari berbagai pihak dengan memberikan butir-butir pemikiran yang
sangat berharga bagi penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Dedi Ardinata, M. Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Siti Saidah Nasution S.Kep, M.Kep, Sp.Mat sebagai dosen pembimbing
skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan,
dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Erniyati, S.kp, MNS dan Ibu Ellyta Aizar, S.Kp selaku dosen penguji yang
telah banyak memberika masukan-masukan yang bermanfaat bagi skripsi ini.
4. Bapak Ikhsanuddin A. Harahap S.Kp, M.Kep sebagai dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan nasehat dan motivasi kepada penulis selama
masa perkuliahan di Fakultas Keperawatan.
5. Ibu dr. Roos Sinaga sebagai kepala Puskesmas Kecamatan Medan Belawan
yang telah menerima dan membantu saya untuk melakukan penelitian di
6. Seluruh dosen pengajar S1 Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang
telah banyak memberikan pendidikan kepada penulis selama proses
perkuliahan dan staf nonakademik yang membantu memfasilitasi penulis
secara administratif.
7. Teristimewa kepada seluruh keluarga, khususnya kepada kedua orang tua
yaitu Mamaku tersayang Sri Wati dan Ayahku tercinta Ilham Batubara yang
selalu memberikan dukungan baik moril ataupun materil serta selalu
mendoakan yang terbaik bagi saya sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi
ini. Kepada adik-adikku Anggrayini Batubara dan Andre Azriel Batubara yang
selalu mengirimkan doanya untuk keberhasilan saya, dan membangkitkan
semangat saya dalam mengerjakan skripsi ini.
8. Terima kasih yang tak terucap buat kekasih hati Abdi Ramadhan yang selalu
dapat meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk selalu memotivasi dan
membantu baik moril maupun materil untuk terselesaikannya skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat terbaikku Rahmi Surilesmana dan Silvia fithriani yang tak
pernah berhenti menyemangati dan menasehatiku, makasih buat bahan-bahan
kuliahnya, serta sms-sms yang selalu mengingatkanku untuk terus berjuang
dan tidak lupa berdoa kepada Allah.
10.Rekan-rekan mahasiswa S1 Stambuk 2007 Fakultas Keperawatan Sumatera
Utara yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan
11.Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat seluruhnya disebutkan
namanya satu persatu yang telah banyak membantu saya baik dalam
penyelesaian skripsi maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas
Keperawatan USU.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut
membantu dalam penyelesaian skripsi ini hanya Allah yang mampu membalas
semua. Harapan saya semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua kalangan
terutama keperawatan.
Medan, Juni 2011
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR SKEMA ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Pertanyaan panelitian ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.3.1 Tujuan umum ... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ... 3
1.4. Manfaat penelitian ... 4
1.4.1. Ibu Postpartum... 4
1.4.2. Pelayanan Kesehatan ... 4
1.4.3. Pendidikan Keperawatan... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 5
2.1. Perilaku ... 5
2.1.1. Defenisi Perilaku ... 5
2.1.2. Domain Perilaku ... 5
2.1.3. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku 7 2.2. Budaya ... 8
2.2.1. Defenisi Budaya ... 8
2.2.2. Ciri-ciri kebudayaan ... 9
2.3. Postpartum ... 10
2.3.1 Defenisi Postpartum ... 10
2.3.2 Periode Postpartum ... 11
2.4. Air Susu Ibu (AS) ... 12
2.4.1 Pengertian ASI ... 12
2.4.2 Komposisi ASI ... 14
2.4.3 Kebaikan ASI dan Menyusui ... 15
2.4.4. Manfaat ASI ... 16
2.4.5 Cara Pemberian ASI ... 18
2.4.6 Cara Menyendawakan Bayi ... 19
2.4.7 Waktu Menyusui ... 20
2.4.8. Tanda-tanda Bayi Lapar ... 21
2.5.1 Pengertian ASI Eksklusif ... 22
4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 30
4.7. Pengumpulan Data ... 31
LAMPIRAN – LAMPIRAN 1. Lembar Permohonan Menjadi Responden ... 49
3. Instrumen Penelitian ... 51
4. Perhitungan Statistik ... 61
5. Uji Reliabel KR-21 ... 70
6. Lembar Pengesahan Uji Validitas ... 71
7. Surat Pengantar Survey Awal ... 72
8. Surat Izin Pengambilan Data ... 73
9. Surat Izin Survey Awal dari Dinas Kesehatan ... 74
10. Surat Selesai Penelitian ... 75
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Penalitian ... 25
Tabel 5.1 Distribusi Frekwensi Karateristik Ibu Postpartum bersuku melayu
di Kecamatan Medan Belawan ………... 33
Tabel 5.2 Distribusi Frekwensi Perilaku Ibu Postpartum dalam Proses
Pemberian ASI Pada Masyarkat Melayu di Kecamatan Medan
DAFTAR SKEMA
Judul : Perilaku Ibu Postpartum Dalam Proses Pemberian ASI Pada Masyarakat Melayu di Kecamatan Medan Belawan Nama : Maya Indriyani Batu Bara
Nim : 071101008 Fakultas : Keperawatan
ABSTRAK
Perilaku ibu postpartum dalam porses pemberian ASI adalah perilaku dimana ibu memberikan ASI kepada bayinya sesuai dengan kebutuhan bayi yang dapat ditinjau dari tingkat pengetahuan ibu, sikap dan keterampilan ibu dalam memberikan ASI. Namun peranan budaya yang ada dimasyarakat sangatlah mempengaruhi proses terjadinya pembentukan perilaku seperti halnya dalam proses pemberian ASI. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku ibu postpartum dalam proses pemberian ASI pada masyarakat melayu, dengan menggunakan desain dekiskriptif. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai bayi berusia 0-1 tahun yang masih diberi ASI. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 128 orang dan menggunakan tehnik cluster sampling. Penelitian ini dilakukan pada Desember 2010 sampai dengan Januari 2011. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku ibu postpartum dikecamatan Medan Belawan khususnya pada masyarakat melayu berada pada kategori cukup dengan persentase sebesar 55.1%. untuk itu diharapkan peranan petugas kesehatan perlu ditingkatkan lagi untuk mendapatkan perilaku masyarakat yang lebih baik dalam pemberian ASI.
Title : Postpartum Mothers Behaviors in Breast-feeding Among Malay’s Community At Medan Belawan District
Name : Maya Indriyani Batu Bara Nim : 071101008
Faculty : Nursing
ABSTRACT
Postpartum maternal behavior in process breastfeeding is a behavior in which mothers give their babies breast ASI in accordance with the needs of infants who can be seen from the level of maternal knowledge, attitude and skills of mothers in breastfeeding. But the role of culture in the community that there is affecting the process of formation as well as behavior in the process of breastfeeding. This study aims to identify postpartum maternal behavior in the process of breastfeeding on the Malay community, using descriptive design. Criteria sampled in this study were mothers who had infants aged 0-1 years who are still breast-fed. The number of samples in this study is 128 people and using cluster sampling techniques. The research was conducted in December 2010 until January 2011. Based on the results obtained from this study indicate that postpartum maternal behavior sub-district Medan Belawan, especially in Malay society in the category simply by the percentage of 55.1%. to the expected role of health workers need to be increased again to get better people's behavior in breastfeeding.
Key words: Behavior, Postpartum, Breastfeeding, Malay.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Salah satu program pemerintah dalam bidang kesehatan adalah pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif bagi kualitas hidup bayi melalui Surat Keputusan (SK) Menkes RI nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI ekslusif pada bayi di Indonesia. Dalam SK tersebut ditetapkan bahwa pemberian ASI eksklusif bagi bayi di Indonesia sejak bayi lahir sampai bayi berumur 6 (enam) bulan dan dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun bagi yang ingin pemberian ASI secara sempurna.
Pemberian ASI dari awal kelahiran sampai 4-6 bulan akan menjadikan sendi-sendi kehidupan yang terbaik baginya kelak. ASI juga menjamin bayi tetap sehat dan memulai kehidupannya dalam cara yang paling sehat, karena ASI adalah makanan terbaik diawal kehidupan bayi (Soetjiningsih, 1997).
Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup
sehat bagi setiap penduduk. Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut maka
diprogramkan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dan
dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh masyarakat. Salah satu indikator
derajat kesehatan adalah Angka Kematian Bayi (Profil Dinas Kesehatan Kota
Bandung, 2005).
Menurut hasil SDKI 2002/2003 Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia
berkisar sekitar 35 per 1000 kelahiran hidup. AKB di Indonesia masih terbilang
tinggi bila dibandingkan dengan Negara- Negara lain dikawasan ASEAN. AKB di
Malaysia pada tahun 2001 tercatat 6 dan di Singapura hanya 2 kematian bayi per
30 kematian bayi per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2000. Menurut hasil
penelitian Khairunniyah (2004). Penyebab tingginya AKB disebabkan oleh karena
banyak hal salah satu diantaranya adalah dari faktor status gizi bayi.
Tingginya angka kematian bayi dan rendahnya status gizi sebagai dampak krisis ekonomi yang melanda Bangsa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, menunjukkan bahwa peran ASI sangat strategi, namun keadaan sosial budaya yang beranekaragam menjadi tantangan peningkatan penggunaan ASI yang perlu diantisipasi (Depkes, 1997). Pada umumnya perilaku ibu-ibu post partum sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai kebudayaan yang dipercaya maka sebagian dari mereka hanya memberikan ASI dengan berbekal dari informasi yang didapat secara turun-temurun dari masyarakat setempat dan kurang mendapatkan penyuluhan yang cukup dari tenaga kesehatan, akibatnya sebagian besar ibu memberikan ASI tidak secara eksklusif dan pemberian makanan selain ASI sebelum bayi berumur 6 bulan.
Menurut hasil pendataan puskesmas Kecamatan Medan Belawan pada tahun 2010 ditemukan sebanyak 9 balita mengalami gizi buruk 6 diantaranya berusia 2-3 tahun. Hal tersebut terkait dengan proses pemberian ASI yang tidak benar. Hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan melalui wawancara kepada ibu-ibu yang sebagian besarnya adalah suku melayu, mereka mengatakan bahwa mereka sudah membiasakan melakukan pemberian ASI eksklusif kepada bayi sampai berusia 6 bulan dan menurut mereka perilaku tersebut sudah tradisi turun-temurun yang dilakukan pada ibu-ibu didaerah tersebut, namun dari fakta yang didapat mereka belum melakukan pemberian ASI eksklusif secara benar yaitu yang hanya memberikan ASI saja, mereka memberikan makanan selain ASI yaitu air putih, madu, dan makanan ringan (jajanan) kepada bayi mereka sebelum berusia 4-6 bulan.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Bagaimanakah perilaku masyarakat suku melayu di Kecamatan Medan Belawan dalam proses pemberian ASI ?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum
Mengidentifikasi perilaku ibu postpartum dalam proses pemberian ASI pada masyarakat melayu di kecamatan Medan Belawan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu dalam proses pemberian ASI.
b. Mengetahui sikap ibu dalam proses pemberian ASI.
c. Mengidentifikasi tingkat keterampilan ibu tentang pemberian ASI.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Bagi Ibu Postpartum
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, serta merubah sikap, dan meningkatkan keterampilan ibu Postpartum dalam proses pemberian ASI.
1.4.2 Manfaat Bagi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perawat yang bekerja di puskesmas daerah maupun instansi lain agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang proses proses menyusi yang benar sesuai dengan kebutuhan bayi.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah studi kepustakaan dan menjadi suatu masukan yang bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan dan bidang kesehatan lainnya mengenai proses pemberian ASI sesuai dengan usia dan kebutuhan bayi.
1.4.4 Manfaat bagi penelitian Keperawatan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Definisi Perilaku
Perilaku menurut Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003)
adalah hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respons).
Perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan
kemudian organisme tersebut merespon, maka teori skinner ini disebut sebagai
teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon (Notoatmodjo, 2003).
Skinner membedakan adanya dua jenis respon, yaitu responden respons
dan operant respon. Responden respon adalah respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan tertentu yang menimbulkan respon yang bersifat relative tetap
misalnya makanan yang lezat dan beraroma akan merangsang keluarnya air liur.
Operan respon adalah respon yang timbul dan berkembang diikuti oleh
rangsangan tertentu karena bersifat memperkuat respon. Operan respon
merupakan bagian terbesar dari perilaku manusia, serta kemampuan untuk
2.1.2 Domain Perilaku
Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar, namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada
karateristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Dengan
perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai cakupan
yang sangat luas (Notoatmodjo, 2003).
Benyamin bloom (1908) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) seorang
ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu dalam tiga domain, ranah
atau kawasan yakni : kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya
teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni :
a. Kognitif (pengetahuan)
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan
hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam
tingkatan yaitu : tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
b. Afektif (sikap)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung
Seperti halnya dengan pengetahuan sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan
yaitu : menerima, merespon, menghargai, dan bertanggung jawab.
c. Psikomotor (tindakan atau praktik)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
mewujudkan sikap menjadi tindakan atau perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas
dan dukungan dari pihak lain. Dalam praktek atau tindakan ini mempunyai
beberapa tingkatan antara lain : persepsi, respon terpimpin, mekanisme dan
adopsi.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku
Perilaku dibentuk oleh kebiasaan, yang bisa diwarnai oleh adat (budaya),
tatanan norma yang berlaku di masyarakat (sosial), dan kepercayaan (agama).
Perilaku umumnya tidak secara tiba-tiba. Perilaku adalah hasil dari proses yang
berlangsung selama masa perkembangan. Setiap orang selalu terpapar dan
tersentuh oleh kebiasaan di lingkungannya serta mendapat pengaruh dari
masyarakat, baik secara langsung maupun tak langsung. Pemahaman terhadap
latar belakang sosial, budaya, agama, dan pendidikan seseorang akan lebih
memudahkan upaya mengenal perilaku dan alasan yang mendasarinya (Suhardi,
2003).
Perubahan perilaku dapat terbentuk karena berbagai pengaruh atau
budaya, sarana fisik. Pengaruh atau rangsangan itu bersifat internal dan eksternal,
dan diklasifikasikan menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu : faktor
predisposisi, faktor pemungkin, faktor pendorong atau penguat.
a. Faktor Predisposisi (Predispossing factors); merupakan faktor internal yang
ada pada diri individu, keluarga, kelompok atau masyarakat yang
mempermudah individu untuk berperilaku seperti pengetahuan, sikap, nilai,
persepsi dan keyakinan.
b. Faktor Pemungkin ( Enabling faktor); merupakan faktor yang memungkinkan
individu berperilaku karena tersedianya sumber daya, keterjangkauan, rujukan
dan keterampilan.
c. Faktor Pendorong atau Penguat (Reinforcing factors); merupakan faktor yang
memungkinkan perilaku seperti sikap dan keterampilan petugas kesehatan,
teman sebaya, orang tua dan majikan.
2.2 Budaya
2.2.1 Defenisi Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dar
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kat
culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia
(Mubarak, 2009).
Manusia pada dasarnya adalah mahluk budaya yang harus membudayakan
dirinya. Manusia sebagai mahluk budaya mampu melepaskan diri dari ikatan
dorongan dan nalurinya serta mampu menguasai alam sekitarnya dengan alat dan
ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dipandang dari sudut sosio-budaya Indonesia
adalah “bhinneka tunggal ika”. Bangsa Indonesia yang mendiami kepulauan
nusantara terdiri atas bermacam-macam sukubangsa dan ras yang berbeda-beda
asal-usul dan keturunannya. Salah satunya yaitu suku melayu.
Melayu merupakan sebutan untuk sejumlah kelompok sosial di beberapa
negara Asia Tenggara, yang dalam beberapa aspek kebudayaannya, menunjukkan
ciri-ciri persamaan. Di antara kelompok-kelompok sosial itu sampai sekarang ada
yang dengan sadar menyebut dirinya sebagai orang Melayu, misalnya orang
Petani di Thailand Selatan; orang Kedah, orang Perak, orang Kelantan, orang
Pahang, orang Selangor, dan orang Johor, yang semuanya berada di Semenanjung
Melayu (Malaysia); dan sejumlah kelompok sosial di Indonesia.
Adapun yang dimaksud dengan sukubangsa Melayu di Indonesia ialah
sukubangsa yang mempunyai adat istiadat Melayu, bermukim terutama di
sepanjang pantai Timur pulau Sumatera, kepulauan Riau, dan Kalimantan Barat,
biasanya masyarakat Melayu tersebut bermata pencaharian sebagai nelayan
seperti Aceh, batak, Minangkabau, Jawa, Bugis, Dayak, dan sebagainya adalah
non-Melayu (Antonius, 2009).
2.2.2 Ciri-ciri kebudayaan
Cirri kebudayaan menurut (Mubarak, 2009) antara lain sebagai berikut :
1. Budaya bersifat historis, manusia membuat sejarah yang bersifat dinamis dan
selalu maju yang diwariskan secara turun-temurun.
2. Bersifat geografis, kebudayaan manusia tidak selalu berjalan seragam, ada
yang berkembang pesat dan ada yang lamban, serta ada pula yang mandeg
(stagnan) yang nyaris terhenti kemajuannya. Dalam interaksi dengan
lingkungan, kebudayaan selalu berkembang pada komunitas tertentu, dan lalu
meluas dalam kesekuan dan kebangsaan/ras.
3. Bersifat perwujudan nilai-nilai tertentu, dalam perjalanan kebudayaan,
manusia selalu berusaha melampaui (batas) keterbatasanya.
Kebudayaan terwujud dan tersalurkan melalui perilaku manusia,
kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu,
diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya (Mubarak,
2009).
2.3 PostPartum
2.3.1 Defenisi PostPartum
Periode Postpartum merupakan masa lahirnya plasenta, selaput janin, dan
kembalinya organ reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. Wanita yang
hamil akan mengalami perubahan dalam tubuhnya yaitu otot uterus yang disebut
hipertropi dan hyperplasia. Ketika hamil, uterus seorang wanita menjadi
berkembang atau membesar hingga mampu menampung pertumbuhan dan
perkembangan janin sampai cukup bulan dengan berat lebih dari 2500 gram.
Adapun berat janin yang semula 30-50 gram menjadi satu kilogram (Verrals,
2003).
Setelah persalinan, kondisi tubuh ibu secara anatomi juga akan mengalami
perubahan yaitu rahim kembali pada ukuran semula. Proses ini disebut dengan
involusi uteri. Proses involusi uteri berlangsung secara bertahap sampai empat
puluh hari. Ketika involusi berlangsung, pada tempat implantasi plasenta
ditemukan banyak pembuluh darah yang terbuka setelah plasenta dilahirkan,
pada uterus tidak berkonsentarsi dengan baik untuk menjepit pembuluh darah
yang terbuka (Rustam, 1998 ).
Gambaran kondisi dan resiko diatas terjadi jika proses kehamilan hingga
persalinan tidak ditangani secara sistematis dan teratur, jika seorang ibu, setelah
melahirkan memberikan ASI pertama dengan baik dan memdai, maka kejadian
perdarahan bisa dikurangi dan resiko kematian dapat diperkecil (Rosita, 2008).
Post partum normal, sebenarnya mengikuti pola tradisional yang dikemas
secara modern melalui mobilisasi dini, rooming in, dan pemberian ASI. Penelitian
pola ini terbukti mempunyai keuntungan bagi ibu dan bayi. Perubahan secara
fisiologis pada ibu dapat dilihat dari laktasi. Anjuran pemberian ASI dini pada
bayi secara fosiologis akan memberikan rangsangan ke pars post hipofise yang
akan melepaskan hormone oksitosin ke dalam darah. oksitosin memacu sel-sel
mioepitel yang mengelilingi alveoli dan duktuli payudara akan berkontraksi,
sehingga memeras air susu dari alveoli, duktuli dari sinus menuju papilla mamae,
begitu juga efek hormaon oksitosin secara bersamaan memacu sel-sel miometrium
pada uterus sehingga terjadi kontraksi uterus dan efek aliran ini disebut let down
reflect (varney, Kriebs, & Gegor, 2002).
2.3.2. Periode Postpartum
Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-8 minggu
setelah persalinan. Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir
hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologis dan psikologis karena
proses persalinan (Saleha, 2009).
Tahap Periode Post partum.
1. Periode Immediate post partum
Terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan. pada masa ini sering
terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena Antonia uteri. Oleh karena
itu, tenaga kesehatan harus selalu melaskukan pemeriksaan kontraksi.
2. Periode Early post partum (24 jam – 1 minggu)
Periode ini terjadi setelah 24 jam post partum sampai akhir minggu
pertama sesudah melahirkan, dimana resiko sering terjadi pada ibu post partum,
hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara drastis.
3. Periode late post partum (1 minggu- 5 minggu
Periode ini terjadi mulai minggu kedua sampai minggu keenam sesudah
melahirkan, dan terjadi perubahan secara bertahap.
2.4 Air Susu Ibu (ASI)
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting terutama
pada bulan-bulan pertama kehidupan (Soetjningsih, 1997). Selain itu ASI
merupakan makanan bayi dengan standart emas. ASI terbukti mempunyai
keunggulan yang tidak dapat digantikan oleh makanan atau minuman apapun,
karena ASI mengandungzat gizi yang paling lengkap dan selalu menyesuaikan
dengan kebutuhan bayi setiap saat (Sri Lestari, 2009).
ASI merupakan makanan yang sempurna untuk bayi dan tidak ada produk
makanan pengganti ASI yang kualitasnya menyamai ASI. Hal ini disebabkan
karena ASI sehat, tidak mengandung kuman, memenuhi sebagian kebutuhan
metabolic bayi dan dapat mengurangi kemungkinan sakit perut dan peradangan
secara umum. Bayi yang menyusui biasanya lebih tahan terhadap kuman dan
virus, karena ASI mengandung sejumlah faktor pelindung (Alan Berg, 1986).
Sedangkan menurut Behrman dan Vangham (1998), ASI mengandung antibody
bacterial dan viral karena mengandung laktoferin terutama pada kolostrum.
Laktoferin berfungsi menghambat pertumbuhan E. coli di dalam usus.
ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga
mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam
ASI tersebut. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi. Selain mengandung protein
yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara Whei dan Casein yang sesuai
untuk bayi. Rasio Whei dengan Casein merupakan salah satu keunggulan ASI
Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada
susu sapi mempunyai perbandingan Whey :Casein adalah 20 : 80, sehingga tidak
mudah diserap (Depkes RI, 2001).
2.4.2 Komposisi ASI
ASI merupakan makanan yang paling ideal bagi bayi karena mengandung
semua zat gizi yang dibutuhkan bayi. Komposisi zat gizi yang terkandung dalam
ASI adalah sebagai berikut:
1. Lemak
ASI maupun susu sapi mengandung lemak yang cukup tinggi yaitu sekitar
3,5 %. Namun, keduanya mempunyai susunan lemak yang berbeda. ASI lebih
banyak mengandung asam lemak tak jenuh, sedangkan susu sapi lebih banyak
mengandung asam lemak rantai pendek dan asam lemak jenuh. Selain itu ASI
mengandung asam lemak omega-3 yang dibutuhkan untuk perkembangan otak
bayi. Alat pencernaan bayi akan lebih cepat menyerap asam lemak tak jenuh
dibandingkan menyerap asam lemak jenuh. Oleh karena itu, lemak ASI lebih
cepat diserap oleh usus bayi dibandingkan lemak susu sapi (pudjiadji, 2000).
2. Protein
Kualitas protein dalam makanan tergantung pada susunan asam amino dan
mutu cernanya. Berdasarkan hasil penelitian, protein susu, telur, daging, dan ikan
memiliki nilai gizi yang paling tinggi. Protein susu dapat dibagi menjadi dua
Kebutuhan protein ASI pada bayi sekitar 1,8 per kilogram berat badab. Sekitar 80
% ssus sapi terdiri atas kasein yang bersifat sangan mudah menggumpal di
lambung sehingga sulit untuk dicerna oleh enzim proteinase (Krisnatuti, 2002).
3. Karbohidrat
Peranan karbohidrat terutama diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
energi. Laktosa merupakan salah satu sumber karbohidrat yang terdapat didalam
ASI maupun susu sapi. ASI mengandung laktosa sekitar 70% sedangkan
kandungan laktosa dalam susu sapi hanya sekitar 4,4 % kadar laktosa yang tinggi
mengakibatkan terjadinya infeksi (Soetjiningsih, 1997).
4. Mineral
Kandungan mineral dalam ASI lebih kecil dibandingkan dengan
kandungan mineral dalam susu sapi (1:4), karena kandungan mineral yang tinggi
pada susu akan menyebabkan terjadinya beban osmolar yaitu tinggi kadar mineral
dalam tubuh (Pudjiadji, 2000).
5. Vitamin
Kadar vitamin dalam ASI diperoleh dari asupan makanan ibu yang harus
cukup dan seimbang. Kekurangan vitamin tersebut dapat mengakibatkan
terganggunya kesehatan dan dapat menimbulkan penyakit tertentu (Almatsier,
2001).
Pengertian dari menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi atau
anak kecil dengan air susu ibu (ASI) dari payudara ibu. Bayi menggunakan
refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan susu (Soetjiningsih, 1997).
ASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, praktis,
ekonomis, mudah dicerna untuk memiliki komposisi, zat gizi yang ideal sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan pencernaan bayi. ASI mengadung laktosa
yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu buatan. Didalam usus laktosa akan
dipermentasi menjadi asam laktat. yang bermanfaat untuk Menghambat
pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen. ASI mampu melindungi bayi dari
penyakit infeksi terutama diare karena ASI mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan makanan penggantinya.
2.4.4 Manfaat ASI
Dengan memberikan ASI, bayi akan mendapatkan keuntungan, yaitu bayi
akan lebih sehat, cerdas dan mempunyai kepribadian yang baik. Ibu juga akan
lebih sehat (Roesli, 2000)
Selain memberikan kebaikan bagi bayi, menyusui dengan bayi juga dapat
memberikan keuntungan bagi ibu, yaitu: Suatu rasa kebanggaan dari ibu, bahwa ia
dapat memberikan “kehidupan” kepada bayinya. Hubungan yang lebih erat karena
secara alamiah terjadi kontak kulit yang erat, bagi perkembangan psikis dan
emosional antara ibu dan anak. Dengan menyusui bagi rahim ibu akan
Mempercepat berhentinya pendarahan post partum. Dengan menyusui maka
kesuburan ibu menjadi berkurang untuk beberapa bulan (menjarangkan
kehamilan). dan Mengurangi kemungkinan kanker payudara pada masa yang akan
datang. (Depkes RI, 1997)
Selain yang telah disampaikan di atas, manfaat ASI antara lain yaitu:
1. ASI sebagai nutrisi
ASI secara khusus disesuaikan untuk bayinya sendiri, misalnya ASI
seorang ibu yang melahirkan bayi prematur akan berbeda dengan ibu yang
melahirkan bayi normal atau cukup bulan. Selain itu komposisi ASI dari
seseorang ibu juga berbeda dari hari ke hari. ASI yang keluar saat kelahiran
sampai hari ke-4 atau ke-7 (kolostrum) berbeda dengan ASI yang keluar dari hari
ke-4 atau hari ke-7 sampai hari ke-10 atau ke-14 setelah melahirkan. komposisi
ASI akan berbeda pada hari ke-014 (ASI matang). Bahkan terdapat pula
perbedaan komposisi ASI dari menit ke menit (Depkes, 2003).
ASI yang keluar pada menit-menit pertama menyusu disebut foremik,
sedangkan ASI yang keluar pada saat akhir menyusui disebut hindmik. ASI
merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan
disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI merupakan
makanan bayi yang sempurna, baik kualitasnya maupun kuantitasnya (Pudjiadji,
2. ASI sebagai imunologi
Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat immunoglobulin dari
ibunya melalui ari-ari. Namun, kadar ini akan cepat sekali menurun segera setelah
melahirkan. badan bayi sendiri akan membuat kekebalan cukup banyak hingga
mencapai kadar protektof, pada waktu berusia sekitar 9-12 bulan. Pada saat
kekebalan menurun, seddangkan yang dibentuk oleh bayi belum mencukupi maka
akan terjadi kesenjangan zat kekebalan bayi. Kesenjangan akan berkurang apabila
bayi diberi ASI karena ASI mengandung zat kekebalan yang akan melindungi
bayi dari berbagai penyakit infeksi virus, parasit, dan jamur (Pudjiadji, 2000).
2.4.5 Cara Pemberian ASI
1. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada puting
dan disekitar kalang payudara. Cara ini mempunyai manfaat sebagai
desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.
2. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara : ibu duduk atau berbaring
dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah ( agar
kaki ibu tidak menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran
kursi, bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi
diletakkan pada lengkung siku ibu, satu tangan bayi diletakkan dibelakang
badan ibu, dan yang satu lagi diletakkan didepan, perut bayi menempel pada
badan ibu, kepala bayi menghadap payudara, telinga dan lengan bayi terletak
3. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan dan jari yang lain menopang
dibawah, jangan menekan puting susu atau kalang payudara saja.
4. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflekx) dengan cara:
menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi.
5. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepaa bayi deletakkan ke
payudara ibu dan puting serta kalang payudara dimasukkan ke mulut bayi,
usahakan sebagian besar kalang payudara masuk ke dalam mulut bayi,
sehingga puting susu berada dibawah langit-langit dan lidah bayi akan
menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak dibawah
kalang payudara. Posisi yang salah yaitu apabila bayi hanya menghisap puting
susu ibu saja, akan mengakibatkan masukan ASI yang tidak adekuat dan
menyebabkan puting susu lecet. Setelah bayi mulai menghisap payudara tidak
perlu dipegang atau disangga lagi. Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan
sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan sekitar kalang payudara
biarkan kering dengan sendirinya (Soetidjiningsih, 1997).
2.4.6 Cara Menyendawakan Bayi
Ketika menghisap puting bayi ikut menelan udara yang dapat membuat
perutnya penuh dan tidak dan tidak enak sebelum bayi menyelesaikan minumnya
(Danuatmadja, 2003). Jika ibu langsung membaringkan bayi ditempat tidurnya,
masuk ke dalam usus besarnya dan mengakibatkan rasa tidak nyaman atau kolik
(Stoppard, 1999).
Menyendawakan bayi sangat penting dan merupakan bagian penting dari
proses menyusui. Lakukan setidaknya lima menit setelah bayi menyusui atau
paling sedikit saat bayi berpindah payudara (Danuatmadja, 2003).
Menurut Shelov (2005) ada tiga cara menyendawakan bayi, yaitu :
1. Menggendong bayi pada posisi tegak dengan kepala bersandar di bahu ibu.
menahan kepala dan punggungnya sewaktu ibu menepuk-nepuk punggung
bayi dengan lembut menggunakan tangan yang lain. Ibu dapat menempatkan
handuk atau popok di bahu ibu kalau-kalau dia muntah. Jika bayi masih belum
bersendawa setelah bebrapa menit, lanjutkan pemberian susu dan jangan
khawatir ; bayi tidak selalu bersendaawa setiap waktu. Setelah menyusui
selesai, buatlah ia bersendawa lagi dan gendonglah dia dalam posisi tegak
selama 10-15 menit agar tidak meludah.
2. Memangku bayi dipangkuan ibu, dengan menyokong dasa dan kepalanya
menggunakan satu tangan ibu sementara tangan yang satunya menepuk-nepuk
punggung bayi.
3. menelungkupkan bayi dipangkuan ibu, sokong kepalanya sehingga lebih
tinggi dari pada dadanya, dan dengan lembut tepuk atau putar tangan ibu pada
2.4.7 Waktu Menyusui
Sebaiknya menyusui bayi tanpa dijadwal (on demand), karena bayi akan
menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi
menangis bukan karena sebab lain (buang air dan sebagainya) atau ibu sudah
merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu
payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam 2
jam.
Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena isapan
bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan
menyusui tanpa dijadwal, sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah banyak masalah
yang mungkin timbul. Menyusui pada malam hari sangat berguna bagi ibu yang
bekerja, karena dengan sering disusukan pada malam hari akan memicu produksi
ASI, dan dapat mendukung keberhasilan menunda kehamilan.
Untuk menjaga keseimbangan besarnya kedua payudara, maka sebaiknya
setiap kali menyusui harus digunakan kedua payudara dan diusahakan sampai
payudara terasa kosong, agar produksi ASI tetap baik. Setiap menyusukan dimulai
dari payudara yang terahir disusukan (Soetjiningsih, 1997).
Menyusui adalah seni yang harus dipelajari, untuk keberhasilannya tidak
diperlukan alat-alat khusus dan biaya yang mahal, yang diperlukan hanyalah
kesabaran, waktu, sedikit pengetahuan tentang menyusui dan dukungan dari
2.4.8 Tanda-tanda Bayi Lapar
Menurut roesli (2005), tanda-tanda bayi lapar adalah sebagai berikut :
1. Membuka mulut dan menjilat atau memasukan tangannya
2. Membuka mulut jika bibirnya disentuh
3. Menunjukkan gejala-gejala menghisap dengan mulut dan lidahnya
4. Memutarkan kepanya ke arah payudara
5. Melakukan gerakan-gerakan halus dan mengeluarkan suara
6. Gejala ahir menangis
7. Kadang-kadang ibu merasakan payudara penuh.
2.5 Asi Eksklusif
2.5.1 Pengertian Asi Eksklusif
ASI Ekslusif adalah perilaku dimana hanya memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja
kepada bayi sampai umur 6 (Bulan) bulan tanpa makanan dan ataupun minuman lain
kecuali sirup obat (WHO)Sejalan dengan hasil kajian WHO Menkes melalui Kepmenkes
RI No.450/MENKES/IV/2004 yang menetapkan perpanjangan pemberian ASI secara
eksklusif dari yang semula 4 bulan menjadi 6 bulan.
Pemberian ASI dari awal kelahiran sampai 4-6 bulan akan menjadikan
sendi-sendi kehidupan yang terbaik baginya kelak. ASI juga menjamin bayi tetap
sehat dan memulai kehidupannya dalam cara yang paling sehat. Karena ASI
Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan sangat meningkat bila gizi
hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Peningkatan ini
sesuai dengan lamanya pemberian ASI eksklusif serta lamanya pemberian ASI
bersama-sama dengan makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan. Melalui ASI
eksklusif akan lahir generasi baru yang sehat secara mental emosional dan sosial
(Soetjiningsih, 1997).
ASI dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat
memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 4 bulan pertama. ASI merupakan makanan
alamiah yang pertama dan utama bagi bayi sehingga dapat mencapai tumbuh
kembang yang optimal.
Pemberian makanan padat atau tambahan yang terlalu dini dapat
mengganggu pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada
bayi. Selain itu, tidak ditemukan bukti yang menyokong bahwa pemberian
makanan padat atau tambahan pada usia 4 atau 5 bulan lebih menguntungkan.
Bahkan sebaliknya, hal ini akan mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan
bayi dan tidak ada dampak positif untuk perkembangan pertumbuhannya
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
perilaku ibu postpartum dalam poroses pemberian ASI pada masyarakat melayu.
Langkah pertama yang dilakukan pada penelitian ini adalah mengkaji perilaku
yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan keterampilan ibu dalam proses pemberian
ASI pada masyarakat melayu di Kecamatan Medan Belawan dengan melakukan
wawancara secara terstruktur menggunakan kuisoner. Setelah data terkumpul
maka akan dilakukan analisa, dan diperoleh gambaran perilaku ibu postpartum
dalam proses pemberian ASI pada masyarakat melayu di Kecamatan Medan
Belawan. Gambaran perilaku tersebut dikategorikan menjadi baik, cukup dan
kurang baik.
Skema 3.1 Kerangka penelitian perilaku ibu post partum dalam proses pemberian ASI.
Proses pemberian ASI :
a. Pengtahuan
- Cara pemberian ASI.
3.2 Defenisi Operasional
Defenisi Operasional Variabel Penalitian adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 Defenisi Operasional Variabel Penalitian
No Variabel Defenisi Operasional Alat ukur Skala ukur
Perilaku ibu tentang cara
memberikan ASI yang benar,
cara menyendawakan bayi,
waktu pemberian ASI,
pengenalan tanda-tanda bayi
lapar, dan pemberian ASI
eksklusif pada bayi, berdasarkan
tingkat pengetahuan, sikap dan
keterampilan ibu.
1. Pengetahuan ibu tentang :
a. Pengertian ASI
b. Manfaat ASI
c. Waktu menyusui
d. Tanda-tanda bayi lapar
e. Cara pemberian ASI.
f. Caramenyendawakan
bayi.
2. Keterampilan ibu
tentang :
a. Tehnik Pemberian ASI
3. Sikap ibu tentang :
a. Pemberian ASI
Kuisoner 8
pertanyaan
Kuisoner 6
pertanyaan
Interval
Interval
0-7Kurang
8-14 Cukup
15-21 Baik
0-7 Kurang
8-14 Cukup
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
yang bertujuan untuk memperoleh gambaran Perilaku Ibu Postpartum dalam
Proses Pemberian ASI pada masyarakat Melayu di Kecamatan Medan Belawan.
4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu postpartum yang memiliki bayi
berumur 0-1 tahun yang masih diberi ASI di Kecamatan Medan Belawan. Jumlah
populasi yang didapat dari hasil tabulasi kasar petugas puskesmas Kecamatan
Medan Belawan terhitung mulai bulan Januari 2010 sampai dengan November
2010 adalah sebanyak 1283 orang.
4.2.2 Sampel
Penentuan jumlah sampel ditentukan sesuai dengan Arikunto (2006) yang
menjelaskan bahwa populasi lebih dari 100 orang maka proporsi sampel dapat
diambil 10-15% dari populasi. Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah
128 orang. Cara perhitungan menentukan sampel : n = 1283 x 10 = 12830 : 100 =
128.3. Adapun kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu
diberi ASI dan dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia, bisa
membaca dan menulis yang bertempat tinggal di Kecamatan Medan Belawan.
Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik cluster sampling yaitu
berdasarkan wilayah dan daerah yang telah ditetapkan peneliti. (Nursalam, 2003).
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di daerah perumahan warga yang sesuai
dengan kriteria sampel di Kecamatan Medan Belawan. Dilaksanakan pada 4
Desember 2010 sampai dengan bulan 6 Januari 2011.
4.4 Pertimbangan Etik
Dalam penelitian ini, etik penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak
subjektif untuk menjamin kerahasiaan identitas responden dan kemungkinan
terjadinya ancaman terhadap responden. Sebelum melaksanakan penelitian,
peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu serta menjelaskan tujuan penelitian
kepada responden. Kemudian responden diminta membaca dan memahami isi dan
surat persetujuan yang telah dibuat oleh peneliti, lalu responden diminta untuk
menandatangani surat persetujuan (informed consent) sebagai bukti kesediaan
menjadi responden. Responden berhak untuk menolak ataupun mengundurkan diri
selama proses penelitian. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuisoner).
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
berupa kuisoner. Kuisoner terdiri dari 2 bagian yaitu bagian pertama data
demografi yang berisi identitas ibu postpartum yang ke dua kuisoner tentang
perilaku ibu postpartum yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang berjumlah 25 pertanyaan.
4.5.1 Data Demografi Respoden
Data demografi responden terdiri dari tanggal penelitian, inisial nama
responden, nomor urut respoden, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan,
penghasilan keluarga, jumlah persalinan, dan apakah responden pernah mendapat
informasi terkait proses pemberian ASI. Data responden tersebut tidak akan
dianalisa, tetapi hanya untuk mengetahui kerateristik responden.
4.5.2 Perilaku Ibu Postpartum
Bentuk pertanyaan yang digunakan peneliti adalah pertanyaan pilihan
berganda dengan pilihan jawaban yang diberikan oleh peneliti kepada ibu
postpartum yang telah dipersiapkan sebelumya, sehingga responden tinggal
memilih atau membubuhkan tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang sesuia
dengan pilihan menurut responden (Arikunto, 2006).
Kuisoner terdiri dari 25 pertanyaan tertutup dengan jenis pertanyaan
pertanyaan dengan jawaban yang benar diberi skor 1 (satu) dan pertanyaan yang
salah diberi skor 0 (nol). Untuk kuisoner sikap terdiri dari pertanyaan dengan
jawaban setuju dan tidak setuju, pada jawaban yang benar diberi nilai 1 (satu) dan
jawaban yang salah diberi nilai 0 (nol).
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Kedua instrumen dibuat oleh peneliti, maka untuk instrumen baru perlu
dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk dapat mengetahui seberapa besar
derajat kemampuan alat ukur dalam mengukur secara konsisiten sasaran yang
akan diukur.
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat
(Nursalam, 2003). Pengesahan kelayakan instrumen dilakukan oleh dosen
keperawatan maternitas yaitu ibu Ellyta Aizzar S.kp di Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang akan memberikan hasil relatif
sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok subjek yang sama (Azwar,
2007). Uji reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data (arikunto, 2003). Uji reliabilitas
ini akan diujikan pada 10 orang responden dimana dalam uji relibilitas ini
memiliki karateristik dan kriteria yang sama dengan responden penelitian. Untuk
uji realibilitas kuisoner ini dengan jawaban dikotomi dan jumlah pertanyaan ganjil
reliable jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0,70 dan kuisoner dalam
penelitian ini telah reliable dengan nilai 0.97.
4.7 Pengumpulan Data
Data penelitian dikumpulkan selama 1 bulan. Prosedur pengumpulan data
dilakukan dengan cara mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian
kepada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
kemudian peneliti mengajukan surat izin yang didapat dari fakultas ke puskesmas
Kecamatan Medan Belawan. Setelah mendapat persetujuan dari kepala puskesmas
Kecamatan Medan Belawan, peneliti melakukan pendekatan kepada calon
responden yang memenuhi kriteria sampel, kemudian peneliti menjelaskan
tentang prosedur, topik, manfaat dan tujuan penelitian kepada calon responden,
kemudian peneliti menanyakan apakah calon responden bersedia untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini, karena mungkin tidak semua calon responden
bersedia menjadi responden. Calon responden yang bersedia diminta
menandatangani formulir persetujuan setelah itu peneliti mulai melakukan
wawancara terstruktur dengan menggunakan kuisoner terhadap responden,
sebelumnya peneliti menjelaskan tentang kuisoner yang terdiri dari 2 bagian, yaitu
bagian data demografi responden dan bagian kuisioner yang akan diisi oleh
responden, responden akan menjawab pernyataan yang terdapat pada lembar
kuisoner sesuai petunjuk masing-masing bagian dan dijawab sesuai dengan apa
yang dirasakan, dialami, atau dilakukan oleh responden, kemudian kuisoner
kepentingan dan kemudahan penelitian peneliti menggunakan seorang asisten
penelitian, asisten penelitien tersebut adalah Puji Agustina.
4.8 Analisa Data
Satelah data terkumpul peneliti melakukan analisa data melalui beberapa
tahap, yang dimulai dengan memeriksa kelengkapan data, kemudian memberikan
kode (coding) untuk memudahkan dalam tabulasi, dan memasukkan data (entry)
ke dalam komputer untuk diolah dengan sistem komputerisasi.
Metode statistik digunakan untuk analisa data pada penelitian ini adalah
statistik univariat atau statistik deskriptif yaitu suatu prosedur untuk menganalisa
data dari suatu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil
penelitian ( Polit & Hungler, 1999). Data disajikan dalam bentuk distribusi
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang
perilaku ibu postpartum dalam proses pemberian ASI pada masyarakat melayu di
Kecamatan Medan Belawan. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai dari
Desember 2010 sampai dengan Januari 2011 dengan jumlah responden sebanyak
128 orang ibu postpartum yang memiliki bayi berusia 0-1 tahun yang masih diberi
ASI.
5.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian disajikan mulai dari deskripsi data demografi karateristik
responden penelitian dan hasil distribusi frekwensi perilaku ibu postpartum.
5.1.1. Data Demografi Karateristik Responden
Tabel 5.1 Distribusi Frekwensi Karateristik Ibu Postpartum bersuku melayu di Kecamatan Medan Belawan.
Karakteristik Frekw %
- Rp. 750.000 – 1.000.000,- 38 29.7
Pernah mendapat informasi tentang pemberian ASI - Pernah dari :
Tabel 5.2 Distribusi Frekwensi Perilaku Ibu Postpartum dalam Proses Pemberian ASI Pada Masyarkat Melayu di Kecamatan Medan Belawan.
Perilaku ibu Postpartum dalam
Tabel 5.3 Distribusi Frekwensi Hasil Sub Item Perilaku Ibu PostPartum Dalam Proses Pemberian ASI Pada Masyarakat Melayu di Kecamatan Medan Belawan.
Pengetahuan Frekw %
Kurang 21 20.8
Cukup 72 55.1
Baik 35 24.1
Sikap Frekw %
Kurang 0 0
Cukup 110 86.4
Baik 18 14
Keterampilan Frekw %
Kurang 93 79.2
Cukup 35 20.8
Baik 0 0
5.2 Pembahasan 5.2.1 Data Demografi
Berdasarkan table 5.1 di atas dapat diketahui bahwa responden lebih
banyak berusia antara 26- 35 tahun dengan persentase 60.2 %. Rata-rata resonden
dalam penelitian ini hanya menganyam pendidikan di bangku sekolah tingkat
rumah tangga, dalam hal ini untuk peningkatan pemberian ASI eksklusif
seharusnya lebih meningkat karena ibu tetap bersama anaknya seharian penuh
namun yang didapat di masyarakat hal itu tidak terjadi. Selain itu Responden juga
lebih banyak yang berpenghasilan Rp. 750.000,- yaitu sebanyak 63 orang dari
jumlah responden atau 49.2 % hal ini merupakan alasan mendasar ibu yang
memiliki anak dengan kasus gizi buruk.
Pada penelitian ini juga didapat hasil bahwa lebih banyak responden yang
melahirkan >4 kali yaitu sebanyak 45 orang dari jumlah responden atau 35.2%
seharusnya ibu lebih baik dalam merawat anak karna sudah banyak
pengalaman-pengalaman dalam hal merawat anak. dan juga lebih banyak responden yang
melahirkan secara normal atau partus spontan yaitu sebanyak 120 orang atau
sekitar 93.8% dari jumlah responden. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa
sebagian dari responden telah mendapat informasi tentang pemberian ASI dari
petugas kesehatan yaitu dalam hal ini lebih banyak mendapatkan informasi dari
bidan yang dapat dilihat dari table diatas yaitu sebanyak 74 orang atau 57.8% dari
jumlah responden.
5.2.2 Perilaku Ibu Postpartum Dalam Proses Pemberian ASI
A. Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian ASI.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa pengetahuan ibu
postpartum tentang pemberian ASI lebih banyak berada pada rentang tingkat
pengetahuan cukup dengan jumlah persentasi 55.1 %. Hal ini juga terkait dengan
Sikap Ibu Postpartum terhadap Manajemen Laktasi di Ruang Rawat Inap BPK
RSU Langsa yang menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden berada
pada rentang kurang sampai cukup yaitu masing-masing 40%.
Menurut Notoatmodjo (2007) Pengetahuan adalah merupakan hasil dari
tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yakni
karateristik individu yang bersangkutan seperti, pendidikan, motivasi, persepsi,
dan pengalaman. Faktor eksternal yaitu lingkungan, ekonomi, kebudayaan, dan
informasi. Faktor eksternal merupakan faktor yang lebih dominan dalam
pembentukan pengetahuan seseorang.
Responden pada penelitian ini lebih banyak berusia antara 26-35 tahun
(60.2 %). Semakin tinggi usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola
pikir seseorang. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam
masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi
suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang pada usia
madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca
(Notoatmodjo, 2007). Dengan demikian pengetahuan pada tingkat cukup
informasi yang diterima oleh ibu postpartum terkait dengan pemberian ASI yaitu
(57.8%) yang pernah mendapat informasi tentang proses pemberian ASI dari
petugas kesehatan dalam hal ini Bidan yang membantu proses fikir masyarakat
terkait pemberian ASI secara benar.
Bila dilihat dari jawaban responden atas pertanyaan kuisoner, hanya
terdapat beberapa pertanyaan yang lebih banyak dijawab salah, yaitu pertanyaan
nomor 5. Pertanyaan tersebut adalah Menyusui Sebaiknya dilakukan? Hal ini
dijawab salah oleh (60.9%) responden dan hanya (39.1%) responden yang
menjawab benar. Menurut (Soetjiningsih, 1997) Sebaiknya menyusui bayi tanpa
dijadwal (on demand), karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu
harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (buang air
dan sebagainya) atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat
dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung
bayi akan kosong dalam 2 jam.
Pertanyaan nomor 9 yaitu cara pemberian ASI adalah. Hal ini dijawab
salah oleh (80.2%) responden. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit,
kemudian dioleskan pada puting dan disekitar kalang payudara. Cara ini
mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.
Kemudian Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara : ibu duduk atau
berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah
(agar kaki ibu tidak menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran
diletakkan pada lengkung siku ibu, satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan
ibu, dan yang satu lagi diletakkan didepan, perut bayi menempel pada badan ibu,
kepala bayi menghadap payudara, telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis
lurus dan ibu menatap dengan kasih sayang.
Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan dan jari yang lain menopang
dibawah, jangan menekan puting susu atau kalang payudara saja. Lalu bayi diberi
rangsangan agar membuka mulut (rooting reflekx) dengan cara: menyentuh pipi
dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi. Setelah bayi membuka mulut,
dengan cepat kepaa bayi deletakkan ke payudara ibu dan puting serta kalang
payudara dimasukkan ke mulut bayi, usahakan sebagian besar kalang payudara
masuk ke dalam mulut bayi, sehingga puting susu berada dibawah langit-langit
dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang
terletak dibawah kalang payudara.
Posisi yang salah yaitu apabila bayi hanya menghisap puting susu ibu saja,
akan mengakibatkan masukan ASI yang tidak adekuat dan menyebabkan puting
susu lecet. Setelah bayi mulai menghisap payudara tidak perlu dipegang atau
disangga lagi. Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian
dioleskan pada puting susu dan sekitar kalang payudara biarkan kering dengan
sendirinya (Soetidjiningsih, 1997).
Kemudian pada pertanyaan nomor 10 yang berisi Penyebab lecet pada
Kebanyakan pendapat dari ibu postpartum bahwa penyebab dari lecetnya puting
susu ibu dikarenakan digigit oleh bayi pada saat proses menyusu. Sebenarnya
pendapat tersebut tidak sesuai dengan pendapat ahli yang mengatakan bahwa
Posisi yang salah yaitu apabila bayi hanya menghisap puting susu ibu saja, akan
mengakibatkan masukan ASI yang tidak adekuat dan menyebabkan puting susu
lecet. (Soetidjiningsih, 1997).
Selanjutnya pada soal nomor 11 yaitu Bagaimana cara ibu melepas putting
susu ketika bayi selesai menyusu ? Soal ini juga lebih banyak dijawab salah oleh
responden sebanyak (90.6%). Menurut pendapat (Purwanti, 2004) cara yang baik
untuk melepas putting susu ibu dari isapan bayi adalah dengan memasukkan jari
kelingking ibu kemulut bayi melalui sudut mulut atau, Dagu bayi ditekan
kebawah sambil menarik putting ke arah luar dari mulut bayi dengan demikian
bayi merasa masih ada sesuatu yang dihisap dimulutnya.
Kemudian pada soal nomor 12 tingkat kegagalan dari jawaban responden
pada penelitian ini juga tinggi yaitu (84.4%) responden menjawab salah
pertanyaan Apa saja yang ibu berikan sebelum ASI keluar ? Bayi yang baru lahir
belum bisa menerima makanan apapun selain ASI karena organ pencernaan bayi
belum dapat bekerja secara sempurna mengolah makanan lain selain ASI.
Pemberian makanan-makanan lain selain ASI pada awal kelahiran dapat
menyebabkan hambatan terhadap pemberian ASI selanjutnya dan dapat
Selanjutnya pada soal nomor 13 yaitu Hal yang ibu lakukan pada saat
selesai menyusui pada bayi adalah ? Hal ini lebih banyak dijawab salah oleh
responden sebanyak (78.9%). Hal yang sebaiknya dilakukan setelah bayi menyusu
adalah menyendawakan bayi, dilakukan setidaknya lima menit setelah bayi selesai
menyusu, hal ini dikarenakan pada saat bayi menyusu banyak aliran udara yang
masuk ke saluran pencernaan bayi yang dapat menyebabkan bayi memuntahkan
kembali ASI yang telah dihisapnya dan menyebabkan bayi kembung.
Kemudian soal nomor 14 yang berisi Manfaat dari menyendawakan bayi
adalah? Dan sebanyak (65.5%) responden juga menjawab salah pertanyaan ini.
Menyendawakan bayi sangat penting dan merupakan bagian penting dari proses
menyusui. Lakukan setidaknya lima menit setelah bayi menyusui atau paling
sedikit saat bayi berpindah payudara (Danuatmadja, 2003). Hal tersebut
bermanfaat untuk mencegah kembung atau kolik pada bayi dan mengeluarkan
udara yang ikut masuk ke saluran pencernaan bayi.
Kemudian pada soal nomor 15 yaitu Dibawah ini adalah cara
menyendawakan bayi, kecuali. Kebanyak ibu Postpartum yang menjadi responden
dalam penelitian ini tidak mengetahui tentang menyendawakan bayi baik itu
tentang manfaat dan juga cara menyendawakan bayi itu sendiri sebanyak (75.8%).
Cara menyendawakan bayi ada tiga menurut Shelov 2005 yaitu:
4. Menggendong bayi pada posisi tegak dengan kepala bersandar di bahu ibu.
bayi dengan lembut menggunakan tangan yang lain. Ibu dapat menempatkan
handuk atau popok di bahu ibu kalau-kalau dia muntah. Jika bayi masih belum
bersendawa setelah bebrapa menit, lanjutkan pemberian susu dan jangan
khawatir ; bayi tidak selalu bersendaawa setiap waktu. Setelah menyusui
selesai, buatlah ia bersendawa lagi dan gendonglah dia dalam posisi tegak
selama 10-15 menit agar tidak meludah.
5. Memangku bayi dipangkuan ibu, dengan menyokong dasa dan kepalanya
menggunakan satu tangan ibu sementara tangan yang satunya menepuk-nepuk
punggung bayi.
6. menelungkupkan bayi dipangkuan ibu, sokong kepalanya sehingga lebih
tinggi dari pada dadanya, dan dengan lembut tepuk atau putar tangan ibu pada
punggung bayi.
B. Sikap Ibu PostPartum Dalam Proses Pemberian ASI.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ternyata lebih banyak ibu
postpartum yang mempunyai sikap positif terhadap proses pemberian ASI yaitu
(86.4%). Sikap positif merupakan kecenderungan tindakan untuk mendekati,
menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan sikap negatif merupakan
kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci atau tidak menyukai
objek tertentu ( Purwanto, 1998).
Bila dilihat secara rinci dari hasil penelitian diketahui bahwa ada 1
pernyataan-pernyataan lain yaitu pernyataan nomor 20 dengan pernyataan
Sebaiknya ASI yang pertama kali keluar yang berwarna kekuningan harus
dibuang dan tidak boleh diberikan kepada bayi karena itu adalah ASI basi dan
banyak mengandung kuman. Pernyataan tersebut lebih banyak dijawab setuju
dengan (60.2%) responden, sedangkan yang menjawab tidak setuju sebayak
(39.8%) responden. Pernyataan tersebut berkaitan dengan informasi yang didapat
dari masyarakat melayu setempat bahwa masyarakat pada umumnya memberikan
madu dan pisang kepada bayi yang baru lahir supaya tidak merasa kelaparan dan
tidak menangis agar ibu Postpartum dapat istirahat dengan cukup karena
kelelahan sehabis proses persalinan.
Mekanisme pencernaan pada bayi baru lahir masih belum sempurna
layaknya bayi yang telah berusia beberapa bulan. Maka dari itu, untuk
menyesuaikan kondisi mekanisme pencernaannya tersebut, ASI pertama yang
dikonsumsi berupa konsentrat (volumenya sedikit namun sarat akan gizi) yang
kaya akan protein dan vitamin A namun rendah karbohidrat, lemak, serta rendah
kandungan potasium-nya. Kolostrum adalah kandungan dalam ASI pertama yang
dihasilkan oleh kelenjar susu ibu. Kolostrum dihasilkan beberapa hari menjelang
proses persalinan (dan bahkan pada masa kehamilan). Kolostrum terdapat dalam
ASI hanya selama beberapa hari setelah persalinan. Kolostrum dapat keluar dan
Konsumsi kolostrum pada bayi baru lahir berguna untuk membersihkan
sisa metabolisme bayi selama bayi masih berada dalam kandungan. Kolostrum
pada ASI memberikan efek laksatif sehingga bayi mengeluarkan meconium.
Meconium adalah sisa hasil metabolisme bayi selama di dalam rahim yang
dikeluarkan melaui anus bayi. Meconium bersifat hampir steril karena pada saat
dalam rahim, bayi hanya mengkonsumsi air ketuban dan sari-sari makanan yang
diperoleh dari ibu. Proses pembersihan dengan mengkonsumsi ASI ber-kolostrum
juga berguna untuk mengurangi kelebihan bilirubin yang biasanya menyebabkan
bayi “kuning” setelah dilahirkan. Kelebihan bilirubin itu terjadi karena belum
sempurnanya mekanisme pengaturan jumlah sel darah merah pada tubuh bayi
(Lutvita, 2008).
C. Keterampilan Ibu Postpartum Dalam Proses Pemberian ASI
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui lebih banyak ibu postpartum
yang memiliki nilai keterampilan kurang. Hal ini dilihat dari hasil observasi
peneliti kepada responden secara langsung yang melakukan tindakan pemberian
ASI kepada bayi mereka. Dari observasi tersebut rata-rata ibu postpartum yang
menjadi responden tidak melakukan tindakan atau memiliki keterampilan yang
baik. Dari hasil observasi tersebut didapat hasil hanya (20.8 %) ibu postpartum
yang melakukan tehnik pemberian ASI secara benar. Hal tersebut seiring dengan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
mewujudkan sikap menjadi tindakan atau perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas
dan dukungan dari pihak lain. Dalam praktek atau tindakan ini mempunyai
beberapa tingkatan antara lain : persepsi, respon terpimpin, mekanisme dan adopsi