• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Ibu Postpartum Dalam Proses Pemberian ASI Pada Masyarakat Melayu di Kecamatan Medan Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Ibu Postpartum Dalam Proses Pemberian ASI Pada Masyarakat Melayu di Kecamatan Medan Belawan"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU IBU POSTPARTUM DALAM PROSES PEMBERIAN ASI

PADA MASYARAKAT MELAYU DI KECAMATAN MEDAN BELAWAN

SKRIPSI Oleh

Maya Indriyani Batu Bara 071101008

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

Judul : Perilaku Ibu Postpartum Dalam Proses Pemberian ASI Pada Masyarakat Melayu di Kecamatan Medan Belawan Nama : Maya Indriyani Batu Bara

Nim : 071101008 Fakultas : Keperawatan

ABSTRAK

Perilaku ibu postpartum dalam porses pemberian ASI adalah perilaku dimana ibu memberikan ASI kepada bayinya sesuai dengan kebutuhan bayi yang dapat ditinjau dari tingkat pengetahuan ibu, sikap dan keterampilan ibu dalam memberikan ASI. Namun peranan budaya yang ada dimasyarakat sangatlah mempengaruhi proses terjadinya pembentukan perilaku seperti halnya dalam proses pemberian ASI. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku ibu postpartum dalam proses pemberian ASI pada masyarakat melayu, dengan menggunakan desain dekiskriptif. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai bayi berusia 0-1 tahun yang masih diberi ASI. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 128 orang dan menggunakan tehnik cluster sampling. Penelitian ini dilakukan pada Desember 2010 sampai dengan Januari 2011. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku ibu postpartum dikecamatan Medan Belawan khususnya pada masyarakat melayu berada pada kategori cukup dengan persentase sebesar 55.1%. untuk itu diharapkan peranan petugas kesehatan perlu ditingkatkan lagi untuk mendapatkan perilaku masyarakat yang lebih baik dalam pemberian ASI.

(4)

Title : Postpartum Mothers Behaviors in Breast-feeding Among Malay’s Community At Medan Belawan District

Name : Maya Indriyani Batu Bara Nim : 071101008

Faculty : Nursing

ABSTRACT

Postpartum maternal behavior in process breastfeeding is a behavior in which mothers give their babies breast ASI in accordance with the needs of infants who can be seen from the level of maternal knowledge, attitude and skills of mothers in breastfeeding. But the role of culture in the community that there is affecting the process of formation as well as behavior in the process of breastfeeding. This study aims to identify postpartum maternal behavior in the process of breastfeeding on the Malay community, using descriptive design. Criteria sampled in this study were mothers who had infants aged 0-1 years who are still breast-fed. The number of samples in this study is 128 people and using cluster sampling techniques. The research was conducted in December 2010 until January 2011. Based on the results obtained from this study indicate that postpartum maternal behavior sub-district Medan Belawan, especially in Malay society in the category simply by the percentage of 55.1%. to the expected role of health workers need to be increased again to get better people's behavior in breastfeeding.

Key words: Behavior, Postpartum, Breastfeeding, Malay.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, kasih dan

pertolongan dariNya yang tiada henti kepada penulis, sehingga dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Perilaku Ibu Postpartum dalam Proses

Pemberian ASI Pada Masyarakat Melayu di Kecamatan Medan Belawan ”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan, bimbingan, dan

dukungan dari berbagai pihak dengan memberikan butir-butir pemikiran yang

sangat berharga bagi penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh

karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Dedi Ardinata, M. Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Siti Saidah Nasution S.Kep, M.Kep, Sp.Mat sebagai dosen pembimbing

skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan,

dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Erniyati, S.kp, MNS dan Ibu Ellyta Aizar, S.Kp selaku dosen penguji yang

telah banyak memberika masukan-masukan yang bermanfaat bagi skripsi ini.

4. Bapak Ikhsanuddin A. Harahap S.Kp, M.Kep sebagai dosen pembimbing

akademik yang telah memberikan nasehat dan motivasi kepada penulis selama

masa perkuliahan di Fakultas Keperawatan.

5. Ibu dr. Roos Sinaga sebagai kepala Puskesmas Kecamatan Medan Belawan

yang telah menerima dan membantu saya untuk melakukan penelitian di

(6)

6. Seluruh dosen pengajar S1 Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang

telah banyak memberikan pendidikan kepada penulis selama proses

perkuliahan dan staf nonakademik yang membantu memfasilitasi penulis

secara administratif.

7. Teristimewa kepada seluruh keluarga, khususnya kepada kedua orang tua

yaitu Mamaku tersayang Sri Wati dan Ayahku tercinta Ilham Batubara yang

selalu memberikan dukungan baik moril ataupun materil serta selalu

mendoakan yang terbaik bagi saya sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi

ini. Kepada adik-adikku Anggrayini Batubara dan Andre Azriel Batubara yang

selalu mengirimkan doanya untuk keberhasilan saya, dan membangkitkan

semangat saya dalam mengerjakan skripsi ini.

8. Terima kasih yang tak terucap buat kekasih hati Abdi Ramadhan yang selalu

dapat meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk selalu memotivasi dan

membantu baik moril maupun materil untuk terselesaikannya skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat terbaikku Rahmi Surilesmana dan Silvia fithriani yang tak

pernah berhenti menyemangati dan menasehatiku, makasih buat bahan-bahan

kuliahnya, serta sms-sms yang selalu mengingatkanku untuk terus berjuang

dan tidak lupa berdoa kepada Allah.

10.Rekan-rekan mahasiswa S1 Stambuk 2007 Fakultas Keperawatan Sumatera

Utara yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan

(7)

11.Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat seluruhnya disebutkan

namanya satu persatu yang telah banyak membantu saya baik dalam

penyelesaian skripsi maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas

Keperawatan USU.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut

membantu dalam penyelesaian skripsi ini hanya Allah yang mampu membalas

semua. Harapan saya semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua kalangan

terutama keperawatan.

Medan, Juni 2011

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR SKEMA ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Pertanyaan panelitian ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat penelitian ... 4

1.4.1. Ibu Postpartum... 4

1.4.2. Pelayanan Kesehatan ... 4

1.4.3. Pendidikan Keperawatan... 4

(9)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1. Perilaku ... 5

2.1.1. Defenisi Perilaku ... 5

2.1.2. Domain Perilaku ... 5

2.1.3. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku 7 2.2. Budaya ... 8

2.2.1. Defenisi Budaya ... 8

2.2.2. Ciri-ciri kebudayaan ... 9

2.3. Postpartum ... 10

2.3.1 Defenisi Postpartum ... 10

2.3.2 Periode Postpartum ... 11

2.4. Air Susu Ibu (AS) ... 12

2.4.1 Pengertian ASI ... 12

2.4.2 Komposisi ASI ... 14

2.4.3 Kebaikan ASI dan Menyusui ... 15

2.4.4. Manfaat ASI ... 16

2.4.5 Cara Pemberian ASI ... 18

2.4.6 Cara Menyendawakan Bayi ... 19

2.4.7 Waktu Menyusui ... 20

2.4.8. Tanda-tanda Bayi Lapar ... 21

(10)

2.5.1 Pengertian ASI Eksklusif ... 22

4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 30

4.7. Pengumpulan Data ... 31

LAMPIRAN – LAMPIRAN 1. Lembar Permohonan Menjadi Responden ... 49

(11)

3. Instrumen Penelitian ... 51

4. Perhitungan Statistik ... 61

5. Uji Reliabel KR-21 ... 70

6. Lembar Pengesahan Uji Validitas ... 71

7. Surat Pengantar Survey Awal ... 72

8. Surat Izin Pengambilan Data ... 73

9. Surat Izin Survey Awal dari Dinas Kesehatan ... 74

10. Surat Selesai Penelitian ... 75

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Penalitian ... 25

Tabel 5.1 Distribusi Frekwensi Karateristik Ibu Postpartum bersuku melayu

di Kecamatan Medan Belawan ………... 33

Tabel 5.2 Distribusi Frekwensi Perilaku Ibu Postpartum dalam Proses

Pemberian ASI Pada Masyarkat Melayu di Kecamatan Medan

(13)

DAFTAR SKEMA

(14)

Judul : Perilaku Ibu Postpartum Dalam Proses Pemberian ASI Pada Masyarakat Melayu di Kecamatan Medan Belawan Nama : Maya Indriyani Batu Bara

Nim : 071101008 Fakultas : Keperawatan

ABSTRAK

Perilaku ibu postpartum dalam porses pemberian ASI adalah perilaku dimana ibu memberikan ASI kepada bayinya sesuai dengan kebutuhan bayi yang dapat ditinjau dari tingkat pengetahuan ibu, sikap dan keterampilan ibu dalam memberikan ASI. Namun peranan budaya yang ada dimasyarakat sangatlah mempengaruhi proses terjadinya pembentukan perilaku seperti halnya dalam proses pemberian ASI. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku ibu postpartum dalam proses pemberian ASI pada masyarakat melayu, dengan menggunakan desain dekiskriptif. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai bayi berusia 0-1 tahun yang masih diberi ASI. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 128 orang dan menggunakan tehnik cluster sampling. Penelitian ini dilakukan pada Desember 2010 sampai dengan Januari 2011. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku ibu postpartum dikecamatan Medan Belawan khususnya pada masyarakat melayu berada pada kategori cukup dengan persentase sebesar 55.1%. untuk itu diharapkan peranan petugas kesehatan perlu ditingkatkan lagi untuk mendapatkan perilaku masyarakat yang lebih baik dalam pemberian ASI.

(15)

Title : Postpartum Mothers Behaviors in Breast-feeding Among Malay’s Community At Medan Belawan District

Name : Maya Indriyani Batu Bara Nim : 071101008

Faculty : Nursing

ABSTRACT

Postpartum maternal behavior in process breastfeeding is a behavior in which mothers give their babies breast ASI in accordance with the needs of infants who can be seen from the level of maternal knowledge, attitude and skills of mothers in breastfeeding. But the role of culture in the community that there is affecting the process of formation as well as behavior in the process of breastfeeding. This study aims to identify postpartum maternal behavior in the process of breastfeeding on the Malay community, using descriptive design. Criteria sampled in this study were mothers who had infants aged 0-1 years who are still breast-fed. The number of samples in this study is 128 people and using cluster sampling techniques. The research was conducted in December 2010 until January 2011. Based on the results obtained from this study indicate that postpartum maternal behavior sub-district Medan Belawan, especially in Malay society in the category simply by the percentage of 55.1%. to the expected role of health workers need to be increased again to get better people's behavior in breastfeeding.

Key words: Behavior, Postpartum, Breastfeeding, Malay.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Salah satu program pemerintah dalam bidang kesehatan adalah pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif bagi kualitas hidup bayi melalui Surat Keputusan (SK) Menkes RI nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI ekslusif pada bayi di Indonesia. Dalam SK tersebut ditetapkan bahwa pemberian ASI eksklusif bagi bayi di Indonesia sejak bayi lahir sampai bayi berumur 6 (enam) bulan dan dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun bagi yang ingin pemberian ASI secara sempurna.

Pemberian ASI dari awal kelahiran sampai 4-6 bulan akan menjadikan sendi-sendi kehidupan yang terbaik baginya kelak. ASI juga menjamin bayi tetap sehat dan memulai kehidupannya dalam cara yang paling sehat, karena ASI adalah makanan terbaik diawal kehidupan bayi (Soetjiningsih, 1997).

Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup

sehat bagi setiap penduduk. Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut maka

diprogramkan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dan

dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh masyarakat. Salah satu indikator

derajat kesehatan adalah Angka Kematian Bayi (Profil Dinas Kesehatan Kota

Bandung, 2005).

Menurut hasil SDKI 2002/2003 Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia

berkisar sekitar 35 per 1000 kelahiran hidup. AKB di Indonesia masih terbilang

tinggi bila dibandingkan dengan Negara- Negara lain dikawasan ASEAN. AKB di

Malaysia pada tahun 2001 tercatat 6 dan di Singapura hanya 2 kematian bayi per

(17)

30 kematian bayi per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2000. Menurut hasil

penelitian Khairunniyah (2004). Penyebab tingginya AKB disebabkan oleh karena

banyak hal salah satu diantaranya adalah dari faktor status gizi bayi.

Tingginya angka kematian bayi dan rendahnya status gizi sebagai dampak krisis ekonomi yang melanda Bangsa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, menunjukkan bahwa peran ASI sangat strategi, namun keadaan sosial budaya yang beranekaragam menjadi tantangan peningkatan penggunaan ASI yang perlu diantisipasi (Depkes, 1997). Pada umumnya perilaku ibu-ibu post partum sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai kebudayaan yang dipercaya maka sebagian dari mereka hanya memberikan ASI dengan berbekal dari informasi yang didapat secara turun-temurun dari masyarakat setempat dan kurang mendapatkan penyuluhan yang cukup dari tenaga kesehatan, akibatnya sebagian besar ibu memberikan ASI tidak secara eksklusif dan pemberian makanan selain ASI sebelum bayi berumur 6 bulan.

Menurut hasil pendataan puskesmas Kecamatan Medan Belawan pada tahun 2010 ditemukan sebanyak 9 balita mengalami gizi buruk 6 diantaranya berusia 2-3 tahun. Hal tersebut terkait dengan proses pemberian ASI yang tidak benar. Hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan melalui wawancara kepada ibu-ibu yang sebagian besarnya adalah suku melayu, mereka mengatakan bahwa mereka sudah membiasakan melakukan pemberian ASI eksklusif kepada bayi sampai berusia 6 bulan dan menurut mereka perilaku tersebut sudah tradisi turun-temurun yang dilakukan pada ibu-ibu didaerah tersebut, namun dari fakta yang didapat mereka belum melakukan pemberian ASI eksklusif secara benar yaitu yang hanya memberikan ASI saja, mereka memberikan makanan selain ASI yaitu air putih, madu, dan makanan ringan (jajanan) kepada bayi mereka sebelum berusia 4-6 bulan.

(18)

1.2 Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah perilaku masyarakat suku melayu di Kecamatan Medan Belawan dalam proses pemberian ASI ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Mengidentifikasi perilaku ibu postpartum dalam proses pemberian ASI pada masyarakat melayu di kecamatan Medan Belawan.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu dalam proses pemberian ASI.

b. Mengetahui sikap ibu dalam proses pemberian ASI.

c. Mengidentifikasi tingkat keterampilan ibu tentang pemberian ASI.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Ibu Postpartum

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, serta merubah sikap, dan meningkatkan keterampilan ibu Postpartum dalam proses pemberian ASI.

1.4.2 Manfaat Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perawat yang bekerja di puskesmas daerah maupun instansi lain agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang proses proses menyusi yang benar sesuai dengan kebutuhan bayi.

(19)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah studi kepustakaan dan menjadi suatu masukan yang bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan dan bidang kesehatan lainnya mengenai proses pemberian ASI sesuai dengan usia dan kebutuhan bayi.

1.4.4 Manfaat bagi penelitian Keperawatan

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku

2.1.1 Definisi Perilaku

Perilaku menurut Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003)

adalah hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respons).

Perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan

kemudian organisme tersebut merespon, maka teori skinner ini disebut sebagai

teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon (Notoatmodjo, 2003).

Skinner membedakan adanya dua jenis respon, yaitu responden respons

dan operant respon. Responden respon adalah respon yang ditimbulkan oleh

rangsangan tertentu yang menimbulkan respon yang bersifat relative tetap

misalnya makanan yang lezat dan beraroma akan merangsang keluarnya air liur.

Operan respon adalah respon yang timbul dan berkembang diikuti oleh

rangsangan tertentu karena bersifat memperkuat respon. Operan respon

merupakan bagian terbesar dari perilaku manusia, serta kemampuan untuk

(21)

2.1.2 Domain Perilaku

Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar, namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada

karateristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Dengan

perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai cakupan

yang sangat luas (Notoatmodjo, 2003).

Benyamin bloom (1908) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) seorang

ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu dalam tiga domain, ranah

atau kawasan yakni : kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya

teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni :

a. Kognitif (pengetahuan)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang penting dalam

membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan

hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam

tingkatan yaitu : tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Afektif (sikap)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung

(22)

Seperti halnya dengan pengetahuan sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan

yaitu : menerima, merespon, menghargai, dan bertanggung jawab.

c. Psikomotor (tindakan atau praktik)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk

mewujudkan sikap menjadi tindakan atau perbuatan nyata diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas

dan dukungan dari pihak lain. Dalam praktek atau tindakan ini mempunyai

beberapa tingkatan antara lain : persepsi, respon terpimpin, mekanisme dan

adopsi.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku

Perilaku dibentuk oleh kebiasaan, yang bisa diwarnai oleh adat (budaya),

tatanan norma yang berlaku di masyarakat (sosial), dan kepercayaan (agama).

Perilaku umumnya tidak secara tiba-tiba. Perilaku adalah hasil dari proses yang

berlangsung selama masa perkembangan. Setiap orang selalu terpapar dan

tersentuh oleh kebiasaan di lingkungannya serta mendapat pengaruh dari

masyarakat, baik secara langsung maupun tak langsung. Pemahaman terhadap

latar belakang sosial, budaya, agama, dan pendidikan seseorang akan lebih

memudahkan upaya mengenal perilaku dan alasan yang mendasarinya (Suhardi,

2003).

Perubahan perilaku dapat terbentuk karena berbagai pengaruh atau

(23)

budaya, sarana fisik. Pengaruh atau rangsangan itu bersifat internal dan eksternal,

dan diklasifikasikan menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu : faktor

predisposisi, faktor pemungkin, faktor pendorong atau penguat.

a. Faktor Predisposisi (Predispossing factors); merupakan faktor internal yang

ada pada diri individu, keluarga, kelompok atau masyarakat yang

mempermudah individu untuk berperilaku seperti pengetahuan, sikap, nilai,

persepsi dan keyakinan.

b. Faktor Pemungkin ( Enabling faktor); merupakan faktor yang memungkinkan

individu berperilaku karena tersedianya sumber daya, keterjangkauan, rujukan

dan keterampilan.

c. Faktor Pendorong atau Penguat (Reinforcing factors); merupakan faktor yang

memungkinkan perilaku seperti sikap dan keterampilan petugas kesehatan,

teman sebaya, orang tua dan majikan.

2.2 Budaya

2.2.1 Defenisi Budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dar

yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai

hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam

kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kat

(24)

culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia

(Mubarak, 2009).

Manusia pada dasarnya adalah mahluk budaya yang harus membudayakan

dirinya. Manusia sebagai mahluk budaya mampu melepaskan diri dari ikatan

dorongan dan nalurinya serta mampu menguasai alam sekitarnya dengan alat dan

ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dipandang dari sudut sosio-budaya Indonesia

adalah “bhinneka tunggal ika”. Bangsa Indonesia yang mendiami kepulauan

nusantara terdiri atas bermacam-macam sukubangsa dan ras yang berbeda-beda

asal-usul dan keturunannya. Salah satunya yaitu suku melayu.

Melayu merupakan sebutan untuk sejumlah kelompok sosial di beberapa

negara Asia Tenggara, yang dalam beberapa aspek kebudayaannya, menunjukkan

ciri-ciri persamaan. Di antara kelompok-kelompok sosial itu sampai sekarang ada

yang dengan sadar menyebut dirinya sebagai orang Melayu, misalnya orang

Petani di Thailand Selatan; orang Kedah, orang Perak, orang Kelantan, orang

Pahang, orang Selangor, dan orang Johor, yang semuanya berada di Semenanjung

Melayu (Malaysia); dan sejumlah kelompok sosial di Indonesia.

Adapun yang dimaksud dengan sukubangsa Melayu di Indonesia ialah

sukubangsa yang mempunyai adat istiadat Melayu, bermukim terutama di

sepanjang pantai Timur pulau Sumatera, kepulauan Riau, dan Kalimantan Barat,

biasanya masyarakat Melayu tersebut bermata pencaharian sebagai nelayan

(25)

seperti Aceh, batak, Minangkabau, Jawa, Bugis, Dayak, dan sebagainya adalah

non-Melayu (Antonius, 2009).

2.2.2 Ciri-ciri kebudayaan

Cirri kebudayaan menurut (Mubarak, 2009) antara lain sebagai berikut :

1. Budaya bersifat historis, manusia membuat sejarah yang bersifat dinamis dan

selalu maju yang diwariskan secara turun-temurun.

2. Bersifat geografis, kebudayaan manusia tidak selalu berjalan seragam, ada

yang berkembang pesat dan ada yang lamban, serta ada pula yang mandeg

(stagnan) yang nyaris terhenti kemajuannya. Dalam interaksi dengan

lingkungan, kebudayaan selalu berkembang pada komunitas tertentu, dan lalu

meluas dalam kesekuan dan kebangsaan/ras.

3. Bersifat perwujudan nilai-nilai tertentu, dalam perjalanan kebudayaan,

manusia selalu berusaha melampaui (batas) keterbatasanya.

Kebudayaan terwujud dan tersalurkan melalui perilaku manusia,

kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu,

(26)

diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya (Mubarak,

2009).

2.3 PostPartum

2.3.1 Defenisi PostPartum

Periode Postpartum merupakan masa lahirnya plasenta, selaput janin, dan

kembalinya organ reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. Wanita yang

hamil akan mengalami perubahan dalam tubuhnya yaitu otot uterus yang disebut

hipertropi dan hyperplasia. Ketika hamil, uterus seorang wanita menjadi

berkembang atau membesar hingga mampu menampung pertumbuhan dan

perkembangan janin sampai cukup bulan dengan berat lebih dari 2500 gram.

Adapun berat janin yang semula 30-50 gram menjadi satu kilogram (Verrals,

2003).

Setelah persalinan, kondisi tubuh ibu secara anatomi juga akan mengalami

perubahan yaitu rahim kembali pada ukuran semula. Proses ini disebut dengan

involusi uteri. Proses involusi uteri berlangsung secara bertahap sampai empat

puluh hari. Ketika involusi berlangsung, pada tempat implantasi plasenta

ditemukan banyak pembuluh darah yang terbuka setelah plasenta dilahirkan,

(27)

pada uterus tidak berkonsentarsi dengan baik untuk menjepit pembuluh darah

yang terbuka (Rustam, 1998 ).

Gambaran kondisi dan resiko diatas terjadi jika proses kehamilan hingga

persalinan tidak ditangani secara sistematis dan teratur, jika seorang ibu, setelah

melahirkan memberikan ASI pertama dengan baik dan memdai, maka kejadian

perdarahan bisa dikurangi dan resiko kematian dapat diperkecil (Rosita, 2008).

Post partum normal, sebenarnya mengikuti pola tradisional yang dikemas

secara modern melalui mobilisasi dini, rooming in, dan pemberian ASI. Penelitian

pola ini terbukti mempunyai keuntungan bagi ibu dan bayi. Perubahan secara

fisiologis pada ibu dapat dilihat dari laktasi. Anjuran pemberian ASI dini pada

bayi secara fosiologis akan memberikan rangsangan ke pars post hipofise yang

akan melepaskan hormone oksitosin ke dalam darah. oksitosin memacu sel-sel

mioepitel yang mengelilingi alveoli dan duktuli payudara akan berkontraksi,

sehingga memeras air susu dari alveoli, duktuli dari sinus menuju papilla mamae,

begitu juga efek hormaon oksitosin secara bersamaan memacu sel-sel miometrium

pada uterus sehingga terjadi kontraksi uterus dan efek aliran ini disebut let down

reflect (varney, Kriebs, & Gegor, 2002).

2.3.2. Periode Postpartum

Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-8 minggu

setelah persalinan. Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir

(28)

hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologis dan psikologis karena

proses persalinan (Saleha, 2009).

Tahap Periode Post partum.

1. Periode Immediate post partum

Terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan. pada masa ini sering

terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena Antonia uteri. Oleh karena

itu, tenaga kesehatan harus selalu melaskukan pemeriksaan kontraksi.

2. Periode Early post partum (24 jam – 1 minggu)

Periode ini terjadi setelah 24 jam post partum sampai akhir minggu

pertama sesudah melahirkan, dimana resiko sering terjadi pada ibu post partum,

hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara drastis.

3. Periode late post partum (1 minggu- 5 minggu

Periode ini terjadi mulai minggu kedua sampai minggu keenam sesudah

melahirkan, dan terjadi perubahan secara bertahap.

2.4 Air Susu Ibu (ASI)

(29)

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting terutama

pada bulan-bulan pertama kehidupan (Soetjningsih, 1997). Selain itu ASI

merupakan makanan bayi dengan standart emas. ASI terbukti mempunyai

keunggulan yang tidak dapat digantikan oleh makanan atau minuman apapun,

karena ASI mengandungzat gizi yang paling lengkap dan selalu menyesuaikan

dengan kebutuhan bayi setiap saat (Sri Lestari, 2009).

ASI merupakan makanan yang sempurna untuk bayi dan tidak ada produk

makanan pengganti ASI yang kualitasnya menyamai ASI. Hal ini disebabkan

karena ASI sehat, tidak mengandung kuman, memenuhi sebagian kebutuhan

metabolic bayi dan dapat mengurangi kemungkinan sakit perut dan peradangan

secara umum. Bayi yang menyusui biasanya lebih tahan terhadap kuman dan

virus, karena ASI mengandung sejumlah faktor pelindung (Alan Berg, 1986).

Sedangkan menurut Behrman dan Vangham (1998), ASI mengandung antibody

bacterial dan viral karena mengandung laktoferin terutama pada kolostrum.

Laktoferin berfungsi menghambat pertumbuhan E. coli di dalam usus.

ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga

mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam

ASI tersebut. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk

pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi. Selain mengandung protein

yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara Whei dan Casein yang sesuai

untuk bayi. Rasio Whei dengan Casein merupakan salah satu keunggulan ASI

(30)

Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada

susu sapi mempunyai perbandingan Whey :Casein adalah 20 : 80, sehingga tidak

mudah diserap (Depkes RI, 2001).

2.4.2 Komposisi ASI

ASI merupakan makanan yang paling ideal bagi bayi karena mengandung

semua zat gizi yang dibutuhkan bayi. Komposisi zat gizi yang terkandung dalam

ASI adalah sebagai berikut:

1. Lemak

ASI maupun susu sapi mengandung lemak yang cukup tinggi yaitu sekitar

3,5 %. Namun, keduanya mempunyai susunan lemak yang berbeda. ASI lebih

banyak mengandung asam lemak tak jenuh, sedangkan susu sapi lebih banyak

mengandung asam lemak rantai pendek dan asam lemak jenuh. Selain itu ASI

mengandung asam lemak omega-3 yang dibutuhkan untuk perkembangan otak

bayi. Alat pencernaan bayi akan lebih cepat menyerap asam lemak tak jenuh

dibandingkan menyerap asam lemak jenuh. Oleh karena itu, lemak ASI lebih

cepat diserap oleh usus bayi dibandingkan lemak susu sapi (pudjiadji, 2000).

2. Protein

Kualitas protein dalam makanan tergantung pada susunan asam amino dan

mutu cernanya. Berdasarkan hasil penelitian, protein susu, telur, daging, dan ikan

memiliki nilai gizi yang paling tinggi. Protein susu dapat dibagi menjadi dua

(31)

Kebutuhan protein ASI pada bayi sekitar 1,8 per kilogram berat badab. Sekitar 80

% ssus sapi terdiri atas kasein yang bersifat sangan mudah menggumpal di

lambung sehingga sulit untuk dicerna oleh enzim proteinase (Krisnatuti, 2002).

3. Karbohidrat

Peranan karbohidrat terutama diperlukan untuk memenuhi kebutuhan

energi. Laktosa merupakan salah satu sumber karbohidrat yang terdapat didalam

ASI maupun susu sapi. ASI mengandung laktosa sekitar 70% sedangkan

kandungan laktosa dalam susu sapi hanya sekitar 4,4 % kadar laktosa yang tinggi

mengakibatkan terjadinya infeksi (Soetjiningsih, 1997).

4. Mineral

Kandungan mineral dalam ASI lebih kecil dibandingkan dengan

kandungan mineral dalam susu sapi (1:4), karena kandungan mineral yang tinggi

pada susu akan menyebabkan terjadinya beban osmolar yaitu tinggi kadar mineral

dalam tubuh (Pudjiadji, 2000).

5. Vitamin

Kadar vitamin dalam ASI diperoleh dari asupan makanan ibu yang harus

cukup dan seimbang. Kekurangan vitamin tersebut dapat mengakibatkan

terganggunya kesehatan dan dapat menimbulkan penyakit tertentu (Almatsier,

2001).

(32)

Pengertian dari menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi atau

anak kecil dengan air susu ibu (ASI) dari payudara ibu. Bayi menggunakan

refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan susu (Soetjiningsih, 1997).

ASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, praktis,

ekonomis, mudah dicerna untuk memiliki komposisi, zat gizi yang ideal sesuai

dengan kebutuhan dan kemampuan pencernaan bayi. ASI mengadung laktosa

yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu buatan. Didalam usus laktosa akan

dipermentasi menjadi asam laktat. yang bermanfaat untuk Menghambat

pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen. ASI mampu melindungi bayi dari

penyakit infeksi terutama diare karena ASI mempunyai kelebihan dibandingkan

dengan makanan penggantinya.

2.4.4 Manfaat ASI

Dengan memberikan ASI, bayi akan mendapatkan keuntungan, yaitu bayi

akan lebih sehat, cerdas dan mempunyai kepribadian yang baik. Ibu juga akan

lebih sehat (Roesli, 2000)

Selain memberikan kebaikan bagi bayi, menyusui dengan bayi juga dapat

memberikan keuntungan bagi ibu, yaitu: Suatu rasa kebanggaan dari ibu, bahwa ia

dapat memberikan “kehidupan” kepada bayinya. Hubungan yang lebih erat karena

secara alamiah terjadi kontak kulit yang erat, bagi perkembangan psikis dan

emosional antara ibu dan anak. Dengan menyusui bagi rahim ibu akan

(33)

Mempercepat berhentinya pendarahan post partum. Dengan menyusui maka

kesuburan ibu menjadi berkurang untuk beberapa bulan (menjarangkan

kehamilan). dan Mengurangi kemungkinan kanker payudara pada masa yang akan

datang. (Depkes RI, 1997)

Selain yang telah disampaikan di atas, manfaat ASI antara lain yaitu:

1. ASI sebagai nutrisi

ASI secara khusus disesuaikan untuk bayinya sendiri, misalnya ASI

seorang ibu yang melahirkan bayi prematur akan berbeda dengan ibu yang

melahirkan bayi normal atau cukup bulan. Selain itu komposisi ASI dari

seseorang ibu juga berbeda dari hari ke hari. ASI yang keluar saat kelahiran

sampai hari ke-4 atau ke-7 (kolostrum) berbeda dengan ASI yang keluar dari hari

ke-4 atau hari ke-7 sampai hari ke-10 atau ke-14 setelah melahirkan. komposisi

ASI akan berbeda pada hari ke-014 (ASI matang). Bahkan terdapat pula

perbedaan komposisi ASI dari menit ke menit (Depkes, 2003).

ASI yang keluar pada menit-menit pertama menyusu disebut foremik,

sedangkan ASI yang keluar pada saat akhir menyusui disebut hindmik. ASI

merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan

disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI merupakan

makanan bayi yang sempurna, baik kualitasnya maupun kuantitasnya (Pudjiadji,

(34)

2. ASI sebagai imunologi

Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat immunoglobulin dari

ibunya melalui ari-ari. Namun, kadar ini akan cepat sekali menurun segera setelah

melahirkan. badan bayi sendiri akan membuat kekebalan cukup banyak hingga

mencapai kadar protektof, pada waktu berusia sekitar 9-12 bulan. Pada saat

kekebalan menurun, seddangkan yang dibentuk oleh bayi belum mencukupi maka

akan terjadi kesenjangan zat kekebalan bayi. Kesenjangan akan berkurang apabila

bayi diberi ASI karena ASI mengandung zat kekebalan yang akan melindungi

bayi dari berbagai penyakit infeksi virus, parasit, dan jamur (Pudjiadji, 2000).

2.4.5 Cara Pemberian ASI

1. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada puting

dan disekitar kalang payudara. Cara ini mempunyai manfaat sebagai

desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.

2. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara : ibu duduk atau berbaring

dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah ( agar

kaki ibu tidak menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran

kursi, bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi

diletakkan pada lengkung siku ibu, satu tangan bayi diletakkan dibelakang

badan ibu, dan yang satu lagi diletakkan didepan, perut bayi menempel pada

badan ibu, kepala bayi menghadap payudara, telinga dan lengan bayi terletak

(35)

3. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan dan jari yang lain menopang

dibawah, jangan menekan puting susu atau kalang payudara saja.

4. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflekx) dengan cara:

menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi.

5. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepaa bayi deletakkan ke

payudara ibu dan puting serta kalang payudara dimasukkan ke mulut bayi,

usahakan sebagian besar kalang payudara masuk ke dalam mulut bayi,

sehingga puting susu berada dibawah langit-langit dan lidah bayi akan

menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak dibawah

kalang payudara. Posisi yang salah yaitu apabila bayi hanya menghisap puting

susu ibu saja, akan mengakibatkan masukan ASI yang tidak adekuat dan

menyebabkan puting susu lecet. Setelah bayi mulai menghisap payudara tidak

perlu dipegang atau disangga lagi. Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan

sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan sekitar kalang payudara

biarkan kering dengan sendirinya (Soetidjiningsih, 1997).

2.4.6 Cara Menyendawakan Bayi

Ketika menghisap puting bayi ikut menelan udara yang dapat membuat

perutnya penuh dan tidak dan tidak enak sebelum bayi menyelesaikan minumnya

(Danuatmadja, 2003). Jika ibu langsung membaringkan bayi ditempat tidurnya,

(36)

masuk ke dalam usus besarnya dan mengakibatkan rasa tidak nyaman atau kolik

(Stoppard, 1999).

Menyendawakan bayi sangat penting dan merupakan bagian penting dari

proses menyusui. Lakukan setidaknya lima menit setelah bayi menyusui atau

paling sedikit saat bayi berpindah payudara (Danuatmadja, 2003).

Menurut Shelov (2005) ada tiga cara menyendawakan bayi, yaitu :

1. Menggendong bayi pada posisi tegak dengan kepala bersandar di bahu ibu.

menahan kepala dan punggungnya sewaktu ibu menepuk-nepuk punggung

bayi dengan lembut menggunakan tangan yang lain. Ibu dapat menempatkan

handuk atau popok di bahu ibu kalau-kalau dia muntah. Jika bayi masih belum

bersendawa setelah bebrapa menit, lanjutkan pemberian susu dan jangan

khawatir ; bayi tidak selalu bersendaawa setiap waktu. Setelah menyusui

selesai, buatlah ia bersendawa lagi dan gendonglah dia dalam posisi tegak

selama 10-15 menit agar tidak meludah.

2. Memangku bayi dipangkuan ibu, dengan menyokong dasa dan kepalanya

menggunakan satu tangan ibu sementara tangan yang satunya menepuk-nepuk

punggung bayi.

3. menelungkupkan bayi dipangkuan ibu, sokong kepalanya sehingga lebih

tinggi dari pada dadanya, dan dengan lembut tepuk atau putar tangan ibu pada

(37)

2.4.7 Waktu Menyusui

Sebaiknya menyusui bayi tanpa dijadwal (on demand), karena bayi akan

menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi

menangis bukan karena sebab lain (buang air dan sebagainya) atau ibu sudah

merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu

payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam 2

jam.

Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena isapan

bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan

menyusui tanpa dijadwal, sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah banyak masalah

yang mungkin timbul. Menyusui pada malam hari sangat berguna bagi ibu yang

bekerja, karena dengan sering disusukan pada malam hari akan memicu produksi

ASI, dan dapat mendukung keberhasilan menunda kehamilan.

Untuk menjaga keseimbangan besarnya kedua payudara, maka sebaiknya

setiap kali menyusui harus digunakan kedua payudara dan diusahakan sampai

payudara terasa kosong, agar produksi ASI tetap baik. Setiap menyusukan dimulai

dari payudara yang terahir disusukan (Soetjiningsih, 1997).

Menyusui adalah seni yang harus dipelajari, untuk keberhasilannya tidak

diperlukan alat-alat khusus dan biaya yang mahal, yang diperlukan hanyalah

kesabaran, waktu, sedikit pengetahuan tentang menyusui dan dukungan dari

(38)

2.4.8 Tanda-tanda Bayi Lapar

Menurut roesli (2005), tanda-tanda bayi lapar adalah sebagai berikut :

1. Membuka mulut dan menjilat atau memasukan tangannya

2. Membuka mulut jika bibirnya disentuh

3. Menunjukkan gejala-gejala menghisap dengan mulut dan lidahnya

4. Memutarkan kepanya ke arah payudara

5. Melakukan gerakan-gerakan halus dan mengeluarkan suara

6. Gejala ahir menangis

7. Kadang-kadang ibu merasakan payudara penuh.

2.5 Asi Eksklusif

2.5.1 Pengertian Asi Eksklusif

ASI Ekslusif adalah perilaku dimana hanya memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja

kepada bayi sampai umur 6 (Bulan) bulan tanpa makanan dan ataupun minuman lain

kecuali sirup obat (WHO)Sejalan dengan hasil kajian WHO Menkes melalui Kepmenkes

RI No.450/MENKES/IV/2004 yang menetapkan perpanjangan pemberian ASI secara

eksklusif dari yang semula 4 bulan menjadi 6 bulan.

Pemberian ASI dari awal kelahiran sampai 4-6 bulan akan menjadikan

sendi-sendi kehidupan yang terbaik baginya kelak. ASI juga menjamin bayi tetap

sehat dan memulai kehidupannya dalam cara yang paling sehat. Karena ASI

(39)

Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan sangat meningkat bila gizi

hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Peningkatan ini

sesuai dengan lamanya pemberian ASI eksklusif serta lamanya pemberian ASI

bersama-sama dengan makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan. Melalui ASI

eksklusif akan lahir generasi baru yang sehat secara mental emosional dan sosial

(Soetjiningsih, 1997).

ASI dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat

memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 4 bulan pertama. ASI merupakan makanan

alamiah yang pertama dan utama bagi bayi sehingga dapat mencapai tumbuh

kembang yang optimal.

Pemberian makanan padat atau tambahan yang terlalu dini dapat

mengganggu pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada

bayi. Selain itu, tidak ditemukan bukti yang menyokong bahwa pemberian

makanan padat atau tambahan pada usia 4 atau 5 bulan lebih menguntungkan.

Bahkan sebaliknya, hal ini akan mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan

bayi dan tidak ada dampak positif untuk perkembangan pertumbuhannya

(40)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

perilaku ibu postpartum dalam poroses pemberian ASI pada masyarakat melayu.

Langkah pertama yang dilakukan pada penelitian ini adalah mengkaji perilaku

yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan keterampilan ibu dalam proses pemberian

ASI pada masyarakat melayu di Kecamatan Medan Belawan dengan melakukan

wawancara secara terstruktur menggunakan kuisoner. Setelah data terkumpul

maka akan dilakukan analisa, dan diperoleh gambaran perilaku ibu postpartum

dalam proses pemberian ASI pada masyarakat melayu di Kecamatan Medan

Belawan. Gambaran perilaku tersebut dikategorikan menjadi baik, cukup dan

kurang baik.

Skema 3.1 Kerangka penelitian perilaku ibu post partum dalam proses pemberian ASI.

Proses pemberian ASI :

a. Pengtahuan

- Cara pemberian ASI.

(41)

3.2 Defenisi Operasional

Defenisi Operasional Variabel Penalitian adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Variabel Penalitian

No Variabel Defenisi Operasional Alat ukur Skala ukur

Perilaku ibu tentang cara

memberikan ASI yang benar,

cara menyendawakan bayi,

waktu pemberian ASI,

pengenalan tanda-tanda bayi

lapar, dan pemberian ASI

eksklusif pada bayi, berdasarkan

tingkat pengetahuan, sikap dan

keterampilan ibu.

1. Pengetahuan ibu tentang :

a. Pengertian ASI

b. Manfaat ASI

c. Waktu menyusui

d. Tanda-tanda bayi lapar

e. Cara pemberian ASI.

(42)

f. Caramenyendawakan

bayi.

2. Keterampilan ibu

tentang :

a. Tehnik Pemberian ASI

3. Sikap ibu tentang :

a. Pemberian ASI

Kuisoner 8

pertanyaan

Kuisoner 6

pertanyaan

Interval

Interval

0-7Kurang

8-14 Cukup

15-21 Baik

0-7 Kurang

8-14 Cukup

(43)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

yang bertujuan untuk memperoleh gambaran Perilaku Ibu Postpartum dalam

Proses Pemberian ASI pada masyarakat Melayu di Kecamatan Medan Belawan.

4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu postpartum yang memiliki bayi

berumur 0-1 tahun yang masih diberi ASI di Kecamatan Medan Belawan. Jumlah

populasi yang didapat dari hasil tabulasi kasar petugas puskesmas Kecamatan

Medan Belawan terhitung mulai bulan Januari 2010 sampai dengan November

2010 adalah sebanyak 1283 orang.

4.2.2 Sampel

Penentuan jumlah sampel ditentukan sesuai dengan Arikunto (2006) yang

menjelaskan bahwa populasi lebih dari 100 orang maka proporsi sampel dapat

diambil 10-15% dari populasi. Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah

128 orang. Cara perhitungan menentukan sampel : n = 1283 x 10 = 12830 : 100 =

128.3. Adapun kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu

(44)

diberi ASI dan dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia, bisa

membaca dan menulis yang bertempat tinggal di Kecamatan Medan Belawan.

Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik cluster sampling yaitu

berdasarkan wilayah dan daerah yang telah ditetapkan peneliti. (Nursalam, 2003).

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di daerah perumahan warga yang sesuai

dengan kriteria sampel di Kecamatan Medan Belawan. Dilaksanakan pada 4

Desember 2010 sampai dengan bulan 6 Januari 2011.

4.4 Pertimbangan Etik

Dalam penelitian ini, etik penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak

subjektif untuk menjamin kerahasiaan identitas responden dan kemungkinan

terjadinya ancaman terhadap responden. Sebelum melaksanakan penelitian,

peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu serta menjelaskan tujuan penelitian

kepada responden. Kemudian responden diminta membaca dan memahami isi dan

surat persetujuan yang telah dibuat oleh peneliti, lalu responden diminta untuk

menandatangani surat persetujuan (informed consent) sebagai bukti kesediaan

menjadi responden. Responden berhak untuk menolak ataupun mengundurkan diri

selama proses penelitian. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuisoner).

(45)

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

berupa kuisoner. Kuisoner terdiri dari 2 bagian yaitu bagian pertama data

demografi yang berisi identitas ibu postpartum yang ke dua kuisoner tentang

perilaku ibu postpartum yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap

yang berjumlah 25 pertanyaan.

4.5.1 Data Demografi Respoden

Data demografi responden terdiri dari tanggal penelitian, inisial nama

responden, nomor urut respoden, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan,

penghasilan keluarga, jumlah persalinan, dan apakah responden pernah mendapat

informasi terkait proses pemberian ASI. Data responden tersebut tidak akan

dianalisa, tetapi hanya untuk mengetahui kerateristik responden.

4.5.2 Perilaku Ibu Postpartum

Bentuk pertanyaan yang digunakan peneliti adalah pertanyaan pilihan

berganda dengan pilihan jawaban yang diberikan oleh peneliti kepada ibu

postpartum yang telah dipersiapkan sebelumya, sehingga responden tinggal

memilih atau membubuhkan tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang sesuia

dengan pilihan menurut responden (Arikunto, 2006).

Kuisoner terdiri dari 25 pertanyaan tertutup dengan jenis pertanyaan

(46)

pertanyaan dengan jawaban yang benar diberi skor 1 (satu) dan pertanyaan yang

salah diberi skor 0 (nol). Untuk kuisoner sikap terdiri dari pertanyaan dengan

jawaban setuju dan tidak setuju, pada jawaban yang benar diberi nilai 1 (satu) dan

jawaban yang salah diberi nilai 0 (nol).

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Kedua instrumen dibuat oleh peneliti, maka untuk instrumen baru perlu

dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk dapat mengetahui seberapa besar

derajat kemampuan alat ukur dalam mengukur secara konsisiten sasaran yang

akan diukur.

Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang

diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat

(Nursalam, 2003). Pengesahan kelayakan instrumen dilakukan oleh dosen

keperawatan maternitas yaitu ibu Ellyta Aizzar S.kp di Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang akan memberikan hasil relatif

sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok subjek yang sama (Azwar,

2007). Uji reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya

untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data (arikunto, 2003). Uji reliabilitas

ini akan diujikan pada 10 orang responden dimana dalam uji relibilitas ini

memiliki karateristik dan kriteria yang sama dengan responden penelitian. Untuk

uji realibilitas kuisoner ini dengan jawaban dikotomi dan jumlah pertanyaan ganjil

(47)

reliable jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0,70 dan kuisoner dalam

penelitian ini telah reliable dengan nilai 0.97.

4.7 Pengumpulan Data

Data penelitian dikumpulkan selama 1 bulan. Prosedur pengumpulan data

dilakukan dengan cara mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian

kepada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

kemudian peneliti mengajukan surat izin yang didapat dari fakultas ke puskesmas

Kecamatan Medan Belawan. Setelah mendapat persetujuan dari kepala puskesmas

Kecamatan Medan Belawan, peneliti melakukan pendekatan kepada calon

responden yang memenuhi kriteria sampel, kemudian peneliti menjelaskan

tentang prosedur, topik, manfaat dan tujuan penelitian kepada calon responden,

kemudian peneliti menanyakan apakah calon responden bersedia untuk

berpartisipasi dalam penelitian ini, karena mungkin tidak semua calon responden

bersedia menjadi responden. Calon responden yang bersedia diminta

menandatangani formulir persetujuan setelah itu peneliti mulai melakukan

wawancara terstruktur dengan menggunakan kuisoner terhadap responden,

sebelumnya peneliti menjelaskan tentang kuisoner yang terdiri dari 2 bagian, yaitu

bagian data demografi responden dan bagian kuisioner yang akan diisi oleh

responden, responden akan menjawab pernyataan yang terdapat pada lembar

kuisoner sesuai petunjuk masing-masing bagian dan dijawab sesuai dengan apa

yang dirasakan, dialami, atau dilakukan oleh responden, kemudian kuisoner

(48)

kepentingan dan kemudahan penelitian peneliti menggunakan seorang asisten

penelitian, asisten penelitien tersebut adalah Puji Agustina.

4.8 Analisa Data

Satelah data terkumpul peneliti melakukan analisa data melalui beberapa

tahap, yang dimulai dengan memeriksa kelengkapan data, kemudian memberikan

kode (coding) untuk memudahkan dalam tabulasi, dan memasukkan data (entry)

ke dalam komputer untuk diolah dengan sistem komputerisasi.

Metode statistik digunakan untuk analisa data pada penelitian ini adalah

statistik univariat atau statistik deskriptif yaitu suatu prosedur untuk menganalisa

data dari suatu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil

penelitian ( Polit & Hungler, 1999). Data disajikan dalam bentuk distribusi

(49)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang

perilaku ibu postpartum dalam proses pemberian ASI pada masyarakat melayu di

Kecamatan Medan Belawan. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai dari

Desember 2010 sampai dengan Januari 2011 dengan jumlah responden sebanyak

128 orang ibu postpartum yang memiliki bayi berusia 0-1 tahun yang masih diberi

ASI.

5.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian disajikan mulai dari deskripsi data demografi karateristik

responden penelitian dan hasil distribusi frekwensi perilaku ibu postpartum.

5.1.1. Data Demografi Karateristik Responden

Tabel 5.1 Distribusi Frekwensi Karateristik Ibu Postpartum bersuku melayu di Kecamatan Medan Belawan.

Karakteristik Frekw %

(50)

- Rp. 750.000 – 1.000.000,- 38 29.7

Pernah mendapat informasi tentang pemberian ASI - Pernah dari :

Tabel 5.2 Distribusi Frekwensi Perilaku Ibu Postpartum dalam Proses Pemberian ASI Pada Masyarkat Melayu di Kecamatan Medan Belawan.

Perilaku ibu Postpartum dalam

(51)

Tabel 5.3 Distribusi Frekwensi Hasil Sub Item Perilaku Ibu PostPartum Dalam Proses Pemberian ASI Pada Masyarakat Melayu di Kecamatan Medan Belawan.

Pengetahuan Frekw %

Kurang 21 20.8

Cukup 72 55.1

Baik 35 24.1

Sikap Frekw %

Kurang 0 0

Cukup 110 86.4

Baik 18 14

Keterampilan Frekw %

Kurang 93 79.2

Cukup 35 20.8

Baik 0 0

5.2 Pembahasan 5.2.1 Data Demografi

Berdasarkan table 5.1 di atas dapat diketahui bahwa responden lebih

banyak berusia antara 26- 35 tahun dengan persentase 60.2 %. Rata-rata resonden

dalam penelitian ini hanya menganyam pendidikan di bangku sekolah tingkat

(52)

rumah tangga, dalam hal ini untuk peningkatan pemberian ASI eksklusif

seharusnya lebih meningkat karena ibu tetap bersama anaknya seharian penuh

namun yang didapat di masyarakat hal itu tidak terjadi. Selain itu Responden juga

lebih banyak yang berpenghasilan Rp. 750.000,- yaitu sebanyak 63 orang dari

jumlah responden atau 49.2 % hal ini merupakan alasan mendasar ibu yang

memiliki anak dengan kasus gizi buruk.

Pada penelitian ini juga didapat hasil bahwa lebih banyak responden yang

melahirkan >4 kali yaitu sebanyak 45 orang dari jumlah responden atau 35.2%

seharusnya ibu lebih baik dalam merawat anak karna sudah banyak

pengalaman-pengalaman dalam hal merawat anak. dan juga lebih banyak responden yang

melahirkan secara normal atau partus spontan yaitu sebanyak 120 orang atau

sekitar 93.8% dari jumlah responden. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa

sebagian dari responden telah mendapat informasi tentang pemberian ASI dari

petugas kesehatan yaitu dalam hal ini lebih banyak mendapatkan informasi dari

bidan yang dapat dilihat dari table diatas yaitu sebanyak 74 orang atau 57.8% dari

jumlah responden.

5.2.2 Perilaku Ibu Postpartum Dalam Proses Pemberian ASI

A. Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian ASI.

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa pengetahuan ibu

postpartum tentang pemberian ASI lebih banyak berada pada rentang tingkat

pengetahuan cukup dengan jumlah persentasi 55.1 %. Hal ini juga terkait dengan

(53)

Sikap Ibu Postpartum terhadap Manajemen Laktasi di Ruang Rawat Inap BPK

RSU Langsa yang menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden berada

pada rentang kurang sampai cukup yaitu masing-masing 40%.

Menurut Notoatmodjo (2007) Pengetahuan adalah merupakan hasil dari

tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yakni

karateristik individu yang bersangkutan seperti, pendidikan, motivasi, persepsi,

dan pengalaman. Faktor eksternal yaitu lingkungan, ekonomi, kebudayaan, dan

informasi. Faktor eksternal merupakan faktor yang lebih dominan dalam

pembentukan pengetahuan seseorang.

Responden pada penelitian ini lebih banyak berusia antara 26-35 tahun

(60.2 %). Semakin tinggi usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola

pikir seseorang. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam

masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi

suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang pada usia

madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca

(Notoatmodjo, 2007). Dengan demikian pengetahuan pada tingkat cukup

(54)

informasi yang diterima oleh ibu postpartum terkait dengan pemberian ASI yaitu

(57.8%) yang pernah mendapat informasi tentang proses pemberian ASI dari

petugas kesehatan dalam hal ini Bidan yang membantu proses fikir masyarakat

terkait pemberian ASI secara benar.

Bila dilihat dari jawaban responden atas pertanyaan kuisoner, hanya

terdapat beberapa pertanyaan yang lebih banyak dijawab salah, yaitu pertanyaan

nomor 5. Pertanyaan tersebut adalah Menyusui Sebaiknya dilakukan? Hal ini

dijawab salah oleh (60.9%) responden dan hanya (39.1%) responden yang

menjawab benar. Menurut (Soetjiningsih, 1997) Sebaiknya menyusui bayi tanpa

dijadwal (on demand), karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu

harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (buang air

dan sebagainya) atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat

dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung

bayi akan kosong dalam 2 jam.

Pertanyaan nomor 9 yaitu cara pemberian ASI adalah. Hal ini dijawab

salah oleh (80.2%) responden. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit,

kemudian dioleskan pada puting dan disekitar kalang payudara. Cara ini

mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.

Kemudian Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara : ibu duduk atau

berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah

(agar kaki ibu tidak menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran

(55)

diletakkan pada lengkung siku ibu, satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan

ibu, dan yang satu lagi diletakkan didepan, perut bayi menempel pada badan ibu,

kepala bayi menghadap payudara, telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis

lurus dan ibu menatap dengan kasih sayang.

Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan dan jari yang lain menopang

dibawah, jangan menekan puting susu atau kalang payudara saja. Lalu bayi diberi

rangsangan agar membuka mulut (rooting reflekx) dengan cara: menyentuh pipi

dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi. Setelah bayi membuka mulut,

dengan cepat kepaa bayi deletakkan ke payudara ibu dan puting serta kalang

payudara dimasukkan ke mulut bayi, usahakan sebagian besar kalang payudara

masuk ke dalam mulut bayi, sehingga puting susu berada dibawah langit-langit

dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang

terletak dibawah kalang payudara.

Posisi yang salah yaitu apabila bayi hanya menghisap puting susu ibu saja,

akan mengakibatkan masukan ASI yang tidak adekuat dan menyebabkan puting

susu lecet. Setelah bayi mulai menghisap payudara tidak perlu dipegang atau

disangga lagi. Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian

dioleskan pada puting susu dan sekitar kalang payudara biarkan kering dengan

sendirinya (Soetidjiningsih, 1997).

Kemudian pada pertanyaan nomor 10 yang berisi Penyebab lecet pada

(56)

Kebanyakan pendapat dari ibu postpartum bahwa penyebab dari lecetnya puting

susu ibu dikarenakan digigit oleh bayi pada saat proses menyusu. Sebenarnya

pendapat tersebut tidak sesuai dengan pendapat ahli yang mengatakan bahwa

Posisi yang salah yaitu apabila bayi hanya menghisap puting susu ibu saja, akan

mengakibatkan masukan ASI yang tidak adekuat dan menyebabkan puting susu

lecet. (Soetidjiningsih, 1997).

Selanjutnya pada soal nomor 11 yaitu Bagaimana cara ibu melepas putting

susu ketika bayi selesai menyusu ? Soal ini juga lebih banyak dijawab salah oleh

responden sebanyak (90.6%). Menurut pendapat (Purwanti, 2004) cara yang baik

untuk melepas putting susu ibu dari isapan bayi adalah dengan memasukkan jari

kelingking ibu kemulut bayi melalui sudut mulut atau, Dagu bayi ditekan

kebawah sambil menarik putting ke arah luar dari mulut bayi dengan demikian

bayi merasa masih ada sesuatu yang dihisap dimulutnya.

Kemudian pada soal nomor 12 tingkat kegagalan dari jawaban responden

pada penelitian ini juga tinggi yaitu (84.4%) responden menjawab salah

pertanyaan Apa saja yang ibu berikan sebelum ASI keluar ? Bayi yang baru lahir

belum bisa menerima makanan apapun selain ASI karena organ pencernaan bayi

belum dapat bekerja secara sempurna mengolah makanan lain selain ASI.

Pemberian makanan-makanan lain selain ASI pada awal kelahiran dapat

menyebabkan hambatan terhadap pemberian ASI selanjutnya dan dapat

(57)

Selanjutnya pada soal nomor 13 yaitu Hal yang ibu lakukan pada saat

selesai menyusui pada bayi adalah ? Hal ini lebih banyak dijawab salah oleh

responden sebanyak (78.9%). Hal yang sebaiknya dilakukan setelah bayi menyusu

adalah menyendawakan bayi, dilakukan setidaknya lima menit setelah bayi selesai

menyusu, hal ini dikarenakan pada saat bayi menyusu banyak aliran udara yang

masuk ke saluran pencernaan bayi yang dapat menyebabkan bayi memuntahkan

kembali ASI yang telah dihisapnya dan menyebabkan bayi kembung.

Kemudian soal nomor 14 yang berisi Manfaat dari menyendawakan bayi

adalah? Dan sebanyak (65.5%) responden juga menjawab salah pertanyaan ini.

Menyendawakan bayi sangat penting dan merupakan bagian penting dari proses

menyusui. Lakukan setidaknya lima menit setelah bayi menyusui atau paling

sedikit saat bayi berpindah payudara (Danuatmadja, 2003). Hal tersebut

bermanfaat untuk mencegah kembung atau kolik pada bayi dan mengeluarkan

udara yang ikut masuk ke saluran pencernaan bayi.

Kemudian pada soal nomor 15 yaitu Dibawah ini adalah cara

menyendawakan bayi, kecuali. Kebanyak ibu Postpartum yang menjadi responden

dalam penelitian ini tidak mengetahui tentang menyendawakan bayi baik itu

tentang manfaat dan juga cara menyendawakan bayi itu sendiri sebanyak (75.8%).

Cara menyendawakan bayi ada tiga menurut Shelov 2005 yaitu:

4. Menggendong bayi pada posisi tegak dengan kepala bersandar di bahu ibu.

(58)

bayi dengan lembut menggunakan tangan yang lain. Ibu dapat menempatkan

handuk atau popok di bahu ibu kalau-kalau dia muntah. Jika bayi masih belum

bersendawa setelah bebrapa menit, lanjutkan pemberian susu dan jangan

khawatir ; bayi tidak selalu bersendaawa setiap waktu. Setelah menyusui

selesai, buatlah ia bersendawa lagi dan gendonglah dia dalam posisi tegak

selama 10-15 menit agar tidak meludah.

5. Memangku bayi dipangkuan ibu, dengan menyokong dasa dan kepalanya

menggunakan satu tangan ibu sementara tangan yang satunya menepuk-nepuk

punggung bayi.

6. menelungkupkan bayi dipangkuan ibu, sokong kepalanya sehingga lebih

tinggi dari pada dadanya, dan dengan lembut tepuk atau putar tangan ibu pada

punggung bayi.

B. Sikap Ibu PostPartum Dalam Proses Pemberian ASI.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ternyata lebih banyak ibu

postpartum yang mempunyai sikap positif terhadap proses pemberian ASI yaitu

(86.4%). Sikap positif merupakan kecenderungan tindakan untuk mendekati,

menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan sikap negatif merupakan

kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci atau tidak menyukai

objek tertentu ( Purwanto, 1998).

Bila dilihat secara rinci dari hasil penelitian diketahui bahwa ada 1

(59)

pernyataan-pernyataan lain yaitu pernyataan nomor 20 dengan pernyataan

Sebaiknya ASI yang pertama kali keluar yang berwarna kekuningan harus

dibuang dan tidak boleh diberikan kepada bayi karena itu adalah ASI basi dan

banyak mengandung kuman. Pernyataan tersebut lebih banyak dijawab setuju

dengan (60.2%) responden, sedangkan yang menjawab tidak setuju sebayak

(39.8%) responden. Pernyataan tersebut berkaitan dengan informasi yang didapat

dari masyarakat melayu setempat bahwa masyarakat pada umumnya memberikan

madu dan pisang kepada bayi yang baru lahir supaya tidak merasa kelaparan dan

tidak menangis agar ibu Postpartum dapat istirahat dengan cukup karena

kelelahan sehabis proses persalinan.

Mekanisme pencernaan pada bayi baru lahir masih belum sempurna

layaknya bayi yang telah berusia beberapa bulan. Maka dari itu, untuk

menyesuaikan kondisi mekanisme pencernaannya tersebut, ASI pertama yang

dikonsumsi berupa konsentrat (volumenya sedikit namun sarat akan gizi) yang

kaya akan protein dan vitamin A namun rendah karbohidrat, lemak, serta rendah

kandungan potasium-nya. Kolostrum adalah kandungan dalam ASI pertama yang

dihasilkan oleh kelenjar susu ibu. Kolostrum dihasilkan beberapa hari menjelang

proses persalinan (dan bahkan pada masa kehamilan). Kolostrum terdapat dalam

ASI hanya selama beberapa hari setelah persalinan. Kolostrum dapat keluar dan

(60)

Konsumsi kolostrum pada bayi baru lahir berguna untuk membersihkan

sisa metabolisme bayi selama bayi masih berada dalam kandungan. Kolostrum

pada ASI memberikan efek laksatif sehingga bayi mengeluarkan meconium.

Meconium adalah sisa hasil metabolisme bayi selama di dalam rahim yang

dikeluarkan melaui anus bayi. Meconium bersifat hampir steril karena pada saat

dalam rahim, bayi hanya mengkonsumsi air ketuban dan sari-sari makanan yang

diperoleh dari ibu. Proses pembersihan dengan mengkonsumsi ASI ber-kolostrum

juga berguna untuk mengurangi kelebihan bilirubin yang biasanya menyebabkan

bayi “kuning” setelah dilahirkan. Kelebihan bilirubin itu terjadi karena belum

sempurnanya mekanisme pengaturan jumlah sel darah merah pada tubuh bayi

(Lutvita, 2008).

C. Keterampilan Ibu Postpartum Dalam Proses Pemberian ASI

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui lebih banyak ibu postpartum

yang memiliki nilai keterampilan kurang. Hal ini dilihat dari hasil observasi

peneliti kepada responden secara langsung yang melakukan tindakan pemberian

ASI kepada bayi mereka. Dari observasi tersebut rata-rata ibu postpartum yang

menjadi responden tidak melakukan tindakan atau memiliki keterampilan yang

baik. Dari hasil observasi tersebut didapat hasil hanya (20.8 %) ibu postpartum

yang melakukan tehnik pemberian ASI secara benar. Hal tersebut seiring dengan

(61)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk

mewujudkan sikap menjadi tindakan atau perbuatan nyata diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas

dan dukungan dari pihak lain. Dalam praktek atau tindakan ini mempunyai

beberapa tingkatan antara lain : persepsi, respon terpimpin, mekanisme dan adopsi

Gambar

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Variabel Penalitian
Tabel 5.1 Distribusi Frekwensi Karateristik Ibu Postpartum bersuku melayu di        Kecamatan   Medan Belawan
Tabel 5.2 Distribusi Frekwensi Perilaku Ibu Postpartum dalam Proses Pemberian      ASI Pada Masyarkat Melayu di Kecamatan Medan Belawan
Tabel 5.3 Distribusi Frekwensi Hasil Sub Item Perilaku Ibu PostPartum Dalam Proses Pemberian ASI Pada Masyarakat Melayu di Kecamatan Medan Belawan

Referensi

Dokumen terkait

Otomatisasi pengelompokkan buah berdasarkan jenis warnanya ini menggunakan sensor warna (sensor TCS3200) sebagai pembaca, dimana pada saat buah mengenai sensor

This research entitles The Effect of Compensation, Work Environment, and Organizational Culture on Koperasi Angkutan Kota (KOPATA ) Employees’ Motivation in Purwokerto.. The aim

Apabila kita lihat kondisi yang terjadi di lapangan, tampak sangat jelas bahwa masyarakat Bone, khususnya warga Nahdliyyin (NU) dan warga pesantren senantiasa berusaha

Suyoto, bupati yang gemar pakai motor trail, juga menyambangi sekolah lain untuk memberikan inspirasi pada murid-murid. Usai ceramah inspirasional, murid-murid SDN Sekari I

Bahwa pada tanggal 12 Januari 2010, Saksi mendapat perintah dari Pasi Intel Yonif 754/ENK (Lettu Inf.Fery) untuk membantu melakukan pencarian terhadap Terdakwa

Hasil dari observasi berupa foto dan rekaman video yang menunjukkan ukuran detail sambungan, geometri rumah dan kondisi rumah yang sebenarnya.. Untuk Rumah Gadang didapat

karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Penilaian Kinerja Keuangan Untuk Menilai Tingkat Kesehatan Koperasi (Studi

Tendangan ini diberikan jika bola melewati garis gawang dengan sentuhan terakhir dilakukan oleh salah seorang pemain yang sedang bertahan.. Tendangan diambil di