• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengalaman Ibu Hamil Dengan Hiperemesis Gravidarum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengalaman Ibu Hamil Dengan Hiperemesis Gravidarum"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PENGALAMAN IBU HAMIL DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM

JUHANA PRIMA HANDANA NIM 085102009

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah. Juni 2009 Juhana Prima Handana

PENGALAMAN IBU HAMIL DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM v + 65 halaman + 2 tabel + 6 lampiran

Abstrak

Pada trimester awal kehamilan banyak wanita yang mengalami mual sampai muntah dengan tingkat yang berbeda-beda. Biasanya ibu hamil mengalami gejala mual muntah yang cukup ringan dan terjadi pada pagi hari (morning sickness), tetapi kadang-kadang cukup parah dan terjadi sepanjang hari sehingga menggangu aktivitas ibu sehari-harI (hiperemesis gravidarum), yang mengakibatkan penurunan berat badan, gangguan elektrolit dan metabolik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali pengalaman ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum. Desain penelitian yang digunakan adalah fenomenologi. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 10 orang. Waktu penelitian dari 24 November 2008 – 4 Juni 2009. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa karakteristik hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlangsung terus menerus sampai usia kehamilan lebih dari 3 bulan, nafsu makan berkurang, sampai keluar cairan lambung selalu ingin meludah, sakit perut, perut terasa panas, dan tidak menyukai bau suami. Faktor penyebab hiperemesis gravidarum yang mungkin adalah karena bawaan hamil, adanya penyakit maag, faktor keturunan, faktor psikologis, dan karena kehamilan kembar. Faktor pencetus hiperemesis gravidarum adalah karena intoleransi terhadap bau, intoleransi terhadap cahaya, perubahan posisi, dan karena naik kendaraan. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi hiperemesis gravidarum antara lain dengan penanganan psikologis, perubahan pola makan dan pola hidup, pengobatan medis, dan pengobatan alternatif. Dampak yang terjadi akibat hiperemesis gravidarum adalah penurunan berat badan, trauma, badan lemas, menjalani rawat inap, mengganggu aktifitas sehari-hari dan keadaan umum memburuk. Perasaan ketika mengalami hiperemesis gravidarum adalah tidak senang karena simptom yang dialami. Perasaan setelah gejala hiperemesis gravidarum berkurang adalah merasakan senang karena bisa makan kembali tanpa harus merasa takut muntah, tetapi sebagian merasa kurang senang karena kenyamanan dan kesehatan tubuh tidak seperti keadaan sebelum hamil. Diharapkan agar petugas kesehatan khususnya bidan dapat lebih mengerti tentang hiperemesis gravidarum dan perasaan pasien dengan hiperemesis gravidarum sehingga dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien. Kepada ibu hamil agar dapat mencari informasi tentang hiperemesis gravidarum.

Daftar Pustaka : 32 (1997-2008)

(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN SIDANG KARYA TULIS ILMIAH

NAMA : JUHANA PRIMA HANDANA NIM : 085102009

JUDUL : PENGALAMAN IBU HAMIL DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Menyatakan bahwa mahasiswa tersebut diatas telah disetujui mengikuti sidang hasil KTI.

Medan, Juni 2009 Pembimbing,

(4)

Judul : Pengalaman ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum Nama : Juhana Prima Handana

NIM : 085102009

Program Studi : D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran USU

Pembimbing, Penguji,

……… ……….. Penguji I

(Setiawan, S. Kp, MNS) (Farida Linda Sari Siregar, M. Kep)

……….……… Penguji II (dr. Sarma, SPOG (K)

……… Penguji III (Setiawan, S. Kp, MNS)

Program D-IV Bidan Pendidik telah menyetujui Karya Tulis Ilmiah ini sebagai persyaratan kelulusan Sarjana Sains Terapan untuk D-IV Bidan Pendidik.

………..……… ………

(Nur Asnah Sitohang, S. Kep, NS, M. Kep) (dr. Murniati Manik, MSc, SpKK)

NIP. 132 299 794 NIP. 130 810 210

(5)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah, SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya jualah peneliti telah dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul ”Pengalaman Ibu Hamil dengan Hiperemesis Gravidarum”.

Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing peneliti dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, yaitu kepada:

1. Prof. Gontar. A Siregar, SpPD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Murniati Manik, MSc, SpKK selaku Ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedoktean Universitas Sumatera Utara.

3. Setiawan, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, yang telah memberikan bimbingan dan dorongan kepada peneliti hingga Karya Tulis Ilmiah ini selesai.

4. Seluruh dosen, staff, dan pegawai administrasi program studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumetera Utara.

5. Direktur dan staff RS. PMC Pekanbaru yang telah mengizinkan peneliti mengambil data unruk melakukan penelitian.

(6)

7. Suami tercinta, Hendryx Wahyudi yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada peneliti sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan.

8. Teman – teman D-IV Bidan Pendidik khususnya Rahmi. F dan Apriani. R. G yang telah memberikan dukungan kepeda peneliti sehingga karya tulis ini selesai.

9. Semua partisipan yang telah bersedia untuk menjadi sampel dalam penelitian Karya Tulis Ilmiah ini.

10.Semua pihak yang telah mendukung peneliti dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Peneliti menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi maupun susunan bahasa. Oleh karena itu peneliti mengharapkan adanya masukan dan saran untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih atas semua bantuan, dorongan, dan semangat yang telah diberikan. Semoga mendapat anugerah dari Allah, SWT. Amin Ya Robbal Alamin.

Medan, Juni 2009 Peneliti,

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJUAN PUSTAKA ... 5

A. Pengalaman ... 5

B. Kehamilan ... 5

1 Pengertian... 5

2 Tanda dan Gejala Kehamilan ... 6

3 Diagnosis Banding Kehamilan ... 6

C. Hiperemesis Gravidarum ... 7

1. Pengertian... 7

2. Gejala Klinik Hiperemesis Gravidarum ... 8

3. Diagnosa Hiperemesis Gravidarum ... 10

4. Etiologi ... 11

5. Patofisiologi ... 14

6. Dampak Hiperemesis Gravidarum bagi Janin ... 14

7. Dampak Hiperemesis Gravidarum bagi Ibu ... 15

8. Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum ... 16

a. Terapi Non Farmakologi ... 17

1) Pengobatan Psikologis... 17

2) Makan Porsi Kecil tapi Sering ... 18

3) Perubahan Tingkah Laku ... 18

4) Penggunaan Akupresure dan Jahe ... 19

5) Pemijatan ... 19

b. Terapi Farmakologi ... 20

1) Hospitalisasi ... 20

2) Pemberian Obat-Obatan ... 20

3) Penghentian Kehamilan ... 22

D. Perasaan dan Emosi ... 22

(8)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27

A. Desain Penelitian ... 27

B. Populasi dan Sampel... 27

1. Populasi ... 27

2. Sampel ... 27

C. Tempat Penelitian ... 28

D. Waktu Penelitian ... 28

E. Etika Penelitian ... 28

F. Alat Pengumpulan Data ... 29

G. Prosedur Pengumpulan Data ... 29

H. Analisa Data ... 30

I. Tingkat Keabsahan Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 33

A. Karakteristik Partisipan ... 33

B. Pengalaman Ibu Hamil dengan Hiperemesis Gravidarum... 34

BAB V PEMBAHASAN ... 53

A. Interpretasi dan Diskusi Hasil ... 53

B. Keterbatasan Penelitian ... 62

C. Implikasi untuk Asuhan Kebidanan/Pendidikan Kebidanan ... 63

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan Lampiran 2 Kuesioner Data Demografi

Lampiran 3 Panduan Wawancara Lampiran 4 Surat Izin Penelitian

(9)

DAFTAR TABEL

(10)

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah. Juni 2009 Juhana Prima Handana

PENGALAMAN IBU HAMIL DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM v + 65 halaman + 2 tabel + 6 lampiran

Abstrak

Pada trimester awal kehamilan banyak wanita yang mengalami mual sampai muntah dengan tingkat yang berbeda-beda. Biasanya ibu hamil mengalami gejala mual muntah yang cukup ringan dan terjadi pada pagi hari (morning sickness), tetapi kadang-kadang cukup parah dan terjadi sepanjang hari sehingga menggangu aktivitas ibu sehari-harI (hiperemesis gravidarum), yang mengakibatkan penurunan berat badan, gangguan elektrolit dan metabolik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali pengalaman ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum. Desain penelitian yang digunakan adalah fenomenologi. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 10 orang. Waktu penelitian dari 24 November 2008 – 4 Juni 2009. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa karakteristik hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlangsung terus menerus sampai usia kehamilan lebih dari 3 bulan, nafsu makan berkurang, sampai keluar cairan lambung selalu ingin meludah, sakit perut, perut terasa panas, dan tidak menyukai bau suami. Faktor penyebab hiperemesis gravidarum yang mungkin adalah karena bawaan hamil, adanya penyakit maag, faktor keturunan, faktor psikologis, dan karena kehamilan kembar. Faktor pencetus hiperemesis gravidarum adalah karena intoleransi terhadap bau, intoleransi terhadap cahaya, perubahan posisi, dan karena naik kendaraan. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi hiperemesis gravidarum antara lain dengan penanganan psikologis, perubahan pola makan dan pola hidup, pengobatan medis, dan pengobatan alternatif. Dampak yang terjadi akibat hiperemesis gravidarum adalah penurunan berat badan, trauma, badan lemas, menjalani rawat inap, mengganggu aktifitas sehari-hari dan keadaan umum memburuk. Perasaan ketika mengalami hiperemesis gravidarum adalah tidak senang karena simptom yang dialami. Perasaan setelah gejala hiperemesis gravidarum berkurang adalah merasakan senang karena bisa makan kembali tanpa harus merasa takut muntah, tetapi sebagian merasa kurang senang karena kenyamanan dan kesehatan tubuh tidak seperti keadaan sebelum hamil. Diharapkan agar petugas kesehatan khususnya bidan dapat lebih mengerti tentang hiperemesis gravidarum dan perasaan pasien dengan hiperemesis gravidarum sehingga dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien. Kepada ibu hamil agar dapat mencari informasi tentang hiperemesis gravidarum.

Daftar Pustaka : 32 (1997-2008)

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehamilan adalah suatu hal yang fisilogis. Bagi banyak wanita, saat pertama kali menemukan bahwa dirinya hamil adalah saat paling menggembirakan. Mereka akan membayangkan perubahan dan kegembiraan yang akan mereka alami selama masa kehamilan (Nolan, 2004). Beberapa wanita sangat menikmati masa kehamilannya dan menjalankan kehamilannya tanpa masalah (Nolan, 2004).

Pada trimester awal kehamilan banyak wanita yang mengalami mual sampai muntah dengan tingkat yang berbeda-beda. Biasanya ibu hamil mengalami gejala mual muntah yang cukup ringan dan terjadi pada pagi hari (Morning Sickness), tetapi kadang-kadang juga cukup parah dan terjadi sepanjang hari sehingga menggangu aktivitas ibu sehari-hari (Hiperemesis Gravidarum) (Jones, 2005). Koren (2000, dalam Tiran, 2008) menggambarkan mual dan muntah sebagai gangguan medis tersering dalam kehamilan.

(12)

Hiperemesis gravidarum ini telah dipelajari dengan seksama, tetapi penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti (Chopra, 2006). Hiperemesis gravidarum terlihat sebagai kumpulan interaksi dari faktor bilogis, psikososial, dan sosio kultural (Ogunyemi, 2007). Perubahan hormon dan atau tekanan sosial dan psikologis mungkin merupakan penyebab hipremesis gravidarum (Sinclair, 2004).

Emesis gravidarum tidak berbahaya bagi janin, justru mual muntah yang terjadi pada awal kehamilan merupakan metode perlindungan alamiah untuk janin. Kepekaan ibu terhadap makanan dapat menjauhkannya dari makanan yang dapat membahayakan janin (Chopra, 2006). Tetapi apabila keadaan ini semakin parah dan mengakibatkan hiperemesis yang berat, tetap akan mengakibatkan gangguan pada janin, antara lain gangguan pertumbuhan janin, kelahiran mati, dan keguguran (Quinlan & Hill, 2003)

Hiperemesis gravidarum yang berat dapat membahayakan ibu. Sebelum terapi infus ditemukan, hiperemesis merupakan faktor utama kematian ibu (Gardner, 1997). Saat ini hiperemesis gravidarum diasosiasikan sebagai angka kesakitan, ini merupakan faktor penyebab kematian yang jarang terjadi (Ogunyemi, 2007). Pada beberapa orang komplikasi dari hiperemesis gravidarum dapat terjadi, biasanya terjadi pada sistem saraf pusat (Mesics, 2008). Di RS. PMC Pekanbaru, menurut survey pandahuluan yang dilakukan pada tanggal 1 November 2008 didapatkan bahwa dari bulan Januari 2008 sampai dengan Oktober 2008 penderita hiperemesis gravidarum yang dirawat berjumlah 55 orang.

(13)

muntah tersebut karena dianggap sebagai sebuah konsekuensi normal diawal kehamilan tanpa mengetahui dampak hebat yang ditimbulkannya (Tiran, 2008), sedangkan penelitian tentang pengalaman ibu dengan hiperemesis gravidarum belum pernah dilakukan pada D-IV Bidan Pendidik FK USU. Oleh karena itu penelitian ini menarik untuk dilakukan.

B. Perumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana pengalaman ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggali pengalaman ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum.

D. Manfaat Penelitian

Ada 3 manfaat penelitian ini, antara lain bagi layanan kebidanan, pendidikan kebidanan, dan peneliti lanjutan.

1. Layanan kebidanan

Hasil penelitian yang diperoleh nantinya dapat dijadikan sumber pengetahuan dan strategi bagi tenaga pelayanan khususnya bidan untuk memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum.

2. Pendidikan kebidanan

(14)

khususnya pada ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum.

3. Peneliti lanjutan

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengalaman

Pegalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodik, yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa-peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi (Daehler & Bukatko, 1985, dalam Syah, 2003).

B. Kehamilan 1. Pengertian

Kehamilan adalah proses yang berkesinambungan yang diawali dengan ovulasi, terjadinya migrasi sperma dan ovum, terjadinya konsepsi, nidasi pada uterus, pembentukan plasenta serta pertumbuhan janin sampai aterm (Manuaba, 1998).

(16)

2. Tanda dan gejala kehamilan

Untuk dapat menegakkan diagnosa hamil ditetapkan dengan melakukan penilaian terhadap tanda dan gejala kehamilan. Gejala kehamilan yang biasanya terjadi adalah: (1) mual dengan atau tanpa muntah, (2) gangguan berkemih, (3) fatique (rasa mudah lelah), (4) persepsi gerakan janin, (5) nyeri ulu hati, (6) pika (ngidam), (7) ptyalisme (air liur yang berlebihan) (Williams, 2006).

Selain gejala kehamilan, terdapat sejumlah tanda-tanda kehamilan yaitu: (1) terhentinya menstruasi (amenorea), (2) perubahan pada mucus serviks, (3) perubahan pada payudara, (4) perubahan pada mucosa vagina (tanda Chadwick), (5) meningkatnya pigmentasi kulit dan munculnya striae abdomen (Williams, 2006)

Tanda pasti kehamilan dapat ditentukan dengan jalan: (1) terlihat/teraba gerakan janin; (2) teraba bagian-bagian janin; (3) terdengar denyut jantung janin baik melalui stetoskop Leanec, alat kardiotokografi, alat Dopper, dan ultrasonografi; (4) terlihat kerangka janin dengan menggunakan alat radiologi/rontgen dan ultrasonografi (Manuaba,1998).

3. Diagnosis banding kehamilan

(17)

C. Hiperemesis Gravidarum 1. Pengertian

Williams (2006) menyatakan bahwa mual dan muntah merupakan keluhan yang paling sering selama paruh pertama kehamilan yang dimulai antara terlambat haid dan berlanjut sampai usia kehamilan 14 minggu, biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi mungkin berlanjut sepanjang hari. Mual muntah ini termasuk sebagai tanda dugaan hamil yang terjadi pada awal kehamilan (Manuaba, 1999).

Kebanyakan mual-mual terjadi pada pagi hari, sehingga dinamakan pusing pagi, tetapi mungkin saja terjadi kapanpun. Mual-mual di pagi hari lebih umum daripada di saat yang lain, karena perut mengandung kumpulan asam lambung yang diendapkan pada malam hari (Jones, 2005). Hiperemesis gravidarum diartikan sebagai gejala mual dan muntah yang berlebihan yang berat, dapat berlangsung sampai dengan umur kehamilan 4 bulan sehingga pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk (Prawirohardjo, 1997).

Sindrom hiperemesis ini juga dapat didefinisikan sebagai muntah-muntah yang cukup berat pada wanita hamil sehingga menyebabkan penurunan berat badan, dehidrasi, asidosis akibat kelaparan, alkalosis akibat keluarnya asam hidroklorida dalam muntahan, hipokalemia (Williams, 2006).

(18)

2. Gejala klinik hiperemesis gravidarum

Gambaran gejala hiperemesis gravidarum secara klinis dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu: (1) hiperemesis gravidarum tingkat pertama, dengan gejala muntah berlangsung terus, makan berkurang, berat badan menurun, kulit dehidrasi, tonus kulit lemah, nyeri daerah epigastrium, tekanan darah menurun dan nadi meningkat, lidah kering, mata nampak cekung; (2) hiperemesis gravidarum tingkat dua, gejalanya penderita tampak lebih lemah, gejala dehidrasi makin nampak, mata cekung, turgor kulit makin kurang, lidah kering dan kotor, tekanan darah turun dan nadi meningkat, berat badan makin menurun, mata ikterik, gejala hemokonsentrasi makin nampak, urine berkurang, badan aseton dalam urine meningkat, terjadinya gangguan buang air besar, mulai tampak gejala gangguan kesadaran (menjadi apatis), nafas berbau aseton; (3) hiperemesis gravidarum tingkat tiga, ditandai dengan gejala muntah berkurang, keadaan umum semakin menurun, tekanan darah turun, nadi meningkat, suhu naik, keadaan dehidrasi semakin jelas, gangguan faal hati terjadi dengan manifestasi ikterus, gangguan kesadaran umum dalam bentuk, samnolen sampai koma, komplikasi susunan saraf pusat (enselofati Wernicke), nistagmus-perubahan ke arah bola mata, diplopia-gambar tampak ganda dan perubahan mental (Manuaba, 1998).

Penurunan nafsu badan yang dirasakan oleh wanita yang mengalami hiperemesis gravidarum berkaitan dengan peningkatan kadar hormon pada arena posterma, suatu organ circumventricular pada bagian dasar ventricle keempat yang terlatak di luar penghalang otak darah (blood-brain barrier) (Whitehead, et al., 1992 dalam Wesson, 2002). Area ini biasa dikenal sebagai zona pemicu chemoreceptor (chemoreceptor

(19)

efek hilangnya selera makan (anorexic), keseimbangan energi dan fungsi-fungsi lainnya (Borison, 1989 dalam Wesson, 2002).

Pada minggu-minggu kehamilan pertama pada sebagian wanita hamil merasakan seperti memakan logam yang sudah lama, rasa ini akan merusak rasa makanan dan mengganggu bagi wanita yang mengalami gejala mual muntah sedang sampai berat (O’Brien & Naber, 1995 dalam Wesson, 2002). Salah satu partisipan dari penelitian yang dilakukan oleh O’Brien & Zhou (1992, dalam Wesson, 2002) menyatakan bahwa ia merasa seperti mendapatkan rasa logam yang benar-benar ada dalam mulutnya dan tidak bisa hilang sehingga bahkan membuat minum air menjadi sangat tidak menyenangkan.

Ptyalisme, atau air liur yang berlebih sering menyertai hiperemesis gravidarum dan beberapa wanita membutuhkan tempat untuk menampung air liur mereka tersebut (Gardner, 1997). Ptyialisme (kelebihan ludah) pada ibu hamil terjadi sejak usia gestasi 8 minggu dan biasanya disebabkan oleh hormon kehamilan (Bennet & Brown, 1999). Prawihardjo (1997) menyatakan bahwa ptyalisme terjadi karena ketidaksanggupan wanita tersebut menelan air ludahnya sebagai akibat dari mual.

(20)

sehingga menyebabkan rasa panas. Untuk menghindarinya usahakan makan sedikit-sedikit tapi sering. Hindari posisi membungkuk dengan melekukkan pinggang (O’Brien & Naber 1992, dalam Tiran 2008).

Kaltenbach (1891, dalam Wesson, 2002) menyatakan bahwa para wanita yang mengalami penyakit kehamilan tingkat berat, yaitu hiperemeses gravidarum, secara tidak wajar dan secara simbolik mengalami atau mengungkapkan perasaan benci mereka terhadap kehamilan dan kebencian terhadap suami dan bayi yang mereka kandung dan menganggapnya sebagai suatu emosi yang kuat. Hal ini terjadi karena pergolakan hormon, hampir semua wanita hamil secara emosional labil dan cenderung goyah (Stoppard, 2007).

Williams (2006) menyatakan bahwa pada awal kehamilan, sebagian besar wanita mengeluh kelelahan dan ingin tidur terus menerus. Keadaan ini biasanya mereda dengan sendirinya pada bulan keempat kehamilan dan tidak memiliki makna tertentu. Hal ini mungkin disebabkan oleh efek mengantuk yang ditimbulkan oleh progesterone. Wesson (2002) menyatakan bahwa wanita yang megalami tingkat lelah yang paling tinggi adalah wanita yang mengalami hiperemesis gravidarum.

3. Diagnosa Hiperemesis Gravidarum

(21)

didapatkan amenore, tanda kehamilan muda, dan muntah secara terus-menerus. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan pasien lemah, apatis, sampai koma, nadi meningkat sampai 100 kali per menit, suhu meningkat, tekanan darah turun, atau ada tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan elektrolit darah ditemukan kadar natrium dan klorida turun. Pada pemeriksaan kadar urine, kadar klorida turun dan dapat ditemukan keton (Mansjoer, et al., 2001).

4. Etiologi

Penyebab hipermesis gravidarum sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan faktor toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia (Prawirohardjo, 1997). Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang dikemukakan oleh Prawirohardjo (1997) adalah faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda.

Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon Chorionik gonadotropin dibentuk berlebihan. Hiperemsis gravidarum tampaknya berkaitan dengan kadar hCG yang tinggi atau meningkat pesat (Goodwin, et al., 1994; Van de Ven, 1997, dalam Williams, 2001). Penyakit hiperemesis gravidarum ini mungin juga disebabkan oleh kadar hormon estrogen yang meningkat (Prawirohardjo, 1997).

(22)

trimester pertama (Tiran, 2008).

Faktor predisposisi lain untuk hiperemesis gravidarum adalah keletihan, janin wanita, ulcus pepticum, mual dan muntah di kehamilan sebelumnya, penggunaan pil kontrasepsi saat prakonsepsi, mual pramenstruasi, merokok, stress, cemas, dan takut, masalah sosio-ekonomi, kesulitan dalam membina hubungan, dan wanita yang memiliki keluarga atau ibu yang mengalami mual dan muntah saat hamil (Tiran, 2008)

Hiperemesis gravidraum juga ditemukan pada wanita yang memiliki riwayat kehamilan yang jelek, memiliki bayi dengan jenis kelamin yang tidak diinginkan, kehamilan yang tidak diinginkan, atau kakhawatiran akan kehilangan pekerjaan (Bennet & Brown, 1999). Hubungan psikologik dengan hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti, tidak jarang dengan memberikan suasana baru dapat membatu ibu mengurangi frekuensi mual dan muntah (Prawirohardjo, 1997).

Frigo, et al. (1998, dalam Williams, 2006) mengungkapkan adanya keterkaitan terhadap Helicobacter pylori (penyebab ulkus peptikum) dengan hiperemesis gravidarum. Hayakawa, et al. (2000, dalam Tiran, 2008) menemukan adanya ganom

Helicobacter pylori dalam saliva wanita yang mengalami hiperemesis gravidarum dan

menyatakan bahwa infeksi Helicobacter pylori merupakan faktor penting dalam patogenesis hiperemesis gravidarum, meskipun bukan penyebab tunggal dari penyakit ini.

(23)

1997).

Komplikasi kehamilan yang paling sering disertai dengan gangguan psikologis adalah hiperemesis gravidarum (Prawirohardjo, 1997). Faktor psikologik juga merupakan faktor predisposisi dari penyakit ini, rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut pada tanggung jawab menjadi ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup (Prawirohardjo, 1997).

Prawirohardjo (1997) berpendapat bahwa muntah-muntah yang berlebihan merupakan komponen reaksi psikologik terhadap situasi tertentu dengan kehidupan wanita. Tanpa itu biasanya wanita hamil muda hanya akan menderita rasa mual dan muntah sedikit-sedikit (emesis gravidarum)

Faktor psikologi yang signifikan terindikasi yaitu wanita yang terpisah dari keluarganya, dengan symptom dari hiperemesis yang mereka alami berkurang ketika kembali ke lingkungan keluarganya (Smith, et al., 2006). Kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak direncanakan atau karena beban pekerjaan atau financial akan menyebabkan penderitaan batin, ambivelensi dan konflik yang dapat menyebabkan mual dan muntah dalam kehamilan atau memperparah gejala yang sudah ada. Kecemasan berdasarkan pengalaman kehamilan sebelumnya, terutama akan datangnya hiperemesis gravidarum atau preeclampsia, dapat memperburuk rasa sejahtera (Tiran, 2008).

(24)

migren dan sakit kepala, distensi, trauma atau infeksi uterus, kandung kemih atau pelvis ginjal, dan gangguan apparatus vestibular (Tiran, 2008).

5. Patofisiologi

Muntah diawali dengan stimilasi pusat muntah di medulla oblongata yang mengendalikan otot polos dalam dinding lambung dan otot skeletal di abdomen serta system pernapasan, dan zona pemicu kemoreseptoe di dasar ventrikel keempat, di dekat nervus vagus. Adanya stimulus dalam zona pemicu kemoreseptor dihantarkan ke pusat muntah yang menyebabkan otot dalam saluran gastrointestinal dan pernapasan memulai terjadinya muntah. (Tiran, 2008). O’Brient, et al. (1997 dalam Tiran 2008) juga menyebutkan bahwa efek pada apparatus vestibular, seperti yang terjadi pada mual dan muntah juga memiliki peran dalam hiperemesis gravidarum dengan banyak wanita melaporkan bahwa setiap stimulasi sensori terutama gerakan, dapat mencetuskan muntah.

6. Dampak hiperemesis gravidarum bagi janin

(25)

(Tiran, 2008). Zhou, et al. (1999, dalam Tiran, 2008) mengemukakan jika muntah yang berat terjadi pada awal kehamilan, kemungkinan muntah akan berlangsung lama dibandingkan dengan mual yang tidak disertai dengan muntah, dan tampak berhubungan dengan berat badan bayi lahir redah (BBLR).

Wanita yang mengalami hiperemesis gravidarum berat, dengan penurunan berat badan lebih dari 7 kg, memiliki kemungkinan mengalami keguguran, kelahiran bayi preterm, kelahiran mati, pertumbuhan terhambat, apgar score menit ke-5 kurang dari 7 dan kematian ibu (Ogunyemi, 2007; Quinlan & Hill, 2003).

7. Dampak hiperemesis gravidarum bagi ibu

Hiperemesis gravidarum yang berat dapat membahayakan ibu. Sebelum terapi infus ditemukan, hiperemesis merupakan faktor utama kematian ibu (Gardner, 1997). Hyperemesis gravidarum merupakan kondisi parah mual dan muntah yang terkait dengan 0,3% -2% dari semua kehamilan dan dapat mengakibatkan kehilangan 5% dari berat badan sebelum hamil, ketonuria, ketidakseimbangan asam basa, dehidrasi, seringkali memerlukan rawat inap bahkan kematian (Ogunyemi, 2007).

(26)

Mual dan muntah pada awal kehamilan berhubungan dengan penurunan berat badan dan berpengaruh pada psikologi penderitanya. Lebih dari 60% wanita yang menderita hiperemesis gravidarum mengalami depresi (Sheehan, 2007).

Hiperemesis memberikan dampak buruk pada keadaan umum penderitanya. salah satunya adalah muntah bercampur darah. Hal ini disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah kapiler pada lambung dan esophagus (Manuaba, 1998).

Bahaya lain yang mungkin terjadi pada ibu karena komplikasi dari hiperemesis gravidarum adalah hati; degenerasi lemak tanpa nekrosis, jantung; lebih kecil dari biasanya dan beratnya atrofi, kadang ditemukan perdarahan sub endokardial, otak; ada kalanya terdapat bercak-bercak perdarahan pada otak dan kelainan enselofati Wernicke (dilatasi kapiler dan perdarahan kecil-kecil di daerah korpora mamilaria ventikel ketiga dan keempat), ginjal; tampak pucat dan degenerasi lemak dapat ditemukan pada tubuli kontorti (Prawirohadjo, 1997).

8. Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum

(27)

yaitu dengan pendekatan terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi, petugas kesehatan harus mengerti bahwa penatalaksanaan yang adekuat dengan menggabungkan terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi ( Smith, et al., 2006).

a. Terapi nonfarmakologi 1) Pengobatan psikologis

Pendekatan psikologik sangat penting dalam pengobatan hiperemsis gravidarum. Bantuan moral dengan meyakinkan wanita bahwa gejala-gejala yang terjadi wajar dalam kehamilan muda dan akan hilang dengan sendirinya menjelang kehamilan 4 bulan sangat penting artinya (Prawirohardjo, 1997).

Kasus-kasus yang berat perlu dirawat dan ditempatkan di dalam kamar isolasi. Dengan demikian wanita yang bersangkutan dibebaskan dari lingkungan yang mungkin menjadi sumber kecemasan baginya. Memang suatu kenyataan bahwa gejala-gejala yang dialami mulai berkurang, bahkan kadang-kadang penderita sudah tidak muntah lagi sebelum terapi dimulai, atau sebelum pengaruh terapi dapat diharapkan (Prawirohardjo, 1997).

(28)

Penderita hiperemesis gravidarum harus didukung secara psikologis, termasuk penentaraman hati, mungkin konseling keluarga dan individu, dan mengurangi pekerjaan harian dan rangsangan lingkungan (Mesics, 2008).

2) Makan porsi kecil tapi sering

Keluhan mual dan muntah ini dapat diminimalisasi dengan makan porsi kecil tapi sering dan berhenti sebelum kenyang dan menghindari makanan yang mungkin akan memicu atau memperparah gejala (Williams, 2006). Rekomendasi umum yang dapat dipilih adalah makan makanan lunak dan manis, tinggi karbohidrat, rendah lemak, menghindari makanan berbau menyengat, dan tidak mengkonsumsi tablet besi (Mesics, 2008).

Mesics (2008) juga merekomendasikan makan dalam porsi kecil tapi sering setiap 2 sampai 3 jam, minum minuman mengandung gas diantara makanan lebih baik daripada dengan makanan untuk menghindari distensi lambung: makan rendah lemak, tinggi protein, menghindari makanan berminyak dan makanan asin untuk rasa.

3) Perubahan tingkah laku

Perubahan tingkah laku yang direkomendasikan untuk pasien yang menderita hiperemesis gravidarum yaitu untuk meningkatkan waktu istirahat, jalan-jalan mencari udara segar, menghindari gerak yang tiba-tiba, menghindari menggosok gigi segera setelah makan, dan berdiri sesaat setelah makan akan mengurangi muntah (Mesics, 2008)

(29)

hidung umumnya adalah bau makanan tapi kadang-kadang juga bau parfum atau bahan kimia. Meminimalkan bau dan peningkatan udara segar adalah kunci untuk menghindari mual (Mesics, 2008).

4) Penggunaan akupresure dan jahe

Murphy dan Chez (2000, dalam Williams, 2006) mengkaji terapi-terapi alternatif antara lain penggunaan akupuntur pada titik P6 dan bubuk jahe yang diberikan 250 mg 3-4 kali sehari. Smith, et al. (2006) juga menyatakan terapi alternatif yang biasa digunakan adalah penggunaan jahe, peppermint, dan daun raspberry. Jahe memiliki keuntungan sebagai sebuah terapi alternatif untuk penatalaksanaan variasi mual dan muntah dalam kehamilan. Dosis yang biasa digunakan untuk jahe adalah 1-2 gr/hari peroral 3-4 dibagi perdosis selama 3 minggu.

5) Pemijatan

(30)

Smith, et al. (2006) menyatakan bahwa ada alternatif pengobatan lain yang dapat digunakan untuk pengobatan hiperemesis gravidarum. Tetapi walaupun terapi dan produk alternatif sering diuraikan sebagai “yang alami”, kemujaraban dan keamanan produk tidak diatur oleh FDA. Herbal dan zat kimia lebih sering dipertimbangkan lebih aman untuk umum, walaupun demikian, kepercayaan bukanlah dasar yang ilmiah. Wanita memilih produk herbal yang tidak mepunyai catatan keamanan yang tersedia pada resep yang ada, mungkin karena kesalahan kepercayaan bahwa alami adalah sama dengan aman.

b. Terapi farmakologi

Tujuan dari perawatan hiperemesis gravidarum adalah mengurangi mual dan muntah, menggantikan cairan dan elektrolit, meningkatkan gizi dan berat badan ibu (Tiran, 2008).

1) Hospitalisasi

(31)

2) Pemberian obat-obatan

[image:31.612.108.556.185.581.2]

Obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan hiperemesis gravidarum adalah dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Obat-Obatan yang Digunakan dalam Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum (Quinlan & Hill, 2003)

Nama Obat Dosis Kategori

kehamilan Vitamin

Pyridoxine (Vit. B6) ‡

Doxylamine (Unisom) ‡

25 mg peoral 3 kali sehari 25 mg peoral sekali sehari

A § Antiemetik Chlorpromazine (Thorazine) Prochlorperazine (Compazine) Promethazine (Phenergan) Trimethobenzamide (Tigan) Ondansetron (Zofran) Droperidol (Inapsine)

10-25 mg peroral 2-4 kali sehari 5-10 mg peroral 3 atau 4 kali sehari 12.5 - 25 mg peroral setiap 4-6 jam 250 mg peroral 3 atau 4 kali sehari 8 mg peroral 2 atau 3 kali sehari

0.5 - 2 mg IV atau IM setiap 3 atau 4 jam

C C C C B C

Antihistamin dan antikolinergik

Diphenhydramine (Benadryl)

Meclizine (Antivert)

Dimenhydrinate (Dramamine)

25 - 50 mg peroral setiap 4-8 jam 25 mg peroral setiap 4-6 jam 50 - 100 mg peroral setiap 4-6 jam

B B B

Obat Motility

Metoclopramide (Reglan) 5 - 10 mg peroral 3 kali sehari B

Corticosteroid

Methylprednisolone (Medrol) 16 mg peroral 3 kali sehari, kemudian

diturunkan bertahap C

IV = intravena; IM = intramuscular.

‡--Kategori dalam kehamilan untuk doxylamine berhubungan dengan penggunaannya sebagai suplemen

§--Menurut Physicians' Desk Reference for Nonprescription Drugs and Dietary

Supplements, doxylamine tidak seharusnya diberikan pada wanita hamil atau wanita

(32)

Rusydi (2004) menyatakan bahwa NaCl-Kaen MG 3 hidup lebih efektif

dibandingkan dengan standar hidup dalam perawatan hyperemesis gravidarum kelas dua.

3) Penghentian kehamilan

Pada beberapa kasus, pengobatan hiperemesis gravidarum tidak berhasil, malah mengakibatkan keadaan ibu bertambah buruk sehingga diperlukan pertimbangan untuk melakukan penghentian kehamilan. Delirium, kebutaan, takhikardi, ikterus, anuria, dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik yang dapat menyebabkan penghentian kehamilan dapat dilakukan (Prawirohardjo, 1997; Manuaba, 1998).

D. Perasaan dan Emosi

Perasaan ialah keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat subjektif. Dengan perkataan lain perasaan disifatkan sebagai suatu keadaan jiwa sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang pada umumnya datang dari luar dan peristiwa-peristiwa tersebut pada umumnya menimbulkan kegoncangan-kegoncangan pada individu yang bersangkutan (Sosiawan, 2008).

Perasaan itu dialami oleh individu sebagai perasaan senang atau tidak senang (Sosiawan, 2008). Zubair (2008) menyatakan senang bermakna tidak adanya rasa sakit dalam badan dan tidak adanya kesulitan kejiwaan.

(33)

Ada yang mengalami keadaan sangat menyenangkan, tetapi sebaliknya juga ada yang biasa saja, dan bahkan mungkin ada yang mengalami perasaan yang kurang senang. Dengan demikian, sekalipun stimulusnya sama, tetapi perasaan yang ditimbulkan oleh stimulus tersebut dapat berlain-lainan. (2) perasaan bersifat subjektif, lebih subjektif bila dibandingkan dengan peristiwa-peristiwa kejiwaan yang lain. Sekalipun stimulusnya sama, perasaan yang ditimbulkan dapat bermacam-macam sifatnya sesuai dengan keadaan masing-masing individu. Perasaan dialami sebagai rasa senang atau tidak senang tingkatannya tidak sama. (Sosiawan, 2008).

(34)

E. Penelitian Fenomenologi

Fenomenologi diartikan sebagai pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal atau suatu studi tentang kesadaran dari perspektif dari seseorang (Husserl) (Linkoln & Guba, 1985 dalam Moleong, 2005). Istilah fenomenologi juga sering diartikan sebagai anggapan umum untuk menunjuk pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui. Istilah fenomenologi juga mengacu pada penelitian terdisiplin tentang kesadaran dari perspektif pertama seseorang (Linkoln & Guba, 1985, dalam Moleong, 2005).

Terdapat dua macam penelitian fenomenologi, yaitu fenomenologi deskriptif dan fenomenologi interpretif. Fenomenologi deskriptif berfokus kepada penyelidikan fenomena, kemudian pengalaman yang seperti apakah yang terlihat dalam fenomena (fenomenologi deskriptif) dan bagaimana mereka menafsirkan pengalaman tersebut (fenomenologi interpretif). Tujuan dari penelitian fenomenologi adalah untuk menggambarkan secara penuh tentang pengalaman dan pengembangan persepsi. Terdapat empat aspek dalam fenomenologi yaitu: (1) ruang kehidupan; (2) kehidupan tubuh (memenuhi kebutuhan badaniah); (3) usia (kesementaraan); (4) kehidupan hubungan manusia (hubungan) (Polit, et al., 2001).

(35)

Beberapa ciri pokok fenomenologi yang diakukan oleh peneliti fenomenologis yaitu: (1) fenomenologis cenderung mempertentangkan dengan ’naturalisme’ yaitu yang disebut objektivisme dan positifisme, yang telah berkembang sejak zaman Renaisans dalam ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) secara pasti fenomenologis cenderung memastikan kognisi yang mengacu pada apa yang oleh Husserl disebut ’Evidenz’, yang merupakan kesadaran tentang sesuatu benda itu sendiri secara jelas dan berbeda dengan yang lainnya, yang mencakupi untuk sesuatu dari segi itu; (3) fenomenologis cenderung percaya bahwa bukan hanya sesuatu benda yang ada dalam dunia alam dan budaya (Linkoln & Guba, 1985, dalam Moleong, 2005).

Fenomenologis percaya bahwa kehidupan seseorang adalah berharga dan menarik, karena kesadaran seseorang tentang kehidupan tersebut. Ungkapan menjadi sesuatu di dunia (perwujudan) adalah sebuah konsep tentang ketajaman ikatan fisik seseorang pada dunia mereka, seperti berfikir, melihat, mendengar, rasa, dan interaksi antara perasaan yang terus menerus pada tubuh mereka dengan dunia (Polit, et al., 2001).

(36)

Dalam sebuah penelitian fenomenologi sumber data utama adalah data percakapan yang mendalam, dengan peneliti dan informan sebagai partisipan. Peneliti membantu partisipan untuk menggambarkan pengalaman hidup tanpa memimpin diskusi. Selanjutnya, dalam percakapan yang dalam, peneliti berusaha menambahakan jalan kepada partisipan untuk mendapatkan akses penuh tentang pengalaman hidup mereka. Terkadang, dua wawancara terpisah atau beberapa pembicaraan diperlukan. Secara khas, penelitian fenomenologi melibatkan sedikit partisipan, sering 10 orang atau lebih sedikit (Polit, et al., 2001).

(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka desain penelitian yang digunakan adalah desain fenomenologi untuk mengetahui bagaimana pengalaman ibu dengan hiperemesis gravidarum.

B. Populasi dan sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang pernah dirawat di Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center Pekanbaru dengan diagnosa hiperemesis gravidarum tingkat I. Data pasien dengan diagnosa hiperemesis gravidarum tingkat I bulan Januari – Oktober 2008 dari hasil survey pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 1 November adalah berjumlah 55 orang.

2. Sampel

Jumlah sampel yang diteliti pada penelitian ini adalah 10 orang Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purposive sampling. Metoda pengambilan data dan sampel adalah sampai dengan saturasi data.

Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Ibu yang pernah mengalami hiperemesis gravidarum tingkat I dengan tanda muntah

(38)

dehidrasi, nyeri daerah epigastrium, tekanan darah menurun, nadi meningkat, lidah kering, mata tampak cekung.

b. Bersedia untuk diwawancarai.

C. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center Pekanbaru, dengan pertimbangan peneliti pernah bekerja di lokasi tersebut dan dari data yang didapatkan pada survey pendahuluan, di rumah sakit tersebut terdapat banyak pasien yang dirawat dengan diagnosa hiperemesis gravidarum tingkat I, sebanyak 55 orang.

D. Waktu penelitian

Penelitian ini berlangsung pada tanggal 24 November 2008 sampai dengan 4 Juni 2009.

E. Etika penelitian

(39)

partisipan dapat terjaga.

F. Alat pengumpulan data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen penelitian dengan dibantu oleh kuesioner data demografi dan panduan wawancara. Kuesioner data demografi berisi pertanyaan mengenai data umum partisipan pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang berupa usia, usia perkawinan, agama, suku, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan paritas. Panduan wawancara berisi pertanyaan yang akan diajukan.

Panduan wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Coba ibu ceritakan tentang mual dan muntah belebihan yang ibu alami dalam kehamilan ini!

2. Coba ibu ceritakan tentang keadaan seperti apa yang dapat menyebabkan ibu mual dan muntah yang berlebihan!

3. Upaya apa saja yang ibu lakukan untuk mengurangi mual dan muntah yang berlebihan tersebut?

4. Bagaimana perasaan ibu setelah mual dan muntah berlebihan yang ibu alami mulai berkurang?

G. Prosedur pengumpulan data

(40)

RS. Pekanbaru Medical Center Pekanbaru. Setelah memilih pertisipan sesuai dengan kriteria, peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu dan menjelaskan hal yang terkait dengan penelitian. Selanjutnya partisipan menjawab pertanyaan yang terdapat pada lembar kuesioner sesuai dengan petunjuk pengisian kuesioner dan diberikan kesempatan untuk bertanya kepada peneliti apabila menemukan kesulitan dalam menganalisa pertanyaan yang diajukan. Setelah partisipan mengisi kuesioner, peneliti melakukan wawancara mendalam untuk mendapatkan informasi dan merekamnya menggunakan alat perekam digital. Wawancara dilakukan satu kali terhadap masing-masing partisipan dan dalam waktu 20-30 menit. Setelah pengumpulan data pada 10 orang partisipan, peneliti mendapatkan saturasi data, maka pengumpulan data dihentikan.

H. Analisa data

Setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul, peneliti menganalisa data dengan menggunakan metode Colaizzi (1978, dalam Polit, et al., 2001), yaitu:

1. Membaca semua panduan untuk mendapatkan perasaan mereka. 2. Mengulangi setiap panduan dan menyaring pernyataan penting.

3. Menerangkan pengertian dari setiap pernyataan penting (misalnya merumuskan pengertian).

4. Mengumpulkan data pada kelompoknya, (a) menunjukkan kelompok ini kembali pada panduan awalnya untuk mensahkan mereka; (b) mencatat ketidakcocokan diantara dan/atau diantara variasi kelompok, menghindarkan godaan pengabaian data atau tema yang tidak cocok.

(41)

6. Merumuskan deskripsi lengkap tentang fenomena yang diteliti dengan pernyataan tegas dengan identifikasi yang mungkin.

7. Menyatakan kepada parisipan tentang sejauh mana temuan sebagai akhir pengesahan langkah.

I. Tingkat Keabsahan Data

Tingkat kepercayaan hasil penelitian yang penelitian lakukan berpegang kepada empat prinsip dan kriteria menurut Linkoln dan Guba (1985, dalam Danim, 2003). Keempat prinsip dan kriteria tersebut ialah:(1) credibility; (2) dependability; (3)

confirmabiliyt,(4) transferability.

Prinsip kredibilitas (credibility) merujuk pada apakah kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya dalam makna mengungkapkan kenyataan yang sesungguhnya. Untuk memenuhi kriteria ini, peneliti akan melakukan member check dan wawancara atau pengamatan secara terus-menerus sehingga mencapai tingkat redundancy.

Prinsip dependabilitas (dependability) merujuk apakah hasil penelitian tersebut memiliki keandalan atau reliabilitas. Prinsip ini dapat dipenuhi dengan peneliti mempertahankan konsistensi teknik pengumpulan data, dalam menggunakan konsep, dan membuat penafsiran atas fenomena.

Prinsip konfirmabilitas (confirmability) bermakna keyakinan atas data penelitian yang diperoleh. Untuk memenuhi kriteria tersebut peneliti menginformasikan hasil penelitian kepada pembimbing, karena pembimbing merupakan seorang yang ahli dalam bidang penelitian kualitatif fenomenologi.

(42)
(43)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang pengalaman ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum. Kesepuluh partisipan yang diteliti pernah dirawat di Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center Pekanbaru. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara mendalam menggunakan alat perekam digital.

A. Karakteristik Partisipan

(44)
[image:44.612.131.514.128.533.2]

partisipan lainnya berpendidikan terakhir perguruan tinggi. Data demografi partisipan dapat dilihat pada Table 4.1.

Tabel 4.1. Data Demografi Partisipan

No Karakteristik Jumlah

1 Usia Ibu

25 - 30 tahun 31 - 36 tahun

6 4 2 Lama usia perkawinan

1 - 5 tahun 6 - 10 tahun

8 2 3 Jumlah anak

1 2 3 2 (kembar) 5 3 1 1 4 Agama

Islam

Kristen Protestan

8 2 5 Suku

Minang Jawa Batak Melayu 2 4 2 2 6 Pekerjaan

Pegawai swasta Ibu rumah tangga

5 5 7 Pendidikan

SD SMP SMU Perguruan Tinggi 1 1 3 5

B. Pengalaman Ibu Hamil dengan Hiperemesis Gravidarum

(45)

1. Karakteristik hiperemesis gravidarum

Dari hasil wawancara diperoleh bahwa semua partisipan mengalami hiperemesis gravidarum dengan karakteristik mual dan muntah berlangsung terus menerus, muntah terjadi sampai usia kehamilan lebih dari 3 bulan, nafsu makan berkurang, sampai keluar cairan lambung, selalu ingin meludah, lebih parah terjadi pada anak pertama, sakit perut, perut tarasa panas, dan tidak menyukai bau suami.

a. Mual dan muntah berlangsung terus menerus

Seluruh partisipan menyatakan bahwa mereka mengalami mual dan muntah yang terus menerus, sampai-sampai dua orang partisipan meletakkan tempat muntah disampingnya untuk menampung muntahannya. Hal ini dapat dilihat dari peryataan partisipan berikut:

Udah gak tau lagi berapa kali muntahnya sehari. Setiap saat. Sampai-sampai ember ditarok aja disamping saya. Rasanya udah gak ada lagi yang bisa dimuntahkan, tapi tetap aja mau muntah. (Partisipan 1)

Saya tau saya hamil setelah setelah 2 bulan. Waktu itu masuk 2 bulan muntah aja, trus tes pake test pack ternyata positif. Setelah ketauan positif malahan besoknya muntah-muntah terus. (Partisipan 3)

Makan muntah minum muntah. Apa yang masuk muntah terus. Penuhlah 2 bulan tambah parah, muntah-muntahlah gak berenti-berenti.

(Partisipan 8)

b. Muntah terjadi sampai usia kehamilan lebih dari 3 bulan

(46)

muntah sampai usia kehamilan lima bulan, lima orang partisipan muntah sampai usia kehamilan 6 bulan dan satu orang partisipan lainnya muntah sampai usia kehamilan tujuh bulan. Penyataan partisipan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah:

Jadi muntahnya dari umur 2 bulan. Stopnya itu 5 bulan muntah

muntahnya. (Partisipan 3)

Jadi kan saya hamil itu kembar. Jadi dari bulan pertama saya hamil sampe bulan keenam, emang mual muntah terus. (Partisipan 4)

Orang bilang sampe 3 bulan, tapi saya sampe 6 bulan, saya heran sampe masuk bulan ke-4 kok masih muntah juga, makanya jadi 2 kali dirawatnya.

(Partisipan 5) c. Nafsu makan berkurang

Tujuh dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa selama mengalami hiperemesis gravidarum nafsu makan mereka berkurang, bahkan tidak ada makan dan minum walaupun telah minum obat-obatan. Pernyataan partisipan tersebut antara lain:

Suami saya bingung, ketika saya ditanyakan sudah makan atau minum saya jawab belum karena begitulah kenyataannya, memang tidak ada

minum apalagi makan. (Partisipan 1)

Setiap yang dimakan muntah, jadi gak bisa makan apa-apa. Walaupun sudah minum obat tetap aja muntah, jadi memang sama sekali gak ada

yang masuk makanannya. (Partisipan 3)

Dipaksa minum karena udah seharian gak minum, muntah terus. Kalo makan nasi dari hamil sebulan sampe umur hamil 7 bulan gak

pernah saya makan nasi. (Partisipan 8)

(47)

d. Keluar cairan lambung

Empat dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa mereka sampai memuntahkan cairan lambung berwarna kuning dan pahit karena menurut mereka sudah tidak ada yang dapat dimuntahkan lagi. Hal ini diungkapkan melalui pernyataan partisipan berikut:

Muntahnya sampe keluar yang warna kuning, pahit, tapi gak sampe keluar darah, soalnya kawan saya ada yang sampe keluar darah. Saya gak cuma

yang warna kuning tu aja. (Partisipan 1)

Sampai muntahnya pahit, habis udah gak ada lagi yang mau dikeluarkan, tapi tetap aja maunya muntah terus, sampai warna kuning. (Partisipan 6)

e. Selalu ingin meludah

Dua dari sepuluh partisipan menyatakan bahwa selama mengalami hiperemesis gravidarum mereka selalu ingin meludah, sampai-sampai mereka harus meletakkan ember di dekat mereka. Ungkapan partisipan tersebut dapat dilihat dari pernyataan pernyataan partisipan berikut:

…saya tekankan lidah saya pada langit-langit mulut, supaya bisa menyumbat ludah yang keluar, karena saya selalu ingin meludah.

(Partisipan 6)

Waktu itu saya suka sekali meludah. Dari umur 1 bulan sampai 5 bulan suka meludah, gak berenti-berenti. Susah nelen ludah. Terpaksa ditarok ember di kamar untuk tempat meludah. (Partisipan 9)

f. Lebih parah pada kehamilan anak pertama

(48)

Saya muntah dari anak pertama sampai anak ketiga…. Tapi yang parah waktu saya hamil anak perempuan yang pertama. (Partisipan 6)

Saya muntah-muntah ini waktu hamil anak kedua. Tapi yang pertama juga muntah-muntah malah lebih hebat. (Partisipan 10)

g. Sakit perut

Empat dari sepuluh partisipan merasakan sangat sakit sehingga ingin agar anak yang mereka kandung keluar. Hal tersebut merujuk dari pernyataan partisipan berikut:

Sangking sakitnya saya pengen melompat aja biar anak ini keluar, tapi suami saya malah marah-marah dan bilang saya sudah gila, mau bunuh anak sendiri. Saya gak tau lagi mesti gimana, sakit sekali, gak tahan.

(Partisipan 6)

Pasrah aja,mau meninggalpun gak apa-apa, terserahlah. Pasrah aja sangking sakitnya. Semua udah keluar, dari yang putih sampai yang kuning yang pahit itu, darah[un udah keluar (Partisipan 8)

h. Perut terasa

panas

Salah seorang partisipan menyatakan bahwa perut terasa panas seperti orang yang akan keguguran. Pernyataan partisipan tersebut adalah sebagai beikut:

Perut terasa panas, rasanya kayak orang mau keguguran walaupun saya belum pernah keguguran. Perutnya panas sekali waktu itu. Sampai saya minta kepada Tuhan untuk jatuhkan kandungan saya, karena saya udah gak tahan lagi. (Partisipan 7)

i. Tidak

menyukai bau suami

(49)

pulang kerja harus mandi terlebih dahulu dan tidak boleh memakai wangi-wangian. Ketidaknyamanan ini dirasakan oleh empat orang partisipan. Hal yang berkaitan dengan pernyataan partisipan tersebut adalah:

Cuma bau suami saya gak suka. Kalo pulang kerja harus mandi dulu, kalo gak mandi gak bisa dekat. Kalo dia pake wangi-wangian gak

suka, gak mandipun gak suka (Partisipan 9)

Saya benci sekali sama suami saya, apalagi kalau dia mendekat

(Partisipan 6)

2. Faktor penyebab hiperemesis gravidarum

Dari hasil wawancara diperoleh bahwa kemungkinan yang menjadi faktor penyebab terjadinya hiperemesis gravidarum yang dialami oleh partisipan adalah hanya karena bawaan hamil, adanya penyakit lain, adanya faktor keturunan, karena faktor psikologis, dan karena kehamilan kembar.

a. Bawaan hamil

Lima dari sepuluh partisipan menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui penyebab pasti dari hiperemesis gravidarum yang mereka alami, kemungkinan penyebab dari hiperemesis gravidarum tersebut hanya karena bawaan hamil. Hal yang berhubungan dengan hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut:

Orang bilang karena pikiran.Tapi waktu itu saya gak mikirin apa-apa

kok. Mungkin bawaan bayi. (Partisipan 1)

Saya gak tau juga, tapi saya tanya tetangga mungkin karena bawaan

hamil, muntah aja terus. (Partisipan 3)

Gak tau. Katanya cuma pengaruh hamil aja. Kalo diperiksa katanya

cuma bawaan bayi aja. (Partisipan 9)

(50)

Dua dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa penyebab dari hiperemesis yang mereka alami adalah mungkin karena adanya penyakit lain, yaitu penyakit maag yang sudah lama tidak kambuh. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan partisipan:

Tapi mungkin juga karena saya punya sakit maag, tapi gak parah dan

udah lama gak kambuh. (Partisipan 1)

Gak ada, tapi mungkin karena sakit maag. Saya sudah lama sakit maag,

tapi udah lama gak kambuh. (Partisipan 5)

c. Faktor keturunan

Tiga dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa penyebab dari hiperemesis gravidarum yang mereka alami kemungkinan karena adanya faktor keturunan bahkan seorang partisipan menyatakan bahwa keluarganya sampai meninggal karena menderita hiperemesis gravidarum. Pernyataan partisipan tersebut adalah:

Saya juga heran, mungkin keturunan juga ya, soalnya keluarga saya juga ada yang seperti ini. Ibu saya juga hiperemesis. (Partisipan 3)

Mungkin karna keturunan juga ya, soalnya keluarga juga ada yang muntah-muntah. Adik bapak juga muntah-muntah sampai 5 bulan, 4 bulan, dia juga yang sampe melahirkan masih muntah. Dia meninggalnya juga karena ngidam. (Partisipan 8)

d. Faktor psikologis

(51)

partisipan:

Mungkin karena psikologis gak tau juga lah ya, karena tau hamil kali. Soalnya udah lama nunggunya sampe 1,5 tahun baru hamil, jadi kan

pengen dimanjain. (Partisipan 3)

Cuma mungkin ya dulu kita hidup sama orang tua serba ada, waktu udah sama suami saya tinggal di pekanbaru ini di gubuk, bocor-bocor. Jadi batin ini tertekan. .. Kalo mental udah siap karena udah berumur, jadi penderitaan itu bisa diatasi. Tapi batin ini gak terima. Mungkin disitu jadinya terganggu semuanya. (Partisipan 8)

Hanya ketakutan aja. Nanti kalo aku hamil kayak yang pertama lagi, awalnya. Waktu mulai hamil udah ketakutan. Trauma rasanya. Nanti kalau aku hamil kayak semula gak ya. (Partisipan 10)

e. Kehamilan kembar

Salah satu partisipan menyatakan bahwa penyebab dari hiperemesis gravidarum adalah mungkin karena kehamilan kembar sehingga hormon kehamilan menjadi berlebihan dan menyebabkan muntah yang dialaminya juga berlebihan. Pernyataan tersebut dikutip dari pernyataan partisipan tersebut adalah:

Mungkin karena kembar itu aja ya, bikin muntahnya berlebihan, soalnya kan hormonnya berlebihan makanya mual dan muntahnya jadi

berlebihan juga. (Partisipan 4)

3. Faktor pencetus mual dan muntah

Dari hasil wawancara diperoleh bahwa faktor pencetus dari mual dan muntah yang mereka alami adalah karena intoleransi terhadap bau, intoleransi terhadap cahaya, perubahan posisi, minum air es, dan karena naik kendaraan.

a. Intoleransi terhadap bau.

(52)

mencium bau apa saja, bau makanan dan bau wangi-wangian karena akan merasa mual bahkan muntah setelah mencium bau-bauan tersebut. Kutipan dari penyataan partisipan tersebut adalah:

Saya tidak bisa mencium bau apa saja, mengundang mual dan muntah. Orang yang masak nasi, saya yang rasanya mau mati. Orang yang goreng bawang, saya yang mau mati, sangking seringnya muntah.

(Partisipan 1)

Perut ini dipaksa terus supaya muntah. Begitu mencium bau-bauan pasti langsung muntah … Semua bau makanan. Bahkan seperti yang saya bilang, ke dapur aja saya muntah, apalagi nyium bau makanan, wah gak kebayang berapa kali muntahnya. (Partisipan 6)

b. Intoleransi terhadap cahaya

Salah satu partisipan menyebutkan bahwa setiap melihat cahaya matahari ia lansung merasa lemas sehingga lebih memilih untuk tidur dibawah kolong tempat tidur.. Pernyataan pertisipan tersebut adalah:

…maunya tidur aja tapi maunya dibawah kolong tempat tidur. Soalnya saya gak bisa lihat sinar matahari. Kalo lihat sinar matahari langsung lemas. Jadi enaknya dikolong tempat tidur, yang sejuk-sejuk.

(Partisipan 6) c. Perubahan posisi

Salah satu partisipan menyatakan bahwa apabila duduk atau berdiri akan menyebabkan mual dan muntah. Hal ini merujuk dari pernyataan partisipan:

…kalo duduk atau berdiri jadi pusing, mual maunya muntah.

(Partisipan 5)

d. Karena naik kendaraan

(53)

mobil akan memicu mual dan muntah padahal sebelum hamil ia tidak pernah mabuk kendaraan. Hal tersebut diungkapkan oleh salah seorang partisipan dan dapat dapat dilihat dari pernyataan berikut:

Setiap jalan-jalan pake motor atau pake mobil pasti muntah, padahal sebelum hamil saya gak pernah mabok. (Partisipan 2) 4. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi hipremesis gravidarum

Dari hasil wawancara diketahui bahwa beberapa upaya yang dilakukan oleh partisipan untuk mengurangi hiperemesis gravidarum antara lain adalah dengan pengobatan psikologis, makan sedikit tapi sering, makan makanan manis, menambah waktu istirahat/ tidur, pengobatan medis, dan dengan pengobatan alternatif.

a. Penanganan psikologis

Salah satu cara yang dilakukan oleh dua dari sepuluh orang partisipan untuk mengurangi mual dan muntah yang mereka alami adalah dengan penanganan psikologis karena hanya dengan penanganan psikologis tersebut gejala hiperemesis yang mereka alami sudah dapat berkurang, antara lain dengan kembali ke rumah orang tua, jalan-jalan, dan minum air tetangga. Partisipan yang berkaitan dengan kembali ke rumah orang tua dapat dilihat dari pernyataan berikut:

Tapi kalo dibawa ke rumah ibu ku muntahnya kurang, saya bisa makan sama minum, paling-paling muntahnya cuma sekali sehari. (Partisipan 7)

Penanganan medis lain yang dilakukan oleh dua orang partisipan adalah dengan jalan-jalan, karena dengan jalan-jalan akan mengurangi mual dan muntah yang dialami. Pernyataan partisipan tersebut adalah:

(54)

(Partisipan 3)

Jadi setiap mati lampu jam berapapun itu, jam 12 malam sekalipun harus keluar jalan-jalan. Kalo gak pasti muntah. (Partisipan 4)

b. Makan porsi kecil tapi sering

Cara lain yang dilakukan oleh tiga dari sepuluh orang partisipan adalah dengan mengubah pola makan menjadi makan dalam porsi kecil tapi sering dengan makan cemilan dan tidak menunda waktu makan. Hal ini dikutip dari pernyataan partisipan berikut:

Satu lagi kalo makannya kebanyakan kan muntah, jadi kalo di rumah mama tu sering buat cemilan tahu dan tempe diiris, digoreng, ditabur sama garam. Jadi makan nasinya sedikit ngemilnya yang banyak. Sambil nonton TV ngemil, itu bisa ngurangi muntah. (Partisipan 4)

Sampe 9 bulan itu saya harus makan sedikit-sedikit tapi sering. Kapanpun kalo saya lapar saya harus makan, meskipun itu tengah malam. Kalo gak ato telat pasti muntah lagi. (Partisipan 5)

c. Makan makanan manis

Upaya lain yang dilakukan pertisipan untuk mengurangi hiperemesis yang mereka alami adalah dengan makan makanan manis dan minum susu ibu hamil. Makan makanan manis dilakukan oleh enam partisipan. Pernyataan partisipan yang berkaitan dengan makan makanan manis adalah:

Kalau minum mau, tapi harus yang manis-manis, dikasih gula. Kalau gak dikasih gula tetap aja gak bisa (Partisipan 1)

Kalau ngemil terus mualnya agak kurang, tapi harus yang manis-manis, yang asam gak mau. Sampe umur 6 bilan itu saya makannya

(55)

Selain makan makanan manis, empat orang partisipan menyatakan tetap mencoba minum susu demi kepentingan bayinya. Pernyataan partisipan tentang upaya mengurangu hiperemesis dengan minum susu adalah:

Pertama itu minum susu. Pagi-pagi minum susu ibu hamil hangat, kalo malam minum susu hamil tapi dikasih es. (Partisipan 4)

Saya tetap coba minum susu ibu hamil yang untuk mual muntah itu walaupun habis itu muntah lagi, tapi gak apa-apa, yang penting bayi

saya dapat makan. (Partisipan 6)

d. Menambah waktu istirahat/tidur

Empat dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa cara yang mereka lakukan untuk mengurangi hiperemesis gravidarum yang mereka alami adalah dengan menambah waktu istirahat atau tidur karena setelah tidur badan mereka menjadi lebih enak dan tidak muntah. Hal ini diungkapkan oleh partisipan berikut:

Karena badannya lemas terus dibawa baring aja. Habis baring jadi

enakan. (Partisipan 2)

Kedua setiap habis makan, baring, tiduran dulu biar gak muntah.

(Partisipan 4)

e. Pengobatan medis

Selain itu, seluruh partisipan juga mencoba untuk melakukan pengobatan medis untuk mengurangi hiperemesis yang mereka alami yaitu dengan minum obat-obatan yang diberikan dokter dan pengobat-obatan dengan infus. Pernyataan yang menyatakan upaya melakukan pengobatan medis dengan menggunaan infus adalah:

Oleh dokter diinfus, sampe nyari urat untuk masang infusnya aja payah, sampe diikat pake tali gak tau berapa kali tusuk. (Partisipan 7)

(56)

(Partisipan 10)

Selain penggunaan infus, seluruh partisipan menyatakan mereka meminum obat-obatan yang diberikan dokter untuk mengurangi mual dan muntah yang mereka alami. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut:

Cuma obat-obatan aja yang masuk. Itu aja yang bisa membantu, tapi cuma sementara aja, habis itu ya muntah lagi. (Partisipan 3)

Waktu dirawat saya Cuma minum obat-obatan dokter aja. Lagian saya gak percaya dengan obat-obatan tradisional. (Partisipan 4)

f. Pengobatan alternatif

Selain menjalankan pengobatan medis, enam orang partisipan juga melakukan pengobatan alternatif, antara lain dengan minum air jahe dan pemijatan. Salah satu partisipan mengetahui pengobatan alternatif dengan menggunakan jahe dari teman dan mereka yakin dengan pengobatan alternatif ini gejala hiperemesis gravidarum yang dialami dapat berkurang. Hal ini dikutip dari pernyataan partisipan:

Setelah tanya sana-sini ada teman suami saya yang menyarankan minum air jahe hangat, saya minum 2 kali sehari pagi dan sore, ada

kurang mualnya. (Partisipan 3)

Dua orang partisipan melakukan pengobatan alternatif lain yaitu dengan pemijatan. Pernyataan partisipan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

Sampe dikusuk juga. Kata orang tua mungkin saya kena guna-guna sampai saya gak bisa tidur malam, lari sana, lari sini, kayak orang

yang mau melahirkan. (Partisipan 7)

Saya juga dikusuk hamil 4, 5, 6 bulan. Tapi ya itu masih muntah juga. Kalo vitamin itu ntah kayak mana-mana. Udah tiap saat minum vitamin

(57)

5. Dampak hiperemesis gravidarum

Dari hasil wawancara diketahui bahwa dampak yang dialami oleh partisipan akibat hiperemesis gravidarum adalah penurunan berat badan, trauma, badan lemas, sampai dirawat, mengganggu aktifitas sehari-hari dan keadaan umum memburuk.

a. Penurunan berat badan

Dampak yang dirasakan oleh sembilan dari sepuluh orang partisipan adalah penurunan berat badan. Salah satu partisipan menyatakan bahwa badannya sudah seperti kerangka karena tidak mau makan dan minum. Naiknya berat badan ibu setelah gejala hiperemesis gravidarum sudah mulai berkurang. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut:

Wah saya kurus kering waktu itu. Beratnya turun 8 kg. Dari 50 ke 42. Saya selalu timbang sama bidan dekat rumah. (Partisipan 1)

Berat saya turun dari 50 ke 43 kg. Kurus banget. Naik berat badannya waktu muntahnya udah kurang. (Partisipan 3)

Badan saya tinggal tulang, gak ada dagingnya lagi. 40 kg, orang hamil apa itu? Emang sih gak turun dari sebelum hamil tapi gak ada naiknya kan? Masak hamil 7 bulan masih juga 40 kg. (Partisipan 8)

Kalau si Pipit turun. Kayak kerangka. Makan gak mau, minum gak mau, apapun gak mau. Udah kayak kerangka mayat. Kira-kira 8 kg.

(Partisipan 10) b. Trauma

Dua dari sepuluh orang partisipan meraskan dampak lain dari hiperemesis gravidarum yaitu trauma setelah mengalami hiperemesis gravidarum, sehingga ia tidak ingin menambah anak. Pernyataan partisipan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah:

(58)

Trauma dek. Sampai-sampai waktu muntah itu saya doa, Ya Allah, ya Tuhanku, janganlah aku dikasih anak lagi ya Allah. Inilah untuk yang terakhir kali, ya Allah. Dua-dua yang Kau beikan sama kayak gini. Udah gak tau lagi aku ngomong. Mudah-mudahan Kau berikan aku anak perempuan, aku udah gak mau minta lagi, ya Allah. (Partisipan 10)

c. Badan lemas

Dampak lain yang dirasakan oleh tiga dari sepuluh orang partisipan adalah merasa badannya lemas bahkan untuk berjalan saja sudah tidak sanggup. Hal ini diungkapkan melalui pernyataan partisipan berikut:

Badan ini rasanya lemas sekali. Lutut ini rasanya sudah gak berdaya, gak ada gairah apa-apa. Maunya diletakkan aja, trus muntah, selalu

gitu. (Partisipan 1)

Saya gak ngerasa perut saya sakit waktu itu, cuma badan saya lemas, capek untuk jalan aja gak sanggup. (Partisipan 3)

d. Menjalani rawat inap

Lima dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa dampak yang mereka rasakan akibat hiperemesis gravidarum ini adalah mereka sampai harus beberapa kali menjalani rawat inap di rumah sakit karena sama sekali tidak ada makan maupun minum. Waktu perawatan di rumah sakit yang dialami partisipan berkisar antara dua sampai empat hari dengan frekuensi ulangan tiga kali dirawat. Hal tersebut merujuk dari pernyataan partisipan berikut:

Gak ada, karena itu sampe dirawat 3 kali, karena gak ada makan dan minum. Setiap masuk muntah lagi, makanya dirawat, pasang infus.

(Partisipan 3)

Pertama kali dirawat waktu hamil 2 bulan, waktu itu benar-benar gak bisa makan sama sekali. Dirawat sampe 2 kali. Yang pertama 2 hari, yang kedua 4 hari. Yang kedua saya lupa kapan dirawatnya, tapi waktu

itu bulan puasa. (Partisipan 5)

e. Mengganggu aktifitas sehari-hari

(59)

partisipan pergi kerja hanya untuk mengisi absen dan seorang partisipan lain sampai tidak sadar dan tidak dapat memikirkan diri sendiri karena selalu melamun. Hal tersebut merujuk dari pernyataan partisipan berikut:

Saya kerja cuma pergi tidur aja, setelah absent ceklok, langsung tidur, gak kerja apa-apa, berdiri pasti pusing, makanya baring aja.

(Partisipan 5)

Saya ngidamnya sampai saya gak sadar, saya udah gak bisa mikirin diri saya. Sampai-sampai waktu saya kerja saya sering melamun, waktu nyenggol barang panas baru saya sadar kalo saya sedang kerja, habis

melamun terus. (Partisipan 6)

f. Keadaan umum menjadi buruk

Yang lebih parah, tiga dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa keadaan umum mereka memburuk sebagai akibat dari hiperemesis gravidarum. Dua orang partisipan sampai muntah darah. Hal ini diungkapkan oleh partisipan:

Malah bulan ke-5 sampe muntah darah segar, dibawa opname, diinfus...Pasrah saya, mau meninggalpun gak apa-apa, terserah lah. Pasrah aja sangking sakitnya. Semua udah keluar, dari yang putih sampai yang kuning yang pahit itu, darahpun udah keluar. (Partisipan 8)

Waktu umur 3 bulan sampai muntah darah. Habis udah gak ada lagi yang mau dimuntahkan lagi…Muntah darah, muntah yang kuning-kuning, pahit. Soalnya yang dimakan gak ada. Tapi orang bilang gak apa-apa. Kalo makan nasi, trus muntah, nasi itu udah merah

(Partisipan 9)

Salah satu partisipan menyatakan bahkan sampai muntah cacing dari mulut karena mereka beranggapan sudah tidak ada lagi yang bisa dimuntahkan. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut:

Akhirnya masuk hamil 7 bulan muntahnya tambah parah, sampai keluar cacing dari mulut. Wuih nangis saya. Beginilah rasanya sampai

(60)

6. Perasaan ibu ketika mengalami hiperemesis gravidarum a. Tidak senang

Dari hasil wawancara yang dilakukan ditemukan bahwa seluruh ibu yang diwawancarai merasakan tidak senang ketika mengalami hiperemesis gravidarum.

Perasaan tidak nyaman yang diungkapkan partisipan sesuai dengan pernyataan berikut:

Seperti yang sudah saya ceritakan, sampai hamil 9 bulan itu saya tidak merasakan ada enaknya. Bahkan setelah melahirkan. (Partisipan 1)

Tersiksa, sedih, senang, campur aduk semuanya. Saya baru menyadari bahwa inilah yang namanya hamil. (Partisipan 2)

7. Perasaan ibu setelah hiperemesis gravidarum berkurang

Dari wawancara yang dilakukan didapatkan bahwa setelah hiperemesis gravidarum yang dialami mulai berkurang ada partisipan yang menyatakan senang, tetapi ada juga partisipan yang merasakan badannya tetap kurang senang.

a. Senang

Setelah hiperemesis gravidarum yang dialami berkurang, tujuh dari sepuluh partisipan menyatakan bahwa mereka sangat senang karena sudah bisa makan apa yang mereka mau tanpa harus takut muntah setelah makan. Hal ini dikutip dari pernyataan partisipan:

Jadi selama 1 bulan itu terasa nikmat banget, mungkin itulah yang rasan

Gambar

Tabel 2.1 Obat-Obatan yang Digunakan dalam Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum (Quinlan & Hill, 2003)
Tabel 4.1. Data Demografi Partisipan Karakteristik

Referensi

Dokumen terkait

Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umum pasien memburuk. Penyebab Hiperemesis

!ehingga dapat disimpulkan bah"a hiperemesis graidarum adalah suatu keadaan yang terjadi pada ibu hamil dimana ibu hamil mengalami mual dan muntah se'ara terus menerus

S usia 23 tahun dengan kehamilan pertama atau primigravida, ibu mengatakan mengalami mual muntah pada pagi hari dan tidak nafsu makan, hal ini sesuai dengan teori

Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan selama masa hamil yang dapat menyebabkan pekerjaan sehari-hari dan keadaan umum menjadi terganggu

S usia 23 tahun dengan kehamilan pertama atau primigravida, ibu mengatakan mengalami mual muntah pada pagi hari dan tidak nafsu makan, hal ini sesuai dengan teori

Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa secara umum partisipan mengalami hiperemesis gravidarum, dimana semua pertisipan mengalami mual-muntah lebih dari

Ibu hamil seibagai ibu, yang dapat meinyeibabkan koinflik meintal yang meimpeirburuk mual dan muntah Juliana Widyastuti Wahyuningsih, 2020 Dijeilaskan juga bahwa keihamilan peirtama

Mual yang diikuti dengan muntah- muntah parah dapat menjadi pertanda adanya gangguan dalam kehamilan serta Mual dan muntah sering terjadi pada kehamilan, sekitar 60% - 70% perempuan