SKRIPSI
SARLIN JONSON TUA RUMAHORBO 060802032
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN RAMBUTAN ( Nephelium lappaceum L.)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
SARLIN RUMAHORBO 060802032
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN RAMBUTAN
(Nephelium Lappaceum L.)
Kategori : SKRIPSI
Nama : SARLIN RUMAHORBO
Nomor Induk Mahasiswa : 060802032
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sovia Lenny, S.Si, M.Si Drs.Johannes Simorangkir, MS
NIP. 197510182000032001 NIP. 1953 0714 1980031004
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua,
Dr. Rumondang Bulan Nst., MS
PERNYATAAN
ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN RAMBUTAN
(Nephelium Lappaceum L.)
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2012
PENGHARGAAN
Segala puji serta ucapan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena melalui berkat dan penyertaannya penulis dimampukan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang ditetapkan.
Ucapan terima kasihsecara khusus saya sampaikan kepada Drs.Johannes Simorangkir, MS dan Sovia Lenny S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk mnenyempurnakan kajian ini.Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU, Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst., MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, MSc,dan Ibu.Alm Dra.Sudestri Manik, M.Sc selaku dosen wali saya dan juga segenapdosen staff pengajar Departemen Kimia FMIPA USU. Kepada adik-adik asisten KBA yang telah membantu dan memberikan saya fasilitas selama melakukan penelitian. Kepada senior-senior stambuk 2003-2005 dan adik-adik junior yang banyak memberikan semangat-semangat dalam menyelesaikan studi ini. Dan dengan kerendahan hati saya ucapkan terima kasih banyak kepada teman-teman seperjuangan stambuk 2006 yang telah memberi semangat , rasa nyaman kepada saya dan menjadi keluarga dikampus buat saya khususnya (Marcell,Judika,Felly,Manto,Robby,Aspri dan Chaterine) serta adik-adik(Burton, Chandra, Christo,Sherli Marlinton dan Lisbet) yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaian skripsi ini dan juga kepada adik saya EraDinata yang selalu memotivasi dan memberikan dukungan penuh kepada saya selama menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya,tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada orang tua saya A.Rumahorbo dan T.silalahi yang telah mendukung saya secara materiil dan moriil dan juga kepada b’Demron, k’IDA, k’Lena, dan adik saya Vera serta adik saya EraDinata yang selalu mendukung saya.
ABSTRAK
Isolasi senyawa flavonoida yang terkandung di dalam daun tumbuhan rambutan(Nephelium Lappaceum L.) dilakukan dengan ekstraksi maserasi dengan metanol. Fraksi metanol diuapkan lalu dilarutkan kembali dengan etil asetat kemudian dipekatkan dan diuapkan. Fraksi etil asetat dilarutkan dengan metanol dan diekstraksi partisi dengan n-heksana. Lapisan metanol dipisahkan dengan kolom kromatografi dengan fasa diam silika gel dan berturut-turut dengan fasa gerak campuran n-heksana : etanol (p.a) 90:10 v/v, 80:20 v/v , 70:30 v/v, 60:40 v/v. Senyawa yang diperoleh kemudian
THE ISOLATION OF FLAVONOID FROM THE LEAF OF RAMBUTAN ( Nephelium Lappaceum L. )
ABSTRACT
The isolation of flavonoid compound which contained in the leaf of rambutan (Nephelium Lappaceum L.) was done by maceration technique with methanol solvent. Methanol fraction evaporated, dissolved with ethyl acetate solvent, concentrated and evaporated. Ethyl acetate fraction was dissolved with methanol and partitioned with n-hexane solvent. Methanol layer was separated using Column Chromatography with silica gel as the stationary phase and n-hexane : ethanol (p.a)
90:10 v/v, 80:20 v/v , 70:30 v/v, 60:40 v/v, as the mobile phase. The compounds was
DAFTAR ISI
Daftar Lampiran ix
Daftar Gambar x
1.6. Metodologi Penelitian 3
Bab 2 Tinjauan Pustaka 5
2.1. Tumbuhan Rambutan 5
2.1.1. Morfologi Tumbuhan Rambutan 5 2.1.2. Sistematika Tumbuhan Rambutan 5 2.1.3. Manfaat Tumbuhan Rambutan 6
2.2. Senyawa Organik Bahan Alam 6
2.3. Senyawa Flavonoida 8
2.3.1. Struktur Dasar Senyawa Flavonoida 9 2.3.2. Klasifikasi Senyawa Flavonoida 10 2.3.3. Sifat Kelarutan Flavonoida 17
2.3.4. Biosintesa Flavonoida 17
2.4. Teknik Pemisahan 19
2.4.1. Ekstraksi 19
2.4.2. Kromatografi 19
2.4.2.1. Kromatografi Lapis Tipis 20
2.4.2.2. Kromatografi Kolom 21
2.4.2.4. Harga Rf (Retardation Factor) 22
2.5. Teknik Spektroskopi 23
2.5.1. Spektrofotometri Ultra-Violet 23 2.5.2. Spektrofotometri Infra Merah (FT-IR) 24 2.5.3.Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton
( Nucleic Magnetic Resonance Proton/1
Bab 3 Bahan dan Metodologi Penelitian 27
H-NMR ) 25
3.1. Alat-Alat 27
3.3. Prosedur Penelitian 28
3.3.1. Penyediaan Sampel 28
3.3.2. Uji Pendahuluan terhadap Ekstrak Daun Tumbuhan Rambutan 28
3.3.2.1. Skrining Fitokimia 29
3.3.2.2. Analisis Kromatografi Lapis Tipis 29 3.3.3. Prosedur Memperoleh Ekstrak Pekat Lapisan Metanol
dariDaun Tumbuhan Rambutan (Nephelium LappaceumL.) 30 3.3.4. Isolasi Senyawa Flavonoida dengan Kromatografi Kolom 30 3.3.5. Pemurnian (Rekristalisasi) 31 3.3.6. Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) 32
3.3.7. Penentuan Titik Lebur 32
3.3.8. Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi 32 3.3.8.1. Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Visible 32 3.3.8.2. Identifikasi dengan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton(1
3.3.8.3. Identifikasi dengan Spektrofotometer
H-NMR) 33
Infra Merah (FT-IR) 33
3.4. Bagan Skrining Fitokimia 34
3.5. Bagan Penelitian 35
DAFTAR PUSTAKA 42
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A. GambarTumbuhan Rambutan 44
(Nephelium LappaceumL.)
Lampiran B. Determinasi Tumbuhan Rambutan 45 (Nephelium LappaceumL.)
Lampiran C. Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak Pekat Lapisan Metanol DaunTumbuhan Rambutan (Nephelium LappaceumL.) Sebelum
Kolom KromatografiTinggi Plat KLT 20 cm 46 Lampiran D. Kromatogram Lapisan TipisSetelah Kolom Kromatografi Dengan
Tinggi Plat KLT 20 cm 47
Lampiran E. Kromatogram Lapisan TipisSenyawaMurni Hasil Kolom
Kromatografi Dengan Tinggi Plat KLT 20 cm 48 Lampiran F.Spektrum Ultraviolet-Tampak (UV-Visible) Senyawa Pembanding 49 LampiranG. Spektrum UV-Visible Senyawa Hasil Isolasi 50 LampiranH. Spektrum FT-IR Senyawa Hasil Isolasi 51 Lampiran I. Spektrum 1
LampiranJ. Ekspansi Spektrum
H-NMR Senyawa Hasil Isolasi 52
1
Pada Pergeseran Kimia 0,0 – 0,9 ppm 53 H-NMR Senyawa Hasil Isolasi
LampiranK.Ekspansi Spektrum 1
Pada Pergeseran Kimia 6,5 – 7,6 ppm 54 H-NMR Senyawa Hasil Isolasi
Lampiran L.Ekspansi Spektrum 1
Pada Pergeseran Kimia 3,45 – 3,65 ppm 55 H-NMR Senyawa Hasil Isolasi
Lampiran M. Ekspansi Spektrum 1
Pada Pergeseran Kimia 0,6 – 2,7 ppm 56 H-NMR Senyawa Hasil Isolasi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Dasar Senyawa Flavonoida 9
Gambar 2. Biosintesa hubungan antara jenis monomer Flavonoida dari alur
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Golongan-Golongan Flavonoida Menurut Harbone 15
ABSTRAK
Isolasi senyawa flavonoida yang terkandung di dalam daun tumbuhan rambutan(Nephelium Lappaceum L.) dilakukan dengan ekstraksi maserasi dengan metanol. Fraksi metanol diuapkan lalu dilarutkan kembali dengan etil asetat kemudian dipekatkan dan diuapkan. Fraksi etil asetat dilarutkan dengan metanol dan diekstraksi partisi dengan n-heksana. Lapisan metanol dipisahkan dengan kolom kromatografi dengan fasa diam silika gel dan berturut-turut dengan fasa gerak campuran n-heksana : etanol (p.a) 90:10 v/v, 80:20 v/v , 70:30 v/v, 60:40 v/v. Senyawa yang diperoleh kemudian
THE ISOLATION OF FLAVONOID FROM THE LEAF OF RAMBUTAN ( Nephelium Lappaceum L. )
ABSTRACT
The isolation of flavonoid compound which contained in the leaf of rambutan (Nephelium Lappaceum L.) was done by maceration technique with methanol solvent. Methanol fraction evaporated, dissolved with ethyl acetate solvent, concentrated and evaporated. Ethyl acetate fraction was dissolved with methanol and partitioned with n-hexane solvent. Methanol layer was separated using Column Chromatography with silica gel as the stationary phase and n-hexane : ethanol (p.a)
90:10 v/v, 80:20 v/v , 70:30 v/v, 60:40 v/v, as the mobile phase. The compounds was
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Menurut
perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah
menjadi flavonoida atau senyawa yang berkaitan erat dengannya (Markham,
1988).Flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat
yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon(Sastrohamidjojo, 1996).Flavonoida
yang terdapat di dalam tumbuhan dapat digunakan sebagai pelindung tubuh manusia
dari radikal bebas dan dapat mengurangi resiko penyakit kanker dan peradangan
(Nessa, 2003). Salah satu contoh flavonoida adalah antosianin yang berperan dalam
pewarnaan bunga-bunga (biru, ungu dan merah) (Manitto, 1992).
Salah satu tumbuhan yang sering digunakan sebagai sumber obat adalah
tumbuhan rambutan (Nephelium lappaceum L.). Rambutan merupakan tanaman buahhortikultural berupa pohondengan famili Sapindacaeae.Tanaman buah rambutan
sengaja dibudidayakan untuk dimanfaatkan buahnya yangmempunyai gizi, zat tepung,
sejenis gula yang mudah terlarut dalam air, zat proteindan asam amino, zat lemak, zat
enzim-enzim yang esensial dan nonesensial, vitamindan zat mineral makro, mikro
yang menyehatkan keluarga, tetapi ada pulasementara masyarakat yang
memanfaatkan sebagai pohon pelindung dipekarangan ataupun sebagai tanaman hias
(Dalimarta, 2008).
Dari penelitian terdahulu, diketahui bahwa dalam daun tumbuhan rambutan
ditemukan adanya senyawa flavonoida, saponin, tanin, fenol dan steroid (Asiah,
2008). Dari buahnya pernah diisolasi senyawa asam fenilasetat, asam sinamat, vanilin
dan dari akarnya pernah diisolasi senyawa terpenoid (Peter, 2009). Dari kulit batang
sebagai antioksidan.Hasil penelitianini menunjukkan bahwa ellagi tannin sterisolasi, sebagai komponen utama dari kulit rambutan, lebih lanjut bisa dimanfaatkan baik sebagai obat dan diindustri makanan(Jeremy D. Kilburn, 2010). Dari biji buah pernah diisolai senyawa jenis monoterpen baru yaitu
diastereomerik, butenolide, serta kaempferol 3-O-beta-D-glucopyranoside-7-O-alfa-L-
rhamnopyranoside (De Luna 2005). Ekstrak alkohol dari daun tumbuhan rambutan
pernah di uji terhadap efektivitas dari larva Aedes aegypti dan menunjukkan bahwa
daun tumbuhan rambutan efektif untuk membunuh larva Aedes aegypti (Asiah, 2008).
Berdasarkan uaraian diatas dan hasil positif skrining fitokimia flavonoida
terhadap daun tumbuhan rambutan (N. lappaceum L.), peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap daun tumbuhan rambutan tersebut, khususnya mengenai senyawa
flavonoida yang terkandung di dalamnya. Metode yang digunakan adalah dengan
mengekstraksi daun tumbuhan rambutan dengan methanol, kemudian dilakukan
analisa KLT dan kolom kromatografi. Selanjutnya komponen atau senyawa murni
yang diperoleh ditentukan strukturnya berdasarkan hasil analisis Spektrofotometri
Infra Merah (FT-IR),Spektrofotometri Resonansi Magenetik Inti Proton (1H-NMR), Spektrofotometri UV-Visible.
1.2 Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah golongan flavonoida apa yang terdapat
dalam daun tumbuhan rambutan dan bagaimana cara mengisolasi senyawa flavonoida
yang terdapat dalam daun tumbuhan rambutan (N. lappaceum L).
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi senyawa flavonoida dari daun
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumber informasi ilmiah pada
bidang kimia bahan alamdalam pengembangan ilmu kimia flavonoida di dalam daun
tumbuhan rambutan (N. Lappaceum L.).
1.5 Lokasi Penelitian
1. Lokasi Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan diperoleh dari Jalan Bunga Mawar 18 No.19 , Pasar 5
Padang Bulan Medan.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Bahan Alam FMIPA, Universitas
Sumatera Utara (USU).
3. Lokasi Identifikasi Kristal Hasil Iisolasi
Analisis Spektrofotometri Inframerah (FT-IR), Spektrofotometri UV-Visible, dan
Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) dilakukan di Pusat
Penelitian Kimia - LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang.
1.6 Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, isolasi senyawa flavonoida dilakukan terhadap daun tumbuhan
rambutan (N. LappaceumL.) berupa serbuk halus yang kering 2000 gram. Tahap awal dilakukan uji skrining fitokimia untuk senyawa flavonoida, yaitu dengan
menggunakan pereaksi FeCl35%, NaOH 10%, Mg-HCl dan H2SO4(p).
Tahap isolasi yang dilakukan :
1.Ekstraksi Maserasi
3.Analisis Kromatografi Lapis Tipis
4.Analisis Kromatografi Kolom
5.Analisis Preparatif Kromatografi Lapis Tipis
6.Rekristalisasi
7.Analisis Kristal Hasil Isolasi
Analisis kristal hasil isolasi meliputi:
1. Analisis Kromatografi Lapis Tipis
2. Pengukuran Titik Lebur
3. Identifikasi dengan menggunakan SpektrofotometerInfra Merah
(FT-IR), SpektrofotometerUV-Visible, dan SpektrometerResonansi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Rambutan
2.1.1Morfologi Tumbuhan Rambutan.
Tumbuhan rambutan (Nephelium Lappaceum L.) tergolong tanaman yang berbunga banyak . Bunganya dapat berbentuk bunga jantan atau bunga sempurna yang tersusun
dalam suatu malai bunga atau panicula . Malai terdiri dari satu tangkai utama yang
panjangnya 15 – 20 cm dengan banyak cabang . Tanaman rambutan merupakan jenis
pohon berukuran sedang dengan tinggi 12 – 25 meter . Batangnya bulat atau bulat
tidak teratur , berwarna kelabu kecokelatan bercabang banyak dan lurus berdiameter
40 – 60 cm.
Pohon rambutan menyukai suhu tropika hangat. Daun majemuk menyirip
dengan anak daun 5 - 9 , berbentuk bulat telur , ujung dan pangkal runcing, tepi rata,
pertulangan menyirip, tangkai silindris, warnanya hijau, kerapkali mengering
tergantung pertumbuhan rambutan dipengaruhi oleh ketersediaan air ( Kalie, 1994).
2.1.2 Sistematika Tumbuhan Rambutan
Sistematika tumbuhan Rambutan adalah sebagai berikut :
Rambutan merupakan tanaman buah hortikultural berupa pohon dengan famili
Sapindacaeae. Tanaman buah tropis ini dalam bahasa Inggrisnya disebut Hairy Fruit
berasal dari Indonesia. Hingga saat ini telah menyebar luar didaerah yang beriklim
tropis seperti Filipina dan negara-negara Amerika Latin dan ditemukan pula di daratan
yang mempunyai iklim sub-tropis (Dalimarta, 2008).
2.1.3 Manfaat Tumbuhan Rambutan
Tanaman rambutan sengaja dibudidayakan untuk dimanfaatkan buahnya yang
mempunyai gizi, zat tepung, sejenis gula yang mudah terlarut dalam air, zat protein
dan asam amino, zat lemak, zat enzim-enzim yang esensial dan nonesensial, vitamin
dan zat mineral makro, mikro yang menyehatkan keluarga, tetapi ada pula sementara
masyarakat yang memanfaatkan sebagai pohon pelindung dipekarangan, atau sebagai
tanaman hias.
2.2 Senyawa Organik Bahan Alam
Kimia organik mengalami kemajuan yang sejajar dengan kemajuan cara pemisahan
dan penelitian bahan alam. Karena sangat beranekaragam, molekul yang berasal dari
makhluk hidup mempunyai arti yang sangat penting bagi para ahli kimia organik,
yaitu untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan tentang reaksi-reaksi
organik, dan terutama dapat untuk menguji hipotesis-hipotesis tertentu, misalnya
hipotesis tentang mekanisme reaksi. Pada mulanya, biogenesis dari produk alami
berkaitan dengan kimia organik dan biokimia, tetapi mempunyai tujuan yang
berlainan (Manitto, 1992).
Senyawa organik bahan alam dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat
kimia yang dimilikinya. Ada empat cara klasifikasi yang diusulkan, yaitu :
1. Klasifikasi Berdasarkan Struktur Kimiawi
Klasifikasi ini berdasarkan pada kerangka molekuler dari senyawa yang
a. Senyawa alifatik rantai terbuka atau lemak dan minyak.
Contoh: asam-asam lemak, gula, dan asam-asam amino pada umumnya.
b. Senyawa alisiklik atau sikloalifatik.
Contoh: terpenoida, steroida, dan beberapa alkaloida.
c. Senyawa aromatik atau benzenoid.
Contohnya: golongan fenolat dan golongan kuinon.
d. Senyawa heterosiklik.
Contoh: alkaloida, flavonoida, golongan basa asam inti.
2. Klasifikasi Berdasarkan Sifat Fisiologik.
Setelah penelitian yang lebih mendalam dilakukan terhadap morfin (1806),
penisilin (1939) dan prostaglandin (1963), maka perhatian para ahli sering ditujukan
kepada isolasi dan penentuan fungsi fisiologis dari senyawa organik bahan alam
tertentu. Oleh karena itu, senyawa organik bahan alam dapat juga diklasifikasikan
berdasarkan segi aktivitas fisiologik dari bahan yang bersangkutan. Misalnya kelas
hormon, vitamin, antibiotik dan mikotoksin.
3. Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi
Pengklasifikasian ini didasarkan pada penyelidikan morfologi komparatif dari
tumbuh-tumbuhan yaitu taksonomi tumbuhan.
4. Klasifikasi Berdasarkan Biogenesis
Semua konstituen tumbuhan dan binatang dibiosintesis dalam organisme
melalui reaksi-reaksi yang dibantu oleh enzim tertentu, istilah “biosintesis” dan
“biogenesis” mempunyai arti yang sama: pembentukan bahan alam oleh organisme
hidup.
2.3 Senyawa Flavonoida
Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15
atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh
senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoida adalah senyawa 1,2 diaril propana,
sedangkan senyawa-senyawa neoflavonoida adalah 1,1 diaril propana.
Istilah flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal
dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon, suatu jembatan
oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil
yang terletak disebelah cincin B. Senyawa heterosoklik ini, pada tingkat oksidasi
yangberbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang
mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai
struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini (Manitto, 1981).
Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan
termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan
flavonoida ini berada di dalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga
flavonoida yng terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan
sekresi lebah. Dalam sayap kupu - kupu dengan anggapan bahwa flavonoida berasal
dari tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis
di dalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yaitu
angiospermae, klorofita, fungi, briofita (Markham, 1988).
Flavonoida merupakan senyawa 15-karbon yang umumnya tersebar di seluruh
dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah
diidentifikasi. Kerangka dasar flavonoida biasanya diubah sedemikian rupa sehingga
terdapat lebih banyak ikatan rangkap, menyebabkan senyawa itu menyerap cahaya
tampak, dan ini membuatnya berwarna.
Ada tiga kelompok flavonoida yang amat menarik perhatian dalam fisiologi
tumbuhan, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Antosianin (dari bahasa Yunani
anthos, bunga dan kyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna yang umumnya terdapat
di bunga berwarna merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian
tumbuhan lain, misalnya buah tertentu, batang, daun, dan bahkan akar. Sering
flavonoida terikat di sel epidermis. Warna sebagian besar buah dan banyak bunga
buah tomat dan beberapa bunga kuning, karena karotenoid. Warna cerah daun musim
gugur disebabkan terutama oleh timbunan antosianin pada hari cerah dan dingin,
walaupun karotenoid kuning atau jingga merupakan pigmen terbesar di daun musim
gugur pada beberapa spesies.
Beberapa macam antosianin terdapat di tumbuhan tingkat tinggi, dan sering
lebih dari satu macam terdapat di bunga tertentu atau organ lain. Mereka dijumpai
dalam bentuk glikosida, biasanya mengandung satu atau dua unit glukosa atau
galaktosa yang tertempel pada gugus hidroksil di cincin tengah. Bila gula dihilangkan,
maka bagian sisa molekul, yang masih berwarna, dinamakan antosianidin (Salisbury,
1995).
2.3.1 Struktur Dasar Senyawa Flavonoida
Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti
fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka dasar senyawa flavonoida
2.3.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida
Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan
pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak,
umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida
C C C
(Harborne, 1996). Dalam tumbuhan, flavonoida terdapat dalam berbagai struktur.
Keragaman ini disebabkan oleh perbedaan tahap modifikasi lanjutan dari struktur
dasar flavonoida tersebut, antara lain :
1. Flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoida (atau lebih) terikat
pada satu gula (lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh
glikosilasi menyebabkan flavonoida menjadi kurang reaktif dan lebih mudah
larut dalam air. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat dan gula
lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa, xilosa, dan
arabinosa. Gula lain yang kadang-kadang ditemukan adalah alosa, manosa,
fruktosa, apiosa, dan asam glukoronat serta galakturonat.
2. Flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam
hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu
ikatankarbon-karbon yang tahan asam. Glikosida yang demikian disebut
C-glikosida. Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketimbang jenis
gula pada O-glukosa, biasanya dari jenis glukosa yang paling umum, dan juga
galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa.
3. Flavonoida sulfat, senyawa ini mengandung satu ion sulfat, atau lebih, yang
terikata pada hidroksil fenol atau gula. Senyawa ini sebenarnya bisulfat karena
terdapat sebagai garam, yaitu flavon-O-SO3K. Banyak yang berupa glikosida
bisulfat, bagian bisulfat terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang masih
bebas atau pada gula.
4. Biflavonoida, yaitu flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat adalah
flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang
sederhana 5,7,4’ dan ikatan antar flavonoida berupa ikatan-ikatan karbon atau
kadang-kadang eter. Monomer flavonoida yang digabungkan menjadi
biflavonoida dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak ikatannya
berbeda-beda. Biflavonoida jarang ditemukan sebagai glikosida, dan penyebarannya
5. Aglikon flavonoida yang aktif-optik, sejumlah aglikon flavonoida mempunyai
atom karbon asimetrik dan dengan demikian menunjukkan keaktifan optik
(yaitu memutar cahaya terpolarisasi-datar). Yang termasuk dalam golongan
flavonoida ini adalah flavanon, dihidroflavonol, katekin, rotenoid, dan lain-lain
(Markham, 1988).
Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan
keragaman pada rantai C3 yaitu :
1.Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon
flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat
sebagaiantioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas
kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol
dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga
penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan.
2. Flavon
Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan
3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta
reaksiwarnanya. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin danluteolin.
Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang paling
O O
OH
umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui
ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap sebagai
induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoida.
3. Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai
fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai
pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya
tidak khas dengan pereaksi warna manapun tetapi kebanyakan tampak sebagai bercak
lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.
4. Flavanon
Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga.
Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah
jeruk ; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat
dalam buah anggur dan jeruk.
O O
flavon
O O
5. Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika
dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena
konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.
6. Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu.
Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini.
O O
flavanon
O O
OH
Flavanonol
O HO
OH
OH OH
OH
7. Leukoantosianidin
Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan
berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin,
apiferol.
Leukoantosianidin
8. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam
tumbuhan. Pigmen yng berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir
semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan
buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu
struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin
ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau
glikosilasi.
Antosianin
9. Khalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila
dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena
hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas
dalam pengembang air (Harborne, 1996).
O
OH
HO OH
O
10. Auron
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita.
Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi
kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah
menjadi merah jingga bila diberi uap amonia (Robinson, 1995).
Auron
Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana semua
flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan
semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni:
Tabel 1. Golongan-golongan flavonoida menurut Harborne
Golongan
flavonoida
Penyebaran Ciri khas
Antosianin pigmen bunga merah
marak,dan biru juga
dalam daun dan jaringan
lain.
larut dalam air, λmaks 515-545 nm, bergerak dengan BAA pada
kertas.
Proantosianidin terutama tan warna,
dalam daun tumbuhan
berkayu.
menghasilkan antosianidin bila
jaringan dipanaskan dalam HCl
2M selama setengah jam.
Flavonol terutama ko-pigmen setelah hidrolisis, berupa bercak O
kalkon
HC
O
tanwarna dalam bunga
Flavon seperti flavonol maksimal spektrum pada 330 –
350
setelah hidrolisis, berupa bercak
coklat redup pada kromatogram
Forestal;
Glikoflavon seperti flavonol maksimal spektrum pada
330-350 nm.
mengandung gula yang terikat
melalui ikatan C-C; bergerak
dengan pengembang air, tidak
seperti flavon biasa.
pada kromatogram BAA beupa
bercak redup dengan RF
dengan amonia berwarna
merah, maksimal spektrum
370-410 nm.
tinggi .
Biflavonil tanwarna; hampir
seluruhnya terbatas pada
gimnospermae
pada kromatogram BAA beupa
bercak redup dengan RF
dengan amonia berwarna
merah,
tinggi .
Khalkon dan auron pigmen bunga kuning,
kadang-kadang terdapat
juga dalam jaringan lain
maksimal spektrum 370-410 nm.
berwarna merah kuat dengan
Mg/HCl; kadang – kadang
sangat pahit .
Flavanon tanwarna; dalam daun
dan buah( terutama
dalamCitrus )
bergerak pada kertas dengan
pengembang air;
2.3.3 Sifat Kelarutan Flavonoida
Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa
fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat,
bila dibiarkan dalam larutan basa, dan disamping itu terdapat oksigen, banyak yang
akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil, atau suatu gula,flavonoida
merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoida cukup larut dalam pelarut polar
seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida
(DMSO), dimetilformamida (DMF), air dan lain-lain.
Adanya gula yang terikat pada flavonoida (bentuk yang umum ditemukan)
cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian
campuran pelarut yang disebut diatas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik
untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon
dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam
pelarut seperti eter dan kloroform.
2.3.4. Biosintesa Flavonoida
Semua varian flavonoida saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama, yang
memasukkan pra zat dari alur sikimat dan alur asetat malonat, flavonoida pertama
dihasilkan segera setelah alur itu bertemu. Flavonoida yang dianggap pertama kali
terbentuk pada biosintesis adalah Khalkon dan semua bentuk lain yang diturunkan
darinya melalui berbagai alur. Modifikasi flavonoida lebih lanjut terjadi pada berbagai
tahap dan manghasilkan : penambahan atau pengurangan hidroksilasi, metilasi gugus
hidroksil atau inti flavonoida, isoprenilasi gugus hidroksil atau inti flavonoida,
metilenasi gugus orto-dihidroksil, dimerisasi gugus hidroksil (pem bentukan
biflavonoida), pembentukan bisulfat dan glikolisasi gugus hidroksil (pembentukan
flavonoida O-glikosida) atau inti flavonoida (pembentukan flavonoida C-glikosida)
2.4 Teknik Pemisahan
Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan
ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan
komponen-komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan :
1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya
perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang
akan dipisahkan.
2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada
perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang
termasuk dalam suatu golongan (Muldja, 1995).
2.4.1Ekstraksi
Ekstraksi dapat dilakukan dengan metoda maserasi, sokletasi, dan perkolasi. Sebelum
ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan
derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas.
Ekstraksi dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai
pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya n-heksana, eter, benzena, kloroform, etil
asetat, etanol, metanol, dan air.
Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif terhadap
senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat biasanya
pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator (Harborne,
1996).
2.4.2 Kromatografi
Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan
dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk lapisan
merembes lewat.Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fasa
yang bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas (Underwood, 1981).
Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat – sifat dari fasa
diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat
disebut kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena
fasa gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi
yaitu:
1) Fasa gerak cair–fasa diam padat (kromatografi serapan):
a.kromatografi lapis tipis
b.kromatografi penukar ion
2) Fasa gerak gas–fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat
3) Fasa gerak cair–fasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi
kertas.
4) Fasa gerak gas–fasa diam zat cair, yakni :
a. kromatografi gas–cair
b. kromatografi kolom kapiler
Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa –
senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam
perbandingan yang sangat berbeda – beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang
lain (Sastrohamidjojo, 1991).
2.4.2.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis pada plat berlapis yang berukuran lebih besar, biasanya
5x20 cm, 10x20 cm, atau 20x20 cm. Biasanya memerlukan waktu pengembangan 30
menit sampai satu jam. Pada hakikatnya KLT melibatkan dua fase yaitu fase diam
atau sifat lapisan, dan fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat
berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap atau penyangga
untuk lapisan zat cair. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau
Pemisahan senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis seperti senyawa organik
alam dan senyawa organik sintetik dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat
yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan beberapa mikrogram atau
sebanyak 5 g dapat ditangani. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian jumlah
pelarut dan jumlah cuplikan yang sedikit. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan
salah satu metode pemisahan yang cukup sederhana yaitu dengan menggunakan plat
kaca yang dilapisi silika gel dengan menggunakan pelarut tertentu (Gritter,1991).
Nilai utama Kromatografi Lapis Tipis pada penelitian senyawa flavonoida
ialah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut
Markham, Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut:
1. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom
2. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom
3. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi.
4. Isolasi flavonoida murni skala kecil
5. Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap
dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas (Markham,
1988).
2.4.2.2 Kromatografi Kolom
Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode
kromatografi terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar (lebih dari 1 g). Pada
kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada
bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, dan
tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena
aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa
linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan
berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom (Gritter, 1991).
Dengan menggunakan cara ini, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan
hampir ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran
selulose, silika atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen
memakai pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi
dengan keran pada salah satu ujung (Markham, 1988).
2.4.2.3 Harga Rf (Retardation Factor)
Mengidentifikasi noda-noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf yang
diidentifikasikan sebagai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat dengan
jarak perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak yang
ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk
mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan
dengan harga Rf senyawa pembanding.
Jarak perambatan bercak dari titik penotolan
Rf =
Jarak perambatan pelarut dari titik penotolan
(Sastrohamidjojo, 1991).
2.5 Teknik Spektroskopi
Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia–fisika yang mengamati
tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik.Ada dua macam
instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer.
Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut
sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang
bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja, 1955).
Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe – tipe dari adanya gugus
fungsi dalam satu molekul dan Resonansi Magnetik Inti yang memberikan informasi
yang menyatakan tentang lingkungan dari setiap tipe dari atom
hidrogen.Kombinasinya dan data yang ada kadang – kadang menentukan struktur
yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui (Pavia, 1979).
2.5.1 Spektrofotometri Ultra Violet
Serapan molekul di dalam derah ultra violet dan terlihat dari spektrum bergantung
pada struktur ultra elektronik dari molekul. Penyerapan sejumlah energi,
menghasilkan percepatan dari elektron dalam orbital tingkat dasar ke orbital yang
berenergi lebih tinggi di dalam keadaan tereskitasi (Silverstein, 1986).
Spektrum Flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut
Metanol (MeOH) atau Etanol (EtOH). Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada
rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan
kekuatan nisbi maksima tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat
flavonoida dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum tersebut ialah kekuatan nisbi
yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta
kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada
panjang gelombang yang tinggi. Ciri spektrum golongan flavonoida utama dapat
ditunjukkan sebagai berikut :
Tabel 2. Rentangan Serapan spektrum UV-Visible golongan flavonoida
λ maksimum utama (nm)
λ maksimum tambahan (nm)
(dengan intensitas nisbi) Jenis flavonoida
475-560 ± 275 (55%) Antosianin
390-430 240-270 (32%) Auron
365-390 240-260 (30%) Kalkon
350-390 ± 300 (40%) Flavonol
250-270 ± 300 (40%) Flavonol
330-350 tidak ada Flavon dan biflavonil
275-295 310-330 (30%) Flavanon dan flavononol
± 225 310-330 (30%) Flavonon dan flavononon
310-330 310-330 (25%) Isoflavon
2.5.2 Spektrofotometri Infra Merah (FT-IR)
Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran
yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm-1
(panjang gelombang lebih daripada 100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan
diubah menjadi putaran energi molekul.
Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai
garis – garis melainkan berupa pita – pita. Hal ini disebabkan perubahan energi
getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putara (Silverstein, 1986).
Dalam molekul sederhana beratom dua atau beratom tiga tidak sukar untuk
menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi-vibrasi tersebut
dengan energi serapan. Tetapi untuk molekul-molekul beratom banyak, analisis
jumlah dan jenis vibrasi itu menjadi sukar sekali atau tidak mungkin sama sekali,
karena bukan saja disebabkan besarnya jumlah pusat – pusat vibrasi, melainkan
karena juga harus diperhitungkan terjadinya saling mempengaruhi (inter-aksi)
beberapa pusat vibrasi.
Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan , yaitu vibrasi regang dan
vibrasi lentur.
1. Vibrasi regang
Di sini terjadi terus menerus perubahan jarak antara dua atom di didalam suatu
molekul. Vibrasi regang ini ada dua macam yaitu vibrasi regang simetris dan tak
simetri.
2.Vibrasi lentur
Di sini terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi
lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang yang dapat berupa vibrasi scissoring atau
vibrasi rocking dan vibrasi keluar bidang yang dapat berupa waging atau berupa
twisting (Noerdin, 1985).
2.5.3 Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)
Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR)
merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini
memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul..
Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen,
jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan
dengan setiap atom hidrogen (Cresswell, 1982).
Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR)
pada umumnya digunakan untuk :
1. Menentukan jumlah proton yang memiliki lingkungan kimia yang sama pada
suatu senyawa organik.
2. Mengetahui informasi mengenai struktur suatu senyawa organik (Dachriyanus,
2004).
Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua
proton-proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa
kadang-kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa
memberikan penaikan menjadi puncak absorbsi tunggal dalam spektrum NMR. Di
dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan
medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga setiap proton
dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan dan bahwa besarnya
perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin
besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang
Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah
tetrametilsilana (TMS). Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS
yaitu :
1. TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan
spektrum puncak tunggal yang kuat.
CH3
H3C Si CH3
CH3
2. TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan
kedalam larutan sampel dalam pelarut CDCl3 atau CCl4
(Silverstein, 1986).
Pada spektrometri RMI integrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan
daerah atau luas puncak dari tiap – tiap proton . Sedangkan luas daerah atau luas
puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian perbandingan tiap
integrasi proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam molekul
BAB 3
10.Rotari evaporator Büchi R-114
11.Alat pengukur titik lebur Fisher
12.Statif dan klem
13.Lampu UV 254 nm/ 356 nm UVGL 58
19.Bejana Kromatografi Lapis Tipis
20.Spektrofotometer FT-IR Shimadzu
21.Spektrometer 1
22.Spektrofotometer UV-Visible
3.2 Bahan-Bahan
1. Daun Tumbuhan Rambutan (Nephelium Lappaceum L.)
2. Metanol(Me-OH) Teknis
3. N-heksana Teknis
4. Etil asetat (EtOAc) Teknis
5. Etanol p.a
14.Kertas SaringNo.42 Whattman
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Penyediaan Sampel
Sampel yang diteliti adalah daun rambutan yang diperoleh dari Jalan Bunga Mawar 18
No 19 , Pasar 5 Padang Bulan Medan. Daun Rambutan dikeringkan di udara terbuka,
lalu dihaluskan sampai diperoleh serbuk daun Rambutan sebanyak 2000 g.
3.3.2 Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Daun Tumbuhan Rambutan
Serbuk daun rambutan diidentifikasi dengan menggunakan cara:
1.Skrining fitokimia
3.3.2.1 Skrining Fitokimia
Untuk mengetahui adanya senyawa flavonoida pada daun rambutan , maka dilakukan
uji pendahuluan secara kualitatif sebagai berikut :
Prosedur :
- Dimasukkan ± 10 gram serbuk daun rambutan (Nephelium Lappaceum L.) yang telah dikeringkan dan dipotong-potong kecil ke dalam erlenmeyer
- Ditambahkan metanol ± 100 ml
- Didiamkan
- Disaring
- Dibagi ekstrak metanol ke dalam 4 tabung reaksi
- Ditambahkan masing-masing pereaksi
a. Tabung I : dengan FeCl3
b. Tabung II : dengan H
5% menghasilkan larutan berwarna hitam
2SO4 (p)
c. Tabung III : dengan Mg-HCl menghasilkan larutan berwarna merah muda menghasilkan larutan orange kekuningan
d. Tabung IV : dengan NaOH 10% menghasilkan larutan berwarna biru violet
3.3.2.2 Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Analisis Kromatografi Lapis Tipis dilakukan terhadap ekstrak metanol dengan
menggunakan fasa diam silika gel 60F254Merck. Analisis ini dimaksudkan untuk
mencari pelarut yang sesuai didalam analisis kromatografi kolom.Pelarut yang
digunakan adalah campuran pelarut n-heksana : etanol (p.a). Fasa gerak yang
digunakan adalah campuran n-heksana : etanol (p.a) dengan perbandingan(9:1 ; 8:2 ;
7:3 ; 6:4) v/v.
Prosedur:
Dimasukkan 10 ml larutan fase gerak n-heksana : etanol (p.a) (9:1)v/v ke dalam bejana
yang telah diaktifkan. Dimasukkan plat ke dalam bejana yang telah berisi pelarut yang
telah dijenuhkan, lalu ditutup dan dielusi. Plat yang telah dielusi dikeluarkan dari
bejana, lalu dikeringkan dan difiksasi dengan pereaksi FeCl3 5%. Diamati warna
bercak yang timbul dan dihitung harga Rf yang diperoleh. Perlakuan yang sama
dilakukan untuk perbandingan pelarut n-heksana : etanol (p.a) dengan perbandingan
(8 :2)v/v ; (7:3)v/v; dan 6:4)v/v.
Dari hasil analisis KLT menunjukkan bahwa di dalam daun rambutan
terkandung senyawa flavonoida, yaitu hasil pemisahan yang baik diberikan pada fase
gerak n-heksana : etanol(p.a) dengan perbandingan(7:3)v/v.
3.3.3 Prosedur Memperoleh Ekstrak Pekat Lapisan Metanol dari Daun Tumbuhan Rambutan (Nephelium Lappaceum L.)
Serbuk daun tumbuhan rambutan ditimbang sebanyak 2000 g, kemudian dimaserasi
dengan methanol sebanyak± 10L sampai semua sampel terendam dan dibiarkan
selama ±3 hari. Maseratditampung dan dipekatkan dengan menggunakan alat
rotarievaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Kemudian diuapkan
hingga semua pelarut metanol menguap. Lalu dilakukan pemblokan tannin dengan
cara melarutkan fraksi metanol dengan etil asetat, dan disaring.Filtrat kemudian
dirotarievaporator lalu diuapkan hingga semua pelarut etil asetat menguap. Lalu fraksi
etil asetat dilarutkan dengan metanol dan dipartisi berulang-ulang dengan n-heksana.
Lapisan metanol dipisahkan dari lapisan n-heksana, lalu dipekatkan kembali dengan
rotarievaporator dan diuapkan sehingga diperoleh ekstrak pekat lapisan metanol
sebanyak 15 g.
3.3.4 Isolasi Senyawa Flavonoida dengan Kromatografi Kolom
Isolasi senyawa flavonoida secara kolom dilakukan terhadap ekstrak pekat metanol
ASTM dan fasa gerak yaitu n-heksana 100%, campuran pelarut n-heksana : etanol (p.a)
Prosedur :
dengan perbandingan (90:10) v/v, (80 : 20) v/v, (70:30)v/v dan (60:40)v/v.
Dirangkai alat kolom kromatografi. Terlebih dahulu dibuburkan silika gel 40 (70-230
mesh) ASTM dengan menggunakan n-heksana, diaduk-aduk hingga homogen lalu
dimasukkan ke dalam kolom kromatografi. Kemudian dielusi dengan menggunakan
n-heksan 100% hingga silika gel padat dan homogen. Dimasukkan 15 g ekstrak metanol
daun tumbuhan rambutan ke dalam kolom kromatografi yang telah berisi bubur silika
gel, lalu ditambahkan fasa gerak n-heksana : etanol(pa) (90:10)v/v secara perlahan –
lahan, dan diatur sehingga aliran fasa yang keluar dari kolom sama banyaknya dengan
penambahan fasa gerak dari atas. Ditingkatkan kepolaran dengan menambahkan fasa
gerak n – heksana : etanol(p.a) dengan perbandingan (80:20)v/v, (70:30)v/v dan
(60:40)v/v. Hasil yang diperoleh ditampung dalam botol vial setiap 12 ml , lalu di
KLT dan digabung fraksi dengan harga Rf yang sama lalu diuji dengan FeCl3 5%.
Kemudian diuapkan sampai terbentuk kristal.
3.3.5 Pemurnian
Senyawa yang diperoleh dari hasil isolasi kromatografi kolom harus dimurnikan.
Prosedur :
Senyawa hasil isolasi dipreparatif dengan menggunakan KLT preparatif. Senyawa
tersebut ditotolkan dengan menggunakan pipa kapiler ke plat preparatif pada batas
bawah dengan jarak 2cm, kemudian dimasukkan kedalam chamber untuk dielusi
dengan menggunakan perbandingan campuran eluen n-heksan : etil asetat (30:70)v/v.
Dielusi + 2 jam, kemudian dikeringkan plat dan dilihat kenaikan noda dibawah lampu
UV engan panjang gelombang yang berbeda, dilakukan penggerusan dan diambil
senyawa dengan jarak noda yang sama, dilakukan pelarutan dengan menggunakan
metanol, ditampung kembali senyawa murni tersebut dan diuapkan di udara terbuka
diaduk hingga semua kristal larut sempurna. Kemudian ditambahkan n – heksana
secara perlahan–lahan hingga terjadi pengendapan zat-zat pengotor di dasar wadah.
Kemudian didekantasi larutan bagian atas wadah, lalu diuapkan di udara terbuka sisa
pelarut dari kristal hingga diperoleh kristal yang benar – benar bebas dari pelarut.
3.3.6 Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Uji kemurnian kristal dilakukan dengan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan
fasa diam silika gel 60 F254 dengan fasa gerak n-heksana : etil asetat (p.a) (2:8)v/v ;
(3:7) v/v dan (4:6)v/v.
Prosedur:
Dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak ke dalam bejana kromatografi, lalu dijenuhkan.
Ditotolkan kristal yang sebelumnya dilarutkan dengan etil asetat pada plat KLT.
Dimasukkan plat KLT tersebut ke dalam bejana kromatografi yang telah jenuh.
Setelah pelarut fasa gerak merembes sampai batas tanda, plat KLT dikeluarkan dari
bejana, dikeringkan, dan difiksasi dengan menggunakan pereaksi FeCl35% dalam
metanol menghasilkan bercak berwarna hitam yang menunjukkan adanya senyawa
flavonoida.
3.3.7 Penentuan Titik Lebur
Kristal hasil isolasi yang telah murni dimasukkan ke dalam alat pengukur titik lebur,
3.3.8 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi
3.3.8.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Visible
Analisis dengan alat Spektrofotometer UV-Visible diperoleh dari Laboratorium Pusat
Penelitian Kimia - LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang dengan
menggunakan metanol sebagai pelarut. Mula-mula sampel ditimbang secara akurat
lalu dilarutkan dengan metanol, kemudian sampel dibuat dalam kedaan segar dan
diencerkan hingga 100 ml untuk kemudian dianalisis dengan alat spektofotometri
UV-Visible.Hasil analisis spektrum UV-Visible dapat dilihat dalamLAMPIRAN D.
3.3.8.2. Identifikasi dengan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)
Analisis dengan alat Spektrometer 1H-NMR diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian Kimia - LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang dengan
menggunakan aseton sebagai pelarut. Mula-mula sampel dilarutkan dengan aseton
dalam kapiler 5 mm lalu diletakkan dalam suatu tempat (probe) kemudian dianalisis
dengan spektrofotometri 1H-NMR.Hasil analisis spektrum 1H-NMR dapat dilihat
dalam LAMPIRAN F.
3.3.8.3 Identifikasi dengan Spektrofotometer Inframerah (FT-IR)
Analisis dengan alat Spektrofotometer FT-IR diperoleh dari Laboratorium Pusat
Penelitian Kimia - LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang dengan
menggunakan KBr sebagai pelarut. Mula-mula sampel dilarutkan dengan pelarut KBr,
selanjutnya larutan dimasukkan kedalam sel larutan yang mempunyai jendela
transparan dan pelarut murni pada sel kedua diletakkan pada berkas baku, sehingga
serapan dari pelarut ditiadakan dan diperoleh spektrum serapan dari sampel. Hasil
3.4 Bagan Skrining Fitokimia
diekstraksi maserasi denganmetanol
disaring
dipekatkan
dibagi ke dalam 4 tabung reaksi
ditambahkan ditambahkan ditambahkan ditambahkan
2000 g serbuk daun tumbuhan rambutan (Nephelium Lappaceum L.)
dimaserasi dengan metanol sebanyak 8 L didiamkan selama 3 hari
diuapkan hingga semua metanol menguap dilarutkan dengan etil asetat
disaring
Filtrat Residu
(padatan) dipekatkan dengan rotarievaporator
diuapkan hingga semua etil asetat menguap dilarutkan dengan metanol
diekstraksi partisi dengan n-heksan sampai bening
Lapisan metanol Lapisan n - heksan (tidak dilanjutkan) diskrining fitokimia
dipekatkan dengan rotarievaporator Ekstrak pekat metanol
di-KLT untuk mengetahui sistem eluen yang sesuai pada kromatografi kolom dipisahkan tiap fraksi melalui kromatografi kolom dengan fase gerak yaitu campuran pelarut n-heksana:etanol(p.a) dengan perbandingan 90:10 v/v ; 80:20
v/v ; 70:30 v/v ; 60:40 v/v
ditampung tiap fraksi sebanyak 12 mL dalam botol vial di-KLT untuk mengetahui harga Rf
digabung fraksi dengan harga Rf yang sama Fraksi 1 - 60
Hasil negatif Hasil positif Hasil positif Hasil negatif
dipreparatif dengan eluen n-heksan:etanol(p.a) dengan perbandingan
30:70 v/v dikeringkan
digerus dari plat dengan menggunakan spatula dilarutkan dengan metanol
dianalisis dengan spektrofotometer UV-Visibel, spektrofotometer FT-IR, spektrofotometer 1 H-NMR
Hasil analisis
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Hasil skrining fitokimia terhadap ekstrak metanol dari daun tumbuhan rambutan
(Nephelium Lappaceum L.) menunjukkan bahwa sampel positif terhadap pereaksi – pereaksi flavonoida.
Hasil isolasi senyawa flavonoida dari daun tumbuhan rambutan diperoleh
dengan menggunakan fase gerak n-heksana : etil asetat (30/70) v/v, berwarna kuning,
berbentuk kristal, massa = 8 mg, positif terhadap pereaksi flavonoida, Rf = 0,6 dan
titik lebur = 146-148 oC.
Dari hasil analisis Spektrofotometer Ultra violet – Visible ( UV – Visible )
dengan pelarut metanol memberikan panjang gelombang maksimum (λmaks) 258,0 nm dan 292,5 nm LAMPIRAN D.
Hasil analisis Spektrofotometer FT-IR pada Kristal hasil isolasi menghasilkan
pita–pita serapan pada daerah bilangan gelombang sebagai berikut :
1. Pada bilangan gelombang 3300,20 – 3151,69 cm-1
2. Pada bilangan gelombang 2929,87 – 2856,58 cm
puncak melebar
menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) –OH.
-1
puncak tajam menunjukkan
adanya vibrasi ulur (stretching) C-H alifatik dan pada 1146,61 – 1377,17 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) dari CH3
3. Pada bilangan gelombang 1703,14 cm
.
-1
4. Pada bilangan gelombang 1604,77 – 1521,84 cm
puncak tajam menunjukkan adanya
vibrasi ulur (stretching) C=O keton .
-1
dan pada bilangan
gelombang 941,26 cm-1
5. Pada bilangan gelombang 1118,71 – 1105,21 cm
puncak tajam menunjukkan adanya vibrasi ulur
(stretching) ikatan rangkap C=C aromatis.
-1
puncak sedang
6. Pada bilangan gelombang 767,67 cm-1
LAMPIRAN E.
puncak tajam menunjukkan adanya
vibrasi ulur (stretching) C-H aromatik.
Hasil analisis Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (H1-NMR) senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut aseton-d6
1. 7,5182 – 7,5221 ppm menunjukkan puncak doblet.
dan TMS sebagai
standar yang memberikan signal – signal pergeseran kimia pada daerah sebagai
berikut :
2. 7,4741 – 7,4780 ppm menunjukkan puncak doblet.
3. 7,4573 – 7,4611 ppm menunjukkan puncak doblet.
4. 6,8839 ppm menunjukkan puncak singlet.
5. 6,9008 ppm menunjukkan puncak singlet.
6. 3,5997 ppm menunjukkan puncak singlet.
7. 1,2818 ppm menunjukkan puncak singlet.
LAMPIRAN F.
4.2 Pembahasan
Dari hasil kromatografi lapis tipis,diketahui bahwa perbandingan pelarut yang baik
untuk mengisolasi senyawa flavonoida dari daun tumbuhan rambutan adalah
n-heksana : etanol(p.a) (70 : 30) v/v yang menunjukkan pemisahan yang lebih baik dari
noda yang dihasilkan. Namun hasil yang diperoleh setelah proses kromatografi kolom
menunjukkan bahwa fraksi n-heksana : etanol(p.a)
Dari hasil interpretasi spektrum UV-Visible memberikan serapan pada pita I
dengan panjang gelombang 292,5 nm dan pita II dengan panjang gelombang 258,0
nm, ini menunjukkan bahwa senyawa kristal hasil isolasi mirip dengan spektrum (80 : 20) v/v juga positif
mengandung flavonoida dengan massa yang lebih besar dan lebih mudah untuk proses
pemisahan, sehingga fraksi 80:20 yang dilanjutkan pada tahap preparatif dengan fase
gerak n-heksana:etil asetat (30:70). Hasil KLT uji kemurnian dengan fase gerak
n:heksana:etil asetat (20:80)v/v ; (30:70)v/v dan (40:60)v/v, kristal senyawa hasil
Visible dari senyawa pembanding flavonoida yaitu Flavonol (dengan panjang
gelombang pita I berkisar 330-360 nm dan pita II 250-280 nm).
Hasil interpretasi spektrum Infra Merah (FT-IR) dan Spektrum Resonansi
Magnetik Inti Proton (1H-NMR) senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut aseton-d6
1. Pergeseran kimia pada daerah δ=7,5182 – 7,5221 ppm terdapat puncak doblet menunjukkan adanya proton-proton H
dalam standar TMS diperoleh :
2’ dari cincin B. Hal ini didukung oleh
data spektrofotometer FT-IR pada bilangan gelombang 1604,77 – 1521,84 cm
-1
menunjukkan adanya ikatan rangkap C=C dari sistem aromatik dan pada
bilangan gelombang 3151,69 cm- 1 dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi C-H cm-1
2. Pergeseran kimia pada daerah δ=7,4741 – 7,4780 ppm terdapat puncak doblet yang menunjukkan adanya proton H
dari aromatik.
6’ yang terdapat pada cincin B Hal ini
didukung oleh data spektrofotometer FT-IR pada bilangan gelombang 1604,77
– 1521,84 cm-1 menunjukkan adanya ikatan rangkap C=C dari sistem aromatik dan pada bilangan gelombang 3151,69 cm- 1 dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi C-H cm-1
3. Pergeseran kimia pada daerah δ=7,4573 – 7,4611 ppm terdapat puncak doblet yang menunjukkan adanya proton H
dari aromatik.
5’ yang terdapat pada cincin B . Hal ini
didukung oleh data spektrofotometer FT-IR pada bilangan gelombang 1604,77
– 1521,84 cm-1 menunjukkan adanya ikatan rangkap C=C dari sistem aromatik dan pada bilangan gelombang 3151,69 cm- 1 dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi C-H cm-1
4. Pergeseran kimia pada daerah δ= 6,9008 ppm terdapat puncak singlet yang menunjukkan adanya proton H
dari aromatik.
8 dari cincin A dan Pergeseran kimia pada
daerah δ= 6,8830 ppm terdapat puncak singlet yang menunjukkan adanya proton H6 dari cincin A. Hal ini didukung oleh data spektrofotometer FT-IR
pada bilangan gelombang 1604,77 – 1521,84 cm-1 menunjukkan adanya ikatan rangkap C=C dari sistem aromatik dan pada bilangan gelombang 3151,69 cm-
1
5. Pergeseran kimia pada daerah δ= 3,5997 ppm terdapat puncak singlet yang menunjukkan adanya O-CH3 pada atom C5 dari cincin A. Hal ini didukung
oleh data spektrofotometer FT–IR pada bilangan gelombang 1118,71 –
1105,21 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) dari C-O-C. Karena pada daerah 12-13 ppm tidak terdapat puncak yang menunjukkan
posisi –OH pada atom C5 (Schutz, 1995) ,maka kemungkinan besar posisi
dari O-CH3 atau CH3 terletakpada atom C5.
6. Pergeseran kimia pada daerah δ= 1,2818 ppm terdapat puncak singlet yang menunjukkan adanya -CH3 yang belum ditentukan letaknya. Hal ini didukung
oleh data spektrofotometer FT–IR pada bilangan gelombang 1118,71 –
1105,21 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) dari C-O-C.
Dari hasil pembahasan diatas, berdasarkan skrining fitokimia, data spektrum
FT-IR dan (1H-NMR) dapat disimpulkan bahwa besar kemungkinan kristal yang diisolasi dari daun tumbuhan rambutan (Nephelium lappacheum L.) adalah senyawa flavonoida golongan Flavonol dengan kerangka struktur sebagai berikut :
5.1. Kesimpulan
1. Hasil isolasi yang diperoleh dari 2000 g daun tumbuhan rambutan (Nephelium Lappaceum L.) merupakan kristal berwarna kuning diperoleh sebanyak 8 mg, Rf = 0,6 dengan titik lebur 146-148o
2. Berdasarkan hasil skrining fitokimia flavonoida terhadap kristal hasil isolasi
dari daun tumbuhan rambutan (Nephelium Lappaceum L.), menunjukkan hasil yang positif mengandung senyawa flavonoida.
C.
3. Hasil analisis dengan skrining fitokimia pereaksi-pereaksi flavonoida,
Spektrofotometri UV-Visible, Spektrofotometri Infra Merah (FT – IR) dan
Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) menunjukkan bahwa kristal hasil isolasi dari daun tumbuhan rambutan (Nephelium Lappaceum L.) adalah senyawa flavonoida golongan flavonol.
5.2 Saran
Perlu dilakukan analisis Spektroskopi Massa, 13C–NMR agar diperoleh
data-data yang lebih mendukung untuk menentukan struktur senyawa flavonoida
yang diperoleh dari hasil isolasi.
5.1. Kesimpulan
1. Hasil isolasi yang diperoleh dari 2000 g daun tumbuhan rambutan (Nephelium Lappaceum L.) merupakan kristal berwarna kuning diperoleh sebanyak 8 mg, Rf = 0,6 dengan titik lebur 146-148o
2. Berdasarkan hasil skrining fitokimia flavonoida terhadap kristal hasil isolasi
dari daun tumbuhan rambutan (Nephelium Lappaceum L.), menunjukkan hasil yang positif mengandung senyawa flavonoida.
C.
3. Hasil analisis dengan skrining fitokimia pereaksi-pereaksi flavonoida,
Spektrofotometri UV-Visible, Spektrofotometri Infra Merah (FT – IR) dan
Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) menunjukkan bahwa kristal hasil isolasi dari daun tumbuhan rambutan (Nephelium Lappaceum L.) adalah senyawa flavonoida golongan flavonol.
5.2 Saran
Perlu dilakukan analisis Spektroskopi Massa, 13C–NMR agar diperoleh
data-data yang lebih mendukung untuk menentukan struktur senyawa flavonoida
yang diperoleh dari hasil isolasi.
Asiah,Siti. 2008. Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Rambutan (Nephelium
Lappaceum L). Terahadap Kematian Larva Nyamuk Aedes Aegypti Instar III. Skripsi Thesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Bernasconi, G. 1995. Teknologi Kimia. Jilid 2. Edisi Pertama. Jakarta: PT. Pradaya Paramita.
Cresswell, C.J. 1982. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Edisi kedua. Bandung: Penerbit ITB.
Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press.
Dalimartha, S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat di Indonesia. Jakarta: Trubus Agriwidya.
De Luna, R.D. 2005. Monoterpene From The Seed of Nephelium Lappaceum L. New York : Agricultural Experiment Station.
Gritter, R. J. 1991. Pengantar Kromatografi. Terbitan ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.
Harborne, J. B. 1987. Metoda Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Terbitan ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB.
Kalie, M.B. 1994. Budidaya Rambutan Varietas Unggul. Yogjakarta: Penerbit Kansius.
Kilburn, J.D. 2010. Identifikasi Senyawa fenolik dari Mayor Nephelium lappaceum L. Thailand : Chiang Mai University.
Manitto, P. 1992. Biosintesis Produk Alami. Cetakan Pertama. Terjemahan Koensoemardiyah. Semarang: Penerbit IKIP Press.
Markham, K. R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoida. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung: ITB Press.
Muldja, M.H. 1995. Analisis Instrumental. Cetakan Pertama. Surabaya: Universitas Airlangga Press.
Nessa, F. 2003. Free Radical-Scavenging Activity of Organic Extracts and Pure Flavonoids of Blumea balsamifera DC Leaves. Food Chemistry.hal. 243-252. Noerdin, D.1985.Elusidasi Struktur Senyawa Organik dengan Cara Spektroskopi
Ultra Lembayung dan Inframerah. Edisi Pertama. Bandung: Penerbit Angkasa.
Pavia, L. D. 1979. Introduction to Spectroscopy a Guide for Students of Organic
Peter, K.C. 2009. Charactheristic of Nephelium Lappaceum L. New York: Cornell University.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi Keenam. Bandung: Penerbit ITB.
Salisbury, F.B. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Edisi ke-4. Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB.
Sastrohamidjojo, H. 1985.Kromatografi . Edisi Pertama. Cetakan Pertama Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press..
Silverstein, R. M. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Terjemahan A. J. Hatomo dan Anny Viktor Purba. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Supratman, U.2008. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung: Penerbit Widya Padjadjaran.
Tobing, R. L. 1989. Kimia Bahan Alam. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Jakarta: Proyek Pembangunan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.