• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Pengakuan Hutang Dalam Perjanjian Kredit Bank (Studi : BRI Cabang Putri Hijau Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Pengakuan Hutang Dalam Perjanjian Kredit Bank (Studi : BRI Cabang Putri Hijau Medan)"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

WAWANCARA

1) Bagaimana pelaksanaan pemberian kredit ? Pelaksanaan pemberian kredit yakni : 7. Permohonan Kredit.

f. Permohonan fasilitas kredit

g. Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas. h. Permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan.

i. Permohonan perpanjangan/pembaharuan masa berlaku kredit yang telah berakhir jangka waktunya.

j. Permohonan lainnya untuk perubahan syarat-syarat fasilitas kredit yang sedang berjalan, antara lain penukaran jaminan, perubahan/pengunduran jadwal angsuran dan lain sebagainya.

8. Berkas.

Setiap berkas permohonan kredit dari nasabah terdiri dari:

d. Surat permohonan nasabah yang ditandatangani secara lengkap dan sah. e. Daftar isian yang disediakan oleh Bank yang secara sebenarnya dan

lengkap diisi oleh nasabah.

f. Daftar lampiran lainnya yang diperlukan menurut jenis fasilitas kredit. 9. Pencatatan.

Setiap surat permohonan kredit yang diteriam harus dicatat dalam register khusus yang disediakan.

10.Kelengkapan dan Berkas Permohonan.

(2)

permohonan kredit sedang diproses, maka berkas permohonan harus dipelihara dalam berkas permohonan.

11.Formulir daftar isian permohonan kredit.

Untuk memudahkan bank memperoleh data yang diperlukan, bank mempergunakan daftar isian permohonan kredit yang harus diisi oleh nasabah, formulir neraca, daftar rugi/laba.

12.Penyidikan dan Analisa Kredit.

Penyidikan (Investigasi) kredit adalah pekerjaan yang meliputi: e. Wawancara dengan pemohon kredit atau debitur.

f. Pengumpulan data yang berhubungan dengan permohonan kredit yang diajukan, baik data ekstren/intern. Termasuk informasi antar bank dan pemeriksaan pada daftar hitam dan daftar kredit macet.

g. Pemeriksaan/ penyidikan atas kebenaran dan kewajiban mengenai hal-hal yang dikemukakan nasabah dan informasi lainnya yang diperoleh.

h. Penyusunan laporan seperlunya mengenai hasil penyidikan yang telah dilaksanakan.

7. Keputusan atas permohonan kredit.

(3)

8. Persetujuan permohonan kredit.

Adalah merupakan keputusan bank untuk mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan kredit dari calon debitur. Untuk melindungi kepentingan bank dalam pelaksanaan persetujuan tersebut, biasanya ditegaskan syarat-syarat fasilitas kredit atau prosedur yang harus ditempuh oleh nasabah dan Perjanjian Kredit tersebut dituangkan pula kedalam Akta Notaris. Dalam Akta Notaris tersebut telah tercakup klausula Pengakuan Hutang oleh debitur dan ada klausula pengikatan jaminan kredit yang juga memuat kewenangan bank untuk melakukan penjualan barang Jaminan tersebut apabila nasabah tidak dapat melunasi hutang-hutangnya.

Setelah debitur mendapatkan kredit yang dimaksudkan, maka dalam proses berikutnya pihak bank tidak akan berlepas diri mengawasi pelaksanaan penggunaan dana yang dikucurkannya tersebut. Maka dalam tindakan ini selanjutnya akan diberikan pengawasan dan pembinaan kredit oleh pihak bank kepada pengusaha ekonomi lemah.

2) Bagaimana cara penanganan hutang dalam perjanjian kredit yang bermasalah ? Cara penyelesaian kredit bermasalah di BRI Cabang Putri Hijau Medan yaitu : 3. Penyelesaian dengan negosiasi.

(4)

diberikan fasilitas Rescheduling (Penjadwalan kembali) , Reconditioning

(Persyaratan Kembali) dan Restructuring (Penataan kembali). Apabila menurut Bank hal ini tidak mungkin dilakukan karena kondisi nasabahnya, maka kesepakatan bersama yang diambil adalah dengan jalan penjualan barang yang dijaminkan. Penjualan dapat saja dilakukan oleh Bank bersama-sama nasabah, dapat juga oleh nasabah saja atau oleh Bank saja. Penjualan dapat dilakukan secara dibawah tangan ataupun dengan cara lelang. Hal ini dimungkinkan karena dalam Akta Notaris telah disepakati keadaan seperti dimaksud. Pada umumnya di BRI Cabang Putri Hijau Medan menyelesaikan kredit bermasalah dengan negosiasi ini dilakukan terhadap debitur yang usahanya masih berjalan meskipun tersendat-sendat, dan tidak dapat membayar angsurannya.

(5)

4. Penyelesaian dengan litigasi

Penyelesaian kredit bermasalah dengan litigasi ini dilakukan baik terhadap debitur yang usahanya masih berjalan maupun terhadap debitur yang usahanya tidak lagi berjalan, terhadap debitur yang usahanya masih berjalan dilakukan apabila yang bersangkutan tidak mau melaksanakan kewajibannya untuk membayar hutangnya, baik pokok maupun bunganya. Sedangkan terhadap debitur yang usahanya sudah tidak berjalan lagi dilakukan apabila yang bersangkutan tidak dapat bekerjasama. Namun pada prakteknya penyelesaian dengan cara ini tidak pernah dilakukan karena kedua belah pihak lebih memilih secara negosiasi.

Adapun pihak yang dapat menentukan apakah usaha yang dijalankan oleh ketentuan dewan Pengawas BRI Cabang Putri Hijau Medan. Oleh karena itu sebagai jalan agar pihak BRI berhak untuk dapat memasuki tempat usaha dan tempat-tempat lainnya untuk mengadakan pemeriksaan terhadap pembukuan, catatan-catatan, transaksi yang berhubungan dengan dijalankannya usaha tersebut oleh BRI Cabang Putri Hijau Medan.

(6)

Penyelesaian dimaksud penagihan sejak piutang Negara telah jatuh tempo dan penanggung hutang wanprestasi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di instansi-instansi dan badan-badan yang bersangkutan dan setelah dilaksanakan penagihan tetapi tidak membawa hasil karena tidak ada kesedihan penanggung hutang untuk menyelesaikan hutangnya.

3) Apakah dibuatkan “Surat Pengakuan Hutang” untuk kredit yang tidak mempunyai jaminan?

BRI Cabang Putri Hijau tidak akan memproses permohonan kredit yang tidak mempunyai barang jaminan.

4). Apakah setiap Jaminan Kredit dibuatkan Akta Jaminan? Ya. APHT (Akta Pengikatan Hak Tanggungan).

5). Cara penanganan hutang yang mana yang sering dilakukan oleh BRI Cabang Putri Hijau?

Penyelesaian secara negosiasi

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Chairuman Pasaribu, Suhra Wardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Penerbit Sinar Grafika, tahun 1994.

Harry Waluya, Ekonomi Moneter, Uang dan Perbankan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1993.

Harahap, M., Yahya, Segi Hukum Perjanjian, Alumni 1996, Bandung

Hasibuan, S.P. Malayu, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi Yogyakarta, 2001. Irman, Tb, Anatomi Kejahatan Perbankan, Penerbit AYYCCS Group, Jakarta 2006 Indra Darmawan, Pengantar Uang dan Perbankan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta

1992.

Irman, Tb, Anatomi Kejahatan Perbankan, Penerbit AYYCCS Group, Jakarta 2006.

Jumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Penerbit Citra Aditya, Bandung, 1996.

Mahmuedin, As., Etika Bisnis Perbankan, Mulia Sari, Jakarta, 1994. Mohammad Djohan, Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia, Jakarta, 1990

Kartini Mulyadi & Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari Perjanjian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi, Cetakan ke enam, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

Levy dalam Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.

Mulhadi, Prinsip kehati-hatian (Prudent Banking Principle) dalam kerangka UU Perbankan di Indonesia, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara Medan, 2005.

Muchdarsyah Sinungan, Kredit, Seluk-beluk dan Pengelolaan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1980.

(8)

Niniek, Hukum Perdata Tentang Perikatan, Penerbit Fakultas Hukum USU, Medan, 1994.

Rachmadi Usman Aspek-aspek hukum perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001, Jakarta, hal 18, sebagaimana dikutip oleh Mulyadi,

Prinsip Kehati-hati (Prudent Banking Principle)

Rachman Hasanuddin, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit perbankan di Indonesia, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 1991.

Sam A.Wallean, Bank dan Wiraswasta, Allinpri Prima, Jakarta, 1991

Sinungan, Muchdarsyah, Dasar dan Teknik manajemen kredit, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1997.

Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1996.

______, Jaminan Untuk Pemberian Perjanjian menurut hukum Indonesia,

Penerbit Citra Aditya bakti, Bandung, 1999.

Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Prenada Media, Jakarta, 2000

Suyatno, Thomas, et. Al. Dasar-dasar Perbankan, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999.

Wirdjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1991

Peraturan Perundang-undangan

1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata 2. Undang-undang Perbankan 1992

(9)

BAB III

KETENTUAN HUKUM TENTANG PENGAKUAN HUTANG DALAM PERJANJIAN KREDIT

A. Pengertian Hutang dalam perjanjian hukum

Apakah setiap pengertian utang Pada umumnya undang-undang kepailitan atau bankruptcy law berkaitan dengan "utang" Debitor (debt) atau "piutang" atau "tagihan" Kreditor (claims).42 Seorang Kreditor mungkin saja memiliki lebih dari satu piutang atau tagihan, dan piutang atau tagihan yang berbeda-beda itu diperlakukan pula secara berbeda-beda di dalam proses kepailitan. Pasal 1 ayat (1) UUK menentukan bahwa "Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih Kreditornya". Sehubungan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUK itu, perlu dipahami dengan baik apa yang dimaksud dengan "utang". UUK tidak memberikan definisi atau pengertian mengenai apa yang dimaksudkan dengan "utang". Penjelasannya hanya mengatakan kalo hutang adalah utang yang tidak dibayar dan utang pokok atau bunganya”.

Utang

42

Rahman, Hassanudin, Op.Cit. hal 34

(10)

berkewajiban melakukan pembayaran utangnya kepada Kreditur yang berupa utang pokok ditambah bunga.

Dalam pengertian tersebut, pengertian utang yang sempit telah diperluas, sehingga utang tidak hanya mengenai pinjam-meminjam uang, tapi juga segala macam perikatan dalam lapangan hukum harta kekayaan.

Dengan demikian, dapatlah kita simpulkan bahwa “kewajiban” adalah “utang”. Kewajiban sama dengan utang. Utang adalah suatu prestasi di dalam lapangan hukum harta kekayaan yang berupa kewajiban Debitur untuk melunasinya kepada Kreditur. Utang tersebut dapat berupa utang untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu, serta berada di lapangan hukum perikatan.43

Hukum nasional kita, khusunya hukum perdata, tidak mengenal istilah “utang” secara definitif. Istilah utang tidak dirumuskan dalam satu pasal pengertian, sehingga untuk mendefinisikannya istilah tersebut dikembangkan dalam doktrin. Istilah “utang” lahir bersamaan dangan istilah “piutang” sebagai lawannya, seperti Dalam perjanjian telah ditetapkan suatu waktu tertentu tentang kapan Debitur harus melaksanakan kewajibannya melunasi utang, maka dengan lewatnya jangka waktu tersebut dan Debitur tidak melaksanakan kewajiban utangnya, Debitur sudah dapat dianggap lalai. Mulai sejak saat itu Debitur dianggap lalai karena tidak melaksanakan kewajibannya, dan sejak saat itu pula muncul hak Kreditur untuk melakukan penagihan pelunasan utang melalui lembaga kepailitan.

B. Perjanjian utang piutang

43

(11)

juga hak dan kewajiban yang berlawanan jika ditinjau dari arah kedua sisinya. Namun, apakah kewajiban sama dengan utang dan hak sama dengan piutang? Sebelumnya, ada baiknya kita menjenguk dulu Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) :

“Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena

undang-undang.”

Dalam pasal diatas jelas tersurat: undang-undang hendak menegaskan bahwa setiap hak dan kewajiban perdata, yang merupakan substansi dari hubungan perikatan, dapat timbul baik karena persetujuan/perjanjian yang dikehendaki oleh para pihak maupun karena undang-undang memang menetukannya demikian. Dalam persetujuan, yang kita sebut saja perjanjian, para pihak yang terlibat memang menghendaki adanya suatu perikatan. Bahkan perikatan tersebut merupakan alat untuk memperoleh seperangkat hak dan kewajiban hukum. Jadi, dalam perjanjian para pihak menegaskan lewat persetujuannya, bahwa ia mengakui hak-hak dan kajiban-kewajiban yang tertuang di dalam perikatan. Misalnya, Pasal 3, Penjual menyetujui bahwa Pembeli akan melakukan pembayaran barang secara mencicil sebanyak tiga kali dalam rentang waktu satu bulan.

Pengalihan utang debitur melalui cara Delegasi walaupun secara yuridis dimungkinkan dalam KUH Perdata dan ketentuan internal BANK, namun dalam pelaksanaannya dilapangan mengandung risiko hukum, terlebih lagi apabila jangka waktu kredit yang diberikan adalah untuk jangka panjang

Sebagaimana diketahui bahwa suatu perseroan dari waktu ke waktu akan mengalami perubahan-perubahan, diantaranya terjadinya perubahan terhadap para pengurus perseroan. Walaupun telah diperjanjikan dalam klausula Perjanjian Kredit

(12)

bahwa untuk setiap rencana perubahan pengurus perseroan harus terlebih dahulu memperoleh izin dari BANK selaku kreditur, namun fakta yang sering terjadi adalah terjadinya pelanggaran atas klausula dimaksud, disamping karena kurangnya pemantauan dari petugas incharge

Disamping

BANK sendiri.

perjanjian, alat untuk menimbulkan hak dan kewajiban lainnya adalah undang-undang. Dalam hal ini para pihak terikat secara hukum bukan karena adanya persetujuan, melainkan karena hukum telah menentukannya demikian. Misalnya, Undang-undang Perseroan Terbatas menentukan bahwa hanya Direktur yang dapat mewakili perbuatan hukum suatu perusahaan. Dengan demikian, undang-undang telah memberikan hak kepada Direktur perusahaan untuk dapat mewakili perusahaannya dalam berhubungan hukum dengan orang atau perusahaan lain.44

Dalam perjanjian, umumnya disebutkan perihal kapan suatu kewajiban itu harus dilaksanakan. Namun dalam hal tidak disebutkannya suatu waktu pelaksanaan kewajiban, maka hal tersebut bukan berarti tidak dapat ditentukannya suatu waktu tertentu. Pasal 1238 KUHPerdata mengatur sebagai berikut :

“Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”45

C. Pembayaran hutang dalam perjanjian kredit

44

Rachmadi Usman Aspek-aspek hukum perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001, Jakarta, hal 18, sebagaimana dikutip oleh Mulyadi, Prinsip Kehati-hati (Prudent Banking Principle

45

(13)

Sebagai makhluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Interaksi yang terjalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perjanjian.

Dilihat dari pengertian yang terdapat dalam Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata perjanjian harus memenuhi 4 syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal tersebut adalah :

1) Kesepakatan para pihak;

2) Kecakapan untuk membuat perikatan (misal: cukup umur, tidak dibawah pengampuan dll);

(14)

Dua hal yang pertama disebut sebagai syarat subyektif dan dua hal yang terakhir disebut syarat obyektif. Suatu perjanjian yang mengandung cacat pada syarat subyektif akan memiliki konsekwensi untuk dapat dibatalkan (vernietigbaar). Dengan demikian selama perjanjian yang mengandung cacat subyektif ini belum dibatalkan, maka ia tetap mengikat para pihak layaknya perjanjian yang sah. Sedangkan perjanjian yang memiliki cacat pada syarat obyektif (hal tertentu dan causa yang halal), maka secara tegas dinyatakan sebagai batal demi hukum.

Akibat timbulnya perjanjian tersebut, maka para pihak terikat didalamnya dituntut untuk melaksanakannya dengan baik layaknya undang-undang bagi mereka. Hal ini dinyatakan Pasal 1338 KUH Perdata, yaitu :

(1) perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

(2) perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan dari para pihak atau karena adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-undang.

(3) Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.

Ketentuan yang ada pada Pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata memuat asas-asas dan prinsip kebebasan untuk membuat kontrak atau perjanjian. Dalam hukum perdata pada dasarnya setiap orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian baik dari segi bentuk maupun muatan, selama tidak melanggar ketentuan perundang-undangan, kesusilaan, kepatutan dalam masyarakat (lihat Pasal 1337 KUH Perdata).

(15)

ketentuan yang dinyatakan dalam perjanjian dan apa yang seharusnya dilakukan jika hal tersebut terjadi?

Menurut KUH Perdata, bila salah satu pihak tidak menjalankan, tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian atau pun telah memenuhi kewajibannya namun tidak sebagaimana yang ditentukan, maka perbuatannya tersebut dikategorikan sebagai wanprestasi. Dalam prakteknya untuk menyatakan seseorang telah melanggar perjanjian dan dianggap melakukan wanprestasi, ia harus diberi surat peringatan terlebih dahulu (somasi). Surat somasi tersebut harus menyatakan dengan jelas bahwa satu pihak telah melanggar ketentuan perjanjian (cantumkan pasal dan ayat yang dilanggar). Disebutkan pula dalam somasi tersebut tentang upaya hukum yang akan diambil jika pihak pelanggar tetap tidak mematuhi somasi yang dilayangkan.

Bentuk suatu perjanjian adalah bebas (vormvrij), dapat lisan atau tertulis. Dengan bentuk tertulis, pembuktian perjanjian lebih mudah daripada dengan lisan. Untuk perjanjian tertentu Undang-undang menghendaki agar bentuknya tertentu dan bentuk itu merupakan syarat mutlak untuk adanya perjanjian (eksistensi, bestaanwaarde), misalnya pendirian Perseroan Terbatas harus dengan akta notaris. Dengan asas bentuk yang bebas ini maka dapat diterima oleh hukum perjanjian kita, bentuk kontrak elektronik, internet, E-mail, fax dan lain-lain.

(16)

kredit maka semakin kuatlah kepercayaan yang diberikan bank akan kemampuan membayar kembali debiturnya. Selain memuat tentang jaminan kredit, perjanjian kredit memuat pula ketentuan mengenai bunga, sanksi bagi kredit tertunggak, dan lain-lain.

Dalam prakteknya, kreditur sering kali melengkapi perjanjian kredit dengan grosse akta pengakuan hutang guna memperkuat kedudukannya dalam meminta kembali pinjaman yang diberikannya kepada debitur. Selain itu eksekusi pembayaran hutang dapat lebih cepat karena dengan adanya grosse akta pengakuan hutang, maka kreditur dapat langsung mengeksekusi jaminan debitur tanpa perlu menunggu putusan hakim. Bagi kreditur hal ini lebih menguntungkan, karena semakin lama jaminan tidak dieksekusi, kerugian yang akan diderita kreditur akibat wanprestasi debitur akan semakin besar.

D. Prosedur Perjanjian hutang bank

Sebagai makhluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Interaksi yang terjalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perjanjian.

(17)

bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata perjanjian harus memenuhi 4 syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal tersebut adalah :

1) Kesepakatan para pihak;

2) Kecakapan untuk membuat perikatan (misal: cukup umur, tidak dibawah pengampuan dll);

3) menyangkut hal tertentu; 4) adanya causa yang halal.

Dua hal yang pertama disebut sebagai syarat subyektif dan dua hal yang terakhir disebut syarat obyektif. Suatu perjanjian yang mengandung cacat pada syarat subyektif akan memiliki konsekwensi untuk dapat dibatalkan (vernietigbaar). Dengan demikian selama perjanjian yang mengandung cacat subyektif ini belum dibatalkan, maka ia tetap mengikat para pihak layaknya perjanjian yang sah. Sedangkan perjanjian yang memiliki cacat pada syarat obyektif (hal tertentu dan causa yang halal), maka secara tegas dinyatakan sebagai batal demi hukum.

(18)

(1) perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

(2) perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan dari para pihak atau karena adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-undang.

(3) Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.

Ketentuan yang ada pada Pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata memuat asas-asas dan prinsip kebebasan untuk membuat kontrak atau perjanjian. Dalam hukum perdata pada dasarnya setiap orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian baik dari segi bentuk maupun muatan, selama tidak melanggar ketentuan perundang-undangan, kesusilaan, kepatutan dalam masyarakat (lihat Pasal 1337 KUH Perdata). Masalah hutang-piutang adalah masalah klasik yang seringkali timbul tanpa disadari oleh para pihak khususnya yang memberi hutang/pinjaman, karena mungkin saja dengan alasan masih ada hubungan keluarga, hubungan persahabatan, maka pemberian pinjaman atau hutang tersebut secara mudah dikucurkan, tanpa adanya suatu jaminan yang cukup atas pinjaman tersebut.

(19)

mungkin diisi sebelumnya, yaitu antara lain jumlah pinjaman, bunga, tujuan dan jangka waktu kredit.46

Pada umumnya Prosedur Perjanjian hutang bank telah menyediakan formulir kredit tertentu, yang disodorkan kepada pemohon. Setelah formulir itu diisi syarat-syaratnya dipenuhi, maka langkah kedua ialah bank melakukan analisa. Seorang analis bank, menilai permohonan itu dapat dipertimbangkan lebih lanjut oleh direksi.

Kalau perjanjian standard kredit dipelajari lebih mendalam lagi, maka perjanjian kredit dibedakan ke dalam dua bagian, yaitu perjanjian induk dan dan perjanjian tambahan.

47

Ada kemungkinan pinjaman itu tidak diserahkan, oleh karena bank mendapat informasi baru yang tidak menguntungkan mengenai pemohon. Ada juga kemungkinan bahwa besarnya jumlah yang diserahkan berlainan dengan jumlah

Kepada pemohon lalu diberikan suatu ketentuan dalam bentuk surat (specimen), dimana pemohon membubuhkan tanda tangannya. Hanya tanda tangan yang tertulis di atas itu sajalah yang berhak menarik atau menerima uang dari bank.

Langkah yang berikutnya adalah penyerahan uang oleh bank kepada pemohon. Pada umumnya penyerahan uang tidak dengan sendirinya mengiringi perjanjian kredit.

Dalam kenyataannya, pemohon kredit baru dapat menerima penyerahan setelah ada penegasan dari pihak bank bahwa pemohon boleh menerima dan mempergunakan kredit itu.

46

Indra darmawan, Op.Cit. hal 55

47

(20)

yang semula disetujui di dalam perjanjian kredit. Penyerahan uang kepada penerima kredit tergantung pula dari sifat atau jenis kredit yang diperjanjikan.

E. Perjanjian Pelunasan hutang

Pengertian "utang yang telah jatuh waktu" dan "utang yang telah dapat ditagih" berbeda. "Utang yang telah jatuh waktu", atau utang yang telah expired, dengan sendirinya menjadi "utang yang telah dapat ditagih", namun utang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan utang yang telah jatuh waktu. Utang hanyalah jatuh waktu apabila menurut perjanjian kredit atau perjanjian utang-piutang telah sampai jadwal waktunya untuk dilunasi oleh Debitor sebagaimana ditentukan di dalam perjanjian itu. Misalnya saja telah sampai jadwal cicilan bagi pelunasan kredit investasi yang ditentukan bertahap, misalnya setiap 6 (enam) bulan sekali setelah masa tenggang (grace period) lampau, dan harus telah dilunasi seluruhnya pada akhir perjanjian yang bersangkutan. Namun, suatu utang sekalipun jatuh waktunya belum tiba, mungkin saja utang itu telah dapat ditagih, yaitu karena telah terjadi salah satu peristiwa yang disebut events of default sebagaimana ditentukan ai dalam perjanjian itu.

Maka seyogianya kata-kata di dalam Pasal 1 ayat (1) UUK yang berbunyi "utang yang telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih" diubah menjadi cukup berbunyi "utang yang telah dapat ditagih" baik utang tersebut telah jatuh waktu atau belum".

(21)

pegawai utamanya. Untuk pengusaha jarang rasanya suka mempercepat melunasi hutangnya, mereka bila mempunyai dana lebih biasanya lebih suka menginvestasikan ke usaha lain.

Bagi yang mempunyai paham tidak mau mempunyai hutang ada beberapa hal yang perlu dilakukan bila ingin melakukan pelunasan hutangnya sebelum jatuh tempo (pelunasan dipercepat). Hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Minta print out kepada petugas bank untuk mengetahui outstanding kewajiban kita di bank masih ada berapa. Cermati, jumlah pokok yang perlu dilunasi masih ada berapa dan berapa rupiah bunga terakhir yang kudu dibayar pada bulan tersebut. Sebesar itulah yang harus anda lunasi. Bunga sisanya tidak perlu anda lunasi karena anda tidak menggunakan dana bank lagi setelahnya. Biasanya pada beberapa bank ada yang menerapkan penalti atas pelunasan dipercepat.

2. Buatlah surat pemberitahuan kepada Kepala Cabang Bank tersebut, bahwasanya kredit anda akan anda selesaikan atau istilahnya pelunasan dipercepat. Sampaikan saja bahwa sesuai dengan print out bank, anda akan membayar total pokok bank Rp…….(yang belum terbayar) dan bunga pada bulan tersebut sekian untuk melunasi kewajiban anda.

(22)

4. Saat pelunasan sudah anda lakukan, jangan lupa mintalah surat keterangan lunas dari Bank. Surat ini merupakan ijazah bagi anda, yang dapat anda gunakan sebagai lampiran bila anda ingin berhubungan dengan Bank lagi. Setidaknya record dapat dipercaya dan record amanah dapat anda ditunjukkan sebagai pertimbangan bank nantinya.

BAB IV

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN HUTANG DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

A. Pelaksanaan pemberian kredit Bank

Adapun Pelaksanaan pemberian kredit Bank yakni : 1. Permohonan Kredit

a. Permohonan fasilitas kredit

b. Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas. c. Permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan.

(23)

e. Permohonan lainnya untuk perubahan syarat-syarat fasilitas kredit yang sedang berjalan, antara lain penukaran jaminan, perubahan/ pengunduran jadwal angsuran dan lain sebagainya.

2. Berkas

Setiap berkas permohonan kredit dari nasabah terdiri dari :

a. Surat permohonan nasabah yang ditandatangani secara lengkap dan sah. b. Daftar isian yang disediakan oleh Bank yang secara sebenarnya dan

lengkap diisi oleh nasabah.

c. Daftar lampiran lainnya yang diperluakn menurut jenis fasilitas kredit.

3. Pencatatan

Setiap surat permohonan kredit yang diterima harus dicatat dalam register khusus yang disediakan.

4. Kelengkapan dan Berkas Permohonan.

Permohonan dinyatakan lengkap bila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk pengajuan permohonan menurut jenis kreditnya. Selama permohonan kredit sedang diproses, maka berkas permohonan harus dipelihara dalam berkas permohonan.

5. Formulir daftar isian permohonan kredit

Untuk memudahkan bank memperoleh data yang diperlukan, bank mempergunakan daftar isian permohonan kredit yang harus diisi oleh nasabah, formulir neraca, daftar rugi/laba.

6. Penyidikan dan Analisa Kredit

(24)

a. Wawancara dengan pemohon kredit atau debitur.

b. Pengumpulan data yang berhubungan dengan permohonan kredit yang diajukan, baik data ekstren/intern. Termasuk informasi antar bank dan pemeriksaan pada daftar hitam dan daftar kredit macet.

c. Pemeriksaan/ penyidikan atas kebenaran dan kewajiban mengenai hal-hal yang dikemukakan nasabah dan informasi lainnya yang diperoleh.

d. Penyusunan laporan seperlunya mengenai hasil penyidikan yang telah dilaksanakan.

7. Keputusan atas permohonan kredit

Setiap keputusan permohonan kredit harus memperhatikan penilaian syarta-syarat umum yang pada dasarnya tercantum dalam laporan pemeriksaan kredit dan analis kredit, bahan pertimbangan atau informasi lainnya yang diperoleh pejabat pengambil keputusan, harus dibubuhkan secara tertulis (disposisi).

8. Persetujuan permohonan kredit

Adalah keputusan bank untuk mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan kredit dari calon debitur. Untuk melindungi kepentingan bank dalam pelaksanaan persetujuan tersebut, biasanya ditegaskan syarat-syarat fasilitas kredit atau prosedur yang harus ditempuh oleh nasabah.

(25)

Pasal 1 : Jumlah, Bentuk dan penggunaan Kredit Pasal 2 : Besarnya Provisi Kredit

Pasal 3 : Besarnya Bunga dan Denda Bunga Kredit Pasal 4 : Jangka Waktu Kredit

Pasal 5 : Pengakuan Hutang Pasal 6 : Syarat-syarat Kredit Pasal 7 : Perjumpaan Hutang

Pasal 8 : Pelanggaran Atas Ketentuan Pemberian Kredit (event Of Default) Pasal 9 : Ketentuan Pelunasan Sebelum Berakhirnya Jangka Waktu

Pasal 10 : Jaminan

Pasal 11 : Asuransi Terhadap Barang Jaminan

Pasal 12 : Asuransi Terhadap Kredit atau Jiwa Pengambil Kredit Pasal 13 : Pemeriksaan dan Pengawasan

Pasal 14 : Pernyataan

Pasal 15 : Biaya biaya lainnya Pasal 16 : Domisili

Pasal 17 : Ketentuan ketentuan Lain

Pasal 18 : Kuasa Pemindah bukuan Secara otomatis

Dari pasal-pasal tersebut di atas, terdapat beberapa pasal yang menjadi aspek yuridis yang akan berkaitan dengan wanprestasi yaitu :

Pasal 5 : yang berbunyi :

(26)

denda bunga serta biaya-biaya lain maunpun catatan lainnya kepada Bank sehubungan dengan perjanjian ini”

Pasal 14 point 4 : yang antara lain berbunyi :

“Bilamana Kredit tidak dibayar lunas pada waktu yang ditetapkan, maka Bank berhak untuk menjual seluruh jaminan sehubungan dengan kredit ini, baik secara dibawah tangan maupun dimuka umum, untuk mana atas permintaan tertulis yang pertama kalinya dari bank dan atas kerelaan sendiri tanpa paksaan, Pengambil Kredit dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya akan menyerahkan/mengosongkan rumah/bangunan yang dijadikan sebagai jaminan berdasarkan akta ini”.

Setelah persetujuan kredit dilaksanakan, maka dalam proses berikutnya pihak bank tidak akan berlepas diri mengawasi pelaksanaan penggunaan dana yang dikucurkannya kepada Debitur tersebut. Maka dalam tindakan ini selanjutnay akan diberikan pengawasan dan pembinaan kredit oleh pihak bank kepada Penerima Kredit.

B. Penyelesaian pengakuan hutang dalam perjanjian kredit bank bermasalah Dalam prakteknya, BRI Cabang Putri Hijau Medan menyelesaikan kredit yang bermasalah dengan 2 (dua) alternatif, yaitu negosiasi dan litigasi :

Cara penyelesaian kredit bermasalah di BRI Cabang Putri Hijau Medan yaitu:

(27)

BRI Cabang Putri Hijau Medan menyelesaikan kredit bermasalah dengan negosiasi ini dilakukan terhadap debitur yang usahanya masih berjalan meskipun tersendat-sendat, dan tidak dapat membayar angsurannya.

Bahkan, terhadap debitur yang usahanya sudah tidak berjalanpun dapat dilakukan penyelesaian dengan negosiasi. Apabila ratio agunan/jaminan kredit masih mencukupi dan ada usaha yang dianggap lebih layak dan dapat menghasilkan, maka debitur yang bersangkutan dimungkinkan untuk diberikan suntikan baru yang hasilnya dapat dipergunakan untuk membayar seluruh kewajibannya.

Semua upaya tersebut dengan kredit yang diselamatkan, yaitu kredit yang semula tergolong bermasalah kemudian terjadi kesepakatan antara debitur dan BRI Cabang Putri Hijau Medan untuk diperbaiki, yang tentunya diikuti dengan suatu perjanjian kredit yang baru, baik berupa novasi, subrogasi, kompensasi atau hanya berupa addendum atas perjanjian kredit yang telah ada.

Adapun bentuk penyelamatan kredit di BRI Cabang Putri Hijau Medan adalah antara lain:

a. Rescheduling (Penjadwalan kembali)

Yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang. Termasuk apabila terjadi atau tidak terjadi perubahan besarnya angsuran.

b. Reconditioning (Persyaratan Kembali)

(28)

persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit.

c. Restructuring (Penataan kembali).

Yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut penambahan dana, dan atau konveksi seluruh dan sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan.

“Pada dasarnya tujuan dilakukannya rescheduling, restructuring dan reconditioning adalah dalam rangka upaya BRI Cabang Putri Hijau Medan untuk membantu nasabahnya yang beritikad baik, pada saat mengalami kesulitan dalam mengelola usahanya yang menyebabkan berkurangnya/melemahnya kemampuan untuk memenihi kewajibannya kepada BRI Cabang Putri Hijau Medan. Dengan demikian tindakan ini bank memberikan kesempatan kepada debiturnya untuk berusaha lagi.”48

2. Penyelesaian dengan litigasi

Pada sisi lain, penyelesaian kredit bermasalah dengan negosiasi ini tidak selalu berakhir dengan keadaan-keadaan di atas, melainkan dapat saja terjadi dengan pelaksanaan penjualan agunan/jaminan kredit. Penjualan agunan/jaminan kredit tersebut dilakukan secara bersama-sama atau bank sendiri tanpa adanya perselisihan. Hal ini dapat saja terjadi, utamanya apabila debitur yang bersangkutan mempunyai itikad yang baik dan masih dapat bekerjasama, dan telah didukung oleh isi pasal-pasal akta tersebut di atas. Penyelesaian kredit dengan cara penjualan jaminan ini yang sering terjadi bagi nasabah-nasabah yang tidak dapat lagi mengenbangkan usahanya karena bangkrut.

48

(29)

Penyelesaian kredit bermasalah dengan litigasi ini dilakukan apabila cara negosiasi mengalami jalan buntu atau jaminan yang diagunkan mengalami masalah, baik terhadap debitur yang usahanya masih berjalan maupun terhadap debitur yang usahanya tidak lagi berjalan, terhadap debitur yang usahanya masih berjalan dilakukan apabila yang bersangkutan tidak mau melaksanakan kewajibannya untuk membayar hutangnya, baik pokok maupun bunganya. Sedangkan terhadap debitur yang usahanya sudah tidak berjalan lagi dilakukan apabila yang bersangkutan tidak dapat bekerjasama.

Adapun pihak yang dapat menentukan apakah usaha yang dijalankan oleh ketentuan dewan Pengawas BRI Cabang Putri Hijau Medan. Oleh karena itu sebagai jalan agar pihak BRI berhak untuk dapat memasuki tempat usaha dan tempat-tempat lainnya untuk mengadakan pemeriksaan terhadap pembukuan, catatan-catatan, transaksi yang berhubungan dengan dijalankannya usaha tersebut oleh BRI Cabang Putri Hijau Medan.

Pada prakteknya, BRI Cabang Putri Hijau Medan belum pernah menyelesaikan kredit dengan litigasi ini, namun apabila suatu saat harus dilakukan maka akan dilakukan dengan pengajuan gugatan/eksekusi kepada kantor Penyelesaian Piutang dan Lelang Negara (KPPLN) karena Bank adalah milik Pemerintah.

(30)

Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) bertugas dengan dasar UU No. 49 Prp Tahun 1960. Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) bertugas menyelesaikan piutang negara yang telah diserahkan kepadanya oleh instansi Pemerintah atau badan-badan negara. Dengan demikian bagi bank milik Negara termasuk bank penyelesaian kredit macetnya harus dilakukan melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), dimana dengan adanya penyerahan piutang kepada badan tersebut secara hukum wewenang penguasaan atas hak tagih dialihkan kepadanya.

Penyerahan piutang macet ini di dalam Keputusan Menteri keuangan No. 293/KMK/09/1993 tanggal 27 Pebruari 1993 tentang Pengurusan Piutang Negara disebut Pengalihan Pengurusan Piutang Negara.

Piutang Negara yang penagihannya wajib diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) adalah piutang negara macet, yang ada dan besarnya telah pasti menurut hukum, jadi sebelumnya harus diteliti terlebih dahulu secara seksama berapa jumlah tagihan, termasuk bagaimana keadaan fisik barang jaminan dan atau harta kekayaan lainnya milik penanggung hutang/penjamin hutang. Sebelum menyerahkan penagihannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), instansi atau badan Negara tersebut, harus terlebih dahulu berusaha dan berupaya secara intern untuk menagih, namun ternyata tidak berhasil, maka diwajibkan/diharuskan untuk menyerahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).

(31)

Penyerahan piutang wajib menyerahkan semua dokumen asli kepemilikan barang jaminan dan pengikatannya kepada KPPLN.

Untuk penetapan piutang negara perbankan, hal-hal yang perlu diketahui yang diatur dalam Surat Keputusan Menteri keuangan tersebut adalah :

a. Bank wajib memberikan data dan informasi secara lengkap mengenai piutang yang diserahkan, yang meliputi hal-hal sebagai berikut :

- hutang pokok, bunga denda dan beban lainnya.

- Cara penyelesaian kredit dengan angsuran atau tanpa angsuran.

- Jumlah angsuran hutang pokok, bunga, denda dan beban lainnya yang telah dibayar.

- Rincian penyelesaian kredit.

b. Penetapan besarnya piutang negara perbankan didasarkan atas peraturan kolektibilitas kredit perbankan yang berlaku, dengan ketentuan bahwa jangka waktu yang dapat diperhitungkan untuk pembebanan bunga, denda dan beban lainnya paling lama 21 bulan sejak piutang tersebut dikategorikan diragukan.

c. Perhitungan penetapan besarnya piutang negara perbankan dilakukan sebagai berikut :

- Angsuran yang dilakukan oleh penanggung hutang setelah piutang dinyatakan macet diperhitungkan sebagai pengurangan.

(32)

Selain beberapa cara penyelesaian kredit tersebut di atas, dengan berlakunya UU No. 5 Tahun 1991 dan Keputusan presiden No. 55 tahun 1991 Tentang penyelesaian Piutang Negara, pihak bank (bank milik negara) dapat meminta bantuan (dengan kuasa) pihak kejaksaan guna penyelesaian kredit bermasalah tersebut.

Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1991 dan keputusan presiden No. 55 Tahun 1991 tersebut, Kejaksaan dengan kuasa dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. Oleh karena itu peranan Kejaksaan dalam bidang hukum perdata tersebut dapat disejajarkan dengan

Government’s Law Office atau advokat/pengacara negara. Dengan demikian kejaksaan dapat mewakili bank-bank milik negara dalam penyelesaian kredit bermasalah, termasuk masalah hukum yang timbul dari hubungan pemberian kredit antara bank dengandebitur, bilamana debitur tidak memenuhi kewajibannya (wanprestasi) kepada bank.

Perjanjian kredit perbankan di Indonesia mempunyai arti yang khusus dalam rangka pembangunan, tidak merupakan perjanjian pinjam meminjam uang biasa. Perjanjian kredit menyangkut kepentingan nasional. Hal ini dapat dibaca dari penjelasan Undang-undang Perbankan No. 10 tahun 1998 yang antara lain menyatakan sebagai berikut :

Perbankan memiliki peranan yang strategis di dalam trilogi pembangunan, karena perbankan adalah suatu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien, yang dengan berasaskan demokrasi ekonomi mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan nasional dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kea rah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.49

49

(33)

Fungsi menghimpun dan menyalurkan dana itu berkaitan erat dengan kepentingan umum, sehingga perbankan wajib menjaga dengan baik dana yang dititipkan masyarakat tersebut. Perbankan harus dapat menyalurkan dana tersebut ke bidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan.

Menghimpun dan menyalurkan dana tersebut merupakan salah satu usaha dari perbankan. Untuk melaksanakan peran tersebut, perbankan harus memiliki perangkat hukum yang ampuh (solid) baik yang menjadi dasar hukumnya maupun perangkat hukum operasionalnya.

(34)

diperhatikan. Bank Indonesia dan menteri keuangan berwenang memberikan sanksi administratif.

Namun kenyataan yang menunjukkan keadaan kredit itu sedemikian rupa, sehingga dapat mengakibatkan hal yang fatal bagi pembangunan, maka harus dicarikan penyelesaian yang bersifat menyeluruh.

Berdasarkan pada KUH Perdata Pasal 1750 menyatakan bahwa pemberi penjaman tidak dapat meminta kembali barang yang dipinjamkannya kecuali bila sudah lewat waktu yang ditentukan, atau dalam hal tidak ada ketentuan tentang waktu peminjaman usaha kecil menengah itu, bila barang yang dipinjamkan itu telah atau dianggap selesai digunakan untuk tujuan yang dimaksudkan.

C. Cara penanganan hutang dalam perjanjian kredit bermasalah

Penanganan hutang dalam perjanjian kredit bermasalah sebelum diselesaikan secara yudisial dilakukan melalui penjadwalan (rescheduling), persyaratan (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring). Penanganan dapat melalui salah satu cara ataupun gabungan dari ketiga cara tersebut. Setelah ditempuh dengan cara tersebut dan tetap tidak ada kemajuan penanganan, selanjutnya diselesaikan secara yudisial melalui jalur pengadilan, pengadilan Niaga, melalui PUPN, dan melalui Lembaga Paksa Badan.

Upaya

(35)

Dan untuk mencegah kredit bermasalah kita memerlukan pengetahuan gaya

kredit

1. Gaya kredit.

Besar kecilnya jumlah kredit bermasalah dipengaruhi sistem dan proses pemberian kredit. Sistem dan proses tersebut, hadir sesuai dengan gaya kredit yang dianut manajemen bank terkait. Bila bergaya profit tinggi dan pencarian nasabah pun gencar yang seringkali kualitas kredit terabaikan. Bila bergaya likuid maka profit tidak optimal. Manajemen bank mencari jalan tengah konflik profit likuid yang lantas merumuskannya dalam target kredit yang diinginkan, batas-batas kerugian atas penghapusan pinjaman yang ditolerir. Tidak ada titik tengah sempurna antara profit dengan likuid, yang ada adalah situasi dasar penggunaannya. Dalam hal gaya profit ditetapkan maka menjaga kualitas kredit dipertahankan sebagai upaya mencegah kredit bermasalah.

2. Kebijakan.

Kebijakan kredit merupakan sarana utama mengkomunikasikan gaya kredit. Dalam kebijakan kredit memuat petunjuk yang dirancang sebagai panduan pemberian kredit. Agar kredit tidak bermasalah maka kebijakan tersebut disosialisasikan secara lengkap dan jelas pada semua karyawan yang terlibat. Kegagalan implementasi kebijakan seringkali karena rendahnya komitmen manajemen, kurang disosialisasikan, bertentangan dengan kebiasaan formal yang dianut manajemen.

3. Proses.

Proses kredit tidak lain the second line of defence dalam mencegah kredit bermasalah. Proses ini menuntut kejelasan penyajian, bila tidak jelas maka kredit akan terus mengalami penurunan kualitas yang terkadang luput dari perhatian manajemen. Proses mencakup proses pemberian kredit, proses pembinaan kredit, proses review kredit, dan proses informasi manajemen untuk portfolio kredit.

4. Orang.

Orang merupakan the first line of defence dalam mencegah kredit bermasalah. Bila setiap kredit didasari kebijakan yang baik, proses yang baik maka kesempatan kredit bermasalah dapat diminimalisasi. Pejabat kredit yang menjadi contact person utama bagi nasabah seharusnya menjadi yang pertama mengetahui gejala kredit bermasalah dan juga yang pertama memulai langkah-langkah penyelamatan. Untuk memastikan bahwa account officer memiliki kemampuan mencegah dan mendeteksi kredit bermasalah, maka perekrutan tidak ada jalan pintu belakang serta selalu membekali account officer dengan pendidikan latihan secara berkala.50

Untuk mengatasi hutang dalam perjanjian kredit pihak bank perlu melakukan penyelamatan, sehingga tidak akan menimbulkan kerugian. Penyelamatan dapat

50

(36)

dilakukan dengan memberikan keringanan berupa jangka waktu pembayaran atau jumlah angsuran terutama bagi kredit terkena musibah atau dengan melakukan penyitaan bagi kredit yang sengaja lalai untuk membayar.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

(37)

pemberian kuasa kepada pihak Bank untuk menjual Jaminan apabila debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat yang ditentukan bank. Selama kredit berjalan pihak bank tetap melakukan pengawasan dan pembinaan kredit dalam pelaksanaan penggunaan dana yang diberikan penerima kredit. 2. BRI Cabang Putri Hijau Medan melakukan sistem/pola penanganan hutang

dalam perjanjian kredit bermasalah dengan 2 (dua) alternatif, yaitu negosiasi dan litigasi. Penyelesaian kredit bermasalah dengan negosiasi ini dilakukan kesepakatan antara debitur dan BRI Cabang Putri Hijau Medan. untuk usaha-usaha yang masih bisa diperbaiki/diselamatkan, diberikan alternative untuk melakukan rescheduling, reconditioning, restructuring yang tentunya diikuti dengan suatu perjanjian kredit yang baru, baik berupa novasi, subrogasi, kompensasi atau hanya berupa addendum atas perjanjian kredit yang telah ada. Dan bagi usaha yang tidak lagi dapat diperbaiki atau sudah berhenti usahanya, dilakukan megosiasi untuk menjual barang jaminan yang diagunkan, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri antara bank dan debitur. Pada prakteknya, penyelesaian kredit dengan cara negosiasi inilah yang selama ini dilakukan oleh BRI Cabang Putri Hijau, sedangkan dengan litigasi, yang dilakukan dengan pengajuan gugatan/eksekusi kepada Lembaga Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) karena Bank adalah milik Pemerintah, belum pernah dilakukan.

(38)

sepihak, tetapi masih melakukan alternatif-alternatif penyelamatan terlebih dahulu sebelum benar-benar menempuh jalur hukum yang resmi.

B. Saran

Dari hasil penelitian maka penulis menyarankan sebagai berikut :

1. Dalam hal pelaksanaan pemberian kredit hendaknya bank memberikan keringanan dalam hal jaminan yang harus disediakan terutama untuk debitur pengusaha kecil agar dapat menambah modalnya, karena pengusaha kecil tidak akan mampu menyediakan jaminan.

2. Jika tidak ditangani secara baik, maka kredit bermasalah merupakan sumber kerugian yang sangat potensi bagi bank. kredit bermasalah menimbulkan biaya yang menjadi beban dan kerugian bagi bank, karena peranan sektor perbankan adalah menjembatani dua kelompok kepentingan masyarakat, yaitu antara kepentingan masyarakat pemilik dana (surplus spending units) dengan masyarakat yang membutuhkan dana (defecit spending units). Oleh karena itu, BRI Cabang Putri Hijau hendaknya lebih berhati-hati dalam menentukan usaha yang akan dibiayai dengan kredit, adalah usaha-usaha yang benar-benar dapat berkembang secara baik dan dibutuhkan oleh masyarakat banyak.

(39)

penjualan secara lelang barang-barang jaminan debitur yang dibawah standar harga yang normal.

(40)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

A.

Pengertian perjanjian pada umumnya

Tentang perjanjian dianggap sudah berlangsung antara pihak pelanggan dan perusahaan apabila mereka telah menyetujui dan bersepakat tentang keadaan benda dan harga barang tersebut, sekalipun harga belum dibayar dan harganya belum diserahkan (Pasal 1458 KUH perdata).

Di bawah ini akan memberikan beberapa dari pengertian perjanjian antara lain:

Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.7

Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang atau jasa dan pihak lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan.8

7

M. Yahya Hrp, Segi Hukum Perjanjian, Alumni 1996, Bandung, hal 61

8

(41)

Pengertian perjanjian ini mengandung unsur : a. Perbuatan,

Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;

b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih,

Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.

c. Mengikatkan dirinya,

Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.9

Perjanjian adalah salah satu sumber perikatan. Perjanjian melahirkan perikatan, yang menciptakan kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian.10

Jika kita perhatikan dengan seksama, rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian tersebut ternyata

Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian didefinisikan sebagai : “ Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. ”

9

R. Subekti, Op.Cit, hal 80

10

(42)

menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terdapat orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor). Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum.

Perbuatan yang disebutkan dalam rumusan awal ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hendak menjelaskan bahwa perjanjian hanya mungkin terjadi jika ada suatu perbuatan nyata baik dalam bentuk ucapan, maupun tindakan secara fisik dan tidak hanya dalam bentuk pikiran semata-mata. Atas dasar inilah kemudian dikenal adanya perjanjian konsensuil.

Dalam perjanjian konsensuil, kesepakatan yang dicapai oleh pihak secara lisan, melalui ucapan saja telah diikat para pihak. Dalam jual beli, dari rumusan Pasal 1457 dan Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatakan bahwa :

Pasal 1457 : “Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan”.

(43)

beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.

Dari rumusan Pasal 1457 KUH Perdata yang dipertegas kembali oleh ketentuan Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut, dapat kita lihat bahwa jual beli, segera setelah para pihak sepakat untuk bersepakat mengenai harga dan kebendaan yang dijual atau dibeli, pihak penjual diwajibkan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata untuk menyerahkan kebendaan yang dijual tersebut dan pihak pembeli diwajibkan untuk membayar harga pembelian dari kebendaan yang dibeli olehnya tersebut.

Subekti, Perjanjian adalah merupakan perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan hak milik atas sesuatu barang, sedang pihak lainnya menyanggupi akan membayar sejumlah uang sebagai harganya.11

1. Untuk barang yang bergerak

Jadi dapat disimpulkan bahwa kontrak adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak lainnya untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.

Yang harus diserahkan oleh konsumen kepada pembeli bukan sekedar kekuasaan atas barangnya, melainkan yang harus ia serahkan adalah “hak milik” atas barang. Jadi yang harus dilakukannya adalah penyerahan atau levering secara yuridis.

Menurut KUH Perdata, macam-macam barang ada tiga macam penyerahannya secara yuridis atas barang yang dipersewakan yaitu :

11 Subekti, Jaminan Untuk Pemberian Perjanjian menurut hukum Indonesia, Penerbit Citra Aditya bakti,

(44)

2. Untuk barang yang tidak bergerak 3. Untuk piutang atas nama

Ad. 1. Untuk barang bergerak

Untuk barang bergerak cukup dengan penyerahan barang itu. Pasal 612 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata :

Penyerahan benda bergerak, terkecuali yang tidak bertubuh dilakukan dengan penyerahan nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada.

Penyerahan tak perlu dilakukan apabila kebendaan yang harus diserahkan dengan alasan hak lain, telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya.

Hasil penyaringan terhadap pendapat dari Subekti adalah :

“Kemungkinan hanya penyerahan kunci saja kalau barang yang disewa berada dalam suatu gudang dan penyerahan cukup dilakukan dengan suatu pernyataan saja.”12

Menurut Pasal-pasal 616 KUH Perdata “penyerahan atau penunjukkan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang

Cara ini dikenal dengan nama “Traditio Brevimanu“ yang berarti penyerahan dengan tangan pendek.

Ad. 2. Untuk Barang Tidak Bergerak

Untuk barang tidak bergerak dengan peraturan yang dinamakan dengan perbuatan yang dinamakan balik nama (over serijving) dimuka pegawai kadaster yang juga dinamakan pegawai balik nama atau pegawai penyimpan hipotik, yaitu menurut Pasal 616 KUH Perdata, dihubungkan dengan Pasal 620 KUH Perdata.

12

(45)

bersangkutan dengan cara yang seperti ditentukan dalam Pasal 620 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.”

Pasal 620 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan :

Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan termuat dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termasuk di atas dilakukan dengan memindahkan sebuah salinan otentik yang lengkap dari akta otentik atau keputusan yang bersangkutan ke kantor penyimpan hypotik yang mana dalam lingkungannya barang-barang yang tak bergerak yang berada dan dengan membukukannya dalam register.

Bersama-sama dengan pemindahan tersebut, pihak yang berkepentingan harus menyampaikan tugas kepada penyimpan hipotik sebuah salinan otentik yang kedua atau sebuah ketikan dari akta keputusan itu, agar menyimpan mencatat di dalamnya hari pemindahan beserta bagian dari nomor diri register yang bersangkutan.

Ad.3. Barang Piutang atas Nama atau Tidak Bertubuh

Barang tidak bertubuh dengan perbuatan yang dinamakan “cassie” sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata yang berbunyi : “Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan membuat sebuah akta autentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang-orang lain.”

Penyerahan yang demikian bagi si berhutang tiada akibatnya melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya secara tertulis, disetujui, dan diakuinya.

(46)

B. Subjek dan Objek Perjanjian a. Subjek Perjanjian

Dalam tiap-tiap perjanjian ada dua macam subjek yaitu :

1) Seorang manusia atau badan hukum yang mendapat beban kewajiban untuk sesuatu

2) Seorang manusia atau badan hukum yang mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban itu.

Subjek yang berupa seorang manusia harus memenuhi syarat umum untuk melakukan perbuatan hukum secara sah. Hal ini sangat penting diperhatikan berkaitan dengan syarat-syarat sahnya dalam perjanjian :

Perjanjian dan persetujuan itu harus tanpa cacat, apabila tidak demikian maka persetujuan itu dapat dimintakan pembatalannya kepada pengadilan.

Adapun yang dimaksud dengan cacat ialah :13 a) Kekhilafan

b) Paksaan, dan c) Penipuan Ad. a) Kekhilafan

Kekhilafan ini dapat mengenai benda yang menjadi pokok persetujuan yang bersangkutan.

Kekhilafan itu dapat juga mengenai pihak lawannya dalam persetujuan yang bersangkutan.

Ad. b) Paksaan

13

(47)

Dalam hal ini, yang dimaksud adalah semata-mata paksaan psikis bukan fisik, sebab dalam hal ini disebut tidak ada kemauan. Jadi tidak mungkin ada konsensus (sepakat) antara kedua belah pihak, sesuai persetujuan yang diadakan dalam keadaan seperti itu adalah batal demi hukum, bukan dapat dibatalkan.

Contoh : A ingin mengadakan persetujuan tentang sesuatu hal dengan B, yang sebetulnya tidak mau mengadakannya A secara kebetulan adalah seorang ahli sihir. Ia menghipnotis B dan dalam keadaan tidak sadar, B disuruh A untuk menandatangani. Persetujuan semacam itu adalah batal demi hukum, karena tidak ada konsensus antara A dan B.14

14

Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Prenada Media, Jakarta, 2000, hal 69

Siapa yang melakukan paksaan itu tidak menjadi soal. Lain dengan halnya dengan penipuan. Pasal 1328 KUH Perdata menentukan bahwa penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan, apabila itu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak lawan dalam persetujuan itu.

Ancaman atau paksaan itu harus menimbulkan rasa takut pada orang yang normal. Harus ada rasa khawatir akan menderita kerugian mengenai dirinya adalah tidak hanya kehilangan jiwanya, melainkan juga kehilangan kesehatan, kehormatan, nama baik dan keabsahannya. Kerugian yang ditakutkan itu harus ada pada saat diadakannya persetujuan yang dipaksakan itu.

Ad. c) Penipuan

Bedanya dengan kekhilafan antara lain adalah : Bahwa dalam penipuan, kehendak yang satu dengan sengaja dirumuskan ke arah yang salah satu pihak lawannya. Oleh sebab itu maka penipuan ini harus dilakukan oleh pihak lawan.

(48)

Pasal 330 KUH Perdata orang yang melakukan perjanjian haruslah memiliki kecakapan yang memutuskan bahwa tidak cakap membuat perjanjian adalah :

a. Orang yang belum dewasa

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampunan b. Objek Perjanjian

Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif terdiri dari :

1) Memberikan sesuatu 2) Berbuat sesuatu dan

3) Tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata).

Yang menjadi prestasi/pokok perjanjian adalah menyerahkan hak milik atas rumah itu dan menyerahkan uang harga dari pembelian rumah itu.

C. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat sahnya perjanjian dapat dikaji berdasarkan hukum perjanjian yang terdapat dalam KUH Perdata (civil law).

Dalam hukum kontinental syarat sahnya perjanjian diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu :

(49)

d. Adanya causa yang halal.15

Keempat hal itu dikemukakan bahwa :

Syarat yang pertama sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan atau konsensus para pihak. Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui orang lain.

Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan :

a) Bahasa yang sempurna dan tertulis b) Bahasa yang sempurna secara lisan

c) Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Karena dalam kenyataannya sering kali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya;

d) Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;

e) Diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.16

Pada dasarnya cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak yaitu dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, dikala timbul sengketa di kemudian hari.17

Fungsi perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu fungsi yuridis dan fungsi ekonomis. Fungsi yuridis perjanjian adalah fungsi dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Sedangkan fungsi ekonomis adalah

15

Ibid, hal 91.

16

Suharnoko, Ibid, hal 48

17

(50)

menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi.18

a) Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya

Untuk sahnya perjanjian – perjanjian, diperlukan empat syarat :

b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. c) Suatu pokok persoalan tertentu.

d) Suatu sebab yang tidak terlarang

Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam dokrin ilmu hukum yang berkembang digolongkan ke dalam :

1) Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subyektif ), dan

2) Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif)

Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari pada pihak yang berjanji dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dai pokok persoalan yang merupakan obyek yang diperjanjikan dan causa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum.

Tidak terpenuhnya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap unsur subyektif) maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhnya unsur

18

(51)

obyektif), dengan pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.

a. Syarat subyektif

Syarat subyektif sahnya perjanjian tergantung pada dua macam keadaan yaitu: 1). Terjadinya kesepakatan secara bebas diantara para pihak yang mengadakan

atau melangsungkan perjanjian, kesepakatan bebas diantara para pihak ini pada prinsipnya adalah pertanggungjawaban dari asas konsensualitas. Menurut ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut dapat dikatakan bahwa pada dasarnya kesepakatan bebas dianggap terjadi pada saat perjanjian dibuat oleh para pihak, kecuali dapat dibuktikan bahwa kesepakatan tersebut terjadi karena adanya kekhilafan, paksaan maupun penipuan.

2). Adanya kecakapan dari pihak-pihak yang berjanji. Adanya kecakapan untuk bertindak dalam hukum merupakan syarat subyektif kedua terbentuknya perjanjian yang sah diantara para pihak. Kecakapan bertindak ini dalam banyak hal berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum meskipun kedua hal tersebut secara prinsipil berbeda, namun dalam pembahas masalah kecakapan bertindak yang melahirkan suatu perjanjian yang sah, maka masalah kewenangan untuk bertindak juga tidak dapat dilupakan.

b. Syarat obyektif

Syarat obyektif sahnya perjanjian dapat ditemukan dalam :

(52)

2). Pasal 1335 sampai dengan Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur mengenai kewajiban adanya satu sebab yang halal dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak.

D. Asas-asas perjanjian secara umum

Dalam khasanah hukum perjanjian di kenal beberapa asas yang menjadi dasar para pihak di dalam melakukan tindakan hukum guna melahirkan suatu perjanjian. Asas perjanjian itu harus merupakan suatu kebenaran yang bersifat fundamental, disamping itu asas semestinya tidak dapat ditimpangi, kecuali ada hal-hal yang dianggap luar biasa dan lebih jelas kandungan meteri kebenarannya.19

Adapun beberapa asas dalam perjanjian itu antara lain :

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.

20

1) Asas Konsensualisme

19

Chairuman Pasaribu, Suhra Wardi K. Lubis, Op.Cit, hal 68

20

(53)

Sejalan dengan arti konsensus itu sendiri yang merupakan kesepakatan, maka asas ini menetapkan terjadinya suatu perjanjian setelah tercapainya kata sepakat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian.21

Menurut asas ini, setiap orang mempunyai kebebasan untuk mengadakan suatu perjanjian yang berisi apa saja dan macam apa saja, asalkan perjanjian itu tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan dan Undang-undang. Asas kebebasan berkontrak ini dapat kita lihat di dalam Pasal 1339 KUHPerdata yang menyebutkan: Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan Undang-undang. Dengan adanya keyentuan semacam ini sebenarnya kebebasan para pihak di dalam melahirkan suatu perjanjian menjadi tidak bebas lagi. Namun demikian dengan adanya pembatasan ini setiap orang menjadi sadar bahwa Dapat dikatakan bahwa saat terjadinya adalah pada saat dicapainya kata sepakat antara kedua belah pihak. Sejak terjadinya kesepakatan itu, maka saat itu perjanjian menjadi mengikat dan mempunyai kekuatan hukum. Keterangan tentang kata sepakat menjadi asas dalam suatu perjanjian dapat pula dilihat bunyi Pasal 1320 KUHPerdata bahwa untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat, yang satu diantaranya adalah kata sepakat. Dengan tercapainya kata sepakat, telah menunjukkan pada saat itu suatu perjanjian mulai berlaku dan mengikat para pihak.

2) Asas Kebebasan Berkontrak

21

(54)

perjanjian itu haruslah ditujukan demi untuk kebaikan dan tidak merugikan orang lain.

Dalam satu putusannya Mahkamah Agung pernah memperlihatkan bahwa betapa asas kebebasan berkontrak itu harus berpegang pada kepatutan sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung No. 935 K/Pdt/1985 dalam kasus sewa beli mobil. Salah satu pertinbangannya, Mahkamah Agung berpendapat isi perjanjian yang melenyapkan hak beli sewa atas barang yang telah dibeli hanya disebabkan keterlambatan atau kesulitan pembayaran angsuran tanpa mempertimbangkan jumlah angsuran yang telah dibayar, sebagai perbuatan yang tidak patut dari segi keadilan dan moral. Dalam perjanjian sewa beli mobil tersebut telah diperjanjikan kemacetan angsuran mengakibatkan penjual sewa mengambil mobil kembali tanpa mengembalikan uang angsuran yang telah diterimanya22

Pihak ketiga tidak dapat diperjanjikan oleh pihak yang mengadakan perjanjian, karena salah satu syarat sahnya perjanjian harus ada kata sepakat, yang

. Perjanjian ini merugikan pihak pembeli sewa, karena haknya tidak seimbang

3) Asas Kepribadian

Asas kepribadian ini terdapat di dalam Pasal 1315 KUHPerdata, yang berbunyi : Pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan dirinya atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1315 KUHPerdata ini, seseorang hanya diperbolehkan mengikatkan dirinya untuk kepentingan dirinya sendiri dalam suatu perjanjian.

22

(55)

berarti pula bahwa dalam perjanjian itu pihak ketiga tidak hadir untuk memberi kata sepakat. Logikanya, kalau dalam suatu perjanjian ditetapkan suatu janji untuk pihak ketiga, maka akan merugikan pihak ketiga yang tidak tahu apa-apa dan tidak mengikatkan dirinya23

Sedangkan asas obligator mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik. Hak milik baru berpindah apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan (zakelijke overeenkomst) yaitu melalui penyerahan (levering).

. Namun demikian Undang-undang memberikan kekeculian terhadap asas ini sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1316 KUHPerdata. Berdasarkan ketentuan pasal ini bahwa pihak yang mengadakan perjanjian, diperbolehkan menetapkan janji untuk pihak ketiga sebagai penanggung akan berbuat sesuatu.

Di samping ketiga asas yang telah disebutkan di atas, sebenarnya masih ada lagi beberapa asas pelengkap tersebut mengandung arti bahwa ketentuan Undang-undang boleh tidak diikuti apabila pihak-pihak menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan Undang-undang. Tetapi apabila dalam perjanjian mereka buat tidak ditentukan lain, maka berlakulah ketentuan Undang-undang. Asas ini pada pokoknya hanya mengenai hak dan kewajiban para pihak.

24

Di samping asas-asas yang telah disebutkan di atas kiranya juga perlu diperhatikan syarat-syarat sahnya perjanjian. Hal ini dianggap penting, sebab suatu perjanjian yang dilahirkan tanpa melihat kepada syarat-syarat ini maka perjanjian

23

Ibid, hal 50

24

(56)

yang dibuat itu akan menjadi bakal karenanya. Adapun mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian ini adalah sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yakni :

1) Sepakatnya mereka yang mengikatkan diri. 2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3) Suatu hal tertentu

4) Suatu sebab yang halal

Kesepakatan para pihak di dalam perjanjian dikenal dengan asas konsensualisme sebagaimana telah dijelaskan di atas. Menurut R. Subekti asas konsensualisme ini menunjukkan syarat mutlak bagi hukum perjanjian yang modern untuk terciptanya kepastian hukum. Adapun yang dimaksud dengan asas konsensualisme adalah suatu perjanjian telah lahir pada saat terjadinya kesepakatan para pihak. Persesuaian kehendak ini dapat dinyatakan dengan lisan, tulisan/surat dan lain-lain.25

Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Keadaan memaksa adalah Perjanjian berakhir karena :

a. Ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu; b. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian;

c. Para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka persetujuan akan hapus ;

25

Referensi

Dokumen terkait

a. Jaringan 3G dan HSPA+ memungkinkan sambungan internet dari rumah maupun saat bepergian. Layanan BlackBerry "AXIS Worry-Free" – tersedia pilihan paket

memberikan manfaat diantaranya ajang silaturrahmi, menambah pengetahuan mengenai tradisi sendiri, pesta rakyat dan walaupun masih ada yang menganggap tradisi ini

JUDUL : PERLU PENINGKATAN LAYANAN BPJS MEDIA : SUARA MERDEKA. TANGGAL : 02

Salah satu cara yang digunakan dalam meraih publisitas oleh pelaku industri kreatif yaitu dengan melakukan edukasi ketika mengikuti sebuah pameran, seperti yang dilakukan oleh

JUDUL : INDONESIA URUTA N 110 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA. MEDIA :

Pemilihan objek berupa salah satu SKPD dikarenakan penerapan akuntansi berbasis akrual secara optimal tidak hanya dinilai dari lini pemerintahan yang besar, tetapi

Sikap percaya diri, yakin aka11 berhasil perlu ditanamkan kepada siapapun untuk mendorong agar berusaha dengan maksimal guna mencapai keberhasilan yang optima1:Dengan

Pemantauan dilakukan dengan cara menampung air hujan secara langsung menggunakan corong yang ditampung dalam jerigen dengan penyangga kotak kayu di 7 lokasi