• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Pendapatan Usahatani Padi yang Hilang dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus: Kecamatan Bogor Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Pendapatan Usahatani Padi yang Hilang dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus: Kecamatan Bogor Selatan)"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK KONVERSI LAHAN SAWAH TERHADAP

PENDAPATAN USAHATANI PADI YANG HILANG DAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

(Studi Kasus: Kecamatan Bogor Selatan)

AYU AMALIA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Pendapatan Usahatani Padi yang Hilang dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus: Kecamatan Bogor Selatan) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Ayu Amalia

(4)
(5)

ABSTRAK

AYU AMALIA. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Pendapatan Usahatani Padi yang Hilang dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus Kecamatan Bogor Selatan). Dibimbing oleh ADI HADIANTO.

Kecamatan Bogor Selatan pada saat ini memiliki lahan pertanian yang luas. Seiring dengan meningkatnya aktifitas pembangunan dan pertambahan penduduk, kebutuhan lahan meningkat. Hal ini menyebabkan alih fungsi lahan pertanian. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengestimasi dampak alih fungsi sawah terhadap pendapatan usahatani padi yang hilang di Kecamatan Bogor Selatan, (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Bogor Selatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan dianalisis secara mikro menggunakan model regresi logistik. Dampak yang terjadi dianalisis dengan menggunakan rata-rata selisih perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah lahan di konversi. Hasil menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian adalah luas lahan, proporsi pendapatan, jarak, dan harga lahan. Rata-rata pengurangan pendapatan petani setelah alih fungsi lahan sebesar Rp 1 023 658/musim.

(6)

ABSTRACT

AYU AMALIA. The Effect of Farm Field Conversion Towards The Loss of Paddy Farming Income and The Factors Influencing It. (Case Study at South Bogor Regency). Supervised by ADI HADIANTO.

At present, South Bogor Regency has a wide farm field. As the activity of the development and the growth of population increases, the need of farm field increases. This causes the change of farm field function. The aim of this research were (1) to estimate the effect of the change of farm field function towards the loss of paddy farming income in South Bogor Regency, (2) to analyze factors influencing this change in South Bogor Regency. The factors influencing the change were analyzed in micro analysis by using logistic regression model. The occuring effects were analyzed by using the average difference of income before and after the conversion of land. The results showed that the factors influencing this change were the land width, the proportion of income, distance, and the price of land. The average decrease of farmer income after the change of land use was Rp 1 023 658/ season.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DAMPAK KONVERSI LAHAN SAWAH TERHADAP

PENDAPATAN USAHATANI PADI YANG HILANG DAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

(Studi Kasus: Kecamatan Bogor Selatan)

AYU AMALIA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan maret 2014 hingga mei 2014 ini adalah Dampak Konversi Lahan Sawah terhadap Pendapatan Usahatani Padi yang Hilang dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus: Kecamatan Bogor Selatan).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Adi Hadianto, SP, M. Si selaku pembimbing yang telah memberikan dukungan, arahan, serta bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini. Di samping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Bapak Ir. Nindyantoro, MSP dan Ibu Nuva SP, M. Sc selaku dosen penguji atas saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, kakak, dan seluruh keluarga atas doa, kasih sayang dan dukungannya. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Lurah Rancamaya, Kertamaya, Bojongkerta, Harjasari, Muarasari, Mulyaharja, dan Cikaret. Serta Bapak Camat Kecamatan Bogor Selatan, Bapak Aneng Ketua Gapoktan, dan Badan Pusat Statistik yang telah membantu dan mendukung selama pengumpulan data. Penghargaan dan penghormatan, penulis sampaikan kepada segenap dosen beserta staf Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen atas ilmu dan bantuannya selama ini. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Direktorat Kemahasiswaan yang telah memberikan beasiswa pendidikan selama menjalani perkuliahan di IPB. Terakhir penulis ucapkan terima kasih atas semangat dan dukungannya kepada Ahmad Faizal Ramadhan, Chadefi Novita Sari, Laras Lestari, Rita Pajarwati, Shara Santa Yolene, rekan satu bimbingan, sahabat terdekat, rekan-rekan ESL 47, dan REESA IPB 2011-2012. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Ayu Amalia

(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

PRAKATA ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Tinjauan Teori ... 10

2.1.1Teori Kependudukan Thomas Robert Malthus ... 10

2.1.2Teori Lokasi ... 11

2.1.3Konsep Land Rent ... 12

2.1.4 Teori Harga Lahan ... 14

2.2. Alih Fungsi Lahan Pertanian ... 16

2.3. Pengendalian Alih Fungsi Lahan ... 20

2.4. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) ... 24

2.5. Penelitian Terdahulu ... 26

III.KERANGKA PEMIKIRAN ... 31

3.1. Kerangka Teoritis ... 31

3.1.1 Regresi Logit ... 31

3.1.2 Pendapatan Usahatani Padi ... 33

3.2. Kerangka Operasional ... 34

IV. METODE PENELITIAN ... 37

(12)

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 37

4.3. Metode Pengambilan Contoh ... 37

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 38

4.4.1.Analisis Regresi Logit ... 39

4.4.2.Analisis Pendapatan Petani ... 41

V. GAMBARAN UMUM ... 43

5.1.Gambaran Umum Kecamatan Bogor Selatan ... 43

5.1.1. Tata Guna Lahan ... 44

5.1.2. Kependudukan ... 45

5.1.3. Mata Pencaharian Penduduk ... 46

5.2.Karakteristik Responden ... 46

5.2.1. Jenis Kelamin ... 47

5.2.2. Usia ... 47

5.2.3. Tingkat Pendidikan ... 48

5.2.4. Status Kepemilikan Lahan ... 48

5.2.5. Pengalaman Bertani ... 49

5.2.6. Luas Lahan ... 49

5.3.Kondisi Usahatani Padi ... 49

VI. PEMBAHASAN ... 51

6.1.Dampak Alih Fungsi Lahan terhadap Usahatani Padi Kecamatan Bogor Selatan ... 51

6.1.1. Dampak Alih Fungsi Lahan terhadap Lingkungan………….. 57

6.3.Faktor yang mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Kecamatan Bogor Selatan ... 59

VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 68

VIII.DAFTAR PUSTAKA ... 70

(13)

DAFTAR TABEL

1. Laju Penurunan Luas Sawah dan Pertumbuhan Jumlah Penduduk di

Jawa Barat 2009-2012 ... 3

2. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2008-2012 ... 4

3. Penggunaan Lahan di Kota Bogor Tahun 1999-2009 ... 5

4. Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Bogor Selatan Tahun 2009-2013 ... 7

5. Luas Panen, dan Produksi Padi Sawah Per Ha di Kecamatan Kota Bogor Tahun 2012 ... 8

6. Penelitian Terdahulu ... 28

7. Matriks Metode Analisis ... 38

8. Luas Wilayah Kecamatan Bogor Selatan Tahun 2013 ... 44

9. Luas dan Jenis Pemanfaatan Tanah Kecamatan Bogor Selatan Tahun 2013 ... 45

10. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Berdasarkan Kelurahan Kecamatan Bogor Selatan Tahun 2012 ... 45

11. Jumlah Penduduk menurut Matapencaharian Kecamatan Bogor Selatan Tahun 2013 ... 46

12. Karakteristik Responden ... 47

13. Rata-Rata Perubahan Pendapatan Usahatani Padi Per Satu Kali Panen Akibat Alih Fungsi Lahan Pertanian ... 55

14. Pendapatan Sebelum dan Setelah Alih Fungsi Lahan di Kota Bogor Kelurahan Mekarwangi ... 57

15. Penggunaan Hasil Pengalihfungsian Lahan Oleh Petani ... 64

(14)

DAFTAR GAMBAR

1. Jumlah Penduduk Tahun 1971-2012 ... 2

2. Pola Pemanfaatan Lahan ... 11

3. Ilustrasi Land Rent sebagai sisa Surplus Ekonomi setelah Biaya Produksi dikeluarkan ... 13

4. Ilustrasi Hubungan antara Land Rent dengan Jarak ke Pusat Kegiatan.. 14

5. Kurva Permintaan dan Penawaran Lahan ... 16

6. Diagram Kerangka Pemikiran Operasional ... 36

7. Luas Lahan Pertanian Kecamatan Bogor Selatan Tahun 2009-2013 ... 52

8. Aliran Air Irigasi bagi Responden di Kecamatan Bogor Selatan ... 58

DAFTAR LAMPIRAN 1. Perhitungan Pendapatan Usahatani Petani Sebelum dan Setelah Alih Fungsi Lahan ... 77

2. Rincian Total Pendapatan Setelah Alih Fungsi ... 78

3. Pendapatan Responden Tidak Alih Fungsi Lahan Sawah ... 79

4. Analisis Regresi Logit ... 80

5. Peta Kecamatan Bogor Selatan ... 81

6. Dokumentasi ... 82

(15)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lahan merupakan sumberdaya alam yang digunakan sebagai faktor produksi bagi kegiatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Menurut Deptan (2014) lahan dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna, dan manusia. Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi seperti pertanian, pemukiman penduduk, kehutanan, komersial dan penggunaan untuk industri serta eksplorasi mineral. Dari sisi Penggunaan lahan yang beraneka ragam tersebut memperlihatkan bahwa setiap ekonomi, lahan merupakan input tetap yang utama bagi berbagai kegiatan produksi komoditas pertanian dan non pertanian, aktivitas manusia tidak akan pernah lepas dari penggunaan sumberdaya lahan. Menurut Simatupang (2000) menyimpulkan pertumbuhan produksi bersumber dua faktor : (1) pertamabahan areal panen, dan (2) peningkatan produktivitas. Hal tersebut mengkhawatirkan karena apabila ini berlanjut maka sumber pertumbuhan produksi pangan bertumpu pada pertambahan luas areal tanam.

(16)

Menurut penelitian Pakpahan et al. (1993) dan Sumaryanto et al. (1995), di Jawa Barat sekitar 25 % dari lahan sawah yang terkonversi adalah beririgasi teknis/semiteknis, sementara di Jawa Timur mencapai 45 % konversi terjadi di semua wilayah kabupaten. Peringkat tertinggi terjadi di wilayah sekitar urban dengan pertumbuhan penduduk dan industri/jasa yang tinggi. Di Jawa Barat, lahan-lahan sawah yang banyak mengalami konversi adalah wilayah Botabek, Jalur Pantura, dan Kabupaten Bandung. Sedangkan di Jawa Timur adalah Gresik, Sidoarjo, Kediri, dan Mojokerto. Sehingga di Pulau Jawa jumlah dan pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan ketersediaan lahan semakin terbatas. Audit lahan yang dilakukan oleh Kementrian Pertanian dan Badan Pusat Statistik menyatakan sepanjang tahun 2008 hingga 2010 laju konversi lahan sawah di Pulau Jawa sebesar 600 ribu hektar atau secara rata-rata mencapai 200 ribu hektar per tahun 1. Hal tersebut dikarenakan jumlah penduduk terus mengalami peningkatan sehingga sumberdaya lahan dibutuhkan untuk areal pemukiman.

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)

Gambar 1 Jumlah Penduduk Empat Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1971-2012 Jika dilihat dari grafik diatas data jumlah penduduk Jawa Barat lebih banyak sehingga konversi lahan untuk pembangunan seperti pemukiman sering terjadi. Alih fungsi lahan diperlukan untuk pembangunan, tetapi pelaksanaannya harus dikendalikan untuk keberlanjutan lahan masa yang akan datang.

1

http://bbppbatu.bppsdmp.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 6 April 2014.

(17)

Konversi lahan merupakan perubahan penggunaan lahan, pada dasarnya tidak dapat dihindarkan dalam melaksanakan pembangunan. Konversi lahan terjadi dalam rangka memenuhi kebutuhan penduduk terhadap lahan pemukiman. Menurut Khudori (2010), dalam rentang waktu 1999-2010 di Jawa laju konversi rata-rata 200 000 hektar per tahun (Litbang, deptan 2013).

Menurut Jurnal Parlemen (2013) berkurangnya lahan pertanian karena konversi akan menyebabkan turunnya produksi pangan. Konversi lahan pertanian terutama lahan sawah merugikan ketahanan pangan karena sekitar 55 % konsumsi kalori dan 45 % konsumsi protein rumah tangga yaitu beras. Begitu juga sekitar 90 % produksi beras nasional dihasilkan dari lahan sawah (Irawan, 2004). Konversi lahan pertanian berdampak pada produksi pertanian, hilangnya pendapatan dan kesempatan kerja petani.

Tabel 1 Laju Penurunan Luas Sawah dan Pertumbuhan Jumlah Penduduk di Jawa Barat Tahun 2009-2012

No Kota/ Kabupaten Perubahan Luas Sawah (ha)

(18)

Berdasarkan Tabel 1 luas lahan sawah di Jawa Barat cenderung mengalami penurunan, meskipun ada beberapa kabupaten yang mengalami peningkatan, hal ini disebabkan oleh jumlah penduduk di Jawa Barat yang meningkat dari tahun ke tahun sehingga lahan sawah dikonversi untuk memenuhi kebutuhan sektor lain. Penurunan luas lahan sawah ini akan berdampak pada penurunan produktivitas pertanian dan kemampuan dalam memenuhi permintaan akan pangan, padahal jumlah penduduk di Jawa Barat terus meningkat.

Salah satu wilayah di Jawa Barat yang memiliki laju konversi lahan sawah yang tinggi adalah Kota Bogor. Tercatat selama periode 2009-2012 terjadi perubahan luas sawah sebesar 2.50 ha. Kota Bogor memiliki luas wilayah sekitar 118.50 km2 dengan rata-rata kepadatan penduduk sebesar 8 020 jiwa/km2 (BPS Kota Bogor, 2012). Menurut Pemerintah Kota Bogor untuk pemenuhan kebutuhan beras, di suplai dari luar daerah seperti Indramayu, Karawang, Cianjur dan lainnya serta dari luar negeri seperti Cina dan Vietnam.

Peningkatan penduduk di Kota Bogor semakin bertambah setiap tahunnya menyebabkan permintaan terhadap kebutuhan beras meningkat dan pemukiman semakin meningkat. Hal tersebut menyebabkan pihak swasta dan pemerintah harus dapat memenuhi kebutuhan pemukiman tersebut. Tabel 2 memperlihatkan jumlah penduduk di Kota Bogor.

Tabel 2 Jumlah Penduduk menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2008-2012

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)

Peningkatan jumlah penduduk di Kota Bogor cepat atau lambat menyebabkan pergeseran kebutuhan terhadap lahan dari pertanian ke non pertanian. Hal ini dikarenakan banyak lahan di sektor pertanian di Kota Bogor beralih fungsi menjadi penggunaan sektor di luar sektor pertanian. Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 disebutkan bahwa, makin meningkatnya

Kecamatan Tahun

2008 2009 2010 2011 2012

(19)

pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan industri mengakibatkan terjadinya degradasi, alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian pangan telah mengancam daya dukung wilayah secara nasional dalam menjaga kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan.

Berdasarkan data jumlah penduduk menurut Kecamatan di Kota Bogor pada tahun 2008 sampai 2012, jumlah penduduk menurut Kecamatan di Kota Bogor pada tahun ke tahun semakin meningkat. Penduduk terbesar adalah Kecamatan Bogor Barat, disusul Kecamatan Tanah Sareal, dan Kecamatan Bogor Selatan. Berdasarkan penggunaan lahan di Kota Bogor terlihat bahwa lahan pemukiman mengambil tempat yang paling besar dalam persentase penggunaan lahan di Kota Bogor (Tabel 3).

Tabel 3 Penggunaan Lahan di Kota Bogor Tahun 2012

No Jenis Penggunaan Eksisting Tahun 2012

Luas (ha) Persentase (%)

8 Perkantoran atau Pemerintahan 98.00 0.83

9 Hutan Kota 141.50 1.19

10 Taman atau Lapangan Olahraga 250.48 2.11

11 Kuburan 337.07 2.84

12 Sungai atau situ 597.44 5.04

13 Jalan 2.70 0.02

14 Terminal atau subterminal 1.51 0.01

15 Stasiun Kereta Api 3.00 0.03

Jumlah 11 850.00 100.00

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)

(20)

maka akan berdampak pada menurunnya produksi pangan, hilangnya pendapatan dan kesempatan kerja petani, dan kerugian lingkungan. Berdasarkan uraian tersebut, maka di Kecamatan Bogor Selatan penting untuk diteliti sehingga bermanfaat sebagai bahan pertimbangan bagi pembangunan wilayah di Kota Bogor ke depan.

1.2 Perumusan Masalah

Masalah alih fungsi dalam penggunaan lahan terjadi karena pola pemanfaatan lahan yang masih sektoral, kriteria kawasan yang masih belum jelas, koordinasi pemanfaatan ruang masih lemah, pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria masih lemah, dan penegakan hukum masih lemah (Utomo, 1992).

Konversi lahan pada dasarnya tidak dapat dihindari dalam pelaksanaan pembangunan, tetapi perlu dikendalikan. Peningkatan kebutuhan lahan akibat semakin tingginya aktivitas perekonomian secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan terjadinya pengurangan luas lahan pertanian. Seperti pada Tabel 1 perubahan luas sawah pada Kota Bogor mengalami perubahan yang besar sebesar 2.50 ha dengan laju pertumbuhan 2.4 %, artinya dengan besarnya jumlah penduduk maka perubahan luas sawah berkurang. Menurut Dinas Pertanian Kota Bogor, Kota Bogor memiliki lahan pertanian seluas 3 116 ha, terdiri dari lahan bukan sawah seluas 2 374 ha dan lahan sawah seluas 742 ha. Lahan sawah terbanyak pada Kecamatan Bogor Selatan sebesar 283 ha dibandingkan dengan kecamatan lain. Selama jumlah penduduk terus mengalami peningkatan dan tekanan penduduk terhadap lahan terus meningkat maka konversi lahan pertanian akan sulit untuk dihindari (Kustiawan, 1997).

(21)

Tabel 4 Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Bogor Selatan Tahun 2009-2013

Sumber : Dinas Pertanian Kota Bogor (2013)

Berdasarkan Tabel 4 lahan sawah mengalami penurunan setiap tahun, pada tahun 2012 dan 2013 lahan sawah tetap. Lahan sawah di Kecamatan Bogor Selatan mengalami perubahan penggunaan lahan dilakukan pada lahan pertanian terutama lahan sawah, Bogor Selatan merupakan salah satu pusat pelayanan baru di Kota Bogor yaitu dengan adanya pembangunan perumahan komersil oleh developer yang ditunjang dengan fasilitas pelayanan untuk skala kota maupun regional, seperti yang tercantum pada Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2011 pasal 16 butir (e) yang diarahkan untuk kegiatan utama sentra otomotif, wisata belanja, jasa akomodasi, ekowisata, serta meeting-incentive-convention-exhibition (MICE). Hal ini menjadikan kawasan Bogor Selatan sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi di Kota Bogor.

(22)

Tabel 5 Luas Panen, dan Produksi Padi Sawah Per Ha di Kecamatan Kota Bogor Tahun 2012

No Kecamatan Luas Panen (ha) Produksi Padi Sawah (ton)

1 Bogor Selatan 610 3 690.50

2 Bogor Timur 258 1 560.90

3 Bogor Utara 7 42.35

5 Bogor Barat 446 2 698.30

6 Tanah Sareal 26 157.30

Sumber : Dinas Pertanian (2013)

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang dapat dikaji di antaranya:

1. Bagaimana dampak konversi lahan sawah terhadap pendapatan usaha tani padi di Kecamatan Bogor Selatan?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Bogor Selatan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengestimasi dampak konversi lahan sawah terhadap pendapatan usaha tani padi yang hilang di Kecamatan Bogor Selatan.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Bogor Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan diatas maka manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi peneliti, sebagai sarana dalam mengaplikasikan ilmu bidang ekonomi sumberdaya dan lingkungan.

2. Bagi civitas akademik, sebagai refrensi untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan topik ekonomi lahan.

(23)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini diperlukan batasan-batasan yang jelas agar penelitian lebih terarah dan penelitian lebih fokus dalam melakukan penelitian. Batasan penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dilakukan Kecamatan Bogor Selatan yaitu Harjasari, Muarasari, Kertamaya, Bojongkerta, Rancamaya, Mulyaharja, dan Cikaret. 2. Alih fungsi lahan yang diteliti adalah lahan pertanian menjadi fungsi lain

yang diubah kebentuk lain seperti perumahan dan lain-lain.

3. Lahan pertanian yang dianalisis terbatas pada lahan sawah dan hasil produksinya berupa padi atau gabah.

(24)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Teori Kependudukan Thomas Robert Malthus

Menurut Deliarnov (2005), berdasarkan Malthus dalam bukunya berjudul principles of population menyebutkan bahwa perkembangan manusia lebih cepat di bandingkan dengan produksi hasil-hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia. Malthus orang yang pesimis terhadap masa depan manusia. Hal itu didasari dari kenyataan bahwa lahan pertanian sebagai salah satu faktor produksi utama jumlahnya tetap. Pemakaian untuk produksi pertanian bisa ditingkatkan, peningkatan tidak terlalu besar, karena lahan pertanian akan semakin berkurang keberadaannya disebabkan membangun perumahan, pabrik-pabrik serta industri lainnya.

Salah satu saran Malthus agar manusia terhindar dari kekurangan bahan makanan adalah dengan kontrol atau pengawasan atas pertumbuhan penduduk. Pengawasan bisa dilakukan oleh pemerintah yang berwenang dengan berbagai kebijakan misalnya dengan program keluarga berencana. Terdapat pengawasan diharapkan dapat menekan laju pertumbuhan penduduk, sehingga bahaya terhadap pangan bisa teratasi. Kebijakan lain yang dapat diterapkan adalah dengan menunda usia menikah sehingga dapat mengurangi jumlah anak.

Menurut Todaro (1995) Malthus berpendapat bahwa penduduk suatu Negara mempunyai kecendrungan untuk bertambah menurut suatu deret ukur yang akan berlipat ganda tiap 30-40 tahun. Pada saat yang sama karena adanya ketentuan pertambahan hasil yang semakin berkurang dari suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap maka persediaan pangan hanya akan meningkat menurut deret hitung. Hal ini dikarenakan setiap anggota masyarakat akan memiliki lahan pertanian yang semakin sempit, maka kontribusi marjinal atas produksi pangan akan semakin menurun. Malthus mengabaikan peningkatan teknologi, penanaman modal, dan perencanaan produksi. Malthus mengatakan:

1. Tingkat pengembangan teknologi tidak sama diseluruh Negara.

(25)

3. Faktor kesehatan rakyat dan pengaruhnya terhadap penghidupan sosio ekonomi kultural.

4. Masalah urbanisasi yang terdapat dimana-mana. 5. Taraf pendidikan rakyat tidak sama.

6. Proses-proses sosial yang menghambat kemajuan.

7. Faktor komunikasi dan infrastruktur yang belum sama peningkatannya. 8. Faktor-faktor sosial ekonomi serta pelaksanaan distribusinya.

9. Kemampuan sumber alam tidak akan mampu terus menerus ditingkatkan menurut kemampuan manusia tanpa batas, melainkan akhirnya akan sampai pada suatu titik, dimana tidak dapat ditingkatkan lagi.

2.1.2 Teori Lokasi

Teori lokasi dikembangkan oleh Von Thunen dan Wlater Christaller (1933). Von Thunen adalah seorang ahli Ekonomi Pertanian dari Jerman yang mengidentifikasi teori lokasi. Von Thunen menjelaskan bahwa terdapat perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian dan suatu pola produksi pertanian berhubungan dengan pola tata guna lahan di wilayah sekitar pusat pasar atau kota. Pola pemanfaatan lahan merupakan konsep tata ruang yang dikemukakan oleh Von Thunen, di mana pada lahan yang berbeda terdapat berbagai penggunaan lahan sesuai dengan lokasi. Pola pemanfaatan lahan digambarkan sebagai berikut.

Sumber: Richardson (1977)

Gambar 2 Pola Pemannfaatan Lahan Keterangan gambar :

1. Pusat Pertumbuhan (pasar, rumah, palawija, dan ternak kecil) 2. Gandum dan Padi

3. Ternak besar

(26)

Gambar 2 menunjukkan bahwa lingkaran pertama merupakan wilayah yang berada di pusat kota dan cendrung kepada aktivitas perekonomian. Sebaliknya, lingkaran yang berada pada daerah dua sampai dengan empat adalah wilayah lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian secara luas. Maka dengan adanya pola penggunaan lahan pada Gambar 2 menerangkan bahwa setiap lahan memiliki fungsi pemanfaatan yang berbeda tergantung dari keberadaan lahan itu. Sedangkan teori Christaller (1933) menjelaskan susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya dalam suatu wilayah. Pusat-pusat pelayanan tersebar di dalam wilayah menurut pola heksagon. Lokasi dan pola persebaran pemukiman dalam ruang, dalam suatu ruang ditemukan persebaran pola pemukiman desa dan kota yang berbeda ukuran luasnya. Christaller terdapat asumsi dalam penyusunan teori, seperti :

1. Konsumen yang menanggung ongkos angkutan.

2. Jangkauan suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya dan waktu.

3. Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat.

4. Kota-kota berfungsi sebagai central place bagi wilayah sekitarnya.

5. Wilayah tersebut sebagai dataran yang rata, ciri ekonomis sama, dan penduduk tersebar secara merata.

2.1.3 Konsep Land Rent

(27)

Penawaran terbatas sedangkan permintaan tak terbatas. Penggunaan sumberdaya lahan mengarah kepada penggunaan yang secara ekonomis lebih menguntungkan seandainya tidak ada hambatan kelembagaan dan tujuan yang bertentangan. Lahan cendrung akan berpindah kepada pihak yang akan memberikan pendapatan yang tertinggi. Menurut Barlowe (1978) secara umum sewa lahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) sewa kontrak (Contract Rent), yaitu pembayaran dari penyewa kepada pemilik melakukan kontrak sewa dalam jangka waktu tertentu; (2) sewa ekonomi (Economic Rent), yaitu pendapatan di atas minimum harga penawaran yang memungkinkan faktor produksi lahan dapat dimanfaatkan dalam proses produksi. Sewa ekonomi bisa disebut juga sewa lahan.

Gambar 3 menjelaskan bahwa nilai total produk dihasilkan adalah ABEC dengan biaya produksi sebesar ADFB, dengan demikian land rent adalah ABEC – ADFB = CDFE. Ada dua gejala yang muncul jika mekanisme pasar diterapkan (Barlowe, 1978) : (1) semakin besar land rent maka daya saing penggunaan lahan untuk menduduki prime location semakin besar. (2) penggunaan lahan yang mempunyai land rent yang lebih besar akan menggeser penggunaan lahan dengan land rent lebih kecil.

MC

Biaya Produksi

C E AC

Land Rent

D F

A B Jumlah Output

Keterangan :

MC = Marginal Cost AC = Average Cost Sumber : Barlowe (1978)

(28)

Ilustrasi hubungan land rent dengan jarak ke pusat kegiatan menurut Barlowe dapat dilihat pada gambar 4.

Sewa Ekonomi

Industri dan Perdagangan

Pemukiman

Pertanian

Hutan

Lahan Tandus

Jarak Ke Pusat Kegiatan Sumber: Barlowe (1978)

Gambar 4 Ilustrasi Hubungan antara Land Rent dengan Jarak ke Pusat Kegiatan Menurut Barlowe (1978), pengaruh besarnya sewa ekonomi lahan terletak pada perbedaan lokasi lahan. Semakin dekat lokasi lahan dari pusat kegiatan (pasar atau aksesibilitas) maka lahan memiliki sewa ekonomi lahan yang semakin besar. Semakin jauh lahan dari pusat kegiatan maka semakin kecil sewa lahan yang dimiliki. Dikarenakan semakin jauh jarak lahan dari pusat kegiatan maka biaya transportasi yang dikeluarkan akan semakin besar. Perubahan penerimaan sewa sebanding dengan perubahan biaya transportasi antara kedua lokasi ke pusat pasar.

2.1.4 Teori Harga Lahan

(29)

belum secara jelas membedakan antara harga lahan dengan nilai lahan. Tetapi harga lahan sudah mengaitkan dengan dimensi pasar sebagai wahana transaksi dan merupakan kumulatif nilai dari beberapa jenis rente lahan seperti rente ricardian, rente lokasi atau rente sosial. Kekurangan teori Alonso adalah bahwa suatu kota tidak hanya memiliki satu pusat saja. Hal ini dikarenakan aktivitas kota sangat kompleks, dan tidak mungkin semua berada di pusat kota, misalnya aktivitas industri. Kedua adalah pada suatu kota pasti ada pihak atau badan yang memiliki hak monopoli atas sewa tanah sehingga asumsi Alonso tidak berlaku untuk keadaan seperti ini.

Harga lahan juga tidak terlepas dari faktor lingkungan, perbedaan lokasi lahan dengan atribut lingkungan yang bervariasi mempunyai pengaruh dalam nilai atau harga lahan yang bersangkutan atau secara nyata harga lahan akan semakin meningkat jika kualitas lingkungan bertambah baik. Meningkatnya harga lahan sesungguhnya sangat berkaitan dengan banyaknya fasilitas terutama oleh investasi pemerintah yang bersifat pekerjaan umum seperti pembangunan jalan, fasilitas listrik, lapangan terbang, saluran irigasi, pengolahan limbah, dan sebagainya. Semua fasilitas umum menimbulkan kemudahan dan meningkatkan kepuasan serta kepuasan akan menambah kesediaan bagi orang untuk membayar.

Menurut Daniel (2002) ada dua faktor dalam menentukan harga lahan yaitu dilihat dari penawaran lahan dan faktor permintaan lahan tersebut. Berdasarkan faktor penawaran yaitu kualitas dan lokasi lahan tersebut. Kualitas lahan dilihat dari segi kualitas air atau fasilitas air, kesuburan dan kandungan mineral di dalam lahan tersebut. Berdasarkan perbedaan lokasi lahan, dapat dilihat aksesibilitas lahan tersebut seperti tersedianya sarana angkutan umum, lembaga perkreditan, pasar, kondisi jalan, dan keamanan dari bahaya banjir.

(30)

S2

P2 S1

D2

P1 D1

Q

Sumber: Barlowe, Raleigh (1986)

Gambar 5 Kurva Permintaan dan Penawaran Lahan

Harga keseimbangan bersifat fleksibel, selalu berubah-ubah dan cendrung meningkat karena penawaran lahan yang semakin terbatas disertai permintaan lahan yang semakin bertambah. Kurva penawaran lahan hampir bersifat tidak elastis dan kurva permintaan bersifat sangat elastis serta berubah sesuai dengan perkembangan ekonomi, sehingga terjadi pergeseran kurva permintaan lahan dari D1 meningkat ke D2. Pergeseran permintaan lahan tersebut mendorong peningkatan harga dari P1 meningkat ke P2 dengan penurunan tingkat penawaran lahan, dapat ditunjukkan dengan Gambar 5 (Barlowe dalam Silalahi, 2008).

2.2 Alih Fungsi Lahan Pertanian

Bagi petani lahan sangat penting, dari lahan mereka dapat mempertahankan hidup dan keluarga, melalui kegiatan bercocok tanam dan berternak. Karena lahan merupakan faktor-faktor produksi dalam berusaha tani, maka status penguasaan lahan menjadi penting. Berkaitan dengan jenis komoditas apa yang diusahakan dan berkaitan besar kecilnya bagian yang diperoleh dari usahatani yang diusahakan.

(31)

disebut petani penyakap, dapat melakukan penggarapan tanah dengan sistem sewa atau sistem gadai.

Setelah masuk perusahaan industri di suatu desa, maka penggunaan lahan terpecah menjadi dua, yaitu sebagian dari luas lahan digunakan untuk perusahaan industri maka digunakan untuk luar pertanian, sedangkan sebagian lainnya masih tetap dimiliki petani. Artinya total lahan sawah yang dikuasai petani dan digunakan untuk kegiatan pertanian menjadi lebih sempit. Hubungan dengan penguasaan lahan, maka ada petani pemilik lahan yang berubah status menjadi petani tidak memiliki lahan, dikarenakan lahan dijual. Ada juga petani yang memiliki lahan tetapi luas lahannya berkurang atau menjadi sempit. Bisa dilihat dari hasil pertanian tahun 1993 di pulau Jawa lahan sawah berubah menjadi perumahan 28 603.50 ha, untuk industri 14 481.70 ha dan untuk perkantoran 3 178 ha.

Menurut Iqbal dan Sumaryanto (2007), lahan pertanian yang rentan terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh : (1) kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi; (2) daerah persawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan; (3) akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, infrastruktur wilayah persawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering; dan (4) pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar, dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu (terutama di Pulau Jawa) ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan.

(32)

yang ada seperti perubahan di dalam sistem kedudukan dan perubahan dalam sistem ekonomi pertanian. Faktor luar sistem pertanian seperti industrialisasi dan faktor-faktor perkotaan menjelaskan 32.17 %, dan faktor demografis menjelaskan 8.75 %.

Menurut Witjaksono (1996), ada lima faktor sosial yang mempengaruhi alih fungsi lahan, yaitu: perubahan perilaku, hubungan pemilik dengan lahan, pemecahan lahan, pengambilan keputusan, dan apresiasi pemerintah terhadap aspirasi masyarakat. Dua faktor terakhir berhubungan dengan sistem pemerintahan. Dampak yang terjadi pada konversi lahan dapat dipandang dari dua sisi. Pertama, dari fungsinya, lahan sawah diperuntukkan untuk memproduksi padi. Adanya konversi lahan sawah ke fungsi lain akan menurunkan produksi padi nasional. Kedua, dari bentuk perubahan lahan sawah ke pemukiman, perkantoran, prasarana jalan dan lainnya berpengaruh terhadap besarnya kerugian sudah diinvestasikan dana untuk mencetak sawah, membangun waduk, dan sistem irigasi (Ilham et al. 2010).

Laju penggunaan lahan akan semakin meningkat, meningkatnya permintaan akan lahan mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian dibedakan menjadi dua yaitu faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung atau mikro yaitu faktor konversi di tingkat petani dimana faktor tersebut mempengaruhi langsung keputusan petani. Faktor tersebut adalah kondisi sosial ekonomi petani, seperti pendidikan, pendapatan, kemampuan secara ekonomi, pajak, harga tanah, dan lokasi tanah. Sedangkan faktor tidak langsung atau makro yaitu faktor konversi di tingkat wilayah dimana faktor tersebut tidak secara langsung mempengaruhi keputusan petani. Faktor ini mempengaruhi faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap keputusan petani. Faktor tersebut seperti pertumbuhan penduduk yang mempengaruhi pertumbuhan pembangunan pemukiman dan perubahan struktur ekonomi ke arah industri dan jasa akan meningkatkan kebutuhan akan sarana transportasi dan lahan untuk industri.

(33)

permintaan tanah untuk perumahan, jasa, industri, dan fasilitas umum lainnya. Selain itu, peningkatan taraf hidup masyarakat juga turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan akibat peningkatan intensitas kegiatan masyarakat. (2) Kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian antara lain pembangunan real estate, kawasan industri, kawasan perdagangan, dan jasa-jasa lainnya yang memerlukan lahan yang luas, sebagian diantaranya berasal dari lahan pertanian termasuk sawah. Lokasi sekitar kota, yang sebelumnya didominasi oleh penggunaan lahan pertanian, menjadi sasaran pengembangan kegiatan non pertanian mengingat harganya yang relatif murah serta telah dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang. (3) Faktor ekonomi, yaitu tingginya land rent yang diperoleh aktivitas sektor non pertanian dibandingkan sektor pertanian. Rendahnya insentif untuk berusaha tani disebabkan oleh tingginya biaya produksi, sementara harga hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi. Selain itu, karena faktor kebutuhan keluarga petani yang terdesak oleh kebutuhan modal usaha atau keperluan keluarga lainnya membuat petani tidak mempunyai pilihan selain menjual sebagai lahan pertaniannya. (4) Degradasi lingkungan, antara lain kemarau panjang yang menimbulkan kekurangan air untuk pertanian terutama sawah penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan yang berdampak pada peningkatan serangan hama tertentu, serta pencemaran air irigasi. (5) Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum dari peraturan-peraturan yang ada.

Menurut Winoto (2005) faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian yaitu:

1. Faktor kependudukan, yaitu peningkatan dan penyebaran penduduk di suatu wilayah. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan permintaan tanah.

(34)

3. Faktor sosial budaya, antara lain keberadaan hukum waris yang menyebabkan terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak memenuhi batas minimum skala ekonomi usaha yang menguntungkan. 4. Perilaku myopic, yaitu mencari keuntungan jangka pendek namun kurang

memperhatikan jangka panjang dan kepentingan nasional secara keseluruhan. Hal ini tercermin dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang cendrung mendorong konversi tanah pertanian untuk penggunaan tanah non pertanian.

5. Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum dari peraturan yang ada.

2.3 Pengendalian Alih Fungsi Lahan

Alih fungsi lahan memiliki banyak kerugian terhadap ekosistem, ketahanan pangan, tenaga kerja, dan lain-lain. Menurut Pearce dan Turner (1990), merekomendasikan tiga pendekatan pengendalian alih fungsi lahan sawah, yaitu:

1. Regulation. Melalui pendekatan pengambil kebijakan menetapkan aturan dalam pemanfaatan lahan yang ada. Berdasarkan berbagai pertimbangan teknis, ekonomis, dan sosial, pengambilan kebijakan bisa melakukan pewilayahan terhadap lahan serta kemungkinan proses alih fungsi. Pemerintah menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah, pelaksanaan di lapang belum sepenuhnya konsisten menerapkan aturan yang ada.

2. Acquisition and Management. Melalui pendekatan ini pihak terkait perlu menyempurnakan sistem dan aturan jual beli lahan serta penyempurnaan pola penguasaan lahan yang ada guna mendukung upaya ke arah mempertahankan keberadaan lahan pertanian.

(35)

Menurut Isa dari Badan Pertanahan Nasional (2006) strategi pengendalian konversi ditempuh melalui 3 yaitu:

1. Memperkecil peluang terjadinya konversi, dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi penawaran dapat berupa insentif kepada pemilik sawah yang berpotensi untuk dirubah. Dari sisi permintaan pengendalian sawah dapat ditempuh melalui:

a. Mengembangkan pajak tanah yang progresif

b. Meningkatkan efisiensi kebutuhan lahan untuk non pertanian sehingga tidak ada tanah terlantar

c. Mengembangkan prinsip hemat lahan untuk industri, perumahan dan perdagangan misalnya pembangunan rumah susun.

2. Mengendalikan kegiatan konversi lahan

a. Membatasi konversi lahan sawah yang memiliki produktivitas tinggi, menyerap tenaga kerja pertanian tinggi, dan mempunyai fungsi lingkungan tinggi.

b. Mengarahkan kegiatan konversi lahan pertanian untuk pembangunan kawasan industri, perdagangan, dan perumahan pada kawasan yang kurang produktif.

c. Membatasi luas lahan yang dapat dikonversi di setiap kabupaten/ kota yang mengacu pada kemampuan pengadaan mandiri.

d. Menetapkan Kawasan Pangan Abadi yang tidak boleh dikonversi, dengan pemberian insentif bagi pemilik lahan dan pemerintah daerah setempat.

3. Instrumen pengendalian konversi lahan, dapat digunakan untuk perlindungan dan pengendalian lahan sawah adalah melalui instrumen yuridis dan non yuridis yaitu:

a. Instrumen yuridis berupa peraturan perundang-undangan yang mengikat (apabila memungkinkan setingkat undang-undang) dengan ketentuan sanksi yang memadai.

(36)

c. Pengalokasian dana dekosentrasi untuk mendorong pemerintah daerah dalam mengendalikan konversi lahan pertanian terutama sawah

d. Instrumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan perizinan lokasi. Sehubungan dengan itu, kebijakan perioritas yang diusulkan dalam rangka pengendalian konversi lahan pertanian adalah sebagai berikut:

1. Menyusun peraturan perundang-undangan tentang ketentuan perlindungan lahan pertanian produktif, baik dalam bentuk Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah maupun Undang-Undang.

2. Menetapkan zonasi (lokasi) lahan-lahan pertanian yang dilindungi, misalnya: Sawah Perlindungan Abadi, Sawah Konversi Terbatas dan Sawah Konversi, dalam bentuk Keputusan Presiden

3. Menetapkan bentuk insentif dan disinsentif terhadap pemilik tanah dan pemerintah daerah setempat

4. Mengintegrasikan ketiga ketentuan tersebut dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Provinsi dan kabupaten/ kota

5. Membentuk komisi Pengendali Konversi Lahan Sawah baik di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota, dengan keputusan kepala daerah yang bersangkutan.

Pengendalian adalah melakukan suatu tindakan tertentu dengan tujuan agar proses, output, dan outcomes yang terjadi sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu secara normatif langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian mencakup lima aspek, yaitu (Deptan, 2005)

1. Penentuan cakupan, tujuan dan sasaran, pengendalian lahan berfungsi untuk mengamankan kepentingan publik. Mengingat pengendalian lahan bersifat spatial maka perlu adanya harmonisasi antara wilayah administrasi sehingga pengendalian lahan merupakan kebijakan berlingkup nasional.

(37)

sumberdaya yang dimiliki yang diperkirakan dapat dipergunakan untuk mendukung pendekatan atau metode pengendalian yang akan diterapkan.

3. Identifikasi instrumen kebijakan, sebagai contoh, jika pendekatan yang ditempuh adalah regulasi dan metode yang akan diterapkan adalah zonasi, maka instrumen yang sesuai adalah peraturan perundang-undangan. Jika pendekatan yang digunakan berupa incentive and charges dan metode yang diterapkan adalah peningkatan insentif kepada petani untuk mempertahankan usahataninya. Penentuan instrumen kebijakan harus mempertimbangkan kelayakan teknis, ekonomi, sosial, dan politik.

4. Implementasi kebijakan, jika langkah-langkah di atas telah dilaksanakan maka tahap paling krusial tentu saja implementasi dari strategi kebijakan yang telah ditentukan.

5. Evaluasi, diperlukan untuk mengukur sejauhmana strategi kebijakan yang telah diterapkan tersebut mencapai sasarannya dan sangat diperlukan untuk memperoleh masukan yang bermanfaat penyempurnaan lebih lanjut. Hal ini mempertimbangkan bahwa secara empiris alokasi lahan merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang sangat kompleks. Sejumlah perbaikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan efektivitasnya maupun dalam rangka mengantisipasi dinamika yang dihadapi di lapangan.

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2013) dalam upaya pengendalian dan perlindungan lahan, terdapat beberapa strategi, yaitu:

1. Memperkecil peluang terjadinya konversi. 2. Mengendalikan kegiatan konversi.

 Membatasi konversi lahan, menyerap tenaga kerja, dan mempunyai fungsi lingkungan yang tinggi.

 Konversi lahan untuk industri, perdagangan, dan perumahan pada kawasan yang kurang produktif.

(38)

 Menetapkan Kawasan Pangan Abadi yang tidak boleh dikonversi, dengan pemberian insentif bagi pemilik lahan dan pemerintah daerah setempat.

3. Instrumen pengendalian konversi  Instrumen yuridis.

 Instrumen insentif dan disinsentif bagi pemilik lahan sawah dan pemerintah daerah setempat.

 Pengalokasian dana dekosentrasi untuk mendorong pemerintah daerah dalam mengendalikan konversi lahan pertanian.

 Instrumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan perizinan lokasi.

2.4 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Buku “Konsep Tata Ruang Ekonomi dalam Pengembangan Wilayah” menurut Rahardjo (2010), kawasan merupakan wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait batas dan sistem ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta memiliki ciri tertentu. Sedangkan wilayah merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait batas dan sistem ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan aspek fungsional. Sedangkan Tata Ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak direncanakan. Menurut Sugandi dan Murtopo (1987), tata ruang adalah:

1. Tata ruang adalah pengaturan susunan ruang suatu wilayah atau daerah sehingga terciptanya persyaratan yang bermanfaat bagi segi ekonomi, sosial, budaya dan politik yang menguntungkan bagi perkembangan di wilayah atau daerah tersebut.

(39)

Berdasarkan pasal 3 UU No 24 Tahun 1992 penataan ruang bertujuan: 1. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan

yang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.

2. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya.

3. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk: mewujudkan keterpaduan dan penggunaan sumberdaya alam dan buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia, meningkatkan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan secara berdaya guna dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, dan mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Menurut BAPEDA Kota Bogor proses penataan lingkungan pemukiman secara fisik dilakukan dari sisi tata ruang, hal yang penting untuk dilaksanakan bila pemerintah Kota Bogor memiliki keinginan untuk membangun profil kota yang efektif dan efisien serta meningkatkan kelayakan hidup bagi masyrakat. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terdapat empat wilayah perencanaan (WP), yaitu WP A, WP B, WP C, dan WP D. WP A meliputi kegiatan perdagangan, kegiatan perkantoran, kegiatan MICE (meeting, insentif , convention, exibhition), pengembangan terminal agribisnis, dan perumahan kepadatan rendah. Meliputi pengendalian perkembangan kegiatan perdagangan dan jasa, revitalisasi kawasan stasiun Bogor dan sekitar, serta peremajaan kawasan pemukiman. WP B meliputi wilayah kegiatan perdagangan, hotel dan sarana akomodasi, rumah sakit regional, pengembangan kawasan wisata, serta perumahan kepadatan rendah. WP C meliputi pengembangan pasar induk, pembangunan sentra elektronik, dan pengembangan perumahan. Sedangkan WP D meliputi kegiatan perdagangan, kegiatan perkantoran, kegiatan jasa akomodasi dan perhotelan, serta wisata kuliner. Pendekatan tata ruang didasari:

(40)

bersifat pendefinisian kembali pola atau struktur ruang yang terbentuk dan bentuk-bentuk penanganan yang mengubah struktur dasar ruang. 2. Kesesuaian fungsi lokasi dan bentuk pengembangan fungsi yang

direncanakan atau diarahkan.

Penentuan lahan sesuai untuk pengembangan kawasan pemukiman dan perumahan di Kota Bogor disesuaikan dengan persyaratan yaitu:

1. Lahan tidak termasuk dalam kawasan yang seharusnya tidak boleh dimanfaatkan untuk lahan terbangun, seperti kawasan sempadan sungai, sempadan rel KA, sempadan SUTET, sempadan jalan.

2. Lahan tidak memanfaatkan lahan yang berfungsi sebagai RTH.

3. Lahan tidak memanfaatkan lahan yang mempunyai nilai topografi diatas 30% m dpl.

4. Lahan memanfaatkan lahan sawah, lahan kebun, lahan ladang, lahan semak, dan tanah kosong.

5. Lahan memanfaatkan lahan yang sesuai dengan rencana tata ruang, seperti RUTR, RDTR, dan rencana tata ruang lainnya.

6. Lahan memanfaatkan lahan yang dilayani oleh sarana dan prasara. 2.5 Penelitian Terdahulu

(41)
(42)

Tabel 6 Matriks Penelitian Terdahulu

NO Peneliti/Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil

1 Nama: Sitorus Tahun: 2011

Judul: Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Konversi Lahan Sawah di Kabupaten Bogor

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah di Kabupaten Bogor.

2. Mengestimasi dampak ekonomi konversi lahan sawah di Kabupaten Bogor selama periode 2001-2010.

1. Variabel yang berpengaruh nyata konversi lahan sawah di Kabupaten Bogor adalah jumlah penduduk dan produksi padi sawah. 2. Dampak yang ditimbulkan adanya konversi

lahan sawah di Kabupaten Bogor adalah berkurangnya jumlah produksi padi dan nilai produksi padi dan menurunkan gabah kering giling nilai produksi padi yang hilang.

2 Nama: Puspasari Tahun: 2012

Judul: Faktor-Faktor yang mempengaruhi Alih wilayah maupun tingkat petani. Karawang Timur mengalami fluktuasi, dan laju alih fungsi lahan sawah paling tinggi 2011, dikarenakan adanya pembangunan pemukiman akibat peningkatan jumlah penduduk.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian khususnya lahan sawah di tingkat wilayah adalah jumlah industri dan proporsi luas lahan sawah terhadap luas wilayah. Faktor-faktor petani dipengaruhi oleh tingkat usia, luas lahan, proporsi pendapatan sektor pertanian, dan pengalaman bertani.

(43)

3 Nama: Rembulan Tahun: 2013

Judul: Analisis Dampak Konversi Lahan Pertanian Ke non pertanian terhadap pendapatan petani di Kelurahan

Mulyaharja, Kota Bogor

1. Mengidentifikasi faktor-faktor kebijakan penyebab konversi lahan pertanian di Kelurahan Mulyaharja.

2. Menganalisis dampak konversi lahan pertanian ke non pertanian terhadap RTRW tahun 2011-2031 bahwa faktor-faktor kebijakan konversi lahan pertanian menjadi perumahan di Kel. Mulyaharja, Kota Bogor dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah akibat tingginya jumlah penduduk Kota Bogor dengan perumahan berkepadatan rendah, didukung dengan adanya pengembangan lahan untuk kegiatan jasa dan perdagangan salah satu implementasi visi Kota Bogor sebagai Kota jasa.

4 Nama: Shriwinanti Tahun: 2013

Judul: Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi faktor yang berpengaruh terhadap konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian di Kabupaten Tanggerang. 2. Menganalisis dampak

konversi lahan terhadap pendapatan petani dan produksi padi di

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian khususnya lahan sawah di tingkat wilayah dipengaruhi oleh luas bangunan, jumlah industri dan produktivitas padi sawah. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian di tingkat petani dipengaruhi oleh lama tinggal, pengalaman bertani, hasil padi dan harga jual padi.

2. perubahan rata-rata pendapatan total petani sebelum dan sesudah konversi lahan mengalami penurunan. selain pendapatan, akibat konversi lahan juga menyebabkan penurunan produksi padi.

1. Berdasarkan hasil penelitian perubahan laju luasan lahan sawah di Kota Depok yang berfluktuasi. Periode 2001-2012 laju luasan

(44)

mempengaruhi Alih dan mikro di Kota Depok. 2. Mengestimasi dampak alih fungsi lahan sawah di Kota Depok.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah di tingkat wilayah Depok adalah luas bangunan dan PDRB non pertanian. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani melakukan alih fungsi lahan sawah yaitu luas lahan dan pengalaman bertani.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi secara makro PDRB dan Laju Pertumbuhan Penduduk. Secara mikro yaitu jumlah tanggungan dan proporsi pendapatan dari hasil tani terhadap pendapatan total.

(45)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Regresi Logit

Mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian secara mikro, digunakan analisis regresi logistik (logit). Alat analisis merupakan model non linear, baik dalam parameter maupun variabel. Menurut Juanda (2009), model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang sebagai berikut:

E

Zi

=

...(1) Variabel dalam persamaan di atas disebut sebagai odds, yang sering diistilakan dengan resiko atau kemungkinan, yaitu rasio peluang terjadinya pilihan 1 terhadap peluang terjadinya pilihan 0 alternatif. Parameter model estimasi logit harus diestimasi dengan metode maximum likelihood. Parameter e dalam persamaan tadi mempresentasikan bilangan dasar logaritma natural (ln). Jika persamaan tersebut ditransformasikan dengan logaritma natural, maka:

Zi = ln

dimana Zi = a +bXi...(2) Maka persamaan model regresi logit untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di tingkat petani adalah sebagai berikut:

Ln

= Zi = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 +b4X4 + b5X5 + ...(3)

dimana :

Zi = Peluang terjadi alih fungsi lahan (1) dan tidak alih fungsi lahan (0) A = Intersep

Bi = Koefisien Regresi

Xi = Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan alih fungsi lahan E = Error

Faktor-faktor mikro yang berpengaruh terhadap alih fungsi lahan di tingkat petani adalah :

1. Pengalaman bertani (tahun)

(46)

keahlian untuk bertani akan semakin tinggi. Hal ini akan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan petani dalam menjual lahan atau lahan yang digarap olehnya.

2. Luas lahan (hektar)

Luas lahan merupakan besarnya area sawah atau pertanian yang dimiliki oleh petani. Luas lahan akan mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani, sehingga akan mempengaruhi keuntungan dan berpengaruh terhadap keputusan untuk menjual atau mengkonversi lahan.

3. Proporsi pendapatan dari usaha tani (persen)

Proporsi pendapatan dari usaha tani merupakan persentase pendapatan dari hasil usaha tani dibanding dengan pendapatan total. Pendapatan total yaitu hasil pendapatan dari bertani dan pendapatan sampingan dari usaha lain. Jika proporsi pendapatan petani yang diperoleh dari hasil bertani rendah, maka ada kemungkinan petani mengalih fungsikan untuk jenis usaha lain. Sehingga mengakibatkan terjadi alih fungsi lahan.

4. Harga Lahan (Rp)

Harga lahan merupakan penjualan dari lahan akibat konversi. Jika harga lahan tinggi maka ada kemungkinan petani mengalih fungsikan lahan untuk usaha lain atau keperluan lain, dan petani lebih berfikir untuk menguntungkan untuk jual lahan dan membeli atau membuka usaha di tempat lain.

5. Jarak Lahan (meter)

Jarak lahan merupakan jarak lahan pertanian dengan jalan raya. Jarak lahan berpengaruh terhadap keinginan pengembang untuk membeli lahan tersebut. Jika lahan tersebut dekat dengan jalan raya, maka untuk pembangunan lebih bagus. Sehingga ada kesempatan untuk petani menjual lahannya dengan harga yang tinggi.

Agar diperoleh analisis regresi logit yang baik maka perlu dilakukan pengujian untuk melihat model tersebut dapat menjelaskan keputusan secara kualitatif. Statistik uji digunakan yaitu Odds Ratio dan Likelihood Ratio.

1. Odds Ratio

(47)

variabel bebas dan variabel terikat dalam model logit. Nilai diperoleh dari perhitungan eksponensial dari koefisien estimasi (Bi).

...(4)

P menyatakan peluang terjadinya peristiwa Z=1 dan 1-P menyatakan peluang terjadinya Z=0.

2. Likelihood Ratio

Uji Likelihood Ratio tujuan untuk mengukur rasio kemungkinan maksimum dari variabel penjelas. Statistik uji yang dapat dipakai adalah :

H0 : B1 = B2 = B3 =...= Bi = 0

H1 : minimal ada satu Bi 0

G = -2 ln

...(5)

dimana :

L0 = Nilai Likelihood tanpa variabel penjelas

L1 = Nilai Likelihood dengan model penuh

Apabila G > chi-square maka H0 ditolak yang berarti bahwa minimal ada

satu Bi . Artinya model regresi logistik tersebut secara keseluruhan dapat

menjelaskan pilihan individu pengamatan.

3.1.2 Analisis Pendapatan Usahatani Padi

(48)

Kerugian timbul dari alih fungsi lahan pertanian diantara berupa hilangnya peluang memproduksi dan pendapatan usaha tani yang seharusnya dapat tercipta dari lahan sawah yang hilang. Menurut Utama (2006), nilai produksi sawah yang hilang maka rumusnya adalah sebagai berikut :

NQ = ∑ ( Pt, Qt )...(6) dimana :

NQ = Nilai produksi padi sawah yang hilang Pt = Harga komoditi padi sawah yang ditanam Qt = Produksi padi sawah yang hilang per tahun T = Tahun data

Qi = Produksi padi sawah yang hilang per tahun dengan irigasi i yang terkonversi

i = 1, 2, 3, 4, dimana masing-masing menunjukan jenis sawah irigasi teknis, semiteknis, sederhana, dan tadah hujan.

Qi = ∑ (Si . Hm)...(7) dimana :

Si = Luas lahan sawah dengan jenis irigasi i yang alih fungsi lahan Hm = Produktifitas usaha tani pada musim tanam m dari sawah dengan

jenis irigasi tersebut

m = 1, 2, 3, masing-masing menunjukkan musim tanam pertama, kedua dan terakhir.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

(49)

hilang, sehingga beralih pekerjaan ke sektor lain. Walaupun masih bekerja di sektor pertanian hanya sebagai petani penggarap.

Konversi lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman memiliki dampak positif dan dampak negatif. Dampak dari suatu pembangunan adalah peningkatan pendapatan daerah. Pendapatan daerah dapat memperoleh pendapatan dari retribusi dan pajak daerah yang ditetapkan. Dampak negatif yang ditimbulkan adalah hilangnya kesempatan memproduksi padi, tanaman palawija, dan hilangnya pendapatan dari usahatani dan terjadinya perubahan nilai land rent.

(50)

Gambar 6 Kerangka Pemikiran Operasioanal

Kebutuhan Lahan Pertumbuhan

Penduduk Pembangunan

Kota

Alih Fungsi Lahan

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Dampak Ekonomi Pertanian

Analisis Regresi Logistik Analisis pendapatan yang hilang

(51)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu

Lokasi pengambilan data untuk keperluan penelitian dipilih adalah Kota Bogor. Lokasi ini dipilih karena daerah tersebut banyak dibangun pemukiman, karena jumlah penduduk yang meningkat. Selain itu wilayah ini juga merupakan salah satu daerah di Jawa Barat dengan perkembangan ekonomi yang paling cepat, sehingga memberikan adanya perubahan tata guna lahan. Waktu penelitian pada bulan Maret 2014 sampai Mei 2014. Studi kasus penelitian ini di lakukan satu Kecamatan Bogor Selatan yang terdiri dari 16 kelurahan. Penelitian dilakukan 7 kelurahan. Kecamatan Bogor Selatan dipilih karena lahan sawah paling banyak terdapat di Kecamatan Bogor Selatan yaitu seluas 283 ha. Proses pengumpulan data primer dan sekunder di wilayah tersebut.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer digunakan untuk mengetahui faktor-faktor mikro yang mempengaruhi alih fungsi lahan di tingkat petani dan dampak terhadap pendapatan petani. Data tersebut didapatkan melalui wawancara langsung dengan petani penggarap dan petani memiliki lahan. Petani tersebut dipilih karena mengetahui produksi sawah dan mempunyai keinginan untuk mengalihfungsikan lahan milik sendiri. Data sekunder digunakan untuk mengetahui data-data konversi yang dibutuhkan di Kecamatan Bogor Selatan maupun kelurahan. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Badan Pertanahan Nasional, Dinas Pertanian, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Kantor Kecamatan, dan Kantor Kelurahan, berbagai pustaka seperti buku, jurnal, dan internet.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

(52)

kelurahan dipilih maka pengambilan contoh atau sampel yang dilakukan kepada petani dilakukan secara snowball sampling. Teknik snowball sampling merupakan bentuk dari non probability sampling method. Metode ini dipilih karena jumlah populasi yang akan diteliti tidak diketahui secara pasti. Cara ini dilakukan dengan mencari sampel pertama untuk menunjukkan orang lain sekitar dapat diwawancarai sesuai dengan kriteria yang diinginkan, dan begitu seterusnya.

Pengambilan data primer dilakukan melalui wawancara dengan bantuan kuesioner kepada responden. Responden adalah pihak yang dapat memberikan informasi dan dapat mewakili dalam menjawab permasalahan penelitian. Responden dalam penelitian ini adalah petani yang sedang bertani menanam padi dan petani yang mengalihfungsikan lahan padi. Penelitian yang dilaksanakan mengambil responden sebanyak 42 orang.

Tabel 7 Matriks Analisis Data

Tujuan Penelitian Data yang Dibutuhkan Metode Analisis Data

1. Mengestimasi

dampak konversi lahan sawah terhadap pendapatan usahatani petani yang mengkonversi. Data dari Instansi terkait.

Regresi Logistik

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

(53)

4.4.1 Analisis Regresi Logit

Mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian secara mikro, digunakan analisis regresi logistik (logit). Alat analisis merupakan model non linear, baik dalam parameter maupun variabel. Menurut Juanda (2009), model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang sebagai berikut:

Pi = F(Zi) = F (a + bXi) =

= ...(8)

Kemudian persamaan dapat dibalik dengan menggunakan aljabar menjadi :

E

Zi =

...(9)

Variabel dalam persamaan di atas disebut sebagai odds, yang sering diistilakan dengan resiko atau kemungkinan, yaitu rasio peluang terjadinya pilihan 1 terhadap peluang terjadinya pilihan 0 alternatif. Parameter model estimasi logit harus diestimasi dengan metode maximum likelihood. Parameter e dalam persamaan tadi mempresentasikan bilangan dasar logaritma natural (ln). Jika persamaan tersebut ditransformasikan dengan logaritma natural, maka:

Zi = ln

dimana Zi = a +bXi...(10)

Maka persamaan model regresi logit untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di tingkat petani adalah sebagai berikut:

Ln

= Zi = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 +b4X4 + b5X5 + ...(11)

dimana :

Zi = Peluang terjadi alih fungsi lahan (1) dan tidak alih fungsi lahan (0)

A = Intersep

Bi = Koefisien Regresi

Xi = Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan alih fungsi lahan

E = Error

(54)

1. Pengalaman bertani (X1)

Pengalaman bertani merupakan periode atau lamanya seseorang melakukan kegiatan bertani semasa hidupnya. Semakin lama seseorang bertani maka keahlian untuk bertani akan semakin tinggi. Hal ini akan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan petani dalam menjual lahan atau lahan yang digarap olehnya.

2. Luas lahan (X2)

Luas lahan merupakan besarnya area sawah atau pertanian yang dimiliki oleh petani. Luas lahan akan mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani. Sehingga akan mempengaruhi keuntungan dan berpengaruh terhadap keputusan untuk menjual atau mengkonversi lahan.

3. Proporsi pendapatan dari usaha tani (X3)

Proporsi pendapatan dari usaha tani merupakan persentase pendapatan dari hasil usaha tani dibanding dengan pendapatan total. Pendapatan total yaitu hasil pendapatan dari bertani dan pendapatan sampingan dari usaha lain. Jika proporsi pendapatan petani yang diperoleh dari hasil bertani rendah, maka ada kemungkinan petani mengalih fungsikan untuk jenis usaha lain. Sehingga mengakibatkan terjadi alih fungsi lahan.

4. Harga Lahan (X4)

Harga lahan merupakan penjualan dari lahan akibat konversi. Jika harga lahan tinggi maka ada kemungkinan petani mengalih fungsikan lahan untuk usaha lain atau keperluan lain, dan petani lebih berfikir untuk menguntungkan untuk jual lahan dan membeli atau membuka usaha di tempat lain.

5. Jarak Lahan (X5)

Jarak lahan merupakan jarak lahan pertanian dengan jalan raya. Jarak lahan berpengaruh terhadap keinginan pengembang untuk membeli lahan tersebut. Jika lahan tersebut dekat dengan jalan raya, maka untuk pembangunan lebih bagus. Sehingga ada kesempatan untuk petani menjual lahannya dengan harga yang tinggi.

pengujian untuk melihat model tersebut dapat menjelaskan keputusan secara kualitatif. Statistik uji digunakan yaitu Odds Ratio dan Likelihood Ratio.

(55)

Uji Odds Ratio tujuan untuk mengukur rasio peluang terjadinya kejadian 1 terhadap kejadian peluang 0. Uji ini digunakan untuk melihat hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat dalam model logit. Nilai diperoleh dariperhitungan eksponensial dari koefisien estimasi (Bi).

.

...(12)

P menyatakan peluang terjadinya peristiwa Z=1 dan 1-P menyatakan peluang terjadinya Z=0.

2. Likelihood Ratio

Uji Likelihood Ratio tujuan untuk mengukur rasio kemungkinan maksimum dari variabel penjelas. Statistik uji yang dapat dipakai adalah :

H0 : B1 = B2 = B3 =...= Bi = 0

H1 : minimal ada satu Bi 0

G = -2 ln

...(13) dimana :

L0 = Nilai Likelihood tanpa variabel penjelas

L1 = Nilai Likelihood dengan model penuh

Apabila G > chi-square maka H0 ditolak yang berarti bahwa minimal ada satu

Bi . Artinya model regresi logistik tersebut secara keseluruhan dapat

menjelaskan pilihan individu pengamatan. 4.4.2 Analisis Pendapatan Petani

Kerugian timbul dari alih fungsi lahan pertanian diantara berupa hilangnya peluang memproduksi dan pendapatan usaha tani yang seharusnya dapat tercipta dari lahan sawah yang hilang. Menurut Utama (2006), nilai produksi sawah yang hilang maka rumusnya adalah sebagai berikut :

NQ = ∑ ( Pt, Qt )...(14)

dimana :

(56)

Qt = Produksi padi sawah yang hilang per tahun T = Tahun data

Qt = ∑Qi...(15) dimana :

Qi = Produksi padi sawah yang hilang per tahun dengan irigasi i yang terkonversi

i = 1, 2, 3, 4, dimana masing-masing menunjukan jenis sawah irigasi teknis, semiteknis, sederhana, dan tadah hujan.

Qi = ∑ (Si . Hm)...(16) dimana :

Si = Luas lahan sawah dengan jenis irigasi i yang alih fungsi lahan Hm = Produktifitas usaha tani pada musim tanam m dari sawah dengan

jenis irigasi tersebut

Gambar

Gambar 1 Jumlah Penduduk Empat Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1971-2012
Tabel 1 Laju Penurunan Luas Sawah dan Pertumbuhan Jumlah Penduduk di Jawa Barat Tahun 2009-2012
Tabel 2 Jumlah Penduduk  menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2008-2012
Tabel 3 Penggunaan Lahan di Kota Bogor Tahun 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

"Dari hasil pengembangan dan pemeriksaan kepada empat tersangka, dua pelaku yaitu Septian alias Jawir dan Rayi alias Engkong pernah 'main' dengan dua orang lainnya yaitu

Meskipun anak dari narapidana bukanlah terpidana yang menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan, harus dan wajib untuk mendapatkan dan dipenuhi haknya oleh pihak

[r]

Kalau dalam suatu sistem management terjadi kejenuhan, tentu kita harus segera memecahkannya, mungkin saja kejenuhan terjadi karena kurangnya pemahaman, atau perlu adanya insentif

A synergistic e€ect of farms'/farmers' characteristics and the region in which the farms are located seems to shape the farmers predilection towards di€erent goals combination

Sebanyak 85% karyawan Perusahaan adalah masyarakat sekitar yang kami didik untuk dapat setaraf dengan karyawan Hotel berbintang 5 dan dapat bekerja di Hotel kami,

An increase in phosphorous intake eciency to 60% causes a reduction in the cost of the diets formulated using the single objective function model to minimize phosphorous excretion

The aim of this paper is to analyse the operational costs of the Pu-Shin wholesale ®sh market in Taiwan, using both the activity-based costing (ABC) model and the simulation