MOTIVASI BERPRESTASI PADA MAHASISWA DI PERGURUAN TINGGI
DISUSUN OLEH:
FASTI ROLA, M.PSI, psikolog NIP. 19810314 200501 2 003
DIKETAHUI OLEH:
DEKAN FAKULTAS PSIKOLOGI USU
Prof. Dr. Irmawati, Psikolog NIP. 19530131 198003 2 001
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN ………...
DAFTAR ISI………...
KATA PENGANTAR ………...
BAB I. PENDAHULUAN ...
BAB II. LANDASAN TEORI ... A. Pengertian Motivasi ... B. Pengertian Motivasi Berprestasi... C. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi…... D. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi... E.Peningkatan Motivasi Belajar...
BAB III. KESIMPULAN ...………...
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, nikmat, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini, karena itu penulis berharap mendapat masukan dari
para pembaca untuk penyempurnaan tulisan ini.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara yang telah memberi penulis kesempatan untuk mengabdikan diri di
lingkungan Universitas Sumatera Utara. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada para mahasiswa dan rekan-rekan sejawat di tempat penulis bekerja atas
dukungan dan hangatnya persaudaraan.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Iskandar
yang senantiasa mengingatkan dan memberi motivasi kepada penulis untuk segera
menyelesaikan karya tulis ini, semoga Allah SWT membalas dengan yang lebih baik
atas budi baik dan ketulusan yang telah diberikan. Akhir kata penulis berharap
semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi
semua pihak. Amin!
Medan, 20 September 2010
Fasti Rola, M.Psi, psikolog
I. PENDAHULUAN
Mahasiswa adalah sebagian kecil dari generasi muda Indonesia yang
mendapat kesempatan untuk mengasah kemampuannya di Perguruan Tinggi.
Tentunya sangat diharapkan mendapat manfaat yang sebesar-besarnya dalam
pendidikan agar kelak mampu menyumbangkan kemampuannya untuk
memperbaiki kualitas hidup bangsa Indonesia yang saat ini belum pulih
sepenuhnya dari krisis yang dialami pada akhir abad ke20 (Salim dan Sukadji,
2006).
Agar sukses dalam pendidikan dan berhasil menerapkan ilmu yang
diperolehnya, mahasiswa harus menggunakan seluruh potensi yang dimilikinya
serta mengatur stategi yang jitu. Namun sayangnya, banyak juga mahasiswa gagal
dalam perkuliahannya. Padahal mahasiswa yang duduk di perguruan tinggi telah
terseleksi kemampuannya pada jenjang-jenjang sebelumnya. Jarang mahasiswa
yang gagal karena kurangnya kemampuan, sebaliknya berkaitan dengan masalah
motivasi. Para pengajar dan pembimbing Tugas Akhir di perguruan Tinggi sering
mengeluh bahwa mahasiswa tidak memiliki motivasi. Para mahasiswa pun sering
juga mengeluh bahwa tidak memiliki motivasi sehingga prestasi yang dimilikinya
juga buruk. Beberapa mahasiswa mengatakan bahwa mereka telah
mempersiapkan segala kebutuhan belajar, bahan bacaan lengkap, situasi kamar
mendukung untuk belajar, namun mereka tetap tidak termotivasi untuk belajar
(Salim dan Sukadji, 2006). Selain itu, di dalam kelas masalah besar yang juga
sering dialami oleh pengajar dan siswa adalah motivasi. Para pengajar berharap
tujuan belajar terjadi secara maksimum. Para siswa juga berusaha menggunakan
potensinya dengan mengembangkan bakat-bakat yang ada. Namun sayangnya
tujuan pengajar sering berbeda dengan siswa sehingga motivasi tidak berkembang
(Djiwandono, 2004).
Dalam belajar, salah satu faktor yang mempengaruhi belajar siswa adalah
faktor dari dalam diri siswa adalah motivasi (Syah, 2006). Motivasi adalah salah
satu prasarat yang amat penting dalam belajar ( Djiwandono, 2004). Setiap
tindakan manusia selalu didorong oleh faktor-faktor tertentu sehingga terjadi
tingkah laku atau perbuatan. Faktor pendorong ini disebut motif (Ninawati, 2002).
Menurut Handoko (dalam Ninawati,2002), motif adalah suatu alasan atau
dorongan yang menyebabkan individu berbuat sesuatu atau melakukan tindakan
tertentu. Motif-motif tersebut pada saat tertentu akan menjadi aktif bila kebutuhan
untuk mencapai tujuan sangat dirasakan (Ninawati,2002). Morgan,dkk (1986)
menerangkan motivasi adalah sebagai suatu dorongan yang mendorong individu
untuk menampilkan tingkah laku secara persisten yang diarahkan untuk mencapai
tujuan. Motivasi adalah sesuatu yang menguatkan, mengarahkan, dan
mempertahankan perilaku; motivasi membuat pelajar bergerak, menunjukkan
mereka dalam arah tertentu, dan membuat mereka terus bergerak.
Coleman (dalam Salim dan Sukadji, 2006) mengatakan bahwa individu
yang berusaha memperbaiki diri untuk mencapai standart exelllence adalah
individu yang memiliki dorongan untuk berprestasi. Penelitian yang dilakukan
oleh Budiardjo (Salim dan Sukadji, 2006) menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara pola pengambilan risiko dan prestasi akademik mahasiswa.
tarif sedang, sedangkan mahasiswa dengan prestasi akademik rendah cenderung
mengambil risiko tinggi atau rendah. Selain itu terdapat korelasi positif dan
signifikan antara motif untuk berprestasi dengan prestasi akademik mahasiswa.
Mahasiswa yang memiliki motif untuk berprestasi tinggi akan memiliki prestasi
akademis yang tinggi (Salim dan Sukadji, 2006). Ormrod (dalam Gage dan
Berliner, 1988) mengatakan bahwa motivasi memiliki beberapa pengaruh pada
pembelajaran dan perilaku pelajar yaitu mengarahkan perilaku kepada tujuan
tertentu, mengarah pada peningkatan usaha dan tenaga, meningkatkan inisiasi dan
ketekunan dalam aktivitas, meningkatkan proses kognitif, menentukan
konsekuensi apa yang menguatkan, mengarah pada peningkatan performa serta
II. LANDASAN TEORI
A. Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan konsep dasar hipotesis, karena tidak secara langsung
dapat diamati (Fox, dalam Salim dan Sukadji, 2006). Yang dapat diamati adalah
perilaku setelahnya. Secara umum, motivasi sering diartikan sebagai kondisi
psikologis (internal states) yang menimbulkan, mengarahkan dan
mempertahankan tingkah laku tertentu. Istilah motivasi berasal dari bahasa latin,
yaitu movere yang artinya “gerak” (Pintrich dan Schunk dalam Salim dan Sukadji,
2006).
B. Pengertian Motivasi berprestasi
Kebutuhan untuk berprestasi (need of achievement) pertama kali dibahas
oleh Muray (dalam Bernstein, Roy, Srull dan Wickens, 1988). Selanjutnya
dikembangkan oleh McClelland (dalam Roedinger, Rushton, Capaldi & Paris, 1987).
Muray (dalam Roedinger, dkk, 1987) mendefinisikan keinginan untuk berprestasi
(need of achievement) sebagai :
To accomplish something diffuclt. To master, manipualte, or organize physical objects, human beings, or ideas. To do this as rapidly and as independently as possible. To overcome obstacles and attain a high standart. To excel one’s self. To rival and surpass others. To increase self regart by the successful exercise of talent.
Selanjutnya McClelland (dalam Robin, 1996) mengartikan motivasi
berprestasi sebagai dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan
dikatakan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi adalah individu yang
berorientasi pada tugas, menyukai pekerjaan dengan tugas-tugas yang menantang
dimana penampilan individu pada tugas tersebut dapat dievaluasi dengan berbagai
cara, bisa dengan membandingkan dengan penampilan orang lain atau dengan standar
tertentu (McClelland dalam Morgan, dkk, 1986)
C. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi
Setiap individu yang telah terpenuhi kebutuhan pokoknya pastilah sedikit
banyak memiliki motivasi berprestasi (Gellerman, 1984). Perbedaan antara individu
yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dan yang rendah adalah keinginan
dirinya untuk dapat menyelesaikan sesuatu dengan lebih baik (McClelland, dalam
Robins, 1996). McClelland (dalam Robins, 1996) mengatakan bahwa ciri-ciri orang
yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi adalah :
1. Berprestasi yang dihubungkan dengan seperangkat standar. Seperangkat standar
tersebut bisa berhubungan dengan prestasi orang lain, prestasi diri sendiri yang
lampau serta tugas yang harus dilakukannya (Monks, dkk, 1999).
2. Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukannya.
3. Adanya kebutuhan untuk mendapatkan umpan balik atas pekerjaan yang
dilakukannya sehingga dapat diketahui dengan cepat bahwa hasil yang diperoleh
dari kegiatannya lebih baik atau lebih buruk.
4. Menghindarkan tugas-tugas yang terlalu sulit ata terlalu mudah, etapi akan
5. Inovatf yaitu dalam melakukan suat pada sebelumnya. Hal ini dilakukan agar
individu mendapatan cara-cara yang lebih menguntungkan dalam pencapaian
tujuan (McClelland, 1987).
6. Tidak menyukai keberhasilan yang bersifart kebetulan atau karena tindakan orang
lain dan ingin merasakan sukses atau kegagalan disebabkan oleh tindakan individu
itu sendiri.
Selain McClelland, Atkinson dan Birch (dalam Bernstein, dkk, 1988)
mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi
adalah :
1. Menetpkan tujuan yang menantang dan sulit namun realistik.
2. Terus mengejar kesuksesan dan mau mengambil resiko pada suatu kegiatan
3. Merasakan puas setlah mendapatkan kesuksesan, namun terus berusaha untk
menjadi yang terbaik
4. Merasakan puas setelah mendapatkan kesuksesan, namun terus berusaha untuk
menjadi yang terbaik
5. Tidak merasa tergangu atas kegagalan yang diperoleh.
Sebaliknya, Atknson dan Feather (dalam Feldman, 1992) mengatakan
bahwa ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah adalah
individu yang termotivasi oleh ketakutan akan kegagalan. Dalam melakukan tugas,
individu tidak memikirkan bahwa dirinya akan mendapatkan kesuksesan, tetapi lebih
fokus agar suatu tugas yang dilakukannya tidak mendapatkan kesuksesan, tetapi lebih
terfokus agar suatu tugas yang dilakukannya tidak mendapatkan kegagalan. Sebagai
hasilnya dalam mencari tugas, individu cenderung untuk mengambil tugas yang
sangat sulit sehingga kegagalan bukanlah hal yang negatif karena hampir semua
individu akan gagal melakukannya. Selain itu, individu juga menghindari tugas yang
tingkat kesulitannya menengah karena individu mungkin akan gagal sementara yang
lain berhasil (Atkinson & Feather dalam Feldman, 1992). Ditambahkan pula meurut
Weiner (dalam Bernstein, dkk, 1988) bahwa ciri-ciri individu yang memiliki motivasi
berprestasi yang rendah adalah individu yang apabila dirinya memperoleh kegagalan
setelah melakukan tugas amaka individu tersebut cenderung untuk meninggalkan
tugasnya dengan segera.
D. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi
Fernald dan Fernald (1999) mengungkapkan terdapat 4 faktor yang
berpengaruh terhadap motivasi berprestasi bagi seseorang yaitu :
1. Pengaruh keluarga dan kebudayaan (family and cultural influences)
Besarnya kebebasan yang diberikan orang tua kepada anaknya, jenis
pekerjaan orang tua dan jumlah serta urutan anak dalam suatu keluarga
memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan motivasi
berprestasi. Produk-produk kebudayaan pada suatu negara seperti cerita
rakyat sering mengandung tema-tema prestasi yang bisa meningkatkan
semangat warga negaranya.
2. Peranan dari konsep diri (role of self concept)
Konsep diri merupakan bagaimana seseorang berpikir mengenai dirnya
sendiri. Apabila individu percaya bahwa dirinya mampu untuk melakukan
sesuatu, maka individu akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut
3. Pengaruh dari peran jenis kelamin (Influence of Sex Roles)
Prestasi yang tinggi biasanya diidentikkan dengan maskulinitas, sehingga
banyak para wanita belajar tidak maksimal khususnya jika wanita tersebut
berada diantara para pria (Stein & Beiley dalam Fernald & Fernald, 1999).
Kemudian Horner (dalam Santrock, 1998) juga menyatakan bahwa pada
wanita terdapat kecendrungan takut akan kesuksesan (fear of success) yang
artinya pada wanita terdapat kekhawatiran bahwa dirinya akan ditolak oleh
masyarakat apabila dirinya memperoleh kesuksesan, namun sampai saat ini
konsep fear of success masih diperdebatkan. Dweck dan Nichollas (dalam
Bernstein, dkk, 1988) mengatakan bahwa motivasi berprestasi pada wanita
lebih berubah-ubah dibandingkan dengan pria. Hal ini bisa dilihat bahwa pada
wanita yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi tidak selalu
menetapkan tujuan yang menantang ketika dirinya diberikan pilihan dan juga
para wanita tidak selalu bertahan ketika menghadapi kegagalan.
4. Pengakuan dan Prestasi (Recognition and Achievement)
Individu akan termotivasi untuk bekerja keras jika dirinya merasa dipedulikan
oleh orang lain.
Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Fernald dan Fernald (1999),
McClelland (Salim dan Sukadji, 2006), menjelaskan bahwa faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap motif berprestasi adalah :
1. Harapan orangtua terhadap anaknya.
Orangtua yang mengharapkan anaknya bekerja keras dan berjuang untuk
mencapai sukses akan mendorong anaknya untuk bertingkah laku yang
orangtua dari anak yang berprestasi melakukan beberapa usaha khusus
terhadap anaknya. Orangtua tersebut berkomunikasi, mendengarkan dan
memastikan bahwa anak-anak menyelesaikan tugas sekolah. Marsh (dalam
Salim dan Sukadji, 2006) menyatakan bahwa orangtua dapat mendorong
anaknya untuk memiliki motivasi belajar melalui diskusi pekerjaan rumah dan
menunjukkan minat terhadap yang mereka kerjakan. Motivasi akan tumbuh
sehat pada diri seorang anak bila ia memiliki rasa keingintahuan dan senang
bereksplorasi dan mengerjakan tugas-tugas sekolah yang dibawa kerumah.
2. Pengalaman pada tahun-tahun pertama kehidupan.
Adanya perbedaan pengalaman masa lalu pada setiap orang menyebabkan
terjadinya variasi terhadap tinggi rendahnya kecenderungan untuk berprestasi
pada diri seseorang. Biasanya hal ini dipelajari pada masa kanak-kanak awal,
terutama melalui interaksi dengan orangtua dan ”significant others”.
3. Latar belakang budaya tempat seseorang dibesarkan
Bila dibesarkan dalam budaya yang menekankan pada pentingnya keuletan,
kerja keras, sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang selalu
mendorong individu untuk memecahkan masalah secara mandiri tanpa
dihantui perasaan takut gagal, maka dalam diri seseorang akan berkembang
hasrat berprestasi yang tinggi.
4. Peniruan Tingkah laku (Modeling)
Melalui observasional learning anak mengambil atau meniru banyak
karakteristik dari model, termasuk dalam kebutuhan untuk berprestasi jika
model tersebut memiliki motif tersebut dalam derajat tertentu.
Iklim belajar yang menyenangkan, tidak mengancam, memberi semangat dan
sikap optimisme bagi “siswa” dalam belajar, cenderung akan mendorong
seseorang untuk tertarik belajar, memiliki toleransi terhadap suasana
kompetisi dan tidak khawatir akan kegagalan. Selanjutnya di bawah ini
dijabarkan mengenai cara-cara mengukur motivasi.
E. Peningkatan Motivasi belajar
Moran (dalam Salim dan Sukadji, 2006) mengemukakan beberapa cara
praktis untuk meningkatkan motivasi belajar, yaitu :
1. Pemberian Ganjaran untuk memperkuat perilaku : Kekuatan dari Possitive
Reinforcement
Prinsip dasar dari cara ini adalah teori belajar yang berpandangan bahwa kegiatan
yang lebih disenangi dapat menjadi ganjaran positif (seperti nonton sinetron,
nonton vidio atau “jajan”) yang dapat dipakai sebagai ganjaran untuk kegiatan lain
yang kurang disenangi. Dalam menerapkan prinsip ini, dimulai dengan
memberikan ganjaran khusus, seperti menonton bioskop, jalan-jalan kepertokoan,
berkunjung ke rumah teman, menikmati makanan kecil di kafe bagi pencapaian
rencana belajar. Ganjaran hanya dapat diberikan bila telah berhasil mencapai
sasaran belajar. Hal yang menarik adalah, adanya ganjaran untuk meningkatkan
motivasi memiliki arti bahwa tidak perlu dari awal tertarik pada sesuatu untuk
mempelajarinya secara mendalam. Dengan membagi-bagi tugas-tugas kuliah ke
dalam beberapa tahap, dan melalui pemberian ganjaran bagi diri atas keberhasilan
mencapai setiap sasaran, dapat belajar memotivasi diri dengan tidak terbatas.
Motivasi yang efektif menuntut pengarahan. Teknik yang menyertainya disebut
sebagai goal setting. Goal (sasaran) adalah sesuatu yang hendak dicapai, misalnya
menyelesaikan tugas makalah ataupun skripsi tepat pada waktunya, lulus dalam
ujian, berhasil menyampaikan presentasi hasil kerja kelompok dengan baik dan
lain sebagainya. Goal setting adalah proses menetapkan sasaran bagi diri.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa tipe sasaran yang
berperan lebih baik sebagai motivator dibandingkan dengan yang lainnya. Goal
yang lebih terinci dan berada dibawah kendali cenderung memunculkan usaha
yang lebih besar dari pada goal yang bersifat lebih umum. Goal untuk berhasil
menulis sejumlah makalah tertentu dengan topik tertentu akan berpengaruh lebih
baik terhadap motivasi dari pada menulis makalah saja. Bila kendali atau kontrol
berada pada diri sendiri pengaruhnya akan lebih baik.
Moran (dalam Salim dan Sukadji, 2006) mengajukan prinsip goal-setting
yang disebutnya sebagai SMART. Penjabaran SMART adalah sebagai berikut :
a. S = Spesific
Makin jelas dan spesifik sasaran belajar, maka akan lebih besar kemungkinan
mencapainya. Umpamanya : “Saya ingin membuat rangkuman buku Psikologi
Pendidikan dari Bab 1 sampai dengan Bab 4 setiap sore hari dari tanggal 5
sampai 9”. Akan lebih besar pengaruhnya terhadap motivasi daripada “Saya
mungkin akan membuat ikhtiar buku Psikologi Pendidikan bila saya memiliki
waktu”.
b. M = Measurable
Bila tidak mampu mengukur kemajuan terhadap sasaran, maka cendrung
untuk selalu menyimpan dokumen kemajuan. Umpamanya bila sasaran belajar
adalah seperti yang tercantum diatas, maka perlu memiliki dokumen mengenai
peningkatan pelaksanaan penulisan ikhtisar tersebut. Dokumen dapat berupa
catatan sehari-sari.
c. A = Action-related
Agar tidak dibingungkan oleh urutan langkah yang perlu dilakukan. Perlu
menentukan sejumlah langkah yang berurutan semakin dekat dengan
pencapaian.
d. R = Realistic
Sasaran belajar yang dimiliki harus realistik dan dapat dicapai dengan
memanfaatkan sumber-sumber yang dapat diperoleh. Oleh karenanya penting
untuk mendiskusikan sasaran belajar dengan pengajar.
e. T = Time-based
Sering kali pekerjaan diselesaikan saat mendekati batas akhir penyampaian
tugas tertentu. Tekanan waktu menimbulkan kepentingan yang membuat kita
termotivasi, meskipun kepanikan seringkali ikut mengiringi penyelesaian
tugas. Oleh karenanya, mengatur waktu dengan “menghitung mundur” dari
batas waktu penyampaian tugas sampai saat pertama tugas diterima.
Selanjutnya peningkatan motivasi melalui goal-setting akan berhasil jika
dilakukan dengan sistematis melalui langkah-langkah berikut (Moran, dalam dalam
Salim dan Sukadji, 2006).
Langkah 1 : Identifikasi sasaran
Langkah 2 : Penetapan prioritas
Perlu membuat peringkat dari sasaran yang telah ditentukan dan telah ditulis.
Langkah 3 : Pertimbangan Waktu
Sasaran dibagi tiga berdasarkan waktu, yaitu sasaran jangka panjang, jangka
menengah, dan sasaran jangka pendek.
Langkah 4 : Pembagian sasaran ke dalam langkah-langkah kegiatan
Bagi sasaran dengan rincian langkah yaitu langkah-langkah yang mendekati sasaran.
Langkah 5 : Penelaahan kemajuan
Agar memperoleh hasil maksimal dari goal setting, harus menciptakan proses
penelaahan hasil kerja anda. Kegiatan ini bermanfaat untuk menelaah seberapa jauh
dari sasaran yang telah ditetapkan.
Langkah 6 : Perbaikan sasaran (bila diperlukan)
Fleksibilitas adalah kunci dari siklus goal setting. Bersiaplah untuk memperbaiki
sasaran bila ditekan oleh waktu.
3. Penataan lingkungan belajar
Penataan lingkungan belajar termasuk penataan lingkungan fisik maupun
III.KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa :
1. Motivasi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Tanpa motivasi
belajar, sulit untuk mengharapkan prestasi belajar yang baik. Oleh karena itu,
dengan memahami pengertian motivasi dan mengetahui cara-cara peningkatan
motivasi diharapkan dapat menerapkan pada kehidupan sehari-hari sehingga bisa
menikmati tugas-tugas belajar, mencapai keberhasilan dalam studi, karir serta
kehidupan selanjtnya.
2. Agar lebih meningkatkan motivasi dalam belajar, mahasiswa bisa menerapkan
ganjaran dan hukuman yang ditetapkan dan ditaati oleh diri sendiri
3. Agar mahasiswa bisa menyelesaikan tugas-tugas di perkuliahan dengan baik,
sebaiknya mulai menerapkan prinsip SMART.
4. Lingkungan fisik dan lingkungan sosial sangat mempengaruhi situasi pada saat
belajar. Oleh karena itu, susunlah ruangan yang akan dipakai belajar dengan
DAFTAR PUSTAKA
Bernstein, Douglas, A., Roy, Edward, J., Srull. Thomas, K. & Wickens, Christoper,D. Wickens. (1988). Psychology. Boston : Houghon Mifflin Company.
Djiwandono, Sri Esti Wuryani (2004). Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Gramedia.
Feldman, Robert S. (1992). Elements of psychology. (Internatinal ed.). San Fransisco : Mc. Graw Hill, Inc.
Fernald, L, Dodge & Fernald, Peter, S. (1999). Introduction to psychology (5 th ed).
India: A.I.T.B.S. Publisher & Distributors.
Gage, N.L., & Berliner, D.C. (1988). Educational Psychology. Boston ; Houghton
Miffilin Company.
Gellerman, Saul, W. (1984). Motivasi dan produktivitas. Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo.
McClleland, D.C. (1987). Human Motivation. New York : The Press Syndicate of The University of Chambridge.
Monks, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditono, Siti rahayu (1999). Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Morgan, Clifford, T., King, Richard, A., Weisz, John, R., & Schopler, John. (1986). Indtroduction to psychology. Toronto : McGraw-Hil
Ninawati. (2002). Motivasi berprestasi. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Vol 4, No 8.
77-78.
Robbins, Stephen, P. (1996). Perilaku organisasi : Konsep, kontroversi, aplikasi (edisi bahasa Indonesia). Jakarta : PT. Prenhallindo
Roedinger, Henry, L., Rusthon, J., philippe Capaldi, Elizabeth, Deutsch & Paris,
Schott, G. (1987). Psychology (2th ed). Boston : Little, Brown and Company.