• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PERILAKU MENCONTEK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PERILAKU MENCONTEK"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

i

Dosen Pembimbing : Agnes Indar E., Spsi., Psi.,M.Si.

Disusun oleh :

Nama : Bernardus Candra Avianto NIM : 039114051

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

(Ef esus 2 : 8-9)

Skripsi ini aku persembahkan untuk:

• Keluarga Kudus Nasareth ; Yesus, Maria, Yosef

• Orang tuaku dan keluargaku

• Sahabat-sahabat dan teman-temanku

(5)

v

kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 15 Agustus 2008 Penulis,

(6)

vi

Nama : Bernardus Candra Avianto Nomor mahasiswa : 039114051

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

“HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PERILAKU MENCONTEK”.

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 16 Agustus 2008

Yang menyatakan

(7)

vii

berprestasi dengan perilaku mencontek. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan dua variabel, yaitu motivasi berprestasi sebagai variabel tergantung dan perilaku mencontek sebagai variabel bebas. Motivasi berprestasi adalah dorongan untuk mengungguli dan berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar serta berusaha untuk mendapatkan keberhasilan (Mc. Clelland, dalam Robin, 1996). Perilaku mencontek diartikan sebagai suatu bentuk perbuatan meniru, menjiplak, atau menyalin pekerjaan orang lain. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara motivasi berprestasi dengan perilaku mencontek.

Subjek dalam penelitian ini adalah siwa-siwi kelas XI di SMA Negeri I Dukun Kecamatan Muntilan yang berjumlah 70 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala motivasi berprestasi dan skala perilaku mencontek yang keduanya disusun oleh peneliti sendiri. Uji reliabilitas skala menggunakan teknik Alpha-Cronbach dengan hasil koofisien reliabilitas sebesar 0.943. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi product momentdari Pearson.

(8)

viii

cheating behavior. This study enganged in correlational research in which two variables are analyzed. The first variable is need achievement as the dependent variable and cheating behavior as the independent variable. Need achievement is a need to be prominent and to achieve certain standard and to obtain a success (Mc.Clelland as cited in Robin, 1996). Cheating behavior is perceived as a form of imitating or copying others’ work. The hypothesis empoyed in this study is that there is negative relation between need achievement and cheating behavior.

The subjects in this research were the seventy students of grade XI in SMA Negri I Dukun, Muntilan. Data collection was conducted by employing need achievement scale and cheating behavior scale. Both scales were constructed by the researcher. Reliability test was measured by Alpha-Chronbach by 0.943 of reliability coefficient. Obtained data were analyzed using correlational analysis of Pearson Product Moment.

(9)

ix skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dengan segala kerendahan hati penulis sungguh menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari campur tangan, bantuan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Agnes Indar E., Spsi., Psi.,M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah berkenan membimbing dan mengarahkan dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Segenap dosen dan karyawan Universitas Sanata Dharma, khususnya

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penulis selama kuliah.

4. Ignatius Suwarjo, Spd., selaku kepala sekolah Sekolah Menengah Atas Negeri I Dukun yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah.

(10)

x

7. Estri, yang menyayangi aku dan selalu memberikan semangat, dukungan, cinta, perhatian, serta doa.

8. Teman dan sahabat-sahabatku di psikologi, (Agung, Sumar, Betet, Chucki, (Alm.) Misil, Top-X, Bayu, Doni, Nanang, Kangjet, Galih, Sutaman, Doni, Nana, Dee-dee, Nat-nat, Wiwied, Suko, Acong, Barjo, Winsu, Diksu, Broti, Nice, Yasintha, Metha, Yetty, Tinoel, Vero, Chizka, anak-anak KBT), dan semua yang belum disebutkan, terima kasih banyak atas kenangan bersama kalian.

9. Sahabat-sahabatku eks-Seminari dan wisma bebek (Lukas-Iyash, Jii-Tika, Ektreme, Wiwied, Giman, Yuli, Somphil, Bangun, Kebo-Nito, Kenthi-Herlin, Tessy, Oemuk, Paetol, Koky, Aan, Jampez), terimakasih atas dukungan dan persahabatan kita selama ini.

10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, semangat, dan dorongan kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu-per satu.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya sehingga penulis mengharapkan masukan demi perbaikan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, April 2008

(11)

xi

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Motto dan Persembahan ... iv

Halaman Keaslian Karya ... v

Abstrak ... vii

Abstract ... viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Lampiran ... xvi

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat penelitian ... 7

a. Manfaat teoritis ... 7

b. Manfaat praktis ... 7

(12)

xii B. Perilaku Mencontek

a. Definisi Mencontek... 13

b. Sebab-sebab Munculnya Perilaku Mencontek... 16

C. Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dan Perilaku Mencontek ... 20

Bab III Metodologi Penelitian A. Jenis Penelitian ... 25

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 25

C. Definisi Operasional Variabel ... 25

1. Perilaku Mencontek ... 25

2. Motivasi Berprestasi ... 26

D. Subjek Penelitian ... 26

E. Metode Pengumpulan Data ... 27

1. Skala Motivasi Berprestasi ... 27

2. Skala Perilaku Mencontek ... 29

F. Pertanggungjawaban Skala ... 31

1. Validitas ... 31

2. Seleksi Item ... 31

3. Reliabilitas ... 32

(13)

xiii

1. Perijinan Uji Coba dan Penelitian ... 35

2. Pelaksanaan Uji Coba Alat Ukur ... 35

B. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 36

1. Uji Validitas ... 36

2. Analisa Item ... 37

3. Uji Reliabilitas ... 39

C. Pelaksanaan Penelitian ... 40

D. Hasil Penelitian ... 41

1. Deskripsi Data Penelitian ... 41

2. Uji Asumsi ... 46

a. Uji Normalitas ... 46

b. Uji Linieritas ... 47

3. Hasil Uji Hipotesis ... 48

E. Pembahasan ... 49

BAB V Penutup A. Kesimpulan ... 55

B. Kelemahan Penelitian ... 55

C. Saran-saran ... 56

(14)

xiv

Perilaku Mencontek ... 23

Tabel 3.1 Blue Print Skala Motivasi Berprestasi Sebelum Uji Coba ... 28

Tabel 3.2 Blue Print Skala Perilaku Mencontek Sebelum Uji Coba ... 30

Tabel 4.1 Blue Print Skala Motivasi Berprestasi Setelah Uji Coba ... 38

Tabel 4.2 Blue Print Skala Perilaku Mencontek Setelah Uji Coba ... 39

Tabel 4.3 Deskripsi Statistik Data Hipotetik ... 41

Tabel 4.4 Norma Kategori Skor Motivasi Berprestasi dan Perilaku Mencontek ... 43

Tabel 4.5 Kategorisasi Skor Motivasi Berprestasi ... 43

Tabel 4.6 Kategorisasi Skor Perilaku Mencontek ... 44

Tabel 4.7 Deskripsi Statistik Data Empiris ... 45

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Data Motivasi Berprestasi dan Perilaku Mencontek ... 46

(15)

xv

Deviasi Variabel Motivasi Berprestasi dan

(16)

xvi

Lampiran 2 Data Skala Uji Coba ……… 61

Lampiran 3 Reliabilitas Data Skala Uji Coba ……… 98

Lampiran 4 Skala Penelitian ……….. 102

Lampiran 5 Data Skala Penelitian ... 103

Lampiran 6 Reliabilitas Skala Penelitian ... 134

Lampiran 7 Uji Normalitas, Uji Linearitas, Uji Korelasi ………... 135

(17)

1 A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, banyak dijumpai berbagai peristiwa yang terjadi di kalangan siswa sekolah khususnya di sekolah-sekolah SMA. Dari sekian banyak peristiwa yang terjadi, hampir setiap sekolah menemukan bahwa kenakalan siswa masih sering menjadi perhatian besar di sekolah. Salah satu dari berbagai kenakalan yang sering terjadi tersebut adalah perilaku mencontek di kalangan siswa-siswi ketika menghadapi ulangan, baik itu ulangan harian maupun ujian semester. Hal tersebut tentunya menjadi sebuah keprihatinan berbagai pihak khususnya pihak sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang dipercaya untuk mendidik dan mengembangkan potensi para siswanya.

Fakta di lapangan sampai saat ini menunjukkan bahwa perilaku mencontek di sekolah masih menjadi sebuah bentuk perilaku yang sulit untuk dikontrol. Dalam koran harian Kedaulatan Rakyat (2007), disebutkan bahwa belasan siswa kelas 3 SMA tertangkap basah mencontek dengan menggunakan hand phone ketika ulangan mid semester. Sementara itu, sebuah kasus juga pernah terjadi di Solo, Jawa tengah. Pada Ujian Nasional 2004, seorang siswa tertangkap tangan sedang melakukan tindakan mencontek dan peristiwa tersebut dimasukkan dalam berita acara (Kompas, 2006).

(18)

Indonesia. Hal tersebut merupakan bentuk ketidakjujuran yang berawal dari hal-hal kecil dan apabila dibiarkan begitu saja maka akan menjadi sebuah kebiasaan yang menetap bahkan sampai seseorang menginjak SMA, perguruan tinggi, bahkan sampai dewasa sekalipun.

Berdasarkan penelitian dari Altschuler (dalam Newstead, 2006), tampak bahwa kasus mencontek mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya penemuan dimana pada tahun 1969, 33% dari siswa SMU melakukan kebiasaan mencontek dan tiga puluh tahun kemudian yakni pada tahun 1999, prosentase tadi berkembang menjadi 67,8%. Selain itu, hasil penelitian Mc.Cabe (dalam Newstead, 2006) juga menunjukkan bahwa 75% mahasiswa di universitas juga mengakui bahwa mereka melakukan tindakan mencontek di dalam kelas. Menurut Mc. Cabe, para mahasiswa datang ke kampus untuk mendapatkan gelar saja dan bukan untuk mendapatkan pendidikan. Mc. Cabe memperkirakan bahwa 85% dari mereka hanya ingin gelar saja dan ingin melakukan kemungkinan yang termudah untuk mendapatkannya.

Dalam acara “Teriakan Anti Korupsi” pada tanggal 3 Desember 2004 yang lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa pemberantasan korupsi tidak untuk diomongkan atau dipidatokan. Menurut beliau, tindakan amoral berupa korupsi adalah tindakan yang berasal dari kebiasaan. Seseorang melakukan korupsi karena sudah terbiasa bertindak tidak jujur. Karena itu, pemberantasannya pun harus melalui kebiasaan mempraktikkan kejujuran.

(19)

tindakan anti korupsi. Hal tersebut cukup beralasan mengingat bahwa sekolah adalah tempat untuk melatih berpikir dan membuat berbagai pertimbangan; seseorang dikirim ke sekolah agar menjadi pandai dan baik, cerdas dan berkepribadian. Di dalam sekolah itulah berbagai kebiasaan mewujudkan nilai (value) dilatihkan, baik secara langsung maupun tidak.

Jika kita melihat dengan jeli, Ujian Nasional (Unas) pada tahun 2007 juga semakin diperketat dengan berberapa aturan serta bentuk pengawasan dari berbagai pihak. Salah satu bentuk aturan tegas yang dimunculkan adalah adanya larangan untuk membawa hand phone ke dalam kelas selama Unas berlangsung. Di samping itu, hal yang paling menarik dalam Ujian Nasional tahun 2006/2007 ini adalah dibentuknya Tim Pemantau Independent (TPI) sebagai badan pengawas. Menurut Subagyo (2007), hal ini secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa Unas selama ini memang tidak objektif dan sering dicampuri dengan praktik kecurangan atau penyimpangan.

(20)

dilakukan siswa. Apabila dalam diri siswa itu ada usaha dan kesiapan diri dalam menghadapi tes maka segala sesuatu akan berjalan dengan baik berdasarkan prosedur yang telah ada.

Apa yang sebenarnya dilakukan oleh para peserta didik di atas adalah salah satu indikasi bahwa siswa kurang mau berusaha dan terlalu mudah untuk berputus asa. Siswa lebih mengandalkan berbuat curang daripada kemampuannya sendiri sehingga secara sederhana dapat dikatakan bahwa dalam diri siswa tersebut kurang ada niat dan usaha, dengan kata lain, siswa lebih memilih jalan pintas dengan cara mencontek.

Dari gambaran di atas, dapat diketahui bahwa mencontek sampai saat ini masih menjadi sebuah hal yang umum terjadi dan anehnya lagi menjadi sebuah hal yang biasa. Para pelaku mencontek khususnya para siswa sekolah merasa tidak takut untuk melakukan perilaku mencontek meskipun ada peraturan yang cukup jelas beserta sanksi yang harus diterima. Hal tersebut tentunya sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional di Indonesia karena pada dasarnya pendidikan bertujuan untuk menciptakan manusia-manusia yang berkepribadian utuh dan berdedikasi tinggi sehingga dengan adanya pendidikan tersebut diharapkan akan melahirkan manusia-manusia baru yang jujur dan bertanggung jawab serta mampu menghadapi berbagai tantangan dan berbagai masalah yang terjadi di dalam masyarakat (Supratiknya, 2000).

(21)

meminimalisir kasus-kasus mencontek adalah dengan cara mempelajari etiologi atau akar permasalahan dari perilaku mencontek tersebut.

Semakin tingginya kasus mencontek di kalangan siswa di sekolah tampaknya disebabkan oleh berbagai hal seperti ketidaksiapan siswa dalam menghadapi ujian, persaingan yang ketat di dalam kelas, serta tingginya motivasi seseorang untuk menjadi yang terbaik di sekolah. Dari beberapa faktor di atas, penulis dalam penelitian ini akan lebih menyoroti faktor motivasi berprestasi karena motivasi itu sendiri lebih berhubungan erat dengan munculnya perilaku sehingga dapat mendorong seseorang untuk memilih suatu tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan tertentu (Maslow, 1984).

Sebagai seorang pelajar, setiap siswa dituntut untuk dapat memahami dan mendalami materi yang diberikan oleh guru atau pendidik sehingga mereka mau tidak mau harus berjuang keras untuk memenuhi tuntutan tersebut. Dalam diri setiap siswa itu sendiri tentunya juga terdapat motivasi untuk maju dan berkembang selama mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dengan cara mereka masing-masing siswa berusaha untuk mencapai hasil yang terbaik di dalam kelas. Namun demikian ternyata ada sebagian siswa yang menunjukkan perilaku kurang berusaha dan lebih memilih jalan pintas dengan cara bertindak curang atau dengan mencontek. Menurut Vitro dan Schoer (dalam Sujana, 1993) ada indikasi bahwa ketakutan siswa mendapatkan kegagalan atau nilai yang buruk juga dapat memunculkan perilaku mencontek

(22)

tugas-tugasnya. Di samping itu, individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan menganggap suatu hasil akhir sebagai sebuah prioritas atau tujuan yang utama sehingga individu tersebut akan cenderung menjalani proses belajar sebagai sebuah kesenangan atau kepuasan sehingga kebanyakan lebih cenderung untuk tidak melakukan tindakan mencontek (Vallerand et al dalam Newstead, 2006).

Di sisi lain, siswa dengan motivasi berprestasi rendah tidak menampakkan usaha yang keras dalam pencapaian tujuan atau pelaksanaan tugas-tugasnya. Para siswa tersebut datang ke sekolah hanya sekedar untuk mencari nilai saja dan mengesampingkan proses belajar karena hasil atau performance goal adalah tujuan yang utama (Vallerand et al dalam Newstead, 2006). Dengan demikian individu dengan tingkat motivasi berprestasi rendah akan cenderung melakukan perbuatan mencontek bila dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi tampaknya berpengaruh terhadap perilaku mencontek. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel tersebut.

B. Rumusan Masalah

(23)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan negatif antara motivasi berprestasi dengan perilaku mencontek.

D. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Memberikan sumbangan kepada psikologi pendidikan tentang peran motivasi berprestasi dalam diri siswa terkait dengan munculnya perilaku mencontek di sekolah.

b. Manfaat praktis

(24)

8

A. Motivasi Berprestasi

1. Pengertian Motif dan Motivasi

Motif merupakan suatu alasan atau dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan-tindakan tertentu (Handoko, 1992). Menurut Martaniah (1984) motif dapat diartikan sebagai suatu konstruksi yang potensial dan laten yang dibentuk oleh pengalaman-pengalaman dan secara relatif dapat bertahan meskipun kemungkinan berubah masih ada dan mempunyai fungsi mengarahkan atau menggerakkan perilaku ke arah tujuan tertentu.

Menurut Handoko (1992), motivasi merupakan suatu tenaga atau faktor yang terdapat di dalam diri manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan tingkah laku. Motivasi bisa muncul karena faktor internal maupun eksternal. Artinya, motivasi bisa muncul karena kehendak kita atau disebabkan oleh lingkungan di sekitar.

(25)

tentang motif sebagai penggerak dan pengarah tingkah laku, sehingga Mc. Clelland (dalam Martaniah 1984) menggunakan istilah motif dan motivasi dalam arti yang sama atau secara sinonim. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa antara motif dan motivasi merupakan sesuatu hal yang kurang lebih sama.

2. Pengertian Motivasi Berprestasi

Setiap tindakan manusia selalu didorong oleh faktor-faktor tertentu sehingga terjadi suatu tingkah laku atau perbuatan. Faktor pendorong inilah yang disebut motif (Ninawati, 2002). Menurut Handoko (dalam Ninawati, 2002), motif adalah suatu alasan atau dorongan yang menyebabkan individu berbuat sesuatu atau melakukan tindakan tertentu. Motif-motif tersebut pada saat tertentu akan menjadi aktif bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan.

(26)

Sampai saat ini, konsep kebutuhan Murray tampaknya masih banyak digunakan untuk menjelaskan motivasi dan arah dari perilaku (dalam Schultz & Schultz, 1994). Murray mengkategorikan kebutuhan menjadi dua kategori yaitu kebutuah primer (primer needs) dan kebutuhan sekunder (secondary needs). Kebutuhan primer adalah kebutuhan-kebutuhan yang ditimbulkan dari

keadaan internal tubuh atau kebutuhan yang diperlukan untuk tetap bertahan hidup. Kebutuhan primer merupakan kebutuhan yang bersifat tidak dipelajari. Di sisi lain, kebutuhan sekunder diartikan sebagai kebutuhan yang timbul dan berkembang setelah kebutuhan primer terpenuhi. Contoh dari kebutuhan sekunder tersebut adalah kebutuhan untuk berprestasi (need of achievement) dan kebutuhan untuk berafiliasi(need of affiliation).

Sejalan dengan Murray, Mc.Clelland dan Geen (dalam Feldman, 1992) menyebutkan bahwa di dalam diri manusia selain ada dorongan yang bersifat biologis, terdapat juga dorongan lain yang sangat kuat dan dan tidak memiliki dasar biologis yaitu kebutuhan untuk mendapatkan prestasi. Kebutuhan untuk mendapatkan prestasi merupakan salah satu kebutuhan yang bersifat sosial karenan motif ini dipelajari dalam lingkungan dan melibatkan orang lain serta motif ini merupakan suatu komponen penting dalam kepribadian yang membuat manusia berbeda antara satu dengan yang lain (Morgan, dkk, 1986).

(27)

adalah individu yang berorientasi pada tugas, menyukai pekerjaan dengan tugas-tugas yang menantang dimana penampilan individu pada tugas tersebut dapat dieveluasi dengan berbagai cara, bisa dengan cara membandingkan dengan penampilan orang lain atau dengan standar tertentu (Mc.Clelland dalam Morgan, dkk, 1986).

Berdasarkan definisi motivasi berprestasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian motivasi berprestasi adalah suatu dorongan atau keinginan yang berasal baik dari dalam diri individu (internal) maupun dari luar individu (eksternal) untuk mengungguli dan mencapai prestasi atau keberhasilan yang dihubungkan dengan seperangkat standar tertentu.

3. Ciri-ciri Individu yang Memiliki Motivasi Berprestasi Tinggi

Orang yang memiliki motif berprestasi tinggi pada dasarnya akan mendapatkan nilai yang baik, aktif di sekolah, dan ulet dalam setiap pekerjaan (Martaniah, 1982). Hal tersebut disebabkan karena terdapat harapan untuk sukses, keinginan untuk melanjutkan sesuatu yang baik, tanggung jawab, dan rasa percaya diri yang tinggi pada individu.

(28)

Lebih jauh lagi, Mc.Clelland (dalam Robin, 1996) memberikan penjelasan lebih lanjut bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Mempunyai dorongan atau keinginan untuk berprestasi yang dihubungkan dengan seperangkat standar. Seperangkat standar tersebut dapat dihubungkan dengan prestasi orang lain, prestasi diri sendiri yang lampau serta tugas-tugas yang harus dilakukan (Monks, dkk, 1999).

b. Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan.

c. Memiliki kebutuhan untuk mendapatkan umpan balik atas pekerjaan yang telah dilakukan sehingga dapat diketahui dengan cepat apakah hasil yang diperoleh dari kegiatannya itu lebih baik atau lebih buruk. d. Menghindari tugas-tugas yang sulit atau terlalu mudah, tetapi lebih

memilih tugas yang tingkat kesukarannya sedang.

e. Inovatif, yaitu dalam melakukan suatu pekerjaan dilakukan dengan cara yang berbeda, efisien, dan lebih baik daripada sebelumnya. Hal ini dilakukan agar individu mendapatkan cara-cara yang lebih menguntungkan dalam pencapaian tujuan.

f. Tidak menyukai keberhasilan yang bersifat kebetulan atau karena tindakan orang lain dan ingin merasakan keberhasilan atau kegagalan yang disebabkan oleh individu itu sendiri.

(29)

yang memiliki motivasi berprestasi tinggi adalah individu yang memiliki dorongan atau keinginan untuk berprestasi, memiliki tanggung jawab pribadi terhadap tugas, memiliki kebutuhan untuk mendapatkan umpan balik, menyukai tugas-tugas dengan tingkat kesukaran sedang, dan tidak menyukai keberhasilan yang bersifat kebetulan.

B. Perilaku Mencontek

1. Definisi Mencontek

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Poerwadarminta, 1976), mencontek didefinisikan sebagai suatu perbuatan meniru, menjiplak, atau menyalin pekerjaan orang lain dan biasanya dilakukan oleh anak-anak sekolah. Mencontek itu sendiri berasal dari kata dasar “contek” yang berarti menyalin atau menjiplak (menulis atau menggambar di kertas yang ditempelkan pada kertas yang di bawahnya ada tulisan atau gambar untuk ditiru).

Sujana dan Wulan (dalam Wibowo, 2001) menyebutkan bahwa mencontek merupakan tindak kecurangan dalam tes dengan memanfaatkan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah.

(30)

siswa lain terutama siswa yang pandai di dalam kelas.

Widyawan (dalam Dewi, 2000) mengungkapkan bahwa tulisan yang digunakan untuk mencontek tidak hanya kertas saja melainkan dinding, meja, penggaris mika,tissue, telapak tangan, bahkan juga paha.

Irawan (dalam Sujana 1993) mengungkapkan bahwa mencontek merupakan salah satu bentuk dari budaya jalan pintas. Budaya jalan pintas pada dasarnya merupakan keenganan untuk bekerja keras dalam bentuk belajar sungguh-sungguh, disiplin ketat dalam memenuhi peraturan yang berlaku, dan memenuhi etika yang ada. Pelaku budaya jalan pintas lebih mementingkan hasil yang ingin dicapai tanpa mau menjalani dan memperhatikan prosesnya.

Sejauh ini belum ada kesepakatan yang pasti mengenai batasan dari perilaku mencontek itu sendiri. Akan tetapi, pada intinya mencontek adalah penipuan dan kecurangan. Di dalam mencontek terdapat beberapa perilaku yang biasanya dilakukan oleh para siswa seperti berbohong, tidak jujur, pemalsuan, menyajikan sesuatu yang keliru, plagiat, menyalin / mengkopi, atau mendapat bantuan orang lain secara tidak sah yang ke semuanya itu dilakukan dengan penuh kesadaran.

Menurut Wibowo (2001), bentuk-bentuk perilaku mencontek yang umum dilakukan adalah :

(31)

b. Menjiplak atau mencontoh hasil karya orang lain yang telah dipublikasikan tanpa menyebut nama atau pengarangnya.

c. Memperoleh secara tidak sah soal ujian.

d. Mempergunakan bahan atau sarana yang tidak diperkenankan, seperti ; buku acuan, buku catatan, handphone, atau kalkulator.

e. Mengambil atau mencontoh hasil pekerjaaan orang lain dan mengakuinya sebagai milik sendiri.

f. Memperoleh nilai untuk tugas yang dikerjakan secara berkelompok dengan memberikan kontribusi minimal.

Lebih lanjut lagi, hasil penelitian Harding (2000) menunjukkan bahwa ada beberapa bentuk perilaku mencontek yang sering dilakukan oleh siswa, yaitu:

a. Memberikan jawaban pada orang lain.

b. Membawa lembar contekan yang tidak dapat dibuktikan dalam tes. c. Mengganti jawaban saat tes yang sudah dinilai dan meminta nilai

tambah.

d. Melihat tes murid lain.

e. Menyuruh orang lain mengerjakan tes. f. Mencontek PR murid lain.

(32)

i. Berbagi jawaban dengan teman di kelas hanya untuk mendapat nilai kelulusan.

j. Menyalin teks dari buku untuk tugas PR.

k. Mengetahui mencontek dan tidak melaporkannya pada dosen. l. Bekerja berkelompok untuk laporan pratikum.

m. Berdiskusi dengan teman dalam sebuah tes.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa batasan mencontek adalah sebagai berikut :

a. Membawa dan menggunakan material yang dianggap tidak diperlukan pada saat tes atau ujian (tidak sesuai dengan kesepakatan bersama).

b. Bekerjasama dengan orang lain pada untuk menyelesaikan tugas atau membuat suatu hasil karya yang diakui sebagai milik pribadi. c. Menyalin, menjiplak atau mengumpulkan hasil karya orang lain

dan diakui sebagi milik pribadi.

2. Sebab-sebab Munculnya Perilaku Mencontek

Menurut Klausmeier (1985), hal-hal yang dapat menyebabkan munculnya perilaku mencontek dalam diri siswa adalah :

a. Tertekan untuk mendapatkan nilai baik atau mempertahankan nilai rata-rata.

(33)

c. Perasaan takut bila mengalami kegagalan. d. Malas belajar.

Sujana (1993), menyebutkan bahwa ada dua faktor yang menjadi penyebab munculnya perilaku mencontek, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari diri individu sendiri, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu.

a. Faktor internal meliputi :

1) Ketidaksiapan subjek untuk mengikuti tes

Alasan yang paling banyak terjadi dari ketidaksiapan subjek menghadapi tes dikarenakan ada rasa malas dalam diri siswa untuk belajar secara teratur atau kebiasaan belajar hanya pada saat menghadapi tes. Hal inilah yang menyebabkan siswa menjadi kurang mampu menguasai materi yang diujikan secara optimal sehingga merasa dirinya tidak siap menghadapi tes. Menurut Grinder (1978), Siswa perempuan biasanya mencontek karena keterbatasan waktu untuk belajar dan tekanan dari teman-teman sebaya. Di sisi lain, siswa laki-laki mencontek karena alasan kurang waktu untuk belajar, untuk memenuhi tuntutan syarat kelulusan dari sekolah, dan untuk memuaskan harapan orang tua atau menyenangkan guru.

(34)

Ketakutan akan kegagalan bersumber pada keinginan yang kuat untuk memperoleh nilai yang baik dalam tes atau keinginan untuk sukses yang diperkuat oleh pengalaman kegagalan pada tes terdahulu. Vitro dan Schoer (dalam Houston, 1979) menunjukkan bahwa kegagalan dalam suatu tes lebih sering diikuti oleh tindakan mencontek pada tes berikutnya. Dampak dari ketakutan tersebut yang sering menimbulkan rasa cemas dalam menghadapi tes.

3) Kurangnya kepercayaan diri untuk menghadapi tes

Menurut Levine dan Satz, (dalam Sujana, 1993), mencontek merupakan strategicoping untuk mengatasi suatu kegagalan. Siswa yang melakukan tindakan mencontek disebabkan oleh kepercayaan yang rendah pada kemampuan diri mereka sendiri.

4) Kesediaan untuk menggunakan alat atau cara apapun untuk meraih sukses

Tingginya prosentase siswa mencontek disebabkan oleh adanya keinginan untuk menggunakan alat atau sarana apapun untuk mencapai hasil atau tujuan. (Schab, dalam Grinder, 1978).

b. Faktor eksternal meliputi:

1) Sulitnya soal yang dihadapi

(35)

Beberapa hal yang menyebabkan siswa mencontek antara lain terlalu sulitnya tugas yang diberikan, terlalu menekankan pada nilai atau kurang menekankan pada pemahaman atau siswa tidak mampu dan merasa tidak aman dalam situasi kelas.

2) Iklim kompetisi yang tinggi

Tindakan mencontek lebih sering dilakukan bila prestasi akademis tidak dipandang sebagai alat bantu bagi siswa untuk dapat memberikan penghargaan terhadap diri sendiri, melainkan sebagai alat untuk memamerkan kemampuan superior yang diarahkan sebagai usaha untuk mendapatkan posisi yang lebih tinggi pada kelompok teman sebayapeer group.

3) Adanya tekanan sosial untuk meraih prestasi atau nilai yang baik Tekanan (pressure) dapat bersumber dari tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi. Keluarga biasanya menuntut adanya nilai yang bagus pada diri anak. Anak dikatakan berprestasi jika mempunyai peringkat atau ranking yang bagus di sekolah. 4) Adanya kebijaksanaan akademis

(36)

C. Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dan Perilaku Mencontek Posisi menentukan prestasi, setidaknya itulah gambaran para siswa ketika menghadapi soal ujian atau tes di sekolah. Para siswa berlomba untuk menempati tempat duduk tertentu serta ada juga yang menyalin materi pelajaran di kertas-kertas kecil kemudian diselipkan di tempat-tempat tertentu. Berbagai trik dan cara dilakukan untuk mencontek.

Mencontek dapat dimulai pada usia dini dengan adanya proses imitasi terhadap orang lain. Mencontek sebenarnya tidak hanya berupa perilaku meniru jawaban teman sebangku sewaktu ujian. Selain meniru jawaban teman, bentuk dari perilaku mencontek dapat berupa bekerjasama dengan orang lain ketika tes atau membawa dan menggunakan material yang tidak sah dalam ujian (Harding, 2000).

Para pelaku mencontek tentunya mempunyai tujuan atau alasan yang membuat mereka melakukan tindakan tersebut. Dalam kaitannya dengan daya juang serta usaha setiap siswa, motivasi mempunyai peranan yang penting sebagai daya penggerak tingkah laku.

(37)

mengarahkan perilaku (Maslow, 1984).

Menurut Maslow (1984), pada proses motivasi, seorang individu berusaha untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan yang belum terpenuhi. Kebutuhan yang belum terpenuhi tersebut akan mendorong seseorang mencari jalan untuk mengurangi ketegangan-ketegangan yang disebabkan oleh adanya kekurangan yang ada di dalam dirinya. Keadaan ini kemudian mendorong seseorang untuk memilih suatu tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan sehingga tindakan atau perilaku yang dipilih akan menuju pada prestasi tertentu.

Dalam kehidupan di sekolah, baik itu siswa atau mahasiswa selalu mempunyai berbagai macam bentuk kebutuhan dan salah satunya adalah kebutuhan untuk berprestasi. Apakah disadari ataupun tidak, setiap siswa pasti pernah merasakan ketika di dalam dirinya muncul suatu keinginan atau harapan untuk meraih sukses atau paling tidak mempunyai nilai yang lebih dibandingkan dengan teman yang lainnya. Keinginan yang muncul tersebut sebenarnya merupakan salah satu bentuk dorongan untuk mencapai prestasi. Keinginan ataupun harapan yang ada dalam diri setiap siswa tersebut lambat laun akan semakin berkembang ke arah pencapaian tujuan. Adanya berbagai tuntutan dari lingkungan sepertinya juga akan membuat siswa menjadi semakin terdorong untuk mencapai prestasi yang diinginkan atau diharapkan oleh dirinya sendiri atau oleh lingkungan sekitarnya.

(38)

kemampuan sendiri. Dengan kata lain, apa yang tampak dalam diri individu yang memiliki motivasi berprestasi adalah adanya usaha dan niat untuk melakukan segala sesuatu dengan kemampuannya sendiri.

Namun apa yang terjadi selama ini ada fakta yang menunjukkan bahwa banyak siswa di sekolah lebih cenderung memilih jalan pintas untuk sampai pada hasil akhir dan mengesampingkan prosesnya. Sikap mementingkan hasil dan mengesampingkan sebuah proses merupakan salah satu bentuk implikasi dari budaya jalan pintas yang menggambarkan keengganan untuk berusaha dan berjuang dengan kemampuan sendiri. Para siswa yang seperti itu merupakan para siswa yang kurang memiliki motivasi berprestasi sehingga kurang memiliki daya juang, kurang ulet, tidak menyukai tantangan, kurang bertanggung jawab, dan mementingkan hasil karena ingin langsung pada tujuan atau nilai yang diinginkan (Vallerand, dalam Hardigan 2004).

Di sisi lain, individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih menampakkan niat dan usaha yang keras dengan mempertimbangkan segala kemampuan yang dimilikinya dalam pencapaian tugas-tugas yang dihadapinya.

(39)

hasil, serta bertanggung-jawab (tabel 2.1).

Tabel 2.1

Hubungan antara Motivasi Berprestasi dengan Perilaku Mencontek

Le lbih

Motivasi

Berprestasi tinggi

Punya daya juang, ulet, menyukai tantangan, bertanggung jawab,

mau berusaha.

Tidak ingin langsung pada hasil, mempunyai

aktivitas yang lebih efisien, lebih cepat, lebih

bersemangat, serta lebih bertanggung jawab.

Perilaku mencontek

(40)

D. Hipotesis

(41)

25 A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian korelasional, yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan antara dua variabel. Penelitian korelasional digunakan dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan, signifikansi, dan arah hubungan antara dua variabel (Triton, 2006).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas : Motivasi berprestasi 2. Variabel tergantung : Perilaku mencontek

C. Definisi Operasional Variabel 1. Perilaku Mencontek

Perilaku mencontek merupakan perbuatan curang dan tidak jujur dalam sebuah tes dengan cara pemanfaatan materi yang tidak diperlukan, bekerjasama dengan orang lain, serta menyalin atau menjiplak hasil pekerjaan orang lain yang kemudian diakui sebagai milik pribadi.

(42)

perilaku mencontek maka akan semakin tinggi pula tingkat intensitas perilaku mencontek seseorang.

2. Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi adalah suatu dorongan atau keinginan yang berasal baik dari dalam diri individu (internal) maupun dari luar individu (eksternal) untuk mencapai prestasi. Motivasi berprestasi tersebut ditandai dengan adanya suatu usaha untuk mencapai dan mempertahankan prestasi, mencapai kesuksesan, mengatasi rintangan, mengungguli orang lain, berusaha untuk berprestasi lebih baik dari masa lampau, dan tidak takut atau menghindari kegagalan. Dorongan atau keinginan untuk berprestasi tersebut dilakukan dalam segala aktivitas dan ditandai dengan pencapaian hasil kerja yang maksimal.

Pengukuran motivasi berprestasi dilakukan dengan menggunakan skala motivasi berprestasi. Perolehan skor atau nilai pada skala ini akan menunjukkan tinggi rendahnya motivasi seseorang untuk berprestasi. Semakin tinggi skor motivasi berprestasi seseorang maka semakin tinggi tingkat motivasi berprestasinya.

D. Subjek Penelitian

(43)

belajar mengajar dan merupakan salah satu kelompok siswa yang telah mempunyai penyesuaian diri terhadap lingkungan dan memiliki iklim kompetisi yang tinggi untuk masuk ke jenjang yang lebih tinggi yaitu kelas 12. Peneliti tidak menggunakan subjek kelas 10 karena kelompok tersebut merupakan siwa / siswi yang baru berada dalam tahap penyesuaian diri di lingkungan sekolah. Di sisi lain, semakin dekatnya jadwal Ujian Nasional (UN) tampaknya juga menjadi alasan bagi peneliti untuk tidak menggunakan siswa-siswi kelas 12.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua bentuk kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan menggunakan metode skala. Dua bentuk kuesioner yang dimaksud yaitu skala motif berprestasi dan skala perilaku mencontek.

3. Skala Motivasi Berprestasi

Skala ini disusun menggunakan tekniksummated rating Likert dimana subjek diminta untuk menjawab pernyataan dengan memilih salah satu jawaban dari empat kategori jawaban yang disediakan. Total item soal pada skala pernyataan motif berprestasi ini berjumlah 60 item yang terdiri dari 30 item pernyataan favorable dan 30 aitem unfavorable. Suatu item dikatakan favorable bila pernyataan mendukung motivasi berprestasi siswa SMA,

(44)

Pada item-item yang favorable jawaban Sangat Setuju (SS) diberi nilai 4, Setuju (S) mendapat nilai 3, Tidak Setuju (TS) diberi skor 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) mendapat nilai 1. Sebaliknya, untuk item-item yang unfavorable, jawaban Sangat Setuju (SS) diberi nilai 1, Setuju (S) mendapat nilai 2, Tidak Setuju (TS) diberi skor 3, dan Sangat Tidak Setuju (STS) mendapat nilai 4.

Perolehan skor pada skala ini menunjukkan tingkat motivasi berprestasi seseorang. Semakin tinggi skor motivasi berprestasinya menunjukkan semakin tinggi tingkat motivasi berprestasi seseorang. Sebaliknya, perolehan skor yang rendah pada skala ini menunjukkan semakin rendahnya tingkat motivasi berprestasi seseorang.

Tabel 3.1

Blue Print Skala Motivasi Berprestasi Sebelum Uji Coba

No. Materi Favorabel Unfavorabel Jumlah 1. Mempunyai dorongan atau

keinginan untuk

berpresta-2. Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap aktivitas / kegiatan yang dilakukan.

2, 13, 17, 24, 52

19, 22, 34, 43,

60 10

3. Memiliki kebutuhan untuk mendapatkan umpan balik atas pekerjaan yang telah dilakukan. tingkat kesukaran sedang /

15, 28, 39, 45, 57

4, 6, 31, 48, 54

(45)

moderat.

5. Inovatif. 12, 18, 38,

51, 59

Skala ini bertujuan untuk mengukur motivasi berprestasi pada siswa SMA. Skala ini disusun oleh peneliti berdasarkan aspek pembentuk motivasi berprestasi yang dikemukakan oleh Mc Clelland (dalam Robin, 1996).

4. Skala Perilaku Mencontek

Skala perilaku mencontek disusun berdasarkan pernyataan-pernyataan yang bersifat favorable (30 item) danunfavorable (30 item). Pilihan jawaban terdiri dari tiga kategori yaitu Sering (S), Pernah (P), dan Tidak Pernah (TP). Untuk pernyataan favorable, jawaban sering (S) diberi skor 3, Pernah (P) diberi skor 2, dan jawaban Tidak Pernah (TP) diberi skor 1. Sebaliknya, untuk pernyataan yang bersifatunfavorable, jawaban sering sering (S) diberi skor 1, Pernah (P) diberi skor 2, dan jawaban Tidak Pernah (TP) diberi skor 3.

(46)

menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat perilaku menconteknya. Sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh subjek menunjukkan tingkat perilaku mencontek yang semakin rendah.

Tabel 3.2

Blue Print Skala Perilaku Mencontek Sebelum Uji Coba

No. Materi Favorable Unfavorable Jumlah 1. Membawa dan

meng-gunakan material yang dianggap tidak diperlukan pada saat tes atau ujian

1, 2, 5, 14,

2. Bekerjasama dengan orang lain untuk menyelesaikan tugas atau membuat suatu hasil karya yang diakui sebagai milik pribadi.

3. Menyalin, menjiplak atau mengumpulkan hasil karya orang lain dan diakui sebagi milik pribadi.

Jumlah 30 30 60

(47)

F. Pertanggungjawaban Skala

Sebagai sebuah alat ukur, setiap skala hendaknya paling sedikit harus memenuhi persyaratan pokok yaituvalid danreliable.

5. Validitas

Menurut Azwar (1997), validitas merupakan ukuran seberapa cermat suatu alat ukur dapat melakukan fungsi ukurnya. Selanjutnya, sebuah alat ukur dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut dapat menjalankan fungsinya ukurnya, yakni memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud atau tujuan pengukuran.

Jenis validitas yang hendak diperiksa dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana item-item dalam tes mencakup seluruh kawasan isi objek yang hendak diukur (Azwar, 2000). Selanjutnya, pengujian validitas isi ini dilakukan melalui professional judgement dimana proses penilaian dilakukan oleh orang yang dianggap ahli yaitu dosen pembimbing. Tujuan dari pengujian validitas isi tersebut dimaksudkan untuk mengetahui apakah item-item tersebut benar-benar mewakili seluruh aspek yang hendak diukur (Azwar, 1997).

6. Seleksi Item

(48)

dengan menggunakan parameter daya beda item. Hal ini dilakukan untuk melihat sejauh mana item-item tersebut mampu membedakan antara kelompok atau individu yang mempunyai dan yang tidak mempunyai atribut yang hendak diukur (Azwar, 2000).

Pengujian daya beda item akan dilakukan dengan komputasi koofisien korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi skor skala yang akan menghasilkan koofisien korelasi item total yang disebut parameter daya beda item berdasarkan tes signifikansi 0.05 atau 5%. Sebagai kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item total, digunakan batasan rix = 0,30. Semua item yang mencapai koofisien korelasi minimal

0,30 maka daya bedanya dianggap memuaskan (Azwar,1999).

7. Reliabilitas

Reliabilitas dapat disebut juga sebagai keterhandalan suatu alat ukur. Reliabilitas itu sendiri mengarah pada konsistensi hasil ukur yaitu sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2000). Taraf reliabilitas dapat diartikan sebagai taraf dimana suatu alat ukur mampu menunjukkan konsistensi hasil pengukuran yang diperlihatkan dalam ketepatan dan ketelitian hasil (Azwar, 1997).

Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan konsistensi internal dengan tes melalui teknik Alpha Cronbach. Teknik ini digunakan dengan alasan bahwa koofisien

(49)

pendekatan ini hanya satu kali dengan pengenaan tes hanya pada sekelompok individu sebagai subjek (Azwar, 2000).

Dalam aplikasinya, reliabilitas dinyatakan dengan koofisien reliabilitas (rxx') yang angkanya berada dalam rentang antara 0 sampai

dengan 1,00. Semakin tinggi koofisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Pada umumnya reliabilitas telah dianggap memuaskan apabila koofosisennya mencapai minimal rxx' =

0,900 (Azwar,1999).

G. Prosedur Penelitian

1. Peneliti membuat skala pengukuran perilaku mencontek dan skala motif berprestasi yang telah diuji validitas isinya melalui proffesional judgement.

2. Peneliti mengujicobakan skala kepada kelompok subjek yang memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang sama dengan kelompok subjek sesungguhnya.

3. Melakukan analisis item serta mengukur reliabilitas skala untuk mendapatkan butir yang sahih sehingga didapatkan skala yang valid dan reliabel.

4. Melakukan pengambilan data pada subjek yang telah dipilih. 5. Semua data yang masuk kemudian dianalisa dengan uji statistik

(50)

antara motif berprestasi dengan perilaku mencontek pada subjek penelitian.

H. Metode Analisis Data

(51)

35

A. PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN 1. Perijinan Uji Coba dan Penelitian

Pada tahap awal, peneliti mengajukan surat permohonan ijin dengan nomor surat 6a/D/KP/Psi/USD/II/2008 kepada kepala sekolah SMA Negeri I Dukun Kabupaten Magelang. Melalui surat tersebut, peneliti meminta ijin untuk melakukan uji coba alat ukur penelitian dengan subjek siswa-siswi kelas XI. Setelah proses administrasi perijinan selesai, selanjutnya peneliti mendapatkan ijin melakukan pengisian skala pada tanggal 29 Februari 2008 pada jam ke-empat dengan dibantu oleh seorang guru BP.

Sama halnya dengan tahap awal uji coba, pada saat pelaksanaan penelitian, peneliti mengajukan surat perijinan penelitian kepada kepala sekolah SMA Negeri I Dukun Kabupaten Magelang dengan nomor surat 14a/D/KP/Psi/USD/II/2008 tertanggal 25 Maret 2008. Melalui surat tersebut, peneliti mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian pada tanggal 27 maret 2008 pada jam pelajaran ke 4 dan ke 7 dengan subjek penelitian sejumlah 70 siswa-siswi yang terdiri dari kelas XI IPA1 dan kelas XI IPS2.

2. Pelaksanaan Uji coba Alat Ukur

(52)

Dalam proses pelaksanaannya, peneliti datang ke kelas kemudian menjelaskan maksud dan tujuan dari angket yang dibagikan. Di samping itu, peneliti juga melakukanrapport serta penjelasan tentang bagaimana prosedur pengisian angket yang harus dilakukan oleh subjek. Agar tidak menggangu kegiatan belajar-mengajar di kelas, peneliti memberikan waktu pengisian angket di rumah masing-masing dan memberikan tanggung jawab pengumpulan angket pada ketua kelas. Pada hari berikutnya, peneliti mengambil angket yang telah diisi kepada ketua kelas masing-masing.

B. HASIL UJICOBA ALAT UKUR

Skala yang disebarkan untuk uji coba adalah 50 buah namun tidak semua angket kembali dengan baik. Dari 50 angket yang dibagikan, ada 7 angket yang kembali dengan jawaban ganda serta jawaban kosong atau terlewatkan sehingga 7 angket tersebut tidak digunakan. 43 angket hasil uji coba yang telah kembali digunakan untuk analisis item, estimasi validitas serta reliabilitas sehingga alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini dapat diketahui tingkat validitas dan reliablilitasnya.

1. Uji Validitas

Validitas mempunyai arti tingkat ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi alat ukur. Validitas pada penelitian ini didasarkan pada analisis rasional terhadap isi item yang penilaiannya dilakukan melalui proffesional judgement yaitu dengan membandingkan isi item dengan blue

(53)

untuk memeriksa apakah item skala yang ada sudah jelas / sudah dapat dipahami maksudnya serta dapat mewakili aspek yang hendak diukur.

2. Analisis Item

Analisa item merupakan proses pemilihan pernyataan-pernyataan yang akan dijadikan sebagai item skala. Analisa item dilakukan berdasarkan nilai dari koofisien korelasi total (rix) yaitu konsistensi antara fungsi item dengan

fungsi secara keseluruhan. Dalam proses pengujian analisa item, peneliti menggunakan bantuan komputer dengan programSPSS (Stastistical Package for Social Sciences) for windows versi 13.0.

Pedoman yang dipakai dalam pemilihan item-item yang berkualitas didasarkan pada koofisien nilai total (rix) minimal sebesar 0.3, namun karena

alasan untuk lebih menyeimbangkan sebaran item pada skala motif berprestasi, peneliti terpaksa tetap menggunakan satu item pada skala motif berprestasi yaitu item23 dengan rix= 0.289. Setelah dilakukan analisis item,

peneliti kemudian melakukan seleksi item yaitu menggugurkan item yang memiliki koofisien nilai total kurang dari 0.3.

a. Skala Motivasi Berprestasi

Dari 60 item pada skala motif berprestasi, ada 49 item yang lolos dan dijadikan skala penelitian. 11 item yang gugur disebabkan karena memiliki koofisien nilai total kurang dari 0.3 (kecuali item23 dengan rix=0.289).

(54)

Tabel 4.1

Blue Print Skala Motivasi Berprestasi (Setelah Uji Coba)

No. Materi Favorabel Unfavorabel Jumlah 1. Mempunyai dorongan atau

keinginan untuk berpresta-si.

1, 7, 20, 53 8, 21, 33, 42, 8

2. Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap aktivitas / kegiatan yang dilakukan.

2, 13, 17, 24, 52

19, 22, 34, 60 9

3. Memiliki kebutuhan untuk mendapatkan umpan balik atas pekerjaan yang telah dilakukan.

23, 29, 41, 46

37, 44, 55 7

4. Menyukai tugas-tugas dengan tingkat kesukaran sedang / moderat.

15, 28, 39, 45, 57

4, 6, 31, 54 9

5. Inovatif. 12, 18, 38,

51

Jumlah 26 23 49

b. Skala Perilaku Mencontek

(55)

sedangkan 12 item yang lainnya gugur karena memiliki koofisien nilai total (rix) kurang dari 0.3.

Susunan butir item skala perilaku mencontek setelah ujicoba dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2

Blue Print Skala Perilaku Mencontek (Setelah Uji Coba)

No. Materi Favorabel Unfavorabel Jumlah 1. Membawa dan

meng-gunakan material yang dianggap tidak diperlukan pada saat tes atau ujian.

2, 5, 14, 27,

2. Bekerjasama dengan orang lain untuk menyelesaikan tugas atau membuat suatu hasil karya yang diakui sebagai milik pribadi.

3. Menyalin, menjiplak atau mengumpulkan hasil karya orang lain dan diakui sebagi milik pribadi

Jumlah 24 24 48

3. Uji Reliabilitas

(56)

terhadap item yang telah lolos seleksi berdasarkan koofisien reliabilitasAlpha Cronbach ).

Reliabilitas skala ini diperoleh dengan menggunakan programSPSS for windows versi 13.0. Koofisisen reliabilitas setelah uji coba yang diperoleh

untuk skala Motif berprestasi adalah 0.911. Hasil penghitungan ini mengandung arti bahwa skala motif berprestasi mampu mencerminkan 91,1 % variasi yang terjadi pada skor murni subjek yang bersangkutan sehingga dapat digunakan untuk mengukur aspek yang hendak diukur yaitu motif berprestasi siswa. Berdasarkan besarnya alpha ( ) ini maka dapat disimpulkan bahwa skala motif berprestasi ini memiliki daya keterandalan yang cukup tinggi.

Pada skala perilaku mencontek, hasil penghitungan koofisien reliabilitas alpha ( ) setelah uji coba adalah 0.937. Sama halnya dengan skala motivasi

berprestasi, mengacu pada besarnyaalpha ( ) pada skala perilaku mencontek menunjukkan bahwa skala ini mampu mencerminkan 93,7 % variasi yang terjadi pada skor murni subjek sehingga dianggap mampu mengukur variabel perlaku mencontek.

C. PELAKSANAAN PENELITIAN

(57)

prosedur pengisisan skala yang tepat. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahan pengisian skala dan agar tidak ada lagi skala yang tidak memenuhi kelengkapannya seperti pada tahap ujicoba.

Pada tahap penelitian, peneliti meminta ijin 1 jam pelajaran penuh pada masing-masing kelas untuk pelaksanaan pengisian angket. Hal ini bertujuan agar subjek benar-benar mengisi angket dengan serius serta untuk menghindari kesalahan pengisian skala. Di samping itu, adanya peneliti yang menunggu serta mengawasi di dalam kelas juga dapat membantu subjek jika ada hal-hal yang kurang jelas atau ingin ditanyakan oleh subjek. Dari 70 angket yang dibagikan, semuanya kembali dengan baik.

D. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Data Penelitian

Analisis data dilakukan untuk menguji hipotesis data penelitian, untuk mendapatkan gambaran mengenai data penelitian, berikut ini disajikan tabel deskripsi data penelitian yang berisikan fungsi-fungsi statistik dasar secara lengkap untuk variabel Motivasi Berprestasi dan Perilaku Mencontek.

Tabel 4.3

(58)

Dalam skala Motivasi Berprestasi terdapat 48 butir item dengan skor 1, 2, 3, dan 4, sehingga dengan demikian skor terendahnya adalah 48 dan skor tertingginya mencapai 192. Rentang skor (range) untuk skala ini adalah 192 – 48 = 144. Nilai µ (mean hipotetik) adalah (192 + 48) : 2 = 120. Sedangkan untuk nilai (standar deviasi) yang diperoleh adalah sebesar 24, nilai ini merupakan hasil dari pembagian range dengan standar kurve normal (satuan deviasi standar terbagi menjadi 6 bagian), yaitu 144 : 6 = 24.

Dalam skala yang kedua, yaitu skala Perilaku Mencontek terdapat 49 butir item dengan skor 1, 2, dan 3, dengan demikian skor terendahnya adalah 49 dan skor tertingginya mencapai 147. Rentang skor (range) untuk skala ini adalah 147 – 49 = 98. Nilai µ (mean hipotetik) adalah (147 + 49) : 2 = 98. Di samping itu, nilai (standar deviasi) yang diperoleh adalah sebesar 16,33. Nilai ini merupakan hasil dari pembagian range dengan standar kurve normal (satuan deviasi standar terbagi menjadi 6 bagian), yaitu 98 : 6 = 16,33.

(59)

Skala motivasi berprestasi dan perilaku mencontek dalam penelitian ini dikategorisasikan ke dalam 5 golongan. Tujuan dari penggolongan ini adalah untuk menempatkan subjek ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah menurut kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 1999). Langkah yang dilakukan adalah membagi satuan deviasi standar dari distribusi normal menjadi lima bagian dengan hasil kategori sebagai berikut:

Tabel 4.4

Norma Kategori Skor Motivasi Berprestasi dan Perilaku Mencontek

Kategorisasi Skor

Untuk langkah berikutnya adalah dengan memasukkan nilai mean hipotetik (µ) dan nilai satuan standar deviasinya ( ), maka akan diperoleh kategori dari masing-masing variabel penelitian sebagai berikut :

Tabel 4.5

Kategorisasi Skor Motivasi Berprestasi

Kategorisasi Norma Skor Jumlah Prosentase

(60)

Mengacu pada norma kategorisasi untuk skala Motif Berprestasi dan berdasarkan pada data yang ada, ditemukan bahwa sebagaian besar subjek memiliki motif berprestasi tinggi sebanyak 40 orang dan sangat tinggi ada 23 orang sedangkan subjek yang memiliki skor kategori rendah maupun sangat rendah tidak ada. Hanya 7 subjek masuk dalam kategori sedang.

Tabel 4.6

Kategorisasi Skor Perilaku Mencontek

Kategorisasi Norma Skor Jumlah %

Sangat rendah X (µ - 1,5 ) X 73,5 19 27,14%

Rendah (µ-1,5 )<X (µ-0,5 ) 73,5< X 89,83 30 42,86% Sedang (µ-0,5 )<X (µ+0,5 ) 89,83< X 106,17 18 25,71% Tinggi (µ+0,5 )<X (µ+1,5 ) 106,17< X 122,5 3 4,29 % Sangat tinggi (µ + 1,5 ) < X 122,5< X 0 0 %

Jumlah 70 100 %

Mengacu pada norma kategorisasi untuk skala perilaku mencontek dan berdasarkan pada data yang ada, ditemukan bahwa sebagaian besar subjek memiliki perilaku mencontek sangat rendah ada 19 orang, perilaku mencontek renmdah sebanyak 30 orang, subjek dengan skor kategori sedang ada 13 orang, yang memiliki skor kategori tinggi ada 3 orang dan tidak ada subjek dalam skor kategori sangat tinggi.

(61)

Selanjutnya untuk skala sikap perilaku mencontek, skor minimal subjek adalah 56 dan skor maksimalnya adalah 143. Kemudian untuk mean diperoleh angka sebesar 83,04 dan standar deviasinya sebesar 14,140. hasil lengkap mengenai data penelitian ini dapat dilihat dalam tabel :

Tabel 4.7

Deskripsi Statistik Data Empiris Deskripsi Data Penelitian

Variabel X min X max Mean SD

Motivasi Berprestasi

113 177 149.03 13.448

Perilaku Menconek

56 121 83,04 14.140

2. Uji Asumsi Penelitian

Kegiatan penelitian ini pada akhirnya bertujuan untuk menarik sebuah kesimpulan berdasarkan data-data yang diperoleh dari sampel sehingga dapat digeneralisasikan pada semua anggota populasi. Sebelum menerapkan teknik statistik inferrensial tertentu terhadap data yang diperoleh, maka data-data tersebut harus memenuhi syarat-syarat normalitas dan linieritasnya terlebih dahulu.

a. Uji Normalitas

(62)

normalitas adalah jika p > 0,05 maka sebaran skor yang diperoleh adalah normal. Berikut ini disajikan hasil uji normalitas terhadap data-data penelitian :

Tabel 4.8

Hasil Uji Normalitas Data Motivasi Berprestasi dan Perilaku Mencontek

Variabel K-S Test Asymp. Sign Sebaran Motivasi Berprestasi 0,529 0,942 Normal Perilaku Mencontek 0,730 0,660 Normal

(1). Uji Normalitas Variabel Motivasi Berprestasi

Nilai Kolmogorof Smirnov Test pada variabel Motif Berprestasi adalah 0,529 dengan p lebih besar dari 0,05 (0,942 > 0,05). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka distribusi pada skala pengukuran terbukti tidak menyimpang dari distribusi normal.

(2). Uji Normalitas Variabel Perilaku Mencontek

NilaiKolmogorof Smirnov Test pada variabel Perilaku Mencontek adalah 0,730 dengan p lebih besar dari 0,05 (0,660 > 0,05). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka distribusi pada skala pengukuran terbukti tidak menyimpang dari distribusi normal.

b. Uji Linieritas

Hasil dari uji linieritas menunjukan bahwa antara variabel Tingkat Motivasi Berprestasi dan Perilaku Mencontek menunjukkan garis linier dengan signifikansi 0,000 (p<0,05) dan harga F linieritas sebesar 41,581.

(63)

program SPSS versi 13 diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.9

Hasil Uji Linearitas Data Motivasi Berprestasi dan Perilaku Mencontek

F Sig

(Combined) 2,271 0,015

Linearity 41,581 0,000

Skor Motivasi Berprestasi dan

Perilaku Mencontek

Deviation from Linearity

1,357 0,210

Berdasarkan hasil data tersebut, maka ini membuktikan bahwa ada hubungan yang bersifat linier antara motivasi berprestasi dan perilaku mencontek pada siswa-siswi kelas XI SMA Negeri 1 Dukun, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang.

3. Hasil Uji Hipotesis

(64)

Tabel 4.10

Hasil Uji KorelasiProdiuct MomentAntara Variabel Motif Berprestasi dan Perilaku Mencontek

Korelasi P Signifikansi Tingkat korelasi Koefisien Determinasi

R = - 0,577 < 0,01 Signifikan Kuat R square = 33,3 %

Hasil analisis statistik yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi terhadap perilaku mencontek subjek. Hal ini terlihat dari nilai koefisien korelasi (r) sebesar - 0,577 dan nilai signifikansi antara motivasi berprestasi terhadap perilaku mencontek sebesar 0,000 (p<0,01) dengan sumbangan efektif (koefisien determinan) yang diberikan oleh motif berprestasi yaitu sebesar 33,3%. Tanda (–) menunjukkan adanya hubungan negatif antara variabel motivasi berprestasi terhadap perilaku mencontek. Dengan demikian, maka hipotesis penelitian ini diterima.

E. Pembahasan

(65)

yaitu sebesar 33,3 %.

Hasil analisis data juga menunjukkan bahwa motivasi berprestasi subjek pada penelitian ini, yaitu pada siswa-siswi kelas XI SMA Negeri 1 Dukun, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, memiliki tingkat yang tinggi. Fakta tersebut menunjukkan bahwa motivasi berprestasi cukup kuat untuk dijadikan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku mencontek pada siswa-siswi kelas XI SMA Negeri 1 Dukun, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang.

Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diketahui bahwa sumbangan faktor motivasi berprestasi terhadap perilaku mencontek sebesar 33,3 %, dengan kata lain masih terdapat 66,7 % faktor lain yang juga ikut berpengaruh terhadap perilaku mencontek. Faktor-faktor tersebut menurut Sujana (dalam Palupi, 2000) dapat berasal dari faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor intenal meliputi ketidaksiapan subjek untuk mengikuti tes, ketakutan terhadap kegagalan, kurangnya kepercayaan diri untuk menghadapi tes, serta kesediaan untuk menggunakan alat atau cara apapun untuk meraih sukses. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku mencontek antara lain adalah iklim kompetisi yang tinggi, adanya tekanan sosial untuk meraih prestasi yang baik atau nilai yang baik, dan adanya kebijaksanaan akademis mengenai standar minimal nilai untuk mengikuti program studi atau jurusan tertentu.

(66)

hubungan yang negatif dan signifikan antara motivasi berprestasi dengan perilaku mencontek. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki tingkat kecenderungan yang lebih rendah untuk melakukan perilaku mencontek. Demikian pula sebaliknya, mahasiswa yang memiliki tingkat motivasi berprestasi rendah lebih memiliki tingkat kecenderungan mencontek yang lebih besar.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Singer (dalam Palupi, 2000) bahwa tinggi rendahnya motivasi seseorang akan menentukan pilihan untuk melakukan, bagaimana intensitas ia melakukannya, dan bagaimana berat usaha ia melakukannya atau tingkat kinerja setiap waktu. Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi akan melakukan suatu aktivitas lebih baik, lebih efisien, lebih cepat, dan lebih bersemangat serta lebih bertanggung-jawab. Mencontek merupakan salah satu bentuk tindakan pemenuhan kebutuhan yang tidak bertanggung-jawab sehingga hal tesebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa dalam diri para pelaku mencontek memiliki motivasi berprestasi yang kurang dibandingkan dengan mereka yang tidak mencontek karena para pelaku mencontek pada umumnya adalah mereka yang kurang mau berusaha, kurang percaya diri, tidak jujur, dan lebih mementingkan hasil dengan jalan pintas.

(67)

berjuang dengan kemampuan sendiri. Para siswa-siswi yang melakukan hal demikian adalah para siswa-siswi dengan motivasi berprestasi rendah. Individu dengan motivasi berprestasi rendah tidak akan menampakkan usaha yang keras dalam pencapaian tujuan atau pelaksanaan tugas-tugasnya.

Lebih jauh lagi, Mc.Clelland (dalam Robin, 1996) memberikan penjelasan lebih lanjut bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki salah satu ciri memiliki tanggung jawab pribadi terhadap tugas-tugas yang di hadapi serta tidak menyukai keberhasilan yang bersifat kebetulan atau karena tindakan orang lain. Tindakan mencontek merupakan salah satu bentuk tindakan jalan pintas yang kurang bertanggung jawab sehingga menjukkan kurangnya motivasi untuk berprestasi dalam diri individu yang melakukannya.

Hasil penelitian ini tampaknya juga didukung oleh hasil penelitian Vallerand (dalam Hardigan, 2004) yang menyatakan bahwa para siswa yang termotivasi oleh performance goals atau hasil akhir akan cenderung untuk melakukan tindakan mencontek. Sebaliknya, para siswa yang termotivasi oleh tujuan dan proses belajar akan cenderung untuk melakukan tugas-tugas sekolah untuk sebuah kesenangan serta kepuasan sehingga selanjutnya mereka akan cenderung untuk tidak mencontek.

(68)

Tabel 4.11

Perbandingan Mean Hipotetik, Mean Empiris, dan Standar Deviasi

Alat Ukur Mean

Pada skala motivasi berprestasi diperoleh mean empirik sebesar 149.03 yang lebih besar dari mean teoritisnya yakni 120. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat motivasi berprestasi subjek dalam menghadapi tugas-tugas di sekolah tergolong tinggi (lihat juga kategorisasinya). Sebanyak 23 subjek atau 32.86% dari jumlah subjek penelitian memperoleh skor motivasi berprestasi sangat tinggi. Sebanyak 40 subjek atau 57.14% berada pada level tingi, dan terdapat 7 subjek atau 10% masuk dalam kategori sedang. Untuk subjek dengan kategori rendah dan sangat rendah tidak ada.

Untuk skala perilaku mencontek, diperoleh hasil mean empirik sebesar 83.04 yang lebih kecil daripada mean teoritisnya yaitu sebesar 98. Hal ini menunjukkan bahwa dalam menghadapi tugas-tugas sekolah, subjek memiliki tingkat perilaku mencontek yang rendah (lihat juga kategorisasinya). Sebanyak 19 subjek atau 27.14% dari jumlah subjek penelitian memperoleh skor sangat rendah. Terdapat pula 30 subjek atau 42.86% masuk dalam kategori rendah, dan ada 18 subjek atau 25.71% berada pada kategori sedang. Untuk kategori tinggi hanya terdapat 3 subjek atau 4.29% dan kemudian untuk kategori sangat tinggi tidak ada.

(69)

1 Dukun, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang dimana hanya sebagian kecil dari siswa-siswi melakukan perilaku mencontek karena mereka memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa perilaku mencontek dalam hubungannya dengan motivasi berprestasi pada siswa-siswi kelas XI SMA Negeri 1 Dukun, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, diperoleh korelasi yang negatif. Sebagian besar subjek siswa-siswi kelas XI SMA Negeri 1 Dukun, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang memiliki tingkat motivasi berprestasi yang tinggi.

(70)

54 A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara variabel Motivasi Berprestasi dengan Perilaku Mencontek (r = - 0,577, signifikansi 0.000). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat motivasi berprestasi pada siswa-siswi, maka akan semakin rendah tingkat perilaku menconteknya. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah tingkat motivasi berprestasi pada siswa-siswi, maka akan semakin tinggi tingkat perilaku menconteknya

B. Kelemahan Penelitian

Sama halnya seperti sebuah pepatah yang mengatakan bahwa tidak ada gading yang tak retak, maka peneliti menyadari bahwa penelitian ini memiliki kekurangan serta kelemahan dalam beberapa segi, diantaranya adalah :

(71)

2. Kelemahan dalam teknik pengambilan sampel yang hanya mengambil dari satu sekolah saja. Hal ini membuat hasil penelitian ini terbatas dalam daya generalisasinya.

C. Saran – saran

Dengan melihat hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan negatif antara motivasi berprestasi dengan perilaku mencontek, maka peneliti mencoba untuk memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi para guru atau pendidik

(72)

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi para peneliti yang tertarik dengan tema yang serupa, sebaiknya mempertimbangkan dan meminimalisir pengaruh dari faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku mencontek misalnya faktor kecemasan dalam menghadapi kegagalan atau kurangnya kepercayaan diri pada individu dalam menghadapi tes. Di samping itu, diharapkan peneliti selanjutnya dapat menyusun isi skala yang lebih obyektif sehingga tidak menimbulkan bias dalam penelitian.

3. Bagi siswa-siswi di SMA Negeri I Dukun

(73)

57

Azwar, S., 1999.Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Azwar, S., 1999.Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Bernstein, Douglas,A. Roy. Edward, J. Srull, Thomas, K. & Wickens, Christoper,

D. Wickens, 1988.Psychology. Boston : Houghton Mifflin Company. David.C.ME., Mc.Clelland, C.D., Siswo Suyanto, Willhemus.W., 1987. Memacu

Masyarakat Berprestasi Mempercepat Laju Pertumbuhan Ekonomi Melalui Peningkatan Motif Berprestasi: CV Bermedia Indonesia.

Dewi, Rina Kalteka, 2000. Kepercayaan Diri dan Kecenderungan Mencontek pada Remaja. Skripsi. UGM.

Feldman, Robert, S.,1992. Element of Psychology. (international edition). San Fransisco : Mc.Graw Hill, Inc.

Gellerman, Saull, W.,1984. Motivasi dan Produktivitas. Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo.

Grinder, RE.,1978.Adolescence. New York. John Willey and Sons, Inc.

Handayani, Palupi.,2000. Hubungan antara Performance Achievement Goal dengan Intensi Mencontek. Skripsi. UGM.

Handoko,1992.Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku.Yogyakarta : Kanisius. Houston,R.E, 1978. Curvelinear Relationship Among Anticipated Succes,

Cheating Behavior, Temptation to Cheat, and Perceived Instrrumentallity of Cheating. Journal of Educational Psychology, 70,5, 758-762.

Klausmeier, H.J, 1985. Educational Psychology 5th Ed. New York : Harper & Row Publisher.

Martaniah, M.S., 1984. Motif Sosial Remaja Jawa dan Keturunan Cina. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

(74)

Mc.Cllelland, C.D.,1985, Human Motivation, Scott, New York : Foresman and Company.

Monks, F. J. & Knoers, A.M.P. & Haditono, Siti Rahayu.,1999. Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada University Press.

Morgan, Clifford. T, King, Richard A., Weisz, John,R. & Schopler, John., 1986. Introduction to Psychology. Toronto : Mc. Graw-Hill.

Newstead, 1996. Individual Differences in Student Cheating : Journal of Educational Psychology, 84(3), 261-271.

Ninawati, 2002. Motivasi Berprestasi. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Vol 4, No.8.77-78.

Onakoya, A.Y and Alarape, A.I. 2004. Correlates of Examination Cheating Behaviour Among University Student. http://www.sabinet.co.za/abstract/ ifepsyc/ifepsycv11n1a8 .xml. diakses bulan Februari, 2008.

Patrick C.Hardigan, PhD., 2004. First-and Third- Year Pharmacy Student s Attitudes Toward Cheating Behaviors. American Journal of Pharmaeceutical Education, 68(5), Article 110.

Poedjinoegroho,Baskoro., 2005. Biasa Mencontek Melahirkan Koruptor. Harian Kompas, edisi 7 Januari 2005.

Poerwadarminta, W.J.S, 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Robbins, Stephen, P., 1996. Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi, Aplikasi (edisi bahasa Indonesia). Jakarta : PT.Prenhallindo.

Schults, Duene & Schults, Sydny, Ellen, 1994. Theory of Psychology. USA : Brooks / Colle Publishing Company.

Supratiknya. A., 2000. Sistem Pendidikan Indonesia Saat Ini dalam Perspektif Psikologis.Yogyakarta : Widya Dharma No.2, Tahun X Edisi April 2000.

Sujana, Y.E., 1993. Hubungan antara Kecenderungan Pusat Kendali dengan Intensi Mencontek. Skripsi. UGM.

(75)

Triton.P B, 2006. SPSS 13.0 Terapan, Riset Statistik Parametrik, Yogyakarta : C.V Andi Offset (Penerbit Andi)

Wibowo, H., Hardjanto G., Eriany,.2001. Perilaku Mencontek Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Intensitas Kompetensi Dalam Kelas Dan Kebutuhan Berprestasi. Psikodimensia, Kajian Ilmiah Psikologi. Vol.2, no.1. Semarang : Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata.

---,2007.Terima Jawaban Lewat Ponsel Peserta Ujian di Tahan, Kedaulatan Rakyat, edisi Selasa, 16 April.

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 4.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dampak sosial yang dirasakan langsung oleh masyarakat Desa Laksana diantaranya adalah tentang kependudukan dimana dari 30 responden seluruhnya merasakan adanya

Strategi yang diterapkan oleh Aninda Furniture untuk meningkatkan kualitas produk yang ditawarkan agar tetap diminati oleh buyer luar negeri adalah menggunakan

Hasil penelitian pemberian ekstrak tempe pada tikus jantan prapubertas memberikan pengaruh berupa peningkatan bobot badan tikus jantan umur 42 dan 56 hari, peningkatan

Strategi integrasi horizontal adalah strategi yang mengarah kepada strategi untuk memperoleh kendali yang lebih besar terhadap perusahaan pesaing. Sebenarnya Lembaga Keuangan

Sumber: Olahan Data Lapangan, 2017 Tabel di atas dapat di lihat bahwa respon narapidana terhadap sarana olahraga di Rumah Tahanan (RUTAN) Teluk Kuantan adalah 64

Pola distribusi aliran sungai yang terjadi diproyeksikan dalam bentuk besar kecilnya hidrograf yang bentuk dan ukurannya dipengaruhi oleh banyaknya curah hujan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran model SMS (Serius Mengerjakan Soal) dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran

In this research, the data are taken from the event about teaching learning process of English teacher, informant from the teacher and students in SMP Muhammadiyah Blora, and