• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Hubungan Geomorfologi DAS dan Karakteristik Hidrologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Hubungan Geomorfologi DAS dan Karakteristik Hidrologi"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN HUBUNGAN GEOMORFOLOGI DAS DAN

KARAKTERISTIK HIDROLOGI

SKRIPSI

Oleh :

NUR DIA TRIONO

F14051131

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

KAJIAN HUBUNGAN GEOMORFOLOGI DAS DAN

KARAKTERISTIK HIDROLOGI

Oleh :

NUR DIA TRIONO F14051131

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Strata 1 Pada Departemen Teknik Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : KAJIAN HUBUNGAN GEOMORFOLOGI DAS DAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI

Nama Mahasiswa : NUR DIA TRIONO Nomor Pokok : F14051131

Menyetujui; Bogor, Februari 2010

Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M. Eng NIP. 19620709 1987 03 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknik Pertanian

Dr. Ir. Desrial, M. Eng NIP. 19661201 199103 1 004

(4)

R I W A Y A T H I D U P

Penulis dilahirkan di Balikpapan, pada 12 Oktober 1986. Penulis merupakan Putra dari pasangan Bapak Wakidjo dan Ibu Yudia Tatiek S. yang merupakan putra ketiga dari enam bersaudara.

Suatu kesempatan bagi penulis untuk dapat mengecap jenjang pendidikan sejak TK Rahayu (1992-1993), SDN 1 Pd. Cabe (1993-1999), SMP Islam Ruhama (1999-2002) dan SMAN 1 Pamulang (2002-2005) dan kini menyelesaikan program pendidikan Sarjana Strata 1 di Institut Pertanian Bogor.

Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) untuk D3 dan SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) untuk S1 kemudian melalui seleksi Tingkat Persiapan Bersama penulis masuk pada program studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dan selama menjalani masa perkuliahan, penulis aktif di dalam berbagai kegiatan organisasi intra-kampus seperti FORCES, HIMATETA, BEM FATETA, BEM KM, IMATETANI dan beberapa event kepanitian.

Sebelumnya penulis telah melakukan praktek lapang di PT Joy Farm, Kebun Sayuran Hidroponik, Depok dan menuliskan sebuah laporan dengan judul

Mempelajari Penerapan Keteknikan Pertanian Pada Proses Produksi Dan

Pengolahan Budidaya Tanaman Dengan Sistem Hidroponik di PT. Joy Farm,

Sawangan Baru, Depok” serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Strata 1, penulis menuliskan sebuah skripsi dengan judul “Kajian

Hubungan Geomorfologi Dengan Karakteristik Hidrologi”, dibawah bimbingan

(5)

Kajian Hubungan Geomorfologi DAS dan Karakteristik Hidrologi. Oleh : Nur Dia Triono/F14051131. Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M. Eng.

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang menerima air hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkannya melalui sungai utama ke laut/danau. DAS juga dipandang sebagai suatu sistem pengelolaan wilayah yang memperoleh masukan (input) dan selanjutnya diproses untuk menghasilkan luaran (output). DAS memiliki karakteristik spesifik yang dicirikan oleh parameter-parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, morfologi, tanah, geologi, vegetasi, tata guna (penggunaan) lahan, hidrologi, dan manusia. Karakteristik DAS ini merupakan salah satu unsur utama dalam pengelolaan DAS seperti perencanaan serta monitoring dan evaluasi. DAS juga merupakan nilai kuantitatif dari parameter-parameter yang terkandung pada suatu daerah aliran sungai (DAS) menjadikan hal ini penting untuk dilakukan kajian secara mendalam. Parameter morfometri sebagai salah satu daya pendukung pengelolaan sumberdaya alam terutama dalam pengeloaan DAS secara terpadu, diantaranya adalah batas dan luas DAS, panjang sungai utama, orde sungai, dan tingkat kerapatan drainase.

Suatu masukkan curah hujan tertentu selalu menghasilkan respon hidrograf aliran tertentu pula, hal ini disebabkan karena bentuk dan ukuran hidrograf aliran dipengaruhi oleh faktor morfometri dan meteorologi. Kajian terpadu mengenai pola distribusi aliran DAS sebagai bentuk dari respon hidrologi dan hubungannya dengan karakteristik geomorfologi terhadap pola distribusi yang menyebabkan adanya karakteristik aliran hidrologi. Studi kasus ini dilakukan pada beberapa DAS seperti DAS Ciliwung Hulu-Ciliwung, DAS Cipopohkol-Cisadane, DAS Cicangkeudan-Cidanau, dan DAS Ciawitali-Cipunagara.

Kajian karakteristik geomorfologi diketahui dengan melakukan pengkajian pada peta topografi, dan peta batas DAS. Parameter yang dikaji berupa karakteristik morfometri DAS seperti bentuk DAS, batas dan luasan DAS, nisbah percabangannya serta delineasi peta. Sedangkan respon hidrologi yang dikaji meliputi pengkajian hubungan antara curah hujan dengan debit bulanannya yang direfleksikan dengan beberapa DAS lain yang memiliki karakteristik morfologi berbeda.

Grafik kurva hidrograf merupakan wujud dari respon hidrograf terhadap karakteristik geomorfologi DAS. Pola distribusi aliran sungai yang terjadi diproyeksikan dalam bentuk besar kecilnya hidrograf yang bentuk dan ukurannya dipengaruhi oleh banyaknya curah hujan yang masuk dan kondisi DAS saat terjadinya hujan. Perlu dilakukan validasi terhadap aliran hidrologi yang terbentuk akibat variasi curah hujan yang terjadi pada setiap periode dan respon hidrologi yang ditimbulkan akibat faktor morfometri.

(6)

KA

TA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT berkat

hidayah dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan kewajiban sebagai

mahasiswa Strata 1 di Institut Pertanian Bogor, shalawat serta salam tidak lupa

penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga

dan para sahabatnya.

Alhamdulillah, tiada habisnya kata puji syukur ini merupakan buah dari

terwujudnya skripsi dengan judul “Kajian Hubungan Geomorfologi Dengan

Karakteristik Hidrologi” yang merupakan sebuah syarat untuk mendapatkan sebuah gelar kesarjanaan Strata 1. Namun, tiada yang sempurna di dunia ini. Oleh

karena itu, besar harapan penulis untuk mendapatkan masukan berupa saran

maupun kritikan dari para pembaca yang sifatnya membangun demi tercapainya

kesempurnaan isi dalam skripsi ini.

Tidak lupa penulis ucapakan rasa terimakasih atas bantuan baik moril

3. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS selaku dosen penguji I

4. Dr. Ir. Emmy Darmawati, M. Si selaku dosen penguji II

5. Para Staf BPDAS Citarum-Ciliwung yang telah membantu penulis dalam

pengumpulan data skripsi ini.

6. Gonk-Go Crew, rekan BEM Fakultas dan KM IPB, serta

rekan-rekan TEP’42, TEP’41 dkk yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Besar harapan penulis, semoga apa yang penulis sampaikan di dalam

skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan penulis pribadi di masa yang akan

datang kelak. Akhirul kalam, untuk yang kesekian kalinya penulis ucapkan

banyak rasa terima kasih. Wassalam.

Jakarta, 6 Januari 2010

(7)

DAFTAR ISI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. DAS (Daerah Aliran Sungai)... 3

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 20

A. Karakteristik Geomorfologi Daerah Aliran Sungai... 20

a. Bentuk DAS... 21

(8)

c. Morfometri DAS... 27

B. Karakteristik Debit Bulanan Sungai Utama... 30

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 33

DAFTAR PUSTAKA... 34

(9)

DAFTAR TABEL

Table 1. Campur Tangan Manusia Terhadap Komponen-Komponen Daur Air...4

Tabel 2. Karakteristik Geomorfologi DAS...21

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Batas DAS hingga Sub-DAS ...5

Gambar 2. Bentuk Hidrograf Daerah Aliran Sungai...6

Gambar 3. Penentuan Orde Sungai Dengan Metode Strahler... 9

Gambar 4. Peta batas DAS Ciliwung Hulu-Ciliwung...15

Gambar 5. Peta batas DAS Cipopohkol-Cisadane ...15

Gambar 6. Peta batas DAS Cicangkeudan-Cidanau ... 16

Gambar 7. Peta batas DAS CiawitaliCipunagara... 16

Gambar 8. Bentuk Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu-Ciliwung... 23

Gambar 9. Bentuk Daerah Aliran Sungai Cipopohkol-Cisadane... 24

Gambar 10. Bentuk Daerah Aliran Sungai Cicangkeudan-Cidanau ...25

Gambar 11. Bentuk Daerah Aliran Sungai Ciawitali-Cipunagara ...26

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Curah Hujan Harian Tahun 2005...37

Lampiran 2. Data Curah Hujan Harian Tahun 2006...41

Lampiran 3. Data Curah Hujan Harian Tahun 2007...45

Lampiran 4. Data Curah Hujan Harian Tahun 2008...49

Lampiran 5. Data Debit Harian Tahun 2005...53

Lampiran 6. Data Debit Harian Tahun 2006...57

Lampiran 7. Data Debit Harian Tahun 2007...61

Lampiran 8. Data Debit Harian Tahun 2008...65

Lampiran 9. Data Debit bulanan dan Curah Hujan Bulanan DAS Ciliwung-Ciliwung Hulu...69

Lampiran 10. Data Debit bulanan dan Curah Hujan Bulanan DAS Cipopohkol-Cisadane...71

Lampiran 11. Data Debit bulanan dan Curah Hujan Bulanan DAS Cicangkeudan-Cidanau...73

Lampiran 12. Data Debit bulanan dan Curah Hujan Bulanan DAS Ciawitali-Cipunagara...75

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang

menerima air hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkannya melalui

sungai utama ke laut/danau. Suatu DAS dipisahkan dari wilayah lain di

sekitarnya oleh pemisah alam topografi, seperti punggung bukit dan gunung.

DAS atau dikenal sebagai watershed sinonim dengan daerah tangkapan air

atau catchment area dengan luasan yang tidak ada pembakuan, berkisar

hingga ribuan kilometer persegi, namun perlu dibedakan pengertiannya

dengan daerah pengaliran sungai (river basin), dimana DAS merupakan

bagian dari river basin. DAS juga bisa dipandang sebagai suatu sistem

pengelolaan yaitu suatu wilayah yang memperoleh masukan (inputs) yang

selanjutnya diproses untuk menghasilkan luaran (outputs). Dengan demikian

DAS merupakan prosesor dari setiap masukan yang berupa hujan (presipitasi)

dan intervensi manusia untuk menghasilkan luaran yang berupa produksi,

limpasan dan hasil sedimen.

DAS memiliki karakteristik yang dapat diartikan sebagai gambaran

spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh parameter-parameter yang

berkaitan dengan keadaan morfometri, morfologi, tanah, geologi, vegetasi, tata

guna (penggunaan) lahan, hidrologi, dan manusia (Seyhan, 1977).

Karakteristik DAS disini mencakup parameter : iklim, biofisik DAS,

hidrologi, serta sosial-ekonomi-budaya masyarakat yang berada di sekitar

DAS. Karakteristik DAS ini sebagai salah satu unsur utama dalam

pengelolaan DAS seperti perencanaan serta monitoring dan evaluasi

sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kehutanan No.

52/Kpts-II/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan DAS yang meliputi :

DAS sebagai ekosistem, wilayah (geografis), geo-bio-fisik dan manusia

(sumberdaya alam dan manusia), kegiatan multi-sektor, dan aspek sosial

(13)

Oleh karena itu, pemahaman terkait morfometri atau karakteristik dari

geomorfologi DAS yang merupakan nilai kuantitatif dari parameter-parameter

yang terkandung pada suatu daerah aliran sungai (DAS) yang juga merupakan

salah satu sumberdaya pendukung dalam pengelolaan sumberdaya alam

terutama dalam pengelolaan DAS secara terpadu menjadikan hal ini sangat

penting untuk dilakukan kajian secara mendalam.

B. Tujuan

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk :

1. Menganalisis karakteristik geomorfologi DAS dan hubunganya terhadap

bentuk hidrograf dalam suatu DAS.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan penganalisisan karakteristik

geomorfologi DAS dan hubungannya terhadap bentuk hidrograf dalam suatu

DAS. Hasil analisis ini menjelaskan karakteristik morfologi DAS yang

dimiliki oleh suatu daerah pengaliran aliran sungai dan proses pembentukan

pola distribusi aliran sungai sebagai bentuk dari respon hidrologi terhadap

karakteristik morfologi DAS.

D. Output dan Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan ini menghasilkan output berupa analisis

karakteristik morfologi DAS dan bentuk hidrograf sebagai bentuk dari respon

hidrologi akibat adanya pengaruh hubungan karakteristik geomorfologi DAS

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DAS (Daerah Aliran Sungai)

Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi

oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan

curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama yang bermuara ke danau

atau ke lautan. Pemisah topografi biasanya adalah bukit. Bahkan dibawah

tanah juga terdapat pemisah berupa batuan. Sebuah DAS juga dapat diartikan

sebagai kumpulan dari banyak sub DAS yang lebih kecil. Selain itu daerah

aliran sungai juga merupakan deretan gunung-gunung, bukit atau batas

pembagian pada bagian atasnya yang dapat mengalirkan air ke bagian

bawahnya yang landai.

B. Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi menggambarkan suatu rantai fenomena alam yang

menghubungkan erosi, sedimentasi dan limpasan. Bagian dari siklus hidrologi

yang disebut sebagai hujan, kondisi tanah dan vegetasi mempunyai peranan

penting dalam proses erosi, sedimentasi dan limpasan. Namun, manusia

dengan segala aktifitasnya akan mempengaruhi daur air yang akan

menyebabkan terjadinya perubahan dalam komponen-komponen ekosistem

DAS. Manusia memodifikasi DAS secara dinamis dalam berbagai tingkat dan

ragam. Salah satu aktifitas itu tampak dari pola penggunaan lahan. Ada

beberapa komponen-komponen daur air (daur hidrologi) yang dapat

dipengaruhi oleh campur tangan manusia antara lain adalah presifitasi,

(15)

Tabel 1. Campur Tangan Manusia Terhadap Komponen-Komponen Daur Air No Komponen Daur Air Campur Tangan Manusia

1 Presipitasi Hujan buatan 2 Vegetasi Perubahan vegetasi 3 Permukaan tanah Urbanisasi, irigasi 4 Air tanah Drainase

5 Air bumi Perubahan air bumi “Recharge” 6 Jaringan saluran air Saluran buatan, pengatur aliran air 7 Evapotranspirasi Pembatasan evapotranspirasi Sumber : Haeruman, 1989

Kuantitas air yang ada dalam suatu wilayah DAS sangat tergantung

dengan curah hujan yang jatuh di wilayah tersebut, yang selanjutnya

merupakan input dalam mekanisme penyimpanan air yang terjadi terhadap air

hujan. Proses hidrologi merupakan proses pemasukan, penyimpanan dan

pengeluaran air dalam suatu DAS dan mekanismenya sangat dipengaruhi oleh

vegetasi penutupan tanah, adanya danau sebagai penampung air, evaporasi

danau dan sebagainya. Permasalah yang sering terjadi di setiap DAS adalah

pendangkalan akibat sedimentasi dan erosi.

C. Karakteristik Daerah Aliran Sungai

Menurut Seyhan (1977), karakteristik DAS dapat diartikan sebagai

gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh parameter-parameter

yang berkaitan dengan keadaan morfometri, morfologi DAS, tanah, geologi,

vegetasi, tata guna (penggunaan) lahan, hidrologi, dan manusia. Morfometri

atau karakteristik dari geomorfologi DAS merupakan nilai kuantitatif dari

parameter-parameter yang terkandung pada suatu daerah aliran sungai (DAS).

Oleh karena itu, parameter morfometri merupakan salah satu daya pendukung

pengelolaan sumberdaya alam terutama dalam pengelolaan DAS secara

terpadu, diantaranya adalah batas dan luas DAS, panjang sungai utama, orde

sungai, dan tingkat kerapatan drainase. Chow (1964) mengelompokkan

morfologi DAS tersebut ke dalam tiga aspek yakni, aspek panjang, aspek luas,

(16)

Suatu daerah pengaliran aliran sungai memiliki batasan wilayah yang

tergambar pada suatu peta jaringan sungai, batas ini merupakan batas artificial

atau batas buatan, karena pada kenyataannya batas tersebut tidak tampak di

lapangan. Meskipun batas DAS tersebut tidak tampak di lapangan akan tetapi

pada kenyataannya, batas tersebut membatasi jumlah air hujan yang jatuh di

atasnya. Batas DAS besar tersusun atas beberapa DAS, dan sebuah

sub-DAS kemungkinan tersusun oleh beberapa sub-sub-sub-DAS sebagaimana

ilustrasi yang tampak pada Gambar 1 berikut;

Gambar 1. Batas DAS hingga Sub-DAS (Strahler, 1957)

Oleh karena itu, banyak-sedikitnya jumlah air hujan yang diterima

suatu DAS, bergantung atas luas atau tidaknya daerah pengaliran sungai

tersebut serta tegas-tidaknya batas antar DAS. DAS yang memiliki luasan

tentunya akan menghasilkan debit puncak yang lebih besar dari pada DAS

yang memiliki luasan daerah pengaliran sungai yang lebih kecil. Prediksi debit

puncak secara relatif dapat didekati selain dengan luas DAS adalah dengan

bantuan bentuk DAS. Apabila diasumsikan intensitas hujan, luas dan topografi

dua buah DAS adalah sama namun bentuk DAS-nya berbeda (misal panjang

dan bulat) maka karakteristik alirannya dapat diperbandingkan secara relatif.

(17)

lama daripada bentuk DAS membulat; sedangkan debit DAS berbentuk bulat

adalah lebih besar daripada bentuk DAS yang panjang. Ilustrasi berbagai

bentuk DAS beserta debit puncaknya digambarkan dalam bentuk kurva

hidrograf aliran sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 2 berikut;

Gambar 2. Bentuk Hidrograf Daerah Aliran Sungai (Strahler, 1957)

Bentuk suatu DAS dinyatakan dengan suatu indeks “Koefisien bentuk,

F” yang didefinisikan sebagai perbandingan antara luas daerah aliran dengan

panjang sungai utama dan dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :

F : koefisien bentuk (tanpa dimensi)

A : luas daerah pengaliran (km2)

L : panjang sungai utama (km)

Selain faktor bentuk, faktor lainnya yang juga dapat memberikan

pengaruh terhadap besarnya debit aliran sungai dalah faktor kerapatan DAS.

Faktor kerapatan ini juga mempengaruhi besarnya volume air yang mengalir

(18)

indeks yang menunjukkan banyaknya anak-anak sungai per satuan luas dalam

suatu daerah pengaliran sebagaimana yang dirumuskan dengan persamaan

berikut ini :

  Dimana:

D : kerapatan sungai (km-1)

L : panjang sungai utama (km)

L’ : panjang anak-anak sungai (km)

A : luas DAS (km2)

Selain kedua parameter tersebut masih terdapat beberapa parameter

morfologi lainnya yang dapat mempengaruhi bentuk hidrograf, diantaranya

adalah :

1. Lebar Rata-rata DAS (W)

Lebar rata-rata DAS merupakan hasil bagi luas DAS dengan panjang DAS,

yang dinyatakan dengan persamaan :

 

Faktor topografi (T) merupakan kombinasi dari faktor kemiringan dan

panjang sungai utama. Factor topografi dintayakan dengan metode Potten

(Seyhan, 1977) sebagai berikut :

  Dimana :

T : faktor topografi (km)

L : panjang sungai utama (km)

(19)

3. Kekasaran DAS (Ru)

Hubungan antara kerapatan sungai dengan beda ketinggian tempat tertinggi

dan terendah (outlet) dalam suatu daerah pengaliran aliran sungai,

dinamakan dengan kekasaran DAS yang dinotasikan dengan Ru. Daerah

pengaliran yang mempunyai kerapatan sungai atau beda elevasi tempat

tertinggi dengan terendah (outlet) yang besar mencerminkan daerah aliran

sungai dengan kekasaran yang besar dan dapat dinyatakan dengan rumus

berikut :

  Dimana :

Ru : kekasaran DAS (tanpa dimensi)

H : beda elevasi tempat tertingi dengan terendah (m)

D : kerapatan sungai (m-1)

4. Panjang Aliran Limpasan

Panjang aliran limpasan (Lg) adalah perbandingan terbalik dengan dua kali

kerapatan sungai. Hal tersebut merupakan persamaan Horton yang

dikemukakan oleh Seyhan (1977) sebagai berikut :

Dimana :

Lg : panjang aliran limpasan (km)

D : kerapatan sungai (km-1)

5. Nisbah Percabangan (Rb)

Nisbah percabangan (bifurcation ratio) juga dapat diprediksikan melalui

orde percabangan aliran sungai. Nisbah percabangan ini berpengaruh

terhadap debit puncak suatu aliran hidrograf dan dapat dihitung dengan

persamaan berikut :

  Dimana :

(20)

Nu : jumlah cabang orde u

Nu+1 : jumlah cabang u+1

Orde percabangan aliran sungai atau nisbah percabangan (bifurcation

ratio) adalah nomor urut dari setiap segmen sungai terhadap sungai induknya.

Metode penentuan orde sungai yang banyak digunakan adalah Metode

Strahler. Sungai orde 1 menurut Starhler adalah anak-anak sungai yang

letaknya paling ujung dan dianggap sebagai sumber mata air pertama dari

anak sungai tersebut. Segmen sungai sebagai hasil pertemuan dari orde yang

setingkat adalah orde 2, dan segmen sungai sebagai hasil pertemuan dari dua

orde sungai yang tidak setingkat adalah orde sungai yang lebih tinggi. Ilustrasi

dari penggunaan metode Strahler tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Metode lain dalam penentuan orde sungai ini antara lain adalah metode

Horton, Shreve, dan Scheideger.

Gambar 3. Penentuan Orde Sungai Dengan Metode Strahler (Strahler, 1957)

Panjang sungai utama dalam hal ini akan menunjukkan besar atau

(21)

jang seluruh alur

sungai dibagi dengan luas DAS disebut kerapatan drainase.

D. Sistem

ai sebab tanpa

merek

ebriani (2007) ada tiga

IG, diantaranya :

1.

nya, dan b)

a sumber.

2.

atribut. Manajemen data dapat

ikaitkan dengan sistem keamanan data.

dengan kemiringan DAS. Kemiringan sungai utama akan berpengaruh

terhadap kecepatan aliran, dengan kata lain semakin tinggi kemiringan sungai

utama maka semakin cepat aliran air (debit aliran) di saluran untuk mencapai

outlet atau waktu konsentrasinya semakin pendek. Sungai utama beserta

anak-anak sungainya membentuk pola aliran tertentu. Jumlah pan

Informasi Geografis

Sistem informasi geografis merupakan suatu sistem berdasarkan

komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang

bereferensi geografi yang mencakup, a) pemasukan, b) manajemen data

(penyimpanan data dan pemanggilan lain), c) manipulasi dan analisis dan d)

pengembangan produk dan percetakan. Sistem informasi geografi selain

memerlukan perangkat keras dan perangkat lunak juga membutuhkan

pemakaian (user) dan organisasinya, serta data yang dipak

a sistem informasi geografi tidak akan dapat beroperasi.

Menurut Barus et al. (2000) diacu dalam F

tahapan untuk pembuatan produk S

Persiapan dan pemasukan data

Tahap persiapan ini merupakan kegiatan awal sebelum data dimasukkan

ke sistem, mencakup proses identifikasi dan cara pengumpulan data yang

diperlukan sesuai dengan tujuan aplikasinya. Dua unsur utama sebelum

pemasukan data yaitu; a) konversi data ke format yang diminta perangkat

lunak, baik dari data analog maupun data digital lain

identifikasi dan spesifikasi lokasi obyek dalam dat

Manajemen, penyimpanan dan pemanggilan data

Penyimpanan data mencakup beberapa teknik, memperbaiki dan

memperbaharui data spasial dan data

(22)

3.

digunakan dalam manipulasi dan analisis data

4.

edia lainnya (hardcopy) atau dalam bentuk cetakan

lun

berorder tinggi, yang juga

mengo

dengan

rti spasial analyst dan image analyst (ESRI).

E. Peneli

Manipulasi dan analisis data

Fungsi manipulasi dan analisis merupakan ciri utama sistem pemetaan

grafis. Istilah yang sering

ini adalah Geoprocesing.

Pembuatan produk SIG

Hasil dari ketiga tahapan diatas akan menghasilkan suatu produk SIG.

hasil ini dapat dibuat dalam bentuk peta-peta, table angka-angka, teks

diatas kertas atau m

ak (seperti file)

Salah satu produk SIG adalah peta. Peta merupakan penyajian secara

grafis dari kumpulan data maupun informasi sesuai lokasinya secara dua

dimensi. SIG dapat diasosiasikan sebagai peta yang

perasikan dan menyimpan data non-spasial.

Perangkat lunak sistem informasi geografi saat ini telah banyak

dijumpai. Masing-masing perangkat lunak ini mempunyai kelebihan dan

kekurangan dalam menunjang analisis informasi geografi. Salah satu yang

sering digunakan saat ini adalah ArcView. ArcView yang merupakan salah

satu perangkat lunak Sistem Informasi geografi yang dikeluarkan oleh ESRI

(Environmental Systems Research Intitute). ArcView dapat melakukan

pertukaran data, operasi-operasi matematik, menampilkan informasi spasial

maupun atribut secara bersamaan, membuat peta tematik, menyediakan bahasa

pemograman (script) serta melakukan fungsi-fungsi khusus lainnya

bantuan extensions sepe

tian Terdahulu

Surgawan (2004) melakukan penelitian terkait analisa tingkat kekritisan

DAS di sub DPS Bango dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi.

Menurutnya perubahan kondisi tata guna lahan existing menjadi kondisi

tataguna lahan modifikasi sesuai dengan arahan penggunaan lahan dan kondisi

lahan kritisnya akan menurunkan sebaran lahan kritis (tingkat bahaya erosi

(23)

penge

: jenis tanah, jenis tanaman dan kondisi iklim serta pola aliran

drainase.

Aliran Sungai berkaitan erat dengan terjadinya erosi, transpor sedimen, dan

deposisi sedimen di bagian hilir. Perubahan tataguna lahan dan praktek

lolaan DAS juga akan mempengaruhi terjadinya erosi dan sedimentasi.

Harjadi, Prakosa dan Wuryanta (2007), melakukan penelitian analisis

karakteristik kondisi fisik lahan DAS. Menurutnya, karakteristik kondisi fisik

suatu lahan DAS didominasi oleh faktor topografi di suatu wilayah dan kelas

kemiringan lereng. Dimana DAS yang didominasi dengan kemiringan lereng

yang curam dan topografi perbukitan atau pegunungan akan berpotensi

terhadap kekritisan suatu DAS. Oleh karena itu, selain faktor dominan tingkat

kekritisan suatu DAS perlu dipertimbangkannya faktor-faktor fisik lainnya,

(24)

BAB III

METODOLOGI

A. Kerangka Pemikiran

Lahan dan air sebagai sumberdaya alam utama yang berada di dekat

lingkungan hidup manusia. Perlu adanya tindakan pengelolaan yang baik dari

kedua sumberdaya alam tersebut agar kedua sumberdaya itu dapat

dipertahankan dan dikembangkan secara berimbang dan lestari. Bahkan

pengelolaan DAS yang baik untuk penggunaan tanah dan air juga harus

melakukan perhitungkan dengan prinsip konservasi untuk mencapai hasil yang

optimum. Sehingga dapat mencegah pengelolaan yang mampu menimbulkan

banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau, dengan

memanfaatkan faktor meteorologi dan sifat-sifat fisik DAS serta aplikasi dari

beberapa software seperti ArcView 3.3, dan SigmaPlot 10.0 untuk

menganalisis karakteristik hidrologi yang timbul dengan adanya hubungan

dari karakteristik geomorfologi DAS tersebut.

Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu kajian terpadu mengenai pola

distribusi aliran DAS sebagai bentuk dari respon hidrologi dan hubungannya

dengan karakteristik geomorfologi terhadap pola distribusi yang menyebabkan

adanya karakteristik aliran hidrologi dengan berdasarkan penelitian-penelitian

terdahulu mengenai pengelolaan DAS.

Berikut ini tahapan-tahapan yang dilalui dalam pelaksanaan penelitian, yaitu :

a. Mengidentifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan langkah pertama yang harus dilakukan agar

pada penelitian ini masalah yang dibahas menjadi lebih jelas dan terarah

sehingga diperoleh penyelesaian masalah yang tepat sebagaimana yang

(25)

b. Studi Pustaka

Studi pustaka digunakan untuk mempelajari konsep karakteristik

morfometri dan parameter-parameter yang berpengaruh terhadap pola

distribusi aliran.

c. Penetapan Tujuan Penelitian

Menentukan tujuan penelitian untuk menjadikannya sebagai acuan terhadap

hasil akhir dari pada penelitian ini yakni menganalisis karakteristik

geomorfologi DAS dan hubunganya terhadap bentuk hidrograf dalam

suatu DAS.

d. Perumusan Masalah

Menjabarkan kembali inti permasalahan ke dalam suatu lingkup

permasalahan yang dapat diidentifikasi, hal ini digambarkan dalam sebuah

diagram alir penelitian seperti yang tampak pada halaman 20.

e. Hipotesa Awal

Setelah permasalahan dan informasi dapat teridentifikasi, dilakukan

hipotesa awal sebagai langkah awal dalam memprediksikan hubungan

karakteristik geomorfologi (morfometri) DAS terhadap bentuk aliran

hidrologi suatu DAS.

f. Pengumpulan Data dan Informasi

Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara pengumpulan

langsung data sekunder yang berasal dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai Citarum–Ciliwung dan berdasarkan laporan–laporan berkala serta

hasil survey yang dilakukan oleh para petugas lapangan BPDAS Citarum–

Ciliwung dan wawancara dengan pihak-pihak terkait.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai Analisis Hubungan Geomorfologi DAS Dengan

Karakteristik Hidrologi ini dilaksanakan selama lima bulan terhitung sejak

bulan Juni–Oktober 2009. Studi kasus ini dilakukan pada empat buah DAS

(26)

Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung, seperti DAS Ciliwung-Ciliwung

Hulu, Bogor (Gambar 4); DAS Cipopohkol-Cisadane, Bogor (Gambar 5);

DAS Cicangkeudan-Cidanau, Serang (Gambar 6); DAS Ciawitali-Cipunagara,

Subang (Gambar 7).

Gambar 4. Peta batas DAS Ciliwung-Ciliwung Hulu

(27)

Gambar 6. Peta batas DAS Cicangkeudan-Cidanau

Gambar 7. Peta batas DAS Ciawitali-Cipunagara

C. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini berupa peta–peta yang

berasal dari laporan monitoring dan evaluasi hasil pencatatan di Stasiun

Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) milik Balai Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai Citarum–Ciliwung, serta peta tanah, dan peta topografi dengan skala

peta 1:100.000, data iklim dan data hidrologi dengan periode pencatatan

(28)

Sedangkan peralatan yang digunakan untuk menganalisis penelitian ini

berupa perangkat komputer, alat tulis, dan alat hitung.

D. Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis dilakukan dengan menggunakan dua tahapan, untuk

tahapan pertama adalah tahap analisis geomorfologi DAS dan tahapan kedua

adalah analisisi hubungan curah hujan dan debit bulanan suatu DAS. Data yang

diperoleh dari kedua tahapan, diolah dengan bantuan perangkat komputer

dengan menggunakan beberapa aplikasi perangkat lunak seperti ArcView 3.3

untuk tahapan pertama dan SigmaPlot 10.0 untuk menganalisis tahapan kedua.

Berikut perincian pengolahan dan analisis data pada penelitian ini :

a. Data yang diperlukan

Data-data yang diperlukan untuk menyelesaikan studi ini sesuai dengan

batasan dan perumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Data Iklim yang digunakan adalah data curah hujan bulanan dengan

periode pencatatan tahunan dan Data Hidrologi berupa data debit

bulanan selama empat tahun (2005-2008) diperoleh dari Balai PSDA

atau Puslitbang Pengairan.

2. Peta Topografi, Peta batas DAS dan jejaringan sungai, dan Peta jenis

tanah merupakan data sekunder yang diperoleh dari BPDAS dengan

skala 1:100.000 yang dibuat pada tahun 2008.

b. Analisis Data

Berikut ini dua buah tahapan analisis yang perlu dilakukan untuk

memudahkan proses pengolahan data :

1. Analisis Karakteristik Geomorfologi

Analisis karakteristik geomorfologi diketahui dengan melakukan

analisis pada peta topografi dan peta batas DAS pada periode tertentu

kemudian peta tersebut ditumpang-tindihkan (overlay) dengan bantuan

aplikasi yang ada pada ArcView 3.3. Parameter yang dianalisis berupa

karakteristik morfometri DAS seperti bentuk DAS, batas dan luasan

(29)

panjang keseluruhan sungai utama dan anakannya. Untuk tahap ini

sebagian telah dianalisis oleh BPDAS yakni batas dan luasan DAS

serta delineasi peta.

2. Analisis Hidrologi

Analisis hidrologi pada DAS dilakukan dengan bantuan SigmaPlot

10.0. Dengan cara memplotkan data-data yang telah diperoleh dari BP

DAS Citarum-Ciliwung seperti data curah hujan bulanan dan debit

aliran bulanan selama kurun waktu empat tahun atau sama dengan 48

bulan. Respon hidrologi yang dianalisis meliputi bentuk hidrograf

yang merupakan hubungan antara curah hujan bulanan dengan debit

bulanannya selama kurun waktu tersebut. Dimana kurva yang

terbentuk merupakan hubungan dari debit bulanan dengan waktu

dimana asumsi yang digunakan dalam memprediksikan aliran

hidrogarf ini adalah curah hujan yang masuk ke setiap DAS adalah

sama atau merata, kemudian masing-masing bentuk hidrograf yang

terbentuk dari setiap DAS dibandingkan dengan beberapa DAS lain

yang memiliki karakteristik morfologi berbeda.

c. Penyajian Hasil

Hasil akhir analisis yang diperoleh dari tahapan sebelumnya disajikan

dalam bentuk skripsi yang berisi tentang hubungan karakteristik

(30)

Diagram Alir Penelitian

Hubungan karakteristik geomorfologi DAS dengan aliran hidrologi

Aliran hidrogrologi

Iklim Curah hujan, temperatur Intensitas hujan

Hidrologi Debit, sedimentasi, erosi

Input

Karakteristik geomorfologi DAS

Analisis

Morfometri DAS

Bentuk DAS, batas dan luas DAS, panjang sungai utama, orde sungai, dan tingkat kerapatan drainase

Topografi Kemiringan lereng

Tanah Jenis tanah

Tata guna lahan Persentase Pertanian, non-pertanian

(31)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Geomorfologi Daerah Aliran Sungai

Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung memiliki Stasiun

Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) yang merupakan satu-satunya alat

pendeteksi prilaku hidrologi. Keberadaan alat ini merupakan cikal bakal dari

munculnya kegiatan yang menyangkut monitoring dan evaluasi pengelolaan

DAS. Stasiun pengamatan ini memiliki kelebihan terhadap kepastian dalam

pencatatan data kondisi hidrologi daerah aliran sungai namun belum dapat

memastikan kondisi fisik atau morfometri DAS yang berada di daerah

pengamatan tersebut. Analisis hidrologi yang dilakukan oleh Balai

Pengelolaan DAS ini menggunakan input berupa curah hujan yang memiliki

pengaruh terhadap media transport hidrologi dengan output berupa debit

aliran, tinggi muka air dan debit sedimen pada masing-masing outlet daerah

aliran sungai.

Secara teoritis, karakteristik hidrologi dapat diprediksikan dengan

menggunakan data karakteristik geomorfologi (Tabel 2) secara kuantitatif dan

kualitatif yang terdiri dari bentuk daerah pengaliran sungai yang merupakan

batas dan luas daerah aliran sungai, bentuk jejaringan sungai, panjang sungai

utama, orde sungai, dan tingkat kerapatan drainase, kemiringan sungai serta

jenis tanah yang dimiliki masing–masing daerah aliran sungai tersebut. Secara

garis besar karakteristik geomorfologi ini menggambarkan keadaan umum

yang mempengaruhi kondisi hidrologi sungai. Karakteristik geomorfologi

secara kuantitatif akan menggambarkan karakteristik morfometri dari suatu

DAS yang juga dapat digunakan untuk memprediksikan respon hidrologi

dengan beberapa parameter seperti koefisien bentuk, kerapatan sungai, lebar

rata-rata, faktor topografi, kekasaran DAS panjang aliran DAS dan nisbah

(32)

Tabel 2. Karakteristik Geomorfologi DAS

Karakteristik DAS Nama DAS

Ciliwung Hulu Cisadane Hulu Cidanau Cipunagara Bentuk DAS* Memanjang Memanjang Membulat Membulat

Bentuk

jejaringan sub DAS*

Paralel Bulu burung Bulu burung Radial

Luas DAS (Ha) 155.21 145.2 485.4 555.84

Jenis tanah Regosol Regosol Aluvial Aluvial Ket. Data diatas hasil komplikasi dari berbagai sumber kecuali yang bertanda*

Berikut penjelasan terkait parameter-parameter yang menggambarkan

karakteristik geomorfologi DAS (Tabel 2) sebagai suatu nilai kuantitatif yang

mempengaruhi karakteristik aliran sungai :

a. Bentuk DAS

Dari beberapa parameter karakteristik geomorfologi dalam suatu bentuk

pengaliran daerah aliran sungai seperti yang telah disebutkan pada Tabel 2

memiliki makna yang dapat menjelaskan bahwa hubungan geomorfologi

dengan respon hidrograf dari masing-masing DAS. Bahwa karakteristik

geomorfologi yang memiliki hubungan tersebut adalah bentuk aliran yang

dinyatakan dalam indeks “koefisien bentuk, F”. Dari perbandingan setiap luas

(33)

diketahui bahwa semakin besar luasan daerah pengaliran sungai maka semakin

lebar daerah pengaliran anak–anak sungainya, begitu pula sebaliknya semakin

kecil luasan daerah pengaliran sungai maka semakin sempit daerah pengaliran

anak–anak sungainya dan panjang daerah alirannya, hal ini sesuai dengan

pernyataan yang disampaikan oleh Sosrodarsono dan Takeda (1983). Bagi

daerah aliran sungai yang memiliki luas daerah pengaliran sempit dan panjang

akan menimbulkan limpasan dengan waktu kosentrasi yang lebih lambat

dibandingkan daerah yang memiliki luas daerah pengaliran yang melebar pada

luasan yang sama. Seperti yang diilustrasikan oleh Strahler (1977) pada Gambar

2 menyatakan bahwa DAS yang memiliki bentuk memanjang atau jejaringan

sub DAS paralel maupun bulu burung akan memiliki bentuk hidrograf yang

lebih rendah dibandingkan DAS yang memiliki bentuk jejaringan sub DAS

radial atau bentuk membulat. Menurut Chorley (1969) bentuk DAS ini

dikontrol oleh struktur geologi yang berada di sekitar DAS, bentuk DAS juga

merupakan pengontrol penting geometri dari jejaringan sungai. Oleh karena itu,

potensi peluang terjadinya banjir pada DAS yang memiliki bentuk jejaringan

sub DAS radial atau bentuk DAS membulat seperti DAS Cipunagara, peristiwa

banjir sangat mungkin terjadi dibandingkan dengan ketiga DAS lainnya yang

memiliki bentuk memanjang atau paralel maupun bulu burung. Peluang banjir

besar dapat terjadi pada DAS Cipunagara, DAS Cisadane, DAS Cidanau

kemudian DAS Ciliwung secara berturut-turut dinyatakan dengan nilai F yaitu

0.46, 0.234, 0.19, dan 0.141 sebagai besarnya nilai indeks yang

menggambarkan bentuk luasan daerah pengaliran sungai.

a. 1. Daerah Aliran Sungai Ciliwung-Ciliwung Hulu

(34)

Berdasarakan karakteristik pengalirannya DAS Ciliwung Hulu dengan

bentuk sungai seperti Gambar 8 termasuk golongan DAS yang menyerupai

bentuk memanjang dan bentuk jejaringan sub DAS paralel, DAS dikatakan

paralel apabila pada sungai utama terdapat dua jalur daerah pengaliran yang

bersatu dibagian hilir. DAS yang memiliki bentuk seperti ini akan menyebabkan

peluang terjadinya banjir disebelah hilir (perlu data pendukung, banjir di

hilir???) titik pertemuan anak sungai tersebut.

Bila dinyatakan dalam bentuk indeks “koefisien bentuk, F” yang

merupakan perbandingan dari luas daerah aliran sungai dengan panjang sungai

utama adalah sebesar F = 0.141, dimana luas DAS Ciliwung Hulu adalah

sebesar 155.21 ha dan panjang sungai utamanya adalah 3.32 km. Sungai utama

DTA SPAS Ciliwung Hulu–Ciliwung ini memiliki titik elevasi tertinggi pada

ketinggian 1437.5 m dpl dengan titik terendah (outlet) 1050 m dpl, sehingga

kemiringan sungai utamanya mencapai 11.68%. DAS Ciliwung ini memiliki

anak sungai dengan orde 2, panjang seluruh anak sungai DAS Ciliwung ini

mencapai 4.14 km dengan kerapatan sungai sebesar 2.67 km/km2.

a. 2. Daerah Aliran Sungai Cipopohkol-Cisadane

Gambar 9. Bentuk Daerah Aliran Sungai Cipopohkol-Cisadane

Dibandingkan dengan DAS Ciliwung, DAS Cisadane memiliki

karakteristik pengaliran sungai yang berbentuk memanjang dan jejaringan sub

DAS seperti bulu burung, dimana pada jalur kiri dan kanan sungai utama

terdapat anak-anak sungai. Daerah pengaliran sungai yang memiliki bentuk

(35)

jumlah anak-anak sungai yang banyak dan tersebar di setiap jalur kiri dan kanan

sungai utamanya, peristiwa banjir akan berlangsung agak lama, hal ini

disebabkan karena debit aliran yag dihasilkan dari anak-anak sungai tersebut

berbeda-beda. Sedangkan indeks “koefisien bentuk, F” DAS Cisadane adalah F

= 0.234, dimana luas daerah aliran sungainya sebesar 145.2 ha dan panjang

sungai utamanya adalah 5.1 km. DAS Cisadane ini memiliki ketinggian wilayah

DTA SPAS Cipopohkol–Cisadane antara 587.5 m dpl dan 812.5 m dpl.

Sehingga kemiringan sungai utama DAS Cisadane adalah 9.03%. DAS

Cisadane ini memiliki anak sungai dengan orde 2 dengan panjang seluruh anak

sungai mencapai 4.82 km dengan kerapatan sungai sebesar 3.32 km/km2.

a. 3. Daerah Aliran Sungai Cicangkeudan-Cidanau

Gambar 10. Bentuk Daerah Aliran Sungai Cicangkeudan-Cidanau

Bentuk DAS Cicangkeudan-Cidanau seperti pada Gambar 10 memiliki

karakteristik pengaliran dengan bentuk sungai membulat dan bentuk jejaringan

seperti bulu burung sebagaimana DAS Cisadane. Meskipun memiliki bentuk

pengaliran sungai yang sama namun indeks dari “koefisien bentuk, F” DAS

Cidanau sebesar F = 0.19, dimana luas DAS adalah 485.4 ha dan panjang

sungai utamanya adalah 5.1 km. DTA SPAS Cicangkeudan–Cidanau ini

memiliki ketinggian wilayah antara 50 m dpl dan 150 m dpl sehingga memiliki

(36)

sungai dengan orde 3 dengan panjang seluruh anak sungai mencapai 16.73 km

dengan kerapatan sungainya sebesar 3.45 km/km2.

a. 4. Daerah Aliran Sungai Ciawitali-Cipunagara

Gambar 11. Bentuk Daerah Aliran Sungai Ciawitali-Cipunagara

Bentuk DAS Ciawitali-Cipunagara sebagaimana yang terlihat pada

Gambar 11 memiliki karakteristik pengaliran dengan bentuk sungai membulat

atau pola jejaringan sub DAS berbentuk radial, dinyatakan radial karena

anak-anak sungai terkosentrasi ke suatu titik secara radial. Pada daerah pengaliran

sungai dengan corak seperti ini, apabila terjadi banjir maka peristiwa peluang

terjadinya banjir besar akan sangat mungkin terjadi pada titik pertemuan

anak-anak sungai (data??/), hal ini diperkuat dengan bentuk topografi DAS

Cipunagara yang memiliki perbedaan topografi seperti yang tampak pada

gambar, daerah peta yang berwarna kuning adalah daerah yang memiliki

ketinggian lebih rendah sehingga Das Cipunagara memiliki kemiringan daerah

pengaliran yang agak curam. Indeks “koefisien bentuk, F” DAS Cipunagara

adalah F = 0.46, dimana luas DAS 555.84 ha dan panjang sungai utamanya

adalah 3.5 km. DTA SPAS Ciawitail-Cipunagara ini memiliki ketinggian

wilayah antara 50 m dpl hingga 450 m dpl sehingga kemiringan sungai

utamanya sebesar 11.49%. DAS Cipunagara ini memiliki anak sungai dengan

orde 3 dengan panjang seluruh anak sungai 12.15 km dengan kerapatan sungai

(37)

b. Kerapatan Sungai

Kerapatan daerah pengaliran sungai dapat dinyatakan dalam suatu

indeks yang menyatakan banyaknya anak-anak sungai persatuan luas dalam

suatu daerah pengaliran dan dinyatakan dengan notasi nilai D. Berdasarkan

hasil analisis bentuk DAS sebelumnya dapat dilihat bahwa masing-masing DAS

memiliki anak-anak sungai dengan jumlah orde tertentu, sehingga dapat

ditentukan nilai D masing-masing DAS seperti DAS Ciliwung-Ciliwung Hulu,

DAS Cipopohkol-Cisadane, DAS Cicangkeudan-Cidanau, dan DAS

Ciawitali-Cipunagara secara berturut-turut adalah 2.67/km, 3.32/km, 3.45/km, 2.19/km.

Perlu ada penjelasan hubungan kerapatan thd kemiringan untuk

menjelaskan teori di bawah.

Besarnya nilai D ini menyatakan keadaan geologi suatu daerah aliran

sungai, apabila suatu daerah aliran sungai memiliki nilai D yang relatif kecil,

maka daerah aliran sungai tersebut kemungkinan memiliki keadaan geologi

yang permeabel, seperti terdapat banyak gunung atau daerahnya berlereng terjal

(Sosrodarsono dan Takeda, 1983).

c. Morfometri DAS yang lain

Disamping kedua indeks diatas, parameter-parameter karakteristik

daerah aliran sungai lainnya yang meliputi luasan dan kemiringan DAS, pola

jejaringan sungai, nisbah percabangan serta kemiringan sungai diantaranya

adalah :

Tabel 3. Karakteristik Morfometri DAS

(38)

Ket. W = Lebar Rata-rata DAS T = Faktor Topografi Lg = Panjang Aliran Limpasan Rb = Nisbah Percabangan Ru = Kekasaran DAS F = Faktor Bentuk

D = kerapatan Sungai

1. Lebar Rata-rata DAS (W)

Lebar rata-rata DAS merupakan hasil bagi luas DAS dengan panjang DAS,

pada daerah aliran sungai yang menjadi daerah penelitian ini seperti yang

tampak pada Tabel 3, bahwa DAS Cipunagara memiliki lebar daerah aliran

sungai yang lebih besar dibandingkan daerah aliran sungai lainnya yakni

sebesar 1.59 km, hal ini sesuai dengan yang digambarkan dalam pola bentuk

aliran sungai yang berbentuk radial. Sebagaimana yang diilustrasikan pada

Gambar 2 DAS yang memiliki bentuk membulat ataupun bentuk jejaringan

sub DAS radial memiliki bentuk hidrograf yang lebih besar dibandingkan

dengan DAS yang memiliki bentuk jejaringan sub DAS paralel maupun

bentuk DAS memanjang.

2. Nisbah Percabangan (Rb)

Nisbah percabangan juga dapat diprediksikan melalui orde percabangan

aliran sungai. Nisbah percabangan ini berpengaruh terhadap debit puncak

suatu aliran hidrograf. Nisbah percabangan yang kecil akan menyebabkan

aliran permukaan yang bergerak secara cepat, sehingga waktu tenggang (lag

time) menjadi singkat dan debit puncak aliran hidrograf menjadi bertambah

besar, sebaliknya bila nisbah percabangan suatu daerah aliran sungai besar,

hal ini akan menyebabkan aliran permukaan bergerak lambat, sehingga

waktu tenggang menjadi lama dan debit puncak hidrograf menjadi lebih

kecil. Secara berturut-turut nilai nisbah percabangan masing-masing DAS

penelitian adalah 0.33, 0.33, 0.5 dan 0.5.

3. Faktor Topografi (T)

Faktor topografi (T) merupakan kombinasi dari faktor kemiringan dan

panjang sungai utama. Secara berturut-turut besarnya nilai T masing-masing

DAS adalah 3.07 km, 2.62 km, 12.18 km, dan 3.25 km. Daerah pengaliran

dengan faktor topografi yang kecil mencerminkan suatu DAS dengan

(39)

daerah aliran sungai masing-masing memiliki kemiringan 11.68%, 9.03%

dan 11.49%. Sebaliknya daerah yang pengaliran aliran sungai dengan faktor

topografi yang besar menunjukkan bahwa DAS tersebut memiliki sungai

yang landai (kecil) seperti pada DAS Cidanau yang memiliki kemiringan

1.73% saja.

4. Kekasaran DAS (Ru)

Hubungan antara kerapatan sungai dengan beda ketinggian tempat tertinggi

dan terendah (outlet) dalam suatu daerah pengaliran aliran sungai,

dinamakan dengan kekasaran DAS yang dinotasikan dengan Ru. Daerah

pengaliran yang mempunyai kerapatan sungai atau beda elevasi tempat

tertinggi dengan terendah (outlet) yang besar mencerminkan daerah aliran

sungai dengan kekasaran yang besar. Daerah yang mempunyai

gunung-gunung yang tinggi dan terjal secara relatif akan menggambarkan nilai

kekasaran DAS yang besar, seperti yang digambarkan oleh daerah aliran

sungai Cipunagara. Berikut nilai Ru masing-masing DAS, 1.04, 0.747,

0.302 dan 0.875.

5. Panjang Aliran Limpasan

Panjang aliran limpasan (Lg) adalah perbandingan terbalik dengan dua kali

kerapatan sungai. Masing-masing DAS memiliki panjang limpasan secara

berturut-turut 0.187 km, 0.151 km, 0.145 km, dan 0.227 km. Panjang

limpasan ini dipengaruhi oleh besarnya nilai kerapatan sungai, semakin

besar nilai kerapatan yang dimiliki oleh suatu daerah aliran sungai seperti

DAS Ciandau, 3.45 km-1, panjang limpasan aliran sungai menjadi semakin

kecil.

B. Karakteristik Aliran Sungai

Setelah mengetahui karakteristik geomorfologi dari suatu daerah aliran

sungai, berikut analisis distribusi aliran hidrologi yang menggambarkan respon

hidrologi akibat adanya hubungan karakteristik morfometri. Berikut ini grafik

aliran hidrologi yang disajikan dalam bentuk grafik analisis aliran hidrologi

(hidrograf), data-data yang digunakan merupakan hasil dari pencatatan secara

(40)

empat tahun atau sama dengan 48 bulan, oleh petugas monitoring dan evaluasi

tata air SPAS BP DAS Citarum-Ciliwung, data yang digunakan untuk

menggambarkan hidrograf ini merupakan data rerataan curah hujan bulanan dan

debit bulanan di masing-masing Stasiun Pengamatan Aliran Sungai yang

menjadi fokus dari daerah penelitian, yakni SPAS DAS Ciliwung

Hulu-Ciliwung, Bogor; SPAS DAS Cipopohkol-Cisadane, Bogor; SPAS DAS

Cicangkeudan-Cidanau, Serang dan SPAS DAS Ciawitail-Cipunagara,

Subang, semenjak tahun 2005-2008 atau sama dengan 48 bulan pengamatan

yang disajikan dalam grafik hubungan curah hujan bulanan dengan debit

bulanannya. Gambar 12 menyatakan grafik hubungan curah hujan dengan debit

bulanan dari keempat DAS yang menjadi daerah pengamatan dalam penelitian

ini.

grafik curah hujan dan debit bulanan DAS Cipopohkol-Cisadane

bulan

ke-bulan ke- vs Curah Hujan bulan ke- vs Debit Air

grafik curah hujan dan debit bulanan DAS Cicangkeudan-Cidanau

bulan

ke-bulan ke- vs Curah Hujan bulan ke- vs Debit Air

(a) (b)

grafik curah hujan dan debit bulanan DAS Ciawitali-Cipunagara

bulan

ke-bulan ke- vs Curah Hujan bulan ke- vs Debit Air

grafik curah hujan dan debit bulanan DAS Ciliwung-Ciliwung Hulu

bulan

ke-bulan ke- vs Curah Hujan bulan ke- vs Debit Air

s

(41)

Gambar 12. Grafik Curah Hujan dan Debit Bulanan DAS Cipopohkol-Cisadane

(a), DAS Cicangkeudan-Cidanau (b), DAS Ciawitali-Cipunagara (c)

dan DAS Ciliwung-Ciliwung Hulu (d)

Pada gambar grafik-grafik tersebut tampak perbedaan intensitas curah

hujan yang jatuh ke daerah pengaliran aliran sungai dan perbedaan bentuk

hidrograf. Dari keempat gambar grafik tersebut respon hidrograf dinyatakan

dalam kurva hubungan debit aliran dengan waktu. Debit aliran yang

digunakan pada analisis hidrograf ini merupakan debit rataan tiap bulan untuk

tempo waktu empat tahun begitu pula curah hujan yang digunakan merupakan

curah hujan rataan bulanan. Pada keempat gambar grafik hubungan curah

hujan dan debit bulanan ini bentuk kurva tampak fluktuatif. Besarnya curah

hujan yang masuk ke daerah pengaliran sungai ini tergantung pada luasan

DAS dan batas antar DAS. Untuk DAS yang memiliki luasan besar tentu akan

menghasilkan debit puncak yang lebih besar dibandingkan dengan DAS yang

memiliki luasan lebih kecil (sebutkan DAS yg mana aja?).

Dengan skala debit yang digunakan berkisar antara 0-100 m3/dtk/bln

sedangkan skala curah hujan berkisar antara 0-1400 mm/bln, respon hidrograf

yang tampak relatif konstan terjadi pada DAS Cidanau yakni dengan debit

aliran berada pada interval 0-10 m3/dtk/bln sedangkan curah hujannya tampak

fluktuatif berada pada interval 0-600 mm/bln. Curah hujan rata-rata dari setiap

DAS selama periode empat tahun tersebut secara berturut-turut adalah

199,4771 mm/bln, 122,0083 mm/bln, 166,55 mm/bln dan 212,0563 mm/bln

sedangkan debit rata-ratanya adalah 28,50461 m3/dtk/bln, 21,52481

m3/dtk/bln, 3,896875 m3/dtk/bln dan 12,09163 m3/dtk/bln untuk DAS

Ciliwung, DAS Cisadane, DAS Cidanau dan DAS Cipunagara. Respon

hidrograf tertinggi terjadi pada DAS Cipunagara dengan debit rataan bulanan

sebesar 85 m3/dtk/bln yang terjadi pada bulan ke-39 sedangkan curah hujan

tertinggi yang terjadi pada saat itu adalah 464 mm/bln. Namun, respon

hidrograf DAS Ciliwung pada bulan ke-36 mendapatkan curah hujan rata-rata

bulanan maksimum sebesar 1241 mm/bln dengan debit rataannya sebesar

(42)

Cicangkeudan-Cidanau memiliki curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan dengan DAS

lainnya. Variasi curah hujan ini terjadi akibat adanya perbedaan intensitas dan

distribusi hujan menurut ruang dan waktu hal ini terjadi tentu dikarenakan

adanya pengaruh dari faktor meteorologi (iklim). Meskipun memiliki curah

hujan yang tinggi DAS Cicangkeudan-Cidanau ini memiliki debit aliran yang

relatif konstan dibandingkan DAS lainnya, hal ini merupakan pengaruh dari

faktor fisiografi (morfologi) yang dimiliki DAS tersebut yakni kemiringan

sungai (slope) yang lebih landai (1.73%) dibandingkan DAS

Ciliwung-Ciliwung Hulu sebesar 11.68%. Selain faktor kemiringan hal lainnya yang

mempengaruhi bentuk aliran hidrograf ini adalah panjang sub-sub DAS atau

anak sungai yang dimiliki oleh DAS Cicangkeudan-Cidanau ini. Besarnya

bentuk dengan slope aliran sungai utama yang lebih rendah seperti yang

dimiliki oleh DAS Cicangkeudan-Cidanau menghasilkan bentuk hidrograf

yang relatif konstan atau lebih rendah dibandingkan DAS yang memiliki

bentuk luasan sama namun beda elevasi (slope) aliran sungai utama yang lebih

curam.

Ketika variasi hujan tersebut diasumsikan merata untuk keempat DAS

tersebut maka bentuk dan ukuran hidrograf yang akan terjadi adalah tampak

(43)

Gambar 13 Grafik hidrograf daerah aliran sungai

Pada grafik aliran hidrologi yang tampak pada Gambar 13, grafik

tersebut menggunakan asumsi bahwa intensitas curah hujan rataan bulanan yang

terjadi merata selama empat tahun atau sama dengan 48 bulan pada setiap

daerah pengamatan sehingga dapat dilihat bahwa respon hidrograf dari setiap

daerah pengaliran sungai yang lebih ideal. Dengan mengansumsikan intensitas

curah hujan ini maka dari grafik tersebut tampak adanya respon hidrologi yang

relatif sama seperti yang terjadi pada DAS Cidanau dan DAS Cisadane.

Respon hidrograf suatu daerah aliran sungai dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti faktor morfometri dan faktor meteorologi. Secara teori hidrograf,

bahwa suatu DAS yang mendapat masukan curah hujan tertentu akan

menghasilkan suatu aliran hidrograf yang bentuk dan ukuran tertentu. Dengan

kata lain masukan dengan curah hujan tertentu akan menghasilkan respon aliran

hidrograf tertentu pula, hal ini didasarkan pada faktor meteorologi. Sedangkan

jika didasarkan pada faktor fisiografi atau morfometri, respon aliran hidrologi

ini cenderung dipengaruhi oleh bentuk, kerapatan DAS, nisbah percabangan,

(44)

ditunjukkan dengan tinggi rendahnya debit puncak aliran hidrologi pada grafik

aliran hidrograf.

Respon hidrograf sebagaimana yang tampak pada Gambar 13,

perbandingan antara nisbah percabangan dari keempat DAS dilihat debit puncak

aliran suatu hidrograf, untuk daerah aliran sungai yang memiliki bentuk daerah

pengaliran sungai radial memiliki debit puncak yang lebih tinggi dimana titik

maksimum berada pada 140 m3/dtk/bln dibandingan dengan bentuk pengaliran

sungai seperti bulu burung maupun paralel. Seperti yang telah dijelaskan pada

subbab (???) karakteristik geomorfologi DAS, bentuk aliran sungai

Cipunagara memiliki bentuk radial, sedangkan untuk bentuk pengaliran sungai

Ciliwung dan Cisadane adalah bentuk aliran paralel serta sungai Cidanau

berbentuk seperti bulu burung.

Pada grafik analisis aliran hidrologi (Gambar 13), DAS Cidanau dan

DAS Cisadane menunjukan respon yang relatif sama sejak tahun pertama

pengamatan sampai tiga setengah tahun pengamatan grafik aliran hidrograf

pada interval 0-110 m3/dtk/bln dari bulan ke-1 hingga bulan ke-37

dibandingkan dengan DAS Ciliwung yang memberikan respon maksimum lebih

rendah yakni 50 m3/dtk/bln dan DAS Cipunagara yang memberikan respon

hidrograf maksimum yang tinggi yakni 140 m3/dtk/bln dari kedua DAS

tersebut. Hal ini tentu dikarenakan oleh dua faktor utama yakni faktor

morfometri dan faktor meteorologi. Pada analisis grafik aliran hidrograf yang

ditampilkan dalam Gambar 13 dengan asumsi intensitas curah hujan bulanan

yang jatuh di daerah pengailiran sungai adalah merata namun memiliki faktor

fisiografis yang unik pada setiap daerah pengaliran sungai. Misalnya, DAS

Cidanau meskipun memiliki bentuk aliran sungai paralel dengan panjang sungai

utamanya 5.1 km, namun memiliki luas yang cukup besar yakni sekitar 485.4 ha

dan beda elevasi yg kecil yakni 87.5 m dpl atau sama dengan 1.73% (tergolong

landai) dengan kerapatan sekitar 3.45 km-1 ini menghasilkan debit aliran

limpasan di daerah SPAS yang cukup besar dan berpotensi menghasilkan banjir

yang cukup besar. Hal ini didukung dengan jumlah anak sungai yg cukup

(45)

Sedangkan DAS Cisadane pada grafik analisis hidrograf memberikan

respon yang relatif sama dengan DAS Cidanau ini memiliki karakter

morfometri sebagai berikut, bentuk daerah pengaliran sungai tampak seperti

bulu burung dengan percabangan yang kecil (orde 2) dengan panjang seluruh

anakan sungai sekitar 4.817 km dan panjang sungai utama yang kecil yakni

hanya sekitar 2.49 km, jika dilihat dari karakter morfometrinya DAS ini

semestinya tidak bisa memberikan respon seperti yang dihasilkan oleh DAS

Cidanau namun dengan beda elevasi yang besar yakni 225 m dpl atau sama

dengan 9.03% kemiringan sungainya dan dengan panjang aliran sungai yang

tergolong kecil, 0.151 km, inilah yang menyebabkan DAS Cisadane ini mampu

memberikan respon yang relatif sama.

Respon hidrograf yang dihasilkan oleh DAS Cipunagara maupun DAS

Ciliwung, pada DAS Cipunagara dengan karakter morfologi berbentuk

jejaringan sub DAS radial dan panjang sungai utama yang relatif kecil, 3.48 km.

Namun memiliki beda elevasi yang besar yakni sekitar 400 m dpl atau sama

dengan 11.49% kemiringan sungainya dan panjang aliran anak sungai sekitar

12.149 km menyebabkab respon aliran hidrograf dengan debit aliran yang

relatif lebih tinggi dibandingkan dengan DAS-DAS lainnya yang menjadi

daerah pengamatan ini. Sedangkan DAS Ciliwung dengan karakter morfometri

berbentuk memanjang dan jejaringan sub DAS paralel dengan panjang sungai

utama relatif kecil sekitar 3.32 km dan beda tinggi yang cukup besar sekitar

387.5 m dpl atau sama dengan 11.86%, namun memiliki nisbah percabangan

yang kecil (orde 2) dan panjang seluruh anakan sungai yang relatif besar untuk

nisbah percabangan seperti DAS Ciliwung, 4.143 km ini menyebabkan

lambatnya debit aliran sungai.

Kerapatan sungai juga berpengaruh terhadap pola distribusi aliran

sungai. Kerapatan sungai yang tinggi dengan nilai kerapatan yang relatif kecil

seperti yang dimiliki oleh DAS Cipunagara, 2.19 km-1, akan menyebabkan

distribusi aliran permukaan bergerak secara cepat, sehingga waktu tenggang

(lag time) menjadi singkat dan debit puncak aliran hidrologi menjadi bertambah

besar. Dengan kata lain kemungkinan terjadinya banjir besar pada DAS ini

(46)

2.67 km-1 tidak memberikan respon yang sesuai dengan teori yang ada. Hal ini

dikarena faktor morfometrinya yang berbeda dengan DAS Cipunagara, yakni

bentuk alirannya yang berupa paralel dan panjang aliran sungai yang tergolong

panjang dan nisbah percabangan yang relatif kecil yang telah menyebabkan

penyimpangan dari teori.

Dari hasil analisis ini nampak bahwa pola distribusi aliran sungai

merupakan proyeksi dari respon hidrologi terhadap faktor fisiografi dan faktor

meteorologi. Bentuk hidrograf yang dimiliki oleh suatu DAS relatif berbeda

sebab suatu daerah pengaliran aliran sungai yang mendapatkan masukan curah

hujan tertentu akan menghasilkan suatu hirograf aliran yang bentuk dan ukuran

tertentu pula menurut ruang dan waktu. Hal ini terjadi akibat adanya variasi

(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

1. Pola distribusi aliran sungai merupakan respon akibat adanya pengaruh

dari karakteristik geomorfologi dalam suatu daerah aliran sungai.

2. Bentuk aliran hidrologi yang digambarkan dalam bentuk hidrograf

merupakan proyeksi dari pola distribusi aliran yang dipengaruhi oleh

besarnya curah hujan menurut ruang dan waktu terjadinya serta morfologi

dari suatu daerah aliran sungai.

3. Bentuk aliran atau “koefisien bentuk, F” menggambarkan potensi peluang

terjadinya banjir pada DAS dimana DAS yang memiliki bentuk jejaringan

sub DAS radial atau bentuk DAS yang membulat memiliki peluang yang

cukup besar dibandingkan dengan DAS lainnya yang memiliki bentuk

jejaringan sub DAS paralel maupun bulu burung atau bentuk DAS yang

memanjang.

b. Saran

1. Perlu adanya evaluasi lokasi Stasiun Pengamatan Aliran Sungai (SPAS)

dibeberapa titik rawan banjir seperti pada beberapa titik pertemuan anakan

sungai untuk setiap DAS yang memiliki nisbah percabangan besar dan DAS

yang memiliki bentuk jejaringan aliran radial, serta kemiringan sungai

utama yang terjal.

2. Perlu dilakukan validasi terhadap aliran hidrologi yang terbentuk akibat

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Muhammad; Suryani, E; Tarigan, S.D; dan Agus, F. 2005. Optimasi Perencanaan Penggunaan Lahan Dengan Bantuan SIG dan Soil and Water Assessment Tool: Suatu Studi di DAS Cijalupang, Jawa Barat. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Barus, B. dan Wiradisastra, U. 2000. Sistem Informasi Geografi Sarana Manajemen Sumberdaya. Bogor; Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian. IPB Bogor

[BPDAS]. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung. 2005. Laporan Monitoring dan Evaluasi SPAS Tahun 2005. Departemen Kehutanan. Balai Pengelolaan DAS Citarum–Ciliwung.

_________. 2006. Laporan Monitoring dan Evaluasi SPAS Tahun 2006. Departemen Kehutanan. Balai Pengelolaan DAS Citarum–Ciliwung.

_________. 2007. Laporan Monitoring dan Evaluasi SPAS Tahun 2007. Departemen Kehutanan. Balai Pengelolaan DAS Citarum–Ciliwung.

_________. 2008. Laporan Monitoring dan Evaluasi SPAS Tahun 2008. Departemen Kehutanan. Balai Pengelolaan DAS Citarum–Ciliwung.

Chorley, R. J. 1969. Introduction to Physical Hidrology. First Published. Methtuen And Co. Ltd. London

Chow, Ven-Te. 1964. Handbook of Applied Hidrology. Mc Graw Hill Book, New York.

Farida dan van Noordwijk, Meine. 2004. Analisis Debit Sungai Akibat Alih Guna Lahan Dan Aplikasi Model Genriver Pada Das Way Besai, Sumberjaya. AGRIVITA VOL. 26 NO.1. Edisi MARET 2004

Febriani, Corry. 2007. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Dan Pengaruhnya Terhadap Debit Aliran Sungai (Studi Kasus sub-DAS Cisadane Hulu, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Program Studi Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB.

Haeruman Js, Herman. 1989. Pengelolaan Catchment Area Danau Tempe. Makalah Seminar Hasil Penelitian IPB Tahap V, Bogor

Halim, Abdul. 1990. Pengaruh Karakteristik Hidrologi Terhadap Limpasan Permukaan DAS Ciliwung Hulu. Skripsi. Program Studi Mekanisasi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Harjadi, Beny; Prakosa, Dodi; dan Wuryanta, Agus. 2007. Analisis Karakteristik Kondisi Fisik Lahan DAS Dengan PJ Dan SIG Di DAS Benain-Noelmina, NTT. Jurnal. Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No.2 (2007) p:74-79

(49)

Sukabumi. Laporan Penelitian Proyek Operasi dan Perawatan Fasilitas (OPF) IPB, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor

Seyhan, E. 1977. Regression Morphometrical Variables with Synthetic Hydrograph Parameters. Geografisch Instituut Utrecht, Nederland

Sosrodarsono, S dan K. Takeda. 1983. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradaya paramita. Jakarta.

Strahler, A. N. 1957. Quantitative Analysis of Watershed Geomorphology. Transactions American Geophysical Union. Volume 38, 913-920.

Suhartanto, Ery. 2001. Optimasi Pengelolaan DAS di Sub Daerah Aliran Sungai Cidanau Kabupaten Serang Propinsi Banten Menggunakan Model Hidrologi ANSWERS (Optimal Watershed Management of Cidanau Sub Watershed Kabupaten Serang, Banten Province Using

ANSWERS Hydrologic Model). Makalah Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana / S3. Institut Pertanian Bogor

Suhartanto, Ery. 2008. Pengelolaan DAS Brantas Hulu.

http://tanah.brawijaya.ac.id/publikasi-ilmiah/Pengelolahan-DAS-Brantas-Hulu. Dipublis, 01 December 2008. Diakses 19 Maret 2009

Surgawan, Ittok Kasiwi Fajar. 2004. Analisa Tingkat Kekritisan DAS Di Sub DPS Bango Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi. Tugas Akhir. Jurusan Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.

Suroso dan Susanto, Hery Awan. 2006. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir Daerah Aliran Sungai Banjaran. Jurnal. Teknik Sipil Universitas Jenderal Soedirman, Vol. 3 , No. 2, edisi Juli 2006

Suyono. 1986. Analisa Hidrograf Aliran Sungai Cimanuk Di Atas Leuwigoong Kabupaten Garut Jawa Barat. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(50)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

(51)

Lampiran 1

Data Curah Hujan dan Debit Bulanan Daerah Penelitian

DAS Ciliwung Hulu

SubDAS Ciliwung Hulu

data curah hujan bulanan

jan feb mar apr may jun jul aug sep oct nov dec

2005 499 517 617 443 265 528 372 434 224 416 183 729

2006 51 166.2 176.9 150.8 55.8 18 15.1 2.3 0 3 20.2 23

2007 415 107 18 130 4 25 9 3 16 244 555 1241

2008 0 80.7 61.2 121.9 13.9 36.6 18.5 0.5 0 252.6 232.8 79.9

data debit bulanan

jan feb mar apr may jun jul aug sep oct nov dec

2005 27.2 23.18 12.09 37.4 8.51 2.17 1.49 3.93 5.08 3.339 5.9 34.91

2006 50.31 46.28 51.22 49.65 51.27 49.53 50.87 50.87 49.11 50.73 48.67 50.41

2007 51.45 45.78 50.35 48.76 50.33 48.66 50.35 50.02 48.51 50.38 48.62 50.62

(52)

DAS Cisadane

SubDAS Cisadane Hulu

data curah hujan bulanan

jan feb mar apr may jun jul aug sep oct nov dec

2005 294.8 188.8 131.9 127 138 88.3 50.7 27.5 14.9 15.3 378 452

2006 274 258.5 114.6 36.1 81.5 48 27.5 68 11.5 17 62.3 311

2007 205.6 126.5 128.5 107.5 96 97 59.6 30 89.5 192.4 81.3 331.2

2008 74.8 110.4 172 159.1 135.5 70.3 0 0 30 0 166 176

data debit bulanan

jan feb mar apr may jun jul aug sep oct nov dec

2005 67.46 26.89 59.04 58.36 60.84 67 58.83 56.95 71.27 71.26 65.36 75.05

2006 1.11 0.93 0.42 1.67 0.36 0.26 0.25 0.24 0.24 0.24 0.56 0.5

2007 19.48 13.97 21.58 21.88 24.52 21.1 23.48 17.06 28.16 23.25 27.64 32.46

2008 1.3071 1.04574 1.2622 1.322 1.1865 1.0301 0.9915 1.0379 1.1169 1.0186 1.31532 0.887

(53)

DAS Cicangkeudan

SubDAS Cidanau

data curah hujan bulanan

jan feb mar apr may jun jul aug sep oct nov dec

2005 593.5 228.5 153 62 113.5 185.4 225 67.5 65.8 75 142 418.1

2006 368 533 335 313 328 38.5 0 0 0.5 30 86 169

2007 267.5 379 599 142.5 112 97.5 30 9 1.5 105.5 24 348.5

2008 209.7 67.9 0 120 44 29 0 74.5 30.8 135.1 271.3 365.8

data debit bulanan

jan feb mar apr may jun jul aug sep oct nov dec

2005 3.05 2.94 3.25 2.57 2.62 2.55 2.81 2.62 2.52 2.53 2.6 3.09

2006 9.22 3.95 4.44 4.76 5.7 5.3 4.04 3.21 3.86 2.44 2.01 2.69

2007 2.73 3.07 4.27 4.18 3.47 2.67 2.56 2.18 1.53 1.44 1.18 2.02

2008 7.39 6.63 8.48 7.48 6.7 5.86 5.5 3.96 3.53 3.77 4.52 7.16

(54)

DAS Ciawitail

SubDAS Cipunagara

data curah hujan bulanan

jan feb mar apr may jun jul aug sep oct nov dec

2005 438.9 738.6 968 188.2 41.7 293.9 138.9 48.8 0 129 48 1.3

2006 561.6 358.4 228.9 202.2 21.1 7.1 5.6 23.4 143.8 164.8 172 382

2007 496.1 424.9 439.9 468.4 102.1 192.8 45.2 20.8 20.3 104.1 252.3 261.2

2008 315 401.5 464 270 195.8 55 11.9 7.3 0.5 11.8 138.1 173.5

data debit bulanan

jan feb mar apr may jun jul aug sep oct nov dec

2005 10.848 25.276 21.65 7.516 0 0 0 2.645 2.56 6.693 11.119 26.991

2006 26.59 20.04 1.05 5.56 6.49 5.87 3.97 3 5.34 5.59 4.94 5.77

2007 13.19 8.66 1.29 1.14 1.52 1.43 0.31 0.28 3.78 0.15 0.26 1.08

Gambar

Tabel 1. Campur Tangan Manusia Terhadap Komponen-Komponen Daur Air
Gambar 1. Batas DAS hingga Sub-DAS (Strahler, 1957)
Gambar 2. Bentuk Hidrograf Daerah Aliran Sungai (Strahler, 1957)
Gambar 3. Penentuan Orde Sungai Dengan Metode Strahler (Strahler, 1957)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk curah hujan baik pada musim kemarau ataupun musim hujan mamberikan hubungan yang searah yaitu, semakin tinggi curah hujan, maka debit aliran sungai akan semakin tinggi,

Bentuk hidrograf suatu sungai tegantung dari sifat hujan dan sifat-sifat daerah aliran sungai yang bersangkutan Sebagian besar debit aliran pada sungai kecil yang

disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 Grafik hubungan curah hujan dan debit aliran sungai.. Hal ini dapat disebabkan lamanya hujan, intensitas hujan dan akumulasi dari curah hujan

Makalah ini membahas tentang metode-metode yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik hidrologi aliran sungai bawah tanah (analisis Hidrograf, Tracer

metode perhitungan debit aliran sungai dengan menggunakan data curah hujan, evapotranspirasi, dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran sungai untuk.. memperkirakan besarnya

Menurut Sosrodarsono (2006), limpasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor meteorologi (jenis presipitasi, intensitas dan lamanya curah hujan, distribusi curah

Informasi yang dapat diperoleh pada fase ini adalah jumlah curah hujan, evapotranspirasi potensial, kandungan air tanah, perkolasi, aliran permukaan, aliran dasar, aliran lateral

Dalam perencanaan dam pengendali sedimen Kali Pacal, curah hujan rencana yang dipakai adalah curah hujan rencana dengan periode ulang 5 tahun Oleh karena itu dicari curah hujan rencana