• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Poligami Di Masyarakat (Studi Deskriptif Di Kelurahaan Lalang, Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Fenomena Poligami Di Masyarakat (Studi Deskriptif Di Kelurahaan Lalang, Medan)"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FENOMENA POLIGAMI DI MASYARAKAT

(STUDI DESKRIPTIF DI KELURAHAAN LALANG, MEDAN)

SKRIPSI Diajukan Oleh

SYAPRIANI 050901074

GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT

UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNUVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Syapriani

Nim : 050901074 Departemen : Sosiologi

Judul : Fenomena Poligami Di Masyarakat

(Studi Deskriptif Di Kelurahaan Lalang, Medan)

Dosen Pembimbing Sekretaris Departemen Sisiologi

Dra. Rosmiani, M.A

NIP : 196805251992031002

NIP:196002261990032002 Prof. Dr. Badaruddin, M.Si

Dekan FISIP USU

(3)

KATA PENGANTAR

(4)

Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat kerjasama, bantuan dan dukungan dari semua pihak baik itu secara moril maupun materil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Dengan kerendahan hati, izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan yang tulus dan terima kasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si sebagai Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Rasa hormat dan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk ibu Dra. Rosmiani, MA selaku dosen pembimbing yang telah banyak mencurahkan waktu, tenaga, masukan serta ide-ide dan pemikiran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Muba Simanuhuruk, M.Si sebagai dosen wali yang telah memberikan pengarahan, nasehat serta semangat kepada penulis selama menuntut ilmu di Departemen Sosiologi.

5. dan tiada henti-hentinya diberikan kepada penulis. Skripsi ini ananda persembahkan sebagai tanda ucapan terima kasih dan bakti ananda.

(5)

Betty dan juga yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan andil besar dalam studi penulis.

7. Terima kasih penulis persembahkan kepada Staf Kelurahaan yang telah memberikan data.

8. Kepada kakak dan abang saya Ira dan Iwan, Nila dan Dedi, Evi dan Budi, Muhar, Sutan & Ucok terima kasih karena telah memberikan banyak motivasi kepada penulis.

9. Ungkapan terima kasih yang setulus-tulusnya penulis persembahkan kepada Taufiq Jamal atas cinta dan kasih sayang, canda, perhatian, dukungan, semangat dan selalu memberikan warna-warni terindah kepada penulis. Semoga harapan dan cita-cita kita dapat tercapai Amiiin.

10. Buat teman-teman saya Yulia, Rizka, Nova, Tyara, Cencen, Nana, Yanti, Ita, Rani, Penggi, Ayu, Rama, Hernita, Katob, dan yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu semoga sukses dan selamat berjuang terimakasih atas dukungan nya dan juga kepada senior-senior 2003, 2004 yang telah banyak membantu penulis, junior-junior 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 yang tidak henti memotivasi. Terima kasih banyak.

11. Teman-teman di rumah Wulan, Rini, Maya, Ani Tapsel, Heri, Amat, Mbot, Ria, Prado, Dedek dan Dian terimakasih untuk setiap dukungan dan bantuannya.

(6)

tetapi juga menjadi dorongan bagiku agar bisa secepatnya menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dengan segala ketrbatasan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu masukan dan kritik yang membangun sangat penulis hargai. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis banyak mengucapkan banyak terimakasih.

Medan. Desember 2010

(7)

DAFTAR ISI

1.1. Latar Belakang Masalah……….………... 1

1.2. Perumusan Masalah………...6

1.3. Tujuan Penelitian ……….………...7

1.4. Manfaat Penelitian……….……...……8

1.5. Defenisi Konsep……….. ……….….…...8

BAB II KAJIAN PUSTAKA………..………... ……….11

2.1. Poligami………...……….……...11

2.2. Teori Pilihan Rasional………...………..15

2.3. Teori Interaksi Sosial………...………...17

BAB III METODE PENELITIAN………..…….….…...21

3.1. Jenis Penelitian………...………..…..… .….……21

3.2. Lokasi Penelitian………..…..……22

3.3. Unit Analsis dan Informan………..………...22

3.4. Teknik Pengumpulan Data ………….………..….23

3.5. Teknik Analisa Data ………..………24

3.6. Jadwal Kegiatan… ……….……..………...25

3.7. Keterbatasan Penelitian………..……….…….…..27

BAB IV DESKRIPSI DAN INTEPRETASI DATA………...……..…..28

4.1. Deskripsi Lokasi………...28

4.1.1. Lokasi dan Letak Geografis………….……….……….28

4.1.2. Keadaan Penduduk………...……….29

4.1.3. Pembangunan Di Bidang Agama………...29

(8)

4.1.5. Mata Pencaharian……… ...31

4.2. Sarana Pemerintah Dan Keamanan………..…….…33

4.2.1. Sarana Fisik Pemukiman………...……….…….….…….34

4.2.2. Pendidikan……….……...35

4.3. Gambaran Kehidupan Sosial Keluarga……….….………....36

4.4. Profil Informan ……….…....36

4.4.1. Profil Informan Kunci………..…..36

4.4.2. Profil Informan Biasa………….………..……….41

4.5. Hasil Intepretasi Data……….…..……….47

4.5.1. Makna Perkawinan Bagi Masyarakat……….……..………….47

4.5.2. Poligami Menurut Agama Islam………52

4.5.3. Pandangan Masyarakat Tentang Poligami……….…....…55

4.5.4. Interaksi Keluarga Yang Berpoligami………..….63

4.5.5. Konflik Sosial Dan Ekonomi Keluarga Yang Berpoligami………..67

4.5.6. Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Terjadinya Poligami………...…..72

BAB V PENUTUP………...………..…..….…….78

5.1. Kesimpulan………..….…..………...……78

5.2. Saran………..…79

(9)

DAFTAR TABEL

TABEL 3.1 : Jadwal Kegiatan……….26

TABEL 4.2 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Yang dianut……….…30

TABEL 4.3 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian………...32

TABEL 4.4 : Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Kerja………...…33

TABEL 4.5 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan………..35

TABEL 4.6 : Hubungan Pendapat Masyarakat Tentang Fenomena Poligami...…71

ABSTRAKSI

Fenomena poligami semakin marak akhir-akhir ini, terutama karena dipertontonkan secara vulgar oleh para tokoh panutan di kalangan birokrasi, politisi, seniman, dan bahkan agamawan. Poligami adalah masalah yang sering diperhatikan di Indonesia, salah satu negara yang memperbolehkan poligami dengan syarat tertentu. Poligami memang termasuk ajaran agama Islam, agama yang dipeluk oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Namun demikian, pemahaman orang Islam terhadap poligami dalam ajaran agama berbeda-beda. Ada yang beranggapan bahwa poligami dianjurkan dalam keadaan tertentu; ada juga yang percaya bahwa poligami seharusnya ditinggalkan pada masa kini. Dalam media massa Indonesia, sering ada berita tentang poligami. Kasus Aa Gym, seorang kyai dari Bandung yang menikah lagi pada tahun 2006, memicu perdebatan luas dalam masyarakat Indonesia tentang topik yang kontroversial ini.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi deskriptif. Penelitian ini berlokasi Kelurahaan (Kampung) Lalang Medan. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah 15 orang, 3 orang laki-laki dan 3 orang perempuan yang berpoligami yang ada di Kampung Lalang. Dan 9 orang informan biasa yang terdiri dari anak dari keluarga poligami dan masyarakat biasa. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap hasil turun lapangan.

(10)
(11)

DAFTAR TABEL

TABEL 3.1 : Jadwal Kegiatan……….26

TABEL 4.2 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Yang dianut……….…30

TABEL 4.3 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian………...32

TABEL 4.4 : Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Kerja………...…33

TABEL 4.5 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan………..35

TABEL 4.6 : Hubungan Pendapat Masyarakat Tentang Fenomena Poligami...…71

ABSTRAKSI

Fenomena poligami semakin marak akhir-akhir ini, terutama karena dipertontonkan secara vulgar oleh para tokoh panutan di kalangan birokrasi, politisi, seniman, dan bahkan agamawan. Poligami adalah masalah yang sering diperhatikan di Indonesia, salah satu negara yang memperbolehkan poligami dengan syarat tertentu. Poligami memang termasuk ajaran agama Islam, agama yang dipeluk oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Namun demikian, pemahaman orang Islam terhadap poligami dalam ajaran agama berbeda-beda. Ada yang beranggapan bahwa poligami dianjurkan dalam keadaan tertentu; ada juga yang percaya bahwa poligami seharusnya ditinggalkan pada masa kini. Dalam media massa Indonesia, sering ada berita tentang poligami. Kasus Aa Gym, seorang kyai dari Bandung yang menikah lagi pada tahun 2006, memicu perdebatan luas dalam masyarakat Indonesia tentang topik yang kontroversial ini.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi deskriptif. Penelitian ini berlokasi Kelurahaan (Kampung) Lalang Medan. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah 15 orang, 3 orang laki-laki dan 3 orang perempuan yang berpoligami yang ada di Kampung Lalang. Dan 9 orang informan biasa yang terdiri dari anak dari keluarga poligami dan masyarakat biasa. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap hasil turun lapangan.

(12)
(13)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Perkawinan merupakan cara paling mulia yang dipilih Pencipta alam semesta untuk mempertahankan proses regenerasi pengembangbiakan, dan keberlangsungan dinamika kehidupan. Arti sesungguhnya dari perkawinan adalah penerimaan status baru, dengan sederetan hak dan kewajiban yang baru, serta pengakuan akan status baru oleh orang lain. Perkawinan merupakan persatuan dari dua atau lebih individu yang berlainan jenis seks dengan persetujuan masyarakat. Seperti dikatakan Horton dan Hunt, perkawinan adalah pola sosial yang disetujui dengan cara mana dua orang atau lebih membentuk keluarga( Horton dan Hunt, 1999).

Perkawinan adalah suatu ikatan persetujuan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita atau lebih, untuk hidup bersama, berumah tangga, dengan landasan hukum agama dan hukum adat. Dengan demikian tujuan perkawinan bukan sebagai sarana pelampiasan nafsu, melainkan memiliki tujuan yang lebih mulia (Musafir Aj, 1996 : 15).

(14)

dasar dari susunan masyarakat. Selain merupakan sunah dan sendi daya tahan, perkawinan juga merupakan jalan untuk mengawali perwujudan dorongan seks dalam masyarakat dan juga merupakan pelindung dari penyimpangan dan keterjerumusa dalam pelanggaran etika moral maupun sosial kemasyarakatan. Karena tanpa pengawasan dan pembatasan akan mengakibatkan pertentangan sosial. Misalnya, pergaulan bebas tanpa adanya ikatan perkawinan akan ditentang oleh masyarakat. Perkawinan bisa memelihara pandangan mata dan kemaluan, memadamkan api sahwat, menenangkan jiwa, memuaskan insting, dan menjaga kesehatan (Abbas, 2001 : 7 )

(15)

Kohler (dalam Muhammad Thalib, 2004 : 25) menjelaskan bahwa bentuk-bentuk perkawinan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu monogami dan poligami. Masing-masing bentuk ini dikenal dalam masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Monogami merupakan perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan pada suatu saat tertentu. Bentuk perkawinan monogami sering dianggap sebagai perkawinan yang ideal, namun dalam realita hidup sering berlawanan dengan pernyataan, bahkan senantiasa berakibat kurang baik.

Sedangkan poligami adalah perkawinan dengan lebih dari satu pasangan. Poligami termasuk poligini, yaitu perkawinan dengan lebih dari satu istri, sedangkan poliandri, yaitu perkawinan dengan lebih dari satu suami. Istilah poligami sering dipakai untuk mengacu kepada poligini saja karena praktek ini lebih sering diamalkan daripada poliandri.

(16)

selalu dikaitkan dikaitkan dengan ajaran islam (

Perbincangan mengenai poligami tampaknya tak pernah berhenti. Bahkan perbincangan tersebut telah berubah menjadi perdebatan yang seru, khususnya sejak zaman pasca-Orde Baru. Sesungguhnyalah, para pendebat masalah poligami seperti mendapatkan semangat yang menggebu-gebu untuk membincangkannya, baik yang pro maupun yang kontra. Pada zaman Orde Baru, pemerintah “melindungi” istri para pegawai negeri melalui PP (Peraturan Pemerintah) No. 10/1983. Namun, ternyata para suami berpoligami secara sembunyi-sembunyi. Sekarang, dengan semangat “reformasi”, perkawinan poligami juga mengalami “reformasi”. Kalangan menengah dan atas seolah-olah berlomba dalam berpoligami. Bahkan, ada calon wakil bupati yang tidak sungkan-sungkan melibatkan lima istrinya untuk berkampanye memenangi kursi bupati.

http://www .kedaikebebasan.

org/inc/kk printversion .php?=id280).

Isu poligami juga mulai mencuat kembali sejak Puspo Wardoyo bos ayam bakar wong solo menyediakan Poligami Award bagi setiap pria dan wanita yang berlaku adil terhadap istri-istrinya. Pria ini disamping mengaku dirinya sebagai “Presiden Poligami Indonesia’, ia juga menjadi direktur BKKSP singkatan dari Biro konsultasi Keluarga Sakinah dan Poligami. Dan juga pernikahan kedua Aa Gym, Beliau adalah public figure, tokoh agama, dan juga seorang pengusaha sukses. Dulu sebelum isu poligami ini beredar, ceramah-ceramah Aa banyak dihadiri oleh kaum ibu-ibu di Indonesia, selain para Bapak-bapak tentunya.Tetapi kini, semenjak Aa

(17)

menikah lagi, kontroversi dan polemik seputar poligami kembali mencuat, dengan subjeknya adalah Aa Gym, seorang panutan agama di tanah air .

Dalam UU Perkawinan No.1 tahun 1974 diatur ketentuan untuk poligami. Dimana dijelaskan poligami hanya diperuntukkan bagi mereka yang hukum beragamanya mengijinkan seorang suami beristri lebih dari satu orang. Undang-Undang Perkawinan juga menentukan dengan tegas bahwa poligami tidak dapat dilakukan oleh setiap orang dengan sekehendak hati, kecuali poligami hanya dapat dilakukan setelah ada ijin kepada suami untuk beristri lagi. Terlepas dari UU Perkawinan diatas, dalam kenyataannya poligami masih saja dilakukan. Walau dalam jumlah yang berkurang, poligami tetap saja terjadi dan kadang poligami terjadi tanpa memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan peraturan peradilan. Apabila mengingat kenyataan sekarang jumlah wanita lebih besar dari laki-laki, satu laki-laki bisa memiliki 2-3 wanita.

(18)

Poligami telah menjadi bagian gaya hidup laki-laki dan karenanya di lingkungan tertentu dan praktik ini telah membudaya. Faktanya poligami telah ada sejak zaman dulu bahkan sebelum adanya agama Islam dan terus terpelihara hingga kini dengan berbagai pembenaran dan legitimasi kultural, sosial, ekonomi dan agama. Poligami sebelum Islam mengambil bentuk yang tidak terbatas, dimana seorang suami boleh saja memiliki istri sebanyak mungkin sesuai keinginannya.

Poligami merupakan fenomena yang terjadi dalam suatu kehidupan masyarakat ketika seorang suami merasa mampu dan dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya sehingga dapat tercapai keharmonisan dalam berumah tangga, oleh karenanya dalam aturan hukum, baik hukum Islam maupun Hukum positif tidak ada larangan untuk melakukan hal tersebut. Namun bukan berarti seseorang dengan mudahnya melakukan poligami, tapi harus melalui prosedur dan aturan hukum yang berlaku serta dengan alasan-alasan yang dapat dijadikan dalil untuk melakukan poligami. Namun dalam kenyataannya poligami sudah menjadi fenomena tersendiri karena banyaknya orang yang mengambil jalan tersebut sebagai solusi terakhir.

1.2. Rumusan Masalah

(19)

Berdasarkan latar belakang masalah, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah :

”Bagaimana perkembangan fenomena poligami yang terjadi di masyarakat Kel.Lalang Kec. Medan Sunggal?”

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

• Untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat tentang fenomena

poligami yang terjadi saat ini.

• Untuk melihat apa yang menyebabkan terjadinya pilihan hidup berpoligami di

kalangan masyarakat saat ini.

1.4. Manfaat Penelitian

Setelah mengadakan penelitian ini, diharapkan manfaat penelitian ini berupa: 1.4.1. Manfaat Teoritis

(20)

1.4.2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat tergambar bagaimana gambaran poligami di masyarakat terutama terhadap perempuan dengan harapan jika pengaruh buruknya lebih banyak, maka poligami bisa dihindari.

1.5. Defenisi Konsep

Dalam sebuah penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep adalah defenisi, suatu abstraksi mengenai gejala atau realita atau suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala. Disamping mempermudah dan memfokuskan penelitian konsep juga berfungsi sebagai panduan bagi peneliti untuk menindaklanjuti kasus tersebut serta menghindari timbulnya kekacauan akibat kesalahan penafsiran dalam penelitian. Defenisi konsep merupakan unsur penelitian yang penting untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti (Singarimbun, 1999: 330).

Beberapa konsep yang dibatasi dengan pendefenisiannya secara operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

a. Mayarakat

(21)

b. Keluarga

Keluarga disini adalah kelurga dalam pengertian kelurga inti dan sebagai kelompok sosia terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keluarga dibedakan menjadi dua tipe keluarga, yaitu keluarga batih (nuclear family) dan keluarga luas (extended family). Adapun keluarga batih ini adalah suatu satuan keluarga terkecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya. Sedangkan keluarga luas adalah yang terdiri atas beberapa keluarga batih.

c. Perkawinan

Perkawinan merupakan persatuan dari dua atau lebih individu yang berlainan jenis seks dengan persetujuan masyarakat. Perkawinan adalah pola sosial yang disetujui dengan cara mana dua orang atau lebih membentuk keluarga.. Dalam kebudayaan Indonesia, perkawinan merupakan hal yang sangat sakral dan harus mengikuti pola budaya yang ketat.

d. Poligami

Poligami adalah sebuah bentuk perkawinan dimana seorang lelaki mempuyai beberapa orang isteri dalam waktu yang sama. Seorang suami mungkin mempunyai dua isteri atau lebih pada saat yang sama. Perkawinan bentuk poligami ini merupakan lawan dari monogmi..

e. Budaya

(22)

perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

f. Fenomena

(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Poligami

Poligami berasal dari bahasa yunani. Kata ini merupakan penggalan dari kata Poli atau Polus yang artinya banyak, dan kata Gamein atau Gamos yang berarti

kawin atau perkawinan. Poligami termasuk Poligini yaitu perkawinan seorang pria dengan lebih dari seorang wanita, sehingga rumah tangga itu terbentuk dari dua atau lebih keluarga inti, dimana laki-laki yang sama menjadi suami bagi beberapa wanita (Goode, 1991 : 90).

Pasal 1 UU Perkawinan No 1 tahun 1974, perkawinan dirumuskan sebagai ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan dalam hukum islam disebut dengan nikah adalah salah satu asas hidup yang utama dalam masyarakat beradap dan sempurna. Islam berpendapat bahwa perkawinan bukan saja merupakan suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga sebagai suatu jalan menuju pintu perkenalan antara satu kaum dengan kaum lainnya (Rasyid, 1984 :362)

(24)

yang ingin berpoligami harus mengajukan ijin beristri lagi kepada pengadilan dengan alasan berikut :

a. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;

b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Selain memenuhi salah satu syarat tersebut, semua syarat kumulatif di bawah harus dipenuhi (Pasal 5:1):

a. adanya persetujuan dari istri/istri-istri;

b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka;

c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak anak mereka

(25)

status dan sarana memamerkan kekayaan dan kekuasaannya. Sementara poligami di kalangan rakyat kebanyakan biasanya sangat jarang dilakukan. Hal ini juga terjadi di Indonesia dimana praktek poligami di kalangan rakyat kebanyakan tidak umum dilakukan.

Pada dasarnya islam memperbolehkan seorang pria beristri lebih dari satu (poligini). Islam memperbolehkan seorang pria beristri hingga empat orang dengan syarat sang suami harus dapat berbuat adil terhadap seluruh istrinya (Surat an-Nisa ayat 34:3). Poligini dalam islam baik dalam hukum maupun praktiknya, diterapkan secara bervariasi di tiap – tiap negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Pada masyarakat hindu baik poligami maupun poliandri dilakukan oleh sekalangan masyarakat pada zaman dulu. Hinduisme tidak melarang maupun menyarankan poligami. Pada hakekatnya dalam sejarah, hanya raja dan kasta tertentu yang melakukan poligami.

Kemudian pada kitab – kitab kuno agama Yahudi menandakan bahwa poligami

diizinkan, tapi berbagai kalangan Yahudi kini melarang poligami. Gereja – gereja Kristen

umumnya (Protestan, Katolik, Ortodoks, dan lain – lain) menentang praktik poligami.

Namun beberapa gereja memperbolehkan poligami berdasarkan kitab- kitab kuno agama

Yahudi. Gereja Katolik merevisi pandangannya sejak masa Paus Leo XIII pada tahun

1866 yakni dengan melarang poligami yang berlaku hingga sekarang. Penganut

Mormonisme pimpinan Joseph Smith di Amerika Serikat sejak tahun 1840-an hingga

sekarang mempraktekkan, bahkan hampir mewajibkan poligami. Tahun 1882 penganut

Mormon memprotes keras undang – undang anti poligami yang dibuat pemerintah

(26)

bergabung dengan Amerika Serikat. Sejumlah gerakan sempalan Mormon sampai kini

masih mempraktekkan poligami (http://id.wikipedia.org/wiki/poligami

Dianutnya asas monogami dalam Undang-Undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974) mencerminkan pengutamaan diterapkannya asas monogami dalam setiap perkawinan. Namun, dalam hal kondisi tertentu dan darurat dimungkinkan adanya poligami dengan dasar alasan yang ketat dan persyaratan yang sangat berat. Hal itu juga dimaksudkan untuk menghargai pandangan sebagian masyarakat Muslim yang membolehkan poligami dengan syarat harus mampu berlaku adil. Agama Islam mengakui institusi poligami. Namun, penerapannya harus memperhatikan ketentuaan hadis (riwayat Bukhari) yang menyatakan bahwa sang suami harus mampu menjaga perasaan isteri-isteri (dengan kata lain, Nabi melarang poligami jika melukai hati perempuan).

).

Dalam pelaksanaannya, memang terdapat banyak sekali pelanggaran. Aturan hukum yang idealnya harus diterapkan sering kali disimpangkan. Banyak poligami dilakukan dengan tidak memenuhi dasar alasan dan keseluruhan syarat yang harusnya dipenuhi. (Di sisi lain, akibat ketatnya prosedur yang harus dilalui untuk berpoligami, masyarakat cenderung lebih senang memilih menikah siri atau bahkan hidup bersama tanpa ikatan pernikahan. Tanpa disadari, melalui pernikahan siri atau pun hidup bersama tanpa nikah, si perempuan tidak memperoleh perlindungan hukum dari negara, seperti hak waris dan sebagainya).

(27)

membawanya kejenjang pernikahan yang bersih. Poligami memberikan kesempatan untuk kawin bagi gadis-gadis dan janda-janda, serta memberikan keamanan bagi mereka sehingga merekapun terpilihara dari fitnah. Poligami membantu kaum wanita menjaga kemuliaan dan kehormatannya. Akibat negatfnya adalah hubungan suami istri atau madu menjadi tegang. Poligami pada umumnya menyakitkan bagi sejumlah wanita, namun ia juga bermanfaat bagi wanita-wanita lain. Dengan melihat kenyataanya jumlah wanita lebih banyak dari pada laki-laki dan satu laki-laki bisa memiliki dua atau tiga wanita.

2.2. Teori Pilihan Rasional

Teori pilihan rasional Coleman adalah tindakan perseorangan mengarah kepada sesuatu tujuan dan tujuan itu (juga tindakan) ditentukan oleh nilai atau pilihan. Coleman menginginkan karya penelitian melakukan bertolak dari perspektif pikiran rasional yang mempunyai hubungan yang secara praktis dengan kehidupan sosial yang sedang berubah. Oleh karena itu maka Kebolehan poligami harus didahului oleh alasan-alasan yang wajar, logis dan rasional, seperti isteri dalam keadaan sakit yang tidak dapat melahirkan keturunan, atau akibat tertentu seperti jumlah kaum wanita jauh lebih banyak daripada kaum pria akibat peperangan atau bencana alam, bukan karena nafsu belaka.

(28)

tingkat mikro untuk menjelaskan penomena tingkat mikro. Teori pilihan rasional memusatkan perhatian pada aktor dimana aktor dipandang sebagai menusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakan tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan tersebut, aktorpun dipandang mempunyai pilihan atau nilai serta keperluan. “Suami” sebagai pelaku utama poligami jelas dikatakan sebagai aktor yang memiliki kebebasan bertindak. Di saat suami telah memutuskan untuk mempunyai istri kedua, ketiga atau melakukan poligami, Coleman menggambarkan aktor tadi telah memilih, memeriksa, berpikir dan mengetahui sesuatu, memberinya nilai dan memutuskan bertindak tentang hal tersebut. Teori pilihan rasional tidak menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang menjadi sumber pilihan aktor, yang penting adalah kenyataan bahwa tindakan dilakukan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan tingkatan pilihan aktor.

Teori pilihan rasional Coleman tanpak jelas dalam gagasan dasarnya bahwa tindakan perseorangan mengarah pada suatu tujuan, misalnya poligami dilakukan karena ada sesuatu yang diharapkan dari perkawinan poligami tersebut baik itu bersifat materi ataupun sesuatu yang bersifat non materi. Dan tujuan itu ditetentukan oleh nilai atau pilihan.

(29)

rasioanl, namun ia merasa bahwa hal ini hampir tak berpengaruh terhadap teorinya. Pemusatan perhatian pada tindakan rasional individu dilanjutkannya dengan memusatkan perhatian pada masalah hubungan mikro-makro atau bagaimana cara gabungan tindakan individu menimbulkan prilaku sistem sosial. Meski seimbang, namun setidaknya ada tiga kelemahan pendekatan Colemans. Pertama ia memberikan prioritas perhatian yang berlebihan terhadap masalah hubungan mikro dan makro dan dengan demikian memberikan sedikit perhatian terhadap hubungan lain. Kedua ia mengabaikan masalah hubungan makro-makro. Ketiga hubungan sebab akibatnya hanya menunjuk pada satu arah, dengan kata lain ia mengabaikan hubungan dealiktika dikalangan dan di antara fenomena mikro dan makro.

2.3. Teori Interaksi Sosial

(30)

kontak timbal balik atau interstimulasi dan respon antara individu-individu dan kelompok. Adapun ciri-ciri dari interaki sosial adalah :

1. Jumlah pelakunya lebih dari seorang, biasanya dua atau lebih.

2. Adanya komunikasi antar para pelaku dengan menggunakan symbol-simbol. 3. Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini, dan akan

datang, yang menentukan sifat dari aksi yang sedang berlangsung. 4. Adanya suatu tujuan tertentu.

Tindakan manusia dikatakan tindakan interpretatif, yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Poligami adalah tindakan manusia dan bisa pula dikategorikan sebagai tindakan sosial dari individu karena dalam teori interaksi individu digambarkan sebagai aktor yang bebas, aktif, kreatif, evaluatif. Tindakan sosial berarti juga tindakan individu yang mempunyai makna subjektif yang diarahkan kepada individu lain dan diharapkan mempengaruhi tingkah laku individu tempat mengarahkan tindakan itu dalam orientasi waktu yang lalu, sekarang dan yang akan datang.

(31)

dalam menghadapi sesuatu yang dijumpainya. Thomas dikenal dengan ungkapannya bahwa bila orang mendefinisikan situasi sebagai hal yang nyata, maka konsekuensinya nyata. Yang dimaksudkannya di sini ialah bahwa definisi situasi yang dibuat orang akan membawa konsekuensi nyata. Thomas membedakan antara definfisi situasi yang dibuat secara spontan oleh individu, dan definisi situasi yang dibuat oleh masyarakat, yaitu ia melihat adanya persaingan antara kedua macam definisi situasi tersebut.

(32)
(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

(34)

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kel Lalang Kec Medan Sunggal. Alasan pemilihan lokasi berdasarkan hasil pantauan, peneliti melihat bahwa banyak terjadi praktek poligami di kelurahan ini. Alasan lain lokasi penelitian telah peneliti kenal sebelumnya, sehingga memberi kemudahan dalam memperoleh data dan menghemat waktu penelitian.

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Salah satu cara atau karakteristik dari penelitian sosial adalah menggunakan apa yang disebut “units of analysis”. Hal ini dimungkinkan, karena setiap objek penelitian memiliki ciri dalam jumlah yang cukup luas seperti karakteristik individu tentunya yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status sosial dan tingkat penghasilan. Ada sejumlah unit analisis yang lajim digunakan pada kebanyakan penelitian sosial yaitu : individu, kelompok, organisasi, sosial artifak (Danandjaja, 2005:31). Unit analisis data adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah laki-laki dan perempuan yang usianya diatas 17 tahun dan dianggap memahami poligami yang terjadi di tengah masyarakat.

3.3.2. Informan

(35)

jenis yakni, informan kunci dan informan biasa yang dapat mendukung penelitian. Dalam hal ini informan terbagi dua, yaitu informan kunci dan informan biasa.

1. Informan Kunci

Dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci dalam pengumpulan data adalah :

a. laki-laki dan perempuan yang terlibat dalam perkawinan poligami. b. nak dari laki-laki ataupun perempuan yang berpoligami

c. Warga atau masyarakat yang tinggal berdampingan dengan keluarga poligami 2. Informan biasa

Informan biasa adalah informan yang dapat memberi informasi tambahan yang sifatnya lebih umum dan netral dan menjawab pertanyaan dalam wawancara. Yang menjadi informan tambahan adalah anak dari keluarga yang berpoligami dan juga masyarakat sekitarnya

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data Primer

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu :

a. metode wawancara

(36)

sambil bertatap muka, antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara. Salah satu bentuk wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (indept interview).

Wawancara mendalam (indept interview) adalah merupakan proses tanya jawab secara langsung yang ditujukan terhadap informan di lokasi penelitian dengan menggunakan panduan atau wawancara.

b. metode observasi

Observasi atau pengamatan adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian. Data penelitian tersebut dapat diamati oleh peneliti. Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap berbagai gejala yang tampak pada penelitian. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan daya yang mendukung hasil wawancara.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen majalah, jurnal, internet, yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.5. Teknik Analisa Data

(37)

dalam tinjauan pustaka yang telah ditetapkan sampai akhirnya akan disusun sebagai laporan akhir penelitian.

Bogdan dan Biklen dalam (Moleong, 2007:248) menjelaskan analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, mamilah-milahnya menjadi satuan data yang dapat dikelola, mensistensiskan, membuat ikhtisarnya, mencarikan dan menemukan pola dalam menemukan apa yang penting untuk dipelajari.

Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diatur, diurutkan, dikelompokkan dalam kategori pola atau uraian tertentu. Disini peneliti akan mengelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan sebagainya yang selanjutnya akan dipelajari dan dikelola dengan seksama agar diperoleh hasil atau kesimpulan yang baik. Setelah data terkumpul maka langkah berikutnya menginterpretasikan data. Teknik yang digunakan untuk menginterpretasikan data adalah secara kualitatif. Semua data-data yang terkumpul dari hasil wawancara disatukan kemudian data tersebut akan diedit. Tujuannya adalah untuk melihat apakah dari semua hasil observasi wawancara, internet, kajian pustaka dan teori dipergunakan untuk menginterpretasikannya.

3.6. Jadwal Kegiatan

(38)

untuk persiapan penelitian langsung kelapangan. Untuk lebih rinci dapat dilihat dari tabel berikut ini :

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan

No

Jadwal Kegiatan

Bulan Ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Pra Observasi √

2. ACC Judul √

3. Penyusunan Proposal √ √

4. Seminar Proposal √

5. Revisiproposal penelitian √

6. Penelitian Kealpangan √

7. Pengumpulan data dan analisis data

8. Bimbingan √ √ √ √

9. Penulisan Laporan Akhir √ √

(39)

3.7. Keterbatasan Penelitian

Selama dalam penelitian penulis mempunyai banyak kendala dan keterbatasan penulis dalam mendapatkan data yaitu :

1. Dalam mendapatkan data sekunder dari kelurahaan sangat sulit, dimana dalam pengambilan data sekunder itu mempunyai waktu yang lumayan lama sehingga penulis tidak bisa dan tidak dapat melanjutkan penulisan karena data sekunder dari kelurahaan belum lengkap, tapi akhirnya data tersebut saya dapatkan juga dengan waktu yang begitu lama.

2. Dalam memilih informan, peneliti mengalami kesulitan dalam menjumpai para informan yang akan diwawancarai. Susahnya dalam menemukan informan, membuat waktu peneliti habis dengan begitu saja tanpa mendapatkan hasil. 3. Dalam wawancara sebahagian informan kurang terbuka, peneliti berusaha agar

(40)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTEPRETASI DATA

4.1. Deskripsi Lokasi

4.1.1. Lokasi dan Letak Geografis

Kelurahaan Lalang atau Kampung Lalang merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Medan Sunggal. Desa/kelurahan ini adalah pintu gerbang sebelah barat Kota Medan, dilintasi oleh menjadikan daerah ini sebagai sebuah daerah yang pesat perkembangannya di Kota Medan. Berdasarkan dari Data statistik Kantor Camat Medan Sunggal desa Lalang daerahnya landai, berada di dataran rendah dengan ketinggian 20 sampai 40 M diatas permukaan laut. Suhu udara pada umumnya panas dan sedang, dipengaruhi iklim musim kemarau dan penghujan. Luas wilayah desa Lalang adalah 1.25 Km2, sebagian besar dari wilayah desa ini digunakan sebagai tempat pemukiman penduduk. Kelurahaan ini berbatasan dengan :

- Sebelah Utara dengan Kelurahaan Tanjung Gusta - Sebelah Selatan dengan Desa Paya Geli

(41)

4.1.2. Keadaan Penduduk

Berdasarkan data statistik yang diperoleh dari Kantor Kepala Desa/lurah Lalang memiliki jumlah penduduk sebanyak 14996 jiwa atau 3136 KK, dengan 7433 laki-laki, dan 7563 perempuan jiwa yang terdiri dari beraneka ragam etnis. Penduduk ini tersebar di 13 lingkungan di Kelurahaan Lalang.

Penduduk Kelurahaan Lalang bersifat heterogen, karena memiliki berbagai macam etnis di dalamnya. Adapun etnis yang mendominasi di daerah ini adalah etnis Melayu, Jawa, Karo dan Batak Toba walaupun penduduk aslinya adalah Jawa dan Melayu. Selain itu, diluar dari warga negara Indonesia juga banyak yang menetap dan menjadi warga negara Indonesia yang sah, seperti: Cina dan India. Oleh sebab itu, dengan beraneka ragamnya etnis di daerah tersebut mereka juga saling bertoleransi artinya walaupun banyak etnis di daerah mereka saling menghormati antar suku yang berbeda.

4.1.3. Pembangunan di Bidang Agama

(42)

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk berdasarkan Agama yang dianut

Agama Jumlah

Islam Kristen Katholik

Hindu Budha

6636 6347 504

80 70 Sumber : Data Kel.Lalang

Penduduk di Kelurahaan Lalang mayoritas memeluk agama Islam, Kristen dan selebihnya adalah agama lain. Hal ini dapat dilihat dari beberapa tempat pelaksanaan ibadah yang ada di daerah tersebut.Penduduk kelurahaan Lalang sebahagian besar beragama islam dengan jumlah 6636 jiwa diikuti dengan Kristen 6347 jiwa, Katholik 504 jiwa, Hindu 80 jiwa, dan Budha 70 jiwa. Dalam bidang keagamaan Kel. Lalang memiliki sarana peribadatan untuk warganya.

4.1.4. Adat Istiadat

(43)

disesuaikan dengan nilai-nilai lama yang sudah ada, dan nilai-nilai lama yang sudah sesuai dengan keadaan masa sekarang mulai mengalami perubahaan-perubahaan.

Begitu juga dalam pola perkawinan, sedikit banyaknya pola perkawinan sudah mulai mengalami perubahaan. Dulu ada kecendrungan untuk menikah dengan orang kampung sendiri, sekarang sudah ditinggalkan. Banyak perkawinana yang dilakukan dengan orang yang berasal dari luar Kel.Lalang. upacara adat yang semula cendrung lama dan kurang efisien, sudah mulai berubah menjadi lebih efisien tanpa meninggalkan pesan-pesan dan nilai-nilai yang tersirat dalam upacara adapt tersebut.

4.1.5. Mata Pencaharian

(44)

Tabel 4.3

Jumlah Penduduk berdasarkan mata pencaharian Mata Pencaharian Jumlah

PNS TNI POLISI SWASTA PEDAGANG

PETANI TUKANG NELAYAN PENSIUNAN

330 20 16 1638 1521 30 50 - 67 Sumber : Data Kel.Lalang

(45)

Tabel 4.4

Jumlah Penduduk menurut Kelompok Tenaga Kerja

Kelompok Umur Jumlah

10 – 14 tahun 15 – 19 tahun 20 – 26 tahun 27 – 40 tahun 41 – 56 tahun > 57 tahun

184 245 297 800 350 50

Sumber : Data Kel. Lalang

Penduduk dengan kelompok umur 13 -15 tahun adalah kelompok terbesar dengan jumlah 290 orang dari segi usia pendidikan. Sedangkan penduduk dengan kelompok umur 27 – 40 tahun adalah kelompok umur yang paling banyak (800 jiwa) dalam hal kelompok tenaga kerja.

4.2. Sarana Pemerintahaan dan Keamanan

(46)

Sedangkan dalam hal keamanan Kelurahaan Lalang memiliki 93 orang anggota hansip terlatih yang bertugas mengamankan wilayah Kelurahaan Lalang. Menurut catatan kondisi penduduk di kantor Kelurahaan tidak pernah terjadi gangguan keamanan dan ketertiban di kelurahaan Lalang. Untuk mendukung pengamanan Kel.Lalang ada 6 buah pos kamling, 6 orang peronda kampung dan 5 orang satpam.

4.2.1. Sarana Fisik Pemukiman

Pola pemukiman penduduk di Kampung Lalang bisa dikatakan sangat bervariasi. Jenis klasifikasi rumah-rumah penduduk berdasarkan bangunan fisik yang juga cukup bervariasi yang dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu : rumah permanen, semi permanaen dan non permanent. Bentuk bangunan rumah tersebut juga berbeda-beda. Bangunan permanen secara umum langsung dibangun diatas tanah dengan lantai semen dan dinding batu yang sudah diplester dengan baik.

(47)

4.2.2.Pendidikan

Tabel 4.5

Jumlah Penduduk berdasarkan Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah

TK SD SMP SMU D1 – D3

S1 – S2 Pesantren

220 745 675 742 89 93 105

Sumber : Data kel.Lalang

(48)

4.3 Gambaran Kehidupan Sosial Keluarga

Kehidupan sosial yang terjadi pada masyarakat, terutama dalam hal adat istiadat masih dijunjung tinggi sehingga hubungan yang terjadi cenderung bersifat gemeinshapt, hubungan antara individu tidak didasari untung dan rugi. Kehidupan

poligami pada masyarakat bukan menjadi budaya namun, dianggap wajar jika seseorang melakukan poligami dengan syarat dapat berlaku adil terhadap kedua istrinya.

Keluarga poligami dapat dikatakan sebagai keluarga besar, karena memiliki jumlah istri lebih dari satu, dan anak-anak yang berasal dari istri yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, tanggungan pria yang melakukan poligami menjadi semakin banyak. Salah satu yang terpenting adalah kemampuan finansial dari pria yang melakukan poligami, karena pria tersebut harus menafkahi kedua keluarganya, bahkan lebih secara bersamaan. Nafkah tersebut bukan hanya memberi makan, dan minum tetapi juga kebutuhan hidup lainnya seperti masalah pendidikan yang layak untuk anak-anaknya, rumah, dan masih banyak lagi.

4.4. Profil Informan

4.4.1. Informan Kunci (suami/isteri yang berpoligami)

(49)

kedua adalah perempuan yang dipoligami. Selanjutnya masyarakat yang hidup di sekitar keluarga poligami.

Informan dalam penelitian ini terdiri dari 3 orang laki-laki yang berpoligami, 3 orang perempuan yang dipoligami.

1. A.J (Lk, 60 tahun )

A.J merupakan ayah dari 1 orang anak yang bekerja sebagai pengusaha dan beralamat di jalan P.Baris Gg.Wakap 1 Medan. A.J lahir di Medan pada tanggal 05, Januari 1950. A.J adalah pelaku poligami yang mempunyai 2 orang istri. Sebelumnya A.J tidak ingin menikah lagi tapi karena istrinya tidak bisa mempunyai anak dan A.J pun sangat menginginkan seorang anak untuk meneruskan keturunanya terpaksa A.J pun menikah lagi dengan perempuan lain. Awalnya isti pertama A.J tidak setuju tapi karena mereka tidak mempunyai anak akhirnya setuju juga. Lalu menikahlah A.J dengan seorang perempuan bernama B.P yang bekerja sebagai pelatih senam. Lima tahun kemudian A.J dan istri keduanya mempunyai seorang anak perempuan.

(50)

2. U.T (Lk,52 tahun)

U.T adalah salah satu petinggi dari dari suatu OKP. Dia bekerja sebagai wirausaha. Dulu U.T memiliki 3 orang istri, tapi sekarang hanya istri pertama dan istri ketiganya yang masih bersamanya sedangkan istri keduanya sudah diceraikannya. U.T merupakan ayah dari 5 orang anak dan kakek dari 2 orang cucu. Dari istri ketiganya dia memiliki 2 orang anak yang dimana anaknya masih tergolong kecil, dan juga anak pertama dari istri ketiga masih berumur 5 tahun dan anak kedua berumur 3 tahun. Kesan pertama bertemu dengan bapak U.T adalah sosok bapak yang menyenangkan dan bersikap ramah. Sebagai salah satu petinggi OKP U.T kelihatan nampak berwibawa. Bapak U.T ini berusia 52 tahun , bapak ini lahir di Medan pada 09 Juli 1958. Walaupun sudah tua bapak ini kelihatannya nampak lebih muda, mungkin karena beliau aktif di suatu organisasi jadi harus rapi. Bapak ini tinggal bersama istri pertamanya di jalan Pinang Baris No.67 Kelurahan Lalang kecamatan Medan Sunggal. U.T merupakan sosok bapak yang sangat perhatian kepada keluarga.

3. A.L (Lk, 70 tahun)

(51)

A.L menikah lagi setelah anaknya yang ketiga lahir. Kakek A.L menikah lagi dengan seorang janda yang mempunyai 7 orang anak. Dari perkawinannya yang kedua kakek ini tidak memiliki anak. Keluarga Isteri pertama dan isteri kedua A.L sangat akur, kadang sekali-sekali mereka saling mengunjungi bahkan anaknya juga ikut mengunjungi isteri mudanya itu.

4. E.M.(Pr, 51 tahun )

E.M merupakan seorang perempuan yang berusia 51 tahun. E.M ini lahir di Medan tanggal 21 April 1959. Ibu E.M ini bekerja sebagai ibu rumah tangga sekaligus berjualan sebagai pedagang kios rokok yang sekarang bertempat tinggal di Jl.P.Baris Gg.Jawa Medan. E.M ini menikah pada saat usianya 18 tahun. E.M menikah pada U.S. Dari perkawinan ini E.M memperoleh 5 orang anak diantaranya 4 perempuan dan 1 laki-laki. Pekerjaan suaminya adalah sebagai karyawan BPP. Mereka melakukan pernikahan atas dasar sama-sama saling mencintai. Orang tua dari E.M masih tinggal di P.Baris no.33 A.

Awalnya E.M terkejut ketika mengetahui kabar bahwa suaminya sudah menikah lagi dengan perempuan lain. E.M pun shock dan akhirnya minta cerai tetapi suaminya tidak mau menceraikan dengan alasan suaminya masih menyayanginya. Tapi lama kelamaan E.M pasrah karena merasa sudah tua dan tidak mempunyai keinginan untuk menikah lagi karena merasa sudah cukup sakit di poligami oleh suaminya. Hari-hari yang dilalaui E.M dilewati bersama anak dan cucu-cucunya

5. Eli (Pr, 38 thn)

(52)

dan satu perempuan. Suami Eli adalah seorang PNS gol 2B. Eli bekerja sebagai ibu rumah tangga yang mengurus suami dan anak-anaknya.Walaupun bu Eli sudah berumur hampir 38 tahun tapi ibu ini masih kelihatan awet muda dan cantik, sehingga saking sayangnya suaminya dengannya bu Eli tidak di bolehkan keluar rumah oleh suaminya kecuali ada hal-hal yang penting.

Dulu kehidupan keluarga Eli sangat bahagia walaupun kehidupannya sangat sederhana, tapi semenjak kehidupan ekonomi keluarganya mulai membaik suaminya mulai agak berubah jadi sering keluar rumah dan kadang pulangnya hingga larut malam. Sebagai istri yang patuh pada suami sedikitpun bu Eli tidak pernah menaruh rasa curiga pada suaminya. Tapi lama kelamaan bu eli penasaran dan mencari tahu apa yang dilakukan suaminya di luar rumah dan ternyata eli terkejut mengetahui suaminya sudah menikah dengan wanita lain yang masih tetangganya dan berusia 16 tahun. Sekarang bu eli hanya bisa pasrah dipoligami oleh suaminya. Sebenarnya pernah ada niat dihatinya untuk minta cerai pada suaminya, tapi karena memikirkan anak-anak akhirnya bu eli menepiskan niatnya itu.

6. I.Y (Pr, 45 Tahun)

(53)

masih sering datang ke rumah I.Y karena I.Y masih sah sebagai istri pertama dari Emil dan Emil juga tetap bertanggung jawab dengan memenuhi semua kebutuhan I.Y.

Tapi terkadang I.Y merasa suaminya tidak adil memperlakukannya. Karena semenjak E.M menikah lagi E.M lebih sering tinggal bersama S.T. Padahal menurut bu I.Y madunya itu tidaklah begitu cantik tapi heran kenapa suaminya lebih betah tinggal bersama S.T.

4.4.2. Profil Informan Biasa (anak dari keluarga yang berpoligami dan masyarakat sekitarnya)

1. Epi (Pr, 27 Tahun)

Epi adalah ibu dari 2 orang anak, dimana anak laki-lakinya 1 orang dan anak perempuan juga 1 orang. Pekerjaan seharian ibu ini adalah ibu rumahtangga. Ibu ini beralamat di Pinang Baris Gg.Abdullah Medan. Dan suami dari ibu ini adalah bapak Budi. Mereka berasal dari daerah yang sama yaitu di lahirkan di Pinang Baris. Ibu ini sudah berumur 27 tahun dan sekarang ibu ini lagi hamil anak yang ketiga. Bu Epi ini orangnya cantik dan suaminya juga tampan.

(54)

ditanya apa ibu ini mau dipoligami dan dia menjawab jangan sampai itu terjadi padanya, cukup ibunya saja yang mengalami sakit hati dimadu oleh ayahnya.

2. R.N (Pr, 24 Tahun)

R.N adalah salah satu anak dari keluarga poligami. R.N beragama islam dan asli suku batak mandailing. R.N warga asli kota Medan yang bertempat tinggal di Jl. Gatot Subroto Kampung Lalang Medan. Pendidikan terakhirnya adalah Sarjana Ekonomi dari Universitas negeri di Kota Medan. Saat Ini R.N bekerja sebagai pegawai swasta di salah satu perusahaan asing di kota medan. Disamping itu R.N juga mempunyai bisnis MLM (Multi Level Marketing) produk kosmetik. Hal itu dilakukan sampingan dari pekerjaannya sebagai pegawai. R.N sudah menikah dan mempunyai satu orang anak yang berumur 7 tahun. R.N masih tinggal dengan orang tuanya dan dia merasa cukup nyaman bila berada disamping ibunya.

R.N memaklumi ketika ayahnya berpoligami, itu dilakukan ayahnya karena ayahnya menginginkan seorang anak laki-laki sebagai penerus keluarganya. Ditambah lagi ibunya sudah sering sakit-sakitan jadi mungkin tidak bisa melayani ayahnya. Walaupun ayahnya sudah menikah lagi tapi ayahnya masih tinggal bersama dia dan ibunya. Dan akhirnya apa yang diimpikan ayahnya terwujud juga yaitu mendapatkan anak laki-laki R.N pun ikut senang karena selama ini R.N anak tunggal dan tidak mempunyai kakak ataupun adik. Hubungan R.N dan ibu tirinya dibilang cukup baik.

3. I.D (Pr,50 Tahun)

(55)

bidang jasa pengangkutan Medan-Langsa. Kegiatan sehari-hari bu I.D mengurus anak-anak dan suaminya. Ibu I.D ini orangnya humoris dan gaul walaupun sudah nenek-nenek. Pandangan I.D terhadap perkembangan fenomena poligami yang terjadi pada saat ini yaitu sangat sinis. Dia menganggap bahwa poligami hanya menyakiti hati kaum perempuan. I.D berpendapat bahwa mana ada perempuan yang rela dimadu. Ibu ini juga bercerita tentang keluarganya bahwa dulu hampir saja suaminya menikah lagi dengan seorang janda muda. Tapi karena bu ida minta dicerai daripada dipoligami akhirnya suaminya tidak jadi menikah lagi karena memikirkan nasib anak-anaknya.

4. N.N (Pr, 40 Tahun)

N.N adalah seorang ibu janda yang sudah berpisah dari suaminya. Ibu ini sudah berumur 40 tahun. Dan memiliki 3 orang anak, satu laki-laki dan dua perempuan. Anak pertama kelas 2 SMA, yang kedua kelas 3 SMP, sedangkan dan anak bungsu kelas 6 SD. Ibu ini tinggal di jalan Balai Desa Kampung Lalang. Ibu in bekerja sebagai pedagang yang menjual sayur-sayuran di pasar kampung lalang. Setiap pagi ibu ini sekitar jam 4 sudah berangkat ke pajak untuk berjualan dagangannya. Demi anak-anaknya dia rela bangun pagi jam setengah 4 agar anaknya bisa berhasil. Karena hanya sama anaknya lah ibu ini bisa bertukar pikiran.

(56)

5. F.R (Lk, 40 Tahun)

F.R merupakan bapak dari dua orang anak. Dan mempunyai istri yang juga cantik dan manis. Mereka beralamat di jalan Pinang Baris yang posisi rumahnya berada di belakang terminal Pinang Baris. Keseharian bapak ini yaitu membuka usaha percetakan dirumahnya. F.R adalah sosok yang sangat sayang dengan isterinya yang mampu mempertahankan keluarganya. Keluarga bapak ini sangat lama dikarunia anak. Sekitar lima tahun usia perkawinan keluarga bapak ini tidak di karunia anak, dan tahun ke enam usia pernikahan mereka baru mendapatkan anak. Bapak ini orangnya sangat loyal kepada siapa saja, sehingga banyak orang yang kagum dan menghormatinya bukan karena bapak ini banyak uang tapi karena bapak ini sering membantu orang yang sedang dalam kesusahaan.

Pandangan bapak ini tentang poligami adalah bahwa poligami itu dianggapnya hal yang wajar karena melihat dari jumlah perempuan yang ada di dunia ini lebih banyak dari pada laki-laki, sehingga membuat peluang laki-laki untuk kawin lagi lebih besar. Dan bapak ini beranggapan bahwa perempuan harus bisa menjaga keharmonisan keluarga supaya suami tidak kawin lagi.

6. I.J (Pr, 55 Tahun)

(57)

Ketika ditanya ibu ini tentang fenomena poligami yang terjadi sekarang ini yaitu dia mengganggap bahwa laki-laki yang kawin lagi itu tidak pernah merasa puas bersama istrinya. Kadang-kadang I.J kasihan melihat perempuan mau aja dimadu oleh suami.I.J berpendapat kalau seandainya posisi itu jatuh padanya lebih baik dia dicerai dari pada dimadu. Baginya mana ad perempuan yang hidup bahagia jika suaminya kawin lagi.

7. L.N (Pr, 45 Tahun)

L.N adalah seorang ibu dari 6 orang anak yang dapat digolongkan sudah tua dimana ibu ini sudah berumur 45 tahun dan bekerja penjahit. Suami ibu ini adalah seorang teknisi di rumah sakit umum sundari.. Anak pertama dari ibu ini adalah kuliah di unimed semester 4, yang dua lagi msh SMA dan SMP sedangkan yang lainnya belum sekolah. Mereka tinggal di Pinang baris samping rumah sakit umum sundari. Kegiatan sehari-hari ibu ini adalah sebagai ibu rumah tangga dan sambil menjahit di rumahnya.

Pandangannya mengenai poligami sangat tidak setuju karena ibu ini melihat kakaknya yang dipoligami suaminya sangat menderita, sehingga dia sangat benci apabila melihat suami yang menikah lagi. Dan dia menilai bahwa perkawinan poligami itu hanya membawa dampak yang negatip pada perkembangan psikologis anak.

8. K.K (Pr, 25 Tahun)

(58)

tunggal dari ibunya. Ibunya adalah isteri kedua dari ayahnya. Sekarang K.K tinggal di jalan balai desa kampung lalang.

Pandangan K.K mengenai perkawinan poligami dianggapanya adalah suatu hal yang biasa dan juga wajar terjadi pada zaman dulu maupun zaman sekarang ini. Baginya poligami itu sudah menjadi kebutuhaan hidup bagi laki-laki yang memiliki uang. Ibu K.K menikah dengan ayahnya karna ayahnya adalah laki-laki yang kaya sedangkan ibunya adalah wanita desa yang miskin. Jadi dia tidak mau menilai negatif pada laki-laki atau perempuan yang berpoligami. Semua yang dilakukan manusia pasti sudah diperhitungkan sebelumnya.

9. P.J ( Lk, 27 Tahun)

P.J adalah warga jalan mesjid sunggal medan. P.J berprofesi sebagai guru di salah satu sekolah swasta yang ada di medan. Isterinya juga bekerja sebagai guru. P. J memiliki dua orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Selain mengajar P.J juga sebagai guru ngaji di lingkungannya. Bapak ini orangnya sangat alim sehinggga saya sangat sungkan untuk mewawancarainya.

Bapak ini baru sekitar tiga tahun tinggal di lingkungan rumahnya. Bapak P.J berasal dari luar daerah kota Medan yaitu dari kota Kisaran. Dulu P.J kuliah di salah satu perguruan swasta yang ada di Medan. Setelah tamat kuliah P.J menetap di Medan dan mendapat jodoh orang Medan.

(59)

bakat poligami. Dia juga berpendapat bahwa poligami tidak hanya menguntungkan lelaki, tapi juga bisa jadi menguntungkan perempuan.

4.5. Hasil Intepretasi Data

4.5.1. Makna Perkawinan Bagi Masyarakat

Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera. Atas dasar kehidupan suami istri di dalam suatu ikatan perkawinan, akan berakibat yang penting dalam masyarakat, yaitu apabila mereka dianugerahi keturunan, maka mereka dapat membentuk suatu keluarga. Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan selanjutnya disingkat Undang-Undang Perkawinan merumuskan, bahwa Perkawinan, ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

(60)

seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

Perkawinan tidak saja menimbulkan hubungan hukum antara suami dan isteri akan tetapi juga menimbulkan hubungan hukum terhadap anak-anak dan harta kekayaan dalam perkawinan, karena itu keharmonisan dalam suatu keluarga harus benar-benar di pertahankan sehingga tujuan untuk membentuk keluarga yang kekal dan bahagia dapat terwujud. Perkawinan yang hanya mengandalkan kekuatan cinta tanpa disertai oleh persiapan yang matang untuk melanjutkan proses penelusuran kehidupan akan banyak mengalami kelemahan. Jadi untuk memasuki suatu perkawinan bukan hanya cinta sejati yang dibutuhkan melainkan pemikiran rasional dan dapat meletakkan dasar-dasar lebih kokoh dari suatu perkawinan, sedangkan perkawinan itu sendiri merupakan suatu proses awal dari perwujudan bentuk-bentuk kehidupan manusia.

Perkawinan bukanlah sekedar ritus untuk mengabsahkan hubungan seksual antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan penting untuk menjaga keutuhan lembaga tersebut. Setiap perkawinan mempunyai tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Kebahagian lahir dan bathin menjadi dambaan setiap manusia. Berikut menurut pendapat bu I.Y (Pr, tahun)

(61)

Begitu juga yang dikatakan ibu I.D (Pr,50 tahun)

“hal yang sangat sakral dan suci. perkawinan/pernikahan hanya dialami sekali dalam seumur hidup, dan itu jugalah yang diajarkan setiap agama, agama apa pun mengajarkan perkawinan kalau boleh sekali dalam seumur hidup”

Menurut Ibu L.N (Pr,40 tahun)

“Penyatuan dua hati yang berbeda yang dibungkus dalam ikatan yang suci”.

Secara umum dalam masyarakat dapat ditemukan beberapa pengertian perkawinan yaitu:

1. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri

2. ikatan lahir bathin ditujukan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia , kekal dan sejahtera.

3. dasar ikatan lahir bathin dan tujuan bahagia yang kekal itu berdasarkan pada KeTuhanan Yang Maha Esa.

(62)

Bapak U.T ( Lk, 52 tahun) mengemukakan

“Perkawinan berarti bermakna pembentukan suatu rumah yang dibangun bersama-sama dan mempunyai nasib yang sama. Tujuan utama perkawinan adalah menciptakan lingkungan yang ideal bagi anak-anak tetapi juga – dari kata-kata salah satu berkat perkawinan berbunyi memberikan kegirangan dan kesenangan hati, keriangan dan kegembiraan yang meluap-luap, kegemaran dan suka cita, cinta damai dan persahabatan” .

Hal yang sama juga dikemukakan oleh informan E.L (Pr, 39 tahun) mengatakan

“Menyatukan dua orang, dengan kepribadian serta latar belakang yang berbeda dalam satu komitmen. Persatuan dua perbedaan yang akan mencapai satu tujuan demi kebahagiaan bersama, pernikahan tempat saling berkorban, menangis, tertawa, memahami, mengalah satu sama lain, dua untuk menuju satu yang akhirnya akan mendapatkan keturunan ”

(63)

Hikmah perkawinan sangat berkaitan erat dengan tujuan manusia diciptakannya ke muka bumi. Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan untuk memakmurkan bumi, di mana bumi dan segala isinya diciptakan untuk kepentingan manusia. Oleh karena itu, demi kemakmuran bumi secara lestari, kehadiran manusia sangat diperlukan sepanjang bumi masih ada. Pelestarian keturunan manusia merupakan sesuatu yang mutlak, sehingga eksistensi bumi di tengah-tengah alam semesta tidak menjadi sia-sia. Pelestarian manusia secara wajar dibentuk melalui perkawinan. Maka, demi memakmurkan bumi, perkawinan mutlak diperlukann yang intim dan penuh kemesraan.

Berikut adalah hasil wawancara dengan A.J(Lk, 60 tahun)

“perkawinan bertujuan meneruskan garis keturunan ayah, dimana Negara kita menganut garis keturunan patrilinial”.

Hal serupa juga dikatan oleh informan E.M (Pr,51 tahun)

“bahwa tujuan perkawinan itu juga adalah meneruskan bagian clan,suku dan keluarga”

Informan P.J (lk, 27 tahun)

“Perkawinan itu menurut saya adalah suatu hubungan yang suci yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang membebtuk satu keluarga dan untuk meneruskan keturunan”.

(64)

kedamaian dan juga mempertahankan kewarisan”. Oleh karena sistem keturunan dan kekerabatan antara suku bangsa Indonesia yang satu dan yang lainnya berbeda-beda pula, termasuk lingkungan hidup dan agama yang dianut berbeda, maka tujuan perkawinan adat bagi masyarakat adat berbeda-beda diantara suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, serta akibat hukum dan upacara perkawinannya berbeda-beda.

Maka, dengan dilaksanakannya perkawinan diharapkan mendapatkan keturunan yang menjadi penerus silsilah orang tuanya, tetapi perkawinan menurut hukum adat itu tidak semata-mata berarti suatu ikatan antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri untuk masksud mendapatkan keturunan dan membangun serta membina kehidupan keluarga rumah tangga, tetapi juga berarti suatu hubungan hukum yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak isteri dan pihak suami.

4.5.2. Poligami Menurut Agama Islam

(65)

dalam menghadapi unsur-unsur kondisi manusia tersebut. Dalam memberi dukungan dalam setiap permasalahan agama menopang nilai-nilai dan tujuan yang telah terbentuk, memperkuat moral dan membantu mengurangi kebencian.(Bagong suyanto;2004)

Agama menyucikan norma-norma dan nilai masyarakat yang telah terbentuk, mempertahankan dominasi tujuan kelompok diatas keinginan individu, dan disiplin kelompok diatas dorongan hati individu. Dengan demikian agama memperkuat legitimasi pembagian fungsi, fasilitas dan ganjaran yang merupakan cirri khas suatu masyarkat. Agama juga menangani keterasingan dan kesalahan individu yang menyimpang. Agama juga melakukan fungsi yang bisa bertentangan dengan fungsi sebelumnya. Agama dapat pula memberikan standar nilai dalam arti dimana norma-norma yang telah terlembaga dapat dikaji kembali secara kritis dan kebetulan masyarakat memang sedang membutuhkannya. Hal ini memang benar, khususnya dalam hubungannya dengan agama yang menitikberatkan transendesi Tuhan, dan konsekuensi superioritasnya dan kemerdekaan masyarakat yang mapan. (Bagong suyanto;2004)

(66)

perkawinan yang lebih dari satu, dengan batasan, umumnya dibolehkan hanya sampai empat wanita. Walaupun ada juga yang memahami ayat tentang poligami dengan batasan empat atau bahkan lebih dari Sembilan isteri. Singkatnya, poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) isteri dalam waktu yang bersamaan. Laki-laki yang melakukan bentuk perkawinan seperti itu dikatakan bersifat poligami.

Tujuan pernikahan dalam Islam sangat jelas, yaitu untuk menciptakan rumah tangga sakinah (yang tenang dan damai) antara suami-isteri dan anak-anak mereka. Syariah Islam, yang sering dipandang melegalkan praktek poligami, sesungguhnya tidak turun dalam masyarakat yang hampa budaya. Senantiasa ada konteks yang melatarinya, baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu ketika kita membaca teks agama kita tidak bisa melepaskan sama sekali persoalan sosial, budaya, politik, ekonomi, kesehatan, dan lainnya yang dipandang kuat menjadi latarnya. Sebelum Islam datang kebanyakan masyarakat Arab memiliki banyak Isteri, dan tidak ada batasan untuk itu. Kemudian Islam datang dan memberi batasan-batasan, empat isteri, tiga, dua, dan pada akhirnya cukup dengan satu isteri.

Menurut Bapak A.J (Lk, 60 tahun)

“Poligami diperbolehkan dengan syarat sang suami memiliki kemampuan untuk adil diantara para istri. Berpoligami itu hukumnya sunnah bagi yang mampu”.

Menurut Bapak A.L (70 tahun)

(67)

Secara sosiologis, aturan hukum keluarga yang dibawa Islam sesungguhnya sangat fundamental. Yaitu mengangkat posisi perempuan ke tempat yang semestinya, setelah sekian lama dirampas oleh proses sejarah primitif manusia. Karena Islam memposisikan semua manusia adalah sama, meskipun atribut yang melekat padanya meniscayakan keberagaman. Poligami dalam Islam adalah solusi yang ditawarkan apabila terjadi hal-hal yang luar biasa. Dalam sejarahnya, poligami itu dalam rangka memberdayakan dan membebaskan kelompok tertindas (dalam hal ini perempuan).

4.5.3. Pandangan Masyarakat Tentang Poligami

Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk hidup bersama. Dalam bahasa agama Islam, ia dinamai ’aqd nikah. Perkawinan yang merupakan ikatan batin itu memiliki tali temali dari tiga rangkaian pengikat: Cinta (mawaddah), Rahmah (kondisi psikologis yang muncul di dalam hati untuk melakukan pemberdayaan), dan Amanah (ketenteraman). Poligami menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “Ikatan perkawinan yang salah satu pihak memiliki/mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan”. Kata tersebut dapat mencakup pologini yakni “sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria mengawini beberapa wanita dalam waktu yang sama”, maupun sebaliknya, yakni poliandri, di mana seorang wanita memiliki/mengawini sekian banyak lelaki.

(68)

yang negatif. Ini terjadi karena poligami dianggap menyakiti kaum wanita dan hanya menguntungkan bagi kaum pria saja. Berikut ini adalah hasil wawancara saya dengan I.D (Pr,50 Tahun) :

“saya menentang pernikahan poligami itu dan mengecam tindakannya sebagai tindakan yang melecehkan kaum perempuan dan mengecapnya sebagai suami yang tidak setia, yang tega menyakiti hati istrinya, karena bagaimanapun tidaklah ada seorang perempuan pun di muka bumi ini yang rela berbagi kasih dengan orang lain apalagi harus berbagi suami”.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibu N.N (Pr, 40 Tahun)

“saya miris apabila poligami hanya dijadikan tameng seorang laki-laki untuk memuaskan nafsunya saja, poligami seharusnya hanya dijadikan solusi apabila sang istri tidak bisa menjalankan kewajibannya, namun nyatanya sekarang poligami seolah dijadikan hal yang wajar dilakukan terutama apabila si suami merasa istrinya tidak muda lagi, tidak semenarik dulu lagi”.

Menurut ibu L.N (Pr, 40 tahun)

“Sepertinya, poligami terlalu “melelahkan” perasaan perempuan”.

Juga dikatakan oleh R.N (Pr,35 tahun)

“Saya tidak berpendapat bahwa saya menolak poligami, tapi kita memang harus realistik dalam melihatnya. Yang bermasalah adalah praktiknya, apakah kita bisa melaksanakan konsep keadilan itu. Banyak laki-laki mempraktekkan poligami tanpa kesadaran dasar tentang konsekuensi dari poligami, yaitu berbuat adil. Dan menurut saya keadilan itu hanya bisa dicapai jika mempunyai satu patner (suami-istri). Artinya tidak ada pengistimewaan kepada salah satu istri dibanding istri yang lain”.

Informan P.J (lk, 27 tahun)

“argumentasi baik yang bersifat normative, psikologis bahkan selalu dikaitkan dengan ketidakadilan gender”.

(69)

“poligami sebagai pilihan hidup setiap orang”

Begitu juga yang dikatakan bapak U.T (lk2, 52 Tahun) yang setuju dengan perkawinan poligami.

“saya setuju,poligami itu dibolehkan dengan aturan2 tertentu dan jangan dilarang justru yg harus dilarang adalah perselingkuhan, punya istri simpanan dan perbuatan mesum lainnya. Selama ini saya lihat masalah poligami hanya dilihat dr sisi perempuannya saja yg dikatakan sbg pihak yg teraniaya atau disakiti,dan mengatakan lelaki sbg pihak yg melakukan kekerasan dan mau enaknya sendiri.padahal banyak lelaki yg berpoligami juga tidak rela jadi "pejantan" bagi perempuan, saya melakukan poligami untuk sesuatu yg diyakini akan lebih baik bagi keluarga dan masyarakat”.

Informan bapak A.L (Lk, 70 tahun)

“Jumlah perempuan selalu lebih besar dibanding lelaki yang layak menjadi suami. Poligami akan memperkecil ketidakseimbangan itu”.

Menurut Bapak A.J (Lk,60 tahun) Mengatakan

“Poligami dilakukan karena keadaan darurat, misalnya ingin memiliki keturunan”

Hal yang serupa juga yang dikatakan oleh informan saya bapak F.R (Lk,40 tahun) mengatakan

“Saya kira poligami harus disikapi secara proporsional, arif, dan obyektif. Bagaimanapun juga poligami adalah pilihan keluarga yang dibolehkan dalam Islam. Jadi silakan setiap orang mempunyai kebebasan untuk secara sadar mengambil pilihan selama dalam kerangka kebolehan secara syar'i dan dilakukan secara bertanggung jawab. Tidak perlu saling menghina dan menjelekkan atas pilihan yang mungkin diambil berbeda dengan kita”.

(70)

menutupi kesenjangan jumlah penduduk yang tidak seimbang antara lelaki dan perempuan.

Sebenarnya, praktik poligami bukanlah persoalan teks, berkah, apalagi sunah, melainkan persoalan budaya. Dalam pemahaman budaya, praktik poligami dapat dilihat dari tingkatan sosial yang berbeda. Bagi kalangan miskin atau petani dalam tradisi agraris, poligami dianggap sebagai strategi pertahanan hidup untuk penghematan pengelolaan sumber daya. Tanpa susah payah, lewat poligami akan diperoleh tenaga kerja ganda tanpa upah. Kultur ini dibawa migrasi ke kota meskipun stuktur masyarakat telah berubah. Sementara untuk kalangan priayi, poligami tak lain dari bentuk pembendamatian perempuan. Ia disepadankan dengan harta dan takhta yang berguna untuk mendukung penyempurnaan derajat sosial lelaki.

Dari cara pandang budaya memang menjadi jelas bahwa poligami merupakan proses dehumanisasi perempuan. Mengambil pandangan ahli pendidikan Freire, dehumanisasi dalam konteks poligami terlihat mana kala perempuan yang dipoligami mengalami self-depreciation. Mereka membenarkan, bahkan bersetuju dengan tindakan poligami meskipun mengalami penderitaan lahir batin luar biasa. Tak sedikit di antara mereka yang menganggap penderitaan itu adalah pengorbanan yang sudah sepatutnya dijalani, atau poligami itu terjadi karena kesalahannya sendiri. Seperti yang dikatakan ibu E.M (Pr, 51 tahun)

Gambar

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk berdasarkan Agama yang dianut
Tabel 4.3  Jumlah Penduduk berdasarkan mata pencaharian
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk menurut Kelompok Tenaga Kerja
+3

Referensi

Dokumen terkait

Perceraian didefenisikan sebagai suatu gejala/keadaan terputusnya ikatan hubungan perkawinan antara suami dan istri, dan mereka berhenti melakukan kewajiban peran

Di sarankan kepada Pengadilan Agama agar dalam memutus perkara perkawinan poligami yang di ajukan oleh suami sebagai pegawai negeri sipil harus melalui prosedur hukum yakni

Di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dikatakan bahwa yang menjadi faktor atau tujuan dari perkawinan sebagai suami istri adalah

Faktor yang turut berperan dalam tingginya kepuasan perkawinan subjek adalah dukungan sosial dan faktor demografis, seperti tingkat pendidikan suami dan istri,

Kekerasan Suami Terhadap Istri : Sebuah Analisa Perspektif Feminis atas Kasus-Kasus di Sebuah Lembaga Konsultasi. Perkawinan

36 Janda dalam hukum waris adalah sebagai suami atau istri yang hidup. terlama dalam hubungan perkawinan yang putus akibat peristiwa

Hendaknya tujuan dan manfaat pembuatan perjanjian perkawinan dapat dilaksanakan oleh pasangan calon suami istri yang beragama Islam di Kota Medan khususnya bagi

Dalam Hukum Adat, pertunangan tidaklah sama dengan perkawinan, tujuannya tidaklah melegalkan hubungan suami istri, melainkan perjanjian awal untuk melakukan perkawinan.