• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik Dan Integrasi Anggota Keluarga Luas Batak Toba Yang Menganut Agama Berbeda (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Konflik Dan Integrasi Anggota Keluarga Luas Batak Toba Yang Menganut Agama Berbeda (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA

(Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dalam Bidang Antropologi

Oleh:

DUMA ROSDIANA L. GAOL 080905009

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Duma Rosdiana Lumban Gaol

NIM : 080905009 Departemen : Antropologi

Judul : KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)

Medan, Maret 2012

Dosen Pembimbing Ketua Departemen Antropologi

Drs. Agustrisno, MSP Dr. Fikarwin Zuska, M.Si NIP : 196008231987021001 NIP : 196212201989031005

Dekan FISIP-USU

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA (Studi Etnografi Lima Keluarga

Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Maret 2012

Duma Rosdiana Lumban Gaol

(4)

ABSTRAK

Duma Rosdiana Lumban Gaol 2012, judul skripsi: KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang, Kecamatan Lubuk Pakam). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 149 halaman, tabel, 10 gambar, 23 daftar pustaka serta lampiran

Skripsi ini mendeskripsikan : “KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)”. Kajian ini menjelaskan tentang hubungan anggota keluarga luas Batak Toba di Jalan Galang KecamatanLubuk Pakam, yang dikelompokkan menjadi dua bentu, yaitu berupa konflik dan integrasi. Tujuan dilaukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk konflik dan integrasi seta dalam suasana seperti apa konflik dan integrasi tersebut terjadi di dalam 5 keluarga luas di Jalan Galang, Lubuk Pakam. Penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan teknik wawancara mendalam kepada 20 orang informan serta observasi partisipasi terhadap beberapa aktivitas sehari-hari informan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konflik dan integrasi dalam anggota keluarga luas Batak Toba memang benar-benar ada.Konflik dan integrasi terjadi dalam beberapa hal, yaitu: menyangkut informasi, sumber daya, serta kepentingan dan kebutuhan. Selain itu konflik dan integrasi juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari, perayaan hari besar agama, dan upacara Adat Batak Toba yang pernah diselenggarakan dalam keluarga tersebut.

(5)

Seluruh Staff Pengajar di Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membekali penulis

dengan ilmu pengetahuan.Kepada Camat Lubuk Pakam, Sekretaris Camat, dan

seluruh perangkat Kecamatan Lubuk Pakam yang sudi menerima dan membantu

penulis melakukan penelitian. Seluruh anggota Keluarga Siahaan, Nadapdap,

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “KONFLIK

DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG

MENGANUT AGAMA BERBEDA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak

Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam) dengan baik.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan dan

masukan dari berbagai pihak. Dengan demikian penulis mengucapkan banyak terima

kasih yang sebanyak-banyaknya kepada pihak tersebut, yaitu: Bapak Prof. Dr.

Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara. Spesial kepada Bapak Dr. Fikarwin Zuska, M.Si selaku Ketua

Departemen Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara. Terkhusus kepada Bapak Drs. Agustrisno, MSP selaku Sekretaris

Departemen Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara yang juga sekaligus sebagai dosen pembimbing dan dosen penasehat

(6)

Sihotang, Pandiangan, dan Lumban Gaol yang telah membantu penulis dalam

memberikan informasi bagi penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penghargaan terbesar, terima kasih dan rasa cinta yang sebesar-besarnya

penulis persembahkan kepada Bapak tercinta M. Lumban Gaol dan Mama tersayang

T.Br. Simamora yang selalu memberikan dukungan moril dan materil, selalu sabar

hingga penulis meraih gelarm sarjana. Adik-adikku tercinta : Chandra Rikardo

Lumban Gaol, Adi Putra Lumban Gaol, dan Amsal Haryanto Lumban Gaol yang

sudah memberikan semangat dalam menyelesaikan studi penulis. Abang/ Kakak/

Adik sepupuku: Kak Bella, Kak Dame, Bang Charles, Novita, dan Winarti yang

selalu memberikan dorongan dan semangat dalam penyelesaian skripsi. Terima kasih

juga buat Bou-Bouku Sayang.

Terspesial buat Tell Bers: Ria C. Sos, Bethrin C. Sos, Santa Panjaitan C. Sos,

Rulianna C. Sos, dan Suherman C. Sos. Semangat terus ya tell ya. Spesial thanks buat

Nullang atas semangat, dorongan, dan kasih sayang dari kejauhan dalam penyelesaian

skripsi. Spesial ditujukan kepada seluruh kerabat Antropologi’08: Nelson, Junius S.E

Tarigan, Puteri, Sylvi, Dea, Santa Simamora, Febry, Fazri, Etta, Junius, Kalvin,

Hardi, Radinton S. Sos, Riko, Boy, Batara, Iskandar, Haris, Taufik, Harni, Maria,

Berti, Marda, Sari, Donald, Berkat, Arifin, Helen S. Sos, Ervina S. Sos, Hezron, Ayu,

Nesya, Mila, dan teman-teman 08 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima

kasih atas persahabatan dan kenangannya.Kepada kerabat Antropologi lainnya: Bang

(7)

Erika, Kak Sri Nainggolan, Kak Indri dan mahasiswa Antropologi di Universitas

Sumatera Utara.

Penulis,

(8)

Riwayat Hidup

Duma Rosdiana L. Gaol, lahir pada tanggal 11 Mei

1989 di Lubuk Pakam. Anak pertama dari 4 (empat)

bersaudara dari pasangan M. Lumban Gaol dan T.

Br. Simamora.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD N

101914 Lubuk Pakam pada tahun 2001. Sekolah

Menengah Pertama di SMP N 2 Lubuk Pakam pada

tahun 2004 dan menyelesaikan Sekolah Menengah

Atas di SMA N 1 Lubuk Pakam pada tahun 2007.

Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi di Universitas

Sumatera Utara pada tahun 2008.

Selain mengikuti pendidikanl, peneliti juga pernah mengikuti beberapa seminar yang

pernah di selenggarakan di fakultas dan universitas, yaitu:

• CROSSING BOUNDARIES (Cross Culture Video Making Project For

Peace) oleh Hikmat Budiman (Direktur The Interseksi Foundation).

• Inventarisasi Kain Tenun, Hiou Simalungun di Sumatera Utara oleh

Antropologi FISIP USU dan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata

(9)

• Launching Pusat Penelitian dan Pengembangan Budaya Pakpak.

• “Mandat Konstitusi untuk Kesejahteraan Rakyat dan Ekonomi

Kerakyatan” yaitu Pameran dan Rangkaian Seminar “Ini Medan

Demokrasi Bung” oleh Fadel Muhammad (Menteri Kelautan dan

Perikanan RI)

• Anggota GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) di FISIP USU

Pengalaman Organisasi dan Kerja

• Anggota INSAN di Departemen Antropologi Sosial FISIP USU

(10)

Skripsi ini adalah jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca untuk perbaikan menuju

kesempurnaan skripsi ini. Dengan demikian penulis berharap skripsi ini dapat

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dan segala perlengkapan

lainnya dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang

Antropologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

“KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK

TOBA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan

Lubuk Pakam)” yang menjadi judul dari skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera

Utara dalam bidang antropologi. Skripsi ini berisi kajian analisis yang didasarkan

pada observasi partisipasi dan wawancara penulis yang membahas mengenai konflik

dan integrasi yang terjadi dalam lima keluarga luas Batak Toba yang anggotanya

menganut agama berbeda di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam. Berdasarkan

hasil penelitian konflik dan integrasi antara anggota keluarga luas Batak Toba

memang benar ada. Konflik dan integrasi terjadi dalam beberapa hal, yaitu:

menyangkut informasi, sumber daya, serta kepentingan dan kebutuhan. Selain itu

konflik dan integrasi juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari, perayaan hari besar

agama, dan upacara Adat Batak Toba yang pernah diselenggarakan dalam keluarga

(11)

memberi manfaat bagi para pembaca, khusunya mahasiswa antropologi, yaitu sebagai

penambah wawasan selama masa perkuliahan, dan juga bagi lima keluarga luas Batak

Toba yang sudah diteliti.

Medan, Maret 201

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN

PERNYATAAN ORIGINALITAS... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Ruang Lingkup dan Lokasi Penelitian ... 6

1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.5.Tinjauan Pustaka... 7

1.6. Metode Penelitian ... 19

1.7. Analisia Data ... 21

BAB II. SEJARAH DAN PROFIL ANGGOTA LIMA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA DI JALAN GALANG KECAMATAN LUBUK PAKAM 2.1. Sejarah dan Profil Keluarga Siahaan ... 27

2.2. Sejarah dan Profil Keluarga Nadapdap ... 40

2.3. Sejarah dan Profil Keluarga Sihotang ... 52

2.4. Sejarah dan Profil Keluarga Pandiangan ... 62

(13)

BAB III. BENTUK KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA LIMA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA DI JALAN GALANG KECAMATAN LUBUK PAKAM

3.1. Konflik Anggota Lima Keluarga Luas Batak Toba yang Menganut Agama Berbeda di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam ………...80

3.1.1. Konflik Menyangkut Informasi dalam Keluarga Siahaan, Nadapdap, dan Pandiangan. ... 80 3.1.2. Konflik Menyangkut Sumber Daya dalam Keluarga

Siahaan ... 93 3.1.3. Konflik Menyangkut Kebutuhan dan Kepentingan dalam

Keluarga Nadapdap dan Sihotang ... 99 3.1.4. Konflik Menyangkut Acara Adat dalam Keluarga Lumban

Gaol ... 111

3.2. Integrasi Anggota Lima Keluarga Luas Batak Toba yang Menganut Agama Berbeda di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam ... 114 3.2.1. Integrasi Anggota Keluarga Luas Siahaan dan Pandiangan

di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam dalam Acara

Adat ... 118 3.2.2. Integrasi ketika Menjalankan Kewajiban sebagai Umat

Beragama dalam Anggota Lima Keluarga Luas di Jalan

Galang Kecamatan Lubuk Pakam ... 124 3.2.3. Integrasi Kehidupan Sehari-hari dalam Anggota Lima

Keluarga Luas di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam ... 132

BAB IV. TERBENTUNYA KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA LIMA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA DI JALAN GALANG KECAMATAN LUBUK PAKAM DALAM TIGA SUASANA

4.1. Terbentuknya Konflik dan Integrasi Anggota Lima kEluarga Luas Batak Toba yang Menganut Agama Berbeda di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam dalam Kehidupan Sehar-hari ... 135 4.2. Terbentuknya Konflik dan Integrasi Anggota Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam dalam Hari Besar

(14)

BAB V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 144 5.2. Saran ... 145

(15)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Persebaran Penduduk Kecamatan Lubuk Pakam

Berdasarkan Kelompok Etnik

24

2.2. Komposisi Keluarga Luas Siahaan Berdasarkan

Beberapa Kategori

38

2.3. Komposisi Keluarga Luas Nadapdap Berdasarkan

Beberapa Kategori

49

2.4. Komposisi Keluarga Luas Sihotang Berdasarkan

Beberapa Kategori

59

2.5. Komposisi Keluarga Luas Pandiangan Berdasarkan

Beberapa Kategori

68

2.6. Komposisi Keluarga Luas Lumban Gaol

Berdasarkan Beberapa Kategori

(16)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Anggota Keluarga Luas Siahaan 40

2.2. Anggota Keluarga Luas Nadapdap 52

2.3. Anggota Keluarga Luas Sihotang 61

2.4. Anggota Keluarga Luas Pandiangan 71

2.5. Anggota Keluarga Luas Lumban Gaol 78

3.1. Jarak Rumah J. Pandiangan dengan Orangtuanya di

Lubuk Pakam

91

3.2. Jarak Rumah Anggota Keluarga Luas Siahaan di

Lubuk Pakam

99

3.3. Jarak Rumah S.Br. Nadapdap dengan Orangtuanya

di Sidikalang

109

3.4. Jarak Rumah T. Sitohang dengan Orangtuanya di

Medan

(17)

ABSTRAK

Duma Rosdiana Lumban Gaol 2012, judul skripsi: KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang, Kecamatan Lubuk Pakam). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 149 halaman, tabel, 10 gambar, 23 daftar pustaka serta lampiran

Skripsi ini mendeskripsikan : “KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)”. Kajian ini menjelaskan tentang hubungan anggota keluarga luas Batak Toba di Jalan Galang KecamatanLubuk Pakam, yang dikelompokkan menjadi dua bentu, yaitu berupa konflik dan integrasi. Tujuan dilaukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk konflik dan integrasi seta dalam suasana seperti apa konflik dan integrasi tersebut terjadi di dalam 5 keluarga luas di Jalan Galang, Lubuk Pakam. Penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan teknik wawancara mendalam kepada 20 orang informan serta observasi partisipasi terhadap beberapa aktivitas sehari-hari informan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konflik dan integrasi dalam anggota keluarga luas Batak Toba memang benar-benar ada.Konflik dan integrasi terjadi dalam beberapa hal, yaitu: menyangkut informasi, sumber daya, serta kepentingan dan kebutuhan. Selain itu konflik dan integrasi juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari, perayaan hari besar agama, dan upacara Adat Batak Toba yang pernah diselenggarakan dalam keluarga tersebut.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Khairuddin (1997) menjelaskan bahwa keluarga merupakan kelompok primer

yang terpenting dalam masyarakat. Secara historis keluarga inti terbentuk paling tidak

dari ayah/ ibu dan anak, yang berada dalam ikatan pernikahan, dan

anak-anaknya akan melepaskan diri sebagai anggota keluarga inti karena adanya proses

pendewasaan yang menuntut untuk membentuk keluarga inti baru lagi. Terbentuknya

keluarga inti baru nantinya akan menghasilkan keluarga-keluarga inti baru yang

selanjutnya akan membentuk kelompok masyarakat.

Pembentukan keluarga inti baru tidak dapat menjadi jaminan untuk

membentuk sebuah rumah tangga yang baru pula. Dalam hal ini rumah tangga

didefinisikan sebagai wadah keluarga yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan

ekonomi anggota keluarga, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan pokok. Jika

keluarga inti baru tersebut bergabung/ tinggal bersama dengan keluarga inti lainnya

serta memenuhi tanggung jawab atas kebutuhan ekonomi secara bersama, maka

keluarga tersebut dapat dikatakan telah membentuk keluarga inti baru, namun tidak

membentuk rumah tangga baru. Demikian pula sebaliknya, jika keluarga inti baru

tersebut memilih untuk tinggal terpisah dengan keluarga inti lainnya serta

(19)

otomatis keluarga inti tersebut sudah membentuk keluarga baru sekaligus rumah

tangga baru.

Adapun kenyataan yang terjadi di dalam lima keluarga luas Batak Toba

Lubuk Pakam adalah pembentukan keluarga inti baru yang juga diikuti dengan

pembentukan rumah tangga baru pula. Artinya setelah menikah keluarga inti baru

tersebut hidup dalam sebuah rumah tangga yang masing-masing berbeda. Hal ini

tampak dari pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka sehari-hari yang menjadi

tanggung jawab keluarga inti baru tersebut.

Terbentuknya rumah tangga baru menciptakan jarak rumah yang relatif jauh

ataupun dekat. Artinya rumah tangga masing-masing keluarga inti hidup dalam

tempat tinggal yang berbeda. Jarak rumah inilah yang dapat mempengaruhi

komunikasi masing-masing anggota keluarga. Semakin dekat jarak rumahnya,

biasanya mereka juga akan sering berkomunikasi. Demikian pula sebaliknya, semakin

jauh jarak rumahnya, biasanya mereka juga akan jarang melakukan interaksi. Namun

hal ini tidak bersifat mutlak, bagi masing-masing anggota keluarga yang jarak

rumahnya relatif jauh, juga sering mengadakan komunikasi secara tidak langsung,

yaitu melalui media tertentu seperti: handphone dan telepon.

Di samping itu setiap satu anggota keluarga dengan anggota keluarga lainnya

biasanya memeluk agama yang sama jika berada dalam sebuah keluarga inti ataupun

keluarga luas. Hal ini menggambarkan bahwa agama merupakan bagian dari identitas

(20)

agama yang dianut oleh individu tersebut, misalnya keluarga Batak Toba yang identik

dengan agama Kristen, namun pada kenyataannya tidaklah demikian. Di dalam

beberapa keluarga luas Batak Toba di Jalan Galang, Kecamatan Lubuk Pakam

terdapat anggota keluarga penganut agama yang berbeda, misalnya terdiri atas

Kristen Protestan/ Katholik dan Islam. Perbedaan ini bermula dari ikatan pernikahan

oleh pasangan yang menganut agama berbeda.

Menurut Koentjaraningrat (Verawati, 2010:5) di dalam masyarakat Batak

Toba, perkawinan adalah sebuah pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki

dengan seorang perempuan, tetapi juga mengikat dalam suatu hubungan tertentu,

yaitu kaum kerabat laki-laki dengan kaum kerabat perempuan. Artinya setiap

perkawinan yang diadakan akan menjadi sebuah pengikat hubungan bagi seluruh

anggota keluarga yang berasal dari kedua belah pihak yang bersangkutan. Dengan

demikian setiap anggota keluarga akan memiliki hak dan kewajiban berdasarkan

kedudukan yang didasarkan dalam Dalihan Natolu, seperti: Hula-hula, Dongan tubu,

dan Boru.

Konflik dan integrasi ini tentu saja sangat menarik untuk diteliti. Dengan

meneliti hal tersebut dapat diketahui dan dipahami bagaimana bentuk konflik dan

integrasi dalam perbedaan tersebut serta kapan dan bagaimana perbedaan agama yang

dianut oleh keluarga luas dapat menimbulkan konflik dan integrasi. Pengetahuan dan

pemahaman tentang hal itu dapat menciptakan keluarga yang harmonis, yaitu dengan

(21)

adanya integrasi dalam sebuah keluarga, khususnya keluarga yang menganut agama

berbeda.

Perbedaan agama (Kristen-Islam) yang dianut biasanya mempengaruhi pola

pikir masing-masing dan merubah sikap dan tingkah laku. Pola pikir dan tingkah laku

yang berbeda dapat menimbulkan konflik dan integrasi selama mereka mengadakan

interaksi secara face to face (bertatap muka) ataupun mengadakan komunikasi secara

tidak langsung atau menggunakan media seperti: handphone dan telepon . Artinya

pola pikir dan tingkah laku yang ada di dalam setiap anggota keluarga akan

dimunculkan selama mereka berinteraksi.

Adapun yang dimaksud dengan konflik dan integrasi dalam penelitian ini

adalah konflik yang terjadi antar anggota sebuah keluarga luas akibat perbedaan

agama (Kristen-Islam) yang dianut oleh setiap anggota keluarga luas Batak Toba.

Konflik dan integrasi ini lebih sering tampak ketika mereka sering mengadakan

interaksi secara bertatap muka. Artinya semakin sering mereka berinteraksi, semakin

tampak pula konflik dan integrasi yang terjadi di dalam keluarga tersebut. Demikian

pula sebaliknya, jika mereka jarang sekali melakukan interaksi, maka konflik dan

integrasi yang terjadi di dalam keluarga tersebut tidak tampak jelas/ kabur.

Konflik ini dapat berupa perbedaan pendapat antara masing-masing anggota

keluarga yang disebabkan oleh perbedaan agama masing-masing yang akhirnya akan

menimbulkan tingkah laku yang saling bertolak belakang dan mengakibatkan

(22)

dimaksud dengan integrasi dalam penelitian ini adalah bersatunya seluruh anggota

keluarga secara utuh yang disebabkan oleh beberapa faktor dan masih erat kaitannya

dengan pola keagamaan masing-masing.

Pada intinya, penelitian ini dilakukan kepada beberapa keluarga luas di Jalan

Galang, Kecamatan Lubuk Pakam. Adapun keluarga luas tersebut adalah Keluarga

Siahaan, Keluarga Nadapdap, Keluarga Sihotang, Keluarga Pandiangan, dan

Keluarga Lumban Gaol. Anggota keluarga tersebut terdiri dari 3 generasi secara

berturut-turut, yaitu kakek/ nenek, ayah/ ibu ego, dan cucu laki-laki/ perempuan yang

menganut agama berbeda (Kristen-Islam) dalam sebuah keluarga luas yang sering

ataupun jarang melakukan interaksi secara bertatap muka ataupun yang mengadakan

komunikasi secara tidak langsung/ menggunakan media.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Bentuk konflik dan integrasi seperti apa yang terjadi dalam keluarga luas

tersebut?

(23)

1.3. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Jalan Galang, Kecamatan Lubuk Pakam. Lokasi ini

dipilih karena di dalamnya terdapat lima keluarga luas Batak Toba dengan anggota

keluarga yang menganut agama berbeda. Dengan demikian peneliti lebih mudah

menemukan informan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk

mengetahui fenomena konflik dan integrasi bagi anggota keluarga luas Batak Toba

yang menganut agama berbeda-beda. Fenomena ini dijelaskan melalui pemaparan

tentang bentuk konflik dan integrasi seperti apa yang terjadi dalam keluarga luas

serta dalam keadaan seperti apa konflik dan integrasi tersebut bisa terjadi.

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara praktis ataupun

akademis. Manfaat secara praktis dapat memberikan pemahaman mendalam tentang

konflik dan integrasi anggota keluarga luas yang anggotanya menganut agama

berbeda-beda, sehingga mereka akan semakin memahami perbedaan agama yang

dapat menciptakan konflik dan integrasi. Dengan demikian mereka dapat

menciptakan keluarga yang lebih harmonis, karena memahami bagaimana cara

menciptakan integrasi dan menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat memicu konflik.

Sedangkan manfaat akademisnya adalah untuk memperluas wawasan dan

(24)

1.5. Tinjauan Pustaka

Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat terpisahkan

sehingga kebudayaan menempati posisi terpusat dalam tatanan hidup manusia

(Maran, 2000:15). Hal ini disebabkan karena setiap manusia di dunia tidak terlepas

dari pola berpikir dan bertingkah laku yang akhirnya berubah menjadi sebuah

kebiasaan yang disebut dengan kebudayaan. Meskipun bentuk pola pikir dan tingkah

lakunya berbeda-beda, manusia haruslah tetap menjaga hubungan dengan sesamanya

agar selalu dapat berinteraksi dengan baik.

Salah satu aspek dalam wujud kebudayaan manusia adalah aspek agama.

Dalam hal ini pengetahuan dan tingkah laku agama merupakan keseluruhan kompleks

dari ide dan segala sesuatu yang dihasilkan manusia dalam pengalaman hidupnya.

Termasuk di dalamnya sistem keyakinan, kepercayaan, dan kemampuan serta

perilaku keagamaan yang diperoleh manusia sebagai anggota dari sekelompok umat

beragama tertentu. Pengetahuan manusia yang berbeda tentang agama sesuai dengan

ajaran agama masing-masing diwujudkan ketika mereka berinteraksi dalam satuan

sistem sosial, misalnya: keluarga.

Hal tersebut mengartikan bahwa agama merupakan bagian dari pola pikir

manusia tentang keyakinannya terhadap sebuah kekuatan di luar dirinya sendiri. Pola

pikir inilah yang mendorong manusia untuk bertingkah laku dengan cara menganut

(25)

disebabkan karena di dalam agama terkandung nilai-nilai yang dapat mengarahkan

manusia ke arah yang lebih baik dari kehidupan yang mereka alami sebelumnya.

Tidak ada manusia yang tidak berbudaya. Hal ini mengartikan bahwa setiap

manusia memiliki kebudayaan yang mencerminkan identitas diri di tengah-tengah

kehidupan masyarakat. Kebudayaan dijadikan sebagai bagian dari ciri khas tersendiri,

yang dapat membedakannya dengan mahkluk lain di permukaan bumi. Ciri khas

tersebut itu pula yang menciptakan keberagaman manusia.

Sairin (2001:27) yang mengatakan b

ahwa, antropologi memandang agama sebagai salah satu unsur kebudayaan,

karena agama yang dianut oleh manusia juga merupakan bagian dari sistem

pengetahuan manusia yang berfungsi sebagai pedoman bagi tingkah laku mereka.

Dikatakan demikian karena di dalam agama terkandung nilai-nilai yang mengajarkan

umatnya untuk selalu berbuat kebaikan.

Di dalam “Sejarah Teori Antropologi 1”, Koentjaraningrat menjelaskan lima

komponen agama. Adapun komponen agama tersebut adalah emosi keagamaan,

sistem keyakinan, sistem ritus dan upacara1

1

Sistem ritus dan upacara dalam suatu religi dapat berwujud aktivitas dan tindakan dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan dan penghuni dunia gaib lainnya untuk berkomunikasi. Dalam ritus dan upacara ini diperlukan berbagai macam sarana dan peralatan, seperti: gereja, masjid, alat bunyi-bunyian suci, dan lain-lain.

, peralatan ritus dan upacara, dan umat

(26)

agama. Dengan demikian setiap umat yang menganut agama harus mengetahui dan

memahami setiap komponen yang berada di dalamnya.

Kebudayaan didefinisikan oleh E.B. Tylor sebagai keseluruhan kompleks dari

ide dan segala sesuatu yang dihasilkan oleh manusia dalam pengalaman historisnya.

Artinya kebudayaan dapat tercipta berdasarkan pengalaman-pengalaman dalam

kehidupannya di masa lampau. Hal tersebut mencakup pengetahuan, agama, seni,

moral, hukum, kebiasaan, dan kemampuan serta perilaku lainnya yang diperoleh

manusia sebagai anggota masyarakat.

Definisi tersebut juga dilengkapi oleh Robert H.Lowie seorang pakar

antropologi Amerika Serikat. Ia mendefinisikan kebudayaan sebagai segala sesuatu

yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup agama, adat-istiadat,

norma-norma artistik, kebiasaan makan, keahlian yang diperoleh bukan karena kreatifitasnya

sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang didapat melalui pendidikan

formal atau informal. Artinya kebudayaan dapat diperoleh dari masyarakat yang

pernah hidup sebelumnya dan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya.

Selain itu Koentjaraningrat (2002:202) juga menyebutkan bahwa kebudayaan

memiliki unsur-unsur yang bersifat universal, yaitu bahasa, sistem teknologi, sistem

mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, agama, dan kesenian.

Ketujuh unsur kebudayaan tersebut berlaku kepada setiap kelompok etnik tanpa

(27)

kelompok etnik tersebut menjadi ciri khusus yang dapat membedakannya satu sama

lain.

Christopher Dawson menyatakan bahwa agama sebagai sumber kebudayaan

dan dasar kebudayaan sosial. Dalam hal ini Dawson menjelaskan bahwa agama

memuat pandangan tentang hakikat dunia dan manusia, serta realitas ilahi yang

menjadi dasar dan orientasi hidup manusia di dunia ini. Selain itu, agama juga

mempengaruhi sikap dan perilaku manusia karena di dalam agama terdapat

ajaran-ajaran yang dapat merubah pola pikir dan diwujudkan dalam bentuk tindakan ataupun

pola tingkah laku.

Dalam perspektif teologi terdapat standar ganda dalam aspek keagamaan.

Standar tersebut yaitu yang menyatakan bahwa agama yang dianut oleh diri sendiri

adalah agama yang paling sejati dan asli berasal dari Tuhan, sementara agama lain

hanyalah rekayasa manusia atau setidaknya berasal dari Tuhan tetapi telah diubah

sesuai dengan kebutuhan manusia. Keadaan yang seperti inilah yang dapat

mengakibatkan adanya bentuk klaim kebenaran (truth claim). Antara agama yang

satu dengan yang lain sehingga memunculkan adanya konflik antar umat beragama

(Sabri, 1999:4).

Suparlan (1982) juga menyebutkan bahwa pada hakekatnya agama adalah

sama dengan kebudayaan: yaitu suatu sistem simbol atau sistem pengetahuan yang

diciptakan dan menggunakan simbol-simbol untuk berkomunikasi dan juga untuk

(28)

karena muatan-muatannya penuh dengan sistem-sistem nilai baik, emosi, dan

perasaan. Sehingga setiap simbol memiliki makna tersendiri.

Dalam artikelnya Paramita menjelaskan bahwa terkadang perbedaan dalam

agama selalu ingin disamakan, sedangkan persamaan dalam agama juga selalu

dibeda-bedakan. Cukup jelas apabila ada yang mengatakan, bahwa agama bagaikan

pisau bermata dua dengan karakteristik baik (protagonist )- buruk (antagonis) atau

bersifat dualisme. Agama akan cenderung menempah para pemeluk agama yang

menerima suatu perbedaan kultur, etnis, teologi, serta rasial. Artinya agama dapat

membentuk karakter pemeluk agama. Kebenaran mendasar semua agama akan

diterima sebagai bentuk toleransi antar umat beragama

(majalahhinduraditya.blogspot.com/./citra-dualisme-dalam-agama

Sistem nilai dalam agama yang pada dasarnya bersumber pada etos dan

pandangan hidup ternyata juga dapat menimbulkan konflik dan integrasi di dalam -).

Secara umum agama dikatakan sebagai seperangkat aturan yang mengatur

hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia

lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya (Suparlan,

1982:19). Artinya melalui agama susunan kehidupan masyarakat tidak akan

mengalami kekacauan sama sekali. Tetapi mengapa masih selalu terjadi kekacauan di

tengah-tengah kehidupan manusia dalam ruang lingkup agama itu sendiri. Padahal di

dalam agama itu tertuang aturan dengan muatan-muatan sistem nilai yang pada

(29)

masyarakat. Konflik berasal dari kata kerjconfigure” yang berarti saling

memukul. Secara sosiologis konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua

orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha

menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak

berdaya. Sedangkan menurut Gamble (Utsman, 2007:16), konflik merupakan

bentrokan sikap-sikap, pendapat-pendapat, perilaku-perilaku, tujuan-tujuan dan

kebutuhan-kebutuhan yang bertentangan.

Adapun sumber penyebab terjadinya konflik menurut Nyi (Utsman, 2007:16)

adalah:

(1)kompetisi: satu pihak berupaya meraih sesuatu, dengan mengorbankan pihak lain, (2)dominasi: satu pihak berusaha mengatur yang lain sehingga merasa haknya dibatasi dan dilanggar, (3)kegagalan: menyalahkan pihak tertentu bila terjadi kegagalan pencapaian tujuan, (4)provokasi: satu pihak sering menyinggung perasaan pihak yang lain, (5)perbedaan nilai: terdapat patokan yang berbeda dalam menetapkan benar salahnya suatu masalah.

Selain itu Kusnaidi juga melihat tahapan konflik yang terdiri atas dua proses,

yaitu tahap disorganisasi, yang merupakan tahap kesalahpahaman, norma yang mulai

tidak dipatuhi, anggota banyak menyimpang, dan sanksi yang lemah. Sedangkan

tahap kedua, yaitu disintegrasi, yang merupakan hal-hal yang penyebab timbulnya

emosi (rasa benci), suka marah (ingin memusnahkan), dan ingin menyerang. Jika

pada tahapan integrasi tidak ada solusi, maka akan berlanjut pada tahapan

(30)

Miall (2000) menggambarkan lima pendekatan terhadap konflik berdasarkan

perhatian bagi diri sendiri atau tinggi/ rendahnya perhatian bagi orang lain sebagai

berikut:

1. Jika seseorang yang berkonflik dengan orang lain lebih perduli terhadap

kepentingan sendiri daripada pihak lain, maka disebut dengan “pertikaian”.

2. Jika mengimplikasikan perhatian yang lebih terhadap kepentingan pihak lain

daripada kepentingan sendiri, maka disebut dengan “mengalah”.

3. Jika lebih memilih untuk menghindari konflik dan mengundurkan diri, disebut

dengan “menarik diri”.

4. Jika menyeimbangkan perhatian antara diri sendiri dengan pihak lain, serta

mencari kompromi dan mencoba mengakomodasikan kepentingan kedua

belah pihak, disebut dengan “berkompromi”.

5. Jika seorang yang berkonflik tersebut lebih memilih untuk kepentingan

sendiri, tetapi juga menyadari aspirasi dan kebutuhan pihak lain serta berusaha

untuk mencari hasil penyelesaian masalah yang kreatif, disebut dengan “

memecahkan masalah”

Selain melihat adanya pendekatan konflik, dalam bukunya Miall juga

mengemukakan dua jenis konflik, yaitu konflik simetris dan tidak simetris. Konflik

simetris merupakan konflik yang muncul antara pihak-pihak yang relatif sama,

(31)

konflik yang terjadi antara pihak-pihak yang tidak sama, misalnya antara pihak yang

minoritas dengan mayoritas.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam

suatu

fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Konflik

merupakan situasi yang wajar dalam setia

yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok

masyarakat lainnya. Konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya

masyarakat itu sendiri

Konflik berangkat dari kondisi kemajemukan struktur masyarakat (Utsman,

2007:15). Artinya konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa

individu dalam suat

.

menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain

sebagainya. Dengan adanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik

merupakan situasi yang wajar dalam setia

yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok

masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya

masyarakat itu sendiri.

Selanjutnya dalam bukunya Nurhadiantomo (2004) mengatakan bahwa

konflik senantiasa melekat dalam setiap masyarakat, tetapi makna konflik tergantung

(32)

perbedaan pendapat yang jika dikelola dengan baik justru akan bermanfaat bagi

masyarakat yang bersangkutan. Kedua, adalah unjuk rasa atau demonstrasi (a protest

demonstrant) yang tidak menggunakan kekerasan. Munculnya demonstrasi ini

diakibatkan karena adanya perbedaan pendapat yang tidak memiliki proses dengan

baik atau proses negosiasi tidak mencapai kesepakatan. Ketiga, adalah kerusuhan

(riot) yaitu semacam demonstrasi yang diwarnai dengan kekerasan fisik, yang muncul

karena unsur kesengajaan terencana maupun spontanitas. Keempat, yaitu serangan

bersenjata yang merupakan konflik dengan intensitas yang paling tinggi.

Lebih lanjut lagi Paul Conn (Utsman, 2007:26), mengatakan bahwa struktur

konflik dibedakan menjadi dua, yaitu konflik menang-kalah (zero-sum conflict) dan

konflik menang-menang (non-zero-sum conflict). Konflik menang-kalah adalah

kedua belah pihak dan atau para pihak yang berkonflik mempunyai sifat antagonistik

sehingga tidak memungkinkan untuk kompromi. Sedangkan konflik yang kedua

adalah konflik menang-menang, dimana dalam konflik ini kedua belah pihak dan atau

para pihak yang berkonflik memungkinkan untuk mengadakan kompromi atau

perundingan.

Konflik bertentangan denga

sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.

Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Kata

“integrasi” berasal dari bahasa latin “integer”, yang berarti utuh atau menyeluruh.

Berdasarkan arti etimologis tersebut, integrasi dapat diartikan sebagai pembauran

(33)

integrasi.html)

1. Integrasi normatif, yaitu suatu ikatan sosial yang terjadi karena adanya

suatu kesepakatannterhadap nilai-nilai dan norma-norma dasar. Dari

dimensinya integrasi ini disebut dengan integrasi budaya.

. Dalam hal ini tersirat bahwa hal pokok dari integrasi adalah karena

adanya keanekaragaman. Keanekaragaman ini boleh dalam satuan individu, keluarga

ataupun institusi-institusi lainnya.

Integrasi memiliki dua pengertian, pertama, pengendalian terhadap konflik

dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu. Kedua, membuat suatu

keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu. Proses integrasi akan berjalan

dengan baik apabila ditunjang oleh norma-norma sosial dan adat istiadat yang baik.

Norma-norma sosial merupakan unsur yang mengatur perilaku dengan mengadakan

tuntutan mengenai bagaimana orang harus bertingkah laku (Simanihuruk, 15-16).

Komisi Ilmu-ilmu Sosial Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (KIS-AIPI)

(Nurhadiantomo, 2004:35), menyatakan tiga konsep integrasi dalam sebuah sistem

sosial, yaitu:

2. Integrasi fungsional, yaitu suatu ikatan sosial yang didasarkan pada situasi

saling ketergantungan fungsional antara unsur yang satu dan yang lainnya.

Integrasi ini lebih berdimensi ekonomi.

3. Integrasi koersif, yaitu suatu ikatan yang terjadi karena adanya kekuatan

(34)

Nurhadiantomo (2004:36-37) menjelaskan bahwa secara teoritis, ketiga sifat

integrasi tersebut juga harus ada yang dipertahankan dan tidak dipertahankan

keseimbangannya. Apabila keseimbangannya tidak terjaga, maka hal-hal yang

mungkin terjadi adalah sebagai berikut:

a. Bila integrasi normatif terlalu lemah, akan terjadi sektarianisme dan

primordialisme2. Akibatnya adalah akan selalu terancam konflik laten

yang sewaktu-waktu akan meledak ke permukaan dalam bentuk kerusuhan

sosial yang tidak rasional dan emosional. Sebaliknya jika integrasi

normatif terlalu kuat maka akan menimbulkan chauvinism dan

eksklusivisme3

b. Bila integrasi fungsional lemah, artinya tidak ada ketergantungan antar

satu golongan dengan golongan lain. Kemungkinan yang terjadi adalah

golongan tertentu akan memborong semua fungsi yang ada, sementara

golongan lainnya tidak memiliki fungsi ataupun posisi. Sebaliknya, bila

integrasi fungsional lebih kuat, maka setiap golongan akan bersifat terikat

dan kehilangan kemandiriannya.

yang akan menghambat proses globalisasi.

2

Sektarianisme didefinisikan dalam keabsahan unik dari kredo dan praktik-praktik orang percaya dan hal itu meningkatkan ketegangan dengan masyarakat yang lebih luas melalui tindakan mereka membangun praktik-praktik yang menegaskan batas pemisahnya. Sedangkan primordialisme adalah perasaan kesukuan yg berlebihankarena adanya rasa tanggung jawab akan suku sendiri (sumber:id.wikipedia.org/wiki/sekte-41k-similar pages)

3

Chauvinisme yaitu paham kebangsaan yang sempit dengan menganggap hanya bangsanya yang paling superior dan berakibat fatal bagi negara-negara lain. Sedangkan eksklusivisme adalah paham yg

mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari masyarakat

(35)

c. Bila integrasi koersif terlalu lemah, akan menimbulkan adanya sikap

anarkis, dimana setiap orang/ golongan akan memaksakan kehendak

sendiri tanpa memperdulikan aturan-aturan dan kebudayaan yang sudah

terbentuk. Sebaliknya, integrasi koersif yang terlalu kuat akan memaksa

golongan lainnya untuk terintegrasi yang menjurus kepada

otoritarianisme.4

Penelitian ini melihat keanekaragaman tersebut dalam bentuk satuan keluarga.

Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Di dalam

ilmu sosiologi (Khairuddin, 1997:19) dijelaskan ada 2 bentuk keluarga, yaitu

keluarga inti (Nuclear Family) dan keluarga luas (Extended Family). Keluarga inti

dapat didefinisikan dengan keluarga kelompok atau keluarga yang terdiri dari ayah,

ibu, dan anak-anak yang belum dewasa atau belum kawin. Sedangkan keluarga luas

adalah satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan suatu lingkungan

keluarga yang lebih luas daripada hanya ayah, ibu, dan anak-anaknya. Dengan adanya

suatu perkawinan, maka anak yang kawin memisahkan diri dari orang tuanya atau

keluarga intinya. Sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah keluarga

luas Batak Toba yang terdiri dari beberapa anggota keluarga penganut agama berbeda

(Kristen-Islam).

4

(36)

Selain itu Burgess dan Locke juga mengemukakan pendapatnya mengenai

definisi keluarga berdasarkan 4 karakteristik keluarga yang terdapat pada semua

keluarga. Menurut mereka, keluarga adalah suatu kelompok dari orang-orang yang

disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah, atau adopsi, merupakan susunan

rumah tangga sendiri, berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain yang

menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami isteri, ayah dan ibu, putra dan putri,

saudara laki-laki dan saudara perempuan, dan merupakan pemelihara kebudayaan

bersama (Khairuddin, 1997:17).

1.6. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

etnografi. Metode etnografi, yang akan mengungkap tentang kebiasaan-kebiasaan

hidup (Terjemahan dari Clive Seale 1998:217) anggota lima keluarga luas Batak

Toba yang menganut agama berbeda di Jalan Galang, Lubuk Pakam melalui teknik

penelitian sebagai berikut:

1. Observasi Partisipasi

Untuk mendapatkan data yang lebih jelas dan akurat, peneliti sudah

tinggal dengan masyarakat tineliti (masyarakat yang diteliti). Peneliti sudah

tinggal bersama dengan beberapa keluarga luas yang anggotanya menganut

agama berbeda. Mengamati dan mencatat bentuk konflik dan integrasi seperti

apa serta dalam suasana yang bagaimana konflik dan integrasi itu bisa terjadi.

(37)

segala proses yang terkait dengan fokus penelitian, misalnya: ikut berkumpul

bersama anggota keluarga luas dalam perayaan hari besar agama, seperti:

Natal yang dilanjutkan dengan Tahun Baru. Selain itu peneliti juga

berkunjung ke rumah salah satu anggota keluarga luas dan mengamati

interaksi yang mereka lakukan melalui media, seperti: handphone. Dalam hal

ini peneliti sengaja meminjamkan handphone kepada informan agar tidak

menjadi beban terhadap informan itu sendiri.

2. Wawancara

Adapun jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara mendalam. Dalam wawancara ini peneliti menggunakan pedoman

wawancara yang disebut dengan interview guide. Wawancara dilakukan untuk

memperoleh informasi dari berbagai informan yang terkait dengan fokus

penelitian. Pada awalnya peneliti menggunakan alat perekam ketika

melakukan wawancara, namun hal ini dianggap terlalu formal bagi setiap

informan yang diwawancarai. Oleh karena itu, peneliti tidak lagi

menggunakan alat perekam melainkan menggunakan buku kecil dan alat tulis

untuk mencatat setiap informasi yang disampaikan.

Bagi beberapa informan, kegiatan wawancara dilakukan setiap hari

minggu. Kesempatan ini disesuaikan waktu yang dimiliki informan yang

kemudian juga disepakati oleh peneliti. Wawancara dilakukan selepas acara

(38)

informan ke rumah masing-masing dengan tujuan untuk menciptakan

hubungan yang baik antara peneliti dengan informan. Dengan demikian

informan tidak jerah atau merasa dirugikan atas waktu yang sudah diberikan

selama memberikan data melalui wawancara tersebut.

Suasana wawancara yang dilakukan oleh peneliti tidak terlalu

menegangkan melainkan terlaksana dengan rileks. Hal ini disebabkan karena

hubungan yang baik dengan informan. Hubungan baik yang tercipta antara

peneliti dan informan disebabkan karena jarak rumah antara peneliti dengan

informan tidak begitu jauh. Artinya peneliti sudah tinggal dengan masyarakat

yang diteliti. Dengan demikian peneliti tidak perlu lagi mengadakan

pendekatan pada informan, karena pada dasarnya antara peneliti dan informan

sudah saling kenal dan memiliki hubungan yang cukup baik.

1.7. Analisis Data

Pada tahap analisis ini, peneliti akan memeriksa ulang kembali data yang

sudah diperoleh dari lapangan. Analisis data digunakan dengan menggunakan folk

taxonomy. Dalam hal ini data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif dan

disusun dengan kategori-kategori tertentu sebagaimana yang dikemukakan oleh

informan.

Ketika melakukan wawancara dan observasi terhadap informan di lapangan

peneliti sudah mulai menganalisis data, namun data yang dianalisis kurang terlihat

(39)

peneliti hanya mencatat gambaran-gambaran umum tentang data yang sudah

didapatkan tanpa memaparkannya dengan lengkap. Untuk menghindari kelupaan atas

pemaparan data yang sudah didapatkan di lapangan, peneliti langsung menganalisis

kembali dan menuangkannya dalam tulisan ketika sudah sampai di rumah.

Peneliti melakukan analisis data dengan melihat hubungan anggota lima

keluarga luas Batak Toba yang menganut agama berbeda. Hubungan-hubungan ini

sengaja dikategorikan ke dalam 2 pengelompokan yang berbeda, yaitu konflik dan

integrasi. Dengan demikian penulis menarik beberapa kesimpulan yang diambil

berdasarkan hasil analisa data dan telaah pustaka yang disesuaikan dengan tujuan

(40)

BAB II

SEJARAH DAN PROFIL LIMA ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA DI JALANG GALANG

KECAMATAN LUBUK PAKAM

Kota Lubuk Pakam adalah tempat penelitian ini dilakukan. Sebagai ibukota

Kabupaten Deli Serdang, Lubuk Pakam merupakan wilayah strategis dan mempunyai

prospek pengembangan wilayah yang cukup dominan dengan beberapa kota

satelitnya, seperti: Tanjung Morawa, Perbaungan, Galang, dan lain-lain. Sedangkan

berdasarkan PP No. 7/1984 Pasal 1 dijelaskan bahwa pusat pemerintahan Kecamatan

Lubuk Pakam ini adalah berkedudukan di Kelurahan Lubuk Pakam Pekan.

Daerah Kecamatan Lubuk Pakam luasnya ± 31,19 Km² (3.119 Ha), yang

terdiri dari 7 kelurahan dan 6 desa serta 105 dusun dengan ibukota kecamatan terletak

di jalan Tengku Raja Muda Lubuk Pakam. Adapun batas-batas Kecamatan Lubuk

Pakam adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Beringin

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Pagar Merbau

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Morawa

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Pagar Merbau

Persebaran penduduk Kecamatan Lubuk Pakam berdasarkan kelompok etnik

(41)

Tabel 2.1. Persebaran Penduduk Kecamatan Lubuk Pakam Berdasarkan Kelompok Etnik

No. Desa/ Kelurahan Etnik

01. Paluh Kemiri Batak Toba

02. Petapahan Mandailing

03. Tanjung Garbus I Jawa

04. Pagar Merbau III Jawa

05. Cemara Jawa

06. Pasar Melintang Batak Toba, Jawa

07. Pagar Jati Batak

Simalungun

08. Syahmad Jawa

09. Lubuk Pakam III Tionghoa

10. Lubuk Pakam I/ II Tamil

11. Lubuk Pakam Pekan Tionghoa, Tamil

12. Bakaran Batu Tionghoa

13. Sekip Minang

Sumber:Observasi

Berdasarkan tabel di atas yang menjadi sorotan utama daerah penelitian

adalah Jalan Galang yang terletak di Desa Pasar Melintang. Di daerah Jalan Galang

terdapat beberapa anggota keluarga luas Batak Toba yang menganut agama berbeda

(42)

tinggal dalam rumah yang berbeda, baik yang berada di dalam satu desa/ kelurahan,

satu kecamatan, hingga berada di dalam wilayah negara yang sama. Adapun keluarga

tersebut adalah Keluarga Siahaan, Nadapdap, Sihotang, Pandiangan, dan Lumban

Gaol.

Selain menggambarkan sedikit tentang Kecamatan Lubuk pakam, peneliti

juga menjelaskan sejarah dan profil keluarga luas yang diteliti. Untuk itu peneliti

mengadakan observasi dan wawancara demi mendapatkan data tersebut. Ketika

melakukan observasi dan wawancara peneliti dibantu oleh salah satu informan, yaitu

M. Lumban Gaol. Peneliti sengaja mengajak M. Lumban Gaol karena ia adalah

penduduk asli Lubuk Pakam, yang sudah tinggal di Lubuk Pakam bersama

keluarganya sejak kecil sampai sekarang.

Observasi kami lakukan setiap sore selama 7 hari berturut-turut dengan

melihat dan mencatat alamat rumah masing-masing anggota keluarga. Ketika

melakukan observasi, M. Lumban Gaol menunjukkan masing-masing kediaman

anggota keluarga sambil menjelaskan bagaimana hubungan kekerabatan anggota

keluarga tersebut. Sementara itu dalam waktu yang bersamaan, peneliti mencatat dan

menggambarkan bagaimana letak rumah sambil menganalisa jarak rumah

masing-masing anggota keluarga.

Bersamaan dengan observasi, peneliti dan M. Lumban Gaol sengaja singgah

ke rumah keluarga yang diteliti untuk melakukan wawancara mengenai latar belakang

(43)

melakukan observasi dan wawancara, anggota keluarga dari setiap rumah yang kami

singgahi selalu menyambut dan bersifat terbuka terhadap kedatangan kami. Hal ini

terbukti melalui senyuman yang mereka lepaskan dan kesediaan mereka menjawab

setiap pertanyaan yang ditanyakan oleh peneliti.

Selanjutnya untuk memperoleh data mengenai konflik dan integrasi,

penelitian dilakukan oleh peneliti yang didampingi oleh M. Lumban Gaol selama

sepuluh minggu dengan menghabiskan waktu rata-rata dua minggu pada setiap

keluarga luas. Adapun urutan keluarga yang diobservasi dan diwawancarai oleh kami

adalah sebagai berikut:

• Tanggal: 7 November 2011-21 November 2011, Keluarga S. Siahaan (Alm)/

E.Br. Lumban Gaol.

• Tanggal: 22 November 2011-7 Desember 2011, Keluarga K. Siahaan (Alm)/

I.Br. Nasution dan Keluarga L. Siahaan/ U.Br.Panjaitan.

• Tanggal: 8 Desember 2011-22 Desember 2011, Keluarga G. Nainggolan/

D.Br. Nadapdap.

• Tanggal: 23 Desember 2011-6 Januari 2012 , Keluarga D. Sihotang/ L.Br.

Sinaga.

• Tanggal: 7 Januari 2012-15 Januari 2012, Keluarga J. Pandiangan/ T.Br.

(44)

• Tanggal: 16 Januari 2012-21 Januari 2012, Keluarga H. Siringo-ringo/

C.Br.Pandiangan dan Keluarga G. Parhusip/ L.Br. Pandiangan

• Tanggal:22 Januari 2012-5 Februari 2012 : Keluarga M. Lumban Gaol/

T.Br. Simamora, W. Sitohang (Alm)/ F.Br. Lumban Gaol, J. Sihite/ R.Br.

Sitohang, T. Sitohang/ Tini, A. Sitohang/ B.Br. Siagian.

Penelitian memang berlangsung selama sepuluh minggu penuh, namun tepat

pada perayaan Natal dan Tahun Baru peneliti melakukan wawancara dan observasi

pada beberapa keluarga luas yang sedang melakukan perkumpulan keluarga secara

bergantian dari rumah- ke rumah. Pada saat itu perkumpulan keluarga berada di

dalam Keluarga S. Siahaan (Alm)/ E.Br. Lumban Gaol, G. Nainggolan/ D.Br.

Nadapdap, J. Pandiangan/ T.Br. Lumban Raja, dan W. Sitohang (Alm)/ F.Br.

Lumban Gaol. Berikut adalah data yang didapatkan oleh peneliti:

2.1. SEJARAH DAN PROFIL KELUARGA SIAHAAN 2.1.1. Keluarga B. Siahaan (Alm)/ S.Br. Napitupulu (Alm)

Keluarga B. Siahaan (Alm)/ S.Br. Napitupulu dahulunya adalah tinggal di Gg.

Budiman, Lubuk Pakam. Di sana mereka bekerja sebagai pedagang ikan di pasar

tradisional Lubuk Pakam, hingga pada akhirnya pekerjaan tersebut diwariskan kepada

anaknya K. Siahaan (Alm). Mereka menikah pada tahun 1952, dan memiliki 4 orang

anak, yaitu S. Siahaan (Alm), V.Br. Siahaan (Alm), K. Siahaan (Alm), dan L.

Siahaan. B. Siahaan meninggal pada usia 65 tahun, sedangkan S.Br. Napitupulu

(45)

2.1.2. Keluarga S. Siahaan (Alm)/ E.Br. Lumban Gaol

Observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada hari Senin

tepatnya tanggal 7 November 2011 dimulai peneliti bersama M. Lumban Gaol pukul

16.00 WIB. Pada saat itu kami menjumpai E.Br. Lumban Gaol sedang sibuk

menjahitkan kancing berwarna emas di atas kebaya kuning yang hampir jadi. E.Br.

Lumban Gaol menyambut kedatangan kami dengan senyuman dan menanyakan

maksud kedatangan kami. Peneliti juga membalas senyuman tersebut dengan manis

dan menjelaskan maksud kedatangan kami adalah untuk melakukan tanya-jawab

tentang anggota keluarga mereka. Sesudah maksud dan tujuan dijelaskan, tiba-tiba

E.Br. Lumban Gaol langsung menuju dapur dan tidak lama kemudian muncul lagi ke

ruang tamu sambil menyuguhkan 2 gelas teh manis hangat.

Hal tersebut tidak terlalu mengejutkan buat peneliti dan M. Lumban Gaol,

karena pada hari-hari biasa E.Br. Lumban Gaol juga sering mengadakan kunjungan

ke rumah M. Lumban Gaol sebagai ito kandung-nya. Dalam hal ini M. Lumban Gaol

merupakan hula-hula dari E.Br. Lumban Gaol, sehingga kedudukan M. Lumban Gaol

sebagai hula-hula sangat dihormati olehnya. Pada saat melakukan kunjungan pada

hari-hari biasa, E.Br. Lumban Gaol juga sering makan bersama dengan keluarga M.

Lumban Gaol. Hal ini dikarenakan oleh E.Br. Lumban Gaol tinggal seorang diri di

rumahnya, sebab suaminya sudah meninggal sejak 16 tahun yang lalu akibat penyakit

maag, sedangkan keempat orang anaknya, Juli Siahaan, Dame Siahaan sudah

(46)

Pernikahan E.Br. Lumban Gaol dengan S. Siahaan (Alm) berawal dari

pertemuan mereka di Bakkara. Pada saat itu E.Br. Lumban Gaol dan S. Siahaan

(Alm) sama-sama duduk di bangku SMA namun tidak belajar di dalam sekolah yang

sama. Di Bakkara E.Br. Lumban Gaol tinggal di rumah opung-nya dan bersekolah di

sana, sedangkan S. Siahaan (Alm) sedang berkunjung ke rumah bapak tua-nya. Lalu

perkenalan berubah status menjadi berpacaran dan akhirnya menikah pada tahun

1977.

Pernikahan tersebut berlangsung di Gg. Budiman, Lubuk Pakam sesuai

dengan prosesi pernikahan Adat Batak Toba sebagaimana biasanya. Setelah menikah

mereka tinggal di Kampung Baru, Jalan Galang, Lubuk Pakam atau tepat berada di

belakang rumah Keluarga M. Lumban Gaol/ T.Br. Simamora yang merupakan rumah

peninggalan kedua orang tua mereka. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari S.

Siahaan (Alm) bekerja sebagai supir angkot sudako dengan jurusan Galang-Pakam

Kota. Pekerjaan ini ia tekuni hingga ia meninggal dunia. Sedangkan E.Br. Lumban

Gaol bekerja sebagai penjahit pakaian wanita hingga saat ini.

Anak mereka yang pertama yaitu Juli Siahaan yang sudah berusia 35 tahun

sudah tinggal bersama namboru-nya di Pulo Gadung. Jakarta Timur sejak ia duduk di

bangku SMA. Hingga pada akhirnya ia bekerja sebagai rentenir yang dimodali oleh

namboru-nya setelah ia tamat SMA. Uang yang diberikan oleh namboru-nya ia

pinjamkan kepada pedagang-pedagang kain untuk dijadikan sebagai modal.

Kemudian uang yang dipinjamkan dibayar oleh pedagang dalam bentuk cicilan yang

(47)

Napitupulu yang akhirnya menikahinya pada tahun 2003. Pernikahan dilaksanakan

sesuai dengan prosesi Adat Batak Toba.Sesudah berkeluarga Juli dan suaminya masih

tinggal di Jakarta dan mengembangkan usaha mereka sebagai rentenir hingga

memiliki seorang anak perempuan bernama Bella Br. Napitupulu yang sudah duduk

di bangku kelas-2 SD.

Pada saat pernikahan berlangsung, K. Siahaan (Alm) beserta isterinya

I.Br.Nasution menghadiri pernikahan tersebut. Pada masa itu K. Siahaan (Alm)

berperan sebagai ayah, yaitu pengganti ayah kandung Juli Siahaan yang sudah

meninggal. Ketika mendapat peran sebagai Ayah, yaitu sebagai pemberi boru kepada

pihak laki-laki (paranak), ia menjalankannya dengan sangat baik, yaitu dengan cara

mendampingi pihak pembagi jambar (raja parhata) sesuai dengan kedudukannya

masing-masing.

Anak kedua Keluarga S. Siahaan (Alm)/ E.Br. Lumban Gaol adalah Dame

Siahaan yang sudah berusia 32 tahun. Ia lahir hingga menamatkan sekolahnya dari

bangku SMK di Lubuk Pakam. Setelah tamat SMA ia merantau ke Pulau Batam dan

bekerja di salah satu perusahaan swasta. Di sana ia bekerja selama 3 tahun, hingga

pada akhirnya ia di suruh ke Jakarta oleh kakaknya, yaitu Juli Siahaan untuk

membantunya menjalankan usahanya sebagai rentenir. Sesampai di Jakarta ia

membantu usaha kakanya sebagai rentenir hingga ia memiliki modal sendiri dan

mengembangkannya. Hingga pada akhirnya ia bertemu dengan G. Nainggolan yang

bekerja di showroom mobil yang sudah memiliki cabang di seluruh Indonesia.

(48)

salah satu cabang showroom hingga pada akhirnya mereka menikah sesuai dengan

prosesi pernikahan Adat Batak Toba dan sekarang tinggal di Bengkulu.

Anak ke-3 dari Keluarga S. Siahaan (Alm)/ E.Br. Lumban Gaol adalah

Charles Siahaan yang sudah berusia 29 tahun. Sejak lahir hingga selesai menamatkan

pendidikannya dari bangku SMK, ia merantau ke Jakarta mengikuti jejak kedua

ito-nya. Di sana ia bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan. Ia tinggal terpisah

dengan kedua ito-nya dan mengontrak sebuah kamar kost yang tidak jauh dari tempat

ia bekerja.

Sedangkan anak terakhir mereka adalah Novita Siahaan yang sudah berusia

21 tahun. Sejak ia lahir tinggal di Lubuk Pakam hingga menamatkan pendidikannya

dari bangku SMA. Setelah selesai sekolah, ia juga menyusul jejak kedua kakak dan

ito-nya. Di sana ia tinggal bersama dengan keluarga kakaknya H. Napitupulu/ Juli Br.

Siahaan dan bekerja sebagai SPG (Sales Promotion Girl) di salah satu mall Jakarta

Timur.

2.1.3. Keluarga P. Napitupulu/ V.Br. Siahaan (Alm)

Pernikahan P. Napitupulu dengan V.Br. Siahaan (Alm) berawal dari

pertemuan mereka di Jakarta. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan E.Br.

Lumban Gaol, mengatakan bahwa pada mulanya mereka adalah sama-sama perantau

di Jakarta. Setelah mereka berpacaran selama 3 tahun, P. Napitupulu mengajak V.Br.

Siahaan untuk diperkenalkan kepada kedua orang tuanya di Samosir. Setelah dari

(49)

Siahaan (Alm) dan S.Br. Napitupulu. Hingga pada akhirnya mereka melangsungkan

pernikahan pada tahun 1983. Setelah menikah mereka kembali ke Pulo Gadung,

Jakarta Timur. Di sana mereka berprofesi sebagai rentenir dan sudah memiliki 3

orang anak.

Anak mereka yang pertama adalah Lina Napitupulu yang sudah berusia 29

tahun. Sejak lahir ia tinggal di Jakarta hingga meyelesaikan kuliah program Strata-1

sekitar 5 tahun yang lalu dan bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan di

Jakarta Timur. Rencananya ia akan menikah dalam waktu dekat, yaitu sekitar bulan

Juni tahun ini (2012).

Anak mereka yang ke-2 adalah Paul Napitupulu yang sekarang sudah berusia

27 tahun. Sejak lahir Paul juga tinggal di Jakarta hingga menyelesaikan kuliah

program Diploma-3 sekitar 3 tahun yang lalu. Sekarang ia bekerja dengan membuka

kios pulsa yang letaknya tidak jauh dari rumahnya.

Anak mereka yang terakhir adalah Cory yang sudah berusia 25 tahun. Sejak

lahir juga ia tinggal di Jakarta dan menyelesaikan kuliah program Diploma-3 sekitar 2

tahun yang lalu. Setelah menyelesaikan kuliah, ia bekerja di salah satu pelayaran

Indonesia sambil menyelesaikan kuliah program Strata-1 nya hingga saat ini.

2.1.4. Keluarga K. Siahaan (Alm)/ I.Br. Nasution

Peneliti bersama M. Lumban Gaol melakukan observasi rumah dan

wawancara terhadap I.Br.Nasution tentang sejarah dan profil keluarga mereka tepat

(50)

merokok karena kecapain setelah berjualan ikan di pasar tradisional Lubuk Pakam,

sedangkan anaknya Dodi sedang istrahat siang di atas sebuah karpet di ruang tengah

tepatnya di depan Televisi.

Pada awal kami menuju dapur, I.Br. Nasution tersenyum kecil sambil

mematikan rokoknya menyambut kedatangan kami. Ia agak sedikit heran melihat

kedatangan kami, karena sebelumnya kami tidak pernah melakukan kunjungan secara

pribadi tanpa didampingi angkang boru-nya E.Br. Lumban Gaol terkecuali ada hal

penting yang disampaikan tetapi angkang boru-nya tersebut berhalangan datang.

Sesampai di dapur, I.Br. Nasution meminta kami untuk duduk di ruang tengah dan

menyuruh Dodi untuk menyediakan minuman, namun kami menolaknya secara halus

karena tidak ingin merepotkan.

Di atas kursi yang terletak di ruang tengah, peneliti menjelaskan maksud

kedatangannya ke rumah adalah untuk melakukan observasi dan wawancara tentang

sejarah dan profil keluarga mereka. Pada mulanya ia sangat heran dan menanyakan

atas tujuan apa menanyakan hal tersebut. Dalam kesempatan teresbut peneliti

meyakinkanya lagi hingga akhirnya berhasil memecahkan suasana yang hampir

tegang terebut menjadi suasana yang lebih rileks dan berhasil menjalin hubungan

yang baik dengannya ketika melakukan wawancara. Hal ini terbukti dari caranya

berbicara lepas ketika menjelaskan apa yang ditanyakan oleh peneliti.

Ia menjelaskan bahwa pada awalnya pertemuannya dengan suaminya K.

(51)

sekarang sudah tinggal di Jambi. Leo adalah teman dekat K. Siahaan (Alm) juga

ketika masih duduk di bangku SMP di Kelurahan Cemara, Lubuk Pakam. Perkenalan

tersebut berlanjut hingga mereka berpacaran selama 4 tahun.

Pada saat ingin melanjutkan hubungan ke pernikahan, awalnya Keluarga

Siahaan, yaitu orang tua mereka B. Siahaan (Alm)/ S.Br. Napitupulu sangat tidak

setuju dengan hal tersebut, sementara ketiga saudaranya yang lainnya tidak

mengundang perbedaan pandangan terhadap pernikah tersebut. Ini terbukti dari sikap

mereka yang tidak pernah menyambut kedatangan I.Br. Nasution ketika K. Siahaan

(Alm) membawanya ke rumah. Namun K. Siahaan (Alm) tidak berhenti sampai di

situ saja, karena ia selalu berusaha memberikan alasan yang cukup kuat untuk

meyakinkan kedua orang tua bahwa keluarganya akan baik-baik saja setelah ia

menikah nanti.

Alasan tersebut bisa dipahami dan diterima oleh kedua orang tuanya dengan

berbagai macam persyaratan, yaitu dengan mengajak I.Br. Nasution berpindah agama

menjadi agama Kristen Protestan. Sementara itu di sisi lain, pihak keluarga I.Br.

Nasution akan merestui pernikan mereka dengan syarat bahwa I.Br. Nasution boleh

menikah dengan K. Siahaan (Alm) tetap beragama Islam dan mengajak suaminya

untuk ikut beragama Islam pula.

Perbedaan maksud dan keinginan yang dijadikan sebagai syarat restu bagi

masing-masing kedua belah pihak menimbulkan permasalahan yang menimbulkan

(52)

izin kepada K. Siahaan (Alm) untuk menikahi I.Br. Nasution dan menganut agama

Islam. Pernikahan juga dilakukan di rumah pihak perempuan yang juga dijadikan

sebagai syarat restu yang diberikan orang tua I.Br. Nasution. Walaupun demikian

setelah menikah hubungan I.Br. Nasution dengan kedua mertuanya tetap saja tidak

terlalu dekat.

Setelah menikah mereka membentuk keluarga dan rumah tangga tersendiri di

Gg. Bidan, Bakaran Batu, Lubuk Pakam. Di sana mereka bekerja sebagai pedagang

ikan laut di pasar tradisional Lubuk Pakam. Setiap pukul 02.00 WIB mereka

berangkat dari rumah dengan mengendarai sepeda motor hingga selesai berjualan

pada pukul 14.00 WIB. Namun hal tersebut tidak bersifat mutlak, tergantung pada

laris tidaknya ikan yang di jual. Pada saat ikannya laris, mereka akan pulang lebih

awal. Demikian pula sebaliknya, jika ikannya tidak cepat habis maka mereka lebih

lama pulang dari biasanya. Namun jika ikan juga tidak habis hingga sore hari, mereka

membawanya pulang dan menyimpannya di rumah untuk dijual kembali pada esok

harinya.

K. Siahaan meninggal sekitar 5 tahun yang lalu, yaitu ketika ia berusia 52

tahun. Meninggalnya ia di rumah pada saat isterinya I.Br. Nasution sedang berada di

penjara sebagai tahanan pengedar ganja. Sebenarnya penyakit yang dideritanya

berawal dari stress yang berkepanjangan karena memikirkan isterinya masuk penjara

sudah setahun lamanya. Sementara itu penyebab isterinya masuk penjara adalah

(53)

Akibatnya ia tidak lagi memperdulikan kesehatannya dan mengurung diri di kamar

sepanjang hari hingga meninggal dunia di kamar itu juga.

Keluarga K. Siahaan (Alm)/ I.Br. Nasution memiliki 3 orang anak, yaitu

Hendri Siahaan, Noni Br. Siahaan, dan Dodi Siahaan. Hendri Siahaan berusia 28

tahun dan sudah menikah dengan Vero, perempuan berusia 22 tahun beragama Islam.

Sekarang mereka tinggal di rumah mertuanya di Jalan Antara, Bakaran Batu yang

yang tidak jauh dari rumah orang tuanya. Di sana ia bekerja sebagai kuli bangunan

sedangkan isterinya sebagai ibu rumah tangga. Saat ini mereka sudah memiliki 3

orang anak, bernama Bagas, Cici, dan Magnalita.

Anak mereka yang ke-2 adalah Noni yang sekarang berusia 27 tahun dan

sudah menikah dengan Boby, yaitu sbekerja sebagai seorang polisi. Sekarang Noni

sudah memiliki 1 orang anak perempuan bernama Kiki yang masih berusia 4 tahun.

Sedangkan ito-nya yang paling kecil, yaitu Dodi yang sekarang berusia 24 tahun

tinggal bersama orang tuanya di Gg. Bidan, Bakaran Batu. Di sana ia bekerja sebagai

karyawan di salah satu pabrik di Tanjung Morawa.

2.1.5. Keluarga L. Siahaan/ U.Br. Panjaitan

Setelah mendapat data yang cukup dari I.Br. Nasution, kami melanjutkan

perjalanan kami menuju rumah Keluarga L. Siahaan/ U.Br. Panjaitan di Gg.

Budiman, Bakaran Batu, Lubuk Pakam. Ketika sampai di rumah kami hanya bertemu

dengan U.Br. Panjaitan karena pada saat yang bersamaan suaminya masih berada di

(54)

sakit Medistra dan Anggi masih sedang duduk di bangku kuliah kesehatan di

Medistra Lubuk Pakam.

Keluarga L. Siahaan/ U.Br. Panjaitan terbentuk sekitar 23 tahun yang lalu.

Pernikahan mereka bermula ketika L. Siahaan sering bermain di Tangsi, Lubuk

Pakam atau rumah orang tua U.Br. Siahaan. Setelah berpacaran selama 2 tahun,

mereka memutuskan untuk menikah. Adapun pernikahan mereka sesuai dengan

prosesi Adat Batak Toba yang dilaksanakan di Gg. Budiman, Lubuk Pakam, yaitu

rumah keluarga L. Siahaan.

Setelah menikah keluarga U.Br. Panjaitan memberikan sepetak sawah padi

yang terletak di Pokok Mangga, Jalan Galang, Lubuk Pakam sebagai sumber mata

pencaharian mereka untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Dimulai

dari situ mereka berdua bekerja sebagai petani padi hingga sampai saat ini. Pada

bulan januari mereka menanam tanaman palawija, sedangkan pada bulan April dan

Agustus mereka menanam padi. Hal ini disesuaikan dengan musim yang terjadi di

Indonesia, yaitu pada musim kemarau mereka menanam tanaman palawija sedangkan

pada musim hujan mereka menananm padi.

Anak mereka yang pertama, yaitu Dewi Br. Siahaan yang sudah berusia 23

tahun adalah lulusan Akademi Kebidanan Medistra. Sekarang ia sudah bekerja di

Rumah Sakit Medistra Lubuk Pakam. Sedangkan adiknya Anggi Br. Siahaan yang

sekarang sudah berusia 19 tahun, masih duduk di bangku kuliah Akademi

(55)

Adapun komposisi anggota Keluarga Siahaan berdasarkan beberapa kategori

adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2. Komposisi Keluarga Luas Siahaan Berdasarkan Beberapa Kategori

Keluarga Kategori

Jenis Kelamin

(56)

Gambar

TABEL HALAMAN
GAMBAR HALAMAN
Tabel 2.1. Persebaran Penduduk Kecamatan Lubuk Pakam Berdasarkan Kelompok Etnik
Gambar 2.1. Anggota Keluarga Siahaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Based on the results of in-depth interviews and systematic observations, it was identified that performance-based assessment promoted positive washback effects on students’

Hal ini terkait dengan pemahaman tentang konsep dasar matematika yang seharusnya telah dipahami oleh siswa sebelum melanjutkan materi yang lebih mendalam lagi, karena pada

* Indikator SKL : Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan hubungan dua garis, besar dan jenis sudut, serta sifat sudut yang terbentuk dari dua garis yang di potong garis lain..

Masalah dalam penelitian ini adalah siswa kurang memiliki sikap kedisiplinan di Sekolah Tersebut serta kurang kepedulian terhadap Peraturan Tata Tertib di Sekolah

* Indikator SKL :Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan hubungan dua garis, besar dan jenis sudut, serta sifat sudut yang berbentuk dari dua garis yang dipotong garis lainA.

Bila hal ini ingin lebih dicermati, sebenarnya dapat dilakukan estimasi yang lebih cermat dengan melakukan pendekatan dengan perhitungan statistik untuk pengujian dengan

Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai peranan komunikasi dalam mempengaruhi kinerja

Respondents were used in this study are dairy farmers located in Sleman 90 farmers selected to represent dairy farm people in Yogyakarta Province, three