KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA
(Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dalam Bidang Antropologi
Oleh:
DUMA ROSDIANA L. GAOL 080905009
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Duma Rosdiana Lumban Gaol
NIM : 080905009 Departemen : Antropologi
Judul : KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)
Medan, Maret 2012
Dosen Pembimbing Ketua Departemen Antropologi
Drs. Agustrisno, MSP Dr. Fikarwin Zuska, M.Si NIP : 196008231987021001 NIP : 196212201989031005
Dekan FISIP-USU
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PERNYATAAN ORIGINALITAS
KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA (Studi Etnografi Lima Keluarga
Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.
Medan, Maret 2012
Duma Rosdiana Lumban Gaol
ABSTRAK
Duma Rosdiana Lumban Gaol 2012, judul skripsi: KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang, Kecamatan Lubuk Pakam). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 149 halaman, tabel, 10 gambar, 23 daftar pustaka serta lampiran
Skripsi ini mendeskripsikan : “KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)”. Kajian ini menjelaskan tentang hubungan anggota keluarga luas Batak Toba di Jalan Galang KecamatanLubuk Pakam, yang dikelompokkan menjadi dua bentu, yaitu berupa konflik dan integrasi. Tujuan dilaukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk konflik dan integrasi seta dalam suasana seperti apa konflik dan integrasi tersebut terjadi di dalam 5 keluarga luas di Jalan Galang, Lubuk Pakam. Penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan teknik wawancara mendalam kepada 20 orang informan serta observasi partisipasi terhadap beberapa aktivitas sehari-hari informan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konflik dan integrasi dalam anggota keluarga luas Batak Toba memang benar-benar ada.Konflik dan integrasi terjadi dalam beberapa hal, yaitu: menyangkut informasi, sumber daya, serta kepentingan dan kebutuhan. Selain itu konflik dan integrasi juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari, perayaan hari besar agama, dan upacara Adat Batak Toba yang pernah diselenggarakan dalam keluarga tersebut.
Seluruh Staff Pengajar di Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membekali penulis
dengan ilmu pengetahuan.Kepada Camat Lubuk Pakam, Sekretaris Camat, dan
seluruh perangkat Kecamatan Lubuk Pakam yang sudi menerima dan membantu
penulis melakukan penelitian. Seluruh anggota Keluarga Siahaan, Nadapdap,
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “KONFLIK
DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG
MENGANUT AGAMA BERBEDA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak
Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam) dengan baik.
Selama proses penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan dan
masukan dari berbagai pihak. Dengan demikian penulis mengucapkan banyak terima
kasih yang sebanyak-banyaknya kepada pihak tersebut, yaitu: Bapak Prof. Dr.
Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara. Spesial kepada Bapak Dr. Fikarwin Zuska, M.Si selaku Ketua
Departemen Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara. Terkhusus kepada Bapak Drs. Agustrisno, MSP selaku Sekretaris
Departemen Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara yang juga sekaligus sebagai dosen pembimbing dan dosen penasehat
Sihotang, Pandiangan, dan Lumban Gaol yang telah membantu penulis dalam
memberikan informasi bagi penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penghargaan terbesar, terima kasih dan rasa cinta yang sebesar-besarnya
penulis persembahkan kepada Bapak tercinta M. Lumban Gaol dan Mama tersayang
T.Br. Simamora yang selalu memberikan dukungan moril dan materil, selalu sabar
hingga penulis meraih gelarm sarjana. Adik-adikku tercinta : Chandra Rikardo
Lumban Gaol, Adi Putra Lumban Gaol, dan Amsal Haryanto Lumban Gaol yang
sudah memberikan semangat dalam menyelesaikan studi penulis. Abang/ Kakak/
Adik sepupuku: Kak Bella, Kak Dame, Bang Charles, Novita, dan Winarti yang
selalu memberikan dorongan dan semangat dalam penyelesaian skripsi. Terima kasih
juga buat Bou-Bouku Sayang.
Terspesial buat Tell Bers: Ria C. Sos, Bethrin C. Sos, Santa Panjaitan C. Sos,
Rulianna C. Sos, dan Suherman C. Sos. Semangat terus ya tell ya. Spesial thanks buat
Nullang atas semangat, dorongan, dan kasih sayang dari kejauhan dalam penyelesaian
skripsi. Spesial ditujukan kepada seluruh kerabat Antropologi’08: Nelson, Junius S.E
Tarigan, Puteri, Sylvi, Dea, Santa Simamora, Febry, Fazri, Etta, Junius, Kalvin,
Hardi, Radinton S. Sos, Riko, Boy, Batara, Iskandar, Haris, Taufik, Harni, Maria,
Berti, Marda, Sari, Donald, Berkat, Arifin, Helen S. Sos, Ervina S. Sos, Hezron, Ayu,
Nesya, Mila, dan teman-teman 08 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima
kasih atas persahabatan dan kenangannya.Kepada kerabat Antropologi lainnya: Bang
Erika, Kak Sri Nainggolan, Kak Indri dan mahasiswa Antropologi di Universitas
Sumatera Utara.
Penulis,
Riwayat Hidup
Duma Rosdiana L. Gaol, lahir pada tanggal 11 Mei
1989 di Lubuk Pakam. Anak pertama dari 4 (empat)
bersaudara dari pasangan M. Lumban Gaol dan T.
Br. Simamora.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD N
101914 Lubuk Pakam pada tahun 2001. Sekolah
Menengah Pertama di SMP N 2 Lubuk Pakam pada
tahun 2004 dan menyelesaikan Sekolah Menengah
Atas di SMA N 1 Lubuk Pakam pada tahun 2007.
Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi di Universitas
Sumatera Utara pada tahun 2008.
Selain mengikuti pendidikanl, peneliti juga pernah mengikuti beberapa seminar yang
pernah di selenggarakan di fakultas dan universitas, yaitu:
• CROSSING BOUNDARIES (Cross Culture Video Making Project For
Peace) oleh Hikmat Budiman (Direktur The Interseksi Foundation).
• Inventarisasi Kain Tenun, Hiou Simalungun di Sumatera Utara oleh
Antropologi FISIP USU dan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata
• Launching Pusat Penelitian dan Pengembangan Budaya Pakpak.
• “Mandat Konstitusi untuk Kesejahteraan Rakyat dan Ekonomi
Kerakyatan” yaitu Pameran dan Rangkaian Seminar “Ini Medan
Demokrasi Bung” oleh Fadel Muhammad (Menteri Kelautan dan
Perikanan RI)
• Anggota GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) di FISIP USU
Pengalaman Organisasi dan Kerja
• Anggota INSAN di Departemen Antropologi Sosial FISIP USU
Skripsi ini adalah jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca untuk perbaikan menuju
kesempurnaan skripsi ini. Dengan demikian penulis berharap skripsi ini dapat
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dan segala perlengkapan
lainnya dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang
Antropologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
“KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK
TOBA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan
Lubuk Pakam)” yang menjadi judul dari skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera
Utara dalam bidang antropologi. Skripsi ini berisi kajian analisis yang didasarkan
pada observasi partisipasi dan wawancara penulis yang membahas mengenai konflik
dan integrasi yang terjadi dalam lima keluarga luas Batak Toba yang anggotanya
menganut agama berbeda di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam. Berdasarkan
hasil penelitian konflik dan integrasi antara anggota keluarga luas Batak Toba
memang benar ada. Konflik dan integrasi terjadi dalam beberapa hal, yaitu:
menyangkut informasi, sumber daya, serta kepentingan dan kebutuhan. Selain itu
konflik dan integrasi juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari, perayaan hari besar
agama, dan upacara Adat Batak Toba yang pernah diselenggarakan dalam keluarga
memberi manfaat bagi para pembaca, khusunya mahasiswa antropologi, yaitu sebagai
penambah wawasan selama masa perkuliahan, dan juga bagi lima keluarga luas Batak
Toba yang sudah diteliti.
Medan, Maret 201
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN
PERNYATAAN ORIGINALITAS... i
ABSTRAK ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3. Ruang Lingkup dan Lokasi Penelitian ... 6
1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
1.5.Tinjauan Pustaka... 7
1.6. Metode Penelitian ... 19
1.7. Analisia Data ... 21
BAB II. SEJARAH DAN PROFIL ANGGOTA LIMA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA DI JALAN GALANG KECAMATAN LUBUK PAKAM 2.1. Sejarah dan Profil Keluarga Siahaan ... 27
2.2. Sejarah dan Profil Keluarga Nadapdap ... 40
2.3. Sejarah dan Profil Keluarga Sihotang ... 52
2.4. Sejarah dan Profil Keluarga Pandiangan ... 62
BAB III. BENTUK KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA LIMA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA DI JALAN GALANG KECAMATAN LUBUK PAKAM
3.1. Konflik Anggota Lima Keluarga Luas Batak Toba yang Menganut Agama Berbeda di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam ………...80
3.1.1. Konflik Menyangkut Informasi dalam Keluarga Siahaan, Nadapdap, dan Pandiangan. ... 80 3.1.2. Konflik Menyangkut Sumber Daya dalam Keluarga
Siahaan ... 93 3.1.3. Konflik Menyangkut Kebutuhan dan Kepentingan dalam
Keluarga Nadapdap dan Sihotang ... 99 3.1.4. Konflik Menyangkut Acara Adat dalam Keluarga Lumban
Gaol ... 111
3.2. Integrasi Anggota Lima Keluarga Luas Batak Toba yang Menganut Agama Berbeda di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam ... 114 3.2.1. Integrasi Anggota Keluarga Luas Siahaan dan Pandiangan
di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam dalam Acara
Adat ... 118 3.2.2. Integrasi ketika Menjalankan Kewajiban sebagai Umat
Beragama dalam Anggota Lima Keluarga Luas di Jalan
Galang Kecamatan Lubuk Pakam ... 124 3.2.3. Integrasi Kehidupan Sehari-hari dalam Anggota Lima
Keluarga Luas di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam ... 132
BAB IV. TERBENTUNYA KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA LIMA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA DI JALAN GALANG KECAMATAN LUBUK PAKAM DALAM TIGA SUASANA
4.1. Terbentuknya Konflik dan Integrasi Anggota Lima kEluarga Luas Batak Toba yang Menganut Agama Berbeda di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam dalam Kehidupan Sehar-hari ... 135 4.2. Terbentuknya Konflik dan Integrasi Anggota Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam dalam Hari Besar
BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan ... 144 5.2. Saran ... 145
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
2.1. Persebaran Penduduk Kecamatan Lubuk Pakam
Berdasarkan Kelompok Etnik
24
2.2. Komposisi Keluarga Luas Siahaan Berdasarkan
Beberapa Kategori
38
2.3. Komposisi Keluarga Luas Nadapdap Berdasarkan
Beberapa Kategori
49
2.4. Komposisi Keluarga Luas Sihotang Berdasarkan
Beberapa Kategori
59
2.5. Komposisi Keluarga Luas Pandiangan Berdasarkan
Beberapa Kategori
68
2.6. Komposisi Keluarga Luas Lumban Gaol
Berdasarkan Beberapa Kategori
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
2.1. Anggota Keluarga Luas Siahaan 40
2.2. Anggota Keluarga Luas Nadapdap 52
2.3. Anggota Keluarga Luas Sihotang 61
2.4. Anggota Keluarga Luas Pandiangan 71
2.5. Anggota Keluarga Luas Lumban Gaol 78
3.1. Jarak Rumah J. Pandiangan dengan Orangtuanya di
Lubuk Pakam
91
3.2. Jarak Rumah Anggota Keluarga Luas Siahaan di
Lubuk Pakam
99
3.3. Jarak Rumah S.Br. Nadapdap dengan Orangtuanya
di Sidikalang
109
3.4. Jarak Rumah T. Sitohang dengan Orangtuanya di
Medan
ABSTRAK
Duma Rosdiana Lumban Gaol 2012, judul skripsi: KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang, Kecamatan Lubuk Pakam). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 149 halaman, tabel, 10 gambar, 23 daftar pustaka serta lampiran
Skripsi ini mendeskripsikan : “KONFLIK DAN INTEGRASI ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA (Studi Etnografi Lima Keluarga Luas Batak Toba di Jalan Galang Kecamatan Lubuk Pakam)”. Kajian ini menjelaskan tentang hubungan anggota keluarga luas Batak Toba di Jalan Galang KecamatanLubuk Pakam, yang dikelompokkan menjadi dua bentu, yaitu berupa konflik dan integrasi. Tujuan dilaukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk konflik dan integrasi seta dalam suasana seperti apa konflik dan integrasi tersebut terjadi di dalam 5 keluarga luas di Jalan Galang, Lubuk Pakam. Penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan teknik wawancara mendalam kepada 20 orang informan serta observasi partisipasi terhadap beberapa aktivitas sehari-hari informan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konflik dan integrasi dalam anggota keluarga luas Batak Toba memang benar-benar ada.Konflik dan integrasi terjadi dalam beberapa hal, yaitu: menyangkut informasi, sumber daya, serta kepentingan dan kebutuhan. Selain itu konflik dan integrasi juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari, perayaan hari besar agama, dan upacara Adat Batak Toba yang pernah diselenggarakan dalam keluarga tersebut.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Khairuddin (1997) menjelaskan bahwa keluarga merupakan kelompok primer
yang terpenting dalam masyarakat. Secara historis keluarga inti terbentuk paling tidak
dari ayah/ ibu dan anak, yang berada dalam ikatan pernikahan, dan
anak-anaknya akan melepaskan diri sebagai anggota keluarga inti karena adanya proses
pendewasaan yang menuntut untuk membentuk keluarga inti baru lagi. Terbentuknya
keluarga inti baru nantinya akan menghasilkan keluarga-keluarga inti baru yang
selanjutnya akan membentuk kelompok masyarakat.
Pembentukan keluarga inti baru tidak dapat menjadi jaminan untuk
membentuk sebuah rumah tangga yang baru pula. Dalam hal ini rumah tangga
didefinisikan sebagai wadah keluarga yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan
ekonomi anggota keluarga, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan pokok. Jika
keluarga inti baru tersebut bergabung/ tinggal bersama dengan keluarga inti lainnya
serta memenuhi tanggung jawab atas kebutuhan ekonomi secara bersama, maka
keluarga tersebut dapat dikatakan telah membentuk keluarga inti baru, namun tidak
membentuk rumah tangga baru. Demikian pula sebaliknya, jika keluarga inti baru
tersebut memilih untuk tinggal terpisah dengan keluarga inti lainnya serta
otomatis keluarga inti tersebut sudah membentuk keluarga baru sekaligus rumah
tangga baru.
Adapun kenyataan yang terjadi di dalam lima keluarga luas Batak Toba
Lubuk Pakam adalah pembentukan keluarga inti baru yang juga diikuti dengan
pembentukan rumah tangga baru pula. Artinya setelah menikah keluarga inti baru
tersebut hidup dalam sebuah rumah tangga yang masing-masing berbeda. Hal ini
tampak dari pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka sehari-hari yang menjadi
tanggung jawab keluarga inti baru tersebut.
Terbentuknya rumah tangga baru menciptakan jarak rumah yang relatif jauh
ataupun dekat. Artinya rumah tangga masing-masing keluarga inti hidup dalam
tempat tinggal yang berbeda. Jarak rumah inilah yang dapat mempengaruhi
komunikasi masing-masing anggota keluarga. Semakin dekat jarak rumahnya,
biasanya mereka juga akan sering berkomunikasi. Demikian pula sebaliknya, semakin
jauh jarak rumahnya, biasanya mereka juga akan jarang melakukan interaksi. Namun
hal ini tidak bersifat mutlak, bagi masing-masing anggota keluarga yang jarak
rumahnya relatif jauh, juga sering mengadakan komunikasi secara tidak langsung,
yaitu melalui media tertentu seperti: handphone dan telepon.
Di samping itu setiap satu anggota keluarga dengan anggota keluarga lainnya
biasanya memeluk agama yang sama jika berada dalam sebuah keluarga inti ataupun
keluarga luas. Hal ini menggambarkan bahwa agama merupakan bagian dari identitas
agama yang dianut oleh individu tersebut, misalnya keluarga Batak Toba yang identik
dengan agama Kristen, namun pada kenyataannya tidaklah demikian. Di dalam
beberapa keluarga luas Batak Toba di Jalan Galang, Kecamatan Lubuk Pakam
terdapat anggota keluarga penganut agama yang berbeda, misalnya terdiri atas
Kristen Protestan/ Katholik dan Islam. Perbedaan ini bermula dari ikatan pernikahan
oleh pasangan yang menganut agama berbeda.
Menurut Koentjaraningrat (Verawati, 2010:5) di dalam masyarakat Batak
Toba, perkawinan adalah sebuah pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki
dengan seorang perempuan, tetapi juga mengikat dalam suatu hubungan tertentu,
yaitu kaum kerabat laki-laki dengan kaum kerabat perempuan. Artinya setiap
perkawinan yang diadakan akan menjadi sebuah pengikat hubungan bagi seluruh
anggota keluarga yang berasal dari kedua belah pihak yang bersangkutan. Dengan
demikian setiap anggota keluarga akan memiliki hak dan kewajiban berdasarkan
kedudukan yang didasarkan dalam Dalihan Natolu, seperti: Hula-hula, Dongan tubu,
dan Boru.
Konflik dan integrasi ini tentu saja sangat menarik untuk diteliti. Dengan
meneliti hal tersebut dapat diketahui dan dipahami bagaimana bentuk konflik dan
integrasi dalam perbedaan tersebut serta kapan dan bagaimana perbedaan agama yang
dianut oleh keluarga luas dapat menimbulkan konflik dan integrasi. Pengetahuan dan
pemahaman tentang hal itu dapat menciptakan keluarga yang harmonis, yaitu dengan
adanya integrasi dalam sebuah keluarga, khususnya keluarga yang menganut agama
berbeda.
Perbedaan agama (Kristen-Islam) yang dianut biasanya mempengaruhi pola
pikir masing-masing dan merubah sikap dan tingkah laku. Pola pikir dan tingkah laku
yang berbeda dapat menimbulkan konflik dan integrasi selama mereka mengadakan
interaksi secara face to face (bertatap muka) ataupun mengadakan komunikasi secara
tidak langsung atau menggunakan media seperti: handphone dan telepon . Artinya
pola pikir dan tingkah laku yang ada di dalam setiap anggota keluarga akan
dimunculkan selama mereka berinteraksi.
Adapun yang dimaksud dengan konflik dan integrasi dalam penelitian ini
adalah konflik yang terjadi antar anggota sebuah keluarga luas akibat perbedaan
agama (Kristen-Islam) yang dianut oleh setiap anggota keluarga luas Batak Toba.
Konflik dan integrasi ini lebih sering tampak ketika mereka sering mengadakan
interaksi secara bertatap muka. Artinya semakin sering mereka berinteraksi, semakin
tampak pula konflik dan integrasi yang terjadi di dalam keluarga tersebut. Demikian
pula sebaliknya, jika mereka jarang sekali melakukan interaksi, maka konflik dan
integrasi yang terjadi di dalam keluarga tersebut tidak tampak jelas/ kabur.
Konflik ini dapat berupa perbedaan pendapat antara masing-masing anggota
keluarga yang disebabkan oleh perbedaan agama masing-masing yang akhirnya akan
menimbulkan tingkah laku yang saling bertolak belakang dan mengakibatkan
dimaksud dengan integrasi dalam penelitian ini adalah bersatunya seluruh anggota
keluarga secara utuh yang disebabkan oleh beberapa faktor dan masih erat kaitannya
dengan pola keagamaan masing-masing.
Pada intinya, penelitian ini dilakukan kepada beberapa keluarga luas di Jalan
Galang, Kecamatan Lubuk Pakam. Adapun keluarga luas tersebut adalah Keluarga
Siahaan, Keluarga Nadapdap, Keluarga Sihotang, Keluarga Pandiangan, dan
Keluarga Lumban Gaol. Anggota keluarga tersebut terdiri dari 3 generasi secara
berturut-turut, yaitu kakek/ nenek, ayah/ ibu ego, dan cucu laki-laki/ perempuan yang
menganut agama berbeda (Kristen-Islam) dalam sebuah keluarga luas yang sering
ataupun jarang melakukan interaksi secara bertatap muka ataupun yang mengadakan
komunikasi secara tidak langsung/ menggunakan media.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Bentuk konflik dan integrasi seperti apa yang terjadi dalam keluarga luas
tersebut?
1.3. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jalan Galang, Kecamatan Lubuk Pakam. Lokasi ini
dipilih karena di dalamnya terdapat lima keluarga luas Batak Toba dengan anggota
keluarga yang menganut agama berbeda. Dengan demikian peneliti lebih mudah
menemukan informan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk
mengetahui fenomena konflik dan integrasi bagi anggota keluarga luas Batak Toba
yang menganut agama berbeda-beda. Fenomena ini dijelaskan melalui pemaparan
tentang bentuk konflik dan integrasi seperti apa yang terjadi dalam keluarga luas
serta dalam keadaan seperti apa konflik dan integrasi tersebut bisa terjadi.
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara praktis ataupun
akademis. Manfaat secara praktis dapat memberikan pemahaman mendalam tentang
konflik dan integrasi anggota keluarga luas yang anggotanya menganut agama
berbeda-beda, sehingga mereka akan semakin memahami perbedaan agama yang
dapat menciptakan konflik dan integrasi. Dengan demikian mereka dapat
menciptakan keluarga yang lebih harmonis, karena memahami bagaimana cara
menciptakan integrasi dan menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat memicu konflik.
Sedangkan manfaat akademisnya adalah untuk memperluas wawasan dan
1.5. Tinjauan Pustaka
Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat terpisahkan
sehingga kebudayaan menempati posisi terpusat dalam tatanan hidup manusia
(Maran, 2000:15). Hal ini disebabkan karena setiap manusia di dunia tidak terlepas
dari pola berpikir dan bertingkah laku yang akhirnya berubah menjadi sebuah
kebiasaan yang disebut dengan kebudayaan. Meskipun bentuk pola pikir dan tingkah
lakunya berbeda-beda, manusia haruslah tetap menjaga hubungan dengan sesamanya
agar selalu dapat berinteraksi dengan baik.
Salah satu aspek dalam wujud kebudayaan manusia adalah aspek agama.
Dalam hal ini pengetahuan dan tingkah laku agama merupakan keseluruhan kompleks
dari ide dan segala sesuatu yang dihasilkan manusia dalam pengalaman hidupnya.
Termasuk di dalamnya sistem keyakinan, kepercayaan, dan kemampuan serta
perilaku keagamaan yang diperoleh manusia sebagai anggota dari sekelompok umat
beragama tertentu. Pengetahuan manusia yang berbeda tentang agama sesuai dengan
ajaran agama masing-masing diwujudkan ketika mereka berinteraksi dalam satuan
sistem sosial, misalnya: keluarga.
Hal tersebut mengartikan bahwa agama merupakan bagian dari pola pikir
manusia tentang keyakinannya terhadap sebuah kekuatan di luar dirinya sendiri. Pola
pikir inilah yang mendorong manusia untuk bertingkah laku dengan cara menganut
disebabkan karena di dalam agama terkandung nilai-nilai yang dapat mengarahkan
manusia ke arah yang lebih baik dari kehidupan yang mereka alami sebelumnya.
Tidak ada manusia yang tidak berbudaya. Hal ini mengartikan bahwa setiap
manusia memiliki kebudayaan yang mencerminkan identitas diri di tengah-tengah
kehidupan masyarakat. Kebudayaan dijadikan sebagai bagian dari ciri khas tersendiri,
yang dapat membedakannya dengan mahkluk lain di permukaan bumi. Ciri khas
tersebut itu pula yang menciptakan keberagaman manusia.
Sairin (2001:27) yang mengatakan b
ahwa, antropologi memandang agama sebagai salah satu unsur kebudayaan,
karena agama yang dianut oleh manusia juga merupakan bagian dari sistem
pengetahuan manusia yang berfungsi sebagai pedoman bagi tingkah laku mereka.
Dikatakan demikian karena di dalam agama terkandung nilai-nilai yang mengajarkan
umatnya untuk selalu berbuat kebaikan.
Di dalam “Sejarah Teori Antropologi 1”, Koentjaraningrat menjelaskan lima
komponen agama. Adapun komponen agama tersebut adalah emosi keagamaan,
sistem keyakinan, sistem ritus dan upacara1
1
Sistem ritus dan upacara dalam suatu religi dapat berwujud aktivitas dan tindakan dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan dan penghuni dunia gaib lainnya untuk berkomunikasi. Dalam ritus dan upacara ini diperlukan berbagai macam sarana dan peralatan, seperti: gereja, masjid, alat bunyi-bunyian suci, dan lain-lain.
, peralatan ritus dan upacara, dan umat
agama. Dengan demikian setiap umat yang menganut agama harus mengetahui dan
memahami setiap komponen yang berada di dalamnya.
Kebudayaan didefinisikan oleh E.B. Tylor sebagai keseluruhan kompleks dari
ide dan segala sesuatu yang dihasilkan oleh manusia dalam pengalaman historisnya.
Artinya kebudayaan dapat tercipta berdasarkan pengalaman-pengalaman dalam
kehidupannya di masa lampau. Hal tersebut mencakup pengetahuan, agama, seni,
moral, hukum, kebiasaan, dan kemampuan serta perilaku lainnya yang diperoleh
manusia sebagai anggota masyarakat.
Definisi tersebut juga dilengkapi oleh Robert H.Lowie seorang pakar
antropologi Amerika Serikat. Ia mendefinisikan kebudayaan sebagai segala sesuatu
yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup agama, adat-istiadat,
norma-norma artistik, kebiasaan makan, keahlian yang diperoleh bukan karena kreatifitasnya
sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang didapat melalui pendidikan
formal atau informal. Artinya kebudayaan dapat diperoleh dari masyarakat yang
pernah hidup sebelumnya dan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya.
Selain itu Koentjaraningrat (2002:202) juga menyebutkan bahwa kebudayaan
memiliki unsur-unsur yang bersifat universal, yaitu bahasa, sistem teknologi, sistem
mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, agama, dan kesenian.
Ketujuh unsur kebudayaan tersebut berlaku kepada setiap kelompok etnik tanpa
kelompok etnik tersebut menjadi ciri khusus yang dapat membedakannya satu sama
lain.
Christopher Dawson menyatakan bahwa agama sebagai sumber kebudayaan
dan dasar kebudayaan sosial. Dalam hal ini Dawson menjelaskan bahwa agama
memuat pandangan tentang hakikat dunia dan manusia, serta realitas ilahi yang
menjadi dasar dan orientasi hidup manusia di dunia ini. Selain itu, agama juga
mempengaruhi sikap dan perilaku manusia karena di dalam agama terdapat
ajaran-ajaran yang dapat merubah pola pikir dan diwujudkan dalam bentuk tindakan ataupun
pola tingkah laku.
Dalam perspektif teologi terdapat standar ganda dalam aspek keagamaan.
Standar tersebut yaitu yang menyatakan bahwa agama yang dianut oleh diri sendiri
adalah agama yang paling sejati dan asli berasal dari Tuhan, sementara agama lain
hanyalah rekayasa manusia atau setidaknya berasal dari Tuhan tetapi telah diubah
sesuai dengan kebutuhan manusia. Keadaan yang seperti inilah yang dapat
mengakibatkan adanya bentuk klaim kebenaran (truth claim). Antara agama yang
satu dengan yang lain sehingga memunculkan adanya konflik antar umat beragama
(Sabri, 1999:4).
Suparlan (1982) juga menyebutkan bahwa pada hakekatnya agama adalah
sama dengan kebudayaan: yaitu suatu sistem simbol atau sistem pengetahuan yang
diciptakan dan menggunakan simbol-simbol untuk berkomunikasi dan juga untuk
karena muatan-muatannya penuh dengan sistem-sistem nilai baik, emosi, dan
perasaan. Sehingga setiap simbol memiliki makna tersendiri.
Dalam artikelnya Paramita menjelaskan bahwa terkadang perbedaan dalam
agama selalu ingin disamakan, sedangkan persamaan dalam agama juga selalu
dibeda-bedakan. Cukup jelas apabila ada yang mengatakan, bahwa agama bagaikan
pisau bermata dua dengan karakteristik baik (protagonist )- buruk (antagonis) atau
bersifat dualisme. Agama akan cenderung menempah para pemeluk agama yang
menerima suatu perbedaan kultur, etnis, teologi, serta rasial. Artinya agama dapat
membentuk karakter pemeluk agama. Kebenaran mendasar semua agama akan
diterima sebagai bentuk toleransi antar umat beragama
(majalahhinduraditya.blogspot.com/./citra-dualisme-dalam-agama
Sistem nilai dalam agama yang pada dasarnya bersumber pada etos dan
pandangan hidup ternyata juga dapat menimbulkan konflik dan integrasi di dalam -).
Secara umum agama dikatakan sebagai seperangkat aturan yang mengatur
hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia
lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya (Suparlan,
1982:19). Artinya melalui agama susunan kehidupan masyarakat tidak akan
mengalami kekacauan sama sekali. Tetapi mengapa masih selalu terjadi kekacauan di
tengah-tengah kehidupan manusia dalam ruang lingkup agama itu sendiri. Padahal di
dalam agama itu tertuang aturan dengan muatan-muatan sistem nilai yang pada
masyarakat. Konflik berasal dari kata kerjconfigure” yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya. Sedangkan menurut Gamble (Utsman, 2007:16), konflik merupakan
bentrokan sikap-sikap, pendapat-pendapat, perilaku-perilaku, tujuan-tujuan dan
kebutuhan-kebutuhan yang bertentangan.
Adapun sumber penyebab terjadinya konflik menurut Nyi (Utsman, 2007:16)
adalah:
(1)kompetisi: satu pihak berupaya meraih sesuatu, dengan mengorbankan pihak lain, (2)dominasi: satu pihak berusaha mengatur yang lain sehingga merasa haknya dibatasi dan dilanggar, (3)kegagalan: menyalahkan pihak tertentu bila terjadi kegagalan pencapaian tujuan, (4)provokasi: satu pihak sering menyinggung perasaan pihak yang lain, (5)perbedaan nilai: terdapat patokan yang berbeda dalam menetapkan benar salahnya suatu masalah.
Selain itu Kusnaidi juga melihat tahapan konflik yang terdiri atas dua proses,
yaitu tahap disorganisasi, yang merupakan tahap kesalahpahaman, norma yang mulai
tidak dipatuhi, anggota banyak menyimpang, dan sanksi yang lemah. Sedangkan
tahap kedua, yaitu disintegrasi, yang merupakan hal-hal yang penyebab timbulnya
emosi (rasa benci), suka marah (ingin memusnahkan), dan ingin menyerang. Jika
pada tahapan integrasi tidak ada solusi, maka akan berlanjut pada tahapan
Miall (2000) menggambarkan lima pendekatan terhadap konflik berdasarkan
perhatian bagi diri sendiri atau tinggi/ rendahnya perhatian bagi orang lain sebagai
berikut:
1. Jika seseorang yang berkonflik dengan orang lain lebih perduli terhadap
kepentingan sendiri daripada pihak lain, maka disebut dengan “pertikaian”.
2. Jika mengimplikasikan perhatian yang lebih terhadap kepentingan pihak lain
daripada kepentingan sendiri, maka disebut dengan “mengalah”.
3. Jika lebih memilih untuk menghindari konflik dan mengundurkan diri, disebut
dengan “menarik diri”.
4. Jika menyeimbangkan perhatian antara diri sendiri dengan pihak lain, serta
mencari kompromi dan mencoba mengakomodasikan kepentingan kedua
belah pihak, disebut dengan “berkompromi”.
5. Jika seorang yang berkonflik tersebut lebih memilih untuk kepentingan
sendiri, tetapi juga menyadari aspirasi dan kebutuhan pihak lain serta berusaha
untuk mencari hasil penyelesaian masalah yang kreatif, disebut dengan “
memecahkan masalah”
Selain melihat adanya pendekatan konflik, dalam bukunya Miall juga
mengemukakan dua jenis konflik, yaitu konflik simetris dan tidak simetris. Konflik
simetris merupakan konflik yang muncul antara pihak-pihak yang relatif sama,
konflik yang terjadi antara pihak-pihak yang tidak sama, misalnya antara pihak yang
minoritas dengan mayoritas.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam
suatu
fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Konflik
merupakan situasi yang wajar dalam setia
yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya. Konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri
Konflik berangkat dari kondisi kemajemukan struktur masyarakat (Utsman,
2007:15). Artinya konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa
individu dalam suat
.
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain
sebagainya. Dengan adanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik
merupakan situasi yang wajar dalam setia
yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.
Selanjutnya dalam bukunya Nurhadiantomo (2004) mengatakan bahwa
konflik senantiasa melekat dalam setiap masyarakat, tetapi makna konflik tergantung
perbedaan pendapat yang jika dikelola dengan baik justru akan bermanfaat bagi
masyarakat yang bersangkutan. Kedua, adalah unjuk rasa atau demonstrasi (a protest
demonstrant) yang tidak menggunakan kekerasan. Munculnya demonstrasi ini
diakibatkan karena adanya perbedaan pendapat yang tidak memiliki proses dengan
baik atau proses negosiasi tidak mencapai kesepakatan. Ketiga, adalah kerusuhan
(riot) yaitu semacam demonstrasi yang diwarnai dengan kekerasan fisik, yang muncul
karena unsur kesengajaan terencana maupun spontanitas. Keempat, yaitu serangan
bersenjata yang merupakan konflik dengan intensitas yang paling tinggi.
Lebih lanjut lagi Paul Conn (Utsman, 2007:26), mengatakan bahwa struktur
konflik dibedakan menjadi dua, yaitu konflik menang-kalah (zero-sum conflict) dan
konflik menang-menang (non-zero-sum conflict). Konflik menang-kalah adalah
kedua belah pihak dan atau para pihak yang berkonflik mempunyai sifat antagonistik
sehingga tidak memungkinkan untuk kompromi. Sedangkan konflik yang kedua
adalah konflik menang-menang, dimana dalam konflik ini kedua belah pihak dan atau
para pihak yang berkonflik memungkinkan untuk mengadakan kompromi atau
perundingan.
Konflik bertentangan denga
sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.
Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Kata
“integrasi” berasal dari bahasa latin “integer”, yang berarti utuh atau menyeluruh.
Berdasarkan arti etimologis tersebut, integrasi dapat diartikan sebagai pembauran
integrasi.html)
1. Integrasi normatif, yaitu suatu ikatan sosial yang terjadi karena adanya
suatu kesepakatannterhadap nilai-nilai dan norma-norma dasar. Dari
dimensinya integrasi ini disebut dengan integrasi budaya.
. Dalam hal ini tersirat bahwa hal pokok dari integrasi adalah karena
adanya keanekaragaman. Keanekaragaman ini boleh dalam satuan individu, keluarga
ataupun institusi-institusi lainnya.
Integrasi memiliki dua pengertian, pertama, pengendalian terhadap konflik
dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu. Kedua, membuat suatu
keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu. Proses integrasi akan berjalan
dengan baik apabila ditunjang oleh norma-norma sosial dan adat istiadat yang baik.
Norma-norma sosial merupakan unsur yang mengatur perilaku dengan mengadakan
tuntutan mengenai bagaimana orang harus bertingkah laku (Simanihuruk, 15-16).
Komisi Ilmu-ilmu Sosial Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (KIS-AIPI)
(Nurhadiantomo, 2004:35), menyatakan tiga konsep integrasi dalam sebuah sistem
sosial, yaitu:
2. Integrasi fungsional, yaitu suatu ikatan sosial yang didasarkan pada situasi
saling ketergantungan fungsional antara unsur yang satu dan yang lainnya.
Integrasi ini lebih berdimensi ekonomi.
3. Integrasi koersif, yaitu suatu ikatan yang terjadi karena adanya kekuatan
Nurhadiantomo (2004:36-37) menjelaskan bahwa secara teoritis, ketiga sifat
integrasi tersebut juga harus ada yang dipertahankan dan tidak dipertahankan
keseimbangannya. Apabila keseimbangannya tidak terjaga, maka hal-hal yang
mungkin terjadi adalah sebagai berikut:
a. Bila integrasi normatif terlalu lemah, akan terjadi sektarianisme dan
primordialisme2. Akibatnya adalah akan selalu terancam konflik laten
yang sewaktu-waktu akan meledak ke permukaan dalam bentuk kerusuhan
sosial yang tidak rasional dan emosional. Sebaliknya jika integrasi
normatif terlalu kuat maka akan menimbulkan chauvinism dan
eksklusivisme3
b. Bila integrasi fungsional lemah, artinya tidak ada ketergantungan antar
satu golongan dengan golongan lain. Kemungkinan yang terjadi adalah
golongan tertentu akan memborong semua fungsi yang ada, sementara
golongan lainnya tidak memiliki fungsi ataupun posisi. Sebaliknya, bila
integrasi fungsional lebih kuat, maka setiap golongan akan bersifat terikat
dan kehilangan kemandiriannya.
yang akan menghambat proses globalisasi.
2
Sektarianisme didefinisikan dalam keabsahan unik dari kredo dan praktik-praktik orang percaya dan hal itu meningkatkan ketegangan dengan masyarakat yang lebih luas melalui tindakan mereka membangun praktik-praktik yang menegaskan batas pemisahnya. Sedangkan primordialisme adalah perasaan kesukuan yg berlebihankarena adanya rasa tanggung jawab akan suku sendiri (sumber:id.wikipedia.org/wiki/sekte-41k-similar pages)
3
Chauvinisme yaitu paham kebangsaan yang sempit dengan menganggap hanya bangsanya yang paling superior dan berakibat fatal bagi negara-negara lain. Sedangkan eksklusivisme adalah paham yg
mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari masyarakat
c. Bila integrasi koersif terlalu lemah, akan menimbulkan adanya sikap
anarkis, dimana setiap orang/ golongan akan memaksakan kehendak
sendiri tanpa memperdulikan aturan-aturan dan kebudayaan yang sudah
terbentuk. Sebaliknya, integrasi koersif yang terlalu kuat akan memaksa
golongan lainnya untuk terintegrasi yang menjurus kepada
otoritarianisme.4
Penelitian ini melihat keanekaragaman tersebut dalam bentuk satuan keluarga.
Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Di dalam
ilmu sosiologi (Khairuddin, 1997:19) dijelaskan ada 2 bentuk keluarga, yaitu
keluarga inti (Nuclear Family) dan keluarga luas (Extended Family). Keluarga inti
dapat didefinisikan dengan keluarga kelompok atau keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu, dan anak-anak yang belum dewasa atau belum kawin. Sedangkan keluarga luas
adalah satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan suatu lingkungan
keluarga yang lebih luas daripada hanya ayah, ibu, dan anak-anaknya. Dengan adanya
suatu perkawinan, maka anak yang kawin memisahkan diri dari orang tuanya atau
keluarga intinya. Sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah keluarga
luas Batak Toba yang terdiri dari beberapa anggota keluarga penganut agama berbeda
(Kristen-Islam).
4
Selain itu Burgess dan Locke juga mengemukakan pendapatnya mengenai
definisi keluarga berdasarkan 4 karakteristik keluarga yang terdapat pada semua
keluarga. Menurut mereka, keluarga adalah suatu kelompok dari orang-orang yang
disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah, atau adopsi, merupakan susunan
rumah tangga sendiri, berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain yang
menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami isteri, ayah dan ibu, putra dan putri,
saudara laki-laki dan saudara perempuan, dan merupakan pemelihara kebudayaan
bersama (Khairuddin, 1997:17).
1.6. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
etnografi. Metode etnografi, yang akan mengungkap tentang kebiasaan-kebiasaan
hidup (Terjemahan dari Clive Seale 1998:217) anggota lima keluarga luas Batak
Toba yang menganut agama berbeda di Jalan Galang, Lubuk Pakam melalui teknik
penelitian sebagai berikut:
1. Observasi Partisipasi
Untuk mendapatkan data yang lebih jelas dan akurat, peneliti sudah
tinggal dengan masyarakat tineliti (masyarakat yang diteliti). Peneliti sudah
tinggal bersama dengan beberapa keluarga luas yang anggotanya menganut
agama berbeda. Mengamati dan mencatat bentuk konflik dan integrasi seperti
apa serta dalam suasana yang bagaimana konflik dan integrasi itu bisa terjadi.
segala proses yang terkait dengan fokus penelitian, misalnya: ikut berkumpul
bersama anggota keluarga luas dalam perayaan hari besar agama, seperti:
Natal yang dilanjutkan dengan Tahun Baru. Selain itu peneliti juga
berkunjung ke rumah salah satu anggota keluarga luas dan mengamati
interaksi yang mereka lakukan melalui media, seperti: handphone. Dalam hal
ini peneliti sengaja meminjamkan handphone kepada informan agar tidak
menjadi beban terhadap informan itu sendiri.
2. Wawancara
Adapun jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara mendalam. Dalam wawancara ini peneliti menggunakan pedoman
wawancara yang disebut dengan interview guide. Wawancara dilakukan untuk
memperoleh informasi dari berbagai informan yang terkait dengan fokus
penelitian. Pada awalnya peneliti menggunakan alat perekam ketika
melakukan wawancara, namun hal ini dianggap terlalu formal bagi setiap
informan yang diwawancarai. Oleh karena itu, peneliti tidak lagi
menggunakan alat perekam melainkan menggunakan buku kecil dan alat tulis
untuk mencatat setiap informasi yang disampaikan.
Bagi beberapa informan, kegiatan wawancara dilakukan setiap hari
minggu. Kesempatan ini disesuaikan waktu yang dimiliki informan yang
kemudian juga disepakati oleh peneliti. Wawancara dilakukan selepas acara
informan ke rumah masing-masing dengan tujuan untuk menciptakan
hubungan yang baik antara peneliti dengan informan. Dengan demikian
informan tidak jerah atau merasa dirugikan atas waktu yang sudah diberikan
selama memberikan data melalui wawancara tersebut.
Suasana wawancara yang dilakukan oleh peneliti tidak terlalu
menegangkan melainkan terlaksana dengan rileks. Hal ini disebabkan karena
hubungan yang baik dengan informan. Hubungan baik yang tercipta antara
peneliti dan informan disebabkan karena jarak rumah antara peneliti dengan
informan tidak begitu jauh. Artinya peneliti sudah tinggal dengan masyarakat
yang diteliti. Dengan demikian peneliti tidak perlu lagi mengadakan
pendekatan pada informan, karena pada dasarnya antara peneliti dan informan
sudah saling kenal dan memiliki hubungan yang cukup baik.
1.7. Analisis Data
Pada tahap analisis ini, peneliti akan memeriksa ulang kembali data yang
sudah diperoleh dari lapangan. Analisis data digunakan dengan menggunakan folk
taxonomy. Dalam hal ini data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif dan
disusun dengan kategori-kategori tertentu sebagaimana yang dikemukakan oleh
informan.
Ketika melakukan wawancara dan observasi terhadap informan di lapangan
peneliti sudah mulai menganalisis data, namun data yang dianalisis kurang terlihat
peneliti hanya mencatat gambaran-gambaran umum tentang data yang sudah
didapatkan tanpa memaparkannya dengan lengkap. Untuk menghindari kelupaan atas
pemaparan data yang sudah didapatkan di lapangan, peneliti langsung menganalisis
kembali dan menuangkannya dalam tulisan ketika sudah sampai di rumah.
Peneliti melakukan analisis data dengan melihat hubungan anggota lima
keluarga luas Batak Toba yang menganut agama berbeda. Hubungan-hubungan ini
sengaja dikategorikan ke dalam 2 pengelompokan yang berbeda, yaitu konflik dan
integrasi. Dengan demikian penulis menarik beberapa kesimpulan yang diambil
berdasarkan hasil analisa data dan telaah pustaka yang disesuaikan dengan tujuan
BAB II
SEJARAH DAN PROFIL LIMA ANGGOTA KELUARGA LUAS BATAK TOBA YANG MENGANUT AGAMA BERBEDA DI JALANG GALANG
KECAMATAN LUBUK PAKAM
Kota Lubuk Pakam adalah tempat penelitian ini dilakukan. Sebagai ibukota
Kabupaten Deli Serdang, Lubuk Pakam merupakan wilayah strategis dan mempunyai
prospek pengembangan wilayah yang cukup dominan dengan beberapa kota
satelitnya, seperti: Tanjung Morawa, Perbaungan, Galang, dan lain-lain. Sedangkan
berdasarkan PP No. 7/1984 Pasal 1 dijelaskan bahwa pusat pemerintahan Kecamatan
Lubuk Pakam ini adalah berkedudukan di Kelurahan Lubuk Pakam Pekan.
Daerah Kecamatan Lubuk Pakam luasnya ± 31,19 Km² (3.119 Ha), yang
terdiri dari 7 kelurahan dan 6 desa serta 105 dusun dengan ibukota kecamatan terletak
di jalan Tengku Raja Muda Lubuk Pakam. Adapun batas-batas Kecamatan Lubuk
Pakam adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Beringin
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Pagar Merbau
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Morawa
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Pagar Merbau
Persebaran penduduk Kecamatan Lubuk Pakam berdasarkan kelompok etnik
Tabel 2.1. Persebaran Penduduk Kecamatan Lubuk Pakam Berdasarkan Kelompok Etnik
No. Desa/ Kelurahan Etnik
01. Paluh Kemiri Batak Toba
02. Petapahan Mandailing
03. Tanjung Garbus I Jawa
04. Pagar Merbau III Jawa
05. Cemara Jawa
06. Pasar Melintang Batak Toba, Jawa
07. Pagar Jati Batak
Simalungun
08. Syahmad Jawa
09. Lubuk Pakam III Tionghoa
10. Lubuk Pakam I/ II Tamil
11. Lubuk Pakam Pekan Tionghoa, Tamil
12. Bakaran Batu Tionghoa
13. Sekip Minang
Sumber:Observasi
Berdasarkan tabel di atas yang menjadi sorotan utama daerah penelitian
adalah Jalan Galang yang terletak di Desa Pasar Melintang. Di daerah Jalan Galang
terdapat beberapa anggota keluarga luas Batak Toba yang menganut agama berbeda
tinggal dalam rumah yang berbeda, baik yang berada di dalam satu desa/ kelurahan,
satu kecamatan, hingga berada di dalam wilayah negara yang sama. Adapun keluarga
tersebut adalah Keluarga Siahaan, Nadapdap, Sihotang, Pandiangan, dan Lumban
Gaol.
Selain menggambarkan sedikit tentang Kecamatan Lubuk pakam, peneliti
juga menjelaskan sejarah dan profil keluarga luas yang diteliti. Untuk itu peneliti
mengadakan observasi dan wawancara demi mendapatkan data tersebut. Ketika
melakukan observasi dan wawancara peneliti dibantu oleh salah satu informan, yaitu
M. Lumban Gaol. Peneliti sengaja mengajak M. Lumban Gaol karena ia adalah
penduduk asli Lubuk Pakam, yang sudah tinggal di Lubuk Pakam bersama
keluarganya sejak kecil sampai sekarang.
Observasi kami lakukan setiap sore selama 7 hari berturut-turut dengan
melihat dan mencatat alamat rumah masing-masing anggota keluarga. Ketika
melakukan observasi, M. Lumban Gaol menunjukkan masing-masing kediaman
anggota keluarga sambil menjelaskan bagaimana hubungan kekerabatan anggota
keluarga tersebut. Sementara itu dalam waktu yang bersamaan, peneliti mencatat dan
menggambarkan bagaimana letak rumah sambil menganalisa jarak rumah
masing-masing anggota keluarga.
Bersamaan dengan observasi, peneliti dan M. Lumban Gaol sengaja singgah
ke rumah keluarga yang diteliti untuk melakukan wawancara mengenai latar belakang
melakukan observasi dan wawancara, anggota keluarga dari setiap rumah yang kami
singgahi selalu menyambut dan bersifat terbuka terhadap kedatangan kami. Hal ini
terbukti melalui senyuman yang mereka lepaskan dan kesediaan mereka menjawab
setiap pertanyaan yang ditanyakan oleh peneliti.
Selanjutnya untuk memperoleh data mengenai konflik dan integrasi,
penelitian dilakukan oleh peneliti yang didampingi oleh M. Lumban Gaol selama
sepuluh minggu dengan menghabiskan waktu rata-rata dua minggu pada setiap
keluarga luas. Adapun urutan keluarga yang diobservasi dan diwawancarai oleh kami
adalah sebagai berikut:
• Tanggal: 7 November 2011-21 November 2011, Keluarga S. Siahaan (Alm)/
E.Br. Lumban Gaol.
• Tanggal: 22 November 2011-7 Desember 2011, Keluarga K. Siahaan (Alm)/
I.Br. Nasution dan Keluarga L. Siahaan/ U.Br.Panjaitan.
• Tanggal: 8 Desember 2011-22 Desember 2011, Keluarga G. Nainggolan/
D.Br. Nadapdap.
• Tanggal: 23 Desember 2011-6 Januari 2012 , Keluarga D. Sihotang/ L.Br.
Sinaga.
• Tanggal: 7 Januari 2012-15 Januari 2012, Keluarga J. Pandiangan/ T.Br.
• Tanggal: 16 Januari 2012-21 Januari 2012, Keluarga H. Siringo-ringo/
C.Br.Pandiangan dan Keluarga G. Parhusip/ L.Br. Pandiangan
• Tanggal:22 Januari 2012-5 Februari 2012 : Keluarga M. Lumban Gaol/
T.Br. Simamora, W. Sitohang (Alm)/ F.Br. Lumban Gaol, J. Sihite/ R.Br.
Sitohang, T. Sitohang/ Tini, A. Sitohang/ B.Br. Siagian.
Penelitian memang berlangsung selama sepuluh minggu penuh, namun tepat
pada perayaan Natal dan Tahun Baru peneliti melakukan wawancara dan observasi
pada beberapa keluarga luas yang sedang melakukan perkumpulan keluarga secara
bergantian dari rumah- ke rumah. Pada saat itu perkumpulan keluarga berada di
dalam Keluarga S. Siahaan (Alm)/ E.Br. Lumban Gaol, G. Nainggolan/ D.Br.
Nadapdap, J. Pandiangan/ T.Br. Lumban Raja, dan W. Sitohang (Alm)/ F.Br.
Lumban Gaol. Berikut adalah data yang didapatkan oleh peneliti:
2.1. SEJARAH DAN PROFIL KELUARGA SIAHAAN 2.1.1. Keluarga B. Siahaan (Alm)/ S.Br. Napitupulu (Alm)
Keluarga B. Siahaan (Alm)/ S.Br. Napitupulu dahulunya adalah tinggal di Gg.
Budiman, Lubuk Pakam. Di sana mereka bekerja sebagai pedagang ikan di pasar
tradisional Lubuk Pakam, hingga pada akhirnya pekerjaan tersebut diwariskan kepada
anaknya K. Siahaan (Alm). Mereka menikah pada tahun 1952, dan memiliki 4 orang
anak, yaitu S. Siahaan (Alm), V.Br. Siahaan (Alm), K. Siahaan (Alm), dan L.
Siahaan. B. Siahaan meninggal pada usia 65 tahun, sedangkan S.Br. Napitupulu
2.1.2. Keluarga S. Siahaan (Alm)/ E.Br. Lumban Gaol
Observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada hari Senin
tepatnya tanggal 7 November 2011 dimulai peneliti bersama M. Lumban Gaol pukul
16.00 WIB. Pada saat itu kami menjumpai E.Br. Lumban Gaol sedang sibuk
menjahitkan kancing berwarna emas di atas kebaya kuning yang hampir jadi. E.Br.
Lumban Gaol menyambut kedatangan kami dengan senyuman dan menanyakan
maksud kedatangan kami. Peneliti juga membalas senyuman tersebut dengan manis
dan menjelaskan maksud kedatangan kami adalah untuk melakukan tanya-jawab
tentang anggota keluarga mereka. Sesudah maksud dan tujuan dijelaskan, tiba-tiba
E.Br. Lumban Gaol langsung menuju dapur dan tidak lama kemudian muncul lagi ke
ruang tamu sambil menyuguhkan 2 gelas teh manis hangat.
Hal tersebut tidak terlalu mengejutkan buat peneliti dan M. Lumban Gaol,
karena pada hari-hari biasa E.Br. Lumban Gaol juga sering mengadakan kunjungan
ke rumah M. Lumban Gaol sebagai ito kandung-nya. Dalam hal ini M. Lumban Gaol
merupakan hula-hula dari E.Br. Lumban Gaol, sehingga kedudukan M. Lumban Gaol
sebagai hula-hula sangat dihormati olehnya. Pada saat melakukan kunjungan pada
hari-hari biasa, E.Br. Lumban Gaol juga sering makan bersama dengan keluarga M.
Lumban Gaol. Hal ini dikarenakan oleh E.Br. Lumban Gaol tinggal seorang diri di
rumahnya, sebab suaminya sudah meninggal sejak 16 tahun yang lalu akibat penyakit
maag, sedangkan keempat orang anaknya, Juli Siahaan, Dame Siahaan sudah
Pernikahan E.Br. Lumban Gaol dengan S. Siahaan (Alm) berawal dari
pertemuan mereka di Bakkara. Pada saat itu E.Br. Lumban Gaol dan S. Siahaan
(Alm) sama-sama duduk di bangku SMA namun tidak belajar di dalam sekolah yang
sama. Di Bakkara E.Br. Lumban Gaol tinggal di rumah opung-nya dan bersekolah di
sana, sedangkan S. Siahaan (Alm) sedang berkunjung ke rumah bapak tua-nya. Lalu
perkenalan berubah status menjadi berpacaran dan akhirnya menikah pada tahun
1977.
Pernikahan tersebut berlangsung di Gg. Budiman, Lubuk Pakam sesuai
dengan prosesi pernikahan Adat Batak Toba sebagaimana biasanya. Setelah menikah
mereka tinggal di Kampung Baru, Jalan Galang, Lubuk Pakam atau tepat berada di
belakang rumah Keluarga M. Lumban Gaol/ T.Br. Simamora yang merupakan rumah
peninggalan kedua orang tua mereka. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari S.
Siahaan (Alm) bekerja sebagai supir angkot sudako dengan jurusan Galang-Pakam
Kota. Pekerjaan ini ia tekuni hingga ia meninggal dunia. Sedangkan E.Br. Lumban
Gaol bekerja sebagai penjahit pakaian wanita hingga saat ini.
Anak mereka yang pertama yaitu Juli Siahaan yang sudah berusia 35 tahun
sudah tinggal bersama namboru-nya di Pulo Gadung. Jakarta Timur sejak ia duduk di
bangku SMA. Hingga pada akhirnya ia bekerja sebagai rentenir yang dimodali oleh
namboru-nya setelah ia tamat SMA. Uang yang diberikan oleh namboru-nya ia
pinjamkan kepada pedagang-pedagang kain untuk dijadikan sebagai modal.
Kemudian uang yang dipinjamkan dibayar oleh pedagang dalam bentuk cicilan yang
Napitupulu yang akhirnya menikahinya pada tahun 2003. Pernikahan dilaksanakan
sesuai dengan prosesi Adat Batak Toba.Sesudah berkeluarga Juli dan suaminya masih
tinggal di Jakarta dan mengembangkan usaha mereka sebagai rentenir hingga
memiliki seorang anak perempuan bernama Bella Br. Napitupulu yang sudah duduk
di bangku kelas-2 SD.
Pada saat pernikahan berlangsung, K. Siahaan (Alm) beserta isterinya
I.Br.Nasution menghadiri pernikahan tersebut. Pada masa itu K. Siahaan (Alm)
berperan sebagai ayah, yaitu pengganti ayah kandung Juli Siahaan yang sudah
meninggal. Ketika mendapat peran sebagai Ayah, yaitu sebagai pemberi boru kepada
pihak laki-laki (paranak), ia menjalankannya dengan sangat baik, yaitu dengan cara
mendampingi pihak pembagi jambar (raja parhata) sesuai dengan kedudukannya
masing-masing.
Anak kedua Keluarga S. Siahaan (Alm)/ E.Br. Lumban Gaol adalah Dame
Siahaan yang sudah berusia 32 tahun. Ia lahir hingga menamatkan sekolahnya dari
bangku SMK di Lubuk Pakam. Setelah tamat SMA ia merantau ke Pulau Batam dan
bekerja di salah satu perusahaan swasta. Di sana ia bekerja selama 3 tahun, hingga
pada akhirnya ia di suruh ke Jakarta oleh kakaknya, yaitu Juli Siahaan untuk
membantunya menjalankan usahanya sebagai rentenir. Sesampai di Jakarta ia
membantu usaha kakanya sebagai rentenir hingga ia memiliki modal sendiri dan
mengembangkannya. Hingga pada akhirnya ia bertemu dengan G. Nainggolan yang
bekerja di showroom mobil yang sudah memiliki cabang di seluruh Indonesia.
salah satu cabang showroom hingga pada akhirnya mereka menikah sesuai dengan
prosesi pernikahan Adat Batak Toba dan sekarang tinggal di Bengkulu.
Anak ke-3 dari Keluarga S. Siahaan (Alm)/ E.Br. Lumban Gaol adalah
Charles Siahaan yang sudah berusia 29 tahun. Sejak lahir hingga selesai menamatkan
pendidikannya dari bangku SMK, ia merantau ke Jakarta mengikuti jejak kedua
ito-nya. Di sana ia bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan. Ia tinggal terpisah
dengan kedua ito-nya dan mengontrak sebuah kamar kost yang tidak jauh dari tempat
ia bekerja.
Sedangkan anak terakhir mereka adalah Novita Siahaan yang sudah berusia
21 tahun. Sejak ia lahir tinggal di Lubuk Pakam hingga menamatkan pendidikannya
dari bangku SMA. Setelah selesai sekolah, ia juga menyusul jejak kedua kakak dan
ito-nya. Di sana ia tinggal bersama dengan keluarga kakaknya H. Napitupulu/ Juli Br.
Siahaan dan bekerja sebagai SPG (Sales Promotion Girl) di salah satu mall Jakarta
Timur.
2.1.3. Keluarga P. Napitupulu/ V.Br. Siahaan (Alm)
Pernikahan P. Napitupulu dengan V.Br. Siahaan (Alm) berawal dari
pertemuan mereka di Jakarta. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan E.Br.
Lumban Gaol, mengatakan bahwa pada mulanya mereka adalah sama-sama perantau
di Jakarta. Setelah mereka berpacaran selama 3 tahun, P. Napitupulu mengajak V.Br.
Siahaan untuk diperkenalkan kepada kedua orang tuanya di Samosir. Setelah dari
Siahaan (Alm) dan S.Br. Napitupulu. Hingga pada akhirnya mereka melangsungkan
pernikahan pada tahun 1983. Setelah menikah mereka kembali ke Pulo Gadung,
Jakarta Timur. Di sana mereka berprofesi sebagai rentenir dan sudah memiliki 3
orang anak.
Anak mereka yang pertama adalah Lina Napitupulu yang sudah berusia 29
tahun. Sejak lahir ia tinggal di Jakarta hingga meyelesaikan kuliah program Strata-1
sekitar 5 tahun yang lalu dan bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan di
Jakarta Timur. Rencananya ia akan menikah dalam waktu dekat, yaitu sekitar bulan
Juni tahun ini (2012).
Anak mereka yang ke-2 adalah Paul Napitupulu yang sekarang sudah berusia
27 tahun. Sejak lahir Paul juga tinggal di Jakarta hingga menyelesaikan kuliah
program Diploma-3 sekitar 3 tahun yang lalu. Sekarang ia bekerja dengan membuka
kios pulsa yang letaknya tidak jauh dari rumahnya.
Anak mereka yang terakhir adalah Cory yang sudah berusia 25 tahun. Sejak
lahir juga ia tinggal di Jakarta dan menyelesaikan kuliah program Diploma-3 sekitar 2
tahun yang lalu. Setelah menyelesaikan kuliah, ia bekerja di salah satu pelayaran
Indonesia sambil menyelesaikan kuliah program Strata-1 nya hingga saat ini.
2.1.4. Keluarga K. Siahaan (Alm)/ I.Br. Nasution
Peneliti bersama M. Lumban Gaol melakukan observasi rumah dan
wawancara terhadap I.Br.Nasution tentang sejarah dan profil keluarga mereka tepat
merokok karena kecapain setelah berjualan ikan di pasar tradisional Lubuk Pakam,
sedangkan anaknya Dodi sedang istrahat siang di atas sebuah karpet di ruang tengah
tepatnya di depan Televisi.
Pada awal kami menuju dapur, I.Br. Nasution tersenyum kecil sambil
mematikan rokoknya menyambut kedatangan kami. Ia agak sedikit heran melihat
kedatangan kami, karena sebelumnya kami tidak pernah melakukan kunjungan secara
pribadi tanpa didampingi angkang boru-nya E.Br. Lumban Gaol terkecuali ada hal
penting yang disampaikan tetapi angkang boru-nya tersebut berhalangan datang.
Sesampai di dapur, I.Br. Nasution meminta kami untuk duduk di ruang tengah dan
menyuruh Dodi untuk menyediakan minuman, namun kami menolaknya secara halus
karena tidak ingin merepotkan.
Di atas kursi yang terletak di ruang tengah, peneliti menjelaskan maksud
kedatangannya ke rumah adalah untuk melakukan observasi dan wawancara tentang
sejarah dan profil keluarga mereka. Pada mulanya ia sangat heran dan menanyakan
atas tujuan apa menanyakan hal tersebut. Dalam kesempatan teresbut peneliti
meyakinkanya lagi hingga akhirnya berhasil memecahkan suasana yang hampir
tegang terebut menjadi suasana yang lebih rileks dan berhasil menjalin hubungan
yang baik dengannya ketika melakukan wawancara. Hal ini terbukti dari caranya
berbicara lepas ketika menjelaskan apa yang ditanyakan oleh peneliti.
Ia menjelaskan bahwa pada awalnya pertemuannya dengan suaminya K.
sekarang sudah tinggal di Jambi. Leo adalah teman dekat K. Siahaan (Alm) juga
ketika masih duduk di bangku SMP di Kelurahan Cemara, Lubuk Pakam. Perkenalan
tersebut berlanjut hingga mereka berpacaran selama 4 tahun.
Pada saat ingin melanjutkan hubungan ke pernikahan, awalnya Keluarga
Siahaan, yaitu orang tua mereka B. Siahaan (Alm)/ S.Br. Napitupulu sangat tidak
setuju dengan hal tersebut, sementara ketiga saudaranya yang lainnya tidak
mengundang perbedaan pandangan terhadap pernikah tersebut. Ini terbukti dari sikap
mereka yang tidak pernah menyambut kedatangan I.Br. Nasution ketika K. Siahaan
(Alm) membawanya ke rumah. Namun K. Siahaan (Alm) tidak berhenti sampai di
situ saja, karena ia selalu berusaha memberikan alasan yang cukup kuat untuk
meyakinkan kedua orang tua bahwa keluarganya akan baik-baik saja setelah ia
menikah nanti.
Alasan tersebut bisa dipahami dan diterima oleh kedua orang tuanya dengan
berbagai macam persyaratan, yaitu dengan mengajak I.Br. Nasution berpindah agama
menjadi agama Kristen Protestan. Sementara itu di sisi lain, pihak keluarga I.Br.
Nasution akan merestui pernikan mereka dengan syarat bahwa I.Br. Nasution boleh
menikah dengan K. Siahaan (Alm) tetap beragama Islam dan mengajak suaminya
untuk ikut beragama Islam pula.
Perbedaan maksud dan keinginan yang dijadikan sebagai syarat restu bagi
masing-masing kedua belah pihak menimbulkan permasalahan yang menimbulkan
izin kepada K. Siahaan (Alm) untuk menikahi I.Br. Nasution dan menganut agama
Islam. Pernikahan juga dilakukan di rumah pihak perempuan yang juga dijadikan
sebagai syarat restu yang diberikan orang tua I.Br. Nasution. Walaupun demikian
setelah menikah hubungan I.Br. Nasution dengan kedua mertuanya tetap saja tidak
terlalu dekat.
Setelah menikah mereka membentuk keluarga dan rumah tangga tersendiri di
Gg. Bidan, Bakaran Batu, Lubuk Pakam. Di sana mereka bekerja sebagai pedagang
ikan laut di pasar tradisional Lubuk Pakam. Setiap pukul 02.00 WIB mereka
berangkat dari rumah dengan mengendarai sepeda motor hingga selesai berjualan
pada pukul 14.00 WIB. Namun hal tersebut tidak bersifat mutlak, tergantung pada
laris tidaknya ikan yang di jual. Pada saat ikannya laris, mereka akan pulang lebih
awal. Demikian pula sebaliknya, jika ikannya tidak cepat habis maka mereka lebih
lama pulang dari biasanya. Namun jika ikan juga tidak habis hingga sore hari, mereka
membawanya pulang dan menyimpannya di rumah untuk dijual kembali pada esok
harinya.
K. Siahaan meninggal sekitar 5 tahun yang lalu, yaitu ketika ia berusia 52
tahun. Meninggalnya ia di rumah pada saat isterinya I.Br. Nasution sedang berada di
penjara sebagai tahanan pengedar ganja. Sebenarnya penyakit yang dideritanya
berawal dari stress yang berkepanjangan karena memikirkan isterinya masuk penjara
sudah setahun lamanya. Sementara itu penyebab isterinya masuk penjara adalah
Akibatnya ia tidak lagi memperdulikan kesehatannya dan mengurung diri di kamar
sepanjang hari hingga meninggal dunia di kamar itu juga.
Keluarga K. Siahaan (Alm)/ I.Br. Nasution memiliki 3 orang anak, yaitu
Hendri Siahaan, Noni Br. Siahaan, dan Dodi Siahaan. Hendri Siahaan berusia 28
tahun dan sudah menikah dengan Vero, perempuan berusia 22 tahun beragama Islam.
Sekarang mereka tinggal di rumah mertuanya di Jalan Antara, Bakaran Batu yang
yang tidak jauh dari rumah orang tuanya. Di sana ia bekerja sebagai kuli bangunan
sedangkan isterinya sebagai ibu rumah tangga. Saat ini mereka sudah memiliki 3
orang anak, bernama Bagas, Cici, dan Magnalita.
Anak mereka yang ke-2 adalah Noni yang sekarang berusia 27 tahun dan
sudah menikah dengan Boby, yaitu sbekerja sebagai seorang polisi. Sekarang Noni
sudah memiliki 1 orang anak perempuan bernama Kiki yang masih berusia 4 tahun.
Sedangkan ito-nya yang paling kecil, yaitu Dodi yang sekarang berusia 24 tahun
tinggal bersama orang tuanya di Gg. Bidan, Bakaran Batu. Di sana ia bekerja sebagai
karyawan di salah satu pabrik di Tanjung Morawa.
2.1.5. Keluarga L. Siahaan/ U.Br. Panjaitan
Setelah mendapat data yang cukup dari I.Br. Nasution, kami melanjutkan
perjalanan kami menuju rumah Keluarga L. Siahaan/ U.Br. Panjaitan di Gg.
Budiman, Bakaran Batu, Lubuk Pakam. Ketika sampai di rumah kami hanya bertemu
dengan U.Br. Panjaitan karena pada saat yang bersamaan suaminya masih berada di
sakit Medistra dan Anggi masih sedang duduk di bangku kuliah kesehatan di
Medistra Lubuk Pakam.
Keluarga L. Siahaan/ U.Br. Panjaitan terbentuk sekitar 23 tahun yang lalu.
Pernikahan mereka bermula ketika L. Siahaan sering bermain di Tangsi, Lubuk
Pakam atau rumah orang tua U.Br. Siahaan. Setelah berpacaran selama 2 tahun,
mereka memutuskan untuk menikah. Adapun pernikahan mereka sesuai dengan
prosesi Adat Batak Toba yang dilaksanakan di Gg. Budiman, Lubuk Pakam, yaitu
rumah keluarga L. Siahaan.
Setelah menikah keluarga U.Br. Panjaitan memberikan sepetak sawah padi
yang terletak di Pokok Mangga, Jalan Galang, Lubuk Pakam sebagai sumber mata
pencaharian mereka untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Dimulai
dari situ mereka berdua bekerja sebagai petani padi hingga sampai saat ini. Pada
bulan januari mereka menanam tanaman palawija, sedangkan pada bulan April dan
Agustus mereka menanam padi. Hal ini disesuaikan dengan musim yang terjadi di
Indonesia, yaitu pada musim kemarau mereka menanam tanaman palawija sedangkan
pada musim hujan mereka menananm padi.
Anak mereka yang pertama, yaitu Dewi Br. Siahaan yang sudah berusia 23
tahun adalah lulusan Akademi Kebidanan Medistra. Sekarang ia sudah bekerja di
Rumah Sakit Medistra Lubuk Pakam. Sedangkan adiknya Anggi Br. Siahaan yang
sekarang sudah berusia 19 tahun, masih duduk di bangku kuliah Akademi
Adapun komposisi anggota Keluarga Siahaan berdasarkan beberapa kategori
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2. Komposisi Keluarga Luas Siahaan Berdasarkan Beberapa Kategori
Keluarga Kategori
Jenis Kelamin