TINJAUAN HUKUM TERHADAP BANGUNAN HOTEL
SEBAGAI OBJEK INVESTASI
(RISET PADA CAMBRIDGE CONDOMINIUM
& SHOPPING MALL )
TESIS
Oleh
IRMA YULIA
087011055/MKn
FAKULTAS HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TINJAUAN HUKUM TERHADAP BANGUNAN HOTEL
SEBAGAI OBJEK INVESTASI
(RISET PADA CAMBRIDGE CONDOMINIUM
& SHOPPING MALL )
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Studi Magister Kenotariatan
Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
IRMA YULIA
087011055/MKn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : TINJAUAN HUKUM TERHADAP BANGUNAN HOTEL SEBAGAI OBJEK INVESTASI (RISET PADA CAMBRIDGE CONDOMINIUM & SHOPPING MALL)
Nama Mahasiswa : Irma Yulia Nomor Pokok : 087011055 Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN Ketua
Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn Chairani Bustami, SH, Sp.N, MKn Anggota Anggota
Ketua Program Studi,
Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS, CN
Telah diuji pada :
Tanggal 16 Agustus 2010
____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1. Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn
2. Chairani Bustami, SH, Sp.N, MKn
3. Prof . Dr. Suhaidi, SH, MH
ABSTRAK
Tesis ini penulis beri judul : “Tinjauan Hukum Terhadap Bangunan Hotel Sebagai Objek Investasi (Riset Pada Cambridge Condominium & Shopping Mall)”. Bangunan hotel yang dimaksudkan dalam tesis ini adalah bangunan hotel yang berada dalam komplek Cambridge Condominium & Shopping Mall. Bangunan hotel tersebut merupakan suatu bentuk satuan rumah susun. Karena merupakan suatu bentuk satuan rumah susun maka didalamnya terdapat suatu ketentuan mengenai benda bersama, bagian bersama dan tanah bersama. Bangunan hotel ini dapat digunakan untuk berbagai macam fungsi. Dapat digunakan sebagai tempat hunian dan dapat pula dijadikan sebagai peluang usaha yaitu dengan menyewakannya kepada pihak lain dalam hal ini oleh PT. Global Medan Town Square sebagai pendiri bangunan hotel tersebut untuk dipergunakan sebagai sarana akomodasi.
Mengenai pengelolaan sewa yang dilakukan oleh pemilik bangunan hotel dengan PT. Global Medan Town Square sebagai pengelola merupakan hal yang menarik untuk dibahas. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana ketentuan hukum yang terdapat dalam perjanjian pengelolaan sewa tersebut. Peraturan hukum mana yang digunakan para pihak untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Apakah dengan menggunakan himpunan peraturan seperti yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau dengan menggunakan himpunan peraturan khusus mengenai rumah susun. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian tersebut berkenaan dengan objek kepemilikan bersama dan bagaimana pula ketentuan hukumnya apabila terjadi wanprestasi. Karena dengan suatu wanprestasi dapat mengakibatkan kebatalan dari suatu perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak.
Dalam penulisan tesis ini penulis melakukan suatu penelitian, yaitu penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum perdata, himpunan peraturan-peraturan hukum, buku-buku, seminar, makalah, tesis, dan sebagainya. Juga penulis melakukan penelitian lapangan (field
research) yaitu dengan melakukan pendekatan langsung pada sumbernya, dalam
kaitan ini adalah Notaris sebagai penunjang kepustakaan.
ABSTRACT
This thesis is titled: “Legal Review on Hotel Building as Investment Object (Research on Cambridge Condominium & Shopping Mall)”. The hotel building meant in this thesis is hotel building that is located on Cambridge Condominium & Shopping Mall complex. This hotel building is a unit of public housing. For its character as public housing, this building has regulations about common objects, common spaces and common lot. This hotel building can be used for various functions. It can be used as residential space and can also be used as profit opportunity by renting it to other parties. In this case, PT. Global Medan Town Square acts as the hotel owner and uses the building to be used as accommodation.
Related to rental management carried out by PT. Global Medan Town Square as both owner and developer is an interesting issue to discuss. Questions arise: what kind of legal regulations that appear in the rental management contract? Which legal regulations do the parties used for applying the rules? Is it by using groups of regulations as written in Indonesian Civil Code or by using groups of regulations specifically concerning public housing? How is each party’s right and obligation stated in the contract related to commonly possessed objects and what is the legal consequence in case an breach of contract happens? This is an interesting question because breach of contract may cancel a contract.
In this research, the author made a library research using Indonesian Civil Code, groups of legal regulations, books, seminars, articles, theses, etc. The author has also done field research by doing direct approach to a key person. In this case, the key person is a Notary related to the case and as a library support.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kesehatan
serta Rahmat dan Hidayahnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Juga
disampaikan shalawat dan salam kepada junjungan kita umat Muslim, Nabi
Muhammad SAW yang syafaatnya kita harapkan di hari kemudian.
Tesis ini berjudul: TINJAUAN HUKUM TERHADAP BANGUNAN
HOTEL SEBAGAI OBJEK INVESTASI (Riset Pada Cambridge Condominium
& Shopping Mall Medan). Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan
yang harus dipernuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada program
studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
Pemilihan judul ini didasari oleh rasa ketertarikan Penulis terhadap
permasalahan seputar rumah susun yang digunakan sebagai objek investasi dengan
peruntukannya sebagai sarana akomodasi. Hal ini merupakan hal yang masih baru
dan belum banyak dilakukan terutama di Kota Medan, oleh karenanya Penulis merasa
terpanggil untuk menulis Tesis tentang hal tersebut. Harapan penulis semoga tesis ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, baik bagi penulis sendiri maupun bagi
pihak akademis.
Dalam penulisan tesis ini Penulis telah banyak mendapat bimbingan,
pengarahan dan bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
Penulis ingin menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Keluarga Penulis tersayang, orang tua penulis yang telah mengasuh dan
membesarkan dengan sedemikian rupa dan memberikan segala curahan kasih
sayang, mendidik, mengantarkan Penulis dari mulai bangku taman
kanak-kanak sampai kepada Perguruan Tinggi, yaitu ayahanda H. Darwin Zainuddin,
Yudiana, SE; Maya Sita, ST, M.Art; Putri Daryuli, SH; Salwa Ayunda dan
juga kepada kak Erawati.
2. Keluarga Besar Universitas Sumatera Utara:
a. Rektor USU, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,
M.Sc.(CTM), Sp.A(K).
b. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Keluarga Besar Magister Kenotariatan:
a. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, sebagai Ketua Program
Magister Kenotariatan juga sebagai Ketua Komisi Pembimbing tesis
Penulis.
b. Bapak Notaris Syahril Sofyan, SH, M.Kn, sebagai Dosen Pembimbing II
Penulis.
c. Ibu Chairani Bustami, SH, Sp.N, M.Kn., sebagai Dosen Pembimbing III
Penulis.
d. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, sebagai Dosen Penguji Penulis.
e. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, sebagai Dosen Panguji
Penulis.
4. Para Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Program Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh staff biro pendidikan di Magister Kenotariatan yang telah banyak
memberikan bantuan kepada Penulis selama ini.
6. Kepada seluruh teman-teman Penulis di MKn, teristimewa kepada Oti Pertiwi
dan Fitri Zakiyah .
7. Kepada teman dekat sekaligus sahabat setia yang selalu mendukung Penulis
dengan memberikan doa, dukungan, serta semangat, yaitu Reza Fahlevi, SH.
Tidak dapat Penulis lukiskan rasa terima kasih kepada mereka semua. Hanya
dapat Penulis hanturkan doa kepada Yang Maha Kuasa untuk memurahkan rejeki
Akhirnya dengan penuh kerendahan hati Penulis mengarapkan kritik dan saran
dari semua pihak atas Tesis ini, yang diharapkan dapat memberikan masukan yang
membangun bagi Penulis untuk masa yang akan datang.
Medan, Agustus, 2010
Penulis,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Irma Yulia
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 02 Juli 1987
Orang tua
Ayah : H. Darwin Zainuddin, SH, Sp.N
Ibu : Hj. Sri Bayu
Saudara : Yudiana, SE
Maya Sita, ST, M.Art
Putri Daryuli, SH
Salwa Ayunda
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Comp. Menteng Indah Blok. C2 No.37 Medan-20228
PENDIDIKAN
Tahun 1998 : Menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar pada SD Negeri 060818
Medan
Tahun 2001 : Menyelesaikan Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Pada SLTP
Negeri 8 Medan
Tahun 2004 : Menyelesaikan Pendidikan Sekolah Menengah Atas Pada SMU
Negeri 14 Medan
Tahun 2007 : Menyelesaikan Pendidikan Strata-1 Fakultas Hukum, Jurusan
Keperdataan BW Universitas Sumatera Utara.
Tahun 2010 : Menyelesaikan Pendidikan Strata-2 Magister Kenotariatan Fakultas
DAFTAR ISI
Halaman
Abstrak ... i
Abstrack ... ii
Kata Pengantar ... iii
Daftar Riwayat Hidup ... vi
Daftar Isi ... vii
BAB. I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 17
C. Tujuan Penelitian ... 18
D. Manfaat Penelitian ... 19
E. Keaslian Penelitian ... 19
F. Kerangka Teori dan Konsep... 20
1. Kerangka Teori... 20
2. Konsepsi ... 24
G. Metode Penelitian ... 27
1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 27
2. Lokasi Penelitian ... 28
3. Sumber Data Penelitian ... 28
4. Teknik Pengumpulan Data ... 30
5. Alat Pengumpulan Data ... 30
6. Analisa Data ... 31
BAB. II. PERJANJIAN PENGELOLAAN SEWA BANGUNAN HOTEL PADA CAMRIDGE CONDOMINIUM & SHOPPING MALL ... 32
A. Ketentuan Umum Perjanjian Sewa Menyewa... 32
2. Syarat-Syarat Perjanjian Sewa Menyewa ... 33
B. Perjanjian Pengelolaan Sewa Bangunan Hotel Pada Cambridge Condominium & Shopping Mall ... 36
1. Masa Berlakunya Perjanjian Pengelolaan Sewa ... 36
2. Pembatalan Perjanjian Pengelolaan Sewa Bangunan Hotel Secara Sepihak Sebelum Jangka Waktu Sewa Berakhir ... 43
3. Ketentuan Mengenai Perjanjian Baku (Standard Contract) Dalam Perjanjian Pengelolaan Sewa Bangunan Hotel ... 53
C. Resiko Dalam Perjanjian Sewa Menyewa ... 58
BAB. III. BANGUNAN HOTEL SEBAGAI OBJEK INVESTASI PADA CAMBRIDGE CONDOMINIUM & SHOPPING MALL ... 63
A. Aspek Legalitas Pada Cambridge Condominium & Shopping Mall ... 63
1. Sertifikat Induk (Hak Guna Bangunan) ... 63
2. Surat Izin Penunjukan dan Penggunaan Tanah (SIPPT) ... 64
3. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ... 66
B. Konsep Dasar Pemilikan Satuan Rumah Susun ... 68
C. Bangunan Hotel Sebagai Objek Investasi Pada Cambridge Condominium & Shopping Mall ... 77
BAB. IV. HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK ... 82
A. Hak dan Kewajiban Pihak Pertama (Pemilik/Investor) ... 83
B. Hak dan Kewajiban Pihak Kedua (PT. Global Medan Town Square) ... 89
C. Hak dan Kewajiban Pihak Ketiga (PT. Swiss Belhotel Internasional Indonesia)... 93
D. Wanprestasi dan Akibat Hukum ... 96
BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 108
A. Kesimpulan ... 108
B. Saran ... 109
ABSTRAK
Tesis ini penulis beri judul : “Tinjauan Hukum Terhadap Bangunan Hotel Sebagai Objek Investasi (Riset Pada Cambridge Condominium & Shopping Mall)”. Bangunan hotel yang dimaksudkan dalam tesis ini adalah bangunan hotel yang berada dalam komplek Cambridge Condominium & Shopping Mall. Bangunan hotel tersebut merupakan suatu bentuk satuan rumah susun. Karena merupakan suatu bentuk satuan rumah susun maka didalamnya terdapat suatu ketentuan mengenai benda bersama, bagian bersama dan tanah bersama. Bangunan hotel ini dapat digunakan untuk berbagai macam fungsi. Dapat digunakan sebagai tempat hunian dan dapat pula dijadikan sebagai peluang usaha yaitu dengan menyewakannya kepada pihak lain dalam hal ini oleh PT. Global Medan Town Square sebagai pendiri bangunan hotel tersebut untuk dipergunakan sebagai sarana akomodasi.
Mengenai pengelolaan sewa yang dilakukan oleh pemilik bangunan hotel dengan PT. Global Medan Town Square sebagai pengelola merupakan hal yang menarik untuk dibahas. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana ketentuan hukum yang terdapat dalam perjanjian pengelolaan sewa tersebut. Peraturan hukum mana yang digunakan para pihak untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Apakah dengan menggunakan himpunan peraturan seperti yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau dengan menggunakan himpunan peraturan khusus mengenai rumah susun. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian tersebut berkenaan dengan objek kepemilikan bersama dan bagaimana pula ketentuan hukumnya apabila terjadi wanprestasi. Karena dengan suatu wanprestasi dapat mengakibatkan kebatalan dari suatu perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak.
Dalam penulisan tesis ini penulis melakukan suatu penelitian, yaitu penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum perdata, himpunan peraturan-peraturan hukum, buku-buku, seminar, makalah, tesis, dan sebagainya. Juga penulis melakukan penelitian lapangan (field
research) yaitu dengan melakukan pendekatan langsung pada sumbernya, dalam
kaitan ini adalah Notaris sebagai penunjang kepustakaan.
ABSTRACT
This thesis is titled: “Legal Review on Hotel Building as Investment Object (Research on Cambridge Condominium & Shopping Mall)”. The hotel building meant in this thesis is hotel building that is located on Cambridge Condominium & Shopping Mall complex. This hotel building is a unit of public housing. For its character as public housing, this building has regulations about common objects, common spaces and common lot. This hotel building can be used for various functions. It can be used as residential space and can also be used as profit opportunity by renting it to other parties. In this case, PT. Global Medan Town Square acts as the hotel owner and uses the building to be used as accommodation.
Related to rental management carried out by PT. Global Medan Town Square as both owner and developer is an interesting issue to discuss. Questions arise: what kind of legal regulations that appear in the rental management contract? Which legal regulations do the parties used for applying the rules? Is it by using groups of regulations as written in Indonesian Civil Code or by using groups of regulations specifically concerning public housing? How is each party’s right and obligation stated in the contract related to commonly possessed objects and what is the legal consequence in case an breach of contract happens? This is an interesting question because breach of contract may cancel a contract.
In this research, the author made a library research using Indonesian Civil Code, groups of legal regulations, books, seminars, articles, theses, etc. The author has also done field research by doing direct approach to a key person. In this case, the key person is a Notary related to the case and as a library support.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perumahan dan tempat usaha merupakan kebutuhan dasar manusia dan
mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta
kepribadian bangsa dan perlu dibina dan dikembangkan demi kelangsungan
penghidupan masyarakat. Perumahan dan tempat usaha di tengah kota merupakan
kebutuhan mutlak bagi mereka yang menginginkan kepraktisan.1
Menyadari pembangunan perumahan dan tempat usaha secara horizontal
(landed house) sangat sulit untuk dilaksanakan, maka solusi terbaik pemenuhan
kebutuhan rumah dan tempat usaha adalah dengan membangun kompleks hunian dan
tempat usaha secara vertikal dalam bentuk rumah susun atau apartemen.
Pembangunan perumahan dalam bentuk komplek hunian dan tempat usaha secara
vertikal tiada lain bertujuan dalam rangka peningkatan daya dan hasil guna bagi
pembangunan.2
Masalah pembangunan rumah susun dengan sistem vertikal adalah dua hal yang
berlawanan namun tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Di satu
sisi persediaan tanah atau lahan yang sangat terbatas (relatif tetap) dan di sisi lain
1
Soni Harsono, Aspek Pertanahan Dalam Rumah Susun, Sinar Grafika, Jakarta, Juli, 1991, hal.23.
2
kebutuhan untuk memiliki tempat (papan) terus meningkat dari waktu ke waktu.
Penyelenggaraan pembangunan perumahan dan pemukiman mendorong dan
memperkokoh demokrasi ekonomi serta memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada masyarakat untuk turut berperan serta.3
Kebijakan pemerintah dalam pembangunan perumahan dan tempat usaha
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyat dengan hunian berimbang antara
golongan penduduk dengan berbagai tingkat ekonomi dan status lainnya (mixed
community).4
Negara Indonesia sendiri, di dalam masyarakatnya terdapat penggunaan
berbagai macam istilah seperti rumah susun, apartemen, flat, kondominium, namun
pada prinsipnya penggunaan istilah yang benar adalah Rumah Susun karena di dalam
bahasa hukumnya di tulis rumah susun, hal ini mengacu pada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.5
Begitu pula dengan Cambridge Condominium & Shopping Mall, penggunaan
istilah kondominium hanyalah sebagai peristilahan saja. Kondominium yang
dimaksud merupakan satuan rumah susun dengan berdasarkan kepada
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Digunakan istilah
kondominium adalah untuk dapat menarik minat pembeli karena pemakaian istilah
tersebut masih jarang dilakukan di lingkungan masyarakat kota Medan dan juga
3 Medan Bisnis, 18 Juli 2001, hal. 24
4
Ibid.
5
untuk membedakannya dengan berbagai rumah susun yang ada di medan seperti
rumah susun yang terletak di jalan Sukaramai Medan yang dikenal sebagai rumah
susun sederhana. Akan tetapi kepada pihak pembeli sebelumnya telah diberitahukan
dan dijelaskan bahwa kondominium yang dimaksud menggunakan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 1985 sebagai dasar hukum kepemilikannya.
Pembangunan rumah susun di Indonesia diiringi dengan lahirnya
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun. Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 16
Tahun 1985 menyebutkan pengertian rumah susun pada Pasal 1, yaitu:
Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.6
Konsiderans Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985, bagian menimbang point
(b) menyebutkan:
Bahwa dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan dan untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman terutama di daerah-daerah berpenduduk padat tetapi hanya tersedia luas tanah yang terbatas, dirasakan perlu untuk membangun perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai, yang dibagi atas bagian-bagian yang dimiliki bersama dan satuan yang masing-masing dapat dimiliki secara terpisah untuk dihuni dengan memperhatikan faktor sosial dan budaya yang hidup dalam masyarakat.7
Lebih lanjut dalam penjelasan umum Undang-Undang Rumah Susun dikatakan
sebagai berikut:
Pengertian rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal yang terbagi dalam
6
Pasal 1 UU No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun..
7
satuan yang masing-masing jelas batas-batasnya, ukuran dan luasnya, dan dapat dihuni dan dimiliki secara terpisah. Selain satuan-satuan yang penggunaannya terpisah, ada bagian-bagian dari bangunan tersebut serta benda bersama dan tanah bersama yang diatasnya didirikan rumah susun, yang karena sifat dan fungsinya harus digunakan dan dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan8
Konsep Hak Milik atas Satuan Rumah Susun dapat dilihat secara keseluruhan
dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985, yaitu:
1. Satuan rumah susun dimiliki oleh perorangan atau badan hukum yang
memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.
2. Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak bersifat perseorangan dan
terpisah.
3. Hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari satuan yang bersangkutan.
4. Hak atas bagian bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) didasarkan atas
luas atau nilai satuan rumah susun yang bersangkutan pada waktu satuan tersebut diperoleh pemiliknya yang pertama.9
Menurut A.P.Parlindungan sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang Rumah
Susun adanya empat hak yang ada dalam rumah susun, yaitu:
1. Hak pemilikan perseorangan atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan
secara terpisah.
2. Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun.
3. Hak bersama atas benda-benda.
4. Hak bersama atas tanah.10
Salah satu aspek penting keberhasilan peremajaan dengan rumah susun adalah
jaminan hak kepemilikan warga atas huniannya yang berupa sertifikat. Karena
8
UU Rumah Susun Nomor 16 Tahun 1985, Penjelasan
9
Lihat Pasal 8Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun
10
berdasarkan pengamatan, banyak warga yang enggan untuk berdiam di rumah susun,
salah satunya merasa tidak ada kepastian hak atas ruang yang ditempatinya.11
Setiap hak milik atas satuan rumah susun akan dibukukan dalam suatu buku
tanah hak milik atas satuan rumah susun. Sesudah itu baru diterbitkan sertifikatnya.
Biasanya dalam buku tanah tercantum pertelaan mengenai berapa besar bagian hak
pemiliknya atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.12
Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional pada Seminar
Sehari Himpunan Pembina Sumber Daya Manusia Indonesia di Bali Room Hotel
Indonesia tanggal 26 Mei 1994, mengemukakan:
Rumah susun sebagai perangkat kebijaksanaan tanah perkotaan akan memberi beberapa keuntungan dalam pembangunan antara lain:
a. Rumah susun membantu meringankan prasarana kota di mana dengan
terkonsentrasi pemukiman pada suatu tempat berarti pemerintah dapat lebih berhemat dalam menyediakan sarana umum yang berupa jalan, selokan jaringan saluran air bersih maupun air kotor dan fasilitas lainnya.
b. Rumah susun dapat membantu mengurangi polusi dan bahan bakar pada
sektor transportasi, karena tidak memerlukan tanah yang luas, maka rumah susun dapat dibangun di dalam atau di pinggir kota yang tidak terlalu jauh, sehingga polusi dan bahan bakar dari sarana transportasi penghuni akan lebih sedikit dan hemat waktu untuk perjalanan ke tempat kerja/pasar.
c. Rumah susun membantu terlaksananya peremajaan dan peningkatan kualitas
lingkungan, dimana pada bekas tanah pemukiman kumuh dapat dibangun rumah susun dengan sarana dan fasilitas lingkungan yang lebih baik.13
Mengenai Hak Atas Satuan Rumah Susun yang berkaitan langsung dengan Hak
Atas Tanah tempat rumah susun itu berdiri. Hal ini sesuai dengan yang diatur dalam
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Rumah Susun yang menyatakan:
11
Suara Pembaruan, 15 September 1994, hal.16.
12
A. Ridwan Halim, , Hukum Kondominium dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, 1987, hal.35.
13
Rumah Susun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara, atau hak pengelolaan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini pengaturan pemilikan bersama atas sebidang tanah dengan bangunan fisik di atasnya, karena itu pemecahan masalahnya selalu dikaitkan dengan hukum yang mengatur tanah.14
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun tidak sama dengan strata title seperti
yang dikenal oleh negara-negara yang menganut asas accesie. Namun demikian,
untuk kepentingan praktis para pengembang (developer) masih kerap menggunakan
ungkapan penjualan flat/apartemen secara strata title.15
Ada dua macam asas yang dikenal dalam masalah ini, yaitu:
1. Asas perlekatan ( accessie/natrekking)
Dalam asas perlekatan, bangunan menjadi bagian tanahnya. Oleh karena itu,
dengan sendirinya bangunan itu tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum yang
berlaku terhadap tanahnya (hukum tanah). Atas asas itu pula, maka hak pemilikan
atas tanah hak barat itu meliputi juga pemilikan dari bangunan yang ada di atasnya
(Pasal 571 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Bangunan yang didirikan
di atas tanah kepunyaan pihak lain menjadi milik yang empunya tanah (kecuali
diperjanjikan lain).16
Asas perlekatan yang dikenal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
terdiri atas perlekatan secara mendatar dan perlekatan secara tegak lurus (vertical).
Perlekatan secara horizontal melekatkan suatu benda sebagai bagian yang tidak
14
Lihat Pasal 7 ayat (1) UU No.16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun.
15
Oloan Sitorus, Kondominium dan Permasalahannya, Mitra Kebijakan Tanah, Yogyakarta, 2004, hal.4.
16
terpisahkan dari benda pokoknya (Pasal 589 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
atau balkon pada rumah induknya (Pasal 588 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata).
Berdasarkan asas perlekatan itu, pemilik benda pokok merupakan pemilik benda
ikutan dan secara hukum benda ikutan itu mengikuti benda pokoknya. Sebaliknya
perlekatan vertical adalah perlekatan secara tegak lurus yang melekatkan semua
benda yang ada di atas maupun di dalam tanah dengan tanah sebagai benda
pokoknya.17
2. Asas pemisahan horizontal (horizontal scheiding)
Asas pemisahan horizontal (horizontale scheiding) adalah asas yang membagi,
membatasi dan memisahkan pemilikan atas sebidang tanah berikut segala sesuatu
yang berkenaan dengan tanah tersebut secara horizontal.
Penciptaan Hak Milik Satuan Rumah Susun sebagai lembaga hukum baru
dalam sistem hukum Indonesia memenuhi asas pemisahan horizontal yang dianut
oleh hukum tanah nasional kita. Dalam hubungan ini apabila dikaitkan dengan asas
hukum tanah nasional Indonesia yang tidak memakai asas perlekatan (accessie),
melainkan menggunakan asas pemisahan horizontal, maka pengertian satuan rumah
susun memenuhi persyaratan tersebut, sebab menurut asas pemisahan horizontal
pemilikan atas satuan rumah susun tidaklah diisyaratkan untuk memiliki tanahnya
17
juga, jadi rumah di anggap benda yang berdiri sendiri yang dapat terpisah dari hak
atas tanahnya.18
Dalam Undang-Undang Rumah Susun terlihat masih ada pengaruh asas
perlekatan vertical dari ketentuan Pasal 571 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang selalu melekatkan rumah kepada tanahnya. Di dalam sistem kondominium ada
pemilikan bersama atas tanah dan sarana lainnya, sehingga setiap satuan rumah susun
itu mempunyai hak pemilikan bersama atas tanahnya yang juga dicantumkan dalam
sertifikat pemilikan Satuan Rumah Susun itu.19
Mengenai rumah susun atau kondominium ini memberikan kesempatan kepada
setiap orang untuk berinvestasi. Berinvestasi berarti menanamkan sejumlah uang atau
membeli suatu aset dengan maksud memperoleh keuntungan. Dalam berinvestasi
selalu ada risiko kerugian yang mungkin saja dialami. Suatu investasi yang dapat
memberi peluang keuntungan lebih besar, biasanya akan diikuti dengan risiko
kerugian yang lebih besar pula. Untuk itu sebaiknya kenali keuntungan yang dapat
diperoleh beserta risiko kerugian yang mungkin diderita. Investasi yang saat ini
sangat menarik untuk dilakukan adalah investasi terhadap hotel dengan suatu
kepemilikan kolektif.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, investasi terhadap hotel ini telah
dipraktekkan di Medan, yaitu pada Cambridge Condominium & Shopping Mall. Di
dalam komplek Cambridge Condominium & Shopping Mall tersebut terdapat
18
Boedi Harsono, Op. Cit.
19
bangunan hotel yang menawarkan peluang berbisnis dengan sistem kepemilikan
bersama. Bangunan hotel yang terletak di salah satu menara komplek Cambridge
Condominium & Shopping Mall tersebut dikenal sebagai Tower Swiss-Belhotel
Suites & Residences untuk seterusnya disebut satuan rumah susun.
Bangunan hotel tersebut dikatakan sebagai satuan rumah susun karena
berdasarkan sistem kepemilikan dan alas hukum yang digunakan adalah dengan
menggunakan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 sebagai dasar hukumnya.
Bangunan hotel tersebut pada dasarnya merupakan satuan rumah susun yang berada
pada salah satu menara yang berada pada komplek Cambridge Condominium &
Shopping Mall tersebut, akan tetapi penggunaannya bukan sebagai hunian atau
tempat tinggal, melainkan sebagai sarana akomodasi.20
PT. Global Medan Town Square sebagai pihak yang membangun Cambridge
Condominium & Shopping Mall mendirikan suatu bangunan rumah susun yang
dipergunakan sebagai sarana akomodasi yaitu sebagai hotel, lalu satuan rumah susun
itu dijual kepada calon pembeli, setelah jual beli dilakukan pihak pembeli tersebut
menyewakan bangunan hotel tersebut kepada PT. Global Medan Town Square untuk
dikelola dan dikembangkan. Pihak pembeli merasa tertarik untuk membeli bangunan
hotel tersebut karena peluang investasi yang ditawarkan.
Peluang investasi yang ditawarkan dalam hal ini adalah, terlebih dahulu pihak
yang ingin membeli bangunan hotel tersebut melakukan perjanjian jual beli dengan
pihak Cambridge Condominium & Shopping Mall yaitu oleh PT. Global Medan
20
Town Square yang untuk seterusnya disebut sebagai Pengelola, kemudian setelah
perjanjian jual beli dilakukan dan hak atas satuan rumah susun tersebut telah beralih
kepada pembeli yang selanjutnya disebut sebagai pemilik.
Selanjutnya pemilik dengan pihak pengelola melakukan kerja sama dengan cara
sewa menyewa. Dalam perjanjian sewa menyewa bangunan hotel tersebut, pemilik
menyewakan bangunan hotel miliknya tersebut kepada pengelola, dan kemudian
pengelola berhak untuk menyewakan kepada setiap orang, firma, atau perusahaan
manapun dalam fungsi sebagai hotel dan atau serviced apartement.
Kemudian dalam setiap tahunnya pemilik akan mendapatkan persentase dan
besarnya sesuai dengan yang para pihak telah perjanjikan. Hal tersebut terus berlanjut
sesuai dengan perjanjian sewa menyewa yang telah pihak pemilik dan pengelola
sepakati. Dalam hal ini terdapat unsur hukum perjanjian yang timbul dari perjanjian
jual beli dan sewa menyewa Tower Swiss-Belhotel & Residences tersebut. Yang
mana perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang dibuat oleh satu pihak saja yaitu
pihak pengelola.
Secara garis besar, perjanjian yang diatur/dikenal di dalam KUHPerdata adalah
sebagai berikut: perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, persekutuan
perdata, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, bunga tetap dan abadi,
untung-untungan, pemberian kuasa, penanggung utang dan perdamaian. Dalam teori
ilmu hukum, perjanjian-perjanjian diatas disebut dengan perjanjian nominaat. Di luar
production sharing, leasing, franchise, kontrak karya, beli sewa, kontrak rahim21, dan
lain sebagainya. Perjanjian jenis ini disebut perjanjian innominaat, yakni perjanjian
yang timbul, tumbuh, hidup, dan berkembang dalam praktik kehidupan masyarakat.
Keberadaan perjanjian baik nominaat maupun innominaat tidak terlepas dari
adanya sistem yang berlaku dalam hukum perjanjian itu sendiri.22
Terdapat 5 (lima) asas dalam hukum kontrak yang dikenal menurut ilmu
hukum perdata. Kelima asas itu antara lain :
1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract);
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a. membuat atau tidak membuat perjanjian; b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
c. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta d. menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan. 2. Asas Konsensualisme (consensualism);
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua
21
Pada awalnya, inseminasi buatan lebih sering terdengar dilakukan pada hewan dan tumbuhan. Dengan cara mengambil sperma lalu menginjeksikannya pada hewan betina, begitupula halnya pada manusia, dan upaya ini dilakukannya karena adanya kesulitan untuk mencapai dan menyatu dengan ovum (sel telur). Teknik ini merupakan suatu proses yang membantu wanita untuk mengatasi kemandulan di mana saluran telur wanita tersebut tidak ada atau bahkan mengalami kelainan/ cacat. Oleh karena pembuahan di luar rahim atau tidak seperti halnya yang dilakukan oleh pasangan suami isteri melalui proses persetubuhan yang alami inilah, maka teknologi kedokteran bisa melakukan inseminasi buatan dengan merekayasa teknik fertilisasi (pembuahan) di luar rahim yaitu dengan proses penyuntikan sperma ke dalam rahim wanita tanpa harus berhubungan badan dengan tujuan menghamilkan/ bisa hamil. Inseminasi buatan yang tidak berasal dari ovum dan sperma suami isteri yang sah diharamkan hukumnya. Inseminasi buatan dengan kontrak rahim dalam hukum Islam adalah diharamkan karena alasan yang sangat mendasar karena mengandung unsur asing dari pembuahan yang bukan berasal dari benih sperma dan ovum pasangan suami isteri yang sah.
22
belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
3. Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda);
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt
servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.
4. Asas Itikad Baik (good faith);
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.
5. Asas kepribadian (personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.23
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa perikatan yang lahir dari
perjanjian memang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu
perjanjian sehingga perjanjian yang mereka buat merupakan undang-undang bagi
mereka untuk dilaksanakannya. Untuk memahami dan membentuk suatu perjanjian
maka para pihak harus memenuhi syarat sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320
KUHPerdata, yakni syarat subjektif: adanya kata sepakat untuk mengikatkan dirinya
23
dan kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan, sedangkan syarat objektif
adalah suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Oleh sebab itu, dalam
melakukan perbuatan hukum membuat suatu kontrak/perjanjian haruslah pula
memahami asas-asas yang berlaku dalam dasar suatu kontrak/perjanjian antara lain:
asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepastian hukum/pacta sunt
servanda, asas itikad baik dan asas kepribadian.24
Pengaturan tentang hukum perjanjian di Indonesia terdapat dalam Buku III Bab
Kedua, Bagian Kesatu sampai dengan Bagian Keempat Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (untuk selanjutnya disebut KUHPerdata) Pasal 1233 sampai dengan
Pasal 1864.
Pasal 1313 KUHPerdata memberikan definisi, “perjanjian adalah salah satu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih”.
Melengkapi definisi perjanjian yang terdapat pada Pasal 1313 KUH Perdata,
Setiawan mengemukakan pendapatnya, bahwa:
Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum, dan perlu ditambahkan dengan kata-kata “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Sehingga definisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.25
24
R. Subekti, Op. Cit, hal.72.
25
Mertokusumo memberikan perumusan bahwa “perjanjian adalah hubungan
hukum antara dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum”.26
Subekti merumuskan bahwa, “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang
berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal”.27
M. Yahya Harahap merumuskan, “perjanjian atau verbintenis mengandung
pengertian suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih
yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan
sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.28
Menurut para sarjana pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian
sebagaimana ternyata dalam ketentuan pasal tersebut di atas adalah tidak lengkap dan
terlalu luas. Dikatakan tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai
perjanjian sepihak, dan dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan di
lapangan hukum keluarga.29
KUHPerdata tidak memberikan definisi tentang perikatan. Menurut ilmu
pengetahuan hukum perdata, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara
dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, di mana pihak
yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya wajib memenuhi prestasi itu.30
26
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, PT. Liberty, Yogyakarta, 2005, hal.118.
27
R. Subekti, op.cit, hal.1.
28
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal.6.
29
Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Op. Cit, hal. 65..
30
Menurut Vander Burgh Gr: “perikatan adalah suatu hubungan hukum serta
kekayaan antara dua orang atau lebih yang menurut ketentuan seseorang atau lebih
berhak atas sesuatu sedangkan seorang lagi atau lebih berkewajiban untuk itu”.31
Pasal 1233 KUHPerdata menyebutkan bahwa, “tiap-tiap perikatan dilahirkan,
baik karena persetujuan, atau Undang-undang”. Sedangkan dalam Pasal 1234 KUH
Perdata menyebutkan bahwa, “tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu,
untuk berbuat sesuau atau tidak berbuat sesuatu”.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata tersebut di atas, secara jelas
dapat diketahui bahwa sumber dari perikatan adalah berasal dari persetujuan dan
Undang-undang. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata disebutkan
mengenai adanya suatu bentuk prestasi yang terdapat dalam suatu perikatan. Dengan
demikian suatu perikatan belum tentu merupakan perjanjian sedangkan suatu
perjanjian sudah pasti merupakan suatu perikatan.32
Hakekat perikatan dan perjanjian pada dasarnya sama yaitu keduanya
merupakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang diikat di dalamnya, namun
pengertian perikatan jauh lebih luas dari perjanjian, sebab hubungan hukum yang ada
dalam perikatan munculnya tidak hanya dari perjanjian tetapi juga dari
Undang-Undang. Perbedaan lain keduanya adalah bahwa perjanjian pada hakekatnya
mengikat para pihak berdasar pada kesepakatan (kata sepakat) diantara mereka,
sedangkan perikatan selain mengikat karena adanya kesepakatan juga mengikat
31
Van Der Burght Gr, Buku Tentang Perikatan Dalam Teori Dan Yuridprudensi, Mandar Maju, Bandung, 1999, hal.1.
32
karena diwajibkan oleh Undang-undang. Dengan demikian keduanya juga berbeda
konsekuensi hukumnya. Pada perjanjian oleh karena dasar perjanjian adalah
kesepakatan para pihak maka tidak dipenuhinya prestasi dalam perjanjian akan
menimbulkan ingkar janji (wanprestasi), sedangkan tidak dipenuhinya suatu prestasi
dalam perikatan menimbulkan konsekuensi sebagai perbuatan melawan hukum.33
Subjek perjanjian timbul disebabkan oleh adanya hubungan antara dua orang
atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang
tertentu. Masing-masing orang itu menduduki tempat yang berbeda. Satu orang
menjadi pihak kreditur dan pihak lain sebagai pihak debitur.34
Kreditur dan debitur itulah yang menjadi subjek perjanjian. Kreditur
mempunyai hak atas prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi.
Kreditur dan debitur dapat berbentuk naturlijke persoon atau manusia tertentu dan
recht persoon atau badan hukum.35
Objek perjanjian berupa prestasi itu sendiri sesuai dengan ketentuan Pasal 1234
KUH Perdata, prestasi yang diperjanjikan itu adalah untuk “menyerahkan sesuatu”,
“melakukan sesuatu” atau “tidak melakukan sesuatu”. Jadi secara umum hal-hal yang
perlu dicantumkan dalam suatu akta perjanjian harus memuat subjek dan objek
33
Ibid.
34
Komariah, Hukum Perdata, Edisi Revis, UMM Press, Malang, Juni, 2001, hal.25.
35
perjanjian itu sendiri dan untuk sahnya suatu perjanjian harus memuat syarat-syarat
sahnya suatu perjanjian.36
B. Permasalahan
Sesuai dengan latar belakang, maka permasalahan yang diangkat dalam tesis ini
akan dibatasi pada beberapa masalah saja, yaitu:
1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian pengelolaan sewa bangunan hotel pada
Cambridge Condominium & Shopping Mall?
2. Bagaimanakah ketentuan hukum mengenai bangunan hotel sebagai objek
investasi pada Cambridge Condominium & Shopping Mall?
3. Bagaimanakah ketentuan hukum mengenai hak dan kewajiban para pihak
terhadap bangunan hotel sebagai objek investasi?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pengelolaan sewa bangunan hotel
pada Cambridge Condominium & Shopping Mall.
2. Untuk mengetahui ketentuan hukum mengenai bangunan hotel sebagai objek
investasi pada Cambridge Condominium & Shopping Mall.
36
3. Untuk mengetahui ketentuan hukum mengenai hak dan kewajiban para pihak
D. Manfaat Penelitian
Penelitian tesis ini memiliki manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut:
a) Secara Teoritis:
Diharapkan dapat menambah sumbangan pengetahuan bagi pengembangan
hukum Agraria secara umum yaitu tentang masalah pemberlakuan sistem
kepemilikan bersama pada satuan rumah susun dan menambah sumbangan
pengetahuan bagi pengembangan hukum Perdata secara umum yaitu tentang
kontrak baku (standard contract).
b) Secara Praktis:
Diharapkan dapat menjadi pedoman bagi anggota masyarakat dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam menangani hal-hal yang berkaitan
dengan segala permasalahan yang ada dalam rumah susun dan kontrak baku
dan segala perkembangannya.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan khususnya di
lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang Rumah Susun atau
Apartemen telah pernah dilakukan oleh YOAN IMANOLISA SHAPTIENI
(057011096) Mahasiswi Program Kenotariatan Tahun 2007 dengan judul “Penerapan
Sistem Kepemilikan Bersama Dalam Mewujudkan Kepastian Hukum Atas Hak Milik
Satuan Rumah Susun (Studi Kasus Pada Rumah Susun Griya Sukeperdana Medan)”
1. Bagaimanakah penerapan sistem kepemilikan bersama dalam mewujudkan
kepastian hukum atas hak milik satuan rumah susun pada Rumah Susun Griya
Sukaperdana Medan.
2. Bagaimanakah pelaksanaan sertifikasi pada Rumah Susun Griya Sukaperdana
Medan berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah
Susun dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun.
3. Bagaimanakah peranan perhimpunan penghuni pada Rumah Susun Griya
Sukaperdana Medan untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam hal
kepemilikan bersama.
Namun judul “Tinjauan Hukum Terhadap Bangunan Hotel Sebagai Objek
Investasi (Riset Pada Cambridge Condominium & Shopping Mall)” belum pernah
dilakukan oleh peneliti lainnya. Sehingga dengan demikian penelitian ini adalah asli.
F. Kerangka Teori dan Konsep
1. Kerangka Teori
Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang-bidang pengetahuan
yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum,
teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada
sekumpulan fakta-fakta.37 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir
37
pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang
menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.38
Landasan teori merupakan ciri penting bagi penelitian ilmiah untuk
mendapatkan data. Teori merupakan alur penalaran atau logika (flow of
reasoning/logic), terdiri dari seperangkat konsep atau variabel. Definisi dan proposisi
yang disusun secara sistematis.39 “Konsep mengapresiasikan suatu abstraksi yang
terbentuk melalui generalisasi dari pengamatan terhadap fenomena (obyek, kejadian,
atribut atau proses)”.40
Otje Salman dan Anton F.Susanto menyimpulkan pengertian teori menurut
pendapat dari berbagai ahli, dengan rumusan sebagai berikut: “teori adalah
seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk
memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial
bagi keseluruhan teori yang lebih umum”.41
Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variabel bebas
tertentu dimasukkan dalam penelitian, karena berdasarkan teori tersebut variabel yang
bersangkutan memang bisa mempengaruhi variabel tak bebas atau merupakan suatu
penyebab.42
38
M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.80.
39
J.Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hal.192
40
Kerlinger, Definisi Teori, http://www.pdf-search-engine.com/definisi-teori-pdf.html, diakses 20 Maret 2010
41
HR. Otje Salman S dan Anton F.Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005, hal.21.
42
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan
meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.43 Teori yang dipergunakan dalam
teori ini adalah teori: Rescoe Pound yaitu “law as a tool of social engineering”
(hukum sebagai alat atau sarana rekayasa/pembaharuan sosial), yang menyatakan
hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial.44 Menurutnya hukum sebagai suatu unsur
dalam hidup masyarakat harus memajukan kepentingan umum, artinya hukum harus
dilahirkan dari konstruksi hukum masyarakat yang dilegalisasi oleh penguasa dan
harus berasal dari konkretisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. 45
Rosce Pound merupakan salah satu penganut mazhab sosiological jurisprudency
yang menyatakan hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan kehidupan
masyarakat. Berarti bahwa hukum itu mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat.46
Mochtar Kusumaatmadja juga mengembangkan teori ini. Menurutnya, konsepsi
hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat Indonesia lebih luas jangkauan dan
ruang lingkupnya daripada di Amerika Serikat sebagai tempat kelahirannya.
Alasannya oleh karena lebih menonjolnya perundang-undangan dalam proses
pembaharuan hukum di Indonesia (walau yurisprudensi memegang peranan pula).47
43
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal.35.
44
Imran Nating, Hukum Kodrat, Positivisme, Utilitarianisme, Mazhab Sejarah,
www.filsafathukumuntar.multiply.com, diakses 23 Maret 2010.
45
Ibid.
46
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, cetakan kesepuluh, Bandung, 2007, hal.66.
47
Relevansi di sini mengandung pengertian, bahwa hukum harus bisa
memecahkan suatu persoalan dari suatu realitas baru masyarakat. Sehingga jika tidak,
akan menyebabkan terjadinya apa yang disebut dengan bankruptcy of justice yakni
suatu konsep yang mengacu kepada kondisi dimana hukum tidak dapat
menyelesaikan suatu perkara akibat ketiadaan aturan hukum yang mengaturnya.48
Begitu pula dengan sistem kepemilikan kolektif terhadap bangunan hotel ini.
diperlukan adanya suatu pembaruan hukum mengenai hal ini karena mengingat
belum ada peraturan khusus yang mengatur tentang hal ini. peraturan-peraturan yang
ada hanya peraturan umum yang diresapi ke dalam sistem pemilikan kolektif terhadap
bangunan hotel tersebut. Untuk itu dibutuhkan pembentukan hukum baru untuk
mengatur hal ini agar apabila terdapat permasalahan dapat dicari suatu upaya
penyelesaian hukum yang baik dan tepat.
Mengingat mengenai perjanjian yang terdapat dalam pembahasan tesis ini,
maka dibutuhkan suatu teori yang diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang
ada dalam perjanjian. Dalam hal ini digunakan teori oleh Utrecht yang menyatakan
hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan hidup manusia.
Kepastian hukum disini diartikan sebagai harus menjamin keadilan serta hukum tetap
berguna,yang kemudian tersirat tugas lainnya yaitu agar hukum dapat menjaga agar
dalam masyarakat tidak terjadi main hakim sendiri.49
48
Ibid.
49
Secara yuridis, perjanjian memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada
masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak
melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Hal ini berarti bahwa pihak yang
mengadakan perjanjian diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang
menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian dan mereka diperbolehkan mengatur
sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian yang mereka adakan.50
Kebebasan berkontrak dalam kaitannya dengan perjanjian baku yang
merupakan bahasan dari tesis ini dilatar belakangi oleh keadaan, tuntutan serta
perkembangan dewasa ini, terlebih dalam dunia bisnis yang hampir disetiap
bidangnya tidak lepas dari aspek transaksi ataupun perjanjian. Perjanjian baku ini
dapat dilakukan asal tidak bertentangan dengan kaedah peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting teori. Peranan konsepsi dalam
penelitian adalah untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak dan
kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang disebut
definisi operasional.51
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa, “kerangka konsepsi pada hakekatnya
merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis
50
R. Subketi, Op. Cit, hal. 20.
51
yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasional
yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian”.52
Selanjutnya Sumandi Suryabranta memberikan arti khusus mengenai pengertian
konsep, “konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi
operasional.53
Definisi operasional perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas
masalah, tidak boleh memiliki makna ganda. Terhadap pentingnya disusun definisi
operasional ini, Tan Kamello menyatakan sebagai berikut: “pentingnya definisi
operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau pennafsiran
mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai”.54
Konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian.
Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini perlu dirumuskan serangkaian definisi
operasional atas beberapa variabel yang digunakan.
Selanjutnya, untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman
yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian
dikemukakan konsepsi dalam bentuk definisi operasional sebagai berikut:
52
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Pers, Jakarta, 1986, hal.122.
53
Samasi Suryabrata, Op.Cit, hal.3
54
1. Bangunan Hotel merupakan bangunan Tower Swiss Belhotel Suites &
Residences yang telah dipilih dan disepakati untuk dibeli oleh pembeli yang
tujuannya digunakan untuk sarana akomodasi.
2. Badan Pengelola dan developer/pengembang adalah Perseroan Terbatas PT.
GLOBAL MEDAN TOWN SQUARE dan atau pihak lain yang akan ditunjuk
Perseroan Terbatas tersebut.
3. Masa Pengelolaan berarti suatu jangka waktu sebagaimana diatur dan
ditentukan didalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli dimana pihak yang ditunjuk
sebagai Pengelola berhak dan berkewajiban untuk melakukan pengelolaan
Satuan Rumah Susun.
4. Pertelaan berarti suatu penjelasan mengenai batas-batas dalam Satuan Rumah
Susun dan lingkungannya yang dinyatakan dalam bentuk gambar dan uraian
yang disahkan oleh Instansi teknis yang berwenang.
5. Rumah Susun Swiss Belhotel Suites & Residences berarti suatu bangunan
gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam
bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal
maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat
dimiliki dan digunakan secara terpisah yang dilengkapi dengan Bagian
Bersama, Benda Bersama dan Tanah Bersama yang digunakan sebagai Sarana
Akomodasi, dan berlokasi/terletak di Jalan Let. Jend. S. Parman nomor 217,
Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Propinsi
6. Hak Bersama berarti hak yang dimiliki secara bersama-sama oleh Para Pemilik
Satuan Rumah Susun yang terdiri dari Bagian Bersama, Benda Bersama dan
Tanah Bersama.
G. Metodologi Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian ini
bersifat deskriptif analistis, maksudnya bahwa penelitian ini merupakan penelitian
yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengenai rumah susun, kondominium dan strata
title.
Analisis merupakan penjelasan secara cermat, menyeluruh dan sistematis
terhadap suatu objek atau aspek. Aspek yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
aspek-aspek hukum keperdataan dan hukum pertanahan khususnya tentang hal-hal
yang berkaitan dengan rumah susun.
Jenis penelitian ini adalah dengan metode pendekatan yuridis empiris yaitu
penelitian lapangan (penelitian terhadap data primer) yaitu suatu penelitian yang
meneliti peraturan-peraturan hukum yang kemudian dihubungkan dengan data dan
perilaku yang hidup di tengah-tengah masyarakat.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan terhadap Cambridge Condominium & Shopping
Tengah, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Sumatera Utara. Dilakukan di Kota
Medan karena Medan merupakan salah satu kota besar di Indonesia dengan berbagai
macam kebutuhan masyarakat yang cukup tinggi, salah satunya adalah akan
kebutuhan perumahan. Hal ini dibuktikan dengan semakin berkembangnya
pembangunan rumah susun/ apartement/ kondominium di kota Medan.
3. Sumber Data Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan data yang terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoriatis artinya
mempunyai otoritas. Bahan hukum primer mempunyai kekuatan yang mengikat
bagi pihak-pihak yang berkepentingan.55 Yaitu: UU No. 5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No.16 tahun 1985 Tentang Rumah
Susun, PP Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, PP No.24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, serta
peraturan-peraturan lainnya.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap
bahan hukum primer, yaitu buku ilmu hukum, tesis, disertasi, jurnal hukum,
55
laporan hukum, makalah, dan media cetak atau elektronik. Bahan hukum
sekunder yang digunakan adalah yang merupakan publikasi tentang hukum
yang bukan dokumen resmi, seperti hasil seminar atau pertemuan ilmiah yang
relevan dengan penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberi petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang
relevan untuk melengkapi data dalam penelitian ini, yaitu seperti kamus umum,
kamus hukum, majalah-majalah, dan internet56
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam tesis ini dilakukan dengan:
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Yaitu dengan melakukan penelitian tentang literatur yang telah diseleksi
terlebih dahulu guna mendapatkan bahan-bahan yang bersifat teoritis ilmiah,
seperti buku-buku, perundang-undangan, majalah, tesis atau disertasi, yang
mana digunakan sebagai rujukan dalam pembahasan tesis ini untuk memperkuat
dalil dan fakta penelitian.
b. Penelitian Lapangan (Field research)
56
Yaitu dengan melakukan pendekatan-pendekatan langsung pada sumbernya
dalam praktek bangunan hotel sebagai objek investasi, dalam kaitan ini adalah
notaris.
5. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Studi dokumen; yaitu mengkaji buku-buku, hasil penelitian dalam bentuk
disertasi dan tesis, peraturan perundangan, terbitan berkala seperti majalah,
buletin dan surat kabar yang berkaitan dengan masalah penelitian. Metode yang
dipakai untuk mengetahui isi dokumen tersebut adalah analisis isi (content
analysis).
b. Wawancara yang dilakukan adalah dengan 1 orang Notaris PT. Global Medan
Town Square.
6. Analisa Data
Dari bahan-bahan yang telah diperoleh, maka analisa data dalam penelitian ini
menggunakan metode pendekatan yang bersifat normatif-kualitatif. Normatif
karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai
norma hukum positif. Sedangkan kualitatif maksudnya bahwa data yang
diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan lapangan yang dikumpulkan,
kemudian di analisa secara sistematis untuk disajikan dalam bentuk uraian,
BAB II
PERJANJIAN PENGELOLAAN SEWA BANGUNAN HOTEL
CAMBRIDGE CONDOMINIUM & SHOPPING MALL
A. Ketentuan Umun Perjanjian Sewa Menyewa
1. Pengertian perjanjian sewa menyewa
M. Yahya Harahap mengemukakan bahwa, “sewa menyewa adalah persetujuan
antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau
pemilik menyerahkan barang yang hendak disewa kepada penyewa untuk dinikmati
sepenuhnya (volledige genot)”.57
Sewa menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat perseorangan
dan bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian sewa
menyewa ini kepemilikan terhadap objek sewa tersebut tidaklah beralih kepada penyewa
tetapi tetap menjadi hak milik dari yang menyewakan. Sewa menyewa tidak
memindahkan hak milik dari si yang menyewakan kepada si penyewa. Karenanya selama
berlangsungnya masa persewaan pihak yang menyewakan harus melindungi pihak
penyewa dari segala gangguan dan tuntutan pihak ketiga atas benda atau barang yang
disewanya agar pihak penyewa dapat menikmati barang yang disewanya dengan bebas
selama masa sewa berlangsung.58
Pasal 1576 KUHPerdata menyebutkan, “dengan dijual barang yang disewa, suatu
persewaan yang dibuat sebelumnya, tidaklah diputuskan kecuali apabila ini telah
57
M. Yahya Harahap, Op.Cit, hlm.19.
58
diperjanjikan pada waktu menyewakan barang”. Berdasarkan pasal tersebut bahwa
apabila objek yang disewakan itu dijual oleh pemilik sebelum habis masa sewanya dan
hal ini tidak pernah dibicarakan sebelumnya oleh si penyewa, maka perjanjian sewa
menyewa itu tetap berlangsung dan tidak dapat berakhir.
R. Subekti menyatakan, “jika ada suatu perjanjian yang demikian, si penyewa tidak
berhak menuntut suatu ganti rugi apabila tidak ada suatu janji tegas, tetapi jika ada suatu
janji seperti tersebut belakangan ini, ia tidak diwajibkan mengosongkan barang yang
disewa selama ganti rugi terutang belum dilunasi.59
Pihak yang menyewakan harus melindungi pihak penyewa dari gangguan serta
tuntutan dari pihak ketiga selama pihak-pihak penyewa menikmati barang yang disewa
atau selama jangka waktu persewaan berlangsung, dan hal ini merupakan salah satu
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak yang menyewakan.60
2. Syarat-syarat perjanjian sewa menyewa
Berbicara mengenai syarat-syarat perjanjian sewa menyewa haruslah berpedoman
pada syarat-syarat sah dan terjadinya perjanjian seperti yang diatur dalam pasal 1320
KUHPerdata, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak yang melakukan perjanjian,
para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut haruslah cakap bertindak dalam
hukum, harus ada objek yang diperjanjikan dan haruslah mengenai suatu hal yang halal.
Hal tersebut juga termaksud dengan jelas pada memori penjelasan Pasal 4 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 yang menyebutkan bahwa, hubungan sewa
59
R. Subekti, Op. Cit, hal.98.
60
menyewa umumnya tercipta karena ada kata sepakat antara pihak pemilik dan penyewa.
Suatu perjanjian merupakan dasar yang umum untuk hubungan sewa menyewa.61
Untuk pencapaian syarat keadilan ataupun kepastian hukum, syarat-syarat esensial
atau pokok mengenai perjanjian mutlak diperlukan. Adapun syarat-syarat dari terjadinya
dan sahnya perjanjian sewa menyewa ini seperti yang telah dijelaskan pada uraian
terdahulu terdiri atas syarat subjektif yaitu syarat-syarat mengenai orang-orang atau para
pihak dalam perjanjian sewa menyewa, dan syarat objektif yakni mengenai objek atau
barang yang dijadikan sebagai objek beserta persyaratannya dalam perjanjian sewa
menyewa.
Sebagai langkah awal dalam melaksanakan suatu perjanjian sewa menyewa terlebih
dahulu haruslah ada persetujuan dan kesepakatan diantara pihak penyewa dengan pihak
yang menyewakan yang bersifat bebas dan secara sukarela tanpa adanya suatu paksaan
dan tekanan dari pihak mana pun juga, dan dalam kesepakatan tersebut haruslah dengan
itikad tanpa adanya suatu unsur penipuan ataupun bentuk perbuatan melawan hukum
lainnya.
Kecakapan juga merupakan hal yang penting dalam melakukan perjanjian sewa
menyewa, yaitu penyewa dan yang menyewakan haruslah orang-orang yang cakap untuk
membuat dan mengadakan suatu perjanjian yaitu orang-orang dewasa yang sehat
pikirannya serta tidak dilarang oleh undang-undang. Pentingnya kecakapan para pihak
dalam membuat dan mengadakan perjanjian sewa menyewa adalah dikarenakan akibat
dan tanggung jawab yang ditimbulkan dengan terjadinya perjanjian itu dipikul oleh
61
kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian dan hanya orang-orang yang cakap
bertindak dalam hukum yang dapat melaksanakamn tanggung jawab tersebut dengan
baik.62
Wiryono Prodjodikoro menyebutkan bahwa: “Subjek yang merupakan seorang
manusia, haruslah memenuhi syarat umum untuk dapat melakukan suatu perbuatan
hukum secara sah, yaitu harus dewasa, sehat pikirannya dan tidak oleh peraturan hukum
dilarang atau dibatasi dalam melakukan perbuatan hukum yang sah”.63
Syarat lain yang mendasari suatu perjanjian sewa menyewa adalah suatu hal (objek)
tertentu, dengan maksud objek atau barang dalam suatu perjanjian sewa menyewa
haruslah tertentu dan bertujuan untuk mempermudah terjadinya pelaksanaan perjanjian
tersebut serta untuk lebih mempermudah hak dan kewajiban yang harus dipikul pihak
penyewa dan yang menyewakan juga terhadap kemungkinan yang timbul dikemudian
hari.64
Isi dan ketentuan yang diatur dalam perjanjian sewa menyewa inipun haruslah yang
halal dalam arti tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan
kesusilaan, karena apabila isi serta ketentuan-ketentuan yang diatur dalam suatu
perjanjian sewa menyewa tersebut tidak halal atau bertentangan dengan hukum, maka
perjanjian demikian batal demi hukum. Suatu perjanjian sewa menyewa yang diperbuat
62
Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Op. Cit, hal.67.
63
Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perjanjian dan Perikatan, Pradnya Pramita, 1987, hal.91.
64