• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Sertifikat Induk (Hak Guna Bangunan)

Sebagai calon pembeli perlu diperhatikan kredibilitas pengembang yang memasarkan unit satuan rumah susun. Bagaimanapun ini akan menjadi salah satu barometer sejauhmana keseriusan pengembang nantinya dalam membangun dan menjual unit hunian kepada konsumen. Konsumen perlu memperhatikan hal ini agar tidak membeli kucing dalam karung. Jadi prinsip teliti sebelum membeli tetap harus dipegang guna memberikan kepastian mengenai keabsahan kepemilikan tanah yang dikembangkan menjadi area rumah susun. Bagaimanapun, upaya seperti ini merupakan salah satu langkah aman sebelum konsumen memutuskan untuk membeli satuan rumah susun apalagi untuk menjadikannya sebagai objek investasi.96

Langkah awal adalah memeriksa Hak Guna Bangunan dari proyek rumah susun tersebut. Dalam hal ini Cambridge Condominium & Shopping Mall telah memenuhi syarat. Cambridge Condominium & Shopping Mall dibangun di atas sebidang tanah Hak Guna Bangunan dengan sertifikat Nomor 1094. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, untuk jangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun lagi. Subyek hak guna

96

Erwin Kallo, Panduan Hukum Untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun (Kondominium, Apartemen, Rusunami), Seri Hukum Properti, Minerva Athena Pressindo, Jakarta, 2009, hal. 25.

bangunan adalah warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.97

2. Surat Izin Penunjukan dan Penggunaan Tanah (SIPPT)

Setelah melihat keabsahan sertipikat induk lokasi dan hak guna bangunan, selanjutnya akan dikaji mengenai SIPPT tersebut karena SIPPT merupakan langkah awal bagi pengembang untuk menawarkan dan menjual produk properti yang dibangunnya.

Dalam Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia (SK Menpera) Nomor. 11/KPTS/1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Rumah Susun, telah diatur bahwa sebelum pengembang melaksanakan kegiatan pemasaran perdana kepada konsumen, dia berkewajiban melaporkan kepada Bupati/Walikota setempat dengan tembusan kepada Menpera di mana laporannya dilampiri dengan izin prinsip, keputusan pemberian izin lokasi, bukti pengadaan dan penguasaan tanah, izin mendirikan bangunan serta gambar denah pertelaan yang telah mendapat pengesahan dari pemerintah setempat.98

Perlu diketahui, SK Menpera tersebut hanya berisi pedoman yang diharapkan untuk membantu para pihak yang akan melakukan transaksi namun hanya umum saja, selebihnya adalah kewenangan para pihak untuk menyepakati dan mencantumkan hal-hal yang diatur dalam perjanjian pengikatan jual beli.99

97

Arie Sukanti Hutagalung (2), Kondominium dan Permasalahannya, Edisi Revisi, Badan Penerbit FHUI, Depok, 2007, hal.22.

98

Erwin Kallo, Op. Cit, hal.26.

99

Dengan adanya pemberian laporan kepada pihak berwenang, maka secara admnistratif pengembang sudah melakukan upaya permohonan izin secara meyakinkan. Oleh sebab itu, SK Menpera ini juga memberikan keleluasaan kepada pengembang apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal yang tercantum dalam surat tanda terima laporan belum mendapat jawaban dari kepala daerah setempat, maka penawaran perdana dianggap sudah dapat dilaksanakan.

Dalam hal bangunan hotel Cambridge condominium & Shopping Mall ini, PT. Global Medan Town Square sebagai pengembang sudah memegang kelangkapan SIPPT. Setelah mendapat kelengkapan tersebut barulah mereka melakukan launching dan unit penjualan properti.

Dalam kasus penjualan produk properti seperti hunian rumah susun, ada

developer nakal yang tidak memiliki SIPPT tetapi telah melakukan launching bahkan

penjualan unit properti. Hal ini bisa mengakibatkan permasalah fatal di kemudian hari yang harus ditanggung konsumen sebagai pemilik properti dan juga oleh pengembang sendiri. Alasan sekedar uji pasar bisa menjadi rancu dan bahkan merugikan konsumen. Terbuka kemungkinan bagi developer untuk melakukan wanprestasi, karena umumnya mereka hanya bermain untung-untungan.

Oleh karena itu, calon pembeli yang akan melakukan transaksi pembelian atau pembayaran uang muka, alangkah baiknya dicek dulu SIPPT dari proyek properti yang ditawarkan pengembang.

Bagi pengembang sendiri SIPPT sudah seharusnya menjadi sebuah kewajiban. Sebab meski dalam beberapa kasus pelanggaran SIPPT ini belum diakomodir mengenai sanksi tegas bagi pelanggarnya di dalam beberapa Peraturan Daerah (Perda), keberadaan SIPPT yang dipegang pengembang merupakan wujud komitmen pengembang tersebut dalam membangun rencana hunian yang dibutuhkan masyarakat.

3. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Selain SIPPT, IMB juga merupakan hal yang dibutuhkan oleh pengembang dalam membangun rumah susun. IMB dikeluarkan oleh pemerintag daerah setempat yang berfungsi sebagai pengendali keandalan bangunan. Jangka waktu berlakunya IMB adalah selama bangunan itu berdiri sendiri dan tidak ada perubahan bentuk.

IMB diperlukan sebagai salah satu persyaratan administratif pembangunan rumah susun sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 ayat (1) PP No. 4 tahun 1988 Tentang Rumah Susun. Penentuan penggunaan rumah susun sudah harus dinyatakan pada saat mengajukan IMB, misalnya penggunaan rumah tersebut adalah untuk hunian atau bukan hunian, atau untuk penggunaan campuran.100

Dengan melihat salinan IMB, dapat dilihat kesesuaian struktur bangunan beserta peruntukannya. Apakah perletakan bangunannya sudah sesuai dengan ketentuan teknis, mulai dari garis sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan dan ketinggian bangunan. Oleh karena itu setiap bangunan rumah susun yang bakal dibangun harus direncakan peletakannya pada lokasi sesuai

100

rencana tapak (site plan). Tentu saja site plan bangunan yang akan dibangun ini harus mendapatkan pengesahan site plan terlebih dahulu dari instansi terkait.101

Cambridge Condominium & Shopping Mall ini telah melaksanakan segala pengurusan mengenai IMB. Akan tetapi kendala yang muncul adalah, izin yang diperoleh hanyalah untuk ketinggian 14 (empat belas) lantai, sementara Cambridge Condominium & Shopping Mall sendiri memiliki ketinggian 28 (duapuluh delapan) lantai. Dalam hal ini terjadi penyimpangan rencana struktur pembangunan proyek dari IMB yang telah ada, maka dalam hal ini pengembang telah mengabaikan keamanan dan kenyamanan pemilik bangunan hotel serta pemilik kondominium di kemudian hari. Bangunan rumah susun yang didirikan pada lokasi tidak sesuai dengan peruntukan tata ruang memiliki potensi besar yang bisa mengancam keselamatan jiwa maupun benda milik penghuninya.

Sangat disayangkan pihak pemilik bangunan hotel dan kondominum pada saat membeli tidak mencermati terlebih dahulu sejauhmana penyelenggaraan pembangunan rumah susun memenuhi persyaratan, baik secara administratif maupun teknis sehingga nantinya mampu menjamin kelayakan fungsi dan keselamatan penghuninya selaku pengguna atau pemilik bangunan hotel dan kondominium.

Dengan mencermati IMB, para penghuni rumah susun memiliki kesempatan mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan resiko yang bakal terjadi sebagai akibat kedudukan konstruksi atau rancang bangunan dari rumah susun seperti gempa, kebakaran, kebocoran gas, banjir, hingga kemungkinan adanya ancaman bom,

101

bagaimanapun menjadi sesuatu yang bisa menjadi ancaman terhadap konstruksi bangunan.

Seharusnya pihak pemilik tidak terburu-buru membeli bangunan hotel atau kondominium pada Cambridge Condominium & Shopping Mall tersebut. Masalahnya, tanpa aspek hukum yang lengkap pembangunan proyek rumah susun tidak boleh dilanjutkan atau bahkan tidak boleh sama sekali karena memiliki resiko yang sangat besar.