• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kelainan Kulit Pada Pasien Dermatitis Atopik di Poliklinik Kulit Dan Kelamin RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Kelainan Kulit Pada Pasien Dermatitis Atopik di Poliklinik Kulit Dan Kelamin RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2011"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

Gambaran Kelainan Kulit pada Pasien Dermatitis Atopik di

Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011

Oleh :

INTAN PERMATA PUTRI

090100125

P

NIM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Gambaran Kelainan Kulit pada Pasien Dermatitis Atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD DR. Pirngadi Medan 2011

Nama : Intan Permata Putri

NIM : 090100125

Pembimbing Penguji I

(dr. Irwan Fahri Rangkuti Sp. KK) (dr. Aryani Atiyatul Amra, Sp. M)

NIP: 196009221989031004 NIP: 196405021992032003

Penguji II

(dr. Sunna Vyatra Hutagalung, MS)

NIP: 198104032006042002

Medan, Desember 2012

Dekan

Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH)

(3)

ABSTRAK

Latar belakang : Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit kulit kronik berulang yang sering terjadi pada usia bayi dan anak-anak, dengan abnormalitas fungsi dari barrier kulit dan sensitasi allergen, dengan karakteristik seperti kekeringan, eritema, dan gatal yang hebat. Etiologi dan patogenesis DA sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Walaupun DA telah banyak dipelajari dan dikatakan berhubungan dengan sistem imun, belum ada pengobatan yang pasti untuk DA.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kelainan kulit pada pasien dermatitis atopik.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita dermatitis atopik yang berkunjung di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2011. Sedangkan yang menjadi sampel penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis dermatitis atopik, yaitu sebanyak 81 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan melihat data rekam medik pasien.

Hasil : Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah dari 81 orang yang terdiagnosis dermatitis atopik, sebanyak 55 orang (67.9%) yang didiagnosis dermatitis atopik berjenis kelamin perempuan. Kelompok usia terbanyak saat didagnosis dermatitis atopik pada kelompok usia <12 tahun yaitu sebanyak 38 orang (46.9%), lokasi ruam yang terbanyak adalah lengan yaitu sebanyak 25 orang (15.2%), dan jenis ruam terbanyak yang dijumpai pada pasien dermatitis atopik adalah skuama yaitu sejumlah 31 orang (15.7%).

Kesimpulan : Dermatitis atopik paling banyak diderita oleh perempuan (67.9%) dibanding laki-laki pada kelompok usia <12 tahun (46.9%), dengan lokasi ruam yang paling sering dijumpai adalah lengan (15.2%) dan jenis ruam yang paling banyak adalah skuama (15.7%).

(4)

ABSTRACT

Background: Atopic dermatitis is a chronically relapsing skin disease that is often found in early infancy and childhood. It is frequently associated with abnormalities in skin barrier function and allergen sensitization, with dryness, erythema, and intense itchiness. Etiology and pathogenesis of atopic dermatitis is poorly understood. Although it has been studied and told that atopic dermatitis is associated with immune system, there is no exact treatment for atopic dermatitis yet.

Objective: The aim of this study is knowing the description of skin disease in atopic dermatitis patient.

Methods: This study is a descriptive cross-sectional study that has done at dr. Pirngadi Regional General Hospital. Population in this study is a whole patients diagnosed with atopic dermatitis in Demato-Veneorology Polyclinic of dr. Pirngadi Regional General Hospital in 2011. There are 81 people diagnosed with atopic dermatitis. Data was collected by using secondary data from medical record.

Result: This study shows that in 81 people diagnosed with atopic dermatitis, there are 55 people (67.9%) diagnosed with atopic dermatitis are women. The most frequent age diagnosed with atopic dermatitis is 12 years old below, which are 38 people (46.9%;, the frequent predilection involves arm, which are 25 people having this predilection (15.2%); and the frequent rash found in atopic dermatitis patient is squama, which are 31 people having this rash (15.7%).

Conclusion: Atopic dermatitis is often suffered by woman (67.9%) than man in age of 12 below (46.9%), with the most common predilection is arm (15.2%), and the most common rash is squama (15.7%).

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini dengan

judul penelitian “Gambaran Kelainan Kulit pada Pasien Dermatitis Atopik di

Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD DR. Pirngadi Medan 2011”. Penelitian ini dilakukan sebagai syarat kelulusan dan sebagai tugas akhir di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penelitian maupun penyusunan laporan hasil penelitian ini, diantaranya kepada :

1. Ibunda dan Ayahanda penulis, Erliyanti dan Syaikhul Anwar untuk dukungan doa, motivasi, semangat, serta dukungan finansial.

2. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Irwan Fahri Rangkuti Sp.KK, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, masukan, saran serta bimbingan yang sangat bermanfaat mulai dari proses pembuatan proposal sampai selesainya laporan hasil penelitian ini.

4. Dr. Sunna Vyatra Hutagalung, MS dan dr. Aryani Atiyatul Amra, Sp. M, selaku dosen penguji saya yang telah memberikan penilaian yang objektif dan masukan yang bermanfaat.

5. Pihak Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.

6. Saudari saya, dr. Vidya Sushanti yang telah membantu banyak dalam memberikan beberapa referensi yang bermanfaat.

(6)

8. Dosen dan senior FK USU, untuk pengalaman dan arahan yang telah diberikan. Semoga Allah membalas kebaikan semua pihak yang ikut membantu penyusunan Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu masukan, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan.. .………. . . i

Abstrak... ii

Abstract... iii

Kata Pengantar... iv

Daftar Singkatan... vi

Daftar Isi……….... vii

Daftar Tabel... x

Daftar Gambar... xi

Daftar Lampiran... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 5

2.1. Definisi Dermatitis Atopik ... 5

2.2. Gambaran Epidemiologi Dermatitis Atopik ... 5

2.2.1. Prevalensi dan Insidensi... ... 5

(8)

2.2.3. Umur dan Jenis Kelamin ... 7

2.2.4. Kelas Sosial dan Banyaknya Anggota Keluarga ... 7

2.3. Faktor Risiko dan Faktor Pencetus ... 8

2.3.1. Genetik ... 8

2.3.2. Laktasi ... 9

2.3.3. Sosioekonomi ... 9

2.3.4. Polusi Lingkungan ... 9

2.3.5. Jumlah Anggota Keluarga ... 10

2.3.5.1. Alergen ... 10

2.3.5.2. Bahan Iritan ... 11

2.3.5.3. Infeksi ... 11

2.3.5.4. Faktor Psikis ... 11

2.4. Patogenesis Dermatitis Atopik ... 12

2.5. Gejala Klinis... 20

2.6. Diagnosis ... 23

2.7. Diferensial Diagnosis ... 25

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL…….. 27

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 27

3.2. Definisi Operasional... 27

BAB 4 METODE PENELITIAN……….. 30

(9)

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 30

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 31

4.5. Metode Analisis Data ... 31

BAB 5 HASIL dan PEMBAHASAN……… 32

5.1. Hasil Penelitian……… . 32

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………... 32

5.1.β. Deskripsi Karakteristik Sampel………... 32

5.2. Pembahasan………. .. 36

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN………. 38

6.1. Kesimpulan………... 38

6.β. Saran………. . 38

DAFTAR PUSTAKA... 39

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup

LAMPIRAN 2 Data Induk

LAMPIRAN 3 Output Data Hasil Penelitian

LAMPIRAN 4 Lembar Ethical Clearence

(13)

DAFTAR SINGKATAN

APC Antigen Presenting Cells CD Cluster of Differentiation

CLA Cutaneous Lymphocyte-associated Antigen

DA Dermatitis Atopik

DBPCFC Double-Blind, Placebo-Controlled Food Challenge ECP Eosinophil Cationic Protein

EDN Eosinophil-Derived Neurotoxin EPO Eosinophil Peroxidase

FA Food Allergy

Fc Fragmen crystallizable

FcR Fragmen crystallizable Receptor

GM-CSF Granulocyte Macrophage-Colony Stimulating Factor HEV High Endotelial Venules

HLA Human Leukocyte Antigen ICAM Intercellular Adhesion Molecule

IL Interleukin

LC Langerhan Cell

(14)

PBMC Peripheral Blood Mononuclear Cells PDGF Platelet-Derived Growth Factor

RANTES Regulated on Activation Normal T Expressed and Secreted SKS Skin Immune System

SP Substance P

TC Tryptase and Chymase TGF Transforming Growth Factor TNF Tumor Necrosis Factor

(15)

ABSTRAK

Latar belakang : Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit kulit kronik berulang yang sering terjadi pada usia bayi dan anak-anak, dengan abnormalitas fungsi dari barrier kulit dan sensitasi allergen, dengan karakteristik seperti kekeringan, eritema, dan gatal yang hebat. Etiologi dan patogenesis DA sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Walaupun DA telah banyak dipelajari dan dikatakan berhubungan dengan sistem imun, belum ada pengobatan yang pasti untuk DA.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kelainan kulit pada pasien dermatitis atopik.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita dermatitis atopik yang berkunjung di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2011. Sedangkan yang menjadi sampel penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis dermatitis atopik, yaitu sebanyak 81 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan melihat data rekam medik pasien.

Hasil : Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah dari 81 orang yang terdiagnosis dermatitis atopik, sebanyak 55 orang (67.9%) yang didiagnosis dermatitis atopik berjenis kelamin perempuan. Kelompok usia terbanyak saat didagnosis dermatitis atopik pada kelompok usia <12 tahun yaitu sebanyak 38 orang (46.9%), lokasi ruam yang terbanyak adalah lengan yaitu sebanyak 25 orang (15.2%), dan jenis ruam terbanyak yang dijumpai pada pasien dermatitis atopik adalah skuama yaitu sejumlah 31 orang (15.7%).

Kesimpulan : Dermatitis atopik paling banyak diderita oleh perempuan (67.9%) dibanding laki-laki pada kelompok usia <12 tahun (46.9%), dengan lokasi ruam yang paling sering dijumpai adalah lengan (15.2%) dan jenis ruam yang paling banyak adalah skuama (15.7%).

(16)

ABSTRACT

Background: Atopic dermatitis is a chronically relapsing skin disease that is often found in early infancy and childhood. It is frequently associated with abnormalities in skin barrier function and allergen sensitization, with dryness, erythema, and intense itchiness. Etiology and pathogenesis of atopic dermatitis is poorly understood. Although it has been studied and told that atopic dermatitis is associated with immune system, there is no exact treatment for atopic dermatitis yet.

Objective: The aim of this study is knowing the description of skin disease in atopic dermatitis patient.

Methods: This study is a descriptive cross-sectional study that has done at dr. Pirngadi Regional General Hospital. Population in this study is a whole patients diagnosed with atopic dermatitis in Demato-Veneorology Polyclinic of dr. Pirngadi Regional General Hospital in 2011. There are 81 people diagnosed with atopic dermatitis. Data was collected by using secondary data from medical record.

Result: This study shows that in 81 people diagnosed with atopic dermatitis, there are 55 people (67.9%) diagnosed with atopic dermatitis are women. The most frequent age diagnosed with atopic dermatitis is 12 years old below, which are 38 people (46.9%;, the frequent predilection involves arm, which are 25 people having this predilection (15.2%); and the frequent rash found in atopic dermatitis patient is squama, which are 31 people having this rash (15.7%).

Conclusion: Atopic dermatitis is often suffered by woman (67.9%) than man in age of 12 below (46.9%), with the most common predilection is arm (15.2%), and the most common rash is squama (15.7%).

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit kulit kronik berulang yang sering terjadi pada usia bayi dan anak-anak, dengan abnormalitas fungsi dari barrier kulit dan sensitasi allergen, dengan karakteristik seperti kekeringan, eritema, dan gatal yang hebat (Leung et al., 2008).

(18)

Sekitar 60 persen pasien dengan riwayat dermatitis atopik saat masa kanak-kanak tidak menunjukkan gejala pada masa remaja, meskipun 19 hingga 50 persen mungkin kambuh di masa dewasa. Awal-awal penyakit, penyakit dini berat, asma bersamaan dan demam, dan riwayat keluarga dermatitis atopik dapat memprediksi perjalanan penyakit. Satu penelitian kohort terbaru kepada 1314 anak-anak Jerman menunjukkan bahwa prognosis terkait dengan keparahan penyakit dan sensitisasi atopik, terbukti dengan meningkatnya serum antibodi IgE terhadap alergen makanan dan inhalan pada anak umur dua tahun (Williams, 2005).

Istilah atopi diperoleh dari kata Yunani yang berarti tidak terbatas pada satu tempat, dan diperkenalkan tahun 1923 oleh Coca dan Cooke untuk menggambarkan status hipersensitivitas pada manusia yang ditandai dengan peningkatan kapasitas sampai bentuk reagin (sekarang diketahui sebagai IgE) yang berespon terhadap beberapa antigen (Cohen, 2005, James et al., 2006, Krafchik et al., 2003).

Dermatitis atopik dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dan berkaitan erat dengan penyakit atopik pada organ lain seperti rinitis alergika, asma pada penderita sendiri ataupun keluarganya (Abramovits, 2005). Frekuensi insiden penyakit ini semakin bertambah dan data terakhir tentang imunopatogenesis penyakit ini mengarahkan kita pada model perawatan baru yang efektif.

Etiologi dan patogenesis DA sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Banyak faktor yang mempengaruhi, baik eksogen atau endogen, maupun keduanya. Faktor-faktor yang berperan antara lain faktor genetik, disfungsi sawar kulit, imunologis, lingkungan, dan psikologis (Leung and Soter, 2001, Leung et al., 2008, Friedmann and Holden, 2004). Gambaran klinis DA dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal.

(19)

Data mengenai penderita dermatitis atopik di Indonesia belum diketahui secara pasti. Menurut laporan kunjungan bayi dan anak di RS di Indonesia, dermatitis atopik berada pada urutan pertama (611 kasus) dari 10 penyakit kulit yang umum

ditemukan pada anak-anak. Di klinik Dermatovenereologi RSUP Dr Sardjito

Yogyakarta, pada periode bulan Februari 2005 sampai Desember 2007, terdapat 73 kasus

dermatitis atopik pada bayi (Budiastuti M.,dkk., 2007). Sedangkan data di Unit Rawat

Jalan Penyakit kulit Anak RSU Dr. Soetomo didapatkan jumlah pasien DA mengalami

peningkatan sebesar 116 pasien (8,14%) pada tahun 2006, tahun 2007 sebesar 148 pasien

(11.05%) sedangkan tahun 2008 sebanyak 230 pasien (11.65%) (Zulkarnain I., 2009).

Prevalensi pada anak laki-laki sekitar 20 %, 12 persen pada tahun-tahun sebelum studi,

dan 19% anak perempuan (11% pada tahun sebelum tahun 2000) (Tada J., 2002).

Penyakit ini belum banyak dibahas di Indonesia. Angka kejadian di Medan pun hingga kini belum bisa dipastikan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan untuk mampu memberikan gambaran penyakit kulit pada pasien dermatitis atopik dengan mengambil sampel di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2011 sebagai objek penelitian sehingga penelitian ini bisa membuka wawasan yang lebih luas mengenai kelainan kulit dermatitis atopik. Penelitian ini dilakukan di poliklinik kulit dan kelamin RSUD dr. Pirngadi Medan karena peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai DA di poliklinik kulit dan kelamin RSUD dr. Pirngadi Medan di samping jumlah penderita DA di poliklinik kulit dan kelamin RSUD dr. Pirngadi Medan mencukupi untuk dilakukannya penelitian ini.

1.2. Rumusan Masalah

(20)

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Memberikan informasi mengenai gambaran penyakit kulit pada pasien dermatitis atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran kelainan kulit yang paling sering dijumpai pada pasien dermatitis atopik.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

1. Sebagai sumber data bagi RSUD Dr. Pirngadi, mengenai bagaimana gambaran penyakit kulit pada pasien dermatitis atopik.

2. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan mengenai dermatitis atopik dan bagaimana kelainan kulit yang terjadi pada pasien dermatitis atopik.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Definisi Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronis dan residitif yang sering disertai oleh kelainan atopik lain, seperti rhinitis alergika dan asma, manifestasi klinis dermatitis atopik bervariasi menurut usia (Bieber, 2008).

2. 2. Gambaran Epidemiologi Dermatitis Atopik

2. 2. 1. Prevalensi dan insidensi

Membuat perbandingan prevalensi DA dari beberapa negara sangat sulit dilakukan karena begitu banyak perbedaan periode waktu dan cara dilakukan studi DA sehingga perolehan hasil yang salah sering terjadi. Pada sebagian besar studi epidemiologi, para peneliti merekomendasikan penggunaan pengukuran prevalensi periode satu tahun agar merefleksikan sifat timbul yang berselang-seling DA dan untuk mengatasi efek musiman DA (Harper dkk, 2006).

(22)

kehidupan tidak memiliki tanda sensitisasi IgE, tetapi sensitisasi IgE tetap akan terjadi selama selama menderita dermatitis atopik. Sampai dengan 70% dari anak-anak ini memiliki remisi spontan sebelum masa remaja. Penyakit ini juga dapat terjadi pertama kali pada orang dewasa (akhir-onset dermatitis atopik), dan dalam sejumlah besar pasien ini tidak ada tanda IgE-mediated sensitisasi. Prevalensi dermatitis atopik lebih rendah di pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan menunjukkan adanya hubungan ke "hygene hypothesis," yang mendalilkan bahwa tidak adanya paparan anak usia dini terhadap agen infeksi meningkatkan kerentanan terhadap penyakit alergi. Konsep ini baru-baru ini dipertanyakan berkaitan dengan dermatitis atopik (Bieber, 2008).

Data mengenai penderita dermatitis atopik di Indonesia belum diketahui secara pasti. Menurut laporan kunjungan bayi dan anak di RS di Indonesia, dermatitis atopik berada pada urutan perama (611 kasus) dari 10 penyakit kulit yang umum

ditemukan pada anak-anak. Di klinik Dermatovenereologi RSUP Dr Sardjito

Yogyakarta, pada periode bulan Februari 2005 sampai Desember 2007, terdapat 73 kasus

dermatitis atopik pada bayi (Budiastuti M.,dkk., 2007). Sedangkan data di Unit Rawat

Jalan Penyakit kulit Anak RSU Dr. Soetomo didapatkan jumlah pasien DA mengalami

peningkatan sebesar 116 pasien (8,14%) pada tahun 2006, tahun 2007 sebesar 148 pasien

(11.05%) sedangkan tahun 2008 sebanyak 230 pasien (11.65%) (Zulkarnain I., 2009).

Prevalensi pada anak laki-laki sekitar 20 %, 12 persen pada tahun-tahun sebelum studi,

dan 19% anak perempuan (11% pada tahun sebelum tahun 2000) (Tada J., 2002).

2. 2. 2. Keparahan

(23)

menggunakan atau perlu menggunakan layanan kesehatan yang tersedia. Beberapa studi telah memeriksa secara ketat distribusi keparahan DA dalam masyarakat.

Beberapa studi telah mengukur morbiditas DA, tapi kasus-kasus DA sering mencapai skor morbiditas tertinggi pada ukuran kecacatan genetik ketika dibandingkan dengan penyakit kulit lainnya pada studi di rumah sakit. Selain itu, penurunan kualitas hidup sangat terkait secara langsung dengan keparahan dermatitis atopik. Morbiditas secara psikologis diasosiasikan dengan menggaruk terus-menerus, tidur terganggu, dan bekas yang terlihat pada kulit juga dapat mempengaruhi pasien.

2. 2. 3. Umur dan Jenis Kelamin

Dermatitis atopik merupakan penyakit yang predominan terhadap anak-anak, dan hanya beberapa studi yang telah meneliti DA pada populasi pasien dewasa. Perbedaan jenis kelamin yang sedikit pada DA, dengan prevalensi sedikit lebih tinggi pada perempuan, telah dicatat sebelumnya, tapi tetap saja hal ini bukanlah penemuan yang konsisten.

2. 2. 4. Kelas Sosial dan Banyaknya Anggota Keluarga

(24)

2. 3. Faktor Risiko dan Faktor Pencetus

DA merupakan proses multifaktor, yaitu sebagai hasil peran kerjasama faktor genetik, lingkungan berupa paparan alergen, iritan atau perubahan cuaca, stress psikologis, disfungsi sawar kulit dan abnormalitas imunologi.

Faktor resiko terjadinya DA antara lain : (Kang et al., 2003, Leung et al., 2008, Simpson and Hanifin, 2005, Mutius, 2002)

2. 3. 1. Genetik

(25)

2. 3. 2. Laktasi

Terjadi perbedaan bayi yang mendapat air susu ibu (ASI) dengan yang non ASI. Makin panjang waktu mendapat ASI makin kecil kemungkinan untuk mendapat DA. Menyusui lebih baik daripada minuman/makanan formula untuk nutrisi bayi oleh karena keuntungan nutrisial, imunologi dan psikologik. Yang dkk, meneliti hubungan antara menyusui dan terjadinya DA yang menunjukkan hasil yang tidak menentu, dimana hasilnya tidak ada pembuktian yang kuat dari efek proteksi dari menyusui secara eksklusif paling tidak 3 bulan terhadap DA, meskipun diantara anak-anak dengan riwayat keluarga yang positif DA (Yang et al., 2009).

2. 3. 3. Sosioekonomi

DA lebih banyak ditemukan pada status sosial yang tinggi dibandingkan dengan status sosial yang lebih rendah. Laporan prevalensi eksema meningkat 1.5-2 kali lebih tinggi pada sosial kelas atas I dan II. Beberapa studi membandingkan prevalensi sosial ekonomi pada penyakit yang fatal dan tidak fatal, hasilnya paling banyak penyakit menunjukkan prevalensi yang meningkat diantara kelompok berpendidikan rendah. Alergi lebih sering pada kelompok berpendidikan tinggi (Dalstra et al., 2005).

2. 3. 4. Polusi Lingkungan

(26)

kelembaban, penggunaan sampo dan sabun yang berlebihan dan deterjen yang tidak dibilas dengan sempurna.

2. 3. 5. Jumlah Anggota Keluarga

Kejadian DA berbanding terbalik dengan banyaknya jumlah anggota keluarga. Beberapa hipotesis yang telah ada untuk menjelaskan efek keluarga. Hal in tampaknya tidak memungkinkan bahwa usia ibu merupakan faktor penyebab yang mendasari. Suatu penelitian mengemukakan bahwa infeksi pada anak-anak di tularkan oleh kerena kontak yang tidak sehat dengan keluarga lainnya atau dapatan dari ibu yang terinfeksi dengan anak lainnya, dapat mencegah terjadinya penyakit alergi.

Faktor pencetus terjadinya dermatitis atopik antara lain: (Boediarja, 2000)

2. 3. 5. 1. Alergen

Berbagai alergen setelah bereaksi dengan IgE mampu menimbulkan reaksi hipersensitivitas fase I di kulit, reaksi ini disebut IgE mediated reaction. - Alergen makanan: molekul protein yang berasal dari makanan yang

ditelan pada umumnya merupakan antigen pencetus reaksi alergi pada DA. Pada penderita DA diduga secretory IgA di usus menurun disertai permeabilitas usus meningkat. Reaksi di kulit dapat timbul dalam waktu relatif cepat, 1 jam atau 2 jam setalah menelan makanan yang mengandung antigen tersebut.

(27)

2. 3. 5. 2. Bahan Iritan

Pada penderita DA lebih sering ditemukan dermatitis kontak iritan daripada dermatitis kontak alergik, hal ini mudah terjadi oleh karena kerusakan sawar kulit. Bahan iritan meskipun yang bersifat iritan lemah, dapat menyebabkan DA

2. 3. 5. 3. Infeksi

Infeksi yang terjadi baik di kulit maupun organ lain terutama saluran napas atas, oleh virus mononukleosis dapat menjadi faktor pencetus DA. Staphylococcus aureus tidak hanya menimbulkan infeksi tetapi dapat bertindak sebagai superantigen. Protein A pada kapsul Staphylococcus aureus dapat berikatan langsung dengan IgE sehingga memicu pelepasa histamin oleh sel mas dan basofil. Kolonisasi Staphylococcus aureus di kulit DA lebih banyak daripada kulit orang normal demikian pula kolonisasi pada lesi DA lebih banyak daripada kulit nonlesi.

2. 3. 5. 4. Faktor Psikis

(28)

hebat.gatal yang hebat menyebabkan insomnia dan tidur yang kurang, keadaan jiwa yang labil.(Levenson, 2008)

2. 4. Patogenesis Dermatitis Atopik

Konstituen selular utama dari sistem kekebalan kulit (SKS) adalah sebagai berikut: sel mast, limfosit T, LC yang mengekspresikan E-kaderin, keratinosit, high endotelial venules (HEV), dan beberapa molekul adesi. Sel-sel tersebut bersama-sama dengan eosinofil secara ketat bertautan untuk mengatur sensitisasi alergi. Berlawanan dengan temuan umum yang menekankan bahwa kulit normal mengandung ª 8,000 sel mast/mm3, Irani et al telah menunjukkan bahwa pada pasien DA terdapat ª 20.000-40.000/mm3, and 94% adalah TC (triptase dan kimase). Sel mas berpartisipasi dalam IgE-mediated reaksi hipersensitivitas, dan telah diidentifikasi pada epidermis pasien-pasien DA. Sel mas pada kulit manusia, telah ditemukan dapat memerintahkan respons sekresi (histamin dan mediator lain) untuk sejumlah rangsangan imunologi host, seperti neuropeptida, termasuk zat P (SP), vasoactive intestinal peptide (VIP), somatostatin, tetapi tidak untuk protein eosinofil granula, dua di antaranya, MBP (protein dasar utama) dan EPO (Eosinofil peroksidase), menghambat SP akibat pelepasan histamin dari sel mast kulit manusia. Sel mas kulit mengandung dan melepaskan IL, di antaranya TNF-α (tumor necrosis factor-α) yang menginduksi endothelial leukocyte adhesion molecule 1 (CD62E) karena bersilangan dengan reseptor afinitas tinggi untuk IgE (FcεRI). Aktivasi langsung dari sel mast oleh IgE dan interaksi juga tidak tergantung pada CD40, dan CD40L, yang diekspresikan oleh sel-sel metakromatis, menjadi jelas dengan induksi potensi IL4, penjelasan yang jelas dari amplifikasi dan propagasi Th2-respons. Temuan ini menunjukkan bahwa IgE sensitisasi adalah realitas yang jelas.

(29)

(CD3, CD4, CD45RO) dan antigen permukaan HLA-DR dengan hanya sesekali CD8 + limfosit. Hal ini memicu peneliti untuk berspekulasi bahwa beberapa imunologi dan mungkin kesamaan fungsional antara epitel timus dan epidermis dapat menjelaskan peran potensial kulit dalam pematangan sub-populasi tertentu limfosit: bahkan jika limfosit SKS mengungkapkan dua fenotipe, B dan T, sebagian besar sel secara lokal saat ini adalah limfosit T dan mungkin tidak ada pengaruh tambahan dikaitkan dengan infiltrasi eksklusif sel T. Sebaliknya, sel B hampir tidak ada. Selain itu, ada sirkulasi sel memori (CD45RO +), semua dengan CLA (kutaneus limfosit terkait antigen), diekspresikan oleh 45% dari sel T kulit. CD45 diaktifkan dengan demikian menunjukkan kontak sebelumnya dengan alergen, karena sel T „virgin‟ melokalisasi buruk di kulit. Penelitian lain memberikan data penting tentang sel endotel vaskular yang mengekspresikan konsentrasi tinggi sel memori skin-homing seperti CD62E, CD54 (ICAM-1), dan CD106 (VCAM-1), dengan HEV yang juga mengekspresikan CD62E. CD62E berfungsi sebagai skin-specific addressin utama di tempat yang terkena peradangan kronis dan berinteraksi dengan CLA. Kontrareseptor tambahan

pada limfosit adalah α4fl1 = CD49d/CDβ9 untuk CD106 dan CD11a = LFA-1 untuk

(30)

CLA negatif direpresentasikan dalam jaringan paru-paru, sehingga subset T limfosit adalah pemicu dari disregulasi atopik pertama di jaringan kulit, dan kedua di paru-paru, sehingga paralel dengan tidak adanya LC di paru-paru pada bulan-bulan pertama kehidupan.

(31)

Pengaturan yang berubah pada ekspresi gen CD80 oleh sel epidermis dapat menjelaskan "hiperresponsif" kulit yang ditemukan pada penderita DA kronis.

Studi terbaru menunjukkan peran gangguan dan degranulasi eosinofil dalam memodulasi kerusakan jaringan. CD40 ligan (CD154) secara fungsional diekspresikan pada eosinofil manusia sehingga mendorong perubahan limfosit B menjadi fenotip IgE. Eosinofil tidak hanya aktif dalam mediasi peradangan alergi, tetapi juga campur tangan dalam jaringan selular dengan APC, sel mast, dan limfosit T. Beberapa protein kationik yang berpengaruh dan bersifat toksik, telah diamati dalam butiran eosinofil, termasuk MBP, eosinophil-derived neurotoxin (EDN), eosinophil cationic protein (ECP), dan EPO. Ditemukan bahwa protein ini terlibat dalam kerusakan jaringan yang terkait dengan peradangan kulit namun peran mereka dalam patofisiologi DA masih belum jelas.

(32)

deposisi yang luas di kulit ditunjukkan pada 2 anak yang mengalami lesi ekzim setelah DBPCFC (double-blind, placebo-controlled food challenge), hal ini lagi-lagi mengindikasikan peran alergi makanan (FA) dan eosinofil pada DA.

Deposisi EDN dipelajari oleh Leiferman pada pasien DA. Spesimen kulit pasien DA menunjukkan deposisi EDN ekstraseluler granular yang luas pada bagian atas dermis sehingga menghasilkan bukti lebih lanjut untuk peran EDN di DA. Pemeriksaan mikroskop elektron menunjukkan degenerasi dan gangguan eosinofil dengan banyaknya granul-granul eosinofil yang bebas di dermis, hal ini menguatkan bukti degranulasi eosinofil di DA. Selain itu, penelitian ini tampaknya menunjukkan bahwa EDN darah tepi dapat menjadi penanda yang lebih sensitif dari degranulasi eosinofil daripada MBP darah tepi.

(33)

LC dan Makrofag

LC = CD1a + (3-4%), merupakan kontingen epidermis milik famili sel aksesori yang ampuh disebut DC, bertindak sebagai APC, mengekspresikan antigen HLA kelas II, beserta antigen CD1a dan CD4. Fungsi dari butiran sitoplasma Birbeck ini belum begitu diketahui. LC yang terletak di lapisan suprabasal dari epidermidis mengekspresikan E-kaderin, molekul adhesi homofilik yang memodulasi perlekatan ke keratinosit secara in vitro. LC juga mengekspresikan CD11a, CD11b, CD36 dan HLA-DR pada lesi kronis, berbeda dengan kulit normal, selain itu LC juga mengekspresikan CD54, CD80 dan CD8645. Sebuah terobosan besar dalam pemahaman mengenai patogenesis DA diketahui dengan ditunjukkannya IgE yang berikatan dengan membran pada LC epidermis. Studi dengan CD1 + telah menunjukkan bahwa LC di DA mengikat kedua FceRI dan FceRII = CD2346, dalam proporsi yang berbeda: 6,63 ± 1,92 vs 0,67 ± 1,12 sel, masing-masing, up regulation FceRI tidak hadir dalam eksim kontak alergi . Namun peran fungsional untuk CD23 tidak boleh dikesampingkan, karena ekspresi CD23 diregulasi oleh IL4. Lagi pula, antigen terfasilitasi yang prosesnya melalui CD23 telah ditemukan. Respons sel T spesifik dapat dideteksi dengan menggunakan kadar serum alergen yang dikompleksikan dengan IgE yang 1000 kali lipat lebih rendah. Mudde dkk. telah menunjukkan bahwa IgE + LC mampu menyajikan alergen Der p untuk sel T sehingga menunjukkan bahwa IgE yang terikat pada sel di LC dapat memfasilitasi pengikatan alergen untuk LCs sebelum pengolahan dan presentasi dari LC. Akibatnya, ekspresi IgE-bearing LC di DA mungkin memiliki hasil patogenetik serius.

(34)

IgE-bearing makrofag secara IgE-dependent, dengan pembentukan leukotrien, PAF (platelet activating factor), IL1, dan TNF. IgE-bearing makrofag juga dapat diaktifkan oleh autoantibodi untuk IgE, yang hadir pada pasien DA. Secara keseluruhan, data ini menunjukkan bahwa meskipun IgE-bearing LC dan makrofag dapat ditemukan di kondisi kulit inflamasi lain, seperti psoriasis, penyakit kulit tersebut tidak berhubungan dengan produksi IgE spesifik alergen tertentu.

LC APC dan limfosit T

(35)

alergen spesifik limfosit Th2 secara bebas bukan sel mast. Ada kemungkinan bahwa usaha-usaha yang mendorong diferensiasi ke dalam sel Th2 pada pasien AD terkait dengan kelainan dalam APC, seperti yang baru-baru ini dikonfirmasi oleh penelitian tentang TAP. Amplifikasi Th2 mendukung penurunan IFN- dan hasil produksi IL4 yang tinggi pada DA menaikkan sintesis IgE.

Sitokin dan AD

Menyimpulkan data yang belum terakhir pada peran ILs dilepaskan oleh sel epidermal pada patogenesis DA, kami menunjukkan asal-usul ILs kulit pada Tabel I.

TGF- dan IL10 telah diidentifikasi sebagai inhibitor dari beberapa ILs. Selain itu

TNF-α diekspresikan oleh sel mast yang mengatur CD62E pada keratinosit,

memfasilitasi interaksi mereka dengan sel-sel CD11a/CD18-T. Produksi IL oleh klon limfosit-T di DA diringkas dalam Tabel II (Cantani, 2001).

Tabel 2.1. Sel-sel yang Memproduksi Sitokin Kulit.

• LC: IL1, IL6, IL8, IL10, G-CSF, GM-CSF, M-CSF, TNF-α;

• Keratinosit: IL1, IL3, IL6-IL8, IL10, G-CSF, GM-CSF, M-CSF, PDGF, TGF-α

dan- , TNF-α;

• Melanosit: IL1, IL6, IL8, G-CSF, GM-CSF, M-CSF, PDGF, TGF-α dan- , TNF-α

Tabel 2.2. Produksi Sitokin oleh Klon Limfosit T pada DA.

Sitokin Spesifik dpt CD4+ Penyumbang Atopik

Klon Limfosit T Pendonor non-Atopik

IL2 + +++

(36)

IL5 +++ +

IL6 +++ ++

GM-CSF +++ +++

IFN- + +++

TNF-α +++ +++

2. 5. Gejala Klinis

Manifestasi klinis

Gejala utama dari DA adalah pruritus yang intens, biasanya tanpa demam atau gejala konstitusional lainnya. Pruritis bisa begitu parah hingga dapat menyebabkan gangguan tidur, lekas marah dan stres umum untuk pasien yang terkena dan keluarga. Salah satu presentasi yang paling umum adalah ruam persisten pada bayi usia kurang dari 6 bulan. Hal ini biasanya dilaporkan bahwa ada kulit kering sejak lahir dan ruam yang hilang timbul untuk beberapa bulan (Jamal, 2007).

Papula dapat terasa sangat gatal (prurigo papula) bersamaan dengan timbulnya vesikel (papulovesikel) dan eritema, merupakan gambaran lesi eksematous. Prurigo papules, lesi eksematous dan likenifikasi dapat menjadi erosif bila terkena garukan dan terjadi eksudasi yang berakhir dengan lesi berkrustae. Lesi kulit yang sangat basah (weeping) dan berkrusta sering didapatkan pada kelainan yang lanjut (Kariosentono, 2007).

Temuan kulit bergantung pada stadium penyakit:

Akut - Erosi dengan eksudat serosa atau ruam papular yang sangat gatal dan vesikel pada dasar eritematosa.

(37)

garukan. Lesi yang terinfeksi hadir dengan krusta berwarna kuning atau impetigo atau sekeliling karakteristik eritema selulitis.

Dermatitis atopik dapat hadir dalam manifestasi lain seperti:

1. Iktiosis vulgaris, yang muncul sebagai telapak tangan dan telapak hiperlinear dengan skala fishlike poligonal, terutama pada kaki bagian bawah;

2. Keratosis pilaris, papula folikuler tanpa gejala terangsang pada permukaan ekstensor dari, pantat lengan atas dan paha anterior;

3. Xerosis atau kulit kering, yang mengarah pada kecenderungan untuk retak dan fissuring dengan rincian penghalang kulit resultan meningkatkan kerentanan terhadap iritasi dan infeksi;

4. Keratoconus (kornea berbentuk kerucut) pada kasus berat, yang memerlukan transplantasi kornea selanjutnya;

5. Temuan periokular, yang meliputi hiperpigmentasi periorbital, lipatan infraorbital yang menonjol (Dennie-Morgan fold), katarak subkapsuler anterior (dalam 4 sampai 12% pasien dengan DA, sementara katarak posterior biasanya merupakan efek samping dari kortikosteroid oral atau steroid topikal digunakan dalam daerah periorbital).

Karakteristik terkait lainnya termasuk eritem wajah, pucat perioral, dan pitriasis alba. Gambaran klinis dermatitis atopik:

Karakteristik mayor • Pruritis

• Kronis atau kambuh dermatitis

• Wajah dan ekstensor keterlibatan pada bayi dan anak

• Lentur dan likenifikasi pada anak yang lebih tua dan orang dewasa

(38)

Karakteristik minor

• Usia onset setelah usia 2 bulan • Xerosis

• Iktiosis, telapak tangan hyperlinear, keratosis Palmaris

• Anaerobik

• Dermatitis nonspesifik di tangan dan kaki • Infeksi kutaneus

DISTRIBUSI

(39)

ruam pada daerah fleksor lengan (antecubital dan poplitea), kaki, wajah (terutama daerah periorbital) dan leher. DA bentuk dewasa lesi mirip dengan lesi pada anak-anak usia lanjut (8-12 tahun) dengan didapatkan likenifikasi terutama pada daerah lipatan-lipatan dan tangan. Selain gejala utama yang telah diterangkan, juga ada gejala lain yang tidak selalu terdapat, yang dikenal dengan kriteria minor seperti pada criteria diagnosis dari Hanifin-Rajka. Kehadiran distribusi ekstensor pada anak yang lebih tua dan orang dewasa menunjukkan prognosis buruk pada pengobatan utama. Ketiak, keterlibatan selangkangan dan intergluteal jarang terjadi dan harus meningkatkan kecurigaan dari beberapa faktor penyebab lainnya (Jamal, 2007; Kariosentono, 2007).

2. 6. Diagnosis

Kriteria diagnosis dermatitis atopik

Menetapkan kriteria diagnostik yang kuat dan bermanfaat untuk semua bentuk DA adalah tugas yang sulit karena heterogenitas klinis dan patofisiologi (morfologi, distribusi, usia, peran, iritasi atau alergi, dll).

Adapun fenotipe imunologi, Wuthrich mengusulkan dua tipe:

1. DA yang diasosiasikan dengan hipersensitivitas IgE-mediated (dengan atau tanpa penyakit respiratori atopik), „tipe ekstrinsik‟ (eDA);

2. DA tanpa penaikan serum total IgE, hasil skrining IgE negatif untuk aeroallergen dan allergen makanan in vitro dan oleh skin prick test, dan hasil anamnesis negatif untuk penyakit atopik lain tapi dengan disregulasi nonspesifik, „tipe instrinsik‟ (iDA).

(40)

klasifikasi yang pasti pada anak-anak seperti yang ditunjukkan oleh studi follow-up oleh Novembre et al. Penulis mengusulkan istilah berikut:

Early atopic’: hasil skin prick test positif pada evaluasi awal (umur 2 tahun) (64% pada serinya);

Late-onset atopic’: hasil skin prick test negatif pada evaluasi pertama (umur 2 tahun), tapi positif pada follow-up (umur 11 tahun)(21%);

Non-atopic’(iDA): hasil skin prick test negatif pada evaluasi pertama dan follow-up (15%).

Masih belum ada penanda khusus untuk DA. Dengan tidak adanya petunjuk sederhana untuk diagnosis, itu harus disusun dari konstelasi ciri karakteristik.

Hanifin dan Rajka yang pertama kali mengupayakan pendekatan sistematis terhadap standardisasi diagnosis DA pada tahun 1980 (Harper et al, 2006). Dari criteria mayor, pruritus dan kronik atau DA yang mengalami remisi dengan distribusi dan morfologi yang khas merupakan hal-hal yang penting untuk diagnosis DA (Leung et al, 2008). Diagnosis DA dapat ditegakkan jika terdapat masing-masing minimal tiga dari kriteria mayor dan minor. Kriteria-kriteria ini berdasarkan pengalaman klinis dan masih disebut sebagai 'gold standard' dalam penelitian dan pengajaran akademis (Harper et al, 2006).

Kriteria mayor Pruritus

Distribusi dan morfologi khas: - Wajah dan ekstensor

- Terjadi selama masa bayi dan awal masa kanak-kanak Kronik dan kekambuhan kronis dermatitis

(41)

Kriteria minor Xerosis

Ichthyosis/hiperlinearitas palmar/pilaris keratosis

Reaktivitas IgE (IgE meningkat, hasil skin prick test positif) Dermatitis pada tangan dan kaki

Keilitis

Dermatitis pada kulit kepala

Kerentanan terhadap infeksi kutaneus (khususnya Staphylococcus aureus dan virus herpes simpleks)

Aksentuasi perifolikular (khususnya pada ras yang berpigmen)

2. 7. Diferensial Diagnosis

Karena lesi kulit dermatitis atopik di dapat memiliki banyak bentuk (papula, vesikula, plak, nodul dan ekskoriasi), diagnosis banding dermatitis atopik sangat luas. Kondisi yang perlu dipertimbangkan pada pasien dengan pruritus meliputi dermatitis seboroik, psoriasis dan neurodermatitis. Karakteristik yang membedakan kondisi ini dan lainnya dari dermatitis atopik tercantum dalam Tabel 2 (Correale et al, 1999).

Tabel 2.3. Diferensial Diagnosis Dermatitis Atopik

Penyakit Karakter pembeda

Dermatitis seboroik Berminyak, lesi bersisik, tidak adanya riwayat atopik pada keluarga

Psoriasis Patch terlokalisasi di ekstensor,

(42)

berbintik-bintik

Neurodermatitis Biasanya, petak satu di tempat yang gatal-gatal, tidak terdapat riwayat atopik pada keluarga

Dermatitis kontak Riwayat terpapar positif, ruam di daerah paparan, tidak terdapat riwayat atopik pada keluarga

Skabies Papula, keterlibatan finger web, scraping

klulit positif

Penyakit sistemik Penemuan riwayat penyakit yang

lengkap dan pemeriksaan fisik bervariasi berdasarkan penyakit

Dermatitis herpetiformis Vesikel di daerah ekstensor dan enteropati yang terkait

Infeksi dermatofit Plak serpiginous dengan bagian tengah yang bersih, positif pada pemeriksaan kalium hidroksida

(43)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Operasional

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.2. Variabel dan Defenisi Operasional

a. Dermatitis atopik ialah kelainan kulit yang sudah didiagnosis oleh dokter sebagai dermatitis atopik dan tercatat pada rekam medik di RSUD Dr.Pirngadi Medan b. Jenis kelamin yang akan diteliti adalah jenis kelamin sesuai dengan yang tercatat pada rekam medik di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

- Jenis kelamin - Usia

- Lokasi ruam - Jenis ruam

(44)

c. Usia yang akan diteliti adalah umur saat pertama kali didiagnosis menderita

e. Jenis ruam yang akan diteliti ialah jenis ruam saat didiagnosis menderita dermatitis atopik sesuai dengan yang tercatat pada rekam medik di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Penelitian Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur 1. Dermatitis Atopik Data sekunder dari

(45)

5. Ekstremitas bawah (lutut, lipat lutut) 6. Badan

7. Dan lain-lain 5. Jenis Ruam Data sekunder dari

rekam medik

1. Eritema 2. Papulo-vesikel 3. Krusta

4. Likenifikasi 5. Papul 6. Skuama 7. Erosi 8. Ekskoriasi 9. Dan lain-lain

(46)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4. 1. Jenis Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan ialah penelitian deskriptif dengan desain potong-melintang (cross sectional) untuk melihat gambaran kelainan kulit pada pasien DA di RSUD dr.Pirngadi Medan pada tahun 2011.

4. 2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Kulit Kelamin RSUD dr. Pirngadi Medan. Penelitian telah dilakukan selama kurang lebih satu bulan, yaitu pada bulan September 2012.

4. 3. Populasi dan Sampel

4. 3. 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita dermatitis atopik yang berkunjung di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2011.

4. 3. 2. Sampel

(47)

4. 4. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh melalui data sekunder yaitu rekam medik pasien. Awal pengumpulan data dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin untuk mencatat nomor registrasi, usia, jenis kelamin dan keterangan (Umum Baru, Umum lama, Askes Lama, Askes Baru, Kartu Sehat Baru dan Kartu Sehat Baru) seluruh pasien penderita dermatitis atopik. Selanjutnya data yang telah dikumpulkan ditabulasi dalam bentuk tabel untuk kemudian diserahkan pada bagian rekam medis untuk dilakukan pencarian rekam medis yang sesuai. Setelah rekam medis didapatkan, dilakukan pencatatan variabel yang dibutuhkan yaitu usia, jenis kelamin, lokasi ruam, jenis ruam, dan ada tidaknya riwayat atopi.

4. 5. Pengolahan dan Analisis Data

(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5. 1. Hasil Penelitian

5. 1. 1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Pirngadi Medan yang berada di pusat kota Medan yakni bangunan lama menghadap Jalan Prof. HM. Yamin SH, sedangkan bangunan baru menghadap Jalan Perintis Kemerdekaan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas B yang berarti memiliki fasilitas yang lengkap dokter-dokter spesialis dan tenaga kesehatan yang terampil.

5. 1. 2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 81 sampel, yang diambil dari bagian data rekam medik pasien rawat jalan yang didiagnosis dermatitis atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD dr. Pirngadi Medan, periode 1 Januari-31 Desember 2011.

5. 1. 2. 1. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin

Data distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin

Nomor Jenis Kelamin Frekuensi

(orang)

Persentase (%)

(49)

2. Laki-laki 26 32.1

Total 81 100

Berdasarkan tabel di atas, maka dijumpai pasien perempuan yang didagnosis menderita DA yaitu sebanyak 55 sampel (67.9%), sedangkan pasien laki-laki sebanyak 26 sampel (32.1%). Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa sampel berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki.

5.1.2.2. Distribusi frekuensi berdasarkan usia

Data distribusi sampel berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Distribusi sampel berdasarkan usia

Usia (tahun)

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

<12 38 46.9

12 – 40 21 25.9

>40 22 27.2

Total 81 100

(50)

5.1.2.3. Distribusi frekuensi berdasarkan lokasi ruam

Data distribusi sampel berdasarkan lokasi ruam dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lokasi Ruam

Lokasi ruam Frekuensi Persentase

(%)

Pipi 14 8.5

Lipat siku 22 13.3

Lipat lutut 16 9.7

Leher 18 10.9

Lengan 25 15.2

Dan lain-lain 70 42.4

Total 165 100

(51)

5.1.2.4. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis ruam

Data distribusi sampel berdasarkan jenis ruam dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Ruam

Jenis Ruam Frekuensi Persentase

(%)

Makula hipopigmentasi 19 9.6

Papula eritema 13 6.6

Vesikel papula 1 0.5

Vesikel eritema 1 0.5

Krusta 14 7.1

Ekskoriasi 15 7.6

Plak hipopigmentasi 2 1.0

Plak eritema 20 10.2

Pustul 1 0.5

Iktiosis 1 0.5

Vesikel 1 0.5

Makula hiperpigmentasi 2 1.0

Papula hiperpigmentasi 1 0.5

Papula hipopigmentasi 3 1.5

Papula 20 10.2

Nodul 3 1.5

Erosi 23 11.7

Likenifikasi 12 6.1

(52)

Papula miliaris 1 0.5

Makula eritema 13 6.6

Total 197 100

Dari tabel di atas, dijumpai 21 jenis ruam dan total 197 ruam. Skuama merupakan jenis ruam yang paling banyak dijumpai pada pasien dermatitis atopik, yaitu sejumlah 31 orang (15.7%). Jenis ruam yang juga banyak dijumpai pada pasien dermatitis atopik adalah erosi sejumlah 23 orang (11.7%), papula dan plak eritema masing-masing sebanyak 20 orang (10.2%), dan makula hipopigmentasi sebanyak 19 orang (9.6%).

5.2. Pembahasan

Dari hasil penelitian terhadap 81 sampel, didapatkan bahwa jumlah pasien dermatitis atopik yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang berjenis kelamin laki-laki, yaitu sejumlah 55 sampel (67.9%) berbanding 26 sampel (32.1%). Hal ini sesuai dengan pendapat Harper dkk, (2006) bahwa prevalensi lebih tinggi pada perempuan, walaupun hal ini bukanlah penemuan yang konsisten. Hal ini juga serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Simpson EL et al, (2005) bahwa dermatitis atopik lebih sering diderita oleh perempuan.

(53)

dimulai dalam 6 bulan pertama kehidupan, 60% dimulai pada tahun pertama, dan 85% dimulai sebelum usia 5 tahun.

Dari hasil penelitian ini, frekuensi tertinggi lokasi predileksi pada pasien dermatitis atopik adalah lengan sebanyak 25 orang (15.2%). frekuensi lokasi predileksi yang juga banyak dijumpai pada pasien dermatitis atopik adalah lipat siku sebanyak 22 orang (13.3%), leher sebanyak 18 orang (10.9%), lipat lutut sebanyak 16 orang (9.7%), dan pipi sebanyak 14 orang (8.5%). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Jamal (2007) dan Kariosentono (2007), bahwa lokasi predileksi pada bayi biasanya di pipi, dahi, kulit kepala, lengan, dan kaki. Lokasi predileksi pada anak usia sekolah biasanya terdapat pada lipat siku, lipat lutut, dan lipat leher.

(54)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai gambaran kelainan kulit pada pasien dermatitis atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD dr. Pirngadi Medan, didapati:

1. Berdasarkan jenis kelamin, pasien dermatitis atopik paling banyak adalah perempuan, yaitu 55 orang (67.9%).

2. Berdasarkan usia, pasien dermatitis atopik yang paling banyak berada pada kelompok usia 0-12 tahun yaitu sebanyak 38 orang (46.9%).

3. Berdasarkan lokasi ruam, lokasi ruam yang paling banyak ditemukan pada pasien dermatitis atopik adalah lengan yaitu sebanyak 25 orang (15.2%). 4. Berdasarkan jenis ruam, jenis ruam yang paling banyak terdapat pada pasien

dermatitis atopik adalah skuama yaitu sebanyak 31 orang (15.7%).

6.2. Saran

1. Penelitian ini menjadi salah satu pedoman untuk penelitian selanjutnya.

2. Kepada pihak RSUD dr. Pirngadi Medan dan pihak-pihak terkait agar data Rekam Medik lebih lengkap dan lebih rapi.

3. Pencatatan riwayat atopik di rekam medik pada pasien yang terdiagnosis dermatitis atopik sebaiknya disertakan ada atau tidak.

(55)

Daftar Pustaka

Abramovits, W. (2005) Atopic Dermatitis. J Am Acad Dermatol, 53, S86-93.

Bieber, T. (2008) Mechanisms of Disease Atopic Dermatitis. N Engl J Med 358, 1483.

Boediarja, S. A. (2000) Beberapa Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus Dermatitis Atopik. Dalam Bodiarja, S. A., Sugito, T. L., Wisesa, T. W., Soebaryo, R. W. & Siregar, S. P. (Eds.) Dermatitis Atopik pada Bayi dan Anak: Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta, Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia.

Budiastuti M., Wandita S., Sumandiono., 2007. Exclusive breastfeeding and risk of atopic dermatitis in high risk infant. Berkala Ilmu Kedokteran,Volume 39, No. 4, Hal. 192-198.

Cantani, A. (2001). Pathogenesis of Atopic Dermatitis (AD) and the role of allergic factors. European Review for Medical and Pharmacological Sciences, 95-98. Cohen, B. A. (2005) Pediatric Dermatology, Maryland, Elsevier Mosby.

Correale, Christine E., Walker, Colleen., Murphy, Lydia. & Craig, Timothy J. (1999). Atopic Dermatitis: A Review of Diagnosis and Treatment. Am Fam Physician 15;60(4):1191-1198.

(56)

Friedmann, P. S. & Holden, C. A. (2004) Atopic Dermatitis. Dalam Burns, T., Breathnach, S., Cox, N. & Griffiths, C. (Eds.) Rook's Textbook of Dermatology. 7th ed. London, Blackwell Science.

Harper, John., Oranje, Arnold., Prose, Neil. (2006) Textbook of Pediatric Dermatology. Volume 1 2nd ed. Blackwell Publishing.

Jamal, Sawsan Talib. (2007). Atopic dermatitis: an update review of clinical manifestations and management strategies in general practice. BULLETIN OF THE KUWAIT INSTITUTE FOR MEDICAL SPECIALIZATION, 56-57. James, W. D., Berger, T. G. & Elston, D. M. (2006) Andrews' Disease of The Skin

Clinical Dermatology, Pennsylvania, Saunders Elsevier.

Kang, K., Poster, A. M., Nedorost, S. T., Stevens, S. R. & Cooper, K. D. (2003) Atopic Dermatitis. Dalam Bolognia, J. L., Jorizzo, J. L. & Rapini, R. P. (Eds.) Dermatology. London, Mosby.

Kariosentono, Harijono. (2007). Dermatitis Atopik (Eksema). Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press), Surakarta.

Krafchik, B. R., Halbert, A., Yamamoto, K. & Sasaki, R. (2003) Eczematous Dermatitis. Dalam Schachner, L. A. & Hansen, R. C. (Eds.) Pediatric Dermatology. 3rd ed. London, Mosby.

Leung, D. Y. M., Eichenfield, L. F. & Boguniewicz, M. (2008) Atopic Dermatitis. Dalam Wolff, K., Goldsmith, L. A., Katz, S. I., Gilchrest, B. A., Paller, A. S. & Leffell, D. J. (Eds.) Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York, Mc Graw-Hill.

(57)

Levenson, J. L. (2008) Psychiatric Issues in Dermatology, Part 1: Atopic Dermatitis and Psoriasis. Primary Psychiatry, 15, 35-38.

Morar, N., Willis-Owen, S. A. G., Moffatt, M. F. & Cookson, W. O. C. M. (2006) The genetics of atopic dermatitis. J Allergy Clin Immunol, 118.

Mutius, E. V. (2002) Risk Factor for Atopic Dermatitis. Dalam Bieber, T. & Leung, D. (Eds.) Atopic Dermatitis. New York, Marcel Dekker, Inc.

Simpson, E. L. & Hanifin, J. M. (2005) Atopic Dermatitis. J Am Acad Dermatol, 53, 115-28.

Tada J., 2002. Diagnostic Standard for Atopic Dermatitis. JMAJ. Vol. 45, No. 11.460-65.

Williams, H. C. (2005) Atopic Dermatitis. N Eng J Med 352, 2315.

Yang, Y. W., Tsai, C. L. & LU, C. Y. (2009) Exclusive Breastfeeding and Incident Atopic Dermatitis in Childhood: A Systematic Review and Meta-analysis of Prospective Cohort Studies. British Journal of Dermatology, 161, 373-383.

(58)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Intan Permata Putri

Tempat / Tanggal Lahir : Ujung Pandang / 13 Mei 1991

Agama : Islam

Alamat : Jalan dr. Soemarsono No. 8, Medan

Orang Tua : Ayah : Syaikhul Anwar

Ibu : Erliyanti

Riwayat Pendidikan :

1. SD Tello Baru (1996-2002)

2. SLTP Kartika VII-I (2002-2005)

3. SMAN 17 Makassar (2005-2008)

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2009-Sekarang) Pas Photo

(59)

Riwayat Pelatihan :

- Get Together SCORE PEMA FK USU 2009

- Workshop Hewan Coba SCORE PEMA FK USU 2009

- Pengabdian Masyarakat Batubara Dies Natalis FK USU 2012

Riwayat Organisasi :

(60)

LAMPIRAN 2

Usia Lokasi Predileksi Jenis Ruam

1. 61 78 66 P 6 tahun Tangan Makula hipopigmentasi

(61)

lutut erosi, skuama

(62)
(63)
(64)

LAMPIRAN 3

OUTPUT DATA HASIL PENELITIAN

Frekuensi Data Penelitian

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

(65)
(66)

Sela paha 2 1.2 1.2 97.6

Tungkai 4 2.4 2.4 100.0

Total 165 100.0 100.0

Jenis Ruam

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Makula hipopigmentasi 19 9.6 9.6 9.6

Papula eritema 13 6.6 6.6 16.2

Vesikel papula 1 .5 .5 16.7

Vesikel eritema 1 .5 .5 17.2

Krusta 14 7.1 7.1 24.3

Ekskoriasi 15 7.6 7.6 31.9

Plak hipopigmentasi 2 1.0 1.0 32.9

Plak eritema 20 10.2 10.2 43.1

Pustul 1 .5 .5 43.6

Iktiosis 1 .5 .5 44.1

Vesikel 1 .5 .5 44.6

Makula hiperpigmentasi 2 1.0 1.0 45.6

Papula hiperpigmentasi 1 .5 .5 46.1

Papula hipopigmentasi 3 1.5 1.5 47.6

Papula 20 10.2 10.2 57.8

(67)

Erosi 23 11.7 11.7 71

Likenifikasi 12 6.1 6.1 77.1

Skuama 31 15.8 15.8 92.9

Papula miliaris 1 .5 .5 93.4

Makula eritema 13 6.6 6.6 100.0

Gambar

Tabel 2.2. Produksi Sitokin oleh Klon Limfosit T pada DA.
Tabel 2.3. Diferensial Diagnosis Dermatitis Atopik
Tabel 3.1.  Definisi Operasional
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin
+4

Referensi

Dokumen terkait

Orang- orang bebas adalah mereka yang dalam membuat keputusan, tidak memikirkan kepentingan diri sendiri, tetapi dibimbing oleh suatu inspirasi yang mendalam dari Roh

Kejadian MJO November 2009 di wilayah Jawa bagian Barat memberikan dampak terhadap variasi harian LLM, dimana anomali hariannya meningkat seiring dengan menurunnya

dan lingkup artikel e-journal pada dasarnya sama dengan isi tulisan tugas akhir, yang disajikan dalam bentuk artikel (bul&lt;an laporan

39.. Kurva transmisi vs tebal bahan serap dari pengukuran ini dibandingkan dengan kurva dari Davisson dan Evans*) ( gambar 4 ) ternyota bahwa kesamaannya cukup baik. Hanya pada

PT MITRA: UAD YOGYAKARTA, UPY YOGYAKARTA Sekretariat Pelaksana :.. WARSUTI NOOR AZIZAH P Guru Kelas PAUD/TK TK Masyitoh 25 Skj.. Tirtomartani, Kalasan, Sleman, D'1. Yoygakarta.

Kolagen pada tulang ikan nila merah dapat dihidrolisis setelah demineralisasi dalam asam menjadi ossein, dengan waktu ekstraksi gelatin dalam air yang optimal adalah 5

&amp;al &amp;al ini ini bis bisa a ber berart arti i mem memberi beri lapisan 'a( )lilin* atau lapisan poliuretan pada mobil, memberi lapisan cat pada benda lapisan 'a(

Penelitian pada kluster ini bagi bidang fokus SHSBP harus mengacu ke dalam renstra perguruan tinggi terkait agenda-agenda prioritas dengan keluaran hasil