PENGARUH JUMLAH KANTOR LAYANAN SYARIAH
TERHADAP PENGHIMPUNAN DANA PIHAK KETIGA
PADA BNI SYARIAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh :
ZIDNI ROBBY RODLIYYA
NIM : 104046101701
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAH (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH JUMLAH KANTOR LAYANAN SYARIAH
TERHADAP PENGHIMPUNAN DANA PIHAK KETIGA
PADA BNI SYARIAH
SKRIPSIDiajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh :
ZIDNI ROBBY RODLIYYA
NIM: 104046101701
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Hasanuddin M.Ag. Dwi Nuraini Ihsan S.E., M.M.
NIP. 150 268 590
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAH (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya nyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 4 Agustus 2008
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT tak henti-hentinya terucapkan atas rahmat
dan hidayah serta tuntunan-Nya kepada penulis, sehingga hamba yang dhoif ini mampu menyelesaikan karya sederhana ini dengan sebaik-baiknya. Sholawat dan
salam tidak lupa kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga Allah
menempatkannya pada tempat setinggi-tingginya.
Melalui segenap usaha, doa dan penantian yang panjang, akhirnya selesailah
sudah karya sederhana ini. Penulis yakin bahwasanya karya ini tidak akan pernah
selesai jikalau tiada bantuan dari pihak lain, sebab menyadari begitu banyak
kekurangan pada diri penulis. Oleh karena itu, pada lembaran paling awal ini, penulis
ingin mengungkapkan rasa terimakasih kepada pihak-pihak yang atas kontribusinya,
mampu memberikan suntikan energi positif dalam penggarapan skripsi ini. Kami
ucapkan terimakasih kepada:
1. Ayahanda M. Zainal Muttaqin dan Ibunda Intan Badriyah atas doa dan upaya,
kasih dan sayang, pengorbanan dan air mata, yang tiada dapat dituturkan oleh
kata-kata, moga Allah memberikan balasan yang berlipat ganda dan
menempatkan engkau berdua di syurga-Nya yang paling tinggi.
2. Bapak Prof. DR. H. M. Amin Suma, S.H., M.A., M.M., selaku Dekan Fakultas
3. Ibu Euis Amalia, M. Ag. dan Bapak Ah. Azharudin Lathif, M. Ag. selaku Ketua
Jurusan dan Sekretaris Jurusan Program Studi Muamalah Ekonomi Islam Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Drs. Hasanuddin M.Ag., dan Ibu Dwi Nuraini Ihsan S.E., M.M., selaku
dosen pembimbing atas segenap waktu dan kesabarannya dalam membimbing
penulis.
5. Segenap pimpinan dan staf Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah atas pelayanannya dalam melengkapi literatur penelitian.
6. Segenap pimpinan dan staf perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, khususnya
mas Farhan atas kemudahan yang penulis rasakan selama pengumpulan literatur.
7. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah atas ilmu yang diberikan kepada penulis, semoga ilmu ini dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya.
8. Ibu Istianti selaku Kepala Bagian SDM BNI 46.
9. Jajaran staf Divisi Usaha Syariah BNI 46, khususnya Bapak Nurcahyo Artianto
(Pak Anto) yang telah meluangkan waktu untuk menyediakan data kepada penulis
diantara kesibukannya yang padat.
10. Keluarga besar Abi T.B. Bahauddin Sy dan Umi Djunawiyah serta (alm) Aba
Mursyid Ishak dan andung Siti Anshoriah atas dukungan moril dan materil
kepada penulis.
11. Bapak Agustianto atas masukannya pada awal proses pembuatan skripsi, yang
12. Ibu Siti Najma atas saran dan masukannya di akhir proses pembuatan skripsi ini.
13. Kawan-kawan “bocah rusuh” Perbankan Syariah D (PS D) 2004 Audi, Uda,
Jihad, Hakim, Slamet, Gilang, Dahnil, Ucup, Iweng, Atep, Didi, Amin, Sule,
Nunu, Neng, Ita, Phita, Desi, Semy, Iza, Eva, Ila, Syarah, Isah, Yanah, dan
Kawan-kawan IKAPDA. Terimakasih atas dukungannya, semoga perjuangan kita
selalu dibawah naungan-Nya
14. Buat Aning, Wina, Septa, Krishna terimakasih atas bantuan semangat, buku,
literatur, dan konsultasinya. Mudah-mudahan Allah mempermudah segala urusan
kalian.
15. Buat “My Brother” seperjuangan, Indra Azhar Ahmad, sesama makhluk SMAN
68 Jakarta yang terdampar di Kampus Peradaban ini. Terima kasih atas masukan,
kritik, waktu, humor-humor nan segar dan buku-buku referensinya.
Mudah-mudahan persahabatan kita tetap abadi, dan mudah-Mudah-mudahan dipermudah Allah
dalam menempuh pendidikan di UIN Jakarta.
Ciputat, 4 Agustus 2008
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GRAFIK ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
D. Review Studi Terdahulu ... 6
E. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 10
B. Jenis Data ... 10
C. Teknik Pengumpulan Data ... 11
D. Hipotesa ... 12
E. Teknik Analisa Data ... 12
BAB III KERANGKA TEORITIS
A. Layanan Syariah
1. Pengertian ... 22
2. Landasan Hukum ... 23
3. Tujuan Layanan Syariah.. ... 25
4. Mekanisme Pelaksanaan Layanan Syariah .. ... 27
5. Hambatan Pelaksanaan Layanan Syariah ... 28
B. Sumber Dana Bank Syariah 1. Dana Pihak Pertama ... 33
2. Dana Pihak Kedua ... 35
3. Dana Pihak Ketiga ... 36
C. Instrumen Pengumpulan Dana Pihak Ketiga Bank Syariah 1. Giro ... 39
2. Tabungan ... 41
3. Deposito ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum BNI Syariah ... 50
B. Gambaran Umum Data ... 56
C. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas ... 59
D. Uji Hipotesis
1. Korelasi ... 64
2. Koefisien Determinasi ... 66
3. Regresi ... 69
4. Uji Signifikansi (Uji F) ... 75
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 77
B. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 79
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel Interpretasi r-product moment ... 18
Tabel 3.1 Struktur Aktiva Dan Pasiva Bank ... 32
Tabel 3.2 Perbedaan Tabungan Mudharabah dengan Tabungan Wadiah ... 44
Tabel 4.1 Data Bulanan Jumlah Kantor Office Channeling ... 57
Tabel 4.2 Data Bulanan Jumlah DPK Kantor Office Channeling ... 58
Tabel 4.3 Uji Normalitas Variabel Jumlah Kantor Office Channeling ... 60
Tabel 4.4 Uji Normalitas Variabel DPK Kantor Office Channeling ... 61
Tabel 4.5 Tabel Linearitas ... 63
Tabel 4.6 Tabel Korelasi r-product moment ... 64
Tabel 4.7 Tabel Korelasi dan Koefisien Determinasi ... 66
Tabel 4.8 Tabel Regresi ... 70
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Grafik Sebaran Data Jumlah Kantor Office Channeling ... 61
Grafik 4.2 Grafik Sebaran Data DPK Kantor Office Channeling ... 62
Grafik 4.3 Grafik Linearitas ... 63
Grafik 4.4 Histogram Regression Standardized Residual ... 70
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tahun 2008 tampaknya merupakan tahun yang berat bagi para pelaku
perbankan syariah. Ini disebabkan waktu pencapaian target pangsa pasar
perbankan syariah sebesar 5 % akan berakhir kurang dari satu tahun lagi.
Melalui cetak biru pengembangan perbankan syariah, Bank Indonesia telah
merencanakan dan menetapkan serangkaian tahapan dan strategi yang
sistematis dan terencana yang akan dilaksanakan hingga tahun 2015 nanti.
Mengenai pangsa pasar, Bank Indonesia menetapkan harus berada pada
kisaran 5% di akhir tahun 20081. Entah apa yang dijadikan pertimbangan BI
kala menetapkan target tersebut, yang jelas berhasil atau tidaknya pencapaian
target tersebut bisa dijadikan tolok ukur nasib perbankan syariah di masa yang
akan datang. Selain itu, ini merupakan pertaruhan kredibilitas pelaku
perbankan syariah dalam mengawal kemajuan ekonomi Islam di tanah air.
Sebagai informasi pangsa pasar bank syariah pada 2006, ketika layanan
syariah baru saja diperbolehkan, adalah 1,6%. Sedangkan pada Maret 2008,
1
ketika tulisan ini dibuat, sebesar 1,93% dari pangsa pasar perbankan
nasional.2
Di tahun 2008, pelaku perbankan syariah dipaksa bekerja ekstra keras
dan berpikir ekstra cerdas jika betul-betul masih menginginkan target tersebut
tercapai tepat pada waktunya. Bekerja ekstra keras dengan meningkatkan
profesionalisme dan fokus pekerjaan pada bagaimana meningkatkan pangsa
pasar mereka. Bekerja keras membangun citra yang baik agar masyarakat
menaruh kepercayaan dan menitipkan uangnya di bank syariah. Berpikir
ekstra cerdas dengan merancang strategi baru dan mengevaluasi strategi lama.
Proses pengambilan keputusan perlu dilakukan dengan cepat, tentunya tanpa
mengabaikan kualitas kebijakan strategis itu sendiri. Strategi yang kurang
efektif secepatnya harus dibuang, sedangkan strategi yang efektif harus terus
disempurnakan lagi.
Dalam rangka memenuhi target yang telah dibuat, Bank Indonesia
mengeluarkan beberapa strategi. Salah satunya adalah strategi layanan syariah
yang dipercaya paling efektif dalam mengatrol aset perbankan syariah.
Penerapan praktek layanan syariah pada perbankan syariah diharapkan
memberikan suntikan tenaga baru untuk membangun optimisme pelaku
ekonomi syariah dalam mengejar target pertumbuhan pangsa pasar perbankan
2
syariah sebesar 5 % di akhir 2008.3 Layanan syariah dipercaya sebagai solusi
cerdas untuk meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah karena selain
menghemat dana, layanan syariah juga memanfaatkan jaringan bank induknya
yang sudah cukup luas, sehingga ruang kerja perbankan syariah juga semakin
meluas.
Menurut Ramzi A. Zuhdi, Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI,
selama 6 bulan sejak Mei 2006 telah muncul sebanyak 668 layanan syariah
yang telah berhasil menghimpun dana pihak ketiga sebanyak Rp 423 miliar.
Dengan adanya layanan syariah, pertumbuhan bank syariah tumbuh 84% pada
2007, setelah 3 tahun sebelumnya DPK perbankan syariah hanya tumbuh
59,6% saja.4
Permasalahannya, waktu yang tersisa dalam pencapaian target 5 %
pangsa pasar sudah sangat sempit. Hingga awal tahun 2008 saja, pangsa pasar
perbankan syariah baru berkisar 1,76% dari total bank di Indonesia5. Berarti
ada sekitar 3,24 % lagi yang harus digarap dalam waktu kurang dari satu
tahun. Oleh karena itu, perlu tindakan yang super cepat dari para pelaku dan
regulator untuk menambah kecepatan akselerasi perbankan syariah jika tetap
ingin target BI tercapai. BI perlu menelurkan kebijakan baru yang secara
signifikan mampu menyulap atmosfer dunia perbankan syariah menjadi
3
Bank Indonesia, Cetak Biru Pengembangan Bank Syariah Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia, 2002), h.17.
4
Wahyu Daniel, “Office channeling Dorong Pertumbuhan Bank Syariah”. Diakses pada 10 Maret 2008 dari www.detik.com
5
kondusif bagi pertumbuhan perbankan syariah yang cepat. Selain itu
bank-bank syariah perlu melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang telah diambil
sebelumnya, apakah berhasil atau tidak, efektif atau tidak. Hasil evaluasi ini
dapat dijadikan bahan pertimbangan Bank Indonesia untuk menetapkan
kebijakan akselerasi selanjutnya.
BNI merupakan salah satu bank terbesar di Indonesia. BNI memiliki
jaringan yang luas di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, BNI juga
memiliki unit usaha syariah. Dengan jaringan yang luas, tentunya peluang
pembukaan kantor layanan syariah bagi unit usaha syariahnya terbuka lebar.
Hingga awal 2008, BNI telah memiliki 24 kantor cabang syariah, 30 kantor
cabang pembantu syariah dan 636 kantor layanan syariah.6 Dengan jumlah
kantor yang cukup besar, kiranya BNI cukup representatif dan layak untuk
dijadikan objek penelitian.
Layanan syariah telah beberapa tahun dijalankan dan tengat waktu
pencapaian targetnya makin menyempit, oleh karenanya strategi ini perlu
dievaluasi sejauh mana kontribusinya dalam pencapaian target BI, khususnya
dalam hal seberapa besar jumlah pengumpulan dana pihak ketiga yang
berhasil dikumpulkan. Masalah yang penulis ingin jawab adalah seberapa
jauh pengaruh jumlah kantor layanan syariah ini terhadap pengumpulan dana
pihak ketiga dalam rangka mensukseskan target Bank Indonesia. Apabila
6
permasalahan ini terjawab, maka dapat disimpulkan apakah layanan syariah
berhasil ataukah tidak. Dari hasil tersebut, pihak regulator dapat
mempertimbangkan penerapan strategi ini, apakah layak diteruskan ataukah
harus segera dicarikan solusi strategi lain. Karena itulah penulis membuat
penelitian yang berjudul “PENGARUH JUMLAH KANTOR LAYANAN
SYARIAH TERHADAP PENGHIMPUNAN DANA PIHAK KETIGA
PADA BNI SYARIAH”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar pembahasan penelitian ini fokus dan tidak melebar, saya
membatasi pembahasan skripsi ini pada pengaruh jumlah kantor layanan
syariahterhadap penghimpunan dana pihak ketiga BNI Syariah, yaitu berupa
tabungan, giro dan deposito pada periode Mei 2006 sampai dengan Desember
2007 di kantor-kantor layanan syariah itu sendiri. Data yang akan dianalisis
adalah data bulanan.
Adapun perumusan masalah skripsi ini dapat saya simpulkan, yaitu:
Bagaimanakah pengaruh jumlah kantor layanan syariah tersebut terhadap
penghimpunan dana pihak ketiga pada periode Mei 2006 sampai dengan
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan pembatasan masalah di atas, Penelitian ini bertujuan
untuk: Mengetahui seberapa kuat pengaruh jumlah kantor layanan syariah
terhadap peningkatan dana pihak ketiga pada periode Mei 2006 sampai
dengan April 2008 di BNI Syariah.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Perusahaan
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh praktisi dan pembuat
kebijakan perbankan syariah, terutama di BNI Syariah, sebagai dasar
pengambilan keputusan yang menyangkut usaha menumbuhkan
perbankan syariah di Indonesia.
2. Akademisi
Hasil penelitian ini dapat menjadi rangsangan kepada peneliti lain
dalam pembahasan dan pengembangan teori layanan syariah. Selain itu
juga diharapkan bermanfaat dalam memberikan studi pendahuluan dan
kerangka konsep penelitian awal bagi siapa saja yang ingin memperdalam
penelitian mengenai layanan syariah maupun mengenai penghimpunan
dana pihak ketiga di perbankan syariah di Indonesia.
D. Review Studi Terdahulu
Dari penelusuran yang dilakukan oleh penulis, penelitian mengenai
syariah yang masih seumur jagung. Sedangkan penelitian mengenai dana
pihak ketiga relatif banyak. Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan
dengan penelitian penulis antara lain:
Munawir Sazali (2007) menulis skripsi berjudul “Hubungan Latar
Belakang Status Sosial Ekonomi Nasabah dengan Apresiasi Terhadap Office Channeling (Studi Kasus Bank Permata Cabang Arteri Pondok Indah). Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat hubungan negatif antara tingkat
sosial nasabahnya terhadap apresiasi terhadap layanan syariah. Semakin tinggi
status sosial, semakin rendah apresiasinya.
Surya Wijaya (2007) membahas “Pengaruh Suku Bunga SBI Terhadap
Nisbah Bagi Hasil Deposito dan Implikasinya Terhadap Dana Pihak Ketiga
(Studi kasus Bank DKI Syariah)”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
suku bunga SBI tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nisbah
bagi hasil deposito. Selain itu, tidak terdapat hubungan antara nisbah bagi
hasil deposito dengan dana pihak ketiga.
Zainatussirti (2007) menulis “Respon Nasabah Pengguna Layanan
syariah BNI Syariah (Studi Kasus BNI Syariah KCU Melawai Raya). Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa hampir semua aspek yang mempengaruhi
respon nasabah akan kualitas layanan syariah BNI Syariah di KCU Melawau
Raya telah terpenuhi. Sedangkan aspek yang masih dirasa kurang adalah
tingkat kepercayaan nasabah pada sumber daya manusia BNI konvensional
Dua penelitian awal memiliki kesamaan metode dengan penelitian
yang akan penulis lakukan, yaitu menggunakan alat analisa regresi untuk
mengetahui pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya. Penelitian
Munawir Syadzali dan Zainatussirti membantu penulis dalam membangun
kerangka konsep.
Adapun penelitian yang hampir serupa ditulis oleh Suryanitaningrum
(2007) dengan judul “ Pengaruh pelaksanaan Layanan Syariah (Office Channeling) Terhadap Dana Pihak Ketiga di Bank Permata Syariah”.
Jika melihat judulnya, sekilas penelitian yang akan penulis lakukan
serupa dengan penelitian Suryanitaningrum, walaupun berbeda tempat
penelitiannya. Akan tetapi setelah penulis pelajari, ada perbedaan yang
signifikan antara keduanya. Suryanitaningrum menyajikan data pertumbuhan
DPK secara keseluruhan, bukan khusus yang berasal dari kantor layanan
syariah, sehingga tidak diketahui dengan pasti seberapa besar pengaruhnya
dalam peningkatan DPK yang diperoleh pada suatu periode tertentu. Hal ini
dikarenakan kenaikan DPK secara keseluruhan tidak hanya disebabkan oleh
adanya layanan syariah, tetapi bisa jadi disebabkan oleh faktor-faktor lain
seperti strategi pemasaran, kualitas pelayanan, dan lain sebagainya..
Penelitian yang akan penulis lakukan menyajikan data pertumbuhan
DPK yang hanya berasal dari kantor-kantor layanan syariah, sehingga
pengaruh layanan syariah terhadap DPK dapat diketahui dengan lebih terukur.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Skripsi ini mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum tahun 1428 H/2007 M. Skripsi
ini terdiri dari 5 (lima) bab. Adapun pembagian bab adalah sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, berisi latar belakang , pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu dan sistematika penulisan.
BAB II : Kerangka Teoritis berisi pengertian layanan syariah, landasan
hukumnya, tujuan, dan mekanisme pelaksanaannya di BNI
Syariah, pengertian sumber dana bank, dana pihak pertama, dana
pihak kedua, dana pihak ketiga, giro, tabungan dan deposito.
BAB III : Metode Penelitian, berisi jenis penelitian, pendekatan penelitian,
teknik pengumpulan data, jenis data, teknik analisa data,
hipotesa, verifikasi variabel dan sebagainya.
BAB IV : Gambaran umum BNI Syariah, Gambaran Umum Data dan
Hasil Penelitian, berisi pengujian asumsi klasik berupa uji
normalitas dan uji normalitas, pengujian hipotesa dengan uji
korelasi, regresi, koefisien determinasi dan uji signifikansi.
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini diaplikasikan model penelitian empiris. Dilihat dari sudut
pandang sifat yang dihimpunnya, penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan analisa statistik.
B. Jenis Data
Berdasarkan sifatnya, data yang dipergunakan adalah data kualitatif
dan kuantitatif rasio. Data kualitatif merupakan data yang dinyatakan bukan
dalam bentuk angka, yaitu data wawancara mengenai hambatan pelaksanaan
layanan syariah.7 Data kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka, yaitu data jumlah kantor layanan syariah.8
Berdasarkan sumber datanya, data yang dipergunakan adalah data
internal, yaitu data yang menggambarkan keadaan dalam suatu organisasi,
misalnya suatu perusahaan, departemen, negara. Data penelitian ini berasal
dari internal BNI Syariah.9
7
Hartono, Statistik Untuk Penelitian, (Yogyakarta: LSFK2P, 2008), h. 3.
8
Ibid., h. 4.
9
Berdasarkan waktu pengumpulannya, data yang digunakan adalah data
deret waktu (time series), yaitu data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu untuk menggambarkan perkembangan dan pertumbuhan.10 Data ini berupa
data jaringan kantor layanan syariah BNI Syariah periode Mei 2006 hingga
periode Desember 2007, data jumlah dana pihak ketiga yang berasal dari
layanan syariah periode Mei 2006 hingga periode Desember 2007, dan
sebagainya.
Penulis menggunakan dua jenis data yaitu:
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dengan
Bapak Nurcahyo Artianto, staff BNI Syariah Pusat.
2. Data sekunder, yaitu data yang dikeluarkan oleh BNI Syariah, Bank
Indonesia, serta literatur-literatur kepustakaan seperti, buku,
dokumen-dokumen, surat kabar, internet, dan kepustakaan lain yang yang
berkaitan dan yang ada relevansinya dengan skripsi ini.
C. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Studi Dokumentasi
Mengumpulkan data tertulis atau dokumen BNI Syariah mengenai
layanan syariah, baik langsung dari pihak BNI Syariah ataupun melalui
situs www.bi.go.id.
10
2. Wawancara.
Pengumpulan data dengan bertanya langsung kepada narasumber
mengenai hal-hal yang dianggap perlu untuk menunjang data penelitian
ini. Wawancara dilakukan terhadap Bapak Nurcahyo Artianto, staff BNI
Syariah yang menangani layanan syariah.
D. Hipotesis
Hipotesis yang akan dijawab oleh penelitian ini adalah:
H0 = terdapat pengaruh layanan syariah terhadap penghimpunan dana pihak
ketiga pada BNI Syariah
Ha = tidak terdapat pengaruh layanan syariah terhadap penghimpunan dana
pihak ketiga pada BNI Syariah
E. Teknik Analisa Data
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel bebas dan variabel terikat, mempunyai distirbusi
normal atau tidak. Regresi yang baik adalah regresi yang datanya
berdistribusi normal atau mendekati normal.
Untuk menguji normalitas suatu variabel dilakukan dengan berbagai
normalitas sebuah data. Uji ini mengukur apakah data dari sampel yang
dipilih berasal dari suatu sumber teoritis. Uji ini membandingkan antara
frekuensi kumulatif sebaran data hasil pengamatan dengan frekuensi
kumulatif sebaran data hipotesis.11
Selain menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dapat pula dilakukan analisis grafik. Analisis grafik adalah melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif data sesungguhnya dengan data normal. Hanya saja, analisis grafik tidak
dapat dijadikakan satu-satunya dasar dalam penetapan kenormalan
sebuah data. Analisis grafik hanyalah mendukung dan menguatkan
pengujian Kolmogorov-Smirnov. Uji Kolmogorov-Smirnov dan grafik dibuat dengan bantuan program SPSS 15.
Pengambilan keputusan didasarkan pada12:
P > 0,05 = data berdistribusi normal
P < 0,05 = data tidak berdistribusi normal
P = angka probabilitas (Asymp.sig)
b. Uji Linearitas
Analisa regresi dapat menghasilkan sebuah analisa yang baik dan
berkualitas bila antara variabel bebas dan terikat terjadi hubungan yang
11
Widayat, Riset Bisnis (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2002), h.155.
12
linear. Pada penelitian ini, uji linearitas dilakukan dengan analysis of varian
(ANOVA) dengan bantuan program SPSS 15.
Selain itu bisa juga dilakukan dengan memperhatikan grafik. Apabila
pada grafik, pola garis observed terlihat mengikuti arah garis linear, maka
dapat dikatakan terjadi hubungan linear antara variabel bebas dan terikat.
Dan sebaliknya. Pembuatan grafik ini dilakukan pula dengan bantuan
program SPSS 15.
2. Uji Hipotesis
a. Regresi sederhana
Regresi sederhana digunakan untuk mengetahui sejauh mana
suatu variabel berpengaruh terhadap variabel yang lainnya. Selain itu,
Analisis regresi digunakan bila kita ingin mengetahui bagaimana
variabel dependen (criteria) dapat diprediksi melalui variabel independen (predictor) secara individual. Dampak dari penggunaan regresi dapat digunakan untuk memutuskan apakah naik dan turunnya
variabel dependen dapat dilakukan melalui menaikkan dan
menurunkan keadaan variabel independent, atau untuk meningkatkan
keadaan variabel dependen dapat dilakukan dengan meningkatkan
variabel independen dan sebaliknya.13
13
Selain mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau
lebih, regresi juga menentukan arah hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat. Variabel dependen diasumsikan random atau
stokastik yang berarti mempunyai distribusi probabilistik. Variabel independen diasumsikan memiliki nilai tetap.
Rumus regresi adalah:
Y = a + bx
Y : Dana Pihak Ketiga Kantor Layanan syariah (dependen)
x : Jumlah Kantor Layanan syariah (independen)
a : konstanta (harga Y jika x = 0)
b : koefisien regresi
Adapun untuk memperoleh nilai a dan b, kita dapat
menggunakan rumus di bawah ini:
a
y : Dana Pihak Ketiga Kantor Layanan syariah (dependen)
x : Jumlah Kantor Layanan syariah (independen)
Setelah diperoleh nilai a (konstanta) dan b (koefisien regresi),
kita lakukan pengujian, apakah nilai tersebut signifikan atau tidak.
Dilakukan pengujian sebagai berikut14:
1) Menguji signifiknasi konstanta (a) pada model regresi :
Berikut adalah hipotesis yang diajukan :
H0 : a = 0 (konstanta a tidak signifikan)
H1 : a 0 (konstanta a signifikan)
Pengambilan keputusan didasarkan atas dua metode:
a) Berdasarkan perbandingan nilai thitung dengan ttabel di mana
µ1=µ2
Jika |thitung| > ttabel, maka H0 ditolak
Jika |thitung| < ttabel, maka H0 diterima
Untuk mengukur T-tabel digunakan ketentuan n-2 pada Level Of Significance sebesar 5 % atau 0,05 atau taraf keyakinan 95 % atau 0,95.
b) Berdasarkan nilai probabilitas dengan = 0,05 :
Jika probabilitas > 0,05 , maka H0 diterima
Jika probabilitas < 0,05 , maka H0 ditolak
14
Singgih Santoso, SPSS Versi 10 Mengolah Data Statistik Secara Profesional,
2) Menguji signifiknasi koefisien b (jumlah kantor layanan syariah)
pada model regresi.
Berikut adalah hipotesis yang diajukan :
H0 : a = 0 (koefisien b tidak signifikan)
H1 : a 0 {koefisien b signifikan)
a) Berdasarkan perbandingan nilai thitung dengan ttabel di mana
µ1=µ2
Jika |thitung| > ttabel, maka H0 ditolak
Jika |thitung| < ttabel, maka H0 diterima
Untuk mengukur T-tabel digunakan ketentuan n-2 pada Level Of Significance sebesar 5 % atau 0,05 atau taraf keyakinan 95 % atau 0,95.
b) Berdasarkan nilai probabilitas dengan = 0,05 :
Jika probabilitas > 0,05 , maka H0 diterima
Jika probabilitas < 0,05 , maka H0 ditolak
b. Korelasi
Digunakan untuk mengetahui hubungan dan membuktikan
hipotesis hubungan dua variabel bila data kedua variabel berbentuk
interval atau rasio, dan sumber data dari dua variabel adalah sama.15
15
Untuk menghitung korelasi, rumus yang digunakan adalah r-product
Untuk mengetahui tingkat kekuatan hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat, dipergunakan tabel interpretasi r-product moment.
Tabel 2.1 Tabel Interpretasi r-product moment16
Interval koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Atau dengan kata lain, koefisien determinasi diperlukan untuk
16
menentukan sejauh mana pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat.
Rumusnya:
Koefisien determinasi = r 2
Ket : r = rxy (r-product moment)
Nilai koefisien determinasi adalah 0 sampai 1 (0 < R < 1).
Nilai yang mendekati 0 berarti kemampuan variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen semakin terbatas. Sedangkan
nilai yang mendekati 1 menunjukkan variabel independen memberikan
semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel
dependen.
d. Uji Signifikansi (Uji F)
Uji signifikan adalah sebuah uji untuk mengetahui nyata dan
tidak nyata atau yakin dan tidak meyakinkan nilai hubungan antara
dua variabel atau lebih. Kegunaan uji signifikan adalah untuk
mengeneralisasi populasi, artinya apa yang terjadi pada sampel dapat
diberlakukan kepada populasi. Apabila pada sampel terdapat
hubungan positif, maka setelah dilakukan uji signifikan ternyata
terdapat hubungan yang positif pula, maka hubungan positif berlaku
pula pada populasi. Akan tetapi bila pada sampel ada hubungan positif
atau negatif, setelah dilakukan uji signifikan ternyata tidak ada
terdapat pada sampel tidak signifikan. Artinya hubungan positif atau
negatif yang terjadi pada sampel tidak dapat diberlakukan pada
populasi.17
Uji signifikan yang dilakukan adalah F- test, dengan rumus18:
F reg = R2 ( n – m – 1) m (1 – R2 ) Keterangan:
n = jumlah sampel
m = jumlah prediktor
R = koefisien korelasi product moment
F. Definisi Operasional Variabel
Agar tidak terjadi kesalahan penafsiran mengenai variabel-variabel
yang diteliti, maka verifikasi variabelnya adalah sebagai berikut:
X = Jumlah kantor layanan syariah
Y = Jumlah dana pihak ketiga kantor layanan syariah
1. Kantor Layanan Syariah
17
Ibid, h.102
18
Yang dimaksud dengan kantor layanan syariah adalah kantor
cabang bank konvensional yang didalamnya diberikan layanan produk
perbankan syariah untuk dan atas nama kantor cabang syariah.
2. Dana Pihak Ketiga Kantor Layanan Syariah
Yang dimaksud dengan jumlah dana pihak ketiga kantor
layanan syariah adalah seluruh dana yang diperoleh dari giro,
tabungan dan deposito yang dinilai dengan satuan mata uang, yang
BAB III
KERANGKA TEORITIS
A. Layanan Syariah
1. Pengertian
Layanan syariah merupakan terjemahan dari istilah office channeling. office channeling berasal dari dua kata dalam bahasa Inggris yaitu office dan channeling. Office berarti kantor19, sedangkan channeling
berarti menyalurkan atau meneruskan.20 Oleh karena itu office channeling
dapat diartikan sebagai kantor (bank konvensional) yang berfungsi
menyalurkan atau meneruskan layanan syariah kepada masyarakat.
Bank Indonesia mengistilahkan office channeling sebagai “Layanan Syariah”. Layanan Syariah didefinisikan sebagai “kegiatan penghimpunan
dana yang dilakukan di kantor cabang dan atau di kantor di bawah kantor
cabang untuk dan atas nama kantor cabang syariah pada bank yang
sama”.21
19
Rayner Harjono,Kamus Populer Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002) h. 267.
20
Ibid., h. 64.
21
Sedangkan dalam PBI No.9/7/PBI/2007, Layanan Syariah
didefinisikan sebagai “kegiatan penghimpunan dana, pembiayaan dan
pemberian jasa perbankan lainnya berdasarkan prinsip syariah yang
dilakukan di kantor cabang dan atau di kantor cabang pembantu, untuk dan
atas nama kantor cabang syariah pada bank yang sama”.22
Layanan syariah merupakan istilah yang dipergunakan Bank
Indonesia untuk menggambarkan penggunaan kantor bank umum
konvensional dalam melayani transaksi-transaksi dengan skim syariah,
dengan syarat bank bersangkutan telah memiliki Unit Usaha Syariah. Atau
dengan kata lain, bank yang memiliki Unit Usaha Syariah dapat
memanfaatkan kantor bank konvensional induknya untuk melakukan
transaksi dengan skim syariah.23
Layanan syariah adalah mekanisme kerjasama kegiatan
penghimpunan dana antara kantor cabang syariah dengan kantor bank
konvensional yang sama dalam kegiatan pengumpulan dana dalam bentuk
giro, tabungan dan atau deposito.24
2. Landasan Hukum
22
Peraturan Bank Indonesia no.9/7/PBI/2007 tentang perubahan atas PBI No.8/3/PBI/2006 pasal 1 angka 20.
23
Sunarsip, “Office Chanelling Bagi Bank Syariah” diakeses pada 10 Maret 2008 dari
www.republika.co.id/koran_detail.asp
24
Dasar hukum penerapan layanan syariah di Indonesia diatur oleh
Bank Indonesia selaku bank sentral melalui Peraturan Bank Indonesia
(PBI). PBI No.8/3/PBI/2006 merupakan payung hukum pertama bagi bank
syariah untuk melaksanakan layanan syariah. Melalui peraturan ini,
bank-bank syariah yang masih berstatus Unit Usaha Syariah, dapat membuka
layanan yang menyediakan produk simpanan syariah di kantor cabang atau
kantor di bawah kantor cabang bank konvensionalnya. Hanya saja produk
yang dapat dialayani masih terbatas, yaitu sebatas produk pengimpunan
dana berupa giro, tabungan dan deposito.
Setahun kemudian, PBI No. 8/3/PBI/2006 direvisi oleh PBI No.
9/7/PBI/2007. Pada PBI yang baru ini, pada pasal 1 ayat 20, ruang lingkup
kerja layanan syariah diperluas. Jika sebelumnya hanya dapat melayani
penghimpunan dana berupa giro, tabungan dan deposito, dengan adanya
revisi tersebut layanan syariah dapat pula melakukan pembiayaan.
Kebijakan ini dikeluarkan dalam rangka akselerasi perbankan syariah yang
dirancang Bank Indonesia, dimana pada tahun 2008 pangsa pasar
ditargetkan berada pada kisaran 5% dari total perbankan nasional.
Hanya saja transaksi pembiayaan melalui kantor layanan syariah
belum dijalankan oleh bank syariah karena kendala teknis. Transaksi
pembiayaan. Bank syariah akan mengalami inefisiensi jika menempatkan
seorang analis kredit pada tiap kantor layanan syariah.25
3. Tujuan Layanan Syariah
Ada beberapa tujuan dari layanan syariah, antara lain26:
a. Meningkatkan Akses Masyarakat Kepada Produk Perbankan Syariah
Selama ini yang menjadi salah satu sebab kurang optimalnya
pertumbuhan bank syariah adalah sulitnya akses masyarakat terhadap
bank syariah, sebab kantornya masih terbatas dan belum menjangkau
kota-kota kecil dan pedesaan. Dengan adanya layanan syariah,
masyarakat lebih mudah mengakses bank syariah, sehingga menarik
nasabah baru untuk menempatkan dananya di bank syariah.27 Unit-unit
Syariah yang bank induknya memiliki jaringan yang luas, misalnya BNI
46 dan BRI, sangat terbantu dengan adanya kebijakan ini. Produk
syariah mereka dapat diakses masyarakat yang berada dalam area kerja
bank induknya.
25
Nurcahyo Artianto, Staff BNI Syariah, Wawancara pribadi, Jakarta, 24 Juni 2008.
26
Munawir Sazali , “Hubungan Latar Belakang Status Sosial Ekonomi Nasabah dengan Apresiasi Terhadap Office Channeling (Studi Kasus Bank Permata Cabang Arteri Pondok Indah), Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, (Ciputat: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2007), h.31 , t.d.
27
b. Memperbesar Pangsa Pasar Perbankan Syariah
Mudahnya akses masyarakat kepada bank syariah diharapkan
berkorelasi positif dengan penghimpunan dana pihak ketiga BNI
Syariah. DPK diharapkan tumbuh secara signifikan setelah kebijakan
ini diberlakukan. Pertumbuhan DPK yang positif menjadikan pangsa
pasar perbankan syariah ikut terkatrol naik. Target jangka pendek yang
ingin dicapai adalah 5% pangsa pasar perbankan nasional pada akhir
tahun 2008.28
c. Menekan Biaya Ekspansi Jaringan Kantor Bank Syariah
Dengan adanya layanan syariah, bank syariah dapat mengurangi
biaya ekspansi jaringan kantornya, sebab tidak perlu membuat sebuah
kantor baru untuk melebarkan sayapnya ke suatu daerah tertentu. Bank
syariah cukup memberikan pelatihan kepada beberapa pegawai di
kantor cabang konvensional untuk melayani transaksi syariah di kantor
layanan syariah.29
Berdasarkan buku petunjuk pelaksanaan pembukaan kantor
bank syariah disebutkan bahwa bagi bank konvensional yang ingin
membuka kantor cabang syariah harus menyediakan modal minimum
sebesar Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah) untuk setiap kantor
cabang yang didirikan. Dengan adanya layanan syariah dapat kita
28
Bank Indonesia, Cetak Biru Pengembangan Bank Syariah Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia, 2002), h. 17.
29
bayangkan berapa dana yang dapat dihemat dibandingkan membuat
kantor cabang baru30.
4. Mekanisme Pelaksanaan Layanan Syariah
BNI Syariah merupakan salah satu bank syariah yang telah
menerapkan layanan syariah dalam rangka meningkatkan dana pihak
ketiganya. Kantor layanan syariah BNI Syariah pertama kali dibuka pada
bulan Mei 2006 di 29 kantor cabang atau cabang pembantu BNI 46. Hingga
akhir 2007, kantor layanan syariah sudah terdapat sebanyak 142 buah
dengan DPK yang diperoleh kurang lebih Rp 282 Milyar.31
Berikut ini adalah beberapa ketentuan yang berhubungan dengan
mekanisme pelaksanaan pembukaan kantor layanan syariah berdasarkan
PBI No.9 Pasal 38, yaitu32:
a. Rencana layanan syariah wajib dicantumkan dalam rencana bisnis bank yang telah mendapatkan penegasan dari Bank Indonesia.
b. Layanan syariah dapat dibuka :
1) Di satu wilayah yang sama dengan kantor cabang syariah induknya, dalam satu wilayah kerja kantor Bank Indonesia, atau dalam satu wilayah propinsi.
2) Dengan menggunakan pola kerjasama antara kantor cabang syariah induknya dengan kantor cabang dan atau kantor cabang pembantu.
30
Bank Indonesia, Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah, (Jakarta, Bank Indonesia, 1999), h. 15.
31
Laporan Bulanan office channeling BNI Syariah tahun 2006 dan 2007.
32
3) Dengan menggunakan sumber daya manusia bank yang telah memiliki pengetahuan mengenai produk dan operasional bank syariah.
4) Dengan didukung oleh kesiapan teknologi sistem informasi yang memadai, dan
5) Dengan didukung oleh sistem pengendalian yang mamadai dari kantor cabang syariah yang menjadi induknya.
c. Layanan syariah wajib:
1) Dicatat dan dibukukan secara terpisah dari kantor cabang dan atau kantor cabang pembantu dimana layanan syariah berlokasi,
2) Menggunakan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi perbankan syariah,
3) Laporan keuangan layanan syariah wajib digabungkan dengan laporan keuangan kantor cabang syariah induknya pada hari yang sama,
4) Kantor cabang atau kantor cabang pembantu bank yang menjadi lokasi layanan syariah, wajib mencantumkan logo industri perbankan syariah dan atau kata-kata layanan syariah di tempat yang mudah dilihat dan dibaca dengan jelas oleh masyarakat.
Kemudian dijelaskan pula pada PBI No.9 Pasal 39:33
a. Bank wajib menyampaikan laporan rencana layanan syariah sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 kepada Bank Indonesia paling lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan kegiatan.
b. Pelaksanaan kegiatan layanan syariah sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 wajib dilakukan paling lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal penegasan dari Bank Indonesia.
c. Pelaksanaan layanan syariah wajib dilaporkan oleh bank kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pelaksanaan kegiatan.
5. Hambatan Pelaksanaan Layanan Syariah
33
Walaupun telah dianggap cukup berhasil, penerapan layanan syariah
masih mengahadapi berbagai hambatan, antara lain:
a. Minimnya Anggaran Promosi
Sebagaimana anggaran pengembangan unit usaha syariah yang
minim, maka anggaran promosi program layanan syariah juga sangat
minim. Oleh karena itu, sosialisasi program ini kurang berhasil. Hal
ini tentunya kurang menguntungkan bagi bank syariah yang tengah
berusaha menggenjot asetnya di tahun 2008 ini. Jajaran direksi bank
masih kurang memberikan perhatian terhadap promosi produk-produk
Syariahnya. Hal ini terjadi di hampir semua bank syariah, termasuk
pula BNI Syariah.34
b. Resistensi dari Karyawan Kantor Cabang atau Kantor Cabang
Pembantu konvensional
Sesuai dengan PBI No.9/7/PBI/2007, maka dana yang
diperoleh dari kantor layanan syariah dipisahkan dari dana kantor
cabang atau kantor cabang pembantu dimana layanan syariah
berlokasi. Dana tersebut kemudian digabungkan dengan kantor cabang
syariah induknya. Selain itu, sumber daya yang digunakan untuk
melayani transaksi syariah adalah sumber daya kantor cabang
(konvensional) tersebut, yang telah diberikan pelatihan mengenai
perbankan syariah. Jadi, bisa dikatakan bahwa yang mengumpulkan
34
dana adalah kantor cabang (konvensional), akan tetapi yang menikmati
pertumbuhan DPK adalah kantor cabang syariahnya.35
Hal ini tentunya menimbulkan kecemburuan dan resistensi dari
pihak kantor cabang konvensional, sebab mereka merasa hasil
kerjanya tidak dinikmati oleh mereka sendiri, melainkan dinikmati
oleh kantor cabang syariah. Oleh sebab itu, diperlukan pengaturan
yang adil dan bijaksana mengenai hal ini, sehingga masing-masing
pihak tidak merasa dirugikan dan tidak merugikan pihak lainnya.
Di BNI Syariah masalah ini sempat menjadi kendala dalam
pelaksanaan layanan syariahnya. Akan tetapi, kendala tersebut telah
dipecahkan dengan dengan melakukan pengaturan dan pembagian
yang adil dan bijaksana antara kantor cabang syariah dan kantor
cabang konvensionalnya.36
c. Keraguan Masyarakat Terhadap Kesyariahan Layanan Syariah
Masih ada di antara kaum muslimin yang meragukan
keabsahan layanan syariah yang dijalankan selama ini. Keraguan
mereka didasarkan pada pola kerja layanan syariah, dimana kantor
layanan syariah merupakan bagian dari bank konvensional yang tentu
35
Ibid. 36
saja operasional sehari-harinya tidak sesuai dengan syariah Islam
karena menggunakan bunga.37
Mengenai keraguan ini, K.H. Ma`ruf Amin, Ketua DSN MUI,
mengatakan bahwa kerjasama dalam bentuk layanan syariah tidak
melanggar syariah, sebab ada teknologi yang mampu membuat dana
itu benar-benar terpisah. Dengan adanya teknologi tersebut, dapat
dijamin ketidakbercampuran dana bank syariah dengan bank
konvensionalnya, sehingga kesyariahannya tetap terjaga.38
B. Sumber Dana Bank Syariah
Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam
bentuk tunai, atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai.
Uang tunai yang dimiliki bank tidak hanya berasal dari para pemilik bank itu
sendiri, tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau
pihak lain yang sewaktu-waktu akan ditarik kembali, baik sekaligus ataupun
berangsur-angsur.
Dalam pandangan syariah, uang bukanlah komoditas melainkan hanya
sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value). Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga dimana “uang
37
M Nadratuzzaman Hosen, dkk, Menjawab Keraguan Umat IslamTerhadap Bank Syariah
(Jakarta: PKES, 2007), h. 59.
38
mengembangbiakan uang”. Tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam
kegiatan produktif atau tidak.39
Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan
kegiatan ekonomi dasar (primary economic activity), baik secara langsung melalui transaksi seperti perdagangan, industri manufaktur, sewa menyewa
dan lain-lain, atau secara tidak langsung melalui penyertaan modal (invetasi)
guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan usaha tersebut.40
Bank merupakan lembaga keuangan depositori yang memiliki izin
untuk menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk
tabungan, giro dan deposito. Dana yang diperoleh kemudian dapat
dialokasikan ke dalam aktiva dalam bentuk kredit bagi bank konvensional dan
pembiayaan bagi bank syariah.41 Agar lebih jelas, lihat tabel di bawah ini!
Tabel 3.1 Struktur Aktiva dan Pasiva Bank42
Aktiva Passiva
1. Cadangan-cadangan primer (primary
reserve); merupakan aktiva bank yang paling
likuid dan tidak menghasilkan return, yaitu kas dan giro di bank sentral.
2. Cadangan-cadangan sekunder (secondary
1. Dana Pihak Ketiga; merupakan
simpanan-simpanan yang dilakukan nasabah pada bank
berupa giro, tabungan dan deposito, dan bentuk
lain yang dipersamakan dengan itu
2. Dana Pihak Kedua; merupakan penempatan
39
Zainul Arifin, Dasar-DasarManajemen Bank Syariah Edisi Revisi, (Jakarta: Alvabeta, 2006), h. 47.
40
Ibid. 41
Ferry N Idroes dan Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan Dalam Konteks Kesepakatan Bassel dan Peraturan Bank Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006 ), h. 4.
42
reserve); merupakan penempatan bank pada
bank lain atau lembaga keuangan lain.
3. Pinjaman (loan); merupakan kredit yang diberikan. Merupakan aktivitas utama bank
4. investasi (investment); merupakan penyertaan
bank pada perusahaan
5. Aktiva tetap dan aktiva lain-lain
bank lain dan lembaga keuangan pada bank
3. Dana Pihak kesatu; merupakan penanaman
modal yang dilakukan oleh pemegang saham
bank dalam bentuk ekuitas dan bentuk-bentuk
lain yang sesuai dengan regulasi.
Dana-dana yang dikumpulkan dari masyarakat dikelompokkan ke
dalam pasiva pada neraca bank, sebab dana-dana tersebut diakui sebagai utang
bank kepada masyarakat yang harus dikembalikan pada suatu saat. Simpanan
berupa giro dan tabungan bisa dianggap sebagai utang bank yang dapat ditarik
seaktu-waktu oleh nasabah, sedangkan deposito merupakan utang yang
penarikannya hanya dapat dilakukan pada periode tertentu. Adapun kredit
atau pembiayaan yang diberikan, aset-aset, penempatan pada bank lain,
ditempatkan pada sisi aktiva bank sebab diakui sebagai harta bank, baik yang
telah dikuasai, seperti gedung, maupun yang akan dikuasai di masa yang akan
datang, seperti piutang pembiayaan.
Dalam dunia perbankan, sumber dana dikelompokkan menjadi tiga
jenis berdasarkan pihak atau orang yang memberikan dana kepada bank.
Dalam istilah perbankan, kelompok - kelompok tersebut adalah dana pihak
pertama, dana pihak kedua dan dana pihak ketiga. Berikut akan dibahas
1. Dana Pihak Pertama
Dana pihak pertama biasanya disebut modal atau ekuitas, yaitu
sejumlah dana yang dipergunakan sebagai modal dalam pendirian sebuah
bank. Secara tradisional, modal didefinisikan sebagai sesuatu yang
mewakili kepentingan pemilik dalam suatu perusahaan. Berdasarkan nilai
buku, modal didefinisikan sebagai kekayaan bersih (net worth), yaitu selisih antara nilai buku dari aktiva dikurangi dengan nilai buku dari
kewajiban (liabilities).43
Prosentase modal pada bank sangat kecil dibandingkan dengan
simpanan dari masyarakat (dana pihak ketiga) dan pinjaman dari lembaga
lain (pihak kedua). Berdasarkan data empiris selama ini, dana yang berasal
dari pemilik bank itu sendiri, ditambah cadangan modal yang berasal dari
akumulasi keuntungan yang ditanam kembali pada bank, hanya sebesar 7%
sampai 8% dari total aktiva bank. Bahkan di Indonesia rata-rata jumlah
modal dan cadangan yang dimiliki bank-bank belum pernah melebihi 4%
dari total aktiva. Ini berarti bahwa sebagian besar modal kerja bank berasal
dari masyarakat, lembaga keuangan lain dan pinjaman likuiditas dari bank sentral.44
Dalam prakteknya modal terdiri dari modal inti dan modal
pelengkap. Modal inti merupakan modal sendiri yang tertera dalam posisi
43
Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah Edisi Revisi, h. 135.
44
ekuitas. Sedangkan modal pelengkap merupakan modal pinjaman atau
cadangan revaluasi aktiva serta cadangan penyisihan penghapusan aktiva
produktif.45
Rincian komponen masing-masing modal bank adalah sebagai
berikut:
a. Modal inti terdiri dari:
1) Modal disetor
2) Agio Saham
3) Modal Sumbangan
4) Cadangan Umum dan Cadangan Tujuan
5) Laba Ditahan
6) Laba dan Rugi Tahun Lalu
7) Laba dan Rugi Tahun Berjalan
b. Modal pelengkap terdiri dari:
1) Cadangan Revaluasi Aktiva Tetap
2) Penyisihan Penghapusan aktiva Produktif (PPAP)
3) Modal Pinjaman
4) Pinjaman Subordinasi46
45
Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 257.
46
2. Dana Pihak Kedua
Dana pihak kedua berasal dari lembaga keuangan lainnya, yaitu bank
sentral dan bank lainnya. Pada prakteknya, dana dari pihak kedua ini
merupakan tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian dana
dari modal (pihak pertama) dan masyarakat (pihak ketiga). Dana dari
sumber ini relatif lebih mahal dan sifatnya hanya sementara waktu saja.
Adapun dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh dari47:
a. Bank Indonesia melalui BLBI
b. Pinjaman Antar Bank (call money) c. Pinjaman Dari Bank Luar Negeri
d. Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)
Sedangkan menurut Muchdarsyah Sinungan, Dana Pihak Kedua berasal
dari48:
a. Pinjaman dari Bank-bank lain atau Call Money.
b. Pinjaman dari Bank atau Lembaga Keuangan Lain di luar negeri, yang
biasanya berbentuk pinjaman jangka menengah.
c. Pinjaman dari Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) berupa surat
berharga atau efek.
d. Pinjaman dari Bank Sentral.
47
Ibid., h. 49.
48
3. Dana Pihak Ketiga
Sumber dana ini berasal dari masyarakat luas berupa simpanan
masyarakat. Sumber dana ini merupakan sumber terpenting bagi kegiatan
operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank. Keuntungan
pencarian dana dari sumber ini relatif lebih mudah jika dibandingkan
dengan sumber lainnya. Mudah dikarenakan masyarakat mudah tertarik jika
bank memberikan tingkat bunga (bagi bank konvensional) atau margin bagi
hasil (bagi bank syariah) yang relatif lebih tinggi, dan penyediaan layanan
jasa keuangan serta fasilitas menarik lainnya seperti hadiah. Selain itu, dana
dari sumber ini tidak terbatas. Hanya saja, kerugian dari sumber dana ini
adalah biayanya yang relatif mahal dibanding dengan sumber lainnya.
Biaya yang dimaksud adalah besarnya bagi hasil yang harus diberikan bank
kepada pemilik simpanan (nasabah).49
Dana dari masyarakat dapat diperoleh melalui tiga jenis simpanan,
yaitu giro, tabungan dan deposito50. Masing-masing memiliki kelebihan
tersendiri sehingga diperlukan analisa yang cermat dalam penghimpunan
dan penyaluran dananya. Dalam hal tingkat bagi hasil, deposito
menawarkan bagi hasil yang paling tinggi, diikuti oleh tabungan dan
49
Kasmir, Manajemen Perbankan, h. 48.
50
terakhir adalah giro yang bagi hasilnya rendah, sehingga giro dikenal
dengan dana murah bagi bank.51
Perbedaan tingkat pengembalian (bagi hasil) ketiga jenis simpanan
tersebut sebenarnya berkaitan dengan likuiditas masing-masing simpanan. Giro sangat likuid sebab dapat ditarik sewaktu-waktu berapapun jumlahnya. Tabungan bersifat likuid, tetapi kurang likuid dibandingkan giro, sebab pada tabungan biasanya terdapat limit penarikan dana. Deposito bersifat
kurang likuid sebab penarikan dananya tidak dapat dilakukan sewaktu-waktu, melainkan pada periode tertentu.
Deposito tidak dapat ditarik sewaktu-waktu sehingga
konsekuensinya bank harus memberikan bagi hasil yang lebih tinggi
kepada nasabah deposito dibanding nasabah tabungan dan giro. Bagi hasil
deposito yang lebih tinggi daripada tabungan dan giro merupakan
kompensasi dari jangka waktu penarikan deposito yang lebih lama
dibanding simpanan lainnya. Adapun giro mendapatkan bagi hasil yang
rendah sebab penarikan dananya tidak berjangka waktu.
C. Instrumen Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Syariah
Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan
kemampuannya menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil atau
besar, dengan masa pengendapan memadai. Sebagai lembaga keuangan, maka
51
dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup,
bank tidak dapat berbuat apa-apa, atau dengan kata lain, bank menjadi tidak
berfungsi sama sekali.52
Secara umum instrumen pengumpulan dana pihak ketiga bank syariah
dan bank konvensional tidaklah berbeda, yaitu giro, tabungan dan deposito.
Hanya saja perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional terletak
pada akad dan sistem distribusi pendapatan. Pada bank syariah, bunga sama
sekali tidak dapat diaplikasikan. Sebagai gantinya, diterapkanlah sistem bagi
hasil yang sesuai dengan prinsip syariah Islam yang menjunjung tinggi nilai
keadilan.53 Berikut akan dibahas lebih jauh mengenai instrumen pengumpulan
dana pihak ketiga yang biasa dipergunakan bank syariah.
1. Giro
a. Pengertian
Dalam UU No 10 tahun 1998, disebutkan bahwa giro adalah
”Simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau
dengan cara pemindahbukuan”.54
52
Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah Edisi Revisi, h. 47.
53
Karnaen Perwataatmaja, Apa Dan Bagaimana Bank Syariah, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1999), h.2.
54
Dibanding tabungan dan deposito, giro merupakan jenis
simpanan yang paling likuid, sebab pencairannya dapat dilakukan setiap saat dengan jumlah berapapun, dengan catatan dananya masih tersedia.
Penarikan giro dapat dilakukan secara tunai maupun secara non tunai
(pemindahbukuan). Penarikan secara tunai menggunakan cek sedangkan
penarikan non tunai dilakukan dengan menggunakan bilyet giro (BG).55
b. Landasan Hukum
Landasan hukum yang mengatur pemberlakuan simpanan giro di
bank syariah adalah fatwa Dewan Syariah Nasional. Berdasarkan Fatwa
DSN No.1/DSN-MUI/VI/2000, Simpanan berupa giro yang
diperbolehkan adalah yang dibenarkan secara syariah, yaitu giro yang
berprinsip Mudharabah dan Wadiah.56 Sedangkan giro yang tidak diperbolehkan adalah yang menggunakan perhitungan bunga.
c. Aplikasi di Bank Syariah
Bank Syariah pada umumnya menyediakan produk giro dengan
menggunakan akad Wadiah (titipan) dengan kesepakatan bahwa bank syariah dapat mengelola dan menggunakan dana tersebut. Dengan prinsip
ini bank syariah sebagai custodian harus menjamin pembayaran kembali
55
Kasmir, Manajemen Perbankan, h. 51.
56
nominal simpanan wadiah. Dana tersebut dapat digunakan untuk kegiatan komersial dan bank berhak atas pendapatan yang diperoleh dari
pemanfaatan dana wadiah tersebut dalam kegiatan komersil. Pemilik simpanan dapat menarik kembali simpanannya sewaktu-waktu, baik
sebagian atau seluruhnya.57
Bank tidak boleh menyatakan atau menjanjikan imbalan atau
keuntungan apapun kepada pemegang rekening wadiah, dan sebaliknya pemegang rekening juga tidak boleh mengharapkan atau meminta
imbalan atau keuntungan atas rekening wadiah. Setiap imbalan atau keuntungan yang dijanjikan dapat dianggap riba. Namun demikian, bank
atas kehendaknya sendiri, dapat memberikan imbalan berupa bonus
(hibah) kepada pemegang rekening wadiah.58
Selain akad wadiah, giro dapat pula menggunakan akad
mudharabah berdasarkan fatwa DSN di atas. Nasabah bertindak sebagai
shahibul mal sedangkan bank bertindak sebagai mudharib yang bertugas mengelola dana untuk usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah. Keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dijalankan bank
dibagi berdasarkan kesepakatan nisbah yang disepakati di awal transaksi.
2. Tabungan
57
Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah Edisi Revisi, h. 50.
58
a. Pengertian
Dalam UU No 10 tahun 1998 disebutkan bahwa tabungan adalah
”Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat
tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, atau alat
yang dipersamakan dengan itu”.59
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat
ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat pembayaran lainnya yang
dipersamakan dengan itu. Nasabah jika hendak mengambil simpanannya
dapat langsung ke bank dengan membawa buku tabungan, slip penarikan
atau melalui fasilitas ATM.60
b. Landasan Hukum
Landasan hukum yang mengatur pemberlakuan simpanan
tabungan di bank syariah adalah fatwa Dewan Syariah Nasional.
Berdasarkan fatwa DSN No.2/DSN-MUI/IV/2000, tabungan yang
dibenarkan adalah tabungan yang menggunakan prinsip Mudharabah
dan Wadiah.61 Sedangkan tabungan yang diharamkan adalah tabungan yang memakai sistem bunga.
59
UU No 10 tahun 1998, pasal 1 ayat 9
60
Abdul Ghafur Anshari, Perbankan Syariah di Indonesia (Jogjakarta, UGM Press. 2007), h.87.
61
c. Aplikasi di Bank Syariah
Hampir sama dengan giro, pilihan terhadap produk ini tergantung
dengan motif dari nasabah. Jika motifnya hanya menyimpan saja maka
bisa dipakai produk tabungan wadiah sedangkan untuk memenuhi nasabah yang bermotif investasi atau mencari keuntungan maka
tabungan mudharabah yang sesuai62. Pada BNI Syariah, produk tabungan ini diberi nama Tabungan Syariah Plus. Sebagaimana tabungan
pada bank lain, produk ini memiliki kemudahan dalam penarikan dana
secara tunai melalui ATM BNI di seluruh Indonesia.
Akad wadiah pada tabungan disertai dengan kesepakatan bahwa bank syariah dapat mengelola dan menggunakan dana tersebut dan
menjamin pembayaran kembali nominal simpanannya. Bank syariah
tidak pernah berbagi hasil dengan pemegang dana berakad wadiah. Bank dapat mempergunakan dana tersebut untuk tujuan komersial dan tidak
boleh menjanjikan imbalan dengan jumlah tertentu di awal akad. Hanya
saja, bank boleh memberikan bonus kepada nasabah dengan jumlah yang
ditentukan pihak bank, sehingga pada prakteknya besaran bonus yang
diberikan tidak sama antara satu bank syariah dengan bank syariah
lainnya. 63
62
Anshari, Perbankan Syariah di Indonesia, h. 88.
63
Pada tabungan dengan akad mudharabah, bank bertindak sebagai
mudharib (pengelola) dan nasabah sebagai shahibul mal (penyandang dana). Dana tabungan akan diputar oleh bank dan berpotensi
memperoleh keuntungan. Bank dan nasabah melakukan kesepakatan
pembagian keuntungan di awal akad, yaitu pada saat nasabah membuka
tabungan, yang disebut nisbah bagi hasil. Kerugian yang terjadi
merupakan tanggungan shahibul mal (nasabah), sepanjang kerugian tersebut bukan disebabkan kelalaian pengelola (mudharib). Dalam aplikasinya bank syariah melayani tabungan mudharabah dalam bentuk
targeted saving seperti tabungan qurban, tabungan haji dan tabungan lain yang dimaksudkan untuk mencapai target dan waktu tertentu.64 Agar
lebih jelas, perhatikan tabel di bawah ini!
Tabel 3.2 Perbedaan Tabungan Mudharabah dengan Tabungan Wadiah65
No. Tabungan Mudharabah Tabungan Wadiah
1 Sifat Dana Investasi Titipan
Tidak dijamin dikembalikan
100%
Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah Edisi Revisi, h. 50.
65
3. Deposito
a. Pengertian
Dalam UU No 10 tahun 1998 pasal 1 ayat 7 disebutkan bahwa
deposito adalah ”Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank
yang bersangkutan”.66 Berbeda dengan perbankan konvensional yang
memberikan imbalan berupa bunga bagi nasabah deposan, namun dalam
perbankan syariah imbalan yang diberikan kepada nasabah deposan
adalah bagi hasil (profit sharing) sebesar nisbah yang disepakati di awal akad.67
Berbeda dengan giro dan tabungan, deposito mengandung unsur
jangka waktu (jatuh tempo) yang lebih panjang dan bersifat tidak likuid, sebab penarikan atau pencairan dana hanya dapat dilakukan pada saat
jatuh tempo saja. Akan tetapi, dari segi bagi hasil, bagi hasil yang
diberikan deposito lebih tinggi dibanding tabungan dan giro. Untuk
mencairkan deposito, deposan dapat menggunakan bilyet deposito atau
sertifikat deposito.
b. Landasan Hukum
66
UU No 10 tahun 1998 pasal 1 ayat 7
67
Landasan hukum yang mengatur pemberlakuan simpanan
deposito di bank syariah adalah fatwa Dewan Syariah Nasional.
Berdasarkan fatwa DSN No.3/DSN-MUI/IV/2000, Deposito yang
diperbolehkan adalah deposito yang menggunakan prinsip
mudharabah.68 Adapun deposito yang dilarang adalah deposito dengan perhitungan bunga.
c. Aplikasi di Bank Syariah
Akad yang digunakan untuk produk deposito pada bank syariah
adalah akad mudharabah mutlaqah (tidak terikat) dan mudharabah muqayyadah (terikat). Dalam mudharabah mutlaqah, bank sebagai
mudharib mempunyai kebebasan mutlak dalam mengelola investasinya. Pemilik dana deposito tidak mensyaratkan dananya disalurkan kepada
jenis usaha tertentu, sehingga bank bisa menyalurkan dananya ke usaha
apapun, selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.69
Berbeda dengan mudharabah mutlaqah, dalam akad mudharabah muqayyadah bank tidak memiliki kebebasan penyaluran pembiayaan
68
Dewan Syari’ah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, h. 19.
69