• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEGIATAN BERMAIN PERAN MIKRO DENGAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA ANAK USIA DINI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN KEGIATAN BERMAIN PERAN MIKRO DENGAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA ANAK USIA DINI"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN KEGIATAN BERMAIN PERAN MIKRO DENGAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA ANAK USIA DINI

Oleh

BAGAS OKTARIS NOVIA

Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya keterampilan sosial pada anak usia 5-6 tahun di kelompok B2 TK Assalam Bandar Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kegiatan bermain peran mikro dengan keterampilan sosial pada anak usia dini. Metode yang digunakan adalah metode korelasional. Pengumpulan data primer menggunakan observasi dan pengumpulan data sekunder menggunakan wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan uji korelasi spearman rank. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kegiatan bermain peran mikro dengan keterampilan sosial anak. Hal ini dibuktikan dari hasil perhitungan korelasi spearman rank sebesar 0,75 yang berarti bahwa kegiatan bermain peran mikro dengan keterampilan sosial pada anak usia dini memiliki hubungan yang kuat dan bernilai positif. Oleh sebab itu hendaknya kegiatan bermain peran mikro dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran di PAUD, terutama dalam mengembangkan keterampilan sosial.

(2)

ABSTRACT

MICRO ROLE PLAY ACTIVITIES RELATIONSHIPS WITH SOCIAL SKILLS IN EARLY CHILDHOOD

By

BAGAS OKTARIS NOVIA

The research problem of this study was the low social skills in children aged 5-6 years in kindergarten group B2 Assalam Bandar Lampung. This study aimed to investigate the relationship between micro role play activities with social skills in early childhood. The method used was the correlation method. An observation was used to collect primary data while interview and documentation were used to collect secondary data. The data was analyzed by using Spearman rank correlation test. The results showed that there was relationship between micro role playing activities with social skills in early childhood. This can be proved from the calculation of Spearman rank correlation of 0.75, which means that micro role play activities and social skills in early childhood have a strong relationship and a positive value.Therefores should be the use of micro role play activities can be used as one alternative in learning in early childhood education, especially in developed social skills.

(3)

HUBUNGAN KEGIATAN BERMAIN PERAN MIKRO DENGAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA ANAK USIA DINI

Oleh

BAGAS OKTARIS NOVIA Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi S1 PG PAUD Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Bagas Oktaris Novia dilahirkan di Waringinsari Barat, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu pada tanggal 31 Oktober 1993, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Kuswari dan Ibu Supartini. Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak (TK)

di TK Aisyah Bustanul Athfal Waringinsari Barat, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu diselesaikan tahun 1999, Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Waringinsari Barat, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu diselesaikan pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu diselesaikan pada tahun 2008, dan menyelesaikan Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Sukoharjo pada tahun 2011.

(8)

PERSEMBAHAN Bismillahirrohmanirrohim

Kupersembahkan karya ini sebagai rasa syukur kepada ALLAH SWT beserta Nabi junjungan kami Muhammad SAW dan ucapan terima kasih serta rasa banggaku kepada:

Ayahanda dan Ibundaku tercinta, Bapak Kuswari dan Ibu Supartini

Yang sudah membesarkanku, mendidik, bekerja membanting tulang yang tiada ternilai harganya, dan selalu memberikan dukungan semangat untuk terus berjuang dalam menggapai

cita-cita, yang tidak pernah lelah untuk selalu memberikan do a, dan nasihat. Terimakasih sudah menjadi orangtua yag sangat luar biasa untukku.

Bulek sis, Bulek Jum, Om Gito.

Terimakasih karena selalu memberikan dukungan untuk terus semangat dan berjuang. Terimakasih atas do a dan nasihat. Terimakasih sudah menjadi orangtua ku.

Kakak tercinta Aditya Wanindra dan adikku Ervi Septia Ningrum

Yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam setiap langkahku untuk terus berjuang dalam menggapai cita-cita, terimakasih telah menjadi keluarga yang selalu ada

untukku disetiap kesulitanku.

Mbak ika, ridho, amalia

Terimakasih atas keikhlasan, senyuman, motivasi untuk terus mendukung dan membantuku dalam menggapai cita-cita.

Yang tercinta mbak yuni, panca, reni, septa, nina, lala,rina, vina, mak tami, mbak mei, febri, lia, yekti, Sira, handika, kak iqbal, Odin, Mbak Ferlista,mas David, mas adi, kak anto, kak

agung, mbak rina, mbk wahyu, uwa, najati, putu, fiska, Dwi, Dila

Yang selalu memberikan senyum, dukungan dan motivasi untuk terus berjuang dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih.

Teman-teman Angkatan 2011

Yang selalu memberikan motivasi, senyum dan semangat untuk terus berjuang dalam menyelesaikan studi ini, terimakasih.

(9)

MOTO

Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu

maka Alloh akan memudahkan baginya jalan ke syurga

(HR. Muslim)

Tapakilah Tapakilah!!! Waktumu tinggal sedikit sedang jalan didepanmu masih

panjang

(filsafat: Al Ghazali)

(10)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillah, Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena kasih sayang dan rahmat-NYA penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Kegiatan Bermain Peran Mikro dengan Keterampilan Sosial pada Anak Usia Dini” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir Sugeng P. Hariyanto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung yang telah banyak berjasa dalam kemajuan Universitas Lampung dan membawa nama Universitas Lampung terus menjadi yang terbaik di lingkup nasional.

2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., Dekan FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan dukungan yang teramat besar terhadap perkembangan program studi PG PAUD dan membantu peneliti dalam menyelesaikan surat guna syarat skripsi.

(11)

4. Ibu Ari Sofia, S.Psi., MA., Psi. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini yang telah memberikan sumbangsih untuk kemajuan kampus PG PAUD tercinta.

5. Ibu Dr. Rochmiyati, M.Si., selaku Pembahas yang telah memberikan saran-saran dan masukan guna perbaikan dalam penyusunan dan kelancaran skripsi ini.

6. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik, dan Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis. 7. Ibu Dra. Sasmiati, M.Hum., Pembimbing II atas kesediaan dan keikhlasannya

memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Lampung.

9. Ibu Nurlaila Hasanah, S.Pd., Kepala TK Assalam 1 Jln. Pulau Pisang Korpri Blok. D2 Bandar lampung beserta jajarannya yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

10. Anak Kelompok B TK Assalam yang ikut andil dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.

11. Keluarga besar penulis, atas doa dan dukungannya yang telah diberikan selama masa kuliah.

(12)

13. Teman seperjuangan di PG PAUD 2011 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas bantuan, motivasi, kebersamaan, dan kekeluargaan yang telah kalian berikan.

14. Keluarga KKN Pekon Tanjung Way Batang, terimakasih atas kebersamaan, dan kekeluargaan yang telah kalian berikan.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA kepada kita semua. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Mei 2015 Penulis,

(13)

xiii

2.1.1 Perkembangan Sosial Anak Usia Dini ... 9

2.1.2 Pengertian Keterampilan Sosial ... 11

2.1.3 Jenis Keterampilan Sosial... 13

2.2 Bermain bagi Anak... 14

2.2.1 Bermain Peran Mikro... 19

2.2.2 Media yang digunakan dalam Kegiatan Bermain Peran... 20

2.2.3 Langkah-langkah Bermain Peran ... 22

2.2.4 Manfaat Bermain Peran ... 23

2.3 Hubungan Kegiatan Bermain dengan Keterampilan Sosial ... 24

2.4 Kerangka Pikir ... 28

3.4 Populasi dan sampel Penelitian ... 32

3.5 Variabel Penelitian ... 33

3.6 Definisi Variabel ... 33

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.8 Kisi-kisi Instrumen... 37

(14)

xiv BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 42

4.1.1 Sejarah Taman Kanak Kanak Assalam ... 42

4.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah... 43

4.1.3 Situasi dan Kondisi Sekolah ... 45

4.2 Data Penelitian ... 46

4.2.1 Data Variabel Kegiatan Bermain Peran Mikro ... 46

4.2.2 Data Variabel Keterampilan Sosial... 47

4.3 Analisis Uji Hipotesis ... 49

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian... 51

4.4.1 Bermain Peran Mikro ... 51

4.4.2 Keterampilan Sosial Anak ... 52

4.4.3 Hubungan Kegiatan Bermain Peran Mikro dengan Keterapilan Sosial ... 54

V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Sosial ... 37

3.2 Kisi-kisi Instrumen Bermain Peran Mikro ... 38

3.3 Tolak Ukur Kriteria Tingkat kemampuan... 39

3.4 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi ... 40

4.1 Data Fasilitas di TK Assalam Bandar Lampung... 45

4.2 Distribusi Frekuensi Data Kegiatan bermain Peran Mikro ... 47

4.3 Distribusi Frekuensi Data Keterampilan Sosial ... 48

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Pikir ... 29

3.1 Rumus Interval ... 39

3.2 Rumus Korelasi Spearman Rank ... 40

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan memilki peranan penting dalam membangun suatu bangsa, karena melalui pendidikan dapat tercipta generasi yang cerdas, berwawasan, terampil dan berkualitas yang diharapkan dapat menjadi generasi-generasi dalam memberikan perubahan bangsa menuju kearah yang lebih baik. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab (Sisdiknas, 2003:5)

Upaya membawa peserta didik mencapai tujuan pendidikan nasional, maka peserta didik harus dibina sejak usia dini, karena diusia dinilah semua potensi sedang berkembang dengan pesat, hal ini sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab 1, Pasal 1, Butir 14, bahwa:

(18)

2

Atas dasar hal tersebut maka pendidikan anak usia dini sangatlah penting, mengingat anak usia dini merupakan usia yang sangat kritis dimana pada usia tersebut merupakan penentu bagi perkembangan selanjutnya. Oleh sebab itu maka guru, orangtua, dan masyarakat perlu memahami betapa pentingnya pendidikan anak usia dini dalam mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak, baik aspek moral agama, fisik motorik, kognitif, sosial, emosional dan bahasa.

Seluruh aspek perkembangan anak akan terstimulasi dengan baik jika melalui kegiatan bermain, karena pada dasarnya anak belajar melalui bermain. Menurut Freud dalam Nuraini (2007:178) bahwa:

Bermain tidak sama dengan bekerja, tetapi anak-anak menganggap bermain sebagai sesuatu yang serius, didalam bermain anak menumpahkan seluruh perasaannya, bahkan mampu mengatur “dunia didalamnya” agar sesuai dengan “dunia luar. Dalam bermain anak akan berusaha mengatur, menguasai, berpikir, dan berencana.

Mengkaji dari pendapat Freud bahwa bermain sangatlah penting bagi anak, karena bermain tidak terlepas dari kehidupan anak. Melalui kegiatan bermain rangsangan yang diberikan kepada anak untuk meningkatkan aspek-aspek perkembangan anak akan dengan mudah diserap oleh anak, dalam bermain anak bersosialisasi dengan lawan mainnya sehingga tanpa disadari dengan bermain akan membantu anak mengembangkan keterampilan sosial anak. Rogers dan Ros dalam Nuraini (2007:91) mengartikan keterampilan sosial sebagai:

(19)

3

membayangkan bermacam-macam tindakan yang memungkinkan dan memilih salah satunya yang paling sesuai.

Berdasarkan hal tersebut maka keterampilan sosial sangat perlu dikembangkan pada usia dini seperti belajar berinteraksi dengan teman sebaya untuk saling memberi, belajar bergaul dengan anak lain untuk berinteraksi secara harmoni, menunggu giliran, berbagi, menolong dan membantu teman, menaati peraturan yang berlaku, bersikap kooperatif, menunjukkan rasa empati, menghargai hak-hak orang lain dan menyelesaikan/mengatasi konflik dengan orang lain.

Guna mencapai perkembangan keterampilan sosial sebagaimana yang diharapkan, diperlukan campur tangan guru dengan memberi kesempatan pada anak untuk melakukan aktivitas bermain yang sifatnya dapat membantu perkembangan sosialnya. Bermain peran merupakan salah satu permainan yang bisa menjadi alternatif dalam mengembangkan keterampilan sosial. Mengingat bahwa dengan bermain peran secara tidak langsung dapat merangsang anak untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman lainnya. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Gowen dalam Mukhtar (2014:208) bahwa:

Bermain peran sebagai sebuah kekuatan yang menjadi dasar perkembangan daya cipta, tahapan, ingatan, kerjasama kelompok, penyerapan kosa kata, konsep hubungan kekeluargaan, pengendalian diri, keterampilan mengambil sudut pandang spasial, afeksi, dan kognisi.

(20)

4

Perkembangan anak usia prasekolah khususnya usia 5-6 tahun merupakan masa disaat anak mengalami penyesuaian melalui interaksi dengan teman sebaya. Anak usia 5-6 tahun sudah mulai menjalin komunikasi dalam kelompok kecil dan ikut terlibat aktif dengan anak lain pada saat bermain. Aisyah (2012: 9.40) mengungkapkan bahwa “Anak usia 5-6 tahun ketika anak mulai memasuki sekolah, anak lebih mudah diajak dalam suatu kelompok ia juga mulai memilih teman bermainnya entah tetangga atau teman sebaya yang berada diluar rumah.”

Berdasarkan kenyataan dilapangan masih banyak guru kurang memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan kegiatan bermain, hal ini berdampak terhadap perkembangan anak sehingga tidak menutup kemungkinan jika keterampilan sosialnya menjadi rendah. Hal ini terjadi di TK Assalam Bandar Lampung pada kelompok B usia 5-6 tahun.

(21)

5

masih suka menyendiri, tidak mau berkelompok dan melakukan kerja sama dengan anak lain, anak takut dan menangis jika ditinggal orang yang dikenalnya, masih tidak mau berbagi dengan teman lainnya, serta masalah-masalah sosial lainnya.

Kecenderugan diatas mungkin disebabkan karena pembelajaran yang diberikan guru tidak mengakomodasi kepentingan bersama dengan memberi kesempatan anak untuk bersosialisasi dengan temannya, guru hanya melakasanakan tugas rutin dalam kegiatan pembelajaran tanpa adanya inovasi dan variasi dalam pembelajaran sehingga tidak menggerakkan anak untuk melakukan kegiatan belajar.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah keterampilan sosial anak usia dini belum berkembang secara optimal, sehingga perlu distimulasi secara tepat melalui kegiatan bermain. Bermain peran merupakan salah satu permainan yang bisa menjadi alternatif dalam mengembangkan keterampilan sosial anak. Sehinggaa judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah Hubungan Kegiatan Bermain Peran Mikro dengan Keterampilan Sosial pada Anak Usia Dini.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

(22)

6

2. Kegiatan pembelajaran kurang memberikan kesempatan anak untuk bersosialisasi

3. Keterampilan sosial anak belum berkembang secara optimal

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka perlu adanya pembatasan masalah. Hal ini disesuaikan dengan identifikasi masalah agar apa yang hendak dicapai dalam penelitian ini dapat terarah dengan baik. Maka dalam hal ini peneliti membatasi pada “Hubungan Kegiatan Bermain Peran Mikro dengan Keterampilan Sosial pada Anak Usia 5-6 tahun di TK Assalam Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014-2015

1.4 Rumusan permasalahan

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan permasalah penelitian ini yaitu:

“ Bagaimana hubungan antara kegiatan bermain peran mikro dengan keterampilan sosial pada anak usia dini?”

1.5 Tujuan Penelitian

(23)

7

1.6 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi guru dan calon guru dalam mengetahui pengembangan potensi anak, khususya mengenai hubungan kegiatan bermain peran mikro dengan keterampilan sosial anak.

2. Secara Praktis

Penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memiliki kemanfaatan sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

Agar siswa lebih aktif dan tertarik dalam mengikuti proses

pembelajaran sehingga dapat mengembangkan berbagai keterampilan sosialnya.

2. Bagi Guru

Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, serta menambah pengetahuan guru dalam menerapkan kegiatan bermain peran mikro untuk mengembangkan keterampilan sosial anak usia dini.

3. Bagi Sekolah

(24)

8

4. Bagi Peneliti

Menambah pengalaman, dan ilmu pengetahuan sehingga kelak akan menjadi seorang guru yang profesional.

5. Bagi Peneliti Lain

(25)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Sosial

2.1.1 Perkembangan Sosial Anak Usia Dini

Anak usia dini berada pada masa pertumbuhan dan perkembangan dengan pesat dalam rentang kehidupannya. Setiap anak memiliki tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda. Tingkat perkembangan sosial anak tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial . Sebagaimana dinyatakan oleh Susanto (2012: 40) bahwa :

Perkembangan sosial sebagai pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi suatu kesatuan yang saling berkomunikasi dan bekerja sama.

(26)

10

dalam diri anak hingga dewasa apabila anak memperoleh stimulasi yang tepat dari berbagai pihak yang terkait. Lingkungan sosial yang memfasilitasi dan memberikan stimulasi perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang.

Rentang usia 5-6 tahun, anak sudah mulai menjalin komunikasi dalam kelompok kecil dan ikut terlibat aktif dengan anak lain pada saat bermain. Aisyah (2012:9.40)mengungkapkan bahwa “Anak usia 5-6 tahun ketika anak mulai memasuki sekolah, anak lebih mudah diajak dalam suatu kelompok ia juga mulai memilih teman bermainnya entah tetangga atau teman sebaya yang berada diluar rumah”. Hal ini senada dengan pendapat Ardi (2014:34) yang menyatakan bahwa:

Usia 5-6 tahun anak menjadi lebih banyak bermain dan bercakap-cakap dengan anak lainnya, hubungan anak bersama temannya menjadikan anak memahami dirinya sendiri untuk bersikap kooperatif, toleran, menyesuaikan diri, dan mematuhi aturan yang berlaku dirumah,disekolah dan lingkungan masyarakat.

Perkembangan anak usia dini khususnya 5-6 tahun merupakan masa disaat anak mengalami penyesuaian melalui interaksi dengan teman sebaya maupun lingkungan sekitar. Catherine lee dalam Aisyah (2012: 9.36) berpendapat bahwa:

(27)

11

Oleh karena itu, dengan mengetahui faktor-faktor tersebut guru dan orangtua dapat memberikan stimulasi dengan baik dan tepat sesuai dengan tahap perkembangan anak. Aspek perkembngan sosial ditunjukkan melalui berbagai keterampilan sosial, oleh karena itu merupakan hal penting untuk mengembangkan sejumlah keterampilan sosial sejak usia dini. Perkembangan keterampilan sosial usia dini dapat menentukan keterampilan individu dalam menjalin relasi sosial dikemudian hari.

2.1.2 Pengertian keterampilan sosial

Keterampilan sosial anak usia dini perlu dilatih dan dikembangkan, maka pada bagian ini peneliti akan membahas tentang pengertian keterampilan sosial. Keterampilan sosial memiliki penafsiran akan arti dan maknanya. Menurut beberapa ahli yang memberikan pendapatnya tentang keterampilan sosial antara lain Rogers dan Ros dalam Nuraini (2007:91) mendefinisikan keterampilan sosial yaitu:

Kemampuan untuk menilai apa yang sedang terjadi dalam suatu situasi sosial; keterampilan untuk merasa dan dengan tepat mengintepretasikan tindakan dan kebutuhan dari anak-anak dikelompok bermainnya; kemampuan untuk membayangkan bermacam-macam tindakan yang memungkinkan dan memilih salah satunya yang paling sesuai.

(28)

12

Lain halnya dengan pendapat Combs dan Slaby dalam Skripsi yang ditulis Lahari (2012:35) mendefinisikan keterampilan sosial yaitu:

The ability to interact with others in a given social context in specific ways that are socially acceptable or valued and at the same time personally beneficial, mutually beneficial, or beneficial primariiy to others. Artinya kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara yang khusus yang dapat diterima secara-cara social maupun nilai-nilai dan disaat yang sama berguna bagi dirinya dan orang lain.

Pengertian lain mengenai keterampilan sosial dapat dilihat juga dari pendapat Libet dan Lewinsohn dalam skripsi yang ditulis Lahari (2012:34) yang menyatakan bahwa:

Keterampilan sosial (Social Skill) adalah “the complex ability both to emit behaviors that are positively reinforced , and not to emit behaviors that punished or extinguished by other”artinya kemampuan yang kompleks untuk menunjukkan perilaku yang baik dinilai secara positif atau negative oleh lingkungan, dan jika perilaku itu tidak baik akan diberikan punishment oleh lingkungan.

(29)

13

2.1.3 Jenis Keterampilan Sosial

Anak memilki berbagai keterampilan sosial yang perlu dikembangkan, ada beberapa jenis keterampilan sosial yang di dinyatakan oleh Janice J Beaty dalam Tesis yang ditulis Nuryulinda (2010:14) yaitu:

Keterampilan sosial mencakup perilaku-perilaku seperti: 1) empati, dimana anak-anak mengekspresikan kasih sayang dengan menghibur atau menyenangkan seseorang dalam kesusahan atau dengan mengungkapkan perasaan anak lainnya yang sedang mengalami konflik; 2) kemurahan hati atau kedermawanan, dimana anak –anak berbagi dan memberikan suatu barang miliknya pada seseorang; 3) kerjasama, dimana anak-anak bergiliran secara sukarela tanpa menimbulkan pertengkaran; 4) kepedulian, dimana anak-anak membantu seseorang untuk melengkapi suatu tugas dan membantu seseorang yang membutuhkan.

Perilaku sosial yang disebutkan oleh Jenice J Beaty sangat perlu dilatih dalam menjalin hubungan sosial agar anak dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. Usia 5-6 tahun anak senang bermain, berkelompok, dan membina persahabatan, untuk itu perlu adanya hubungan timbal balik agar tetap terjalin interaksi sosial yang baik. Interaksi sosial yang baik tersebut diaplikasikan melalui perilaku keterampilan sosial yang dimiliki anak.

Hurlock dalam Susanto (2012: 139) secara spesifik mengklasifikasikan pola perilaku sosial pada anak kedalam pola-pola perilaku sebagai berikut:

1. Meniru, yaitu agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan perilaku orang yang sangat ia kagumi. Anak mampu meniru perilaku guru yang diperagakan sesuai dengan tema pembelajaran

2. Persaingan, yaitu keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan orang lain, persaingan ini biasanya sudah tampak pada usia empat tahun. Anak bersaing dengan teman untuk meraih prestasi seperti berlomba-lomba dalam permainan, menunjukkan antusiasme dalam mengerjakan sesuatu sendiri.

(30)

14

meningkat baik dalam frekuensi maupun lamanya berlangsung, bersamaan dengan meningkatnya kesempatan untuk bermain dengan anak lain.

4. Simpati, karena simpati membutuhkan pengertian tentang perasaan-perasaan dan emosi orang lain, maka hal ini hanya kadang-kadang timbul sebelum tiga tahun. Semakin banyak kontak bermain, semakin cepat simpati akan berkembang.

5. Empati, seperti halnya simpati, empati membutuhkan pengertian tentang perasaan dan emosi orang lain, tetapi disamping itu juga membutuhkan kemampuan untuk membayangkan diri sendiri ditempat orang lain.

6. Dukungan sosial, menjelang berakhirnya awal masa kanak-kanak dukungan dari teman-teman menjadi lebih penting daripada persetujuan orang-orang dewasa.

7. Membagi, anak mengetahui bahwa salah satu cara untuk memperoleh persetujuan sosial ialah membagi miliknya, terutama mainan untuk anak-anak lainnya. Pada momen-momen tertentu, anak-anak juga rela membagi makanan kepada anak lain dalam rangka mempertebal tali pertemanan mereka dan menunjukkan identitas keakraban antar mereka.

8. Perilaku akrab, anak memberikan rasa kasih sayang kepada guru dan teman. Bentuk dari perilaku akrab duperlihatkan dengan canda tawa dan tawa riang diantara mereka. Kepada guru, mereka memperlakukan sebagai mana layaknya ppada orangtua mereka sendiri, memeluk, merangkul, digendong, memegang tangan, dan banyak bertanya.

Berdasarkan pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa jenis keterampilan sosial merupakan berbagai bentuk perilaku yang ditunjukkan anak ketika berada dilingkungan sosial, yang kemudian diaplikasikan anak agar dapat diterima dalam kelompok sosialnya.

2.2 Bermain Bagi Anak

(31)

15

“Bermain mendorong anak melakukan berbagai kegiatan dalam memecahkan

berbagai masalah melalui penemuan”. Hal senada dikemukakan oleh Parten dalam Nuraini (2010:34) yang memandang bahwa “kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi dimana diharapkan melalui bermain dapat memberi kesempatan anak bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi dan belajar secara menyenangkan”. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Piaget dalam Mutiah (2012:102) bahwa “saat bermain anak tidak belajar sesuatu yang baru, tetapi mereka belajar mempraktikkan dan mengonsolidasikan keterampilan yang baru diperoleh.”

Berdasarkan pendapat diatas, maka bermain sangatlah penting bagi anak mengingat bermain adalah dunia anak. Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan anak secara spontan karena disenangi, dan tanpa tujuan tertentu. Bagi anak, bermain merupakan suatu kebutuhan yang perlu agar dia dapat berkembang secara wajar dan utuh, menjadi orang dewasa yang mampu menyelesaikan dan membangun dirinya menjadi pribadi yang matang dan mandiri.

(32)

16

anak. Menurut Mukhtar (2014:202) ada tiga jenis main anak usia dini yakni: 1) main sensorimotor, 2) main peran, 3) main pembangunan. Berdasarkan tiga jenis main yang telah dikemukakan oleh Mukhtar, maka dapat dideskripsikan bahwa kegiatan bermain akan menjadi suatu kegiatan yang menarik apabila guru mengetahui jenis bermain anak. Salah satu jenis main yang dapat membantu mengembangkan keterampilan sosial anak adalah main peran.

Bermain peran merupakan salah satu jenis bermain yang dapat mengembangkan keterampilan sosial anak. Menurut Moeslichatoen (2004:38) bermain peran adalah“bermain yang menggunakan daya khayal yaitu dengan memakai bahasa atau berpura-pura bertigkah laku seperti benda tertentu, atau orang tertentu, dan binatang tertentu yang dalam dunia nyata tidak dilakukakan”. Sedangkan Vygotsky dalam Mutiah (2012:115) mengemukakan bahwa “Main peran disebut juga main simbolis, pura-pura, make-believe, fantasi, imajinasi, atau main drama sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak usia tiga sampai enam tahun”. Bermain peran mulai tampak sejalan dengan mulai tumbuhnya kemampuan anak untuk berimajinasi. Kemampuan ini akan berkembang bila anak mendapat stimulasi secara tepat.

(33)

17

dalam Mukhtar (2014:208) bahwa “fungsi mental yang lebih tinggi berakar pada hubungan sosial dan kerja sama. Melalui main peran, anak dapat membangun kemampuan untuk berimajinasi dan berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial,” dengan demikian bermain peran sesungguhnya melibatkan seluruh kemampuan yang anak miliki, tidak hanya dari segi kemampuan berkomunikasi saja yang berkembang tetapi diantaranya juga kemampuan dalam berimajinasi, sosialisasi, konsentrasi, dan tingkat kesabaran anak pada saat bermain peran bersama dengan anak lain.

Smilansky dalam Montolalu (2008:2.22) berpendapat bahwa “dalam bermain dramatisasi anak-anak menirukan tidakan-tindakan yang dihubugkan dengan suatu perlengkapan tertentu, belajar berperan seolah-olah mereka adalah seseorang atau sesuatu yang tidak asing lagi bagi mereka”. Kegiatan bermain peran dalam hal ini setiap anak dapat berpura-pura menjadi aktor, pengamat dengan melakukan dialog-dialog baik dengan dirinya sendiri atau dengan orang lain, sehingga memberi informasi, gagasan, atau ide-ide mengenai suatu kegiatan atau cerita yang akan diperankan.

Menurut Jean Piaget dalam Montolalu (2008:2.18) Anak usia 2-7 tahun berada dalam tahap perkembangan Symbolic Play (bermain simbolis). Bermain simbolis ini merupakan ciri-ciri tahap praoperasional dan yang terjadi adalah sebagai berikut:

1. Secara bertahap anak mulai berbahasa dengan kata-kata baru, sering bertanya dan menjawab pertanyaan.

(34)

18

bereksperimen dengan lingkungannya agar dapat mempelajari lebih banyak hal lagi.

3. Anak mulai dapat menggunakan berbagai benda sebagai simbol atau benda-benda lain dan bermain pura-pura, seperti balk bisa jadi telepon atau jadi ayam goreng ketika pura-pura memasak.

4. Dalam perkembangannya kegiatan bermain simbolis ini akan semakin bersifat konstruktif, dalam arti lebih mendekati kenyataan, merupakan latihan berpikir dan mengarahkan ana untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Melalui bermain peran, anak akan menirukan berbagai bentuk perilaku dari tokoh yang diperankan dan mempengaruhi kehidupannya secara spontan sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh anak. Kegiatan bermain peran membantu anak untuk mempelajari lebih dalam mengenai dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakat sekitarnya.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan bermain peran merupakan suatu kegiatan yang berfokus pada memainkan peranan tertentu seakan-akan sedang memerankan tokoh atau peran sesungguhnya. Peran yang dimainkan adalah peran terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari seperti dokter, tukang pos, pedagang, guru, dan profesi lainnya yang dapat menciptakan situasi khayalan yang dapat memberikan kesempatan untuk bereksplorasi dengan suatu objek dan melakukan kegiatan yang sesuai dengan karakter objek tersebut.

(35)

19

peran mikro menurut Vygotsky dalam Mutiah (2012:115) adalah “dimana anak menggerak gerakan benda berukuran kecil untuk menyusun adegan, saat anak bermain peran mikro anak belajar untuk menghubungkan dan mengambil sudut pandang dari orang lain.” Kedua jenis bermain peran tersebut pada dasarnya memiliki fungsi yang sama, hanya pada saat memainkannya yang berbeda, yakni pada saat bermain peran makro anak sendiri yang menjadi pemerannya sedangkan pada saat bermain peran mikro anak yang menjadi dalang untuk memerankan tokoh-tokoh berukuran kecil, namun dalam hal ini peneliti hanya ingin membahas tentang kegiatan bermain peran mikro.

2.2.1 Bermain Peran Mikro

Bermain peran terbagi menjadi dua jenis yaitu bermain peran makro dan mikro, maka pada bagian ini peneliti hanya memfokuskan pada bermain peran mikro. Vygotsky dalam Mutiah (2012:115) mengemukakan bahwa Peran mikro adalah “kegiatan dimana anak menggerak-gerakkan benda-benda berukuran kecil untuk menyusun adegan, saat anak bermain peran mikro anak belajar untuk menghubungkan dan mengambil sudut pandang dari orang lain.”

(36)

20

atau binatang,rumah boneka, dll). Bermain peran kecil ini anak bertindak sebagai dalang yang merupakan otak penggerak yang menghidupkan alat main tersebut untuk memainkan suatu adegan, peran-peran dalam skenario main peran.

Bermain peran mikro membantu anak-anak belajar untuk menjadi sutradara, mereka memainkan boneka dan mainan lain berukuran kecil misalnya rumah-rumahan, sofa mini, tempat tidur mini (seperti boneka barbie dan lain-lain). Pembelajaran akan lebih bermakna bagi anak jika didukung dengan suatu media pembelajaran. Media dalam proses pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa, apalagi dalam bermain peran mikro. Media pembelajaran sangat penting digunakan pada saat kegiatan bermain peran mikro, karena bermain peran mikro merupakan kegiatan dramatisasi menggunakan benda-benda kecil.

2.2.2 Media yang Digunakan dalam Kegiatan Bermain Peran

Mengingat bahwa dalam suatu pembelajaran khususnya pada saat kegiatan bermain peran perlu adanya media untuk mendukung proses pembelajaran, maka pada bagian ini peneliti akan membahas tentang media yang digunakan dalam kegiatan bermain peran.

Menurut Mukhtar (2014:152) jika dikaitan dengan anak usia dini, maka media pembelajaran memiliki arti yakni:

(37)

21

pengetahuan, keterampilan, dan menentukan sikap. Media yang digunakan dalam PAUD adalah Alat Permainan Edukatif (APE).

Adapun media atau alat-alat yang peneliti gunakan dalam kegiatan bermain peran berupa alat atau media yang berukuran mikro. Alat berukuran mikro merupakan alat yang berukuran kecil yang memungkinkan anak untuk memegang dan menggerakkan benda tersebut guna menyusun adegan, misal bermain boneka, masak-masakan, rumah-rumahan, binatang-binatangan dan lain-lain.

Pemilihan alat mikro dalam kegiatan bermain peran harus memperhatikan persyaratan alat permainan di PAUD. Menurut Montolalu (200:7.4) ada beberapa persyaratan alat permainan antara lain:

1. Setiap alat permainan hendaknya menonjolkan fungsi pedagogis yang sesuai dengan taraf perkembangan anak.

2. Ukuran dan bentuknya sesuai dengan usia anak, 3. Aman dan tidak berbahaya bagi anak

4. Menarik baik warna maupun bentuknya.

5. Awet tidak mudah rusak dan mudah pemeliharaannya. 6. Murah dan mudah diperoleh.

7. Jumlahnya hendaknya mencukupi kebutuhan anak

8. Alat permainan harus mendorong anak untuk melakukan penemuan-penemuan baru dan melakukan berbagai eksperimen

Persyaratan alat permainan untuk anak harus sangat diperhatikan, karena dengan memperhatikan persyaratan alat permainan diharapkan anak merasa senang dan aman pada saat bermain khususnya dalam kegiatan bermain peran.

(38)

22

anak untuk memegang dan menggerakkan benda tersebut guna menyusun adegan.

2.2.3 Langkah Langkah Bermain Peran

Sebelum melakukan kegiatan bermain peran, maka perlu mengetahui langkah-langkah dalam bermain peran agar pembelajaran dalam bermain peran dapat berjalan secara efektif dan efesien. Menurut Nuraini (2010:82) langkah-langkah kegiatan bermain peran adalah sebagai berikut:

1. Guru mengumpulkan anak-anak untuk diberikan pengarahan dan aturan-aturan serta tata tertib dalam bermain

2. Guru membicarakan alat-alat yang akan digunakan oleh anak-anak untuk bermain

3. Guru memberikan pengarahan sebelum bermaindan mengabsen anak-anak serta menghitung jumlah anak bersama-sama

4. Guru memberikan tugas kepada anak sebelum bermain menurut kelompoknya agar anak tidak saling berebut dalam bermain. Anak diberikan penjelasan mengenai alat-alat bermain yang sudah disediakan

5. Guru sudah menyiapkan anak-anak permainan yang akan digunakan sebelum anak-anak mulai bemain.

6. Anak bermain sesuai dengan perannya.

7. Guru hanya mengawasi, mendampingi anak dalam bermain apabila dibutuhkan anak guru membantunya, guru tidak banyak bicara dan tidak banyak membantu anak.

8. Setelah waktu bermain hampir habis, guru dapat menyipkan berbagai macam buku cerita sementara guru merapikan permainan dengan dibantu oleh beberapa anak.

(39)

23

diatas, maka langkah-langkah bermain peran perlu diketahui oleh para pendidik agar pelaksanaan pembelajaran pada saat bermain peran dapat berjalan secara efektif dan efisien sehingga tujuan pembelajaranpun dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

2.2.4 Manfaat Bermain Peran

Mengingat bahwa bermain peran memiliki banyak manfaat bagi aspek perkembangan anak, maka pada bagian ini peneliti akan membahas tentang manfaat bermain peran. Anak memerlukan waktu yang cukup banyak untuk mengembangkan dirinya melalui bermain. Montolalu (2008:1.18) menyatakan bahwa:

Bermain bagi anak-anak mempunyai arti yang sangat penting karena melalui bermain anak dapat menyalurkan segala keinginan dan kepuasan, kreativitas, dan imajinasinya. Melalui bermain anak dapat melakukan kegiatan-kegiatan fisik, belajar bergaul dengan teman sebaya, membina sikap hidup positif, mengembangkan peran suatu jenis

kelamin, menambah perbendaharan kata, dan menyalurkan perasaan tertekan.

Dunia anak adalah dunia bermain, karena dalam kegiatan bermain semua aspek perkembangan anak dapat berkembang. Bermain peran memungkinkan untuk menggabungkan bahasa lisan dengan imajinasi untuk meniru, berpura-pura menjadi seseorang atau suatu hal. Selain itu, melalui bermain peran memungkinkan anak fleksibel dengan situasi yang baru, dan dapat mentransformasikan apa yang telah anak perankan dalam kehidupan nyata. Tedjasaputra (2003:58) mengemukakakan pendapatnya tentang manfaat bermain peran yakni:

(40)

24

ayah,guru, murid dan seterusnya. Perkembangan bahasa juga dapat ditingkatkan karena adanya penggunaan bahasa didalam kegiatan bermain ini mau tidak mau ia akan mendengar informasi baru dari teman mainnya sehingga perbendaharaan kata makin luas.

Pendapat lain tentang manfaat bermain peran juga dikemukakan oleh Tarigan dalam Skripsi yang ditulis Yola Indira (2008:33) bahwa melalui bermain peran yang baik dan terorganisir akan diperoleh manfaat antara lain:

1) memupuk kerja sama yang baik dalam hubungan sosial; 2) memberi kesempatan pada anak untuk melahirkan daya kreasi masing-masing; 3) mengembangkan emosi yang sehat bagi anak-anak; 4) menghilangkan sifat malu, gugup, dan lain-lain; 5) mengembangkan apresiasi dan sikap yang baik, 6) menghargai pikiran dan pendapat orang lain; 7) menanmkan kepercayaan pada diri sendiri, 8) dapat mengurangi kejahatan dan kenakalan anak-anak.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa bermain peran merupakan suatu hal yang sangat penting dan dibutuhkan bagi anak, karena melalui bermain peran, anak dapat belajar bagaimana berhubungan, berkomunikasi dengan baik agar memperoleh respon positif dari lawan bicara, dengan demikian terciptalah suatu hubungan yang harmonis, yang didalamnya anak juga mampu belajar untuk bekerja sama dengan anak lain dan memiliki rasa empati terhadap lingkungan sosialnya, belajar saling tolong meolong serta mau berbagi miliknya dengan orang lain.

2.3 Hubungan Kegiatan Bermain dengan Keterampilan Sosial

(41)

25

“Bermain pada anak sebagai alat yang penting bagi pelepasan emosinya. Serta untuk mengembangkan rasa harga diri ketika anak dapat menguasai tubuhnya, benda-benda serta sejumlah keterampilan sosial”. Artinya bahwa keterampilan sosial dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain, karena melalui bermain anak melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya kemudian dalam bermain anak dapat belajar bekerja sama dan melakukan kontak sosial dengan orang lain.

Teori diatas senada dengan pendapat Albert Bandura dalam Santrock (1995:55) seorang psikologi Amerika dalam teori belajar sosialnya menjelaskan bahwa “Lingkungan adalah faktor penting yang mempengaruhi perilaku, tetapi proses-proses kognitif tidak kalah pentingnya. Menurut pandangan belajar sosial, manusia memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilakunya sendiri.”

Berdasarkan pendapat para ahli tentang teori bermain, dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan suatu hal yang sangat penting bagi anak untuk mengembangkan berbagai keterampilan sosial, melalui bermain anak secara tidak langsung berinteraksi dengan orang lain dan belajar bekerja sama serta belajar perilaku-perilaku lainnya dalam konteks sosial.

(42)

26

mainan, belajar menunggu giliran belajar bekerjasama, saling tolong menolong serta belajar untuk menaati peraturan permainan yang dimainkan bersama. Menurut Montolalu (2008: 1.5) bermain bertugas untuk :

1. Menanamkan budi pekerti yang baik

2. Melatih anak untuk dapat membedakan sikap dan perilaku yang baik dan yang tidak baik

3. Melatih sikap ramah, suka kerja sama, menunjukkan kepedulian

4. Menanamkan kebiasaan disiplin dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari

5. Melatih anak untuk mencintai lingkungan dan ciptaan Tuhan 6. Melatih anak untuk selalu tertib dan patuh pada peraturan

7. Melatih anak untuk berani dan memiliki rasa ingin tahu yang besar

8. Melatih anak untuk mengerti berbagai konsep moral yang mendasar, seperti benar, salah, jujur, adil, dan fair

Selain teori yang berhubungan dengan keterampilan sosial, peneliti juga mencantumkan penelitian yang relevan sebagai penguat dalam melakukan sebuah penelitian. Penelitian relevan yang peneliti ambil yakni:

Rahayu, Dewi Triani (2012). Judul Penelitian: Peningkatan Keterampilan Sosial Melalui Metode Bermain Peran Di Kelompok Bermain Tunas Harapan Sanggar Kegiatan Belajar Kabupaten Sleman. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial anak melalui metode bermain peran. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan 3 siklus. Masing-masing siklus dalam tindakan dilaksanakan selama 3 kali pertemuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bermain peran dapat meningkatkan keterampilan sosial anak.

(43)

27

anak. Penelitian diatas ingin melihat peningkatan keterampilan sosial anak melalui metode bermain peran menggunakan penelitian tindakan kelas, sedangkan peneliti disini ingin melihat hubungan kegiatan bermain peran mikro dengan keterampilan sosial anak menggunakan metode korelasi.

Nurhamidah (2013). Judul Penelitian: Pengaruh Metode Bercerita Terhadap Keterampilan Sosial Anak Usia Prasekolah di TK Siaga Tunas Kelapa, Ngalangan, Saedonoharjo, Ngaglik, Sleman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode bercerita terhadap keterampilan sosial anak usia prasekolah menggunakan desain penelitian one group pre-test post-test design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan metode bercerita dapat meningkatkan keterampilan sosial anak usia prasekolah (p= 0.0001), yang menunjukkan hipotesis penelitian diterima.

(44)

28

Kedua penelitian diatas menunjukkan bahwa ada kesamaan dengan penelitian yang dilakukan, yakni terbentuknya keterampilan sosial anak dipengaruhi oleh kegiatan bermain, baik bermain peran ataupun bercerita.

2.4 Kerangka Pikir

Bermain merupakan dunia anak, anak menggali pengetahuan dan mengembangakan berbagai potensi melalui bermain. Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan anak secara spontan karena disenangi. Salah satu kegiatan bermain anak adalah bermain peran mikro, bermain peran mikro ini merupakan suatu kegiatan yang berfokus pada kegiatan dramatisasi dengan alat-alat permainan berukuran kecil atau mini. Melalui bermain peran mikro anak dapat belajar memahami kaitan antara dirinya dan lingkungan sosialnya.

Anak akan memahami kaitan antara dirinya dan lingkungan sosialnya melalui interaksi sosial, sehingga dibutuhkan keterampilan sosial untuk dapat berinteraksi dengan orang lain agar anak dapat diterima oleh lingkugan sosialnya, karena keterampilan sosial merupakan kemampuan berinteraksi, berkomunikasi, kemampuan untuk dapat menunjukkan perilaku yang baik, serta kemampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain digunakan seseorang untuk dapat berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan sosial.

(45)

29

kegiatan bermain peran mikro secara tidak langsung anak sudah melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya serta dapat belajar bekerjasama dan melakukan kontak sosial dengan orang lain. Kegiatan bermain peran mikro dapat merangsang anak untuk aktif berinteraksi dengan anak lain pada saat memerankan sebuah tokoh tertentu. Selain itu melalui kegiatan bermain peran mikro anak akan belajar untuk mengikuti aturan permainan dan mematuhi peraturan yang ada pada saat bermain, sehingga dengan bermain peran mikro pada akhirnya perkembangan keterampilan sosial anak akan berkembang sesuai dengan yang diharapkan.

Dengan demikian bermain peran mikro diharapkan mempunyai hubungan yang positif dengan keterampilan sosial pada anak. Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel X Variabel Y

(46)

30

2.5 Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. H (Hipotesis nol), tidak ada hubungan antara kegiatan bermain peran mikro dengan keterampilan sosial pada anak usia dini.

(47)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang ditujukan untuk mengetahui hubungan suatu variabel dengan variabel lainnya. Hubungan antara satu dengan variabel lain dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi dan keberartian secara statistik (Nana Syaodih, 2007:56).

3.2 Prosedur Penelitian

Penelitian terdiri dari dua tahapan, yaitu prapenelitian dan tahap pelaksanaan penelitian. Adapun langkah-langkah dari setiap penelitian tersebut adalah: 1. Penelitian Pendahuluan, terdiri dari langkah-langkah berikut:

a. Membuat surat izin penelitian kesekolah tempat dilakukannya penelitian. b. Observasi kesekolah tempat dilakukannya penelitian untuk mengumpulkan

informasi tentang keadaan kelas yang akan diteliti. c. Menetapkan sampel penelitian.

2. Tahap Perencanaan

a. Menyusun perangkat pembelajaran yang terdiri dari Rencana Kegiatan Harian (RKH)

(48)

32

3. Tahap Pelaksanaan

a. Melaksanakan penelitian sesuai dengan Rencana Kegiatan Harian (RKH) yang telah disusun.

b. Mengevaluasi dengan lembar observasi.

c. Mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data. d. Membuat laporan hasil penelitian.

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Taman Kanak-kanak Assalam yang beralamatkan di Jalan Pulau Pisang Perum KORPRI blok D 2 Nomor 20 Sukarame Bandar Lampung. Penelitian dilaksanakan pada semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015.

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian

(49)

33

sebagai sampel karena anak- anak di kelompok B2 keterampilan sosialnya belum berkembang secara optimal dan rentang usianya adalah 5-6 tahun.

3.5 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam yaitu, variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen).

1. Variabel bebas (independen) dilambangkan dengan simbol X. menurut Sugiyono (2010:61) Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (dependen). Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah kegiatan bermain peran mikro

2. Variabel terikat (dependen) dilambangkan dengan simbol Y. menurut Sugiyono (2010:61) Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan sosial.

3.6 Definisi Variabel

3.6.1 Definisi Konseptual

Definisi konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel X (Bermain Peran Mikro)

(50)

34

yang dimainkan oleh anak untuk mengembangkan keterampilan sosial.

2. Variabel Y (Keterampilan Sosial)

Keterampilan sosial merupakan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial yang meliputi kemampuan anak dalam berinteraksi,bekerja sama serta memiliki sifat saling tolong menolong.

3.6.2 Definisi Operasinal

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel X (Bermain Peran Mikro)

Bermain peran mikro dalam hal ini adalah suatu bentuk kegiatan bermain peran dengan memerankan kehidupan sosial yang ada dimasyarakat dengan menggunakan media berukuran mini/kecil. Adapun indikator dalam kegiatan bermain peran mikro ini meliputi dua hal yakni keterlibatan anak dalam bermain peran dan melakukan percakapan sesuai dengan tokoh yang diperankan.

2. Variabel Y (Keterampilan Sosial)

(51)

35

berinteraksi, bekerja sama dengan teman serta memiliki sikap saling tolong menolong.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Suatu penelitian selalu terjadi proses pengumpulan data untuk memperoleh data yang sejelas-jelasnya. Peneliti akan menggunakan beberapa metode atau cara untuk memperoleh data-data yang diperlukan.

Berdasarkan uraian tersebut maka dalam penelitian ini penulis menggunakan cara-cara sebagai berikut dalam pengumpulan data :

3.7.1 Observasi

Observasi dalam hal ini merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat primer. Penelitian ini menggunakan Observasi Partisipatif, dimana dalam observasi ini peneliti terlibat dalam kegiatan sehari-hari subjek yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian (Sugiono, 2010:310). Melalui observasi partisipatif peneliti ingin mengetahui secara langsung perilaku anak yang menunjukkan adanya peningkatan keterampilan sosial melalui kegiatan bermain peran mikro.

(52)

36

dimana pedoman observasi tersebut berisi tentang penilaian yang sudah dikelompokkan kedalam indikator yang akan dinilai.

3.7.2 Wawancara

Wawancara dalam hal ini merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat sekunder yang merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi. Wawancara merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab dengan sumber data. Menurut Esterberg (Sugiyono, 2010:317) wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Wawancara dilakukan untuk memperoleh keterangan tentang perkembangan sosial anak, serta perilaku yang dilakukan anak disekolah terkait dengan keterampilan sosial anak. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada guru kelas subjek penelitian di Taman Kanak-kanak Assalam Bandar Lampung pada awal penelitian untuk memperoleh data awal tentang perilaku anak terkait tentang keterampilan sosial anak disekolah.

3.7.3 Dokumentasi

(53)

37

wawancara dan observasi. Data tersebut berupa foto, dan dokumen yang berkaitan dengan sekolah dan data anak untuk melengkapi penelitian ini.

3.8 Kisi-kisi Instrumen

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Sosial

Variabel Indikator Aspek yang dinilai

Keterampilan Sosial

Keterampilan Berinteraksi

1. Bermain dengan temannya 2. Berkomunikasi dengan

temannya Keterampilan

Bekerja sama

1. Bekerja sama dalam melakukan permainan

2. Mematuhi peraturan yang ada 3. Merapikan mainan bersama 4. Menunggu giliran dalam

bermain

Tolong menolong 1. Meminjamkan miliknya kepada teman

(54)

38

2 Keterlibatan anak dalam berperan sesuai dengan perannya

2 Anak memberikan jawaban terhadap pernyataan atau pertanyaan dari lawan main

3.9 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini digunakan untuk menguji hipotesis asosiatif diuji dengan teknik Korelasi Spearman Rank. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji analisis tabel.

3.9.1 Analisis tabel

(55)

39

Untuk menyajikan data kegiatan bermain peran mikro, maka hasil perhitungan data digolongkan menjadi 4 kategori yaitu Tinggi (T), Sedang (S), Rendah (R), Kurang (K) yang ditafsirkan menggunakan

Sedangkan untuk menyajikan data keterampilan sosial, maka hasil perhitungan data ditafsirkan menggunakan kriteria tingkat kemampuan sebagai berikut:

Tabel 3.3 Tolak Ukur Kriteria Tingkat Kemampuan

(56)

40

3.9.2 Analisis Uji Hipotesis

Teknik analisis data dalam penelitian ini digunakan untuk menguji hipotesis asosiatif diuji menggunakan spearman rank. Spearman rank ini digunakan untuk mengetahui hubungan bila datanya berbentuk ordinal (Sugiyono, 2012: 244). Berikut ini adalah rumus Korelasi Spearman Rank:

Sumber : Sugiyono (2012:245)

Gambar 3.2 Rumus Korelasi Spearman Rank

Keterangan:

= Koefisien Spearman Rank bᵢ= selisih peringkat setiap data n = jumlah data

Berdasarkan hasil perhitungan dengan Korelasi Spearman Rank, maka dapat diketahui apakah hipotesis yang diajukan dapat diterima atau tidak.

Ho : = 0 Ho : ≠ 0

Selanjutnya dari hasil perhitungan tersebut kemudian dilihat keeratannya menggunakan pedoman interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut:

Tabel 3.4 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi

Kategori Tingkat Keeratan

0,00–0,199 Sangat rendah

0,20–0,399 Rendah

=

1

²

(57)

41

0,40–0,599 Sedang

0,60–0,799 Kuat

0,80–1,000 Sangat kuat

Sumber : Sugiyono (2010:257)

Selanjutnya untuk mengetahui korelasi dua variabel menghasilkan variansi bersama dapat diketahui melalui besarnya koefisien determinasi, sebagai berikut:

Gambar 3.3 Rumus Koefisien Determinasi Keterangan:

r = Hasil Korelasi

(58)

56

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil pengujian hipotesis, maka diperoleh kesimpulan bahwa ada hubungan antara kegiatan bermain peran mikro dengan keterampilan sosial pada anak usia 5-6 tahun di Taman Kanak Kanak Assalam Bandar Lampung tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini dibuktikan dari hasil perhitungan korelasi spearman rank sebesar 0,75 yang berarti bahwa kegiatan bermain peran mikro dengan keterampilan sosial pada anak usia dini memiliki hubungan yang kuat dan bernilai positif.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis mengemukakan saran sebagai berikut:

1. Kegiatan bermain peran mikro dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan keterampilan sosial anak sehingga menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan dan bermakna bagi anak

2. Guru hendaknya lebih mengintensifkan pembelajaran melalui kegiatan bermain yang menyenangkan.

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti. 2012.Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Universitas Terbuka. Tangerang Selatan

Ardy, Novan. 2014.Mengelola & Mengembangkan Kecerdasan Sosial & Emosi Anak Usia Dini.Ar-Ruzz Media, Jakarta

Dimyati John. 2013.Metodologi Penelitian Pendidikan dan Apliksinya pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Kencana, Jakarta

Djamarah, Saiful Bahri. 2005.Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Rineka Cipta, Jakarta

Hadi, Sutrisno. 2006.Metodelogi Penelitian. Andi Offset, Jogjakarta

Indira, Yola. 2008. Pengaruh Kegiatan Bermain Peran Terhadap Kemampuan Interpersonal Anak Usia 5-6 Tahun. Universitas Negeri Jakarta. Jakarta Jamaris, Martini. 2006.Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman

Kanak-Kanak.PT Grasindo, Jakarta

Lahari, Sanggita. 2012.Pengaruh Penggunaan Media Gambar dalam Bimbingan Kelompok Terhadap keterampilan Sosial. (Skripsi). Universitas Negeri Jakarta. Jakarta

Mutiah, Diana. 2012.Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Kencana Prenada Media Group, Jakarta

Mukhtar, Latif. 2014.Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini. Kencana Prenada Media Group, Jakarta

Moeslichatoen. 2004.Metode Pengajaran di Taman Kanak Kanak. Rineka Cipta, Jakarta

Montolalu, B.E.F. 2008.Materi Pokok Bermain dan Permainan Anak. Universitas Terbuka, Jakarta

(60)

. 2010.Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak. PT Indeks, Jakarta

Nuryulinda. 2010.Pengaruh Lingkungan Sekolah terhadap Keterampilan Sosial Anak. Tesis. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Santrock, John. W. 1995. Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup) Edisi kelima. Erlangga, Jakarta

Sudjana, Nana. 2006.Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Remaja Rosda Karya, Bandung

Sugiyono. 2010.Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfa Beta, Bandung

. 2012.Statistika untuk Penelitian.Alfa Beta, Bandung

Susanto, Ahmad. 2012.Perkembangan Anak Usia Dini. Kencana Prenada Media Group, Jakarta

Syaodih, Nana. 2007.Metode Penelitian Pendidikan. Remaja Rosdakarya, Bandung Tedjasaputra, Mayke. 2003.Bermain, Main, dan Permainan. Gramedia, jakarta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003. Sistem Pendidikan

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir
Tabel 3.1Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Sosial
Tabel 3.2
Gambar 3.1 Rumus Interval
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan peningkatan keterampilan berbicara pada anak usia 4-5 tahun melalui metode bermain peran mikro di Pendidikan Anak Usia Dini Kasih Bunda Pontianak telah

Kematangan sosial pada anak dapat dikembangkan oleh keluarga melalui interaksi sosial orang tua dengan anak yang harmonis pada saat bermain dengan anak, sehingga dapat

Sunarto dan Hartono (Rosita, 2013) mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial anak adalah lingkungan anak. Interaksi sosial terbentuk

Untuk mengembangkan kreativitas anak dibutuhkan keharmonisan antar guru dan anak dalam proses belajar mengajar dan tidak kalah pentingnya peran orang tua anak tersebut,

Hasil yang didapat dari pengkajian pustaka stimulasi keterampilan sosial untuk Anak Usia Dini adalah : Anak Usia Dini merupakan seorang anak yang berada di usia

Dalam aspek perkembangan bahasa anak usia dini khususnya keterampilan berbicara sangat penting untuk dikembangkan, untuk mengembangkan keterampilan tersebut dapat

S kripsi yang berjudul “ Metode Bermain Peran Makro Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Emosional Anak Usia Dini di TK Aisyiyah 19 Surabaya ” disusun untuk memenuhi

Keterampilan sosial sangatlah penting dimiliki oleh seorang anak, karena dengan kemampuan keterampilan sosial anak mampu bergaul dan berinteraksi dengan temannya, maupun