PENGARUH EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP PERKEMBANGAN LARVA Aedes aegypti INSTAR III
Oleh
ANITYO NUGROHO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF FRUIT EXTRACTS Phaleria macrocarpa against Aedes aegypti LARVAE DEVELOPMENT of INSTAR III
By
ANITYO NUGROHO
Dengue Hemorragic Fever (DBD) is caused by dengue. The Phaleria macrocarpa have active compounds such as saponins, flavonoids and atsiri that can inhibit the development of Aedes aegypti larvae into adult form. This research in order to know the influence of fruit extracts Phaleria macrocarpa against the development of larvae of Aedes aegypti instar III.
Experimental research methods complete random design standard World Health Organization Pesticides Evaluation Scheme (WHOPES, 2005). Research samples of larvae of Aedes aegypti instar III are divided in 1 negative control group and 5 treatment group, concentrations of 0.025%, 0.050%, 0.075%, 0.100% and 0.125%. Each group contains 25 larvae, done four times repetition.. Data obtained test tested one way anova and probit.
One way anova test shows that there is a difference between groups (p<0,001; α 0,05). The percentage of the number of larvae that do not develop into the adult stage at various concentrations were assessed as IE% (Adult Emergence Inhibition). Probit analysis was used to determine the IE50 and IE90. Barriers to the development of the larval instar III Aedes aegypti to adult stage of 50% and 90% (IE50 and IE90) obtained at concentrations of 0.030% and 0,126%. The results showed that phaleria macrocarpa extracts have an impact on the development of the larvae of Aedes aegypti.
ABSTRAK
PENGARUH EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP PERKEMBANGAN LARVA Aedes aegypti INSTAR III
Oleh
ANITYO NUGROHO
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh vektor nyamuk sehingga diperlukan tindakan pengendalian vektor. Mahkota Dewa memiliki senyawa aktif seperti saponin, flavonoid dan atsiri yang dapat menghambat proses perkembangan larva alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak buah Mahkota Dewa terhadap perkembangan larva Aedes aegypti instar III.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode rancangan acak lengkap sesuai standar World Health Organization Pesticides Evaluation Scheme (WHOPES, 2005). Sampel penelitian berupa larva Aedes aegypti instar III yang dibagi dalam 1 kelompok kontrol negatif dan 5 kelompok perlakuan, yaitu konsentrasi 0,025%, 0,050%, 0,075%, 0,100% dan 0,125%. Setiap kelompok berisi 25 larva, dilakukan empat kali pengulangan. Data yang diperoleh dari penelitian diuji statistik dengan uji one way anova dan probit.
Uji one way anova menunjukkan adanya perbedaan antar kelompok (p<0,001; α 0,05). Persentase jumlah larva yang tidak berkembang menjadi stadium dewasa pada berbagai konsentrasi dinilai sebagai IE% (Adult Emergence Inhibition). Analisis probit digunakan untuk menentukan IE50 dan IE90. Hambatan perkembangan larva instar III Aedes aegypti menjadi stadium dewasa 50% dan 90% (IE50 dan IE90) didapatkan pada konsentrasi 0.030% dan 0,126%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak buah Mahkota Dewa memiliki pengaruh terhadap perkembangan larva Aedes aegypti.
v DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR BAGAN ... xi
DAFTAR GRAFIK ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Hipotesis ... 5
E. Kerangka Penelitian ... 6
1. Kerangka teori ... 6
2. Kerangka konsep ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Mahkota Dewa ... 8
1. Taksonomi tanaman... 8
2. Deskripsi tanaman ... 8
vi
B. Nyamuk Aedes aegypti ... 10
1. Taksonomi Aedes aegypti ... 10
2. Larva Aedes aegypti ... 11
3. Pupa Aedes aegypti ... 14
4. Nyamuk Aedes aegypti ... 15
1) Siklus hidup Aedes aegypti ... 15
2) Hormon pertumbuhan sebagai pengatur perkembangan . 16 C. Pengendalian vektor secara kimiawi ... 20
1. Insektisida... 20
2. Insect Growth Regulator ... 22
D. Ekstraksi... 24
III. METODE PENELITIAN ... 25
A. Desain Penelitian ... 25
B. Tempat dan Waktu ... 25
C. Populasi dan Sampel ... 25
1. Populasi penelitian ... 25
2. Sampel penelitian ... 26
3. Besar sampel ... 26
D. Bahan dan Alat Penelitian ... 27
1. Bahan penelitian ... 27
2. Alat penelitian ... 27
E. Prosedur Penelitian ... 29
1. Tahap persiapan ... 29
2. Tahap penelitian ... 30
F. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ... 32
1. Identifikasi variabel ... 32
2. Definisi operasional variabel... 32
G. Analisis Data ... 34
H. Diagram Alir ... 35
I. Aspek Etik Penelitian ... 36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
vii
perkembangan larva Aedes aegypti instrar III ... 37
2. Larva Aedes aegypti yang tidak berhasil menjadi stadium nyamuk dewasa (Adultemergence inhibition, IE%) ... 42
B. Pembahasan ... 44
1. Uji pengaruh ekstrak buah Mahkota dewa terhadap perkembangan larva Aedes aegypti instrar III ... 44
2. Larva Aedes aegypti yang tidak berhasil menjadi stadium nyamuk dewasa (Adultemergence inhibition, IE%) ... 49
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
A.Kesimpulan ... 52
B.Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ... 26
2. Jumlah ekstrak buah Mahkota Dewa yang dibutuhkan ... 30
3. Definisi operasional ... 33
4. Jumlah larva Aedesaegypti yang berhasil menjadi nyamuk dewasa ... 38
5. Jumlah larva Aedesaegypti yang berhasil menjadi nyamuk dewasa (%) ... 39
6. Uji normalitas ... 40
7. Nilai p pada tiap perlakuan ... 41
8. AdultEmergenceInhibition ... 43
9. Analisis Probit IE50 dan IE90 ... 44
10. Perbandingan IE% ... 50
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Buah Mahkota Dewa ... 7
2. Kepala larva Aedes aegypti instar I-IV ... 11
3. Badan larva Aedes aegypti instar I-IV ... 12
4. Larva instar I-IV Aedesaegypti ... 12
5. Pupa Aedes aegypti ... 13
6. Nyamuk Aedes aegypti ... 14
7. Siklus perkembangan nyamuk Aedesaegypti ... 15
8. Malformasi larva, pupa dan nyamuk dewasa Aedes aegypti ... 17
9. Alat dan bahan untuk membuat mahkota dewa kering ... 63
10. Proses penyaringan hasil rendaman ... 63
11. Alat evaporator-rotatory ... 63
12. Ekstrak buah Mahkota dewa dan alat untuk pengenceran ekstrak ... 63
13. Larutan perlakuan... 63
14. Larva perlakuan ... 63
15. Adult Emergence konsentrasi buah Mahkota Dewa 0% (kontrol negatif) ... 64
16. Adult Emergence konsentrasi buah Mahkota Dewa 0,025% ... 64
17. Adult Emergence konsentrasi buah Mahkota Dewa 0,050% ... 64
x
19. Adult Emergence konsentrasi buah Mahkota Dewa 0,100% ... 64
20. Adult Emergence konsentrasi buah Mahkota Dewa 0,125% ... 64
21. Pupa normal dan malformasi larva ... 65
22. Pupa normal dan malformasi larva ... 65
23. Larva normal ... 65
xi DAFTAR BAGAN
Bagan Halaman
1. Kerangka teori ...23
2. Kerangka konsep ...24
xii DAFTAR GRAFIK
Grafik Halaman
1. Hasil perhitungan presentase jumlah larva Aedes aegypti yang berhasil menjadi stadium nyamuk dewasa ...39
xiii DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Dummy tabel ... 58
2. Uji statistik ... 59
Uji normalitas data ... 59
Uji homogenity data ... 59
Uji One-way Anova ... 59
Uji Post Hoc LSD... 59
Uji probit ... 59
3. Dokumentasi penelitian ... 63
4. Surat keterangan tidak infektif ... 66
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh vektor nyamuk Aedes aegypti (Kemenkes, 2010). Indonesia merupakan negara tropis terbesar di dunia sehingga vektor nyamuk dapat tumbuh pesat. Hal
ini menyebabkan terjadinya peningkatan angka kesakitan DBD. Penyakit
ini dapat menimbulkan kematian pada penderitanya dalam waktu singkat
(Kemenkes, 2010).
Angka kejadian DBD meningkat memasuki musim penghujan.
Rekapitulasi data kasus hingga 22 Agustus 2011 menunjukkan Case Fatality Rate (CFR) akibat DBD di beberapa wilayah tidak sesuai target nasional sebesar 1%, dimana Provinsi Lampung memiliki nilai CFR 3,51%
(Ditjen PP & PL, 2012). Pemantauan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung
selama 6 tahun terakhir, terdapat 1.425 kasus DBD, 13 orang diantaranya
2
Salah satu usaha dilakukan untuk mengatasi penyakit DBD adalah
menghentikan mata rantai penyebaran nyamuk pada stadium larva dengan
menggunakan insektisida (Carvalho dkk., 2003). Insektisida kimia yang
telah digunakan oleh masyarakat membawa dampak negatif berbahaya
baik bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Efek lain yang ditimbulkan
adalah resistensi vektor nyamuk akibat penggunaan berulang dalam jangka
waktu yang lama (Sukowati, 2010). Oleh karena itu, diperlukan
pengembangan insektisida nabati dari bahan alami, mudah didapat di
masyarakat dan murah serta sederhana sehingga dapat menurunkan efek
racun pada lingkungan sekitar (Pidiyar et al., 2004; Gionar et al., 2005).
Bioinsektisida adalah insektisida nabati bersifat selektif. Bioinsektisida
mengandung senyawa kimia (bioaktif) toksik terhadap serangga namun
mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia. Mekanisme lain dari
bioinsektisida adalah mempengaruhi hormon pengatur pertumbuhan
serangga (Insect Growth Regulation) yaitu juvenile hormone mimics, dengan mencegah maturasi atau pematangan insekta menjadi stadium
dewasa dan akhirnya mati (Campbell et al., 2003).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa senyawa
3
Tanaman Mahkota Dewa adalah salah satu tanaman yang memiliki efek
insektisida dan insektisida alami. Pemilihan Mahkota Dewa dikarenakan
tanaman ini sudah umum dan diketahui masyarakat, mudah diperoleh dan
banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Buah Mahkota Dewa
merupakan bagian terpenting dari tanaman ini. Kandungan zat insektisida
dalam buah ini antara lain alkaloid, saponin, tannin, minyak atsiri, flavanoid, fenol, lignan dan sterol (Wijayakusuma, 2008).
Dari uji pendahuluan yang peneliti laukukan, peneliti menggunakan
konsentrasi 0,025%; 0,050%; 0,075%; 0,100%; 0,125% dari ekstrak buah
Mahkota Dewa untuk mengetahui pengaruhnya terhadap perkembangan
larva Aedes aegypti menjadi stadium nyamuk dewasa.
B. Perumusan Masalah
DBD adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat (WHO, 2010). CFR
provinsi Lampung 3,51% melebihi dari target nasional yang hanya 1%
(Ditjen PP dan PL, 2012). Resistensi vektor akan insektisida kimia banyak
dilaporkan (Sukowati, 2010). Mahkota Dewa dapat dijadikan sebagai
insektisida alternatif, karena di dalam Mahkota Dewa memiliki senyawa
4
penelitian yang dilakukan Elimam dkk. dan Rajkumar dkk. melaporkan
bahwa senyawa seperti phenolic, terpenoid, flavonoid, dan alkaloid memilki aktivitas Juvenile Hormone sehingga memiliki pengaruh pada perkembangan serangga (Rajkumar et al., 2005; Elimam et al.,2009).
Berdasarkan deskripsi tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian
yaitu: Bagaimana pengaruh ekstrak buah Mahkota Dewa terhadap
perkembangan larva Aedes aegypti instar III?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh ekstrak buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap perkembangan larva Aedes aegypti instar III. 2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsentrasi paling efektif dari ekstrak buah Mahkota
Dewa (Phaleria macrocarpa) dalam menghambat perkembangan larva Aedes aegypti instar III.
5
c. Mengetahui inhibition of adult emergence 90% (IE90) dari ekstrak buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap perkembangan larva Aedes aegypti instar III.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu
parasitologi khususnya entomologi dalam lingkup pengendalian vektor
penyebab demam berdarah
2. Manfaat praktis a. Bagi Peneliti
Sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah dipelajari
sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti.
b. Institusi pendidikan
Penelitian ini dapat menambah informasi ilmiah dan digunakan
sebagai referensi atau acuan bagi penelitian serupa.
E. Hipotesis
Ekstrak buah Mahkota Dewa berpengaruh terhadap perkembangan larva
6
F. Kerangka Penelitian
1. Kerangka Teori
Bagan 1. Kerangka Teori (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991) Ekstrak buah Mahkota Dewa
(Phaleria macrocarpa)
Larva Instar III Tidak Berhasil Berkembang
Menjadi Nyamuk Dewasa
Aktivitas Juvenile Hormone Mimics
Pengaruh terhadap Perkembangan Serangga
Neurotoksin perlemahan syaraf seperti pernafasan Mengikat sterol
bebas moulting Terganggu proses pergantian kulit
7
2. Kerangka Konsep
Bagan 2. Hubungan Antar Variabel Variabel Independen
Variabel Dependen Ekstrak etanol buah
Mahkota Dewa
Kelompok kontrol
Persentase larva instar III
tidak berhasil berkembang Aquades
Dosis I
Dosis II
Dosis III
Dosis IV
Dosis V
Kelompok I
Kelompok II
Kelompok III
Kelompok IV
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Mahkota Dewa
1. Taksonomi Tanaman
Berdasarkan penggolongan dan tata nama tumbuhan, tanaman Mahkota
Dewa termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheophyta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Equisetopsida
Sub kelas : Magnoliidae
Ordo : Malvales
Famili : Thymelaeaceae
Genus : Phaleria
Spesies : Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl (Boerlage, 2009).
2. Deskripsi tanaman
Mahkota Dewa tumbuh subur pada daerah bertanah gembur di ketinggian
9
tanaman ini bisa kita temukan di pekarangan atau di kebun sebagai
tanaman hias dan digunakan tanaman obat (Habsari, 2010).
Tanaman ini memiliki batang bulat dengan permukaan kasar, warna
cokelat, berkayu dan bergetah. Daunnya tunggal dengan letak yang saling
berhadapan. Bertangkai pendek, ujung runcing dan permukaan yang licin.
Buah Mahkota Dewa ini bentuknya bulat, licin, dan beralur, memiliki
diameter 3-5 cm, saat muda buahnya berwarna hijau dan ketika sudah
matang buahnya berwarna merah (Gambar 1) (Muhlisah, 2007).
Gambar 1. Buah Mahkota Dewa (Fitri, 2013)
Daging buah berwarna putih, berserat, dan berair. Biji bulat, keras, dan
10
Perbanyakan dengan cangkok dan bijinya. Di berbagai daerah buah ini
memiliki nama-nama khas tersendiri seperti Simalakama (daerah melayu),
Makuto Dewo Makuto Rojo Makuto Ratu (daerah jawa), Raja Obat
(Banten), Crown of God (Inggris), dan Pau (china) (Habsari, 2010).
3. Kandungan Insektisida Mahkota Dewa
Buah Mahkota Dewa banyak mengandung senyawa aktif seperti alkaloid, saponin, tannin, minyak atsiri, flavonoid, fenol, lignan dan sterol (Wijayakusuma, 2008; Dewanti dkk., 2005). Dilaporkan bahwa senyawa
seperti phenolic, terpenoid, flavonoid, dan alkaloid memilki aktivitas juvenil hormone sehingga memiliki pengaruh pada perkembangan serangga (Elimam et al., 2009)
Saponin termasuk ke dalam senyawa terpenoid. Aktivitas saponin ini di dalam tubuh serangga adalah mengikat sterol bebas dalam saluran pencernaan makanan dimana sterol itu sendiri adalah zat yang berfungsi sebagai prekursor hormon ekdison, sehingga dengan menurunnya jumlah
sterol bebas dalam tubuh serangga akan mengakibatkan terganggunya
proses pergantian kulit (moulting) pada serangga. Saponin memiliki efek lain menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus
larva sehinga dinding traktus digetivus larva menjadi korosif (Aminah
11
Flavonoid merupakan senyawa kimia yang memiliki sifat insektisida. Flavonoid menyerang bagian syaraf pada beberapa organ vital serangga sehingga timbul suatu perlemahan syaraf, seperti pernapasan dan
menimbulkan kematian (Dinata, 2009). Tanin akan menghambat masuknya zat-zat makanan yang diperlukan oleh serangga, sehingga
kebutuhan nutrisi serangga tidak terpenuhi (Dewanti dkk., 2005).
Penelitian oleh Tandon et al., (2008) mengenai aktivitas insect growth regulator daun Vitex trifolia L. pada larva instar V Spilosoma obliqua memberi hasil bahwa minyak atsiri daun Vitex trifolia L. dapat memperpanjang periode larva dan pupa, meningkatkan mortalitas larva
dan deformitas pada stadium dewasa. Selain itu, kandungan minyak atsiri
ini dapat menurunkan kemampuan dalam perubahan ke stadium dewasa
(adult emergence), daya fekunditas, dan fertilitas telur pada serangga percobaan (Tandon et al., 2008).
B. Nyamuk Aedes aegypti
1. Taksonomi Aedes aegypti
Kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
12
Ordo : Diptera
Family : Culicidae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti Linn. (Universal Taxonomic Services, 2012).
Nyamuk Aedes aegypti yang telah terinfeksi virus dengue akan menggigit manusia dan menyebarkan ke aliran darah, sehingga dapat terjadi viremia.
Selanjutnya akan terjadi reaksi imun, akan terjadi demam tinggi dan
permeabilitas kapiler darah meningkat, kebocoran plasma di seluruh tubuh
itu nantinya akan menyebabkan syok hipovolemik (dengue shock syndrome) yang dapat menyebabkan kematian (Depkes, 2006).
2. Larva Aedes aegypti
Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu mengalami perubahan bentuk morfologi selama hidupnya dari stadium telur berubah
menjadi stadium larva kemudian menjadi stadium pupa dan menjadi
stadium dewasa (Sigit dkk., 2006).
Telur membutuhkan waktu sekitar 2-4 hari untuk menjadi larva. Larva
terdiri atas 4 substadium (instar) dan mengambil makanan dari tempat
perindukannya. Pertumbuhan larva instar I-IV berlangsung 6-8 hari pada
13
a. Larva instar I: berukuran 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong pernapasan pada siphon belum jelas.
b. Larva instar II: berukuran 2,5-3,5 mm, duri-duri dada belum jelas,
corong kepala mulai menghitam.
c. Larva instar III: berukuran 4-5 mm, duri-duri dada mulai jelas dan
corong pernapasan berwarna coklat kehitaman.
d. Larva instar IV: berukuran 5-6 mm dengan warna kepala gelap.
14
Gambar 3. Badan larva Aedes aegypti instar I-IV (Ananya bar & J. Andrew, 2013)
15
3. Pupa Aedes aegypti
Bentuk koma gerakan lambat, sering ada di permukaan air (Gambar 5).
Terdapat kantong udara yang terletak diantara bakal sayap nyamuk dewasa
dan terdapat sepasang sayap pengayuh yang saling menutupi sehingga
memungkinkan pupa untuk menyelam cepat dan mengadakan serangkaian
jungkiran sebagai reaksi terhadap rangsang (Aradilla, 2009).
Bentuk nyamuk dewasa timbul setelah sobeknya selongsong pupa oleh
gelembung udara karena gerakan aktif pupa. Pupa bernafas pada
permukaan air melalui sepasang struktur seperti terompet yang kecil pada
[image:30.595.235.387.458.611.2]toraks (Aradilla, 2009).
16
4. Nyamuk Aedes aegypti
[image:31.595.227.398.305.443.2]Ukuran nyamuk Aedes aegypti lebih kecil daripada Culex quinquefasciatus (Hasan, 2006). Ciri khas dari nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan adanya garis-garis dan bercak-bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam
(Gambar 6).
Gambar 6. Nyamuk Aedes aegypti
(Landcare research, 2013).
Ciri khas utama lainnya adalah terdapat dua garis lengkung yang berwarna
putih keperakan di kedua sisi lateral dan dua buah garis lengkung sejajar di
garis median dari punggungnya yang berwarna dasar hitam (lyre shaped marking) (Soegijanto, 2006).
1) Siklus Hidup Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna dalam satu siklus hidupnya (Gambar 7), artinya sebelum menjadi stadium
17
pertumbuhan, yakni stadium telur (menetas 1-2 hari setelah
perendaman air) kemudian berubah menjadi stadium larva. Terdapat
beberapa tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar.
Perkembangan larva dari instar 1-4 memerlukan waktu sekitar 5 hari.
Selanjutnya, larva akan berubah menjadi pupa selama ± 2 hari
sebelum akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Depkes RI, 2007).
2) Hormon Pertumbuhan sebagai Pengatur Perkembangan
Semua kelompok artropoda mempunyai sistem endokrin yang
[image:32.595.117.511.289.556.2]ekstensif. Serangga mempunyai eksoskeleton yang tidak bisa Gambar 7. Siklus perkembangan nyamuk Aedes aegypti
18
meregang. Serangga terlihat tumbuh secara bertahap, dengan
melepaskan eksoskeleton lama dan megekskresikan eksoskeleton baru
pada setiap pergantian kulit. Pada serangga pergantian kulit dipicu
oleh hormon yang disebut ekdison (ecdysone). Pada serangga ekdison disekresi dari sepasang kelenjar endokrin, yang disebut kelenjar
protoraks, terletak persis dibelakang kepala. Selain merangsang
pergantian kulit, ekdison juga merangsang perkembangan
karakteristik dewasa, seperti perubahan larva menjadi nyamuk
(Campbell, 2004).
Pada serangga produksi ekdison itu sendiri dikontrol oleh hormon
yang disebut sebagai hormon otak (brain hormone, BH). Sel-sel neurosekretori di otak menghasilkan hormon otak (brain hormone, BH), hormon tersebut disimpan dan dikeluarkan dari organ yang
disebut korpus kardiakum. Hormon tersebut mendorong
perkembangan dengan cara merangsang kelenjar protoraks untuk
mensekresikan ekdison. Sekresi ekdison secara bertahap, dan setiap
pembebasan hormon tersebut akan merangsang pergantian kulit
(Campbell, 2004).
Hormon otak dan ekdison diseimbangkan oleh hormon juvenil
(juvenile hormone, JH). JH disekresikan oleh sepasang kelenjar kecil persis dibelakang otak, yaitu korpus allata. Hormon juvenil
19
juvenil dalam tubuh serangga pada stadium larva awal akan cukup
tinggi, sedangkan pada stadium larva akhir mulai berkurang.
Demikian juga pada stadium pupa, kadar hormon juvenil sedikit. Pada
stadium dewasa kadar hormon juvenil meningkat kembali, hal ini
berhubungan dengan fungsinya dalam proses reproduksi (Campbell,
2004). Ketidakseimbangan kandungan hormon ekdison dan JH akan
mengakibatkan proses perkembangan larva yang abnormal, terjadi
[image:34.595.144.450.349.624.2]malformasi pada setiap tahapan (Gambar 8) (Kabir, 2010).
20
C. Pengendalian Vektor secara Kimiawi 1. Insektisida
Insektisida adalah bahan yang mengandung persenyawaan kimia yang
digunakan untuk membunuh serangga. Insektisida yang baik mempunyai
sifat yaitu, mempunyai daya bunuh yang besar dan cepat serta tidak
berbahaya bagi binatang vertebra termasuk manusia dan ternak, murah
harganya dan mudah di dapat dalam jumlah besar, mempunyai susunan
kimia yang stabil dan tidak mudah terbakar, mudah dipergunakan dan
dapat dicampur dengan berbagai macam bahan pelarut, dan tidak berwarna
dan tidak berbau yang tidak menyenangkan (Hoedojo, 2006).
Beberapa istilah yang berhubungan dengan insektisida adalah (Ridad,
1999):
1. Ovisida, yaitu insektisida untuk membunuh stadium telur
2. Larvasida, yaitu insektisida untuk membunuh stadium larva/nimfa
3. Adultisida, yaitu insektisida untuk membunuh stadium dewasa
4. Akarisida, yaitu insektisida untuk membunuh tungau
5. Pedikulisida, yaitu insektisida untuk membunuh tuma.
Khasiat insektisida untuk membunuh serangga sangat bergantung pada
bentuk, cara masuk ke dalam badan serangga, macam bahan kimia,
konsentrasi dan jumlah (dosis) insektisida. Faktor-faktor yang harus
diperhatikan dalam upaya membunuh serangga dengan insektisida ialah
mengetahui spesies serangga yang akan dikendalikan, ukurannya, susunan
21
Klasifikasi insektsisida
1. Berdasarkan cara masuknya ke dalam badan serangga, yaitu:
a. Racun kontak, yaitu insektisida yang masuk ke dalam badan
serangga dengan perantaraan tarsus (jari-jari kaki) pada waktu
istirahat di permukaan yang mengandung residu insektisida.
b. Racun perut, yaitu insektisida yang masuk ke dalam badan serangga
melalui mulut, jadi insektisida ini harus dimakan.
c. Racun pernapasan, yaitu insektisida yang masuk melalui sistem
pernapasan (Hoedojo, 2006; Ridad, 1999)
2. Berdasarkan macam bahan kimia, yaitu:
a. Insektisida anorganik, terdiri dari golongan sulfur dan merkuri, golongan arsenikum, dan golongan flour.
b. Insektisida organik berasal dari alam, terdiri dari golongan insektsida
berasal dari tumbuh-tumbuhan dan golongan insektisida berasal dari
bumi (minyak tanah dan minyak).
c. Insektisida organik sintetik, terdiri dari golongan organik klorin
(diklodifenil-trikloroetan, dieldrin, klorden, heksaklorobenzena,
linden), golongan organik fosfor (malation, paration, diazinon, fenitrotion, temefos, dichlorvos, ditereks), golongan organik nitrogen
22
2. Insect Growth Regulator
Insect Growth Regulator (IGR) merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam kegiatan larvaciding. IGR adalah sejenis bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan larva sejak dari instar I sampai IV
dan dapat menggangu hormon pertumbuhan larva agar tidak berhasil
menjadi pupa atau nyamuk dewasa. Kematian nyamuk disebabkan karena
ketidakmampuan nyamuk untuk melakukan metamorfosis. Telur gagal
menetas, larva gagal menjadi pupa, pupa gagal menjadi nyamuk dewasa
(Fitriani, 2004).
Insektisida ini dibagi menjadi dua yaitu yang mempengaruhi sistem
endokrin dan yang menghambat sintesis kitin. Juvenile Hormone Mimics merupakan tiruan hormon juvenil endogen, mencegah metamorfosis
menjadi stadium dewasa yang viabel ketika diberikan pada stadium larva.
Sampai sekarang, terdapat dua target primer juvenoid yang telah diketahui,
yaitu menghambat juvenile hormone esterase sehingga tidak terjadi degradasi hormon juvenil endogen dan dengan cara efek agonis pada
reseptor hormon juvenil (Mehlhorn, 2008).
Pada stadium dewasa serangga, hormon juvenil terlibat dalam regulasi
vitelogenesis telur. Perubahan pada homeostasis pada tahap perkembangan
23
Hormon juvenil dan juvenile hormon mimics bertindak sebagai suppressor atau stimulator terhadap ekspresi gen yang tergantung pada tahap
perkembangan dan tipe protein pengatur. Hal ini menjelaskan variasi efek
yang terjadi pada serangga yang diberikan juvenoid.
Fenoxycarb adalah insect growth regulator dengan aksi sebagai racun kontak dan pencernaan (Mehlhorn, 2008). Kandungan Fenoxycarb memperlihatkan aktivitas hormon juvenil yang kuat, menghambat
metamorfosis menjadi stadium dewasa dan menghambat proses moulting. Methoprene merupakan insect growth regulator yang mencegah
metamorfosis menjadi stadium dewasa yang viable ketika diberikan pada
tahap perkembangan larva (Mehlhorn, 2008).
Insektisida yang menghambat pembentukan kitin adalah dari golongan
benzoylurea seperti lufenuron, diflubenzuron (Dimilin), teflubenzuron (Nomolt) dan hexaflumuron (Sentricon). Kitin adalah komponen utama eksoskeleton serangga. Terganggunya proses pembentukan kitin larva
tidak dapat melanjutkan pertumbuhannya secara normal dan akhirnya mati
(Sudarmo, 1991).
D. Ekstraksi
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik dan memisahkan senyawa yang
24
yang terdapat dalam bahan alam baik dari tumbuhan, hewan, dan biota laut
dengan menggunakan pelarut organik tertentu. Proses ekstraksi ini
didasarkan pada kemampuan pelarut organik untuk menembus dinding sel
dan masuk ke dalam rongga sel secara osmosis yang mengandung zat aktif.
(Depkes, 2006).
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat
aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang
25
III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental laboratorium, dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Zoologi dan Laboratorium Kimia
Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
Universitas Lampung pada bulan Oktober-November 2013.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva instar III
26
Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (Loka
Litbang P2B2) Ciamis dalam bentuk kering dengan media kertas saring.
2. Sampel Penelitian
a. Kriteria Inklusi
1) Larva Aedes aegypti yang telah mencapai instar III 2) Larva bergerak aktif.
b. Kriteria Ekslusi
1) Larva mati sebelum perlakuan
2) Larva berasal dari alam bebas.
3. Besar Sampel
Berdasarkan pedoman World Health Organization (2005), maka pada penelitian ini dibutuhkan total larva sebanyak 600 larva (Tabel 1).
Rincian jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai
[image:41.595.162.519.634.750.2]berikut:
Tabel 1. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian (WHO, 2005)
Perlakuan Jumlah Larva X Jumlah
Pengulangan
Total
Kontrol (-): 0% 25 larva x 4 100 larva
Perlakuan I: 0,025% 25 larva x 4 100 larva
Perlakuan II: 0,050% 25 larva x 4 100 larva
Perlakuan III: 0,075% 25 larva x 4 100 larva
Perlakuan IV: 0,1% 25 larva x 4 100 larva
Perlakuan V: 0,125% 25 larva x 4 100 larva
27
D. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. 6 Kg Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) yang telah dihancurkan
b. 5 L Ethanol 96% sebagai pelarut
c. Aquades untuk tempat berkembang larva serta untuk melakukan
pengenceran ekstrak
d. Pelet Kelinci sebagai pakan larva untuk menghindari terjadinya
kekeruhan pada tempat pertumbuhan larva. Pelet diberikan sebanyak
10 mg/l (WHO, 2005).
2. Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Alat untuk preparasi bahan uji, yaitu:
1) Nampan plastik ukuran 30 x 15 cm untuk tempat memelihara larva
2) Kain kasa untuk memisahkan larva dengan air
3) Gelas plastik ukuran ±400 ml untuk tempat meletakkan larva uji
4) Sangkar nyamuk untuk meletakkan gelas tersebut pada waktu
28
b. Alat untuk pembuatan ekstrak buah Mahkota Dewa, yaitu:
1) Timbangan untuk menimbang buah Mahkota Dewa yang
diperlukan
2) Blender untuk menghaluskan buah Mahkota Dewa
3) Baskom plastik sebagai tempat atau wadah ekstrak buah Mahkota
Dewa
4) 24 Gelas plastik untuk merendam buah Mahkota Dewa yang telah
dihaluskan dengan ethanol 96%
5) Alumunium foil untuk menutup gelas saat melakukan ekstraksi
6) Saringan untuk memisahkan ekstrak ethanol buah Mahkota Dewa
dengan ampasnya
7) Pipet ukuran 1 ml untuk mengambil ekstrak buah Mahkota Dewa.
c. Alat untuk Uji Efektivitas
1) Gelas ukur 100 ml untuk mengukur jumlah air yang diperlukan
2) Kasa nilon untuk menutup gelas tempat pertumbuhan larva
3) Pipet larva untuk mengambil larva
4) Lidi untuk mengetahui larva yang mati
29
E. Prosedur Penelitian
Penelitian dibagi dalam 2 tahap, yaitu:
1. Tahap Persiapan
a. Preparasi Bahan Uji
Telur nyamuk Aedes aegypti yang dipakai pada penelitian ini diperoleh dari Ruang Insektarium Loka Penelitian dan Pengembangan
Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang Ciamis, Pangandaran,
Jawa Barat. Buah Mahkota Dewa diperoleh dari lingkungan sekitar
tempat penelitian.
b. Rearing Larva
Telur nyamuk dipindahkan ke dalam sebuah nampan yang berisi
media air selama 1-2 hari sampai telur menetas dan menjadi larva.
Larva akan berkembang dari stadium I sampai III yang berlangsung
selama 4-5 hari. Selama masa perkembangannya larva tersebut diberi
pakan berupa pelet.
c. Pembuatan Ekstrak Buah Mahkota Dewa
Disiapkan ekstrak buah Mahkota Dewa yang diperoleh dari
lingkungan sekitar tempat penelitian. Pembuatan ekstrak buah
Mahkota Dewa ini menggunakan pelarut berupa ethanol 96%. Buah
Mahkota Dewa sebanyak 6 kg yang telah didapat kemudian
dibersihkan dengan menggunakan air kemudian dicacah halus atau
diblender (tanpa air). Setelah diblender potongan buah Mahkota Dewa
30
diangin-anginkan. Setelah kering, potongan buah Mahkota Dewa
direndam selama 24 jam di dalam ethanol 96% sebanyak 5 L. Setelah
direndam selanjutnya bahan tersebut disaring sehingga diperoleh hasil
akhirnya berupa ekstrak buah Mahkota Dewa dengan konsentrasi
100%. Untuk membuat berbagai konsentrasi yang diperlukan dapat
digunakan rumus (Tabel 2):
Keterangan:
V1 = volume larutan mula-mula M1 = konsentrasi mula-mula
V2 = volume larutan sesudah diencerkan M2 = konsentrasi sesudah diencerkan
Tabel 2. Jumlah Ekstrak Buah Mahkota Dewa yang Dibutuhkan pada Penelitian (WHO, 2005)
M1 V2 M2
Pengulangan (V1 x 4)
100% 200 ml 0,025% 0,05 ml 0,2 ml
100% 200 ml 0,050% 0,10 ml 0,4 ml
100% 200 ml 0,075% 0,15 ml 0,6 ml
100% 200 ml 0,1% 0,20 ml 0,8 ml
100% 200 ml 0,125% 0,25 ml 1 ml
Total 3 ml
2. Tahap Penelitian
Larutan uji merupakan ekstrak ethanol buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) dengan konsentrasi 0% sebagai kontrol negatif dan konsentrasi 0,025%; 0,050%; 0,075%; 0,1%; 0,125% sebagai perlakuan
yang ditambahkan pada masing-masing gelas uji. Kontrol negatif hanya
menggunakan aquades sebanyak 200 ml dengan kedalaman 5-10 cm. Efek
[image:45.595.159.507.427.533.2]31
stadium dewasa dievaluasi dengan mengikuti pedoman standar pengujian
Insect Growth Regulators (WHO, 2005).
Menurut pedoman WHO larva instar III Aedes egypti yang digunakan dalam pengujian ini. Durasi pengujian yang panjang maka larva harus
diberi makan pelet kelinci 10 mg/l dengan cara yang sama pada
masing-masing perlakuan dengan interval pemberian selama 2 hari. Larva kontrol
juga diberi makan dengan cara yang sama denga larva perlakuan.
Gelas-gelas uji dan kontrol ditutup dengan menggunakan kasa nilon agar
terhindar dari kotoran dan serangga yang masuk kemudian disimpan di
dalam sangkar nyamuk selama waktu uji untuk mencegah stadium dewasa
terbang ke lingkungan luar. Mortalitas larva dan pupa dicatat setiap 24
jam (WHO, 2005).
Pada akhir pengamatan pengaruh buah Mahkota Dewa terhadap
perkembangan larva Aedes aegypti dinilai sebagai persentase jumlah larva yang tidak berhasil berkembang menjadi nyamuk dewasa yang viabel
(Adult Emergence Inhibition, IE%). Eksperimen selesai ketika semua larva atau pupa pada kontrol mati atau berubah menjadi stadium dewasa.
Kemudian dilakukan analisis untuk mendapatkan nilai IE50 dan IE90
32
F. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel
1. Identifikasi Variabel
a. Variabel Independen
Variabel independen adalah konsentrasi ekstrak buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa).
b. Variabel dependen
Variabel dependen adalah persentase jumlah larva yang tidak berhasil menjadi stadium nyamuk dewasa (Adult Emergence Inhibiton, IE%).
2. Definisi Operasional Variabel
33
Tabel 3. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat
Ukur
Cara Ukur Hasil
Ukur
Skala
1 Berbagai
konsentrasi ekstrak buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa.) Ekstrak buah Mahkota Dewa dinyatakan dalam persen (%). Masing-masing konsentrasi dibuat dengan cara pengenceran. Pada penelitian ini dipakai konsentrasi 0,025%; 0,050%; 0,075%; 0,1%; 0,125% dan kontrol 0% yang kemudian dicari dosis untuk menghambat 50% dan 90% perkembangan larva menjadi stadium dewasa atau
inhibition of adult emergence (IE50 and
IE90).
Gelas ukur 100 ml dan pipet ukur 1 ml Dengan meng-gunakan pipet ukur ambil konsen-trasi larutan yang diujikan. Cairan dalam mililiter Kate-gorik
2 Persentase
jumlah larva Aedes aegyti yang tidak berhasil menjadi stadium nyamuk dewasa (Adult Emergence Inhibiton, IE%)
Adult Emergence Inhibition dihitung berdasarkan rumus pada pedoman WHO (2005), yaitu:
Keterangan:
34
G. Analisis Data
Data yang diperoleh diuji analisis statistik menggunakan software statistik. Data
hasil penelitian dianalisis secara statistik menggunakan:
A. Uji normalitas data yaitu uji Saphiro-Wilk, jika hasilnya > 0,05 maka distribusi data normal maka dapat menggunakan uji parametrik anova, tapi
jika distribusi data tidak normal (hasilnya < 0,05) menggunakan uji alternatif
yaitu uji Kruskal Wallis (Dahlan, 2008).
B. Analisis varians (Analysis of Variance / ANOVA)
Dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah ada perbedaan nilai IE%
Aedes aegypti antar kelompok uji. Uji ini di pilih untuk melihat perbedaan pada data variabel numerik lebih dari 2 kelompok (Dahlan, 2008).
C. Least Significance Difference (LSD)
Dilanjutkan dengan pengujian LSD untuk mengetahui pasangan nilai mean
yang perbedaannya signifikan. Uji ini dilakukan setelah uji anova, uji ini di
maksudkan untuk mengetahui perbedaan yang bermakna pada kelompok
variabel (Dahlan, 2008).
D. Analisis Probit
Dianalisis seberapa besar daya hambat ekstrak buah Mahkota Dewa terhadap
35
H.Diagram Alir
Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan proses penelitian dibuat
diagram alir (Bagan 3).
Bagan 3. Diagram Alir Penelitian
Ekstrak buah Mahkota Dewa
Aquades Konsentrasi 0,025% Konsentrasi 0,050% Konsentrasi 0,075% Konsentrasi 0,1% Konsentrasi 0,125%
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V Kelompok IV
Setiap kelompok perlakuan dilakukan dengan empat kali pengulangan
Diamati setiap 24 jam
Hitung jumlah larva yang berhasil menjadi dewasa pada setiap kelompok perlakuan dan jumlah larva yang berhasil menjadi dewasa pada kelompok kontrol
Hitung IE% pada setiap kelompok perlakuan
36
I. Aspek Etik Penelitian
Penelitian ini telah lolos kajian etik oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor 2757/UN26/8/DT/2013
52
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Simpulan Umum
Terdapat pengaruh ekstrak buah Mahkota Dewa terhadap perkembangan
larva Aedes aegypti menjadi nyamuk dewasa.
2. Simpulan Khusus
a. Konsentrasi paling efektif dari ekstrak buah Mahkota Dewa dalam
menghambat perkembangan larva Aedes aegypti instar III adalah 0,0125%
b. IE50 pada kandungan ekstrak buah Mahkota Dewa terdapat pada
konsentrasi 0,030%
c. IE90 pada kandungan ekstrak buah Mahkota Dewa terdapat pada
53
B. Saran
1. Penelitian lebih lanjut terhadap pengaruh ekstrak buah Mahkota Dewa
(Phaleria macrocarpa.) sebagai penghambat perkembangan
spesies-spesies nyamuk lainnya yang berperan sebagai vektor penyakit sehingga
pemanfaatan ekstrak buah Mahkota Dewa dapat optimal.
2. Penelitian lebih lanjut mengenai cara pengolahan buah Mahkota Dewa
yang lebih aplikatif misalnya dekok sehingga hasilnya dapat
54
DAFTAR PUSTAKA
Aminah N.S,S. Sigit, S. Partosoedjono, Chairul. 2001. S.Lerak, D. Metel dan E. Prostata sebagai Larvasida Aedes aegypti. Cermin Dunia Kedokteran No.131.
Aradilla, A.S. 2009. Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Ethanol Daun Mimba (Azadirachta Indica) tehadap Larva Aedes Aegypti. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.
Bar, A. & Andrew. 2013. Morphology and Morphometry of Aedes aegypti Larvae. Annual Review & Research in Biology, vol. 3, no. 1, hh.1-21.
Becker, N., Petric, D., Zgomba, M., Boase, C., Dahl, C., Lane, J., dan Kaiser, A. 2003. Mosquitos and Their Control. Kluwer Academic/Plenum Publisher. New York.
Boerlage, Jacob Gijsbert. Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. Tropicos.org. 26 Agustus 2009. Missouri Botanical Garden. 3 Oktober 2013. http://www.tropicos.org/Name/50315226
Campbell, J.R., Kenealy, M.D., dan Campbell, K.L. 2003. Animal Sciences The Biology, Care and Production of Domestic Animals4th Edition. Mc Graw-Hill Higher Education. Singapore.
Campbell, N.A., Jane, B.R., Lawrence, G.M. 2004. Biology Fifth Edition. Diterjemahkan oleh: Manalu, W. Erlangga. Jakarta.
Carvalho AFU. 2003. Larvacidal Activity of The Essential Oil from Lippia sidoldes cham against Ae. Aegypti Linn. Mem Inst Oswaldo Cruz 98:565-571. CDC. Mosquito Life-Cycle. Dengue Homepage Centers for Disease Control and
Prevention. September 2012. USA Government. 15 July 2013. http://www.cdc.gov/dengue/entomologyecology/m_lifecycle.html
Dahlan, M. Sopiyudin. 2008. Statistik untuk Kedokteran Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta.
55
Dewanti, T.W., Siti Narsitoh Wulan dan Indira Nur C. 2005. Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Produk Kering, Instan dan Effervescent dari Buah Mahkota Dewa[Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.Jurnal Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, vol. 6, no. 1, hh. 29-36
Dinkes provinsi lampung. 2013. Angka Demam Berdarah Dengue 2012-2013. Lampung
Dinata, A. 2009. Atasi Jentik DBD dengan Kulit Jengkol. http://arda.students-blog.undip.ac.id/2009/10/18/atasi-jentik-dbd-dengan-kulit-jengkol Diakses tanggal 10 September 2013 .
Ditjen PP dan PL. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Depkes RI. Jakarta. 120 hlm.
Ditjen PP&PL. 2012. Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue per 100.000 Penduduk di Indonesia Tahun 2011 In Data/Informasi Kesehatan Provinsi Lampung. Pusat Data dan Informasi, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, h. 49
Dwiyanti, F. 2013. Pengaruh Ekstrak Daun Legundi (Vitex trifolia L.) Terhadap Perkembangn Larva Aedes aegypti Menjadi Stadium Nyamuk Dewasa. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Bandar Lampung
Elimam, A.M., Elmalik, K. H., dan Ali, F.S. 2009. Larvicidal, Adult Emergence Inhibition and Oviposition Deterrent Effects of Foliage Extract from Ricinus communis L. against Anopheles arabiensis and Culex quinquefasciatus in Sudan. Tropical Biomedicine. 26(2): 130–139.
Fitriani, F. 2004. Pengaruh Ekstrak Daun Legundi (Vitex trifolia L.) dalam Konsentrasi yang Sangat Rendah terhadap Perkembangan Stadium Pradewasa Nyamuk Culex quinquefasciatus. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gama, Z. P., Yanuwiadi, B., Kurniati T.H. 2010. Strategi Pemberantasan Nyamuk Aman Lingkungan: Potensi Bacillus thuringiensis Isolat Madura Sebagai Musuh Alami Nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari. 1: 2087-3522.
Gionar, Y.R., Zubaidah, S., Stoops, C.A., and Bangs, M.J. 2005. Penggunaan Metode Microtitre Plate Assay untuk Deteksi Gejala Kekebalan terhadap Insektisida OP pada Tiga Spesies Nyamuk di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Parasitologi dan Entomologi dalam Peringatan Hari Nyamuk V, Bandung, 19 Agustus 2005.
56
MencitPuith Jantan yang Diinduksi Potassium Oxonate dikutip dari Efek Pemberian Ekstrak Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap Pertumbuhan Sel-Sel Otak Besar Anak Tikus secara In Vitro. Skripsi. Murtisari, Ani. Institut Pertanian Bogor
Hasan, W. 2006. Mengenal Nyamuk Aedes aegypti Vektor Demam Berdarah Dengue. Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU,hh. 86-89
Hoedojo. 2006. DBD dan Penanggulangannya. Majalah Parasitologi Indonesia. 6:31-45.
Kabir Kondkar., 2010. A potent larvacidal and growth disruption activities of apium graveolens seed extract on dengue fever mosquito. Pakistan.
Kemenkes RI. 2010. Demam Berdarah Dengue. Pusat Data dan Surveilan Epidemiologi. Jakarta.
Landcare Research. Aedes (Stegomyia) aegypti (Linnaeus, 1762). Ours Science. The Landcare research Manaaki Whenua. 15 Juli 2013.
https://www.landcareresearch.co.nz/science/portfolios/defining-land- biota/invertebrates/invasive-invertebrates/mosquitoes/biosecurity-threats/aedes-aegypti
Mehlron, H. 2008. Encyclopedia of Parasitology the 3th Edition. Springer-Verlag berlin Heidelberg. New York.
Muhlisah, Fauziah. 2007. Tanaman Obat Keluarga [TOGA]. Penebar Swadaya. 4
Oktober 2013.
http://books.google.co.id/books?id=fAbu7I9LqXsC&pg=PA82&dq=Mahkota +Dewa:+Budidaya+dan+Pemanfaatan+untuk+Obat&hl=en&sa=X&ei=vRRP UsjaPMmQrQferIGoDQ&redir_esc=y#v=onepage&q=Mahkota%20Dewa%3 A%20Budidaya%20dan%20Pemanfaatan%20untuk%20Obat&f=false
Natadisastra, D dan Ridad, A. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. EGC. Jakarta.
Novizan. 2008. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. Agro Media Pustaka. Jakarta. pp: 37-40.
57
Rajkumar, S., dan Jebanesan, A. 2005. Larvicidal and Adult Emergence Inhibition Effect of Centella asiatica Brahmi (Umbelliferae) against Mosquito Culex quinquefasciatus Say (Diptera : Culicidae). African Journal of Biomedical Research. Vol. 8 (2005); 31 – 33.
Resh, V.H., dan Carde, R.T.2009. Encyclopedia Of Insects. Elsevier. New York. Ridad A., Ochadian H., Natadisastra D. 1999. Bunga Rampai Entomologi Medik.
Edisi ke-2. Bagian Parasitologi FK Unpad.
Sigit, S. H., F. X. Koesharto, Upik K. H., Dwi J. G., Susi S., Indrosancoyo A. W., Musphyanto C., Mohammad R., Swastiko P., Sulaeman Y., dan Sanoto U. 2006. Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan
Pengendalian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soegijanto, S. 2006. Demam Berdarah Dengue. Edisi kedua. Airlangga University Press. Surabaya
Sudarmo, S. 1991. Pengendalian Serangga Hama Sayuran dan Palawija. Kanisius. Yogyakarta.
Sukowati, S. 2010. Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue dan Pengendaliannya di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah. Jakarta.
Tandon, S., Mittal, A.K., Pant, A.K. 2008. Insect Growth Regulatory Activity of Vitex trifolia and Vitex agnus-castus Essential Oils against Spilosoma obliqua. Fitoterapia. 79(4):283–286.
Universal Taxonomic Services. 2012. Taxon: Aedes aegypti (Linnaeus, 1762) – Yellow Fever Mosquito. 7 April 2012. The Taxonomicon. 3 Oktober 2013. http://taxonomicon.taxonomy.nl/TaxonTree.aspx
Utomo M., Sayono. 2007. Efikasi Berbagai Dosis Methoprene sebagai Insect Growth Regulator Terhadap Pertumbuhan Larva Aedes aegypti. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Wijayakusuma, Hembing. 2008. Atasi Kanker dengan Tanaman Obat. Cetakan ke 3. 20 Juli 2013.
http://books.google.co.id/books?id=2hStIXMaHLkC&printsec=frontcover&h l=id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false.
World Health Organization. 2005. Guidelines for Laboratory and Field Testing of Mosquito Larvasides. WHO/CDS/WHOPES/GCDPP/2005/13.