• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLITIK HUKUM UNDANG - UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLITIK HUKUM UNDANG - UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Politik Hukum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara

Oleh Nissa Yulvina

Ledakan pensiun, kesejahteraan pegawai dan pensiun yang belum layak, serta rendahnya kualitas layanan publik mengakibatkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian tidak dapat lagi memenuhi tuntutan global sehingga mendorong terlahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah politik hukum dari UU ASN.

Metode yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konsep. Data yang digunakan data sekunder dengan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier dengan menggunakan analisis kualitatif.

Hasil yang didapat yaitu UU ASN mengatur 11 substansi tentang manajemen kepegawaian dan terdapat tujuh substansi utama yang berbeda dengan UU sebelumnya. Pembahasannya yaitu mengenai rekrutmen, pengembangan pegawai, penempatan dalam jabatan dan promosi, kompensasi/kesejahteraan, manajemen kinerja, penegakan disiplin dan etika, serta pensiun.

Simpulan dari penelitian ini UU ASN memandang sumber daya manusia adalah unsur terpenting sebuah organisasi oleh sebab itu dalam pengadaan, penempatan, promosi, dan remunerasi pegawai ASN harus dilakukan berdasarkan asas “merit” yang menempatkan “the right person” on the “the right job” secara obyektif. UU ASN memiliki arah kebijakan untuk membangun ASN yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik KKN, dan menjadi unsur perekat persatuan dan kesatuan NKRI. Saran yang diberikan yaitu harus dilakukan sosialisasi dan pengawasan yang ketat terhadap UU ASN ini

(2)

ABSTRACT

LEGAL POLITICS OF LAWS NO 5 OF 2014 ON CIVIL SERVANT

by Nissa Yulvina

Explosion retirement, employee welfare and pensions that have not feasible, and the low quality of public services resulted in Act No. 43 of 1999 on the Principles of Civil Service can no longer meet the global demands that encourage the founding of Law No. 5 of 2014 On State Civil Apparatus (ASN). This study aimed to analyze whether the political law of Law ASN.

The method used is a normative legal research with law approach and concept. The data used secondary data with primary legal materials, secondary, and tertiary using qualitative analysis.

The result is Law ASN set 11 substances on the management of personnel and there are seven different main substance with the previous law. The discussion is about recruitment, employee development, placement in the office and promotion, compensation / welfare, performance management, discipline and ethics, as well as retirement.

The conclusions of this study looked at the ASN law of human resources is the most important element of an organization and therefore in the procurement, placement, promotion, and employee remuneration ASN must be based on the principle of "merit" that puts "the right person" on the "the right job" objectively. Law ASN has ASN policy direction to build integrity, professional, neutral and free from political interference, net of corrupt practices, and the elements of the unity of Homeland adhesive. The advice given was to be done socialization and rigorous oversight of these ASN Law.

(3)

TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat

MAGISTER HUKUM

Pada

Program Pascasarjana Magister Hukum

Fakultas Hukum Universitas Lampung

Oleh

Nissa Yulvina

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

POLITIK HUKUM UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

(Tesis)

Oleh

NISSA YULVINA

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

PERSETUJUAN ... iv

PENGESAHAN ... v

PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6

1. Permasalahan ... 6

2. Ruang Lingkup ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Kegunaan Penelitian ... 6

D. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 16

A. Politik Hukum ... 16

1. Pengertian Politik Hukum ... 16

2. Dimensi Kajian Politik Hukum dan Perundang-undangan . 19 3. Objek Kajian Politik Hukum ... 21

4. Corak dan Karakter Produk Hukum ... 22

5. Konfigurasi Dan Manfaat Kajian Politik Hukum ... 24

B. Politik Hukum Di Indonesia ... 24

C. Politik Perundang-Undangan Indonesia ... 32

D. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik ... 37

III. METODE PENELITIAN ... 44

A. Pendekatan Masalah ... 44

(6)

C. Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 46

D. Analisis Data ... 47

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Politik Hukum Undang-Undang No 43 Tahun 1999 Tentang Kepegawaian ... 48

B. Politik Hukum Undang-Undang No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara ... 51

V. PENUTUP ... 100

A. Simpulan ... 100

(7)

DAFTAR TABEL

(8)

KATA

PENGAI\TAR

Alhamdulillatr, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala karunia dan ridho-Nya, sehingga tesis dengan judul "Politik Hukum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara" ini

dapat diselesaikan.

Tesis

ini

disusun untuk memenuhi salhh satu persyaratan memperoleh gelar

Magister Hukum pada Program Studi Magister Hukum Universitas Lampung.

Oleh karena itu, pada kesempatan

ini

penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1.

Bapak Prof.

Dr.

Ir. Sugeng

P

Harianto, M.S selaku Rektor Universitas

Lampung;

Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H, M.S selaku Dekan Fakultas Hukum Unila dan

Pembimbing utama atas kesediaan untuk memberikan bimbingan dengan

memberikan saran, informasi dan arahan dalam penulisan tesis ini hingga

dapat diselesaikan dengan baik;

Bapak Rudy, S.H.,

LL.M., LL.D

selaku Pembimbing pendamping yang

bersedia memberikan arahan, saran dan kritik selama penulisan tesis ini;

Bapak Dr. Khaidir Anwar, S.H, M.Hum selaku Ketua Program dan Pembahas

yang dengan ketelitian dan kecermatan telah memberikan saran yang sangat berguna bagi kesempurnaan tesis;

2.

J.

(9)

Ibu

Dr.

Yusnani Hasyim Zum,S.H, M.Hum selaku Pembahas yang telah

memberikan kritik, saran, dan pandangan dalam tesis ini;

Bapak, Ibu Dosen dan Staf Program Pasacasarjana Magister Hukum Fakultas

Hukum Universitas Lampung.

Rita Laslubiati, S.E.,M.H dan Dina Haryati Sukardi S.H.,M.H terimakasih motivasi, pertolongan, dan kebersamrnnnya dimasa-masa sulit ini.

Sahabat-sahabat seperjuangan ReB,

A

Program Pasca Sarjana Magister

Hukum Universitas Lampung Angkatan 2012;

Aris

Husein, Novekawati,

Indra ZR" Feni Andriani, Butet Vera Septia, Harina Hayati Harfa, Winni

Feriana Maliki, Andrika Ferozq Muhammad Suhendr4 Dina Adhareni, Umiratul, Ria Melind4 Puti Musda, Tora Yuliana, Derry, MeiriaNurphi.

Akhir

kata, Penulis mengucapkan terimakasih dan semoga tesis

ini

dapat

bermanfaat bagi kita semul.

7.

(10)

Fakultas Hukum I I I l t i i ii I I I I I I I I t t t t I i t t r I t I I I I I i I I I r ? t \:;.

[.r

itil

fr;l r

,

.',

t

r

,

I r l I'

t

r i r MENGESAHKAN

Sekretaris

:

Rudyr,S.H.,rLL;M., LL;D.

Penguji Utama

Anggota

Anggota

s.H., M.S.

109,198703 I 003

r Program Pascasarjana

Sudjarwo, M.S.

30528198103 I 002

l.

Tim Penguj'i

'..' :

..

:

KetuarTim Penguji

:

prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S.

:

Dr, Heni Siswanto, S.H,, M.H.

:'Dr. Yusnani HaSyim Zum,,S.H.r M.Hum.

:

Dr. KhaidirAnwarn S.H.,

M.Hum.

:

-g

(11)

Nama Mahasiswa

No. Pokok Mahasiswa

Program Kekhususan

Program Studi

Fakultas

Pembimbing Utama

Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. NrP. 19621 109 198703 I 003

NISSA YULVINA

1222011028

Hukum Kenegaraan

Program Pascasarjana Magister Hukum

Hukum

MENYETUJUI

Dosen Pem6imbing

Pembimbing Pendamping

MENGETAHTJI Ketua Program Pascasarjana

Hukum

Dr. Khaidir Anwar, S.H., M.Hum. NIP. 195503 l4 198603 I 001

.r"5"';-!]'.n i v e rs i ta s

ffi

\iq*g:'ffi;:"r

mpung

Rudy, M., LL.D.

(12)

LEMBAR PERI{YATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

1.

Tesis dengan judul POLITIK HUKUM LTNDANG-UNDANG NOMOR 5

TAHTIN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA adalah karya

saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas penulisan lain dengan tata cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang sepenuhnya disebut plagiarisme

2.

Hak

intetektual atas karya ilmiah

ini

diserahkan sepenuhnya kepada

Universitas LamPung.

Atas pernyataan

ini,

apabila dikemudian

hari

ternyata ditemukan adanya

ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepadasaya.

Bandar Lampung, l

l

DesembEr 2014

Yans Membuat PernYataan'

METERAI T*r"A

TE]VIPEL

W

473/o?;,J']F446.101

ffielq

Nissa Yulvina

(13)

MOTO

Jangan takut untuk mengambil satu langkah besar bila memang itu

diperlukan. Anda tak akan bisa melompati jurang dengan dua

lompatan kecil.

(14)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim,

Dengan segala keterbatasanku, ku persembahkan sebuah karya

sederhana ini dengan penuh ucapan syukur kepada Allah SWT atas

segala karunia dan hidayah Nya untuk orang-orang terkasih :

Kedua orang tuaku tercinta, yang selama ini telah memberikan

semua yang terbaik dalam hidupku, yang selalu mendoakan setulus

hati di setiap langkah dan tujuanku..

Terimakasih atas segala kasih sayang, do’a, pengorbanan,dukungan,

semangat, kerja keras dan kesabaran dalam membimbing serta

mengarahkanku..

Lentera di dalam kesendirianku..terimakasih “popeyee”

(15)

RIWAYAT HIDUP

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan, ketatalaksanaan dan sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pelayanan dan pengembangan sumber daya manusia merupakan serangkaian kebijaksanaan yang berkesinam- bungan untuk mewujudkan birokrasi yang modern.

(17)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian negara menetapkan penerapan sistem kepegawaian berbasis karir menekankan pada hak, kewajiban, tugas, dan tata cara pengelolaan Pegawai Negeri Sipil secara individu guna membangun sumber daya aparatur negara dengan manajemen yang tersentralisasi.

Aparatur negara Republik Indonesia terdiri dari 4,7 juta pegawai Aparatur Sipil Negara, 360.000 anggota Polri, dan 330. 000 anggota TNI1. Semuanya merupakan modal bangsa dan negara yang harus selalu dijaga dengan baik, dikembangkan dan dihargai. Manajemen sumber daya Aparatur Sipil Negara merupakan salah satu bagian penting dari pengelolaan pemerintahan negara yang bertujuan untuk membantu dan mendukung seluruh sumber daya manusia aparatur sipil negara untuk merealisasikan seluruh potensi mereka sebagai pegawai pemerintah dan sebagai warga negara.

Paradigma ini mengharuskan perubahan pengelolaan sumber daya tersebut dari perspektif lama manajemen kepegawaian yang menekankan hak dan kewajiban individual pegawai menuju perspektif baru yang menekankan pada manajemen pengembangan sumber daya manusia secara strategis (strategic human resource management) agar selalu tersedia sumber daya aparatur sipil negara unggulan selaras dengan dinamika perubahan misi aparatur sipil negara.

(18)

3

Perubahan tersebut memerlukan manajemen pengembangan sumber daya manusia aparatur negara agar selalu maju dan memiliki kualifikasi dan kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan sehingga tercapainya tata pemerintahan yang baik atau good governance dan pembangunan selaras dengan berbagai tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia.

Upaya reformasi birokrasi yang terbaru yaitu disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara melalui sidang paripurna. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) ini mengatur manajemen PNS yang meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan, pola karier, promosi, mutasi penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, pensiun, tabungan hari tua dan perlindungan.

(19)

Kondisi ini harus dapat diatasi untuk mewujudkan pembangunan Aparatur Sipil Negara yang professional, netral dan berintegritas tinggi sesuai dalam rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) Tahun 2005-2024. Salah satu masalah mendasar yang akan dihadapi Indonesia dalam reformasi Aparatur Sipil Negara tahun 2010-2024 adalah ledakan pensiun PNS yang diprediksi akan terjadi pada tahun 2015.

Laporan misi Bank Dunia pada tahun 2009 tentang reformasi aparatur sipil negara memperhitungkan antara tahun 2010 sampai tahun 2014 jumlah PNS yang akan memasuki usia pensiun akan mencapai 2,5 juta orang. Pensiunan PNS pada saat ini berjumlah 2,43 juta orang. Dengan demikian pada tahun 2015 jumlah PNS akan mencapai 4,9 juta orang atau lebih besar dari jumlah total PNS pada 2010 yang berjumlah 4,7 orang2. Beban fiskal untuk pembayaran manfaat pensiun akan sangat berat apabila seluruhnya dibebankan kepada APBN, lalu bagaimanakah UU ASN ini memberikan jalan keluar bagi permasalahan ini.

Selain permasalahan ledakan pensiun, kesejahteraan pegawai dan pensiunan pegawai yang belum memadai. Permasalahan selanjutnya yaitu rendahnya kualitas layanan publik. Penyelenggaraan pelayanan publik yang merupakan salah satu kewajiban konstitusional pemerintah ternyata belum bebas sepenuhnya dari praktek ekonomi biaya tinggi dan praktek KKN seperti yang terungkap dengan kasus makelar hukum dan makelar pajak.

(20)

5

Pelayanan publik dasar antara lain transportasi publik, pendidikan wajib, pelayanan kesehatan, penyediaan air bersih, kebersihan dan telekomunikasi belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat pendapatan menengah baik secara kuantitatif dan kualitatif. Kemajuan telah banyak dicapai dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah belum dapat menyediakan kualitas pelayanan publik yang sesuai dengan tantangan yang dihadapi, yaitu perkembangan kebutuhan masyarakat yang semakin maju dan persaingan global yang semakin ketat.

Hasil survei integritas KPK menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik Indonesia mencapai skor 6,84 dari skala 10 untuk instansi pusat dan 6,69 untuk unit pelayanan publik di daerah3. Skor integritas menunjukkan karakteristik kualitas dalam pelayanan publik seperti ada tidaknya suap, ada tidaknya SOP, kesesuaian proses pemberian pelayanan dengan SOP yang ada, keterbukaan informasi, keadilan dan kecepatan dalam pemberian pelayanan serta kemudahan pengaduan masyarakat. Persoalan-persoalan inilah yang hingga saat ini menjadi permasalahan hukum yang berkembang dan perlu dianalisis.

Berdasarkan hal ini, peneliti tertarik mengkaji kemana arah kebijakan yang hendak dituju dari pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Oleh sebab itu, judul yang peneliti fokuskan yaitu mengenai Politik Hukum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.

(21)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah : “Apakah politik hukum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara?”

2. Ruang lingkup

Ruang lingkup penelitian ini, dibatasi dari aspek keilmuan adalah disiplin ilmu hukum kenegaraan yang membahas mengenai politik hukum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah: “Untuk menjelaskan dan menganalisis mengenai politik hukum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil

Negara”.

2. Kegunaan penelitian

a. Secara teoritis, penelitian ini dipergunakan untuk menambah pengetahun dalam rangka pengembangan ilmu hukum mengenai politik hukum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.

(22)

7

berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara dan dipergunakan sebagai bahan bacaan dalam penelitian-penelitian lainnya.

D. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori

Kerangka teoritis merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti4. Penelitian ini menggunakan beberapa teori sebagai alat untuk menganalisis permasalahan yang telah dirumuskan yaitu : teori/konsep politik hukum dan teori kepastian hukum.

a. Teori Politik Hukum

Para ahli ilmu hukum memberikan pengertian yang berbeda terhadap konsepsi tentang politik hukum. Politik hukum menurut Bellefroid adalah bagian dari ilmu hukum yang meneliti perubahan hukum yang berlaku yang harus dilakukan untuk memenuhi tuntutan baru kehidupan masyarakat5.

Politik hukum melanjutkan perkembangan tertib hukum, karena ia mencoba menjadikan ius constitutum yang diperkembangkan dari stelsel-stelsel hukum yang lama, menjadi ius constituendum atau hukum untuk masa yang akan datang6.

4. Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, IU Press, Jakarta, hlm:125 5. Abdullatif dan Hasbi Ali, 2010, Politik Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm :6

(23)

Utrecht mengutarakan bahwa politik hukum menentukan hukum yang seharusnya, politik hukum berusaha membuat kaidah-kaidah yang akan menentukan bagaimana seharusnya manusia bertindak. Politik hukum menyelidiki perubahan-perubahan apa yang harus diadakan dalam hukum yang sekarang berlaku supaya menjadi sesuai dengan kenyataan sosial7. Politik hukum meneruskan perkembangan hukum dengan berusaha melenyapkan sebanyak-banyaknya ketegangan antara positivitas dan realitas sosial. Dengan bersandar pada pendapat Bellefroid, Utrecht menyatakan bahwa politik hukum membuat suatu ius constituendum ini pada kemudian hari berlaku sebagai ius constitutum baru8.

Sunaryati Hartono mendefinisikan politik hukum sebagai sebuah alat (tool) atau sarana dan langkah yang dapat digunakan pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional yang dikehendaki dan dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita bangsa Indonesia atau menitikberatkan politik hukum dalam dimensi ius contituendum (hukum yang dicita-citakan)9.

Menurut Padmo Wahjono dalam bukunya Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum10 mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. Padmo mengatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang akan dijadikan kriteria menghukumkan sesuatu.

7. Utrecht, dan Moh. Saleh Djindang, 1989. Pengantar dalam Hukum Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta:, hlm:48

8. Abdullatif, dan Hasbi Ali, Op cit, hlm:7

9. Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, hlm: 23

(24)

9

Politik Hukum menurut Mahfud MD adalah legal policy atau garis kebijakan resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara11. Didalam pengertian tersebut, hukum ditempatkan sebagai alat untuk mencapai tujuan negara sehingga pembuatan hukum baru atau pencabutan hukum lama oleh negara harus dijadikan langkah untuk mencapai tujuan negara, walaupun didalam pengertian itu hukum dikatakan sebagai alat, di dalam pengertian tersebut terletak hakikat supremasi hukum, karena hukum sebagai alat mencapai tujuan negara.

Politik hukum dapat juga dilihat dari sudut lain, yakni sebagai kristalisasi kehendak-kehendak politik yang saling bersaingan dalam pemberlakuan hukum sehingga latar belakang politik tertentu dapat melahirkan hukum dengan karakter tertentu12. Pengertian lain tentang politik hukum yang aplikatif menurut Hikmahanto Juwono, yaitu peraturan perundang-undangan merupakan bagian dari hukum yang dibuat secara sengaja oleh institusi negara.

Pengertian lain tentang politik hukum yang aplikatif menurut Hikmahanto Juwono yaitu peraturan perundang-undangan merupakan bagian dari hukum yang dibuat secara sengaja oleh institusi negara. Oleh karena itu pembuatan dari peraturan perundang-undangan tersebut memiliki tujuan dan alasan tertentu yang dapat beraneka ragam. Berbagai tujuan dan alasan yang menjadi dasar dibentuknya peraturan perundang-undangan ini disebut politik hukum13.

11.Mahfud MD, 2009, Politik Hukum di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, hlm:1 12.Mahfud MD, 2010, Membangun Hukum Menegakkan Konstitusi, Op cit, hlm :15

13.Muyassarotussolichah, Melacak akar, cabang dan ranting politik hukum UUD 1945 Hasil

(25)

Politik hukum dapat dibedakan menjadi dua dimensi. Pertama adalah politik hukum yang menjadi alasan dasar diadakannya peraturan perundang-undangan, dimensi yag pertama disebut dengan kebijakan dasar atau basic policy. Dimensi kedua adalah tujuan atau alasan yang muncul dibalik pemberlakuan peraturan perundang-undangan. Dimensi ini disebut dengan kebijakan pemberlakuan atau

enactment policy14.

Abdul Hakim Garuda Nusantara mendefinisikan politik hukum sebagai legal policy atau kebijakan hukum yang hendak diterapkan atau dilaksanakan secara nasional oleh suatu pemerintahan negara tertentu yang meliputi : 1) pelaksanaan secara konsisten ketentuan hukum yang ada ; 2) pembangunan hukum yang berintikan pembaruan atas hukum yang telah ada dan pembuatan hukum-hukum baru ; 3) penegasan fungsi lembaga penegak hukum serta pembinaan para anggotanya; 4) peningkatan kesadaran hukum masyarakat menurut persepsi elite pengambil kebijakan15.

b. Teori Kepastian Hukum

Salah satu fungsi yang terpenting dari hukum adalah tercapainya keteraturan dalam kehidupan manusia di dalam masyarakat16. Keteraturan yang intinya kepastian ini, apabila dihubungkan dengan kepentingan penjagaan keamanan diri maupun harta milik dapat juga dinamakan ketertiban. Fungsi hukum menjamin keteraturan dan ketertiban ini sangat penting, sehingga fungsi ini dapat dikatakan sama dengan tujuan hukum.

14.Ibid, hlm : 4

15.Mahfud MD, 2010, Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, Rajawali Pers, Jakarta, hlm:15

(26)

11

Beberapa sarjana berpendapat bahwa hukum bertugas utama menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia. Tugas hukum ini menjamin kepastian hukum hubungan yang terdapat dalam pergaulan masyarakat. Dalam tugas ini, terkandung dua tugas lain yaitu hukum harus menjamin keadilan dan hukum harus tetap berguna. Jadi, hukum sekaligus memenuhi tiga syarat pokok, yaitu hukum seharusnya adil, seharusnya berguna, dan seharusnya menjamin kepastian hukum.

Ditinjau dari sudut politik perundang-undangan, maka kepastian hukum yang menjadi kenyataan hukum, dan hukum positif seharusnya identik. Hukum positif bersifat alat, yaitu alat untuk mencapai kepastian. Untuk mencapai kepastian hukum, perundang-undangan harus berdasarkan pada tiga asas, yaitu: pertama, asasa bahwa suatu ketentuan perundang-undangan tidak boleh bertentangan denga ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya (lex superior derogat legi inferiori).

Kedua, asas bahwa ketentuan perundang-undangan yang ditetapkan kemudian mengalahkan ketentuan perundang-undangan yang ditetapkan lebih dahulu (lex posterior derogat legi priori); dan ketiga, asas yang menyatakan bahwa tidak boleh ditetapkan ketentuan perundang-undangan dengan berlaku surut (asas non-retroaktif)17. Pembentukan peraturan perundang-undangan pada hakekatnya ialah pembentukan norma-norma hukum yang berlaku keluar dan bersifat umum dalam arti yang luas18.

17.B. Arief Sidharta, Op cit, hlm :63

(27)

Suatu peraturan perundang-undangan dapat disebut secara sah sebagai peraturan perundang-undangan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan formal yang ditetapkan dalam proses dan prosedur pembentukannya. Selain itu, perlu memperhatikan asas-asas yang bersifat material yang menyangkut isi atau materinya.

Asas formal dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, meliputi: asas tujuan yang jelas; asas organ/lembaga yang tepat; asas perlunya pengaturan; asas dapat dilaksanakan; asas konsensus19, sedangkan asas materiil meliputi : asas terminologi dan sistematika yang jelas; asas dapat dikenali; asas perlakuan yang sama dalam hukum; asas kepastian hukum; asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual20.

Dalam negara hukum, peran asas kepastian hukum (principle of legal security) mendapat prioritas yang utama. Asas kepastian hukum adalah asas untuk mengetahui dengan tepat aturan apa yang berlaku dan apa yang dikehendaki daripadanya21. Asas kepastian hukum dalam sistem hukum memiliki bentuk dan kedudukan. Asas kepastian hukum mula-mula diberi nama lain yaitu asas harapan atau asas kepercayaan, yaitu bahwa dalam hukum administrasi terdapat harapan- harapan masyarakat yang haruslah dipenuhi, yang merupakan pengkhususan dari asas umum tentang kepastian hukum22.

19.Yuliandri, 2009, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm: 113-114

20.Ibid, hlm:114

21.Saifullah Bombang, 2008, Asas Kepastian Hukum Dalam Pemerintahan Yang Baik, Bilancia, hlm: 125-136

(28)

13

2. Konseptual

Kerangka konsep merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti atau diketahui. Konsep inilah yang dibutuhkan terhadap suatu cara berpikir yang sistematis, logis, dan metodologis.

Politik dan kekuasan tak dapat dipisahkan, sebab politik akan selalu melibatkan kelompok-kelompok orang dengan pelbagai konflik kepentingan yang bersaing untuk menguasai pemerintahan. Dalam kehidupan suatu negara akan terlihat bahwa yang membedakan politik negara (politics of the state) dan politik organisasi lain dalam masyarakat adalah ruang lingkupnya yang luas dan kemampuan pemerintah untuk mendukung keputusan-keputusannya dengan menggunakan atau menerapkan ancaman sanksi dan kekuatan yang sah berdasarkan hukum.

Dalam sistem politik, pengambil keputusan selalu mempertimbangkan saran berupa tuntutan dari kelompok-kelompok kepentingan dan dukungan masyarakat yang percaya pada ligitimasinya. Setelah melewati proses konversi, mereka merumuskan keluaran berupa keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan antara lain dalam bentuk berbagai produk hukum dan kebijakan umum.

(29)

Agar produk hukum yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan, proses yang melibatkan unsur-unsur yang mendukung terjaminnya proses tersebut harus diperhatikan, termasuk dalam hal ini adalah pengaruh ideologi dan ajaran-ajaran politik.

Sebagai sebuah disiplin hukum, politik hukum memberikan landasan akademis terhadap proses pembentukan dan penemuan hukum yang lebih sesuai dengan konteks kesejarahan, situasi dan kondisi, kultur dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat terhadap hukum itu sendiri. Melalui hukum seperti ini diharapkan produk hukum yang diterima, dilaksanakan, dan dipatuhi.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa politik hukum adalah kebijakan dasar oleh suatu negara yang dilaksanakan oleh penyelenggara negara yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.

Pengertian kata penyelenggara negara dan tujuan negara yang dicita-citakan menjadi fokus dalam studi ini. Penyelenggara negara adalah lembaga-lembaga negara yang diberikan wewenang oleh konstitusi untuk mengadakan pemerintahan suatu negara. Penyelenggara disebut juga dengan pemerintah, yang pengertian luas mencakup kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.

(30)

15

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Apa yang terdapat terdapat dalam pembukaan itu kemudian dijabarkan lebih rinci pada pasal-pasal UUD 1945 tersebut, yang dioperasionalkan dalam Undang-Undang atau peraturan perundang-undangan lain yang terdapat dibawahnya.

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Politik Hukum

1. Pengertian Politik Hukum

Padmo Wahjono dalam bukunya Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum23mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. Definisi ini masih bersifat abstrak dan kemudian dilengkapi dengan sebuah artikelnya yang berjudul

Menyelisik Proses Terbentuknya Perundang-Undangan, yang dikatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Dalam hal ini kebijakan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum, penerapan hukum dan penegakannya sendiri24.

Menurut Soedarto, politik hukum adalah kebijakan dari negara melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan akan digunakan untuk nengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan25.

23 Padmo Wahyono, 1986, Indonesia Negara Berdasatkan atas hukum, Cet. II, Ghalia Indonesia, Jakarta., hlm: 160

24 Padmo Wahyono, 1991, Menyelisik Proses Terbentuknya Perundang-Undangan, Forum Keadilan, No. 29 April 1991, hlm: 65

(32)

17

Pada buku lain yang berjudul Hukum dan Hukum Pidana dijelaskan, politik hukum adalah usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu26.

Sunaryati Hartono dalam bukunya Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional melihat politik hukum sebagai sebuah alat (tool) atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional yang dikehendaki dan dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita bangsa Indonesia27.

Satjipto Rahardjo mendefinisikan politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat28. Menurut Abdul Hakim Garuda Nusantara, politik hukum adalah kebijakan hukum (legal policy) yang hendak diterapkan atau dilaksanakan oleh suatu pemerintahan negara tertentu29.

Garuda Nusantara menjelaskan pula wilayah kerja politik hukum dapat meliputi pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada secara konsisten, proses pembaruan dan pembuatan hukum, yang mengarah pada sikap kritis terhadap hukum yang berdimensi ius contitutum dan menciptakan hukum yang berdimensi ius constituendum, serta pentingnya penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum.

26 Soedarto, 1986, Hukum dan HukumPidana, Alumni, Bandung, hlm:151.

27 Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, hlm: 1

28 Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm:35

(33)

Berdasarkan pendapat ahli di atas, penulis menggunakan teori politik hukum menurut Padmo Wahyono yaitu bahwa politik hukum adalah kebijakan dasar penyelenggara negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.

Kata kebijakan di atas berkaitan dengan adanya strategi yang sistematis, terperinci dan mendasar. Dalam merumuskan dan menetapkan hukum yang telah dan akan dilakukan, politik hukum menyerahkan otoritas legislasi kepada penyelenggara negara, tetapi dengan tetap memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, semuanya diarahkan dalam rangka mencapai tujuan negara yang dicita-citakan30.

Politik hukum satu negara berbeda dengan politik hukum negara yang lain. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan latar belakang kesejarahan, pandangan dunia (world-view), sosio-kultural, dan political will dari masing-masing pemerintah. Dengan kata lain, politik hukum bersifat lokal dan partikular (hanya berlaku dari dan untuk negara tertentu saja), bukan universal. Namun bukan berarti bahwa politik hukum suatu negara mengabaikan realitas dan politik hukum internasional.

Menurut Sunaryati Hartono31, faktor-faktor yang akan menentukan politik hukum tidak semata-mata ditentukan oleh apa yang kita cita-citakan atau tergantung pada kehendak pembentuk hukum, praktisi atau para teoretisi belaka, akan tetapi ikut

30 Frans Magnis Suseno, 1994, Etika Politik:Prinsip-Prinsip Dasar Kenegaraan Modern, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm: 310-314

(34)

19

ditentukan pula oleh kenyataan serta perkembangan hukum di lain-lain negara serta perkembangan hukum internasional. Perbedaan politik hukum suatu negara tertentu dengan negara lain inilah yang kemudian menimbulkan apa yang disebut dengan Politik Hukum Nasional.

2. Dimensi Kajian Politik Hukum Dan Perundang-Undangan

Setiap kajian tentang hukum dimensi filosofis dan dimensi politis akan selalu kita temukan dan harus dilihat sebagai dua hal yang tidak boleh diabaikan, yaitu :

a. Dimensi politis dalam kajian hukum melihat adanya keterkaitan yang erat sekali antara hukum dan politik, bahkan ada yang melihat law as a political instrument yang kemudian menjadi lebih berkembang dan melahirkan satu bidang kajian tersendiri yang disebut politik hukum yang kelihatannya dapat mengarah pada perlunya apa yang disebut political gelding van het recht atau dasar berlakunya hukum secara politik, disamping apa yang ada sekarang yaitu landasan yuridis, landasan sosiologis dan landasan filosofis.

b. Dimensi filosofis dalam kajian hukum melihat sisi lain dari hukum sebagai seperangkat ide-ide yang bersifat abstrak dan merupakan penjabaran lebih jauh dari pemikiran filosofis, yaitu apa yang dinamakan filsafat hukum.

William Zevenbergen32 mengutarakan bahwa politik hukum mencoba menjawab pertanyaan, peraturan-peraturan hukum mana yang patut untuk dijadikan hukum. Perundang-undangan itu sendiri merupakan bentuk dari politik hukum (legal policy).

(35)

Pengertian legal policy, mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan kearah mana hukum akan dibangun. Politik hukum memberikan landasan terhadap proses pembentukan hukum yang lebih sesuai, situasi dan kondisi, kultur serta nilai yang berkembang di masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat terhadap hukum itu sendiri33.

Dengan kata lain, politik hukum dapat dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu pertama, politik hukum yang menjadi alasan dasar dari diadakannya suatu peraturan perundang-undangan. Kedua, tujuan atau alasan yang muncul dibalik pemberlakuan suatu peraturan perundang-undangan.

Dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, politik hukum memiliki peranan sangat penting. Pertama, sebagai alasan mengapa diperlukan pembentukan suatu peraturan perundang-undangan. Kedua, untuk menentukan apa yang hendak diterjemahkan ke dalam kalimat hukum dan menjadi perumusan pasal.

Dua hal ini penting karena keberadaan peraturan perundang-undangan dan perumusan pasal merupakan jembatan antara politik hukum tersebut dalam tahap implementasi peraturan perundang-undangan. Hal ini mengingat antara pelaksanaan peraturan perundang-undangan harus ada konsistensi dan korelasi yang erat dengan apa yang ditetapkan sebagai politik.

(36)

21

3. Objek Kajian Politik Hukum

Hukum menjadi juga objek poltik, yaitu objek dari politik hukum. Politik hukum berusaha membuat kaidah-kaidah yang akan menentukan bagaimana seharusnya manusia bertindak. Politik hukum menyelidiki perubahan-perubahan apa yang harus diadakan dalam hukum yang sekarang berlaku supaya menjadi sesuai dengan kenyataan sosial (sociale werkelijkheid). Akan tetapi, sering juga untuk menjauhkan tata hukum dari kenyataan sosial, yaitu dalam hal politik hukum menjadi alat dalam tangan suatu rulling class yang hendak menjajah tanpa memperhatikan kenyataan sosial itu34.

Dalam membahas politik hukum maka yang dimaksud adalah keadaan yang berlaku pada waktu sekarang di Indonesia, sesuai dengan asas pertimbangan (hierarki) hukum itu sendiri, atau dengan terminologi Logeman35, sebagai hukum yang berlaku di sini dan kini. Adapun tafsiran klasik politik hukum, merupakan hukum yang dibuat atau ditetapkan negara melalui lembaga negara atas pejabat yang diberi wewenang untuk menetapkannya.

Dari pengertian politik hukum secara umum dapat dikatakan bahwa politik hukum

adalah ‘kebijakan’ yang diambil atau ‘ditempuh’ oleh negara melalui lembaga

negara atau pejabat yang diberi wewenang untuk menetapkan hukum yang mana yang perlu diganti, atau yang perlu di ubah, atau hukum yang mana perlu dipertahankan, atau hukum mengenai apa yang perlu diatur atau dikeluarkan agar

34 E. Utrecht, 1966, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Penerbitan Universitas, Cetakan Kesembilan, Jakarta, hlm:74-75

(37)

dengan kebijakan itu penyelenggaraan negara dan pemerintahan dapat berjalan dengan baik dan tertib, sehingga tujuan negara secara bertahap dapat terencana dan dapat terwujud36.

4. Corak dan Karakter Produk Hukum

Menurut Moh. Mahfud ada dua karakter produk hukum yaitu : pertama, produk hukum responsif atau populistik adalah produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Dalam proses pembuatannya memberikan peranan besar dan partisipasi penuh kepada kelompok-kelompok sosial atau individu di dalam masyarakat.

Hasilnya bersifat responsif terhadap tuntutan-tuntutan kelompok sosial atau individu dalam masyarakat37. Dalam arti cirinya selalu melibatkan semua komponen masyarakat (syarat formal) ; Kedua, produk hukum konservatif adalah produk hukum yang isinya (materi muatannya) lebih mencerminkan visi sosial elit politik, lebih mencerminkan keinginan pemerintah, bersifat positivis instrumentalis, yakni masyarakat menjadi alat pelaksanaan ideologi dan program negara. Berlawanan dengan hukum responsif, hukum ortodoks lebih tertutup terhadap tuntutan-tuntutan kelompok maupun individu-individu di dalam masyarakat. Dalam pembuatannya peranan dan partisipasi masyarakat relatif kecil.

36 Jazim Hamidi,dkk, 2009, Teori dan Politik Hukum Tata Negara, Total Media, Yogyakarta, hlm: 232-241

(38)

23

Untuk mengkualifikasi apakah suatu produk hukum responsif, atau konserfatif, indikator yang dipakai adalah proses pembuatan hukum, sifat fungsi hukum, dan kemungkinan penafsiran atas sebuah produk hukum. Produk hukum yang berkarakter responsif, proses pembuatannya bersifat partisipatif, yakni mengundang sebanyak-banyaknya partisipasi masyarakat melalui kelompok-kelompok sosial dan individu di dalam masyarakat. Adapun proses pembuatan hukum yang berkarakter ortodoks bersifat sentralistis dalam arti lebih didominasi oleh lembaga negara terutama pemegang kekuasaan eksekutif38.

Dilihat dari fungsinya maka hukum yang berkarakter responsif bersifat aspiratif. Artinya, memuat materi-materi yang secara umum sesuai dengan aspirasi atau kehendak masyarakat yang dilayaninya, sehingga produk hukum itu dapat dipandang sebagai kristalisasi dari kehendak masyarakat. Adapun hukum yang berkarakter ortodoks bersifat positivis-instrumentalis. Artinya, memuat materi yang lebih merefleksikan visi sosial dan politik pemegang kekuasaan atau memuat materi yang lebih merupakan alat untuk mewujudkan kehendak dan kepentingan program pemerintah.

Jika dilihat dari segi penafsiran, maka produk hukum yang berkarakter responsif biasanya memberi sedikit peluang bagi pemerintah untuk membuat penafsiran sendiri melalui berbagai peraturan pelaksanaan dan peluang yang sempit itu pun hanya berlaku untuk hal-hal yang benar-benar bersifat teknis.

(39)

Adapun produk hukum yang berkarakter ordoks memberi peluang luas kepada pemerintah untuk membuat berbagai interpretasi dengan berbagai peraturan lanjutan yang berdasarkan visi sepihak dari pemerintah dan tidak sekadar masalah teknis. Oleh sebab itu, produk hukum yang berkarakter responsif biasanya memuat hal-hal penting secara cukup rinci, sehingga sulit bagi pemerintah untuk membuat penafsiran sendiri39.

5. Konfigurasi Dan Manfaat Kajian Politik Hukum

Untuk mengukur konfigurasi politik dalam setiap produk hukum, apakah demokratis atau otoriter dapat dilihat melalui tiga pilar demokrasi yaitu : peranan partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat; peranan lembaga eksekutif; kebebasan pers (kebebasan memperoleh informasi bagi setiap warga masyarakat)40. Berdasarkan tolak ukur tersebut, maka kajian politik hukum perundang-undangan dapat ditelusuri produk legislatif apakah memenuhi sebagai produk hukum atau produk politik.

B. Politik Hukum Di Indonesia

Politik hukum di Indonesia adalah kebijakan dasar penyelenggara negara (Republik Indonesia) dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara (Republik Indonesia) yang dicita-citakan.

(40)

25

Tujuan politik hukum nasional meliputi dua aspek yang saling berkaitan: (1) Sebagai suatu alat (tool) atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan suatu sistem hukum nasional yang dikehendaki; dan (2) dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang lebih besar.

Sistem hukum nasional merupakan kesatuan hukum dan perundang-undangan yang terdiri dari banyak komponen yang saling bergantung, yang dibangun untuk mencapai tujuan negara dengan berpijak pada dasar dan cita hukum negara yang terkandung di dalam Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 194541.

Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945 merupakan sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia. Penegasan keduanya sebagai sumber politik hukum nasional didasarkan pada dua alasan yaitu :

1. Pembukaan dan Pasal-Pasal UUD 1945 memuat tujuan, dasar, cita hukum dan norma dasar negara Indonesia yang harus menjadi tujuan dan pijakan dari politik hukum di Indonesia.

2. Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945 mengandung nilai-nilai khas yang bersumber dari pandangan dan budaya bangsa Indonesia yang diwariskan oleh nenek moyang sejak berabad-abad yang lalu42.

41 Mahfud MD, 2010, Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, Rajawali Pers, Jakarta, hlm: 22

(41)

Dalam upaya menjadikan hukum sebagai proses pencapaian cita-cita dan tujuan negara, politik hukum nasional harus berpijak pada kerangka dasar sebagai berikut :

1. Politik hukum nasional harus selalu mengarah pada cita-cita bangsa, yakni masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

2. Politik hukum nasional harus ditujukan untuk mencapai tujuan negara yakni : melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

3. Politik hukum nasional harus dipandu oleh nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, yakni: berbasis moral agama, menghargai dan melindungi hak-hak asasi manusia tanpa diskriminasi, mempersatukan seluruh unsur bangsa dengan semua ikatan promordialnya, meletakkan kekuasaan di bawah kekuasaan rakyat, membangun keadilan sosial.

4. Politik hukum nasional harus dipandu oleh keharusan untuk : melindungi semua unsur bangsa demi integrasi atau keutuhan bangsa yang mencakup ideologi dan teritori, mewujudkan keadilan sosial dalam ekonomi dan kemasyarakatan, mewujudkan demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (kedaulatan hukum), menciptakan toleransi hidup beragama berdasarkan keadaban dan kemanusiaan.

(42)

27

nilai kepentingan, nilai sosial, dan konsep keadilan ke dalam satu ikatan hukum prismatik dengan mengambil unsur-unsur baiknya.

Sistem hukum yang demikian, mempertemukan unsur-unsur baik dari tiga sistem nilai dan meletakkannya dalam hubungan keseimbangan, yakni: keseimbangan antara individualisme dan kolektifisme, keseimbangan antara rechtsstaat dan the rule of law, keseimbangan anatara hukum sebagai alat untuk memajukan dan hukum sebagai cermin nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat, keseimbangan antara negara agama dan negara sekuler (theo-demokratis) atau religius nation state43.

Politik hukum nasional sebagai pedoman dasar bagi segala bentuk dan proses perumusan, pembentukan dan pengembangan hukum di tanah air. Bila politik hukum nasional merupakan pedoman dasar bagi segala bentuk dan proses perumusan, pembentukan dan pengembangan hukum di tanah air, dapat dipastikan politik hukum nasional harus dirumuskan pada sebuah peraturan perundang-undangan yang bersifat mendasar pula, bukan pada sebuah peraturan perundang-undangan yang bersifat teknis.

Untuk menjelaskan pernyataan di atas kita harus merujuk kepada sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, disebutkan bahwa tata urutan perundang-undangan yang berlaku secara hierarkis di Indonesia.

(43)

Penyusunan hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan itu untuk menyingkronkan atau menghindarkan konflik teknis pelaksanaan antara satu peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundang-undangan yang lain. Dengan cara begitu, sebuah atau lebih peraturan perundang-undangan diharapkan akan berjalan sesuai dengan tujuan dibuatnya perundang-undangan tersebut.

Dalam perkembangannya, produk hukum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah diganti dengan produk hukum, yaitu Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan yaitu UUD 1945, TAP MPR, UU/Peraturan Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Undang-undang ini dibentuk berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan.

(44)

29

peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai lagi dengan hukum ketatanegaraan Republik Indonesia.

Merujuk pada UUD 1945 yang telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, lembaga-lembaga negara yang dapat merumuskan politik hukum nasional adalah (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat dan (2) Dewan Perwakilan Rakyat. MPR dapat merumuskan politik hukum dalam bentuk Undang-Undang Dasar42. Setelah perubahan ketiga UUD 1945, MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara (supreme body), tetapi hanya merupakan sidang gabungan (joint session) yang mempertemukan Dewan Permusyawaratan Rakyat dengan Dewan Perwakilan Daerah44.

Produk dari kedua lembaga yang bergabung dalam MPR, yang dituangkan ke dalam penetapan atau perubahan UUD tersebut, merupakan politik hukum. Artinya, segala bentuk perubahan dan penetapan yang dilakukan oleh MPR terhadap UUD disebut sebagai politik hukum, karena merupakan salah satu kebijaksanaan dasar dari penyelenggara negara dan dimaksudkan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.

Dengan demikian, pasal-pasal yang terdapat dalam UUD yang merupakan produk dari MPR adalah cetak biru untuk merealisasikan tujuan-tujuan negara. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat merumuskan politik hukum dalam bentuk undang-undang, karena kedudukannya sebagai kekuasaan legislatif.

(45)

Pasal 20 ayat (1) perubahan pertama UUD 1945 menjelaskan DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Pasal ini sekaligus menunjukkan adanya pergeseran kekuaaan (the shifting of power) dalam pembuatan undang-undang (legislative power) yang semula menjadi kekuasaan presiden kini beralih ke DPR.

Rumusan ini diperkuat oleh Pasal 20A yang menjelaskan DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Meskipun demikian, menurut ketentuan Pasal 5 ayat (1) presiden berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada DPR.

Dengan penjelasan di atas, selain MPR, DPR juga mempunyai peran yang sangat signifikan dalam rangka membuat cetak biru hukum nasional untuk mencapai tujuan-tujuan negara yang dicita-citakan. Peran yang dapat dilakukan DPR tersebut dituangkan dalam sebuah undang-undang.

Perumusan politik hukum oleh DPR yang tertuang dalam undang-undang dilakukan melalui beberapa tahapan proses sebagai berikut:

Tingkat I : 1. Sidang Pleno

2. Penjelasan Pendapat Fraksi 3. Rapat Fraksi dengan tahapan :

- Membahas rancangan undang-undang - Membahas penjelasan pemerintah - Menetapkan juru bicara fraksi Tingkat II : 1. Pemandangan Umum

(46)

31

Tingkat III : 1. Sidang Komisi

2. Sidang Gabungan Komisi

3. Sidang Panitia Kerja (Panja) dan Panitia Khusus (Pansus) Tingkat IV : 1. Pendapat akhir fraksi

2. Pendapat Pemerintah

UUD sebagai produk MPR dan undang-undang sebagai produk DPR tidak datang dari hampa, tetapi merupakan aktualisasi dari kehendak-kehendak politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain. Kehendak-kehendak ini bisa datang dari berbagai kalangan45. Kehendak-kehendak tersebut bisa muncul baik pada tingkat suprastruktur politik maupun infrastruktur politik46. Infrastruktur politik indonesia terdiri dari partai politik, kelompok kepentingan47, kelompok penekan48, alat komunikasi politik49, dan tokoh politik50. Suprastruktur politik yang mempunyai kewenangan untuk merumuskan politik hukum hanya MPR dan DPR saja.

Kehendak-kehendak baik yang bersifat politik, ekonomi, sosial budaya dan lain-lain, yang muncul dari tingkat infrastruktur politik kemudian diperdebatkan dan mengalami kristalisasi pada tingkat suprastruktur politik yang kemudian outputnya adalah rumusan politik hukum baik yang terdapat dalam UUD apabila merupakan produk MPR atau undang-undang apabila merupakan produk DPR.

45 Mahfud MD,1998, Politik Hukum Di Indonesia, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, hlm:7 46 Sri Soemantri M dalam Artidjo Alkostar, 1997, Identitias Hukum Nasional, Fakulatas Hukum

Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta,hlm:239

47 Imam Syaukani, 2010, Dasar-dasar Politik Hukum, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta,hlm :121 48 Ibid, hlm: 121

(47)

C. Politik Perundang-Undangan Indonesia

Politik perundang-undangan adalah subsistem hukum. Oleh karena itu, politik perundang-undangan tidak dapat dipisahkan dari politik hukum. Politik perundang-undangan diartikan sebagai kebijaksanaan atau mengenai penentuan isi atau objek pembentukan peraturan perundang-undangan.

Politik mengenai tata cara pembentukan terkait dengan sistem hukum dan instrument hukum yang dipergunakan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Politik penerapan hukum berkaitan fungsi-fungsi penyelenggaraan pemerintahan di bidang hukum.

Politik penegakan hukum berkaitan dengan sendi-sendi sistem kenegaraan seperti negara berdasarkan atas hukum. Secara internal ada dua lingkup utama politik hukum:

1. Politik pembentukan hukum baik mengenai tata cara maupun isi peraturan perundang-undangan adalah kebijaksanaan yng terkait dengan penciptaan, pembaruan dan pengembangan hukum, mencakup; kebijaksanaan pembentukan undang-undang, kebijaksanaan pembentukan hukum yurisprudensi, kebijaksanaan terhadap peraturan tidak tertulis.

(48)

33

a. Keberhasilan suatu peraturan perundang-undangan tergantung pada penerapannya;

b. Putusan-putusan dalam rangka penegakan hukum merupakan instrument control bagi ketepatan atau kekurangan suatu peraturan perundang-undangan. Putusan-putusan tersebut merupakan masukan bagi pembaharuan atau penyempurnaan peraturan perundang-undangan;

c. Penegakan hukum merupakan dinamisator peraturan peeundang-undangan.

Politik pembentukan dan penegakan hukum yang baik harus disertai pula dengan politik pembinaan sumber daya manusia, tata kerja dan pengorganisasian serta prasaran dan sarana. Hal ini turut menentukan keberhasilan politik pembentukan dan penegakan hukum. Peraturan perundang-undangan pada dasarnya akan mencerminkan berbagai pemikiran dan kebijaksanaan politik yang paling berpengaruh, dapat bersumber kepada ideologi tertentu. Misalnya doktrin sosialisme akan berbeda dengan doktrin kapitalisme di bidang ekonomi.

(49)

Ada 3 tataran kebijaksanaan politik perundang-undangan yang terkandung dalam kerangka dan paradigma staatsidee atau rechtsidee, yaitu sebagai berikut:

1. Pada tatanan politik, tujuan hukum indonesia adalah tegaknya negara hukum yang demokratis

2. Pada tatanan sosial dan ekonomi, politik hukum bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

3. Pada tatanan normatif, politik hukum bertujuan tegaknya keadilan dan kebenaran dalam setiap segi kehidupan masyarakat. Ketiga tujuan tersebut berada dalam suatu tataran hukum nasional yang bersumber dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Peraturan perundang-undangan di negara manapun selalu dibuat manusia dengan suatu pemikiran mendasar (mindset) di dalam benaknya. Pemikiran mendasar ini bisa dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keyakinan ideologi atau agama, pengalaman, pengetahuan dan juga bisa kepentingan. Kepentingan ini pun bisa bermacam-macam (kepentingan pribadi, kepentingan kelompok atau partai, kepentingan rakyat, atau kepentingan asing).

(50)

35

1. Pembentukan dan pembaruan peraturan perundang-undangan diarahkan pada produk-produk hukum baru yang sangat dibutuhkan untuk mendukung tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Jadi ada dua bidang utama sasaran pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu;

a. Peraturan perundang-undangan mengenai tugas umum pemerintahan adalah segala peraturan perundang-undangan yang mengatur atau menyangkut penyelenggaraan tugas wewenang pemerintah negara dibidang ketatanegaraan administrasi negara politik.

b. Peraturan perundang-undangan mengenai pembangunan nasional adalah segala peraturan perundang-undangan yang mengatur dapat memberikan dukungan pada pembangunan nasional. Politik perundang-undangan dalam legislasi nasional menggariskan, titik berat pembangunan tetap pada bidang ekonomi, maka sudah semestinya politik perundang-undangan yang berkaitan dengan pembangunan nasional juga dititikberatkan pada peraturan perundang-undangan di bidang ekonomi. Titik berat pada bidang ekonomi, tidak mengandung arti peraturan perundang-undangan di bidang pembangunan lainnya dapat diabaikan. Sebagai satu sistem, peraturan perundang-undangan terkait satu sama lain.

(51)

a. Inventarisasi undang-undang dan berbagai peraturan perundang-undangan termasuk peraturan daerah yang tersusun dan terbentuk untuk kurun waktu tertentu;

b. Melakukan evaluasi internal dan eksternal atas berbagai undang-undang dan berbaga peraturan perundang-undang-undang-undangan lain. Pengkajian internal adalah pengkajian konsistensi ke sistem desain antar berbagai peraturan perundang-undangan. Sedangkan pengkajian relevansi dengan sasaran pembangunan hukum khususnya dan pembangunan pada umumnya.

Politik legislasi nasional (prolegnas-prolegda) merupakan upaya untuk mengkoordinasi berbagai program legislasi departemen dan lembaga non pemerintah, non departemen dalam rangka mengarahkan agar pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk perda tersusun dalam satu sistem dan strategis yang sesuai dengan sasaran umum pembangunan nasional.

Dari pengertian dan fungsi sistem prolegnas dan prolegda belum merupakan sistem terpadu yang akan menunjang sasaran umum pembangunan nasional. Hal tersebut karena:

a. Prolegnas dan prolegda belum disusun berdasarkan suatu perencanaan yang tidak begitu tampak keterkaitan antara program yang satu dengan program yang lain.

(52)

37

perundang-undangan yang barkaitan dengan tugas umum pemerintahan seperti yang tersebut di atas, juga dimasukkan program perundang-undangan seperti di bidang kelembagaan negara dan pemerintahan, peradilan. Organisasi politik dan kemasyarakatan, pertahanan dan keamanan, sedangkan program yang berkaitan atau menunjang pembangunan nasional akan mencakup peraturan perundang-undangan di bidang ekonomi dan kesejahteraan umum.

D. Asas Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan Yang Baik

Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan adalah suatu pedoman atau suatu rambu-rambu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Asas-asas pembentukan peraturan negara yang baik menurut I.C. Van Der Vlies dalam bukunya yang berjudul Het wetsbeghrip en beginselen van behoorlijke regelgeving membagi asas-asas dalam pembentukan peraturan negara yang baik ke dalam asas-asas yang formal dan yang material.

Asas-asas yang formal meliputi: 1. Asas tujuan yang jelas

(53)

Asas-asas material meliputi :

1. Asas tentang terminologi dan sistematikan yang benar 2. Asas tentang dapat dikenali

3. Asas perlakuan yang sama dalam hukum 4. Asas kepastian hukum

5. Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual51.

Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut menurut A.Hamid S. Attamimi adalah sebagai berikut:

1. Cita hukum Indonesia

2. Asas negara berdasar atas hukum dan asas pemerintahan berdasar sistem konstitusi

3. Asas-asas lainnya

Dengan demikian, asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan indonesia yang patut akan mengikuti pedoman yang diberikan oleh:

1. Cita hukum indonesia yaitu Pancasila 2. Norma fundamental negara yaitu Pancasila

3. Asas-asas negara berdasar atas hukum yang menempatkan undang-undang sebagai alat pengaturan khas berada dalam keutamaan hukum, asas-asas pemerintahan berdasar sistem konstitusi menepatkan undang-undang sebagai dasar dan batas penyelenggaraan kegiatan-kegiatan pemerintahan.

(54)

39

Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut itu meliputi juga:

a. Asas tujuan yang jelas b. Asas perlunya pengaturan

c. Asas organ/lembaga dan materi muatan yang tepat d. Asas dapat dilaksanakan

e. Asas dapat dikenali

f. Asas perlakuan yang sama dalam hukum g. Asas kepastian hukum

h. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual 52.

Apabila mengikuti pembagian mengenai adanya asas yang formal dan asas yang material, maka A. Hamid S Attamimi cenderung untuk membagi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut tersebut ke dalam:

a. Asas-asas formal, dengan perincian : 1. Asas tujuan yang jelas

2. Asas perlunya pengaturan 3. Asas organ/lembaga yang tepat 4. Asas materi muatan yang tepat 5. Asas dapat dilaksanakan 6. Asas dapatnya dikenali

(55)

b. Asas-asas material, dengan perincian:

1. Asas sesuai dengan cita hukum indonesia dan norma fundamental negara

2. Asas sesuai dengan hukum dasar negara

3. Asas sesuai dengan prinsip-prinsip negara berdasar atas hukum dan

4. Asas sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan berdasar sistem konstitusi 53.

Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik menurut Undang-Undang No.12 Tahun 2011 dijelaskan khususnya pada Pasal 5 dan Pasal 6 sebagai berikut:

Pasal 5 : dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik meliputi:

a. Kejelasan tujuan : bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat : bahwa setiap jenis

peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, bila dibuat oleh lembaga/ pejabat yang tidak berwenang.

(56)

41

c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan : bahwa dalam pembentukan perturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya.

d. Dapat dilaksanakan : bahwa setiap pembentukan peraturan undangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan : bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

f. Kejelasan rumusan : bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

(57)

Sementara itu, asas-asas yang harus dikandung dalam materi muatan peraturan perundang-undangan di negara Republik Indonesia dirumuskan dalam Pasal 6 yaitu sebagai berikut :

a. Pengayoman : bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptkan ketentraman masyarakat.

b. Kemanusiaan : bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan pengayoman hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional

c. Kebangsaan : bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia

d. Kekeluargaan : bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan

e. Kenusantaraan : bahwa setiap materi muatan peratuan perundang-undangan senantiasas memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.

(58)

43

dan golongan, kondisi khusus daeran dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

g. Keadilan : bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.

h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan : bahan materi muatan perundang-udangan tidak boleh berisi hal-hal bersifat membedakan berdasar latar belakang antara lain agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

i. Ketertiban dan kepastian hukum : bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan haru sdapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum

(59)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif atau yuridis normatif adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder54. Dalam kaitannya dengan penelitian normatif, penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan yaitu55:

1). Pendekatan perundang-undangan (statute approach)

Pendekatan perundang-undangan adalah suatu pendekatan yang dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang berkaitan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 perubahan atas Undang Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

2). Pendekatan konsep (konseptual approach)

Pendekatan konsep digunakan untuk memahami konsep-konsep tentang politik hukum.

54Soerjono Soekanto & Sri Mamudy, 2001, Penelitian hukum normatif (suatu tinjauan singkat), Rajawali pers, Jakarta, hlm: 13-14

(60)

45

B.Sumber dan Jenis Data

Data yaitu fakta yang relevan atau aktual yang diperoleh untuk membuktikan atau menguji kebenaran atau ketidakbenaran suatu masalah yang menjadi obyek penelitian. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumen, yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau dokumen yang biasanya disediakan di perpustakaan, atau milik pribadi56.

Di dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier57. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari: (a) Norma (dasar) atau kaidah dasar, yaitu UUD 1945; (b) Peraturan Dasar: mencakup diantaranya Batang Tubuh UUD 1945 dan Ketatapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; (c) Peraturan perundang-undangan (Undang-undang No 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, Undang- Undang No 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tentang Pokok-pokok kepegawaian, Undang-Undang No 5 Tahun 2014 Tentnag Aparatur Sipil Negara).

Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan menganai bahan hukum primer, seperti rancangan UU, buku-buku, hasil penelitian, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, dan makalah hasil seminar.

56 Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, hlm: 65.

(61)

Bahan Hukum Tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder contohnya kamus dan ensiklopedia.

C. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitan ini adalah studi kepustakaan (Library Research). Studi kepustakaan terhadap data sekunder dikumpulkan dengan melakukan studi kepusta

Referensi

Dokumen terkait

Begitu pula yang dilakukan oleh event budaya SIEM 2010, yaitu dengan menggunakan strategi komunikasi pemasaran untuk menginformasikan event SIEM 2010 kepada masyarakat dan

Metode GCV adalah salah satu metode yang digunakan untuk memperoleh estimasi parameter penghalus pada fungsi variansi yang merupakan modifikasi dari metode Cross

Hasil pengukuran beban kerja fisik yang telah dilakukan menggunakan denyut jantung untuk perjalanan Solo-Semarang diperoleh sebesar 92,33 denyut/menit dan untuk perjalanan

B Menukar pasu lama yang kurang menarik C Menukar pasu yang kecil dengan yang besar. D Menukar medium dan pasu lama yang

Mustafa Edwin Nasution, Ph.D selaku Ketua Program Studi Ekonomi dan Keuangan Syariah Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia sekaligus Pembimbing Utama. Handi Risza

Merger horizontal adalah penggabungan yang dilakukan oleh perusahaan pada jenis yang sama. Contohnya: Perusahaan perbankan melakukan merger dan menjadi satu

Watts (2003) juga menyatakan hal yang sama bahwa konservatisme merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting dalam mengurangi biaya keagenan dan meningkatkan kualitas

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN.. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang- undangan yang mencakup tahapan