• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Desain Cybernetic pada Perancangan Ruang Terapi khusus Autis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pendekatan Desain Cybernetic pada Perancangan Ruang Terapi khusus Autis"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN DESAIN CYBERNETIC DALAM

PERANCANGAN RUANG TERAPI KHUSUS AUTIS

TESIS

OLEH

LIZA TIFANNI ZUHRA

10 7020 019/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENDEKATAN DESAIN CYBERNETICS DALAM

PERANCANGAN RUANG TERAPI KHUSUS AUTIS

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Teknik Arsitektur Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

LIZA TIFANNI ZUHRA

10 7020 019/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PERNYATAAN

PENDEKATAN DESAIN CYBERNETICS DALAM

PERANCANGAN RUANG TERAPI KHUSUS AUTIS

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 1 Mei 2013

(4)

Judul Tesis : PENDEKATAN DESAIN CYBERNETIC PADA

PERANCANGAN RUANG TERAPI KHUSUS AUTIS

Nama : LIZA TIFANNI ZUHRA

Nomor Pokok : 107020019

Program Studi : MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR

Bidang Kekhususan : ALUR PENDIDIKAN PROFESI ARSITEK (PPAr)

Menyetujui,

Komisi Pembimbing,

(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) (Wahyuni Zahrah, ST, MS

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi,

(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia M.Sc)

Tanggal Lulus : 13 Mei 2013

Dekan,

(5)

Telah diuji pada

Tanggal: 13 Mei 2013

Panitia Penguji Tesis

Ketua Komisi Penguji : Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc

Anggota Komisi : 1. Wahyuni Zahrah, ST, MS

2. Beny OY Marpaung ST, MT, PhD

3. Ir. N. Vinky. Rahman, MT

(6)

ABSTRAK

Sistem pendekatan desain lingkungan cybernetics adalah sebuah pendekatan desain dalam arsitektur perilaku yang menekankan perlunya mempertimbangkan

kualitas lingkungan yang dihayati oleh pengguna dan pengaruhnya bagi pengguna

lingkungan tersebut. Pendekatan ini secara holistik mengaitkan berbagai fenomena

yang mempengaruhi hubungan antara manusia dan lingkungannya, termasuk

lingkungan fisik dan sosial.

Autis/autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun

saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau

komunikasi yang normal. Autis diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan

perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi sosial, kemampuan komunikasi,

pola kesukaan, dan pola sikap yang tidak normal sebagai karakteristik mereka. Selain

tidak mampu bersosialisasi, anak penyandang autis juga tidak dapat mengendalikan

emosinya. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam

dunia repetitif, aktivitas dan minat yang obsesif.

Dalam perancangan ruang terapi khusus autis, diperlukan suatu proses desain

yang mengutamakan perilaku anak autis tersebut dalam beraktivitas di dalamnya.

Fokus penelitian membahas proses perancangan ruang terapi autis dengan

menggunakan pendekatan desain cybernetic yang akan menghasilkan kriteria desain dan dapat diterapkan dalam perancangan ruang terapi tersebut.

(7)

ABSTRACT

Cybernetic environment design approaching system is one of design approaching system in behavior architecture which considers in environmental quality needs in order to be internalized by users and affects for the environment users. This approaching system holistically connects various phenomenon that affects the relationship between people and their environment, including physical dan social environment.

Autism is a condition of people since they were born or at toddler age, which make them not able to built social connection or normal communication. Autisms are classified as abnormal neurotic development that cause abnormal social interaction, communication abilities, favorite pattern, dan attitude pattern as their characteristics. Besides the inability to socialize, autisms also can not control their emotions. So, those kids are isolated from other people and got in to a repetitive world, obsessive activities and interests.

In order to design a therapy room for autsm, it needs a design process that have the priorities on autism behavior . The research is focused on th design process of therapy room for autism which uses cybernetic design approaching system in order to create design criteria dan can be applied on the design of the therapy room.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah menjadi

sumber kekuatan, inspirasi dan ridhaNya selama berlangsungnya pengerjaan tesis ini.

Tesis ini mengambil judul Pendekatan Desain Cybernetic pada Perancangan Ruang Terapi khusus Autis.

Pada kesempatan ini, dengan tulus dan kerendahan hati, Penulis

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan sebesar-besarnya

kepada orang tua tercinta, Babah H. Didi Duharsa SH, M.Hum, Ibu Mulia Sri Dewi,

atas segala doa, dukungan, kesabaran dan segala pengorbanannya selama ini.

Tesis ini merupakan syarat yang diwajibkan bagi

mahasiswa untuk memperoleh gelar Magister Teknik.

Rasa hormat dan terima kasih yang sama juga Penulis tujukan kepada Ibu Dr.

Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc

Kepada pihak Pusat Terapi Autis Yayasan Tali Kasih dan Aliva Consultant

yang telah meluangkan waktu untuk Penulis sehingga Penulis dapat melakukan

survey dan wawancara kepada pengelola gedung. Kepada pihak yang sangat , Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur,

Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara sekaligus Pembimbing Tesis dan Ibu

Wahyuni Zahrah, ST, MS sebagai Pembimbing Tesis, atas kesediaannya

membimbing, memberikan motivasi, pengarahan dan waktu beliau kepada Penulis

sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini, serta Bapak dan Ibu dosen staff

pengajar dan pegawai Program Studi Magister Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik,

(9)

mendukung Penulis dalam pengerjaan tesis, adik tercinta, Filza Aldina Humaira,

teman seperjuang Novi dan Zhilli yang selalu memberi dukungan serta membantu

Penulis dengan penuh perhatian. Terima kasih banyak atas bantuannya selama ini.

Kiranya Allah SWT memberikan dan melimpahkan kasih dan anugerah-Nya bagi

mereka atas segala yang telah diperbuat untuk Penulis.

Penulis sungguh menyadari bahwa tesis ini mungkin masih mempunyai

banyak kekurangan. Karena itu Penulis membuka diri terhadap kritikan dan saran

bagi penyempurnaan tesis ini. Dan, akhirnya Penulis berharap tulisan ini memberikan

manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di lingkungan Program

Studi Magister Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Medan, 13 Mei 2013

Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Liza Tifanni Zuhra

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 28 Mei 1989

Alamat : Komplek Citra Wisata blok XIV no 37, Jl. Karya Wisata

Medan.

Pendidikan

SD Swasta Harapan-1 Medan Medan, tahun 1994

SLTP Swasta Harapan-1Medan , tahun 2000

SMA Negeri-1 Medan, tahun 2003

(11)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ………... i

ABSTRACT ………. ii

KATA PENGANTAR ……….. iii

RIWAYAT HIDUP ……… v

DAFTAR ISI ……….… vi

DAFTAR GAMBAR ……….… x

DAFTAR TABEL ………..….. xv

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Alasan Pemilihan Topik Permasalahan ... 4

1.3 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Tujuan ... 5

1.5 Manfaat ... 5

1.6 Keluaran ... 6

1.7 Metodologi ... 6

1.7.1 Metode cybernetic………..………...……. 6

1.8 Kerangka Berpikir ... 10

(12)

BAB II DESKRIPSI TEMA ... 14

2.1 Pendekatan Desain Cybernetics ... 14

2.1.1 Kerangka Cybernetic ... 16

2.1.2 Metodologi desain Cybernetics ... 18

2.2 Elaborasi Tema ... 21

2.3 Studi Banding Tematik ... 25

2.3.1 Els Colors Kindergarten ... 25

2.3.2 Kindergarten by Cercadelcielo... 30

BAB III PENERAPAN TEMA KE DALAM KASUS PROYEK ... 33

3.1 Deskripsi Proyek ... 33

3.1.1 Lokasi Tapak ………... 33

3.1.2 Analisa Tapak ………... 34

3.1.3 Analisa Sirkulasi dan Pencapaian ……… 34

3.1.4 Analisa Lingkungan Sekitar ……… 35

3.1.5 Analisa Kebisingan ……….. 35

3.1.6 Analisa View ………... 36

3.2. Studi Banding Kasus Proyek Sejenis ... 36

3.2.1 Fawood Children’s Center London, Inggris ... 36

3.2.2 Toyama Children Center ... 40

3.3 Relevansi Tema Terhadap Kasus Proyek ... 41

3.3.1 Studi sindrom gangguan autis ... 41

3.3.2 Jenis-jenis terapi autis ………... 46

3.3.3 Kriteria perancangan ruang terapi autis ………... 50

3.4 Eksplorasi Penerapan Tema ke Dalam Kasus Proyek ... 60

3.4.1 Pemetaan perilaku dalam pusat terapi khusus autis ... 60

3.4.2 Elemen-elemen pendekatan desain Cybernetic ... 64

(13)

BAB IV KONSEP PERANCANGAN FISIK ... 70

4.1 Konsep Ruang Terapi One-On-One ... 70

4.2 Konsep Ruang Terapi Bermain ... 74

4.3 Konsep Ruang Terapi Sosial ... 77

4.4 Konsep Ruang Terapi Fisik ... 81

BAB V RUMUSAN KRITERIA PERANCANGAN FISIK ... 83

5.1 Kriteria Perancangan Ruang Terapi One-on-One ……….... 83

5.1.1 Kebutuhan ruang ………... 83

5.1.2 Bentuk dan dimensi perabotan ………..………… 83

5.1.3 Pencahayaan ruang ……….………...…… 84

5.1.4 Penggunaan warna dan material di ruangan …...…………...…… 84

5.1.5 Posisi ruang dalam bangunan ……… 86

5.2 Kriteria Perancangan Ruang Terapi Bermain ……… 87

5.2.1 Kebutuhan ruang ………..…. 87

5.2.2 Bentuk dan dimensi perabot ………... 88

5.2.3 Pencahayaan ruang ……….... 90

5.2.4 Penggunaan warna dan material ………... 91

5.2.5 Posisi Ruangan dalam Bangunan ……….... 93

5.3 Kriteria Perancangan Ruang Terapi Sosial …...……….… 94

5.3.1 Kebutuhan ruang ……….………..… 94

5.3.2 Bentuk dan dimensi perabot ………..… 94

5.3.3 Pencahayaan ruang ………...…. 95

5.3.4 Penggunaan warna dan material …………...………. 95

5.3.5 Posisi ruang dalam bangunan ……… 97

(14)

5.4.1 Kebutuhan ruang ……….………..… 98

5.4.2 Bentuk dan dimensi perabot ………..… 98

5.4.3 Pencahayaan ruang ………..… 100

5.4.4 Penggunaan warna dan material ……….. 100

5.2.5 Posisi Ruangan dalam Bangunan ……… 101

BAB VI PENERAPAN KRITERIA PERENCANAAN DAN PERANCANGAN FISIK ... 103

6.1 Hasil Perancangan ….……… 103

6.1.1 Ruang terapi one-on-one ………..……..….. 104

6.1.2 Ruang terapi bermain …...………..……….. 105

6.1.3 Ruang terapi sosial ………...………..….. 107

6.1.4 Ruang terapi fisik ……….……… 108

6.2 Penerapan Kriteria Perancangan …….………...…...… 109

6.2.1 Ruang terapi one-on-one ………..……….... 109

6.2.2 Ruang terapi bermain ………...……… 111

6.2.3 Ruang terapi sosial ………...……… 115

6.2.4 Ruang terapi fisik ……….... 118

BAB VII EVALUASI AKHIR ………..……… 121

7.1 Evaluasi Akhir……… 121

7.2 Rekomendasi ………..122

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Hal

1.1 Analisa Data Teoritis ………..…… 9

1.2 Kerangka Berpikir ... 11

2.1 Proses Mendesain pada Pendekatan Cybernetics ... 15

2.2 Proses Mendesain pada Pendekatan Cybernetics secara Spesifik ………...………... 19

2.3 Proses Feedback Rancangan pada Pendekatan Cybernetics ... 21

2.4 Proses Pengerjaan Rancangan Metodologi pada Pendekatan Cybernetics... 22

2.5 Els Colors Kindergarten ... 25

2.6 Suasana Interior Els Colors Kindergarten ... 26

2.7 Suasana Interior Els Colors Kindergarten ... 27

2.8 Denah Els Colors Kindergarten ... 28

2.9 Tampak Els Colors Kindergarten ... 28

2.10 Potongan Els Colors Kindergarten ... 29

2.11 Jalur Sirkulasi ... 29

2.12 Diagram Skematik Proses Desain Tk Els Colors Kindergarten dengan Pendekatan Desain Cybernetics ... 30

2.13 Kindergarten by Cercadelcielo ... 31

2.14 Interior Kelas Kindergarten by Cercadelcielo ... 31

2.15 Suasana Koridor dan Kamar Mandi Kindergarten by Cercadelcielo ... 31

(16)

2.17 Diagram Skematik Proses Desain Kindergarten by Cercadelcielo

dengan Pendekatan Desain Cybernetics ... 32

3.1 Lokasi Tapak ………. 34

3.2 Analisa View ………. 35

3.3 Eksterior Bangunan Fawood Children’s Center London, Inggris …... 37

3.4 Eksterior Bangunan Fawood Children’s Center London, Inggris …...…. 37

3.5 Interior Bangunan Fawood Children’s Center London, Inggris …...…... 37

3.6 Ground Plan Fawood Children’s Center London, Inggris ... 38

3.7 Denah Lantai 2 Fawood Children’s Center London, Inggris ... 38

3.8 Potongan Fawood Children’s Center London, Inggris ... 39

3.9 Toyama Children Center ... 40

3.15 Penggunaan Sudut Ruang untuk Imajinasi Anak …….……… 51

3.16 Penggunaan Pencahayaan Tidak Langsung ………..………..…….. 52

3.17 Ruang dengan Furniture Lembut ………... 53

3.18 Sudut Aktivitas yang Menyediakan Karya-Karya Kerajinan Anak …..… 54

3.19 Transparansi pada Pintu sebagai Lubang Intip ………….……… 54

(17)

3.21 Ruang Kelas Imajinatif ……….………. 56

3.22 Ruang Terapi ……….… 60

3.23 Ruang Tunggu dan Area Resepsionis ……….. 61

3.24 Ruang Fisioterapi ……….. 61

3.25 Area Sosialisasi ………….……… 61

3.26 Dapur ………..………... 61

3.27 Pemetaan Perilaku Terapis ……….………... 62

3.28 Pemetaan Perilaku Murid Terapi ……….……… 63

3.29 Diagram Kegiatan Murid Terapi ……….……… 63

3.30 Diagram Kegiatan Perilaku Terapis ……..……… 64

4.1 Konsep Pola Orientasi Ruang Terpusat ……… 70

4.2 Konsep Layout Meja dan Kursi dalam Ruangan …..……… 71

4.3 Konsep Sirkulasi pada Ruang ……...……… 71

4.4 Konsep Bukaan dan Pencahayaan pada Ruang ………….……… 72

4.5 Contoh Bentuk Meja yang Tidak Tajam ………...………..….. 72

4.6 Contoh Warna Pastel …………..………... 73

4.7 Konsep Penggunaan Material Akustik pada Ruang ……….. 73

4.8 Konsep Pembagian Zoning Area Ruang Bermain ………...………. 74

4.9 Konsep Bukaan dan Pencahayaan …...……….. 75

4.10 Beanbag, Sofa dan Permainan-Permainan Puzzle ………. 75

4.11 Ruang Kelas Inajinatif …………...……… 76

(18)

4.13 Contoh Warna Pastel ………. 77

4.14 Konsep Pola Orientasi Ruang Terpusat ………….………... 77

4.15 Konsep Kebutuhan Kursi dan Meja pada Ruang ………..………… 78

4.16 Konsep Pencahayaan dalam Ruang ………... 78

4.17 Layout Perletakan Kursi dan Meja dalam Ruang ………... 79

4.18 Konsep Sirkulasi dalam Ruang …….……… 79

4.19 Contoh Penggunaan Perabot dalam Ruang …….……….. 80

4.20 Contoh Warna Pastel ………. 80

4.21 Konsep Bukaan dan Pencahayaan ………….……… 81

4.22 Peralatan Fisioterapi ………….………. 81

4.23 Transparansi pada Dinding Ruang Sehingga Anak Merasa Diawasi …… 82

4.24 Contoh Warna Pastel ………. 82

5.1 Dimensi dan Bentuk Meja ……….. 83

5.2 Dimensi dan Bentuk Bangku ……...………..………… 84

5.3 Material Vinyl untuk Lantai dan Contoh Pemakaian Pada Lantai ……… 85

5.4 Material Foam yang Dilapisi Kulit untuk Dinding ……...……… 86

5.5 Pilihan Warna untuk Dinding ………..………..……… 86

5.6 Posisi Ruangan Jauh dari Pusat Kebisingan ……… 87

5.7 Sirkulasi Antar Ruang Berbentuk Linier ………... 87

5.8 Bentuk dan Dimensi Set Permainan Anak ………...………. 88

5.9 Bentuk dan Dimensi Meja Aktivitas …...……….. 89

(19)

5.11 Bentuk dan Dimensi Single Sofa …..……… 89

5.12 Bentuk dan Dimensi Meja ………….……… 90

5.13 Bentuk dan Dimensi Kursi ………..……….. 90

5.14 Material Vinyl untuk Lantai dan Contoh Pemakaian Pada Lantai ……… 91

5.15 Material Busa untuk Lantai dan Contoh Pemakaian Pada Lantai …..…... 91

5.16 Pilihan Warna untuk Dinding ……… 92

5.17 Pilihan Wallpaper/Wallsticker untuk Dinding ……….………. 92

5.18 Posisi Bukaan untuk Memasukkan Pencahayaan Alami ……… 93

5.19 Sirkulasi Antar Ruang Berbentuk Linier ………... 93

5.20 Bentuk dan Dimensi Beanbag ………..…. 94

5.21 Bentuk dan Dimensi Bangku ………...…… 94

5.22 Material Vinyl untuk Lantai ………..……. 95

5.23 Material Karpet untuk Lantai …….………..…. 95

5.24 Material Foam yang Dilapisi Kulit untuk Dinding Akustik ……..…..…. 96

5.25 Pilihan Warna Biru Pastel untuk Dinding ………...………..… 96

5.26 Posisi Ruangan Jauh dari Pusat Kebisingan ……….. 97

5.27 Sirkulasi Antar Ruang Berbentuk Linier ………... 97

5.28 Bentuk dan Dimensi Alat Latihan Jalan Miring …………..…………..… 98

5.29 Bentuk dan Dimensi Alat Latihan Jalan Lurus …………...…………..… 98

5.30 Bentuk dan Dimensi Alat Panjat …...………..….. 99

5.31 Bentuk dan Dimensi Bangku Bench ………...………..…. 99

(20)

5.33 Pilihan Material Vinyl untuk Lantai ………...………..…... 100

5.34 Pilihan Warna Kuning Pastel untuk Dinding ……… 101

5.35 Posisi Bukaan untuk Memasukkan Pencahayaan Alami ……… 102

5.36 Sirkulasi Antar Ruang Berbentuk Linier ……… 102

6.1 Ground Plan ………. 103

6.2 Denah Ruang Terapi One-On-One …….………. 104

6.3 Potongan Ruang Terapi One-On-One ……….……… 104

6.4 Suasana Ruang Terapi One-On-One ………... 105

6.5 Denah Ruang Terapi Bermain ………. 105

6.6 Potongan Ruang Terapi Bermain ……… 106

6.7 Suasana Ruang Terapi Bermain ………..……… 106

6.8 Denah Ruang Terapi Sosial ………....………. 107

6.9 Suasana Ruang Terapi Sosial …………..……… 107

6.10 Denah Ruang Terapi Fisik ………...… 108

6.11 Suasana Ruang Terapi Fisik ………..……….. 108

6.12 Penerapan Layout Perabot dan Sirkulasi dalam Ruang ……….……….. 109

6.13 Penggunaan Indirect Lighting pada Ruang Terapi One-on-One …...…. 110

6.14 Penggunaan Material dan Warna pada Ruang Terapi One-on-One…… 111

6.15 Pembagian Area pada Ruang Terapi Bermain ……… 112

6.16 Bukaan-Bukaan pada Ruang Terapi Bermain ……….……… 113

6.17 Penggunaan Indirect Lighting pada Ruang Terapi Bermain …………... 113

(21)

6.19 Penggunaan Material dan Warna dinding pada Ruang Terapi Bermain.. 115

6.20 Penerapan Layout Perabot dan Sirkulasi dalam Ruang ..………. 116

6.21 Penggunaan Indirect Lighting pada Ruang Terapi Sosial ….………….. 116

6.22 Penggunaan Material dan Warna pada Ruang Terapi Sosial ………….. 117

6.23 Penerapan Layout Perabot dan Sirkulasi dalam Ruang …..………. 118

6.24 Bukaan-Bukaan pada Ruang Terapi Fisik ……….……….. 119

6.25 Penggunaan Indirect Lighting pada Ruang Terapi Fisik ………….…… 119

(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hal

1.1 Pembagian Jenis Data untuk Penelitian ... 8

3.1 Gejala-Gejala Autis ... 43

3.2 Tabel Proses Desain Perancangan Terapi Autis dengan

Pendekatan Cybernetics ... 66

5.1 Kriteria Luasan Ruang Terapi One-On-One ... 83

5.2 Kriteria Luasan Ruang Terapi Bermain ………...……….. 88

5.3 Kriteria Luasan Ruang Terapi Sosial ………..………. 94

(23)

ABSTRAK

Sistem pendekatan desain lingkungan cybernetics adalah sebuah pendekatan desain dalam arsitektur perilaku yang menekankan perlunya mempertimbangkan

kualitas lingkungan yang dihayati oleh pengguna dan pengaruhnya bagi pengguna

lingkungan tersebut. Pendekatan ini secara holistik mengaitkan berbagai fenomena

yang mempengaruhi hubungan antara manusia dan lingkungannya, termasuk

lingkungan fisik dan sosial.

Autis/autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun

saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau

komunikasi yang normal. Autis diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan

perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi sosial, kemampuan komunikasi,

pola kesukaan, dan pola sikap yang tidak normal sebagai karakteristik mereka. Selain

tidak mampu bersosialisasi, anak penyandang autis juga tidak dapat mengendalikan

emosinya. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam

dunia repetitif, aktivitas dan minat yang obsesif.

Dalam perancangan ruang terapi khusus autis, diperlukan suatu proses desain

yang mengutamakan perilaku anak autis tersebut dalam beraktivitas di dalamnya.

Fokus penelitian membahas proses perancangan ruang terapi autis dengan

menggunakan pendekatan desain cybernetic yang akan menghasilkan kriteria desain dan dapat diterapkan dalam perancangan ruang terapi tersebut.

(24)

ABSTRACT

Cybernetic environment design approaching system is one of design approaching system in behavior architecture which considers in environmental quality needs in order to be internalized by users and affects for the environment users. This approaching system holistically connects various phenomenon that affects the relationship between people and their environment, including physical dan social environment.

Autism is a condition of people since they were born or at toddler age, which make them not able to built social connection or normal communication. Autisms are classified as abnormal neurotic development that cause abnormal social interaction, communication abilities, favorite pattern, dan attitude pattern as their characteristics. Besides the inability to socialize, autisms also can not control their emotions. So, those kids are isolated from other people and got in to a repetitive world, obsessive activities and interests.

In order to design a therapy room for autsm, it needs a design process that have the priorities on autism behavior . The research is focused on th design process of therapy room for autism which uses cybernetic design approaching system in order to create design criteria dan can be applied on the design of the therapy room.

(25)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sistem pendekatan desain lingkungan cybernetics adalah sebuah pendekatan

desain dalam arsitektur perilaku yang menekankan perlunya mempertimbangkan

kualitas lingkungan yang dihayati oleh pengguna dan pengaruhnya bagi pengguna

lingkungan tersebut. Pendekatan ini secara holistik mengaitkan berbagai fenomena

yang mempengaruhi hubungan antara manusia dan lingkungannya, termasuk

lingkungan fisik dan sosial. Seperti halnya makhluk hidup lain, manusia mencari

keseimbangan dalam lingkungan yang dinamis dan selalu berubah-ubah.

Cybernetics memberikan penekanan yang lebih besar pada pandangan

fungsional, dinamis dan teleconomic sistem daripada ke tampilan fisik, struktural dan

topologi. Dengan demikian, deskripsi cybernetic sistem fokus pada peran yang

berbeda yang harus datang bersama-sama dan pertukaran informasi untuk

memungkinkan regulasi dan koordinasi terhadap tujuan tertentu, pada bagian-bagian

dari sistem dan hubungan struktural antara mereka. Namun perspektif ini saling

melengkapi, karena fungsi harus diwujudkan dalam dunia nyata. Arus informasi tidak

dapat terjadi antara dunia nyata elemen sistem seperti orang kecuali "saluran fisik"

(26)

Autis/autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat

masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau

komunikasi yang normal. Autis diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan

perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi sosial, kemampuan komunikasi,

pola kesukaan, dan pola sikap yang tidak normal sebagai karakteristik mereka. Selain

tidak mampu bersosialisasi, anak penyandang autis juga tidak dapat mengendalikan

emosinya. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam

dunia repetitif, aktivitas dan minat yang obsesif.

Jumlah kasus autisme mengalami peningkatan yang signifikan. Jika tahun 2008

rasio anak autis 1 dari 100 anak, maka di 2012 terjadi peningkatan yang cukup

memprihatinkan dengan jumlah rasio 1 dari 88 orang anak saat ini mengalami

autisme. Berdasarkan data di Poliklinik Jiwa Anak Rumah Sakit Umum Pusat Cipto

Mangunkusumo Jakarta, pada 1989 tercatat hanya 2 pasien autisme. Pada 2000,

meningkat menjadi 103 anak. Di RSUD Soetomo Surabaya, pada 1997 jumlahnya

meningkat drastis sampai 20 anak per tahun, dari hanya 2-3 orang anak di

tahun-tahun sebelumnya. Data yang diungkapkan oleh ahli autisme di Indonesia, pada tahun-tahun

80-an pasien autis masih sangat jarang tapi memasuki tahun 90-an kasus autisme

mulai muncul 1-2 pasien baru setiap harinya dan terus meningkat jumlahnya hingga

4-5 pasien baru di tahun 2000. Jumlah tersebut belum dapat disebut angka pasti

karena jumlah pengidap autisme yang tidak terdeteksi bisa jadi lebih banyak lagi,

(27)

diagnosa autisme yang memang relatif mahal. Di Medan sendiri, Pusat Penanganan

Autis Terpadu Yayasan Ananda Karsa Mandiri (Yakari), Juni Wati Rusly

mengatakan penanganan anak penyandang autis mencapai 500 orang sejak berdirinya

Yakari tahun 2000. Namun pemerintah setempat khususnya Dinas Pendidikan Kota

Medan maupun provinsi belum ada perhatian kepada anak penyandang autis yang ada

di kota Medan.

Pada tahun 2011 terdapat wacana yang dikemukakan oleh pemerintah bahwa

telah direncanakan pembangunan pusat terapi autis di Sumatera Utara dengan

anggaran biaya sebesar Rp. 5 Milyar yang disampaikan oleh Kepala Dinas

Pendidikan Sumatera Utara, Drs. H Syaiful Safri MM .

Pendekatan desain cybernetic dianggap sangat cocok dengan perancangan ruang

terapi khusus autis karena pendekatan desain tersebut berasal dari tema arsitektur

perilaku yang mana mengangkat perilaku para penyandang autis untuk menciptakan

ruangan-ruangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan anak-anak autis

tersebut.

Rencana Kemediknas RI itu

berawal dari permintaan sejumlah komunitas autis di Sumut. Sebenarnya, sudah ada

sembilan sekolah luar biasa (SLB) di Sumut yang juga diperuntukkan bagi anak autis.

(28)

1.2Alasan Pemilihan Topik Permasalahan

Masyarakat Indonesia sebenarnya telah memiliki perhatian khusus kepada anak

autis ditandai dengan telah berdirinya pusat-pusat terapi khusus autis di beberapa kota

besar di Indonesia, termasuk di kota Medan. Terdapat 113 pusat terapi khusus autis

yang tersebar di Indonesia, diantaranya terdapat 6 pusat terapi yang menangani

penderita autis di Medan. Akan tetapi, dari enam pusat terapi tersebut hanya dua

pusat terapi yang menkhususkan kepada penderita autis dan belum ada satu pusat pun

terapi pun yang menerapkan arsitektur perilaku dalam ruang terapi. Aksitektur

perilaku sangat berperan untuk dapat menghasilkan desain yang baik dan sesuai

dengan perilaku para anak penyandang autis yang akan mendapatkan terapi di pusat

terapi tersebut. Dalam merancang ruang tersebut, diperlukan metoda pendekatan

desain berupa pendekatan desain cybernetic. Maka dari itu, tesis ini akan membahas

tentang penerapan arsitektur perilaku dengan metoda pendekatan desain cybernetic

dalam perancangan pusat terapi khusus autis di kota Medan.

1.3Perumusan Masalah

Adapun masalah-masalah yang dihadapi adalah:

a. Bagaimana menganalisa permasalahan perilaku di lingkungan ruang terapi

khusus autis.

b. Bagaimana menghasilkan konsep dan kriteria desain ruang terapi dengan

(29)

c. Bagaiamana penerapan konsep dan kriteria yang telah dihasilkan dalam

perancangan ruang terapi khusus autis.

1.4Tujuan

Adapun tujuan dari penerapan arsitektur perilaku dalam perancangan pusat terapi

khusus autis ini adalah:

a. Menganalisa permasalahan perilaku di lingkungan ruang terapi khusus autis,

b. Membuat konsep dan criteria desain ruang terapi khusus autis dengan

metoda pendekatan desain cybernetic.

c. Menghasilkan rancangan yang sesuai dengan kriteria desain.

1.5Manfaat

Manfaat yang akan didapatkan dalam penerapan arsitektur perilaku dalam

perancangan pusat terapi khusus autis ini adalah:

a. Memberikan panduan atau contoh kepada masyarakat tentang bagaimana

merencanakan ruang-ruang terapi khusus autis yang sesuai dengan perilaku

para penyandang autis.

b. Memberikan kontribusi untuk pemerintah dalam hal menciptakan pedoman

(30)

1.6Keluaran

Bentuk keluaran dari kegiatan pendekatan desain cybernetic dalam perancangan

ruang terapi khusus autis ini adalah menghasilkan konsep dan perancangan sebuah

ruang terapi khusus untuk penyandang autis dengan proses pendekatan desain

cybernetic dengan mempertimbangkan perilaku manusia yang terlibat di dalamnya.

1.7Metodologi

Untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang akan dihadapi dalam proses

penerapan arsitektur perilaku dalam perancangan pusat terapi khusus autis ini

dilakukan pendekatan desain cybernetics dengan cara dibuat evaluasi perbandingan

antara apa yang dihayati atau dialami pengguna dengan apa yang menjadi kriteria

kinerja yang diinginkan atau yang menjadi sasaran klien ataupun yang disusun secara

eksplisit oleh arsitek. Tahap-tahap yang dilalui adalah sebagai berikut:

1.7.1 Metode Cybernetic

Proses perancangan Ruang Terapi Khusus Autis memiliki beberapa tahapan

seperti tahap pengumpulan masalah, menganalisa masalah, mencari solusi dan

pemecahan dari masalah yang ada, menghasilkan konsep desain sesuai solusi yang

ada, dan akhirnya mengkaji desain apakah sesuai dengan keinginan klien.

a. Pengumpulan masalah.

(31)

1. Survey dan Pemetaan Perilaku.

Proses yang dilakukan adalah dengan mencatat pola aktifitas perilaku

para penghuni di pusat terapi autis yang sudah ada Proses ini dilakukan

dengan cara survey lansung ke sebuah tempat terapi autis di Medan.

Pemetaan perilaku dilakukan di saat sesi terapi dan setelah sesi terapi

dilakukan. Yang perlu diamati adalah bagaimana sifat anak autis yang

berada dalam linkungan sosial seperti di pusat terapi; tingkah pola

mereka, kebiasaan mereka, dan bagaimana usaha mereka dalam

menunjukkan jati diri mereka. Dengan adanya survey dan pemetaan

perilaku tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana

merancang sebuah terapi autis yang baik.

2. Wawancara.

Wawancara yang dilakukan kepada para pihak yang terkait dalam

sebuah tempat terapi anak autis tersebut, yaitu pemilik yayasan, para

terapis, psikolog, dokter, dan orang tua murid. Pertanyaan-pertanyaan

bisa berupa apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan, apa yang

dilakukan, apa yang diketahui dan apa yang diharapkan.

3. Kuesioner.

Kuesioner diambil untuk mengetahui evaluasi desain dan untuk

(32)

Berikut merupakan susunan data yang dibutuhkan, disusun dalam bentuk

Tabel 1.1:

Data Teoritis Data Fisik

1. Pendekatan desain cyb a.

ernetic. Pengertian cyb

b.

ernetic.

Teori pendekatan desain cyb

Eksplorasi teori autisme terhadap arsitektur perilaku.

2. Data studi banding proyek sejenis.

b.

Sumber: Olah data, 2012

b. Analisa Permasalahan.

Analisa dilakukan pada pusat terapi khusus autis yang telah ada sebagai

landasan perancangan pusat terapi khusus autis yang sesuai dengan standar dan

kebutuhan pengguna. Analisa ini untuk mengadopsi dan mempelajari pola

perilaku yang mempengaruhi di dalam proses perancanannya, apa yang dapat

dicontoh dan apa yang harus diperbaiki.

Hasil data yang telah dikumpulkan akan dianalisa sesuai dengan teori-teori

arsitektur. Melalui analisis tersebut diperoleh potensi-potensi serta permasalahan

yang terjadi dalam proses desain sehingga akan melahirkan konsep-konsep

(33)

Solusi permasalahan merupakan pedoman dalam menhasilkan konsep

desain.

c. Kajian Konsep.

Kajian konsep berfungsi untuk melihat dari solusi permasalahan yan telah

dianalisa dan melihat perbaikan dan penambahan apa saja yang harus dilakukan

untuk penyempurnaan konsep. Kajian konsep tersebut meliputi beberapa variabel

dalam konsep perancangan yang akan dihasilkan, yaitu:

1. Dimensi, proporsi, dan skala.

2. Sirkulasi ruang.

3. View dan Orientasi.

4. bukaan dan pencahayaan.

5. Material, warna dan tekstur.

Gambar 1.1 Analisa data teoritis Sumber: Hasil Analisa

Masalah perancanan

Solusi permasalahan

Teori Arsitektur

(34)

Kajian ini dapat berlangsung berulang kali untuk penyempurnaan menuju

konsep akhir.

d. Keluaran Konsep Akhir dan Desain.

Konsep akhir merupakan konsep yang sudah disempurnakan dari kajian

konsep awal. Di dalamnya telah dicantumkan variabel-variabel konsep

perancangan yang dihasilkan. Konsep akhir yang diterapkan dalam desain dapat

dikeluarkan setelah konsep dinilai cukup sempurna dan dipakai dalam mendesain

proyek.

1.8Kerangka Berpikir

Kerangka dasar penelitian ini menggunakan definisi operasional pada

dasarnya melekatkan arti pada suatu variabel dengan cara menetapkan

kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur variabel. Kerangka

penelitian yang terdiri dari definisi operasional, indikator empiris, pengukuran,

kerangka hubungan, penarikan sampel, metode pengumpulan data dan analisis data

(35)

Gambar 1.2 Kerangka Berpikir PERMASALAHAN

• Bagaimana menganalisa permasalahan perilaku di lingkungan ruang terapi khusus autis • Bagaimana menghasilkan konsep dan kriteria desain ruang terapi dengan metoda

pendekatan desain cybernetic

• Bagaiamana penerapan konsep dan kriteria yang telah dihasilkan dalam perancangan ruang terapi khusus autis

LATAR BELAKANG KASUS

• Pendekatan desain cybernetic merupakan metoda proses desain dalam Arsitektur perilaku

• Pusat terapi autis yang membutuhkan pertimbangan perilaku manusia di dalamnya yang dikaji dengan pendekatan desain cybernetic

MAKSUD DAN TUJUAN

a. Menganalisa permasalahan perilaku di lingkungan ruang terapi khusus autis

b. Membuat konsep dan criteria desain ruang terapi khusus autis dengan metoda pendekatan desain cybernetic

c. Menghasilkan rancangan yang sesuai dengan kriteria desain

ANALISA MASALAH • Perilaku anak autis • Solusi sesuai dengan

teori arsitektur PENGUMPULAN

MASALAH •Dimensi, proporsi, dan

skala

KONSEP DAN KRITERIA DESAIN

• Konsep perancanan desain yan merupakan kesimpulan dari analisa masalah dan model desain

• Rumusan kriteria dalam merancang fisik bangunan yang dalam hal ini adalah sebuah pusat terapi khusus autis

PENERAPAN KONSEP PADA DESAIN BANGUNAN

Mengacu kepada hasil analisa data teoritis dan hasil analisa data fisik hingga mendapatkan guidelines dalam mendesain, yang kemudian akan dikaji ulang hingga mengeluarkan konsep akhir desain.

(36)

1.9Sistematika Penulisan Tesis

Hasil-hasil dari pengamatan, yang akan disusun kedalam tahapan yang mana

urutan satu dengan yang lain saling berkaitan, urutan tersebut adalah sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN, berisi tentang latar belakang, alasan pemilihan topik

permasalahan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat, metodologi dan sistematika

penulisan tesis.

BAB 2 DESKRIPSI TEMA, menjelaskan pengertian dan elaborasi tema arsitektur

perilaku untuk menyelesaikan perancangan pusat terapi khusus autis, disertai dengan

contoh studi banding sesuai dengan tema tersebut.

BAB 3 PENERAPAN TEMA KE DALAM KASUS PROYEK, menjelaskan kasus

proyek, studi banding kasus proyek sejenis, teori umum tentang autisme, dan proses

pencapaian konsep dengan menggunakan metodologi cybernetic.

BAB 4 KONSEP PERANCANGAN FISIK, berisi tentang konsep-konsep

perancangan proyek yang berkaitan dengan tema yang dipilih.

BAB 5 RUMUSAN KRITERIA PERANCANGAN FISIK, berisi tentang

rumusan-rumusan dan criteria-kriteria dalam merancang fisik bangunan yang dalam hal ini

adalah sebuah pusat terapi khusus autis.

BAB 6 PENERAPAN KRITERIA PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

(37)

peta, gambar, diagram, tabel, sketsa, maket studi, foto slide, dll. Selain itu, bab ini

juga berisi model penerapan dan pengujian berupa presentasi akhir, peta, gambar

terukur, diagram, tabel, sketsa suasana, maket studi, simulasi komputer, foto, slide,

dll.

BAB 7 EVALUASI AKHIR DAN REKOMENDASI, berisi tentang evaluasi akhir

dan rekomendasi terhadap desain akhir.

DAFTAR PUSTAKA, memuat perbendaharaan pustaka yang benar-benar diacu

dalam tesis ini.

LAMPIRAN, berisi keterangan atau informasi yang diperlukan pada pelaksanaan

kegiatan, misalnya rencana anggaran biaya, lembar kuesioner yang dipergunakan

(38)

BAB 2

DESKRIPSI TEMA

2.1 Pendekatan Desain Cybernetics

Sistem pendekatan desain lingkungan cybernetics menekankan perlunya

mempertimbangkan kualitas lingkungan yang dihayati oleh pengguna dan

pengaruhnya bagi pengguna lingkungan tersebut. Pendekatan ini secara holistik

mengaitkan berbagai fenomena yang mempengaruhi hubungan antara manusia dan

lingkungannya, termasuk lingkungan fisik dan sosial. Seperti halnya makhluk hidup

lain, manusia mencari keseimbangan dalam lingkungan yang dinamis dan selalu

berubah-ubah itu.

Semua sistem cybernetic termasuk "fungsi kontrol" yang menjamin sistem tetap

sedekat mungkin dengan beberapa keadaan yang diinginkan. Jika ada perbedaan

antara negara-negara saat ini dan yang diinginkan, perilaku sistem dipengaruhi sesuai

dengan nilai-nilai atau keinginan "controller". Ini interaksi internal yang dinamis

memungkinkan sistem untuk membimbing dirinya sendiri terhadap negara yang

diinginkan.

Cybernetics memberikan penekanan yang lebih besar pada pandangan

fungsional, dinamis dan teleconomic sistem daripada ke tampilan fisik, struktural dan

topologi. Dengan demikian, deskripsi cybernetic sistem fokus pada peran yang

(39)

memungkinkan regulasi dan koordinasi terhadap tujuan tertentu, bukan pada

bagian-bagian dari sistem dan hubungan struktural antara mereka. Namun perspektif ini

saling melengkapi, karena fungsi harus diwujudkan dalam dunia nyata. Arus

informasi tidak dapat terjadi antara dunia nyata elemen sistem seperti orang kecuali

"saluran fisik" yang memungkinkan arus informasi menghubungkan mereka.

Merancang dapat dilihat sebagai sistem cybernetic. Peserta dalam proses desain

dapat dilihat sebagai "pengendali". Mereka mengembangkan dan menggunakan

metode dan model proses untuk memandu tanggapan mereka terhadap keadaan yang

dirasakan, sehingga menjadi "aktuator" yang mempengaruhi proses sesuai dengan

tujuan mereka (Gambar 2.1).

Desain lingkungan sibernetik ini dapat menjadi wahana untuk mengubah dampak

negatif dari perencanaan lingkungan yang berwawasan sempit, menjadi lingkungan

yang dapat mempunyai kualitas sebagai ruang tempat berhuni yang nyaman. Gambar 2.1 Proses mendesain pada pendekatan cybernetics Sumber: A Cybernetic Perspective On Methods And Process Models In

(40)

2.1.1 Kerangka Cybernetic

Kerangka cybernetic akan menawarkan wawasan yang kuat tentang masalah

kontrol dan komunikasi dalam situasi yang kompleks dan bantuan metodologis untuk

mendukung kerja dari pemecahan masalah. Pemecahan masalah, seperti yang tersirat

di atas, adalah penemuan dan produksi perubahan yang layak dan diinginkan untuk

mencapai stabilitas dalam interaksi interpersonal. Stabilitas dirasakan oleh pengamat,

tidak ada stabilitas obyektif dan independen dari pengamat tertentu. Secara

metodologis, fokus ini menyoroti bahwa dalam pemecahan masalah adalah penting

untuk menetapkan sudut pandang yang tepat dan sifat mekanisme komunikasi

mereka. Cybernetics menawarkan kerangka konseptual yang kuat untuk tujuan

tersebut.

Foerster, dalam buku Arsitektur dan Perilaku Manusia (2004),

Elemen-elemen yang terdapat dalam pendekatan desain cybernetics adalah: menjelaskan

bahwa dalam sistem pendekatan sibernetik dibuat evaluasi perbandingan antara apa

yang dihayati atau dialami pengguna dengan apa yang menjadi kriteria kinerja yang

diinginkan atau yang menjadi sasaran klien ataupun yang disusun secara eksplisit

oleh arsitek. Proses umpan balik cybernetics ini bertujuan memberi koreksi sebagai

hasil evaluasi bagi perencanaan.

a. Keinginan klien, dikelompokkan ke dalam tiga tingkat kinerja sejalan

(41)

keamanan, tingkat fungsi dan efisiensi, dan tingkat kenyamanan dan

kepuasan psikologis.

b. Setting, yaitu elemen-elemen yang termasuk dalam kerangka penghunian.

c. Penghuni, dibedakan berdasarkan siklus kehidupan, misalnya anak-anak,

remaja, orang tua, atau penyandang cacat fisik dan cacat mental.

Masing-masing kelompok mempunyai kebutuhan tersendiri.

d. Kebutuhan lain, seperti kebutuhan budaya dan adat.

Tujuan adanya elemen-elemen di atas adalah untuk mengetahui serinci

mungkin kebutuhan lingkungan yang harus dipenuhi, yaitu dengan mengetahui

bagaimana pribadi yang berbeda beraksi berbeda pula terhadap lingkungan yang

beragam (misalnya perbedaan perilaku penghuni dan pengunjung sebuah sekolah

terapi autis dengan sekolah biasa), bagaimana kombinasi tertentu antara individu dan

setting-nya (misalnya siapa yang berkunjung ke sebuah sekolah terapi autis)

berinteraksi menghasilkan berbagai pola perilaku tertentu. Hal-hal yang disebutkan di

atas dapat dicapai dengan mengadakan survey langsung dan pemetaan perilaku pada

sebuah pusat terapi autis yang telah ada di Medan. Pemetaan tersebut berisi perilaku

para terapis, anak-anak, orang tua murid dan lain-lain pada saat berlangsungnya terapi

dan sesudah terapi selesai.

Dengan demikian, kerangka penghunian ini dapat menghubungkan lingkungan

fisik dengan manusia pengguna dan kebutuhannya secara lebih tepat atau lebih

(42)

2.1.2 Metodologi Desain Cybernetics

Penekanan dari metodologi cybernetic dalam mekanisme komunikasi antara

peserta dalam situasi masalah. Dikatakan bahwa mekanisme yang tidak memadai

menyebabkan apresiasi memadai tentang situasi, dan bahwa perbaikan dalam situasi

tergantung pada perubahan struktural.

Metodologi cybernetic menyoroti fakta bahwa penciptaan kegiatan manusia

sangat dipengaruhi oleh mekanisme komunikasi yang mendasari interaksi individu.

Pandangan cybernetic adalah bahwa individu dibatasi untuk derajat yang berbeda

dengan struktur organisasi di mana mereka tertanam, dan karena itu, bahwa dengan

perubahan dan modifikasi dalam struktur ini, adalah mungkin bagi mereka untuk

mengembangkan apresiasi yang berbeda dari situasi masalah. Selain itu, sementara

beberapa struktur dapat menghambat apresiasi mereka atau menghasilkan apresiasi

yang buruk, orang lain mungkin melepaskan pandangan mereka dan membuat

apresiasi lebih mungkin kaya situasi. Oleh karena itu, pendekatan cybernetic

berpendapat bahwa pemecahan masalah yang efektif berarti penciptaan sebagai

konteks organisasi yang efektif karena budaya layak (untuk menciptakan organisasi

semacam itu harus mengakui kendala ditentukan oleh lingkungan budaya). Penjelasan

(43)

Pendekatan di atas menyiratkan mempelajari cybernetics dari situasi masalah,

yaitu, mempelajari kontrol dan mekanisme komunikasi yang mendasari situasi.

Penelitian ini dilakukan untuk organisasi-organisasi disebut sebagai relevan dengan

situasi masalah. Hasil dari penelitian cybernetic adalah model mekanisme komunikasi

dan kontrol seperti yang dirasakan di dunia nyata. Model ini kemudian dibandingkan

dengan kriteria efektifitas. Ketidaksesuaian antara "model dunia nyata" dan "model

yang efektif" mendefinisikan daerah yang mungkin untuk perbaikan. Dengan

demikian, hasil dari kegiatan pemodelan merupakan masukan bagi perdebatan antara

klien dalam situasi tersebut. Masukan ini ditujukan untuk mendukung penemuan

perubahan yang diinginkan dan layak dalam situasi cybernetics, sehingga

Mencari tahu

(44)

menciptakan kondisi untuk pemecahan masalah yang efektif. Tentu perubahan

tersebut mempengaruhi situasi itu sendiri.

Sementara perbaikan cybernetic mungkin tidak berhubungan langsung dengan

gejala tertentu dari situasi masalah, mereka dimaksudkan untuk menciptakan kondisi

struktural untuk pemecahan masalah yang efektif, yaitu untuk apresiasi yang efektif

dan tindakan. Mekanisme regulasi yang memadai mengurangi kemungkinan

berurusan dengan masalah yang ditimbulkan diri. Hal ini dalam kondisi yang para

peserta lebih cenderung untuk fokus pemecahan masalah mereka kemampuan dalam

perbedaan asli di tujuan, nilai-nilai dan preferensi, bukan dalam konflik dipicu oleh

buruknya proses komunikasi organisasi.

Model ini dapat berupa konseptual atau deskriptif dalam tujuan. Yang pertama

menetapkan kegiatan logis disyaratkan oleh sistem pada tingkat abstrak, yang terakhir

menetapkan kegiatan dunia nyata seperti yang dirasakan oleh seorang analis.

Perbandingan dari kedua jenis model harus memungkinkan seseorang untuk

mendeteksi daerah-daerah yang mungkin untuk perbaikan.

Yang terakhir, dan mungkin yang paling relevan dari kegiatan dalam

pembelajaran (luar) loop metodologi adalah mengelola proses pemecahan masalah.

Ini adalah pada tahap ini bahwa pengelolaan kompleksitas masalah yang terjadi.

Perdebatan harus memungkinkan untuk membangun seperti apa perbaikan yang

diinginkan, dan negosiasi politik harus memungkinkan untuk menetapkan kelayakan

mereka. Sejak memproduksi "perubahan layak" akan membutuhkan kemungkinan

(45)

dengan keberhasilan dalam melaksanakan transformasi disepakati. Namun, sementara

implementasi ini dapat difasilitasi oleh penggunaan yang efektif dari loop cybernetic,

kemungkinan besar, akan menghasilkan masalah yang lembut kepada peserta lain

yang beroperasi pada tingkat yang lebih tinggi dari resolusi, untuk siapa pendekatan

metodologis yang sama mungkin sekarang berguna (Gambar 2.3).

2.2 Elaborasi Tema

Perspektif cybernetic diuraikan di atas dapat digunakan untuk menganalisa

proses kolaboratif membangun dan menggunakan metode dan model proses untuk

mengoperasikan atau memperbaiki proses desain. Bagian ini menyajikan hipotetis

yang menggambarkan bagaimana lensa cybernetic dapat diadopsi untuk

menggambarkan situasi yang sebenarnya dan wawasan apa yang dapat diperoleh. Gambar 2.3 Proses feedback rancangan Pada Pendekatan Cybernetics

(46)

Tujuan keseluruhan dari proses desain adalah untuk mencapai tujuan tingkat

tinggi umum menciptakan desain, dalam batasan kualitas tinggi, biaya rendah, waktu

pengembangan produk yang rendah, dan sebagainya. Situasi ini digambarkan dalam

Gambar 2.4.

Gambar 2.4 menunjukkan bagaimana tim desain, desainer/pemodel, dan model

yang tertanam bersama-sama dalam sistem cybernetic, yaitu desain kolaboratif atau

merancang. Sebuah model proses dan metode ekologi yang ada dalam sistem ini, dan

mereka tersedia untuk digunakan untuk mengatur proses yang terjadi sebagai desain

yang muncul. Sebagai masalah tertentu yang dihadapi (atau diharapkan tiba-tiba),

proses yang dimulai untuk menyelesaikannya, dan model yang berbeda dan metode Gambar 2.4 Proses pengerjaan rancangan metodologi Pada Pendekatan Cybernetics Sumber: A Cybernetic Perspective On Methods And Process Models In Collaborative

(47)

dapat digunakan untuk mengatur proses-proses menuju tujuan mereka, dengan

demikian seluruh sistem ke arah tujuan secara keseluruhan. Peserta proses dan model

sendiri bertindak sebagai pembawa sifat cybernetic dibahas sebelumnya, misalnya,

posisi individu dalam organisasi akan mempengaruhi kemungkinan aktuasi mereka,

dan dengan demikian membatasi utilitas dari setiap sistem pemodelan di mana

mereka berpartisipasi.

Salah satu situasi yang memerlukan regulasi adalah bahwa desain proses peserta

harus bekerja sesuai dengan jaringan yang sering implisit, hubungan antara tujuan

dan sub-tujuan, dan cara-cara yang diusulkan pertemuan mereka. Misalnya, satu

tujuan mungkin untuk "mengidentifikasi kendala desain". Hal ini mungkin akan

diikuti oleh "mengidentifikasi kerusakan sistem", dan akhirnya oleh "merancang

subsistem dengan karakteristik kinerja tertentu dalam kendala desain tertentu".

Tujuan-tujuan lain berhubungan dengan proses desain itu sendiri, yaitu,

"menyelesaikan tugas tersebut dalam jangka waktu tertentu". Namun orang lain

mungkin berhubungan dengan lingkungan perusahaan, seperti "membuat penggunaan

efektif dari platform produk". Pada satu sisi, regulasi dapat dipandang sebagai suatu

proses mencapai kesepakatan mengenai tujuan, memantau kemajuan, dan mengambil

tindakan korektif ketika pemantauan mengungkapkan perlu. Tindakan korektif

mungkin termasuk mengubah tujuan atau rencana untuk mengatasi mereka. Dalam

kedua kasus ini kemungkinan akan melibatkan percakapan dan negosiasi di antara

(48)

Untuk memperjelas peran model proses dan metode dalam kegiatan peraturan,

dapat membantu untuk membayangkan mereka menyediakan "teori tindakan" bahwa

peserta proses digunakan untuk memandu tindakan mereka dalam desain itu sendiri

dan, melalui kegiatan analisis menyadari itu tidak memenuhi tujuan kinerja mereka,

mengambil tindakan untuk mengubahnya. Situasi ini bisa ditafsirkan sebagai

cybernetic "penginderaan" informasi tentang kekurangan melalui kegiatan analisis,

menafsirkan informasi ini baru diperoleh melalui model mengambil bentuk aturan

mental yang praktis. Ini memungkinkan tindakan desain yang sesuai untuk dipilih

untuk "mengatur" desain yang muncul sehubungan dengan tujuan tertentu. Aturan

praktis sendiri bertanggung jawab untuk mengubah, karena mereka mungkin hanya

memegang dalam konteks tertentu. Seiring waktu, aturan, atau interpretasi

daripadanya, secara bertahap akan berkembang sebagai perancang belajar bagaimana

membuat mereka lebih efektif melalui aplikasi berulang untuk berbagai masalah.

Pendekatan yang terbukti berhasil akan dirinci dan lulus secara lisan kepada

rekan-rekan atau mungkin dikodifikasi untuk membentuk dasar dari sebuah metode desain.

Terlepas dari keberhasilan, seluruh pendekatan mungkin perlu mengubah jika tidak

lagi cocok untuk konteks yang berubah. Misalnya, bahan baru atau alat desain

mungkin berarti bahwa cara mapan melakukan hal-hal yang tidak berlaku lagi.

Mengurangi berat badan mungkin menjadi kurang penting daripada meningkatkan

(49)

2.3 Studi Banding Tematik

2.3.1 Els Colors Kindergarten

Bangunan Els Colors Kindergarten (Gambar 2.5) berada di Manlleu, Barcelona,

Spanyol , dirancang oleh RCR Arquitectes pada tahun 2002. Luas bangunan tersebut

adalah 928 m2.

Konstruksi dari bangunan ini seperti sebuah permainan, dibentuk dari penjajaran

dan superposisi dari bentuk-bentuk yang simpel. Komposisi bangunan terbentuk dari

ukuran yang identik dari masing-masing bagian ruangan membentuk keseluruhan

bangunan, dan identifikasi dari tiap ruangan berdasarkan warna (Gambar 2.6). Gambar 2.5 Els Colors Kindergarten

(50)

Persepsi spasial dari setiap anak berbeda; sudut pandang mereka cenderung lebih

rendah dibanding orang dewasa, dan dengan mendongak, mereka mengumpulkan

perspektif-perspektif yang berbeda yang memperbesar ukuran dari objek-objek

disekitar mereka. Itulah mengapa di Els Colors Kindergarten terdapat

dinding-dinding dengan ketinggian yang tidak biasa, yang mungkin akan terlihat aneh dan

salah di mata orang dewasa, tetapi akan terlihat normal di mata anak-anak yang

berada dalam gedung tersebut, yang mana anak-anak tersebut merupakan penilai

dimana bangunan tersebut dapat berkomunikasi dengan baik atau tidak (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 Suasana interior Els Colors Kindergarten Sumber: Wiki Arquitectura, 2012

(51)

Tujuan dari bangunan ini bukan untuk menyelesaikan masalah tentang kebutuhan

orang tua akan sebuah tempat untuk dapat meninggalkan anak mereka selama satu

jam. Akan tetapi, bangunan ini bertujuan untuk melengkapi kebutuhan anak untuk

berinteraksi dengan anak lainnya dalam lingkungan mereka sendiri, tidak dengan

orang tua mereka, di sebuah area penuh dengan pengetahuan, kesenangan, dan

terjangkau bahkan untuk anak terkecil sekalipun.

Ruang-ruang kelas, ruang publik, dan kafetaria didistribusikan dalam dua bentuk

persegi panjang, yang mana dihubungkan dengan jalur sirkulasi yang mana juga

terhubung ke halaman dalam. Pada lantai satu terdapat pintu masuk utama dan area

multifungsi. Dinding-dinding kaca berwarna merah, oranye, dan kuning memberikan

atmosfir yang baik dimana imajinasi anak akan berkembang (Gambar 2.8, 2.9, 2.10

dan 2.11).

(52)

Gambar 2.9 Tampak Els Colors Kindergarten Sumber: Wiki Arquitectura, 2012

(53)

Dalam pendekatan desain Cybernetics, dapat dilihat bahwa skema proses

perancangan TK ini terlihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.11 Jalur sirkulasi Sumber: Wiki Arquitectura, 2012

Gambar 2.12 Diargam Skematik Proses Desain Els Colors Kindergarten Dengan Pendekatan Desain Cybernetics

Sumber: Hasil Analisa, 2012

Sasaran Klien: dengan skala ruang dan

(54)

2.3.3 Kindergarten by Cercadelcielo

Taman kanak-kanak ini didesain di Murcia, Spanyol. Bangunan sengaja

didesain seperti ruang terbuka sehingga anak-anak dapat berlari dan bermain dengan

bebas. Hanya terdapat tiga kotak febrikasi, semi transparan, dan melingkupi fungsi

yang lebih spesifik, seperti dapur dan ruang istirahat (Gambar 2.13, 2.14, 2.15, dan

2.16).

Gambar 2.13 Kindergarten by Cercadelcielo Sumbe

Gambar 2.14 Interior kelas Kindergarten by Cercadelcielo

(55)

Dalam pendekatan desain Cybernetics, dapat dilihat bahwa skema proses

perancangan TK ini dapat dilihat pada Gambar 2.17.

Gambar 2.15 Suasana Koridor dan Kamar Mandi Kindergarten by Cercadelcielo

Sumbe

Gambar 2.16 Denah Kindergarten by Cercadelcielo

(56)

Sasaran Klien: dengan perilaku pengguna

Lingkungan binaan:

Gambar 2.17 Diagram Skematik Proses Desain Kindergarten by Cercadelcielo Dengan Pendekatan Desain Cybernetics

(57)

BAB III

PENERAPAN TEMA KE DALAM KASUS PROYEK

3.1 Deskripsi Proyek

Proyek yang akan dirancang dalam tesis ini adalah ruang terapi khusus untuk

anak-anak penyandang autis di Medan. Perancangan tempat terapi tersebut akan

melalui sebuah proses pendekatan desain, yaitu pendekatan desain cybernetic, yang

mana akan membantu dan menjadi landasan untuk menghasilkan rancangan yang

baik dan sesuai dengan yang diinginkan.

3.1.1 Lokasi Tapak

Lahan yang dipilih adalah lahan kosong yang berada di Jalan Dr. Mansyur

(Gambar 3.1), Medan dengan batas-batas site sebagai berikut:

Utara : Jalan sekunder, sungai.

Selatan : Jalan sekunder, pemukiman penduduk.

Timur : rumah penduduk, YPPIA.

(58)

3.1.2 Analisa Tapak

Unsur potensial utama tapak adalah:

- Aksesibilitas yang mudah dijangkau karena berada dekat dengan jalan

utama dan dekat dengan pemukiman warga.

- Suasana sekitar tapak yang tenang dan tidak berisik cocok untuk terapi

autis.

3.1.3 Analisa Sirkulasi dan Pencapaian

Sirkulasi di sekitar lahan merupakan sirkulasi dua arah dengan kepadatan

kendaraan rendah. Lebar jalan sekitar 6 m. Pencapaian ke lahan juga cukup mudah,

hanya berjarak 6 km dari pusat kota Medan.

(59)

3.1.4 Analisa Lingkungan Sekitar

Lingkungan lahan merupakan lingkungan pemukiman penduduk dan

pendidikan. Terdapat empat sekolah dan lembaga pendidikan dalam jarak radius 250

m, yaitu SMK Negeri 10, Taman Kanak-kanak, YPPIA, dan Yayasan Syafiatul

Amaliah.

3.1.5 Analisa Kebisingan

Tidak terjadi kebisingan yang berarti di sekitar lahan karena berada pada

lingkungan pemukiman penduduk yang tidak ramai.

3.1.5 Analisa View (Gambar 3.2)

A

D

C

B

(60)

A: Pada sisi ini, view ke luar dari tapak adalah jalan utama, sungai dan pemukiman

penduduk.

B: Pada sisi ini, view ke luar dari tapak adalah pemukiman penduduk.

C: Pada sisi ini, view ke luar dari tapak adalah jalan sekunder dan pemukiman

penduduk.

D: Pada sisi ini, view ke luar dari tapak adalah jalan utama, sungai dan lahan kosong.

Dari analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa view ke luar yang paling baik terdapat

pada titik A, dan D.

3.2 Studi Banding Kasus Proyek Sejenis

3.2.1 Fawood Children’s Center London, Inggris

Fawood Children’s Centre ini memiliki luas sekitar 1.220m2. Eksterior

bangunan ini menggunakan warna-warna yang berani dan terang yang mencerminkan

semangat anak-anak. Fasilitas yang diberikan adalah kamar untuk anak-anak

berkebutuhan khusus dan autis yang berumur 3–5 tahun. Struktur primer bangunan

ini adalah penutup trapesium segi empat yang menggunakan struktur baja dengan

overhang atap yang lebar, terbentuk dari penutup atap dari polycarbonat opal dan

penutup baja profil berlapis warna merah muda terang (Gambar 3.3, 3.4, 3.5, 3.6, 3.7,

(61)

Gambar 3.3 Eksterior Bangunan Fawood Children’s Center London, Inggris Sumber: Schools and Kindergartens - A Design Manual

Gambar 3.4 Eksterior Bangunan Fawood Children’s Center London, Inggris Sumber: Schools and Kindergartens - A Design Manual

(62)

Gambar 3.6 Ground Plan Fawood Children’s Center London, Inggris Sumber: Schools and Kindergartens - A Design Manual

(63)

3.2.2 Toyama Children Center

Toyama Children Center (Gambar 3.9) adalah suatu bangunan yang berfungsi

sebagai tempat bermain bagi anak-anak yang berusia 5-12 tahun, dimana anak-anak

tersebut masih didampingi oleh orang tua/pengasuh. Di dalamnya anak-anak dapat

melakukan kegiatan-kegiatan seperti bermain aktif dan pasif, baik di dalam maupun

di luar ruangan, membuat ketrampilan, berlatih kesenian, belajar, dan membaca.

Fasilitas yang tersedia di dalamnya adalah hall bermain, relaxion area, workshop

hall, galeri mainan, perpustakaan, galeri boneka, ruang belajar, dll.

(64)

Toyama Children Center ini dikhususkan untuk anak-anak berumur 5-12 tahun.

Bentuk massa berupa gabungan dari dua buah lingkaran yang menampilkan

keceriaan, imajinatif dan kreativitas. Ruang yang berada di bagian lengkung digabung

dengan elemen lurus sehingga menciptakan ruang yang lebih dinamis. Pencahayaan

alami dan penghawaan alami diterapkan pada bangunan ini. Interiornya didominasi

oleh bentuk segienam dan lingkaran, sedangkan untuk warna yang digunakan

merupakan perpaduan antara warna alami dan menyolok. Sistem sirkulasi yang linear

bercabang dan berkelok-kelok memberi kesan mengalir dan tidak monoton. Hal-hal

yang dapat dipelajari dari kasus ini adalah:

a. Bentuk massa bangunan dengan penggabungan bidang lengkung dengan

bidang lurus untuk menimbulkan kesan dinamis.

b. Penampilan bangunan yang kreatif dan imajinatif, dengan warna-warna,

bertujuan untuk merangsang daya tarik anak-anak.

c. Pemanfaatan pencahayaan dan penghawaan alami. Gambar 3.9 Toyama Children Center

(65)

3.3 Relevansi Tema Terhadap Kasus Proyek

3.3.1 Studi sindrom gangguan autis

Istilah autisme dikemukakan oleh Dr Leo Kanner pada 1943. Ada banyak

definisi yang diungkapkan para ahli. Chaplin menyebutkan: “Autisme merupakan

cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri,

menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak realitas,

keasyikan ekstrem dengan pikiran dan fantasi sendiri”.

Pakar lain mengatakan: “Autisme adalah ketidaknormalan perkembangan yang

sampai sekarang tidak ada penyembuhannya dan gangguannya tidak hanya

mempengaruhi kemampuan anak untuk belajar dan berfungsi di dunia luar tetapi juga

kemampuannya untuk mengadakan hubungan dengan anggota keluarganya.”

Semua masalah perilaku anak autis menunjukkan 3 serangkai gangguan yaitu:

kerusakan di bidang sosialisasi, imajinasi, dan komunikasi. Sifat khas pada anak

autistik adalah:

a. Perkembangan hubungan sosial yang terganggu.

b. Gangguan perkembangan dalam komunikasi verbal dan non-verbal.

c. Pola perilaku yang khas dan terbatas.

d. Manifestasi gangguannya timbul pada tiga tahun yang pertama.

Teori awal menyebutkan, ada 2 faktor penyebab autisme, yaitu faktor

(66)

“dingin” pula; dan Teori gangguan neuro-biologist yang menyebutkan gangguan

neuroanatomi atau gangguan biokimiawi otak.

Gangguan autisme mulai tampak sebelum usia 3 tahun dan 3-4 kali lebih

banyak pada anak laki-laki dengan ciri fungsi abnormal dalam tiga bidang: interaksi

sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang, sehingga kesulitan

mengungkapkan perasaan maupun keinginannya yang mengakibatkan hubungan

dengan orang lain menjadi terganggu. Gangguan perkembangan yang dialami anak

autistik menyebabkan tidak belajar dengan cara yang sama seperti anak lain seusianya

dan belajar jauh lebih sedikit dari lingkungannya bila dibandingkan dengan anak lain.

Autisme merupakan kombinasi dari beberapa kegagalan perkembangan, biasanya

mengalami gangguan pada:

a. Komunikasi, perkembangan bahasa sangat lambat atau bahkan tidak ada

sama sekali. Penggunakan kata-kata yang tidak sesuai dengan makna yang

dimaksud. Lebih sering berkomunikasi dengan menggunakan gesture dari

pada kata-kata; perhatian sangat kurang.

b. Interaksi Sosial, lebih senang menyendiri dari pada bersama orang lain;

menunjukkan minat yang sangat kecil untuk berteman; response terhadap

isyarat sosial seperti kontak mata dan senyuman sangat minim.

c. Gangguan Sensorik, mempunyai sensitifitas indra (penglihatan, pendengaran,

(67)

d. Gangguan Bermain, anak autistik umumnya kurang memiliki spontanitas

dalam permainan yang bersifat imajinatif; tidak dapat mengimitasi orang lain;

dan tidak mempunyai inisiatif.

e. Perilaku, bisa berperilaku hiper-aktif ataupun hipo-pasif; marah tanpa sebab

jelas; perhatian yang sangat besar pada suatu benda; menampakkan agresi

pada diri sendiri dan orang lain; mengalami kesulitan dalam perubahan

rutinitas.

Melihat gangguan-gangguan yang biasanya menyertai gejala autisme seperti

yang dikemukakan di atas, menyebabkan banyak orang beranggapan bahwa

penyandang autisme tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan hidup normal.

Namun intervensi behavioral, biologis, dan edukasional terbukti dapat dijadikan alat

untuk mengurangi efek-efek autisme yang merusak.

No Gejala-gejala autis Ilustrasi

1 Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya.

2 Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya.

(68)

No Gejala-gejala autis Ilustrasi 4 Tidak peka terhadap rasa sakit.

5 Lebih suka menyendiri; sifatnya agak menjauhkan diri.

6 Suka benda-benda yang berputar / memutarkan benda.

7 Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan.

8 Hiperaktif/melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau malah tidak melakukan apapun (terlalu pendiam).

9 Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya; suka menggunakan isyarat atau menunjuk dengan tangan daripada kata-kata.

10 Menuntut hal yang sama; menentang perubahan atas hal-hal yang bersifat rutin.

(69)

No Gejala-gejala autis Ilustrasi 11 Tidak peduli bahaya.

12 Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama.

13 Echolalia (mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa biasa).

14 Tidak suka dipeluk (disayang) atau menyayangi.

15 Tidak tanggap terhadap isyarat kata-kata; bersikap seperti orang tuli.

16 Tidak berminat terhadap metode pengajaran yang biasa.

17 Tentrums, suka mengamuk/memperlihatkan kesedihan tanpa alasan yang jelas.

18 Kecakapan motorik kasar/motorik halus yang tidak seimbang (seperti tidak mau menendang bola namun dapat menumpuk balok-balok).

Tabel 3.1 (Lanjutan)

(70)

3.3.2 Jenis-jenis terapi autis

Dibawah ini terdapat 10 jenis terapi yang benar-benar diakui dan dilakukan

oleh para professional. Terapi harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak

membutuhkan jenis terapi yang berbeda.

a. Applied Behavioral Analysis (ABA), sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement

(hadiah/pujian).

b. Terapi Wicara, membantu anak dengan autisme mempunyai kesulitan

dalam bicara dan berbahasa, individu autistic yang non-verbal atau

kemampuan bicaranya sangat kurang, dan mereka yang tidak mampu

untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang

lain (Gambar 3.10).

Gambar

Gambar 1.2 Kerangka Berpikir
Gambar 2.2 Proses mendesain pada pendekatan cybernetics secara spesifik  Sumber: A Cybernetic Methodology To Study And Design Human Activities, 1988
Gambar 2.4.
Gambar 2.8 Denah Els Colors Kindergarten
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun masalah yang dibahas adalah menyangkut Studio Konsep Perancangan Arsitektur yang berjudul ― PUSAT PENDIDIKAN DAN TERAPI ANAK AUTIS DI SUKOHARJO, dengan Pendekatan

Berikut ini merupakan konsep perancangan suasana interaktif pada tata ruang bangunan Pusat Terapi Anak Autis:

Dengan kata kunci keterbukaan potensi intelektual (IQ), emosional (EQ), dan Spiritual (SQ) serta kombinasi IQ dan EQ tersebut diterapkan pada perancangan tata ruang dalam dan tata

Dalam perancangan interior Taman kanak-kanak yang mempunyai fasilitasi ruang terapi wicara tentunya harus diperhatikan faktor pemilihan material, warna, bentuk dan

Dengan pendekatan ini menghasilkan desain – desain baru yang belum pernah dilhat sebelumnya dan menciptakan pasar baru, tas yang dapat dipakai untuk aneka aktivitas

Berdasarkan data penelitian sebelumnya dapat dilakukan pendekatan desain ulang Teater A dengan menambahkan absorber dan reflektor untuk memperbaiki waktu dengung

Menghasilkan konsep perencanaan dan perancangan apartemen di Jakarta Selatan dengan pendekatan desain biophilik yang mampu menghadirkan ruang terbuka hijau ke dalam bangunan..

Dalam perancangan kantor BAPPEDA Provinsi Jawa Barat dengan penggunaan harmonisasi ruang dalam dan ruang luar Konsep tersebut diterapkan dalam olahan desain bangunan berupa