PENDEKATAN DESAIN CYBERNETIC DALAM
PERANCANGAN RUANG TERAPI KHUSUS AUTIS
TESIS
OLEH
LIZA TIFANNI ZUHRA
10 7020 019/AR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENDEKATAN DESAIN CYBERNETICS DALAM
PERANCANGAN RUANG TERAPI KHUSUS AUTIS
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Teknik Arsitektur Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh
LIZA TIFANNI ZUHRA
10 7020 019/AR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERNYATAAN
PENDEKATAN DESAIN CYBERNETICS DALAM
PERANCANGAN RUANG TERAPI KHUSUS AUTIS
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 1 Mei 2013
Judul Tesis : PENDEKATAN DESAIN CYBERNETIC PADA
PERANCANGAN RUANG TERAPI KHUSUS AUTIS
Nama : LIZA TIFANNI ZUHRA
Nomor Pokok : 107020019
Program Studi : MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR
Bidang Kekhususan : ALUR PENDIDIKAN PROFESI ARSITEK (PPAr)
Menyetujui,
Komisi Pembimbing,
(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) (Wahyuni Zahrah, ST, MS
Ketua Anggota
)
Ketua Program Studi,
(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia M.Sc)
Tanggal Lulus : 13 Mei 2013
Dekan,
Telah diuji pada
Tanggal: 13 Mei 2013
Panitia Penguji Tesis
Ketua Komisi Penguji : Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc
Anggota Komisi : 1. Wahyuni Zahrah, ST, MS
2. Beny OY Marpaung ST, MT, PhD
3. Ir. N. Vinky. Rahman, MT
ABSTRAK
Sistem pendekatan desain lingkungan cybernetics adalah sebuah pendekatan desain dalam arsitektur perilaku yang menekankan perlunya mempertimbangkan
kualitas lingkungan yang dihayati oleh pengguna dan pengaruhnya bagi pengguna
lingkungan tersebut. Pendekatan ini secara holistik mengaitkan berbagai fenomena
yang mempengaruhi hubungan antara manusia dan lingkungannya, termasuk
lingkungan fisik dan sosial.
Autis/autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun
saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau
komunikasi yang normal. Autis diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan
perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi sosial, kemampuan komunikasi,
pola kesukaan, dan pola sikap yang tidak normal sebagai karakteristik mereka. Selain
tidak mampu bersosialisasi, anak penyandang autis juga tidak dapat mengendalikan
emosinya. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam
dunia repetitif, aktivitas dan minat yang obsesif.
Dalam perancangan ruang terapi khusus autis, diperlukan suatu proses desain
yang mengutamakan perilaku anak autis tersebut dalam beraktivitas di dalamnya.
Fokus penelitian membahas proses perancangan ruang terapi autis dengan
menggunakan pendekatan desain cybernetic yang akan menghasilkan kriteria desain dan dapat diterapkan dalam perancangan ruang terapi tersebut.
ABSTRACT
Cybernetic environment design approaching system is one of design approaching system in behavior architecture which considers in environmental quality needs in order to be internalized by users and affects for the environment users. This approaching system holistically connects various phenomenon that affects the relationship between people and their environment, including physical dan social environment.
Autism is a condition of people since they were born or at toddler age, which make them not able to built social connection or normal communication. Autisms are classified as abnormal neurotic development that cause abnormal social interaction, communication abilities, favorite pattern, dan attitude pattern as their characteristics. Besides the inability to socialize, autisms also can not control their emotions. So, those kids are isolated from other people and got in to a repetitive world, obsessive activities and interests.
In order to design a therapy room for autsm, it needs a design process that have the priorities on autism behavior . The research is focused on th design process of therapy room for autism which uses cybernetic design approaching system in order to create design criteria dan can be applied on the design of the therapy room.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah menjadi
sumber kekuatan, inspirasi dan ridhaNya selama berlangsungnya pengerjaan tesis ini.
Tesis ini mengambil judul Pendekatan Desain Cybernetic pada Perancangan Ruang Terapi khusus Autis.
Pada kesempatan ini, dengan tulus dan kerendahan hati, Penulis
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan sebesar-besarnya
kepada orang tua tercinta, Babah H. Didi Duharsa SH, M.Hum, Ibu Mulia Sri Dewi,
atas segala doa, dukungan, kesabaran dan segala pengorbanannya selama ini.
Tesis ini merupakan syarat yang diwajibkan bagi
mahasiswa untuk memperoleh gelar Magister Teknik.
Rasa hormat dan terima kasih yang sama juga Penulis tujukan kepada Ibu Dr.
Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc
Kepada pihak Pusat Terapi Autis Yayasan Tali Kasih dan Aliva Consultant
yang telah meluangkan waktu untuk Penulis sehingga Penulis dapat melakukan
survey dan wawancara kepada pengelola gedung. Kepada pihak yang sangat , Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara sekaligus Pembimbing Tesis dan Ibu
Wahyuni Zahrah, ST, MS sebagai Pembimbing Tesis, atas kesediaannya
membimbing, memberikan motivasi, pengarahan dan waktu beliau kepada Penulis
sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini, serta Bapak dan Ibu dosen staff
pengajar dan pegawai Program Studi Magister Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik,
mendukung Penulis dalam pengerjaan tesis, adik tercinta, Filza Aldina Humaira,
teman seperjuang Novi dan Zhilli yang selalu memberi dukungan serta membantu
Penulis dengan penuh perhatian. Terima kasih banyak atas bantuannya selama ini.
Kiranya Allah SWT memberikan dan melimpahkan kasih dan anugerah-Nya bagi
mereka atas segala yang telah diperbuat untuk Penulis.
Penulis sungguh menyadari bahwa tesis ini mungkin masih mempunyai
banyak kekurangan. Karena itu Penulis membuka diri terhadap kritikan dan saran
bagi penyempurnaan tesis ini. Dan, akhirnya Penulis berharap tulisan ini memberikan
manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di lingkungan Program
Studi Magister Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Medan, 13 Mei 2013
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Liza Tifanni Zuhra
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 28 Mei 1989
Alamat : Komplek Citra Wisata blok XIV no 37, Jl. Karya Wisata
Medan.
Pendidikan
SD Swasta Harapan-1 Medan Medan, tahun 1994
SLTP Swasta Harapan-1Medan , tahun 2000
SMA Negeri-1 Medan, tahun 2003
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ………... i
ABSTRACT ………. ii
KATA PENGANTAR ……….. iii
RIWAYAT HIDUP ……… v
DAFTAR ISI ……….… vi
DAFTAR GAMBAR ……….… x
DAFTAR TABEL ………..….. xv
BAB I PENDAHULUAN ……….. 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Alasan Pemilihan Topik Permasalahan ... 4
1.3 Perumusan Masalah ... 4
1.4 Tujuan ... 5
1.5 Manfaat ... 5
1.6 Keluaran ... 6
1.7 Metodologi ... 6
1.7.1 Metode cybernetic………..………...……. 6
1.8 Kerangka Berpikir ... 10
BAB II DESKRIPSI TEMA ... 14
2.1 Pendekatan Desain Cybernetics ... 14
2.1.1 Kerangka Cybernetic ... 16
2.1.2 Metodologi desain Cybernetics ... 18
2.2 Elaborasi Tema ... 21
2.3 Studi Banding Tematik ... 25
2.3.1 Els Colors Kindergarten ... 25
2.3.2 Kindergarten by Cercadelcielo... 30
BAB III PENERAPAN TEMA KE DALAM KASUS PROYEK ... 33
3.1 Deskripsi Proyek ... 33
3.1.1 Lokasi Tapak ………... 33
3.1.2 Analisa Tapak ………... 34
3.1.3 Analisa Sirkulasi dan Pencapaian ……… 34
3.1.4 Analisa Lingkungan Sekitar ……… 35
3.1.5 Analisa Kebisingan ……….. 35
3.1.6 Analisa View ………... 36
3.2. Studi Banding Kasus Proyek Sejenis ... 36
3.2.1 Fawood Children’s Center London, Inggris ... 36
3.2.2 Toyama Children Center ... 40
3.3 Relevansi Tema Terhadap Kasus Proyek ... 41
3.3.1 Studi sindrom gangguan autis ... 41
3.3.2 Jenis-jenis terapi autis ………... 46
3.3.3 Kriteria perancangan ruang terapi autis ………... 50
3.4 Eksplorasi Penerapan Tema ke Dalam Kasus Proyek ... 60
3.4.1 Pemetaan perilaku dalam pusat terapi khusus autis ... 60
3.4.2 Elemen-elemen pendekatan desain Cybernetic ... 64
BAB IV KONSEP PERANCANGAN FISIK ... 70
4.1 Konsep Ruang Terapi One-On-One ... 70
4.2 Konsep Ruang Terapi Bermain ... 74
4.3 Konsep Ruang Terapi Sosial ... 77
4.4 Konsep Ruang Terapi Fisik ... 81
BAB V RUMUSAN KRITERIA PERANCANGAN FISIK ... 83
5.1 Kriteria Perancangan Ruang Terapi One-on-One ……….... 83
5.1.1 Kebutuhan ruang ………... 83
5.1.2 Bentuk dan dimensi perabotan ………..………… 83
5.1.3 Pencahayaan ruang ……….………...…… 84
5.1.4 Penggunaan warna dan material di ruangan …...…………...…… 84
5.1.5 Posisi ruang dalam bangunan ……… 86
5.2 Kriteria Perancangan Ruang Terapi Bermain ……… 87
5.2.1 Kebutuhan ruang ………..…. 87
5.2.2 Bentuk dan dimensi perabot ………... 88
5.2.3 Pencahayaan ruang ……….... 90
5.2.4 Penggunaan warna dan material ………... 91
5.2.5 Posisi Ruangan dalam Bangunan ……….... 93
5.3 Kriteria Perancangan Ruang Terapi Sosial …...……….… 94
5.3.1 Kebutuhan ruang ……….………..… 94
5.3.2 Bentuk dan dimensi perabot ………..… 94
5.3.3 Pencahayaan ruang ………...…. 95
5.3.4 Penggunaan warna dan material …………...………. 95
5.3.5 Posisi ruang dalam bangunan ……… 97
5.4.1 Kebutuhan ruang ……….………..… 98
5.4.2 Bentuk dan dimensi perabot ………..… 98
5.4.3 Pencahayaan ruang ………..… 100
5.4.4 Penggunaan warna dan material ……….. 100
5.2.5 Posisi Ruangan dalam Bangunan ……… 101
BAB VI PENERAPAN KRITERIA PERENCANAAN DAN PERANCANGAN FISIK ... 103
6.1 Hasil Perancangan ….……… 103
6.1.1 Ruang terapi one-on-one ………..……..….. 104
6.1.2 Ruang terapi bermain …...………..……….. 105
6.1.3 Ruang terapi sosial ………...………..….. 107
6.1.4 Ruang terapi fisik ……….……… 108
6.2 Penerapan Kriteria Perancangan …….………...…...… 109
6.2.1 Ruang terapi one-on-one ………..……….... 109
6.2.2 Ruang terapi bermain ………...……… 111
6.2.3 Ruang terapi sosial ………...……… 115
6.2.4 Ruang terapi fisik ……….... 118
BAB VII EVALUASI AKHIR ………..……… 121
7.1 Evaluasi Akhir……… 121
7.2 Rekomendasi ………..122
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Hal
1.1 Analisa Data Teoritis ………..…… 9
1.2 Kerangka Berpikir ... 11
2.1 Proses Mendesain pada Pendekatan Cybernetics ... 15
2.2 Proses Mendesain pada Pendekatan Cybernetics secara Spesifik ………...………... 19
2.3 Proses Feedback Rancangan pada Pendekatan Cybernetics ... 21
2.4 Proses Pengerjaan Rancangan Metodologi pada Pendekatan Cybernetics... 22
2.5 Els Colors Kindergarten ... 25
2.6 Suasana Interior Els Colors Kindergarten ... 26
2.7 Suasana Interior Els Colors Kindergarten ... 27
2.8 Denah Els Colors Kindergarten ... 28
2.9 Tampak Els Colors Kindergarten ... 28
2.10 Potongan Els Colors Kindergarten ... 29
2.11 Jalur Sirkulasi ... 29
2.12 Diagram Skematik Proses Desain Tk Els Colors Kindergarten dengan Pendekatan Desain Cybernetics ... 30
2.13 Kindergarten by Cercadelcielo ... 31
2.14 Interior Kelas Kindergarten by Cercadelcielo ... 31
2.15 Suasana Koridor dan Kamar Mandi Kindergarten by Cercadelcielo ... 31
2.17 Diagram Skematik Proses Desain Kindergarten by Cercadelcielo
dengan Pendekatan Desain Cybernetics ... 32
3.1 Lokasi Tapak ………. 34
3.2 Analisa View ………. 35
3.3 Eksterior Bangunan Fawood Children’s Center London, Inggris …... 37
3.4 Eksterior Bangunan Fawood Children’s Center London, Inggris …...…. 37
3.5 Interior Bangunan Fawood Children’s Center London, Inggris …...…... 37
3.6 Ground Plan Fawood Children’s Center London, Inggris ... 38
3.7 Denah Lantai 2 Fawood Children’s Center London, Inggris ... 38
3.8 Potongan Fawood Children’s Center London, Inggris ... 39
3.9 Toyama Children Center ... 40
3.15 Penggunaan Sudut Ruang untuk Imajinasi Anak …….……… 51
3.16 Penggunaan Pencahayaan Tidak Langsung ………..………..…….. 52
3.17 Ruang dengan Furniture Lembut ………... 53
3.18 Sudut Aktivitas yang Menyediakan Karya-Karya Kerajinan Anak …..… 54
3.19 Transparansi pada Pintu sebagai Lubang Intip ………….……… 54
3.21 Ruang Kelas Imajinatif ……….………. 56
3.22 Ruang Terapi ……….… 60
3.23 Ruang Tunggu dan Area Resepsionis ……….. 61
3.24 Ruang Fisioterapi ……….. 61
3.25 Area Sosialisasi ………….……… 61
3.26 Dapur ………..………... 61
3.27 Pemetaan Perilaku Terapis ……….………... 62
3.28 Pemetaan Perilaku Murid Terapi ……….……… 63
3.29 Diagram Kegiatan Murid Terapi ……….……… 63
3.30 Diagram Kegiatan Perilaku Terapis ……..……… 64
4.1 Konsep Pola Orientasi Ruang Terpusat ……… 70
4.2 Konsep Layout Meja dan Kursi dalam Ruangan …..……… 71
4.3 Konsep Sirkulasi pada Ruang ……...……… 71
4.4 Konsep Bukaan dan Pencahayaan pada Ruang ………….……… 72
4.5 Contoh Bentuk Meja yang Tidak Tajam ………...………..….. 72
4.6 Contoh Warna Pastel …………..………... 73
4.7 Konsep Penggunaan Material Akustik pada Ruang ……….. 73
4.8 Konsep Pembagian Zoning Area Ruang Bermain ………...………. 74
4.9 Konsep Bukaan dan Pencahayaan …...……….. 75
4.10 Beanbag, Sofa dan Permainan-Permainan Puzzle ………. 75
4.11 Ruang Kelas Inajinatif …………...……… 76
4.13 Contoh Warna Pastel ………. 77
4.14 Konsep Pola Orientasi Ruang Terpusat ………….………... 77
4.15 Konsep Kebutuhan Kursi dan Meja pada Ruang ………..………… 78
4.16 Konsep Pencahayaan dalam Ruang ………... 78
4.17 Layout Perletakan Kursi dan Meja dalam Ruang ………... 79
4.18 Konsep Sirkulasi dalam Ruang …….……… 79
4.19 Contoh Penggunaan Perabot dalam Ruang …….……….. 80
4.20 Contoh Warna Pastel ………. 80
4.21 Konsep Bukaan dan Pencahayaan ………….……… 81
4.22 Peralatan Fisioterapi ………….………. 81
4.23 Transparansi pada Dinding Ruang Sehingga Anak Merasa Diawasi …… 82
4.24 Contoh Warna Pastel ………. 82
5.1 Dimensi dan Bentuk Meja ……….. 83
5.2 Dimensi dan Bentuk Bangku ……...………..………… 84
5.3 Material Vinyl untuk Lantai dan Contoh Pemakaian Pada Lantai ……… 85
5.4 Material Foam yang Dilapisi Kulit untuk Dinding ……...……… 86
5.5 Pilihan Warna untuk Dinding ………..………..……… 86
5.6 Posisi Ruangan Jauh dari Pusat Kebisingan ……… 87
5.7 Sirkulasi Antar Ruang Berbentuk Linier ………... 87
5.8 Bentuk dan Dimensi Set Permainan Anak ………...………. 88
5.9 Bentuk dan Dimensi Meja Aktivitas …...……….. 89
5.11 Bentuk dan Dimensi Single Sofa …..……… 89
5.12 Bentuk dan Dimensi Meja ………….……… 90
5.13 Bentuk dan Dimensi Kursi ………..……….. 90
5.14 Material Vinyl untuk Lantai dan Contoh Pemakaian Pada Lantai ……… 91
5.15 Material Busa untuk Lantai dan Contoh Pemakaian Pada Lantai …..…... 91
5.16 Pilihan Warna untuk Dinding ……… 92
5.17 Pilihan Wallpaper/Wallsticker untuk Dinding ……….………. 92
5.18 Posisi Bukaan untuk Memasukkan Pencahayaan Alami ……… 93
5.19 Sirkulasi Antar Ruang Berbentuk Linier ………... 93
5.20 Bentuk dan Dimensi Beanbag ………..…. 94
5.21 Bentuk dan Dimensi Bangku ………...…… 94
5.22 Material Vinyl untuk Lantai ………..……. 95
5.23 Material Karpet untuk Lantai …….………..…. 95
5.24 Material Foam yang Dilapisi Kulit untuk Dinding Akustik ……..…..…. 96
5.25 Pilihan Warna Biru Pastel untuk Dinding ………...………..… 96
5.26 Posisi Ruangan Jauh dari Pusat Kebisingan ……….. 97
5.27 Sirkulasi Antar Ruang Berbentuk Linier ………... 97
5.28 Bentuk dan Dimensi Alat Latihan Jalan Miring …………..…………..… 98
5.29 Bentuk dan Dimensi Alat Latihan Jalan Lurus …………...…………..… 98
5.30 Bentuk dan Dimensi Alat Panjat …...………..….. 99
5.31 Bentuk dan Dimensi Bangku Bench ………...………..…. 99
5.33 Pilihan Material Vinyl untuk Lantai ………...………..…... 100
5.34 Pilihan Warna Kuning Pastel untuk Dinding ……… 101
5.35 Posisi Bukaan untuk Memasukkan Pencahayaan Alami ……… 102
5.36 Sirkulasi Antar Ruang Berbentuk Linier ……… 102
6.1 Ground Plan ………. 103
6.2 Denah Ruang Terapi One-On-One …….………. 104
6.3 Potongan Ruang Terapi One-On-One ……….……… 104
6.4 Suasana Ruang Terapi One-On-One ………... 105
6.5 Denah Ruang Terapi Bermain ………. 105
6.6 Potongan Ruang Terapi Bermain ……… 106
6.7 Suasana Ruang Terapi Bermain ………..……… 106
6.8 Denah Ruang Terapi Sosial ………....………. 107
6.9 Suasana Ruang Terapi Sosial …………..……… 107
6.10 Denah Ruang Terapi Fisik ………...… 108
6.11 Suasana Ruang Terapi Fisik ………..……….. 108
6.12 Penerapan Layout Perabot dan Sirkulasi dalam Ruang ……….……….. 109
6.13 Penggunaan Indirect Lighting pada Ruang Terapi One-on-One …...…. 110
6.14 Penggunaan Material dan Warna pada Ruang Terapi One-on-One…… 111
6.15 Pembagian Area pada Ruang Terapi Bermain ……… 112
6.16 Bukaan-Bukaan pada Ruang Terapi Bermain ……….……… 113
6.17 Penggunaan Indirect Lighting pada Ruang Terapi Bermain …………... 113
6.19 Penggunaan Material dan Warna dinding pada Ruang Terapi Bermain.. 115
6.20 Penerapan Layout Perabot dan Sirkulasi dalam Ruang ..………. 116
6.21 Penggunaan Indirect Lighting pada Ruang Terapi Sosial ….………….. 116
6.22 Penggunaan Material dan Warna pada Ruang Terapi Sosial ………….. 117
6.23 Penerapan Layout Perabot dan Sirkulasi dalam Ruang …..………. 118
6.24 Bukaan-Bukaan pada Ruang Terapi Fisik ……….……….. 119
6.25 Penggunaan Indirect Lighting pada Ruang Terapi Fisik ………….…… 119
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Hal
1.1 Pembagian Jenis Data untuk Penelitian ... 8
3.1 Gejala-Gejala Autis ... 43
3.2 Tabel Proses Desain Perancangan Terapi Autis dengan
Pendekatan Cybernetics ... 66
5.1 Kriteria Luasan Ruang Terapi One-On-One ... 83
5.2 Kriteria Luasan Ruang Terapi Bermain ………...……….. 88
5.3 Kriteria Luasan Ruang Terapi Sosial ………..………. 94
ABSTRAK
Sistem pendekatan desain lingkungan cybernetics adalah sebuah pendekatan desain dalam arsitektur perilaku yang menekankan perlunya mempertimbangkan
kualitas lingkungan yang dihayati oleh pengguna dan pengaruhnya bagi pengguna
lingkungan tersebut. Pendekatan ini secara holistik mengaitkan berbagai fenomena
yang mempengaruhi hubungan antara manusia dan lingkungannya, termasuk
lingkungan fisik dan sosial.
Autis/autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun
saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau
komunikasi yang normal. Autis diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan
perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi sosial, kemampuan komunikasi,
pola kesukaan, dan pola sikap yang tidak normal sebagai karakteristik mereka. Selain
tidak mampu bersosialisasi, anak penyandang autis juga tidak dapat mengendalikan
emosinya. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam
dunia repetitif, aktivitas dan minat yang obsesif.
Dalam perancangan ruang terapi khusus autis, diperlukan suatu proses desain
yang mengutamakan perilaku anak autis tersebut dalam beraktivitas di dalamnya.
Fokus penelitian membahas proses perancangan ruang terapi autis dengan
menggunakan pendekatan desain cybernetic yang akan menghasilkan kriteria desain dan dapat diterapkan dalam perancangan ruang terapi tersebut.
ABSTRACT
Cybernetic environment design approaching system is one of design approaching system in behavior architecture which considers in environmental quality needs in order to be internalized by users and affects for the environment users. This approaching system holistically connects various phenomenon that affects the relationship between people and their environment, including physical dan social environment.
Autism is a condition of people since they were born or at toddler age, which make them not able to built social connection or normal communication. Autisms are classified as abnormal neurotic development that cause abnormal social interaction, communication abilities, favorite pattern, dan attitude pattern as their characteristics. Besides the inability to socialize, autisms also can not control their emotions. So, those kids are isolated from other people and got in to a repetitive world, obsessive activities and interests.
In order to design a therapy room for autsm, it needs a design process that have the priorities on autism behavior . The research is focused on th design process of therapy room for autism which uses cybernetic design approaching system in order to create design criteria dan can be applied on the design of the therapy room.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sistem pendekatan desain lingkungan cybernetics adalah sebuah pendekatan
desain dalam arsitektur perilaku yang menekankan perlunya mempertimbangkan
kualitas lingkungan yang dihayati oleh pengguna dan pengaruhnya bagi pengguna
lingkungan tersebut. Pendekatan ini secara holistik mengaitkan berbagai fenomena
yang mempengaruhi hubungan antara manusia dan lingkungannya, termasuk
lingkungan fisik dan sosial. Seperti halnya makhluk hidup lain, manusia mencari
keseimbangan dalam lingkungan yang dinamis dan selalu berubah-ubah.
Cybernetics memberikan penekanan yang lebih besar pada pandangan
fungsional, dinamis dan teleconomic sistem daripada ke tampilan fisik, struktural dan
topologi. Dengan demikian, deskripsi cybernetic sistem fokus pada peran yang
berbeda yang harus datang bersama-sama dan pertukaran informasi untuk
memungkinkan regulasi dan koordinasi terhadap tujuan tertentu, pada bagian-bagian
dari sistem dan hubungan struktural antara mereka. Namun perspektif ini saling
melengkapi, karena fungsi harus diwujudkan dalam dunia nyata. Arus informasi tidak
dapat terjadi antara dunia nyata elemen sistem seperti orang kecuali "saluran fisik"
Autis/autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat
masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau
komunikasi yang normal. Autis diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan
perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi sosial, kemampuan komunikasi,
pola kesukaan, dan pola sikap yang tidak normal sebagai karakteristik mereka. Selain
tidak mampu bersosialisasi, anak penyandang autis juga tidak dapat mengendalikan
emosinya. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam
dunia repetitif, aktivitas dan minat yang obsesif.
Jumlah kasus autisme mengalami peningkatan yang signifikan. Jika tahun 2008
rasio anak autis 1 dari 100 anak, maka di 2012 terjadi peningkatan yang cukup
memprihatinkan dengan jumlah rasio 1 dari 88 orang anak saat ini mengalami
autisme. Berdasarkan data di Poliklinik Jiwa Anak Rumah Sakit Umum Pusat Cipto
Mangunkusumo Jakarta, pada 1989 tercatat hanya 2 pasien autisme. Pada 2000,
meningkat menjadi 103 anak. Di RSUD Soetomo Surabaya, pada 1997 jumlahnya
meningkat drastis sampai 20 anak per tahun, dari hanya 2-3 orang anak di
tahun-tahun sebelumnya. Data yang diungkapkan oleh ahli autisme di Indonesia, pada tahun-tahun
80-an pasien autis masih sangat jarang tapi memasuki tahun 90-an kasus autisme
mulai muncul 1-2 pasien baru setiap harinya dan terus meningkat jumlahnya hingga
4-5 pasien baru di tahun 2000. Jumlah tersebut belum dapat disebut angka pasti
karena jumlah pengidap autisme yang tidak terdeteksi bisa jadi lebih banyak lagi,
diagnosa autisme yang memang relatif mahal. Di Medan sendiri, Pusat Penanganan
Autis Terpadu Yayasan Ananda Karsa Mandiri (Yakari), Juni Wati Rusly
mengatakan penanganan anak penyandang autis mencapai 500 orang sejak berdirinya
Yakari tahun 2000. Namun pemerintah setempat khususnya Dinas Pendidikan Kota
Medan maupun provinsi belum ada perhatian kepada anak penyandang autis yang ada
di kota Medan.
Pada tahun 2011 terdapat wacana yang dikemukakan oleh pemerintah bahwa
telah direncanakan pembangunan pusat terapi autis di Sumatera Utara dengan
anggaran biaya sebesar Rp. 5 Milyar yang disampaikan oleh Kepala Dinas
Pendidikan Sumatera Utara, Drs. H Syaiful Safri MM .
Pendekatan desain cybernetic dianggap sangat cocok dengan perancangan ruang
terapi khusus autis karena pendekatan desain tersebut berasal dari tema arsitektur
perilaku yang mana mengangkat perilaku para penyandang autis untuk menciptakan
ruangan-ruangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan anak-anak autis
tersebut.
Rencana Kemediknas RI itu
berawal dari permintaan sejumlah komunitas autis di Sumut. Sebenarnya, sudah ada
sembilan sekolah luar biasa (SLB) di Sumut yang juga diperuntukkan bagi anak autis.
1.2Alasan Pemilihan Topik Permasalahan
Masyarakat Indonesia sebenarnya telah memiliki perhatian khusus kepada anak
autis ditandai dengan telah berdirinya pusat-pusat terapi khusus autis di beberapa kota
besar di Indonesia, termasuk di kota Medan. Terdapat 113 pusat terapi khusus autis
yang tersebar di Indonesia, diantaranya terdapat 6 pusat terapi yang menangani
penderita autis di Medan. Akan tetapi, dari enam pusat terapi tersebut hanya dua
pusat terapi yang menkhususkan kepada penderita autis dan belum ada satu pusat pun
terapi pun yang menerapkan arsitektur perilaku dalam ruang terapi. Aksitektur
perilaku sangat berperan untuk dapat menghasilkan desain yang baik dan sesuai
dengan perilaku para anak penyandang autis yang akan mendapatkan terapi di pusat
terapi tersebut. Dalam merancang ruang tersebut, diperlukan metoda pendekatan
desain berupa pendekatan desain cybernetic. Maka dari itu, tesis ini akan membahas
tentang penerapan arsitektur perilaku dengan metoda pendekatan desain cybernetic
dalam perancangan pusat terapi khusus autis di kota Medan.
1.3Perumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang dihadapi adalah:
a. Bagaimana menganalisa permasalahan perilaku di lingkungan ruang terapi
khusus autis.
b. Bagaimana menghasilkan konsep dan kriteria desain ruang terapi dengan
c. Bagaiamana penerapan konsep dan kriteria yang telah dihasilkan dalam
perancangan ruang terapi khusus autis.
1.4Tujuan
Adapun tujuan dari penerapan arsitektur perilaku dalam perancangan pusat terapi
khusus autis ini adalah:
a. Menganalisa permasalahan perilaku di lingkungan ruang terapi khusus autis,
b. Membuat konsep dan criteria desain ruang terapi khusus autis dengan
metoda pendekatan desain cybernetic.
c. Menghasilkan rancangan yang sesuai dengan kriteria desain.
1.5Manfaat
Manfaat yang akan didapatkan dalam penerapan arsitektur perilaku dalam
perancangan pusat terapi khusus autis ini adalah:
a. Memberikan panduan atau contoh kepada masyarakat tentang bagaimana
merencanakan ruang-ruang terapi khusus autis yang sesuai dengan perilaku
para penyandang autis.
b. Memberikan kontribusi untuk pemerintah dalam hal menciptakan pedoman
1.6Keluaran
Bentuk keluaran dari kegiatan pendekatan desain cybernetic dalam perancangan
ruang terapi khusus autis ini adalah menghasilkan konsep dan perancangan sebuah
ruang terapi khusus untuk penyandang autis dengan proses pendekatan desain
cybernetic dengan mempertimbangkan perilaku manusia yang terlibat di dalamnya.
1.7Metodologi
Untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang akan dihadapi dalam proses
penerapan arsitektur perilaku dalam perancangan pusat terapi khusus autis ini
dilakukan pendekatan desain cybernetics dengan cara dibuat evaluasi perbandingan
antara apa yang dihayati atau dialami pengguna dengan apa yang menjadi kriteria
kinerja yang diinginkan atau yang menjadi sasaran klien ataupun yang disusun secara
eksplisit oleh arsitek. Tahap-tahap yang dilalui adalah sebagai berikut:
1.7.1 Metode Cybernetic
Proses perancangan Ruang Terapi Khusus Autis memiliki beberapa tahapan
seperti tahap pengumpulan masalah, menganalisa masalah, mencari solusi dan
pemecahan dari masalah yang ada, menghasilkan konsep desain sesuai solusi yang
ada, dan akhirnya mengkaji desain apakah sesuai dengan keinginan klien.
a. Pengumpulan masalah.
1. Survey dan Pemetaan Perilaku.
Proses yang dilakukan adalah dengan mencatat pola aktifitas perilaku
para penghuni di pusat terapi autis yang sudah ada Proses ini dilakukan
dengan cara survey lansung ke sebuah tempat terapi autis di Medan.
Pemetaan perilaku dilakukan di saat sesi terapi dan setelah sesi terapi
dilakukan. Yang perlu diamati adalah bagaimana sifat anak autis yang
berada dalam linkungan sosial seperti di pusat terapi; tingkah pola
mereka, kebiasaan mereka, dan bagaimana usaha mereka dalam
menunjukkan jati diri mereka. Dengan adanya survey dan pemetaan
perilaku tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana
merancang sebuah terapi autis yang baik.
2. Wawancara.
Wawancara yang dilakukan kepada para pihak yang terkait dalam
sebuah tempat terapi anak autis tersebut, yaitu pemilik yayasan, para
terapis, psikolog, dokter, dan orang tua murid. Pertanyaan-pertanyaan
bisa berupa apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan, apa yang
dilakukan, apa yang diketahui dan apa yang diharapkan.
3. Kuesioner.
Kuesioner diambil untuk mengetahui evaluasi desain dan untuk
Berikut merupakan susunan data yang dibutuhkan, disusun dalam bentuk
Tabel 1.1:
Data Teoritis Data Fisik
1. Pendekatan desain cyb a.
ernetic. Pengertian cyb
b.
ernetic.
Teori pendekatan desain cyb
Eksplorasi teori autisme terhadap arsitektur perilaku.
2. Data studi banding proyek sejenis.
b.
Sumber: Olah data, 2012
b. Analisa Permasalahan.
Analisa dilakukan pada pusat terapi khusus autis yang telah ada sebagai
landasan perancangan pusat terapi khusus autis yang sesuai dengan standar dan
kebutuhan pengguna. Analisa ini untuk mengadopsi dan mempelajari pola
perilaku yang mempengaruhi di dalam proses perancanannya, apa yang dapat
dicontoh dan apa yang harus diperbaiki.
Hasil data yang telah dikumpulkan akan dianalisa sesuai dengan teori-teori
arsitektur. Melalui analisis tersebut diperoleh potensi-potensi serta permasalahan
yang terjadi dalam proses desain sehingga akan melahirkan konsep-konsep
Solusi permasalahan merupakan pedoman dalam menhasilkan konsep
desain.
c. Kajian Konsep.
Kajian konsep berfungsi untuk melihat dari solusi permasalahan yan telah
dianalisa dan melihat perbaikan dan penambahan apa saja yang harus dilakukan
untuk penyempurnaan konsep. Kajian konsep tersebut meliputi beberapa variabel
dalam konsep perancangan yang akan dihasilkan, yaitu:
1. Dimensi, proporsi, dan skala.
2. Sirkulasi ruang.
3. View dan Orientasi.
4. bukaan dan pencahayaan.
5. Material, warna dan tekstur.
Gambar 1.1 Analisa data teoritis Sumber: Hasil Analisa
Masalah perancanan
Solusi permasalahan
Teori Arsitektur
Kajian ini dapat berlangsung berulang kali untuk penyempurnaan menuju
konsep akhir.
d. Keluaran Konsep Akhir dan Desain.
Konsep akhir merupakan konsep yang sudah disempurnakan dari kajian
konsep awal. Di dalamnya telah dicantumkan variabel-variabel konsep
perancangan yang dihasilkan. Konsep akhir yang diterapkan dalam desain dapat
dikeluarkan setelah konsep dinilai cukup sempurna dan dipakai dalam mendesain
proyek.
1.8Kerangka Berpikir
Kerangka dasar penelitian ini menggunakan definisi operasional pada
dasarnya melekatkan arti pada suatu variabel dengan cara menetapkan
kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur variabel. Kerangka
penelitian yang terdiri dari definisi operasional, indikator empiris, pengukuran,
kerangka hubungan, penarikan sampel, metode pengumpulan data dan analisis data
Gambar 1.2 Kerangka Berpikir PERMASALAHAN
• Bagaimana menganalisa permasalahan perilaku di lingkungan ruang terapi khusus autis • Bagaimana menghasilkan konsep dan kriteria desain ruang terapi dengan metoda
pendekatan desain cybernetic
• Bagaiamana penerapan konsep dan kriteria yang telah dihasilkan dalam perancangan ruang terapi khusus autis
LATAR BELAKANG KASUS
• Pendekatan desain cybernetic merupakan metoda proses desain dalam Arsitektur perilaku
• Pusat terapi autis yang membutuhkan pertimbangan perilaku manusia di dalamnya yang dikaji dengan pendekatan desain cybernetic
MAKSUD DAN TUJUAN
a. Menganalisa permasalahan perilaku di lingkungan ruang terapi khusus autis
b. Membuat konsep dan criteria desain ruang terapi khusus autis dengan metoda pendekatan desain cybernetic
c. Menghasilkan rancangan yang sesuai dengan kriteria desain
ANALISA MASALAH • Perilaku anak autis • Solusi sesuai dengan
teori arsitektur PENGUMPULAN
MASALAH •Dimensi, proporsi, dan
skala
KONSEP DAN KRITERIA DESAIN
• Konsep perancanan desain yan merupakan kesimpulan dari analisa masalah dan model desain
• Rumusan kriteria dalam merancang fisik bangunan yang dalam hal ini adalah sebuah pusat terapi khusus autis
PENERAPAN KONSEP PADA DESAIN BANGUNAN
Mengacu kepada hasil analisa data teoritis dan hasil analisa data fisik hingga mendapatkan guidelines dalam mendesain, yang kemudian akan dikaji ulang hingga mengeluarkan konsep akhir desain.
1.9Sistematika Penulisan Tesis
Hasil-hasil dari pengamatan, yang akan disusun kedalam tahapan yang mana
urutan satu dengan yang lain saling berkaitan, urutan tersebut adalah sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN, berisi tentang latar belakang, alasan pemilihan topik
permasalahan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat, metodologi dan sistematika
penulisan tesis.
BAB 2 DESKRIPSI TEMA, menjelaskan pengertian dan elaborasi tema arsitektur
perilaku untuk menyelesaikan perancangan pusat terapi khusus autis, disertai dengan
contoh studi banding sesuai dengan tema tersebut.
BAB 3 PENERAPAN TEMA KE DALAM KASUS PROYEK, menjelaskan kasus
proyek, studi banding kasus proyek sejenis, teori umum tentang autisme, dan proses
pencapaian konsep dengan menggunakan metodologi cybernetic.
BAB 4 KONSEP PERANCANGAN FISIK, berisi tentang konsep-konsep
perancangan proyek yang berkaitan dengan tema yang dipilih.
BAB 5 RUMUSAN KRITERIA PERANCANGAN FISIK, berisi tentang
rumusan-rumusan dan criteria-kriteria dalam merancang fisik bangunan yang dalam hal ini
adalah sebuah pusat terapi khusus autis.
BAB 6 PENERAPAN KRITERIA PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
peta, gambar, diagram, tabel, sketsa, maket studi, foto slide, dll. Selain itu, bab ini
juga berisi model penerapan dan pengujian berupa presentasi akhir, peta, gambar
terukur, diagram, tabel, sketsa suasana, maket studi, simulasi komputer, foto, slide,
dll.
BAB 7 EVALUASI AKHIR DAN REKOMENDASI, berisi tentang evaluasi akhir
dan rekomendasi terhadap desain akhir.
DAFTAR PUSTAKA, memuat perbendaharaan pustaka yang benar-benar diacu
dalam tesis ini.
LAMPIRAN, berisi keterangan atau informasi yang diperlukan pada pelaksanaan
kegiatan, misalnya rencana anggaran biaya, lembar kuesioner yang dipergunakan
BAB 2
DESKRIPSI TEMA
2.1 Pendekatan Desain Cybernetics
Sistem pendekatan desain lingkungan cybernetics menekankan perlunya
mempertimbangkan kualitas lingkungan yang dihayati oleh pengguna dan
pengaruhnya bagi pengguna lingkungan tersebut. Pendekatan ini secara holistik
mengaitkan berbagai fenomena yang mempengaruhi hubungan antara manusia dan
lingkungannya, termasuk lingkungan fisik dan sosial. Seperti halnya makhluk hidup
lain, manusia mencari keseimbangan dalam lingkungan yang dinamis dan selalu
berubah-ubah itu.
Semua sistem cybernetic termasuk "fungsi kontrol" yang menjamin sistem tetap
sedekat mungkin dengan beberapa keadaan yang diinginkan. Jika ada perbedaan
antara negara-negara saat ini dan yang diinginkan, perilaku sistem dipengaruhi sesuai
dengan nilai-nilai atau keinginan "controller". Ini interaksi internal yang dinamis
memungkinkan sistem untuk membimbing dirinya sendiri terhadap negara yang
diinginkan.
Cybernetics memberikan penekanan yang lebih besar pada pandangan
fungsional, dinamis dan teleconomic sistem daripada ke tampilan fisik, struktural dan
topologi. Dengan demikian, deskripsi cybernetic sistem fokus pada peran yang
memungkinkan regulasi dan koordinasi terhadap tujuan tertentu, bukan pada
bagian-bagian dari sistem dan hubungan struktural antara mereka. Namun perspektif ini
saling melengkapi, karena fungsi harus diwujudkan dalam dunia nyata. Arus
informasi tidak dapat terjadi antara dunia nyata elemen sistem seperti orang kecuali
"saluran fisik" yang memungkinkan arus informasi menghubungkan mereka.
Merancang dapat dilihat sebagai sistem cybernetic. Peserta dalam proses desain
dapat dilihat sebagai "pengendali". Mereka mengembangkan dan menggunakan
metode dan model proses untuk memandu tanggapan mereka terhadap keadaan yang
dirasakan, sehingga menjadi "aktuator" yang mempengaruhi proses sesuai dengan
tujuan mereka (Gambar 2.1).
Desain lingkungan sibernetik ini dapat menjadi wahana untuk mengubah dampak
negatif dari perencanaan lingkungan yang berwawasan sempit, menjadi lingkungan
yang dapat mempunyai kualitas sebagai ruang tempat berhuni yang nyaman. Gambar 2.1 Proses mendesain pada pendekatan cybernetics Sumber: A Cybernetic Perspective On Methods And Process Models In
2.1.1 Kerangka Cybernetic
Kerangka cybernetic akan menawarkan wawasan yang kuat tentang masalah
kontrol dan komunikasi dalam situasi yang kompleks dan bantuan metodologis untuk
mendukung kerja dari pemecahan masalah. Pemecahan masalah, seperti yang tersirat
di atas, adalah penemuan dan produksi perubahan yang layak dan diinginkan untuk
mencapai stabilitas dalam interaksi interpersonal. Stabilitas dirasakan oleh pengamat,
tidak ada stabilitas obyektif dan independen dari pengamat tertentu. Secara
metodologis, fokus ini menyoroti bahwa dalam pemecahan masalah adalah penting
untuk menetapkan sudut pandang yang tepat dan sifat mekanisme komunikasi
mereka. Cybernetics menawarkan kerangka konseptual yang kuat untuk tujuan
tersebut.
Foerster, dalam buku Arsitektur dan Perilaku Manusia (2004),
Elemen-elemen yang terdapat dalam pendekatan desain cybernetics adalah: menjelaskan
bahwa dalam sistem pendekatan sibernetik dibuat evaluasi perbandingan antara apa
yang dihayati atau dialami pengguna dengan apa yang menjadi kriteria kinerja yang
diinginkan atau yang menjadi sasaran klien ataupun yang disusun secara eksplisit
oleh arsitek. Proses umpan balik cybernetics ini bertujuan memberi koreksi sebagai
hasil evaluasi bagi perencanaan.
a. Keinginan klien, dikelompokkan ke dalam tiga tingkat kinerja sejalan
keamanan, tingkat fungsi dan efisiensi, dan tingkat kenyamanan dan
kepuasan psikologis.
b. Setting, yaitu elemen-elemen yang termasuk dalam kerangka penghunian.
c. Penghuni, dibedakan berdasarkan siklus kehidupan, misalnya anak-anak,
remaja, orang tua, atau penyandang cacat fisik dan cacat mental.
Masing-masing kelompok mempunyai kebutuhan tersendiri.
d. Kebutuhan lain, seperti kebutuhan budaya dan adat.
Tujuan adanya elemen-elemen di atas adalah untuk mengetahui serinci
mungkin kebutuhan lingkungan yang harus dipenuhi, yaitu dengan mengetahui
bagaimana pribadi yang berbeda beraksi berbeda pula terhadap lingkungan yang
beragam (misalnya perbedaan perilaku penghuni dan pengunjung sebuah sekolah
terapi autis dengan sekolah biasa), bagaimana kombinasi tertentu antara individu dan
setting-nya (misalnya siapa yang berkunjung ke sebuah sekolah terapi autis)
berinteraksi menghasilkan berbagai pola perilaku tertentu. Hal-hal yang disebutkan di
atas dapat dicapai dengan mengadakan survey langsung dan pemetaan perilaku pada
sebuah pusat terapi autis yang telah ada di Medan. Pemetaan tersebut berisi perilaku
para terapis, anak-anak, orang tua murid dan lain-lain pada saat berlangsungnya terapi
dan sesudah terapi selesai.
Dengan demikian, kerangka penghunian ini dapat menghubungkan lingkungan
fisik dengan manusia pengguna dan kebutuhannya secara lebih tepat atau lebih
2.1.2 Metodologi Desain Cybernetics
Penekanan dari metodologi cybernetic dalam mekanisme komunikasi antara
peserta dalam situasi masalah. Dikatakan bahwa mekanisme yang tidak memadai
menyebabkan apresiasi memadai tentang situasi, dan bahwa perbaikan dalam situasi
tergantung pada perubahan struktural.
Metodologi cybernetic menyoroti fakta bahwa penciptaan kegiatan manusia
sangat dipengaruhi oleh mekanisme komunikasi yang mendasari interaksi individu.
Pandangan cybernetic adalah bahwa individu dibatasi untuk derajat yang berbeda
dengan struktur organisasi di mana mereka tertanam, dan karena itu, bahwa dengan
perubahan dan modifikasi dalam struktur ini, adalah mungkin bagi mereka untuk
mengembangkan apresiasi yang berbeda dari situasi masalah. Selain itu, sementara
beberapa struktur dapat menghambat apresiasi mereka atau menghasilkan apresiasi
yang buruk, orang lain mungkin melepaskan pandangan mereka dan membuat
apresiasi lebih mungkin kaya situasi. Oleh karena itu, pendekatan cybernetic
berpendapat bahwa pemecahan masalah yang efektif berarti penciptaan sebagai
konteks organisasi yang efektif karena budaya layak (untuk menciptakan organisasi
semacam itu harus mengakui kendala ditentukan oleh lingkungan budaya). Penjelasan
Pendekatan di atas menyiratkan mempelajari cybernetics dari situasi masalah,
yaitu, mempelajari kontrol dan mekanisme komunikasi yang mendasari situasi.
Penelitian ini dilakukan untuk organisasi-organisasi disebut sebagai relevan dengan
situasi masalah. Hasil dari penelitian cybernetic adalah model mekanisme komunikasi
dan kontrol seperti yang dirasakan di dunia nyata. Model ini kemudian dibandingkan
dengan kriteria efektifitas. Ketidaksesuaian antara "model dunia nyata" dan "model
yang efektif" mendefinisikan daerah yang mungkin untuk perbaikan. Dengan
demikian, hasil dari kegiatan pemodelan merupakan masukan bagi perdebatan antara
klien dalam situasi tersebut. Masukan ini ditujukan untuk mendukung penemuan
perubahan yang diinginkan dan layak dalam situasi cybernetics, sehingga
Mencari tahu
menciptakan kondisi untuk pemecahan masalah yang efektif. Tentu perubahan
tersebut mempengaruhi situasi itu sendiri.
Sementara perbaikan cybernetic mungkin tidak berhubungan langsung dengan
gejala tertentu dari situasi masalah, mereka dimaksudkan untuk menciptakan kondisi
struktural untuk pemecahan masalah yang efektif, yaitu untuk apresiasi yang efektif
dan tindakan. Mekanisme regulasi yang memadai mengurangi kemungkinan
berurusan dengan masalah yang ditimbulkan diri. Hal ini dalam kondisi yang para
peserta lebih cenderung untuk fokus pemecahan masalah mereka kemampuan dalam
perbedaan asli di tujuan, nilai-nilai dan preferensi, bukan dalam konflik dipicu oleh
buruknya proses komunikasi organisasi.
Model ini dapat berupa konseptual atau deskriptif dalam tujuan. Yang pertama
menetapkan kegiatan logis disyaratkan oleh sistem pada tingkat abstrak, yang terakhir
menetapkan kegiatan dunia nyata seperti yang dirasakan oleh seorang analis.
Perbandingan dari kedua jenis model harus memungkinkan seseorang untuk
mendeteksi daerah-daerah yang mungkin untuk perbaikan.
Yang terakhir, dan mungkin yang paling relevan dari kegiatan dalam
pembelajaran (luar) loop metodologi adalah mengelola proses pemecahan masalah.
Ini adalah pada tahap ini bahwa pengelolaan kompleksitas masalah yang terjadi.
Perdebatan harus memungkinkan untuk membangun seperti apa perbaikan yang
diinginkan, dan negosiasi politik harus memungkinkan untuk menetapkan kelayakan
mereka. Sejak memproduksi "perubahan layak" akan membutuhkan kemungkinan
dengan keberhasilan dalam melaksanakan transformasi disepakati. Namun, sementara
implementasi ini dapat difasilitasi oleh penggunaan yang efektif dari loop cybernetic,
kemungkinan besar, akan menghasilkan masalah yang lembut kepada peserta lain
yang beroperasi pada tingkat yang lebih tinggi dari resolusi, untuk siapa pendekatan
metodologis yang sama mungkin sekarang berguna (Gambar 2.3).
2.2 Elaborasi Tema
Perspektif cybernetic diuraikan di atas dapat digunakan untuk menganalisa
proses kolaboratif membangun dan menggunakan metode dan model proses untuk
mengoperasikan atau memperbaiki proses desain. Bagian ini menyajikan hipotetis
yang menggambarkan bagaimana lensa cybernetic dapat diadopsi untuk
menggambarkan situasi yang sebenarnya dan wawasan apa yang dapat diperoleh. Gambar 2.3 Proses feedback rancangan Pada Pendekatan Cybernetics
Tujuan keseluruhan dari proses desain adalah untuk mencapai tujuan tingkat
tinggi umum menciptakan desain, dalam batasan kualitas tinggi, biaya rendah, waktu
pengembangan produk yang rendah, dan sebagainya. Situasi ini digambarkan dalam
Gambar 2.4.
Gambar 2.4 menunjukkan bagaimana tim desain, desainer/pemodel, dan model
yang tertanam bersama-sama dalam sistem cybernetic, yaitu desain kolaboratif atau
merancang. Sebuah model proses dan metode ekologi yang ada dalam sistem ini, dan
mereka tersedia untuk digunakan untuk mengatur proses yang terjadi sebagai desain
yang muncul. Sebagai masalah tertentu yang dihadapi (atau diharapkan tiba-tiba),
proses yang dimulai untuk menyelesaikannya, dan model yang berbeda dan metode Gambar 2.4 Proses pengerjaan rancangan metodologi Pada Pendekatan Cybernetics Sumber: A Cybernetic Perspective On Methods And Process Models In Collaborative
dapat digunakan untuk mengatur proses-proses menuju tujuan mereka, dengan
demikian seluruh sistem ke arah tujuan secara keseluruhan. Peserta proses dan model
sendiri bertindak sebagai pembawa sifat cybernetic dibahas sebelumnya, misalnya,
posisi individu dalam organisasi akan mempengaruhi kemungkinan aktuasi mereka,
dan dengan demikian membatasi utilitas dari setiap sistem pemodelan di mana
mereka berpartisipasi.
Salah satu situasi yang memerlukan regulasi adalah bahwa desain proses peserta
harus bekerja sesuai dengan jaringan yang sering implisit, hubungan antara tujuan
dan sub-tujuan, dan cara-cara yang diusulkan pertemuan mereka. Misalnya, satu
tujuan mungkin untuk "mengidentifikasi kendala desain". Hal ini mungkin akan
diikuti oleh "mengidentifikasi kerusakan sistem", dan akhirnya oleh "merancang
subsistem dengan karakteristik kinerja tertentu dalam kendala desain tertentu".
Tujuan-tujuan lain berhubungan dengan proses desain itu sendiri, yaitu,
"menyelesaikan tugas tersebut dalam jangka waktu tertentu". Namun orang lain
mungkin berhubungan dengan lingkungan perusahaan, seperti "membuat penggunaan
efektif dari platform produk". Pada satu sisi, regulasi dapat dipandang sebagai suatu
proses mencapai kesepakatan mengenai tujuan, memantau kemajuan, dan mengambil
tindakan korektif ketika pemantauan mengungkapkan perlu. Tindakan korektif
mungkin termasuk mengubah tujuan atau rencana untuk mengatasi mereka. Dalam
kedua kasus ini kemungkinan akan melibatkan percakapan dan negosiasi di antara
Untuk memperjelas peran model proses dan metode dalam kegiatan peraturan,
dapat membantu untuk membayangkan mereka menyediakan "teori tindakan" bahwa
peserta proses digunakan untuk memandu tindakan mereka dalam desain itu sendiri
dan, melalui kegiatan analisis menyadari itu tidak memenuhi tujuan kinerja mereka,
mengambil tindakan untuk mengubahnya. Situasi ini bisa ditafsirkan sebagai
cybernetic "penginderaan" informasi tentang kekurangan melalui kegiatan analisis,
menafsirkan informasi ini baru diperoleh melalui model mengambil bentuk aturan
mental yang praktis. Ini memungkinkan tindakan desain yang sesuai untuk dipilih
untuk "mengatur" desain yang muncul sehubungan dengan tujuan tertentu. Aturan
praktis sendiri bertanggung jawab untuk mengubah, karena mereka mungkin hanya
memegang dalam konteks tertentu. Seiring waktu, aturan, atau interpretasi
daripadanya, secara bertahap akan berkembang sebagai perancang belajar bagaimana
membuat mereka lebih efektif melalui aplikasi berulang untuk berbagai masalah.
Pendekatan yang terbukti berhasil akan dirinci dan lulus secara lisan kepada
rekan-rekan atau mungkin dikodifikasi untuk membentuk dasar dari sebuah metode desain.
Terlepas dari keberhasilan, seluruh pendekatan mungkin perlu mengubah jika tidak
lagi cocok untuk konteks yang berubah. Misalnya, bahan baru atau alat desain
mungkin berarti bahwa cara mapan melakukan hal-hal yang tidak berlaku lagi.
Mengurangi berat badan mungkin menjadi kurang penting daripada meningkatkan
2.3 Studi Banding Tematik
2.3.1 Els Colors Kindergarten
Bangunan Els Colors Kindergarten (Gambar 2.5) berada di Manlleu, Barcelona,
Spanyol , dirancang oleh RCR Arquitectes pada tahun 2002. Luas bangunan tersebut
adalah 928 m2.
Konstruksi dari bangunan ini seperti sebuah permainan, dibentuk dari penjajaran
dan superposisi dari bentuk-bentuk yang simpel. Komposisi bangunan terbentuk dari
ukuran yang identik dari masing-masing bagian ruangan membentuk keseluruhan
bangunan, dan identifikasi dari tiap ruangan berdasarkan warna (Gambar 2.6). Gambar 2.5 Els Colors Kindergarten
Persepsi spasial dari setiap anak berbeda; sudut pandang mereka cenderung lebih
rendah dibanding orang dewasa, dan dengan mendongak, mereka mengumpulkan
perspektif-perspektif yang berbeda yang memperbesar ukuran dari objek-objek
disekitar mereka. Itulah mengapa di Els Colors Kindergarten terdapat
dinding-dinding dengan ketinggian yang tidak biasa, yang mungkin akan terlihat aneh dan
salah di mata orang dewasa, tetapi akan terlihat normal di mata anak-anak yang
berada dalam gedung tersebut, yang mana anak-anak tersebut merupakan penilai
dimana bangunan tersebut dapat berkomunikasi dengan baik atau tidak (Gambar 2.7).
Gambar 2.7 Suasana interior Els Colors Kindergarten Sumber: Wiki Arquitectura, 2012
Tujuan dari bangunan ini bukan untuk menyelesaikan masalah tentang kebutuhan
orang tua akan sebuah tempat untuk dapat meninggalkan anak mereka selama satu
jam. Akan tetapi, bangunan ini bertujuan untuk melengkapi kebutuhan anak untuk
berinteraksi dengan anak lainnya dalam lingkungan mereka sendiri, tidak dengan
orang tua mereka, di sebuah area penuh dengan pengetahuan, kesenangan, dan
terjangkau bahkan untuk anak terkecil sekalipun.
Ruang-ruang kelas, ruang publik, dan kafetaria didistribusikan dalam dua bentuk
persegi panjang, yang mana dihubungkan dengan jalur sirkulasi yang mana juga
terhubung ke halaman dalam. Pada lantai satu terdapat pintu masuk utama dan area
multifungsi. Dinding-dinding kaca berwarna merah, oranye, dan kuning memberikan
atmosfir yang baik dimana imajinasi anak akan berkembang (Gambar 2.8, 2.9, 2.10
dan 2.11).
Gambar 2.9 Tampak Els Colors Kindergarten Sumber: Wiki Arquitectura, 2012
Dalam pendekatan desain Cybernetics, dapat dilihat bahwa skema proses
perancangan TK ini terlihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.11 Jalur sirkulasi Sumber: Wiki Arquitectura, 2012
Gambar 2.12 Diargam Skematik Proses Desain Els Colors Kindergarten Dengan Pendekatan Desain Cybernetics
Sumber: Hasil Analisa, 2012
Sasaran Klien: dengan skala ruang dan
2.3.3 Kindergarten by Cercadelcielo
Taman kanak-kanak ini didesain di Murcia, Spanyol. Bangunan sengaja
didesain seperti ruang terbuka sehingga anak-anak dapat berlari dan bermain dengan
bebas. Hanya terdapat tiga kotak febrikasi, semi transparan, dan melingkupi fungsi
yang lebih spesifik, seperti dapur dan ruang istirahat (Gambar 2.13, 2.14, 2.15, dan
2.16).
Gambar 2.13 Kindergarten by Cercadelcielo Sumbe
Gambar 2.14 Interior kelas Kindergarten by Cercadelcielo
Dalam pendekatan desain Cybernetics, dapat dilihat bahwa skema proses
perancangan TK ini dapat dilihat pada Gambar 2.17.
Gambar 2.15 Suasana Koridor dan Kamar Mandi Kindergarten by Cercadelcielo
Sumbe
Gambar 2.16 Denah Kindergarten by Cercadelcielo
Sasaran Klien: dengan perilaku pengguna
Lingkungan binaan:
Gambar 2.17 Diagram Skematik Proses Desain Kindergarten by Cercadelcielo Dengan Pendekatan Desain Cybernetics
BAB III
PENERAPAN TEMA KE DALAM KASUS PROYEK
3.1 Deskripsi Proyek
Proyek yang akan dirancang dalam tesis ini adalah ruang terapi khusus untuk
anak-anak penyandang autis di Medan. Perancangan tempat terapi tersebut akan
melalui sebuah proses pendekatan desain, yaitu pendekatan desain cybernetic, yang
mana akan membantu dan menjadi landasan untuk menghasilkan rancangan yang
baik dan sesuai dengan yang diinginkan.
3.1.1 Lokasi Tapak
Lahan yang dipilih adalah lahan kosong yang berada di Jalan Dr. Mansyur
(Gambar 3.1), Medan dengan batas-batas site sebagai berikut:
Utara : Jalan sekunder, sungai.
Selatan : Jalan sekunder, pemukiman penduduk.
Timur : rumah penduduk, YPPIA.
3.1.2 Analisa Tapak
Unsur potensial utama tapak adalah:
- Aksesibilitas yang mudah dijangkau karena berada dekat dengan jalan
utama dan dekat dengan pemukiman warga.
- Suasana sekitar tapak yang tenang dan tidak berisik cocok untuk terapi
autis.
3.1.3 Analisa Sirkulasi dan Pencapaian
Sirkulasi di sekitar lahan merupakan sirkulasi dua arah dengan kepadatan
kendaraan rendah. Lebar jalan sekitar 6 m. Pencapaian ke lahan juga cukup mudah,
hanya berjarak 6 km dari pusat kota Medan.
3.1.4 Analisa Lingkungan Sekitar
Lingkungan lahan merupakan lingkungan pemukiman penduduk dan
pendidikan. Terdapat empat sekolah dan lembaga pendidikan dalam jarak radius 250
m, yaitu SMK Negeri 10, Taman Kanak-kanak, YPPIA, dan Yayasan Syafiatul
Amaliah.
3.1.5 Analisa Kebisingan
Tidak terjadi kebisingan yang berarti di sekitar lahan karena berada pada
lingkungan pemukiman penduduk yang tidak ramai.
3.1.5 Analisa View (Gambar 3.2)
A
D
C
B
A: Pada sisi ini, view ke luar dari tapak adalah jalan utama, sungai dan pemukiman
penduduk.
B: Pada sisi ini, view ke luar dari tapak adalah pemukiman penduduk.
C: Pada sisi ini, view ke luar dari tapak adalah jalan sekunder dan pemukiman
penduduk.
D: Pada sisi ini, view ke luar dari tapak adalah jalan utama, sungai dan lahan kosong.
Dari analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa view ke luar yang paling baik terdapat
pada titik A, dan D.
3.2 Studi Banding Kasus Proyek Sejenis
3.2.1 Fawood Children’s Center London, Inggris
Fawood Children’s Centre ini memiliki luas sekitar 1.220m2. Eksterior
bangunan ini menggunakan warna-warna yang berani dan terang yang mencerminkan
semangat anak-anak. Fasilitas yang diberikan adalah kamar untuk anak-anak
berkebutuhan khusus dan autis yang berumur 3–5 tahun. Struktur primer bangunan
ini adalah penutup trapesium segi empat yang menggunakan struktur baja dengan
overhang atap yang lebar, terbentuk dari penutup atap dari polycarbonat opal dan
penutup baja profil berlapis warna merah muda terang (Gambar 3.3, 3.4, 3.5, 3.6, 3.7,
Gambar 3.3 Eksterior Bangunan Fawood Children’s Center London, Inggris Sumber: Schools and Kindergartens - A Design Manual
Gambar 3.4 Eksterior Bangunan Fawood Children’s Center London, Inggris Sumber: Schools and Kindergartens - A Design Manual
Gambar 3.6 Ground Plan Fawood Children’s Center London, Inggris Sumber: Schools and Kindergartens - A Design Manual
3.2.2 Toyama Children Center
Toyama Children Center (Gambar 3.9) adalah suatu bangunan yang berfungsi
sebagai tempat bermain bagi anak-anak yang berusia 5-12 tahun, dimana anak-anak
tersebut masih didampingi oleh orang tua/pengasuh. Di dalamnya anak-anak dapat
melakukan kegiatan-kegiatan seperti bermain aktif dan pasif, baik di dalam maupun
di luar ruangan, membuat ketrampilan, berlatih kesenian, belajar, dan membaca.
Fasilitas yang tersedia di dalamnya adalah hall bermain, relaxion area, workshop
hall, galeri mainan, perpustakaan, galeri boneka, ruang belajar, dll.
Toyama Children Center ini dikhususkan untuk anak-anak berumur 5-12 tahun.
Bentuk massa berupa gabungan dari dua buah lingkaran yang menampilkan
keceriaan, imajinatif dan kreativitas. Ruang yang berada di bagian lengkung digabung
dengan elemen lurus sehingga menciptakan ruang yang lebih dinamis. Pencahayaan
alami dan penghawaan alami diterapkan pada bangunan ini. Interiornya didominasi
oleh bentuk segienam dan lingkaran, sedangkan untuk warna yang digunakan
merupakan perpaduan antara warna alami dan menyolok. Sistem sirkulasi yang linear
bercabang dan berkelok-kelok memberi kesan mengalir dan tidak monoton. Hal-hal
yang dapat dipelajari dari kasus ini adalah:
a. Bentuk massa bangunan dengan penggabungan bidang lengkung dengan
bidang lurus untuk menimbulkan kesan dinamis.
b. Penampilan bangunan yang kreatif dan imajinatif, dengan warna-warna,
bertujuan untuk merangsang daya tarik anak-anak.
c. Pemanfaatan pencahayaan dan penghawaan alami. Gambar 3.9 Toyama Children Center
3.3 Relevansi Tema Terhadap Kasus Proyek
3.3.1 Studi sindrom gangguan autis
Istilah autisme dikemukakan oleh Dr Leo Kanner pada 1943. Ada banyak
definisi yang diungkapkan para ahli. Chaplin menyebutkan: “Autisme merupakan
cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri,
menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak realitas,
keasyikan ekstrem dengan pikiran dan fantasi sendiri”.
Pakar lain mengatakan: “Autisme adalah ketidaknormalan perkembangan yang
sampai sekarang tidak ada penyembuhannya dan gangguannya tidak hanya
mempengaruhi kemampuan anak untuk belajar dan berfungsi di dunia luar tetapi juga
kemampuannya untuk mengadakan hubungan dengan anggota keluarganya.”
Semua masalah perilaku anak autis menunjukkan 3 serangkai gangguan yaitu:
kerusakan di bidang sosialisasi, imajinasi, dan komunikasi. Sifat khas pada anak
autistik adalah:
a. Perkembangan hubungan sosial yang terganggu.
b. Gangguan perkembangan dalam komunikasi verbal dan non-verbal.
c. Pola perilaku yang khas dan terbatas.
d. Manifestasi gangguannya timbul pada tiga tahun yang pertama.
Teori awal menyebutkan, ada 2 faktor penyebab autisme, yaitu faktor
“dingin” pula; dan Teori gangguan neuro-biologist yang menyebutkan gangguan
neuroanatomi atau gangguan biokimiawi otak.
Gangguan autisme mulai tampak sebelum usia 3 tahun dan 3-4 kali lebih
banyak pada anak laki-laki dengan ciri fungsi abnormal dalam tiga bidang: interaksi
sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang, sehingga kesulitan
mengungkapkan perasaan maupun keinginannya yang mengakibatkan hubungan
dengan orang lain menjadi terganggu. Gangguan perkembangan yang dialami anak
autistik menyebabkan tidak belajar dengan cara yang sama seperti anak lain seusianya
dan belajar jauh lebih sedikit dari lingkungannya bila dibandingkan dengan anak lain.
Autisme merupakan kombinasi dari beberapa kegagalan perkembangan, biasanya
mengalami gangguan pada:
a. Komunikasi, perkembangan bahasa sangat lambat atau bahkan tidak ada
sama sekali. Penggunakan kata-kata yang tidak sesuai dengan makna yang
dimaksud. Lebih sering berkomunikasi dengan menggunakan gesture dari
pada kata-kata; perhatian sangat kurang.
b. Interaksi Sosial, lebih senang menyendiri dari pada bersama orang lain;
menunjukkan minat yang sangat kecil untuk berteman; response terhadap
isyarat sosial seperti kontak mata dan senyuman sangat minim.
c. Gangguan Sensorik, mempunyai sensitifitas indra (penglihatan, pendengaran,
d. Gangguan Bermain, anak autistik umumnya kurang memiliki spontanitas
dalam permainan yang bersifat imajinatif; tidak dapat mengimitasi orang lain;
dan tidak mempunyai inisiatif.
e. Perilaku, bisa berperilaku hiper-aktif ataupun hipo-pasif; marah tanpa sebab
jelas; perhatian yang sangat besar pada suatu benda; menampakkan agresi
pada diri sendiri dan orang lain; mengalami kesulitan dalam perubahan
rutinitas.
Melihat gangguan-gangguan yang biasanya menyertai gejala autisme seperti
yang dikemukakan di atas, menyebabkan banyak orang beranggapan bahwa
penyandang autisme tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan hidup normal.
Namun intervensi behavioral, biologis, dan edukasional terbukti dapat dijadikan alat
untuk mengurangi efek-efek autisme yang merusak.
No Gejala-gejala autis Ilustrasi
1 Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya.
2 Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya.
No Gejala-gejala autis Ilustrasi 4 Tidak peka terhadap rasa sakit.
5 Lebih suka menyendiri; sifatnya agak menjauhkan diri.
6 Suka benda-benda yang berputar / memutarkan benda.
7 Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan.
8 Hiperaktif/melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau malah tidak melakukan apapun (terlalu pendiam).
9 Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya; suka menggunakan isyarat atau menunjuk dengan tangan daripada kata-kata.
10 Menuntut hal yang sama; menentang perubahan atas hal-hal yang bersifat rutin.
No Gejala-gejala autis Ilustrasi 11 Tidak peduli bahaya.
12 Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama.
13 Echolalia (mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa biasa).
14 Tidak suka dipeluk (disayang) atau menyayangi.
15 Tidak tanggap terhadap isyarat kata-kata; bersikap seperti orang tuli.
16 Tidak berminat terhadap metode pengajaran yang biasa.
17 Tentrums, suka mengamuk/memperlihatkan kesedihan tanpa alasan yang jelas.
18 Kecakapan motorik kasar/motorik halus yang tidak seimbang (seperti tidak mau menendang bola namun dapat menumpuk balok-balok).
Tabel 3.1 (Lanjutan)
3.3.2 Jenis-jenis terapi autis
Dibawah ini terdapat 10 jenis terapi yang benar-benar diakui dan dilakukan
oleh para professional. Terapi harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak
membutuhkan jenis terapi yang berbeda.
a. Applied Behavioral Analysis (ABA), sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement
(hadiah/pujian).
b. Terapi Wicara, membantu anak dengan autisme mempunyai kesulitan
dalam bicara dan berbahasa, individu autistic yang non-verbal atau
kemampuan bicaranya sangat kurang, dan mereka yang tidak mampu
untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang
lain (Gambar 3.10).