• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Penerbitan Akta Kematian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kota Medan).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prosedur Penerbitan Akta Kematian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kota Medan)."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PROSEDUR PENERBITAN AKTA KEMATIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG

ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN (STUDI KOTA MEDAN)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SITI KHAIRUNNISA 110200586

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PROSEDUR PENERBITAN AKTA KEMATIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG

ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN (STUDI KOTA MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

SITI KHAIRUNNISA 110200586

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

SURIA NINGSIH, SH., M.Hum NIP. 196002141987032002

Pembimbing I Pembimbing II

Suria Ningsih, SH., M.Hum Erna Herlinda, SH., M.Hum NIP. 196002141987032002 NIP. 196705091993032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRAK

PROSEDUR PENERBITAN AKTA KEMATIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG

ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN (STUDI KOTA MEDAN)

*Siti Khairunnisa **Suria Ningsih ***Erna Herlinda

Pencatatan Kematian merupakan salah satu dari berbagai peristiwa penting yang wajib dicatatkan di Dinas Kependudukan dan Catat an sipil. Hal ini di atur dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan yang berbunyi : “Setiap kematian wajib dilaporkan oleh ketua rukun tetangga atau nama lainnya di domisili Penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat tiga puluh hari sejak tanggal kematian.

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah pengaturan penerbitan akta kematian berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013. Prosedur penerbitan akta kematian di kota Medan dan kendala dalam penerbitan akta kematian di kota Medan. Jenis penelitian adalah penelitian hukum yuridis normatif, yaitu tipe Penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.

Pengaturan penerbitan akta kematian berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013, yaitu Pasal 44 ayat (1) Setiap kematian wajib dilaporkan oleh ketua rukun tetangga atau nama lainnya di domisili Penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian. Prosedur penerbitan akta kematian di kota Medan, yaitu Pemohon datang ke Instansi Pelaksana melakukan pendaftaran dengan mengisi Formulir Pelaporan Kematian (FPM-Orang Asing) dan melampirkan persyaratan yang diperlukan. Petugas Registrasi Pencatatan Sipil menerima dan meneliti FPM-Orang Asing beserta berkas pelaporan dan persyaratan; Kendala dalam penerbitan akta kematian di kota Medan antara lain aspek landasan hukum Pemerintah dalam melaksanakan proses pelayanan public dalam penerbitan dokumen kependudukan sangat lamban dalam merespon berbagai perkembangan yang terjadi. Pelaksanaan pelayanan publik dalam penerbitan dokumen kependudukan didasarkan pada Undang-undang nomor 24 Tahun 2013 Tentang administrasi Kependudukan belum dilaksanakan. Aspek Kelembagaan dan sumber Daya Manusia (SDM) pelaksanaan administrasi kependudukan yang ada di tingkat kabuapaten/kota belum didukung oleh perkembangan struktur kelembagaan. Pada tingkat tersebut tidak ada lembaga atau organisasi yang konsen dalam menyuarakan persoalan pelaksanaan administrasi kependudukan.

Kata Kunci : Penerbitan Akta Kematian Administrasi Kependudukan

* Mahasiswa Fakultas Hukum USU

** Dosen Pembimbing I / sekaligus Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum USU

(4)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

karena atas berkat dan kasih-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga

dengan kemampuan yang ada menyelesaikan tugas menyusun skipsi ini. Sudah

merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa bahwa dalam menyelesaikan studi

untuk mencapai gelar kesarjanaan USU untuk menyusun skripsi dalam hal ini

penulis memilih judul Prosedur Penerbitan Akta Kematian Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kota

Medan).

Penulis menyadari bahwasanya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan

untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran

yang konstruktif untuk mendekati kesempurnaan didalam skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang secara langsung ataupun yang tidak langsung

telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini maupun selama penulis

menempuh perkuliahan, khususnya kepada:

1. Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, Medan atas kesempatan dan fasilitas untuk

mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Suamtera Utara, Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas

(5)

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, Medan.

5. Ibu Suria Ningsih, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum

Administrasi Negara dan sekaligus Dosen Pembimbing I penulis yang telah

memberikan saran dan petunjuk dalam pengerjaan skripsi ini.

6. Ibu Erna Herlinda, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II, yang dengan

sabar membimbing penulis hingga skripsi ini selesai.

7. Seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

8. Seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan pelayanan administrasi yang baik selama proses akademik

penulis.

9. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis

yang tercinta, ayahanda Drs. H. OK. Zulfi, M.Si dan Ibunda Hj. dr. Anni

Mariani yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam mendidik dan

membimbing anaknya untuk menjadi orang yang berhasil, dan juga tiada

hentinya mencari rezeki dari terbit fajar hingga terbenam matahari untuk

menafkahi keluarga dan membiayai pendidikan penulis hingga saat ini, serta

keluarga besar penulis yang telah memberikan motivasi hingga saat ini, terima

kasih atas do’a yang tiada henti.

10.Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada

(6)

menjadi Motivator dan memberikan dukungan kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

11.Terima kasih juga penulis ucapkan kepada sahabat-sahabat penulis khususnya

kepada Michael Tommy SH, Jhordy Moses, Calvin Panjaitan SH, Prionanta

Silaen, Bryan Altama, Oktafia Sitanggang SH, Ulfa Maulina S.Ked, Canra

Sinambela SH.

12.Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Kepala

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan Drs. H. OK.Zulfi MSi

dan para pegawai yang telah meluangkan waktunya pada penulis dalam proses

wawancara guna mendapatkan Informasi sehingga skripsi ini selesai.

13.Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan stambuk 2011 Cyndi

Fransisca SH, Stevany Claudia, Naomi Manurung SH, Patuan Arif

Sihombing, Boy C.T., Mike Sipayung, Wahyu P. BD. Farasi, Tondi Harahap,

Abraham Joe Fiarno, Mhd Zuhdi Lubis.

14.Dan semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan

satu per satu

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan.

Oleh karena itu penulis seraya minta maaf sekaligus sangat mengharapkan kritik

dan saran dari pembaca demi penyempurnaan dan kemanfaatannya

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada

(7)

balasan kebaikan berlipat dari Tuhan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi

perkembangan ilmu hukum di negara Republik Indonesia.

Medan, Agustus 2015 Hormat Saya

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Metode Penelitian ... 19

G. Sistematika Penulisan ... 23

BAB II PENGATURAN PENERBITAN AKTA KEMATIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2013 ... 23

A. Pengertian Akta Kematian dan Dasar Hukumnya ... 23

B. Tujuan dan Manfaat Akta Kematian ... 30

C. Instansi yang berwenang menerbitkan Akta Kematian ... 32

BAB III PROSEDUR PENERBITAN AKTA KEMATIAN DI KOTA MEDAN ... 34

(9)

B. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam Penerbitan Akta

Kematian Oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan

Sipil Kota Medan ... 45

C. Mekanisme Penerbitan Akta Kematian oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan ... 51

BAB IV KENDALA DALAM PENERBITAN AKTA KEMATIAN DI KOTA MEDAN ... 54

A. Kendala dalam Penerbitan Akta Kematian oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan ... 54

B. Upaya dalam mengatasi Kendala dalam Penerbitan Akta Kematian oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA

(10)

ABSTRAK

PROSEDUR PENERBITAN AKTA KEMATIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG

ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN (STUDI KOTA MEDAN)

*Siti Khairunnisa **Suria Ningsih ***Erna Herlinda

Pencatatan Kematian merupakan salah satu dari berbagai peristiwa penting yang wajib dicatatkan di Dinas Kependudukan dan Catat an sipil. Hal ini di atur dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan yang berbunyi : “Setiap kematian wajib dilaporkan oleh ketua rukun tetangga atau nama lainnya di domisili Penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat tiga puluh hari sejak tanggal kematian.

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah pengaturan penerbitan akta kematian berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013. Prosedur penerbitan akta kematian di kota Medan dan kendala dalam penerbitan akta kematian di kota Medan. Jenis penelitian adalah penelitian hukum yuridis normatif, yaitu tipe Penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.

Pengaturan penerbitan akta kematian berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013, yaitu Pasal 44 ayat (1) Setiap kematian wajib dilaporkan oleh ketua rukun tetangga atau nama lainnya di domisili Penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian. Prosedur penerbitan akta kematian di kota Medan, yaitu Pemohon datang ke Instansi Pelaksana melakukan pendaftaran dengan mengisi Formulir Pelaporan Kematian (FPM-Orang Asing) dan melampirkan persyaratan yang diperlukan. Petugas Registrasi Pencatatan Sipil menerima dan meneliti FPM-Orang Asing beserta berkas pelaporan dan persyaratan; Kendala dalam penerbitan akta kematian di kota Medan antara lain aspek landasan hukum Pemerintah dalam melaksanakan proses pelayanan public dalam penerbitan dokumen kependudukan sangat lamban dalam merespon berbagai perkembangan yang terjadi. Pelaksanaan pelayanan publik dalam penerbitan dokumen kependudukan didasarkan pada Undang-undang nomor 24 Tahun 2013 Tentang administrasi Kependudukan belum dilaksanakan. Aspek Kelembagaan dan sumber Daya Manusia (SDM) pelaksanaan administrasi kependudukan yang ada di tingkat kabuapaten/kota belum didukung oleh perkembangan struktur kelembagaan. Pada tingkat tersebut tidak ada lembaga atau organisasi yang konsen dalam menyuarakan persoalan pelaksanaan administrasi kependudukan.

Kata Kunci : Penerbitan Akta Kematian Administrasi Kependudukan

* Mahasiswa Fakultas Hukum USU

** Dosen Pembimbing I / sekaligus Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum USU

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia akan terjadi suatu siklus hidup dimana manusia akan

mengalami berbagai peristiwa penting di dalam hidupnya. Siklus hidup,

pengalaman dan peristiwa penting itu antara lain adalah kelahiran, perkawinan,

perceraian, kematian, dan berbagai peristiwa penting lainnya. Peristiwa-peristiwa

penting tersebut perlu dilakukan pencatatan karena sangat mempengaruhi

pengalaman hidup setiap manusia dan apabila peristiwa itu terjadi pasti akan

selalu membawa akibat hukum bagi orang yang bersangkutan maupun bagi

masyarakat di sekitarnya. Mengingat begitu pentingnya peristiwa-peristiwa

tersebut, maka demi terciptanya keadaan masyarakat yang tertib dan teratur serta

demi terjaminnya kepastian hukum, maka diperlukan suatu peraturan untuk

mengaturnya. Peraturan yang dimaksud tersebut adalah peraturan dibidang

pencatatan sipil yang dilaksanakan oleh lembaga pencatatan sipil yaitu Kantor

Catatan Sipil.

Pencatatan sipil merupakan hak dari setiap warga negara dalam arti hak

memperoleh akta autentik dari pejabat negara. Masih jarang penduduk menyadari

betapa pentingnya sebuah akta bagi dirinya dalam menopang hidupnya. Misalnya

anak lahir tanpa akta kelahiran, ia akan memperoleh kesulitan pada saat ia

memasuki pendidikan. Demikian pula dalam masalah perkawinan, kematian, dan

(12)

Sebuah akta perkawinan yang diterbitkan oleh pejabat Kantor Catatan Sipil,

memiliki arti yang sangat besar di kemudian hari, manakala terjadi sesuatu.

Misalnya untuk kepentingan menentukan ahli waris, menentukan dan memastikan

bahwa mereka adalah muhkrimnya, atau dapat memberi arah ke pengadilan mana

ia mengajukan cerai dan lain-lain yang tanpa disadari akta-akta tersebut sangat

penting artinya bagi kehidupan seseorang. Catatan Sipil merupakan suatu catatan

yang menyangkut kedudukan hukum seseorang. Bahwa untuk dapat dijadikan

dasar kepastian hukum seseorang maka data atau catatan peristiwa penting

seseorang, seperti : perkawinan, perceraian, kelahiran, kematian, pengakuan

anak dan pengesahan anak, perlu didaftarkan ke Kantor Catatan Sipil, oleh karena

Kantor Catatan Sipil adalah suatu lembaga resmi Pemerintah yang menangani

hal-hal seperti di atas. yang sengaja diadakan oleh Pemerintah, dan bertugas untuk

mencatat, mendaftarkan serta membukukan selengkap mungkin setiap peristiwa

penting bagi status keperdataan seseorang.

Seluruh peristiwa penting yang terjadi dalam keluarga (yang memiliki

aspek hukum), perlu didaftarkan dan dibukukan, sehingga baik yang bersangkutan

maupun orang lain yang berkepentingan mempunyai bukti yang outentik tentang

peristiwa-peristiwa tersebut, dengan demikian maka kedudukan hukum seseorang

menjadi tegas dan jelas. Dalam rangka memperoleh atau mendapatkan kepastian

kedudukan hukum seseorang, perlu adanya bukti bukti outentik yang sifat bukti

itu dapat dipedomani untuk membuktikan tentang kedudukan hukumnya. Sampai

saat ini di Indonesia belum ada peraturan tentang pencatatan sipil itu sendiri,

(13)

pencatatan sipil peninggalan Kolonial Belanda. Yang sebenarnya sudah tidak

sesuai atau kurang sesuai lagi dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.

Sebab di dalam peraturan peninggalan Kolonial Belanda tersebut masih bersifat

ras diskriminasi atau masih membeda-bedakan harkat dan martabat kemanusiaan.

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kantor Burgerlijk Stand (Kantor Catatan

Sipil) bertugas mencatat keadaan penduduk dari segi kelahiran, perkawinan dan

kematian. Selanjutnya pemerintah Hindia Belanda mewajibkan semua warga

golongan Eropa mendaftarkan diri atas peristiwa kelahiran, perkawinan,

perceraian dan kematian (Staatblad 1849 No.25). Melalui upaya ini pemerintah

Hindia Belanda dapat mengetahui secara pasti berapa banyak orang Eropa dan

berapa pertambahannya. Dengan berlandaskan kepada daftar yang diperoleh

melalui Burgerlijk Stand ini, Pemerintah Hindia Belanda secara mudah

menyiapkan segala keperluan sejak dari masalah sandang, pangan sampai dengan

papan serta kepentingan umum lainnya, sehingga nampak sekali golongan ini

lebih sejahtera dibandingkan dengan golongan lainnya. Pada waktu itu penduduk

Indonesia terbagi menjadi beberapa golongan. Sebagai konsekuensinya, peraturan

dalam bidang catatan sipil yang berlaku bagi masing-masing golongan penduduk

itu tidak sama. Atau dengan kata lain masing-masing golongan penduduk

memiliki peraturan catatan sipil sendiri-sendiri. Hal ini menimbulkan kesan

adanya diskriminasi di kalangan masyarakat, yang dapat berakibat terhambatnya

pelaksanaan pencatatan sipil di Indonesia.

(14)

1. Reglement Catatan Sipil bagi Golongan Eropa dan mereka yang dipersamakan

dengan golongan Eropa, diatur di dalam Staatblad 1849 No. 25 yang

diundangkan tanggal 10 Mei 1849.

2. Reglement Catatan Sipil bagi Golongan Cina dan Keturunannya, diatur dalam

Staatblad 1917 No. 130 jo Staatblad 1919 No. 81 yang diundangkan tanggal 1

mei 1919.

3. Reglement Catatan Sipil bagi orang Indonesia, yang diatur dalam Staatblad

1920 No. 751 jo Staatblad 1927 No. 564 yang diundangkan tanggal 15

Oktober 1920.

4. Reglement Catatan Sipil bagi orang atau Bangsa Indonesia yang beragama

Kristen dan tinggal di wilayah Jawa, Madura, Minahasa, Ambon, Saparua, dan

Banda kecuali pulau-pulau Teun, Nila dan Serupa yang diatur dalam Staatblad

1933 No. 75 jo Staatblad 1936 No. 607.

Sampai sekarang pemerintah Republik Indonesia belum membuat suatu

Undang-Undang atau peraturan yang secara khusus mengatur tentang pencatatan

sipil yang bersifat nasional agar tidak terjadi diskriminasi. Pada tahun 1966 untuk

mengatasi adanya ras diskriminasi akibat adanya penggolongan penduduk

tersebut, Pemerintah mengeluarkan suatu peraturan yang berupa Instruksi

Presidium Kabinet Nomor 31/U/In/12/1966. Intruksi tersebut secara singkat

mengatur tentang pencatatan sipil yang diantaranya menyatakan bahwa pencatatan

sipil adalah terbuka untuk umum di seluruh wilayah Indonesia dan ras

(15)

dinyatakan dihapus. Penduduk Indonesia hanya dibedakan menjadi dua, yaitu

Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing saja.

Campur tangan pemerintah dalam urusan masyarakat tersebut

sesungguhnya merupakan peran sentral, akan tetapi bukan berarti rakyat sebagai

warga Negara lantas meninggalkan partisipasinya. Dalam hal ini, pemerintah

merupakan pemegang otoritas kebijakan publik yang harus memainkan peranan

penting untuk memotivasi kegiatan dan partisipasi masyarakat melalui penyediaan

berbagai fasilitas.1

Pelayanan pencatatan sipil merupakan salah satu kegiatan pelayanan

pemerintahan dibidang administrasi kependudukan yang meliputi pencatatan dan

pengesahan kejadian vital untuk menuju kepastian hukum dan tertibnya

administrasi kependudukan melalui pencatatan peristiwa kelahiran, perkawinan

perceraian, kematian, pengakuan anak, pengesahan anak, dan pengakuan anak.2

Pencatatan Kematian merupakan salah satu dari berbagai peristiwa penting

yang wajib dicatatkan di Dinas Kependudukan dan Catatan sipil. Hal ini di atur Peristiwa-peristiwa tersebut diatas, menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun

2013 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 3 diatur bahwa“Setiap Penduduk

wajib melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang

dialaminya kepada Instansi Pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang

diperlukan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.”

1

Juniarso Ridwan& Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Bandung:Nuansa, 2009, hal 12

2

(16)

dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2014 tentang

Administrasi Kependudukan yang berbunyi : “Setiap kematian wajib dilaporkan

oleh ketua rukun tetangga atau nama lainnya di domisili Penduduk kepada

Instansi Pelaksana setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal

kematian. Namun setelah adanya aturan yang mengatur mengenai administrasi

kependudukan secara nasional dan menyeluruh yaitu Undang-undang Nomor 24

Tahun 2013, serta adanya Peraturan Daerah Kota Kota Medan Nomor 1 Tahun

2010 mengenai penyelenggaraan administrasi kependudukan, masih banyak saja

penduduk yang tidak melaksanakannya di Kota Medan. Warga Kota Medan,

mungkin secara umum masih menganggap pencatatan atas peristiwa penting

khususnya peristiwa kematian Kepada Dinas Pencatatan Sipil Kota Medan tidak

mempunyai manfaat bagi keluarga dan ahli waris sehingga masih sangat kurang

mendapat perhatian. Hal ini dapat dilihat dari animo masyarakat Kota Medan

untuk melaksanakan pencatatan dalam peristiwa kematian yang sangat rendah di

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut di atas maka identifikasi masalah adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana pengaturan penerbitan akta kematian berdasarkan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013?

2. Bagaimana prosedur penerbitan akta kematian di kota Medan?

(17)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penelitian yang ingin didapat dalam penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui pengaturan penerbitan akta kematian berdasarkan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013.

2. Untuk mengetahui prosedur penerbitan akta kematian di kota Medan.

3. Untuk mengetahui kendala dalam penerbitan akta kematian di kota Medan

Manfaat penelitian ini hendaknya dapat mencapai seperti yang diharapkan

baik dari segi ilmiah maupun dari segi masyarakat, yaitu:

1. Segi teoritis

Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya dalam bidang

Prosedur Penerbitan Akta Kematian Berdasarkan Undang – Undang

Npmor 24 Tahun 2013 tantang Administrasi Kependudukan.

2. Segi Praktis

Sebagai bahan masukan bagi para pelaku atau aparat pemerintah yang

membidangi pencatatan sipil serta masyarakat luas yang ingin mengetahui,

mendalami, membuat akta catatan sipil khususnya akta kematian

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian

mengenai “Prosedur Penerbitan Akta Kematian Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kota

Medan)” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum

(18)

bukan plagiat atau diambil dari skripsi lain. Semua ini merupakan implikasi etis

dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga penelitian ini dapat

dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi

yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya

E. Tinjauan Pustaka 1. Pelayanan Publik

Kegiatan pelayanan merupakan suatu kegiatan yang menitikberatkan pada

upaya memberikan sesuatu yang terbaik bagi orang lain. Dalam arti sempit,

pelayanan publik adalah suatu tindakan pemberian barang dan jasa kepada

masyarakat oleh pemerintah dalam rangka tanggung jawabnya kepada publik,

baik diberikan secara langsung maupun kemitraan dengan swasta.

Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam

interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan

menyediakan kepuasan pelanggan. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai hal, cara atau hasil pekerjaan melayani.3

Sementara itu istilah publik berasal dari bahas Inggris publik yang berarti

umum, masyarakat, Negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima menjadi

bahasa Indonesia baku menjadi publik yang berarti umum, orang banyak, ramai.

Publik adalah sejumlah manusia yang yang memiliki kebersamaan berfikir,

perasaan, harapan, sikap, dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-

3

(19)

nilai norma yang merasa memiliki.4

Pelayanan publik diartikan sebagai segala kegiatan dalam rangka

pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak – hak dasar setiap warga Negara

dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang

disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan

publik.

Oleh karena itu pelayanan publik diartikan

sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang

memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau

kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu

produk secara fisik.

5

Sementara menurut Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003,

pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh

penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima

palayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang – undangan.

Selanjutnya, Poltak Sinambela mengartikan pelayanan publik sebagai pemberian

layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai

kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan.

6

4 Ibid

Pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat pada

penyelenggaraan negara. Negara didirikan oleh publik atau masyarakat tentu saja

dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada

hakekatnya negara dalam hal ini birokrasi haruslah dapat memenuhi kebutuhan

5

Saiful Arif. Reformasi Pelayanan Publik.Malang : Averroes Press. 2008, hal 3 6

(20)

masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan

tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat.

Pelayanan yang diberikan oleh penyelengara pelayanan publik kepada

masyarakat yang dilayani terdiri dari tiga macam, yaitu:7

a. Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam bidang tugasnya.

Layanan dengan lisan

dilakukan oleh petugas-petugas di bidang hubungan masyarakat (HUMAS),

bidang layanan informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan

penjelasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan. Agar layanan

lisan berhasil, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku layanan, yaitu:

b. Mampu memberikan penjelasan apa yang perlu dengan lancer, singkat

tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang ingin

memperoleh kejelasan mengenai sesuatu.

c. Bertingkah laku sopan dan ramah tamah

d. Meski dalam keadaan sepi tidak mengobrol dengan teman, karena

menimbulkan kesan tidak disiplin dan melalukan tugas.

e. Tidak melayani orang-orang yang ingin sekedar ngobrol dengan cara yang

sopan.

Layanan melalui tulisan merupakan bentuk pelayanan yang paling

menonjol dalam pelaksanaan tugas. Tidak hanya dari segi jumlah tetapi juga dari

segi peranannya. Layanan tulisan ini terdiri atas dua golongan, pertama layanan

berupa petunjuk, informasi dan yang sejenis ditujukan pada orang – orang yang

berkepentingan, agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan instansi atau

7

(21)

lembaga; kedua, layanan berupa reaksi tertulis atas permohonan, laporan,

pemberian/penyerahan, pemberitahuan dan lain sebagainya.

Pada umumnya layanan dalam bentuk perbuatan 70 – 80 % dilakukan oleh

petugas-petugas tingkat menegah dan bawah. Karena itu faktor keahlian dan

keterampilan petugas tersebut sangat menentukan terhadap hasil perbuatan atau

pekerjaan. Titik berat dari pelayanan ini adalah perbuatan itu sendiri yang

ditunggu oleh yang berkepentingan. Jadi tujuan utama yang berkepentingan

adalah mendapatkan pelayanan dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan,

bukan sekedar penjelasan atau kesanggupan secara lisan, ini faktor kecepatan

dalam pelayanan menjadi dambaan setiap orang, disertai dengan kualitas hasil

yang memadai.

Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63

Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik,

disebutkan bahwa terdapat tiga kelompok pelayanan publik, yaitu terdiri dari :

1. Pelayanan administratif yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai

bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status

kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau kepemilikan

terhadap suatu barang dan sebagainya.

2. Pelayanan Barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai

bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan

(22)

3. Pelayanan Jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa

yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan

kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos, dan sebagainya.

Dalam hal ini, pelayanan yang dimaksud adalah pelayanan yang diberikan

oleh penyelenggara pelayanan publik dalam memenuhi apa yang dibutuhkan

publik (kepentingan publik).

Hakekatnya pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada

masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai

abdi masyarakat. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pelayanan publik, perlu

diterapkan asas-asas yang menjadi pedoman dalam pelayanan publik.

a. Transparan,artinya bersifat terbuka, mudah dan dapat di akses oleh semua

pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah

dimengerti.

b. Akuntabilitas, artinya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Kondisional, artinya sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan

penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan

efektivitas.

d. Partisipatif, artinya mendorong peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,

kebutuhan, dan harapan masyarakat.

e. Kesamaan hak, artinya tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan

(23)

f. Keseimbangan Hak dan kewajiban, artinya pemberi dan penerima

pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing

pihak.

Sendi-sendi terlaksananya pelayanan umum, pada hakekatnya

merupakan penerapan prinsip-prinsip pokok sebagai dasar yang menjadi pedoman

dalam perumusan tata laksana dan penyelenggaraan kegiatan pelayanan umum.

Berdasarkan Keputusan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63

Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik,

disebutkan bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi

beberapa prinsip, yaitu sebagai berikut :

1. Kesederhanaan

Prosedur pelayanan tidak berbelit–belit mudah dipahami dan mudah

dilaksanakan.

2. Kejelasan, kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal :

a. Persyaratan teknis dan administratif pelayan publik

b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam

memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa

dalam pelaksanaan pelayanan public.

c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.

3. Kepastian waktu

Pelaksaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang

(24)

4. Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar,tepat dan sah.

5. Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik memeberikan rasa aman dan kepastian

hukum.

6. Tanggung Jawab

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik/pejabat yang ditunjuk bertanggung

jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan

dalam pelayanan publik.

7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya

yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan

informatika (telematika).

8. Kemudahan Akses

Tempat dan lokasi serta pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh

masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telematika.

9. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan

Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta

memberikan pelayanan yang ikhlas.

10.Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, disediakan ruang tunggu yang nyaman,

bersih, rapi, lingkungan yang indah, sehat serta dilengkapi dengan fasilitas

(25)

2. Akta

Surat yang diperbuat demikian oleh atau dihadapan pegawai yang

berwenang untuk membuatnya menjadi bukti yang cukup bagi kedua belah pihak

dan ahli warisnya maupun berkaitan dengan pihak lainnya sebagai hubungan

hukum tentang segala hal yang disebut didalam surat itu sebagai pemberitahuan

hubungan langsung dengan perhal pada akta itu.8

Istilah/perkataan "akta" yang dalam bahasa Belanda disebut acte/akte dan

yang dalam bahasa Inggris disebut act/deed, pada umumnya (menurut pendapat

umum) mempunyai dua arti, yaitu :

a. Perbuatan (handeling)/perbuatan hukum (rechtshandeling); merupakan

pengertian yang luas, dan

b. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai/digunakan sebagai bukti perbuatan

hukum tersebut, yaitu berupa tulisan yang ditujukan kepada pembuktian

sesuatu.9

8

Dalam rangka memperoleh/mendapatkan kepastian terhadap

kedudukan hukum seseorang, maka perlu adanya bukti-bukti otentik sehingga

dapat dijadikan pedoman untuk membuktikan kedudukan hukum seseorang.

Adapun bukti-bukti otentik yang dapat digunakan untuk mendukung kepastian

tentang kedudukan seseorang itu ialah adanya akta yang dikeluarkan oleh

suatu lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan akta-akta mengenai

kedudukan hukum seseorang.

Juni 2015)

9

Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang. Aspek Hukum Akta Catatan Sipil di

(26)

Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 12 tahun 1983

Pasal 5 ayat (2) Lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan akta sebagaiman

dimaksud di atas adalah Lembaga Catatan Sipil. Dalam Keputusan tersebut

dikatakan sebagai berikut : dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang

dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, maka Kantor Catatan Sipil mempunyai fungsi

menyelenggarakan :

a. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta kelahiran.

b. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta perkawinan.

c. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta perceraian.

d. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta pengakuan/pengesahan anak.

e. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta kematian.

Bertitik tolak dari uraian di atas, maka dapatlah ditarik suatu pengertian

tentang Akta Catatan Sipil yaitu suatu surat/catatan resmi yang dibuat oleh pejabat

pemerintahan yaitu Pejabat Catatan Sipil. Akta Catatan Sipil mencatat mengenai

peristiwa yang menyangkut manusia yang terjadi di dalam keluarga (seperti

peristiwa perkawinan, kelahiran, pengakuan/pengesahan anak, perceraian dan

kematian) yang kemudian didaftarkan dan dibukukan pada Lembaga Catatan

Sipil. Daftar-daftar itulah yang dinamakan akta catatan sipil sedangkan yang

diserahkan adalah kutipan Akta Catatan Sipil dan Salinan Akta ada pada Kantor

Catatan Sipil yang isinya sama dengan kutipan akta.

3. Pencatatan Sipil

Di Indonesia dikenal adanya satu lembaga catatan sipil yang diusahakan

(27)

lembaga catatan sipil pada jaman pemerintahan kolonial Belanda yang dikenal

dengan nama “Burgerlijke Stand” atau dikenal dengan singkatan B.S dan

mengandung arti suatu lembaga yang ditugaskan untuk memelihara daftar-daftar

atau catatan-catatan guna pembuktian status atau peristiwa-peristiwa penting bagi

para warga negara, seperti kelahiran, perkawinan, kematian.10

Peristilahan dari catatan sipil sendiri bukanlah dimaksud sebagai suatu

catatan dari orang-orang sipil atau golongan sipil sebagai lawan darikata golongan

militer, akan tetapi, catatan sipil itu merupakan suatu catatan yangmenyangkut

kedudukan hukum seseorang. Dan dilihat dari kelembagaan catatan sipil, lembaga

ini tugas utamanya melakukan pencatatan sipil.

Negara Indonesia adalah suatu Negara hukum, maka kedudukan hukum

dari satu peristiwa penting pada setiap warga negaranya harus jelas dan pasti.

Manusia dalam menjalankan hidupnya mengalami peristiwa-peristiwa penting,

antara lain: peristiwa perkawinan, peristiwa kelahiran peristiwa perceraian,

peristiwa pengakuan anak, peristiwa pengesahan anak, peristiwa pengangkatan

anak, peristiwa perubahan nama, peristiwa perubahan status kewarganegaraan dan

peristiwa kematian.

Semua peristiwa seperti yang dikemukakan diatas adalah sangat penting

artinya karena peristiwa tersebut akan membawa akibat hukum bagi kehidupan

orang yang bersangkutan dan juga terhadap orang lain atau pihak ketiga. Setiap

peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia secara individu ataupun

keluarga, sangat perlu didaftarkan pada lembaga catatan sipil, oleh karena catatan

10

(28)

sipil yang berwenag dan bertugas untuk memberikan kepastian serta membuat

catatan selengkap-lengkapnya atas peristiwa-peristiwa yang dialami dan kemudian

membukukanya.

Semua daftar dari peristiwa-peristiwa penting tersebut dilakukan dan

bersifat terbuka untuk umum, baik bagi warga Negara Indonesia maupun warga

Negara asing yang tinggal di Indonesia, sehingga baik yang bersangkutan sendiri

maupun orang lain yang berkepentingan dapat mengetahui dan memperoleh bukti

serta kepastian tentang perkawinan, kelahiran, perceraian, pengakuan anak,

pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama, perubahan status

kewarganegaraan dan kematian seseorang.

Berkaitan dengan pengertian kelembagaan catatan sipil itu ada beberapa

pendapat para sarjana yang memberikan pengertian tentang catatan sipil, antara

lain adalah

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi

Kependudukan menguraikan pengertian tentang Pencatatan Sipil adalah pejabat

yang melakukan pencatatan Peristiwa Penting yang dialami seseorang pada

Instansi Pelaksana yang pengangkatannya sesuai dengan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan.

H.F.A Vollmar berpendapat bahwa, catatan sipil adalah suatu lembaga

yang diadakan oleh penguasa atau pemerintah yang dimaksudkan untuk

membukukan selengkap mungkin dan karena itu memberikan kepastian

(29)

seseorang seperti perkawinan, kelahiran, pengakuan anak, perceraian

dankematian.11

Sedangkan Lie Oen Hock yang mengartiakan catatan sipil adalah suatu

lembaga yang bertujuan mengadakan pendaftaran, pencatatan serta pembukuan

yang selengkap-lengkapnya dan sejelas-jelasnya serta memberikan kepastian

hukum yang sebesar-besarnya atas peristiwa kelahiran, pengakuan,

perkawinana,dan kematian.12

Fungsi sosial catatan sipil dalam struktur kehidupan masayarakat adalah

memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat khususnya dalam

pencatatan dan penerbitan akta-akta catatan sipil. Akta catatan sipil merupakan

salah satu bukti otentik yang berhubungan dengan status keperdataan seseorang.

Dengan Akta kematian dapat memberikan hak kepada seseorang utamanya

menyangkut harta warisan.

F. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

normatif. Penelitian hukum normatif meliputi penelitian terhadap asas-asas

hukum, taraf sinkronisasi hukum13

11

H.F.A.Vollmar,Pengantar Studi hukum Perdata, jilid I, Rajawali Pers. Jakarta, 2009 Pendekatan penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan hukum empiris atau biasa disebut penelitian

12

Lie Oen Hock,Lembaga Catatan Sipil, Keng.Po, Edisi Revisi Jakarta.2001 13

Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan

(30)

yuridis empiris. Dalam penelitian ini, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala

empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan nyata.

2. Sifat penelitian

Sifat penelitian dari skripsi ini lebih mengarah kepada sifat penelitian

deskriptif yakni penelitian secara umum termasuk pula di dalamnya penelitian

ilmu hukum, penelitian deskriptif bertujuan untuk menentukan ada tidaknya

hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam

penelitian ini, untuk mendapatkan gambaran secara tepat mengenai prosedur

penerbitan akta kematian berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013

Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kota Medan), menggunakan sifat

penelitian deskriptif dikarenakan sudah terdapatnya ketentuan peraturan

perundang-undangan, literatur maupun jurnal yang cukup memadai

mengenai permasalahan yang diangkat.

3. Data dan sumber data

Data maupun sumber data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini

terdiri dari data primer dan data sekunder, antara lain sebagai berikut:

a. Data Primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu

suatu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan yaitu

baik dari responden maupun informan. Data pimer yang digunakan dalam

penulisan skripsi ini adalah dengan melakukan wawancara langsung

terhadap pihak terkait dalam hal ini yaitu penerbitan akta kematian

berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi

(31)

b. Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan

yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya,

melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam

bentuk bahan-bahan hukum. Adapun data sekunder yang digunakan dalam

penelitian ini, antara lain:

1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri

dari instrumen hukum nasional, berupa peraturan perundang-undangan

yang berkaitan dengan masalah yang di bahas dalam skripsi ini yaitu

Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014

tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2013 Tentang Administrasi Kependudukan, Peraturan Pemerintah No.

37 tahun 2007 tentang pelaksanaan UU No. 24 tahun 2013 tentang

Administrasi Kependudukan serta Peraturan Pemerintah No. 25 tahun

2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan

Pencatatan Sipil.

2) Bahan hukum sekunder dari penelitian ini yakni bahan hukum yang

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum

sekunder yang digunakan antara lain: pendapat para pakar hukum,

karya tulis hukum yang termuat dalam media massa; buku-buku

hukum (text book), serta jurnal-jurnal hukum yang berkaitan dengan

prosedur penerbitan akta kematian berdasarkan Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi

(32)

3) Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri

dari kamus hukum dan kamus lainnya, ensiklopedia yang erat

relevansinya dengan materi penelitian ini.

4. Teknik pengumpulan data

Di dalam penelitian pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan

data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi dan

wawancara. Ketiga alat tersebut dapat dipergunakan masing-masing atau

bersama-sama.14

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan studi kepustakaan dan teknik wawancara. Studi Dokumen

merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian ilmu hukum,

karena penelitian hukum selalu berawal dari premis atau pernyataan normatif

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai

studi kepustakaan dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan

permasalahan peneliti. Teknik wawancara dilakukan dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan kepada informan yang dirancang atau yang telah

dipersiapkan sebelumnya untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dan

mendukung permasalahan yang diajukan dalam penelitian mengenai Prosedur

Penerbitan Akta Kematian berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013

Tentang Administrasi Kependudukan jawaban ini diadakan pencatatan sederhana

14

(33)

yang kemudian diolah dan dianalisis menjadi sebuah laporan yang runtun dan

terperinci.

5. Analisis data

Dalam penelitian ilmu hukum dikenal dua model analisis yakni, analisis

data kualitatif dan analisis data kuantitatif. Jenis penelitian yang dilakukan penulis

adalah penelitian normatif yang bersifat deskriptif, maka teknis analisis data yang

penulis lakukan dalam skripsi ini adalah teknis analisis data kualitatif atau disebut

deskriptif kualitatif. Keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer

maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data

secara sistimatis, digolongkan dalam pola dan tema, diketagorisasikan dan

diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan

interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan

penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data.

Proses analisis tersebut dilakukan secara terus menerus sejak pencarian

data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis. Setelah dilakukan

analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif

dan sistimatis.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat

dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan

(34)

dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam skripsi

ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang,

perumusan masalah, tujuan dan manfaatpenulisan, keaslian

penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika

Penulisan.

BAB II PENGATURAN PENERBITAN AKTA KEMATIAN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN

2013

Bab ini berisikan pengertian akta kematian dan dasar hukumnya,

tujuan dan manfaat akta kematian dan instansi yang berwenang

menerbitkan akta kematian.

BAB III PROSEDUR PENERBITAN AKTA KEMATIAN DI KOTA

MEDAN

Bab ini berisikan gambaran umum Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil Kota Medan, syarat-syarat yang harus dipenuhi

dalam Penerbitan Akta Kematian Oleh Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil Kota Medan dan mekanisme penerbitan akta

kematian oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota

(35)

BAB IV KENDALA DALAM PENERBITAN AKTA KEMATIAN DI

KOTA MEDAN

Bab ini berisikan kendala dalam penerbitan akta kematian oleh

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan dan upaya

dalam mengatasi kendala dalam penerbitan akta kematian oleh

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab kesimpulan dan

saran yang berisi kesimpulan dan saran mengenai permasalahan

(36)

BAB II

PENGATURAN PENERBITAN AKTA KEMATIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2013

D. Pengertian Akta Kematian dan Dasar Hukumnya

Sebagai negara yang pernah mengalami masa penjajahan maka pengaturan

tentang pencatatan sipil di Indonesia sebelum UU Administrasi Kependudukan

(UU Adminduk) diberlakukan pada tahun 2013, masih menggunakan aturan

kolonial Belanda. Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu membagi penduduk

atas dasar etnik golongan Eropa, Timur Asing dan Bumi Putra. Penggolongan itu

menghasilkan peraturan yang membedakan penduduk. Pembedaannya tidak

terbatas pada penggolongan etnik saja, tetapi termasuk dalam bidang

kependudukan yang mana pencatatan kelahiran dibedakan baik dari sisi

administrasi maupun agama. Secara garis besar aturan tentang Catatan Sipil dapat

dibagi kedalam dua periode yaitu masa sebelum kemerdekaan Republik Indonesia

dan setelah kemerdekaan. 15

Pada masa sebelum Indonesia merdeka berlaku aturan kolonoial Belanda

yaitu :

1. Bagi bangsa Eropa diatur dalam S. 1849 No 25 dan perubahan-perubahannya.

2. Bagi bangsa Thionghoa diatur menurut S. 1917 No. 130 Jo. S 1919 No. 81 dan

perubahan-perubahannya.

15

(37)

3. Bagi bangsa Indonesia Bumi Putera dari Jawa dan Madura, diatur menurut S.

1920 No 751 Jo. S. 1927 No. 564 dan perubahan-perubahannya.

4. Bagi bangsa Indonesia Bumi Putera Kristen di Jawa, Madura dan Minahasa,

diatur menurut S.1933 No.75 dan perubahan-perubahan lainnya.

5. Peraturan Perkawinan Campuran diatur dalam S. 1986 No. 23 Jo. S 1898 No.

158 dan perubahan-perubahannya.

Pada masa setelah kemerdekaan Republik Indonesia sampai sekarang:

a. Instruksi Presidium Kabinet No 314/4/IN/12/1966.

b. Undang-undang No.4 tahun 1961 tentang perubahan nama keluarga.

c. Keputusan Presidium Kabinet No 127/4/Kep/12/1966 tentang Ganti Nama

WNI yang memakai nama Cina.

d. Undang-undang Administrasi Kependudukan.

Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945 maka baru pada tahun 2006 negara

mempunyai aturan pencatatan sipil yang bersifat nasional. Dengan demikian

sebelum tahun 2013, Indonesia masih memakai aturan kolonial Belanda.

Padahal sesuai dengan pertimbangan yang terdapat Instruksi Presidium

Kabinet No 314/4/IN/12/1966, sudah direncanakan pengaturan tentang

pencatatan sipil nasional di dalam perundang-undangan.

Suatu peristiwa yang tidak dapat dihindari setiap manusia adalah

kematian, karena kematian adalah suatu peritiwa yang datangnya di luar

kekuasaan manusia. Kematian merupakan takdir Tuhan Yang Maha Esa yang

tidak dapat dipungkiri oleh manusia karena cepat atau lambat manusia akan

(38)

Hal mana dapat diketahui bahwa bagi orang-orang yang beriman atau

beragama bahwa kematian adalah suatu panggilan Ilahi terhadap umat manusia

yang dilakukan oleh Tuhan sebagai penciptanya. Namun sebagai umat manusia

yang masih terikat dengan sifat-sifat keduniawian, sehingga peristiwa kematianini

penting sekali didaftarkan pada suatu lembaga guna mendapatkan suatu akta, agar

kepada orang-orang yang masih hidup mengetahui siapa-siapa sebenarnya

anggota keluarga almarhum yang terdekat.

Hal ini perlu dilakukan karena sangat berguna untuk mengetahui

siapa-siapa yang sebenarnya menjadi ahli waris dari almarhum (pewaris) demikian pula

terhadap janda yang ditinggalkannya. Kedudukan hukum dari si janda (isteri)

dapat lebih positif apabila didukung dengan sebuah bukti yang tertulis dan otentik

yang berupa akta yang dikeluarkan oleh sebuah lembaga yang ditunjuk oleh

Negara. Serta mempunyai wewenang untuk menyelenggarakan dan menerbitkan

akta kematian tersebut, karena akta kematian menerangkan secara tegas nama

suami, isteri yang ditinggalkan oleh si mati.

Akta Kematian" Umum adalah "Akta Kematian" yang diperoleh sebelum

melampaui batas waktu pelaporannya, yakni 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal

"kematian"nya. Bagi Warga Negara Indonesia yang meninggal dunia di Luar

Negeri, wajib dilaporkan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak keluarga yang bersangkutan kembali ke

Indonesia.16

16

(39)

Akta kematian adalah suatu akta yang dibuat dan diterbitkan oleh Dinas

Kependudukan yang membuktikan secara pasti tentang kematian seseorang.

Kematian merupakan salah satu peristiwa penting yang dialami oleh setiap orang,

yang harus dicatat dan dikukuhkan oleh negara dalam bentuk Akta Kematian.

Dengan akta kematian, dapat dijadikan bukti outentik mengenai peristiwa

kematian seseorang. Yang dimaksud kematian dalam kontek pencatatan ini adalah

berhentinya fungsi seluruh organ tubuh seseorang yang dinyatakan dengan surat

keterangan dokter/para medis/ pejabat lain yang berwenang17

Akta kematian digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Akta Kematian Umum

Akta Kematian Umum adalah akta kematian yang diperoleh sebelum

melampaui batas waktu pelaporan (10 hari untuk WNI dan 3 hari untuk WNA/

golongan Eropa).

2. Akta Kematian Istimewa

Akta Kematian Istimewa adalah akta kematian yang diperoleh setelah

lewat batas waktu pelaporan dengan penetapan Pengadilan Negeri setempat bagi

WNI keturunan dan WNA.

Pencatatan kematian itu merupakan salah satu wewenang dari

lembagacatatan sipil, tetapi di dalam prakteknya terutama di desa-desa pencatatan

kematian dilakukan oleh kepala desa yang akan membuat surat keterangan

kematian, tetapi sebelumnya harus ada pengantar dari kepala dusun. Sedangkan

yang melakukan pendaftaran peristiwa ini dilakukan oleh para ahli warisnya atau

(40)

keluarganya dengan melengkapi semua persyaratan yang telah ditentukan untuk

keperluan itu.

Administrasi kependudukan menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun

2013 dalam Pasal 1 ayat (1) adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban

dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran

Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan

serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor

lain. Pencatatan kematian merupakan salah satu pencatatan peristiwa penting

dalam kehidupan seseorang sebagai bukti atas kematian seseorang setelah dicatat

oleh Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil. Dalam Undang-undang Nomor 24

Tahun 2013 Pasal 44 ayat (1) disebutkan bahwa Setiap kematian wajib dilaporkan

oleh ketua rukun tetangga atau nama lainnya di domisili Penduduk kepada

Instansi Pelaksana setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal

kematian, Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat

Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kematian dan menerbitkan Kutipan

Akta Kematian.(3) Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilakukan berdasarkan keterangan kematian dari pihak yang berwenang.(4) Dalam

hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati tetapi

tidak ditemukan jenazahnya, pencatatan oleh Pejabat Pencatatan Sipil baru

dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan. (5) Dalam hal terjadi kematian

seseorang yang tidak jelas identitasnya, Instansi Pelaksana melakukan pencatatan

(41)

Dasar Hukum Penyelenggaraan Catatan Sipil di Indonesia Secara garis

besar aturan tentang Catatan Sipil dapat dibagi ke dalam dua periode yaitu masa

sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Pada masa

sebelum Indonesia merdeka berlaku aturan kolonial Belanda yaitu :

1. Bagi bangsa Eropa diatur dalam S.1849 No. 25 dan

perubahan-perubahannya.

2. Bagi bangsa Thionghoa diatur menurut S.1917 No.130 jo. S. 1919 No. 81

dan perubahan-perubahannya.

3. Bagi bangsa Indonesia Bumi Putera dari Jawa dan Madura diatur menurut

S. 1920 No. 751 jo. S. 1927 No.564 dan perubahan-perubahannya.

4. Bagi bangsa Indonesia Bumi Putera Kristen di Jawa, Madura dan

Minahasa diatur menurut S. 1933 No. 75 dan perubahan-perubahannya.

5. Peraturan Perkawinan Campuran diatur dalam S. 1886 No. 23 jo. S. 1898

No. 158 dan perubahan-perubahannya

E. Tujuan dan Manfaat Akta Kematian

Pencatatan peristiwa hukum untuk memastikan status perdata seseorang,

ada empat peristiwa hukum dalam kehidupan manusia yang perlu dilakukan

pencatatan antara lain :18

1. Untuk persyaratan pengurusan pembagian waris, baik bagi isteri atau

suami maupun anak.

18

(42)

2. Bagi janda atau duda (terutama bagi Pegawai Negeri) diperlukan sebagai

syarat dalam menikah lagi.

3. Diperlukan untuk mengurus pensiun bagi ahli warisnya.

4. Untuk mengurus uang duka, tunjangan kecelakaan, Taspen, Asuransi dan

lain sebagainya.

Pasal 285 Rechtsieglement Buitengewesten (RBg), menentukan akta

otentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi

wewenang untuk itu, merupakan bukti lengkap kedua belah pihak dan ahli

warisnya serta orang yang mendapat hak daripadanya, tentang segala apa yang

tersebut dalam surat itu.19

Akta otentik merupakan bukti yang cukup, itu berarti bahwa dengan

adanya suatu akta kematian, misalnya sudah terbukti secara sempurna tentang

kematian seseorang. Bukti yang cukup ini juga disebut bukti sempurna, artinya isi

akta tersebut oleh hakim dianggap benar kecuali apabila diajukan bukti

perlawanan.20

Pencatatan sipil yang menghasilkan dokumen catatan sipil memiliki

beberapa manfaat sekaligus, yaitu manfaat bagi individu, dan manfaat bagi

Negara: 21

1. Manfaat bagi individu, adalah menyediakan perlindungan hak-hak asasi

manusia berkenaan dengan status sosial dan manfaat-manfaat individual.

19

Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, cetakan kelima, 1992, hal133

20

Retnowulan Sutantio, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Bandung, Mandar Maju, 1989, hal 59

21

Sudhar Indofa, Pengertian Riwayat dan Masalah Catatan Sipil, sebagai sumbang

pemikiran dalam Pembangunan Bidang Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil, Jakarta,

(43)

Untuk peristiwa Kematian, menyediakan bukti kematian seseorang untuk

dipergunakan oleh ahli waris yang berkepentingan seperti dalam

pengurusan asuransi, Sementara bagi janda atau duda diperlukan sebagai

syarat dalam menikah lagi. Akte kematian juga diperlukan untuk

mengurus pensiun bagi ahli warisnya, untuk mengurus uang duka,

tunjangan kecelakaan, Taspen, dan lain sebagainya.

2. Manfaat bagi Negara, yaitu bagi administratif dan statistik Negara. Untuk

itu sistim pencatatan sipil harus bersifat menyeluruh dalam arti

menyangkut seluruh penduduk, seluruh kejadian vital dan dalam waktu

yang ditetapkan. Adapun beberapa manfaat administratif umum data

catatan sipil. Untuk peristiwa kematian adalah : untuk penentuan daftar

pemilih tetap pada pemilihan umum, untuk merencanakan program

kesehatan, pengendalian penyakit. Untuk program keamanan masyarakat,

pencegahan kecelakaan, dan kejahatan, untuk penelitian kematian ibu dan

anak, wabah penyakit, untuk penelitian demografis, historis, dan

kecenderungan usia.

F. Instansi yang berwenang menerbitkan Akta Kematian

Salah satu fungsi utama dalam penyelenggaraan pemerintahan yang

menjadi kewajiban aparatur pemerintah adalah penyelenggaraan pelayanan

publik. Didalam hukum administrasi Negara Indonesia, berdasarkan pengertian

umum istilah pelayanan publik diartikan sebagai segala kegiatan pelayanan yang

(44)

orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum maupun pelaksanaan

ketentuan peraturan perundang-undangan.22

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi

Kependudukan mengatur bahwa penyelenggara dari Administrasi Kependudukan

adalah pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota yang

bertanggung jawab dan berwenang dalam urusan Administrasi Kependudukan.

Dan yang menjadi instansi pelaksana adalah perangkat pemerintah kabupaten/kota

yang bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan

Administrasi Kependudukan.

Pasal 2 Peraturan Pemerintah RI Nomor 37 Tahun 2007 tentang

Pelaksanaan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi

Kependudukan, mengatur: “urusan Administrasi Kependudukan diselenggarakan

oleh pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota”.Pasal 27

ayat (1) dalam peraturan yang sama juga mengatur :“Dalam menyelenggarakan

urusan Administrasi Kependudukan di kabupaten/kota, dibentuk Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebagai instansi Pelaksana yang di atur dalam

Peraturan Daerah.”Berdasarkan penjelasan tersebut di atas dapat diketahui bahwa

instansi yang berwenang dalam melakukan pencatatan kematian sehingga akan

menerbitkan akta kematian merupakan salah satu wewenang dari pemerintah

daerah kabupaten/ kota yang di laksanakan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan

Sipil.

22

(45)

BAB III

PROSEDUR PENERBITAN AKTA KEMATIAN DI KOTA MEDAN

D. Gambaran Umum Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan

Kehadiran kota Medan sebagai suatu bentuk kota memiliki proses

perjalanan sejarah yang panjang dan kompleks, hal ini dibuktikan dengan

berkembangnya daerah yang dinamakan sebagai “Medan” ini menuju pada bentuk

kota metropolitan. Sebagai hari lahir kota Medan adalah 1 Juli 1590, sampai saat

sekarang ini usia kota Medan telah mencapai 418 tahun. Keberadaan Kota Medan

saat ini tidak terlepas dari dimensi historis yang panjang, dimulai dari

dibangunnya Kampung Medan Puteri tahun 1590 oleh Guru Patimpus, kota

Medan berkembang dari sebuah kampung bernama Kampung Medan Putri, yang

didirikan oleh Guru Patimpus sekitar tahun 1590-an. Guru Patimpus adalah

seorang putra Karo bermerga Sembiring Pelawi dan beristrikan seorang putri

Datuk Pulo Brayan. Dalam bahasa Karo, kata "Guru" berarti "Tabib" ataupun

"Orang Pintar", kemudian kata "Pa" merupakan sebutan untuk seorang Bapak

berdasarkan sifat atau keadaan seseorang, sedangkan kata "Timpus" berarti

bundelan, bungkus, atau balut. Dengan demikian, maka nama Guru Patimpus

bermakna sebagai seorang tabib yang memiliki kebiasaan membungkus sesuatu

(46)

Hal ini dapat diperhatikan pada Monumen Guru Patimpus yang didirikan di

sekitar Balai Kota Medan23

Berkembang menjadi Kesultanan Deli pada tahun 1669 yang

diproklamirkan oleh Tuanku Perungit yang memisahkan diri dari Kesultanan

Aceh. Perkembangan Kota Medan selanjutanya ditandai dengan perpindahan

ibukota Residen Sumatera Timur dari Bengkalis menuju Medan, tahun 1887,

sebelum akhirnya statusnya diubah menjadi Gubernemen yang dipimpin oleh

seorang Gubernur pada tahun 1915. Secara historis, perkembangan kota medan

sejak awal memposisikannya menjadi jalur lalu lintas perdagangan. Posisinya

yang terletak di dekat pertemuan Sungai Deli dan Babura, serta adanya Kebijakan

Sultan Deli yang mengembangkan perkebunan tembakau dalam awal

perkembanganya, telah mendorong berkembangnya Kota Medan sebagai Pusat

Perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu. .

Keberadaan kota Medan tidak lepas dari peranan para pendatang asing

yang datang ke Medan sebagai pedagang maupun lainnya, peranan Nienhuys

sebagai pemilik modal perkebunan tembakau yang berkawasan di daerah

Maryland telah menjadi cikal-bakal pertumbuhan Medan. Nienhuys pada proses

perkembangan perkebunan tembakau telah memindahkan pusat perdagangan

tembakau miliknya ke daerah Medan Putri, yang pada saat sekarang ini dikenal

dengan kawasan Gaharu. Proses perpindahan ini telah dapat menciptakan

perkembangan cikal-bakal kota Medan seperti sekarang ini, sedang dijadikannya

Medan menjadi ibukota dari Deli juga telah mendorong Medan berkembang

23

(47)

menjadi pusat pemerintahan. Sampai saat ini, disamping merupakan salah satu

daerahkota, juga sekaligus ibukota Sumatera Utara.

Sebagai negara yang pernah mengalami masa penjajahan maka pengaturan

tentang pencatatan sipil di Indonesia sebelum UU Administrasi Kependudukan

(UU Adminduk) diberlakukan pada tahun 2013, masih menggunakan aturan

kolonial Belanda. Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu membagi penduduk

atas dasar etnik golongan Eropa, Timur Asing dan Bumi Putra. Penggolongan itu

menghasilkan peraturan yang membedakan penduduk. Pembedaannya tidak

terbatas pada penggolongan etnik saja, tetapi termasuk dalam bidang

kependudukan yang mana pencatatan kelahiran dibedakan baik dari sisi

administrasi maupun agama. Secara garis besar aturan tentang Catatan Sipil dapat

dibagi kedalam dua periode yaitu masa sebelum kemerdekaan Republik Indonesia

dan setelah kemerdekaan.

Pada masa sebelum Indonesia merdeka berlaku aturan kolonoial Belanda

yaitu :

a. Bagi bangsa Eropa diatur dalam S. 1849 No 25 dan

perubahan-perubahannya.

b. Bagi bangsa Thionghoa diatur menurut S. 1917 No. 130 Jo. S 1919 No. 81

dan perubahan-perubahannya.

c. Bagi bangsa Indonesia Bumi Putera dari Jawa dan Madura, diatur menurut

(48)

d. Bagi bangsa Indonesia Bumi Putera Kristen di Jawa, Madura dan

Minahasa, diatur menurut S.1933 No.75 dan perubahan-perubahan

lainnya.

e. Peraturan Perkawinan Campuran diatur dalam S. 1986 No. 23 Jo. S 1898

No. 158 dan perubahan-perubahannya.

Pada masa setelah kemerdekaan Republik Indonesia sampai sekarang:

a. Instruksi Presidium Kabinet No 314/4/IN/12/1966.

b. Undang-undang No.4 tahun 1961 tentang perubahan nama keluarga.

c. Keputusan Presidium Kabinet No 127/4/Kep/12/1966 tentang Ganti Nama

WNI yang memakai nama Cina.

d. Undang-undang Administrasi Kependudukan

Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945 maka baru pada tahun 2006

negara mempunyai aturan pencatatan sipil yang bersifat nasional. Dengan

demikian sebelum tahun 2013, Indonesia masih memakai aturan kolonial Belanda.

Padahal sesuai dengan pertimbangan yang terdapat Instruksi Presidium Kabinet

No 314/4/IN/12/1966, sudah direncanakan pengaturan tentang pencatatan sipil

nasional di dalam perundang-undangan. Garis-garis Besar Haluan Negara

menyatakan bahwa jumlah penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi

modal dasar yang efektif bagi pembangunan nasional. Namun dengan

pertumbuhan yang pesat sulit untuk meningkatkan mutu kehidupan dan

kesejahteraan secara layak dan merata. Hal ini berarti bahwa penduduk yang besar

dengan kualitas yang baik tidak akan mudah untuk dicapai. Sebagaimana

(49)

partisipasi aktif masyarakat dalam penyelenggara pembangunan yang merupakan

syarat keberhasilan suatu pelaksanaan pemerintah disemua tingkatan, mengingat

fungsi utama Pemerintah Daerah adalah memberikan pelayanan sebaik-baiknya

kepada masyarakat. Karena unsur penduduk / kependudukan sangat memegang

peranan dalam berbagai segi, utamanya bidang pembangunan Nasional khususnya

sebagai bahan dasar dalam rangka perumusan strategis di bidang

kewarganegaraan, karena penduduk atau masyarakat adalah pelaku utama

sekaligus sebagai sasaran pembangunan maka Pemerintah perlu memperhatikan

masalah kependudukan. Dengan Penataan Administrasi Pendaftaran, Administrasi

Pencatatan dan Administrasi Keluarga Berencana, diharapkan akan menjadi

sumber informasi yang dapat diandalkan untuk menunjang perencanaan

pembangunan diberbagai sektor.

Inti dari tekad itu adalah setiap aparat Dinas Kependudukan, Catatan Sipil

Kota Medan untuk memberikan perhatian yang lebih terhadap keinginan dan

kebutuhan pelayanan dibidang pendaftaran dan pencatatan. Dan juga terbaik

dalam pelayanan prima bukan hanya sekedar tekad baru Dinas Kependudukan,

Catatan Sipil Kota Medan namun merupakan tekad setiap aparat Dinas

Kependudukan, Catatan Sipil Kota Medan yang harus diresapi, dihayati,

dijabarkan dan dilaksanakan pada setiap jajaran, tugas waktu, dan tempat dalam

membentuk sikap kepedulian yang warga dari setiap aparat Dinas Kependudukan,

Catatan Sipil Kota Medan.

Kunci utama pelayanan Dinas Kependudukan, Catatan Sipil Kota Medan

(50)

pencatatan dengan tidak melupakan nilai tambah yang didapatkan masyarakat.

Misi adalah suatu usaha untuk mewujudkan Visi yang telah ditetapkan dalam

jangka waktu yang telah ditentukan. Dalam usaha mewujudkan Misi, maka Dinas

Kependudukan, Catatan Sipil Kota Medan yaitu

1. Memberikan pelayanan dengan system dan prosedur yang efektif dan efisien

2. Meningkatkan kemampuan aparat

3. Meningkatkan disiplin aparat

4. Meningkatkan daya tangkap atau responsibilitas terhadap

perubahan-perubahan dan keluhan masyarakat

5. Tersedianya anggaran rutin dan pemabangunan

6. Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai

7. Tersedianya informasi yang akurat / valid

Seiring bertambahnya jumlah penduduk maka pada tahun 2006 menjadi

7.858 jiwa/KM² pada tahun 2013. Tingkat kepadatan pemduduk Kota Medan

relative tinggi, sehingga termasuk salah satu permasalahan yang harus

diantisipasi. Apalagi dengan luas lahan yang relatif terbatas, sehingga berpeluang

terjadi ketidak seimbangan antara daya dukung dan daya tampung lingkungan

yang ada.

Faktor lain yang juga secara berarti mempengaruhi peningkatan laju

pertumbuhan penduduk adalah meningkatnya arus urbanisasi dan commuters serta

kaum pencari kerja ke Kota Medan. Berdasarkan penelitian yang pernah

dilakukan, faktor utama yang menyebabkan komutasi ke Kota Medan adalah

(51)

a. bekerja di kota lebih bergengsi

b. di kota lebih

Referensi

Dokumen terkait

Your contributions to the development of Geography Markup Language (GML), Sensor Web Enablement (SWE) and Web Feature Service (WFS) have been of unique value to the development

Teaching and Learning English at English Education Department of Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (EED of UMY).

Salah satu teknologi yang dapat mengolah informasi dengan cepat, akurat dan dapat menjangkau semua belahan dunia adalah internet dan salah satu implementasi pemanfaatan

Mahasiswa mampu menjelaskan dasar diagnosis dan dasar tatalaksana penyakit yang disebabkan gangguan hemostasis dengan pendekatan kedokteran keluarga.. Mahasiswa mampu menjelaskan

To further verify that judged outcome valence did not account for the causal superseding effect, we re-analyzed causal agreement ratings for the fixed agent in a regression using the

The parameters of raw tempeh included color, compactness, and aroma, whereas those for fried tempeh were texture, aroma and overall acceptability.. The data were analyzed

Pada tiap tiang memakai pole bracket yang diikat dengan stainless steel band sebagai penggantung strain clamp dan suspension clamp.. a.Untuk tiang sudut lebih besar dari 25º

Penelitian ini dilatarbelakangi karena kurangtepatnya pendistribusian beras miskin di Desa Neglasari Kecamatan Pamarican. Metode penelitian ini adalah metode