• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ecological Characteristic, Potency and Conservation Efforts Of Hanguana (Hanguana malayana) In Mappi Regency, Papua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ecological Characteristic, Potency and Conservation Efforts Of Hanguana (Hanguana malayana) In Mappi Regency, Papua"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK EKOLOGI, POTENSI DAN UPAYA

KONSERVASI TUMBUHAN TEBU RAWA (Hanguana malayana)

DI KABUPATEN MAPPI, PAPUA

MUNING EKOWATI

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan in saya menyatakan bahwa tesis berjudul “ Karakteristik Ekologi, Potensi dan Upaya Konservasi Tumbuhan Tebu Rawa (Hanguana malayana) di Kabupaten Mappi, Papua “ adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang ditebitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

ABSTRACT

MUNING EKOWATI. Ecological Characteristic, Potency and Conservation Efforts Of Hanguana (Hanguana malayana) In Mappi Regency, Papua. Under direction of HARIYADI and LAILAN SYAUFINA.

Hanguana is known as endemic plant in Papua, grows rapidly in the river of Obaa, Miwamen, Keeme, Widelman and Eilanden. Its presence is considered to become obstruction of river transportation, at the same time it is consumed by local people. Hanguana’s ecological characteristic and its potency have not been studied intensively. This research is aimed to study its ecological characteristic, to analyze the content of its primary and secondary metabolism compounds, its conservation efforts and to identify the local wisdom of Mappi indigenous people on this plant. The methods employed in this research are site observation, direct measurement, laboratory analysis, and interview with the local people at the observation sites. Purposive sampling method is utilized to determine the sampling of survey sites, interview with local people and local government officers. Hanguana is an aquatic plant therefore the tip of its stems and stolons up to its tip of the leaves are above the surface of the water while its roots, stems, and stolons are growing submerged under the water. Its roots are not attaching to any substrate. Ecological characteristics of the river water has a pH of approximately 4, temperature ranges from 28.2° to 30° C and total dissolved solid (TDS) of 6-8 ppm. The monthly average of rainfall varies between 46 to 391.5 mm. The soil of river base has an organic content of C of 1.67% (w/w), nitrogen 0,21% (w/w), potassium 279.44 ppm, phosphor 280.90 ppm and C/N ratio of 7.95. The vegetations that grow at the surrounding of Hanguana include Oryza rufipogon, Eleocharis dulcis, Pandanaceae, Nuclea grandifolia. Melaleuca symphiocarpa and Livistona benthamii are the common vegetations that grow at the river banks at the observation sites. Laboratory analysis results of Hanguana’s stem contain primary metabolism compounds are ccarbohydrate 2.62% (w/w), protein 2.7% (w/w), sucrose 0.01% (w/w), glucose <0.01% (w/w), fructose <0.01% (w/w), while secondary metabolism compounds are anti-oxidant 340.29 ppm, and toxicity of 1438.79 ppm. The stolon’s content primary metabolism compounds are carbohydrate 18.59% (w/w), protein 1.57%(w/w), sucrose <0.01%(w/w), glucose 0.5% (w/w) and fructose 0.38%(w/w), while secondary metabolism compounds are flavonoid 1.27%(w/w), tanin 0.30% (w/w), and toxicity of 712.84 ppm. Furthermore, Hanguana’s leave contains secondary metabolism compounds are flavonoid 1.54% (w/w), tanin 0.30% (w/w), fiber 32.03% (w/w), and toxicity of 850.70 ppm. Due to those compounds content, Hanguana is believed to have a potential as a medicine for prevention of cardiovascular diseases.

(4)

RINGKASAN

MUNING EKOWATI. Karakteristik Ekologi, Potensi dan Upaya Konservasi Tumbuhan Tebu Rawa (Hanguana malayana) di Kabupaten Mappi, Papua dibimbing oleh HARIYADI dan LAILAN SYAUFINA.

Tumbuhan tebu rawa merupakan tumbuhan endemik yang tumbuh dan berkembang di wilayah Kabupaten Mappi Propinsi Papua. Tumbuhan tebu rawa merupakan tumbuhan air (aquatic) yang mengapung secara bebas dipermukaan air sungai, bagian batang sulur dan akar tumbuh dibawah permukaan air, akarnya tidak menempel pada substrat tertentu, sedangkan pucuk batang dan sulur dengan kumpulan daunya tumbuh di atas permukaan air. Pada umumnya tumbuh di tepi sungai air mengalir, pada tempat tertentu terjadi akumulasi pertumbuhan tebu rawa menumpuk dan berkembang secara cepat, sehingga menutup permukaan sungai yang menyebabkan terganggunya transportasi air. Pada saat ini penanganannya dengan menggunakan cara mekanik dibuang dengan tidak memberikan manfaat lain. Populasi cukup lebat di tepi perairan Sungai Obaa, Miwamen, Keeme, Widelman dan Eilanden.

Karakteristik ekologi dan potensi tumbuhan tersebut belum dikaji secara mendalam. Sehingga penanganan secara mekanik yang dilakukan pada saat ini merupakan solusi yang dipercayai benar. Melihat kondisi seperti itu maka dirasa perlu untuk melakukan pengkajian lebih dalam tentang tumbuhan tebu rawa tersebut. Tujuan penelitian adalah mengkaji karakteristik ekologi tumbuhan tebu rawa; menganalisis potensi kandungan senyawa metabolisme primer dan sekunder yang terkandung di dalam tumbuhan tebu rawa tersebut; mengakij upaya konservasi dan mengidentifikasi kearifan lokal masyarakat Mappi terhadap pemanfaatan tebu rawa.

Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk observasi data ekologi abiotik yaitu data pH, TDS, temperatur dari air sungai tempat tumbuh tumbuhan tebu rawa; data ekologi biotik yaitu vegetasi yang tumbuh disekitar pertumbuhan tebu rawa; data binatang air yang hidup disekitar pertumbuhan tebu rawa; morfologi batang, sulur, daun, akar dan organ generatif tumbuhan tebu rawa. Observasi, pengukuran langsung, analisa laboratorium dan wawancara langsung. Penentuan sampel lokasi survey, wawancara penduduk dan pegawai Pemda menggunakan metode purposive sampling.

Penentuan lokasi survey penelitian dinggunakan metode purposive sampling atau berdasarkan pertimbangan. Pertimbangan yang digunakan adalah lokasi survey merupakan tempat habitat tumbuhan tebu rawa, dan di sekitar lokasi habitat tumbuhan tebu rawa dijumpai tempat pemukiman penduduk lokal. Berdasarkan pertimbangan tersebut lokasi yang memenuhi syarat adalah Sungai Obaa, Miwamen dan Keeme. Penentuan titik pengamatan, menggunakan

purposive sampling atau berdasarkan pertimbangan. Berdasarkan jarak lokasi survey sepanjang 65 km, maka ditentukan 6 (enam) titik lokasi pengamatan dan pengambilan sampel, sehingga titik lokasi pengamatan dan pengambilan sampel ditentukan lebih kurang setiap 10 km.

(5)

kandungan unsur hara C organik 1,67%(b/b), nitrogen 0,21%(b/b), potasium 279,44 ppm, posfor 280,90 ppm dan C/N rasio 7,95. Vegetasi yang tumbuh diperairan lingkungan tumbuh tebu rawa adalah padi rawa/rumput padi-padian (Oryza rufipogon), rumput pisau (Eleocharis dulcis), pandan (Pandanaceae) dan pohon gempol (Nuclea grandifolia DC). Sedangkan yang tumbuh dipinggiran sungai adalah bus putih (Melaleuca symphiocarpa ) dan sirka (Livistona benthamii).

Kandungan senyawa primer dan sekunder pada batang tebu rawa mengandung karbohidrat 2,62%, protein 2,7%, sukrosa ,0,01%, glukosa, <0,01%, fruktosa <0,01%, anti oksidan 340,29 ppm, toksisitas 1438,79 ppm; sulurnya mengandung karbohidrat 18,59%, protein 1,57%, sukrosa <0,01%, glukosa 0,5%, fruktosa o,38%, flavonoid 1,27%, tanin 0,30% toksisitas 712,84 ppm dan daun mengandung flavonoid 1,54%, tanin 0,30%, serat 32,03%, toksisitas 850,70 ppm. Tumbuhan tebu rawa mempunyai potensi untuk mencegah penyakit jantung.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

KARAKTERISTIK EKOLOGI, POTENSI DAN UPAYA KONSERVASI TUMBUHAN TEBU RAWA (Hanguana malayana)

DI KABUPATEN MAPPI, PAPUA

MUNING EKOWATI

P052094054

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Karakteristik Ekologi, Potensi dan Upaya Konservasi Tumbuhan Tebu Rawa (Hanguana malayana) di Kabupaten Mappi, Papua

Nama : Muning Ekowati

NIM : P052094054

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Hariyadi, MS

Anggota

Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc.

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah MSc.Agr.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan pertolonganNya saya berhasil menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “Karakteristik Ekologi, Potensi dan Upaya Konservasi Tumbuhan Tebu Rawa (Hanguana malayana) di Kabupaten Mappi, Papua.” Tesis ini merupakan syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Hariyadi, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc. sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, saran, masukan, serta koreksinya terhadap penulisan tesis ini. Tidak lupa saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian hingga saya berhasil menyusun tesis ini. Semoga tesis ini dapat berguna sebagaimana mestinya.

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak ke lima dari tujuh bersaudara, lahir 20 Desember 1962 dari pasangan M. Soetadi dan Yusmini di Pati, Jawa Tengah.

Pendidikan sarjana ditempuh di fakultas Pertanian jurusan Agronomi Universitas Pembanguan Nasional “Veteran” Yogyakarta, lulus tahun 1987. Kursus yang pernah diikuti di luar negeri adalah Grain Storage Management di Natural Resources Institute, Chatam-UK, tahun 1995; English and Culture Course di Red Deer Collage, Alberta-Canada tahun 1996-1998 dan English as a Second Language di Malcome-X College, Chicago-USA tahun 2001-2003.

Tahun 1989 mulai bekerja di Direktorat Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Departemen Pertanian, pada tahun 1998 – 2005 aktif di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Wilayah DIY. Sejak tahun 2005 hingga sekarang aktif di Direktorat Perbenihan Hortikultura, Kementerian Pertanian.

(11)

DAFTAR ISI

Kerangka Pemikiran 4

Perumusan Pemikiran 7

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA

Keanekaragaman Hayati 9

Habitat Air Tawar / Rawa 9

Karakteristik Tumbuhan Tebu Rawa 10

Unsur Hara yang Diperlukan Pada Tanaman 21

Ekologi Tumbuhan 22

Metode Analisa Senyawa Metabolisme Primer dan Sekunder 24

Senyawa Metabolisme Primer dan Sekunder 24

Kearifan Lokal 28

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian dan Waktu 29

Bahan dan Alat Penelitian 32

Metode yang Digunakan 32

Data yang Dikumpulkan 36

Teknik Pengambilan Sampel 36

Teknik Pengumpulan Data 37

Teknik Analisis Data 40

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian 41

Hasil dan Pembahasan 43

Karakteristik Ekologi Pertumbuhan Tebu Rawa 43

Aspek Taksonomi Tumbuhan 50

Potensi Tebu Rawa 60

Kearifan Lokal 66

Upaya Konservasi 67

SIMPULAN DAN SARAN 70

DAFTAR PUSTAKA 72

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Hasil pengamatan pH, TDS, temperatur air pada tempat

pertumbuhan tebu rawa

47 2 Hasil pengujian laboratorium terhadap C/N rasio, C organik,

nitrogen, potasium (K) dan fosfor (P) pada tanah dari dasar sungai tempat tumbuh tumbuhan tebu rawa

48

3 Hasil pengamatan vegetasi dan binatang yang dapat dilihat secara visual hidup di sekitar pertumbuhan tebu rawa

50 4 Hasil analisa kandungan karbohidrat, protein, sukrosa, glukosa dan

fruktosa pada batang dan sulur tumbuhan tebu rawa

61 5 Hasil analisa kualitatif terhadap senyawa alkaloid, hidroquinon,

tanin, flavonoid, saponin, steroid dan triterpenoid pada daun, batang dan sulur tumbuhan tebu rawa

62

6 Hasil analisa kandungan flavonoid, tanin, serat, antioksidan dan toksisitas pada daun, batang dan sulur segar dari tumbuhan tebu rawa

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Bagan alur pemikiran karakteristik konservasi tumbuhan tebu

rawa.

6 2 Peta orientasi lokasi penelitian di wilayah Kabupaten Mappi,

Propinsi Papua.

30 3 Peta sebaran populasi tumbuhan tebu rawa di wilayah Kabupaten

Mappi, Propinsi Papua.

31 4

Peta lokasi survey, 6 (enam) lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Sungai Obaa, Miwamen dan Keeme.

34

5

Lokasi sampel perkampungan Wanggate, Pertigaan dan Kotiak. 35 6

Peta lokasi dan pembagian wilayah kabupaten Mappi. 42

7 Populasi tumbuhan tebu rawa. 44

8 Peta lokasi sebaran tumbuhan tebu rawa di wilayah Kabupaten Mappi, Papua.

45 9 Curah hujan rata-rata per bulan dan per tahun selama lima tahun

(2008-2012) di wilayah Kabupaten Merauke dan sekitarnya.

47 10 Penampang melintang batang, bentuk batang dari tumbuhan dan

buku-buku dari tumbuhan tebu rawa.

52 11 Gambar ukuran stolon dan tempat tumbuh stolon dari batang

induknya.

54 12 Bentuk daun secara keseluruhan, bagian yang menempel pada

batang dan bentuk ujung daun dari tumbuhan tebu rawa.

56 13 Pertumbuhan akar pada batang, sulur dan penampang melintang

akar dari tumbuhan tebu rawa.

58 14 Bagian generatif tumbuhan tebu rawa dan bentuk susunan cabang

pada batang bunga dari tumbuhan tebu rawa.

59 15 Kandungan flavonoid pada daun dan sulur tumbuhan tebu rawa

dibanding dengan komoditas lain.

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Hasil uji analisa kualitatif terhadap senyawa alkaloid, hidroquinon,

tanin, flavonoid, saponin, steroid, triterpenoid dan analisa kuantitatif terhadap serat, antioksidan dan toksisitas pada daun, sulur dan batang tumbuhan tebu rawa

76

2 Hasil uji analisa kuantitatif terhadap senyawa flavonoid dan tanin pada daun dan sulur tumbuhan tebu rawa

80 3 Hasil uji analisa kuantitatif terhadap senyawa karbohidrat, protein,

sukrosa, glukosa dan fruktosa pada batang dan sulur tumbuhan tebu rawa

81

4 Hasil uji kandungan unsur C/N rasio, C, N, P dan K pada sampel tanah dari dasar sungai tempat pertumbuhan tebu rawa di Kabupaten Mappi, Papua

82

5 Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

(15)

PENDAHULUAN

1 Latar Belakang

Secara geografis Indonesia terletak di daerah iklim tropis dimana temperatur cukup tinggi (26°C - 28°C), curah hujan cukup banyak (700 – 7000 mm/tahun) dan tanahnya subur karena proses pelapukan batuan cukup cepat. Sebanyak 10% spesies tanaman dari populasi dunia terdapat di Indonesia. Sejumlah spesies tersebut bersifat endemik, yaitu hanya terdapat di Indonesia dan tidak ditemukan ditempat lain, sehingga Indonesia dikenal sebagai negara

megabiodiversity nomor dua di dunia (Pramono 2011).

Salah satu wilayah Indonesia yaitu Propinsi Papua yang mempunyai kekayaan hayati paling tinggi, dikenal di kalangan internasional, karena ditunjang oleh hutan hujan tropis yang luas. Papua belum terganggu (70%) merupakan salah satu dari tiga wilderness di dunia (dua lainnya adalah hutan Amazon di Amerika Latin dan Kongo Basin di Afrika), dan sekitar 50% dari keseluruhan keanekaragaman hayati Indonesia terdapat di Papua. Jenis flora faunanya unik dan 70% dari total keanekaragaman hayati Papua adalah spesies endemik (Jayapura News 2009).

Papua memiliki rawa yang luas, dikenal dengan julukan sejuta rawa. sehingga bayak dijumpai ekosistem spesifik yang berinteraksi dengan rawa. Seperti yang dijumpai di salah satu kabupaten di Papua yaitu Kabupaten Mappi dengan luas 28.518 km2. Kondisi topografi Kabupaten Mappi berada di dataran rendah (kurang dari 200 meter dari permukaan laut) dan sebagian besar adalah merupakan daerah rawa dan lahan basah (BPS 2010).

(16)

Anaerobiosis dan air tergenang rnembuat bagian atas tanah berkadar bahan organik tinggi (Hardjoamidjojo dan Setiawan 2001).

Tiap lahan basah tersusun atas sejumlah komponen fisik, hayati, dan kimia berupa tanah, air, spesies tumbuhan dan hewan serta hara. Proses-proses di antara dan didalam komponen komponen tersebut memungkinkan lahan basah menjalankan fungsi-fungsi serta membangkitkan hasil, disamping adanya ciri-ciri berharga pada skala ekosistem (Tim PLBT 1999). Fungsi-fungsi yang dimaksud antara lain: pengendalian banjir dan erosi,mengisi dan melepas kembali air tanah, pengukuhan garis tepi laut, penambatan sedimen, bahan beracun dan hara, penahan angin, pengukuhan iklim mikro, transportasi air, rekreasi dan pariwisata. Hasil yang dapat dibangkitkan antara lain: sumberdaya margasatwa dan perikanan, surnberdaya hutan, hijauan pakan ternak, dan sumberdaya pertanian, serta pasokan air. Gabungan fungsi, hasil, dan ciri ekosistem tersebut membuat lahan basah penting bagi masyarakat. Program komprehensif konservasi lahan basah berdasarkan analisis ekologi, sosial, dan ekonomi yang handal akan membuat orang perlu memilih di antara sederet pilihan sulit (Hardjoamidjojo dan Setiawan 2001).

Menurut Konvensi Ramsar (NoordvanHaug 1996, diacu dalam Tim PLBT 1999), suatu lahan basah harus dinilai penting secara internasional, dan karena itu perlu dijaga kelestariannya dengan cara konservasi dan penggunaan yang arif. Terutama penting untuk memelihara keanekaragaman genetik dan ekologi flora dan fauna suatu kawasan; atau bernilai khusus selaku habitat tumbuhan atau hewan pada tahap penting dalam daur hayati mereka; atau bernilai khusus bagi satu atau lebih spesies, atau masyarakat tumbuhan atau hewan endemik.

Daerah rawa-rawa di wilayah Kabupaten Mappi, banyak dijumpai tumbuhan tebu rawa (Hanguana malayana (Jack) Merr.), dimana popolasinya sangat tinggi, pemanfaatan potensinya belum tergali. Selain di Papua species

(17)

ditutupi dengan kanopi yang tertutup pada ketinggian 40 – 50 m dpl (Nurfazilah et al. 2010).

Jenis Hanguana ini telah teridentifikasi sebanyak 10 species, antara lain: (1)

H. bakoensis Siti Nurfazilah, Sofiman Othman & P.C. Boyce; (2) H. bogneri H.-J. Tillich & E. Sill;(3) H. exultans Siti Nurfazilah, Mohd Fahmi, Sofiman Othman & P.C. Boyce;(4) H. kassintu Blume; (5) H. major Airy Shaw; (6) H. malayana

(Jack) Merr.; (7) H. nitens; Siti Nurfazilah, Mohd Fahmi, Sofiman Othman & P.C. Boyce; (8) H. pantiensis Siti Nurfazilah, Mohd Fahmi, Sofiman Othman & P.C. Boyce; (9) H. podzolicola Siti Nurfazilah, Mohd Fahmi, Sofiman Othman & P.C. Boyce; (10) H. stenopoda Siti Nurfazilah, Mohd Fahmi, Sofiman Othman & P.C. Boyce. Penyebarannya sebagian besar di Malaysia (Nurfazilah et al. 2010).

Tumbuhan tebu rawa lebih banyak diuraikan sebagi tanaman eksotik/ penganggu di ekosistem rawa atau lahan basah. Sebagai contoh, penelitian tentang sumber daya air di danau Biru di Kabupaten Merauke menyebutkan bahwa tanaman tebu rawa berkembang biak sangat cepat sehingga berpotensi untuk menutup aliran air yang menuju ke danau tersebut (Hartono et al. 2006). Apabila dilihat dari satu sisi saja, yaitu bahwa tumbuhan tebu rawa dipandang sebagai tanaman pengganggu pada ekosistem air, maka ada beberapa cara yang bisa dipakai untuk mengatasinya, misalnya: (1) pengerukan secara mekanis dengan menggunakan alat-alat berat, (2) pemanfaatan untuk kepentingan kehidupan masyarakat sekitar serperti untuk bahan pembuat rumah tradisional, dan sebagainya (Hartono et al. 2006).

Secara sosial budaya tumbuhan tebu rawa oleh masyarakat masih dirasa mengganggu, karena pertumbuhan yang cepat di badan sungai sehingga menutup permukaan air sungai. Karena trasnportasi utama di wilayah tersebut menggunakan sungai maka untuk menjaga kelancaran transportasi air perlu dilakukan pembersihan dengan pengerukan secara mekanis menggunakan alat-alat berat, namun membutuhkan biaya yang sangat mahal. Pemanfaat yang lain secara turun temurun telah digunakan oleh masyarakat sebagai bahan makanan, baik dikonsumsi segar maupun diolah sebagai sayur pengganti lauk-pauk.

(18)

obat. Tumbuhan yang sudah digunakan turun-temurun dan dinyatakan sebagai tanaman obat asli Indonesia yang telah dilakukan pembuktian secara ilmiah dan telah didaftar pada informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, jumlahnya masih sangat terbatas (Maharani 2006). Bahkan yang telah dipercaya dan telah digunakan masyarakat sebagai obat masih banyak yang belum dikaji secara ilmiah.

Lebih lanjut keberadaan tumbuhan tebu rawa belum diteliti secara luas. Kajian karakteristik ekologi, sosial budaya dan ekonomi masih terbatas. Pengelolaan dalam memberi nilai manfaat pada masyarakat setempat dengan berbasis konservasi masih memerlukan acuan yang lebih mendalam dan spesifik. 2 Kerangka Pemikiran

Konsep pembangunan berkelanjutan yang mulai muncul awal tahun 1980 an, sampai saat ini masih diakui sebagai kebijakan pengelolaan lingkungan yang sesuai. Brundtland Commission medefinisikan sebagai pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa menurunkan atau merusak kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (WCED 1987, diacu dalam Dahuri 1998) .

Penjabaran konsep tersebut di atas dalam bentuk kerangka segitiga pembangunan berkelanjutan (Environmentally Sustainable Development Triangle) dimana jika kegiatan tersebut secara ekonomis, ekologis dan sosial bersifat berkelanjutan (Serageldin 1996, diacu dalam Dahuri 1998). Berkelanjutan secara ekologis mengandung arti, bahwa kegiatan harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya alam termasuk keanekaragaman hayati

(biodiversity). Berkelanjutan secara ekonomis bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, indentitas sosial, dan pengembangan kelembagaan (Dahuri 1998).

(19)

memanfaatkan. Pemerintah setempat mempunyai keinginan mengelola sumberdaya tersebut untuk memberi nilai manfaat yang lebih kepada masyarakat lokal, dengan berbasis pembangunan berkelanjutan. Kajian tentang tumbuhan tersebut secara ekonomi, ekologi dan sosial budaya sangat terbatas, sehingga masih diperlukan kajian yang lebih mendalam dan spesifik.

Kajian ekologi dimaksudkan untuk mengidentifikasi komponen-komponen karakteristik dari pertumbuhan, interaksi terhadap lingkungan dan penyebaran tumbuhan tebu rawa. Kajian sosial dan budaya dengan mengidentifikasi kearifan lokal pemanfaatan tumbuhan tersebut untuk mendukung kehidupanya secara bijaksana, dan kajian potensi dengan melakukan analisa laboratorium untuk mengetahui potensi bahan aktif yang dimiliki tumbuhan tersebut.

Hartoto (2009) menjelaskan analisa laboratorium dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisa kualitatif akan dilakukan untuk m Analisa kuantitatif dilakukan terhadap senyawa yang teridentifikasi positif pada hasil analisa kualitatif.

Suatu hal yang perlu diperhatikan didalam pengelolaan sumberdaya hayati didasari prinsip konservasi dengan tidak merusak lingkungan ekologinya (Hartono

(20)

Gambar 1 Bagan alur pemikiran karakteristik konservasi tumbuhan tebu rawa. Keanekaragaman hayati sebagai sumber

pendukung kehidupan manusia

Tumbuhan Tebu Rawa (Hanguana malayana)

Ekosistem sungai

Ekologi Ekonomi Sosial Budaya

Interaksi faktor lingkungan terhadap tumbuhan tebu rawa: • Physiologi tumbuhan:

Batang, daun, akar dan buah.

• Jenis Vegetasi • Jenis fauna air tawar

yang ada • Temperatur air sungai

Kearifan lokal sosial

Karakteristik Ekologi, Potensi dan Upaya Konservasi Tumbuhan Tebu Rawa (Hanguanan Malayana) di

(21)

3 Perumusan Pemikiran

Pengujian interaksi ekologi dilakukan dengan melakukan observasi, pengukuran dan analisa laboratorium terhadap komponen-komponen karakteristik ekologi yang mendukung keberadaan dan pertumbuhan tumbuhan tebu rawa. Pengujian dilakukan terhadap sifat fisik air sungai yaitu pH, TDS dan temperatur di dalam air sungai; curah hujan rata-rata per bulan selama lima tahun; kandungan unsur C, N, P dan K yang terdapat pada tanah di dasar sungai; morfologi batang, sulur, daun akar dan buah dari tumbuhan tebu rawa; vegetasi dan binatang air yang hidup disekitar tumbuhan tebu rawa.

Kajian potensi pada tumbuhan tebu rawa dilakukan analisa laboratorium terhadap senyawa metabolisme primer dan sekunder. Analisa kandungan senyawa primer dilakukan analisa laboratorium terhadap kandungan karbohidrat, protein, sukrosa, glukosa dan fruktosa pada batang dan sulur. Kandungan senyawa sekunder dilakukan analisa laboratorium dua tahap, tahap pertama dilakukan analisa kualitatif untuk mengidentifikasi kandungan senyawa alkaloid, hidroquinon, tanin, flavonoid, saponin, steroid dan triterpenoid pada daun, batang dan sulur tumbuhan tebu rawa, tahap kedua dilakukan analisa kuantitatif terhadap kandungan senyawa sekunder yang terindentifikasi positip dari hasil analisa kualitatif.

Sosial budaya yang telah ada merupakan kearifan lokal yang dimiliki masyarakaat setempat. Pandangan oleh masyarakat setempat terhadap keberadaan tumbuhan tebu rawa perlu diidentifikasi, diteliti dan dikaji, dengan melakukan wawancara langsung dengan penduduk yang tinggal di tepi sungai dimana tumbuhan tersebut berada.

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, maka pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1) Bagaimana karakteristik ekologi tempat pertumbuhan tebu rawa?

2) Bagaimana potensi terhadap senyawa metabolisme primer dan sekunder yang terkandung di dalam tumbuhan?

(22)

4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1) Mengkaji karakteristik ekologi tumbuhan tebu rawa.

2) Menganalisis potensi kandungan senyawa metabolisme primer dan sekunder yang terkandung di dalam tumbuhan tebu rawa tersebut.

3) Mengidentifikasi kearifan lokal masyarakat Mappi terhadap pemanfaatan tebu rawa.

5 Manfaat Penelitian

Dengan melakukan penelitian ini, maka diharapkan dapat diperoleh kejelasan tentang karakteristik komponen-komponen ekologi, kearifan lokal pemanfaatan dan kandungan senyawa metabolisme primer sekunder dari tumbuhan tebu rawa di Kabupaten Mappi, sehingga dapat dicapai hal-hal sebagai berikut: 1) Teridentifikasi komponen-komponen karakteristik ekologi tumbuhan tebu

rawa di Kabupaten Mappi Propinsi Papua, sehingga dapat memberikan informasi/data dasar ekologi.

2) Teridentifikasi potensi tumbuhan tebu rawa terhadap kandungan senyawa metabolisme primer dan sekunder.

3) Terinformasi kearifan lokal terkait pemanfaatan tebu rawa oleh masyarakat di wilayah Kabupaten Mappi.

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

1 Keanekaragaman Hayati

Dipandang dari segi biodiversitas, posisi geografis Indonesia sangat menguntungkan. Negara ini terdiri dari beribu pulau, berada di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia, serta terletak di katulistiwa. Dengan posisi seperti ini Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Dua diantaranya adalah Brazil dan Zaire. Indonesia dengan luas wilayah 1,3% dari seluruh luas muka bumi memiliki 10% flora berbunga dunia (Endarwati 2005).

Selain itu Indonesia memiliki keunikan tersendiri, selain memiliki keaneka ragaman hayati yang tinggi Indonesia mempunyai areal tipe indomalaya yang luas, tipe oriental, Australia dan peralihannya. Banyak terdapat tumbuhan endemik dimana penyebarannya terbatas (Hanafi 2010).

2 Habitat Air Tawar/Rawa

Ekologi suatu organisme disebut habitat. Ketersediaan habitat menunjuk pada aksesibiltas komponen fisik dan biologi yang dibutuhkan oleh satwa, berlawanan dengan kelimpahan sumberdaya yang hanya menunjukkan kuantitas habitat masing-masing organisme yang ada dalam habitat tersebut (Wiens 1984, diacu dalam Four Season News 2012). Kualitas habitat adalah menunjukkan kemampuan lingkungan untuk memberikan kondisi khusus tepat untuk individu dan populasi secara terus menerus.

Berdasarkan habitatnya tumbuhan dibagi menjadi tumbuhan yang hidup di daerah kering (xerophyta), tumbuhan yang hidup pada tempat yang berkadar air sedang (mesophyta), dan tumbuhan yang hidup di tempat yang basah (hydrophyta) namun tidak seluruh bagian tubuhnya tergenang dalam air (Priyasmoro et al. 2008).

Lingkungan hidup tanaman merujuk kepada lingkungan sekitar secara umum dimana tanaman tersebut tumbuh dan berkembang. Istilah umum pada lingkungan hidup tanaman meliputi apakah tanaman tersebut sebagai terrestrial

(24)

yaitu mempunyai akar atau cabang yang menancap kepada sesuatu di bawah air dan bagian atasnya tumbuh di atas permukaan air (Simpson 2006).

Tumbuhan air dibedakan menjadi dua yaitu tumbuhan air tawar dan tumbuhan air yang mengadung salinitas tinggi, tumbuhan yang melekat pada substrat dan tumbuhan yang mengapung bebas (Wijaya 2004, diacu dalam Priyasmoro et al. 2008). Tumbuhan air yang melekat pada substrat terdiri dari tumbuhan air mencuat, tumbuhan air dengan daun mengapung, dan tumbuhan air tenggelam. Sedangkan tumbuhan air yang mengapung bebas adalah tumbuhan air yang akarnya tidak melekat pada substrat.

Aspek lain dari lingkungan hidup meliputi tipe dari bahan dimana tumbuhan tersebut tumbuh, kemiringan, ketinggian, tingkat kelembaban dan tumbuhan sekitarnya, komunitas atau ekosistem.

Ekologi perairan merupakan interaksi antara faktor abiotik seperti pH, temperature, kekeruhan, salinitas, DO, COD, konduktivitas dan biotik seperti organisme, planktonik, nekton, dan benthos di dalam ekosistem. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor pembatas ekosistem perairan (Triyanda 2012).

3 Karakteristik Tumbuhan Tebu Rawa

Definisi tumbuhan secara tradisional adalah menentukan kelompok dari organisme seperti tumbuhan berdasarkan karakteristik yang mereka punyai. Jadi secara tradisional tanaman meliputi juga organisme-organisme yang mempunyai fotosintesis, dinding sel, spora, dan lebih kurang mempunyai kebiasaan sedentary. Pengelompokan secara tradisional ini meliputi berbagai organisme mikroskopik, bermacam-macam alga dan tumbuh-tumbuhan lainnya yang hidup di daratan (Simpson 2006).

(25)

banyak dari oksigen telah terakumulasi di atmosfir, seleksi penggunaan oksigen telah terjadi, yang telah menyebabkan evolusi dari organisme multi sel termasuk semua binatang. Selain itu, atmosfer yang kaya dengan oksigen telah menyebabkan terbentuknya lapisan ozon pada atmosfer bagian atas, yang melindungi kehidupan dari radiasi ultra violet (UV) secara berlebihan. (2) Senyawa yang dihasilkan dari fotosintesis digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh organisme non fotosintesa. Untuk semua mahluk hidup di daratan dan beberapa di air, tumbuh-tumbuhan di daratan menjadi produser utama pada rantai makanan. Yaitu sumber dari senyawa yang mengandung energi tinggi seperti karbohidrat, senyawa struktur seperti senyawa asam amino dan senyawa penting lainnya untuk metabolisme.

Studi tentang tumbuhan dibedakan antara “botani dan ilmu plant science”. Plant science adalah studi tentang tumbuh-tumbuhan, yaitu tumbuh-tumbuhan yang hidup di daratan. Botani adalah studi dari kebanyakan organisme yang secara tradisional yang dianggap sebagai tumbuhan, termasuk semua organisme fotosintesis (tumbuhan daratan dan beberapaa tumbuhan kelompok algae) plus beberapa organisme yang mempunyai dinding sel dan spora (fungi, dan kelompok yang sebelumnya dianggap sebagai fungi seperti Oomycote dan slime molds). Jadi pada definisi ini botani adalah lebih inklusif tetapi lebih luas dari pada plant science (Simpson 2006).

(26)

Taxonomy, theophrastus (370-285 BC) memulai mencatat nama dan rangkaian atau kelompok tumbuhan berdasarkan kebiasaan pertumbuhan dan sifat-sifat yang terlihat. Masalah dengan sistemnya adalah pengelompokan ini kebanyakan menggunakan nama lokal, sehingga orang lain diluar arenanya tidak biasa memahami.

Sistematik didefinisikan sebagai science yang meliputi tradisional taxonomy, yaitu diskripsi, identifikasi, nomenclature, dan klasifikasi dari organisme, dan mempunyai tujuan utamanya adalah merekonstruksi phylogeny, atau sejarah evolusi dari kehidupan. Jadi definisi sitematik adalah universal. Orang lain mungkin memperlakukan taxonomy dan sistematik sebagai hal yang terpisah tetapi area yang overlapping (Simpson 2006).

Sistimatik atau taksonomi adalah sistem organisasi untuk mendiskripsikan klasifikasi dari suatu tumbuhan (Parker 2004). Taxonomy adalah bagian utama dari sistematik yang meliputi empat komponen: dikripsi, identifikasi, nomenclature dan klasifikasi. Subyek studi secara umum adalah taxa (bentuk singelnya taxon/katagori) yang didefinisikan atau tidak membatasi kelompok organisme. Idealnya taxa harus mempunyai sifat yang disebut monophyly(Simpson 2006).

Diskripsi, adalah sifat atau atribut yang diberikan kepada suatu taxon. Sifat ini disebut karakter (Simpson 2006). Identifikasi adalah proses penggabungan atara taxon yang tidak diketahui dengan taxon yang sudah diketahui, atau menandai bahwa taxon yang tidak diketahui adalah baru terhadap science dan menjamin diskripsi dan penamaan secara formal. Untuk mengidentifikasi taxon yang tidak diketahui adalah dengan cara menandai karakteristiknya dengan cara mendeskripsinya. Kemudian sifat ini dibandingkan dengan taxa lain yang sudah diketahui.

(27)

1) Stem (batang)

Stem/batang berfungsi sebagai organ pendukung dan sebagai organ konduktif. Secara struktur stem dapat dibedakan dari akar didasarkan pada beberapa sifat anatominya. Shoot adalah stem ditambah dengan berikut daunnya.

Stem habit/kebiasaan dari cabang adalah suatu karakter yang mendiskripsikan posisi relatif dari stem atau shoot, tetapi juga bisa didasarkan pada struktur, pertumbuhan, dan orientasi dari batang tersebut. Sifat-sifat kebiasaan batang, seperti misalnya tipe batang, merepresentasikan adaptasi terhadap peningkatan survival dan reproduksi. Sebagai contoh, suatu tumbuhan dengan stem yang berada di atas tanah disebut sebagai caulescent; sedangkan tumbuhan yang tidak mempunyai stem di atas tanah tetapi hanya mempunyai aksis inflorescences

digolongkan sebagai acaulescent. Tumbuh-tumbuhan acaulescent mempunyai banyak daun-daun fotosintesis hanya pada level tanah, hanya shoot yang tumbuh aerial yang menjadi sebuah inflorescences yang pada akhirnya akan mati. Tumbuh-tumbhan acaulescent biasanya berupa tumbuhan daun dengan periode hidup dua tahun, dimana akar penyimpannya tumbuh pada tahun pertama dan bunganya tumbuh pada tahun ke dua, sedangkan bagian batangnya tetap tersisa di bawah tanah dan terlindungi selama kondisi lingkungan yang ekstrim.

2) Stolon

Stolon atau runner adalah cabang yaang mempunyai buku-buku (internode) yang panjang yang menjalar atau tepat berada dibawah permukaan tanah, tipikalnya akan berakhir pada ujung tanaaman yang baru. Dikarenakan stolon dapat terletak dibawah tanah, mereka kadang-kadang dinamakan juga sebagai rootstock

dan menyerupai rhizoma yang sempit dan memanjang. Fungsi dari stolon adalah sebagai struktur vegetatif, akan tetapi karena berakhir pada ujung tanaman sering juga berpisah dari tanaman induknya.

3) Daun

(28)

yang menutup sebagian atau penuh dari stem di atas node (buku-buku) disebut

sheath seperti yang terdapat pada rumput-rumputan (poaceae) dan pada apiaceae.

Jenis daun yang mempunyai satu hingga beberapa gerombol/dompol vasculer disebut vein (kadang-kadang disebut nerve). Beberapa daun tergolong majemuk atau compound yaitu dibagi menjadi beberapa komponen yang nyata yang disebut

leaflets. Tangkai dari leaflets dinamakan petiolule. Beberapa bagian daun lainnya yang tergantung dari pada taxanya adalah: (1) Hastula, adalah perpanjangan pada pertemuan antara petiole dan blade dijumpai pada taxa palms; (2) Ligule, adalah perpanjangan dari dalam bagian atas dari sheath, pada pertemuannya dengan blade, seperti dijumpai pada rumput-rumputan (poaceae); (3) Pulvinus, yaitu bagian dasar yang membesar dari sebuah petiole atau petiolule, seperti dijumpai pada fabaceae. 4) Tipe struktur daun

Tipe struktur daun berhubungan dengan modifikasi khusus dari satu daun. Salah satu dasar dari tipe struktur pada tumbuhan vascular adalah apakah daun tersebut lycophyllous atau euphyllous. Lycophyllous adalah daun yang berbentuk kecil dan sederhana yang mempunyai pertumbuhan intercalary dan mempunyai sentral vein tunggal yang menghubungkan ke stem tanpa ada pemisah daun. Jenis

lycophyllous ini hanya dijumpai pada tanaman lycophytes dan jenis ini hampir sama dengan tipe daun yang dijumpai pada nenek moyang tumbuhan vasculer.

Euphyllous adalah jenis daun yang besar baik yang sederhana maupun majemuk yang mempunyai pertumbuhan terbatas, jarak daun (jarak antara kulit

parenchymatous diatas pertemuan antara daun dan batang), euphyllous pada umumnya mempunyai vena yang banyak. Euphyllous dijumpai pada tumbuhan taxa ferns, gymnosperm, dan angiosperm.

Phyllodes adalah daun yang terdiri dari petiole yang kempes dan seperti

(29)

5) Tipe daun

Pola pembagian dari daun bisa dibagi kedalam komponen atau segmen yang nyata. Daun simple/tunggal adalah sebuah daun yng mempunyai blade tunggal dan berkelanjutan. Daun majemuk/compound adalah sebuah daun yang bisa dibagi kedalam dua atau lebih leaflets.

Daun simple merupakan kondisi turunan pada tumbuhan vasculer, seperti pada lycophylls. Daun simple juga umum dijumpai pada psilophytes,

equisetophytes, ginkgo, dan conifer. Daun majemuk adalah dikarakteristikan dengan sejumlah banyak fern. Sejumlah tipe dari daun majemuk telah berubah, mungkin sebagai cara untuk meningkatkan luas keseluruhan dari blade tanpa harus mengorbankan integritas strukturnya. Sebagai contoh, kulit blade dari daun majemuk biasanya mempunyai pendukung struktur yang lebih baik (yaitu pada kondisi yang berangin), dibandingkan dengan daun simple. Daun majemuk cenderung lebih umum djumpai pada kondisi lingkungan yang basah sedangkan daun simple dijumpai di lingkungan yang kering, tetapi banyak pengecualian yang perlu dipertimbangkan.

6) Tempelan daun

Cara dari penggabungan antara daun kepada batang diistilahkan leaf attachment. Secara umum daun memiliki petiolet yaitu dengan petiole atau sessile

tanpa petiole. Leaflet dari daun majemuk bisa berupa petiolulate atau sessile. Daun

Sessile atau petiolate bisa juga mempunyai penempelan daun berbentuk sheathing

dimana bagian dasar dari daun mengempis sebagian atau seluruhnya menutupi batang, tipikalnya terdapat pada rumput-rumputan (poaceae) dan pada beberapa

apiaceae. Jika sebuah daun cenderung untuk mejulur ke bawah pada batang dari titik penempelannya, penempelan seperti ini dinamakan decurrent. Dasar dari daun

decurrent sebenarnya tidak disebabkan oleh penggabungan daun terhadap batang, tetapi ditentukan oleh pertumbuhan lanjut dari sel yang dibagi secara aktif dari daun primordium pada sambungan antara daun dengan batang. Jika daun sessile

menempel pada batang tetapi tidak seluruhnya attachment ini dinamakan

(30)

connate-perfolialate yaitu tipikalnya dua daun yang berlawanan pada dasarnya sehingga dasar dari blade melingkari stem secara keseluruhan.

7) Jenis vena daun

Daun sporophytic dari tumbuhan vascular mempunyai gabungaan vascular yang disebut vein. Vein tempat dimana menyalurkan air, mineral dan gula antara daun dengan batang. Daun dari beberapa tumbuhan vascular ada yang mempunyai hanya vena tunggal akan tetapi banyak juga yang mempunyai vena yang bercabang-cabang. Jenis vena merujuk pada pola dari vena dan pencabangan dari vena. Vena utama dari sebuah daun yang dihubungkan dengan ukurannya dinamakan primary vein. Dari primary vein vena yang lebih kecil dan bercabang ke samping, vena ini disebut sebagai secundary vein. Dari secundary vein ada vena yang lebih kecil disebut tertiery vein, begitu seterusnya. Jika daun simple mempunyai satu prymary vein maka vena ini disebut mid ribs atau costa. Premary vein yang terpusat dari suatu leaflet dari daun majemuk dinamakan mid vein. Pola vena dapat disitilahkan komplek. Secara umum ada empat klasifikasi vena yaitu: (1) Uninervous, dimana pusat dari mid ribs tidak mempunyai lateral vein, seperti terdapat pada lycophytes, psilophytes, dan equisetophytes, juga pada conifers; (2)

Dichotomous, dimana vena-venanya bercabang menjadi pasangan vena yang sama ukurannya dan orientasinya, seperti pada, ginkgobiloba, dimana tidak mempunyai

mid ribs yang nyata; (3) Parallel, dimana vena primer dan sekunder paralel satu dengan yang lainnya, vena utama tegak lurus, seperti terdapat pada tumbuhan monokotile; (4) Natted atau reticulate, dimana vena utamanya membentuk pola interkoneksi seperti jaring, seperti pada kebanyakan tumbuhan bunga non monokotil.

8) Bunga

Bunga adalah reproduksi shoot yang dimodifikasi, pada dasarnya adalah batang dengan apikal meristem yang tumbuh menjadi primordia daun. Tidak seperti shoot vegetatif yang tipikal shoot bunga sangat menentukan, sehingga apikal meristem berhenti tumbuh setelah bagian bunga telah terbentuk. Paling tidak beberapa primordia daun dari suatu bunga dimodifikasi sebagai reproduksi

(31)

beberapa bunga pada tanaman individual. Inflorescences berfungsi untuk meningkatkan perkembangbiakan atau reproduksi.

Posisi dari Inflorescences: ada tiga kelompok utama dari posisi

Inflorescences yang didefinisikan berdasarkan pada tempat dimana Inflorescences

terbentuk: (1) Axillary (memusat) adalah posisi dimana semua bagian

Inflorescences terletak pada pusat dari daun vegetative yang terdekat; (2) Terminal

adalah posisi dimana Inflorescences terbentuk sebagai bagian dari pusat terminal yang memberi kenaikan kepada daun-daun vegetative yang terdekat; (3)

Cauliflorous adalah posisi dimana Inflorescences tumbuh langsung dari batang kayu pohon.

Pertumbuhan dari inflorescences adalah aspek utama untuk menentukan tipe inflorescences. Dua kelompok utama tipe pertumbuhan dari inflorescences

adalah determinate dan indeterminate. Determinate inflorescences adalah pertumbuhan dimana apikal meristem dari aksis inflorescences utama berakhir pada satu pohon. Tipikalnya terminal bunga menjadi dewasa dahulu baru diikuti dengan proses pematangan dari apek (ujung/puncak) kearah dasar. Determinate inflorescences adalah contoh karakteristik dari sebuah cymes. Indeterminate inflorescences adalah pertumbuhan dimana apikel meristem dari aksis

inflorescences utama tidak tumbuh menjadi bunga, secara tipikal dasar dari bunga matang lebih dulu baru diikuti dengan pematangan yang terjadi dari dasar menuju ke apek.

Indetermanate inflorescences meliputi beberapa tipe yaitu spike, racemes,

dan panicles. Ketiga tipe ini semuanya hanya mempunyai sedikit bunga pada bagian atas dari aksis utama dan tumbuh dari dasar ke ujung (apek). Spike adalah

inflorescences indeterminate yang terdiri atas aksis tunggal yang mempunyai beberapa kuntum bunga. Raceme adalah inflorescences indeterminate yang mempunyai aksis tunggal yang mempunyai/mengandung beberapa tangkai bunga.

Panicles adalah merupakan raceme yang bercabang-cabang, didefinisikan sebagai

(32)

9) Buah

Buah adalah ovarium yaang dewasa atau pistils dari tumbuhan bunga ditambah bagian-bagian asesori lainnya. Bagian-bagian asesori adalah organ yang menempel pada buah tetapi tidak diturunkan langsung dari ovarium, diantaranya

bract, aksis, receptacle majemuk, hypantium, atau perianth. Istilah pericarp

digunakan sebagai dinding buah, yang diturunkan dari dinding ovarium yang masak. Pericarp kadang-kadang bisa dibagi menjadi beberapa lapisan: endocarp, mesocarp dan eksocarp.

Tipe-tipe buah adalah didasarkan utamanya pada pertumbuhan buah. Tiga pertumbuhan buah utama adalah simple (diturunkan dari pistil tunggal dari bunga) agregat(diturunkan dari pistil majemuk dari bunga tunggal yaitu mempunyai

apocarpus gynoecium) atau multiple (diturunkan dari beberapa kelompok bunga). Pada buah jenis agregat dan multiple, komponen-komponenya diturunkan dari

pistil individu yang disebut unit buah.

Nomenclature adalah sistem untuk memberi nama kepada suatu tumbuhan. Peraturan ini ditetapkan oleh International Rules of Botanical Nomenclature (Parker 2004). Klasifikasi, tumbuhan dapat diklasifikasikan menggunakan beberapa cara, diantaranya phylogenetic–berdasarkan kenampakannya, lingkungan hidupnya dimana tumbuhan tersebut tumbuh, agriculture untuk apa mereka tumbuh, natural/morphologi bagaimana strukturnya bisa dibandingkan (Parker 2004).

Sistem iklim dan sistem agrikultura adalah sistem klasifikasi tiruan. Sistem iklim tergantung kepada lingkungan hidup dimana tumbuhan tersebut tumbuh, sebagai contoh, zona temperatur dibanding tanaman tropikal atau masic dibanding

(33)

tergantung kepada kegunaannnya, sebagai contoh tanaman hias atau tanaman pangan (Parker 2004).

Divisi di dalam taksonomi disebut sebagai taxa. Kingdom adalah taxa yang pertama yang terbesar. Kingdom tanaman dibagi menjadi empat divisi atau phylla

(Eicher 1883, diacu dalam Parker 2004): thallophyta – algae dan fungi, tidak adaa perbedaan kulit, bryophyta – tumbuhan hijau tanpa akar atau bunga, seperti Moses

(lumut-lumutan) dan liverworts, pterodophyta – tumbuhan hijau dengan kulit vaskular, akar yang nyata, biasanya mempunyai daun yang berbeda dan batang tetapi tidak mempunyai bunga atau biji yang nyata, fern dan horsetail, spermophyta

– tumbuhan dengan bunga yang nyata yang memproduksi biji-bijian.

Pada sistem empat kingdom tersebut, tumbuhan didefinisikan sebagai multi sel dan eucaryotic, atau dengan membran yang membungkus nucleus dari setiap sel. Tumbuhan mempunyai siklus hidup yang terdiri atas pembentukan generasi seksual dan aseksual secara bergantian. Tumbuhan juga mengandung tipe special dari molekul yang menyerap cahaya yang disebut klorophyl a dan klorophyl b juga mempunyai sejumlah pigmen caroten, yang berfungsi menyimpan makanan dalam bentuk starch (tepung). Tumbuhan mempunyai dinding sel yang terdiri dari selulosa, dan tumbuh lapisan pembagi (selplate) selama divisi sel. Dia tidak mempunyai centrioles yaitu struktur yang terlibat pada pembagian sel pada hewan (Parker 2004).

Di bawah sistem dua kingdom yang tradisional, organisme hanya mempunyai beberapa atau bahkan hanya satu dari karakteristik yang disebutkan pada tanaman di atas. Sistem dua kingdom meliputi bakteri procaryotic, yaitu algae sel tunggal dan fungi yang tidak mempunyai klorophyl (Parker 2004). .

Menurut Parker (2004) spermatophyta adalah tumbuhan berbiji, dimana tumbuhan yang memproduksi biji-bijian yang nyata yang masing-masing berisi embrio ( tumbuhan dorman) yang tumbuh di bawah kondisi yang menguntungkan. Mereka mempunyai daun, batang, akar dan kulit maskular. Tumbuhan yang mempunyai biji-bijian merupakan bagian yang besar dari vegetasi yang ada di muka bumi. Tumbuhan bijian terdiri dari dua kelas yaitu gymnospermae dan

(34)

Gymnospermae disebut jugaa tumbuhan yang berbiji telanjang. Mereka semuanya terdiri dari tumbuhan berkayu, perenial, dan dengan beberapa pengecualian umumnya merupakan tanaman yang selalu hijau. Organ reproduksinya adalah terletak pada struktur yang disebut catkins atau tertetak di dalam kerucut biji yang biasanya tidak tertutup. Angiospermae termasuk species-species yng mempunyai bunga dan biji yang selalu dilindungi oleh buah. Mereka membentuk tumbuhan yang besar dan kelompok yang komplek dari tumbuhan bunga-bungaan. Pembagian ini didasarkan pada jumlah dari cotyledons, atau daun yang terdapat pada bijian yang meliputi dua bagian utama yaitu monokotil dan dikotil.

Monokotil mempunyai satu cotyledon (daun embrioanik) di dalam bijinya. Pada umumnya mereka mempunyai daun dengan vena paralel dan mempunyai bagian bunga yang terdiri tiga atau enam atau kelipatan tiga, tetapi tidak pernah empat atau lima. Batangnya terdiri atas fibrovascular tanpa pith atau bark. Beberapa monokotil seperti bambu dan palem adalah menyerupai pohon. Mayoritas monokotil adalah tumbuhan herbacious seperti rumput-rumputan, cattail, lilia, irises, orchid, pisang-pisangan, dan bromeliads. Dikotil mempunyai dua cotyledon

pada bijinya (Parker 2004).

Tumbuhan tebu rawa (Hanguana malayana) ini adalah merupakan tanaman eksotik yang banyak dijumpai di lingkungan ekosistem rawa atau lahan basah lainnya (Parker 2004). Klasifikasi dari Hanguana malayana (Simpson 2006) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivision : Spermatophyta Phylum (Division) : Magnoliophyta

(35)

4 Unsur Hara yang Diperlukan Tanaman

Unsur hara merupakan makanan yang diperlukan tumbuhan untuk hidup dan berkembang. Beberapa unsur hara yang dibutuhkan tanaman: karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), belerang (S), besi (Fe), mangan (Mn), boron (B), tembaga (Cu), seng (Zn) dan chlor (Cl). Unsur hara tersebut tergolong unsur hara essensial. Berdasarkan jumlah kebutuhannya bagi tanaman, dikelompokkan menjadi dua, yaitu: unsur hara makro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar dan unsur hara mikro unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah kecil. Unsur hara makro meliputi: N, P, K, Ca, Mg, S. Sedangkan unsur hara mikro meliputi: Fe, Mn, B, Mo, Cu. Zn, Cl, C organik (Yuwono 2008).

Nitrogen (N) diperlukan tanaman untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan; merupakan bagian dari sel (organ) tanaman itu sendiri; berfungsi untuk sintesa asam amino dan protein dalam tanaman; merangsang pertumbuhan vegetatif (warna hijau) seperti daun. Tanaman yang kekurangan unsur N gejalanya: pertumbuhan lambat/kerdil, daun hijau kekuningan, daun sempit, pendek dan tegak, daun-daun tua cepat menguning dan mati (Yuwono 2008).

Potasium atau kalium (K) berfungsi dalam proses fotosintesa, pengangkutan hasil, enzim dan mineral termasuk air. Meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman terhadap penyakit. Tanaman yang kekurangan unsur K gejalanya: batang dan daun menjadi lemas/rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak hijau segar dan sehat, ujung daun menguning dan kering, timbul bercak coklat pada pucuk daun (Yuwono 2008).

Phosphor (P), berfungsi untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman, merangsang pembuangan dan pembuahan, merangsang pertumbuhan akar, merangsang pembentukan biji, merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan sel. Tanaman yang kekurangan unsur P gejalanya: pembentukan buah dan biji berkurang, kerdil, daun berwarna keunguan atau kemerahan menunjukan kurang sehat (Yuwono 2008) .

(36)

rasio yang semakin rendah menunjukkan bahwa bahan organik sudah terdekomposisi dan hampir menjadi humus (Satriyonegoro 2009).

Rasio C/N adalah salah satu parameter penting untuk mengetahui kualitas

kompos. Rasio ini digunakan untuk mengetahui apakah kompos (baca: bahan

organik) sudah cukup ‘matang’ atau belum. Rasio C/N ini juga diatur di dalam SNI

ataupun KepMenTan tentang kualitas kompos. Di dalam SNI rasio C/N kompos

yang diijinkan adalah 10–20, sedangkan di dalam KepMenTan rasio C/N kompos

yang diijinkan berkisar antara 20. Selain pengamatan secara visual/fisik, analisa

rasio C/N adalah parameter yang diuji pertama kali. Analisa rasio C/N digunakan

untuk mengkonfirmasi pengamatan secara visual/fisik. Secara fisik, kompos TKKS

yang sudah cukup matang ditandai dengan perubahan warna menjadi berwarna

coklat tua, lunak dan mudah dihancurkan, tidak berbau menyengat, suhu mendekati

suhu ruang. Rasio C/N kompos yang sudah cukup matang berdasarkan literatur

berkisar antara 20–30 (Isroi 2008).

5 Ekologi Tumbuhan

Ekologi merupakan salah satu faktor yang berinteraksi langsung dengan pertumbuhan tanaman, sifatnya biotik dan abiotik. Komponen ekologi yang abiotik antara lain: iklim dan cuaca tahunan, di Indonesia ditandai dengan musim kemarau dan musim hujan yang bergantian biasanya sekitar setengah tahun. Siklus musim ini disebabkan oleh sirkulasi angin yang berasal dari zona ekuatorial dan zona lintang tengah. Sirkulasi angin ini depengaruhi oleh pergerakan posisi matahari serta letak geografis dari benua Asia dan Australia. Maka, berdasarkan letak geografis dan sirkulasi angin, iklim Indonesia dinamakan iklim Muson Laut Tropis.

(37)

C, D, E, F, G, dan H. Berdasarkan pada data curah hujan rata-rata bulanan selama lima tahun terakhir (2007-2012), maka Kabupaten Mappi mempunyai tipe iklim C (nilai Q antara 33,3-60,0) yang dikarakteristikkan sebagai daerah agak basah, vegetasi hutan rimba, daun gugur pada musim kemarau (Dwi 2011).

pH merupakan singkatan dari potential of Hydrogen yang artinya adalah ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan keasaman atau kebasaan suatu zat. Nilai pH bervariasi dari 1 hingga 14. Sebuah larutan yang netral memiliki pH = 7, larut 7. Secara umum angka pH dalam suatu tubuh air / perairan dapat dijadikan indikator dari adanya keseimbangan unsur-unsur kimia yang dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur kimia dan unsur-unsur hara yang sangat bermanfaat bagi kehidupan vegetasi akuatik (Apriyani 2010).

Total Disolve Solid (TDS) menyatakan jumlah zat terlarut organik dan anorgnik pada sebuah larutan. Satuan dari TDS adalah part per million (ppm). Zat yang terlarut harus dapat melewati saringan berukuran 2 micrometer. Biasanya TDS dipakai untuk mengukur kualitas air pada pengairan, air minum (Hamdani 2011).

6 Metode Analisa Senyawa Metabolisme Primer dan Sekunder

Analisa kualitatif adalah bidang dalam suatu sampel atau contoh. Tujuan pokok analisis kualitatif adalah memisahkan dan mengidentifikasi sejumlah unsur.

Analisa kuantitatif biasanya digunakan untuk menetapkan banyaknya suatu volume memainkan peranan penting, maka analisa menggunakan cara ini juga dikenali dengan analisa volumetrik.

(38)

glukosa dan fruktosa dianalisa dengan menggunakan methoda HPLC. Analisis toksisitas menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Metode ini menggunakan larva dari udang untuk mengetahui tingkat toxisitas terhadap kandungan senyawa tertentu. Metode ekstraksi untuk analisis fitokimia idealnya menggunakan jaringan tumbuhan segar.

7 Senyawa Metabolisme Primer dan Sekunder

Fitokimia adalah suatu bagian ilmu pengetahuan alam, yang berarti kimia tanaman, dapat ditafsirkan menguraikan aspek kimia suatu tanaman (Sirait 2007). Fitokimia adalah segala jenis

Senyawa kimia bermolekul besar merupakan bagian utama dalam organ tanaman kering, berfungsi sebagai pembentuk struktur tanaman (selulose, kitin, lignin dan pektin), sebagai cadangan makanan (amilum, protein, lipoprotein) atau untuk memenuhi fungsi metabolisme penting lainnya (protein dan enzim). Senyawa bermolekul besar disebut sebagai senyawa metabolisme primer. Senyawa kimia tanaman yang bermolekul kecil terdapat sekelompok senyawa kimia yang dapat dijumpai pada semua tanaman dan sekelompok senyawa kimia yang khas untuk tanaman tertentu. Kelompok ini disebut dengan metabolisme sekunder. Senyawa metabolisme sekunder antara lain meliputi: flavonoid, tanin, saponin, steroid, triterpenoid, antioksidan, alkaloid, dan hydroquinon (Marthen 2003).

(39)

kemungkinan anticarcinogenic dan atau berpengaruh pada jantung. Flavonoid juga termasuk antimikrobia dan kemungkinan anticarcinogenic dan atau cardioprotective (Haytowitz et al. 2006).

Epidemiological dan studi binatang menunjukan kemungkinan pengaruh positip pencegahan dari flavonoid melawan penyakit jantung dan beberapa tipe kanker. Beberapa studi epidemiological telah menunjukan pemberian flavonoid secara reguler berhubungan langsung dengan penurunan resiko penyakit jantung (Benavente-Garcia & Castillo 2008). Flavonoid selain pengaruh pencegahan pada penyakit jantung koroner juga sebagai antithrombotic, anti-ischemic, anti-oxidant

dan vasorelaxant. Hal ini dianjurkan bahwa flavonoid mengurangi resiko penyakit jantung koroner dengan tiga reaksi utama: meningkatkan coronary vasodilatation, menurunkan kemampuan trombosit di dalam pembekuan darah dan pencegahan low-density lipoproteins (LDLs) dari proses oksidasi (Benavente-Garcia & Castillo 2008). Menurut Fink et al. (2007) disebutkan kematian bisa diturunkan dalam hubungannya dengan penggunaan level tinggi dari flavones dan isoflavones diantara pasien penderita kanker payudara pada wanita pasca monopause di Amerika.

(40)

Tanin/galotanin adalah galat yang saling terkait dengan asam galat lain serta dengan lainnya. Tanin adalah turunan dari senyawa fenolat. Ciri khas dari tumbuhan (khususnya dari bagian daun) yang mengadung senyawa tanin/fenolat adalah berasa sepat misalnya daun jambu biji dan teh. Senyawa ini kerap digunakan untuk obat diare, penawar racun antivirus, anti kanker, dan anti HIV. Galotanin banyak terdapat pada mangga dan berfungsi sebagai antioksidan. Galotanin digunakan secara komersial untuk menyamak kulit, karena mereka memotong dan mendenaturasi protein. Tanin tersebar luas di dalam tumbuhan dan fungsi utamanya adalah melindungi tumbuhan terhadap serangan bakteri da Meskipun demikian, tanin hampir pasti bertindak sebagai zat yang menyebabkan berbagai karena sifat astringensinya (kemampuan mengkerutkan mulut) dan sebagian karena menghambat pencernaan dan penggunaan makanan.

Saponin adalah senyawa kimia yang terkandung pada biji-bijian seperti wijen. Saponin bermanfaat sebagai sumber anti meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan vitalitas, mengurangi kadar gula dalam darah, mengurangi penggumpalan darah.

Steroid adal dihasilkan dari reaksi penurunan senyaw merupakan kelom Senyawa yang termasuk turunan steroid, misalnya

(41)

Pada tumbuhan, terpenoid merupaka banyak digunakan untuk produk rempah-rempah, baik sebagai bumbu, sebagai wewangian, serta sebagai bahan pengobatan kesehatan, dan penyerta upacara-upacara ritual. Nama-nama umum senyawa golongan ini seringkali diambil dari nama minyak atsiri yang mengandungnya. Sebagai misal adalah

diambil darCitrus),

Eugenia aromatica).

Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi. Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa golongan fenolik dan polifenolik. Senyawa-senyawa golongan tersebut banyak terdapat dialam, terutama pada tumbuh-tumbuhan, dan memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas. Antioksidan yang banyak ditemukan pada bahan pangan, antara lai macam antioksidan berdasarkan sumbernya, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan alami biasanya lebih diminati, karena tingkat keamanan yang lebih baik dan manfaatnya yang lebih luas dibidang makanan, Antioksidan alami dapat ditemukan pada sayuran, buah-buahan, dan tumbuhan berkayu.

(42)

8 Kearifan Lokal

(43)

METODE PENELITIAN

1 Lokasi Penelitian dan Waktu

Penelitian dilakukan di Kabupaten Mappi Propinsi Papua yang merupakan Kabupaten baru pemekaran dari Kabupaten Merauke. Secara geografis terletak pada 06°.28' - 56°.4' Lintang Selatan dan 139°.2' – 11°.0' Bujur Timur. Pada wilayah tersebut dijumpai tempat tumbuhnya tumbuhan tebu rawa sebagai tumbuhan endemik. Peta orientasi lokasi penelitian tertera pada Gambar 2.

Populasi tumbuhan tebu rawa tumbuh di perairan sungai mengalir di wilayah Kabupaten Mappi, namun tidak semua sungai yang ada di wilayah Mappi ditumbuhi tumbuhan tebu rawa. Sungai yang sudah diidentifikasi di wilayah Mappi berjumlah delapan belas (18) sungai yaitu Sungai Digoel, Edera, Mappi, Ia, Obaa, Bapai, Widelman, Dearam, Yuliana, Assue, Freskap, Purmi, Surung, Sawa, Miwamen, Keeme, Eilanden dan Brazza. Sedangkan berdasarkan data dari Pemda Mappi dan masyarakat setempat wilayah sungai yang ditumbuhi tebu rawa adalah Sungai Obaa, Miwamen, Widelmen, Eiladen dan Keeme; sungai-sungai tersebut satu sama lain berhubungan.

(44)

(45)
(46)

Penelitian dilakukan tiga tahap. Tahap pertama dilakukan studi literature untuk mengetahui informasi tumbuhan tebu rawa, sosial budaya masyarakat setempat, metode, peta Propinsi Papua dan Kabupaten Mappi. Tahap kedua melakukan survey lapangan, pengamatan dan pengukuran fisik tumbuhan tebu rawa, lingkungan tempat tumbuh tumbuhan, pengambilan sampel, wawancara dengan penduduk lokal, wawancara dengan pihak Pemerintah Daerah, pengambilan data primer dan sekunder. Tahap ke tiga dilakukan analisa laboratorium terhadap bahan segar tumbuhan, tanah, pengumpulan data primer dan sekunder.

Waktu penelitian, penelitian dimulai bulan September 2011 sampai September 2012. Tahap pertama dibutuhkan waktu sekitar dua bulan, tahap kedua di butuhan waktu tiga minggu dan selebihnya untuk menyelesaikan tahap ketiga.

2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan penelitian, untuk pengumpulan data primer sebagai obyek penelitian adalah populasi tumbuhan tebu rawa, air sungai dan tanah di perairan Sungai Obaa, Miwamen dan Keeme; penduduk lokal yang tinggal di tepi Sungai Obaa, Miwamen dan Keeme Kabupaten Mappi; pegawai lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Mappi. Pengumpulan data sekunder sebagai obyek penelitian adalah kantor BPS Kabupaten Mappi; kantor Pekerjaan Umum Kabupaten Mappi dan kantor Badan Meteorologi dan Geofisika Merauke.

Alat penelitian yang diperlukan adalah (1) alat pengambil sampel; (2) Tempat penyimpan sampel; (3) pH meter; (4) thermometer; (5) TDS meter; (6) alat tulis, penggaris, meteran, (7) kamera; (8) daftar pertanyaan wawancara (kuesioner); (9) peta lokasi, (10) perahu /sampan.

3 Metode yang Digunakan

Metode penelitian yang digunakan terdiri dari beberapa metode yaitu: 1) Penentuan lokasi survey penelitian dinggunakan metode purposive sampling

(47)

Berdasarkan pertimbangan tersebut lokasi yang memenuhi syarat adalah Sungai Obaa, Miwamen dan Keeme.

2) Penentuan titik pengamatan, menggunakan purposive sampling atau berdasarkan pertimbangan. Berdasarkan jarak lokasi survey sepanjang 65 km, maka ditentukan 6 (enam) titik lokasi pengamatan dan pengambilan sampel, sehingga titik lokasi pengamatan dan pengambilan sampel ditentukan lebih kurang setiap 10 km.Letak 6 (enam) titik lokasi pengamatan dan pengambilan sampel tertera pada Gambar 4.

3) Penentuan sampel penduduk menggunakan metode purposive sampling atau berdasarkan pertimbangan. Pertimbangan yang digunakan adalah penduduk lokal yang bedomisili di sekitar pertumbuhan tebu rawa, pada saat dilakukan kunjungan penduduk tersebut tinggal di rumah dan bersedia dilakukan wawancara. Perkampungan yang dikunjungi adalah Wanggate (Distrik Obaa), Pertigaan dan Kotiak (Distrik Passue). Jumlah sampel penduduk lokal sebanyak 10 kuesioner. Lokasi perkampungan Wanggate, Pertigaan dan Kotiak tertera pada Gambar 5.

4) Penentuan sampel pegawai Pemerintah Daerah (Pemda) menggunakan metode purposive sampling atau berdasarkan pertimbangan. Sampel aparat Pemda adalah pegawai yang hadir di kantor pada saat dilakukan kunjungan, bersedia dilakukan wawancara dan mengisi kuesioner. Jumlah pegawai Pemda yang bersedia dilakukan wawancara sebanyak 15 orang.

5) Analisis laboratorium digunakan untuk melakukan analisa kandungan senyawa metabolisme primer karbohidrat, protein, sukrosa, glukosa dan fruktosa pada batang dan sulur; senyawa metabolisme sekunder terdiri dari alkaloid, hidroquinon, tanin, flavonoid, saponin, steroid dan triterpenoid pada daun, sulur dan batang dan unsur hara C, N, P dan K pada sampel tanah. 6) Analisis diskriptif digunakan untuk menganalisa morfologi tumbuhan,

(48)

(49)
(50)
(51)

4 Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer terdiri dari:

1) Data komponen ekologi, yaitu data pH, TDS dan temperatur dari air sungai, inventarisasi vegetasi dan binatang air yang hidup disekitar pertumbuhan tebu rawa.

2) Taksonomi tebu rawa yang terdiri data deskripsi dari morfologi batang, sulur (stolon), daun, akar dan organ generatif.

3) Kandungan senyawa metabolisme primer yaitu karbohidrat, protein, sukrosa, glukosa dan fruktosa pada batang dan sulur. Kandungan senyawa metabolisme sekunder secara kualitatif dari alkaloid, hidroquinon, tanin, flavonoid, saponin, steroid dan triterpenoid pada daun, batang dan sulur tumbuhan tebu rawa. Kandungan senyawa metabolisme sekunder secara kuantitatif pada senyawa yang dinyatakan positif dari analisa kualitatif.

4) Kandungan unsur C, N, P, dan K tanah dari dasar sungai dimana tumbuhan tebu rawa tumbuh.

5) Data tentang pandangan masyarakat lokal dari aspek ekonomi, ekologi dan sosial budayanya. Data primer dari pegawai Pemda, pandangannya terhadap pengembangan tebu rawa.

Data sekunder terdiri dari:

1) Data klasifikasi, nomenklatur.

2) Data keadaan umum wilayah Mappi, kepadatan penduduk, peta lokasi penelitan dan curah hujan rata-rata bulanan tahun 2008-2012.

5 Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan sebagai berikut:

(52)

lokasi survey tersebut ditentukan lokasi pengamatan yaitu 6 (enam) tempat dengan syarat lokasi pengamatan ditemukan populasi tumbuhan tebu rawa, sehingga lokasi pengamatan dan pengambilan sampel ditentukan kurang lebih setiap 10 km. Lokasi pengambilan sampel tertera pada Gambar 4. 2) Pengambilan sampel tumbuhan bagian batang sulur, daun akar dan organ

generatitf tumbuhan tebu rawa yang masih segar dari lokasi pengamatan untuk analisa senyawa metabolisme primer dan sekunder. Sampel tanah diambil dari dasar sungai yang dangkal, untuk analisa unsur C, N, P dan K. 3) Penentuan sampel penduduk ditentukan dengan metode purposive sampling

atau berdasarkan pertimbangan dimana penduduk lokal yang tinggal di sepanjang sungai lokasi survey, pada saat dilakukan survey penduduk tersebut tinggal di rumah dan bersedia dikunjungi untuk dilakukan wawancara. Perkampungan terpilih adalah Wanggate, Pertigaan dan Kotiak. Lokasi sampel perkampungan tertera pada Gambar 5.

4) Penentuan sampel pegawai Pemda dilakukan pada hari kerja, kuesioner diberikan kepada pegawai yang hadir pada saat dilakukan survey dan bersedia untuk mengisi kuesioner. Jumlah pegawai yang hadir pada saat survey 18 orang dan yang bersedia mengisi kuesioner berjumlah 15 orang.

6 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data primer

1) Pengumpulan data karakteristik Ekologi

Teknik pengumpulan data pH, TDS dan temperatur air sungai dilakukan observasi dengan pengukuran secara langsung pada setiap titik lokasi pengamatan. Cara pengamatannya sebagai berikut:

a. pH air, dilakukan pengukuran langsung dengan menggunakan pH meter pada setiap titik lokasi pengamatan.

b. Suhu air dilakukan pengukuran langsung pada titik lokasi pengamatan dengan menggunakan thermometer.

c. TDS air dilakukan pengukuran langsung dengan menggunakan TDS meter.

(53)

langsung, seperti panjang batang, tinggi tumbuhan, panjang daun, lebar daun, jumlah sulur setiap tumbuhan, panjang sulur, bentuk daun pada sulur, jumlah daun pada batang, jumlah daun pada sulur, tipe pertumbuhan batang, sulur maupun akar. Pengamatan morfologi lainnya yang tidak dapat dilakukan di lokasi pengamatan, maka dilakukan pengamatan di darat. Hal ini memudahkan dalam melakukan pengamatan maupun pengukuran, seperti: panjang akar, panjang ruas buku pada batang, sulur, bentuk ujung daun, tipe vena pada daun, tipe buku pada batang dan sulur. Pengambilan gambar untuk mendukung ketepatan data.

3) Kandungan senyawa metabolisme primer yaitu karbohidrat, protein, sukrosa, glukosa dan fruktosa pada batang dan sulur dilakukan analisa laboratorium secara kuantitatif. Analisa dilakukan di laboratorium terpadu IPB. Kandungan senyawa metabolisme sekunder dilakukan dua tahap, pertama dilakukan analisa secara kualitatif terhadap kandungan senyawa alkaloid, hidroquinon, tanin, flavonoid, saponin, steroid dan triterpenoid pada daun, batang dan sulur tumbuhan tebu rawa di laboratorium, dan tahap ke dua untuk mengetahui kandungan senyawa metabolisme sekunder secara kuantitatif dilakukan analisa laboratorium terhadap senyawa yang dinyatakan positif dari analisa kualitatif. Namun tidak semua yang teridentifikasi positif dapat dilakukan analisa kuantitatif karena keterbatasan kemampuan laboratorium untuk melakukan analisa. Analisa tersebut dilakukan di laboratorium Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB.

4) Analisa sampel tanah dilakukan untuk mengatahui unsur C, N, P, K dan dilakukan di laboratorium terpadu IPB.

Gambar

Gambar  1   Bagan  alur pemikiran karakteristik konservasi tumbuhan tebu rawa.
Gambar 3  Peta sebaran populasi tumbuhan tebu rawa di wilayah Kabupaten Mappi, Propinsi Papua
Gambar 6  Peta lokasi dan pembagian wilayah Kabupaten Mappi.
Gambar 7  Populasi tumbuhan tebu rawa.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat hasil analisa perhitungan data ikan karang yang telah dilakukan dengan memiliki hasil kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, biomassa dan dominansi ikan karang terdapat pada