• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan tepung buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dalam pembuatan biskuit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan tepung buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dalam pembuatan biskuit"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkembangan zaman dan tingkat pendidikan yang terus meningkat akan mengakibatkan perubahan pada gaya hidup dan pola makan. Masyarakat di kota-kota besar cenderung menyukai makanan siap santap yang pada umumnya mengandung karbohidrat, garam, protein dan lemak tinggi, namun tidak dipungkiri juga bahwa sebagian masyarakat sudah peduli dengan kualitas gizi makanan sehingga masyarakat lebih selektif dalam menentukan jenis makanan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi (Driyani 2007).

Biskuit merupakan makanan ringan yang sudah memasyarakat dan banyak dijumpai di pasaran. Hal ini setidaknya dapat dibuktikan dengan tersedianya biskuit di hampir semua toko yang menjual makanan ringan di perkotaan hingga warung-warung di pelosok desa. Gambaran tersebut menandakan bahwa hampir semua lapisan masyarakat sudah terbiasa menikmati biskuit (Driyani 2007).

Bahan utama pembuatan biskuit adalah tepung terigu dengan kandungan protein yang rendah. Harga tepung terigu terus meningkat karena biji gandum masih tergantung dari luar negeri (impor), maka perlu dicarikan alternatif bahan yang dapat mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu. Salah satu alternatif bahan yang dapat digunakan yaitu tepung dari buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza).

Lindur adalah salah satu buah dari jenis tumbuhan mangrove yang banyak ditemukan di wilayah perairan nusantara. Penyebaran buah lindur yaitu di daerah tropis Afrika Selatan dan Timur, Madagaskar, Asia Tenggara dan Selatan (termasuk Indonesia dan negara di kawasan Malaysia), sampai timur laut Australia, Mikronesia, Polinesia and kepulauan Ryukyu (Duke dan Allen 2006). Tumbuhan dengan nama famili Rhyzophoraceae ini cukup banyak ditemui di Indonesia antara lain di pulau Jawa, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Papua. Buah lindur telah banyak dimanfaatkan di berbagai negara, di pulau Solomon buah ini sering dijadikan sayur dan dijual di pasaran, di Cambodia dijadikan obat malaria bahkan dibeberapa negara, tanaman ini digunakan

(2)

(Duke dan Allen 2006), sementara di Indonesia buah ini belum dimanfaatkan secara optimal.

Tanaman lindur (B. gymnorrhiza) merupakan salah satu jenis mangrove yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan baru, karena spesies ini mengandung karbohidrat yang tinggi. Handayani dan Kartika (2009) telah melakukan penelitian mengenai tepung buah lindur dan didapatkan kadar air 11,63%, kadar abu 1,40%, kadar lemak 3,21%, kadar protein 1,85%, dan kadar karbohidrat 81,89%. Penelitian lainnya menunjukkan kandungan energi buah mangrove jenis ini adalah 371 kalori per 100 gram, lebih tinggi dari beras (360 kalori per 100 gram), dan jagung (307 kalori per 100 gram) (Fortuna 2005), oleh karena itu potensi buah lindur ini perlu dimanfaatkan secara optimal, salah satunya dalam pembuatan biskuit sebagai bahan dasar bukan terigu. Keuntungan dari pemanfaatan tepung buah lindur dalam pembuatan biskuit ini yaitu sumberdaya lokal yang terdapat di Indonesia dapat dimanfaatkan dan mengurangi impor biji gandum.

1.2 Tujuan

(3)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Morfologi Tumbuhan Lindur (Bruguiera gymnorrhiza)

Buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza) adalah salah satu tumbuhan mangrove yang biasanya dikenal sebagai bakau daun besar. B. gymnorrhiza tersebar di daerah tropis Afrika Selatan dan Timur dan Madagaskar, ke Asia Tenggara dan Selatan (termasuk Indonesia dan negara di kawasan Malesia), sampai timurlaut Australia, Mikronesia, Polinesia and kepulauan Ryukyu (Duke dan Allen 2006). Morfologi buah lindur disajikan pada Gambar 1. Berikut ini adalah klasifikasi buah lindur menurut Duke dan Allen (2006):

Kingdom

Gambar 1 Buah lindur (B. gymnorrhiza) (Duke dan Allen 2006).

(4)

hijau kekuningan pada bagian bawah dengan bercak-bercak hitam. Letak daun biasanya saling berhadapan dengan posisi menyilang.

Akar membentuk akar papan dan melebar ke samping tetapi juga memiliki sejumlah akar lutut. Tumbuhan lindur juga memiliki bunga dan buah, bunga terletak di ujung buah dengan kelopak berwarna merah muda hingga merah serta panjang bunga 1,5-3,5 cm. Buah lindur berwarna hijau dengan kelopak bunga di ujung buah (berwarna merah), buah berbentuk silinder memanjang 15-25 cm dengan diameter 2 cm. Gambar 2 menunjukkan daun (a), bunga (b) dan buah (c).

(a) (b) (c)

Gambar 2 Daun, bunga dan buah lindur (B. gymnorrhiza) (Duke dan Allen 2006).

2.2 Biskuit

(5)

Produk biskuit perlu diusahakan berkualitas dan memenuhi standar yang berlaku. Persyaratan mutu biskuit menurut Badan Standardisai Nasional (BSN) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Syarat mutu biskuit Kriteria Uji (Parameter) Syarat Mutu

Kadar air Maksimum 5 % *)

Kadar protein Minimum 9 % **) Kadar lemak Minimum 9,5 % **) Kadar karbohidrat Minimum 70 % **)

Kadar abu Maksimum 1,6 % **)

Kalori (kal/100 gram) Minimum 400 **) Asam lemak bebas Maksimum 1,0 *)

Angka Lempeng Total Maksimum 1 x 104 koloni/g *)

Koliform 20 APM/g *)

Sumber : *) BSN (2011) **) BSN (1992)

2.3 Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan bahan dasar dalam pembuatan biskuit. Tepung terigu berfungsi sebagai bahan dasar untuk membentuk tekstur adonan selama proses pencampuran, mengikat bahan-bahan lain dan memberikan citarasa (Matz dan Matz 1978). Tepung terigu dapat dibedakan menjadi 3 macam berdasarkan kandungan gluten (protein) (Astawan 1999) sebagai berikut :

1) Hard flour merupakan tepung yang berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya 12-13 %. Tepung ini digunakan untuk pembuatan roti dan mi berkualitas tinggi. Contohnya adalah tepung terigu “Cakra Kembar”.

2) Medium hard flour merupakan tepung yang mengandung protein 9,5-11 %. Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mi dan macam-macam kue serta biskuit. Contohnya adalah tepung terigu “Segitiga biru”.

(6)

2.4 Bahan Penunjang untuk Pembuatan Biskuit

Bahan penunjang dalam pembuatan biskuit merupakan bahan-bahan yang memiliki fungsi untuk menciptakan citarasa dan flavor, pengemulsi, memberikan warna, menstabilkan adonan, meningkatkan kerenyahan, dan meningkatkan kandungan gizi biskuit. Bahan penunjang yang digunakan dalam pembuatan biskuit antara lain, telur, gula, lemak, bahan pengembang, karagenan, garam, vanili, dan air.

2.4.1 Telur

Penggunaan telur dalam pembuatan biskuit berfungsi sebagai pengemulsi yang dapat mempertahankan kestabilan adonan, meningkatkan dan menguatkan flavor, warna dan kelembutan (Matz dan Matz 1978). Albumin telur berfungsi membantu pembentukan struktur adonan selama pemanggangan biskuit, karena dapat memerangkap udara saat adonan dikocok sehingga udara dapat menyebar merata di seluruh adonan, selain itu telur dapat meningkatkan kerenyahan (crispy) biskuit (Whiteley 1971).

Gelatin dan albumin (putih telur) adalah protein yang bersifat sebagai emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur terdiri dari lemak, tetapi yang menyebabkan daya emulsifier yang kuat adalah kandungan lesitinnya yang terdapat dalam bentuk kompleks lesitin-protein. Lesitin adalah fosfolipida yang salah satu gugus hidroksil residu asam fosfatnya terikat kolina. Lesitin mempunyai bagian yang larut dalam minyak dan bagian yang bersifat larut dalam air, oleh karena itu lesitin dapat digunakan sebagai emulsifier (Winarno 2008). 2.4.2 Gula

(7)

Gula juga berperan dalam memperpanjang masa simpan biskuit, karena sifatnya yang higroskopis (menahan air). Waktu pemanggangan diusahakan tidak terlalu lama, karena gula dapat menyebabkan karamelisasi yang berlebihan, sehingga penampakan biskuit akan menjadi hangus (Daniel 1978).

2.4.3 Lemak

Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Lemak memberikan fungsi sebagai pemberi flavor di dalam adonan. Lemak akan mengelilingi tepung terigu selama pengadukan adonan sehingga jaringan gluten di dalamnya akan diputus dan karakteristik biskuit setelah pemanggangan menjadi tidak keras dan lebih cepat meleleh di mulut (Manley 1983).

Jenis lemak yang digunakan dalam pembuatan biskuit (crackers) biasa disebut dengan shortening. Shortening merupakan lemak padat yang memiliki sifat plastis, kestabilan tertentu dan pada umumnya berwarna putih dari proses hidrogenasi/pencampuran dua atau lebih lemak. Jumlah dan jenis shortening dalam formula berpengaruh terhadap adonan dan kualitas akhir produk. Shortening bisa berasal dari lemak hewani (mentega) maupun lemak nabati (margarin). Shortening yang biasanya digunakan dalam pembuatan biskuit adalah mentega. Rendahnya titik cair pada mentega menyebabkan produk menjadi berminyak. Penambahan margarin berfungsi untuk mengurangi efek berminyak yang dihasilkan mentega (Matz 1978).

2.4.4 Susu

Muchtadi dan Sugiyono (1989) menyatakan bahwa susu adalah suatu emulsi lemak dan air yang mengandung garam-garam mineral, gula, dan protein. Salah satu keuntungan penambahan susu di dalam mixed food berfungsi sebagai penguat protein dan lemak, juga mengandung karbohidrat, vitamin (terutama vitamin A dan niasin) serta mineral (kalsium dan fosfor). Penggunaan susu untuk pembuatan biskuit berperan sebagai bahan pengisi untuk mengikat kandungan gizi yang dihasilkan (Buckle et al. 1987).

(8)

2.4.5 Bahan pengembang

Bahan pengembang adalah senyawa kimia yang apabila terurai akan menghasilkan gas dalam adonan (Winarno 2008). Bahan pengembang yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah baking powder dan ammonium bikarbonat. Fungsi baking powder dalam adonan yaitu untuk melepaskan gas hingga jenuh dan gas CO2 lalu dengan teratur dilepaskan selama pemanggangan

agar adonan mengembang sempurna, menjaga penyusutan dan untuk menyeragamkan remah (Anonim 1981).

Baking powder umum dipakai sebagai bahan pengembang pembuatan biskuit. Baking powder dibuat dari campuran asam (asam tartarat dan garam-garam fosfat) dengan natrium bikarbonat (NaHCO3) (Matz 1978),.

2.4.6 Karagenan

Karagenan merupakan kelompok polisakarida galaktosa yang diekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar karagenan mengandung natrium, magnesium, dan kalsium yang dapat terikat pada gugus ester sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-anhidrogalaktosa. Karagenan kompleks bersifat larut dalam air, berantai linier dan sulfat galaktan. Senyawa ini terdiri atas sejumlah unit-unit galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktosa yang berikatan dengan gugus sulfat atau tidak dengan ikatan α 1,3-D-galaktosa dan β 1,4-3,6-anhidrogalaktosa. Karagenan dapat dibedakan dalam beberapa tipe berdasarkan subtitiuen sulfatnya pada setiap monomer, yaitu kappa, iota, lamda, mu, nu, dan xi karagenan (Diharmi et al. 2011).

Jenis iota dan kappa terbentuk secara alami oleh aktivitas enzim sulfohidrolase, dan saat ini iota dan kappa-karagenan diproduksi secara komersial menggunakan perlakuan alkali atau ekstraksi dengan alkali. Kappa-karagenan dihasilkan dari rumput laut tropis Kappaphycus alvarezii dalam dunia perdagangan dikenal sebagai Eucheuma cottonii. Eucheuma denticulatum (dengan nama dagang Eucheuma spinosum) adalah spesies utama menghasilkan iota-karagenan. Karagenan lamda diproduksi dari spesies Gigartina dan Condrus (Van de Velde et al. 2002).

(9)

banyak dimanfaatkan sebagai pembentuk gel, pengental, dan bahan penstabil di berbagai industri antara lain pangan, farmasi, kosmetik, percetakan, dan tekstil (Campo et al. 2009)

2.4.7 Garam dan vanili

Garam yang ditambahkan ke dalam adonan umumnya sebanyak 1% sampai 2,5% dari berat tepung terigu. Penambahan garam selain untuk menguatkan flavor juga mempengaruhi sifat adonan dan secara tidak langsung hal ini dapat mempengaruhi warna kulit bagian luar dan tingkat keremahan biskuit (Matz 1993).

Vanilla planifolia atau vanili adalah tanaman penghasil bubuk vanili yang dapat dijadikan pengharum makanan. Bubuk vanili dihasilkan dari buahnya yang berbentuk polong yang diekstrak dan dilakukan proses kuring. Aktivitas enzim (β-glukosidase) menyebabkan degradasi dinding sel serta pembentukan flavor vanilin dari glukovanilin selama proses kuring (Mintarti 2006).

2.4.8 Air

Air dalam pembuatan biskuit berfungsi sebagai bahan pembantu dalam pembuatan gluten, sehingga membentuk sifat kenyal dari gluten, disamping untuk melarutkan gluten, garam serta bahan-bahan lain agar bisa bercampur. Penambahan jumlah air yang terlalu banyak dapat menyebabkan adonan menjadi keras, sedangkan jika air yang ditambahkan sedikit maka, warna produk

akan menjadi kecoklatan, bau agak gosong dan tekstur mudah hancur (Matz dan Matz 1978).

(10)

3 METODOLOGI

3.1Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai Juli 2012. Penelitian sifat kimia buah lindur dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, FPIK IPB. Penelitian jaringan buah lindur dilakukan di Laboratorium Jaringan Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Pembuatan tepung buah lindur dan pembuatan biskuit dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, FPIK IPB. Analisis fisik dan kimia tepung buah lindur dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, FPIK IPB dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Cimanggu Bogor. Analisis fisik, kimia, dan biologi biskuit lindur dilakukan di Laboratorium Biokimia Departemen Teknologi Pangan dan Gizi Fateta IPB, Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor.

3.2Bahan dan Alat

(11)

3.3Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan penambahan tepung buah lindur yang optimal. Diagram alir penelittian secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir penelitian.

3.3.1Karakterisasi bahan baku

Bahan baku buah lindur yang dipilih untuk pembuatan tepung adalah yang sehat dan berkualitas baik, yaitu tidak cacat fisik dan tidak busuk. Bahan baku dievaluasi sifat fisik dan kimianya. Analisis yang digunakan untuk mengetahui karakterisitik buah lindur yaitu analisis jaringan dan kimia yang terdiri dari rendemen, kadar abu, kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar HCN. 3.3.2 Pembuatan tepung buah lindur

Buah lindur yang telah dipilih kemudian dicuci dan direbus, hal ini untuk membantu proses pengupasan kulit karena buah lindur memiliki kulit yang keras. Buah lindur yang telah dikupas kemudian direndam dengan air bersih, Perendaman bertujuan untuk melarutkan HCN dan tanin yang terdapat pada buah lindur. Proses selanjutnya adalah penirisan dan pemarutan untuk mempercepat proses pengeringan. Hasil pemarutan diperas terlebih dahulu sebelum dikeringkan, untuk mengeluarkan sisa air yang terdapat pada buah lindur.

(12)

Pengeringan dilakukan dengan oven pada suhu 800C selama 3 jam, lalu dilanjutkan dengan penggilingan dan diayak dengan ayakan 100 mesh (Suprapti 2003). Proses pembuatan tepung buah lindur dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir pembuatan tepung buah lindur (Dimodifikasi dari Suprapti 2003).

Pemarutan dan penirisan

Pengeringan dengan oven (800C, 3 jam)*

Penggilingan dan pengayakan (100 mesh)*

Tepung buah lindur Buah lindur

Penyortiran

Perendaman dan penirisan

Perebusan

Pencucian dan perebusan hingga mendidih*

Pengupasan

(13)

Analisis tepung buah lindur yang dihasilkan meliputi sifat fisik dan kimia tepung buah lindur. Sifat fisik tepung buah lindur yang akan dianalisis adalah warna. Analisis warna menggunakan metode hunter dengan alat chromameter CR-200. Sistem notasi warna yang digunakan adalah nilai L, a, b, dan 0Hue. Nilai L menunjukan kecerahan warna tepung, sedangkan nilai a dan b merupakan pengukuran warna kromatik. Analisis sifat kimia tepung buah lindur meliputi proksimat untuk mengetahui kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat by difference, kandungan mineral, dan kadar HCN.

3.3.3 Pembuatan biskuit lindur

Biskuit yang dibuat pada penelitian ini terdiri dari biskuit kontrol dan biskuit lindur. Biskuit kontrol dengan menggunakan tepung terigu 100%, sedangkan biskuit lindur dibuat menggunakan tepung lindur dan tepung terigu dengan perbandingan tepung lindur : tepung terigu, antara lain 40%:60% (H716), 50%:50% (N290), 60%:40% (Z315), dan 70%:30% (U867). Analisis yang dilakukan pada biskuit yang dihasilkan adalah uji organoleptik berupa uji hedonik dengan menggunakan score sheet. Skor penilaiannya adalah 1 (amat sangat tidak suka) sampai 7 (sangat suka) yang meliputi penampakan, warna, tekstur, rasa, dan aroma kemudian dilakukan uji mutu biskuit untuk biskuit terpilih.

Proses pembuatan biskuit dimodifikasi dari Hiswaty (2002) pada penelitian pendahuluannya. Formula yang dimodifikasi berupa penambahan air dan karagenan pada adonan serta pengurangan konsentrasi garam. Trial and error proses pemanggangan biskuit disajikan pada Lampiran 2. Formula tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 dan proses pembuatannya dapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 2 Formula biskuit

Bahan Komposisi (gram) Hiswaty (2002)

Tepung 100 100

(14)

Hasil uji hedonik berfungsi untuk menentukan biskuit pilihan panelis yang akan dilakukan analisis lebih lanjut, antara lain analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat), kadar serat kasar, kadar FFA, tingkat kekerasan, uji TPC, dan koliform. Berdasarkan hasil uji organoleptik, uji fisik dan uji kimia maka dapat ditentukan penambahan tepung buah lindur yang optimal dari segi nilai gizi dan penerimaan konsumen.

Gambar 5 Diagram alir pembuatan biskuit (Dimodifikasi dari Hiswaty 2002).

3.3.4 Pengamatan

(15)

1) Analisis jaringan

Pemeriksaan jaringan tumbuhan lindur dilakukan dengan menggunakan metode parafin. Analisis ini dilakukan terhadap buah lindur. Tahapan persiapan preparat dengan metode parafin diantaranya adalah fiksasi, dehidrasi, penjernihan, penanaman, penyayatan, penempelan sayatan, dan pewarnaan. Diagram alir pembuatan preparat dengan metode parafin disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Diagram alir pembuatan preparat dengan metode paraffin.

2) Uji organoleptik

Uji organoleptik terhadap biskuit dilakukan dengan menggunakan uji hedonik atau uji kesukaan. Analisis ini menggunakan score sheet dengan skor penilaiannya dari 1 (amat sangat tidak suka) hingga 7 (sangat suka) yang meliputi

Tumbuhan lindur

Pemotongan

Fiksasi FFA

Pencucian dengan etanol

Infitrasi dengan parafin

Penanaman dengan parafin

Penyayatan blok parafin

Perekatan dengan gelas objek

Pewarnaan

(16)

penampakan, warna, tekstur, rasa, dan aroma kemudian dilakukan uji mutu biskuit untuk biskuit terpilih. Uji ini dilakukan dengan menggunakan 30 panelis. Score sheet uji hedonik biskuit lindur dapat dilihat pada Lampiran 3.

3) Analisis warna tepung lindur

Analisis warna menggunakan metode hunter Lab dengan alat chromameter CR-20. Sistem notasi warna yang digunakan adalah nilai L, a, b, dan 0Hue. Nilai L menunjukkan kecerahan warna tepung, sedangkan nilai a dan b merupakan pengukuran warna kromatik.

4) Kekerasan biskuit (Fardiaz 1987)

Pengukuran kekerasan biskuit dilakukan dengan menggunakan texture analyzer XT-2i yang dinyatakan dalam satuan gf (gram force). Pengukuran kekerasan berhubungan dengan kerenyahan biskuit, yaitu mudah atau tidaknya biskuit biskuit menjadi remuk. Probe yang digunakan adalah probe bola (spherical). Jarak probe dikalibrasi sesuai dengan tinggi biskuit. Biskuit yang akan diukur kekerasannya diletakkan di bawah probe, lalu tekan Quick Run Test. Nilai kekerasan biskuit dapat dilihat pada layar komputer.

5) Analisis kadar air (AOAC 2005)

Analisis kadar air dilakukan dengan penguapan menggunakan oven. Tahap pertama yang dilakukan adalah mengeringkan cawan porselen pada suhu 105oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan dalam desikator kurang lebih 15 menit hingga dingin kemudian ditimbang. Sampel buah lindur ditimbang sebanyak 5 gram lalu dihomogenkan. Sampel yang telah dihomogenkan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Cawan porselen beserta sampel ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 6 jam. Setelah 6 jam cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator hingga dingin kemudian ditimbang bobotnya.

Keterangan: A= Berat cawan porselen kosong (gram)

B = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) sebelum dioven C= Berat cawan porselen dengan sampel (gram) setelah dioven

% kadar air = −

(17)

6) Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Analisis kadar abu dilakukan dengan mengabukan sampel di dalam tanur. Tahap pertama cawan abu porselen dikeringkan di dalam oven selama 1 jam dengan suhu 105oC, lalu didinginkan 15 menit di dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel buah lindur ditimbang sebanyak 5 gram lalu dihomogenkan. Sampel buah lindur yang telah dihomogenkan dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Cawan porselen beserta sampel buah lindur didalamnya dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu 105oC sampai tidak berasap. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan kedalam tanur pada suhu 600oC selama 6 jam sampai abu berwarna putih dan berat konstan. Setelah itu cawan abu porelin didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang bobotnya.

Perhitungan kadar abu:

Keterangan: A = Berat cawan porselen kosong (gram)

B = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) sebelum ditanur C = Berat cawan porselen dengan sampel (gram) setelah ditanur 7) Analisis kadar protein (AOAC 2005)

Tahap – tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Pertama–tama, sampel dimasukkan sebanyak 1 gram ke dalam tabung kjelhdal. Selanjutnya ditambahkan 10 ml H2SO4 p.a 98%

ke dalam tabung tersebut. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 400oC. Proses dekstruksi dilakukan sampai larutan berwarna bening (Tahap destruksi). Selanjutnya isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 50% sebanyak 10 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 indikator yang ada di

bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 indikator dalam erlenmeyer (Tahap destilasi). Terakhir

dilakukan titrasi menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan Erlenmeyer berubah menjadi pink. Kadar protein ditentukan dengan rumus:

% kadar abu = −

(18)

% N = − � 0.1 � 14.007

� � × 100%

Kadar protein = % N x 6,25 8) Analisis kadar lemak (AOAC 2005)

Lemak adalah senyawa yag larut dalam pelarut nonpolar. Sifat kelarutan lemak sangat tergantung pada strukturnya. Metode yang sering digunakan di laboratorium adalah metode ekstraksi sokhlet, yakni secara langsung mengekstraksi lemak dari bahan dengan pelarut organik non polar, misalnya heksana, petroleum eter, dan dietil eter. Sampel seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung sokhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang reaktor tabung sokhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi sokhlet lalu dipanaskan pada suhu 40oC dengan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar lemak yaitu :

% Kadar lemak = �3−�2

�1 × 100%

Keterangan: W1 = berat sampel (g)

W2 = berat labu lemak tanpa lemak (g) W3 = berat labu lemak dengan lemak (g)

9) Analisis karbohidrat (AOAC 2005)

Pengukuran kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kadar air, abu, protein, dan lemak sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangan. Kadar karbohidrat dapat dihitung mengunakan rumus:

(19)

10)Kadar serat kasar (BSN 1992)

Sampel sebanyak 1 g contoh yang telah bebas dari lemak ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 750 mL, kemudian ditambah 100 mL H2SO4

1,25%, dan didihkan selama 30 menit. Sampel tersebut kemudian ditambahkan lagi 200 mL NaOH 3,25%, lalu didihkan selama 30 menit. Dalam keadaan panas sampel disaring dengan menggunakan corong Buchner berisi kertas saring yang telah diketahui bobotnya (lebih dahulu dikeringkan pada 105oC selama ½ jam). Kertas saring dicuci berturut-turut dengan air panas, H2SO4 1,25%, air panas, dan

alkohol 96%. Kertas saring dengan isinya diangkat dan dimasukkan ke dalam cawan pijar yang telah diketahui bobotnya, lalu dikeringkan pada 105oC selama 1 jam hingga bobot tetap. Setelah itu cawan seisinya diabukan dan dipijarkan, akhirnya ditimbang sampai bobot tetap.

Kadar serat kasar = − −

ℎ � 100 %

Dimana : A: bobot cawan + kertas saring + isi B: bobot abu + cawan

C: bobot kertas saring 11)Asam lemak bebas (FFA) (BSN 2011)

Sampel minyak atau lemak sebanyak 10 gram yang diperoleh dari biskuit ditambahkan ke dalam 50 mL etanol netral 95%, kemudian dipanaskan selama 10 menit dalam penangas air sambil diaduk lalu didinginkan. Setelah didinginkan, sampel ditambah 2 mL larutan fenolftalein kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai berwarna merah jambu. Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar FFA adalah :

% FFA = 28,2 � � � �

� � 1000 x 100% 12)Nilai kalori (BSN 1992)

Nilai kalori per 100 g contoh = (9 x % lemak + 4 x % protein + 4 x % karbohidrat) kal

13)Uji Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1987)

(20)

sehingga terbentuk pengenceran 10-1. Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 1 mL larutan contoh yang sudah homogen dengan pipet steril, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL larutan garam fisiologis sehingga terbentuk pengenceran 10-2, kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. Pengenceran dilakukan menurut kebutuhan penelitian, masing-masing tabung pengenceran dipipet sebanyak 1 mL larutan contoh dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo menggunakan pipet steril. Media agar ditambahkan ke dalam setiap cawan petri sebanyak 10 mL dan digoyangkan sampai merata. Setelah agak membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 35oC.

Jumlah koloni mikroba dalam cawan petri dihitung dengan pemilihan cawan petri yang mempunyai koloni antara 30-300 koloni. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama dan angka kedua setelah koma kemudian dikalikan dengan satu per faktor pengencerannya. Jika angka yang ketiga sama atau lebih besar dari 5, maka dibutuhkan satu angka lebih tinggi dari angka kedua. Jumlah koloni yang dapat dihitung adalah sebagai berikut :

Koloni per ml/gram = ∑koloni = 1

F � �� �

14)Uji total bakteri koliform (BSN 1992)

(21)

dikonversikan berdasarkan tabel yang telah ditetapkan untuk mendapatkan jumlah bakteri koliform (Lampiran 4).

3.3.5Pengolahan data

Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan substitusi tepung lindur yang berbeda. Perlakuan yang digunakan pada pembuatan biskuit dengan substitusi tepung lindur ini, yaitu 40%, 50%, 60%, dan 70%. Masing-masing perlakuan substitusi tepung lindur dilakukan dengan 2 kali ulangan. Data yang diperoleh dari hasil organoleptik diolah menggunakan software SPSS untuk mengetahui hasil terbaik. Jika hasil uji Kruskal wallis menunjukkan nilai Asymp.Sig. < 0,05 maka perlu dilakukan uji lanjut Duncan dengan hipotesis berikut :

H0 : Perbedaan konsentrasi tepung lindur yang ditambahkan tidak memberikan

pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter rasa, warna, tekstur, penampakan, dan aroma biskuit.

H1 : Perbedaan konsentrasi tepung lindur yang ditambahkan memberikan

pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter rasa, warna, tekstur, penampakan, dan aroma biskuit.

(22)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Jaringan Buah Tumbuhan Lindur (B. gymnorrhiza)

Penampang melintang buah tumbuhan lindur menunjukkan bahwa lapisan epidermis merupakan lapisan terluar. Buah lindur memiliki lapisan epidermis selapis yang cenderung berbentuk segi empat. Dinding tangential atas buah lindur lebih tebal dibandingkan dengan dinding tangential bagian bawahnya. Penampang melintang buah lindur disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Penampang melintang buah lindur.

Gambar 7 menjelaskan bahwa kedua dinding radial sel cenderung lebih pendek daripada dinding tangential selnya. Pati ditemukan dalam jumlah besar pada jaringan korteks buah selayaknya susunan jaringan. Jaringan buah lindur juga tersusun atas berkas pembuluh yang disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Berkas pembuluh pada buah lindur.

Gambar 8 menjelaskan bahwa silinder vaskuler pada buah tumbuhan lindur membentuk sistem konsentris amphikribral. Xilem berada di dalam

Epidermis Butiran pati

Rongga antar sel

Floem

Xilem

(23)

sedangkan floem mengelilingi xilem tersebut. Kerja xilem dalam hal transportasi air dan zat mineral dari akar ke seluruh jaringan serta adanya kandungan pati menyebabkan ukuran pembuluhnya lebih tebal daripada floem. Pati pada vakuola berfungsi sebagai cadangan makanan pada tumbuhan.

4.2 Komposisi Kimia Buah Lindur Segar (B. gymnorrhiza)

Buah lindur (B. gymnorrhiza) dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai makanan pengganti nasi dengan cara direbus dan dikeringkan agar dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Buah lindur perlu dianalisis untuk melihat karakteristiknya karena dapat berpengaruh terhadap produk akhir. Analisis yang dilakukan adalah analisis proksimat meliputi kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, dan kadar karbohidrat. Komposisi kimia buah lindur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi kimia buah lindur segar

No Analisa Proksimat Jumlah (%) Priyono et al. (2010) (%) 62,92%. Buah lindur merupakan tumbuhan mangrove yang habitatnya berada di dekat wilayah perairan dan umumnya tumbuh di pesisir pantai. Buah lindur tergantung pada kebutuhan air tanah seperti tumbuhan mangrove lainnya, terutama pada saat musim kering atau kemarau (Duke dan Allen 2006). Jumlah kadar air yang tinggi dari buah lindur menunjukkan kesesuaian dengan habitat hidupnya agar buah lindur memiliki cadangan air yang cukup terutama pada saat musim kemarau.

(24)

lingkungan perairan laut yang mengandung berbagai mineral dengan konsentrasi tinggi sehingga hal ini nantinya juga akan berpengaruh terhadap nilai kadar abu pada masing-masing bahan baku.

Kadar lemak yang didapatkan dari hasil analisa proksimat buah lindur cukup rendah, yaitu sebesar 0,79%. Kadar lemak buah lindur yang rendah disebabkan oleh mangrove dan tumbuhan pada umumnya menyimpan cadangan makanan dalam bentuk karbohidrat terutama polisakarida, sedangkan hewan menyimpan cadangan makanannya dalam bentuk lemak dalam jaringan lemak. Handayani et al. (2004) menjelaskan bahwa lemak nabati umumnya mempunyai presentase yang rendah, sedangkan lemak hewani mempunyai presentase yang tinggi.

Kadar protein yang didapatkan dari hasil analisa proksimat buah lindur segar tergolong rendah yaitu 2,11%. Protein nabati umumnya memiliki kadar yang lebih rendah jika dibandingkan dengan protein hewani kecuali protein kacang-kacangan dan produk olahannya. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Handayani et al. (2004) yang menjelaskan bahwa protein hewani mengandung asam amino yang lebih lengkap dan memiliki susunan mendekati nilai protein tubuh manusia dibandingkan dengan protein nabati sehingga kandungan protein nabati pada tumbuh-tumbuhan umumnya rendah.

Kadar karbohidrat yang terkandung di dalam buah lindur yaitu 32,91%. Kadar karbohidrat buah lindur yang dihasilkan pada penelitian ini tergolong tinggi karena pada umumnya tumbuhan merupakan sumber karbohidrat terbesar. Edahwati (2010) juga menjelaskan bahwa karbohidrat merupakan sumber tenaga yang penting bagi tumbuhan dan penyusun sebagian besar dari tubuh tumbuhan. Karbohidrat pada tumbuhan dapat berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi misalnya pati, pektin, selulosa, dan lignin. Manusia memerlukan karbohidrat sebagai sumber energi utama dalam menyediakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh tubuh manusia.

(25)

melakukan penelitian mengenai komposisi kimia buah lindur segar dan didapatkan kadar air 73,76%, kadar abu 0,34%, kadar lemak 1,24%, kadar protein 1,12%, dan kadar karbohidrat 23,52%. Komposisi kimia buah lindur yang didapatkan oleh Priyono et al. (2010) memiliki nilai yang berbeda dibandingkan dengan komposisi kimia buah lindur pada penelitian ini. Perbedaan komposisi kimia pada masing-masing buah lindur dapat disebabkan oleh faktor habitat (Horax et al. 2010), lokasi geografis (Montano et al. 1999), cuaca dan musim (Guevara-Figueroa et al. 2010), serta asupan nutrisi makanan yang tersedia di lingkungan hidupnya (Anh et al. 2009).

4.3 Kadar HCN Buah Lindur (B. gymnhorrhiza)

Hidrogen sianida (HCN) atau sianida adalah senyawa kimia yang bersifat toksik dan merupakan jenis racun yang paling cepat aktif dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian dalam waktu beberapa menit. Senyawa sianida yang ditemukan di alam umumnya dalam bentuk sintetis. Adanya sianida yang terkontaminasi di dalam air dapat disebabkan oleh buangan limbah asal industri plastik, pertambangan atau pelapisan logam tembaga (Cu), emas (Au), dan perak (Ag) (Yuningsih 2012).

(26)

4.4 Karakteristik Warna Tepung Buah Lindur

Warna merupakan salah satu atribut penting untuk produk pangan. Metode yang digunakan dalam analisis derajat warna ini adalah Hunter. Pada sistem ini terdapat 3 parameter yaitu a, b, dan L. Hasil analisis derajat warna repung lindur dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil analisis warna L/a/b tepung buah lindur

Warna P1 P2

L 76,87 70,06

a +4,72 +6,10

b +20,47 +20,52

Keterangan : P1 = Perebusan sekali dan P2 = Perebusan dua kali

Hasil pengukuran dengan alat chromameter menunjukkan bahwa nilai a tepung lindur sebesar +4,72 untuk tepung yang dibuat dengan perebusan sekali dan +6,10 untuk tepung yang dibuat dengan perebusan dua kali. Nilai a yang positif menandakan bahwa warna tepung lindur cenderung berwarna merah daripada hijau, namun warna merah tersebut tidak pekat karena nilai a sangat jauh dari maksimal nilai merah yaitu 100.

Tepung lindur memiliki nilai b sebesar +20,47 untuk perebusan sekali dan +20,62 untuk perebusan dua kali. Angka positif menunjukkan bahwa warna tepung lindur cenderung berwarna kuning daripada biru tetapi angka yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut cukup jauh di bawah nilai maksimal yaitu 70yang berarti bahwa warna tepung tidak terlalu pekat.

Nilai L yang diperoleh dari pengukuran tepung lindur adalah 76,87 untuk perebusan sekali dan 70,06 untuk perebusan dua kali. Hasil tersebut menandakan bahwa warna tepung lindur sangat cerah hal ini diperkuat dengan nilai L yang hampir mendekati maksimal yaitu 100.

4.5 Kandungan Proksimat Tepung Lindur

(27)

Tabel 5 Hasil analisis proksimat tepung lindur

Sumber : * Handayani dan Kartikawati (2009)

**

Figoni (2003)

Kadar air tepung lindur yaitu 5,83%. Kadar air ini berbeda dengan kadar air buah lindur segar. Perbedaan nilai kadar air ini disebabkan oleh proses pembuatan tepung lindur yang dilakukan, yaitu pada tahap pengeringan menggunakan oven pengering. Tepung terigu akan mengalami penurunan kadar air yang disebabkan oleh pelepasan air selama pengeringan. Yuariski dan Suherman (2012) juga menegaskan bahwa proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air pada suatu bahan yang dapat dipengaruhi oleh waktu dan suhu pengeringan.

Kadar air merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan. Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan kadar air,

yang umumnya digambarkan sebagai kurva isometrik serta pertumbuhan bakteri, jamur, dan mikroba lainnya (Christian 1980 diacu dalam Herawati 2008). Semakin tinggi kadar air suatu bahan maka semakin tinggi kemungkinan bahan tersebut rusak. Tepung lindur cenderung memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan dengan tepung terigu jika dilihat dari kandungan air pada masing-masing tepung.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar abu tepung lindur sebesar 3,96%. Abu adalah sisa yang tertinggal setelah makanan dibakar sampai bebas karbon. Sisa yang tertinggal ini merupakan unsur-unsur mineral yang terdapat dalam suatu makanan atau makanan jadi (food product) yang dalam proses pengabuan unsur-unsur ini membentuk oksida-oksida atau bergabung dengan radikal negatif, sedangkan bahan organik yang lain dalam proses ini akan habis terbakar (Kamsina dan Anova 2011).

(28)

rendah pula. Lemak dalam tepung dapat menghambat pengembangan granula pati sehingga sukar terjadi proses gelatinisasi. Richana dan Sunarti (2004) menegaskan bahwa lemak mampu membentuk senyawa kompleks dengan amilosa dan sebagian besar lemak akan diarbsorbsi oleh permukaan granula sehingga berbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik disekililing granula. Lapisan lemak tersebut akan menghambat pengikatan air oleh granula pati dan menyebabkan kekentalan dan kelekatan pati berkurang. Kandungan lemak yang tinggi dalam tepung juga dapat mengakibatkan penurunan mutu tepung misalnya terjadi ketengikan. Herawati (2008) menjelaskan bahwa ketengikan pada tepung dapat disebabkan oleh oksidasi lemak yang dapat meningkatkan nilai peroksida.

Kadar protein tepung lindur adalah 3,55%. Kadar protein yang rendah disebabkan oleh kandungan protein yang rendah pada buah lindur segar itu sendiri. Kadar protein bukan merupakan salah satu syarat mutu tepung dalam SNI, namun keberadaan kadar protein tepung lindur dapat melengkapi nilai gizi tepung tersebut. Protein yang terdapat pada tepung berfungsi untuk produk olahan yang perlu mengembang, misalnya roti, cake, donat, balu, brownis, dan lain-lain. Suprapto (2006) menyatakan bahwa protein dalam adonan memegang peranan penting pada keteregangan dan kekenyalan.

Kadar karbohidrat tepung lindur yaitu sebesar 86,26%. Kadar karbohidrat tepung lindur ini sangat tinggi, hal ini disebabkan oleh bahan baku tumbuhan lindur memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi pula. Tumbuhan merupakan sumber karbohidrat terbesar dan sebagian besar tubuh tumbuhan tersusun atas karbohidrat. Karbohidrat dalam tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula-gula sederhana, pentosa, dekstrin, selulosa, dan pati (Gracia et al. 2009).

(29)

dihasilkan pada penelitian ini. Perbedaan komposisi kimia pada masing-masing tepung yang dihasilkan dapat disebabkan oleh faktor spesies (Suprapto 2006), habitat atau lingkungan hidup (Handayani et al. 2004), dan proses pengolahan pada masing-masing tepung (Kamsina dan Anova 2011).

4.6 Kandungan Mineral Tepung Lindur

Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu, meskipun banyak dari elemen-elemen mineral telah jelas diketahui fungsinya pada makanan, belum banyak penelitian sejenis yang dilakukan pada manusia. Kandungan mineral tepung lindur dapat dilihat pada Tabel 6. didapatkan pada penelitian ini tergolong cukup tinggi jika dibandingkan dengan mineral lainnya, hal ini disebabkan oleh peranan kalsium yang cukup banyak bagi tubuh tumbuhan. Jenny et al. (2009) menyatakan bahwa kalsium pada tumbuhan berfungsi untuk menyusun sel, mempunyai daya hydratasi, memperlancar transportasi makanan, dan menghilangkan daya racun. Kalsium juga berperan penting di dalam tubuh manusia. Indrasari (2006) menjelaskan bahwa kalsium berfungsi membangun jaringan skeletal dan membentuk tulang pada tubuh manusia.

(30)

perkembangan akar, sedangkan bagi manusia fosfor berperan sebagai komponen penyusun enzim dan protein tertentu. Kadar seng tepung lindur adalah 12,45 ppm. Peranan seng pada tanaman adalah memberi dorongan terhadap pertumbuhan tanaman karena diduga seng dapat berfungsi membentuk hormon tubuh (Lingga dan Marsono 2008), sedangkan pada tubuh manusia berperan dalam berbagai aspek metabolisme, misalnya reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipid, dan asam nukleat.

Kadar kalium tepung lindur yaitu 3853,69 ppm. Kadar kalium ini tergolong cukup tinggi jika dibandingkan dengan kandungan mineral lainnya. Kalium merupakan mineral yang memiliki peran penting bagi tubuh tumbuhan, terutama tumbuhan mangrove. Rajiman (2010) menjelaskan bahwa kalium pada tumbuhan berfungsi untuk menjaga status air dan tekanan turgor sel, serta mengatur stomata. Lingkungan hidup tumbuhan lindur merupakan daerah pesisir pantai dengan kondisi yang cukup panas, hal ini menyebabkan stomata pada tumbuhan harus aktif untuk mengatur keluar masuknya air sehingga diperlukan kalium dalam jumlah yang cukup banyak. Kalium pada tubuh manusia berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan elektrolit tubuh, keseimbangan asam basa, dan gerakan reflek otot (Indrasari 2006).

(31)

Besi yang terdapat pada tepung buah lindur yaitu 53,89 ppm. Besi hanya diperlukan tumbuhan untuk pertumbuhan dalam jumlah yang sedikit. Sakya dan Rahayu (2010) menjelaskan bahwa besi merupakan hara yang berperan dalam fotosintesis yang akan menghasilkan makanan untuk digunakan dalam perkembangan dan pertumbuhan tumbuhan seperti luas daun, selain itu besi juga mempengaruhi warna daun karena berhubungan dengan kandungan klorofil. Tubuh manusia membutuhkan besi sebagai salah satu mikro mineral penting yang berfungsi dalam pembentukan sel darah merah (Indrasari 2006).

Kadar natrium tepung lindur yaitu 12359,57 ppm. Kandungan natrium ini sangat tinggi dibandingkan dengan dengan kandungan mineral lainnya. Kandungan natrium yang tinggi pada tepung lindur diduga disebabkan oleh faktor habitat tumbuhan yang merupakan daerah pesisir pantai. Sumber air utama tumbuhan lindur adalah air payau dengan salinitas 6-30% (Fauziah et al. 2012). Salinitas yang tinggi menunjukkan adanya kandungan natrium yang tinggi pula, hal ini akan menyebabkan tumbuhan lindur memiliki kandungan natrium yang cukup banyak. Natrium berfungsi untuk menggantikan peranan kalium pada tumbuhan (Syakir et al. 2008), sedangkan bagi manusia natrium berfungsi menjaga permeabilitas sel (Indrasari 2006).

Kadar tembaga tepung lindur yaitu 2,95 ppm. Peranan tembaga bagi tanaman yaitu mendorong terbentuknya hijau daun dan dapat menjadi bahan utama dalam berbagai enzim (Lingga dan Marsono 2008). Tembaga juga memiliki peran bagi tubuh manusia, yaitu dalam sistem oksidasi jaringan sel untuk produksi energi (Indrasari 2006).

(32)

4.7 Kadar HCN (Asam Sianida) Tepung Lindur

Tepung lindur yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki kandungan sianida sebesar 5,59 ppm untuk tepung lindur yang dibuat dengan perebusan sekali dan 4,95 ppm untuk tepung lindur yang dibuat dengan perebusan dua kali. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar HCN pada tepung lindur dengan perebusan dua kali memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan tepung lindur dengan perebusan sekali. Kadar HCN pada kedua tepung lindur yang dihasilkan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan buah lindur segar. Penurunan kadar HCN ini disebabkan oleh perebusan dan perendaman pada proses penepungan. Alimuddin (2007) menyatakan bahwa perendaman, pengeringan, dan perebusan dapat mengurangi dan menghilangkan kandungan HCN yang terdapat pada buah.

Kadar HCN yang dihasilkan pada kedua tepung lindur memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan SNI 01-7152-2006, yaitu sebesar 50 ppm (BSN 2006). Hasil ini menunjukkan bahwa tepung lindur yang dihasilkan masih memenuhi persyaratan pangan yang aman untuk dikonsumsi atau diolah menjadi produk yang lain. Tepung lindur dengan perebusan sekali sudah cukup untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan biskuit dalam penelitian ini.

4.8 Organoleptik Biskuit Lindur

(33)

Gambar 9 Biskuit lindur dengan substitusi tepung lindur 40% (1), 50% (2), 60% (3), 70% (4).

Hasil uji sensori terhadap biskuit dengan penambahan tepung lindur dapat dilihat pada Tabel 7. Biskuit dengan substitusi tepung lindur 40% menunjukkan tingkat kesukaan tertinggi bagi panelis terhadap keseluruhan parameter. Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa perbedaan substitusi tepung lindur tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter penampakan, warna, dan aroma, sedangkan untuk parameter rasa dan tekstur perbedaan substitusi tepung lindur memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji lanjut Duncan untuk parameter rasa dan tekstur dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7.

Tabel 7 Nilai rata-rata hasil uji sensori biskuit dengan substitusi tepung lindur Kode Penampakan Warna Aroma Rasa Tekstur Biskuit dengan substitusi

tepung lindur 40%

5,33 5,30 5,23 5,53 5,70

Biskuit dengan substitusi tepung lindur 50%

5,17 5,23 5,23 5,30 5,62

Biskuit dengan substitusi tepung lindur 60%

4,90 4,90 5,08 4,85 5,00

Biskuit dengan substitusi tepung lindur 70%

5,27 5,22 4,70 4,72 4,55

4.8.1 Penampakan

Hasil uji kesukaan terhadap penampakan menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap penampakan biskuit dengan substitusi tepung lindur adalah antara 4,9-5,3. Rata-rata nilai penampakan biskuit lindur disajikan pada Gambar 10. Tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan biskuit lindur berkisar antara netral sampai agak suka.

(34)

Gambar 10 Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap penampakan biskuit lindur.

Perbedaan substitusi tepung lindur tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penampakan yang dihasilkan oleh biskuit lindur. Bentuk biskuit lindur yang dihasilkan memiliki penampakan yang seragam jika dilihat secara kasat mata. Hasil uji Kruskal wallis dapat dilihat pada Lampiran 5.Tingkat penerimaan biskuit tertinggi terhadap parameter penampakan adalah biskuit dengan penambahan tepung lindur sebanyak 40% dan tepung terigu sebanyak 60% dan tingkat penerimaan biskuit terendah terdapat pada biskuit dengan penambahan tepung lindur 60% dan tepung terigu 40%. Penambahan tepung lindur pada adonan menyebabkan penampakan biskuit menjadi berwarna coklat.

4.8.2 Warna

Hasil uji kesukaan terhadap warna menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap warna biskuit dengan penambahan tepung lindur adalah 4,9-5,3. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna biskuit lindur berkisar antara netral sampai agak suka. Tingkat kesukaan warna biskuit tertinggi terdapat pada biskuit dengan penambahan tepung lindur 40% dan tepung terigu 60% dan tingkat kesukaan terkecil terdapat pada biskuit dengan penambahan tepung lindur 60% dan tepung terigu 40%. Penilaian panelis terhadap parameter warna biskuit lindur disajikan pada Gambar 11.

a a

a

(35)

Gambar 11 Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap warna biskuit lindur.

Hasil analisis Kruskal wallis menunjukkan bahwa perbedaan sustitusi tepung lindur tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna biskuit lindur yang dihasilkan. Hasil uji Kruskal Wallis dapat dilihat pada Lampiran 5. Warna biskuit lindur yang dihasilkan pada penelitian ini adalah warna coklat. Warna biskuit berasal dari tepung lindur itu sendiri yang memiliki warna coklat kemerah-merahan. Warna coklat juga disebabkan oleh reaksi maillard dan karamelisasi yang terjadi pada saat pemanggangan dengan oven. Suarni (2009) menjelaskan bahwa pemanggangan akan mempengaruhi warna produk menjadi coklat karena terjadi reaksi pencoklatan non enzimatik, yaitu karamelisasi dan reaksi mailliard.

4.8.3 Aroma

Hasil uji kesukaan terhadap aroma menunjukkan nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap aroma biskuit dengan penambahan tepung lindur adalah 4,7-5,2. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma biskuit lindur berkisar antara netral sampai agak suka. Tingkat kesukaan tertinggi terhadap parameter aroma terdapat pada biskuit dengan penambahan tepung lindur sebesar 40% dan tepung terigu 60% dan biskuit dengan penambahan tepung lindur 50% dan tepung terigu 50%, sedangkan tingkat kesukaan terendah terdapat pada biskuit dengan penambahan tepung lindur sebesar 70% dan tepung terigu 30%. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap parameter aroma biskuit lindur disajikan pada Gambar 12.

(36)

Gambar 12 Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap aroma biskuit lindur.

Hasil analisis Kruskal wallis menunjukkan bahwa perbedaan sustitusi tepung lindur tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter aroma biskuit lindur yang dihasilkan. Hasil uji Kruskal wallis dapat dilihat pada Lampiran 5. Aroma yang dihasilkan oleh biskuit lindur berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam adonan biskuit, yaitu margarin, gula, telur, vanili. Selain aroma yang dihasilkan dari bahan-bahan tersebut, aroma yang dihasilkan oleh tepung lindur juga dapat tercium pada biskuit. Suarni (2009) menyatakan bahwa aroma biskuit ditentukan oleh bahan yang digunakan dan perbandingannya, antara lain margarin, telur, bahan tambahan, dan jenis tepung. Penambahan konsentrasi tepung lindur yang semakin tinggi akan mengurangi tingkat kesukaan panelis walaupun dengan perbedaan yang tidak signifikan, hal ini disebabkan oleh aroma tepung lindur yang masih asing untuk diterima oleh panelis.

4.8.4 Rasa

Hasil uji kesukaan terhadap rasa biskuit dengan penambahan tepung lindur, yaitu 4,7-5,5. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa biskuit berkisar antara netral sampai agak suka. Tingkat kesukaan tertinggi untuk parameter rasa biskuit lindur terdapat pada biskuit dengan penambahan tepung lindur 40% dan tepung terigu 60% dan biskuit dengan tingkat kesukaan panelis terendah terdapat pada biskuit dengan penambahan tepung lindur 70% dan tepung terigu 30%. Rasa biskuit berasal dari bahan-bahan yang digunakan, yaitu margarin, gula, dan telur.

a a a

(37)

Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap parameter rasa biskuit lindur dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap rasa biskuit lindur.

Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa perbedaan substitusi tepung lindur memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter rasa biskuit yang dihasilkan. Gracia et al. (2009) menyatakan bahwa penambahan margarin, gula, dan telur sangat mempengaruhi biskuit. Formulasi margarin, gula, dan telur yang ditambahkan dalam setiap perlakuan biskuit lindur berjumlah sama sehingga tidak menjadi faktor yang membedakan tingkat kesukaan panelis. Hardoko et al. (2010) menambahkan bahwa tepung yang digunakan juga mempengaruhi rasa biskuit yang dihasilkan, oleh karena itu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesukaan biskuit yaitu konsentrasi tepung lindur yang ditambahkan. Tepung lindur memiliki cita rasa yang khas dan masih asing jika dirasakan oleh masyarakat di luar pulau Maluku. Rasa tepung lindur yang terlalu pekat akibat penambahan jumlah tepung lindur yang terlalu banyak, akan menutupi rasa dari bahan-bahan lain sehingga tingkat kesukaan panelis akan menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi tepung lindur yang digunakan.

Hasil uji Kruskal wallis dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa rasa biskuit dengan substitusi tepung lindur 40% berbeda nyata terhadap biskuit dengan substitusi tepung lindur 70% dan biskuit dengan substitusi tepung lindur 60%, sedangkan rasa biskuit dengan substitusi

a ab

(38)

tepung lindur 60% berbeda nyata terhadap biskuit biskuit dengan substitusi tepung lindur 70%. Hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 6.

4.10.5 Tekstur

Hasil uji hedonik menunjukkan nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap rasa biskuit lindur, yaitu 4,5-5,7. Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit berkisar antara netral sampai agak suka. Tingkat kesukaan tertinggi terhadap tekstur biskuit terdapat pada biskuit dengan penambahan tepung lindur sebanyak 40% dan tepung terigu sebanyak 60% dan tingkat kesukaan terendah terdapat pada biskuit dengan penambahan tepung lindur sebanyak 70% dan tepung terigu 30%. Nilai rata-rata kesukaan terhadap parameter tekstur biskuit dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap tekstur biskuit lindur.

Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa perbedaan substitusi tepung lindur memberikan pengaruh yang nyata terhadap tekstur biskuit yang dihasilkan. Gracia et al. (2009) menjelaskan bahwa tekstur biskuit dipengaruhi oleh semua bahan baku yang digunakan, meliputi tepung, gula, lemak, susu, telur, dan bahan pengembang. Penambahan tepung lindur dengan konsentrasi yang lebih dari 50% mengakibatkan menurunnya tingkat kesukaan panelis terhadap biskuit yang dihasilkan, hal ini disebabkan oleh tekstur tepung lindur yang digunakan tidak sehalus tepung terigu. Penambahan tepung lindur dengan konsentrasi yang tinggi akan mengakibatkan tekstur biskuit menjadi kasar seperti pasir saat dikonsumsi.

a a

b

(39)

Kandungan gluten yang rendah pada tepung lindur dapat menyebabkan menurunnya sifat elastis pada biskuit lindur, sehingga tingkat kesukaan panelis juga akan menurun. Gluten merupakan protein pembentuk struktur utama tepung dan berperan dalam pembentukan elastisitas adonan, selain itu gluten juga berperan dalam kerenyahan untuk kebanyakan produk yang dipanggang (Hillhorst et al. 1999). Kandungan gluten yang tinggi akan mengakibatkan tekstur biskuit menjadi renyah. Kadar gluten berhubungan dengan kandungan protein dari tepung yang digunakan. Tepung lindur memiliki kandungan protein yang rendah dibandingkan dengan tepung terigu sehingga akan menyebabkan rendahnya kadar gluten pada tepung lindur. Penambahan tepung lindur yang semakin banyak akan mengakibatkan tekstur biskuit menjadi lebih keras sehingga kurang disukai oleh panelis.

Kadar amilosa dan amilopektin dapat mempengaruhi produk akhir olahan. Seknun (2013) telah menganalisis kandungan amilosa dan amilopektin dari tepung lindur dan diperoleh kadar amilosa 31,56% dan kadar amilopektin 26,72%. Kadar amilosa yang lebih rendah dibandingkan dengan amilopektin akan memberikan sifat lengket jika dipanaskan (Suarni 2009) sehingga sesuai untuk makanan olahan yang membutuhkan adonan liat atau lengket, misalnya dodol. Hasil uji Kruskal wallis biskuit lindur dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tekstur biskuit dengan substitusi tepung lindur 40% dan substitusi tepung lindur 50% berbeda nyata terhadap tesktur biskuit dengan substitusi tepung lindur 60% dan substitusi tepung lindur 70%, sedangkan tekstur biskuit dengan substitusi tepung lindur 60% berbeda nyata terhadap tekstur biskuit dengan substitusi tepung lindur 70%. Hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 7.

4.9 Karakteristik Fisik Biskuit Lindur

(40)

kekerasan biskuit kontrol. Data tersebut menjelaskan bahwa biskuit yang mengandung tepung lindur 40% memiliki sifat yang lebih keras dibandingkan dengan biskuit kontrol yang menggunakan tepung terigu 100%.

Penambahan tepung lindur akan mengurangi tingkat kerenyahan biskuit dan meningkatkan nilai kekerasan biskuit, hal ini disebabkan oleh proporsi tepung terigu yang banyak mengandung gluten akan berkurang jika ditambahkan tepung lindur. Kekerasan biskuit sebagian disebabkan oleh pengembangan dari jaringan gluten untuk membentuk struktur biskuit. Gluten harus berikatan dengan molekul air untuk mendukung pengembangan jaringan gluten, tetapi gula menghambat ikatan tersebut dengan menarik molekul air. Gula akan mengalami kristalisasi yang turut berperan terhadap kekerasan biskuit setelah biskuit mengalami pendinginan sehabis pemanggangan (Taylor et al. 2008).

Nilai kekerasan biskuit juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kandungan lemak (Zoulius et al. 2002), kemampuan lemak menangkap udara saat pencampuran (Kamel 1994) dan kemampuan pengembangan dari pati tepung penyusunnya (Singh et al. 2003). Tingkat kekerasan biskuit dalam penelitian ini berasal dari kemampuan pengembangan pati yang digunakan atau jenis tepung yang digunakan, karena kandungan lemak pada setiap perlakuan adalah sama. Kemampuan pengembangan pati berfungsi untuk membentuk zona udara dengan volume tertentu, sehingga kemampuan pengembangan yang berbeda akan menghasilkan zona udara dengan volume yang berbeda-beda yang akan mempengaruhi kekerasan dari biskuit yang dihasilkan (Sukri 2012).

4.10 Komposisi Kimia Biskuit Lindur

(41)

Tabel 8 Hasil analisis kimia biskuit kontrol dan biskuit lindur

Kadar air biskuit yang dihasilkan dalam penelitian ini, yaitu 3,29% untuk biskuit kontrol dan 1,70% untuk biskuit dengan substitusi tepung lindur 40%. Hasil analisis proksimat tersebut menujukkan bahwa kadar air biskuit dengan substitusi tepung lindur 40% memiliki nilai yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan biskuit kontrol yang hanya menggunakan tepung terigu tanpa substitusi tepung lindur (Tabel 9). Perbedaan kadar air pada kedua biskuit ini disebabkan oleh perbedaan kadar air yang terdapat di dalam kedua jenis tepung, dimana kadar air tepung lindur lebih rendah dibandingkan dengan kadar air tepung terigu.

Kadar air biskuit dengan substitusi tepung lindur 40% memiliki nilai yang masih memenuhi standar persyaratan mutu biskuit dalam SNI 2973:2011, yaitu maksimal 5% (BSN 2011). Kadar air biskuit ini sangat dipengaruhi oleh proses pengovenan yang dapat menurunkan kadar air yang terkandung dalam adonan biskuit, suhu yang digunakan untuk pengovenan pada penelititan ini yaitu 135 oC selama 20 menit. Lopulalan (2008) menambahkan bahwa kadar air dipengaruhi oleh suhu dan lama waktu pemanggangan dalam oven, jumlah air yang ditambahkan dalam adonan serta tingkat kadar air bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Lopulalan (2008) memperoleh nilai kadar air pada biskuit jagung sebesar 4,24%.

4.10.2 Kadar abu

(42)

Hasil analisis ini menunjukkan bahwa kadar abu yang terdapat dalam biskuit dengan substitusi tepung lindur 40% memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan biskuit kontrol. Perbedaan kadar abu antara biskuit kontrol dengan biskuit lindur disebabkan oleh perbedaan komposisi kadar abu yang terdapat pada tepung terigu dan tepung lindur yang digunakan. Tepung lindur memiliki kadar abu yang lebih besar dibandingkan dengan tepung terigu.

Kadar abu biskuit dengan substitusi tepung lindur 40% memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan SNI 01-2973-1992, yaitu maksimal 1,5% (BSN 1992). Hal ini menunjukkan bahwa kadar abu biskuit lindur yang dihasilkan belum memenuhi persyaratan mutu biskuit sesuai dengan SNI. Lopulalan (2008) memperoleh nilai kadar abu pada biskuit jagung sebesar 1,62%.

4.10.3 Kadar protein

Kadar protein biskuit yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu 14,58% untuk biskuit kontrol dan 5,33% untuk biskuit dengan substitusi tepung lindur 40%. Biskuit dengan substitusi tepung lindur 40% memiliki kadar protein yang lebih rendah jika dibandingkan dengan biskuit kontrol yang menggunakan 100% tepung terigu, hal ini disebabkan oleh kandungan protein yang kecil pada tepung lindur itu sendiri. Tepung lindur hanya memiliki kandungan protein sebesar 3,55% sedangkan tepung terigu yang digunakan pada penelitian ini merupakan tepung terigu merk kunci biru dengan kadar protein sebesar 8%.

Kandungan protein pada biskuit juga berasal dari susu fullcream dan sebagian kecil dari telur dan margarin. Kadar protein dengan substitusi tepung lindur sebanyak 40% memiliki nilai yang masih di bawah persyaratan mutu biskuit sesuai dengan SNI 01-2973-1992 yaitu minimum 9%. Penambahan bahan pangan lain perlu dilakukan untuk meningkatkan kandungan proteinnya, misalnya penambahan gluten. Lopulalan (2008) memperoleh nilai kadar protein pada biskuit jagung sebesar 8,20%.

4.10.4 Kadar lemak

(43)

terdapat pada biskuit dengan substitusi tepung lindur 40% memiliki nilai yang tidak terlalu berbeda secara signifikan dibandingkan dengan biskuit kontrol.

Kadar lemak biskuit dengan substitusi tepung lindur 40% memiliki nilai yang memenuhi standar SNI 01-2973-1992 yaitu minimal 9,5% (BSN 1992). Lemak yang terdapat pada biskuit sebagian besar berasal dari margarin dan sebagian lagi berasal dari telur dan tepung yang digunakan. Kadar lemak biskuit yang cukup tinggi menandakan penambahan lemak ke dalam formulasi biskuit cukup banyak. Penggunaan lemak pada adonan biskuit dapat memperbaiki struktur fisik antara lain pengembangan, kelembutan, tekstur, dan aroma (Matz 1978). Lopulalan (2008) memperoleh nilai kadar lemak pada biskuit jagung sebesar 21,47%.

4.10.5 Kadar karbohidrat

Kadar karbohidrat biskuit yang didapatkan dari penelitian ini yaitu 58,79% untuk biskuit kontrol dan 68,59% untuk biskuit dengan substitusi tepung lindur 40%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat yang terdapat pada biskuit dengan substitusi tepung lindur 40% memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan biskuit kontrol yang hanya menggunakan tepung terigu. Perbedaan kadar karbohidrat pada kedua biskuit disebabkan oleh perbedaan karakteristik dari masing-masing tepung yang digunakan, dimana tepung lindur memiliki kadar karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan tepung terigu.

Kadar karbohidrat biskuit lindur yang dihasilkan belum memenuhi persyaratan SNI 01-2973-1992 yaitu minimum 70%, namun nilainya sudah mendekati standar yang ditetapkan. Kandungan lemak yang tinggi menyebabkan turunnya presentase karbohidrat pada biskuit lindur. Perubahan komposisi formula, misalnya penggunaan tepung-tepungan atau bahan lain yang kaya akan karbohidrat diharapkan dapat menghasilkan biskuit yang sesuai dengan persyaratan mutu biskuit. Lopulalan (2008) memperoleh nilai kadar karbohidrat pada biskuit jagung sebesar 67,66%.

4.10.6 Kadar serat kasar

(44)

substitusi tepung lindur 40% memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan biskuit kontrol yang hanya menggunakan tepung terigu. Proses substitusi tepung lindur yang tinggi akan meningkatkan kadar serat kasar yang diperoleh. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu substitusi tepung jagung dapat meningkatkan kadar serat biskuit (Lopulalan 2008) dan proses substitusi tepung sukun pada pembuatan biskuit sebesar 67-100% akan meningkatkan serat kasar sebesar 2% dibandingkan dengan tanpa substitusi (Omobuwajo 2003). Lopulalan (2008) memperoleh nilai kadar serat kasar pada penelitiannya terhadap biskuit jagung sebesar yaitu 7,23%.

Serat kasar yang terdapat pada kedua biskuit juga dipengaruhi oleh penambahan karagenan pada adonan. Penambahan karagenan pada adonan berfungsi untuk meningkatkan kekalisan dari adonan sehingga lebih mudah untuk pencetakan biskuit. Karagenan biasanya digunakan sebagai pengemulsi,

penstabil, pengental, dan bahan pembentuk gel pada industri makanan (Neish 1990 diacu dalamIstini dan Zatnika 2007).

4.10.7 Nilai kalori `

Hasil perhitungan nilai kalori kedua biskuit yaitu 480,35 kal/100 g untuk biskuit kontrol dan 486,39 kal/100 g untuk biskuit dengan substitusi tepung lindur 40%. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai kalori biskuit dengan substitusi tepung lindur 40% lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kalori yang terdapat pada biskuit kontrol yang hanya menggunakan tepung terigu.

Hasil perhitungan nilai kalori biskuit lindur menunjukkan nilai yang memenuhi persyaratan mutu biskuit sesuai dengan SNI 01-2973-1992, yaitu minimum 400 kal/100 g. Lopulalan (2008) telah melakukan penelitian terhadap mengenai biskuit jagung dan memperoleh nilai kalori sebesar 487,76 kal/100 g. 4.10.8 Kadar asam lemak bebas (FFA)

(45)

degradasi lemak pada biskuit lindur yang lebih tinggi dibandingkan dengan biskuit kontrol.

Asam lemak bebas pada kedua biskuit diduga berasal dari reaksi oksidasi selama penyimpanan, sedangkan reaksi hidrolisis kecil kemungkinan terjadi karena kadar air yang terdapat pada biskuit sangat kecil. Oksigen yang terdapat selama penyimpanan merupakan faktor yang dapat menyebabkan reaksi oksidasi pada biskuit. Nilai asam lemak bebas yang semakin tinggi akan meningkatkan ketengikan dari produk. Analisis asam lemak bebas dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakan pangan yang berhubungan dengan nilai peroksida. Herawati (2008) menyatakan bahwa kerusakan lemak akan menaikkan nilai peroksida (FFA) dan meningkatkan kandungan malonaldehida. Biskuit lindur memiliki nilai kadar asam lemak bebas yang memenuhi persyaratan mutu biskuit berdasarkan SNI 2973:2011, yaitu maksimal 1,00% (BSN 2011). Asni (2004) telah melakukan penelitian sebelumnya terhadap biskuit tepung tulang ikan patin dan memperoleh kadar FFA sebesar 0,48% untuk penyimpanan selama seminggu.

4.11 Karakteristik Mikrobiologis Biskuit Lindur

Analisis mikrobiologis biskuit lindur yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji Total Plate Count (TPC) dan uji coliform. Analisis mikrobiologis ini dilakukan untuk mengetahui jumlah bakteri yang terkandung di dalam biskuit lindur. Jumlah bakteri pada biskuit lindur dibandingkan dengan standar jumlah bakteri yang telah ditetapkan, sehingga dapat diketahui bahwa biskuit lindur yang dihasilkan sudah memenuhi persyaratan mutu biskuit atau tidak. Hasil analisis mikrobiologi biskuit kontrol dan biskuit dengan substitusi tepung lindur 40% dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil analisis mikrobiologis biskuit kontrol dan biskuit lindur Analisis

biologi

Biskuit kontrol Biskuit lindur Standar *

TPC 3,7 x 103 cfu/g 1,6 x 103 cfu/g 1 x 104 cfu/g

Coliform <3 APM/g <3 APM/g 20 APM/g

Gambar

Gambar 3 Diagram alir penelitian.
Gambar 4.
Gambar 5 Diagram alir pembuatan biskuit (Dimodifikasi dari Hiswaty 2002).
Gambar 6 Diagram alir pembuatan preparat dengan metode paraffin.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kadar protein yang terdapat pada produk dodol yang telah dibuat adalah 1,86 %. Kadar protein yang ada pada produk tergolong rendah. Hal ini terjadi.. karena pada saat

Hasil analisis menunjukkan bahwa substitusi tepung talas belitung meningkatan kadar abu, karbohidrat, serat dan tekstur biskuit tetapi menurunkan kadar air serta lemak,

Dilihat dari kandungan kimia (kadar air, kadar protein, dan kadar asam lemak bebas) yang terkandung dalam biskuit 40% tepung ganyong : 40% tepung kacang merah masih

Sedangkan kandungan gizi yang belum memenuhi standar adalah lemak dan karbohidrat.Rata-rata nilai kadar proksimat biskuit MP-ASI dengan substitusi tepung ikan

Pada kualitas biskuit dalam aspek tekstur, pasangan biskuit substitusi tepung kedelai 10% dengan biskuit substitusi tepung kedelai 25% memiliki nilai rerata skor 3.36 dan 2.80 ,

Dengan kadar lemak tepung garut dan tepung kacang merah yang lebih rendah dibandingkan tepung terigu maka berpengaruh pada kandungan lemak dari produk akhir biskuit

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbandingan terigu dengan buah lindur berpengaruh sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap rasa donat (uji hedonik).. Hasil analisis

Pengaruh Pemberian Tepung Buah Lindur Bruguiera gymnorrhiza terhadap Kadar Short-chain Fatty Acids SCFA Sekum, Kadar Glucagon-Like Peptide-1 GLP-1 dan Peptide YY PYY Plasma serta