ix MARDIYAH NPM. 0633010020
INTISARI
Crackers adalah salah satu jenis biskuit terbuat dari tepung terigu, lemak dan garam yang difermentasi dengan yeast dan adonan dibuat berlapis-lapis, kemudian dipotong dan dipanggang (Manley, 1983).Pembuatan crackers buah lindur merupakan salah satu upaya penganekaragaman produk crackers maupun hasil olahan buah lindur. Tepung buah lindur terbuat dari bahan dasar buah lindur yang mempunyai kelebihan yaitu sumber karbohidrat, serat yang tinggi, dan kandungan mineral, serta kandungan zat warna alam yang berwarna kecoklatan. Tepung buah lindur hanya mengandung 1,427% protein, sehingga dalam pembuatan crackers buah lindur dilakukan dengan proporsi tepung terigu dan perlu ditambahkan gluten yang komponen utamanya adalah protein agar adonan tidak mudah pecah dan menahan gas CO2 selama fermentasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten yang paling baik terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik crackers buah lindur. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 3 kali ulangan, faktor I adalah proporsi tepung terigu:tepung buah lindur (70:30, 60:40, 50:50 %) dan faktor II adalah penambahan gluten (10%, 12%, 14%).
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai hutan mangrove (hutan bakau) terbesar di dunia, yaitu mencapai 8.60 juta hektar. Ekosistem mangrove memiliki manfaat ekonomis yaitu hasil kayu dan bukan kayu. Produk hutan mangrove yang sering dimanfaatkan adalah kayu yang digunakan sebagai kayu bakar, tetapi belum banyak pengetahuan tentang potensi buah mangrove sebagai sumber pangan.
kemudian dipotong dan dipanggang (Manley, 1983). Konsumsi crackers saat ini mengalami peningkatan seiring dengan semakin meningkatnya mobilitas masyarakat, oleh karena itu dibutuhkan makanan ringan dengan karbohidrat tinggi.
Crackers buah lindur dapat menjadi salah satu alternatif makanan ringan yang tinggi karbohidrat dan juga tinggi serat. Dengan adanya penambahan tepung buah lindur pada pembuatan crackers mengakibatkan berkurangnya protein dalam adonan, sehingga mengakibatkan adonan crackers akan mudah pecah, crackers yang dihasilkan juga kurang renyah. Dimana kualitas crackers salah satunya ditentukan oleh kerenyahan. Untuk mengatasi hal tersebut maka penambahan gluten diharapkan dapat meningkatkan kualitas crackers. Gluten dapat membantu menahan gas CO2 yang dihasilkan oleh yeast selama fermentasi, semakin banyak gas CO2 yang dapat ditahan maka crackers yang dihasilkan semakin renyah (Haryanto dan Ponglali, 1992).
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh proporsi tepung buah lindur dan tepung terigu serta penambahan gluten terhadap kualitas crackers yang dihasilkan.
2. Menentukan kombinasi perlakuan yang terbaik antara proporsi tepung buah lindur dan tepung terigu serta penambahan gluten sehingga dihasilkan crackers yang baik dan disukai konsumen.
C. Manfaat
Manfaat diadakannya penelitian ini adalah: 1. Meningkatkan nilai ekonomis buah lindur.
2. Menambah informasi pemanfaatan tepung buah lindur dalam pembuatan produk crackers.
Anonymous, 1990. Petunjuk Penganekaragaman Pangan Menuju Pola Pangan Masa Depan. Proyek pengembangan Diversifikasi Pangan dan Gizi. Jakarta.
Anonymous , 1998. Bread Production Australian Wheat Board Baking Facultry. Food Processing Division. Regency Institute.
Anonymous,2009.http://kesemat.undip.ac.id/index.php?option=com_content&tas k=view&id=675. Diakses pada 02/03/2010.
Anonymous,2010http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17290/4/Chapt er%20II.pdf. Diakses pada 02/03/2010.
Buckle, K.A. 1987. Food Science. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono. UI press. Jakarta.
Bennion, M. 1980. The Science of Food. John Wiley and Sons Inc. Ney York. Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta. De Mann J. 1997. Kimia Pangan. Cetakan Pertama. ITB. Bandung.
Faridi, H. 1994. The Science of Cookies and Crackers Production. Cnapman and Hall. New York.
Fellow. 1990. Food Processing Technology Principles and Practice. Ellis Horwood. London
Fortuna, James de. 2005. Ditemukan Buah Bakau Sebagai Makanan Pokok. Http://www.Tempointeraktif.com. Diakses pada 02/03/2010.
Gaspersz, U. 1994. Metode Perancangan Percobaan, Amico. Jakarta
Glen, M. 2005. http://www.foodreview.biz/preview.php?view&id=55813. Diakses pada 03/03/2010
Hartati N dan Prana K Titik, 2003. Analisa Kadar Pati dan Serat Kasar Tepung Beberapa Kultivar Talas (Colocasia esculenta L. Schoot).
Yogyakarta.
Hartanti, S.N dan Prana K.T, 2003. Analisis Kadar Pati dan Serat Kasar Tepung Beberapa Kultivar Talas (Colocasia esculenta L. Schott).
http://pdf.hulufile.com/analisa-kadar-pati.html. Diakses Pada 03/03/2010. Herdiana, I. 2007. Pembuatan Crackers Ubi Jalar Ungu (Kajian Proporsi Tepung
Ubi Jalar Ungu:Gluten dan Penambahan Tepung Tapioka). Skripsi Jurusan Teknologi pangan. Fakultas Teknologi Industri. UPN Veteran. Surabaya.
Irmansyah, B. 2005. Dari Limbah Menjadi Pakan Ternak, http://www. Geocities.com/persampahan/compos.doc. diakses pada 05/08/2010.
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.
Lawson, H. 1995. Food Oil and Fats:Technology, Utilization and Nutrition. Chapman and Hall. New York.
Makfoeld, D.1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Agritech. Yogyakarta. Manley, D.J.R. 1983. Technology of Biscuits, Crackers and Cookies. Ellies
Harwood Limited. England.
Mangkusubroto, K. dan Listiani. 1987. Analisis Keputusan oleh Manajemen Usaha Proyek. ITB. Bandung.
Matz, S.A. 1993. Snack Food Technology. The Avi Publishing Co. Inc. Wesport. Connecticut.
Pomeranz, Y. 1992. Functional Properties of Food Componen3rd edition. Academic Press Inc. California.
Rustadi, D. 2002. Tips: Sedikit Pangetahuan tentang Biskuit. Http://www.wacanaputra.com
Sadana. D. 2007. Buah Aibon di Biak Timur Mengandung Karbohidrat Tinggi. Situs Resmi Pemda Biak Num for news_.htm.
Siregar, M. 2005. Studi Perbandingan Kadar Tannin didalam Tepung Terigu. Skripsi Jurusan Kimia Medan: F MIPA USU.
Subarna, 1992. baking Technology. Pelatihan Singkat Prinsip-Prinsip Teknologi Bagi Food Inspectur. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Sudarmaji S, Bambang H dan Suhardi, 1984. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty Yogyakarta dan PAU pangan dan gizi UGM, Yogyakarta.
Sultan, W.J. 1983. Practical Baking. The AVI Publshing Co. Inc. Wesport. Connecticut.
Suryanto. Ribut. 2001. Pembuatan Bubuk Sirsak dari Bahan Baku pasta dengan metode Foam-mat Drying, Kajian Suhu pengeringan, Konsentrasi Dekstrin dan Lama Penyimpanan Bahan baku Pasta. Tesis. Universitas Brawijaya. Malang.
Susanto, T dan Saneto, B. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Bina Ilmu. Surabaya.
Sutomo, B. 2008. http://myhobbyblogs.com/food/2008/08/03/mengenal-jenis-kegunaan-tepung-terigu/. Diakses pada 02/03/2010.
Sony, 2009. Pengolahan dan Pemanfaatan Mangrove. Kelompok Tani Pemanfaatan Mangrove Wonorejo. Surabaya.
Tranggono, 1990. Bahan Tambahan Pangan. PAU Pangan dann Gizi UGM. Yogyakarta.
U.S. Wheat Associated. 1981. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Djambatan. Jakarta.
Winarno, F.G. 1980. Kimia Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F.G. 1986. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
A. Crackers
Crackers merupakan salah satu biskuit yang terbuat dari tepung, lemak dan garam, yang difermentasi dengan yeast, dan adonan dibuat berlapis-lapis, kemudian dipotong dan dipanggang (Manley,1983).
Crackers hampir sama dengan biskuit yang lainya, hanya saja crackers tidak menggunakan gula yang terlalu banyak (bahkan untuk jenis crackers tertentu tidak menggunakan gula) dan tanpa susu maupun telur sama sekali. Ada beberapa jenis modifikasi crackers, misalnya Sandwich Crackers, Rich Crackers, Cheese Crackers, Cream Crackers dan lain-lain (Manley, 1983).
Cream Crackers merupakan salah satu jenis crackers yang terbuat dari tepung, lemak dan garam, yang dibuat dengan fermentasi dengan yeast dan adonan dibuat berlapis-lapis terlebih dahulu kemudian dipotong dan dipanggang. Campuran terigu dan lemak digunakan sebagai bahan pengisi diantara lapisan-lapisan adonan sehingga menghasilkan biskuit renyah yang berlapis-lapis (Manley, 1983).
Formulasi standart Cream Crackers dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Formulasi standart Cream Crackers
Komposisi Jumlah Tepung terigu (g)
Lemak (g) Garam (g) Yeast (g) Soda kue (g) Air (g)
100 12,5 – 18,0
0,9 – 1,5 1,0 – 2,4 0,5 – 1,0 32,0 – 39,0 Sumber: Manley (1983)
Crackers yang bermutu tinggi harus memenuhi faktor-faktor mutu yang diperlukan untuk suatu produk crackers. Mutu crackers dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek inderawi (subyektif) dan aspek sifat tersembunyi yaitu kadar sifat-sifat tertentu yang terkandung di dalamnya (obyektif).
1. Mutu biskuit crackers ditinjau dari aspek inderawi (subyektif)
Penilaian mutu crackers ditinjau dari sifat karakteristik bahan dengan menggunakan indera manusia meliputi beberapa hal yaitu:
a. Warna
Warna yang baik untuk crackers adalah kuning kecoklatan dan tergantung bahan yang digunakan. Warna tepung akan berpengaruh terhadap hasil warna crackers yang digunakan. Warna tepung putih akan menghasilkan warna crackers yang kuning kecoklatan sedangkan warna tepung yang agak kekuninga akan menghasilkan crackers yang lebih coklat.
b. Aroma
Aroma dari crackers tergantung dari bahan yang digunakan. Lemak yang digunakan dapat juga memberikan pengaruh terhadap aroma crackers. c. Tekstur
Crackers yang baik mempunyai tekstur renyah dan bila di patahkan penampang potongnya berlapis-lapis.
d. Rasa
2. Mutu crackers ditinjau dari aspek sifat tersembunyi
Penilaian mutu crackers ditinjau dari aspek ini dapat dilakukan secara laboratories dengan analisa kimia.
Untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen Depertemen Perindustrian menentukan syarat mutu biskuit crackers yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-1973-1992. syarat mutu ini berlaku untuk semua jenis biskuit. Adapun syaratnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Standar mutu biskuit crackers berdasarkan SNI
Sumber: Departemen Perindustrian, 1992
Kriteria Nilai
Air Protein Karbohidrat Lemak Abu Logam berbahaya Serat kasar
Kalori kal per 100 gram Jenis tepung
Bau dan rasa Warna Max 5% Min 8% Min 70% Min 9,5% Max 1,5% Negative Max 0,5% Min 400 Terigu Tidak tengik Normal
B. Buah Lindur (Bruguiera Gymnorrhiza)
Gambar 1. Bunga Bruguiera gymnorrhiza Gambar 2. Buah Bruguiera gymnorrhiza (Glen, 2005) (Glen, 2005)
Tabel 3. Komposisi Kimia Buah Lindur
sumber: Anonymous, 2009
Komposisi Jumlah
Air Lemak Protein Karbohidrat Kadar Abu HCN Tanin
73,756% 1,426% 1,128% 23,528%
0,324% 6,8559 mg 34,105 mg
Pembuatan tepung buah lindur merupakan salah satu solusi untuk mengawetkan buah lindur, karena dengan penepungan kadar airnya rendah dan lebih fleksibel diaplikasikan pada berbagai jenis olahan pangan (Anonymous, 2009).
C. Tepung Buah Lindur
1. Proses Pembuatan Tepung Buah Lindur
Pembuatan tepung buah lindur pada umumnya meliputi : proses sortasi,
pengupasan kulit, pemotongan menjadi ukuran lebih kecil, perendaman, perebusan, pengeringan, penghancuran dan pengayakan serta pengemasan (Sony, 2009).
a. Sortasi
Untuk menghasilkan tepung buah lindur diperlukan buah lindur yang sudah siap panen atau sudah tua. Mempunyai ciri berwarna hijau gelap hingga ungu dengan bercak coklat.
b. Pengupasan kulit
Proses pengupasan bertujuan untuk menghilangkan kulit pada buah lindur serta bagian bahan yang tidak dikehendaki.
c. Pemotongan menjadi ukuran lebih kecil
Pengecilan ukuran bertujuan untuk mengurangi ukuran benda padat dengan tindakan mekanis dengan partikel-partikel yang lebih kecil (dipotong dadu) sehingga akan mudah untuk proses selanjutnya.
d. Perendaman
Perendaman dilakukan ± 2 hari, dan setiap 12 jam airnya diganti. Perendaman dilakukan untuk menurunkan kadar tanin dan kadar HCN yang
terdapat pada buah lindur. Perendaman juga berfungsi untuk mencegah
e. Perebusan
Perebusan dilakukan pada suhu 100 °C selama ± 5 menit, fungsi perebusan
selain bisa menginaktifkan enzim juga untuk menekan kadar tanin dan HCN
pada buah lindur. Dengan perebusan kadar tannin dan HCN turun lebih banyak.
f. Pengeringan
Pada proses pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk. Proses pengeringan untuk tepung dengan menggunakan sinar matahari (dijemur).
g. Penggilingan dan pengayakan
Tujuan penggilingan dan pengayakan adalah membuat bahan jadi ukuran tertentu baik untuk keperluan konsumen ataupun untuk proses berikutnya, dengan adanya tepung maka dapat lebih mudah untuk diaplikasikan dalam berbagai produk olahan pangan.
Pengayakan tepung bertujuan agar tepung yang dihasilkan mempunyai ukuran yang seragam.
h. Pengemasan
Buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza)
Pengemasan Tepung buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza)
Pengayakan penggilingan
Pengeringan dengan sinar matahari Perebusan ± 5 menit, suhu100 ºC
Perendaman ± 2 hari Pengecilan ukuran
Pengupasan kulit Sortasi
Tabel 4. Komposisi kimia tepung buah Lindur
Komposisi Jumlah
(tanpa perendaman) Jumlah (dengan perendaman) Air Lemak Protein Karbohidrat Serat Amilosa Kadar Abu Tanin HCN 11,6321% 3,2116% 1,849% 81,8904% 0,7371% 16,9126% 1,4014% 25,2507 mg 31,68 ppm 12,1761% 3,0917% 1,427% 80,3763% 0,7575% 17,2771% 2,6973% 23,0167 mg 12,96 ppm Sumber: Anonymous, 2009
Kadar karbohidrat yang tinggi pada buah lindur menunjukkan tepung ini juga mempunyai nilai kalori tinggi sehingga bisa digunakan sebagai sumber pangan baru berbasis sumber daya lokal. Tepung ini mempunyai derajat putih yang rendah tetapi justru dalam aplikasi pengolahan makanan tidak dibutuhkan pewarna makanan karena secara alami tepung buah lindur memberikan warna kecoklatan. Hasil untuk uji HCN pada tepung buah lindur telah memenuhi syarat standar mutu kandungan HCN dalam tepung yaitu sebesar 50 ppm. Kemampuan menyerap air tepung buah lindur mempunyai kisaran antara 125% - 145% hal ini berarti untuk membuat adonan 100 gram tepung buah lindur yang kalis diperlukan air sekitar 126 ml sampai dengan 145 ml (Anonymous, 2009).
2. Penyebab Warna Coklat
tersebut. Terjadinya reaksi pencoklatan diperkirakan melibatkan perubahan dari bentuk kuinol menjadi kuinon (Winarno, 2002).
Tannin disebut juga asam tanat dan asam galotanat. Pada umumnya tannin berwarna putih kekuning-kuningan. Sifat utama tannin tumbuh-tumbuhan tergantung pada gugus fenolik yang terkandung dalam tannin. Menurut Siregar (2005) sifat- sifat tersebut secara garis besar dapat di uraikan sebagai berikut:
a. Sifat kimia tannin 1. Memiliki gugus fenol
2. Larut dalam air dan dalam pelarut organik b. Sifat fisik tannin
1. Berbentuk serbuk dan rasanya sepat 2. Berwarna putih kekuning – kuningan
3. Akan berwarna gelap apabila terkena cahaya langsung dan dibiarkan diudara terbuka.
D. Tepung Terigu
Tepung terigu adalah tepung yang terbuat dari biji gandum melalui proses
penggilingan (Anonymous, 2010). Tepung terigu digolongkan dalam beberapa jenis tergantung dari kandungan proteinnya. Menurut Budi Sutomo (2008) jenis-jenis tepung terigu ada 7, yaitu hard wheat,medium wheat,soft wheat, Self Raising Flour, Enriched Flour dan Whole Meal Flour.
membentuk adonan lebih mengembang dengan adanya pembentukan gluten pada saat fermentasi atau pemeraman yang dibutuhkan dalam pembuatan crackers (Rustadi, 2002).
Secara umum kandungan komposisi kimia tepung terigu adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Komposisi kimia tepung terigu Komposisi Persentase Pati
Kelembaban Air Protein
Mineral (abu) Gula
Lemak (lipid) Lain-lain
70% 14% 11,5%
0,4% 1% 1% 2,1% Sumber: U.S Wheat Assosiates (1981)
Untuk bahan pengisi (dust filling) digunakan tepung terigu jenis medium wheat flour dengan tujuan lebih merenyahkan crackers dan mengurangi keuletan adonan karena kandungan protein yang terlalu tinggi (Manley, 1983).
E. Gluten
Gluten ialah protein dari tepung terigu yang terbentuk dari glutenin dan gliadin yang tidak dapat larut dicampur dengan air. Air yang ditambahkan akan menyebabkan gliadin dan glutenin membentuk senyawa koloid yang disebut dengan gluten. Gluten menghasilkan sifat-sifat kenyal dan elastis melalui pengaturan selama proses pencampuran (anonymous, 1998).
dihasilkan (anonymous, 1998). Kandungan sebenarnya protein dalam gluten kering kurang lebih 75 - 80%. Selama fermentasi, gluten menjadi matang dan elastis serta mempunyai kemampuan untuk menangkap gas CO2 yang dibentuk khamir. Gluten dipecah oleh enzim khamir serta pengadukan yang dilakukan pada saat membuat adonan. Fungsi gluten adalah menahan gas CO2 serta meningkatkan kekuatan adonan (Anonymous, 1998).
Menurut Pomeranz dan Purnomo (1994), ikatan disulfide dalam gluten berperan penting sebagai penghubung silang rantai polipeptida. Reduksi ikatan disulfida mengakibatkan lipatan rantai polipeptida terbuka. Perubahan jenis ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap adonan crackers.
F. Bahan Pembantu untuk Pembuatan Crackers
1.Air
Dalam pembuatan crackers air mempunyai banyak fungsi. Air melarutkan garam, menahan dan menyebarkan bahan-bahan bukan tepung secara seragam. (U.S Wheat Associates, 1981). Salah satu fungsi utama air adalah untuk membentuk tekstur gluten. Air dianggap suatu agensia pengeras karena bisa bergabung dengan protein tepung dalam pembentukan gluten (Desrosier, 1988). Menurut Pomeranz (1992) dalam pembuatan crackers penggunaan air yang terlalu sedikit akan menghasilkan adonan yang kaku dan kurang kohesif, sedangkan jika terlalu banyak akan menyebabkan adonan tersebut lembek sehingga tidak dapat dibentuk atau dicetak.
2.Mentega Putih
Lemak merupakan produk penting bagi kebanyakan produk crackers. Jenis dan jumlah lemak yang digunakan dalam formulasi bahan dasar crackers akan memberikan pengaruh terhadap adonan yang dibentuk dan kualitas produk akhir. Fungsi lemak yang utama dalam pembuatan crackers adalah untuk membentuk sifat-sifat fisik atau tekstur dari produk akhir dengan membuat nampak mengkilap (Hui, 1992). Dalam pembuatan crackers dilakukan penambahan lemak 10 – 25 %. (Pomeranz, 1992). Lemak dalam biskuit tidak terlarut tetapi terabsorbsi pada permukaan partikel dan permukaan gluten sehingga biskuit menjadi renyah. Menurut Sultan (1983) fungsi lemak diantaranya adalah:
c. Menyumbang citarasa khusus mentega d. Memberikan peningkatan kerenyahan produk
e. Melumasi gluten dalam pengembangan adonan oleh yeast atau khamir.
Mentega putih adalah lemak padat yang umumnya berwarna putih dan mempunyai titik cair, sifat plastis dan kestabilan tertentu. Fungsi mentega putih yang penting dalam adonan ialah sebagai pemerangkap udara selama pencampuran. Gelombang udara ini terbungkus didalam lapisan lemak, sehingga disinilah pentingnya fungsi mentega putih. Mentega putih juga dapat mengempukkan dan menunjang cita rasa produk (Desrosier, 1988).
3.Garam
Garam berfungsi memberikan flavour, konsentrasi yang paling efrektif sekitar 1-1,5% dari berat tepung. Pemberian garam yang berlebihan akan menghambat laju fermentasi dimana pada saat fermentasi berlangsung, sel khamir akan tumbuh dan berkembang biak, pertumbuhan dan perkembangbiakan tersebut akan dihambat oleh garam yang berlebih sehingga aktifitas yeast menurun dan laju fermentasi akan menurun (Manley, 1983).
Garam membantu mengatur kegiatan ragi dalam adonan mencegah pertumbuhan dan pembentukan bakteri yang tidak diinginkan dalam adonan yang diragi (U.S. Wheat Associated, 1981).
Menurut Sultan (1983) fungsi penambahan garam pada pembuatan crackers dan sejenisnya adalah:
a. Memberikan cita rasa produk
4.Gula
Gula yang sering digunakan dalam pembuatan biskuit adalah sukrosa kristal. Penambahan gula terlalu banyak , dapat mengakibatkan adonan meleleh dan hancur selama pemanggangan, karena terbentuknya butiran keras akibat koagulasi pati dan gluten tepung (Ketaren,1986).
Gula ditambahkan untuk melengkapi karbohidrat yang ada untuk fermentasi dan untuk memberikan rasa lebih manis, selain itu juga mempengaruhi tekstur. Jadi jumlah gula yang tinggi membuat remah gula lebih lunak dan pada biskuit bersifat melunakkan (Buckle, 1987).
5.Yeast / Khamir
Yeast adalah penghasil gas CO2 yang dalam pengembangan adonan crackers dan penghasil aroma pada saat fermentasi (Meyer, 1990). Selanjutnya menurut Buckle (1987), pada saat fermentasi yeast mampu manghasilkan gas CO2 yang diperangkap gluten. Sel-sel khamir menghasilkan enzim maltase yang mengubah maltosa menjadi glukosa (Buckle, 1987). Sejumlah kecil sukrosa dari gula yang ditambahkan akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim invertase yang ada dalam yeast , yang kemudian oleh sekumpulan enzim disebut sebagai zymase dipecah menjadi CO2 dan etanol. CO2 yang dibentuk itu akan dilepas pada saat pemanggangan dan berperan terhadap pengembangan crackers (Sardjoko, 1991).
Fungsi ragi dalam pembuatan kue ialah untuk memperingan adonan dan membangkitkan adonan serta rasa, terutama dalam hal kenyalnya gluten (Anonymous, 1981).
Jenis ragi yang biasa digunakan dalam pembuatan crackers adalah instant dry yeast/ragi kering dengan cirri: mengandung kadar air sekitar 7,5%, daya tahan baik terhadap keadaan penyimpanan yang buruk.
6.Soda Kue
Bahan pengembang (baking soda) adalah bahan yang dapat menghasilkan CO2 sehingga dapat mengembangkan adonan hinga mencapai pengembangan yang maksimum selama proses pemanggangan (Lowson, 1995).
Bahan pengembang roti terdiri atas senyawa-senyawa yang dapat bereaksi mengeluarkan gas dalam adonan pada keadaan suhu dan kelembaban yang cocok. Karbondioksida (CO2) adalah gas yang dihasilkan dari bahan pengembang yang umum digunakan yaitu garam-garam karbonat atau bikarbonat. Yang paling umum adalah natrium bikarbonat (NaHCO3) sering digunakan dalam pembuatan kue-kue (Tranggono, 1990).
dipengaruhi kandungan amilopektin, jika semakin banyak kandungan amilopektinnya maka produk akan mengembang (Haryadi, 1993).
G. Proses Pembuatan Crackers
Secara garis besar proses pembuatan crackers terbagi atas beberapa tahap yaitu: persiapan dan penimbangan bahan, pencampuran, fermentasi, pembentukan lembaran, laminasi, pencetakan dan pemanggangan (Manley, 1983).
1. Persiapan dan penimbangan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan crackers disiapkan dalam jumlah yang sesuai dengan formula atau resepnya. Proporsi masing-masing bahan tersebut akan menghasilkan sifat reologi yang berbeda-beda tergantung dari formulanya (Desrosier, 1988). Penimbangan dilakukan untuk mengetahui ketepatan ukuran bahan. Faridi (1994) mengatakan bahwa penimbangan merupakan tahap penting dalam proses pencampuran.
2. Pencampuran
Pencampuran bertujuan untuk mencampurkan bahan yang digunakan dan untuk memperoleh bahan dengan konsistensi yang halus. Adonan yang diperoleh harus bersifat cukup kohesif dan relatif tidak lengket sehingga mudah dibentuk (Hui, 1992).
3. Fermentasi
Selama fermentasi protein tepung (gluten) menjadi dewasa dan elastis serta dapat menahan gas karbondioksida yang terbentuk perlahan-lahan oleh khamir. Suhu pada saat terjadinya fermentasi memegang peranan penting. Tujuan fermentasi adonan adalah agar adonan mudah ditangani dan menghasilkan produk bermutu baik. Suhu yang baik untuk aktivitas yeast adalah 26 - 32°C fermentasi dilakukan selama 1 – 2,5 jam (Manley, 1983).
Selama fermentasi terjadi perubahan gula menjadi gas CO2 dan alkohol sebagi berikut:
C2H12O6 CO2 + C2H5OH (Buckle, 1987) Enzim invertase dengan cepat akan memecah sukrosa menjadi dekstrosa dan fruktosa dan kemudian diubah menjadi alkohol dan CO2. Enzym maltase yang ada pada tepung akan merubah pati menjadi maltosa (Buckle, 1987).
4. Pembuatan lembaran
Pembuatan adonan dilakukan dengan pengepresan tangan hingga terbentuk ketebalan awal ± 9 mm, kemudian dilakukan proses laminasi (Manley, 1983).
5. Laminasi
6. Pencetakan
Pencetakan adalah unit operasi pada saat bahan pangan mempunyai viskositas tinggi atau pada saat adonan dicetak dalam bentuk dan ukuran yang bervariasi. Biasanya dilakukan segera setelah pencampuran adonan (Fellow, 1990). Adonan biasanya dipotong-potong dengan ketebalan ± 2mm (Manley,1983).
7. Pemanggangan
Pemanggangan bertujuan untuk mengembangkan adonan dengan adanya kontak antara panas dengan gas dalam adonan. Selama pemangangan terjadi reaksi antara gula reduksi dengan gugus amina primer pada protein yang disebut reaksi Maillard. Reaksi tersebut menghasilkan produk yang berwarna coklat, yang sering dikehendaki namun bila berlebih pertanda penurunan mutu (Winarno, 1997).
Menurut Manley (1983) pengembangan dan tekstur terbaik pada crackers diperoleh dengan pemanggangan pada suhu yang sangat tinggi, suhu pemanggangan yang tinggi pada awal untuk mengembangkan adonan dengan cepat kemudian untuk mengeringkan dan pematangan menggunakan suhu yang lebih rendah. Pemanggangan dilakukan pada suhu 250°C selama 5 menit dan dilanjutkan dengan suhu 210°C pada 5 menit berikutnya.
Pemanggangan merupakan salah satu aspek yang cukup kritis dari seluruh urutan proses yang mengarah kepada produk crackers yang berkualitas tinggi. Selama pemanggangan terdapat beberapa reaksi yang cukup penting, diantaranya:
terbentuk pada permukaan adonan, selanjutnya terjadi pengembangan hingga 30%.
b. Karbondioksida dibebaskan oleh kenaikan suhu sampai ± 120 ºF (48,9 ºC) c. Kenaikan suhu sampai 130 ºF (54,4 ºC) granula pati mulai mengembang
atau gelatinisasi.
d. Sejalan dengan naiknya suhu adonan sampai 140 ºF (60 ºC) terjadi kenaikan metabolisme dalam sel khamir, meningkat sampai titik kematian thermal.
e. Mendekati 170 ºF (73,3 ºC) alkohol yang dihasilkan selama fermentasi juga dibebaskan, dan juga membantu pengembangan tambahan dari sel gas (Desrosier, 1988).
Tepung terigu
Lemak, gula, garam, yeast, soda kue pencampuran
Massa adonan
Fermentasi 26 – 32 ºC Selama 1 – 1,5 jam
bahan pengisi Pembuatan lembaran ± 9 mm
Tepung terigu:lemak:garam 100:33:1
Laminasi
Pemotongan ukuran 65 x 75
Pemanggangan 4-5 menit, 250-210ºC
Crackers
H. Analisa Keputusan
Analisa keputuan pada dasarnya adalah suatu prosedur yang logis dan kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai pengambilan keputusan tetapi juga mengenai suatu cara untuk membuat keputusan (Susanto dan Saneto, 1994).
Analisa keputusan adalah dasar untuk memilih alternative yang terbaik yang dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kualitas, kuantitas dan financial dari produk crackers dari tepung buah lindur dengan perlakuan proporsi penambahan gluten, kemudian dipilih alternative terbaik.
I. Analisa Finansial
Suatu studi kelayakan merupakan pekerjaan membuat ramalan atau tafsiran
yang didasarkan atas anggapan-anggapan yang selalu bisa dipenuhi. Konsekuensinya ialah bisa terjadi penyimpangan-penyimpangan. Salah satu penyimpangan itu adalah apbila pabrik berproduksi dibawah kapasitasnya. Hal ini menyebabkan pengeluaran yang seharusnya mempengaruhi keuntungan (Susanto dan Saneto, 1994).
Beberapa parameter yang sering digunakan dalam analisis financial antara lain:
1. Break Event Point (BEP) (Susanto dan Saneto, 1994)
keuntungan juga tidak mengalami kerugian. Perhitungan BEP dapat dilakukan dengan persamaan berikut:
FC BEP =
P – VC Keterangan:
P = produk pulang atau pokok FC = biaya tetap
VC = biaya tidak tetap persatuan produk (Rp)
Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut: a. Biaya titik impas
Biaya Tetap BEP =
1 – (Biaya Tidak Tetap/Pendapatan) b. Persentase titik impas
BEP (Rp)
BEP (%) = x 100% Pendapatan
c. Kapasitas titik impas
Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang haraus dilakukan untuk mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah sebagai berikut:
Kapasitas titik impas = Persentase titik impas x Pendapatan.
2. Net Preset Value (NPV) (Susanto dan Saneto, 1994)
berikut :
NPV = /( 1+i )
Keterangan:
Bt = penerimaan pada tahun t Ct = biaya pada tahun t n = umur ekonomi proyek i = suku bunga bank t = 1,2,3,...,n
3. Payback Periode ( PP ) (Susanto dan Saneto, 1994)
Payback periode merupakan jangka waktu periode yang diperlukan untuk membayar kembali (pengembalian) semua biaya yang telah dikeluarkan untuk investasi suatu proyek. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
PP = I = jumlah modal
Ab = penerimaan bersih per tahun
4. Gross Benefit Cost Ratio(Susanto dan Saneto, 1994)
Gross benefit cost ratio merupakan perbandingan anatara penerimaan kotor yang telah dipresent value (dirupiahkan sekarang).
Pendapatan Nilai: B/C Ratio =
5. Internal Rate Ratio (IRR) (Susanto dan Saneto, 1994)
Internal rate of return (IRR) merupakan tingkat bunga yang menunjukkan persamaan antara interval penerimaan bersih sekarang dengan jumlah investasi (modal) awal dari suatu proyek yang sedang dikerjakan. Kriteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila IRR lebih besar dari suku bunga yang berlaku maka proyek tersebut dinyatakan layak untuk dilaksanakan. Rumus perhitungan IRR adalah sebagai beerikut :
IRR = I’ + x (I” + I’ ) Keterangan :
NPV1 = NPV sekarang
NPV2 = NPV tahun yang akan datang I’ = tingkat suku bunga sekarang
I” = tingkat suku bunga tahun yang akan datang
J. Landasan Teori
Crackers merupakan salah satu jenis biskuit yang secara umum dibuat dari tepung terigu atau tepung lain dengan kandungan protein yang cukup tinggi (protein gluten) yang difermentasi dengan yeast sehingga dapat memberikan karakteristik yang khas berupa kerenyahan pada crackers yang dihasilkan.
keterbatasan protein dalam tepung buah lindur sehingga dalam pembuatan crackers buah lindur perlu penambahan gluten yang komponen utamanya adalah protein agar adonan tidak mudah pecah, crackers yang dihasilkan lebih renyah dan juga untuk menambah nilai gizinya. Gluten yang ada dalam adonan menyebabkan adonan tidak mudah pecah pada waktu di roll dan menahan gas CO2 pada waktu fermentasi. Gas CO2 yang tertahan pada gluten dapat membentuk lapisan elastis didalam adonan sehingga menghasilkan adonan yang kokoh dan permukaannya tidak lengket (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Modifikasi kimia protein gluten memegang peranan penting dalam penggunaan serealia secara industri. Terutama reaksi yang mengakibatkan terbentuknya atau terputusnya ikatan S-S dapat sangat mempengaruhi kelarutan dan sifat reologi seperti keregangan dan kerenyahan (De Mann, 1997). Mekanisme kerja gluten adalah sebagai berikut: ikatan disulfida dalam gluten gandum berperan penting dalam penghubung silang rantai polipeptida, reduksi ikatan disulfida dalam gliadin dan glutenin mengakibatkan ikatan rantai peptida terbuka. Perubahan jenis ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap reologi adonan.
adonan. Pemanasan akan menyebabkan NaHCO3 akan melepaskan gas CO2. Gas ini akan terperangkap oleh pati sehingga crackers mengembang.
Pada saat pemanggangan peningkatan suhu mempercepat aktivitas enzim dan khamir. Pemanasan lebih lanjut mengakibatkan enzim dan khamir menjadi inaktif. Pada tahap ini CO2 dilepaskan sehingga terjadi pengembangan. Selama proses pemanggangan perlahan-lahan bagian luar crackers mengeras dan juga terjadi reaksi antara gula reduksi dengan gugus amina primer pada protein sehingga mengakibatkan pencoklatan pada crackers (Winarno, 1997).
K. Hipotesa
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan,
Analisa Pangan dan Uji Inderawi Program Studi Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur dan Laboratorium Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang pada bulan
Maret sampai November 2010.
B. Bahan
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan crackers adalah buah Lindur
(Bruguiera gymnorrhiza) yang diperoleh dari daerah Wonorejo, Surabaya. Tepung terigu protein tinggi, tepung terigu protein sedang, mentega putih, yeast atau ragi instan, gula pasir, garam dan soda kue yang diperoleh dari toko bahan kue di pasar
Paing. Gluten diperoleh dari toko kue Delapan.
Bahan-bahan untuk analisa kimia diantaranya K2SO4, H2SO4 pekat,Larutan
ether, alkohol, HCL, NaOH dan Aquadest
C. Alat
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan crackers adalah mixer, timbangan,
roll kayu, oven, cetakan crackers, baskom, gelas ukur.
Peralatan untuk analisa digunakan oven pengering, deksikator, labu Kjeldhal,
seperangkat alat ekstraksi, botol timbang, neraca analitis, buret, statif, corong
gelas, pipet, labu takar, beaker glass, alat penetrometer.
D. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun
secara factorial dengan 2 faktor dan diulang sebanyak 3 kali, selanjutnya
dianalisa dengan analisis ragam. Apabila terdapat perbedaan antar perlakuan
akan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan (DMRT).
1. Peubah Berubah
Faktor I : Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur (%)
A 1 = 70 : 30
A2 = 60 : 40
A = 50 : 50 3
Faktor II : Penambahan gluten (b/b)
B1 = 10
B2 = 12
B 3 = 14
Dari kedua faktor tersebut diatas didapat kombinasi perlakuan sebagai berikut:
B A
B1 B2 B3
A1 A1B1 A1B2 A1B3
A2 A2B1 A2B2 A2B3
Keterangan:
A1B1 = Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur = 70 : 30 (%) serta
penambahan gluten 10 gram
A1B2 = Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur = 70 : 30 (%) serta
penambahan gluten 12 gram
A1B3 = Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur = 70 : 30 (%) serta
penambahan gluten 14 gram
A2B1 = Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur = 60 : 40 (%) serta
penambahan gluten 10 gram
A2B2 = Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur = 60 : 40 (%) serta
penambahan gluten 12 gram
A2B3 = Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur = 60 : 40 (%) serta
penambahan gluten 14 gram
A3B1 = Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur = 50 : 50 (%) serta
penambahan gluten 10 gram
A3B2 = Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur = 50 : 50 (%) serta
penambahan gluten 12 gram
A3B3 = Proporsi tepung terigu : tepung buah lindur = 50 : 50 (%) serta
penambahan gluten 14 gram
Menurut Gaspersz (1994), model matematika untuk Rancangan Acak
Lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari dua faktor adalah sebagai berikut:
Y = µijk + α βi + j + (αβ) + ij εij
j: 1, ….., b
keterangan:
Y : Nilai pengamatan dari suatu percobaan ke – k yang memperoleh
perlakuan ij (taraf ke – i faktor I dan taraf ke – j faktor II).
ijk
µ : Nilai tengah umum (rata – rata sesungguhnya)
αi : Pengaruh perlakuan ke – i dari I
βj : Pengaruh perlakuan ke – j dari II
(αβ) : pengaruh interaksi taraf ke – i dari faktor I dan taraf ke – j dari
faktor II
ij
ε : pengaruh galat dari suatu percobaan ke – i pada faktor I dan
perlakuan ke – j pada faktor II.
ij
2. Peubah Tetap
a. Berat total tepung campuran = 100 gr
b. Berat gula pasir = 1,5 gr
c. Berat garam = 1,5 gr
d. Berat yeastinstan = 1,5 gr
e. Berat soda kue = 1 gr
f. Volume air = 55 ml
g. Berat tepung terigu (protein sedang) = 35, 7 gr
h. Berat mentega putih (bahan pengisi) = 11,8 gr
i. Lama fermentasi (suhu 26-32 ºC) = 30 menit
j. Lama pengovenan I (suhu 250 ºC) = 5 menit
E.Parameter Yang Diamati
1.Parameter untuk analisa bahan baku (Tepung Buah Lindur)
a.Rendemen (Sudarmadji, 1997)
b.Analisa kadar air dengan metode Pemanasan (Sudarmadji dkk, 1997)
c.Kadar serat kasar (Sudarmadji, 1997)
d.Kadar amilopektin (Hartanti dan Prana, 2003)
e.Kadar HCN (Sudarmadji, 1997)
2. Parameter untuk analisa produk jadi
a.Rendemen (Hartanti, 2003)
b.Kadar air dengan metode pemanasan (Sudarmadji, 1997)
c.Kadar protein dengan metode Kjeldahl (Sudarmadji, 1997)
d.Kadar serat kasar (Sudarmadji, 1997)
e.Daya patah (Burne, 1976)
f. Kadar amilopektin (Hartanti dan Prana, 2003)
g.Uji organoleptik (uji hedonik skala scoring) meliputi: rasa, warna dan tekstur.
F.Prosedur Penelitian
A. Pembuatan Tepung Buah Lindur
1. Buah lindur di sortasi, dipilih yang sudah berwarna hijau tua hingga ungu
dengan bercak coklat, setelah itu dilakukan pengupasan kulit luar.
2. Buah lindur yang telah dikupas di potong pajang menjadi 4 bagian,
kemudian di potong kecil-kecil (dipotong dadu).
3. Setelah ukurannya sesuai buah lindur kemudian direndam selama ± 48 jam
4. Kemudian dilanjutkan dengan perebusan selama ±5 menit.
5. Buah Lindur yang telah direbus, ditiriskan dan dilanjutkan dengan
pengeringan menggunakan cabiner dryer dengan suhu 56 °C selama 12
jam
6. Dilakukan penggilingan buah lindur sehingga menjadi lebih halus,
kemudian dilanjutkan dengan pengayakan ukuran 80 mesh sehingga dapat
menghasilkan tepung buah lindur yang baik.
B. Pembuatan Crackers Tepung Buah Lindur
1. Persiapan bahan
Tahap persiapan bahan dimulai dengan penimbangan bahan antara lain
tepung terigu : tepung buah lindur = 70:30; 60:40; 50:50 (%), gluten (10,
12,14 gram), penambahan soda kue 1 gr, gula 1,5 gr, garam 1,5 gr, yeast 1 gr, mentega putih 20 gr dan volume air 55 ml.
2. Pencampuran I
Tahap pencampuran ini terlebih dahulu untuk bahan-bahan kering (tepung
buah lindur, tepung terigu, gluten, garam, gula, yeast dan soda kue) sambil ditambahkan air sedikit demi sedikit sebanyak ± 55 ml.
3. Pencampuran II
Setelah bahan kering tercampur rata dengan air kemudian ditambahkan
mentega putih (lemak) dan diuleni sehingga diperoleh massa adonan yang
4. Fermentasi
Adonan didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit sambil ditutup kain
lap basah untuk memberi kesempatan adonan untuk mengembang.
5. Pembuatan lembaran
Dilakukan dengan menggunakan roll kayu untuk membuang gas yang
terbentuk dan menipiskan adonan sebelum laminasi.
6. Laminasi atau pelapisan
Untuk mendapatkan struktur adonan yang berlapis-lapis dilakukan
laminasi dengan mengisi setengah bagian adonan dengan bahan pengisi
(35,7 gr tepung terigu dan 11,8 gr mentega putih), kemudian dilipat
dengan setengah bagian adonan yang tidak terisi dan memutar adonan 90º
untuk ditipiskan kembali. Proses laminasi dilakukan sebanyak 4 kali
dengan ketebalan akhir ± 9 mm.
7. Pemotongan atau pencetakan
Lembaran adonan yang tidak terlaminasi siap dicetak atau dipotong
dengan ukuran ± 65 x 75 mm.
8. Pengovenan
Dilakukan pada suhu 250 ºC selama 5 menit dan dilanjutkan dengan suhu
175 ºC selama 8 menit. Tahap ini bertujuan untuk mengembangkan adonan
dengan adanya kontak antara panas dengan gas dalam adonan.
Pemangganngan diakhiri pada saat adonan matang dan berubah warna
Buah lindur
Analisa
- Rendemen - Kadar air sortasi
Tepung Buah Lindur Pengayakan 80 mesh
Penggilingan
Pengeringan dengan cabinet dryer suhu 56 °C selama 12 jam Perebusan pada suhu 100 °C
selama ± 5 menit
Perendaman selama ± 2 hari Pengecilan ukuran bentu dadu
Pengupasan kulit
[image:42.595.167.502.110.627.2]- Kadar pati - Kadar serat kasar
Tepung terigu Tepung buah lindur
1,5 gr gula
1,5 gr garam
1,5 gr yeast
1 gr soda kue 40 gr mentega putih (70:30);(60:40);(50:50)
Total 100 gr
Pencampuran II
Gluten 55 ml air
Pencampuran III (10%.12%,14%)
Massa adonan
Fermentasi suhu kamar (29 ºC) selama 30 menit
Tepung terigu: mentega putih
Pembuatan lembaran setebal 9 mm
Laminasi (35,7:11,8 gr)
Pemotongan ukuran 65 x 75 mm
Uji Organoleptik Analisa:
Pemanggangan 250 ºC 5 mnt, kemudian 175 ºC 8 mnt.
-Rasa Crackers -Rendemen
-Warna -Kadar air
-Tekstur -Kadar protein
- Aroma -Kadar amilopektin
-Kadar serat kasar
[image:43.595.129.480.83.526.2]-Uji daya patah
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Crackers
Dosen Pembimbing Dosen Penguji
Ir. Ulya Sarofa, MM. Ir. Sri Winarti, MP.
( ) ( )
Drh. Ratna Yulistiani, MP. Hj. Ir. Latifah, MS.
Analisa yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari analisa bahan baku
tepung buah lindur dan analisa crackers buah lindur yang dihasilkan yang terdiri dari analisa fisik, kimiawi dan organoleptik. Analisa dilanjutkan dengan analisa keputusan
dan finansial yang didasarkan pada segi ekonomis apabila produk ini digunakan
sebagai produk industri.
A. Hasil Analisa Bahan Baku
Pada penelitian pembuatan crackers buah lindur dilakukan analisa terhadap tepung buah lindur yaitu kadar air, kadar serat kasar, dan kadar amilopektin. Hasil
[image:44.612.150.436.506.581.2]analisa pada tepung buah lindur dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil analisa tepung buah lindur tiap 100 gram
Komponen Jumlah
Kadar Air
Kadar Serat Kasar Kadar Amilopektin HCN
5,4100% 0.9445% 9.2350% 11,59 ppm
Hasil analisa bahan awal menunjukkan bahwa tepung buah lindur mengandung
kadar air 5,4100 %. Menurut Anonymous (2009) kadar air tepung buah lindur adalah
12,1761%, perbedaan kadar air ini disebabkan karena perbedaan cara pengeringan
sehingga kadar air tepung buah lindur juga berbeda. Menurut Buckle (1987)
perbedaan cara pengeringan dapat menyebabkan perbedaan rendemen, dimana
pengeringan dengan sinar matahari dapat menyebabkan pencemaran dengan kotoran
dan selanjutnya mengurangi mutu.
Hasil analisa bahan awal menunjukkan bahwa kadar serat kasar 0,9445%.
Menurut Anonymous (2009) tepung buah lindur tiap 100 gram mengandung serat
0,7371%. Perbedaan serat kasar disebabkan adanya perbedaan bahan mentah.
Kandungan serat kasar yang terlalu tinggi dapat menghambat pembentukan gluten
dalam pembuatan gluten, dikarenakan gluten dan serat kasar mempunyai sifat yang
sama-sama mengikat air. Sesuai dengan Anonymous (2010) bahwa serat insoluble
umumnya bersifat higroskopis sehingga mampu menahan air 20 kali dari beratnya.
Pada hasil analisa HCN pada bahan awal bahwa kadar HCN pada tepung buah
lindur adalah 11,59 ppm , sedangkan menurut Anonymous (2009) kadar HCN pada
tepung buah lindur adalah 12,96 ppm. Hasil untuk uji HCN pada tepung buah lindur
telah memenuhi syarat standar mutu kandungan HCN dalam tepung yaitu sebesar 50
ppm. Menurut Irmansyah (2005) bahwa dengan merebus, mengupas, mengiris
kecil-kecil, merendam dengan air, menjemur hingga kemudian dimasak adalah proses
untung mengurangi kadar HCN.
B. Hasil Analisa Produk Crackers Buah Lindur
1. Rendemen
Berdasarkan hasil analisa ragam (Lampiran 3), menunjukkan bahwa antara
perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten
terdapat interaksi yang nyata (p≤0,05) terhadap rendemen crackers buah lindur.
Masing-masing faktor berpengaruh nyata terhadap rendemen crackers buah
lindur. Nilai rata-rata rendemen crackers dari perlakuan proporsi tepung
terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai rata-rata rendemen Crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten
Perlakuan T. Terigu : T. Buah Lindur
(%) Gluten (%) Rata-rata Rendemen (%)
Notasi DMRT
(5%) 70 : 30
60 : 40
50 : 50
10 12 14 10 12 14 10 12 14 61,1221 63,1583 64,8000 61,9796 64,0843 68,1090 63,2277 68,1111 71,5290 a b c a bc d b d e - 1,1762 1,2515 1,1196 1,2327 1,2666 1,2101 1,2742 1,2817
Keterangan : nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata.
Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai rata-rata rendemen crackers buah lindur berkisar antara 61,1221%-71,5290%. Perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah
lindur = 70:30 (%) dan penambahan gluten 10% menunjukkan rendemen terendah
[image:46.612.132.537.368.558.2](61,1221%), sedangkan perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 50:50
(%) dan penambahan gluten 14% menunjukkan rendemen tertinggi (71,5290%).
Hubungan antara perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan
[image:47.612.114.529.222.446.2]penambahan gluten dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Hubungan antara perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten terhadap rendemen Crackers buah lindur.
Gambar 8 menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi tepung buah lindur
(semakin rendah proporsi tepung terigu) dan gluten yang ditambahkan menyebabkan
rendemen pada crackers semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena gluten
banyak mengandung protein yang bersifat dapat menyerap air sedangkan tepung buah
lindu mengandung pati dan serat yang bersifat dapat menyerap air, sehingga semakin
banyak kandungan pati dan serat pada crackers buah lindur maka rendemen yang diperoleh semakin besar. Menurut Haryadi (1992), semakin tinggi kadar pati yang
terkandung dalam bahan maka semakin tinggi air yang diserap.
Sesuai dengan hasil analisa yang menunjukkan jika kadar air produk semakin
tinggi maka rendemen juga semakin tinggi. Hal ini didukung Suryanto (2001), kadar
air pada rendemen pembuatan crackers dapat menyebabkan perbedaan rendemen,
dimana semakin tinggi penambahan tepung buah lindur, kadar air crackers buah lindur juga semakin tinggi, sehingga rendemen juga semakin tinggi.
2. Kadar Air
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 4), dapat diketahui bahwa terdapat
[image:48.612.118.525.457.626.2]interaksi yang nyata (p≤0,05) terhadap kadar air crackers buah lindur. Masing-masing faktor berpengaruh nyata terhadap kadar air crackers buah lindur. Nilai rata-rata kadar air crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. . Nilai rata-rata kadar air Crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten.
Perlakuan T. Terigu : T. Buah Lindur
(%)
Gluten
Rata-rata
Kadar Air (%) Notasi DMRT(5%)
70 : 30
60 : 40
50 : 50
10 12 14 10 12 14 10 12 14 2,1102 2,7000 3,5343 2,1950 3,4283 4,2740 2,9217 4,3433 4,5419 a b c a c d b d d - 0,2804 0,2939 0,2669 0,2939 0,3019 0,2885 0,3037 0,3055 Keterangan : nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata.
Tabel 8 menunjukkan bahwa besarnya kadar air crackers berkisar antara 2,1102%-4,5419%. Perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 70:30 (%)
dan penambahan gluten 10% menunjukkan kadar air terendah (2,1102%), sedangkan
perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 50:50 (%) dan penambahan
gluten 14% menunjukkan kadar air tertinggi (4,5419%).
Hubungan antara perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan
[image:49.612.113.528.306.492.2]penambahan gluten dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Hubungan antara perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten terhadap kadar air Crackers buah lindur.
Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi tepung buah lindur
(semakin rendah proporsi tepung terigu) dan gluten yang ditambahkan menyebabkan
kadar air pada crackers semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena tepung buah lindur mengandung pati dan serat cukup tinggi dimana air yang terikat pada pati merupakan
air bebas yang terikat secara fisik oleh granula-granulanya sehingga mudah
diuapkan,begitu juga air yang terikat pada tepung buah lindur yang berupa air bebas
yang mudah diuapkan. Hal ini didukung Winarno (1980), didalam bahan pangan air
terdapat dalam bentuk air bebas dan air terikat. Demikian juga dengan gluten yang
mempunyai kemampuan untuk mengikat dan menyerap air dalam produk crackers
dan membentuk ikatan hidrogen. Selain itu serat pada tepung buah lindur merupakan
serat jenis insoluble yang bersifat higroskopis. Sehingga semakin tinggi proporsi
tepung buah lindur, maka kadar air dalam crackers buah lindur juga semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan Anonymous (2010), bahwa serat insoluble umumnya bersifat
higroskopis sehingga mampu menahan air 20 kali dari beratnya.
Komponen utama gluten adalah protein, dimana molekul-molekul protein
mampu melakukan pengikatan dan penyerapan air, sedangkan karbohidrat dalam
tepung buah lindur mempunyai kemampuan untuk mengikat dan menahan air dalam
jumlah yang lebih besar. Menurut De Man (1997), peningkatan kadar air disebabkan
oleh adanya peningkatan penambahan gluten.
3. Kadar Protein
Berdasarkan hasil analisa ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa antara
perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten
terdapat interaksi yang nyata (p≤0,05) terhadap crackers buah lindur. Masing-masing faktor berpengaruh nyata terhadap crackers buah lindur. Nilai rata-rata kadar protein
crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai rata-rata kadar protein Crackers dari perlakuan proporsi tepung Terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten.
Perlakuan T. Terigu : T. Buah Lindur
(%)
Gluten (%)
Rata-rata Kadar
Protein (%) Notasi DMRT (5%)
70 : 30
60 : 40
50 : 50
10 12 14 10 12 14 10 12 14 8.9778 9.5381 9.7446 8.7491 9.0727 8.4037 8.0808 8.0966 8.5271 b c c ab b bc a a ab 0.5170 0.5263 0.5294 0.4858 0.5092 0.5232 - 0.4998 0.4625
Keterangan : nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata.
Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata kadar protein crackers buah lindur berkisar antara 9,7446%-8,0808%. Perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 50 :
50 (gram) dan penambahan gluten 10% menunjukkan kadar protein terendah,
sedangkan pada perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 70:30 (gram)
dan penambahan gluten 14% menunjukkan kadar protein tertinggi. Hubungan antara
perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten terhadap
kadar protein dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Hubungn antara perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten terhadap kadar protein Crackers buah lindur.
Gambar 10 menunjukkan bahwa semakin rendah proporsi tepung buah lindur
(semakin tinggi proporsi tepung terigu) dan semakin tinggi gluten yang ditambahkan,
maka kadar protein pada crackers semakin tinggi . Menurunnya kadar protein
tersebut disebabkan kadar protein tepung buah lindur lebih rendah dibanding dengan
protein terigu . Menurut Anonymous (2009), tepung buah lindur mempunyai kadar
protein yang rendah yaitu 1,849%. Sedangkan kandungan protein terigu adalah 11%.
Meningkatnya penambahan gluten pada crackers menyebabkan peningkatan pada protein crackers. Hal ini disebabkan karena gluten mengandung protein cukup tinggi yaitu 72%, sehingga semakin banyak gluten yang ditambahkan, maka protein
crackers buah lindur semakin meningkat. Menurut pendapat Buckle (1987), jika gluten ditambahkan dalam suatu produk, maka dapat meningkatkan kadar protein
produk tersebut. Gluten mentah yang didapat dari pemisahan protein dalam tepung
terigu mengandung protein yang cukup tinggi. Hal ini didukung juga pendapat De
Man (1999), gluten dapat meningkatkan kadar protein dimana kandungan protein
gluten yaitu 72%.
4. Kadar Serat Kasar
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 6), menunjukkan bahwa perlakuan
proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten tidak terdapat
interaksi yang nyata terhadap serat kasar crackers buah lindur. Masing-masing perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar serat kasar crackers buah lindur. Perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur tidak berpengaruh nyata
terhadap kadar serat crackers buah lindur, demikian juga dengan perlakuan
penambahan gluten juga tidak berpengaruh nyata terhadap kadar serat kasar crackers
buah lindur.
Nilai rata-rata serat kasar crackers dengan perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai rata-rata serat kasar Crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur
T. Terigu : T. Buah Lindur (%)
Rata-rata Serat Kasar (%)
Notasi DMRT 5%
70 : 30 60 : 40 50 : 50
2.9514 3.1331 3.9411
tn tn tn
- 0.9602 1.0087 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
Tabel 10 menunjukkan bahwa kadar serat tertinggi terletak pada proporsi tepung
terigu:tepung buah lindur = 50:50 (%) yaitu 3.9411%, sedangkan kadar serat terendah
terletak pada proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 70:30 (%) yaitu 2.9514%.
Hal ini disebabkan karena perbedaan jumlah proporsi tepung buah lindur sehingga
serat kasar yang dihasilkan tiap perlakuan berbeda, dengan semakin tinggi proporsi
tepung buah lindur menyebabkan terjadinya peningkatan serat. Hal ini didukung
Winarno (1980), serat merupakan polisakarida yang sukar untuk di uraikan dan
mempunyai sifat tidak larut dalam air. Sesuai dengan Anonymous (2009) kadar serat
yang tinggi pada tepung buah lindur dapat meningkatkan nilai tambahnya karena
serat dalam bahan makanan mempunyai nilai positif bagi tubuh dan metabolisme.
Proporsi buah lindur yang lebih banyak berarti memberikan kadar serat yang lebih
banyak pula pada crackers buah lindur. Dengan adanya pemanasan atau
pemanggangan serat tidak mudah rusak dan tidak mudah mengalami degradasi.
Nilai rata-rata serat kasar dengan penambahan gluten dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai rata-rata serat kasar Crackers dari perlakuan penambahan gluten
Gluten (%) Rata-rata Serat
Kasar (%)
Notasi DMRT 5%
10 12 14
3.7232 3.4595 2.8429
tn tn tn
0,9602 1,0087
- Keterangan : tidak berbeda nyata
Tabel 11 menunjukkan bahwa kadar serat tertinggi terletak pada penambahan
gluten 12% yaitu 3.7232%, sedangkan kadar serat terendah terletak pada penambahan
gluten 14% yaitu 2.8429%. Penurunan kadar serat kasar seiring dengan penurunan
penambahan gluten hal ini disebabkan karena tidak terkandungnya serat kasar pada
gluten. Sehingga berapapun serat kasar yang ditambahkan tidak akan meningkatkan
kadar serat kasar, bahkan akan menurunkan kadar serat kasar karena dengan adanya
penambahan gluten menyebabkan komponen serat dalam bahan berkurang.
5. Daya Patah
Daya patah adalah nilai yang menunjukkan sifat ketahanan bahan pangan
tersebut terhadap tekanan yang diberikan, juga berhubungan dengan tingkat
kerenyahan bahan. Peningkatan nilai daya patah juga menunjukkan semakin
meningkatnya nilai kekerasan dari produk pangan (ickers, 1979).
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 7), menunjukkan bahwa antara
perlakuan proposi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten terdapat
interaksi yang nyata (p≤0,05) terhadap daya patah crackers buah lindur. Masing-masing factor berpengaruh nyata terhadap daya patah crackers buah lindur. Nilai rata-rata daya patah crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai rata-rata daya patah Crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten.
Perlakuan T. Terigu : T. Buah Lindur
(%) Gluten (%) Rata-rata Daya Patah (N/cm²)
Notasi DMRT (5%)
70 : 30
60 : 40
50 : 50
10 12 14 10 12 14 10 12 14 0,5478 0,3263 0,2805 0,6190 0,4387 0,3610 0,7045 0,5812 0,3713 c ab a cd b b d c b 0,0839 0,0751 - 0,0855 0,0827 0,0789 0,0860 0,0849 0,0812
Keterangan : nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata.
Tabel 12 menunjukkan bahwa daya patah crackers buah lindur berkisar antara 0,7045 N/cm² - 0,2805 N/cm². perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur =
50:50 (%) dan penambahan gluten 10% menunjukkan nilai daya patah tertinggi
(0,7045N/cm²), sedangkan perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur =
70:30 (%) dan penambahan gluten 30% menunjukkan nilai daya patah terendah yaitu
(0,2805N/cm²).
Hubungan antara perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan
penambahan gluten terhadap daya patah crackers buah lindur dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Hubungan antara perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten terhadap daya patah Crackers buah lindur. Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin rendah proporsi tepung buah lindur
(semakin tinggi proporsi tepung terigu) dan gluten yang ditambahkan maka daya
patah crackers buah lindur semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh kandungan gluten yang ada pada tepung terigu. Dimana semakin tinggi penambahan gluten daya patah
crackers buah lindur akan semakin rendah. Fungsi gluten dalam crackers buah lindur dapat menahan gas CO2 yang dihasilkan oleh khamir ketika fermentasi, sehingga
semakin banyak gas CO2 yang dapat di perangkap maka rongga-rongga udara yang
dihasilkan semakin banyak. Menurut Nabil (1983) semakin banyak rongga akan
semakin renggang strukturnya sehingga semakin mudah dipatahkan. Semakin tinggi
daya kembang crackers buah lindur akan semakin rendah daya patahnya dan semakin tinggi kerenyahannya.
6. Kadar Amilopektin
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 8), menunjukkan bahwa perlakuan
proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten terdapat interaksi
yang nyata (p≤0,05) terhadap kadar amilopektin crackers buah lindur. Masing-masing faktor berpengaruh nyata terhadap kadar amilopektin buah lindur. Nilai
rata-rata kadar amilopektin crackers buah lindur dari perlakuan proporsi tepung
[image:58.612.119.528.334.521.2]terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Nilai rata-rata kadar amilopektin Crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten.
Perlakuan T. Terigu : T. Buah Lindur
(%) Gluten (%) Rata-rata Kadar Amilopektin (%)
Notasi DMRT (5%)
70 : 30
60 : 40
50 : 50
10 12 14 10 12 14 10 12 14 16,8710 16,9831 17,1463 15,6063 16,7277 16,8800 13,4090 15,3683 16,3017 c c c b c c a b bc 1,0788 1,0983 1,1048 1,0138 1,0626 1,0918 - 0,9651 1,0431
Keterangan : nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata.
Tabel 13 menunjukkan bahwa rata-rata kadar amilopektin crackers tepung buah lindur berkisar antara 17,1463%-13,4090%. Perlakuan proporsi tepung terigu:tepung
buah lindur = 50:50 (%) dan penambahan gluten 10% menunjukkan kadar
amilopektin terendah (13,4090%), sedangkan perlakuan proporsi tepung
terigu:tepung buah lindur = 70:30 (%) dan penambahan gluten 14% menunjukkan
kadar amilopektin tertinggi (17,1463%).
Hubungan antara perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan
[image:59.612.115.527.204.437.2]penambahan gluten terhadap kadar amilopektin crackers buah lindur dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Hubungan antara perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten terhadap kadar protein Crackers buah Lindur.
Gambar 12 menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi tepung buah lindur
(semakin rendah tepung terigu) dan semakin turun gluten yang ditambahkan, maka
kadar amilopektin buah lindur semakin menurun. Menurunnya kadar amilopektin
tersebut disebabkan kadar amilopektin tepung buah lindur yang rendah. Dari analisa
bahan awal diketahui bahwa kadar amilopektin pada tepung buah lindur adalah
9,235%.
Peningkatan nilai kadar amilopektin pada crackers buah lindur disebabkan karena tingginya kandungan amilopektin pada tepung terigu lebih tinggi dibanding
kadar amilopektin pada tepung buah lindur. Menurut U.S. Wheat Associated (1981)
kandungan pati dalam tepung terigu adalah 70% dimana 20% merupakan amilosa dan
80% amilopektin. Sedangkan kandungan amilopektin pada tepung buah lindur
menurut hasil analisa bahan awal adalah 9,2350%. Sehingga dengan adanya proporsi
tepung terigu dan penambahan gluten kadar amilopektin crackers buah lindur lebih tinggi dari pada kadar amilopektin tepung buah lindur. Penambahan gluten juga
mengakibatkan meningkatnya kadar amilopektin pada crackers buah lindur,
meskipun sebagian besar komponen gluten adalah protein yang terdiri dari gliadin
dan glutenin. Buckle (1987), menyatakan bahwa komposisi gluten yaitu protein 72%,
air 10%, lemak 4%, dan karbohidrat 14%.
C. Uji Kesukaan ( Uji Hedonik Scale Scoring)
Kualitas bahan pangan dapat diketahui dengan tiga cara yaitu kimiawi, fisik dan
sensorik. Diterima atau tidaknya suatu produk pangan oleh konsumen banyak
ditentukan oleh factor mutu terutama mutu organoleptik.
Sifat organoleptik adalah sifat bahan yang dimulai dengan menggunakan indera
manusia yaitu indera penglihatan, pembau dan perasa. Sifat organoleptik crackers
buah lindur yang diuji meliputi: rasa, warna, tekstur dan aroma. Dalam uji
organoleptik ini panelis menyatakan tanggapan pribadinya tentang kesukaannya,
skala hedonik yang dipakai terdiri dari 5 level (sangat suka-sangat tidak suka).
1. Uji Kesukaan Warna
Warna merupakan parameter fisik yang sangat penting. Kesukaan konsumen
terhadap produk pangan juga ditentukan oleh warna. Berdasarkan analisis ragam
(Lampiran 9), menunjukkan bahwa perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah
lindur dan penambahan gluten berpengaruh nyata (p≤0,05), terhadap warna crackers
[image:61.612.116.412.331.510.2]buah lindur. Nilai rata-rata uji organoleptik warna crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dapat dilihat pada Table 14.
Tabel 14. Nilai rata-rata uji organoleptik warna Crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten.
Perlakuan T. Terigu : T. Buah
Lindur (gram)
Gluten Jumlah Ranking
70 : 30
60 : 40
50 : 50
10 12 14 10 12 14 10 12 14 103,5 108 146,5 104,5 105 97 61 91,5 87,5 Keterangan : makin besar nilai makin disukai
Berdasarkan Tabel 14. nilai rata-rata crackers buah lindur berkisar antara 61-146,5. Perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 70:30 (%) dengan
penambahan gluten 14% menghasilkan nilai kesukaan warna crackers buah lindur tertinggi yaitu 146,5, sedangkan perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur
= 50:50 (%) dan penambahan gluten 10% menghasilakan warna crackers buah lindur dengan nilai kesukaan terendah yaitu 61,1.
Semakin menurun proporsi tepung buah lindur dan semakin meningkat
penambahan gluten menyebabkan warna crackers buah lindur makin disukai. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi proporsi tepung buah lindur yang ditambahkan,
menyebabkan warna dari crackers buah lindur semakin tidak bagus (coklat tua).
Penambahan tepung buah lindur yang rendah akan menghasilkan warna crackers
buah lindur yang menarik yaitu coklat muda, dan penambahan gluten yang tinggi
dapat memberikan warna khas akibat pemanggangan. Menurut Winarno (1997), suatu
bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan
apabila memiliki warna yang tidak sedap atau menyimpang dari warna yang
sebenarnya.
2. Uji Resukaan Rasa
Rasa dapat dipakai sebagai indicator kesegaran dan penyimpangan bahan pangan.
Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 9), menunjukkan bahea perlakuan proporsi
tepung terigu:tepung buah lindur berpengaruh nyata (p≤0,05), terhadap rasa crackers
buah lindur. Nilai rata-rata nilai uji organoleptik rasa crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur dan penambahan gluten dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Nilai rata-rata uji organoleptik rasa Crackers dari perlakuan proporsi tepung terigu : tepung buah lindur dan penambahan gluten.
Perlakuan T. Terigu : T. Buah Lindur
(%)
Gluten (%)
Jumlah Ranking
70 : 30
60 : 40
50 : 50
10 12 14 10 12 14 10 12 14 100 117 136 88,5 105 111,5 75 71 94,5
Keterangan : makin besar nilai makin disukai
Berdasarkan Tabel 15. nilai rata-rata kesukaan rasa crackers buah lindur antara 136-71 . Perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur = 70:30 (%) dan
penambahan gluten 14% menghasilkan crackers buah lindur dengan nilai kesukaan tertinggi (136), sedangkan perlakuan proporsi tepung terigu:tepung buah lindur =
50:50 (%) dan penambahan gluten 12% menghasilkan nilai kesukaan rasa terendah
(71).
Semakin menurun proporsi tepung buah lindur dan semakin meningkat
penambahan gluten menyebabkan rasa crackers buah lindur makin disukai. Hal ini disebabkan karena gluten memiliki kandu