PENGEMBANGAN MEMBRAN SELULOSA ASETAT
MENGGUNAKAN NATRIUM DODESIL SULFAT
ZONA GOZALI SUMARNA
DEPARTEMEN KIMIA
2
ABSTRAK
ZONA GOZALI SUMARNA. Pengembangan Membran Selulosa Asetat
Menggunakan Natrium Dodesil Sulfat. Dibimbing oleh SRI MULIJANI, dan
ARMI WULANAWATI.
Perkembangan teknologi membran dalam unit pengolahan limbah saat ini
sangat pesat, khususnya dalam proses pemisahan. Teknologi membran dipilih
karena prosesnya sangat sederhana, energi yang digunakan rendah, tidak merusak
material, dan tidak menghasilkan limbah baru, sehingga tergolong sebagai
teknologi ramah lingkungan. Pembuatan membran diawali dengan pembuatan
larutan campuran polimer selulosa asetat (CA) dan natrium dodesil sulfat (SDS)
dalam pelarut aseton. Komposisi CA sebesar 15% b/v dan komposisi SDS
diragamkan 0; 0.05; 0.01; dan 0.125% b/v. Larutan polimer disonikasi
menggunakan getaran ultrasonik selama 3 jam dan dicetak pada pelat kaca
kemudian direndam dalam air hangat pada suhu 60
oC. Pencirian membran
menggunakan indeks rejeksi. Indeks rejeksi dinilai pada larutan deterjen dengan
konsentrasi 1600 ppm. Jika dibandingkan dengan nilai di bawah konsentrasimisel
krtis (KMK), nilai rerata indeks rejeksi terbaik dihasilkan saat awal pembentukan
KMK, dengan konsentrasi SDS 0.125%. Pada konsentrasi tersebut, diperoleh
nilai rerata indeks rejeksi yang cukup besar, senilai 77%. Sementara pada
konsentrasi SDS dibawah KMK, yaitu 0.05% dan 0.01%, nilai rerata indeks
rejeksi sebesar 17% dan 37%. Nilai KMK yang yang terbaik dicapai saat awal
pembentukan KMK.
ABSTRACT
ZONA GOZALI SUMARNA. Development of Cellulose Acetate Membranes
Using Sodium Dodecyl Sulphate. Supervised by SRI MULIJANI and ARMI
WULANAWATI.
PENGEMBANGAN MEMBRAN SELULOSA ASETAT
MENGGUNAKAN NATRIUM DODESIL SULFAT
ZONA GOZALI SUMARNA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
4
Judul
: Pengembangan Membran Selulosa Asetat Menggunakan Natrium
Dodesil Sulfat
Nama : Zona Gozali Sumarna
NIM : G44070097
Disetujui
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Sri Mulijani, M.S Armi Wulanawati, S.Si, M.Si NIP 19630401 199103 2 001 NIP 19690725 200003 2 001
Diketahui
Ketua Departemen KimiaProf. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S
NIP 19501227 197603 2 002PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Pengembangan Membran
Menggunakan Natrium Dodesil Sulfat berhasil diselesaikan. Penelitian ini
dilaksanakan sejak bulan Februari sampai September.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Sri Mulijani, M.S selaku
pembimbing pertama dan Ibu Armi Wulanawati, S.Si, M.Si selaku pembimbing
kedua yang telah banyak memberi saran selama penelitian dan penyusunan karya
ilmiah ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada staf Laboratorium
Kimia Fisik, Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium Kimia Bersama
Departemen Kimia IPB atas segala bantuan, fasilitas, dan saran yang diberikan.
Terima kasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada orang
tersayang Mama, Bapak, Kakak, Yoga, Ayu dan Erlita atas segala doa, nasehat,
dan semangatnya. Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bara,
Endy, Adi, Ka Karin dan teman-teman di Laboratorium Kimia Fisik atas semangat
dan bantuan yang telah diberikan selama penelitian. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman kimia 44, serta kepada BUMN atas bantuan
dana beasiswa yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan.
Bogor, Agustus 2011
6
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 31 Oktober 1988 sebagai anak
ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Tatang Sumarna dan Ibu Sri
Maryati. Tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur SPMB. Penulis masuk Program Studi S1 Kimia, Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ...
vii
DAFTAR LAMPIRAN ...
viii
PENDAHULUAN ...
1
TINJAUAN PUSTAKA
Membran ...
1
Selulosa Asetat ...
1
Surfaktan ...
2
Laju Aliran (Fluks) ...
2
Indeks Rejeksi ...
2
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ...
3
Metode ...
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Selulosa Asetat ...
3
Ciri Membran dengan Metode Fluks Air dan Analisis Membran
dengan Mikroskop Elektron Payaran (SEM) ...
4
Indeks Rejeksi ...
6
Analisis Membran Selulosa Asetat dengan
Fourier transform infrared
(FTIR) ...
6
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ...
7
Saran ...
7
DAFTAR PUSTAKA ...
7
8
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Struktur kimia selulosa asetat ... 2
2
Struktur kimia SDS ... 2
3
Membran selulosa asetat ... 4
4
Penurunan nilai fluks air membran dengan SDS 0% ( ), 0.05% (
),
0,1% (×), dan 0,125% ( ) pada sonikasi 3 jam ...
4
5
Pengaruh penambahan SDS terhadap rerata nilai fluks air ...
5
6
Permukaan membran CA-SDS 0,125% ...
5
7
Penampang lintang permukaan membran CA murni ...
5
8
Penampang lintang permukaan membran CA-SDS 0,125% ...
5
9
Spektrum FTIR membran CA-SDS ...
6
10
Spektrum FTIR Selulosa asetat ...
6
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir kerja penelitian ...
10
2 Gambar aliran kerja modul pemisahan crossflow ...
11
3 Nilai fluks air membran CA dengan SDS 0%, 0.05%, 0.10%, dan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan teknologi membran sebagai unit pengolah limbah saat ini sangat pesat dan banyak digunakan dalam proses pemisahan. Teknologi membran dipilih karena prosesnya yang sangat sederhana, konsumsi energi yang digunakan rendah, tidak merusak material, tidak menggunakan zat kimia tambahan dan tidak menghasilkan limbah baru sehingga tergolong sebagai teknologi ramah lingkungan (Radiman dan Eka 2007). Keberhasilan pemisahan dengan membran bergantung pada mutu membran tersebut. Parameter penting mutu membran diantaranya adalah memiliki permeabilitas, selektivitas yang tinggi, dan tahan terhadap zat kimia yang akan dipisahkan (Mulder 1996).
Metode pengolahan limbah meggunakan membran sudah lama dikenal dan efektif (Baker 2004). Salah satu pengaplikasiannya adalah untuk pengolahan limbah industri atau pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Limbah industri, terutama industri rumah tangga, banyak yang dibuang langsung ke perairan, diantaranya adalah limbah deterjen. Dengan memakai membran, limbah yang dihasilkan oleh industri akan lebih ramah lingkungan dan hanya memerlukan biaya yang rendah. Selain itu membran dapat digunakan dalam industri air minum.
Penelitian mengenai pembuatan membran selulosa telah dilakukan sebelumnya oleh Putri (2006) menggunakan limbah nanas. Pengembangan selanjutnya mengenai modifikasi bahan dasar membran adalah dengan menggunakan bahan dasar selulosa asetat (CA). Penelitian menggunakan bahan dasar CA telah banyak dilakukan sebelumnya oleh Nuryono (2008) dan Surgayani (2008) dengan menambahkan polistirena (PS) sehingga menjadi membran komposit. Penelitian tersebut menggunakan polietilena glikol (PEG) sebagai porogen dan menghasilkan membran dengan ukuran pori berkisar antara 120 dan 240 nm. Martin (2008) membuat membran komposit CA-PS dengan penambahan polietilena glikol (PEG) dapat memisahkan limbah Fe3+.
Diketahui CA memiliki keselektifan yang cukup tinggi sehingga materi-materi yang kecilpun dapat ditahan (Mulder 1996). Untuk meningkatkan kualitas membran maka perlu pengembangan pembuatan membran CA. Pada penelitian ini maka dibuatlah membran CA yang dimodifikasi dengan penambahan
surfaktan natrium dodesil sulfat (SDS). SDS merupakan surfaktan jenis anionik dan termasuk kelompok surfaktan terbesar yang diproduksi dalam aplikasi industri karena biaya manukfakturnya relatif rendah, mudah didegradasi (Karomah 2009). Nugraha (2010) mendapatkan nilai konsentrasi misel kritis (KMK) SDS sebesar 0,125%.
Dengan demikian, tujuan penelitian adalah pengaruh penambahan SDS pada awal nilai KMK dan dibawah nilai KMK yang berfungsi sebagai penjerap SDS dalam larutan deterjen yang akan meruah dalam membran. Aplikasinya sebagai filter pada pemisahan deterjen dalam air. Dengan melakukan pencirian membran melalui pengukuran fluks air, indeks rejeksi, spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR), dan mikroskop elektron susuran (SEM).
TINJAUAN PUSTAKA
Membran
Membran adalah suatu lapisan film tipis yang pelarut dan zat terlarutnya ditransportasikan secara selektif (Ghosh 2003). Berdasarkan asalnya, membran dapat dibedakan menjadi 2, yaitu membran alami dan sintetik. Membran alami adalah membran yang terdapat dalam sel tubuh makhluk hidup. Membran sintetik dibagi lagi menjadi membran organik dan membran anorganik. Beberapa membran sintetik adalah membran yang terbuat dari polimer seperti selulosa asetat, selulosa triasetat, polipropilena, polietilena, poliamida, poli(eter sulfonat), dan polisulfon (Mulder 1996).
Selulosa Asetat (CA)
2
Selulosa asetat (Gambar 1) merupakan ester organik selulosa yang berupa padatan tidak berbau, tidak beracun, tidak berasa, dan berwarna putih yang dibuat dengan mereaksikan selulosa dengan asam asetat anhidrida dengan bantuan asam sulfat sebagai katalis (Kroschwitch 1990). Selulosa asetat digunakan dalam film fotografi, sebagai komponen dalam bahan perekat, serta sebagai serat sintetik. Selulosa asetat juga memiliki aplikasi yang sangat luas dalam bidang industri seperti plastik, rayon, benang, dan film.
Gambar 1 Struktur kimia selulosa asetat (Mulder 1996).
Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) adalah zat yang aktif pada permukaan, dikenal sebagai senyawa ampifilik dan mempunyai struktur yang khas karena adanya gugus yang mempunyai tarikan sangat kecil terhadap air yang disebut gugus hidrofobik bersama-sama dengan gugus yang mempunyai tarikan kuat terhadap air yang disebut gugus hidrofilik (Hunter 1993). Pada konsentrasi rendah dalam suatu sistem, surfaktan mempunyai sifat teradsorpsi pada permukaan antarmuka pada sistem tersebut.
Berdasarkan struktur ionnya (ada tidaknya muatan ion pada rantai panjang bagian hidrofobiknya), surfaktan dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam, yaitu surfaktan anionik, kationik, nonionik, dan amfoterik. Surfaktan anionik merupakan zat aktif permukaan dengan gugus hidrofiliknya bermuatan negatif (Pudjaatmaka dan Qodratillah 2002). Surfaktan anionik adalah surfaktan yang digunakan dalam setiap produk detergen.
Natrium Dodesil Sulfat (SDS) termasuk ke dalam surfaktan anionik. Surfaktan anionik adalah zat aktif permukaan dengan gugus
nm. Nilai KMK-nya sebesar 0.125% (Nugraha 2010). Bagian kepala mengandung gugus polar sulfat yang berinteraksi kuat dengan air. Bagian ekornya mengandung hidrokarbon berantai panjang yang larut dalam minyak atau lemak.
Gambar 2 Struktur kimia SDS.
Laju Aliran (Fluks)
Fluks (J) adalah jumlah volume permeat yang melewati satu-satuan permukaan luas membran dengan gaya waktu tertentu dengan adanya gaya dorong berupa tekanan. Secara umum fluks dapat dirumuskan sebagai berikut (Mulder 1999):
= ×
Keterangan:
J = Fluks (L/m2.jam)
V = Volume permeat (L)
A = Luas permukaan membran (m2)
t = waktu (jam)
Masalah serius yang sering ditemui dalam proses ultrafiltrasi adalah kecenderungan terjadi penurunan fluks sepanjang waktu pengoperasian akibat pengendapan atau pelekatan material di permukaan membran yang dikenal dengan istilah penyumbatan dan
scaling. Faktor yang mempengaruhi fluks
membran adalah material polimer, tekanan yang digunakan, dan penyumbatan (Mulder 1996).
Indeks Rejeksi
Menurut Hartomo (1994), indeks rejeksi (R) adalah nisbah konsentrasi zat terlarut dalam umpan terhadap konsentrasi zat terlarut dalam membran. Indeks rejeksi merupakan parameter yang digunakan untuk menggambarkan selektivitas membran. Secara umum indeks rejeksi dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
R = Indeks rejeksi (%)
Cp = Konsentrasi zat terlarut dalam permeat (ppm)
Cf = Konsentrasi zat terlarut dalam umpan (ppm)
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, modul penyaring
cross flow (Lampiran 1), pelat kaca, alat ultrasonik AS ONE, SEM JEOL JSM-8360LA, dan FTIR SHIMADZU 840. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah selulosa asetat, aseton teknis, SDS, detergen dan air destilata.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pembuatan membran CA, pencirian membran, dan analisis morfologi membran. Diagram alir keseluruhan penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pembuatan membran CA
Pembuatan membran selulosa asetat (CA) dilakukan dengan metode pembalikan fasa. Tahap awal CA sebanyak 15 gram dicampurkan dengan surfaktan natrium dodesil sulfat (SDS) dengan variasi bobot, yaitu sebanyak 0,0; 0,05; 0,100; dan 0,125 g dan dilarutkan dalam aseton 100 mL. Kemudian diaduk dengan gelombang ultrasonik selama 3 jam hingga diperoleh larutan polimer yang homogen. Larutan polimer dituangkan di atas plat kaca yang telah diberi selotip pada kedua sisinya dengan ketebalan yang sama, lalu dicetak dengan cara mendorong larutan polimer tersebut sampai diperoleh lapisan tipis. Larutan tersebut dibiarkan selama 10 menit untuk menguapkan pelarut. Selanjutnya polimer tipis direndam di dalam air destilata pada suhu 60ºC selama 1 jam dan polimer tersebut dilepaskan dari pelat kaca. Polimer ini digunakan sebagai membran
Pencirian Membran
Fluks air
Sampel membran ditempatkan pada modul alat saring cross flow yang dihubungkan dengan selang pengalir umpan, rentetat, permeat, dan selang pengatur tekanan.
Tekanan yang digunakan adalah 20 psi (Martin 2008). Setelah itu, umpan dialirkan melewati modul. Permeat ditampung dalam gelas ukur. Volumenya diukur setiap 10 menit selama 90 menit. Pengukuran dilakukan terhadap seluruh membran. Nilai fluks ditentukan sebagai fungsi terhadap waktu sehingga mencapai kondisi tunak.
Indeks Rejeksi
Penentuan indeks rejeksi membran ditentukan dengan menggunakan alat yang sama pada penentuan fluks air. Pada penentuan indeks rejeksi membran, parameter yang perlu diperhatikan dan dicatat adalah konsentrasi permeat dan umpan.
Larutan deterjen 1600 ppm disiapkan untuk menjadi larutan umpan. Analisis konsentrasi deterjen dalam volume permeat menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Persen rejeksi deterjen dihitung dari nisbah antara konsentrasi permeat (Cp) dan umpan (Cf) (Baker 2004).
Analisis Morfologi Membran
SEM
Mikroskop elektron payaran (SEM) dilakukan dengan tujuan melihat morfologi permukaan membran. Sampel tersebut kemudian dipotong sehingga berukuran 1x1 cm. Setelah itu, direkatkan pada permukaan suatu silinder logam steril berdiameter 1 cm dengan menggunakan perekat ganda. Silinder diletakkan dalam pelapis ion untuk divakum selama 3 jam dengan tekanan 0.1 mbar. Setelah itu, contoh dilapisi dengan emas menggunakan pelapis ion kemudian difoto dengan instrumen.
FTIR
Pengukuran dengan Fourier Transform
Infrared (FTIR) adalah untuk mendapatkan
spektrum inframerah dari membran sehingga dapat dianalisis gugus fungsinya. Sampel membran selulosa asetat dalam bentuk lapisan film tipis ditempatkan dalam cell holder
kemudian dicari spektrum yang sesuai.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Selulosa Asetat
4
energi panas sehingga menyebabkan interaksi antara CA dan SDS semakin meningkat.
Pengadukan dilakukan selama 3 jam. Pengadukan yang tidak baik menyebabkan permukaan membran yang dicetak tidak merata dan berlubang, sehingga mudah rusak atau robek saat digunakan. Pendiaman larutan sesaat sebelum dicetak turut berperan menghasilkan membran yang baik. Hal tersebut dikarenakan proses pengadukan dapat menimbulkan gelembung udara yang akan menciptakan lubang saat mencetak membran.
Membran CA yang terbentuk dengan penambahan SDS dibawah konsentrasi misel kritis (KMK) menghasilkan membran dengan ciri-ciri berbentuk lembaran tipis, tidak berwarna, dan permukaannya halus (Gambar 3). Membran yang terbentuk cukup homogen terlihat dari membran yang tidak berwarna atau transparan secara merata.
Gambar 3 Membran selulosa asetat.
Ciri Membran dengan Metode Fluks Air dan Analisis Morfologi Membran dengan
Mikroskop Elektron Payaran (SEM)
Pengukuran fluks air dimaksudkan untuk mengukur ketahanan membran dalam melewatkan cairan. Berdasarkan pengamatan, nilai fluks akan berkurang seiring dengan bertambahnya waktu. Hal ini sesuai dengan Mulder (1996), yaitu semakin bertambahnya waktu maka nilai fluks suatu membran
Gambar 4 Penurunan nilai fluks air membran dengan SDS 0% ( ), 0.05% ( ), 0,1% (×), dan 0,125% ( ) pada sonikasi 3 jam.
Penurunan nilai fluks air dapat dikarenakan penyumbatan (fouling) pada pori-pori membran. Penggunaan membran secara terus menerus dapat mengurangi efisiensi kinerja membran karena adanya penyumbatan sehingga mempengaruhi nilai fluks (Hartuti 2007). Fouling merupakan peristiwa penyerapan partikel pada permukaan bagian luar atau dalam membran, sehingga membran kehilangan efesiensinya. Membran CA yang mengalami fouling dapat dikembalikan seperti semula dengan cara back wash. Back wash
adalah pencucian pori-pori membran sehingga pori-pori terbuka kembali.
Penurunan nilai fluks juga dapat dikarenakan adanya kompaksi pada membran. Peristiwa kompaksi ini terjadi akibat pergerakan struktur membran oleh tekanan yang diberikan (Mulder 1996). Tekanan ini akan memberikan gaya dorong sehingga struktur membran bergerak dan membuat pori-pori tertekan dan merapat. Semakin besar tekanan yang diberikan maka kompaksi akan semakin cepat terjadi. Penurunan efisiensi
0 5 10 15 20 25 30
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Penambahan SDS berpengaruh pada peningkatan atau penurunan nilai fluks air. Membran CA-SDS 0,125% memiliki rerata nilai fluks air yang lebih tinggi (10,0471 L/m2 jam) dibandingkan dengan nilai fluks membran CA murni (8,3951 L/m2 jam) (Gambar 5). Nilai fluks membran CA-SDS 0,125% paling tinggi karena pada membran terbentuk misel yang akan membentuk pori pada permukaan membran. Pada hasil SEM terlihat sedikit pori yang terbentuk pada membran ini, sehingga molekul air yang terlewati lebih banyak (Gambar 6). Namun, nilai fluks air pada membran CA-SDS 0,05% dan 0,1% lebih kecil dari CA murni. Hal ini disebabkan membran CA murni pada hasil SEM penampang lintang menunjukkan lapisan bawah membran berbentuk menjari yang memudahkan molekul air dapat melewati membran (Gambar 7). Sedangkan pada membran CA-SDS 0,05% dan 0,1%, molekul air sulit melewati membran yang disebabkan pada penampang lintang lapisan bawah membran membentuk ruahan (Gambar 8). Membran dengan nilai dibawah KMK tidak terbentuk misel yang berfungsi sebagai pembuat pori, namun membran ini membentuk ruahan.
Gambar 5 Pengaruh penambahan SDS terhadap rerata nilai fluks air.
Gambar 6 Permukaan membran CA-SDS 0,125% dengan perbesaran 10000×.
Gambar 7 Penampang lintang permukaan membran CA murni dengan perbesaran 2000×.
Gambar 8 Penampang lintang permukaan membran CA-SDS dengan perbesaran 2000×. 0 2 4 6 8 10 12
0 0,05 0,1 0,15
R er at a fl u k s ai r (L /m 2 .j am )
Konsentrasi SDS (%b/v)
LAPISAN
BAWAH LAPISAN ATAS
LAPISAN BAWAH
LAPISAN ATAS
6
Indeks Rejeksi
Indeks rejeksi merupakan salah satu indikator pencirian membran. Pada membran ini, indeks rejeksi diaplikasikan terhadap molekul deterjen 1600 ppm. Penentuan indeks rejeksi membran pada penelitian ini dilakukan dengan pengukuran konsentrasi permeat. Prinsip penentuannya sama seperti fluks air, yaitu dengan sistem cross flow, hanya saja larutan umpan yang digunakan ialah larutan deterjen. Pengukuran nilai rejeksi dilakukan setiap 10 menit permeat yang keluar (Lampiran 5).
Tabel 1 menunjukkan rerata indeks rejeksi pada tiap jens membran. Rerata nilai indeks rejeksi semakin besar dengan bertambahnya konsentrasi SDS, disebabkan banyaknya SDS yang terikat pada membran CA, sehingga SDS pada deterjen terjerap lebih banyak. SDS merupakan penyusun utama deterjen yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan busa. Pada membran CA-SDS, kadar deterjen dapat ditekan sampai 76,63%. Membran ini terbukti dapat menyaring limbah deterjen, namun hasil ini belum maksimal karena nilai ambang batas maksimum deterjen dalam air minum sebesar 0,5 ppm (SNI 01-3553-1994). Hasil yang diperoleh pada tabel 1 menunjukkan kadar deterjen dapat ditekan hingga 372,4748 ppm dari konsentrasi awal sebesar 1600 ppm. Nilai ini tidak dapat digunakan dalam penyaringan air minum karena masih jauh dari nilai ambang batas maksimum deterjen dalam air.
Tabel 1 Nilai rerata indeks rejeksi membran Konsentrasi SDS (%) Kadar Detergen (ppm) Rerata Indeks Rejeksi (%)
0,050 1323 17,27
0,100 1006 37,10
0,125 372 76,63
Analisis Membran Selulosa Asetat dengan
Fourier Transform Infrared (FTIR)
Membran CA diuji kandungan surfaktannya dengan menggunakan FTIR. Salah satu membran CA yang diuji adalah membran CA-SDS. Dari hasil pengujian tersebut dapat diketahui bahwa membran
gelombang 3480.31 cm-1 yang merupakan pita serapan dari gugus -OH yang berasal dari selulosa asetat. Bilangan gelombang 3200−3600 cm-1 adalah pita serapan dari gugus –OH (Creswell 2005). Daerah bilangan gelombang 1760.37 cm-1 yang merupakan pita serapan dari gugus C=O yang berasal dari selulosa asetat. Bilangan gelombang 1640−1820 cm-1 adalah pita serapan dari karbonil (Pavia et al. 2001). Dari spektrum di bawah menunjukkan bahwa membran yang dianalisis masih mengandung SDS karena muncul pita serapan khas dari SDS gambar 9, yaitu terdapat gugus C−O pada daerah bilangan gelombang 1090.24 cm-1dan gugus (S=O) pada 1223.54 cm-1.
Gambar 11 Spektrum FTIR SDS.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pembuatan membran selulosa asetat dengan penambahan surfaktan natrium dodesil sulfat (SDS) pada saat awal terbentuk konsentrasi misel kritis (KMK), yaitu 0,125% menghasilkan nilai yang paling baik jika dibandingkan dengan nilai dibawah KMK. Hal ini terlihat dari nilai rerata indeks rejeksi yang diperoleh. Pada konsentrasi SDS 0,125% didapat nilai rerata indeks rejeksi yang cukup besar, yaitu 76,63%. Sedangkan pada konsentrasi SDS dibawah KMK, yaitu 0,05% dan 0,1% diperoleh nilai rerata indeks rejeksi sebesar 17,27% dan 37,10%. Nilai KMK yang baik adalah nilai pada saat awal terbentuk KMK, yaitu 0,125%.
Saran
Penambahan konsentrasi surfaktan diatas nilai KMK. Diaplikasikan pada limbah deterjen yang terdapat pada lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Baker RW. 2004. Membrane Technology and Applications. England: John Wiley & Sons, Ltd.
Creswell CJ et al. 2005. Analisis Spektrum
Senyawa Organik. Padmawinata K,
Soediro I, penerjemah. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Spectrum Analysis of Organic Compound
Ghosh R. 2003. Protein Bioseparation Using Ultrafiltration:Theory, Aplication, and
New Development. London: Imperial
College Pr.
Hartomo AJ, Widiatmoko MC. 1994.
Teknologi Membran Pemurnian Air.
Yogyakarta: Andi Offset.
Hartuti I. 2007. Pengaruh variabel proses terhadap penyumbatan membran selulosa asetat [terhubung berkala].
http://digilib.its.ac.id [1 Sep 2011]. Karomah A. 2009. Analisis Parameter
TexaponTM OCN (Oral Care Needle) [Laporan]. Bogor :Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Kroscwihtch JI. 1990. Consise of Polymer Science and Engineering. New York: John Wiley & Sons.
Martin M. 2008. Aplikasi membran komposit selulosa asetat-polistirena berporogen poli(etilena glikol) 6000 dalam pemisahan Fe3+. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.
Mulder M. 1996. Basic Principles of
Membrane Technology. Dordrecht:
Kluwer.
Nugraha I. 2009. Membran komposit selulosa asetat-polistirena akibat pengaruh SDS dan suhu. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Nuryono. 2008. Kajian desalinasi membran
komposit selulosa asetat-polistirena dengan poli(etilena glikol) sebagai porogen. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. 1220.24
8
Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS. 2001.
Introduction to Spectroscopy. USA: Thomson Learning Inc.
Pudjaatmaka AH, Qodratillah MT. 2002.
Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka. Putri TP. 2006. Ciri membran selulosa asetat
berpori dari sari kulit nanas. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.
Radiman CL, Eka I. 2007. Pengaruh jenis dan temperatur koagulan terhadap morfologi dan karakteristik membran
selulosa asetat. Makara, Sains11(2): 80-84.
[SNI] Standar NasionalIndonesia. 1994. Air Minum Dalam Kemasan. SNI 01-3553-1994 . Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.
10
Lampiran 1 Gambar aliran kerja modul pemisahan cross flow
Arah cairan umpan Arah permeat Arah rentetat
Keterangan:
A. Penampung cairan/umpan B. Pompa
C. Pengatur tekanan D. Alat pemisahan E. Penampung permeat
A
B C
D
Lampiran 2 Diagram alir kerja penelitian
Dicampurkan aseton sambil diaduk dengan
batang pengaduk
Diultrasonik 3 Jam
Dicetak membran pada pelat kaca
Direndam membran dalam air hangat (60°C)
Membran dianalisis dengan SEM dan
FTIR
Ditentukan fluks air dan Indeks rejeksi
CA 15 gram SDS: 0; 0.05; 0.10; dan
0.125 gram
Didiamkan selama 10 menit
12
Lampiran 3 Nilai fluks air membran CA dengan SDS 0%, 0.05%, 0.10%, dan 0,125% b/v
Waktu (menit)
Nilai Fluks air (L/m2.jam)
MSDS 1 MSDS 2 MSDS 3 MSDS 4
10 24,2424 5,6566 8,8889 11,9596
20 20,2020 4,4444 8,0808 11,6364
30 10,1010 4,0404 7,6768 10,8283
40 6,4646 3,2323 5,6566 10,6667
50 4,4444 3,0707 4,8485 10,5051
60 3,6364 2,9091 4,0404 10,3434
70 2,4242 2,7475 2,4242 9,8586
80 2,4242 2,4242 2,0202 8,7273
90 1,6162 2,1010 1,6162 5,8990
Rerata 8,3951 3,4029 5,0281 10,0471
Keterangan :
Lampiran 4 Penentuan kurva standar deterjen Konsentrasi (ppm) Absorbans
50 0,231
100 0,444
300 0,530
600 0,633
1000 0,775
1300 0,829
1600 0,962
y = (3,94 10-4)x + 0,3502
R² = 0,9583
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
0 500 1000 1500 2000
A
b
so
rb
an
si
Konsentrasi Deterjen
14
Lampiran 5 Tabel data rejeksi deterjen
Waktu (menit) Absorbans % Rejeksi Membran
MSDS 1 MSDS 2 MSDS 3 MSDS 1 MSDS 2 MSDS 3
10 0,443 0,409 0,471 26,40 53,36 80,84
20 0,466 0,450 0,524 8,15 20,84 72,43
Rerata 17,27 37,10 76,63
Contoh Perhitungan (membran MSDS 1 menit 10)
% = 1 − × 100%
% = 1 −1177,66501600 × 100%
26,40%
Keterangan:
Cp : Konsentrsi permeat
Cf : Konsentrasi Umpan
Persamaan linear: y=0,3502 + (3,94×10-4)x