• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Komparatif Tingkat Sosial Ekonomi Petani Organik Dampingan BITRA dan Petani Anorganik (Studi Kasus Padi Sawah Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Komparatif Tingkat Sosial Ekonomi Petani Organik Dampingan BITRA dan Petani Anorganik (Studi Kasus Padi Sawah Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

ANALISIS KOMPARATIF TINGKAT SOSIAL EKONOMI

PETANI DAMPINGAN BITRA DAN PETANI ANORGANI

(Studi Kasus Padi Sawah Desa Lubuk Bayas Kecamatan

Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

SKRIPSI

DIAJUKAN OLEH:

YOMENI MARGARETH SAGALA

060902049

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah menyertai dan memberkati penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul

Analisis Komparatif Tingkat Sosial Ekonomi Petani Organik Dampingan

BITRA dan Petani Anorganik” (Studi Kasus Padi Sawah Desa Lubuk Bayas

Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai).

Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan sumbangan saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini.

Penulis tidak lupa mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membimbing, membantu serta yang memberikan dukungan bagi penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmus Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(3)

4. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik khususnya Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, yang telah membimbing penulis dalam kegiatan akademis selama perkuliahan.

5. Bapak Kasim, selaku Kepala Desa Lubuk Bayas, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian lapangan di Desa Lubuk Bayas.

6. Bapak Sarman selaku Ketua Kelompok Tani Subur desa Lubuk Bayas, Kak Jumarni, Bang Anta Tarigan, Kak Heni, Kak Siska, Pak Wahyudi, Bu Lis, Bibi, selaku staff LSM BITRA Indonesia yang selalu setia membantu penulis dalam mengerjakan dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Seluruh responden yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam memberikan data-data.

8. Teman-teman Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial khususnya stambuk’06 : Nora, Yanti, Mita, Nova, Tati, Jupri, Nova Pasaribu, Risma, Echa, Evi, Maykel, Dicky, Ari, Iren, Lista, Feni, Yepi, Dewi, Nuel, Lerri, Ivan, Benni, Rahmat, Edo, Ananta dan teman-teman yang lain yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

9. Kepada KK Kuriake (Kak Duma, Tati, Yanti, Nova dan Aros) yang telah memberikan semangat kepada penulis.

10. Kakak (Yen) dan Adik-adikku (Toni, Jaka, Rido Sagala) terima kasih banyak atas dukungan doa dan penyemangatku selama ini.

(4)

Secara khusus menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada orang tua yang sangat saya kasihi : Ayahanda (St. T. Sagala) dan Ibunda (J. Purba), yang dengan penuh kasih dan dukungan doa, memelihara, merawat, membesarkan dan membimbing penulis selama ini sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Buat semua keluargaku yang sudah memberikan semangat, dukungan dan masukan yang membangun, terima kasih. Terkhusus buat Tuhan Yesusku, terima kasih atas segala kebaikan-Mu, sehingga penulis dapat melewati segala masalah selama penulisan skripsi berlangsung.

Medan, Maret 2010

Penulis

(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Abstrak

( Skripsi terdiri dari 6 bab, 95 halaman, 31 tabel, 8 lampiran serta 16 kepustakaan )

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana ilmu kesejahteraan sosial. Dengan judul “Analisis Komparatif Tingkat Sosial Ekonomi Petani Organik dampingan BITRA dan Petani Anorganik” (studi kasus padi sawah desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Sergai). Tujuan penelitian ini untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan tingkat sosial ekonomi rumah tangga Petani Organik dan Petani Anorganik, dengan indikator pendapatan, perumahan, luas lahan, sandang, kesehatan, pendidikan dan kondisi pangan. Penelitian ini dilakukan di Desa Lubuk Bayas. Mata pencaharian penduduk di desa ini dominan bertani, yaitu petani padi sawah, dan salah satu desa yang sebagian warganya menerapkan pertanian padi organik.

Metode dalam penelitian ini deskriptif yang bersifat komparasi atau membandingkan. Penarikan sampel ditentukan secara purporssive yaitu pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian. Jumlah responden sebanyak 20 rumah tangga, masing-masing terdiri dari 10 rumah tangga petani organik dan 10 rumah tangga petani anorganik. Data-data yang diperoleh dengan menggunakan teknik pengumpulan data kuesioner, wawancara, observasi dan studi kepustakaan. Mengingat sampel yang tersedia dalam jumlah yang kecil, maka dalam menganalisa data digunakan uji U Mann Whitney pada taraf significance 0,05 dengan uji 2 ekor.

Melalui pengujian hipotesa dengan menggunakan uji U Mann Whitney, pada taraf significance 0,05 dengan uji 2 ekor, dimana n1 = 10 (n) dan n2 = 10 (m), diperoleh hasil U hitung > T tabel, yang berarti tidak signifikan, menerima Ho, menolah Ha. Dengan kata lain, menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan tingkat sosial ekonomi rumah tangga petani organik dampingan BITRA dan petani anorganik. Data ini menunjukkan bahwa kehadiran pertanian organik dampingan BITRA tidak berpengaruh pada peningkatan sosial ekonomi responden.

Melalui analisis data diperoleh kesimpulan bahwa tingkat sosial ekonomi rumah tangga petani organik dan anorganik tidak menunjukkan adanya perbedaan yang menonjol. Adanya perbedaan skor dari tingkat sosial ekonomi responden petani organik lebih tinggi dibandingkan responden petani anorganik, disebabkan oleh pekerjaan sampingan petani organik. Dimana ada 1 orang petani organik bekerja sebagai PNS disamping selain sebagai petani padi sawah. Responden petani organik dan petani anorganik yang benar-benar hidup dari bertani, maka tidak menunjukkan perbedaan dalam hal sosial ekonomi.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... … v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... .. x

LAMPIRAN ... .. xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian ... 11

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 12

1.4 Sistematika Penulisan ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Sosial Ekonomi ... 14

2.2 Kemiskinan Petani di Pedesaan ... 17

2.3 Pertanian ... 24

2.4 Petani Organik dan Petani Anorganik ... 25

2.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan ... 39

2.6 Kerangka Pemikiran ... 42

2.7 Hipotesis Penelitian ... 45

2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.8.1. Defenisi Konsep ... 46

(7)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa... 54

4.2 Tata Guna Lahan ... 55

4.3 Gambaran Umum Penduduk Desa Lubuk Bayas 4.3.1. Distribusi Penduduk ... 56

4.3.2. Mata Pencaharian Penduduk ... 57

4.3.3. Pendidikan ... 58

4.3.4. Sarana Pendidikan ... 59

4.3.5. Sarana Ibadah ... 60

4.3.6. Sarana dan Prasarana Kesehatan ... 61

4.3.7. Kualitas Perumahan Penduduk ... 62

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Identitas Responden 5.1.1. Jumlah Anak ... 65

5.2 Analisis Kuaitatif Tingkat Sosial Ekonomi Rumah Tangga Petani Organik dan Petani Anorganik 5.2.1. Sosial Ekonomi ... 67

(8)

5.3 Analisis Data Kuantitatif Perbandingan Tingkat Sosial Ekonomi Rumah Tangga Petani Organik dan Petani Anorganik ... 88

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan ... 93 6.2 Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

TABEL 1 Perbandingan Petani Organik dan Petani Anorganik ... 10

TABEL 2 Program Pemberdayaan dan Peningkatan Pendapatan Petani ... 23

TABEL 3 Perbandingan Tanaman Organik dan Anorganik ... 36

TABEL 4 Resiko Ekonomi, Sosial dan Kesehatan ... 38

TABEL 5 Tata Guna Lahan... 55

TABEL 6 Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin ... 56

TABEL 7 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pecaharian ... 57

TABEL 8 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 58

TABEL 9 Sarana Pendidikan... 59

TABEL 10 Sarana Ibadah ... 60

TABEL 11 Sarana dan Prasarana Kesehatan ... 61

TABEL 12 Kualitas Perumahan Penduduk ... 62

TABEL 13 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak ... 65

TABEL 14 Perbandingan Pengeluaran dalam Sekali Musim Tanam ... 67

TABEL 15 Perbandingan Penghasilan Rata-Rata Per bulan dari Hasil Usaha Tani Padi Sawah ... 69

TABEL 16 Perbandingan Responden yang mempunyai Pekerjaan Sampingan di luar Usaha Tani ... 70

TABEL 17 Perbandingan Penghasilan Responden Rata-rata Per bulan di luar Petani Padi Sawah ... 71

TABEL 18 Perbandingan Pengeluaran Responden Rata-rata Per bulan ... 72

TABEL 19 Perbandingan Kualitas dan Kuantitas Pangan Responden Setiap Harinya dalam Sebulan ... 73

TABEL 20 Perbandingan Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Pangan ... 76

TABEL 21 Perbandingan Kuantitas Membeli Sandang dalam Setahun ... 77

TABEL 22 Perbandingan Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Sandang ... 78

(10)

TABEL 24 Perbandingan Jenis Bahan Bangunan Rumah ... 80

TABEL 25 Perbandingan Sumber Air Bersih ... 81

TABEL 26 Perbandingan Kemampuan Responden untuk Berobat ... 82

TABEL 27 Perbandingan Tingkat Pendidikan ... 83

TABEL 28 Perbandingan Luas Lahan pertanian ... 85

TABEL 29 Perbandingan Status Kepemilikan Lahan Pertanian ... 86

TABEL 30 Perbandingan Alat Mengolah Lahan Pertanian ... 87

(11)

DAFTAR BAGAN

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabel Score Jawaban Responden Petani Organik dari Variabel Sosial Ekonomi. 2. Tabel Score Jawaban Responden Petani Anorganik dari Variabel Sosial Ekonomi. 3. Perbandingan Tingkat Sosial Ekonomi Rumah Tangga Organik dan Rumah Tangga Anorganik.

4. Tabel U Mann Whitney, Uji 1 Ekor pada Level 0,025 dan Uji 2 Ekor pada Level 0,05.

5. Daftar Pertanyaan ( Kuesioner ). 6. Surat Keputusan Komisi Pembimbing. 7. Surat Izin Penelitian.

(13)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Abstrak

( Skripsi terdiri dari 6 bab, 95 halaman, 31 tabel, 8 lampiran serta 16 kepustakaan )

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana ilmu kesejahteraan sosial. Dengan judul “Analisis Komparatif Tingkat Sosial Ekonomi Petani Organik dampingan BITRA dan Petani Anorganik” (studi kasus padi sawah desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Sergai). Tujuan penelitian ini untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan tingkat sosial ekonomi rumah tangga Petani Organik dan Petani Anorganik, dengan indikator pendapatan, perumahan, luas lahan, sandang, kesehatan, pendidikan dan kondisi pangan. Penelitian ini dilakukan di Desa Lubuk Bayas. Mata pencaharian penduduk di desa ini dominan bertani, yaitu petani padi sawah, dan salah satu desa yang sebagian warganya menerapkan pertanian padi organik.

Metode dalam penelitian ini deskriptif yang bersifat komparasi atau membandingkan. Penarikan sampel ditentukan secara purporssive yaitu pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian. Jumlah responden sebanyak 20 rumah tangga, masing-masing terdiri dari 10 rumah tangga petani organik dan 10 rumah tangga petani anorganik. Data-data yang diperoleh dengan menggunakan teknik pengumpulan data kuesioner, wawancara, observasi dan studi kepustakaan. Mengingat sampel yang tersedia dalam jumlah yang kecil, maka dalam menganalisa data digunakan uji U Mann Whitney pada taraf significance 0,05 dengan uji 2 ekor.

Melalui pengujian hipotesa dengan menggunakan uji U Mann Whitney, pada taraf significance 0,05 dengan uji 2 ekor, dimana n1 = 10 (n) dan n2 = 10 (m), diperoleh hasil U hitung > T tabel, yang berarti tidak signifikan, menerima Ho, menolah Ha. Dengan kata lain, menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan tingkat sosial ekonomi rumah tangga petani organik dampingan BITRA dan petani anorganik. Data ini menunjukkan bahwa kehadiran pertanian organik dampingan BITRA tidak berpengaruh pada peningkatan sosial ekonomi responden.

Melalui analisis data diperoleh kesimpulan bahwa tingkat sosial ekonomi rumah tangga petani organik dan anorganik tidak menunjukkan adanya perbedaan yang menonjol. Adanya perbedaan skor dari tingkat sosial ekonomi responden petani organik lebih tinggi dibandingkan responden petani anorganik, disebabkan oleh pekerjaan sampingan petani organik. Dimana ada 1 orang petani organik bekerja sebagai PNS disamping selain sebagai petani padi sawah. Responden petani organik dan petani anorganik yang benar-benar hidup dari bertani, maka tidak menunjukkan perbedaan dalam hal sosial ekonomi.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hubungan antara kemiskinan dan sektor pertanian di Indonesia sangatlah erat. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebanyak 39,05 juta orang dan sebagian besar (63 persen) di antaranya berada di daerah perdesaan. Dari total jumlah penduduk miskin yang ada, sekitar 58 persennya bekerja di sektor pertanian. Di daerah pedesaan, persentasenya bahkan jauh lebih tinggi, mencapai 70 persen (BPS 2006).

Pemerintah menyadari betul hal ini. Salah satu komitmen politik dari Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) adalah revitalisasi sektor pertanian dan perdesaan untuk mampu berkontribusi signifikan pada pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan presiden pada 11 Juni 2005 mempunyai dua sasaran akhir, yaitu pertumbuhan sektor pertanian dengan rata-rata 3,52 persen per tahun selama 2004-2009, dan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani (RPJMN, 2005). Komitmen politik ini menunjukkan keyakinan dan pemahaman pemerintah bahwa pembangunan pertanian memang merupakan salah satu kontributor penting dalam pengentasan masyarakat dari kemiskinan, terutama di daerah perdesaan

(15)

Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dapat dilihat dari aspek kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman tanaman, kontribusi untuk mengurangi jumlah orang-orang miskin dipedesaan dan peranannya terhadap nilai devisa yang dihasilkan dari ekspor. Sektor pertanian masih diharapkan tetap memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia dan sektor pertanian akan lebih berperan lagi bagi sektor industri kalau sektor pertanian sebagai pemasok (supply) bahan baku disektor industri (Soekartawi, 2000 : 97).

Strategi kebijakan pembangunan pertanian 2005-2009 disusun berlandaskan Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJM) yang terkait dengan pembangunan pertanian, antara lain :

1. Revitalisasi pertanian. Strategi ini diarahkan untuk meningkatkan :

(a) Kemampuan produksi beras dalam negeri sebesar 90-95% dari kebutuhan, (b) Diversifikasi produksi dan konsumsi pangan,

(c) Ketersediaan pangan asal ternak,

(d) Nilai tambah dan daya saing produk pertanian, produksi dan ekspor komoditas pertanian

2. Peningkatan investasi dan ekspor non-migas, 3. Pemantapan stabilitas ekonomi makro, 4. Penganggulangan kemiskinan,

5. Pembangunan pedesaan, dan

(16)

Arah kebijakan yang perlu ditempuh dalam pembangunan pertanian jangka panjang, yaitu:

a. Membangun basis bagi partisipasi petani

b. Meningkatkan potensi basis produksi dan sakala usaha pertanian

c. Mewujudkan pemenuhan kebutuhan sumber daya insani pertanian yang berkualitas

d. Mewujudkan sistem pembiayaan pertanian tepat guna e. Mewujudkan sistem inovasi pertanian

f. Penyediaan perlindungan bagi petani

g. Mewujudkan Agroindustri berbasis pertanian domestik di pedesaan

h. Mewujudkan sistem rantai pasok terpadu berbasis kelembagaan pertanian yang kokoh

i. Mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan berpihak kepada petani dan

pertanian

Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat dunia mulai memperhatikan persoalan lingkungan dan ketahanan tanaman pangan yang dilanjutkan dengan melaksanakan usaha-usaha yang terbaik untuk menghasilkan pangan tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya tanah, air dan udara. Kerawanan pangan sering terjadi dibanyak negara yang sedang berkembang, maka negara-negara industri berusaha mengembangkan teknologi “revolusi hijau” untuk mencukupi kebutuhan pangan dunia. Sebagai konsekwensi dikembangkannya teknologi “revolusi hijau” maka kearifan lokal/pengetahuan tradisional yang berkembang sesuai dengan

(17)

budaya setempat mulai terdesak bahkan mulai dilupakan. Teknologi modern yang mempunyai ketergantungan tinggi terhadap bahan agrokimia seperti pupuk dan pestisida kimia serta bahan kimia pertanian lainnya lebih diminanti petani daripada melaksanakan pertanian yang akrab lingkungan.

Upaya melakukan gerakan pertanian organik mulai berkembang di Indonesia sejalan dengan perkembangan pertanian organik dunia. Konsumen negara-negara maju menjadi pemicu awal dan inspirasi dari bergulirnya pertanian organik ini. Di Indonesia, pertanian organik menjadi “tren” karena tumbuhnya kesadaran konsumen untuk mengkonsumsi produk yang aman dan sehat. Selain itu, proses produksinya juga cukup bersahabat dengan lingkungan. Tanpa disadari, di Indonesia telah berkembang praktik pertanian organik untuk berbagai komoditas seperti beras, sayuran dan buah-buahan walaupun kenyataannya bahwa secara kualitas beberapa dari produk ini belum memenuhi persyaratan baku SNI ( Standar Nasional Indonesia) yang bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap produk organik yang dihasilkan petani.

Pemerintah tidak mau ketinggalan respon. Sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap gerakan pertanian organik di Indonesia dilakukan melalui Departemen Pertanian yang telah mencanangkan beberapa paket kebijakan degan motto; “ Go

Organic 2010 ” yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai produsen pangan

(18)

Nasional Indonesia (SNI), Pertanian Organik yang disahkan oleh Badan Standarisasi Nasional melalui BSN SNI 01-6729-2002 (Sebastian Eliyas Saragih, 2008:61).

Dalam pengembangan pertanian organik terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:

1. Perlu dipertimbangkan secara mendalam aspek biaya dan manfaat dalam pengembangan teknologi ini. Secara teoritis memang dengan pengembangan pertanian yang meniadakan input buatan, biaya produksi semakin murah. Namun untuk mengubah proses produksi yang selama ini telah berlangsung diperlukan pengorbanan yang tidak sedikit, khususnya pada awal penerapannya. Hal ini menyebabkan pengembangan teknologi ini bagi kegiatan usaha tani rakyat sebagai bagian pertanian Indonesia masih dipertanyakan.

2. Penerapan teknologi pertanian organik sebagain besar masih ditingkat laboratorium. Dengan demikian, masih diperlukan penelitian-penelitian secara mendalam sehingga dapat menjadi teknologi yang dapat dipasarkan. Pada tahap awal tentunya memerlukan dukungan dari pemerintah, untuk berikutnya dalam jangka panjang dapat dalam bentuk riset bisnis.

(19)

4. Dengan konsep agribisnis maka kegiatan pertanian merupakan suatu sistem yang di dalamnya saling terkait. Pengembangan pertanian organik pada dasarnya adalah pengembangan teknik budi daya. Keberhasilan subsistem ini terkait dengan kemampuan subsistem lain dalam mendukungnya, seperti penyediaan sarana produksi yang lebih baik, pemasaran yang lebih terpadu dan kelembagaan yang lebih mendukung merupakan rangkaian yang saling terkait satu sama lainnya.

5. Produksi pertanian Indonesia sebagaian besar masih tetap berorientasi pada pemenuhan pasar domestik. Dalam pasar ini belum ada perbedaan yang tegas dari selera konsumen terhadap produk pertanian yang organik dan yang non organik. Hal ini sebenarnya karena ketersediaaan yang masih rendah dari produk pertanian organik. Untuk meningkatkan permintaan tersebut perlu dilakukan promosi dan penyebaran informasi kepada masyarakat luas. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan permintaan tersebut baru akan terjadi pada masyarakat kelas pendapatan atas. Dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk menyesuaikan perbedaan harga antara kedua jenis produk tersebut, sehingga produk pertanian organik dapat dijangkau semua lapisan masyarakat.

Dengan tantangan-tantangan tersebut, terlihat bahwa sistem pertanian organik bukanlah suatu hal yang mudah untuk diterapkan secara luas. Namun demikian kita perlu optimis bahwa dalam jangka panjang hal ini bukanlah suatu impian lagi

(20)

Banyak cara yang ditempuh berbagai pihak untuk mengatasi masalah pertanian organik. Banyaknya perhatian baik dari dunia Internasional maupun dari berbagai pihak LSM menandakan bahwa demikian pentingnya di bahas mengenai pertanian organik. Ada beberapa LSM yang mencoba mengambil kebijakan dengan menyelenggarakan berbagai program pembinaan pertanian organik yang diwujudkan dalam bantuan dan pelatihan pertanian organik melalui berbagai LSM yang didirikan. Salah satu LSM yang bergerak di bidang pertanian organik di daerah pedesaan adalah Yayasan BITRA Indonesia (Bina Keterampilan Pedesaan). Dimana Yayasan BITRA sudah menerapkan model pertanian organik di beberapa kelompok dampingan dan telah memulai gerakan pertanian organik sejak tahun 1997.

Desa Lubuk Bayas adalah salah satu desa dampingan Bitra. Desa Lubuk Bayas terletak di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Lubuk Bayas artinya Lubuk Beras yang berasal dari bahasa Kalimantan. Di wilayah Perbaungan Desa Lubuk Bayas sebagai sumber beras. Mayoritas masyarakat di desa ini bergerak di bidang pertanian, terutama pertanian padi sawah. Pertanian organik di Desa Lubuk Bayas baru diterapkan sejak tahun 2008. Kehidupan masyarakat di desa ini tergantung pada tanaman padinya. Kebutuhan sosial ekonomi petani juga masih kurang. Terlihat dari kondisi perumahan penduduk yang masih banyak terbuat dari papan dan kayu. Serta kamar mandi yang berada di luar rumah.

(21)

dari harga jual padi organik yang lebih tinggi di banding padi non organik. Namun, kebanyakan petani lebih memilih melakukan pertanian anorganik. Menurut Herman, kondisi ini disebabkan oleh 4 faktor, yaitu :

1. Masyarakat susah merubah kebiasaan yang instan, yaitu butuh waktu dan pemahaman yang cukup lama untuk beralih dari tanah kimiawi menjadi tanah organik,

2. Kurangnya informasi kepada petani tentang keuntungan yang diperoleh dari pertanian organik,

3. Pemahaman yang kurang tentang adanya saprodi (sarana produksi), dan

4. Petani belum pernah diajak analisa usaha, dimana petani hanya mengetahui cara meproduksi, tapi tidak mengetahui pemasaran.

Luas lahan pertanian padi sawah di Desa Lubuk Bayas kurang lebih 300 ha. Sejak dimulai pertanian organik tahun 2008-2009, mempengaruhi 20% pertanian anorganik yaitu 60 ha menjadi lahan organik. Sementara sisanya 80% adalah pertanian anorganik yaitu 240 ha. Biaya untuk pertanian padi organik adalah 15 % dari hasil panen yang diperoleh (di luar tenaga kerja). Pertanian organik biayanya secara bertahap, karena masih dalam masa peralihan tanah kimiawi ke tanah organik. Untuk tahap pertama biayanya 50% dari hasil, tahap kedua 25% dari hasil, dan tahap ke tiga tanah sudah mulai netral dan biayanya 15% dari hasil, sedangkan biaya pertanian anorganik adalah 20 % dari hasil panen.

(22)

disaring dan airnya disemprotkan pada tanaman. Pupuk ini dipakai ketika dibutuhkan saja. Sementara untuk tanaman anorganik ZPT yang dipakai 45 cc/rante. Dimana penyemprotan dilakukan 3 kali, masing-masing 15 cc tiap penyemprotan. Harga ZPT Rp.25.000,/liter.

Untuk pestisida anorganik dibutuhkan dana kurang lebih Rp.100.000,-/rante untuk membeli racun hama. Sementara untuk pestisida pertanian organik yang dipakai hanya pestisida nabati atau tumbuh-tumbuhan kering dan dipakai tergantung kebutuhan. Harga pupuk untuk pertanian organik Rp.1.000,-/kg - Rp.1.500,-/kg. Sedangkan harga pupuk anorganik Rp.2.500,-/kg - Rp.4.000,-/kg. Untuk pertanian anorganik, biasanya hasil panen di jemput ke rumah petani dan pembeli/agen yang menentukan harganya jika petani meminjam dana dari agen. Sedangkan untuk pertanian organik harga padi organik tidak tergantung kepada tengkulak dan pasar yang mencari.

(23)

anorganik. Banyaknya permintaan beras organik juga mempengaruhi harga beras organik yang relatif mahal dibanding beras non organik. Harga beras organik Rp.8000,-/kg sedangkan harga beras non organik Rp.5.800,-/kg. Karena kurangnya pendapatan dari pertanian beras, maka banyak petani yang mempunyai kerja sampingan. Seperti, karyawan di perusahaan kilang batu bata, pedagang, nelayan, dan lain –lain.

Pada tabel 1 dapat dilihat perbandingan pertanian organik dan pertanian anorganik.

Tabel 1

Unsur-unsur Pertanian Pertanian Organik Pertanian Anorganik

Harga gabah Rp.3.500/kg Rp.2.500/kg Harga beras Rp.8.000/kg Rp.5.800/kg Pupuk 1.000-1.500/kg Rp.2.500-4.000/kg ZPT Tergantung Kebutuhan (air

kencing ternak)

45 cc/rante

Luas lahan 60 ha 240 ha

Dampak lingkungan Tanah menjadi subur Merusak lingkungan Sumber : Hasil Wawancara dengan Ketua Kelompok Tani Subur 2009

(24)

seadanya. Dengan bekerja mereka mengharapkan adanya peningkatan kesejahteraan kehidupan keluarganya.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melihat Apakah Ada Perbedaan Tingkat Sosial Ekonomi Petani Organik dan Anorganik di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Berdagai.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan langkah yang penting, karena langkah ini menentukan kemana suatu penelitian diarahkan. Perumusan masalah harus jelas dan tegas sehingga proses penelitian benar-benar terarah dan terfokus ke permasalahan yang jelas (M. Nazir 1988 : 133). Adapun perumusan masalah yang menjadi pokok penelitian ini adalah : “ Apakah ada perbedaan tingkat sosial ekonomi petani organik binaan BITRA dan petani anorganik pada tanaman padi sawah di Desa Lubuk Bayas?”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

(25)

b. Untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi petani organik dampingan Yayasan Bitra Indonesia pada tanaman padi sawah.

c. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan tingkat sosial ekonomi petani organik dampingan Bitra dengan petani anorganik pada tanaman padi sawah.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagi penulis sendiri, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan melalui karya ilmiah.

(26)

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan secara teoritis tinjauan-tinjauan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, kerangka penelitian, hipotesis, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang lokasi penelitian, tipe penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dimana penulis melakukan penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tingkat Sosial Ekonomi

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, tingkat adalah suatu jenjang atau susunan yang berlapis-lapis. Sosial artinya adalah sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat sedangkan arti kata ekonomi adalah ilmu mengenai azas-azas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan seperti hal keuangan, perindustrian dan perdagangan. Jadi dapat dikatakan bahwa ekonomi berhubungan dengan proses pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehari-hari (KBBI, 1996 : 220)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat (KBBI, 1990 : 855). Sedangkan dalam konsep sosiologis, manusia sering di sebut makhluk sosial yang artinya bahwa manusia tidak dapat hidup dengan wajar tanpa orang lain disekitarnya (Soekanto, 2007 : 76).

Istilah ekonomi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani “oikos” yang artinya rumah tangga dan “Nomos” yang artinya mengatur. Jadi secara harfiah, ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga. Ini adalah pengertian yang paling sederhana. Namun, seiring dengan perkembangan dan perubahan masyarakat, maka pengertian ekonomi juga sudah lebih luas.

(28)

pendidikan, sandang, pangan, kesehatan dan sebagainya yang tentunya disesuaikan dengan keperluan suatu konsep penelitian yang dilakukan. Jadi, tingkat sosial ekonomi adalah adanya suatu jenjang yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Bila berbicara mengenai sosial ekonomi berarti juga berbicara tentang kebutuhan dan bagaimana seseorang berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan pemanfaatan hasil ekonomi yang diperoleh. Berhubungan dengan kehidupan sosial ekonomi yang di dalamnya terdapat unsur kebutuhan dan pemenuhannya, Abraham Maslow mengelompokkan 5 tingkat kebutuhan manusia, yaitu :

1. Kebutuhan dasar fisiologis atau kebutuhan fisik ( Phisiological Needs ) yang diperlukan untuk mempertahankan hidup seperti kebutuhan akan makanan, istirahat, udara segar, vitamin, air dan sebagainya. Ini merupakan kebutuhan primer.

2. Kebutuhan untuk mencintai dan mencintai ( Love Needs ), merupakan dorongan atau keharusan baginya untuk mendapatkan tempat dalam satu kelompok dimana ia memperoleh kehangatan perasaan dan hubungan dengan masyarakat lain secara umum.

(29)

4. Kebutuhan akan rasa aman ( Safety Needs ) ditujukan oleh anak dengan pemenuhan kebutuhan secara pasti. Continue dan teratur. Anak mudah terganggu dalam situasi yang dirasakan sebagai situasi yang membahayakan, situasi yang kacau, tak menentu, ia mudah menarik diri dalam situasi asing baginya. Anak membutuhkan perlindungan yang memberi rasa aman.

5. Kebutuhan akan aktualisasi diri ( Self Actualization ) yaitu memberikan dorongan kepada individu untuk mengembangkan atau mewujudkan seluruh potensi dalam dirinya. Dorongan ini merupakan dasar perjuangan setiap individu untuk merealisasikan dirinya, untuk menentukan dirinya atau identitasnya dan menjadi dirinya sendiri. Kebutuhan ini tumbuh secara wajar dalam diri setiap manusia.

Manusia memang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya, karena dengan demikian manusia akan mendapatkan hasil yang dapat digunakan demi kelangsungan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan di atas yang harus dipenuhi oleh manusia demi kelangsungan hidupnya, mendorong manusia untuk bekerja sebagai upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Prof. Otto Soemarwoto membagi kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar atas 3 golongan, yaitu :

(30)

2. Kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup yang manusiawi, antara lain agama, pendidikan, perlindungan hukum, pakaian, rumah dan pekerjaan. Kebutuhan ini bersifat nisbi, dipengaruhi oleh minat sosial budaya dan berubah dari waktu ke waktu.

3. Kebutuhan dasar untuk memilih baik sebagai naluri untuk memelihara kelangsungan hidup hayatinya maupun kelangsungan hidup manusiawinya yang terungkap dalam kelakuan sosial budaya (Suyanto, 1995 : 6).

2.2 Kemiskinan Petani di Pedesaan

Negara Indonesia adalah negara agraris sehingga mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah di sektor pertanian. Hubungan antara kemiskinan dan sektor pertanian di Indonesia sangatlah erat. Taraf hidup petani pada umumnya masih rendah. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebanyak 39,05 juta orang dan sebagian besar (63 persen) di antaranya berada di daerah perdesaan. Dari total jumlah penduduk miskin yang ada, sekitar 58 persennya bekerja di sektor pertanian. Di daerah perdesaan, persentasenya bahkan jauh lebih tinggi, mencapai 70 persen. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat desa bekerja sebagai petani (BPS 2006).

(31)

Pada masa lalu, orang miskin dianggap sebagai orang yang malas bekerja. Kemiskinan yang dialami seseorang adalah akibat kemalasannya. Secara harfiah, kata miskin berarti tidak berharta benda. Jadi, kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut (Soekanto, 2007 : 320).

Menurut Soekartawi, penduduk miskin biasanya ditandai oleh kondisi sosial ekonomi yang serba terbatas yang disebabkan oleh (Soekartawi, 2000 : 40):

1. Nilai tukar produksi orang miskin yang rendah. 2. Kualitas sumber daya yang juga rendah.

3. Produktivitas kerja yang rendah. 4. Modal yang terbatas.

5. Tingkat pendapatan yang rendah, dan

6. Tingkat partisipasi terhadap pembangunan yang juga umumnya rendah.

Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli, maka sekurang-kurangnya ada empat faktor yang disinyalir menjadi penyebab mengapa kemiskinan di pedesaan masih tetap mencolok (Suyanto, 1995:106), yaitu:

1. Karena adanya pemusatan pemilikan tanah yang dibarengi dengan adanya proses fragmentasi pada arus bawah masyarakat pedesaan. Jumlah penduduk pedesaan yang terus bertambah tapi tidak diimbangi dengan bertambahnya tanah telah menyebabkan semakin berkurangnya tanah yang dapat dimiliki petani kecil sehingga terjadi yang disebut Geertz sebagai shared poverty

(32)

yang terus meningkat dan harga produksi pertanian yang tidak menentu menyebabkan banyak warga desa sedikit demi sedikit terpaksa harus menjual lahan miliknya agar tetap dapat hidup. Disisi lain, lemahnya perangkat hukum agraria adalah faktor tambahan yang menyebabkan kekuatan swasta dari luar dapat masuk dengan mudah dan membuat desa-desa banyak bermunculan tanah absente atau petani berdasi.

2. Karena nilai tukar hasil produksi warga pedesaan khususnya sector pertanian yang semakin jauh tertinggal dengan hasil produksi lain, termasuk kebutuhan hidup sehari-hari pedesaan. Seperti diberitakan diberbagai media massa, bahwa akhir-akhir ini harga produk-produk pertanian bukan saja turun drastis tapi juga semakin tidak seimbang dengan biaya produksi yang telah dikeluarkan.

3. Karena lemahnya posisi masyarakat khususnya petani dalam mata rantai perdagangan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam proses penjualan biasanya pihak dominan yang menentukan harga adalah para pedagang atau tengkulak. Benar, bahwa selama ini sudah banyak program yang pembangunan diperkenalkan ke wilayah pedesaan. Hanya elit-elit desa saja yang dapat memanfaatkan terlebih dahulu maka warga elit desa yang secara ekonomi mapan dan memiliki akses terhadap kekuasaan, dengan mudah dapat mengambil keuntungan dari paket-paket inovasi yang masuk. Sementara, warga desa kebanyakan yang kurang berpendidikan dan miskin harus puas hanya sebagai penonton.

(33)

oleh suatu desa. Dapat dipastikan warga masyarakat pedesaan yang miskin bukan saja akan semakin tertinggal oleh laju pembangunan, tetapi bukan tidak mungkin mereka akan menjadi korban pembangunan itu sendiri.

Petani Indonesia terutama yang berkecimpung dalam sektor pertanian tanaman pangan umumnya merupakan petani yang bersifat subsistem (petani tradisional). Kebanyakan kehidupan mereka berada pada tingkat memprihatinkan. Petani-petani tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:

1. Modal kecil. Dalam hal ini tenaga kerja kadang-kadang merupakan satu-satunya faktor produksi yang digunakan.

2. Tekhnologi yang digunakan sangat sederhana. 3. Mutu produksi yang dihasilkan tergolong rendah. 4. Pasar terbatas.

5. Usaha perluasan pasar selalu terbentur pada kendala peraturan.

6. Dalam pembiayaan usaha tani, mereka tidak memiliki akses terhadap dunia perbankan.

7. Biasanya petani kecil memiliki posisi tawar-menawar (bargaining position) yang lebih rendah dibanding pedagang atau usaha-usaha di luar sektor pertanian.

8. Usaha tani kecil lebih sulit merespon teknologi, karena terbatasnya kualitas SDM mereka.

(34)

kepentingan petani dalam negeri. Keengganan tersebut terlihat dalam berbagai kebijakan (Achmad Suryana, 2001 : 53), yaitu:

1. Kebijakan impor dengan bea masuk yang sangat rendah telah mengakibatkan mengalirnya secara bebas beras impor dalam jumlah yang lebih besar dari kebutuhan dalam negeri. Padahal Negara maju seperti Jepang sangat protektif melindungi kepentingan petaninya. Anehnya Indonesia sebagai Negara agraris tidak melakukan hal yang seperti itu. Indonesia tunduk dan patuh kepada instruksi IMF (International Monetary Fund) dengan membuka lebar-lebar pintu masuk impor beras.

2. Atas tekanan IMF pula, Indonesia melepas pupuk yang seharusnya merupakan komoditas strategis di Negara agraris ke mekanisme pasar. Akibatnya pupuk benar benar ‘menguap’ entah kemana pada saat petani membutuhkannya.

3. Pemerintah memakai ukuran inflasi berdasarkan perkembangan harga pangan, sehingga harga pangan yang nota bene dihasilkan petani kecil selalu ditekan. 4. Tidak tersedianya tekhnologi yang murah dan mudah, baik teknologi pra-tanam

maupun pascapanen. Ironisnya peralatan cangkul dan sabit diimpor dari China. 5. Permasalahan lain yang juga menghambat upaya petani untuk meningkatkan

(35)

Akibatnya, petani selalu menjadi bulan-bulanan tengkulak yang selalu menekan harga jual gabah mereka, dengan alasan kadar air yang tinggi.

Keputusan petani menanam padi akan dipengaruhi oleh expected income (price)

dari gabah yang dihasilkan. Petani secara individu mungkin tidak peduli apakah keputusan mereka menanam atau tidak menanam padi akan mempengaruhi ketahanan pangan jangka panjang. Pemerintah berkepentingan terhadap berlangsungnya usaha tani padi untuk melaksanakan Paket Kebijakan Perberasan Nasional.

Ada beberapa Paket Kebijakan Perberasan Nasional yaitu berupa paket komprehensif dalam upaya pengembangan agribisnis/ekonomi beras nasional. Paket kebijakan itu terdiri dari tiga komponen, yaitu :

a. Program pemberdayaan dan peningkatan pendapatan petani padi.

Program pemberdayaan dan peningkatan pendapatan petani padi diarahkan untuk mengembangkan agribisnis padi yang berdaya-saing. Komponen-komponen tersebut diarahkan untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas produksi, peningkatan produktivitas dan efisiensi, pengembangan pengolahan hasil dan perlindungan petani atas gejolak harga

output.

b. Program jaminan ketersediaan pangan bagi konsumen rawan pangan.

(36)

c. Program pengembangan perekonomian pedesaan terkait dengan ketahanan pangan.

Ini dirumuskan karena disadari bahwa peningkatan kesejahteraan petani Indonesia (dengan karakteristik lahan sempit) akan sulit dicapai bila hanya bertumpu pada usaha tani padi. Karena itu, peningkatan kesejahteraan tersebut, seyogyanya dicapai melalui penganekaragaman sumber pendapatan.

Rincian dari ketiga program tersebut, dapat dilihat dalam tabel di bawah, yang memuat rincian program kedalam komponen utama, kegiatan dan instansi utama penanggung jawab (leading institution) (Ahcmad Suryana, 2001:l-li).

Tabel 2 Program Pemberdayaan dan Peningkatan Pendapatan Petani

N

1. Merumuskan pengaturan guna : pengendalian alih fungsi lahan sawah, pemnfaatan lahan tidur dengan sistem insentif dan disintensif moneter. penangkaran benih bermutu di tingkat

(37)

air dan input.

5. Meningkatkan kemampuan petani mengadopsi teknologi baru dengan teknologi tepat dan spesifik lokasi.

• Deptan

2. Mendorong pengembangan lumbung pangan masyarakat desa menjadi petani’ (ditetapkan sekitar 20%-30% di atas biaya produksi).

2. Menetapkan kebijakan pendukung bagi efektivitas kebijakan harga perlindungan petani, yaitu :

- Pembelian gabah oleh pemerintah saat panen raya sesuai outlet yang tersedia pada tingkat harga sama pada harga perlindungan pertain atau lebih besar (sesuai dengan harga pasar). - Penetapan tariff impor, dengan

memperhatikan dosparitas harga domestik dan internasional dengan memperhatikan pada ketentuan WTO.

Pertanian adalah suatu sistem ekologi, sistem lingkungan yang kompleks yang berkaitan langsung dengan tumbuhan, hewan, alam serta manusia. Dunia pertanian adalah suatu bidang di negara berkembang yang akan menjerit paling keras jikalau perdagangan bebas itu diterapkan (M. Isnaini, 2006 : 276).

(38)

kepentingan politik. Di sub-sektor itulah, banyak penduduk miskin Negara berkembang menggantungkan hidupnya. Kehancuran sub-sektor pangan sama artinya dengan kehancuran ekonomi rakyat, tidak hanya di Indonesia tetapi juga Negara berkembang lainnya yang agraris.

Di daerah pedesaan yang merupakan kontributor dari ¾ kemiskinan di Indonesia, sektor pertanian bukan hanya mempunyai kontribusi sebesar 67% dari

poverty incidence (pengaruh kemiskinan), tetapi juga mempunyai tingkat kemiskinan

yang paling tinggi di lihat dari semua ukuran kemiskinan yang ada. Gambaran di atas memberikan implikasi kebijakan yang sangat luas. Pertama, walaupun tingkat kemiskinan di daerah pedesaan telah mengalami penurunan yang cukup signifikan, tetapi kemiskinan di daerah pedesaan dan sektor pertanian masih memerlukan perhatian dan prioritas utama. Kedua, alokasi anggaran untuk mengatasi kemiskinan tetap harus mendapatkan prioritas untuk mengingat besarnya kedalaman tingkat kemiskinan di daerah pedesaan dan pertanian. Ketiga, tingginya intensitas kemiskinan akan membuat program anti kemiskinan di sektor pertanian harus didesain lebih hati-hati mengingat heterogenitas dalam faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan tersebut (Achmad Suryana, 2001 : 174).

2.4 Petani Organik dan Petani Anorganik (Konvensional)

(39)

menggunakan kompos, kotoran ternak dan bahan organik lainnya sehingga dapat membangun siklus kehidupan secara alamiah.

Menurut Kamus Wikipedia Usaha tani organik (organic farming) adalah : bentuk usaha tani yang menghindari atau secara besar-besaran menyingkirkan penggunaan pupuk dan pestisida sintetik, zat pengatur tumbuh tanaman dan perangsang.

IFOAM (International Federation of Organic Agriculture) 1989 mendefenisikan pertanian organik sebagai :

1. memproduksi pangan dalam jumlah yang mencukupi, 2. mengupayakan sistem budidaya yang alami,

3. mempertahankan siklus biologis tanaman,

4. mengupayakan penggunaan sumberdaya yang dapat diperbaharui, dan

5. memungkinkan produsen memperoleh pengembalian yang cukup dalam jangka panjang.

Dengan demikian sistem pertanian organik menerapkan teknik-teknik seperti penggunaan kompos, rotasi tanaman, menghindari penggunaan pupuk dan bahan kimia lainnya yang terurai, menghindari penggunaan zat perangsang tumbuh dan antibiotik serta penggunaan tenaga kerja ekstra sebagai kontribusi positif bagi pertanian dan masyarakat pedesaan.

(40)

Pupuk Organik disebut juga Pupuk alami yaitu merupakan bahan-bahan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah serta bahan-bahannya diambil dari bahan alami seperti kotoran hewan, sampah yang membusuk/dibusukkan serta bahan alami lain yang ramah lingkungan yang sering juga dikatakan pupuk organik.

Produk pertanian organik ditetapkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), Pertanian Organik yang disahkan oleh Badan Standarisasi Nasional melalui BSN SNI 01-6729-2002 (Sebastian E S, 2008 : 61).

Pertanian oganik sudah sejak lama kita kenal, sejak ilmu bercocok tanam dikenal manusia. Pada saat itu semuanya dilakukan secara tradisional dan menggunakan bahan-bahan alamiah. Sejalan dengan perkembangan ilmu pertanian dan ledakan populasi manusia maka kebutuhan pangan juga meningkat. Saat itu revolusi hijau di Indonesia memberikan hasil yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan. Dimana penggunaan pupuk kimia sintetis, penanaman varietas unggul berproduksi tinggi (high yield variety), penggunaan pestisida, intensifikasi lahan dan lainnya mengalami peningkatan. Namun belakangan ditemukan berbagai permasalahan akibat kesalahan manajemen di lahan pertanian. Pencemaran pupuk kimia, pestisida dan lainnya akibat kelebihan pemakaian bahan-bahan tersebut, ini berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia akibat selalu tercemar bahan-bahan sintetis tersebut.

(41)

Namun pertanian organik modern sangat berbeda dengan pertanian alamiah di jaman dulu. Dalam pertanian organik modern dibutuhkan teknologi bercocok tanam, penyediaan pupuk organik, pengendalian hama dan penyakit menggunakan agen hayati atau mikroba serta manajemen yang baik untuk kesuksesan pertanian organik tersebut. Pertanian organik di definisikan sebagai sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan.

IFOAM, menjelaskan pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sertifikasi produk organik yang dihasilkan, penyimpanan, pengolahan, pasca panen dan pemasaran harus sesuai standar yang ditetapkan oleh badan standardisasi. Penggunaan GMOs (Genetically Modified Organisme) tidak diperbolehkan dalam setiaptahapan pertanian organik mulai produksi hingga pasca panen. Sebagian orang menilai bahwa pertanian konvensional tidak beda dengan pertanian berkelanjutan. Perbedaannya hanya terletak pada penggunaan unsur-unsurnya. Pertanian berkelanjutan lebih menekankan penggunaan unsur-unsur alam, dan mesti bekerjasama dengan alam untuk jangka waktu yang panjang, unsur-unsur yang digunakan untuk usaha pertanian tidak boleh merusak alam. Namun ada juga yang berpendapat bahwa pertanian berkelanjutan harus melawan pertanian konvensional, dengan cara menghentikan total penggunaan bahan kimia pertanian

(42)

Menurut Jaker PO (Jaringan Kerja Pertanian Organik) dan IFOAM, ada 4 prinsip dasar dalam membangun gerakan pertanian berkelanjutan:

1. Prinsip ekologi.

Prinsip ini mengembangkan upaya bahwa pola hubungan antara organisme dengan alam adalah satu kesatuan. Upaya-upaya pemanfaatan air, tanah, udara, iklim serta sumber-sumber keanekaragaman hayati di alam harus seoptimal mungkin (tidak mengeksploitasi). Upaya-upaya pelestarian harus sejalan dengan upaya pemanfaatan. 2. Prinsip teknis produksi dan pengolahan.

Prinsip teknis ini merupakan dasar untuk mengupayakan suatu produk organik. Yang termasuk dalam prinsip ini mulai dari transisi lahan model pertanian konvensional ke pertanian berkelanjutan, cara pengelolaannya, pemupukan, pengelolaan hama dan penyakit hingga penggunaan teknologi yang digunakan sejauh mungkin mempertimbangkan kondisi fisik setempat.

3. Prinsip sosial ekonomis.

Prinsip ini menekankan pada penerimaan model pertanian secara sosial dan secara ekonomis menguntungkan petani. Selain itu juga mendorong berkembangnya kearifan lokal, kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, dan mendorong kemandirian petani.

4. Prinsip politik.

Prinsip ini mengutamakan adanya kebijakan yang tidak bertentangan dengan upaya pengembangan pertanian berkelanjutan. Kebijakan ini baik dalam upaya produksi, kebijakan harga, maupun adanya pemasaran yang adil

(43)

nu&skins=2ekologi+pertanian&id=332&tkt=4

Sumber bahan organik tanah adalah jaringan tanaman baik yang berupa serasah atau sisa tanaman yang berupa batang, akar atau daun yang kemudian di rombak oleh mikroorganisme tanah, atau sisa hewan yang berupa kotoran maupun bangkai hewan. Secara kimiawi bahan organik tersusun atas karbohidrat, protein, lignin dan sejumlah senyawa kecil seperti lemak, lilin dan sebagainya (M. Isnaini 2006 : 67).

diakses 10/Oktober/2009/Pukul 11.00

WIB).

Kelemahan pertanian organik adalah :

1. Hasil produksi pertanian organik lebih sedikit bila dibandingkan dengan pertanian anorganik yang memakai bahan kimia terutama pada awal menerapkan pertanian organik. Karena hal ini juga maka pertanian organik masih dianggap mahal. Dalam jangka panjang, pupuk organik sangat baik untuk tanaman, karena sifat pupuk organik yang memberi pengaruh lama. Setelah penggunaan pupuk organik secara terus-menerus dalam waktu lama, maka diharapkan hasil pertanian secara standar juga akan didapatkan. Misalnya, di beberapa tempat di India, hasil standar baru akan didapatkan setelah penggunaan pupuk organik setelah 22 tahun.

2. Pengendalian jasad pengganggu secara hayati dengan cara mekanik, penggunaan musuh alami atau pestisida alami dianggap kurang efektif dibandingkan dengan penggunaan pestisida kimia.

(44)

Di samping kelemahan, pertanian organik juga memiliki kelebihan, yaitu : 1. Meningkatkan aktivitas yang menguntungkan bagi tanaman.

2. Meningkatkan cita rasa dan kandungan gizi.

3. Meningkatkan ketahanan dari serangan organisme pengganggu. 4. Memperpanjang umur simpan dan memperbaiki struktur.

5. Membantu mengurangi erosi.

Pertanian organik menerapkan cara pandang pada sistem pertanian yang mendorong terbentuknya tanah dan tanaman sehat dengan memanfaatkan daur ulang hara pada bahan-bahan organik (seperti limbah organik, kotoran ternak, dll), rotasi tanaman, pengolahan tanah dengan sisa-sisa mulsa yang tepat serta menghindari penggunaan pupuk dan pestisida kimia/sintentik. Tujuan utama yang ingin dicapai adalah :

(1) menghasilkan kualitas bahan pangan yang baik dalam jumlah yang cukup,

(2) melaksanakan interaksi yang bersifat sinergi dengan sistem dan daur alamiah yang mendukung semua kehidupan yang ada,

(3) mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan jasad renik, flora dan fauna tanah, tanaman dan hewan,

(4) memelihara kesuburan tanah secara berkelanjutan,

(5) menggunakan sebanyak mungkin sumber-sumber terbaru yang berasal dari sistem usahatani,

(6) memanfaatkan bahan-bahan yang mudah di daur ulang baik didalam maupun diluar usaha tani

(45)

Manfaat pemberian pupuk organik ke dalam tanah dapat memperbaiki sifat-sifat tanah (memperbaiki struktur tanah, porositas, permeabilitas, meningkatkan kemampuan untuk menahan air, dll), sifat kimia (meningkatkan kemampuan tanah untuk menyerap kation sebagai sumber hara makro dan mikro, dan pada tanah masam dapat menaikan pH dan sifat biologi tanah (meningkatkan aktivitas mikroba). Pupuk organik memegang peran penting dalam meningkatkan produktivitas tanah dan pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, pupuk organik menggunakan sumber bahan baku dari bahan organik yang dapat diperoleh dari kotoran ternak (sapi, babi atau kambing, dll). Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan tujuan jangka pendek pertanian organik adalah :

1. Adanya perubahan pola pikir masyarakat setempat bahwa pertanian organik dapat dilakukan dimana saja.

2. Mengembangkan dan meningkatkan minat petani pada kegiatan budidaya pertanian organik baik sebagai mata pencaharian utama maupun hanya sampingan.

3. Peningkatan peluang pasar karena ketersediaan lahan pertanian yang sangat sempit.

4. Mempertahankan dan melestarikan produktivitas lahan pertanian sehingga lahan mampu berproduksi secara berkelanjutan.

5. Mengembalikan fauna yang hidup di dalam tanah guna membantu memulihkan tanah juga menghidupkan ekosistem yang terputus.

Tujuan jangka panjang, yaitu :

(46)

2. Memasyarakatkan kembali budidaya organik yang sangat bermanfaat dalam mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan sehingga menunjang kegiatan budidaya pertanian yang berkelanjutan.

3. Membatasi terjadinya pencemaran lingkungan hidup akibat residu pestisida dan pupuk serta bahan kimia lainnya.

4. Mengurangi ketergantungan petani terhadap masukan dari luar yang cukup mahal harganya dan menyebabkan pencemaran lingkungan disekitarnya.

5. Mengembangkan dan mendorong kembali dan munculnya teknologi pertanian organik yang telah dimiliki petani secara turun temurun,

6. Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan produk-produk pertanian yang bebas residu pestisida.

Keuntungan makanan organik jangka panjang bagi tubuh manusia adalah membuat kerja organ lebih ringan, daya tahan tubuh jadi meningkat, lebih bugar dan tidak mudah terserang penyakit. Dampak positif lainnya adalah mengurangi resiko gejala alergi, asma, dermatitis dan sebagainya. Sedangkan keuntungan jangka panjang pertanian organik adalah tanah lebih gembur dan mudah di olah, gulma dan tanaman lainnya lebih sedikit dan lebih mudah dibersihkan.

(47)

Dampak akibat pemakaian pestisida sangat mencemaskan diantaranya:

1. Rusaknya struktur tanah pertanian karena berbagai jenis mikro organisme yang berperan menggemburkan tanah, mati oleh pupuk dan pestisida kimia. 2. Pemakaian pestisida yang sangat tinggi ini mengakibatkan terjadi

pembunuhan masal terhadap fauna yang hidup didalam tanah.

3. Rusaknya ekosistem alam/ rantai makanan karena sebahagian dari mahkluk di alam ini hampir punah populasinya, sehingga binatang yang lain populasinya meningkat tanpa ada yang mengganggu dan menjadi hama perusak bagi tanaman.

4. Tercemarnya lingkungan yang mengganggu kesehatan manusia melalui udara, air dan lain-lain, dimana banyak sekali kita lihat penyakit yang aneh, dan muncul dimasyarakat (Sebastian E S, 2008 : 23).

(48)

pangan dalam jangka panjang antara lain

1. Peningkatan pencemaran pada lahan-lahan pertanian akibat penggunaan bahan kimiawi yang sangat intensif.

2. Berkurangnya kandungan C-organik tanah hingga pada level yang membahayakan, aspek biologi tanah tertentu yang tidak tahan pada kondisi tersebut akibat dari penerapan pupuk an-organik sangat cepat reaksinya sehingga penggunaan bahan organik semakin berkurang.

3. Sistem pertanian green revolution sangat boros terhadap energi akibat dari varietas-varietas unggul khususnya padi akan mampu berproduksi tinggi apabila diberikan input pertanian yang tinggi. Input unsur makro saja yang berlebihan mengakibatkan keseimbangan unsur hara dalam tanah terganggu.

4. Penerapan teknologi revolusi hijau akhirnya merembet pada lahan-lahan kering dengan komoditas bukan padi dan selalu menggunakan istilah pupuk berimbang yang sering didasari oleh dosis pupuk anjuran nasional bukan dosis lokal. Kondisi tanah di masing-masing daerah adalah berbeda sehingga kebutuhan pupuk seharusnya juga tidak sama.

(49)

Perbandingan tanaman organik dan anorganik (konvensional).

I. Anatomi

Perbandingan anatomi konsep pertanian organik dan konvensional

Tabel 3

Uraian Tanaman Organik Tanaman Anorganik

Perlakuan Pra

Berasal dari bibit unggu l, hibrida, dan transgenik (transformasi gen). Pola tanam Ditanam secara tumpangsari,

pergiliran tanaman, dsb (mix

Sederhana, dan berkelanjutan. Mekanis, sehingga

mempercepat pengurasan air

(50)

Pertumbuhan Agak lambat, karena tumbuh secara alami.

Cepat, tumbuh

Resistensi hama penyakit

Tahan hama dan penyakit. Mudah diserang hama dan penyakit.

Pemupukan

(51)

II. Ekonomi dan sosial, serta kesehatan

Tabel 4

Uraian Tanaman Organik Tanaman Anorganik

Pilihan konsumen

Disukai konsumen. Kurang disukai, karena kurang enak.

Harga Lebih adil , karena pola pasar dari produsen langsung ke

Tidak ada, dan berkelanjutan. Lebih cepat, resistensi hama pada pestisida, polusi, daur ulang biokemis tanah tidak seimbang.

Resiko sosial Terbebas dari ketergantungan. Menciptakan ketergantungan pada petani dan lahan.

Resiko budaya Kreatif dan menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi dan kekuatan alam.

Effisien, malas, dan menimbulkan sifat tamak dan serakah.

(52)

kesehatan atau kronis.

Catatan : Data-data perbandingan antara pertanian organik dan konvensional

berdasarkan pada pengalaman dari petani-petani organik yang menjadi rekanan PAN Indonesia (2003).

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertanian

Usaha untuk mencapai tujuan produksi tidaklah sederhana karena memerlukan pemikiran dan tindakan-tindakan yang selain tepat juga berkesinambungan. Bukan hanya otot-otot manusia yang berbicara, tetapi kemampuan otaknya juga diharapkan untuk memperoleh hasil dari pertanian yang dilakukan.

Alternatif cara-cara berproduksi memang banyak, tetapi di samping itu tidak kurang pula banyaknya faktor kendala yang membatasi kemungkinan-kemungkinan penyelenggaraan produksi tersebut, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga sulit mendapatkan hasil produksi yang diinginkan agar dapat meningkatkan kesejahteraan hidup para petani.

Faktor-faktor intern yang mempengaruhi pertanian antara lain : a. Lahan

(53)

memberikan produksi yang rendah sehingga menyebabkan rendahnya pendapatan.

b. Tenaga Kerja

Efisiensi penggunaan tenaga kerja juga berpengaruh pada pendapatan. Bahwa semakin tinggi efisiensi penggunaan tenaga kerja, maka akan semakin tinggi pula pendapatan yang akan diterima dari pertanian yang bersangkutan. Efisiensi penggunaan tenaga kerja yang di capai dalam pertanian dapat dipakai sebagai ukuran keberhasilan dari pada pertanian tersebut.

c. Modal

Faktor ini sering merupakan faktor pembatas untuk melakukan kegiatan produksi pertanian. Tersedianya modal sangat berpengaruh pada pertanian. Petani yang mempunyai modal besar biasanya akan mengembangkan usaha taninya yang dapat memberikan keuntungan yang lebih baik, dan keadaan sebaliknya terjadi pada petani yang kekurangan modal. Tersedianya modal berupa uang tunai berpengaruh pada kemampuan untuk menyediakan sarana dan prasarana produksi pertanian sehingga menentukan tingkat hasil produksi.

Sedangkan faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi pertanian adalah : a) Pasar bagi produksi yang dihasilkan

Suatu hasil pertanian harus dipasarkan untuk mengetahui berapa besar keuntungan yang diperoleh. Namun, pemasaran hasil produksi kadang mengalami kesulitan karena tempatnya jauh dari desa atau bisa saja pemasaran hasil produksi ada namun permintaan pasar tidak ada.

(54)

Harga yang tinggi akan meningkatkan pendapatan, sehingga harga-harga sarana produksi seperti pupuk, bibit dan lain-lain dapat dijangkau oleh petani sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik. Namun, kadang-kadang harga di pasar jauh dari yang diinginkan sehingga petani rugi, karena mau tidak mau hasil panen harus di jual guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena harga pasar di tekan, maka petani tidak sanggup membeli sarana produksi yang berguna untuk meningkatkan hasil pertanian.

c) Keadaan sarana transportasi

Pasar bagi produksi yang dihasilkan ada, permintaan pasar tinggi tapi sarana transportasi terbatas. Hal ini juga mempengaruhi pendapatan karena dengan keterbatasan transportasi maka bagaimanapun hasil panen harus dipasarkan sehingga membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Karenanya, pendapatan petani akan berkurang.

d) Tersedianya sarana produksi, termasuk tenaga kerja buruh dan sumber kredit. Walaupun petani mempunyai uang/modal, tetapi sarana produksi tidak tersedia dan jumlah tenaga kerja buruh terbatas maka akan mempengaruhi hasil pertanian dan sebaliknya walaupun sarana produksi ada, tenaga kerja buruh cukup tetapi ada sumber kredit untuk pengembangan usaha tani maka tidak mungkin mendapat hasil yang lebih banyak.

e) Tersedianya (informasi) teknologi mutakhir

(55)

mengetahui cara pertanian yang modern yang hal ini tentu saja mempengaruhi hasil pertanian.

2.6 Kerangka Pemikiran

Manusia mempunyai bermacam-macam kebutuhan. Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia harus bekerja guna memenuhi kelangsungan hidupnya. Petani juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari.

Masyarakat desa merupakan masyarakat yang hidup di pedesaan sebagai suatu daerah terpencil dan umumnya mayoritas adalah petani. Ada pertanian organik maupun pertanian anorganik. Pertanian organik baik untuk kelangsungan lingkungan. Akan tetapi, masih banyak petani yang masih menggunakan bahan kimia sebagai pupuk atau perangsang tanamannya. Hal ini membuat lingkungan rusak dan tercemar akibat penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan.

Perbandingan pertanian organik da anorganik, pertanian organik lebih mempunyai banyak keutungan, yaitu keseimbangan tanah terjaga, dapat menghemat biaya operasional tanpa penggunaan pupuk dan pestisida sintetik, produk yang dihasilkan lebih sehat, tanah menjadi lebih gembur dan lain sebagainya. Sedangkan Pertanian anorganik dapat merusak ekosistem lingkungan akibat penggunaan pupuk dan pestisida, dan produk yang dihasilkan cenderung tidak bagus bagi kesehatan tubuh manusia.

(56)

usaha yang besar. Unsur-unsur pertanian adalah lahan, tenaga kerja, modal, harga pasar, keadaan sarana transportasi, tersedianya teknologi modern, tersedianya sarana produksi. Unsur-unsur pertanian dapat mempengaruhi perekonomian masyarakat petani. Akibat dari pengaruh tersebut dapat tercipta tingkat sosial ekonomi petani, yang hal ini dapat dilihat dari pendapatan yang lebih tinggi.

Modal yang digunakan dalam pertanian organik adalah 15 % dari hasil (di luar tenaga kerja), sedangkan pertanian anorganik biayanya 20 % dari hasil. Pertanian organik membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan pertanian anorganik. Harga padi organik adalah Rp. 3.500/kg sedangkan harga padi anorganik Rp. 2.500/kg. Pertanian organik dapat menghasilkan 280 kg/rante, dan pertanian anorganik menghasilkan 300 kg/rante. Bila pertanian anorganik tenaga kerjanya hanya membutuhkan 4 orang, maka pertanian anorganik tenaga kerjanya 6 orang. Ini disebabkan karena pertanian organik membutuhkan curahan waktu dan perawatan yang lebih banyak. Dalam perawatannya, pertanian anorganik hanya membutuhkan waktu 2 hari/minggu, sedangkan yang organik membutuhkan waktu 3-4 hari/minggu. Biasanya hasil padi organik langsung dijemput ke rumah petani, ini disebabkan karena permintaan padi organik yang tinggi. Dan biasanya petani yang menentukan harga. Sementara untuk padi anorganik permintaan standar dan biasanya agen/tengkulak yang menentukan harga.

(57)

setelah tanam 4-5 hari dilakukan pemupukan kedua, yaitu 40 % dari keseluruhan jumlah pupuk, setelah padi berumur 25-30 hari diberikan lagi pupuk 20%, dan dilakukan pengendalian hama dan air (ada pupuk alternative/pupuk tambahan yaitu pupuk cair (ppc) dan pemberian ZPT). Sedangkan untuk tanaman organik yaitu penyemaian 10-15 hari, dan dilakukan pemupukan 40 % dari jumlah keseluruhan pupuk, setelah tanam 4-5 hari dilakukan pemupukan kedua yaitu 40 % dari keseluruhan pupuk, setelah padi berumur 25-30 hari diberi pupuk 20 % dan terakhir dilakukan pengendalian hama dan air. Pupuk tambahan untuk tanaman organik sebagai perangsang tanaman yaitu menggunakan urin sapi dan sebagai pencegah hama (insektisida hayati) dengan menggunakan tumbuhan, yaitu daun sirih, tembakau, akar pinang muda. Digiling, kemudian direndam selama 2 x 24 jam lalu disaring, dan hasilnya disemprotkan pada tanaman (dipakai saat dibutuhkan saja).

(58)

Bagan Alur Kerangka Pemikiran

UnU

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

Ho : Tidak ada perbedaan tingkat sosial ekonomi petani organik dan petani anorganik.

(59)

2.8 Defenisi Konsep dan Operasional

2.8.1 Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu-ilmu sosial. (Singarimbun, 1989 : 32). Dalam konsep ini penelitian bertujuan untuk merumuskan dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian ini.

Adapun yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah :

1. Sosial ekonomi yaitu yang berkaitan dengan cara manusia memenuhi kebutuhannya yang ditentukan oleh tingkat pendapatan yang yang diterima. Kebutuhan merupakan segala yang diperlukan untuk melangsungkan kehidupan hidup manusia yang didasarkan kepada kondisi perumahan, kondisi kesehatan, kondisi pendidikan anak, kondisi pangan dan kondisi pendapatan.

2. Tingkat sosial ekonomi adalah menyangkut tentang pemenuhan kebutuhan hidup manusia.

3. Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut

(60)

pertumbuhan yang baik dan sehat. Pertanian organik meliputi kegiatan seperti bertani dengan menggunakan kompos, kotoran ternak dan bahan organik lainnya sehingga dapat membangun siklus kehidupan secara alamiah.

5. Petani anorganik cenderung menggunakan pupuk kimia dan memaksa tanaman tumbuh, tetapi hasil dari sistem ini adalah menambah kerentanan tanaman terhadap hama dan penyakit yang mengakibatkan menaiknya kebutuhan tambahan bahan kimia berbahaya lainnya. Sistem ini juga melawan proses alamiahnya alam secara turun temurun, sehingga masalah serupa akan terjadi terus menerus.

2.8.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989 : 46). Bertujuan untuk memudahkan penelitian dalam melaksanakan penelitian di lapangan. Maka diperlukan operasionalisasi dari konsep-konsep yang digunakan yang bertujuan untuk menggambarkan prilaku atau gejala yang dapat diamati dengan kata-kata yang dapat di uji dan diketahui kebenarannya oleh orang lain. Dalam penelitian ini, tingkat sosial ekonomi petani organik dan petani anorganik dapat di ukur dari indikator sebagai berikut:

(61)

2. Perumahan/kamar yaitu keadaan/kondisi perumahan petani organik dan petani anorganik, dengan indikator :

a. Adanya ventilasi untuk keluar masuknya udara dan cahaya b. Jenis/bahan lantai

c. Persediaan air d. Sarana Penerangan

Dimana, perumahan petani di Desa Lubuk Bayas pra penelitian sebanyak 30 % permanen, 60 % rumah sederhana dan sisanya 10 % adalah rumah tidak layak huni. 3. Kesehatan adalah kondisi fisik para petani, yang di ukur melalui :

a. Kemampuan berobat ke rumah sakit b. Kemampuan membeli obat

4. Pendidikan anak yaitu keadaan pendidikan anak responden saat ini di bangku sekolah.

5. Kondisi pangan yaitu frekuensi makan dan kualitas makanan yang dikonsumsi oleh reponden setiap harinya.

6. Sandang yaitu kondisi pakaian yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari.

7. Luas lahan yaitu semua lahan pertanian yang dikelola oleh petani, baik milik sendiri maupun milik orang lain.

Dalam penelitianl ini, variabel-variabel yang diukur adalah : 1. Unsur-unsur pertanian yaitu :

- Luas lahan yaitu semua lahan pertanian padi yang diusahakan baik milik sendiri maupu n tidak, dalam kategori :

(62)

- Sedang, jika antara 1-2 Ha - Luas, jika lebih dari 2 Ha.

- Tenaga Kerja yaitu orang-orang yang turut serta dalam mengelola pertanian yang berasal dari keluarga maupun dari luar keluarga.

- Harga pasar yaitu tingkat harga yang ditawarkan kepada petani untuk suatu hasil usaha pertanian padi sawah.

- Modal adalah biaya petani untuk mengelola lahan pertaniaanya.

- Teknologi adalah alat ataupun bahan tertentu yang digunakan petani untuk membantu dalam mengelola lahan pertaniannya.

(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Dengan pertimbangan desa ini merupakan kawasan dimana mayoritas penduduknya adalah petani padi sawah, baik itu petani organik dampingan BITRA dan petani anorganik. Mengingat hal tersebut, maka penelitian tentang petani organik dan petani anorganik memungkinkan untuk dilakukan di daerah ini.

3.2 Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif yang sifatnya komparasi atau membandingkan dengan analisis data kualitatif dan kuantitatif.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Gambar

Tabel 2  Program Pemberdayaan dan Peningkatan Pendapatan Petani
Tabel 3
Tabel 4
TABEL 6 DISTRIBUSI PENDUDUK BERDASARKAN KELOMPOK UMUR DAN
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Untuk mempermudah para pemakai dalam hal ini kontraktor dan keselamatan manusia dalam pembuatan tiang penyangga jembatan maka salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut

Bukti bahwa Allah sayang kepada manusia diantaranya adalah Allah.. Menciptakan udara

Kebijakan yang digunakan pada program disesuaikan dengan kebutuhan, dan ini merupakan sebuah contoh sederhana terhadap implementasi keamanan yang dibutuhkan pada suatu jaringan

Dimana sistem pakar bila dikaitkan dengan kemampuan dokter dalam mendiagnosis secara dini kond isi kesehatan pasien, dapat diciptakan suatu sistem komputer yang bertugas

Dalam bahasa SQL pada umumnya informasi tersimpan dalam tabel-tabel yang secara logic merupakan struktur dua dimensi dari baris(row atau record) dan kolom(column atau field).

Kesimpulan : Di Indonesia ketersediaan ruangan pelayanan Puskesmas mayoritas adalah ruangan untuk upaya kesehatan perorangan, sedangkan ruangan pelayanan yang layak lebih banyak

PBB telah menjelaskan dan memberikan pernyataan bahwa tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya merupakan pelanggaran HAM terhadap