• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Bagi Debitur atas Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Tanpa Sertifikat/Dibawah Tangan (Studi Kanwil Kementerian Hukum dan Ham Sumut)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Bagi Debitur atas Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Tanpa Sertifikat/Dibawah Tangan (Studi Kanwil Kementerian Hukum dan Ham Sumut)"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Abdulkadir,Muhammad, 2000, Hukum Acara Perdata, Bandung : PT.Citra Aditya Bakti.

Dja’is, Mochammad dan Koosmargono,RMJ, 2008, Membaca dan mengerti HIR.Bandung : Badan Penerbit Undip.

Fuady,Minir, 2000, Jaminan Fidusia, Bandung : Citra Aditya.

Gunawan W & Ahmad Y, 2000, Jamian Fidusia.Jakarta : RajaGrafindo Persada. Harahap, M Yahya, 2005, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata,

Jakarta, Sinar Grafika.

HS,Salim, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Kamello,Tan, 2014, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang diDambakan, Bandung : Alumni

Mertokusumo,Sudikno, 1982, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberty.

Prasodjo, Ratnawati W, 1999, Pokok-Pokok Undang-Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan fidusia, Majalah Hukum Trisakti.Nomor 3/Tahun XXIV/Oktober

Riduan,Syahriani H, 2000, Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Bandung : PT Citra Aditya.

Saleh, K Wantjik, 2002, Kitab Hukum Acara Pedata HIR/RBG, Jakarta : Ghalia Indonesia.

Satrio, J, 2002, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Bandung : Citra Aditya Bakti.

Satrio,J.2005.Hukum Jaminan Hak Jaminan kebendaan Fidusia, Bandung : Citra Adittya Bakti.

Soemitro, Ronny Hanitijo, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : PT Citra Aditya Bakti.

Soesilo,R, 1996, Kitab Undang- Undang Hukum Pidana, Bogor : Politea.

Subekti, R.2006, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta : Pradnya Paramita Subekti, 2005, Hukum Pembuktian, Jakarta : PT.Pradnya Paramitha.

Sumarningsi, F Eka, 2001, Peraturan Jabatan Notaris, Semarang : Diktat Kuliah Program Studi Notariat Fakutas Hukum Universitas Diponegoro.

(2)

Wulan S,Retno dan Iskandar O, 2001, Hukum Acara Perdata dalam teori dan praktik, Bandung : Mundur Maju.

B. Peraturan PerUndang-Undangan

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/Pmk.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan fidusia

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan fidusia

Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusia Jaminan fidusia

Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum dan Umum Nomor Ahu.Ot.03.01-01 Tahun 2013 Tentang Proses Permohonan Jaminan Fidusia pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Nomor-06.Ot.03.01. Tahun 2013 Tentang Pemberlakuan Sitem Administrasi Pendaftaran Jaminan fidusia Secara Elektronik (Online System)

Undang-Undang Jaminan fidusia No 42 Tahun 1999 Undang-Undang No 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris C. Akses Internet

Artikel berjudul Eksekusi Terhadap Benda Objek Perjanjian Fidusia Dengan Akta di Bawah Tangan tulisan advokat Grace P. Nugroho, S.H.diakses 1 Maret 2016 Hukum Online.Akibat Eksekusi jaminan fidusia dibawah tangan.diakses tgl 10

Februari 2016

http://deedyienz.blogspot.com/2012/01/akbat-hukum-fidusia-dengan-akta- dibawah.html, Diakses tanggal 1 April 2016

http://hukumonline.com/berita/baca/terbit-peraturan-kapolri-tentang-eksekusi-fidusia diakses tanggal 3 Desember 2015

Trik dan Intriks, “Akibat Hukum Fidusiadengan Akta di Bawah Tangan”,

www. Hukum Online.Com

www.ditjenahu,kemenkumham.go.id C. Wawancara

Wawancara dengan Jawasmar,SH,.M.K Kepala Pelayanan umum Kanwil Kemenkumham Sumut Tgl 10 Maret 2016

(3)

BAB III

TINJAUAN HUKUM EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

A. Pengertian Eksekusi

Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tatacara lanjutan dari proses pemeriksaaan perkara. Oleh kerena itu, eksekusi tiada lain daripada tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR atau RBG. Setiap orang yang ingin mengetahui pedoman aturan eksekusi harus merujuk ke dalam aturan perUndang-Undangan dalam HIR atau RBG.16

Pengertian eksekusi secara umum adalah pelaksanaan putusan hakim atau menjalankan putusan hakim.Adapun ketentuan mengenai pelaksanaan putusan atau eksekusi ini diatur dalam ketentuan Pasal 195 sampai dengan Pasal 200 HIR/RBG.

Pengertian Eksekusi menurut R.Subekti dikatakan bahwa “Eksekusi atau

pelaksanaan putusan mengandung arti bahwa pihak yang dikalahkan tidak mau mentaati putusan itu secara sukarela sehingga putusan itu harus dipaksakan kepadanya dengan bantuan kekuatan umum.17

16M.Yahya Harahap,2001, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Jakarta, hal

1

17

(4)

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Retno Wulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata yang menyatakan bahwa “Eksekusi adalah tindakan paksaan oleh

pengadilan terhadap pihak yang kalah dan tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela”.18

M.Yahya Harahap, yang menyatakan bahwa “Eksekusi sebagai tindakan hukum

yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu eksekusi tiada lain daripada tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses Hukum Acara Perdata. Eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR/RBG”.19

Menurut Sri Soedewi Sofyan adalah hukum yang mengatur tentang pelaksanaan hak-hak kreditur dalam perutangan yang terhadap harta kekayaan debitur, manakala perutangan itu tidak dipenuhi secara sukarela oleh debitur.20

Hukum eksekusi ini sebenarnya tidak diperlukan apabila pihak yang dikalahkan dengan sukarela mentaati bunyi putusan. Akan tetapi dalam kenyataannya tidak semua pihak mentaati bunyi putusan dengan sepenuhnya. Oleh karena itu diperlukan suatu aturan bilamana putusan tidak ditaati dan bagaimana cara pelaksanaannya.

Lebih lanjut dapat dilihat pendapat Bachtiar Sibarani. yang menyatakan bahwa eksekusi adalah pelaksanaan secara paksa putusan pengadilan yang telah berkekuatan

18

Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 1989, Hukum Acara Perdata Dalam

Teori dan Praktik, Bandung, Mundur Maju ,hal 130 19 M.Yahya Harahap,Op.cit, hal 1

20

Sri Soedewi,1980, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-pokok Hukum Jaminan dan

(5)

hukum tetap/pelaksanaan secara paksa dokumen perjanjian yang dipersamakan dengan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.21

Pengertian eksekusi dalam arti yang lebih luas dikemukakan oleh Mochammad Dja’is yang menyatakan bahwa “ Eksekusi adalah upaya kreditur merealisasikan hak

secara paksa karena debitur tidak mau secara sukarela memenuhi kewajibannya. Dengan demikian eksekusi merupakan bagian dari proses penyelesaian sengketa hukum.

Eksekusi jaminan fidusia diatur dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 34 UUJF. Yang dimaksud dengan eksekusi jaminan fidusia adalah penyitaan dan penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. penyebab timbulnya eksekusi jaminan fidusia ini adalah karena debitur atau pemberi fidusia cedera janji atau tidak memenuhi prestasinya walaupun sudah diberikan somasi.

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa eksekusi tidak hanya diartikan dalam arti sempit tetapi juga dalam arti luas. Eksekusi tidak hanya pelaksanaan terhadap suatu putusan yang telah berkekuatan hukum kepada pihak yang kalah, yang tidak mau menjalankan isi putusan secara sukarela, tetapi eksekusi dapat dilaksanakan terhadap grosse surat hutang notaril dan benda jaminan eksekusi serta eksekusi terhadap perjanjian. Eksekusi dalam arti luas merupakan suatu upaya realisasi hak,bukan hanya merupakan pelaksanaan putusan pengadilan saja.

1. Jenis-Jenis Eksekusi Jaminan fidusia

Didalam Pasal 29 UUJF diatur jenis-jenis eksekusi jaminan fidusia, yaitu22

21

(6)

a. Secara fiat eksekusi (dengan memakai titel eksekutorial), yakni lewat suatu penetapan pengadilan. menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR), setiap akta yang mempunyai titel eksekutorial dapat dilakukan fiat eksekusi. Pasal 224 HIR menyatakan bahwa Grosse dari akta hipotik dan surat hutang yang dibuat dihadapan notaris di Indonesia dan yang kepalanya berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” berkekuatan sama

dengan kekuatan suatu keputusan hakim. jika tidak dengan jalan damai, maka surat yang demikian dieksekusi dengan perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri, yang dalam daerah hukumnya tempat diam atau tempat tinggal debitur itu atau tempat kedudukan yang dipilihnya, yaitu menurut cara yang dinyatakan dalam Pasal-Pasal sebelumnya dari Pasal 224 HIR, tetapi dengan pengertian bahwa paksaan badan hanya boleh dilakukan jika sudah diizinkan dengan keputusan hakim.

Selanjutnya, Pasal 15 UUJF menyatakan bahwa dalam sertifikat jaminan fidusia dicantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. sertifikat jaminan fidusia tersebut

mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang penuh. Dari Pasal-Pasal tersebut diatas terlihat bahwa salah satu syarat agar suatu fiat eksekusi dapat dilakukian adalah bahwa dalam akta tersebut terdapat irah-irah yang berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Irah-irah inilah yang memberikan titel eksekutorial, yakni titel yang memberikan titel eksekutorial,

22

(7)

yaitu titel yang mensejajarkan kekuatan akta tersebut dengan putusan pengadilan. Dengan demikian, akta tersebut tinggal di eksekusi (tanpa perlu lagi suatu putusan pengadilan). karena itu yang dimaksud dengan fiat eksekusi adalah eksekusi atas sebuah akta seperti mengeksekusi suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan pasti. yakni dengan cara meminta “Fiat” dari ketua pengadilan,

yaitu memohon penetapan dari ketua pengadilan untuk melakukan eksekusi. ketua pengadilan tersebut akan memimpin eksekusi sebagaimana yang dimaksud dalam HIR.

b. Eksekusi Fidusia Secara Parate Eksekusi Lewat Pelelangan Umum

Eksekusi fidusia dapat juga dilakukan dengan jalan mengeksekusinya oleh penerima fidusia lewat lembaga pelelangan umum (kantor lelang), dimana hasil pelelangan tersebut diambil untuk melunasi pembayaran piutang-piutangnya. Parate eksekusi lewat pelelangan umum ini dapat dilakukan tanpa melibatkan pengadilan sama sekali (Pasal 29 ayat(1) huruf b).

c. Eksekusi Fidusia Secara Parate Eksekusi Secara Penjualan Di bawah Tangan Jaminan fidusia dapat juga dieksekusi secara parate eksekusi (mengeksekusi tanpa lewat pengadilan) dengan cara menjual benda objek fidusia tersebut secara dibawah tangan, asalkan terpenuhi syarat-syarat untuk itu. Menurut UUJF Pasal (29), maka syarat-syarat agar suatu fidusia dapat dieksekusi secara di bawah tangan adalah sebagai berikut:

(8)

2). Jika dengan cara penjualan di bawah tangan tersebut dicapai harga tertinggi yang menguntungkan para pihak

3). Diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau penerima fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan

4). Diumumkan dalam sedikit-dikitnya dalam dua surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan.

5). Pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat waktu 1 (tahun) bulan sejak diberitahukan secara tertulis.

d. Eksekusi Fidusia Lewat Gugatan Biasa

Seperti telah dijelaskan bahwa model-model eksekusi Jaminan fidusia menurut Pasal 29 UUJF adalah sebagai berikut:

1).Secara fiat eksekusi (dengan memakai titel eksekutorial), yakni lewat suatu penetapan pengadilan.

2).Secara parate eksekusi, yakni dengan menjual (tanpa perlu penetapan pengadilan) di depan pelelangan umum.

3).Dijual di bawah tangan oleh pihak kreditur sendiri.

Dalam Pasal 29 tersebut tidak disebutkan cara eksekusi fidusia lewat gugatan biasa. lalu, apakah ini berarti bahwa gugatan biasa tidak dapat dilakukan untuk mengeksekusi fidusia tersebut, tentu tidak demikian jawabannya.

(9)

acara umum. Tidak ada indikasi sedikitpun dalam Undang-Undang Fidusia, khususnya tentang cara eksekusinya yang bertujuan meniadakan ketentuan hukum acara umum tentang eksekusi umum lewat gugatan biasa ke Pengadilan Negeri yang berwenang. Tambahan pula bukankah keberadaan model-model eksekusi khusus dalam UUJF tersebut untuk mempermudah dan membantu pihak kreditur untuk menagih hutangnya yang mempunyai jaminan fidusia dengan jalan mengeksekusi jaminan fidusia tersebut. satu hal disebabkan eksekusi fidusia lewat gugatan biasa memakan waktu yang lama dan dengan prosedur berbelit-belit. dan hal tersebut sangat tidak praktis dan tidak efisien bagi hutang dengan jaminan fidusia tersebut. 2. Asas Eksekusi

Asas-asas umum eksekusi :23

a. Menjalankan Putusan yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap

1). Pada prispsipnya, hanya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yang dapat “dijalankan”.Sehingga pada asasnya putusan yang dapat dieksekusi adalah putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (res judicata) . karena hanya dalam putusan yang telah berkekuatan hukum terkandung wujud hubungan hukum yang tetap dan pasti antara pihak yang berperkara;

2). Disebabkan hubungan hukum antara pihak yang berperkara suda tetap dan pasti :

a).Hubungan Hukum tersebut mesti ditaati, dan

23

(10)

b).Mesti dipenuhi oleh pihak yang dihukum (pihak tergugat)

3).Karena hanya dalam putusan yang telah berkekuatan hukum terkandung wujud hubungan hukum yang tetap dan pasti antara pihak yang berperkara 4).Cara menaati dan memenuhi hubungan hukum yang ditetapkan dalam amar

putusan yang telah mempeoleh kekuatan hukum tetap:

a). Dapat dilakukan atau dijalankan secara “sukarela” oleh pihak Tergugat, dan

b). Bila enggan menjalankan secara “sukarela”, hubungan hukum yang ditetapkan dalam putusan harus dilaksanakan “dengan paksa” dengan bantuan “kekuatan umum”

Pada prinsipnya, apabila terhadap putusan masih ada pihak yang mengajukan upaya hukum berupa banding atau kasasi, putusan yang bersangkutan belum berkekuatan hukum tetap berdasarkan Pasal 1917 KUHPerdata. Prinsip ini ditegaskan dalam Putusan MA No.1043 K/Sip/1971.24

Dengan demikian eksekusi merupakan tindakan paksa yang dilakukan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum guna menjalankan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. selama putusan belum memperoleh kekuatan hukum tetap , putusan belum dapat dijalankan. Dengan kata lain, selama putusan belum memperoleh kekuatan hukum tetap, upaya dan tindakan eksekusi belum dapat berfungsi, eksekusi baru berfungsi sebagai tindakan hukum yang sah dan memaksa, terhitung :

24

(11)

1). Sejak tanggal putusan putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, dan

2). Pihak Tergugat (yang kalah) tidak mau menaati dan memenuhi putusan secara sukarela.

Sehingga, jika ditinjau dari segi yuridis, asas ini mengandung makna bahwa eksekusi menurut “hukum perdata” adalah “menjalankan putusan” yang telah

berkekuatan hukum tetap. Cara menjalankan pelaksanaannya secara paksa dengan bantuan kekuatan umum, apabila pihak Tergugat (pihak yang kalah) tidak memenuhi putusan secara sukarela. Cara melaksanakan putusan (eksekusi) diatur dalam Pasal 195 HIR atau Pasal 206 RBG serta Pasal-Pasal berikutnya.

b. Pengecualian terhadap asas umum

Beberapa pengecualian yang dibenarkan Undang-Undang yang memperkenankan eksekusi dapat dijalankan diluar putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, antara lain :25

1). Pelaksanaan putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu (berdasarkan Pasal 180 ayat 1 HIR atau Pasal 191 ayat 1 RBG);

2). Pelaksanaan putusan provisi, (berdasarkan Pasal 180 ayat 1 HIR atau Pasal 191 ayat 1 RBG, maupun Pasal 54 dan 55 RV);

3). Akta perdamaian, (berdasarkan Pasal 130 HIR atau Pasal 154 RBG);

4). Eksekusi terhadap Grosse Akta, (berdasarkan Pasal 224 HIR atau Pasal 258 RBG);

5). Eksekusi Hak Tanggungan (HT) dan Jaminan Fidusia (JF), (berdasarkan Undang-Undang No.42 tahun 1999 tentang Jaminan fidusia),

25

(12)

c. Putusan tidak dijalankan secara sukarela

Eksekusi dalam suatu perkara baru tampil dan berfungsi apabila pihak tergugat tidak bersedia menaati dan menjalankan putusan sukarela. Keengganan tergugat menjalankan pemenuhan putusan secara sukarela akan menimbulkan konsekuensi hukum berupa tindakan paksa yang disebut “eksekusi”26

d. Putusan yang dapat dieksekusi bersifat Kondemnator

Hanya putusan yang bersifat kondemnator (condemnatoir) yang bisa dieksekusi, yakni putusan yang amar atau diktumnya mengandung unsur “penghukuman” . Putusan yang amar atau diktumnya tidak mengandung unsur

penghukuman, tidak dapat dieksekusi atau noneksekutebel.27

e. Eksekusi atas Perintah dan di bawah Pimpinan Ketua Pengadilan Negeri.

Asas ini diatur dalam Pasal 195 ayat 1 HIR atau Pasal 206 ayat 1 RBG didalamnya berisi beberapa hal yang perlu dipedomani dan dijelaskan, yakni:

1). Menentukan Pengadilan Negeri mana yang berwenang menjalankan eksekusi putusan, yakni

a). di Pengadilan Negeri mana perkara (gugatan) diajukan, dan

b). di Pengadilan Negeri mana perkara diperiksa dan diputus ditingkat pertama Manfaat dari ketentuan ini adalah kepastian kewenangan eksekusi bertujuan menghindari saling rebutan di antara Pengadilan Negeri.

26

Ibid, hal 12

27

(13)

2). Kewenangan menjalankan eksekusi hanya diberikan hanya diberikan kepada Pengadilan Negeri.

3). Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri B. Pengaturan Pelaksanaan Eksekusi

UUJF memberikan kemudahan melaksanakan eksekusi melalui lembaga parate. Kemudahan dalam pelaksanaan eksekusi ini tidak semata-mata monopoli jaminan fidusia karena dalam gadai pun dikenal lembaga serupa. Pasal 29 UUJF bahwa apabila debitor atau pemberi fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia. dapat dilakukan dengan cara : 1.Pelaksanaan titel eksekutorial, 2.Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan, 3.Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia, jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.Hal ini sudah dibahas sebelumnya diatas.

Adapun Pengaturan mengenai Eksekusi adalah : 1. Menurut UU No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

(14)

melaksanakan eksekusi tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.

Pasal 30 UUJF pemberi wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. Penjelasan : Dalam hal pemberi fidusia tidak menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, penerima fidusia berhak mengambil benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang.

Pasal 31 UUJF : dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Pasal 32 UUJF : Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 31 batal demi hukum. Pasal 33 UUJF : setiap janji yang memberi kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitor cidera janji batal demi hukum.

Pasal 34 UUJF ayat (1) dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia. ayat (2) Apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang debitur tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar.

(15)

eksekutorial yang berarti sama kekuatannya dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Eksekusi ini dibenarkan oleh UUJF karena menurut Pasal 15 ayat (2) UUJF sertifikat jaminan fidusia menggunakan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang berarti kekuatannya sama dengan

putusan pengadilan yang bersifat tetap. Irah-irah ini memberikan titel eksekutorial dan berarti akta tersebut tinggal dieksekusi tanpa harus melalui suatu putusan pengadilan.

Karena itu yang dimaksud dengan eksekusi adalah eksekusi atas sebuah akta seperti mengeksekusi suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan pasti, yakni dengan cara meminta fiat dari ketua pengadilan dengan cara memohon penetapan dari ketua pengadilan untuk melakukan eksekusi. Ketua pengadilan akan memimpin eksekusi sebagaimana dimaksud dalam HIR. Eksekusi terhadap barang tersebut dapat dilakukan dengan cara penjualan di pasar atau bursa sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk pasar dan bursa tersebut sesuai dengan maksud Pasal 31 UUJF .Meskipun UUJF tidak menyebutkan eksekusi lewat gugatan ke Pengadilan, tetapi tentunya pihak kreditur dapat menempuh prosedur eksekusi biasa lewat gugatan ke Pengadilan. sebab, keberadaan UUJF dengan model-model eksekusi khusus tidak untuk meniadakan hukum acara yang umum. Tidak ada indikasi sedikitpun dalam UUJF yang bertujuan meniadakan ketentuan hukum acara umum tentang eksekusi umum lewat gugatan ke Pengadilan negeri yang berwenang.28

28

(16)

Pada saat ini lembaga jaminan fidusia telah mendapat pengaturan dalam UUJF. Dalam Undang-Undang tersebut telah diatur ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dan ditaati dalam melakukan perjanjian fidusia, termasuk diantaranya adalah ketentuan yang mewajibkan untuk mendaftarkan objek jaminan fidusia di kantor pendaftaran fidusia (Pasal 11 ayat(1) jo, Pasal 12 ayat(1) UUJF).

Sejak diundangkan pada tanggal 30 September 1999, dalam praktik pemberian kredit dengan jaminan fidusia yang seharusnya mengacu pada UUJF ternyata masih banyak terjadi pelanggaran, sebagai salah satu contohnya adalah masih banyak pihak bank maupun lembaga pembiayaan (finance) yang tidak mendaftarkan objek jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia.

(17)

menggunakan parate eksekusi. Arti parate eksekusi menurut kamus hukum, ialah pelaksanakan yang langsung tanpa melewati proses (Pengadilan atau Hakim).

Arti parate eksekusi yang diberikan doktrin adalah kewenangan untuk menjual atas kekuasaan sendiri apa yang menjadi haknya, dalam arti tanpa perantaraan hakim, yang ditujukan atas sesuatu barang jaminan, tanpa harus minta fiat dari ketua Pengadilan. disinalah letak inkonsistensi dari Pasal-Pasal tersebut diatas, pengertian parate eksekusi di dalam UUJF kurang lebih merupakan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang atau oleh putusan pengadilan salah satu pihak untuk melaksanakan sendiri secara paksa isi perjanjian atau putusan hakim manakala pihak lainnya cidera janji29. Pasal 15 ayat (2) dan (3) dan Pasal 29 ayat (1) huruf a dinyatakan bahwa sertifikat jaminan fidusia memiliki titel eksekusi yang memiliki kekuatan hukum tetap yang setara dengan putusan pengadilan.

Namun kemudian, dalam Pasal 29 ayat (1) huruf b merumuskan bahwa penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum. Penjelasan Pasal 15 ayat (3) menyatakan bahwa, “ Dalam Undang-Undang ini dipandang perlu diatur secara khusus tentang eksekusi jaminan fidusia melalui lembaga eksekusi.” Jika debitor cidera janji, maka pemegang

jaminan fidusia dapat melaksanakan janji tersebut dengan menjual lelang atas kekuasaan sendiri (parate eksekusi), pemahaman dari penjelasan Pasal 15 ayat (3) terhadap lembaga parate eksekusi, menunjukkan kehendak pembentuk Undang-Undang melalui penafsiran otentik untuk mengatur lembaga parate eksekusi,

29

(18)

maksudnya pengaturan lembaga parate eksekusi masuk dalam ranah Hukum Acara Perdata. Karena eksekusi barang jaminan fidusia dalam UUJF meniru eksekusi Hak Tanggungan pada Undang-Undang Hak Tanggungan, maka kasus yang dihadapi sama dengan inkonsistensi Pasal 6 dan Penjelasan Pasal 9 UUHT. Ada unsur yang sama dalam eksekusi Hak Tanggungan dengan eksekusi jaminan fidusia,yaitu:

1. Debitur cidera janji;

2. Kreditur penerima jaminan mempunyai hak menjual objek jaminan fidusia atas kekuasaan sendiri;

3. Syarat penjualan pelelangan umum;

4. Hak kreditur mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan.

Sebelum ada UUJF, eksekusi barang bergerak yang diikat dengan fidusia pada umumnya tidak melalui lelang tetapi dengan mengefektifkan kuitansi kosong yang sebelumnya telah ditandatangani oleh pemilik barang jaminan atau debitor. Pada waktu yang lalu, mungkin tidak ada eksekusi jaminan fidusia yang melalui pelelangan umum. Oleh karena itu, seharusnya eksekusi barang jaminan fidusia yang telah mempunyai eksekusi tidak melalui pelelangan umum. karena secara umum, pelelangan umum diperlukan suatu keputusan Ketua Pengadilan untuk melaksanakan lelang. Sehingga menyimpang dari ketentuan titel eksekusi yang tidak memerlukan campur tangan pengadilan atau hakim dalam pelaksanaan jaminan fidusia.

(19)

fidusia melalui penjualan secara lelang dan penjualan dibawah tangan. Eksekusi jaminan, fidusia menurut UUJF sebenarnya hanya mengenal dua cara eksekusi meskipun perumusannya seakan-akan menganut tiga cara. Melaksanakan titel eksekusi dengan menjual objek jaminan fidusia melalui lelang atas kekuasaan penerima fidusia sendiri dengan menggunakan Parate Eksekusi. Arti parate eksekusi menurut kamus hukum ialah pelaksanaan yang langsung tanpa melalui proses Pengadilan.

2. Menurut Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2011

Untuk mengamankan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. Polri menerbitkan Peraturan Kapolri (Perkap) No.8 Tahun 2011. Mulai berlaku sejak 22 Juni 2011, Perkap ini bertujuan untuk terselenggaranya pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia secara aman, tertib, lancar, dan dapat dipertanggungjawabkan. Tujuan diterbitkannya Perkap ini juga untuk melindungi keselamatan dan keamanan penerima jaminan fidusia dan masyarakat dari perbuatan yang menimbulkan kerugian harta benda atau keselamatan jiwa.

Berdasarkan Perkap ini, pengamanan terhadap objek jaminan fidusia bisa dilakukan jika memenuhi syarat :

a. Ada permintaan dari pemohon; b. Memiliki akta jaminan fidusia;

(20)

e. Jaminan fidusia berada di wilayah Negara Indonesia;30

Tujuannya untuk menyelenggarakan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia secara aman, tertib, lancar, dan dapat dipertanggungjawabkan, melindungi keselamatan penerima jaminan fidusia, pemberi jaminan fidusia, dan/ atau masyarakat dari perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian harta benda dan /atau keselamatan jiwa.

Penarikan jaminan fidusia tersebut sering sekali terjadi di dalam praktik dan memberikan dampak negatif berupa bantahan, ataupun perlawanan di lapangan. Maka untuk mengamankan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia POLRI menerbitkan Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2011 yang berlaku sejak 22 Juni 2011 dengan tujuan : untuk menyelenggarakan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia secara aman, tertib, lancar, dan dapat dipertanggungjawabkan; melindungi keselamatan penerima jaminan fidusia, pemberi jaminan fidusia, dan/atau masyarakat dari perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian harta benda dan/atau keselamatan jiwa.

Mengenai proses pengamanan eksekusi atas jaminan fidusia ini tercantum dalam Pasal 7 Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2011.

a. Permohonan pengamanan eksekusi tersebut harus diajukan secara tertulis oleh penerima jaminan fidusia atau kuasa hukumnya kepada Kapolda atau Kapolres tempat eksekusi dilaksanakan.

b. Pemohon wajib melampirkan surat kuasa dari penerima jaminan fidusia bila permohonan diajukan oleh kuasa hukum penerima jaminan fidusia.

30

(21)

Mengenai proses pengamanan eksekusi atas jaminan fidusia ini tercantum dalam Pasal 7 Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2011, dimana permohonan pengamanan eksekusi tersebut harus diajukan secara tertulis oleh penerima jaminan fidusia atau kuasa hukumnya kepada Kapolda atau Kapolres tempat eksekusi dilaksanakan. Pemohon wajib melampirkan surat kuasa dari penerima jaminan fidusia bila permohonan diajukan oleh kuasa hukum penerima jaminan fidusia.

3. Menurut Hukum Acara

Hukum acara mengatur bagaimana cara dan siapa yang berwenang menegakkan hukum materil dalam hal apabila terjadi pelanggaran terhadap hukum materil. Hukum acara perdata secara umum yaitu peraturan hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara perdata melalui hakim (di Pengadilan) sejak diajukan gugatan, dilaksanakannya gugatan sampai pelaksanaan putusan hakim.

Hukum acara perdata ialah rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum perdata.31

Hukum acara perdata juga disebut hukum perdata formil, yaitu semua kaidah hukum yang menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata materil.32

Hukum acara perdata ialah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materil dengan perantara hakim. Hukum acara

31

Muhammad Abdulkadir, 2000, Hukum Acara Perdata.Bandung, PT.Citra Aditya Bakti,hal 12

32

(22)

adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materil. Hukum acara perdata yang mengatur bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutuskan dan pelaksanaan dari pada putusannya. Tuntutan hak dalam hal ini tidak lain adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrichting” atau tindakan menghakimi sendiri.33

Didalam Hukum acara perdata, kepastian akan kebenaran peristiwa yang diajukan dipersidangan itu sangat tergantung kepada pembuktian yang dilakukan oleh para pihak yang bersangkutan.Sebagai konsekuensinya bahwa kebenaran itu baru dikatakan ada atau tercapai apabila terdapat kesesuaian antara kesimpulan hakim (hasil proses) dengan peristiwanya yang terjadi. Sedangkan apabila yang terjadi justru sebaliknya, berarti kebenaran itu tidak tercapai.

Setelah pemeriksaan suatu perkara di persidangan dianggap selesai dan para pihak tidak mengajukan bukti-bukti lain, maka hakim akan memberikan putusannya. putusan yang dijatuhkan itu diupayakan agar tepat dan tuntas. Secara objektif putusan yang tepat dan tuntas berarti bahwa putusan tersebut akan dapat diterima tidak hanya oleh penggugat akan tetapi juga oleh tergugat.

Putusan pengadilan semacam itu penting sekali, terutama demi pembinaan kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan. Oleh karena itu hakim dalam menjatuhkan putusan akan selalu berusaha agar putusannya kelak seberapa mungkin dapat diterima oleh masyarakat, dan akan berusaha agar lingkungan orang yang akan dapat menerima putusannya itu seluas mungkin. Apabila harapan itu terpenuhi, maka dapat diketahui dari indikatornya antara lain masing-masing pihak menerima putusan tersebut dengan senang hati dan tidak menggunakan upaya hukum selanjutnya (banding maupun kasasi). seandainya masih menggunakan upaya-upaya hukum banding dan kasasi, itu berarti masih belum dapat menerima putusan tersebut secara sukrela sepenuhnya.34

Digunakannya hak-hak para pihak berupa upaya hukum banding dan kasasi, bukan berarti bahwa putusan peradilan tingkat pertama itu keliru. secara yuridis,

33 Syahrani H Riduan, 2000, Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Bandung, PT Citra Aditya

Bakti, hal 10

34

(23)

setiap putusan itu harus dianggap benar sebelum sebelum ada pembatalan oleh pengadilan yang lebih tinggi (asas res judicata pro veritate habetur). ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin adanya kepastian hukum, bukan berarti kebenaran peristiwa yang bersangkutan telah tecapai dan persengketaan telah terselesaikan dengan sepenuhnya dengan sempurna. akan tetapi secara formal harus diterima bahwa dengan dijatuhkannya suatu putusan oleh hakim atas suatu sengketa tertentu antara para pihak, berarti untuk sementara sengketa yang bersangkutan telah selesai.

Dalam hukum acara perdata diatur tentang upaya paksa untuk merealisasi hak penggugat yang menang kreditor apabila tergugat yang dikalahkan/ debitor tidak mau secara sukarela memenuhi kewajibannya. Upaya paksa untuk merealisasi hak tersebut dapat langsung mewujudkan hak penggugat yang menang/kreditur, dapat pula berupa dorongan agar tergugat yang kalah/debitur segera memenuhi kewajibannya.

Upaya paksa yang hasilnya langsung mewujudkan hak penggugat yang menang / kreditor disebut eksekusi realisasi langsung, dan yang hasilnya berupa dorongan agar tergugat yang kalah/debitor segera memenuhi kewajibannya dinamakan eksekusi realisasi tidak langsung. Eksekusi realisasi langsung dalam HIR terdiri dari eksekusi membayar sejumlah uang (Pasal 195-Pasal 206 HIR), eksekusi melakukan perbuatan (Pasal 225,228 (2) jo Pasal 195-206 HIR), eksekusi dengan pertolongan hakim atas grosse akta hipotek dan grosse surat utang notaril (Pasal 224 HIR) dan eksekusi riil objek lelang Pasal 200 (11) HIR.

(24)

hanya putusan hakim. Walaupun demikian, pada saat ini para Sarjana Hukum Perdata hanya mengakui bahwa eksekusi adalah pelaksanaan putusan hakim. Defenisi ini tidak tepat karena sesuai dengan objek eksekusi yang diatur dalam hukum perdata materil, Hukum Perdata Ajektif maupun Hukum Acara Perdata. HIR sebagai sumber utama Hukum Acara Perdata di Jawa dan Madura mengatur objek eksekusi tidak hanya putusan hakim, malainkan meliputi juga grosse akta hipotik dan grosse surat utang notaril (Pasal 224 HIR), selain itu HIR mengatur juga eksekusi realisasi tidak langsung dalam Pasal 209-223. Akibat dari pola pikir bahwa eksekusi adalah pelaksanaan putusan hakim adalah terjadi ketidakkonsistenan antara defenisi eksekusi dengan substansi eksekusi. Sebagai contoh mengenai hal ini adalah pendapat Sudikno Mertokusumo yang di dalam defenisi tentang eksekusi menyebut bahwa objek eksekusi adalah putusan hakim, namun dalam uraian lanjut tentang jenis-jenis pelaksanaan putusan dan apa yang dapat dilaksanakan disebutkan bahwa disamping putusan hakim, objek eksekusi meliputi pula grosse akta hipotik dan surat utang notaril serta jaminan gadai.35

4.Eksekusi Menurut HIR/RBG

HIR (Herziene Inlandsch Reglement) dan RBG (Rechtsreglement voor de Buitengewesten) adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku bagi orang Bumiputera sehingga dibuat sedemikian rupa sesuai kondisi masyarakat Bumiputera (Warga Negara Indonesia). Sebagaimana diterangkan dalam Pasal 120 HIR/Pasal 144 RBg diterangkan bahwa gugatan perdata dapat diajukan tertulis maupun diajukan secara lisan, dan dalam HIR dan RBg tidak pula menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi surat gugatan. Hal ini didasarkan pada kenyataan saat HIR dan RBg dibuat, orang-orang Indonesia (Bumiputera) banyak yang belum pandai membaca dan menulis, oleh karena itu jika kalau ditentukan gugatan harus dibuat dalam bentuk tertulis akan sangat banyak orang Indonesia yang tidak dapat menuntut dan mempertahankan hak perdatanya, hal mana jelas bertentangan dengan rasa keadilan.

35

(25)

Kelanjutan sita eksekusi adalah penjualan lelang. Hal itu ditegaskan Pasal 200 ayat (1) HIR, Pasal 216 ayat (1) RBG yang berbunyi : “penjualan barang yang disita

dilakukan dengan bantuan kantor lelang, atau menurut keadaan yang akan dipertimbangkan Ketua, oleh orang yang melakukan penyitaan itu atau orang lain yang cakap dan dapat melakukan penyitaan itu atau orang lain yang cakap dan dapat dipercaya yang ditunjuk oleh Ketua untuk itu dan berdiam di tempat dimana penjualan itu harus dilakukan atau di dekat tempat itu.

Jadi setelah sita eksekusi dilaksanakan, Undang-Undang memerintahkan penjualan barang sitaan. Cara penjualannya dengan perantaraan kantor lelang, dan penjualannya disebut penjualan lelang. Dengan demikian berdasarkan Pasal 200 ayat (1) HIR, dalam pelaksanaan lelang ketua Pengadilan wajib meminta intervensi kantor lelang dalam bentuk menjalankan penjualan barang sitaan dimaksud. Terhadap prosedur eksekusi jaminan atas hak tanggungan (HT) berdasarkan Peraturan Lelang (LN 1908-2015) jo. Pasal 200 HIR, yaitu:

a. Penjualan di muka umum

b. Dilakukan dengan perantara atau bantuan kantor lelang

c. Cara penjualan dengan penawaran meningkat atau menurun, dan d. Bentuk penawaran dilakukan secara tertulis.

Sita eksekusi atau executoriale beslag merupakan tahap lanjutan dari peringatan dalam proses eksekusi pembayaran sejumlah uang. Tata cara dan syarat-syarat sita eksekusi diatur dalam Pasal 197 HIR atau Pasal 208 RBG.

(26)

Dalam hukum acara perdata diatur tentang upaya paksa untuk merealisasi hak penggugat yang menang/ Kreditor apabila tergugat yang dikalahkan/ debitor tidak mau secara suka rela memenuhi kewajibannya. Upaya paksa untuk merealisasi hak tersebut dapat langsung mewujudkan hak penggugat yang menang/kreditur, dapat pula berupa dorongan agar tergugat yang kalah/debitor segera memenuhi kewajibannya. Upaya paksa yang hasilnya langsung mewujudkan hak penggugat yang menang/kreditor disebut eksekusi realisasi langsung dan yang hasilnya berupa dorongan agar tergugat yang kalah/debitor segera memenuhi kewajibannya dinamakan eksekusi realisasi tidak langsung.

HIR sebagai sumber utama hukum acara aerdata di Jawa dan Madura mengatur objek eksekusi tidak hanya putusan hakim, melainkan meliputi juga grosse akta hipotek dan grosse surat utang notaril (Pasal 224 HIR), selain itu HIR mengatur juga eksekusi realisasi tidak langsung dalam Pasal 209-223. Akibat dari pola pikir bahwa eksekusi adalah pelaksanaan putusan hakim, adalah terjadi ketidak konsistenan antara defenisi eksekusi dengan substansi eksekusi. Sebagai contoh menengenai hal ini adalah pendapat Sudikno Mertokusumo, yang didalam defenisi tentang eksekusi menyebut bahwa objek eksekusi adalah putusan hakim, namun dalam uraian lanjut tentang jenis-jenis pelaksanaan putusan dan apa yang dapat dilaksanakan disebutkan bahwa disamping putusan hakim, objek eksekusi meliputi pula grosse akta hipotek dan surat utang notaril serta jaminan gadai.

(27)

para kreditur, juga memungkinkan diadakannya suatu jaminan khusus apabila di antara para kreditur ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan dan hal ini dapat terjadi karena ketentuan Undang-Undang maupun karena diperjanjikan.

Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan, sedangkan dalam Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan sebagai berikut “Kebendaaan tersebut menjadi jaminan

bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.36

Kemudian sselanjutnya dalam hal eksekusi benda bergerak, dalam ketentuan Pasal 612 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata penyerahan kebendaan bergerak yang berwujud dilakukan dengan penyerahan secara nyata (Feitelijke levering) atau penyerahan dari tangan. walau demikian adakalanya penyerahan (levering) dilakukan dengan cara lain seperti :

a. Traditio bre manu, yaitu suatu bentuk penyerahan dengan cara dimana barang yang akan diserahkan karena suatu hal sudah berada dalam penguasaan pihak yang akan menerima penyerahan atau penyerahan secara nyata, missal penyerahan dalam sewa beli.

36

(28)
(29)

BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR TERHADAP EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA TANPA SERTIFIKAT

A. Prosedur Pendaftaran Jaminan Fidusia Di Kanwil Kementerian Hukum dan Ham Sumut

Sebelum lahirnya UUJF, tidak ada kewajiban dan pengaturan pendaftaran jaminan fidusia. ketidakadaan pendaftaran kewajiban dan pengaturan pendaftaran jaminan fidusia tersebut sangat dirasakan dalam praktik sebagai kekurangan dan kelemahan bagi pranata hukum jaminan fidusia. sebab disamping menimbulkan ketidakpastian hukum, absennya kewajiban pendaftaran jaminan fidusia tersebut menyebabkan jaminan fidusia tidak memenuhi unsur publisitas, sehingga susah dikontrol. Hal ini dapat menimbulkan hal-hal yang tidak sehat dalam praktiknya.

(30)

Dengan demikian pendaftaran jaminan fidusia ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak, baik bagi pemberi jaminan fidusia, apalagi bagi peneriman jaminan fidusia, sehingga dapat memberikan perlindungan hukum terhadap penerima jaminan fidusia (kreditur) dan pihak ketiga lainnya. Setidaknya dengan adanya pendaftaran jaminan fidusia dimaksud, akan lebih menjamin hak preferensi dari kreditor (penerima fidusia) terhadap kreditor lain atas hasil penjualan benda objek jaminan fidusia yang bersangkutan. Selain itu, pendaftaran jaminan fidusia menentukan pula kelahiran hak preferensi kreditur (penerima fidusia). Ini dikarenakan jaminan fidusia memberikan hak kepada pemberi fidusia untuk tetap menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan , diharapkan sistem pendaftaran jaminan fidusia ini dapat memberikan jaminan kepada pihak penerima fidusia dan pihak yang mempunyai kepentingan terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut..

Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa maksud dan tujuan sistem pendaftaran jaminan fidusia untuk :

1. Memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan terutama terhadap keditur lain mengenai benda yang telah dibebani dengan jaminan fidusia;

2. Melahirkan ikatan jaminan fidusia bagi kreditur (penerima fidusia);

3. Memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada kreditor (penerima fidusia) terhadap kreditur lain, berhubung pemberi fidusia tetap menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan;

(31)

5. Memberikan kekuatan eksekutorial dalam melaksanakan eksekusi objek jaminan fidusia (Pasal 15 ayat (1) UUJF).37

Sebelum berlakunya UUJF terdapat banyak kelemahan-kelemahan tentang jaminan fidusia antara lain sebagai berikut :

1. Tidak adanya pendaftaran; dengan tidak adanya pendaftaran, dapat menyebabkan tidak adanya keadilan dan kepastian hukum.

2. Tidak adanya publisitas; dengan tidak didaftarkannya objek jaminan fidusia yang dijadikan jaminan fidusia, maka akan merugikan pihak ketiga, karena tidak mengetahui apakah objek jaminan fidusia itu sedang dibebani objek jaminan fidusia atau tidak.

3. Adanya fidusia ulang; dengan tidak adanya pendaftaran terhadap jaminan fidusia, dapat mengakibatkan adanya fidusia ulang.38

Adanya kelemahan-kelemahan tersebut di atas, dapat ditutupi dan dilengkapi dengan kehadiran Undang-Undang tentang jaminan fidusia, namun UUJF tersebut juga masih terdapat kelemahan-kelemahan terutama mengenai pembebanan objek jaminan fidusia dan pendaftaran akta jaminan fidusia yang dapat memungkinkan para pihak untuk tidak membebankan dan tidak mendaftarkan jaminan tersebut.

Permasalahan pendaftaran fidusia tersebut sangatlah mendasar dan sangat pokok mengingat banyak pihak yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak mendaftarkan jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia. Dikatakan sangat mendasar karena penerima fidusia sangat lemah posisinya, apabila pembebanan objek

37 Rachmadi usman, Op.Cit, hal 200 38Hukum online, “

akibat hukum jaminan fidusia yang belum didaftarkan”.diakses tanggal 1

(32)

jaminan fidusia dan pendaftaran jaminan fidusia tersebut tidak dilaksanakan oleh notaris akibat kelelaiannya, atau adanya kerjasama antara pemberi jaminan fidusia dan penerima jaminan fidusia serta notaris untuk tidak membebani objek jaminan fidusia dan mendaftarkan jaminan fidusia tersebut.

Disamping itu pihak ketiga juga merupakan pihak yang harus dilindungi oleh pemberi fidusia dan penerima fidusia, manakala objek jaminan fidusia disewakan atau dipinjam pakaikan kepada pihak ketiga tersebut. UUJF mengatur secara tegas mengenai kewajiban pembebanan, pedaftaran serta sanksi akibat adanya kesengajaan atau kelalaian apabila para pihak tidak membebani objek jaminan fidusia dan tidak mendaftarkan jaminan fidusia tersebut. Oleh karena itu Undang-Undang tersebut dapat memberikan kepastian dan keadilan hukum terutama bagi para pihak yang membuat perjanjian kredit atau perjanjian pengikatan jaminan fidusia atau juga terhadap pihak ketiga manakala pemberi fidusia atau debitur wanprestasi terhadap hutangnya.

(33)

Pendaftaran jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris, pendaftaran fidusia yang tidak dibuat dengan akta notaris maka aktanya tidak dapat didaftarkan. secara teoritis fungsi akta adalah untuk kesempurnaan perbuatan hukum dan sebagai alat bukti (probationis causa). Dengan demikian akta yang dibuat dibawah tangan akan mengakibatkan jaminan fidusia ini tidak dapat didaftarkan karena akta dibawah tangan tidak membunyai kekuatan pembuktian yang kuat karena tanda tangan pada akta dibawah tangan masih bisa dipungkiri. pendaftaran fidusia dilakukan setelah akta jaminan fidusia telah ditanda tangani oleh para pihak pada kantor pendaftaran fidusia ditempat kedudukan pihak pemberi fidusia.

Tujuan pendaftaran adalah memberikan kepastian hukum kepada penerima fidusia dan pemberi fidusia serta pihak ke tiga yang berkepentingan. segala keterangan mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia terbuka untuk umum. kecuali terhadap barang persediaan melalui sistem pendaftaran ini diatur ciri-ciri yang sempurna dari jaminan fidusia sehingga memperoleh sifat sebagai hak kebendaan dan asas droit de suite.

Dalam penjelasan Pasal 11 UUJF disebutkan bahwa pendaftaran jaminan fidusia dilakukan di tempat kedudukan pemberi fidusia, dalam hal ini adalah dilakukan pada kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang ada disetiap provinsi, ditempat kedudukan pemberi jaminan fidusia.

(34)

untuk suatu jumlah tertentu, untuk suatu jumlah tertentu dengan janji tertentu. dengan maksud pendaftaran,maka pihak ketiga dianggap tahu ciri-ciri yang melekat pada benda yang bersangkutan dan adanya ikatan jaminan fidusia dengan ciri-ciri yang melekat pada benda yang bersangkutan dan adanya ikatan jaminan dengan ciri-ciri yang disebutkan disana, dan dalam hal pihak ketiga lalai untuk memperhatikan/mengontrol register/daftar, maka ia dengan tidak bisa mengharapkan adanya perlindungan berdasarkan itikad baik harus memikul resiko kerugian, namun sehubungan dengan adanya kantor pendaftaran fidusia yang hanya terbatas di kota-kota besar saja dan hal itu membawa konsekuensi pada biaya yang harus dikeluarkan untuk pendaftaran dan checking daftar.

Sebenarnya tidak ada ketentuan didalam UUJF yang mengatakan, bahwa fidusia yang tidak didaftarkan adalah tidak sah. hanya saja untuk memberlakukan ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang jaminan fidusia tersebut, maka haruslah dipenuhi syarat benda jaminan fidusia itu didaftarkan. sedangkan fidusia yang tidak didaftarkan, tidak bisa menikmati keuntungan dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 37 ayat (3) UUJF. yang menyatakan bahwa apabila dalam jangka waktu enam puluh hari terhitung terhitung sejak berdirinya kantor pendaftaran fidusia, jaminan fidusia yang tidak didaftarkan tidak mempunyai hak yang didahulukan (preferen) baik dalam maupun diluar kepailitan dan atau likuidasi.

(35)

memiliki kekuatan eksekutorial langsung apabila debitur melakukan pelanggaran perjanjian fidusia kepada kreditur .

Dalam hal akta jaminan fidusia tidak didaftarkan dikantor pendaftaran fidusia akan menimbulkan akibat hukum, yaitu sertifikat jaminan fidusia tidak dapat diterbitkan. jika sertifikat jaminan fidusia tidak diterbitkan maka tidak pernah lahir hak jaminan fidusia, sehingga penerima fidusia akan mengalami kesulitan untuk mengeksekusi, apabila pemberi fidusia atau debitur wanprestasi atau cidera janji. karena dalam Udang-udang jaminan fidusia telah dijelaskan bahwa apabila pemberi fidusia atau debitur wanprestasi maka benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dieksekusi dengan cara pelaksanaan title eksekutorial, penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan penjualan di bawah tangan.

(36)

adanya celah bagi pemberi fidusia atau notaris untuk tidak membebani objek jaminan fidusia dan tidak mendaftarkannya kepada instansi yang berwenang.

Hal-hal tersebut secara jelas melanggar ketentuan yang dimaksud dalam jaminan fidusia yang mewajibkan objek jaminan fidusia harus dibebani dan harus didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia sesuai dengan tempat dan kedudukan pemberi fidusia. pembebanan dan pendaftaran tersebut untuk memenuhi asas-asas jaminan fidusia dan untuk menghindari adanya fidusia ulang, sehingga dengan adanya pembebanan dan pendaftaran akan memberikan perlindungan dan kepastian hukum.

Menurut Jawasmar Ketua Pelayanan Hukum kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumut 39“ objek jaminan fidusia wajib didaftarkan sesuai dengan perintah UUJF dan Peratuaran Menteri Keuangan Republik Indonesia Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/Pmk.010/2012.

Dari keterangan diatas terlihat bahwa tujuan utama dilakukannya pendaftaran dalam jaminan fidusia adalah untuk memenuhi asas publisitas, maka akan memberikan perlindungan terhadap kepentingan penerima fidusia (kreditur), hal ini karena sebagaimana yang dikemukakan diatas, fidusia merupakan jaminan yang didasarkan atas dasar kepercayaan dari penerima fidusia dimana barang fidusia tetap dalam penguasaan pemberi fidusia, atau dengan kata lain jaminan fidusia merupakan jaminan yang memberikan hak kepada pemberi jaminan untuk tetap menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan, sehingga diperlukan perlindungan agar barang yang menjadi objek jaminan fidusia tidak disalahgunakan,

39

(37)

seperti barang yang menjadi objek jaminan fidusia difidusiakan dua kali (fidusia ulang) tanpa sepengetahuan dari kreditur penerima fidusia, atau pemberi fidusia melakukan pengalihan terhadap barang yang menjadi jaminan fidusia yang berada dalam penguasaannya sesuai dengan sita jaminan fidusia tanpa sepengetahuan dari kreditur dan sebagainya.

Dengan demikian tujuan dilakukannya pendaftaran/pencatatan adalah untuk melindungi kepentingan dan hak dari orang perorangan yang melakukan perbuatan hukum terhadap kemungkinan pelanggaran hak oleh pihak ketiga, dan bukan untuk melindungi kepentingan pihak ketiga atau dengan kata lain untuk melindungi kepentingan kreditur sebagai upaya untuk memberikan kepastian hukum kepada kreditur dalam pengembalian piutangnya dari debitur. Sedangkan publisitas dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pihak ketiga, dalam hal ini antara lain pembeli atau kreditur lain.40

Selain itu dalam jaminan fidusia, pendaftaran merupakan hal yang wajib dilakukan. sebab jaminan fidusia baru ada/lahir sejak tanggal pendaftaran kepada yang dijamin dengan fidusia dalam buku daftar fidusia oleh kantor pendaftaran fidusia, demikian bunyi ketentuan dalam Pasal 14 ayat (3) UUJF. jadi jaminan fidusia bukan lahir sejak tanggal dibuatnya atau ditandatanganinya akta jaminan fidusia oleh para pihak, akan tetapi lahir setelah didaftarkan.

Untuk melakukan pendaftaraan terhadap jaminan fidusia maka pendaftaran dilakukan dikantor pendaftaran fidusia, sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam

40

(38)

Pasal 12 UUJF yang berbunyi “Pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 11 ayat(1) dilakukan di kantor Pendaftaran Fidusia.

Kantor pendaftaran fidusia berada dalam lingkup Departemen Hukum Hak asasi Manusia Republik Indonesia, yang untuk pertama kali bertempat di Jakarta. sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 139 Tahun 2000 tentang pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia di setiap ibukota Provinsi di Wilayah Negara Republik Indonesia, maka kantor pendaftaran fidusia didirikan di setiap ibukota provinsi maka kantor pendaftaran didirikan disetiap ibukota provinsi dan berada dalam lingkup kantor wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Proses pendaftaran jaminan fidusia pada kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia

1. Sebelum Berlaku Online System

Berdasarkan Pasal 14 Ayat (1) dan Pasal 16 ayat (2) UUJF disebutkan bahwa pelayanan jasa hukum dibidang fidusia dilaksanakan pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan (one day service).

Berhubungan dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia, maka terjadi peningkatan permohonan yang signifikan di seluruh Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

(39)

a. Kantor pendaftaran fidusia menyerahkan formulir pernyataan pendaftaran perubahan jaminan fidusia kepada notaries.

b. Notaris (pemohon) mengisi formulir pendaftaran/perubahan jaminan fidusia dan menyerahkan kembali formulir pendaftaran yang telah diisi kepada kantor pendaftaran fidusia;

c. Kantor pendaftaran jaminan fidusia menerima formulir permohonan/perubahan jaminan fidusia dan melakukan pencatatan dengan membubuhkan cap dan tandatangan;

d. Kantor pendaftaran fidusia sebelum melakukan pencatatan wajib memeriksa kelengkapan pembayaran pnbp atas permohonan pendaftaran/perubahan jaminan fidusia;

e. Kantor pendaftaran fidusia dalam menerbitkan sertifikat jaminan fidusia tidak perlu melakukan scanning kembali dan menggunakan perforator;

f. Terhadap permohonan perubahan jaminan fidusia, kantor pendaftaran fidusia tidak perlu lagi mencari dan mencocokan data pada buku daftar fidusia, akan tetapi langsung menerbitkan pernyataan perubahan yang dicap dan ditandatangani pejabat yang ditunjuk kantor wilayah kementerian hukum dan hak asasi manusia.41

Pada dasarnya benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan, termasuk juga benda yang dibebani dengan jaminan fidusia yang berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia. pendaftaran jaminan fidusia dilakukan pada

41

(40)

kantor pendaftaran fidusia, yang berada dalam lingkup tugas Kementrian Hukum dan Ham.

Tata cara pendaftaran jaminan fidusia diatur dalam PP No.21 Tahun 2015, sebagai berikut:42 1) penerima fidusia, kuasa atau wakilnya mengajukan permohonan pendaftaran jaminan fidusia dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia; 2) Kantor pendaftaran fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran; 3) Membayar biaya pendaftaran jaminan fidusia sesuai dengan tarif yang ditentukan; 4) Kantor pendaftaran fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia sertifikat jaminan fidusia, yang merupakan salinan dari buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran, dan 5) jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia.

Pernyataan pendaftaran jaminan fidusia dimaksud minimal memuat hal-hal sebagai berikut:43

a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia;

b. Tanggal,nomor akta jaminan fidusia, nama dan tempat kedudukan notaries yang membuat akta jaminan fidusia;

c. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia

42 PP No.21 Tahun 2015 tentang Tata cara pendaftaran jaminan fidusia dan baiya pembuatan

akta jaminan fidusia

43

(41)

d. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia; e. Nilai penjaminan; dan

f. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Selanjutnya kantor pendaftaran fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Ketentuan ini dimaksudkan agar kantor pendaftaran fidusia tidak melakukan penilaian terhadap kebenaran yang dicantumkan dalam pernyataan pendaftaran jaminan fidusia,akan tetapi hanya melakukan pengecekan data yang dimuat dalam pernyataan pendaftaran fidusia. Tanggal pencatatan jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia ini dianggap sebagai saat lahirnya jaminan fidusia.

Dengan demikian pendaftaran jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia merupakan perbuatan konstitutif yang melahirkan jaminan fidusia. Penegasan lebih lanjut dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 28 UUJF yang menyatakan apabila atas benda yang sama menjadi objek jaminan fidusia lebih dari 1 (satu) perjanjian jaminan fidusia, maka kreditor yang lebih dahulu mendaftarkannya adalah penerima fidusia. Hal ini penting diperhatikan oleh kreditur yang menjadi pihak dalam perjanjian fidusia, karena hanya penerima fidusia, kuasa atau wakilnya yang boleh melakukan pendaftaran jaminan fidusia. ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran jaminan fidusia dan biaya pendaftaran diatur dalam Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2015.

(42)

fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran jaminan fidusia. Penyerahan sertifikat ini kepada penerima fidusia juga dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Sertifikat jaminan fidusia ini sebenarnya merupakan salinan dari buku daftar fidusia yang memuat catatan tentang hal-hal yang sama dengan data dan keterangan yang ada saat pernyataan pendaftaran.

Ketentuan tentang adanya kewajiban pendaftaran jaminan fidusia dapat dikatakan merupakan terobosan yang mengingat bahwa pada umumnya objek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang tidak terdaftar sehingga sulit mengetahui siapa pemiliknya.

2. Setelah Berlakunya Online Sistem

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Admistrasi Hukum Umum Nomor AHU-06.OT.03.01.Tahun 2013.

Dalam perkembangannya, pendaftaran jaminan fidusia sudah diberlakukan sistem administrasi pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik (online system). hal ini bisa dilihat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Admistrasi Hukum Umum Nomor AHU-06.OT.03.01.Tahun 2013.dan yang terbaru Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia

a) Surat Edaran Direktur Jenderal Admistrasi Hukum Umum Nomor AHU-06.OT.03.01.Tahun 2013.

(43)

dapat menjadi pedoman dalam praktik pelaksanaan jaminan fidusia online oleh notaris sebagai berikut :

Akses wesite:www.ditjenahu,kemenkumham.go.id44

1). Klik menu pendaftaran akan muncul formulir pendaftaran 2). Isikan informasi secara bertahap sebagai berikut :

a. Pemohon mengisikan identitas pihak pemberi dan penerima fidusia. pihak pemberi maupun penerima dapat berupa perusahaan atau perseorangan. b. Pemohon mengisikan akta notaris jaminan fidusia berupa nomor akta

jaminan fidusia, tanggal, nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia

c. Pemohon mengisikan data perjanjian pokok yang dijamin fidusia

d. Pemohon mengisikan uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

e. Pemohon mengisikan niai penjaminan

f. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia sudah tertuang dalam akta notaris jaminan fidusia.

4). Pemohon melanjutkan akses dengan menyetujui ketentuan peringatan yang terdapat pada formulir isian dengan cara menandai pernyataan.

5). Pemohon mengklik proses untuk menyimpan ke dalam basis data dan elanjutkan proses berikutnya atau menekan tombol ulangi untuk kembali ke proses sebelumnya.

44

(44)

6). Setelah melakukan submit maka akan mucul konfirmasi bahwa data berhasil diproses, lalu klik OK

7). Pemohon mencetak bukti permohonan pendaftaran untuk melakukan pembayaran ke bank persepsi. apabila tidak melakukan pembayaran selama 3 hari maka data permohonan pendaftaran akan dibatalkan/ dihapus dari database

8). Pemohon melakukan pembayaran pendaftaran jaminan fidusia di bank dan memperoleh bukti register pendaftaran jaminan fidusia dari bank.

9). Untuk melihat daftar pendaftaran jaminan fidusia yang telah dimasukkan dapat menekan MENU DAFTAR TRANSAKSI.

Proses Pencetakan Sertifikat

a. Pemohon mengakses kembali situs fidusia online

b. Pemohon notaris memasukkan username dan password sesuai dengan yang telah diberikan oleh Ditjen AHU, lalu klik Submit.

c. Masuk ke menu permohonan, daftar transaksi, akan muncul daftar transaksi yang telah dilakukan. Klik Sertifikat untuk melihat tampilan cetak sertifikat,lalu cetak.

Proses Perubahan Sertifikat

a. Klik menu perubahan b. Isikan Kolom yang ada c. Isikan data yang ingin diubah

(45)

f. Isikan akta pada kolom apabila ada akta perubahannya sesuai dengan kolom yang ada.

Proses perubahan Akta

a. Pemohon melanjutkan akses dengan menyetujui ketentuan peringatan yang terdapat pada formulir isian dengan cara menandai pernyataan.

b. Pemohon meng-klik Proses untuk menyimpan ke dalam basis data dan melanjutkan proses berikutnya atau menekan tombol Ulangi untuk kembali ke proses sebelumnya.

c. Setelah melakukan Submit maka akan muncul konfirmasi bahwa Data Berhasil Diproses, lalu klik Ok

10). Kemudian untuk tahap selanjutnya sama seperti pendaftaran jaminan fidusia.

b) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia

Pasal 2 (1) (2) Permohonan pendaftaran jaminan fidusia,permohonan perbaikan sertifikat jaminan fidusia, permohonan perubahan sertifikat jaminan fidusia dan pemberitahuan penghapusan sertifikat jaminan fidusia diajukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya kepada menteri dan pendaftaran diajukan melalui sistem pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik.

Permohonan pendafataran fidusia dimaksud diatas adalah :

(46)

b. Tanggal, nomor akta jaminan fidusia,nama,dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia;

c. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;

d. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia; e. Nilai penjaminan; dan

f. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.

Permohonan pendaftaran jaminan fidusia diajukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembuatan akta jaminan fidusia. permohonan pendaftaran jaminan fidusia yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 memperoleh bukti pendaftaran yang paling sedikit memuat :

a.Nomor pendaftaran b.Tanggal pengisian aplikasi c.Nama pemohon

d.Nama kantor pendaftaran fidusia e.Jenis permohonan; dan

f. Biaya pendaftaran jaminan fidusia.

(47)

pejabat pada kantor pendaftaran fidusia. kemudia sertifikat jaminan fidusia dapat dicetak pada tanggal yang sama dengan tanggal jaminan fidusia dicatat. untuk keterangan lebih lanjutnya mengenai perbaikan dan perubahan jaminan fidusia dapat dilihat dalam PP No 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia

Mengenai jaminan fidusia online menurut Jawasmar Ketua Pelayanan Hukum Kawil Kemenkumham Sumut sudah terlaksana dan berjalan sampai hari ini.hal beliau sampaikan ketika diwawancarai di kanwil kemenkumham sumut. untuk data dan kepastian berapa data perusahaan leasing yang mendaftarkan jaminan fidusia tidak dapat dipastikan karena datanya masuk secara online ke kantor pusat.45

B. Arti Penting Sertifikat Jaminan Fidusia Dalam Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia

Menurut bentuknya maka perjanjian dapat dibagi menjadi lisan dan tertulis, perjanjian tertulis dibagi menjadi akta otentik dan akta di bawah tangan.Akta otentik, adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat didalamnya oleh yang berkepentingan. Akta otentik terutama memuat keterangan seorang pejabat, yang menerangkan apa yang dilakukannya dan dilihat dihadapannya.

45

(48)

` Di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dalam Pasal 1 angka 7 memberikan pengertian mengenai akta otentik yaitu :

“Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk

dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.”

Di dalam HIR, akta otentik diatur dalam Pasal 165 (Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) yang bunyinya sebagai berikut : “Akta otentik, adalah

suatu tulisan yang dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk membuat itu, menjadi bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya dan sekalian orang yang mendapatkan hak daripadanya, tentang segala hal yang yang disebut dalam akta itu dan juga ada yang di dalam akta sebagai pemberitahuan saja, dalam hal terakhir ini hanya jika hal yang diberitahukan itu berhubungan langsung dengan perihal yang disebut dalam akta itu.”46

Pejabat yang dimaksudkan antara lain ialah Notaris/PPAT, Panitera, Jurusita, Kantor Catatan Sipil (yang disetujui oleh walikota), Hakim dan sebagainya.

Otentik tidaknya suatu akta, tidaklah cukup apabila akta itu dibuat oleh atau di hadapan pejabat saja, akan tetapi juga cara membuat akta otentik itu haruslah menurut ketentuan yang ditetapkan oleh Undang-Undang, seperti telah dijelaskan sebelumnya. Suatu akta yang dibuat oleh seorang pejabat tanpa ada wewenang dan tanpa adanya kemampuan untuk membuat atau tidak memenuhi syarat, tidaklah dapat dianggap sebagai akta otentik, tanpa mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan, apabila ditanda tangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

46Mochammad Dja’is,

(49)

Dilihat dari fungsinya, maka akta berfungsi sebagai :

1) Formalitas causa (fungsi formal), syarat untuk adanya sesuatu.

Untuk lengkap atau sempurnanya suatu perbuatan hukum, harus dibuat suatu akta. Disini akta merupakan syarat formal adanya sesuatu, dengan kata lain tanpa adanya akta tersebut maka tidak ada suatu keadaan hukum atau hubungan hukum tertentu. Misalnya pendirian perseroan terbatas atau yayasan. Disini akta notaris merupakan syarat untuk adanya perseroan terbatas atau yayasan. Jadi kalau tidak ada akta notaris, maka tidak ada atau tidak berdiri perseroan terbatas atau yayasan tersebut.

2) Probationes causa (satu-satunya alat bukti)

Misalnya Pasal 150 KUHPerdata yang menentukan bahwa dalam perkawinan dengan ketentuan pisah mutlak harta kekayaan perkawinan maka masunya benda bergerak hanya dapat dibuktikan dengan perjanjian kawin atau pertelaan yang dilekatkan pada perjanjian kawin.

Menurut Pasal 165 HIR (Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dapatlah disimpulkan, bahwa akta otentik dapat dibagi lebih lanjut menjadi :47

1) Akta yang dibuat oleh pejabat (acte ambtelijk procesverbaal acte)

Merupakan akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu, dengan mana pejabat tersebut menerangkan apa yang dilihat serta apa yang dilakukannya. Jadi inisiatifnya tidak berasal dari orang yang namanya diterangkan di dalam akta itu. Sebagai contoh daripada akta pejabat itu misalnya, berita acara

47

F Eka Sumarningsi, 2001, Peraturan Jabatan Notaris Dikta Kuliah Program Studi Notariat

Referensi

Dokumen terkait

Fungi endofit yang tumbuh diamati secara makroskopis (tipe koloni, sifat permukaan koloni, warna koloni) dan ri Pemurnian dilakukan sebanyak 4 kali hingga didapatkan

Pelayanan kesehatan yang ada pada waktu itu adalah klinik umum, klinik spesialis (bedah, kandungan, penyakit dalam dan kesehatan anak), klinik gigi, instalasi gawat darurat,

The researcher proposes to the teacher or the lecturer to train their personality competence. The teacher or the lecturer should have a good character

Karena pengolahan tiket dengan menggunakan visual basic 6 yang beracuan di segala jenis pengolahan data, maka akan lebih mudah dalam pemrosesan datanya. Dan datanya akan tersusun

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Isah Nurdianah, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: “Analisis Pengaruh Inovasi Produk, Lokasi Usaha Dan Orientasi Pasar

Peningkatan kinerja para karyawan ini memerlukan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seperti kepemimpinan yang baik, motivasi yang tinggi, lingkungan kerja yang

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir Menguasai kaidah bahasa Bali sebagai rujukan Dapat menggunakan konfiks dalam pembentukan keilmuan yang mendukung mata pelajaran

Manfaat akademis, sebagai acuan bagi penelitian berikutnya dengan topik sejenis yaitu pengaruh kontrak utang, biaya politik, dan asimetri informasi terhadap keputusan