• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Peningkatan Mutu dan Daya Simpan Pikel Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Peningkatan Mutu dan Daya Simpan Pikel Jahe (Zingiber officinale Rosc.)"

Copied!
322
0
0

Teks penuh

(1)

STUD1 PENINGKATAN

MUTU

DAN DAYA

SIMPAN

PlKEL

JAHE

(<ingiber Dfficinale

Rosc.)

Oleh

DWI SETYANINGSIH

F 25.0566

1 9 9 3

J U R U S A N TEKNOLOGI PANGAN DAN G l Z l

FAKULTAS TEKNOLOGi PERTANIAN

IMSTITUT PEWTAMlAN BOCOR

(2)

STUD1

PENINGKATAN MUTU DAN DAYA SIMPAN

PlKEL JAHE

(Zingiber officinale Rosc.)

Oleh :

1993

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GlZl

FAKULTAS TEKNOLOGI

INSTITUT

BOGOR

(3)

"Allah

tldak

membebani

seseorang

melainkan

sebatas

kesanggupannya. Baginya kebaikan a t a s apa yang dia usahakan dan

keburukan a t a s apa yang dia usahakan" ('Q5

2:286)

"Dan Janganlah kamu menglkutl apa yang kamu tldak mempunyal

pengetahuan tentangnya. 5esungguhnya pendengaran, penglihatan

dan hati akan diminta pertanggundawabannya" (Q5

f7:36)

(4)

STUD1 PENINGKATAN MUTU DAN DAYA SIMPAN

PlKEL

JAHE (Zingiber

offinale

Rosc.)

Oleh :

DWI SETYANINGSIH F 25.0566

sebagai tialah satu syarat untuk mempcroleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada Jurusan Teknologi Pangan dan Glizi Fakultas Teknologi Pertanian

lntititut Pertanian Bogor

1993

FAKULTAS TEKNOLOGl PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

INSTITUT PERTANIAN

BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANlAN

STUD1 PENINGKATAN MUTU DAN DAYA SIMPAN

PIKEL

JAHE

(Zingibr~

oflcinnlrRosc.)

SKRlPSl

sebagai salah s a t u s y a r a t untuk rnernperoleh gelar Sarjana Teknologi PertanIan

pada Juru6an Teknologi Pangan dan Glizi

Fakultas Teknologi Pertanian l n s t i t u t Pertanian Bogor

Oleh

:

DWI SEWANINGSIH F 25.0566

tanggal lulus

: 29

Juni

1993
(6)

Dwi Setyaningsih, F. 25.0566. Studi Peningkatan Mutu dan Daya Simpan

Pikel Jahe (Zingiber officinale Rose.). Di b a m h bimbingan lr. Winiati Pudji

Rahayu, MS dan Dr.lr. Budiatman Satiawihardja, MSc.

RINGKASAN

Tujuan utama pemanfaatan proses fermentasi pikel pada jahe adalah

untuk mencegah pembusukan sehingga jahe akan tahan disimpan dan meng-

hasilkan citarasa khas yang disukai. Sebelumnya telah dipelajari teknologi

pembuatan dan masa simpan pikel jahe yang dibuat dengan fermentasi spon-

tan. Fermentasi dilakukan dengan merendam potongan jahe berbentuk batang

dalam larutan garam 10% dan gula 2% seiama 10 hari. Pikel yang diperoleh

adalah salt stock pickle yang harus didesalting untuk mengurangi kadar ga-

ramnya sebelum diolah lebih lanjut.

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memperoleh resep medium pe-

rendam yang memiliki penerimaan organoleptik terbaik. Pemilihan medium

bergantung pada selera konsumen, daiam hai ini dicoba pembuatan pikel

manis dengan penambahan cabe dan bumbu-bumbu berupa bubuk cengkeh

dan kayu manis. Berdasarkan penelitian ini diperoleh terbaik yaitu larutan gula

20% tanpa penambahan cabe dan bumbu-bumbu.

Selanjutnya pada peneliiian utama pikel dalam medium perendam dibc-

tolkan dan sebagian dikeringkan sehingga dihasilkan pikel basah dan pikel

kering. Perlakuan yang diberikan selama penyimpanan pikel basah adalah

penambahan bahan pengawet dan perbedaan suhu penyimpanan, sedangkan

(7)

san. Perubahan mutu kimia, fisik, mikrobiologi dan organoleptik kedua jenis

pikel ini diamati setiap bulan selama empat bulan.

Secara umum tidak ada perubahan mutu yang cukup berarti selama

penyimpanan produk pikel jahe basah. Hal ini terlihat dari beberapa parameter

mutu yang tidak menunjukkan kecenderungan kenaikan maupun penurunan

akan tetapi berfluktuasi. Parameter mutu yang bersifat demikian adalah mutu

kimia yaitu pH, total asam dan total asam volatil, serta mutu fisik total padatan

terlarut dan kejernihan. Perlakuan yang mempengaruhi kelima parameter ini

adalah penambahan bahan pengawet dan lama penyimpanan. Sedangkan

kekerasan pikel jahe basah tidak dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan.

Pikel jahe basah tanpa penambahan bahan pengawet memiliki pH

terendah serta mengandung total asam, kejernihan dan mutu organoleptik

warna, aroma, tekstur dan penerimaan umum tertinggi. Perlakuan

penyimpanan pada suhu dingin tidak mempengaruhi mutu kimia, fisik dan

mikrobiologi produk pikel jahe basah, namun pikel ini paling disukai dari segi

warna, aroma, tekstur dan penerimaan umumnya. Pikel yang disimpan selama

dua bulan memiliki pH terendah, serta total asam dan total asam volatil

tertinggi. Pikel ini juga memiliki mutu organoleptik warna, tekstur dan

penerimaan umum tertinggi serta aroma dan rasa yang disukai. Dengan

demikian produk pikel jahe basah yang memiliki mutu terbaik adalah pikel

tanpa penambahan bahan pengawet yang disimpan pada suhu dingin (5-10'~)

selama dua bulan.

Mutu pikel kering relatif stabil selama penyimpanan. Parameter mutu

(8)

kapang dan karnir. Penggunaan K-sorbat 0.1% dapat rnencegah pertumbuhan

kapang dan kamir. Cara pengemasan vakum maupun kemas biasa tidak

rnernpengaruhi mutu pikel jahe kering. Sedangkan lama penyimpanan hanya

mernpengaruhi rnutu kimia total asam volatil dan rnutu fisik kekerasan.

Semakin lama penyirnpanan total asarn volatil dan kekerasan menurun. Mutu

organoleptik warna, aroma, tekstur dan penerimaan umum pikel jahe kering

dipengaruhi oleh perlakuan sedangkan rasa tidak dipengaruhi.

Berdasarkan parameter mutu tersebut dapat disirnpulkan bahwa produk

pikel jahe kering yang rnerniliki mutu terbaik adalah pikel jahe kering dengan

bahan pengawet K-sorbat 0.1% yang dikemas biasa selama satu bulan. Mutu

pikel jahe basah rnaupun kering selarna penyimpanan relatif tidak berubah.

Setelah dishpan selarna ernpat bulan, produk pikel jahe masih merniliki rnutu

kirnia dan fisik yang relatif konstan, juga belurn terlihat tanda-tanda kerusakan

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah

dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis di labora-

torium Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

serta PAU Pangan dan Gizi, IPB.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan dan dorongan

semua pihak maka laporan ini tidak mungkin terwujud. Oleh karena itu penulis

mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada :

r

lr. Winiati Pudji Rahayu, MS sulaku dosen pembimbing pertama, yang

telah memberikan saran dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini

r

D r r Budiatman Satiawihardja, MSc. selaku dosen pembimbing

kedua, yang telah membantu penulis menyelesaikan tugas ini

r

Ir Subarna, selaku dosen penguji, yang telah memberikan saran-saran

demi kesempurnaan tulisan ini

Papi, Ibu, mba' Lies dan adik-adik, yang selalu mendukung dan

mengiringi langkah penulis dengan doa yang tak pemah putus

v Mas Nggoel, "tukang ketitik" yang membuat setiap huruf dalam skripsi

ini lebih berarti

+

Akhwat Balio 19, syukron atas perhatian dan persaudaraan yang
(10)

t Kepala laboratorium PAU Pangan dan Gizi dan laboratorium Jurusan

Teknologi Pangan dan Gizi beserta seluruh kru-nya atas kesediaan

membantu fasilitas dan bahan-bahan penelitian

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna

sehingga penulis sangat berbesar hati menerima tanggapan, saran dan kritik

untuk perbaikan di masa mendatang. Diiringi harapan semoga apa yang penu-

lis lakukan ini dapat menyumbangkan sedikit manfaat.

(11)

DAFTAR IS1

RINGKASAN

...

i

KATA PENGANTAR

...

iv

DAFTAR IS1

...

vi

...

...

DAFTAR GAMBAR VIII DAFTAR TABEL

...

ix

DAFTAR LAM PIRAN

...

xi

I . PENDAHULUAN

...

1

II

.

TINJAUAN PUSTAKA

...

3

...

A . Jahe

(Zingiber officinale Rosc.)

3

6

.

Pikel Jahe

...

5

C

.

Kerusakan Pikel

...

10

D

.

Bahan Pengawet

...

I 1

...

.

E Pengeringan Pikel Jahe

13

...

I I I

.

BAHAN DAN M ETODA

17

A

.

Alat dan Bahan

...

17

.

.

...

.

B Metoda Penelltlan 47 C . Rancangan Percobaan

...

21

D

.

Pembuatan Pikel Jahe

...

24

E

.

Prosedur Analisa

...

26

IV

.

HASlL DAN PEMBAHASAN

...

33

. .

A

.

Penel~t~an Pendahuluan

...

33
(12)

1

.

Penyimpanan Pike1 Basah

...

42

.

a Mutu Kimia

...

43

.

...

b Mutu Fisik 50

.

...

c Mutu Mikrobiologi 55

.

...

d Mutu Organoleptik 59

2

.

Penyirnpanan Pikel Kering

...

68

. .

.

a Mutu ktrn~a

...

71

.

...

...

b Mutu fisik

.

.

.

73

c

.

Mutu mikrobiologi

...

75

.

d Mutu Organoleptik

...

78

...

...

V

.

KESIMPULAN : 86

A

.

Kesimpulan

...

86

B

.

Saran

...

89

DAFTAR PUSTAKA

...

91

...

LAMPIRAN 94

(13)

Gambar 1 : Prosedur pembuatan pikel jahe

...

23

Garnbar 2 : Pengaruh penambahan bahan pengawet terhadap pH

...

44

Garnbar 3 : Pengaruh penambahan bahati pengawet terhadap total

...

asam 45

...

Gambar 4 : Pengaruh lama penyirnpanan terhadap pH dari total asam 47

Gambar 5 : Pengaruh penambahan bahan pengawet terhadap total

...

asam volatil 48

...

Gambar 6 : Pengaruh lama penyimpanan terhadap total asam volatil 49

Gambar 7 : Pengaruh penambahan bahan pengawet terhadap total

padatan terlarut

...

52

Gambar 8

:

Pengaruh lama penyimpanan terhadap total padatan terla-

...

rut dan kejernihan

...

: 53

Gambar 9 : Pengaruh lama penyimpanan terhadap total bakteri pem-

...

bentuk spora 59

Gambar 10 : Pengaruh penambahan bahan pengawet. suhu dan lama

penyimpanan terhadap skor hedonik warna

...

60

Gambar 11 : Pengaruh penambahan bahan pengawet. suhu dan lama

penyimpanan terhadap skor hedonik aroma

...

63

Gambar 12 : Pengaruh penambahan bahan pengawet. suhu dan lama

penyimpanan terhadap skor hedonik tekstur

...

64

Gambar 13 : Pengaruh penambahan bahan pengawet. suhu dan lama

...

penyimpanan terhadap skor hedonik rasa 65

Gambar 14 : Pengaruh penambahan bahan pengawet. suhu dan lama

penyimpanan terhadap skor hedonik penerimaan umum

...

67

...

Gambar 15 : Pengaruh lama penyimpanan terhadap total asam volatil 72

(14)

Gambar 16

:

Pengaruh lama penyimpanan terhadap kekerasan

...

74

Gambar I 7

:

Pengaruh bahan pengawet terhadap total kapang dan

kamir

...

76

Gambar 18 : Pengaruh bahan pengawet terhadap total bakteri spora

...

77

Gambar I 9 : Pengaruh penambahan bahan pengawet, jenis kemasan

dan lama penyimpanan terhadap skor hedonik warna

...

79

Gambar 20 : Pengaruh penambahan bahan pengawet, jenis kernasan

dan lama penyimpanan terhadap skor hedonik aroma

...

80

Gambar 21 : Pengaruh penambahan bahan pengawet, jenis kemasan

dan lama penyimpanan terhadap skor hedonik tekstur

...

82

Gambar 22 : Pengaruh penambahan bahan pengawet, jenis kemasan

dan lama penyimpanan terhadap skor hedonik penerimaan

(15)

DAFTAR

TABEL

Tabel I : Nilai Rata-rata Uji Rangking Hedonik Rasa

...

34

Tabel 2 : Nilai Rata-rata Uji Rangking Hedonik Umum

...

34
(16)

DAFTAR

LAMPIRAN

...

REKAPliULASl DATA PENELlTlAN PENDAHULUAN 9 4 -

...

Lamp

.

1

: Nilai rata-rata uji rangking hedonik rasa 94

Lamp . 2 : Nilai rata-rata uji rangking hedonik penerimaan umum

...

94

Lamp .

3

: Nilai rata-rata uji hedonik warna. rasa dan penerimaan

umum

...

94

...

Lamp

.

4 : Analisis ragam uji rangking hedonik rasa 95

Lamp

.

5 : Uji lanjutan rentang Newman-Keuls pengaruh perlakuan

...

terhadap rangking hedonik rasa kelompok Ill 96

Lamp . 6

:

Analisis ragam uji rangking hedonik penerimaan umum

...

97

Lamp

.

7 : Uji lanjutan rentang Newman-Keuls pengaruh perlakuan

terhadap penerimaan umum

...

98

Lamp . 8

:

Analisis ragam uji hedonik warna. rasa dan penerimaan

umum

...

99

Lamp

.

9 : Uji lanjutan rentang Newman-Keuls pengaruh perlakuan

...

terhadap skor hedonik rasa dan penerimaan umum

100

REKAPITULASI DATA PENELITIAN UTAMA

...

101

Lamp .

10

:

Data penelitian tahap fermentasi

...

101

Lamp

.

I 1 a : Data pH. total asam dan total asam volatil penyimpanan

pikel basah

...

102

Lamp

.

I I

b : Data total padatan terlarut. kekerasan dan kejernihan

...

penyimpanan pikel basah

103

Lamp

.

I

lc

:

Data total mikroba. total kapang dan kamir dan total bak-

teri berspora penyimpanan pikel basah

...

104

Lamp

.

I

I d

: Data uji hedonik warna. aroma. tekstur. rasa dan peneri-

maan umum

...

105

(17)

Lamp

.

13

:

Uji lanjutan rentang Newman-Keuls pengaruh bahan peng-

...

awet dan lama penyimpanan terhadap pH pikel basah 106

Lamp

.

14 : Analisis ragam total asam pikel basah

...

.

.

...

107

Lamp

.

15 : Uji lanjutan rentang Newman-Keuls pengaruh penam- bahan bahan pengawet dan lama penyimpanan terhadap

...

total asam pikel basah 107 Lamp

.

16 : Analisis ragam total asam volatil pikel basah

...

108

Lamp

.

17

:

Uji lanjutan rentang Newman-Keuls pengaruh penam bahan bahan pengawet dan lama penyimpanan terhadap

...

total asam volatil pikel basah 108 Lamp

.

18 : Analisis ragam total padatan terlarut pikel basah

...

109

Lamp

.

19 : Uji lanjutan rentang Newman-Keuls pengaruh penambahan bahan pengawet dan lama penyimpanan terhadap total

...

padatan terlarut pikel basah 109 Lamp

.

20 : Analisis ragam kejernihan (OD) pikel basah

...

110

Lamp

.

21

:

Uji lanjutan rentang Newman-Keuls pengaruh penambahan bahan pengawet. lama penyimpanan dan interaksi antara penambahan bahan pengawet dengan lama penyimpanan terhadap kejemihan (OD) pikel basah

...

111

Lamp

.

22 : Penentuan panjang gelombang maksimum cairan pikel basah

...

112

Lamp

.

23 : Analisis ragam kekerasan pike1 basah

...

112

Lamp

.

24

:

Analisis ragarn total mikroba pike1 basah

...

113

Lamp

.

25 : Analisis ragam kapang dan kamir pikel basah

...

113

Lamp

.

26 : Analisis ragam bakteri berspora pikel basah

...

114

Lamp

.

27

:

Uji lanjutan rentang NewmarrKeuls pengaruh lama- pe- . nyimpanan terhadap bakteri berspora pikel basah

...

114

Lamp

.

28 : Analisis ragam uji organoleptik wama. aroma tekstur. rasa dan penerimaan umum pikel basah

...

115
(18)

Lamp

.

29 : Uji lanjutan rentang Newman-Keuls pengaruh perlakuan

terhadap penerimaan organoleptik warna pikel basah

...

116

Lamp

.

30 : Uji lanjutan rentang Newman-Keuls pengaruh perlakuan

terhadap penerimaan organoleptik aroma pikel basah

...

117

Lamp

.

31 : Uji lanjutan rentang Newman-Keuls pengaruh perlakuan

...

terhadap penerimaan organoleptik tekstur pikel basah 118

Lamp

.

32 : Uji lanjutan rentang Newman-Keuls pengaruh perlakuan

...

terhadap penerimaan organoleptik rasa pikel basah 119

Lamp

.

33 : Uji lanjutan rentang Newman-Keuls pengaruh perlakuan

terhadap penerimaan organoleptik umum pikel basah

...

120

Lamp

.

34 : Data analisis pikel kering setelah perendaman

...

121

Lamp

.

35a : Data pH. total asam volatil. kadar air dan kekerasan

penyimpanan pikel kering

...

.

.

.

...

122

Lamp

.

35b : Data total mikroba. total kapang dan kamir dan total bak-

teri berspora penyimpanan pikel kering

...

123

Lamp

.

35c : Data uji hedonik warna. aroma. tekstur. rasa dan peneri-

maan umum pikel kering

...

124

Lamp

.

36 : Analisis ragam pH pikel kering

...

125

Lamp

.

37

:

Analisis ragam total asam volatil pikel kering

...

:

...

126

Lamp

.

38 : Uji lanjutan rentang Newman-Keuls pengaruh lama pe-

nyimpanan terhadap total asam volatil pikel kering

...

126

Lamp

.

39

:

Analisis ragam kadar air pike1 kering

...

127

Lamp

.

40 : Analisis ragam kekerasan pikel kering

...

128

Lamp

.

41 : Uji lanjutan rentang Newman-Keuls pengaruh lama pe-

nyirnpanan terhadap kekerasan pikel kering

...

128

Lamp

.

42

:

Analisis ragam total mikroba pikel kering

...

129
(19)

Lamp. 44

:

Uji lanjutan retitang Newman-Keuls pengaruh penam- bahan bahan pengawet terhadap total kapang dan kamir

pike1 kering

...

130

Lamp. 45 : Analisis ragam bakteri pembentuk spora pike1 kering

...

131

Lamp. 46 : Uji lanjutan rentang Newman-Keuls pengaruh bahan

...

pengawet terhadap total bakteri spora

...

131

Lamp. 47 : Analisis ragam uji organoleptik wama, aroma tekstur, rasa

dan penerimaan umum pike1 kering

...

132

Lamp. 48

:

Uji lanjutan rentang Newman-Keuls pengaruh perlakuan

...

terhadap penerimaan organoleptik wama pike1 kering 133

Lamp. 49 : Uji latijutan rentang Newman-Keuls pengaruh perlakuan

...

terhadap penerimaan organoleptik aroma pikel kering 134

Lamp. 50

:

Uji lanjutan rentang NewmakKeuls pengaruh perlakuan

...

terhadap penerimaan organoleptik tekstur pikel kering 135

Lamp. 51 : Uji lanjutan rentang Newman-Keuls pengaruh perlakuan

...

terhadap penerimaan organoleptik umum pike1 kering 136

(20)

Jahe terutama dikonsumsi dalam tiga bentuk yaitu jahe segar, jahe yang

diawetkan dalam sirup atau larutan garam, dan jahe kering. Jahe kering dan

jahe awetan adalah belituk yang umum diperdagangkan di pasar internasional.

Ketiga bentuk komoditi jahe tersebut dapat diolah lebih lanjut metijadi bumbu

masak, pemberi rasa dan aroma pada makanan dan minumati, bahan obat-

obatan dan jamu. Ekspor jahe lndonesia setiap tahunliya baru sekitar 2 4 %

kebutuhan dunia. Padalial potensi wilayali lndonesia masih terbentang luas

dan modal yang cukup dapat disediakan. Salah satu cara untuk merangsang

peningkatali produksi jahe adalah dengan pengolahan. Pengolahan aka11 me-

ningkatkan nilai tambah komoditi jahe sehingga dapat meningkatkan penda-

patan petani maupun pengolah.

Saat ini sebagian besar ekspor jahe ltidonesia masih berada dalam ben-

tuk segar. Sebagai contoh pada taliun 1989 ekspor jahe lndonesia dalam

bentuk segar adalali 26,600 ton, dalarn betituk kering

26.4

tori dan dalam

her

tuk laiti 91.9 ton (Biro Pusat Statistik, 1989). Dengan demikian masih

dibutuhkan usaha untuk memasyarakatkali pengolahan jahe menjadi berbagai

jenis produk jahe awetali.

Salah satu cara pengolahan jahe menjadi bentuk jahe awetan adalah

proses pemikelan. Pikel jahe diperoleh dari hasil fermentasi asam laktat oleh

bakteri dalam larutall garam. Pengolahali jahe melijadi pikel masih kurang

dikenal di lndonesia, meskipun lial ini telali umum dilakukan di negara-negara

(21)

Pendahuluan 2

fermetitasi pikel pada jalie adalah utituk mencegah pembusukan sehhgga jalie

akan talian disimpati dan mempunyai citarasa khas yang disukai. Pengolahan

ini mempuliyai prospek yang cerah dililiat dari potensi dan peluang pasar yang

masili terbuka, terutama untuk ekspor. Pasar terbesar untuk pikel jahe adalah

Jepatig dan Timur Tengali (Paimin dan Murhananto, 1991)

Tek~ialogi pembuata~i pikel jahe pada tahap fermentasi telah dipalajari

pada penelitian sebelumtiya (Wibowotomo, 1992)

.

Dari liasil penelitia~i terse-

but diperoleh dua metode pembuatan pikel yaitu jalie bentuk batang yang dii

rendam dalam larutan gula 10% dari gula 2% serta jalie bentuk slice dalam

larutan garam 10% ditambah serbuk garam berlapis-lapis sebanyak 1110 berat

bahan. Pada penelitian ini pembuatan pikel dilakukan dengan cara pertama

karena pikel yang dihasilkan memiliki pH, total asam dan sifat organoleptik

yang lebih baik. Setelah tahap fermentasi, pikel akan dibotolkan dalam medium

perendam yatig berupa larutati gula,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan komposisi medium pe-

rendam yang paling disukai. Pemilihan medium sangat dipengaruhi oleh selera

konsumen, dalam ha1 ini dicoba jetiis pikel manis dengan penambahan cabe

dan bumbu. Penambalian cabe dan bumbu dimaksudkan untuk meningkatkan

penerimaan konsumen dalam tlegeri yang telah terbiasa menggunakan cabe

dan bumbu dalam makanannya serta memberikali citarasa eksatis yang khas

daerah tropis bila pikel tersebut akan diekspor. Dipelajari pula daya simpan

pikel dengan penambahan bahan pengawet dan pengaturan suhu. Disamping

pikel basali, dipelajari pula cara pembuata~i pikel kering dan perubahan

(22)

Tanaman jahe rnerupakan herba tahunan dengan batang semu yang

tumbuh tegak. Tingginya berkisar 0.3-0.75 meter dan memiliki akar rim

pang yang mampu bertahan lama dalam tanah. Akar merupakan bagian

terpenting dari tanarnan jahe baik secara botani maupun ekonomi. R i m

pang jahe rnemiliki aroma yang khas, bila dipotong umbinya bewarna pu-

tih, kuning atau jingga. Sernentara bagian luarnya kuning kotor atau coklat

keabuan bila telah tua.

Aroma M a s pada jahe ditirnbuikan oleh kandungan minyak atsirinya

yang berkisar antara 1.5-3.2%. Terdiri atas zingiberen,. curcumen,

filandren dan beberapa jenis minyak terpentin. Sedangkan rasa pedas dan

pahit pada jahe disebabkan oleh adanya oleoresin. Oleoresin menrpakan

garnbaran utuh kandungan jahe, yaitu minyak atsiri dan fixed

oil

yang ter-

diri dari zingerol, resin dan dalam jumlah sedikit shogaol dan zingeron.

Kandungan oleoresin dalam jahe segar berkisar 5.4-14.3% (Paimin dan

Murhananto, 1991).

Dalam proses pengolahan zingerol dapat berubah menjadi shogaol

atau zingeron yang kurang pedas. Kepedasan jahe semakin berkurang

selama penyimpanan karena senyawa zingerol tertransforrnasi menjadi

shogaol (Purseglove, 1981). Shogaol mulai terbentuk selama pengeringan

rimpang jahe karena dehidrasi senyawa zingerol (Trease dan Evans,

(23)

Tinjauan Pustaka 4

sebanyak 6-8%, terdiri atas asam fosfatida, lesithin dan asam lemak be-

bas (Rismunandar,l988).

Penggunaan jahe sangat luas baik dalam bentuk rimpang maupun

hasil olahannya. Dilihat dari segi nutrisi, jahe mengandung 40-60% pati,

9% protein, beberapa jenis mineral dan vitamin khususnya niacin dan vi-

tamin A (Rismunandar, 1988). Adanya sekitar 2.2% enzim protease pada

rimpang jahe segar membuat jahe dapat dimanfaatkan sebagai pengem

puk daging.

Jahe dikenal secara tradisional sebagai pengawet karena mempu-

tiyai sifat antimikroba dan antioksidan. Bubuk jahe sebesar 2% bersifat

bakterisidal terhadap pertumbuhan bakteri gram positif M.

varians,

Leu-

co/,ostoc sp.

dan

BaciNus

sr?bf!lis, sedangkan terhadap bakteri gram

negatif bubuk jahe hanya bersifat bakteristatik. Konsentrasi yang tinggi

dan semakin lamanya waktu kontak akan menghasilkan penghambatan

yang semakin tinggi (Undriyani, 1987).

Pemanfaatari jahe sebagai bahan obat-obatan telah lama dikenal

oleh bangsa-bangsa Asia. Dalam percobaan menggunakan hewan, ter-

bukti bah~va ekstrak jahe merupakan stimulan bagi pernafasan dan jan-

tung. Ekstrak jahe juga dapat menyembuhkan reumatik sendi, influenza,

batuk, disentri bakteri dan radang. Disamping itu minyak jahe dapat

digunakan sebagai perangsang nafsu makan, melancarkan pencernaan

(digestant) dan mengurangi asam perut (antasida). Proses yang terjadi

adalah terangsangnya selaput lendir lambung dan usus oleh minyak jahe

(24)

Tinjauan Pustaka 5

B. Pie1

Jahe

Di Indonesia terdapat empat jenis jahe yaitu jahe besar (badak), jahe

merah, jahe putih kecil dan jahe emprit (Risfahari,l988). Jenis jahe yang

biasa dibuat pikel atau jahe olahan lainnya adalah jahe badak yang dipa-

nen pada umur 3-4 bulan, karena tidak mengandung banyak serat dan ti-

dak terlalu pedas (Paimin dan Murhananto, 1991).

Santoso (1990) mengatakan bahwa jahe yang dipanen muda memiliki

kadar air dan kadar abu yang lebih tinggi dibanding jahe tua, serta kadar

minyak atsiri, pati dan serat kasar yang iebih rendah. Disarnping itu kuli

arinya masih lunak sehingga mudah lecet dan terinfeksi oleh mikroba. Oleh

karena itu jahe rnuda membutuhkan penanganan yang cermat. Setelah di-

panen, jahe muda dicuci dengan semprotan aic yang tidak terlalu deras,

selanjutnya dikeringanginkan dan disimpan dalam kardus yang diberi

serasah agar tidak terjadi gesekan antar rimpang. Suhu yang tepat untuk

menyimpan jahe segar adalah 27.50C dengan kelembaban udara 10-25%.

Kondisi ini akan menghambat pertumbuhan jamur dan mikroba, sebab ak-

tiwitas enzim terharnbat, kehilangan air pada rimpang juga dapat dicegah

(Paimin dan Murhananto, 1991).

Meskipun demikian jahe segar muda ini tidak dapat disimpan lama,

oleh karena itu dibutuhkan cara pengolahan tertentu untuk memperpanjang

masa simpannya. Jahe biasanya diawetkan dalam bentuk pikel atau

asinan, jahe dalam sirup dan jahe kristal. Pikel atau asinan jahe merupa-

(25)

lnjauan Pustaka 6

buah-buahan atau sayuran yang diawetkan secara mikrobiologis dengan

fermentasi asam laktat (Vaughn,1982).

Menurut Pederson (1971) pikel yang dihasilkan dari proses fermen-

tasi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :

a. Pikel yang difermentasi dalam larutan yang berkadar garam ren-

dah, pikel ini dapat langsung dikonsumsi tanpa diolah kembali.

b. Pikel yang difermentasi dalam larutan berkadar garam tinggi (lebih

dari 10%). Setelah disegarkan pikel ini dapat diolah menjadi pikel

manis, pikel asam dan pikel campuran.

c. Pikel yang difermentasi menggunakan kristal garam dengan kon-

sentrasi rendah.

Pengolahan jahe menjadi pikel telah dikenal dan diperdagangkan di

Eropa sejak abad 13. Sumber utama pikel ini adalah Cina, tepatnya delta

Kanton. Sejak abad 19, pemrosesan jahe berpindah ke Hongkong dengan

bahan baku jahe didatangkan dari Kanton, Taiwan, Filipina dan Thailand.

Jahe awet dari daerah ini dikenal dengan nama pikel jahe Cina atau Hong-

kong, selain itu dikenal pula pikel jahe Australia yang diproduksi di Buderim

mulai tahun 1941 (Purseglove, 1981). Perbedaan antara kedua jenis pikel

tersebut terletak pada cara pembuatannya.

Cara pembuatan pikel jahe Cina adalah jahe segar dipotongpotong

menurut bagian-bagiannya. Pemotongan ini akan menentukan kualitas dari

produk akhir yang dibagi dalam kelas-kelas mutu tertentu. Selanjutnya jahe

dikupas dan dicuci, ditambahkan garam dengan perbandingan 18 kg ga-

(26)

Tiniauan Pustaka 7

Didiamkan selama

24

jam sampai terbentuk cairan garam. Cairan tersebut

dibuang, adonan ditambah kembali dengan garam dan cuka masing-ma-

sing sebanyak

18

kg. Kemudian difermentasi selama tujuh hari dalam

wadah yang tertutup rapat (Purseglove,

1981).

Pada pembuatan awetan jahe dalam sirup, dilakukan pemisahan

larutan garam. Potongan jahe dicoci dan direndam selama dua hari dalam

air perendam yang diganti beberapa kali. Selanjutnya dididihkan daiam

sirup yang dibuat dari

48

kg gula untuk 60 kg jahe yang ditambah air s a m

pai jahe terendam. Pendidihan dilakukan dalam dua tahap dan setelah ku

produk siap dikemas (Purseglove,

1981).

Pikel jahe Australia dibuat dengan larutan gararn dapur

14-18OA,

asam sitrat

1

% dan sulfur dioksida (SO2)

0.5Oh.

Fermentasi dilakukan se-

lama

1-12

bulan tergantung kebutuhan. Setelah fermentasi selesai, jahe di-

rebus untuk melunakkan tekstur, menghilangkan residu SO2 dan mengu-

rangi kepedasan. Jahe kemudian direbus dalam sirup yang memiliki kan-

dungan padatan terlarut sebanyak 20% dan pH kurang dari

4.0.

Pikel jahe

Australia mempunyai warna yang lebih pucat dibanding pikel jahe Honp

kong. Hal ini disebabkan penggunaan SO2 yang berfungsi untuk mencegah

reaksi pencoklatan dan pemanasan yang tidak terlalu tinggi sehingga

reaksi pencoklatan dapat dikurangi.

Di Indonesia, prosedur pemikelan yang umum dilakukan adalah jahe

dikupas dan dipotongpotong sesuai permintaan, biasanya berukuran

80-

120

gram. Kemudian jahe dicampur dengan asam cuka dan garam dapur.
(27)

Tiniauan Pustaka 8

garam dapur. Fermentasi dilakukan selama kurang lebih 15 hari. Pengola-

han lanjutan biasanya tidak dilakukan di Indonesia (Paimin dan Murhanan-

to, 1991).

Wibowotomo (1992) dalam penelitiannya menghasilkan pikel jahe

dengan mutu yang baik dengan cara memfermentasi jahe bentuk irisan

tipis dalam larutan garam 10% dan serbuk garam berlapis-lapis sebanyak

sepersepu:~h berat bahan tanpa penambahan gula. Hasil yang baik juga

diperoleh pada ferrnentasi jahe berbentuk batang dalam larutan garam

10% dan gula 2%. Fermentasi diiakukan pada suhu ruang (25-30%) se-

lama 10 hari.

Berbagai cara pengolahan pikel jahe di atas, kesemuanya menggu-

nakan konsentrasi garam tinggi atau yang dikenal dengan pembuatan salt

stock pickle. Garam dalam ha1 ini berfungsi untuk menarik gula dan nutrien

lain dari jaringan tanaman, yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri

asam laktat. Garam juga akan menarik senyawa inhibitor yang mengham

bat pertumbuhan sebagian besar bakteri gram negatif (Pederson, 1971).

Garam mampu mencegah pertumbuhan kamir yang tidak diinginkan yang

berasal dari tanah atau permukaan bahan (Ayres, 1980). Semakin tinggi

kandungan garam, cairan yang ke luar dari bahan semakin banyak, namun

pertumbuhan bakteri asam laktat juga akan terhambat sehingga pemben-

tukan asam laktat lebih larnbat (Pederson,l971).

Seiain proses tersebut, Kurnia (1992) dalam penelitiannya menda-

patkan pikel jahe dengan mutu baik dengan melakukan fermentasi terha-

(28)

Tinjauan Pustaka 9

kukan dengan menambahkan kultur bakteri

Lactobacilius brevis

dan

Lac-

tobaciflus plantarum.

Penambahan kultur bakteri asarn laktat dimaksud-

kan untuk meningkatkan dan menyeragamkan mutu pikel yang dihasilkan.

Menurut Fleming (1984) cara ini telah dilakukan pula pada fermentasi

sauerkraut, olive, mentimun dan bahan lain lebih dari 10 tahun yang ialu

namun sampai saat ini tidak diaplikasikan secara luas. Kultur baMeri asam

laktat yang digunakan terdiri dari

Pediococcus cerevisiae

dan

Lactobacil-

lus plantarum.

Penambahan kultur seringkali diinginkan pada fermentasi

mentimun untuk meningkatkan konsentrasi asam secara cepat sehingga

kelunakan pikei dapat dicegah (Vaughn, 1982).

Pada fermentasi pikel secara alami, bakteri asam laktat tumbuh se-

cara bertahap sesuai dengan tingkat toleransi terhadap keasaman. Terda-

pat empat tahap pertumbuhan, yaitu tahap awal, fermentasi primer, fer-

mentasi sekunder dan tahap akhir (Fleming et al, 1984). Pada tahap awal

beberapa bakteri yang terdapat pada bahan segar seperti enterobakter,

bakteri aerobik pembentuk spora dan bakteri asam IaMat masih aktif.

Fermentasi primer dimulai sejalan dengan penurunan pH. Ada empat

spesies bakteri asam laktat yang berperan yaitu

Streptococcus faecalis,

Leuconostoc mesenteroides, Pediococcus cerevisiae

dan

Lactobacillus

plantarum. Leuconostoc mesenteroides

tumbuh lebih cepat dibanding

bakteri asam iaktat lainnya pada tahap awal fermentasi dan menghasilkan

asam laktat, asam asetat, etanol dan gas C 0 2 (Pederson, 1971). L.

pianfarurn

merupakan bakteri yang tahan terhadap konsentrasi garam
(29)

Tinjauan Pustaka 10

trasi asam tinggi sehingga banyak dijumpai pada akhir tahap fermentasi

(Vaughn,l982).

Jika masih tersedia gula setelah fermentasi primer, maka ha1 ini da-

pat menyebabkan terjadinya fermentasi sekunder oleh kamir yang meng-

hasilkan gas-gas. Gas ini dapat menyebabkan penggembungan pada ba-

han

(bloating)

yang tidak dikehendaki. Pada tahap akhir fermentasi dijum pai pertumbuhan kamir oksidatif, kapang dan bakteri pada permukaan

larutan garam, ha1 ini terjadi terutama bila fermentasi dilakukan dalam bak

terbuka.

C.

Kerusakan

Pike1

Kerusakan utama yang seriny dljumpai pada produk pikel adalah pe-

lunakan bahan

(soffening).

Menurut Pots dan Fleming (1982) pelunakan

pada pikel biasanya disebabkan oleh a k t ~ t a s enzim pektinase baik yang

berada dalam bahan maupun dari mikroba Hal ini menjadi masalah yang

serius pada pembuatan pikel karena tekstur dan penampakannya menjadi

kurang menarik. Pelunakan yang diinduksi oleh mikroorganisme terutama

disebabkan oleh kapang.

Jenis kerusakan lain yang sering terjadi adalah kerusakan oleh gas

yang mengakibatkan penggembungan bahan

(bloating).

Kerusakan ini

disebabkan karena kenaikan tekanan gas dalam bahan selama fermentasi.

Kenaikan tekanan gas ini terjadi karena kombinasi antara nitrogen yang

terperangkap dalam bahan ketika penggaraman dan oleh C02. Karbondi-

(30)

Tinjauan Pustaka 11

bakteri asam laktat heterofermentatif, bahkan bakteri asam laktat homo-

fermentatif L.planfarum (Fleming et a1,1984).

Jenis kerusakan pikel berlendir (slippery pickles) disebabkan oleh

tumbuhnya bakteri berkapsul pada permukaan bahan dan film yang

dibentuk oleh kamir aerobik. Perubahan warna pikel menjadi hitam dise-

babkan oleh adanya gas

H2S

yang dihasilkan oleh bakteri yang bereaksi

dengan besi seliingga rnembentuk senyawa ferrosulfat. Disamping itu

warna hitam disebabkan pula oleh tumbuhnya bakteri yang membentuk

warna hitam yaitu Bacillus nigrifcans (Frazier dan Westhofi,l981).

Pengaruh fisik akibat kadar garam, gula atau asam yang terlalu tinggi

menyebabkan terjadinya pengkerutan (shriveling).

D.

Bahan Pengauret

Untuk mengurangi terjadinya kerusakan pada pikel terutama yang

disebabkan

oleh

aktivitas kapang dan kamir, diperlukan proses pembuatan

yang memenuhi syarat. Yaitu penetapan konsentrasi dan penyebaran ga-

ram yang merata, penutupan secara aerobik dan penambahan balian-ba-

han pengawet. Penambahan bahan pengawet dapat dilakukan sebelum

proses fermentasi maupun sesudali diolah lebih lanjut.

Pikel termasuk bahan pangan berasam tinggi, yaitu memiliki pH 4.6

atau kurang. Batas ini rnerupakan batas yang aman dari pertumbuhan

Clostridium bofulinum yang memproduksi toksin.

Bahan pengawet yang biasa digunakan untuk makanan berasam

(31)

Tinjauan Pustaka 12

maupun garamnya sebagai contoh adalah sorbat, propionat, benzoat,

asetat dari epoksida. Bahan pengawet yang diperkirakan efektif dalam

menghambat pertumbuhan mikroba dalam pikei adalah natrium benzoat

dan kalium sorbat, disarnping itu bahan ini juga mudah dijumpai dan dikenal

aman.

Asam sorbat tergolong asam lemak monokarboksilat yang berantai

lurus dan mempunyai ikatan tidak jenuh (aifa-diena). Bentuk yang

digunakan umumnya adalah garam natrium dan kaliumnya. Sorbat teruta-

ma ditujukan untuk mencegah pertumbuhan kapang dan bakteri. Sorbat

aktif pada pH di atas 6.5 dan keaMifannya menurun dengan meningkatnya

pH. Mekanisme asam sorbat dalam mencegah pertumbuhan mikroba

adalah d c z g ~ n mencegah kerja enzim dehidrogenase terhadap asam le-

mak. Struktur alfa-diena pada asam sorbat dapat mencegah oksidasi

asam lemak oleh enzjm tersebut. Sebaliknya hewan tingkat tinggi dapat

memetabolisme asam sorbat seperti asam lemak biasa (Winarno,1988).

Asam benzoat merupakan bahan pengawet yang luas penggunaan-

nya dan sering digunakan pada bahan makanan asarn. Bahan ini

digunakan untuk mencegah pertumbuhan karnir dan bakteri. Benzoat

efektif pada pH 2.5-4.0. Karena kelarutan garamnya lebih besar, maka

biasa digunakan dalam bentuk gararn Na-benzoat. Dalam bahan, garam

benzoat terurai menjadi bentuk efektif yaitu asarn benzoat tidak terdisosi-

asi (Branen dan Davidson, 1983). Dalam tubuh manusia terdapat meka-

nisme detoksifikasi terhadap asam benzoat, sehingga tidak terjadi penum

(32)

Tinjauan Pustaka 13

asam hipurat yang akan dibuang oleh tubuh. Asam benzoat secara alami

terdapat dalam rempah-rempah seperti cengkeh dan kayu manis.

E,

Pengeringan Pikel Jahe

Pengawetan ballan pangan dengan cara pengeringan memiliki ke-

unggulan yaitu biaya produksi yang murah, tenaga kerja lebih sedikit, pera-

latan pengolahan terbatas dan penyimpanan serta biaya distribusi lebih

sedikit. Menurut Desrosier (1988) dehidrasi atau pengeringan buatan

adalah suatu operasi dimana terjadi penghantaran panas dan pemindahan

massa. Panas dipindahkan ke dalam air yang terdapat pada produk dan

air diuapkan. Pada prinsipnya pengeringan ditujukan untuk mengurangi ka-

dar air bebas sehingga tekanan osmosis meningkat, dengan demikian

pertumbuhan mikroba dapat dikendalikan.

Proses pengeringan dipengaruhi oleh udara pengering dan sifat ba-

han yang akan dikeringkan. Makin tinggi suhu dan rendah kelembaban

makin cepat pula waMu pengeringannya. Sedangkan makin tebal bahan

makin lama bahan tersebut kering. Untuk menekan biaya produksi biasa-

nya digunakan suhu tinggi dan waMu singkat.

Untuk pengeringan buah-buahan dan sayuran biasa digunakan

pengering kabinet. Pengering ini akan digunakan pula untuk mengeringkan

pikel jahe. Nat ini bekerja dengan sumber panas dari hasil pembakaran

gas elpiji. Udara panas dari ruang pembakaran dialirkan ke atas oleh se-

(33)

Tinjauan Pustaka 14

Udara panas tersebut selanjutnya mengalir ke bagian bawah setiap rak,

melewati bahan dan keluar lewat samping.

Jahe dalam perdagangan biasa dikeringkan tanpa melalui proses

pemikelan. Bentuk olahan ini dipersiapkan untuk ekstraksi minyak atsiri

dan oleoresin. Setelah dipanen, jahe dicuci dan diblansir sebelum dikering-

kan dengan sinar matahari atau pengeringan buatan. Mutu jahe kering

ditentukan oleh penampakan, kandungan rninyak volatil, kandungan serat,

tingkat kepedasan serta penilaian organoleptik terhadap aroma dan fla-

vour (Purseglove,l981). Kepentingan dari setiap aspek mutu tergantung

dari produk akhir yang akan dibuat.

Ada empat jenis jahe kering yang diperdagangkan sebagai rempah-

rempah. Pertama

scrapped ginger

yaitu jahe yang dikupas seluruhnya,

diiris lalu dikeringkan.

Coated ginger

dihasilkan dari irisan jahe yang dike-

ringkan sampai kulitnya berwarna coklat,

bleached ginger

yaitu jahe yang

dicelup dalam air kapur sebelum dikeringkan dan

black ginger

yaitu jahe

kering yang diperoleh dari pengeringan jahe yang telah dicelup dalam air

panas selama 10-15 menit (Paimin dan Murhananto, 1991).

Ditinjau dari cara pengirisan rimpang jahe dikenal dua bentuk jahe

kering yaitu bentuk

slice

dan

split.

Pengirisan untuk tipe slice adalah de-

ngan mernotong jahe secara melintang dengan ketebalan 3-4 mm, se-

dangkan bentuk

split

pengirisannya hanya dengan membelah jahe sejajar

dengan permukaan datar (Paimin dan Murhananto, 1991). Proporsi kar-

bohidrat pada jahe relatif lebih besar dibanding protein dan lemak. Pada

(34)

Tinjauan Pustaka 15

protein dan 1 .O% lemak, sedangkan sisanya adalah vitamin dan mineral

dalam jumlah kecil (Direktorat

Gizi

Depkes RI, 1979).

Kerusakan utama yang diakibatkan oleh karbohidrat selama penge-

ringan adalah pencoklatan. Reaksi pencoklatan yang terjadi pada karbohi-

drat adalah pencoklatan non em.matik. Reaksi pencoklatan non enzimatik

yang mungkin terjadi adalah karamelisasi dan reaksi Maillard. Karameli-

sasi adalah proses pencoklatan non enzimatik yang melibatkan degradasi

gula tanpa adanya asam amino atau protein (Eskin, 1971). Karamelisasi

terjadi jika gula dipanaskan dalam kondisi anhidrous atau konsentrasi

asam tinggi. Sedangkan reaksi Maillard terjadi antara gula pereduksi de-

ngan gugus amina primer (Winamo, 1988).

Selama pengeringan jahe akan kehilangan 60-7006 berat sehingga

kadar airnya berkisar 7-12%. Pengeringan jahe secara tradisional dapat

menghilangkan lebih dari 20% komponen volatil karena evaporasi dan

kerusakan komponen pedas yang sensitif terhadap panas

(Purseglove,l981). Jahe kering dapat mengalami kerusakan akibat per-

tumbuhan kapang. Penyimpanan sebaiknya dilakukan pada kondisi udara

kering dan dilakukan penjemuran kembali secara periodik. Penyimpanan

yang lama akan merusak aroma, flavour dan kepedasan.

Untuk mengurangi terjadinya kerusakan pada pikel jahe maka dicoba

penerapan proses pengeringan pada pikel. Selain itu pikel jahe yang

dikeringkan akan menghemat biaya penyinpanan dan pengangkutan

(35)

Tiniauan Pustaka 16

Hal yang perlu diperhatikati dalam pengeringan pikel jahe adalah

suhu. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan pelepasan senyawa-

senyawa volatil yang terbentuk selama proses ferrnentasi maupun yang

terkandung dalam bahan asal. Pengeringan pikel jahe diiakukan pada suhu

55-60%. Dimana pada suhu tersebut diperkirakan mutu pikel jahe rnasih

dapat dipertahankan dan biaya yang dikeluarkan masih cukup ekonomis.

Selain itu pengeringan pada suhu yang lebih rendah aka11 berjalan larnbat

sehingga dikhawatirkan rnemberi peluang mikroba untuk berkembang biak

karena tingginya kadar air pikel jahe awal dan adanya mikroba yang tersi-

sa dari proses fermentasi. Pengeringan jahe di Australia dilakukan pada

suhu 48.5-810C. Dengan cara ini kandungan minyak atsiri dan oleoresin

jahe tidak terpengaruh (Paimin dan klurhananto, 109:).

Masalah lain yang rnungkin timbul adalah reaksi pencoklatan. Peren-

daman pikel jahe pada larutan gula 20% dan panas yang diterirna selarna

pengeririgatl akan menginduksi reaksi karamelisasi maupun reaksi Mail-

lard. Namun pencoklatan ini sampai batas tertentu masih diharapkan agar

warna jahe lebih menarik. Menurut Purseglove (1981) pengeringan di atas

suhu 650C menyebabkan warna jahe menjadi gelap.

Pengirisan rimpang jahe pada pernbuatan pikel akan menghasilkan

kandungan serat lebih sedikit namun produk akhir akan berkurang kac-

dungan minyak volatilnya karena kerusakan sel oleoresin yang terdapat

pada perrnukaan rimpang. Tingkat kepedasan jahe bentuk irisan biasanya

lebih tinggi dari jahe utuh karena proses pengeringannya berjalan lebih

(36)

III. BAHAN

DAN

METODA

A.

Alat dan Bahan

Bahan baku utama yang digunakan dalam peneliiian ini adalah jahe

gajali yang diperoleh dari daerali Sukabumi dan Ungaran, Jawa Tengah.

Sedangkan bahan penunjang yang digunakan adalah garam dapur, gula

sukrosa, kalium sorbat, natrium benzoat, cabe, bubuk cengkeh dan bubuk

kayu manis. Bahan-bahan yallg dipakai untuk analisis adalah larutan NaOH

0.1 N dan 0.01 N, larutan fenolftalin, medium NA (Nutrien Agar), MRS (de

Man Rogosa Sharpe), bacto agar, PCA (Plate Count Agar), PDA (Potato

Dextrose Agar), asam tartarat, bufer fosfat dan air destilata. Bahan-bahan

tersebut diperoleli dari PAU Pangan dan Gizi-IPB.

Alat-alat yang digunakan adalah panci, kompor, baskom, timbangan,

talenan, pisau stainless steel, kain saring, stoples, botol jar bertutup,

mortar, alat-alat gelas untuk analisis, kantong plastik, pengering kabinet,

perekat vakum, termometer, spektrofotorneter, penetrometer, refraktorne-

ter dan pH-meter.

B. Metoda Penelitian

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memperoleh resep medium

perendam yang memiliki penerimaan organoleptik terbaik. Pada

(37)

Bahan dan Metoda 18

formulasi optimal pada tahap fermentasi pikel jahe, yang selanjutnya

digunakan dalam penelitian ini. Setelah proses fermentasi selesai,

dilakukan desalting terhadap jahe untuk menurunkan kadar garamnya.

Tahapan selanjutnya dapat dilihat pada bagian D mengenai pembuatan

pikel jahe. Jahe kemudian dibagi dan direndam dalam berbagai macam

medium perendam selama 3-4 hari agar rasa larutan perendam mere-

sap. Selanjutnya dilakukan pengujian secara organoleptik dengan uji

rangking hedonik dan uji hedonik. Resep medium perendam yang

digunakan memiliki tiga komponen, yaitu gula pasir, cabe merah dan

bumbubumbu yang terdiri dari bubuk cengkeh dan kayu manis. Pada

tahap pertama ingin diketahui penerimaan panelis terhadap penarn-

bzhan cabe dan bumbubumbu. Digunakan empat tingkat konsenirasi

gula, yaitu :

I: kadar gula 10%

II: kadar gula 20%

Ill: kadar gula 30%

1V: kadar gula 40%

Kombinasi penambahan cabe dan bumbubumbu yang dilakukan

pada masing-masing kelompok adalah sebagai berikut :

a = dengan 1.5% cabe merah giling

b = dengan 1.5% cabe merah giling

+

bumbu-bumbu

c = dengan bumbu-bumbu

(38)

Bahan dan Metoda 19

Panelis agak teriatih sebanyak minimal 20 orang menganalisis dan

memberi rangking berdasarkan kesukaan terhadap rasa dan peneri-

maan umum. Rangking yang diberikan adalah 1 sampai 4 pada masinp

masing kelompok. Pikel dengan penerimaan organoleptik terbaik dari

tiap keiompok sebanyak empat jenis seianjutnya diuji kembali bersama-

sama. Pengujian yang dilakukan adalah ujl hedonik terhadap parameter

warna, rasa dan penerimaan umum. Hasil yang memiliki penerimaan or-

ganoleptik terbaik dari pengujian ini selanjutnya digunakan pada penell

tian tahap penyimpanan.

2.

Penelitian

Utama

Penelitian utama bertujuan untuk mempelajari pengoiahan pikel

basah dan pikel kering. Pada pikel basah dipelajari efektivitas pen*

gunaan bahan pengawet, suhu penyimpanan dan lamanya penyim-

panan. Sedangkan untuk pikel kering dipelajari efeMivitas bahan peng-

awet, cara pengemasan dan lama penyimpanan. Perlakuan untuk ma-

singmasing jenis pikel adalah :

1. Pikel Basah

A. Penambahan bahan pengawet

A1 : tanpa bahan pengawet

A2 : kalium sorbat 0.1%

A3 : natrium benzoat 0.1 %

B. Suhu penyimpanan

(39)

Bahan dan Metoda 20

82

:

suhu dingin (5-1 O°C)

C. Lama penyimpanan

C1 :

I

bulan

C2

:

2 bulan

C3

:

3 bulan

C4

:

4 bulan

2. Pikel Kering

A. Penambahan bahan pegawet

A1 : tanpa bahan pengawet

A2 : kalium sorbat 0.1 %

A3 : natrium benzoat 0.1%

B. Cara pengemasan

B1 : kemas vakum

B2 : kemas biasa

C. Lama penyimpanan

C1 : I bulan

C2 : 2 bulan

C3 : 3 bulan

C4

:

4 bulan

Pengamatan yang dilakukan pada tahap pembuatan pikel adalah

pH, total asam, total asam volatil, kejemihan, total padatan terlarut,

kekerasan, total bakteri dan total bakteri asam laktat. Pengamatan

yang dilakukan terhadap pikel basah pada tahap penyimpanan adalah

(40)

Bahan dan Metoda 21

dan kamir serta total bakteri pembentuk spora. Pengamatan mutu kimia

yang dilakukan meliputi pH, total asam, total asam volatil dan total

padatan terlarut. Mutu fisik meliputi kekerasan pikel menggunakan

penetrometer dan kekeruhan medium menggunakan spektrofotometer.

Uji organoleptik dilakukan terhadap warna, tekstur, aroma, rasa dan

penerimaan umum. Pengamatan dilakukan dengan uji hedonik dengan

nilai 1-7 (sangat tidak suka sampai sangat suka).

Pengamatan mutu mikrobiologi dan mutu organoleptik pada pikel

kering sama dengan pada pikel basah. Sedangkan mutu kimia yang

diamati adalah pH dan total asam volatil dan kadar air. Mutu fisik yang

diamati adalah kekerasan menggunakan penetrometer.

C.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian pendahuluan

adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan satu variabel. Model ran-

cangannya adalah sebagai berikut

:

Yf = J l + A i

+ $

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian utama untuk

masingmasing jenis pikel adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan

tiga variabel dan dua kali ulangan. Model rancangannya adalah sebagai

(41)

Bahan dan Metoda 22

';ik = respon percobaan karena pengaruh perlakuan taraf ke-i

faktor A, taraf'kej faktor 8 , taraf ke-k faktor C dengan

i=1,2,3,4 ; j=1,2,3 ; k=1,2

]I = pengaruh rata-rata

Ai = efek faktor A pada taraf ke-i

B

= efek faktor B pada taraf ke-j

j

Ck = efek faktor C pada taraf ke-k

(ABIij = efek interaksi faktor A taraf ke-i dengan faktor B taraf ke-j

{AC), = efek illteraksi faktor A taraf ke-i dengan faktor C taraf ke-k

( 3 ~ ) ~ ~ = efek interaksi faktor B taraf ke-j dengan faktor C taraf ke-k

( A B c ) , ~ ~ = efek interaksi faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan

faktor C taraf k e k

E..

ilk = Efek kesalahan percobaan pada ulangan ke-k karena

pengaruh kombinasi perlakuan (Qk)

Uji lanjutan setelah analisis sidik ragam dilakukan menggunakan uji

(42)

Bahan dan Metoda 23

Jahe Gajah

I

dicuci dan dikupas

I

dipotong ukuran 0,l x 0,2 x 4 cm

I

larutan garam 100.6

I

dipanaskan BO'C, 10'

I

disaring

I

I

dirnasukkan wadah steril

I I

wadah ditutup rapat

I

difermenti;isi 10 hari

I

didesalting 40'~. 2

jam

I

larutan sirup berbagai formulasi (perlakuan pendahuluan)

I

I

dipanaskan EQOc, 10'

+

bahan pengawet (perlakuan A)

I

I

dimasukkan wadah steril

I

I

I

diexhausting 71'~, 15' direndam

I

5-6 hari

I

I

diiutup hermetis dikeringkan

I 1

disterilisasi

HI0c,

30'

I

didinginkan sampai suhu 4 0 ' ~

I

I

dikernas dalam plastik (perlakuan 8)

I

Pikel basah Pikel kering

I

I

disimpan suhu kamar & suhu dingin (perlakuan B)

diamati tiap periide penyimpanan (perfakuan C)

(43)

Bahan dan Metoda 24

D.

Pembuatan

Piid

J a h e

Pikel yang dibuat pada penelitian ini adalah dari jenis

saff

stock

pickle,

yaitu pikel yang difermentasi pada konsentrasi garam tinggi. Mula-

mula jahe badak dibersihkan dari kotoran dan tanah yang melekat, dikupas

dan dicuci bersih. Dipotong seragam membentuk batang dengan ukuran

4 0 x 1 ~ 2 mm3.

Medium fermentasi dibuat dengan cara melarutkan 10% garam

dapur dan 2% gula pasir. Pemanasan dilakukan pada suhu 6 0 ' ~ selama

10 menit untuk menyempurnakan pelarutan. Selanjutnya potongan jahe di-

masukkan dalam stoples yang telah disterilkan dan ditambah medium fer-

mentasi sampai penuh. Stoples ditutup rapat karena bakteri asam laktat

bersifat mikroaerofilik. Perbandingan antara potongan jahe dengan me-

dium adalah 1:2. Fermentasi dilakukan pada suhu kamar (25-30°C) sela-

ma 10 hari.

Untuk pembuatan pikel manis, dilakukan desalting pada pikel stok

untuk mengurangi kadar garamnya. Cairan pikel setelah selesai &fermen-

tasi, dipisahkan dari potongan jahenya. Selanjutnya potongan jahe diren-

dam dalam air bersih pada suhu 40°C selama 2 jam.

Medium perendam dibuat dengan melarutkan berbagai konsentrasi

gula, cabe dan bumbu (bubuk cengkeh dan kayu manis). Bumbu yang dii

tambahkan masinpmasing sebesar kurang lebih 1.5 %(b/v). Medium ini dii

panaskan pada suhu 60°C selama 10 menit sebelum disaring. Potongan

(44)

Bahan dan Metoda 25

sampai ke leher botol. Setelah disterikasi, pikel ini disimpan selama 3-4

hari sebelum dilakukan uji organoleptik.

Pada tahap penyirnpanan, pikel basah dibuat dengan cara mema-

sukkan kira-kira 100 gram potongan jahe dalam botol jar steril dan d i a m

bahkan medium perendam dengan perbandingan 1:2. Medium perendam

yang digunakan adalah medium yang memiliki penerimaan organoleptik

terbaik dari hasil peneliian pendahuiuan yang ditambah bahan pengawet

sesuai perlakuan.

Botol-botol jar yang telah diisi selanjutnya diexhausting untuk

mengusir udara dari permukaan bahan. Perlakuan ini menyebabkan botol

menjadi vakum ketika ditutup sehingga rnenghambat pertumbuhan mikroba

pembusuk. Exhausting dilakukan dengan cara merendam botol dalam air

dan dipanaskan sampai kira-kira

213

bagian tinggi cairan mencapai suhu 7I0C selama 15 menit. Tutup dikencangkan selagi botol masih panas,

selanjutnya disterilisasi pada suhu 80°C selama 30 menit. Setelah itu

didinginkan dalam air mengalir sampai suhu 4 0 ' ~ . Penyimpanan dilakukan

pada suhu kamar dan suhu lemari pendingin selama 4 bulan dan diamati

perubahan mutunya setiap bulan.

Pada pembuatan pikel kering, ukuran potongan jahe dibuat lebih

be-

sar yaitu kira-kira 40x2~4 mm3, proses selanjutnya sama dengan pada

pikel basah. Setelah desaiting, pikel direndam dalam larutan perendam

yang sama dengan pikel basah. Perendaman dilakukan dalam stoples-

stoples sesuai perlakuan. Perendaman dilakukan selama 6-7 hari sarnpai

(45)

Bahan dan Metoda 26

menggunakan pengering kabinet pada suhu 5560'~ selama 7-8 jam.

Penyimpanan dilakukan dalam wadah plastik secara mkum maupun tanpa

vakum. Pengamatan dilakukan setiap bulan selama empat bulan.

E.

Prosedur

Analisiis

1. pH

(Fardiaz et al.,

1986)

Pengukuran pH dilakukan terhadap cairan pada pikel basah dan

jahe pada pikel kering menggunakan pH-meter. Sebanyak 5 gram jahe

kering dihaluskan menggunakan mortar dan diencerkan sampai 25 ml

dengan air destilata. Pengukuran pH cairan pikel setelah fermentasi dan

pikel basah dilakukan secara langsung. Pengukuran dilakukan duplo dan

hasilnya dirata-ratakan.

2.

Total

Asam

(Fleming,

1982)

Analisis total asam dilakukan dengan titrasi menggunakan larutan

NaOH 0.1 N yang distandarisasi dengan asam oksalat dan indikator

fenolftalin dalam alkohol 90%.

Pengukuran hanya dilakukan terhadap cairan pikel. Sebanyak 10

ml cairan dipipet dari setiap satuan percobaan dan diencerkan dalam 10

ml air destilata. Untuk cairan pikel setelah fermentasi dilakukan pema-

nasan untuk mengusir C 0 2 dan asam-asam yang mudah menguap yang

akan mengganggu ketepatan pengukuran, sedangkan untuk pikel basah

ha1 ini tidak perlu dilakukan. Setelah ditambah 2-3 tetes indikator fe-

(46)

Bahan dan Metoda 27

Hasil pengukuran dilaporkan sebagai gram asam IaMafflOO ml

sampel atau persen asam Iaktat (blv). Perhitungan persen asam laktat

dilakukan dengan rumus :

ml NaOH x N NaOH x mek asam laktat x 100

% asam laktat =

banyaknya sampel (g atau

ml)

mek asam laktat

=

9011000

3.

Total Asam Volatil (Fardiaz

et

al,

1986)

Analisis total asam volatil dilakukan terhadap cairan pikel dan pikel

kering. Sebanyak 5 gram pikel jahe kering dihaluskan dalam mortar dan

diencerkan sampai 25 ml dengan air destilata kemudian disaring. Seba-

nyak 10 ml supernatan diambil dan dimasukkan dalam alat destilasi

pregCMicro-Kjeldahl. Untuk pikel basah diambil cairan sebanyak 25 ml

untuk masingmasing sampel dan didestilasi. Destilat ditampung dalam

erlenmeyer 125 ml sampai tertampung sebanyak 10 mi kemudian diti-

trasi dengan larutan NaOH 0.01 N dengan indikator fenotftalin. Hal ini

diulang sampai 10 fraksi destilat. Total asam volatil dinyatakan sebagai

miliekuivalen asam per 100 ml sampel. Cara perhiiungan nilai tersebut

adalah dengan merata-ratakan nilai total asam volatil setiap fraksi desti!

lat. Rumus yang digunakan adalah :

mek 1100 m l =

ml

NaOH rata-rata x N NaOH x 100
(47)

Bahan dan Metoda 28

4.

T o t a l Padatan T e r l a r u t (Joslyn11970)

Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan refraktometer

yang mempunyai selang pengukuran 0-30 persen. Pembacaan dilaku-

kan secara duplo dan hasilnya dirata-ratakan.

5.

Kejernihan (Pomeranzl1978)

Pengamatan kejernihan larutan pikel dilakukan dengan spektrofo-

tometer. Prinsip pengukurannya adalah semakin banyak sinar yang

diserap oleh partikel suatu larutan menunjukkan larutan tersebut se-

makin keruh dernikian pula sebeliknya. Salah satu sampel cairan pikel

diukur panjang gelombang maksimumnya, yaitu panjang gelombang

dimana terjadi absorbansi tertinggi. Selanjutnya dimasukkan blangko

bempa air destilata dan absorbansi diatur sehingga menunjukkan angka

nol. Sampel dimasukkan dalam kwet sampai penuh kemudian diukur

absorbansinya, pengukuran dilakukan secara duplo dan hasilnya dirata-

ratakan. Jika sampel terlalu pekat dilakukan pengenceran menggunakan

air destilata. Nilai yang terukur adalah OD (optical

density)

yaitu

besamya absorbansi dikalikan pengenceran.

6.

Kekerasan (menggunakan penetrometer)

Pengukuran kekerasan dilakukan menggunakan penetrometer.

(48)

Bahan dan Metoda 29

suk sedangkan pada pikel kering pengukuran dilakukan dengan beban

seberat 50 gram, jarurn penusuk sendiri mempunyai berat 50 gram.

Pengukuran dilakukan pada lima tempat yang berbeda-beda seca-

ra duplo untuk masing-masing sampel dan hasilnya dirata-ratakan.

Pengukuran dinyatakan dalarn rnmlberat bebanll0 detik.

7. Kadar Air (Fardiaz et al, 1986)

Pengukuran kadar air dilakukan pada sampel pikel kering rnenggu-

nakan metoda oven. Sebelumnya wadah dikeringkan dan ditimbang,

sampel dimasukkan dan diiimbang Mra-kira seberat 5 gram. Penge-

ringan dilakukan pada suhu 1 0 0 - 1 0 2 ~ ~ selama 6 jam kemudian ditim

bang, atau sampai tercapai berat yang konstan. Kadar air dlhitung

dalam basis basah menggunakan rumus sebagai berikut :

% kadar alr

(bb)

= kehilangan berat (g) x l 0 0

berat sarnpel (g)

8. Total Bakteri (Fardiae,l987)

Pengukuran total bakteri dilakukan dengan medium NA (Nutrient

Agar). Sebanyak 1 ml sampel dipipet ke dalam cawan petri secara du-

plo untuk mendapatkan pengenceran 10'. Sepuiuh gram bahan atau 10

ml cairan pikel diencerkan dalam 90 rnl larutan pengencer yang terbuat

dari bufer fosfat, lalu dikocok sampai terbentuk suspensi yang hc-

mogen. Perlakuan ini menghasilkan pengenceran lo-'.

Untuk

membuat
(49)

Bahan dan Metoda 30

dipipet dan dimasukkan dalam 9 ml larutan pengencer. Selanjutnya dila-

kukan pengenceran dengan cara yang sama sampai diperoleh tingkat

pengenceran yang diinginkan.

Sebanyak 1 ml dari pengenceran yang diinginkan dipipet dalam

cawan petri. Media agar yang telah disterilkan didinginkan sampai suhu

45OC dan dituangkan ke dalam petri kira-kira 1Q-15 ml. Petri digoyang-

goyangkan agar suspensi sampel tersebar merata dalam media dan

dibiarkan membeku. lnkubasi dilakukan pada suhu 3 7 ' ~ selama 2 hari

dengan posisi terbalik dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh pada

masing-masing petri. Pertumbuhan yang dapat dihitung adalah 30-300

koloni per petri.

9.

Total

Bakteri

Asam Laktat (Fardiaz,

1987)

Penghiungan total bakteri asam laktat dilakukan terhadap sampel

cairan pikel setelah fermentasi. Prosedur pengenceran dan pemupukan

contoh sama dengan pada pengamatan total bakteri. Media yang

digunakan adalah MRS broth yang ditambah 2% bacto agar. lnkubasi

dilakukan pada suhu 37OC selama 2-3 hari dan dihitung koloni yang

tumbuh.

10.

Total Mikroba (Fardiaz,l987)

Pengamatan total mikroba dilakukan dengan prosedur yang sama

dengan pengamatan total bakteri. Media yang digunakan adalah PCA

(50)

Bahan dan Metoda 31

11. Total Kapang dan Kamir (Fardiaz,l987)

Pengamatan total kapang dan kamir dilakukan dengan prosedur

yang sama dengan pengamatan total bakteri. Media yang digunakan

adalah PDA (Potato Dextrose Agar) yang diasamkan dengan penam

bahan asam tartarat 10% sebanyak 16 mVI media sehingga pH 3.5.

Penambahan asam dilakukan setelah sterilisasi karena keasaman tinggi

pada suhu sterilisasi dapat merusak agar. lnkubasi dilakukan pada suhu

30-32'C selama 2 hari.

12. Total Bakteri Pembentuk Spora (Fardiaz, 1987)

Pengamatan terhadap total bakteri pembentuk spora dilakukan

dengan cara memanaskan sampel pada suhu 8 0 ' ~ selama 30 menit

sebelum diencerkan dengan cara yang sama dengan perhitungan total

baMeri dan dipupukkan ke dalam media. Media yang digunakan adalah

NA (Nutrient Agar). lnkubasi dilakukan pada suhu 3 7 ' ~ selama 2 hari.

13. Uji Organoleptik (Soekarto,l985)

Uji organoleptik yang digunakan adalah uji rangking hedonik dan uji

hedonik. Pengujian yang dilakukan meliputi parameter wama, aroma,

tekstur, rasa dan penerimaan umum. Panelis dianggap agak terlatih

sehingga dibutuhkan minimal 20 orang.

Pada uji rangking hedonik panelis memberi rangking antara 1-4

(51)

Bahan dan Metoda 32

formasi ke dalarn nilai-nilai dari tabel uji rangking. Untuk rangking

1

nilai

transformasinya adalah 1.03, rangking 2 = 0.3, rangking 3 = -0.3 dan

rangking 4 = -1.03 (Larmond, 1970). Sedangkan pada uji hedonik,

panelis diminta rnenilai sesuai dengan skor yang disediakan, yaitu

: 1

=

sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netrai, 5

=

(52)

TV.

HASIL DAN PEiWBAHASAN

A. Penelitian Pendahuluan

Menurut USDA pikel manis adalah pikel mentimun atau sayuran lain

yang dimaniskan dengan panambahan gula atau glukosa. Produk pikel

dikatakan baik apabila memiliki citarasa dan tekstur yang diinginkan serta

memiliki perbandingan yang baik antara kandungan gula, asam dan rem-

pah-rempahnya. Secara umum pikel dibagi menjadi tiga kelompok yaitu

pikel dill, pikel asam dan pikel manis. Pikel manis terdiri dari pikel manis

asli, pikel manis campuran dan relish, yang masing-masing memiliki bera-

gam jenis dan bentuk.

Pikel manis sebagian besar dibuat dari pikel stok yang telah disegar-

kan. Proses penyegaran atau

desalting

bertujuan untuk menghilangkan

kelebihan garam sebesar 50-100% (Pederson dan Luh, 1988).

Kecepatan perpindahan garam dari bahan ke dalam air dipengaruhi oleh

ukuran irisan pikel, perbandingan air dengan pikel dan waMu perendaman

(Pederson dan Luh, 1988).

Formulasi pikel manis sangat bervariasi tergantung dari perusahaan

pengolahnya dan selera konsumen. Menurut Pederson dan Luh (1988)

pikel manis umumnya memiliki kandungan gula

20-50°~rix,

asam (dalam

bentuk-asam asetat) I .2-2.0% dan garam 1.5-2.0%. Penambahan bumbu

atau rempah-rempah yang diformulasi oleh pengolah maupun perusahaan

(53)

Hasil Dan Pembahasan 34

Pengujian tingkat penerimaan panelis terhadap berbagai wriasi k o m

posisi pikel dilakukan dengan uji rangking hedonik, dari rangking 1-4 sesuai

urutan kesukaan. Hasil pengujian ini selanjutnya ditransformasi ke dalam

nilai-nilai dari tabel uji rangldng.

Tabel

1

:

Nilai Rata-rata

Uji

Rangking

Hedonik

Rasa

Tabel

2

:

Nilai Rata-rata

Uji

Rangking Hedonik

Umum

*

adanya huruf menunjukkan uji lanjutan rentang Newman-Keuls berbeda nyat a

*

huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan diantara sampel

Kelompok

N

0.86 -8.1 1 2.4 4.85

Nilai rata-rata yang diperoleh dari pengujian organoleptik rangking

hedonik terhadap rasa dan penerimaaan umum yang telah ditransformasi

untuk masingmasing kelompok tercantum dalam Lampiran 1 dan 2 serta

Tabel 1 dan 2. Sedangkan data uji hedonik terhadap empat jenis pikel

yang mewakili masingmasing kelornpok tercantum dalam Larnpiran 3.

Data tersebut merupakan nilai rata-rata skor yang diperoleh sampel

terhadap parameter warna, rasa dan penerimaan umum. S

Gambar

Tabel 3 : Nilai Rata-rata Uji Hedonik Warna, Rasa dan Umum
Gambar 4 : Pengaruh iarna penyimpanan tarhaclap pi3 dan total asam
Gambar 7 : Pengaruh penambahan bahan pengawet terhadap total
Gambar 8. Kecenderungan tersebut adalah menurunnya total
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika dalam spesifikasi teknis yang ditetapkan oleh Pertamina mensyaratkan Pemilik Kapal untuk menyediakan peralatan untuk Ship to Ship (STS) Transfer, maka Pemilik Kapal

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Dinas Perhubungan Kota Manado telah melakukan pencatatan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 tahun 2006

x User (Masyarakat) : Masyarakat dapat mengakses Aplikasi KiForm dengancara melakukan Sign Up dan Log In terlebih dahulu kemudian isi form data diri yang telah

Skor rata-rata minimal pada garis kontinum untuk variabel Karakteristik Perusahaan sebesar 7 dan maksimal sebesar 35, sedangkan total rata-rata hasil penelitian

Banyak bangunan – bangunan tinggi yang mencakar langit, hamparan gedung – gedung pabrik yang sudah tak terarah dan berserakan di mana – mana, semua

tidak seperti sekolah unggulan lain yang hanya menerima calon siswa yang pandai, SLTPN 4 Mendoyo memiliki sistem penerimaan siswa baru yang tidak berdasarkan NEM yang

Berdasarkan Gambar 4.1, didapatkan hasil bahwa penguasaan keterampilan proses sains dari hasil setelah pembelajaran dilakukan yang didapat dari data persentase

Jika metoda kedua diterapkan, maka sistem lup tertutup dengan suatu pengendali proporsional tidak akan berosilasi terus-menerus berapapun nilai K p yang diambil. Jadi sistem