• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL WARGA KETURUNAN TIONGHOA DI SURAKARTA MELALUI MEDIA FOTOGRAFI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROFIL WARGA KETURUNAN TIONGHOA DI SURAKARTA MELALUI MEDIA FOTOGRAFI"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PENGANTAR TUGAS AKHIR

PROFIL WARGA KETURUNAN TIONGHOA

DI SURAKARTA

MELALUI MEDIA FOTOGRAFI

Diajukan sebagai prasyarat untuk mencapai

Gelar Sarjana Seni Rupa Jurusan Desain Komunikasi Visual

Disusun Oleh : DYAS MASHITA N

C0706018

JURUSAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

Tugas Akhir dengan judul :

PROFIL WARGA KETURUNAN TIONGHOA

DI SURAKARTA

MELALUI MEDIA FOTOGRAFI

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji TA

Pada tanggal ……….

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Andreas Slamet Widodo, S.Sn Rudy W. Herlambang, S.Sn., M.Sn.

NIP. 197 512 012 001 121 002 NIP. 197 503 232 003 121 002

Koordinator Tugas Akhir

(3)

commit to user

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Disahkan dan diterima oleh Panitia Penguji dalam Sidang Tugas Akhir Jurusan Desain Komunikasi Visual Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada tanggal : Oktober 2010

Tim Penguji :

Ketua Sidang Tugas Akhir

Drs. Edi Wahyono Hardjanto, M.Sn (...) NIP. 195 107 131 982 031 001

Sekretaris Sidang Tugas Akhir

(4)

commit to user

iv

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan kepada Papa, Mama, dan Kakak tercinta

(5)

commit to user

v

MOTTO

”Lakukanlah apa yang bisa kamu lakukan kelak kamu akan bisa melakukan

(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyusun dan

menyelesaikan Tugas Akhir ini guna memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar

Sarjana Seni Rupa Jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Dalam pemyusunan Tugas Akhir ini tentunya tidak lepas dari bimbingan,

bantuan, dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Drs. Sudarno, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Edi Wahyono Hardjanto, M.Sn., selaku Ketua Jurusan Desain Komunikasi

Visual.

3. Arief Iman Santoso, S.Sn., selaku Penasehat Akademik.

4. Andreas Slamet Widodo, S.Sn., selaku Pembimbing I Tugas Akhir.

5. Rudy W. Herlambang, S.Sn., M.Sn., selaku Pembimbing II Tugas Akhir.

6. Seluruh Staf Pengajar Jurusan Desain Komunikasi Visual UNS yang telah

bersedia memberikan bekal ilmu dan bimbingan kuliah.

7. XS. Tjhie Tjay Ing yang telah bersedia meluangkan waktunya.

8. Sumartono Hadinoto yang telah bersedia meluangkan waktunya.

9. dr. Lo Siauw Ging yang telah bersedia meluangkan waktunya.

10.WS. Adjie Chandra yang telah bersedia meluangkan waktunya.

11.Retno Tan yang telah bersedia meluangkan waktunya.

12.Goei Ping Liang yang telah bersedia meluangkan waktunya.

13.Christina Xie yang telah bersedia meluangkan waktunya.

(7)

commit to user

vii

15.dr. Hermansyah yang telah bersedia meluangkan waktunya.

16.Nora Kustantina Dewi yang telah bersedia meluangkan waktunya.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu segala saran dan kritik sangat diharapkan penulis demi perbaikan di masa

yang akan datang.

Semoga Tugas Akhir ini dapat berguna sebagai penambah pengetahuan bagi

pembaca.

Surakarta, Oktober 2010

Penulis

(8)

commit to user

(9)

commit to user

ix

B. Sejarah Tionghoa di Indonesia...………..……….23

C. Sejarah Tionghoa di Surakarta...26

1. Pembauran...………...27

BAB III IDENTIFIKASI DATA...……….30 A. Objek Karya...………30

(10)

commit to user

E. Pemilihan Media dan Media Placement...53

F. Prediksi Biaya………54

BAB V VISUALISASI KARYA.……….59

A. Perancangan Buku Profil Warga Keturunan Tionghoa di Surakarta…….59

(11)

commit to user

xi

i. Pin………..89

j. Spanduk……….90

BAB VI PENUTUP………..91

1. Kesimpulan………91

2. Saran………...92

LAMPIRAN

(12)

commit to user

Andreas Slamet W, S.Sn.² Rudy W. Herlambang, S.Sn., M.Sn.³

ABSTRAKS

Dyas Mashita Novkisari. 2010. Tugas Akhir ini berjudul Profil Warga Keturunan Tionghoa Di Surakarta Melalui Media Fotografi. Adapun permasalahan yang dikaji adalah bagaimana merancang sebuah komunikasi yang bersifat persuasif dalam buku profil warga keturunan Tionghoa di Surakarta melalui media fotografi. Tujuan utama perancangan buku fotografi ini ialah untuk memberikan informasi kepada masyarakat atau audience tentang profil warga keturunan Tionghoa di Surakarta dan mengajak masyarakat atau audience mengapresiasi dan menghargai jasa-jasa mereka. Dengan harapan dapat mensosialisasikan profil warga keturunan Tionghoa melalui buku. Untuk itu diperlukan teknis fotografi dan tata letak isi buku yang sesuai sasaran untuk dapat menimbulkan portraiture yang simpel namun menarik. Promosi yang akan digunakan bersifat informatif sekaligus persuasif agar dapat menarik minat masyarakat untuk membeli Buku Profil Warga Keturunan Tionghoa Dalam Di Surakarta tersebut.

____________________________

¹ Mahasiswa Jurusan Desain Komuniukasi Visual. Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS dengan NIM. C0706018 ² Dosen Pembimbing I

(13)

commit to user

xiii

The Profiles of The Chinese People’s Descendants

In Surakarta

Through Photographic Medium

Dyas Mashita Novkisari¹

Andreas Slamet W, S.Sn.² Rudy W. Herlambang, S.Sn., M.Sn.³

ABSTRACTS

Dyas Mashita Novkisari. 2010. This final project entitled The Profiles of The Chinese People’s Descendants In Surakarta Through Photographic Medium. The studied problem is how to design a persuasive communication in the book of the profiles of the Chinese people’s descendants in surakarta through photographic medium. The main purpose of the design of this photography book is to inform to people or audience about the profiles of the Chinese people descendants in Surakarta and ask the people or audience to appreciate and respect their merits. With the hope to promote the profiles of the chinese people’s descendants through books. It required technical photography and layout of content appropriate for the target to create a simple but interesting portraiture. Promotions that will be used for informative as well as persuasive to attract people to buy the book of The Profiles of The Chinese People’s Descendants In Surakarta.

____________________________

¹ Student of Visual Communication Design Department. Faculty of Literature and the Arts UNS with NIM. C0706018

² Guide Lecture I

(14)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Apabila dilihat dari sejarahnya, sangat terlihat jelas adanya jiwa dagang yang

sudah mendarah daging di orang Tionghoa dan keturunannya. Bahkan sampai

sekarang, masih melekat di benak masyarakat bahwa berdagang merupakan identitas

dari orang keturunan Tionghoa di Indonesia, khususnya di Surakarta.

Namun seiring dengan berkembangnya pendidikan, mulai berubah pula pola

pikir orang-orang, termasuk orang keturunan Tionghoa. Mereka yang berpikir idealis

mencoba keluar dari wilayah ekonomi. Sebagian dari mereka mungkin memang ada

yang gagal, lalu kembali ke bisnis orangtua mereka. Namun, banyak juga yang

berhasil berprofesi di luar wilayah ekonomi. Bahkan mereka turut mengisi

pembangunan di Indonesia, tepatnya di Surakarta.

Maka dari itu, dilakukan penelitian terhadap 9 orang keturunan Tionghoa yang

berprofesi di luar wilayah ekonomi dan perdagangan. Dari Haksu Tjhie Tjay Ing,

seorang Penerjemah Kitab Suci agama Kong Hu Chu dan Mantan Kepala Sekolah SD

Confucius yang sekarang bernama Tripusaka, sampai dr. Hermansyah, seorang

muslim keturunan Tionghoa yang berprofesi sebagai dokter umum. Kesembilan

profesi ini adalah sebagian kecil dari profesi-profesi di luar wilayah ekonomi dan

perdagangan yang diharapkan dapat mewakili sisi lain yang unik dari masyarakat

beretnis Tionghoa di Solo.

Sembilan orang keturunan Tionghoa ini memiliki beberapa persamaan yang

(15)

commit to user

Indonesia, bergaul erat dengan orang Indonesia, aktif dalam berbagai kegiatan di

Indonesia, menganggap dirinya sebagai orang Indonesia, dan diterima sebagai

anggota masyarakat Indonesia, atau sekurang-kurangnya oleh kelompoknya.

Maka dari itu, melalui kampanye ini akan lebih mengenalkan kepada

masyarakat peran-peran masyarakat etnis Tionghoa yang turut berperan dalam

pembangunan di Surakarta.

Latar belakang ide penciptaan penulis membuat karya ini karena penulis

dikelilingi cukup banyak teman dan kerabat yang beretnis Tionghoa. Kebanyakan dari

orangtua mereka adalah pedagang. Bahkan, kelak mereka akan diwariskan

bisnis-bisnis orangtua mereka. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian terhadap

orang-orang keturunan Tionghoa yang berprofesi di luar wilayah ekonomi dan

perdagangan.

Dengan latar belakang di atas maka penulis memilih judul “PROFIL WARGA KETURUNAN TIONGHOA DI SURAKARTA MELALUI MEDIA FOTOGRAFI” .

B. Perumusan Masalah

Dari uraian yang telah disampaikan di atas, perlu diupayakan penyelesaian

dengan adanya permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana merancang sebuah komunikasi yang bersifat persuasif dalam profil

warga keturunan Tionghoa di Surakarta melalui media fotografi?

2. Bagaimana gaya atau style fotografi yang berdasar pada konsep kampanye ini?

3. Bagaimana memilih media yang efektif dan efisien untuk mempromosikan Profil

(16)

commit to user

C. Tujuan Perancangan

Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat diketahui tujuan perancangan

promosi sebagi berikut :

1. Merancang sebuah komunikasi yang bersifat persuasif dalam profil warga

keturunan Tionghoa di Surakarta melalui media fotografi.

2. Menggunakan gaya atau style fotografi yang glamour, namun tidak terlalu

melibatkan teknik yang canggih, dan survei lokasi, sehingga menimbulkan

portraiture yang simpel namun menarik.

3. Merancang materi desain komunikasi visual yang menarik dan komunikatif untuk

mempromosikan Profil Warga Keturunan Tionghoa Di Surakarta.

D. Target Market

1. Target Market

Supaya promosi berjalan efektif dan efisien perlu direncanakan suatu segmentasi

pasar atau target audience yang menjadi sasaran produk atau jasa, dalam hal ini

objek target sasaran dalam perancangan Profil Warga Keturunan Tionghoa Di

Surakarta meliputi :

a. Geografis

Kota Surakarta

b. Demografis

Target market menurut demografi adalah :

1) Umur : 20 – 80 tahun

(17)

commit to user

3) Pendidikan : semua latar belakang pendidikan

2. Target Audience

Menurut psikografi meliputi :

Orang- orang yang mempunyai rasa ingin tahu yang terkait dengan peran orang

keturunan Tionghoa di Surakarta.

E.Target Karya / Target Visual

Untuk mendukung agar target audience dan target market berjalan sesuai dengan

yang diinginkan perlu adanya suatu perancangan media. Perancangan media yang

digunakan adalah Media Lini Bawah atau Below The Line. Media tersebut meliputi :

1. Buku Profil Warga Keturunan Tionghoa Di Surakarta

2. 15 (lima belas) karya fotografi dengan ukuran 20R baik berwarna maupun hitam

putih

Untuk Media Lini Atas atau Above The Line, media yang digunakan adalah :

9. Iklan Koran, misalnya Jawa Pos

(18)

commit to user

Dalam perancangan media ini, Penulis mengambil Media Lini Bawah dan Media

Lini Atas karena dianggap lebih efektif, untuk Poster akan dipasang di berbagai

tempat seperti di kampus, toko buku. Spanduk, Poster, dan X-Banner akan diletakkan

di depan toko buku yang akan menjual buku ini, dengan tujuan agar para pengunjung

toko buku bisa tahu bahwa telah terbit buku yang penulis buat. Pin dan pembatas

buku merupakan bonus pada setiap pembelian buku ini. Sedangkan kaos merupakan

bonus untuk 100 orang pembeli pertama pada saat buku ini pertama kali diterbitkan.

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitiannya menggunakan metode Deskriptif. Maksudnya, data yang

dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu

disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua metode

yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah

diteliti.

Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk

memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari

naskah wawancara, catatan lapangan, videotape, dokumen pribadi, catatan atau

memo, dan dokumen resmi lainnya. Pada penulisan laporan demikian, peneliti

menganilisis data yang sangat kaya tersebut dan sejauh mungkin dalam bentuk

aslinya. Hal itu hendaknya dilakukan seperti orang merajut sehingga setiap bagian

ditelaah satu demi satu. Pertanyaan dengan kata tanya mengapa, alasan apa, dan

(19)

commit to user

demikian, peneliti tidak akan memandang bahwa sesuatu itu sudah memang

demikian keadaannya.

2. Lokasi Penelitian

Merupakan tempat di mana penelitian dilakukan. Lokasi penelitiannya yaitu di

tempat mereka, para etnis Tionghoa di Solo, bekerja.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan tiga macam teknik pengumpulan data, yaitu :

a. Informan

Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab kepada orang yang

dianggap paling mengetahui dalam kasus yang tengah diangkat ini.

b. In Depth Interview

Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara bertanya langsung atau

wawancara kepada responden secara mendalam.

c. Content Analysis

Yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan literatur-literatur yang

(20)

commit to user

7

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Fotografi

1. Sejarah dan Pengertian Fotografi

Sejarah fotografi saat ini, berhutang banyak pada beberapa nama yang

memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi perkembangan fotografi sampai era

digital sekarang. Kita mencatat nama Ibn Al-Haitham, seorang pelajar berkebangsaan

Arab yang menulis bahwa citra dapat dibentuk dari cahaya yang melewati sebuah

lubang kecil pada tahun 1000 M. Kurang lebih 400 tahun kemudian, Leonardo da

Vinci, juga menulis mengenai fenomena yang sama. Namun Battista Delta Porta, juga

menulis hal tersebut, sehingga kemungkinannya dia yang dianggap sebagai penemu

prinsip kerja kamera melalui bukunya, Camera Obscura.

Awal abad 17, Ilmuwan Italia, Angelo Sala menemukan bahwa bila serbuk perak

nitrat dikenai cahaya, warnanya akan berubah menjadi hitam. Bahkan saat itu, dengan

komponen kimia tersebut, ia telah berhasil merekam gambar-gambar yang tak

bertahan lama. Hanya saja masalah yang dihadapinya adalah menyelesaikan proses

kimia setelah gambar-gambar itu terekam sehingga permanen. Pada 1727, Johann

Heinrich Schuize, profesor farmasi dari Universitas di Jerman, juga menemukan hal

yang sama pada percobaan yang tak berhubungan dengan fotografi. Ia memastikan

bahwa komponen perak nitrat menjadi hitam karena cahaya dan bukan oleh panas.

Sekitar tahun 1800, Thomas Wedgwood, seorang Inggris, bereksperimen untuk

merekam gambar positif dari citra yang telah melalui lensa pada kamera obscura yang

(21)

commit to user

berkonsentrasi sebagaimana juga Schuize, membuat gambar-gambar negatif, pada

kulit atau kertas putih yang telah disaputi komponen perak dan menggunakan cahaya

matahari sebagai penyinaran.

Tahun 1824, setelah melalui berbagai proses penyempurnaan oleh berbagai orang

dengan berbagai jenis pekerjaan dari berbagai negara. Akhirnya pria Perancis

bernama Joseph Nieephore Niepce, seorang lithograf berhasil membuat gambar

permanen pertama yang dapat disebut FOTO dengan tidak menggunakan kamera,

melalui proses yang disebutnya Heliogravure atau proses kerjanya mirip lithograf

dengan menggunakan sejenis aspal yang disebutnya Bitumen of judea, sebagai bahan

kimia dasarnya. Kemudian dicobanya menggunakan kamera, namun ada sumber yang

menyebutkan Niepce sebagai orang pertama yang menggunakan lensa pada camera

obscura. Pada masa itu lazimnya camera obscura hanya berlubang kecil, juga bahan

kimia lainnya, tapi hasilnya tidak memuaskan.

Agustus 1827, Setelah saling menyurati beberapa waktu sebelumnya, Niepce

berjumpa dengan Louis Daguerre, pria Perancis dengan beragam ketetrampilan tapi

dikenal sebagai pelukis. Mereka merencanakan kerjasama untuk menghasilkan foto

melalui penggunaan kamera. Tahun 1829, Niepce secara resmi bekerja sama dengan

Daguerre, tetapi Niepce meninggal dunia pada tahun 1833. Dan tanggal 7 Januari

1839, dengan bantuan seorang ilmuwan untuk memaparkan secara ilmiah, Daguerre

mengumumkan hasil penelitian. Penelitiannya selama ini kepada Akademi Ilmu

Pengetahuan Perancis. Hasil kerjanya yang berupa foto-foto yang permanen itu

disebut DAGUERRETYPE, yang tak dapat diperbanyak atau reprint atau repro. Saat

itu Daguerre telah memiliki foto studio komersil dan Daguerretype tertua yang masih

(22)

commit to user

Tanggal 25 Januari 1839, William Henry Fox Talbot, seorang ilmuwan Inggris,

memaparkan hasil penemuannya berupa proses fotografi modern kepada Institut

Kerajaan Inggris. Berbeda dengan Daguerre, ia menemukan sistem negatif-positif

dengan bahan dasar: perak nitrat, di atas kertas. Walau telah menggunakan kamera,

sistem itu masih sederhana seperti apa yang sekarang kita istilahkan sebagai

Contactprint atau print yang dibuat tanpa pembesaran atau pengecilan dan dapat

diperbanyak.

Juni 1840, Talbot memperkenalkan Calotype, perbaikan dari sistem sebelumnya,

juga menghasilkan negatif di atas kertas. Dan pada Oktober 1847. Abel Niepce de St

Victor, keponakan Niepce, memperkenalkan pengunaan kaca sebagai base negatif

menggantikan kertas. Pada Januari 1850. Seorang ahli kimia Inggris, Robert

Bingham, memperkenalkan penggunaan Collodion sebagai emulsi foto, yang saat itu

cukup populer dengan sebutan WET-PLATE Fotografi.

Setelah berbagai perkembangan dan penyempurnaan, penggunaan roll film mulai

dikenal. Juni 1888, George Eastman, seorang Amerika, menciptakan revolusi

fotografi dunia hasil penelitiannya sejak 1877. Ia menjual produk baru dengan merek

KODAK berupa sebuah kamera box kecil dan ringan, yang telah berisi roll film

dengan bahan kimia Perak Bromida untuk 100 exposure. Bila seluruh film digunakan,

kamera yang berisi film dikirim ke perusahaan Eastman untuk diproses. Setelah itu

kamera dikirimkan kembali dan telah berisi roll film yang baru. Berbeda dengan

kamera masa itu yang besar dan kurang praktis, produk baru tersebut memungkinkan

siapa saja dapat memotret dengan leluasa. Hingga kini perkembangan fotografi terus

mengalami perkembangan dan berevolusi menjadi film-film digital yang mutakhir

tanpa menggunakan roll film. Itulah perkembangan dunia fotografi hingga masuk era

(23)

commit to user

Kata photography sendiri berasal dari kata photo yang berarti cahaya dan graph

yang berarti gambar. Jadi photography bisa diartikan menggambar atau melukis

dengan cahaya. Dan dalam kamus besar bahasa Indonesia, Fotografi adalah suatu

teknik pencetakan dengan cahaya pada film atau media lain yang dipekakan.

Berdasarkan data-data, penulis mendapat beberapa pengertian yang memberikan

pandangan tentang fotografi dan membantu penulis untuk lebih memahami fotografi.

( Edi Sudadi, 2000. Surakarta : UNS Press )

2. Jenis-Jenis fotografi

Fotografi yang ada saat ini, kalau diamati lebih seksama sebenarnya memiliki

perbedaan antar satu sama lain. Fotografi dapat dibedakan berdasarkan objek, teknik

dan tujuannya.

Karya foto secara umum bisa dikategorikan menjadi enam golongan: deskriptif,

eksplanatif, interpretatif, evaluatif etis, evaluatif estetik, dan teoretis.

a. Foto deskriptif.

Adalah foto yang mencoba merekam atau mereproduksi subject matter secara

apa adanya. Misalnya, foto-foto yang dibuat untuk keperluan dokumentasi, riset,

mata-mata, atau yang paling umum paspor atau KTP. Foto-foto semacam ini

biasanya tidak mengandung muatan interpretatif maupun evaluatif, alias

straight, polos dan apa adanya. Pas foto untuk KTP, misalnya, tidak akan dibuat

sedemikian rupa untuk memunculkan kepribadian subjek. Yang penting, foto

mirip dengan si empunya foto dan orang bisa mencocokkan subjek dengan

(24)

commit to user

saja: fokus tidak fokus, tajam tidak tajam, pas atau tidak eksposure dan

pencahayaannya, dan sebagainya.

b. Foto Eksplanatif.

Sebenarnya tidak banyak beda dengan foto deskriptif. Sesuai namanya, foto

eksplanatif adalah foto yang dibuat dengan tujuan untuk menjelaskan atau

memaparkan. Misalnya, foto kedokteran olahraga yang dibuat untuk

menjelaskan kerja kinetik otot manusia atau foto-foto yang mengabadikan

kegiatan manusia dalam konteks sosial dan budayanya untuk keperluan riset

sosiologi atau visual sociology dan antropologi atau visual anthropology, atau

reportase jurnalistik. Foto-foto jenis ini biasanya dibuat untuk

merepresentasikan subject matter dalam konteks ruang dan waktu tertentu.

Foto-foto semacam ini biasanya bersifat objektif atau melaporkan subjek

sebagaimana adanya dan kebenaran isinya dapat diverifikasi dengan prosedur

ilmiah investigatif. Dari segi wujud, foto semacam ini biasanya diambil dengan

sudut bidik yang menempatkan subjek dalam konteksnya dan secara teknis

dibuat untuk menonjolkan detil dengan tonalitas dan kontras yang seimbang.

c. Foto Interpretatif.

Juga dibuat untuk menjelaskan subject matter. Namun demikian, foto jenis ini

tidak mengutamakan kebenaran isi sebagimana halnya dengan foto eksplanatif.

Foto ini mengutamakan muatan yang bersifat fiktif, personal dan subjektif

layaknya sebuah puisi atau karya fiksi lain. Meskipun mengandung muatan

eksplanatif, foto-foto semacam ini tidak harus logis, bahkan kadang-kadang

(25)

Foto-commit to user

foto seperti ini biasanya dramatis, stilistik, dan mengutamakan kesempurnaan

bentuk dan wujud visual. Foto-foto semacam ini tidak tidak bisa diuji kebenaran

isinya sebagimana foto-foto eksplanatif. Namun demikian tidak berarti bahwa

foto-foto semacam ini tidak memiliki truth value atau nilai kebenaran.

Sebagaimana halnya cerpen atau novel, karya foto interpretatif

merepresentasikan dunia faktual dengan caranya sendiri. Melaui keindahan

puitis komposisi visual foto jenis ini, kita belajar mengapresiasi nilai-nilai

keindahan yang terkandung dalam benda dan peristiwa yang terjadi di sekitar

kita.

d. Foto Evaluatif Etis

Mengandung seluruh aspek yang ada dalam ketiga jenis foto di atas. Yang

membedakan jenis foto ini dari ketiga jenis foto sebelumnya adalah muatan

moral atau politisnya. Foto evaluatif etis mengutamakan timbangan aspek-aspek

sosial: apa yang seharusnya terjadi atau tidak terjadi. Foto anak-anak jalanan,

misalnya, bisa jadi hanya sebuah foto eksplanatif yang mereportasekan adanya

fenomena sosial ini. Namun foto dengan subject matter yang sama bisa berubah

statusnya menjadi foto evaluatif etis manakala foto itu tidak hanya melaporkan

keberadaan anak-anak jalanan tapi juga mampu menyentuh perasaan dan

menggerakkan kita untuk berbuat sesuatu guna mengatasi masalah sosial ini.

Foto-foto jenis ini tidak harus selalu "sempurna" secara teknis, karena yang

ditonjolkan adalah "muatannya". Foto-foto propaganda politik dan iklan yang

mencoba mangambil emosi, sentimen dan perasaan kita bisa juga dimasukkan

(26)

commit to user

e. Foto Evaluatif Estetik.

Memiliki ciri yang sama dengan foto evaluatif etis. Hanya saja, alih-alih muatan

moral dan politis, foto evaluatif estetik menonjolkan aspek estetika yang oleh

sang fotografer dianggap pantas diamati dan direnungkan. Foto-foto jenis ini

biasanya menakjubkan. Subject matternya hampir tak terbatas, seperti foto bugil

atau nude, pemandangan alam, still life, dan sebagainya. Inilah jenis foto yang

umumnya kita pahami sebagai art photo atau foto salon: foto-foto indah yang

difoto dengan indah. Sama dengan foto interpretatif, foto jenis ini biasanya

bersifat poetik, dan truth value sering tidak kasat mata. Artinya, kalau seorang

fotografer menganggap bahwa pepohonan harus berwarna biru untuk membawa

pesan emotif poetiknya, maka warna biru ini tidak bisa dikritik sebagai "tidak

natural," karena yang ditonjolkan oleh foto jenis ini adalah aspek poetiknya.

f. Foto Teoretis.

Mungkin dalam istilah lainya bisa disebut sebagi metaphotography, yaitu foto

yang mengomentari isu-isu seni dan penciptaan karya seni, politik seni,

modalitas representasi, dan isu-isu teoretis lain tentang fotografi dan pemotretan.

Mungkin bisa dikatakan bahwa foto jenis ini adalah foto tentang foto atau kritik

seni termasuk di dalamnya seni foto yang dinyatakan dalam bentuk visual

dengan medium fotografi, misalnya foto tentang bagaimana perempuan,

kegiatan fotografer, dunia perwayangan, komedi Srimulat, atau film-film India

(27)

commit to user

Selain dari jenis fotografi di atas, fotografi juga dapat dikategorikan berdasarkan

objek fotonya, seperti:

a. Abstrak.

Foto-foto objek yang mengutamakan keindahan komposisi, permainan bentuk

dan warna, elemen-elemen grafis dan tekstur.

b. Arsitektur.

Foto-foto yang menampilkan kecantikan bangunan buatan manusia, seperti

gedung dan jembatan.

c. Budaya.

Objek foto berupa tampilan budaya tradisional, kontemporer, dan modern,

seperti tari-tarian, festival budaya tradisional dan tradisi lokal.

d. Olah Digital.

Karya-karya yang merupakan hasil olah digital, kolase foto, dan teknik-teknik

digital lain. Lihat penjelasan lengkap di sini.

e. Fashion.

Foto-foto busana yang dirancang khusus dan dikenakan oleh model foto, bisa

berupa foto di catwalk, studio atau lokasi khusus, dan berbeda dengan kategori

Model yang tidak menonjolkan unsur-unsur detil busana.

f. Humor.

Foto-foto yang mengandung unsur humor.

g. Interior.

Objek utama adalah interior ruangan, dan berbeda dengan kategori Arsitektur

(28)

commit to user

h. Jurnalistik.

Foto-foto yang dihasilkan oleh jurnalis foto dalam melakukan tugasnya, dan

non-jurnalis foto yang merekam peristiwa-peristiwa.

i. Komersial.

Foto-foto yang dibuat untuk kepentingan komersial.

j. Landscape.

Foto-foto yang objeknya adalah pemandangan alam yang unsur utamanya

berupa unsur-unsur tak hidup seperti tanah, air, langit atau kombinasi ketiganya,

dan berbeda dengan kategori Nature yang menonjolkan objek-objek berupa

makhluk hidup.

k. Lubang Jarum.

Foto-foto yang dibuat dengan kamera lubang jarum alias pinhole camera.

l. Makro.

Foto-foto benda kecil yang ditampilkan dengan perbesaran 1:2 atau lebih.

m. Manusia.

Bahasa bakunya adalah foto human interest, objek utamanya berupa manusia

secara individual dan kelompok, yang utamanya ditujukan untuk menampilkan

mood dari objek foto.

n. Model.

Foto-foto yang menampilkan model foto, tanpa penekanan pada unsur fashion.

o. Nature.

Segala fenomena alam, satwa liar hidup di habitat aslinya serta tumbuh-

tumbuhan liar yang hidup di habitat alaminya. Kehadiran manusia atau segala

bentuk hasil karya budaya manusia tidak boleh tampak dalam foto. Demikian

(29)

commit to user

yang berupa tumbuhan hibrida, ditanam manusia dan diawetkan tidak termasuk

dalam fotografi nature. Fenomena geologi dan foto serangga termasuk dalam

kategori ini. Nilai penuturan sebuah cerita lebih ditekankan daripada sekedar

nilai piktorial. Manipulasi foto hanya diperkenankan sebatas menusir kotoran

dan tidak merubah foto aslinya. Manipulasi lebih daripada itu tidak

diperkenankan dalam bentuk apapun.

p. Olahraga.

Foto-foto event olahraga.

q. Panggung.

Foto-foto pertunjukan di panggung, seperti konser musik, pentas showbiz,

pertunjukan tari dan pentas teater.

r. Pedesaan.

Foto-foto yang menampilkan kehidupan pedesaan, seperti interaksi masyarakat,

suasana dan dinamika kehidupan.

s. Perkotaan.

Foto-foto yang menampilkan kehidupan perkotaan, seperti interaksi masyarakat,

suasana dan dinamika kehidupan.

t. Pets atau binatang peliharaan.

Foto-foto binatang peliharaan.

u. Potret.

Foto-foto dengan obyek manusia, baik secara individual maupun kelompok,

dengan bergaya portrait yang menonjolkan unsur personaliti objek foto.

v. Satwa.

Foto-foto hewan yang masih hidup di habitat alaminya, atau yang hidup di

(30)

commit to user

taman safari. Berbeda dengan kategori Pets yang objeknya berupa hewan

peliharaan yang sudah jinak.

w. Snapshot.

Foto-foto yang dihasilkan tanpa perencanaan, perlengkapan atau teknik khusus,

bisa berupa foto candid.

x. Still Life.

Foto-foto benda tidak bergerak yang diatur atau dibuat secara khusus untuk

membentuk komposisi yang indah. Foto-foto karya seni, detil mesin, dan patung

termasuk dalam kategori ini.

y. Stock Photo.

Foto-foto yang dibuat secara khusus untuk kepentingan Stock Photography,

yang lazimnya dipakai sebagai foto ilustrasi.

z. Transportasi.

Foto-foto model transportasi, baik darat, laut maupun udara, bisa berupa

pesawat terbang, kereta api, perahu, kapal, bis dan truk.

aa. Wisata.

Foto wisata atau photo travel harus menunjukkan perasaan terhadap waktu dan

tempat, citra sebuah daerah, penduduknya, atau suatu budaya dalam situasi

aslinya, dan tidak ada batasan geografis. Ultra close-up yang kehilangan

identitas asli, foto studio, atau manipulasi fotografi yang merubah penampakan

situasi sebenarnya atau merubah isi foto tidak masuk dalam photo travel.

Selain itu, juga terdapat kategori foto yang tidak termasuk ke 28 kategori di

atas. Seperti kategori foto bawah air, yaitu foto-foto yang diambil di bawah air

dengan menggunakan kamera khusus atau dengan kamera konvensional dengan

(31)

commit to user

3. Fotografi Potret

Salah satu mitologi Yunani berkisah tentang seorang pemuda tampan bernama

Narcissus yang secara kebetulan melihat refleksi dirinya di permukaan air danau

sebagaimana bayangan pada cermin. Ia jatuh cinta terhadap ’sosok’ refleksi dirinya

dan akhirnya rela mati tenggelam dengan terjun ke dalam danau demi cintanya pada

sosok representasi bayangannya sendiri. Di tempat dia tenggelam tumbuh bunga

sejenis teratai yang diberi nama bunga Narcissus atau Amaryllis. Kisah ini diyakini

secara universal bermuatan makna-makna tertentu. Selain makna filosofis moral yang

terkandung di dalamnya, kisah itu dapat dikaitkan dengan ranah fotografi dalam

konteks bahwa manusia mempersepsi dirinya dan menyukai refleksi dirinya yang

secara kebetulan media fotografi berhasil mengabadikan bayangan di cermin tersebut

dalam bentuk genre karya fotografi potret. Suatu proses dan hasil rekaman visual diri

sendiri dan ’diri-diri’ manusia yang lainnya.

Dalam konteks yang lain hal tersebut berkaitan erat dengan apa yang

dikatakan oleh Barbara & John Upton bahwa: ”People wanted portraits.” yang

mengindikasikan bahwa semua orang ingin dan suka potret atau gemar dipotret.

Sampai-sampai si pemotretnya sendiri ingin juga terabadikan dalam bingkai

potret-potret diri atau self-portrait. Sehingga sering juga dikatakan bahwa kita semua adalah

para narcisst-pengikut Narcissus yang menyukai representasi wajah atau tampilan diri

sebagaimana yang sering dilakukan pada waktu harus mematut diri atau melirik ke

arah ’cermin’ baik secara formal maupun dengan sekilas memperhatikan pantulan diri

yang terrefleksi pada benda-benda di sekitar kita. Pada awal-awal ditemukannya

(32)

commit to user

yang sedang ’in’ di zamannya, hampir setiap orang seperti mengalami ’kegilaan’ yang

berlebihan terhadap medium yang baru itu. Sebagaimana yang dinyatakan oleh

Charles Baudelaire, seorang filsuf atau sastrawan abad XIX dari Perancis, bahwa:

From that moment onwards, our loathsome dociety rushed, like Narcissus, to

contemplate its trivial image on a metallic plate. A form of lunacy, an

extraordinary fanaticism took hold of these new sun worshippers.

Bukti lainnya ialah ketika melihat hasil karya foto bersama atau pada foto

sekerumunan orang, manusia selalu berusaha mencari lebih dahulu wajahnya sendiri.

Hal ini merupakan sifat subjektivitas manusiawi karena ingin memuaskan rasa ’ingin

tahunya’ untuk melihat ’bentuk-tampil’ representasi kehadirannya pada waktu foto

tersebut terabadikan. Secara kejiwaan hal tersebut termasuk salah satu sifat

subjektivitas manusia yang selalu ingin mendahulukan interest pribadinya. Namun

sebelum melangkah lebih jauh kiranya perlu dicermati bersama secara lebih

mendalam tentang ’apa?’ dan ’bagaimana?’ medium fotografi potret sebagai salah

satu genre yang unik dalam wacana fotografi.

Secara etimologis, istilah ’POTRET’ atau ’potrek’ (Jawa) merupakan bentuk

alih bahasa dari kata benda ’portrait’ – portraiture (Inggris) yang berasal dari kata

portraire’ (Perancis) atau kata ’protahere’ (Latin), yang artinya ’gambar’ atau

PICTURE: especially a pictorial representation (as a painting) of a person usually

showing his face” (Webster New Collegiate Dictionary, 1981: p. 752). Sedangkan dalam The Columbia Encyclopedia disebutkan bahwa ’portrait’ adalah:

The likeness of a person either in painting or sculpture has been a favorite

art subject at all times...From the middle of the 19th century an increasingly

(33)

commit to user

Kesan kemiripan (likeness) imaji manusia telah banyak ditampilkan pada awalnya dalam bentuk seni lukis dan seni patung. Pada perkembangan selanjutnya mediumnya

berubah setelah ditemukannya fotografi sebagai alat perekam sekaligus mengabadikan

objek foto manusia sebagai subjek karya potret fotografi pada pertengahan abad XIX yang lalu.

Dari hal-hal tersebut maka dapat difahami bahwa fotografi potret merupakan

hasil representasi perekaman atau pengabadian ’likeness’ atau kemiripan jati diri figur

manusia dalam bentuk dwimatra atau gambar. Sebagaimana juga Mark Galer menyatakan bahwa potret fotografi adalah karya seni yang menampilkan manusia

sebagai subjek dalam bentuk imaji dua dimensi: ”Craft of representing a person in a

single still image...” Dalam hal ini aspek manusia sebagai ’subjek foto’ sangat

dominan sehingga bentuk implementasinya sangat terbatas hanya pada diri manusia

saja. Seandainya ada yang menggunakan benda atau binatang sebagai pbjek fotonya,

maka karya foto tersebut tidaklah bisa disebut sebagai karya fotografi potret. Bagi

seseorang yang mengatakan bahwa, ”Ini Terry...potret binatang kesayanganku.”

sambil menunjukkan foto anjingnya, maka apa yang dilakukannya adalah sekedar

upaya untuk ’memanusiakan’ atau to animate hewan piaraannya ke tataran status

manusia.

Seperti yang dinyatakan di atas bahwa tradisi penciptaan seni potret memiliki

sejarah yang panjang sejak sebelum ditemukannya fotografi pada abad XIX. Tradisi

tersebut tertampilkan dalam bentuk seni lukis potret, patung, dan seni grafis. Seni

potret merupakan medium yang banyak digemari sejak zaman Mesir kuno sampai

(34)

commit to user

4. Komposisi Dalam Fotografi.

Komposisi dalam fotografi adalah suatu susunan dari lambang-lambang

fotografi yang dibentuk dari unsur-unsur gambar yang meliputi : cahaya, kontras,

tekstur, ruang ketajaman, gerakan, dan garis yang diatur dalam suatu format. (Prof.

Dr. R. M Soelarko, 1999 ).

Komposisi yang akan disampaikan kepada audience, merupakan media yang

sangat penting. Komposisi ini tak lepas dari teknik penyajian dan pengolahan gambar.

Dan lebih dari itu komposisi memerlukan tinjauan kepekaan rasa atau artistic feeling.

a. Cahaya

Cahaya merupakan faktor penting dalam fotografi. Dan perlu diperhatikan

oleh fotografer dalam proses pengolahan gambar. Hal ini disebabkan

karena cahaya memiliki beberapa ciri yang berbeda dalam menampilkan

perbedaan bentuk sebagai alternatif dalam menciptakan pengaruh yang

khas. Cahaya memiliki ciri dasar yang penting,

yaitu :

1) Kecerahan cahaya, adalah ukuran kuatnya cahaya. Kekuatan inilah

yang menentukan lamanya penyinaran dan mempengaruhi kesan pada

gambar.

2) Warna cahaya ini sangat penting, karena pengaruhnya terhadap

pengungkapan warna pada transparasi film berwarna.

Fungsi cahaya :

1) Melambangkan isi dan kedalaman. Disini cahaya mampu menciptakan

(35)

commit to user

2) Menentukan suasana gambar. Pada gambar yang mengandung

perasaan, cahaya diperlukan sebagai saran untuk mengungkapkan

perasaan.

3) Cahaya menciptakan pola pada warna hitam putih atau Black and

White.

b. Warna

Warna adalah gejala psikofisik yang dipengaruhi oleh cahaya. Warna dari

suatu benda tidak akan terlihat bila tidak ada cahaya yang meneranginya.

Dalam fotografi campuran dalam warna cahaya merupakan penjelas

keadaan temperatur warna, kelvin. Cara pengungkapan warna yang baik :

1) Diungkapkan sesuai dengan alam, seperti : cahaya putih pada siang

hari.

2) Diungkapkan seperti warna objeknya saat gambar dibuat.

3) Pengungkapan warna dapat baik walaupun warna objeknya nyata

dicemarkan.

c. Kontras

Kontras adalah perbedaan yang sangat besar dari satu nada dengan nada

yang lain. Kontras ini dapat dikurangi dengan menempatkan nada-nada

tengah atau halftone. Pengaturan kontras dilakukan sesuai dengan

kebutuhan. Adapun pengaturan kontras itu dapat dilakukan dengan cara :

1) Mempengaruhi kontras objeknya dengan teknik pencahayaan.

2) Memilih jenis film, kontras atau lembut.

3) Mempengaruhi pada saat pengembangan proses pencetakan foto.

(36)

commit to user

d. Ruang ketajaman atau Depth of Field

Adalah daerah diantara depan dan belakang objek yang masih terekam

tajam. Fungsi ruang ketajaman ini adalah mengaburkan hal yang tidak

perlu dan menonjolkan hal yang dianggap perlu.

Mengenai jarak ruang ketajaman ini bisa dicapai melalui :

1) Jarak pemotretan. Semakin jauh jarak objek maka ruang ketajaman

semakin luas, begitu sebaliknya jika objek semakin dekat maka jarak

ruang ketajaman semakin sempit.

2) Kecepatan sedang. Objek bisa dikenali walau dalam keadaan diam.

3) Kecepatan tinggi. Objek nampak buram, bahkan tidak terlihat.

B. Sejarah Tionghoa di Indonesia

Waktu itu belum ada negara yang disebut Indonesia, atau Malaysia, atau

Singapura. Tiga negara itu masih jadi satu kesatuan wilayah ekonomi dan budaya.

Kalau ada orang dari Tiongkok yang mau merantau ke wilayah itu, apa istilahnya?

Tentu tidak ada istilah "mau pergi ke Indonesia". Atau "mau pergi ke Malaysia".

Mereka menyebutkan dengan satu istilah dalam bahasa Mandarin: xia nan yang.

Artinya kurang lebih, turun ke laut selatan.

Wilayah yang disebut "nan yang" itu bukan satu kesatuan dan bukan pula satu

tempat tertentu. Kalau ditanya xia nan yang-nya ke mana? Barulah ditunjuk satu

nama tempat yang lebih spesifik. Misalnya, akan ke Ji Gang, maksudnya Palembang.

Mereka tidak tahu nama Palembang, tapi nama Ji Gang terkenalnya bukan main.

(37)

commit to user

Cheng He atau Cheng Ho. Ji Gang artinya pelabuhan besar memang jadi tempat

tujuan utama siapa pun yang xia nan yang.

Kalau tidak ke Ji Gang, mereka memilih ke San Bao Long. Maksudnya:

Semarang. Atau ke San Guo Yang, maksudnya Singkawang. Atau ke Ye Chen,

maksudnya Jakarta. Atau Wan Long, maksudnya, Bandung. Mereka tidak tahu

nama-nama kota di wilayah nan yang seperti nama-nama yang dikenal sekarang. Semua kota dan

tempat yang mereka tuju bernama Mandarin.

Gelombang xia nan yang itu sudah terjadi entah berapa ratus tahun lalu,

bahkan ribu tahun lalu. Bahkan, tidak pernah diketahui mana nama yang digunakan

lebih dulu: Palembang atau Ji Gang. Pontianak atau Kun Tian. Surabaya atau Si Shui.

Banjarmasin atau Ma Chen. Migrasi itu berlangsung terus, sehingga ada orang

Tionghoa yang sudah ratusan tahun di wilayah nan yang, ada juga yang baru puluhan

tahun. Waktu kedatangan mereka yang tidak sama itulah salah satu yang membedakan

antara satu orang Tionghoa dan Tionghoa lainnya.

Maka, masyarakat Tionghoa di Indonesia pernah terbagi dalam tiga golongan

besar: totok, peranakan, dan hollands spreken. Yang tergolong totok adalah mereka

yang baru satu turunan di Indonesia, orang tuanya masih lahir di Tiongkok, atau dia

sendiri masih lahir di sana. Lalu ketika masih bayi diajak xia nan yang. Yang disebut

peranakan adalah yang sudah beberapa keturunan lahir di tanah yang kini bernama

Indonesia. Sedangkan yang hollands spreken adalah yang -di manapun lahirnya-

menggunakan bahasa Belanda, mengenakan jas dan dasi, kalau makan pakai sendok

dan garpu, dan ketika Imlek tidak mau menghias rumah dengan pernik-pernik yang

biasa dipergunakan oleh peranakan maupun totok.

Yang peranakan umumnya bekerja di sektor pertanian, perkebunan, dan

(38)

commit to user

mereka tinggal. Mereka menyekolahkan anaknya juga tidak harus di sekolah

Tionghoa.

Yang hollands spreken umumnya menjadi direktur dan manajer perusahaan

besar yang waktu itu semuanya memang milik Belanda. Atau jadi pengacara, notaris,

akuntan, dan profesi sejenis itu yang umumnya memang memerlukan keterampilan

bahasa Belanda. Ini karena mereka harus melayani keperluan dalam sistem hukum

yang berbahasa Belanda dengan aparatur yang juga orang Belanda.

Sedang yang totok, umumnya menjadi penjual jasa dan pedagang kelontong.

Lalu jadi pemilik bengkel kecil. Lama-kelamaan mereka inilah yang memiliki

pabrik-pabrik.

Karena kesulitan berbahasa (Belanda, Indonesia, maupun bahasa daerah)

golongan totok menjadi "tersingkir" dari pergaulan formal yang umumnya

menggunakan tiga bahasa itu.

Sebagai golongan yang terpinggirkan, orang totok harus bekerja amat keras

untuk bisa bertahan hidup. Pada mulanya mereka tidak bisa bekerja di pabrik karena

tidak "nyambung" dengan bahasa di pabrik. Mereka juga tidak bisa bertani karena

untuk bertani memerlukan hak atas tanah. Mereka hanya bisa berdagang kelontong

dari satu kampung ke kampung lain dan dari satu gang ke gang yang lain. Kalau toh

mencari uang dari pabrik, bukan secara langsung namun hanya bisa berjualan di luar

pagarnya: menunggu karyawan pabrik bubaran kerja.

Golongan peranakan lebih kaya, tapi status sosialnya masih kelas dua. Status

sosial tertinggi adalah golongan hollands spreken. Sedangkan status sosial terendah

adalah totok. Anak-anak golongan hollands spreken umumnya harus kawin dengan

yang hollands spreken. Yang peranakan dengan peranakan. Demikian pula yang totok

(39)

commit to user

kata-kata orang tua si hollands spreken. "Kalau kawin dengan peranakan, nanti kamu

makan pakai tangan."

Sedangkan orang totok biasa menghalangi anaknya kawin dengan hollands

spreken dengan kata-kata, "Kamu nanti jadi orang yang tidak tahu adat." Atau, "tidak

mau lagi menghormati leluhur."

Yang hollands spreken umumnya menyekolahkan anaknya di sekolah

berbahasa Belanda. Atau mengirim anak mereka ke Holland atau Jerman. Yang

peranakan mengirim anaknya ke sekolah terdekat, termasuk tidak masalah kalau harus

ke sekolah negeri. Yang totok menyekolahkan anaknya ke sekolah berbahasa

Tionghoa.

(http://ratualit.blogspot.com/2009/01/menengok-sejarah-etnis-tionghoa-di.html,selasa,27 Januari 2009, sumber:Jawapos.co.id)

C. Sejarah Tionghoa di Surakarta

Orang-orang Tionghoa diperkirakan sudah ada di Surakarta pada tahun 1746,

tidak lama setelah kota itu dijadikan sebagai Ibu Kota Kerajaan Dinasti Mataram atau

Keraton Surakarta oleh Paku Buwono II.’’ (Rustopo:Menjadi Jawa)

Jika benar rencana konservasi kampung pecinan untuk menggali nilai

heritage, lalu apa yang bisa digali dari kampung pecinan di Kelurahan Sudiroprajan,

Kecamatan Jebres, Kota Surakarta? Inilah mungkin pertanyaan yang menarik dan

harus diperhatikan benar sebelum Pemkot Surakarta merealisasikan rencana tersebut.

Dari berbagai kemungkinan yang akan muncul kemudian, rasanya konservasi

(40)

commit to user

Entah itu konservasi heritage yang menyangkut dengan persoalan tangible

atau pun juga untuk yang intangible. Pertanyaannya, dari mana sejarah itu harus

dilacak sedangkan untuk kehidupan kampung yang sekarang sudah sedemikian

berubah?

Sejarawan Sudarmono SU dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS)

pernah mengatakan, sejarah bisa terjejakkan dari mana saja. Bahkan ia pernah merasa

terkejut, ketika menemukan sejarah justru muncul lewat pendekatan seni pertunjukan.

Itu dia ketahui saat menyaksikan sebuah pertunjukan tari di sebuah kampung

pinggiran Bengawan Solo wilayah Kabupaten Karanganyar beberapa waktu lalu.

’’Itu luar biasa. Karena dari pendekatan tari ternyata bisa memunculkan sejarah yang

sudah terpendam ratusan tahun lamanya,’’ ujarnya, ketika itu.

Berkaca dari kasus tersebut, bisakah hal itu juga terjadi dalam rencana

konservasi kampung pecinan di wilayah Kelurahan Sudiroprajan? Mungkin saja

demikian. Namun mungkin juga tidaklah akan terlalu sulit.

Sebab untuk melacak sejarah masyarakat etnis Tionghoa di Kota Solo sudah

ada beberapa referensi yang layak untuk dijadikan pijakan. Salah satunya adalah buku

’’Menjadi Jawa’’ karya Prof Dr Rustopo, Guru Besar Institut Seni Indonesia (ISI)

Surakarta.

1. Pembauran

Pada mulanya, ketika hadir di Surakarta pada 1746 dalam perkembangannya

masyarakat etnis Tionghoa harus tunduk kepada peraturan pemerintah kolonial yang

diskriminatif. Masyarakat etnis tersebut ruang geraknya dibatasi dengan sistem surat

(41)

commit to user

Mereka dilarang memiliki tanah, sesuai UU Agraria 1870, bahkan tempat

tinggalnya dilokalisasi di sebuah wilayah yang dikenal dengan nama Balong.

’’Baru pada sekitar 1911, atas desakan organisasi atau gerakan nasionalis di

kalangan orang-orang etnis Tionghoa, pemerintah kolonial mengabulkan tuntutan

penghapusan wijkenstelsel dan passenstelsel,’’ tulis Rustopo.

Sejak itu permukiman masyarakat etnis Tionghoa tidak lagi mengelompok, tapi

menyebar ke lokasi yang lain.

Namun dalam perkembangannya juga, menariknya Kampung Balong masih

tetap bertahan sebagai perkampungan pecinan. Sebab mayoritas masyarakat yang

tinggal di sana, adalah masyarakat keturunan Tionghoa.

Sampai di sini, sudahkah persoalan sejarah itu akan mudah untuk dicari

jejaknya. Belum ternyata. Sebab ketika zaman terus berputar, terjadi fenomena yang

menarik.

Dalam perkembangannya yang bertahan hingga sekarang, terjadi pembauran

antara etnis Tionghoa dengan masyarakat pribumi.

Di antaranya dengan kawin silang. Menurut Rustopo, hal itu terjadi lantaran

masyarakat yang tinggal di Kampung Balong kebanyakan adalah kalangan bawah.

Sehingga mereka mudah berbaur, tanpa lagi mempertentangkan tentang

persoalan etnis-nya. Kondisi inilah yang ada dalam keadaan masa kini Balong dan

juga kampung-kampung pecinan lain di Kelurahan Sudiroprajan.

Lantas dengan kondisi yang demikian, bagaimana dengan nilai heritage yang

(42)

commit to user

yang lain, karena dengan perpaduan antara budaya Jawa dan Tionghoa itu akan

memunculkan kampung pecinan yang berbeda? Boleh jadi memang demikian. (Anie

R Rosyida, Langgeng Widodo, Wisnu Kisawa-50)

(43)

commit to user

Tempat/Tgl Lahir : Jepon, Blora, 26 Maret 1935

Alamat : Jl. Jagalan no. 15. Jebres, Solo 57128

Istri : (almh.) Tjiong Giok Hwa

Anak : a. Tjhie Sian Hwe atau Willy Pramudita Djiwatman

b. Tjhie Sian Gie atau Mursid Djiwatman

Pendidikan : a. SD, di sebuah SD Tionghoa

b. SMP, di sebuah SMP Kristen

c. SGA, di sebuah sekolah guru Kristen di Solo

Profesi : a. Tahun 1957, Guru SD Tripusaka, dulu:Confucius

b. Tahun 1959, Kepala Sekolah SD Tripusaka

c. Tahun 1963, Haksu, sampai sekarang

Sejarah :

Haksu Tjhie Tjay Ing merupakan seorang tokoh agama Kong Hu Chu yang aktif

dan gigih berjuang untuk menyamakan hak dan kedudukan agama leluhur bangsa

Tionghoa di Negara Indonesia khususnya saat pemerintahan Orde Baru yang

sangat menekan dan mendiskriminasikan kaum minoritas Tionghoa dan tentunya

sangat dirasakan bagi para pemeluk agama Kong Hu Chu. Beberapa karier beliau

(44)

1960-commit to user

1970, Guru dan juga Kepala Sekolah di SD Confucius, kini bernama Tripusaka,

Dosen Agama dan Filsafat Tionghoa di Universitas Gajah Mada, Ketua Dewan

Rohaniawan Agama Kong Hu Chu se-Indonesia, salah satu penasehat dari ICRP

atau Indonesia Conference Religion 7 Peace bersama Gus Dur dan tokoh agama

lainnya, Pengurus FPUB atau Forum Persaudaraan Umat Beriman Yogyakarta

bersama Sri Sultan Hamengku Buwono X, Bikhu Sri Panyavaro, KH. Muhaimin,

Pdt. Bambang, dan lain-lain, Pengurus FPLAG atau Forum Persaudaraan Lintas

Agama dan Golongan bersama Pdt. Paulus, KH. Dian Nafie, dan tokoh agama di

Surakarta lainnya. Beliau menerjemahkan Kitab Suci agama Konghuchu sampai

sekarang. Beberapa karya tulis beliau tersebar di seluruh penjuru Indonesia bahkan

sampai ke mancanegara bahkan lewat buku dan dunia internet.

2. SUMARTONO HADINOTO

Nama : Khoe Liong Hauw atau Sumartono Hadinoto

Tempat/Tgl Lahir : Solo, 21 Maret 1956

Alamat : Jl. Ir. H. Juanda 150 Solo 57123

Istri : Meyliana Kusyanto

Anak : Wiranti Widyastuti Hadinoto

Pendidikan : a. Tahun 1966 – 1968 SD Widya Wacana Warung Wiri

b. Tahun 1969 – 1971 SMP Widya Wacana Ps. Legi

c. Tahun 1972 – 1974 SMA Warga

Profesi : Mengawali organisasi pertamanya di ORARI

(45)

commit to user

Sejarah :

Kegetolan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Winarso Hadinoto dan

Kusmartati terjun di urusan kegawat daruratan memang bukan semata-mata

sukarelawan belaka. Gerak juangnya itu tak lepas dari sejumlah pengalaman

empiris yang dialami sejak masa mudanya.

Salah satunya, saat Martono masih duduk di bangku SMA dan mulai aktif di

Organisasi Amatir Radio Indonesia atau Orari. Suatu ketika pada pukul 03.00

WIB terjadi kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan satu keluarga

menjadi korban. Sumartono bersama sejumlah anggota lain Orari lalu turut

melarikan korban kecelakaan ke rumah sakit. Begitu pula saat menengok

ayah mertuanya di rumah sakit. Sumartono melihat seseorang terkulai

lemas karena tidak bisa menebus darah untuk kesembuhan keluarganya yang

sedang sakit.

Dari kejadian-kejadian itu, Martono merasa bahwa setetes darah begitu

berharga. Lantas Martono pun bertekad, suatu saat ia dapat menangani dan

mengurusi langsung soal kegawat daruratan. Itulah sebabnya, di tahun

2005, saat diminta menjadi pengurus Bidang Organisasi dan Pembinaan

Ranting pada Pengurus Cabang PMI Kota Solo, ia langsung bersedia.

Sejumlah terobosan dilakukan Martono bersama rekan-rekannya.

Mengembangkan Medical Team Action sebagai bagian dari aktivitas Markas

Cabang PMI Solo. Juga menjaga amanat mengelola darah masyarakat. Unit

Transfusi Darah PMI Solo senantiasa menjaga agar stok darah di Kota Solo

(46)

commit to user

Tiga tahun berjalan, Medical Action Team juga ingin terus mengubah pola

pikir masyarakat terkait pemanfaatan mobil ambulan, ujar ayah dari

Wiranti Widyastuti Hadinoto ini. Pemahaman yang dimaksudnya adalah agar

masyarakat tahu bahwa ambulan tidak hanya digunakan bagi pasien yang

sakit berat saja, melainkan karena pasien memang butuh dibawa ke rumah

sakit dengan angkutan khusus. Soal biaya ambulan yang gratis, menurut

Martono itu disiasati dengan subsidi silang.

3. dr. LO SIAUW GING

Nama : Lo Siauw Ging

Tempat/Tgl Lahir : Magelang, 16 Agustus 1934

Alamat : Jl. Jagalan no. 27. Jebres, Solo 57128

Istri : Maria Gan May Kwee

Pendidikan : a. Tahun 1962, Fakultas Kedokteran Univ. Airlangga

b. Tahun 1995, S-2 (MARS) Universitas Indonesia

Profesi : a. Dokter RS Panti Kosala, Kandang Sapi, Solo

(sekarang RS dokter Oen, Solo)

b. Mantan Direktur Rumah Sakit Kasih Ibu, Solo

Sejarah :

Menjadi dokter, bagi dokter Lo, adalah sebuah anugerah. Dia kemudian

bercerita, seorang dokter yang terkenal di Solo yang dikenal dengan nama dokter

Oen, seniornya, dan sang ayahlah yang membentuk sosoknya. Dokter Oen dan

(47)

commit to user

Dokter Lo selalu ingat pesan ayahnya saat memutuskan belajar di sekolah

kedokteran. ”Ayah saya berkali-kali mengatakan, kalau saya mau jadi dokter, ya

jangan dagang. Kalau mau dagang, jangan jadi dokter. Makanya, siapa pun orang

yang datang ke sini, miskin atau kaya, saya harus terbuka. Saya tidak pasang tarif”,

kata dokter Lo yang namanya masuk dalam Kitab Solo itu.

Papan praktik dokter pun selama bertahun-tahun dia tidak pernah pasang. Kalau

belakangan ini dia memasang papan nama praktik dokternya, itu karena harus

memenuhi peraturan pemerintah.

Tentang peran dokter Oen dalam dirinya, dokter Lo bercerita, selama sekitar 15

tahun dia bekerja kepada dokter Oen yang dia jadikan sebagai panutan. ”Dokter

Oen itu jiwa sosialnya tinggi dan kehidupan sehari-harinya sederhana”, ujarnya.

Dari kedua orang itulah, dokter Lo belajar bahwa kebahagiaan justru muncul

saat kita berbuat sesuatu bagi sesama. ”Ini bukan berarti saya tidak menerima

bayaran dari pasien, tetapi kepuasan bisa membantu sesama yang tidak bisa dibayar

dengan uang”, katanya sambil bercerita, sebagian pasien yang datang dari desa

suka membawakan pisang untuknya.

Gaya hidup sederhana membuat dokter Lo merasa pendapatan sebagai dokter

bisa lebih dari cukup untuk membiayai kehidupannya sehari-hari. Apalagi dia dan

sang istri, Maria Gan May Kwee atau Maria Gandi, yang dinikahinya tahun 1968,

tak memiliki anak.

”Kebutuhan kami hanya makan. Lagipula orang seumur saya, seberapa banyak

sih makannya?”, ujar dokter Lo.

Bahkan, di mata pasien, dokter Lo seakan tak pernah ”cuti” praktik. Lies (55),

(48)

commit to user

pasiennya mengatakan, ”Dokter Lo praktik pagi dan malam. Setiap kali saya

datang tak pernah tutup. Sepertinya, dokter Lo selalu ada saat kami memerlukan.”

4. WS. ADJIE CHANDRA

Nama : Go Djien Tjwan atau Adjie Chandra

Tempat/Tgl Lahir : Solo, 13 Februari 1958

Alamat : Jl. Kepanjen no. 14 RT 01/05

Istri : Andriyani

Anak : a. Dyah Wardani

b. Deni Wardana

Pendidikan : SD s.d. SMA di Semarang

Profesi : a. Pemain Wayang Orang di PMS

b. Tahun 1980, Rohaniawan Konghuchu

c. Sebagai koordinator kebaktian Konghuchu

Sejarah :

Almarhum ibu dari Adjie Chandra sangat menyukai hal-hal yang berbau

wayang. Sehingga, anak-anaknya dibelikan buku-buku wayang karangan RA

Kosasih. Selain itu, anak-anaknya juga diajak nonton wayang bersama setiap

malam minggu. Kemudian, Adjie Chandra sangat tertarik dengan seni wayang, lalu

beliau ikut belajar tari wayang di Wayang Orang Sri Wanito di Semarang.

Namun kemudian di saat Adjie Chandra berumur 9 tahun, ibunya meninggal.

Ketika beliau SMA, ayahnya meninggal. Setelah itu, neneknya membawa Adjie

Chandra bersaudara pindah ke Solo. Karena beliau adalah anak pertama dari 5

bersaudara, beliau harus segera bekerja. Dari situlah Adjie Chandra kemudian ikut

(49)

commit to user

Awalnya beliau hanya menjadi prajurit. Namun kemudian di tahun 1982, ketika

HUT PMS ke-50, pemeran Semar yang harusnya pentas hari itu meninggal dunia.

Dan akhirnya sutradara memilih Adjie Chandra yang memerankan Semar, sampai

sekarang. Adjie Chandra dipilih menjadi pemeran Semar karena sebagai

rohaniawan Konghuchu, beliau dianggap cocok memerankan tokoh Semar.

Namun sekarang, profesi tetapnya bukanlah seorang pemain wayang orang,

melainkan sebagai rohaniawan Kong Hu Chu. Menjadi pemain wayang orang

hanyalah sekedar hobi menurutnya. Hobi yang menyenangkan. Karena, beliau

senang melakukannya dan dapat menghasilkan uang. Karena beliau tidak menjadi

pemain tetap wayang orang, beliau menganggap dirinya adalah bukan profesional.

Tapi beliau selalu mengatakan, ”Saya bukan pemain profesional, saya pemain

amatir. Tapi, keahlian saya tidak kalah dengan yang profesional.”

5. RETNO TAN

Nama : Retno Tri Astuti

Tempat/Tgl Lahir : Yogyakarta, 23 Oktober 1981

Suami : Arief Satika

Pendidikan : a. SD Kanisius Keprabon

b. SMP Bintang Laut

c. SMAN 3

d. S1 Universitas Atmajaya – International Management

e. D3 Lasalle College Jakarta – Fashion Design

f. D1 Susan Budiharjo Semarang – Fashion Design

(50)

commit to user

Profesi : a. Fashion Designer

b. International Latin Dancer

Sejarah :

Berawal dari SMA menyukai Batik, kemudian semua bajunya dia bikin sendiri

dari bahan Batik. Batiknya pun harus Batik tulis. Retno Tan, biasa ia disebut,

sangat idealis. Menurutnya Batik itu ya Batik tulis, bukan Batik printing. Namun

setelah lulus SMA, Retno Tan tidak bisa langsung melanjutkan kuliahnya ke

jurusan Fashion Designer, karena ayahnya menuntutnya untuk meraih gelar S1,

maka dari itu ia menempuh S1 di Universitas Atmajaya – International

Management. Baru setelah lulus, dia baru bisa mengambil D3 Fashion Designer di

Lasalle College, dan selanjutnya. Sampai akhirnya Retno Tan membuka usaha

sendiri yang berawal dari teman yang ingin dibuatkan gaun, kemudian puas lalu

bilang orang lain, dan begitu seterusnya. Namun, karena idealisnya dibawa ke

pekerjaannya, kadang banyak orang yang tidak suka dengan hasil karyanya. Tapi

dia acuh tak acuh. ”Kalo mau ya silakan, kalo nggak, yaudah gapapa.” katanya

dengan tegas. Tapi di balik itu semua, dia sangat senang karena ini merupakan

hobinya dari dulu sampai sekarang akhirnya bisa menghasilkan uang. Wanita yang

mempunyai hobi olahraga, bersaing, menari, dan jalan-jalan ini pernah

mengikutsertakan karya-karyanya ke pameran Jogja Fashion Week sebanyak 2 kali

dan sekali di sebuah pameran otomotif.

6. GOEI PING LIANG

Nama : Goei Ping Liang

Tempat/Tgl Lahir : Boyolali, 1 Juli 1954

(51)

commit to user

Istri : (Almh.) Lien Nio

Anak : a. Agus Sasipasa

b. Bagus Dwi Saputra

Pendidikan : SD s.d. SMA di Boyolali

Profesi : a. Bekerja di sebuah pabrik sepeda

b. Bekerja di sebuah toko sparepart

c. Bekerja di sebuah bengkel dan toko sparepart

Sejarah :

Berawal dari hobi mengutak-atik motor, Om Liang, biasa ia disebut, kemudian

otodidak mempelajari itu semua, dari tanya ke orang lebih senior, dan lain-lain.

Kemudian beliau mulai bekerja di mana-mana, dan akhirnya beliau membuka

bengkel sendiri pada tahun 1987. Jaman dulu belum begitu banyak bengkel seperti

saat ini. Berbeda dari orang Tionghoa lainnya, Om Liang ini selalu terjun sendiri

menangani motor pelanggannya. Walaupun, dulu kadang ada anak-anak magang

dari STM, tapi Om Liang tetap terjun sendiri.

Merupakan kepuasan tersendiri karena hobinya menjadi sesuatu yang

menghasilkan yang bisa menghidupi keluarganya. Meskipun dulu suka ada

masalah yang tidak bisa terselesaikan, karena motor jaman dahulu susah-susah,

tidak seperti motor jaman sekarang.

Om Liang tidak pernah mempromosikan bengkelnya sendiri. Istilahnya ”Getuk

Tular”. Jadi, orang lain setelah puas di bengkel Om Liang, dengan sendirinya

(52)

commit to user

7. CHRISTINA XIE

Nama : Xie Li Hong atau Christina Xie

Tempat/Tgl Lahir : Solo, 16 Juni 1976

Suami : Ma Er Han atau Edo Sentosa

Pendidikan : a. SD Kanisius Keprabon I/III

b. SMP Bintang Laut

c. SMA Ursulin

d. Universitas Tarumanegara Jakarta – Akuntansi

e. D1 BLCU atau Beijing Language Culture

University,Beijing

f. D1 FULC atau Fu Jen Language Center, Taiwan

Profesi : a. Marketing Ekspor – Impor PT. Marga Cipta Wira Sentosa

b. Mendirikan Toko Komputer di Solo

c. Membuka les privat mandarin di rumah

d. Dosen bahasa Mandarin di UNS

Sejarah :

Setelah bekerja di PT. Marga Cipta Wira Sentosa, Christina Xie melanjutkan

mempelajari bahasa Mandarin di FULC atau Fu Jen Language Center di Taiwan.

Karena, menurutnya, yang ia kuasai hanyalah bahasa percakapan Mandarin yang

biasa, kurang formal. Untuk bekerja, dia perlu mendalami bahasa Mandarin yang

lebih formal.

Setelah 2,5 tahun bekerja, Christina Xie berhenti dan kembali ke Solo.

Kemudian diajak kakaknya untuk membuka toko komputer. Sembari mengurus

toko, ia membuka les privat mandarin di rumah. Dengan tarif Rp 50.000 per jam,

(53)

commit to user

yang bekerja di UNS, menawarinya untuk menggantikan temannya menjadi dosen

bahasa mandarin. Dan jadilah sekarang Christina Xie sebagai dosen bahasa

Mandarin UNS. Walaupun ia baru menjadi dosen bulan Februari 2010 ini, namun

ia sudah menjadi cukup favorit di kalangan mahasiswanya.

8. CONCHITA CONIE SILIMALAR

Nama : Yang Hui Cien atau Conchita Conie Silimalar

Tempat/Tgl Lahir : Flores Timur, 15 April 1983

Suami : Djwa Han Bie atau Nicodemus Sulistiono

Pendidikan : a. SD Warga

sanggar tari di Sanggar Suryo Sumirat. Karena penari dituntut harus bisa make up

sendiri, dari situlah kemudian Ci Conie mulai belajar make up secara otodidak dan

(54)

commit to user

untuk dimake up kalau ada acara-acara. Lalu, lama kelamaan jadi terbiasa dan

akhirnya jadi make up artist.

9. dr. HERMANSYAH

Nama : Tan Djang Tjiek atau Hermansyah

Tempat/Tgl Lahir : Kediri, 11 Oktober 1966

Istri : Setyo Utami

Anak : a. Shoffiyah Khoitunnisa

b. Aisyah Izzatul Muna

c. Alya Sausan Fauziah

d. Fatimah Lisaena Tanminsyah

Pendidikan : a. SMAN 3 Surakarta

b. S1 Kedokteran UNS

Profesi : a. Dokter Umum

b. Mubaligh

Sejarah :

Setelah menamatkan pendidikan di SMAN 3 Surakarta, dr. Hermansyah

melanjutkan kuliah ke Universitas Sebelas Maret Fakultas Kedokteran Umum.

Setelah lulus kuliah beliau kerja di Jakarta selama 7 bulan di sebuah klinik 24 jam.

Beliau kemudian bekerja 3 tahun sebagai dokter PTT di Jatiyoso, Karanganyar.

Setelah selesai PTT, beliau pindah ke daerah Pulokarto, membuka praktek pagi dan

sore. Alhamdulillah, lancar. Dr. Hermansyah sangat senang apabila beliau dapat

menyembuhkan penyakit kronis pasien. Apalagi apabila dokter lain belum bisa

menemukan cara menyembuhkannya. Namun dukanya, setiap waktu beliau harus

standby apabila ada pasien yang harus ditangani. Beliau juga sangat sedih apabila

Gambar

gambar.
gambar objek yang sebenarnya dengan sedikit pengolahan. Sebagai pendukung karya

Referensi

Dokumen terkait

Baris program diatas menunjukkan perhitungan nilai sudut azimuth dan elevasi, namun nilai tersebut adalah nilai sudut azimuth dan elevasi terhadap sumbu arah utara kutub

Makna tahiyyat yang sebenarnya adalah tidak menyembah selain kepada Allah Yang Maha Besar dan Maha Kuasa. Sifat dan perbuatan Tuhan disebutkan kalau Dia Maha Melihat tapi tidak

Hasil analisis ragam pengamatan bobot kering total tanaman munujukkan nilai tertinggi 91,25 gram pada perlakuan penyiangan + pupuk ZA 200 kg ha-1 Tabel 8.Peningkatan hasil pada

Lebih lanjut, kecurangan yang disembunyikan oleh auditi dapat dideteksi apabila auditor senantiasa mengembangkan sikap skeptisisme profesionalnya, maka mampu

(1987) mengatakan bahwa, implikasi dari hal ini adalah peluang untuk terjadinya kompetisi mutlak yakni hanya satu pemenang menjadi sangat kecil, karena walaupun setiap

Sesuai dengan permasalahan yang di kemukakan diatas, secara umum tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui sejauh mana penerapan model pembelajaran Cooperative

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul