Lampiran 1
Lembar Penjelasan kepada Calon Responden Penelitian
Dengan hormat,
Saya bernama Desti Laura, NIM 120100311, mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saya bermaksud melakukan penelitian
mengenai “ Hubungan Kejadian Trauma Mata dengan Penggunaan Alat
Pelindung Mata pada Pekerja Konstruksi Perusahaan X”. Penelitian ini dilakukan
sebagai tahap akhir penyelesaian program studi saya di Fakultas Kedokteran.
Responden penelitian akan diwawancarai secara langsung oleh peneliti
dengan pertanyaan tentang penggunaan alat pelindung mata dan trauma mata yang
dialami oleh pekerja selama bekerja.
Kemudian, responden diminta kesediaannya untuk menjawab pertanyaan
peneliti dengan sebenar-benarnya. Segala informasi pribadi responden sebagai
partisipan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan bagi penelitian ini. Jika
ada hal lain yang kurang dipahami, responden dapat bertanya langsung kepada
peneliti.
Setelah responden membaca dan memahami maksud dari penelitian ini,
Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan Responsen (Informed Consent)
Saya telah mendapat penjelasan dari peneliti dan mengerti tentang penelitian
yang akan dilakukan terhadap saya. Saya juga bersedia untuk ikut serta sebagai
responden/partisipan dalam penelitian ini secara sadar dan tanpa ada unsur
paksaan.
Nama :
Umur :
Medan, 2015
Peneliti, Responden,
LAMPIRAN 2
Kuesioner Penggunaan Alat Pelindung Mata
1. Apakah Anda memiliki alat pelindung mata?
a. Ya
b. Tidak
2. Jenis alat pelindung mata yang Anda miliki?
a. Kacamata gelap biasa
b. Kacamata gelap tertutup (Googles)
c. Topeng las (Face Shield)
d. Lain-lain (sebutkan)...
3. Apakah ukuran alat pelindung mata Anda sesuai dengan ukuran Anda?
a. Ya
b. Tidak
4. Bagaimana pemakaian alat pelindung mata Anda saat Anda bekerja selama
ini?
a. Selalu pakai
b. Kadang-kadang pakai
Kuesioner tentang Trauma Mata
1. Apakah Anda pernah mengalami kemasukan benda asing ke mata sewaktu
bekerja?
a. Ya
b. Tidak
2. Kapan saja Anda mengalaminya (No.1)?
a. Selalu ketika bekerja
b. Kadang-kadang ketika berkerja
3. Apa kegiatan Anda ketika bekerja yang menyebabkan kejadian tersebut
(No.1)?
4. ApakahAnda penah mengalami benturan di mata ketika bekerja?
a. Ya
b. Tidak
5. Kapan saja Anda mengalaminya (No.4)?
a. Selalu ketika bekerja
b. Kadang-kadang ketika bekerja
6. Apa kegiatan Anda ketika bekerja yang menyebabkan kejadian tersebut
(No.4)?
b. Tidak
8. Kapan saja Anda mengalaminya (No.7)
a. Selalu ketika bekerja
b. Kadang-kadang ketika bekerja
9. Apa kegiatan Anda ketika bekerja yang menyebabkan kejadian tersebut
(No. 7)?
a. Mengecat
b. Mencampur adonan semen
c. Lain-lain (sebutkan)...
10.Apakah mata Anda pernah terkena siraman atau percikan air panas/dingin
yang sampai mengganggu penglihatan Anda?
a. Ya
b. Tidak
11.Kapan saja Anda mengalaminya (No.10)?
a. Selalu ketika bekerja
b. Kadang-kadang ketika bekerja
12.Apa kegiatan Anda ketika bekerja yang menyebabkan kejadian tersebut
(No. 10)?
LAMPIRAN 3
DATA INDUK
NO NAMA UMUR P1 P3 P4 PTOT INTERPRETASI TRAUMA
MATA
JENIS
PEKERJAAN JENIS TRAUMA
KATEGORI USIA
1
S1 26 Tidak 1 Buruk Ya Memahat
Kemasukan benda
asing dewasa awal
2 S2 27 Ya Ya Selalu pakai 7 Baik Tidak dewasa awal
asing remaja akhir
6
S6 56 Ya Ya
Kadang-kadang Pakai 6 Baik Ya Memahat
Kemasukan benda
asing lansia akhir
7 S7 35 Ya Ya Selalu pakai 7 Baik Tidak dewasa awal
8
S8 32 Tidak 1 Buruk Ya Plester
Kemasukan benda
asing dewasa awal
9
S9 20 Tidak 1 Buruk Ya
Mencampur Semen
Kemasukan benda
asing remaja akhir
10
S10 23 Ya Ya
Kadang-kadang Pakai 6 Baik Ya Menggerinda
Kemasukan benda
asing remaja akhir
11 S11 47 Ya Ya Selalu pakai 7 Baik Tidak lansia awal
12
S12 29 Tidak 1 Buruk Ya Menggerinda
Kemasukan benda
asing dewasa awal
13
S13 50 Tidak 1 Buruk Ya Memotong Kayu
Kemasukan benda
asing lansia awal
16
S16 46 Ya Ya Selalu pakai 7 Baik Ya Mengelas
Kemasukan benda
asing lansia awal
17
Pipa Benturan dewasa awal
19 S19 35 Ya Ya Selalu pakai 7 Baik Tidak dewasa awal
20
S20 20 Tidak 1 Buruk Ya Menggerinda
Kemasukan benda
asing remaja akhir
21
S21 23 Tidak 1 Buruk Ya Menggerinda
Kemasukan benda
asing remaja akhir
22
S22 18 Ya Tidak
Tidak pernah
pakai 4 Buruk Ya Menggerinda
Kemasukan benda
asing remaja akhir
23
asing dewasa awal
25
S25 27 Tidak 1 Buruk Ya Menggerinda
Kemasukan benda
asing dewasa awal
26
asing dewasa awal
32
S32 30 Tidak 1 Buruk Ya Menggerinda
Kemasukan benda
asing dewasa awal
33
S33 23 Tidak 1 Buruk Ya Mengelas
Kemasukan benda
asing remaja akhir
34
S34 23 Ya Ya
Kadang-kadang Pakai 6 Baik Ya Memahat
Kemasukan benda
asing remaja akhir
35 S35 19 Tidak 1 Buruk Tidak remaja akhir
asing dewasa awal
40
S40 29 Tidak 1 Buruk Ya Menggerinda
Kemasukan benda
asing dewasa awal
41
S41 35 Ya Tidak
Kadang-kadang Pakai 5 Buruk Ya
Mengebor
Dinding Benturan dewasa awal
42
S42 32 Ya Tidak
Kadang-kadang Pakai 5 Buruk Ya Menggerinda
Kemasukan benda
asing dewasa awal
43
S43 28 Ya Tidak
Kadang-kadang Pakai 5 Buruk Ya Menggerinda Benturan dewasa awal
44 S44 33 Tidak 1 Buruk Tidak dewasa awal
45
S45 25 Tidak 1 Buruk Ya Memaku
Kemasukan benda
asing remaja akhir
kadang Pakai asing
50
S50 21 Tidak 1 Buruk Ya Memotong Kayu
Kemasukan benda
asing remaja akhir
51
S51 52 Tidak 1 Buruk Ya Mengelas
Kemasukan benda
asing lansia awal
52
asing dewasa awal
55 S55 28 Tidak 1 Buruk Tidak dewasa awal
56
S56 29 Tidak 1 Buruk Ya Mengelas
Kemasukan benda
asing dewasa awal
57
Kimia dewasa awal
59
asing remaja akhir
61
S61 28 Ya Tidak
Tidak pernah
pakai 4 Buruk Ya Menggerinda
Kemasukan benda
asing dewasa awal
62
S62 25 Ya Tidak
Tidak pernah
pakai 4 Buruk Ya Mengecat
Percikan Zat
Kimia remaja akhir
63
S63 24 Tidak 1 Buruk Ya Menggerinda
Kemasukan benda
Lampiran 4
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Desti Laura
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Mariah Jambu/30 Desember 1993 Warga Negara : Indonesia
Status : Belum Menikah
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jalan Jamin Ginting No.192-194 Padang Bulan,
Medan
Nomor Handphone : 085270706297
Email : desty.laura@yahoo.com
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri 091532 Raja Hombang (2000-2006)
2. SMP Negeri 3 Hutabayu Raja (2006-2009)
3. SMA RK Budi Mulia Pematangsiantar (2009-2012)
4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2012-Sekarang)
2. Peserta Pelatihan Balut Bidai TBM FK USU 2012
3. Peserta Symposium SRF (Scripta Research Festival) 2013
Riwayat Organisasi :
1. Anggota Muda Divisi HUBLU IT SCORE PEMA FK USU 2013-2014
2. Anggota Divisi PO3 SCORE PEMA FK USU 2014-2015
3. Anggota Seksi Acara SRF FK USU 2014
4. Koordinator Seminar Update dan Proposal KTI SCORE PEMA FK USU
2014
5. Anngota Seksi Dana SRF FK USU 2015
6. Instruktur Workshop Hewan Coba PIM SCORE PEMA FK USU 2014
LAMPIRAN 5
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
LAMPIRAN 6 OUTPUT DATA
1. Distrisbusi Usia Responden
Kategoriusia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
remaja akhir 23 35,4 35,4 35,4
dewasa awal 24 36,9 36,9 72,3
dewasa akhir 12 18,5 18,5 90,8
lansia awal 5 7,7 7,7 98,5
lansia akhir 1 1,5 1,5 100,0
2. Distribusi Trauma Mata Berdasarkan Kategori Usia Traumamata * Kategoriusia Crosstabulation
Kategoriusia
remaja akhir dewasa awal dewasa akhir
Traumamata
% within Kategoriusia 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 35,4% 36,9% 18,5%
Traumamata * Kategoriusia Crosstabulation
Kategoriusia Total
lansia awal lansia akhir
Traumamata
% within Kategoriusia 100,0% 100,0% 100,0%
3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Trauma Mata yang Dialami
% within Jenistrauma 100,0% 70,8%
% of Total 4,6% 70,8%
% within Jenistrauma 100,0% 100,0%
4. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Traumamata * Jenispekerjaan Crosstabulation
Jenispekerjaan
Memahat Memaku Memotong Kayu
Traumamata
% within Jenispekerjaan 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 29,2% 4,6% 3,1% 10,8%
% within Jenispekerjaan 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 1,5% 3,1% 3,1%
% within Jenispekerjaan 100,0% 100,0% 100,0%
Traumamata * Jenispekerjaan Crosstabulation
Jenispekerjaan
Mengecat Mengecor Mengelas Menggerinda
Traumamata Ya
Count 3 1 6 16
% within Traumamata 6,5% 2,2% 13,0% 34,8%
% within Jenispekerjaan 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 4,6% 1,5% 9,2% 24,6%
% within Jenispekerjaan 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 4,6% 1,5% 9,2% 24,6%
Traumamata * Jenispekerjaan Crosstabulation
Jenispekerjaan
Menyambung
Pipa
Pemasangan Lift Plester
Traumamata Ya
Count 1 1 1
% within Traumamata 2,2% 2,2% 2,2%
% within Jenispekerjaan 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 1,5% 1,5% 1,5%
% within Jenispekerjaan 100,0% 100,0% 100,0%
Traumamata * Jenispekerjaan Crosstabulation
Total
Traumamata
Ya
Count 46
% within Traumamata 100,0%
% within Jenispekerjaan 70,8%
% of Total 70,8%
Tidak
Count 19
% within Traumamata 100,0%
% within Jenispekerjaan 29,2%
% of Total 29,2%
Total
Count 65
% within Traumamata 100,0%
% within Jenispekerjaan 100,0%
% of Total 100,0%
5. Tabulasi Silang Antara Kejadian Trauma Mata dengan Penggunaan Alat
Pelindung Mata
% within Interpretasi 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 13,221a 1 ,000
Continuity Correctionb 11,160 1 ,001
Likelihood Ratio 12,726 1 ,000
Fisher's Exact Test ,001 ,001
Linear-by-Linear Association 13,018 1 ,000
N of Valid Cases 65
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,85.
33
DAFTAR PUSTAKA
Aldy, Fithria., 2009. Prevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata di Kabupaten
Tapanuli Selatan. Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU. Medan.
Biradar, Somashekar P., 2011. A Study on Industrial Eye Injuries. Journal of
Clinical and Diagnostic Research. 5(5): 1076-1081.
Cai, Mingming & Zhang, Jie, 2015. Epidemiological Characteristics of
Work-Related Ocular Trauma in Southwest Region of China. Int. J. Environ. Res.
Public Health. 12: 9864-9875.
Cao, He., Li, Liping., Zhang, Mingzhi, 2012. Epidemiology of Patients
Hospitalized for Ocular Trauma in the Chaosan Region of China, 2001-2010.
Plos One. 45.
Ellis, Harold, 2006. Clinical Anatomy A Revision and Applied Anatomy for
Clinical Students. 11th ed. Australia: Blackwell Publishing.
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=13849. [Accesed 3 December 2015]
Illyas, S, 2011. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
International Society of Ocular Trauma. Birmingham Eye Trauma Terminology
System (BETTS). Available from: http://isotonline.org/betts/. [Accessed 31
May 2015].
Karaman , Ksenija., Gverovic-Antunica, Antonela., Rogosic, Veljko.,
Lakos-Krzelj, Venera., Rozga, Ante., Radocaj-Perco, Silvija., 2004. Epidemiology
of Adult Eye Injuries in Split-Dalmatian Country. Croatian Medical Journal.
45 (3): 304-309.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2006. Pedoman Manajemen
Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran. Menteri Kesehatan
34
Ko, C., Chan, W., Tse, Raymond K.K., 2000. Ocular Tauma in Hong Kong: a
prospective survey of 1799 patients. Hong Kong Journal of Ophthalmology.
6(1): 21-27.
Lubis, D.F.Y., 2012. Prevalensi Katarak Akibat Trauma di RSUP. H. Adam Malik
Tahun 2010 – 2012. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan.
Macewen, Caroline J., 1989. Eye Injuries: A Prospective Survey of 5671 Cases.
British Journal of Ophthalmology. 73: 888-894.
Occupational Safety and Health Administration, 2003. Personal Protective
Equipment (PPE). U.S.: U.S. Department of Labor.
OSHA Office of Training and Education. Assessing the Need for Personal
Protective Equipment (PPE). Available from:
https://www.osha.gov/dte/library/ppe_assessment/ppe_assessment.pdf.
[Accessed 31 June 2015].
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, 2010. Alat
Pelindung Diri. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Reinhard, Putz & Reinhard, Pabst. 2006. Sobotta Atlas of Human Anatomy Vol.1.
14th ed. Munich: Urban and Fischer Elsevier.
Rijanto, B. Boedi., Pedoman Pencegahan Kecelakaan di Industri. Jogjakarta:
Mitra Wacana Media.
Riordan-Eva, P., 2014. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum. Ed.17. Jakarta:
EGC.
Riyadina, Woro., 2008. Cedera Akibat Kerja pada Pekerja Industri di Kawasan
Industri Pulo Gadung. Majalah Kedokteran Indonesia. 58(5): 148-152.
35
S. A. Sri Wahyuni, 2012. Keluhan Subjektif Photokeratitis pada Tukang Las di
Jalan Bogor, Bandung Tahun 2012.Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Depok.
Sastroasmoro, Sudigdo., Ismael, Sofyan., 2011. Dasar-dasar Metodologi
Penelitian Klinis. Ed: 4. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Serinken, Mustafa., Turkcuer, Ibrahim., Cetin, Ebru Nevin., Yilmaz, Atakan.,
Elicabuk, Hayri., Karcioglu, Ozgur., 2013. Causes and Characteristics of
Work-Related Eye Injuries in Western Turkey. Indian Journal of
Ophthalmology. 61(9): 497-501.
Solano, Joshua., 2015. Ocular Burns. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/798696-overview#a0156. [Accessed
31 May 2015].
Standring, Susan, 2008. Gray’s Anatomy The Anatomical Basis of Clinical Practice. 40th ed. Spain: Churchill Livingstone Elsevier.
Undang-undang Republik Indonesia, 1970. Keselamatan Kerja. Presiden
Republik Indonesia.
Undang-undang Republik Indonesia, 1992. Kesehatan. Presiden Republik
Indonesia.
Voon, L. W., See, Jovina., Wong, T. Y., 2001. The Epidemiology of Ocular
Trauma in Singapore: Perspective from The Emergency Service of A Large
Tertiary Hospital. Royal College of Ophthalmologists. 15: 75-81.
Woo, Jyh-Haur., Sundar, Gangadhara., 2006. Eye Injuries in Singapore – Don’t Risk It. Do More. A Prospective Study. Annals Academy of Medicine. 35:
706-718.
Xiang, Huiyun., Stallones, Lorann., Chen, Guanmin., Smith, Gary. A., 2005.
36
Yani, Dwi Ahmad., Suhendro, Gatot., 2007. The Comparison of Tetracycline and
Doxycycline Treatmenton Corneal Epithelial Wound Healing in The Rabbit
20
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
3.2 Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini menggunakan 2 variabel, yaitu variabel dependen dan
variabel independen. Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel
yang apabila berubah akan mengakibatkan perubahan pada variabel lain; variabel
yang berubah akibat perubahan variabel bebas ini disebut variabel dependen atau
variabel tergantung (Sastroasmoro & Ismael, 2013). Penggunaan Alat
Pelindung Mata
21
3.2.1 Variabel Dependen
Tabel 3.1 Variabel Dependen
No. Variabel Definisi Operasional
Tabel 3.2 Variabel Independen
22
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan cross sectional yang
bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan kejadian trauma mata dengan
penggunaan alat pelindung mata pada pekerja konstruksi perusahaan X.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi
Penelitian ini dilakukan di perusahaan X dalam proyek pembangunan
sebuah hotel di Medan dengan alasan perusahaan tersebut mempunyai cukup
banyak proyek dalam bidang konstruksi yang secara lansung melibatkan banyak
pekerja yang kemungkinan dapat mengalami trauma mata.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Desember 2015.
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.2 Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja perusahaan X pada
pengerjaan proyek pembanguna sebuah hotel.
4.3.3 Sampel
Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teknik total sampling yaitu teknik penambilan sampel dimana jumlah sampel
sama dengan jumlah populasi.
4.3.4 Kriteria Sampel 4.3.4.1 Kriteria Inklusi
1. Pekerja perusahaan X yang sedang ikut bekerja dalam proyek
pembangunan sebuah hotel di medan
23
4.3.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Pekerja yang menggunakan kacamata sebagai alat bantu penglihatan
2. Pekerja dengan adanya bekas luka di kornea.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Data diperoleh melalui data primer yaitu wawancara kepada pekerja
konstruksi perusahaan X secara langsung oleh peneliti dengan pertanyaan tentang
hubungan kejadian trauma mata dengan penggunaan alat pelindung mata pada
pekerja konstruksi perusahaanX.
4.5 Pengolahan Data dan Analisis Data 4.5.1 Pengolahan Data
Setelah dilakukan pengumpulan data, maka data yang masih mentah
diolah. Tahapan pengolahan data meliputi editing, coding,entry, cloning dan
saving.Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data.
Apabila data belum lengkap ataupun ada kesalahan data dilengkapi mennyakan
kembali kesediaan responden untuk melengkapi data. Coding dilakukan untuk
merubah data huruf menjadi data angka atau bilangan. Setelah itu data akan
dimasukkan (entry) ke program Statistic Package for Social Science (SPSS). Pada
tahapan selanjutnya, cleaning dilakukan untuk memeriksa kembali data yang
sudah dimasukkan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan
data. Data yang telah benar akan disimpan (saving) dan siap untuk dianalisis.
4.5.2 Analisa Data
Proses menganalisa data dalam penelitian ini dilakukan melalui dua
24
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada sebuah perusahaan konstruksi yang sedang
menjalankan proyek pembangunan sebuah hotel di Kota Medan.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Pada penelitian ini, yang menjadi responden adalah pekerja dari perusahaan
konstruksi yang ikut bekerja dalam pembangunan sebuah hotel di Kota Medan.
Jumlah respoden yang ikut dalam penelitian ini adalah 65 orang.
5.1.2.1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Distribusi responden berdasarkan usia pada penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Usia Jumlah (orang) Persentase (%)
Remaja akhir (17-25 tahun) 23 35,4
Dewasa awal (26-35 tahun) 24 36,9
Dewasa akhir (36-45 tahun) 12 18,5
Lansia awal (46-55 tahun) 5 7,7
Lansia akhir (56-65 tahun) 1 1,5
Total 65 100
Dari tabel di atas didapat bahwa jumlah responden terbanyak adalah kategori
dewasa awal berjumlah 24 orang (36,9%), sedangkan responden dengan kategori
remaja akhir berjumlah 23 orang (35,4%), kategori dewasa akhir berjumlah 12
orang (18,5%), kategori lansia awal berjumlah 5 orang (7,7%), dan kategori lansia
25
5.1.2.2. Distribusi Kejadian Trauma Mata Berdasarkan Kategori Usia
Distribusi kejadian trauma mata berdasarkan kategori usia sebagai berikut:
Tabel 5.2. Distribusi Kejadian Trauma Mata berdasarkan Kategori Usia
Kategori Usia Kejadian Kasus (orang)
usia. Kejadian trauma mata pada kategori remaja akhir berjumlah 19 orang (41,3%),
kategori dewasa awal berjumlah 17 orang (37,0%), kategori dewasa akhir
berjumlah 6 orang (13,0%), kategori lansia awal berjumlah 3 orang (6,5%), dan
kategori lansia akhir berjumlah 1 orang (2,2%).
5.1.2.3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Trauma Mata yang Dialami
Distribusi jenis trauma mata pada responden dalam penelitian ini dapat dilihat
dalam tabel berikut:
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Trauma Mata yang Dialami
Jenis Trauma Mata Jumlah (orang) Persentase (%)
Benturan 6 13,0
Kemasukan benda asing 37 80,4
Percikan zat kimia 3 6,5
Total 46 100
26
5.1.2.4. Distribusi Aktivitas Pekerja yang Menyebabkan Trauma Mata
Dari hasil penelitian ini diperoleh distribusi distribusi aktivitas pekerja yang
menyebabkan trauma mata sebagai berikut:
Tabel 5.4 Distribusi Aktivitas Pekerja yang Menyebabkan Trauma Mata
Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)
Memplester 1 2,2
Dari tabel di atas didapat distribusi aktivitas pekerja yang menyebabkan
trauma mata, yaitu memplester berjumlah 1 orang (2,2%), memasang lift berjumlah
1 orang (2,2%), menyambung pipa berjumlah 1 orang (2,2%), menggerinda
berjumlah 16 orang (34,8%), mengelas berjumlah 6 orang (13,0%), mengecor
berjumlah 1 orang (2,2%), mengecat berjumlah 3 orang (6,5%), mengebor dinding
berjumlah 2 orang (4,3%), mengangkut pasir berjumlah 2 orang (4,3%),
mencampur semen berjumlah 1 orang (2,2%), memotong kayu berjumlah 7 orang
(15,2%), memaku berjumlah 2 orang (4,3%), dan memahat berjumlah 3 orang
27
5.1.2.5. Tabulasi Silang Antara Kejadian Trauma Mata dengan Penggunaan Alat Pelindung Mata
Nilai tabulasi silang dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel di berikut:
Tabel 5.5 Nilai Tabulasi Silang Antara Kejadian Trauma Mata dengan Penggunaan Alat Pelindung Mata
Dari tabel di atas diperoleh secara keseluruhan didapat responden yang
mengalami trauma mata sebanyak 46 orang dan responden yang tidak mengalami
trauma mata sebanyak 19 orang. Dari 46 orang responden, 8 orang responden
dikategorikan sebagai penggunaan alat pelindung mata yang baik dan 38 responden
dikategorikan sebagai penggunaan alat pelindung mata yang buruk. Sedangkan dari
19 responden yang tidak mengalami trauma mata, 12 orang responden
dikategorikan sebagai penggunaan alat pelindung mata yang baik dan 7 orang
responden dikategorikan sebagai penggunaan alat pelindung mata yang buruk.
5.1.3. Hasil Analisa Data
Pengujian terhadap hipotesis adanya hubungan kejadian trauma mata dengan
penggunaan alat pelindung mata pada pekerja bangunan dilakukan dengan
menggunakan program Statistic Package for Social Science (SPSS) yang akan
menganalisis variabel dependen dan variabel independen. Data yang dikumpulkan
dari hasil wawancara pada 65 responden akan dianalisis melalui uji hipotesis Chi
Square.
28
menunjukkan bahwa adanya hubungan antara variabel dependen dengan variabel
independen.
5.2. Pembahasan
Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 65 orang. Respoden dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang mengalami kejadian trauma mata
sebanyak 46 orang (70,8%) dan kelompok yang tidak mengalami trauma mata
sebanyak 19 orang (29,2%). Sebanyak 38 orang (58,5%) dari kelompok yang
mengalami trauma mata dikategorikan sebagai penggunaan alat pelindung mata
yang buruk dan sebanyak 8 orang (12,3%) dikategorikan sebagai penggunaan alat
pelindung mata yang baik. Sebanyak 7 orang (10,8%) dari kelompok yang tidak
mengalami trauma mata dikategorikan sebagai penggunaan alat pelindung mata
yang buruk dan sebanyak 12 orang (18,5%) dikategorikan sebagai penggunaan alat
pelindung mata yang baik.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Serinken, et al (2013) di Turki Barat. Dalam penelitian yang dilakukan pada 443
orang untuk mengetahui penyebab trauma mata yang berhubungan dengan tempat
kerja, sebanyak 207 orang mengalami trauma mata disebabkan oleh kurangnya
penggunaan alat pelindung mata pada pekerja. Penelitian ini juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Cai & Zhang (2015) di Cina bagian Barat-Daya.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada 453 responden yang mengalami
trauma mata sebanyak 421 orang yang mengalami trauma mata tidak menggunakan
alat pelindung mata dan sebanyak 32 orang menggunakan alat pelindung mata.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan kejadian trauma mata berdasarkan
kategori usia. Kategori usia remaja akhir (17-25 tahun) merupakan kategori usia
yang paling banyak mengalami trauma mata. Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Voon, et al (2001) yang dilakukan di unit gawat darurat Singapore
General Hospital. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa dari 863 orang yang
29
dalam penelitian yang dilakukan di departemen gawat darurat rumah sakit Amerika
Serikat. Dalam penelitian tersebut menununjukkan bahwa kejadian trauma mata
dialami oleh usia 20-24 tahun. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya
pengalaman kerja pada kategori usia tersebut.
Jenis trauma mata yang dialami responden dalam penelitian ini terdapat tiga
jenis, yaitu benturan, kemasukan benda asing, dan percikan bahan kimia.
Kemasukan benda asing merupakan jenis trauma mata yang paling sering dialami
oleh responden yaitu sebanyak 37 orang (80,4%). Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh karena para pekerja banyak terpapar oleh benda-benda asing yang berukuran
kecil yang mudah menyebabkan trauma mata, seperti pasir, potongan kayu, debu,
dan lain-lain. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Voon, et al (2001).
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa dari 863 orang responden yang mengalami
trauma mata sebanyak 502 orang mengalami jenis trauma kemasukan benda asing.
Namun, hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Macewen
(1989) di Inggris yang mengatakan bahwa jenis trauma mata yang paling sering
terjadi adalah benturan oleh benda jatuh atau benda besar yaitu sebanyak 563 orang
dari 1034 jumlah responden yang mengalami trauma mata.
Berbagai aktivitas pekerja dapat menyebabkan trauma mata pada pekerja
konstruksi. Dalam penelitian ini aktivitas pekerja yang paling sering menyebabkan
trauma mata adalah menggerinda yaitu sebanyak 16 orang (34,8%). Hal ini
kemungkinan terjadi karena hampir semua pekerja melakukan aktivitas
menggerinda yang tidak dikhususkan bagi pekerja di perusahaan tersebut. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Voon, et al (2001) yang
menunjukkan bahwa menggerinda adalah aktivitas yang paling sering
menyebabkan trauma mata.
Penelitian ini dilakukan untuk mencari hubungan kejadian trauma mata
dengan penggunaan alat pelindung mata pada pekerja konstruksi. Secara statistik,
30
kejadian trauma mata dengan penggunaan alat pelindung mata pada pekerja
31
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
1. Ada hubungan kejadian trauma mata dengan penggunaan alat pelindung
mata pada pekerja konstruksi Perusahaan X dengan nilai p = 0,000 (p<0.05).
2. Usia paling sering mengalami trauma mata adalah kategori usia remaja akhir
(17-25 tahun) yaitu sebanyak 19 orang (41,3%) dari jumlah responden yang
mengalami trauma mata.
3. Jenis trauma mata yang paling sering dialami oleh responden adalah
kemasukan benda asing yaitu sebanyak 37 orang (80,4%) dari jumlah
responden yang mengalami trauma mata.
4. Aktivitas pekerja yang paling sering menyebabkan trauma mata adalah
menggerinda yaitu sebanyak 16 orang (34,8%) dari jumlah responden yang
mengalami trauma mata.
6.2. Saran
1. Para pekerja konstruksi disarankan untuk menggunakan alat pelindung diri
yang sesuai sewaktu bekerja.
2. Perusahaan konstruksi disarankan untuk menyediakan fasilitas alat
pelindung diri untuk para pekerja.
3. Pemerintah diharapkan dapat melakulan sosialisasi undang-undang tentang
kesehatan dan keselamatan kerja, terkhusus mengenai penggunaan alat
pelindung mata sehingga para pengusaha dan pekerja bangunan diharapkan
lebih memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan kerja.
4. Pemerintah diharapkan mampu melakukan kontrol terhadap perusahaan
atau pengusaha dan pekerja konstruksi dalam penggunaan alat pelindung
mata yang sesuai kriteria. Selain itu, pemerintah diharapkan mampu
32
5. Penelitian selanjutnya diharapkan mampu untuk menggali lebih dalam
faktor-faktor yang dapat menyebabkan trauma mata pada pekerja
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Mata
Gambar 2.1 Bola Mata
Sumber: Sobotta, Volume 1, Edisi ke-14
Menurut Ellis (2006), anatomi mata dapat dibagi menjadi:
2.1.1 Bola Mata
Bola mata orang dewasa normal hampir bulat, dengan diameter
anteroposterior sekitar 24,2 mm (Riordan-Eva, 2014). Bola mata dibentuk oleh
tiga lapisan dari luar ke dalam, yaitu: lapisan fibrosa, lapisan vaskular, dan lapisan
neural.
Lapisan Fibrosa
Lapisan fibrosa terdiri dari bagian anterior, kornea, dan bagian posterior,
sklera. Kornea merupakan jaringan transparan yang disisipkan ke dalam sklera
pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis.
5
bola mata yang mempertahankan bentuk bola mata itu sendiri dan menjadi tempat
insersi dari otot-otot ekstraokular.
Lapisan Vaskular
Lapisan vaskular dibentuk oleh koroid, corpus ciliare, dan iris. Koroid
adalah sebuah membran tipis yang mengandung banyak pembuluh darah (Ellis,
2006). Corpus ciliare termasuk cincin siliaris, sebuah cincin serabut yang
bersambung dengan koroid, prosesus siliaris, kumpulan enam puluh sampai
delapan puluh lipatan yang tersusun secara radial di antara cincin siliaris dan iris.
Iris adalah perpanjangan corpus ciliare ke anterior (Riordan-Eva, 2014). Iris
berupa permukaan pipih yang mengelilingi pupil (Ellis, 2006). Iris terletak
bersambungan dengan permukaan anterior lensa, memisahkan bilik mata depan
dari bilik mata belakang, yang masing-masing berisi aqueous humour. Kedua
lapisan berpigmen pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan
neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina ke arah anterior (Riordan-Eva, 2014).
Lapisan Neural
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan
semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola
mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh corpus ciliare dan berakhir
pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata (Riordan-Eva, 2014).
Isi Bola Mata
Menurut Ellis (2006), di dalam bola mata dapat ditemukan: lensa, aqueous
6
Otot-otot Ekstraokular
Gambar 2.2 Otot-otot ekstraokular (tampak depan) Sumber: Sobotta, Volume 1, Edisi Ke-14.
Gambar 2.3 Otot-otot ekstraokular (tampak belakang) Sumber: Sobotta, Volume 1, Edisi Ke-14.
Menurut Riordan-Eva (2006), terdapat enam otot ekstraokular yang
mengendalikan gerakan setiap mata: empat muskulus rektus dan dua obliquus.
Otot-otot Rektus
Keempat otot rektus mempunyai origo pada anulus Zinn yang mengelilingi
nervus opticus di apeks posterior orbita. Mereka dinamakan sesuai insersionya ke
dalam sklera pada permukaan medial, lateral, inferior, dan superior mata. Fungsi
utama otot-otot itu secara berturut-turut adalah untuk aduksi, abduksi, mendepresi,
dan mengelevasi bola mata.
7
mata terpanjang dan tertipis. Origonya terletak di atas dan medial foramen
opticum dan menutupi sebagian origo musculus levator palpebra superioris.
Musculus obliquus inferior berorigo pada sisi nasal dinding orbita tepat di
belakang tepianinferior orbitadan sebelah lateral duktus nasolakrimalis. Otot ini
berjalan di bawah rectus inferior kemudian di bawah musculus rectus lateralis
untuk berinsersio pada sklera dengan tendo yang pendek.
2.1.2 Kelopak Mata dan Konjungtiva
Palpebra (kelopak mata) superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit
yang menutupi dan melindungi bagian anterior bola mata. Refleks menutup
kelopak mata akibat kontraksi otot orbicularis oculi, dapat melindungi mata dari
cedera dan cahaya yang berlebihan (Standring, 2008).
Konjungtiva adalah membran mukosa tipis dan transparan yang memanjang
dari tepi kelopak mata anterior (Standring, 2008).
2.1.3 Apparatus Lacrimalis
Menurut Riordan-Eva (2014), kompleks lakrimalis terdiri atas kelenjar
lakrimal, kelenjar lakrimal aksesorius, kanakuli, saccus lacrimalis, dan ductus
nasolacrimalis.
2.2 Alat Pelindung Diri (APD) 2.2.1 Definisi APD
Alat pelindung diri dapat didefinisikan sebagai alat yang mempunyai
kemampuan melindungi seseorang dalam pekerjaannya, yang fungsinya
mengisolasi pekerja dari bahaya di tempat kerja (Rijanto, 2011).
Alat pelindung diri merupakan metode dalam mengendalikan potensi
cedera terhadapa pemaparan bahan-bahan berbahaya atau bentuk-bentuk energi
yang ditemukan di lingkungan tempat kerja. Alat pelindung diri meliputi
penggunaan pakaian khusu, kacamata pelindung, topi pengaman, respirator, dan
seperangkat alata lainnya yang jika digunakan dengan benar dapat mengurangi
8
2.2.2 Karakteristik APD
Dalam Rijanto (2011) ada beberapa karakteristik alat pelindung diri, yaitu:
1. Alat pelindung diri mempunyai keterbatasan yang umum yaitu tidak dapat
menghilangkan bahaya pada sumbernya.
2. Apabila alat pelindung diri tidak berfungsi dan kelemahannya tidak
diketahui, maka risiko bahaya yang timbul dapat lebih besar.
3. Saat digunakan alat pelindung diri harus sudah dipilih dengan tepat dan
harus selalu dimonitor.
4. Pekerja yang menggunakannya harus sudah terlatih.
2.2.3 Jenis-jenis APD
Berdasarkan Rijanto (2011), Alat Pelindung Diri (APD) berdasarkan
penggunannya dikategorikan dalam beberapa jenis:
1. Pelindung kepala
7. Pelindung muka dan mata
Occupational Safety and Health Administration (2003) mewajibkan
beberapa kategori dari alat pelindung diri harus sesuai dengan standar yang
dikembangkan oleh American National Standards Intitute (ANSI). ANSI telah
mempersiapkan standar keamanan sejak tahun 1920, ketika standar keamanan
pertama diakui untuk melindungi kepala dan mata pada pekerja industri.
Occupational Safety and Health Administration(OSHA) mewajibkan
bahwa alat pelindung diri harus mengikuti standar ANSI:
Perlindungan mata dan wajah: ANSI Z87.1-1989 (USA Standard for Occupational and Educational Eye and Face Protection)
9
Untuk pelindung tangan, tidak ada standar ANSI untuk sarung tangan,
tetapi OSHA merekomendasikan bahwa pemilihan sarung tangan berdasarkan
tugas yang akan dilakukan.
2.3 Alat Pelindung Mata dan Wajah
Pekerja dapat terpapar dengan bahaya yang cukup besar yang dapat
membahayakan mata dan wajah. OSHA mewajibkan bahwa para pekerja harus
mempunyai alat pelindung mata dan wajah yang sesuai jika para pekerja tersebut
mempunyai risiko terpapar dengan bahaya dari lemparan benda kecil, leburan
logam, cairan kimia, cairan asam atau cairan yang berbahaya, gas kimia atau uap,
bahan yang berpotensi dapat menginfeksi, dan cahaya radiasi yang berbahaya.
Banyak cedera mata akibat kerja terjadi karena pekerja tidak
menggunakan alat pelindung mata sementara hasil lain menunjukkan pemakaian
alat pelindung mata yang tidak tepat (OSHA, 2003).
Pelindung muka dan mata memiliki fungsi melindungi muka dan mata
dari lemparan benda-benda kecil, lemparan benda-benda panas, pangaruh cahaya,
dan pengaruh radiasi tertentu (Rijanto, 2011).
OSHA menganjurkan bahwa perlindungan mata harus dipertimbangkan
secara rutin untuk digunakan oleh tukang kayu, montir listrik, ahli mesin, tukang
pipa, tukang las, orang yang bekerja menaburi/menggosong lantai dengan pasir,
operator mesin gerinda, penggergaji kayu, buruh, operator proses kimia,
pemotong kayu, dan tukang tebang pohon.
Menurut OSHA, ada beberapa contoh yang dapat menyebabkan cedera
mata atau wajah:
Debu, kotoran, potongan logam atau kayu yang masuk ke mata dari berbagai kegiatan, seperti memotong, menggerinda, menggergaji,
menempa.
Percikan bahan kimia dari bahan korosif, cairan panas, dan larutan berbahaya lainnya.
Objek yang mengenai mata atau wajah, seperti ranting pohon.
10
Bahan pembuat pelindung mata antara lain adalah gelas/kaca dan plastik.
Bahan-bahan tersebut harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
Gelas yang ditempa secara panas, bila pecah tidak menimbulkan bagian-bagian yang tajam.
Gelas dengan laminasi aluminium, dan lain-lain. Bahan dari plastik meliputi selulosa asetat, akrilik, polikarbonat, dan CR-39.
2.3.1 Syarat-syarat Alat Pelindung Mata dan Wajah
Pelindung muka dan mata juga memiliki beberapa syarat sebagai berikut:
Ketahanan terhadap api sama dengan helm pengaman.
Ketahanan terhadap lemparanbenda yang dapat diuji dengan menjatuhkan bola besi dengan diameter satu inci dengan bebas jatuh dari ketinggian 125
cm.
Syarat optis, yaitu lensa tidak boleh mempunyai efek distorsi/prisma lebih dari 1/16 prisma dioptri (perbedaan fraksi harus <1/16 dioptri).
Memiliki ketahan terhadap panjang gelombang tertentu yang menghasilakan radiasi.
2.3.2 Contoh Alat Pelindung Mata dan Wajah
Beberapa contoh alat pelindung muka dan mata antara lain:
Safety Glasses
Adalah kacamata keselamatan yang mirip dengan kacamata biasa, namun
terbuat dari bahan yang tahan terhadap benturan sehingga dapat
melindungi mata dari bahaya benda asing. Pemakaian safety glassesjuga
biasanya diikuti dengan pemakaian pelindung muka.
Goggles
Merupakan jenis kacamata yang melindungi mata dari bahaya percikan
bahan-bahan kimia cair atau dari benturan benda asing yang
11
Shaded Eyewear
Jenis pelindung muka dan mata ini melindungi pekerja dari bahaya efek
radiasi pembakaran. Fungsi perlindungan bahaya efek radiasi pembakaran
ditunjang dengan karakteristik pelindung yang memiliki kaca pelindung
yang gelap.
Face Shield dan Head Covering
Lembaran plastik transparan yang memanjang mulai alis mata sampai ke
bawah dagu dan melewati seluruh lebar kepala pekerja. Penggunaan
bersama face shield dan head covering membuat proteksi pasa bagian
muka dan mata menjadi maksimal. Selain melindungi dari benturan dan
benda asing yang beterbangan, pelindung ini juga memberikan proteksi
kepada bahaya efek radiasi pembakaran.
Gambar 2.4 Pelindung Mata dan Wajah yang Direkomendasikan Sumber:
https://www.osha.gov/dte/library/ppe_assessment/ppe_assessment.pdf
Keterangan gambar:
1, 2, 3: Goggles
4, 5, 6: Spectacles
12
Tabel 2.1 Panduan Pemilihan Alat Pelindung Mata dan Wajah
Kegiatan Bahaya Pelindung yang
Direkomendasikan
Penanganan kimiawi Percikan, pembakaran
asam, gas
2, 10 (untuk paparan
yang berat tambahkan
10 setelah 2)
Pemotongan Partikel kecil
beterbangan
1, 3, 4, 5, 6, 7A, 8A
Pengelasan listrik Kilatan cahaya, sinar
yang kuat, leburan
Proses pembakaran Cahaya yang
menyilaukan, panas,
leburan logam
7, 8, 9 (untuk paparan
yang berat tambahkan
10)
Penggerindaan ringan Partikel beterbangan 1, 3, 4, 5, 6, 10
Penggerindaan berat Partikel beterbangan 1, 3, 7A, 8A (untuk
paparan yang berat
13
cahaya, percikan
logam
dikombinasi dengan 4,
5, 6)
Pengelasan Partikel beterbangan,
cahaya yang
2.4.1 Definisi Trauma Mata
Trauma mata adalah suatu kondisi dimana adanya gangguan dari luar yang
dapat menyebabkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata, dan
rongga orbita. Jaringan-jaringan pada mata seperti konjungtiva, korneam uvea,
retina, papil saraf optik, dan orbita pun bisa mengalami kerusakan akibat trauma
pada mata (Ilyas, 2011).
Kerusakan pada jaringan mata dapat menyebabkan penurunan funsi
penglihatan bahkan daoat menyebabkan kebutaan. Kecelakaan di rumah,
kekerasan, ledakan, cedera karena olahraga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan
beberapa penyebab umum yang menyebabkan trauma mata (Riordan-Eva, 2007).
2.4.2 Jenis-jenis Trauma Mata
Menurut Aldy (2009), trauma mata dapat digolongkan menjadi:
a. Trauma mekanik
b. Trauma kimia
c. Trauma thermis
d. Trauma elektrik
14
I. TRAUMA MEKANIK
International Society of Ocular Trauma mengklasifikasikan trauma mekanik
menjadi:
Gambar 2.5 Jenis-jenis Trauma Mata Sumber: http://isotonline.org/betts/
1. Trauma tertutup adalah luka pada salah satu dinding bola mata (sklera atau
kornea). Pada trauma mekanik terdapat 67,3% trauma tertutup (Karaman
et al, 2004). Trauma tertutup dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Kontusio adalah trauma pada mata yang disebabkan oleh benda
tumpul. Trauma tumpul dapat menyebabkan peningkatan tekanan
dalam orbita dan intraokular disertai deformitas bola mata
(Riordan-Eva, 2014). Persentase kontusio yang dilaporkan pada sebuah
penelitian adalah 58,6% dari kejadian trauma tertutup dan 50,6% dari
trauma mata. Sebanyak 21,4% dari trauma mata kontusio disebabkan
oleh serpihan kayu atau cabang pohon (Karaman et al, 2004). Trauma Mata
Trauma tertutup Trauma Terbuka
Kontusio Laserasi Lamellar Laserasi Ruptur
15
tajam atau benda tumpul. Persentase laserasi lamellar yang dilaporkan
pada sebuah penelitian adalah 8,7% dari kejadian trauma mata
mekanik dan 7,6% dari trauma mata. Penyebab terbesar kejadian
laserasi lamellar adalah proses pemakuan dan pemasangan kawat
dengan pesentase 26,7% dari trauma mata (Karaman et al, 2004).
2. Trauma terbuka adalah luka yang mengenai seluruh dinding bola mata
(sklera dan kornea). Persentase trauma terbuka pada sebuah penelitian
adalah 32,7% (Karaman et al, 2004). Trauma terbuka dapat digolongkan disebabkan oleh benda tajam. Penetrasi terjadi sebanyak 16,9%
dari trauma mata dan 19,6% dari trauma mekanik. Penetrasi
kebanyakan disebabkan oleh proses pemakuan dan pemasangan
kawat dengan persentase 23,9% dari trauma mata (Karaman et
al, 2004).
Perforasi adalah laserasi pada dinding bola mata yang mempunyai jalan masuk dan keluar. Sebanyak 12 orang dari
3644 kejadian trauma mata mengalami perforasi (Cao, 2012).
IOFB (Intraocular Foreign Body) dapat ditandai dengan adanya keluhan rasa tidak enak atau penglihatan kabur pada
satu mata dengan riwayat benturan antara logam dengan logam,
ledakan, atau cedera proyektil berkecepatan tinggi. Sebanyak
6,5% dari trauma mata dan 7,6% dari trauma mekanik IOFB
terjadi. IOFB paling sering disebabkan oleh penempaan logam
atau batu dengan persentase 80,8% dari kejadian trauma mata
(Karaman et al, 2004).
16
adalah 4,8% dari kejadian trama mata dan 5,5% dari kejadian trauma
mekanik. Penyebab tersering ruptur adalah terkena batang kayu
dengan persentase 36,8% dari trauma mata dan diikuti oleh serpihan
kayu atau cabang pohon dengan persentase sebanyak 26,3% (Karaman
et al, 2004).
II. TRAUMA KIMIA
Trauma kimia adalah trauma mata akibat bahan kimia bisa disebabkan
oleh zat asam, basa, basa, detergen, larutan, bahan perekat, dan bahan iritan
(RSCM Kirana). Trauma bahan kimia pada mata merupakan kejadian gawat
darurat dan harus diterapi sebagai kegawatdaruratan mata. Sebagian besar
penderita adalah kaum muda serta mereka yang berisiko terhadap terjadinya
kecelakaan di pabrik, rumah, dan oleh karena kriminalitas (Yani & Suhendro,
2007). Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian trauma kimia
mempunyai persentase sebanyak 84%. Sebuah laporan dari negara
berkembang didapatkan bahwa trauma kimia mata disebabkan oleh industri
dan pekerjaan dengan persentse sekitar 80% (Solano, 2015).
Secara garis besar bahan kimia dapat digolongkan menjadi dua bagian
besar, yaitu bahan kimia besifat asam dan bahan kimia bersifat basa (alkali)
(Aldy, 2009).
Alkali akan terus menimbulkan kerusakan lama setelah cedera terhenti
sehingga diperlukan bilasan jangka panjang dan pemeriksaan pH secara
berkala (Riordan-Eva, 2014).
Trauma bahan kimia asam adalah trauma pada mata yang disebabkan
adanya kontak dengan bahan kimia asam yang dapat menyebabkan kerusakan
epitel bola, kornea, dan segmen anterior yang cukup parah serta kerusakan
visus yang permanenbaik unilateral maupun bilateral. Sebagian besar bahan
asam hanya akan mengadakan penetrasi terbatas pada permukaan mata,
namun bila penetrasi lebih dalam dapat membahayakan visus (Yani &
17
digunakan dalam industri dan juga baterai. Asam sulfat bereaksi dengan air
matayang melapisi kornea dan mengakibatkan temperatur meningkat (panas)
dan terbakarnya epitel kornea dan konjungtiva (Yani & Suhendro, 2007).
Menurut Feriyani dalam Aldy (2009), tingkatan luka bakar yang
disebabkan oleh trauma kimia pada bola mata ada empat, yaitu:
Tabel 2.2 Tingkat Luka Bakar
18
III. TRAUMA THERMIS
Sekitar 16% trauma bakar mata disebabkan oleh trauma thermis
(Solano, 2015). Trauma thermis biasanya disebabkan oleh api atau air panas.
Karena kemampuan refleks mata yang cepat kejadian trauma mata karena
suhu jarang terjadi meskipun trauma thermis pada wajah dan periorbital
sering terjadi (Aldy, 2009).
IV. TRAUMA ELEKTRIK
Trauma elektrik langsung pada mata jarang terjadi. Trauma elektrik
dapat disebabkan oleh arus listrik yang kuat yang mengakibatkan kongesti
pada konjungtiva, kekeruhan pada kornea, inflamasi pada iris dan korpus
siliaris, perdarahan pada retina, neuritis, dan katarak dapat terjadi 2-4 bulan
setelah trauma.
V. TRAUMA RADIASI
Sinar Inframerah
Trauma mata oleh sinar inframerah diakibatkan oleh
terkonsentrasinya sinar inframerah terlihat. Bila seseorang berada dalam
jarak satu kaki selama satu menit di depan kaca yang mencair dan
pupilnya midriasis maka akan menyebabkan kenaikan suhu lensa
sebanyak 9C. Demikian pula iris yang mengabsopsi sinar inframerah
akan panas sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa di
dekatnya. Absorpsi sinar inframerah oleh lensa akan mengakibatkan
katarak dan eksfoliasi kapsul lensa. Akibat paparan sinar ini pada lensa
maka katarak mudah terjadipada pekerja industrigelas dan
pemanggangan logam. Sejauh ini terapi yang dilakukan pada trauma
sinar inframerah adalah dengan pemberian steroid sistemik maupun lokal
untuk mencegah terbentuknya jaringan parut pada makula serta
mengurangi gejala radang yang timbul.
Sinar Ionisasi dan Sinar X
19
suatu sinar. Sinar ionisasi menyebabkan pemecahan dini pada sel epitel
secara abnormal sehingga dapat menyebabkan katarak dan kerusakan
retina mata. Gambaran klinis yang dijumpai pada penderita berupa
dilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris mata, dan eksudat. Pada kornea
dapat menyebakan keratitis dengan iridosiklitis ringan bahkan kerusakan
permanen yang sulit diobati. Beberapa kasus trauma mata karena sinar
ionisasi dan sinar X yang berat akan mengakibatkan perut konjungtiva
atrofi sel goblet yang akan mengganggu fungsi air mata.
Sinar Ultra Violet
Menurut Olifshifski dalam S. Wahyuni (2012), sinar ultra violet
adalah radiasi elektromagnetikyang terletak di antar sinar tampak dan
sinar X. Sinar ultra violet dibagi ke dalam tiga spektrum, yaitu: bagian
terdekat (400-300 nm), bagian terjauh (300-200 nm), dan bagian kosong
(200-4nm).
2.5.Kategori Usia
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009), kategori
usia dibagi menjadi sembilan kategori, yaitu:
1. Masa balita : 0-5 tahun
2. Masa kanak-kanak : 6-11 tahun
3. Masa remaja awal : 12-16 tahun
4. Masa remaja akhir : 17-25 tahun
5. Masa dewasa awal : 26-35 tahun
6. Masa dewasa akhir : 36-45 tahun
7. Masa lansia awal : 46-55 tahun
8. Masa lansia akhir : 56-65 tahun
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau
menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata (Lubis, 2013). Trauma mata
merupakan penyebab umum kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda;
kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Dewasa
muda -terutama pria- merupakan kelompok yang paling mungkin mengalami
trauma tembus mata (Vaughan & Asbury, 2014).
Berdasarkan National for The Prevention of Blindness (WHO) dalam Aldy
(2009) memperkirakan bahwa 55 juta trauma mata terjadi didunia setiap
tahunnya, 750.000 di rawat di Rumah Sakit dan lebih kurang 200.000 adalah
trauma terbuka bola mata. Insiden trauma mata mengalamai peningkatan secara
terus-menerus. Secara global, 1,6 juta masyarakat yang menjadi buta, 2,3 juta
mengalami penurunan penglihatan secara bilateral, dan 19 juta dengan kehilangan
daya penglihatan karena trauma mata. Saat ini trauma trauma merupakan
penyebab tersering kebutaan bilateral (Biradar, 2011).
Selain menyebabkan penurunan penglihatan, trauma mata juga
menyebabkan penurunan kualitas hidup dan kerugian ekonomi karena kehilangan
gaji dan pelayanan kesehatan yang mahal. Pencegahan trauma mata dihalangi oleh
kurangnya data epidemiologi (Ko et al, 2000).
Pada 9717 pasien dengan kegawatdaruratan mata yang ada di Departemen
Mata Caritas Medical Centre, Sham Shai Po, Hong Kong, Cina, 1799 (18,5%)
kasus disebabkan oleh trauma mata. Trauma yang berhubungan dengan kerja
merupakan penyebab tersering trauma mata, dengan persentase 61,5%. Kemudian
diikuti oleh kecelakaan di rumah (20,4%), lalu lintas (7,3%), olahraga dan tempat
2
Hasil penelitian yang dilakukan di National University Hospital (NUH),
Singapura pada tahun 2005 menunjukkan bahwa penyebab tersering dari trauma
mata adalah aktivitas konstruksi dengan persentase 38,4%. Aktivitas tersebut
terdiri dari pennggerindaan, pengelasan, penempaan logam, pengelasan,
pemotongan logam, pengerjaan kayu, pemakuan (Woo & Sundar, 2006).
Departemen Kesehatan melalui Undang-undang nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa pembangunan nasional ditujukan
untuk mencapai tingkat kesehatan masyarakat Indonesia secara optimal. Mata
sebagai salah satu indera dari tubuh manusia termasuk dalam objek yang harus
ditingkatkan kesehatannya demi meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya
manusia Indonesia karena akan mempengaruhi kecerdasan, produktifitas, dan
kesejahteraan masyarakat (Menkes, 2006). Undang-undang nomor 1 tahun 1970,
tentang keselamatan dan kesehatan kerja juga mengatur kewajiban tenaga kerja
untuk memakai alat pelindung diri secara jelas. Dalam bab IX pasal 13 dijelaskan
bahwa setiap orang yang akan memasuki tempat kerja, diwajibkan menaati semua
petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat pelindung kerja.
Salah satu faktor yang berperan untuk terjadinya cedera akibat kerja
adalah pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dan benar cara
pakainya (Riyadina, 2008). Alat Pelindung Diri adalah suatu alat yang
mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi
sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja (Permenakertrans,
2010). Hasil penelitian menyatakan bahwa cedera akibat kerja 11% terjadi karena
kurangnya perhatian tenaga kerja untuk menggunakan alat pelindung diri pada
saat bekerja khususnya pada tenaga kerja bagian produksi (Riyadina, 2008).
Berdasarkan keadaan tersebut di atas, diperlukan upaya untuk mencegah
terjadinya trauma mata pada pekerja bangunan PT.X, maka penulis berkeinginan
untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan Trauma Mata dengan
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan kejadian
trauma mata dengan penggunaan alat pelindung mata pada pekerja konstruksi
Perusahaan X?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya hubungan kejadian trauma mata dengan alat
pelindung mata pada pekerja konstruksi.
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Mengetahui jenis trauma mata tersering yang dialami pekerja
b) Mengetahui usia yang paling sering mengalami trauma mata
c) Mengetahui aktivitas pekerja yang paling sering menyebabkan trauma
mata
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada:
1. Peneliti
Dapat menambah pengetahuan peneliti mengenai penyebab trauma
mata dan mengaplikasikan ilmu yang didapat selama masa pendidikan.
2. Pemerintah
Sebagai masukan untuk pemerintah dalam upaya menurukan angka
kejadian trauma pada mata melalui penggunaan alat pelindung diri
(APD).
3. Masyarakat dan Pekerja Konstruksi
Dapat dijadikan sebagai informasi dan pengetahuan bagaimana
ii
ABSTRAK
Latar Belakang: Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang
menimbulkan perlukaan mata. Insiden trauma mata mengalamai peningkatan secara terus-menerus. Salah satu faktor yang berperan untuk terjadinya cedera akibat kerja adalah pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dan benar cara pakainya. Oleh karena hal inilah penulis ingin mengetahui hubungan kejadian trauma mata dengan penggunaan alat pelindung mata.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan kejadian
trauma mata dengan alat pelindung mata pada pekerja konstruksi
Metode: Penelitian ini menggunakan metode yang bersifat analitik dengan
rancangan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini merupakan pekerja konstruksi sebuah perusahaan konstruksi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara total sampling. Kemudian akan dianalisa dengan uji chi-square.
Hasil: Hasil menunjukkan sebanyak 65 orang responden yang terdiri atas 46
responden mengalami trauma mata dan 19 responden tidak mengalami trauma mata. Pada responden yang mengalami trauma mata sebanyak 38 orang responden dikategorikan sebagai penggunaan alat pelindung mata yang buruk dan 8 orang dikategorikan sebagai penggunaan alat pelindung mata yang baik. Hasil analisa uji chi-square didapat nilai p = 0,0001 (p<0,05), sehingga hipotesis gagal ditolak karena menunjukkan hubungan yang signifikan antara dua variabel.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kejadian
trauma mata dengan penggunaan alat pelindung mata pada pekerja konstruksi.
iii
ABSTRACT
Background: Ocular trauma is action that intentionally or unintentionally causes eye injury. The incidence of ocular trauma is continuously increasing. On of the factors that contribute to the occurrence of work-related injury is the use of Personal Protective Equipment (PPE) that appropriately and correctly way. Therefore, the author wanted to determine the relationship between the case of ocular trauma with the use of eye protection device.
Objective: The aimed of this study was to determine the relationship between the case of ocular trauma with the use of eye protection device in construction worker.
Method: This study used an analytical method with cross sectional design. The sample of this study is construction worker of a construction company. The sampling was done by total sampling. Then it will be analyzed by chi-square test.
Result: The result showed that as many as 65 respondents are consisting of 46 respondents with ocular trauma and 19 respondents without ocular trauma. Respondents who experinced the ocular taruma consist of 38 respondents was categorize as the bad use of eye protection device and 8 respondents was categorize as the good use of eye protection device. The result of chi-square test obtained p value = 0,0001 (p<0,05), so the hypothesis fail to be rejected because it showed the significant relationship between the two variables.
Conclusion: This study showed that there is a relationship between the case of ocular trauma with the use of eye protection device in construction worker.
Hubungan Kejadian Trauma Mata dengan Penggunaan Alat Pelindung Mata pada Pekerja Konstruksi Perusahaan X
Oleh:
DESTI LAURA
120100311
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hubungan Kejadian Trauma Mata dengan Penggunaan Alat Pelindung Mata pada Pekerja Konstruksi Perusahaan X
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
kelulusan sarjana kedokteran
Oleh:
DESTI LAURA
120100311
FAKULTAS KEDOKTERAN
ii
ABSTRAK
Latar Belakang: Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang
menimbulkan perlukaan mata. Insiden trauma mata mengalamai peningkatan secara terus-menerus. Salah satu faktor yang berperan untuk terjadinya cedera akibat kerja adalah pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dan benar cara pakainya. Oleh karena hal inilah penulis ingin mengetahui hubungan kejadian trauma mata dengan penggunaan alat pelindung mata.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan kejadian
trauma mata dengan alat pelindung mata pada pekerja konstruksi
Metode: Penelitian ini menggunakan metode yang bersifat analitik dengan
rancangan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini merupakan pekerja konstruksi sebuah perusahaan konstruksi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara total sampling. Kemudian akan dianalisa dengan uji chi-square.
Hasil: Hasil menunjukkan sebanyak 65 orang responden yang terdiri atas 46
responden mengalami trauma mata dan 19 responden tidak mengalami trauma mata. Pada responden yang mengalami trauma mata sebanyak 38 orang responden dikategorikan sebagai penggunaan alat pelindung mata yang buruk dan 8 orang dikategorikan sebagai penggunaan alat pelindung mata yang baik. Hasil analisa uji chi-square didapat nilai p = 0,0001 (p<0,05), sehingga hipotesis gagal ditolak karena menunjukkan hubungan yang signifikan antara dua variabel.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kejadian
trauma mata dengan penggunaan alat pelindung mata pada pekerja konstruksi.
iii
ABSTRACT
Background: Ocular trauma is action that intentionally or unintentionally causes eye injury. The incidence of ocular trauma is continuously increasing. On of the factors that contribute to the occurrence of work-related injury is the use of Personal Protective Equipment (PPE) that appropriately and correctly way. Therefore, the author wanted to determine the relationship between the case of ocular trauma with the use of eye protection device.
Objective: The aimed of this study was to determine the relationship between the case of ocular trauma with the use of eye protection device in construction worker.
Method: This study used an analytical method with cross sectional design. The sample of this study is construction worker of a construction company. The sampling was done by total sampling. Then it will be analyzed by chi-square test.
Result: The result showed that as many as 65 respondents are consisting of 46 respondents with ocular trauma and 19 respondents without ocular trauma. Respondents who experinced the ocular taruma consist of 38 respondents was categorize as the bad use of eye protection device and 8 respondents was categorize as the good use of eye protection device. The result of chi-square test obtained p value = 0,0001 (p<0,05), so the hypothesis fail to be rejected because it showed the significant relationship between the two variables.
Conclusion: This study showed that there is a relationship between the case of ocular trauma with the use of eye protection device in construction worker.