PENGASUHAN TERHADAP PERTUMBUHAN LINIER,
PERKEMBANGAN MOTORIK DAN STATUS ANEMIA BAYI
BERNATAL SARAGIH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengaruh Pemberian Pangan yang Difortifikasi Zat Multi Gizi Mikro pada Ibu Hamil dan Pengasuhan terhadap Pertumbuhan Linier, Perkembangan Motorik dan Sta tus Anemia Bayi adalah karya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, 7 Nopember 2007
Food in Pregnant Mother and Caring on Linear Growth, Motor Development and Anemia Status of Infants. Supervised by HIDAYAT SYARIEF, HADI RIYADI, AMINI NASOETION
Like in many developing countries, macro and micro nutritional deficiency has long been problem in Indonesian pregnant mother and infant. Early nutritional improvement strategy through supplementary fortified foods for pregnant mother, its one of alternative nutritional improvement for next generation.
The objective of this study to analized the impact of multi micronutrients fortified supplementary food in pregnant mother and caring on linear growth, motor development and anemia status of infants. This study was conducted in tree sub-districts of Bogor Distritcs namely: Leuwiliang, Leuwisadeng and Ciampea. Total of infants has follow up were 120 with prospective cohort. From 120 infants were selected 40 infants as fortified groups (pregnant mothers was received fortified food (vermicelli, milk and biscuit) with multi-nutrients i.e. iron, iodine, zinc, folic acid, vitamin C and vitamin A), 40 infants as unfortified groups (pregnant mothers was received non fortified foods) and 40 infants as control groups (pregnant mother did not receive any experiment food). Data analyzed using SPSS 10.0 and 13.0. Z-score were calculated for the length-for-age (HAZ) and weight-for age (WAZ), using NCHS-WHO 1983 and WHO 2006 growth references.
The result of study showed multi micronutrients fortified supplementary food in pregnant mother and exclusive breast feed up to 3 month on linear growth, weight gain, WAZ, HAZ, knee lenght, motor development and Hb better than exclusive breast feed unfortified and control group infants. Multi micronutrients fortified supplementary food in pregnant mother had significant effect on infants linear growth with net effect 2.0 cm compared to control group and 1.4 cm
unfortified group. Stunted (5.0%) and underweight (2.5%) finding at two months
of infants age in control group. Fortified food in pregnant mothers had significant effect on infant knee length gain. Infant knee length (< 14.248 cm) at 6 months could categorized as stunted.
Infant caring had positive associated with linear growth, weight gain, knee length, motor development and anemia status but morbidity had negative associated. The mean of infants morbidity 0 up to 6 months higher in control group compared with unfortified and unfortified higher than fortified groups. The anemia status (Ht< 33%) of infant at 6 months i.e. 27.8% were fortified group, 30.6% were unfortified group and 38.9% were control group. Multi micronutrients fortified supplementary food in pregnant mother had effect retention of decreased infants Hb up to 6 months.
Multi Gizi Mikro pada Ibu Hamil dan Pengasuhan terhadap Pertumbuhan Linier, Perkembangan Motorik dan Status Ane mia Bayi. Dibimbing oleh HIDAYAT SYARIEF, HADI RIYADI, AMINI NASOETION
Seperti diberbagai negara berkembang lainnya, masalah kekurangan gizi makro dan mikro pada ibu dan bayi juga terjadi di Indonesia. Strategi perbaikan gizi secara dini dapat dilakukan dengan pemberian pangan yang difortifikasi zat multi gizi mikro pada ibu hamil, sebagai salah satu alternatif perbaikan gizi bagi generasi yang selanjutnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak pemberian pangan yang difortifikasi zat multi gizi mikro pada ibu hamil dan pengasuhan terhadap pertumbuhan, perkembangan motorik dan status anemia bayi.
Penelitian ini dilakukan pada 3 Kecamatan di Kabupaten Bogor yaitu di Ciampea, Leuwiliang dan Leuwisadeng. Penelitian ini dilakukan kohort prospektif dengan jumlah bayi yang diikuti 120 orang yang dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama (kelompok fortifikasi) yang ibunya pada waktu hamil menerima pangan yang difortifikasi vitamin A, C, asam folat, besi, seng dan iodium. Kelompok kedua (tanpa fortifikasi) diberikan pangan yang sama tetapi tidak difortifikasi dan kelompok ketiga merupakan kelompok kontrol yang ibunya waktu hamil tidak menerima pangan fortifikasi maupun tanpa fortifikasi. Data yang dikumpulkan meliputi: status sosial ekonomi keluarga, pemberian ASI, pengasuhan, intik gizi ibu menyusui, berat badan ibu, intik gizi bayi, morbiditas, berat badan, tinggi badan, panjang lutut setiap bulan, perkembangan motorik, Ht dan Hb. Analisis z-skor PB/U dan BB/U menggunakan referensi NCHS-WHO (1983) dan WHO (2006). Data ditabulasi, dianalisis secara statistik dengan Anova, Ancova, korelasi Pearson, regresi linier, regresi berganda dan regresi logistik berganda menggunakan program Software SPSS versi 10.0 dan 13.0
Hasil penelitian menunjukkan bayi yang memperoleh ASI eksklusif > 3 bulan dan ibu ketika hamil menerima pangan fortifikasi, memiliki morbiditas yang lebih rendah, pertumbuhan linier, z-skor PB/U, pertambahan berat badan, Z-skor BB/U, pertambahan tinggi lutut, perkembangan motorik dan Hb lebih baik dibandingkan dengan bayi kelompok tanpa fortifiaksi dan kontrol juga memperoleh ASI eksklusif > 3 bulan. Pemberian pangan fortifikasi pada ibu hamil mempengaruhi pertumbuhan linier bayi secara signifikan dengan efek bersih lebih tinggi 1,4 cm dibandingkan dengan kelompok tanpa fortifikasi dan 2,0 cm dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pengasuhan, pendidikan ibu, pendapatan perkapita keluarga berhubungan positif dengan pertumbuhan linier,
perkembangan motorik dan status anemia bayi. Stunted (5%) dan underweight
(2,5%) pada bayi terjadi pada usia 2 bulan yaitu pada kelompok kontrol. Pertambahan panjang lutut secara signifikan dipengaruhi oleh pemberian pangan fortifikasi pada saat ibu hamil dengan efek bersih 0,56 cm. Bayi pada usia 6 bulan
yang panjang lututnya < 14,248 cm termasuk dalam kategori status gizi stunted
dibandingkan dengan kelompok tanpa fortifikasi (113,3+86,2) dan fortifikasi (91,2+74,7) dalam kategori tingkat morbiditas rendah. Persentasi bayi yang anemia berdasarkan hematokrit (Ht<33%) pada kelompok kontrol adalah yang tertinggi sebesar 38,9 persen, kelompok tanpa fortifikasi sebesar 30,6 persen dan kelompok fortifikasi sebesar 27,8 persen. Pangan fortifikasi pada penelitian ini lebih pada menahan laju penurunan Hb bayi sampai usia bayi 6 bulan. Dimana pada kelompok tanpa fortifikasi dan kontrol kadar Hb pada bayi usia 6 bulan sudah ada dibawah 90,0g/L masing-masing (8,3% dan 11,11%) sedangkan kelompok fortifikasi tidak ada dan bayi kelompok kontrol. ada yang Hb-nya 70,6 g/L.
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagaian atas atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan nama atau menyebut sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
PENGASUHAN TERHADAP PERTUMBUHAN LINIER,
PERKEMBANGAN MOTORIK DAN STATUS ANEMIA BAYI
BERNATAL SARAGIH
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Pujia syukur kepada Tuhan atas rahmat dan kasihNya sehingga penulis
berhasil menyelesaikan disertasi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Juli 2006 adalah gizi bayi, denga n judul Pengaruh
Pemberian Pangan yang Difortifikasi Zat Multi Gizi Mikro pada Ibu Hamil dan
Pengasuhan terhadap Pertumbuhan Linier, Perkembangan Motorik dan Status
Anemia Bayi.
Pada kesempatan ini, dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis
ucapkan terimakasih kepada Prof Dr Ir Hidayat Syarief, MS, sebagai ketua
komisi pembimbing yang telah banyak memberikan nasehat, saran-saran
bimbingan dan senantiasa memberikan semangat dan dorongan dalam
penyelesaian penelitian ini, Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS sebagai anggota komisi
pembimbing yang telah memberikan saran-saran serta begitu berjasa yang telah
merekomendasikan penulis dalam melaksanakan penelitian ini yang merupakan
kelanjutan dari penelitian Feeding program SEAFAST center Institut Pertanian
Bogor dan kepada Dr.Ir. Amini Nasoetion, MS sebagai anggota komisi
pembimbing yang penuh dengan kesabaran telah memberikan bimbingan dan
saran-saran dengan segala kerendahan hati disampaikan terimakasih. Kepada tim
penguji luar komisi Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc, Dr. Ir. Taufik Hanafi,
MUP dan Prof. Dr.Ir. Hardinsyah, MS, yang telah banyak memberikan
saran-saran serta masukan dalam penyempurnaan Disertasi ini, untuk ketiga penguji
dengan rendah hati disampaikan terimakasih.
Ucapan terimakasih dan rasa hormat juga disampaikan kepada Dr. Ir.
Purwiyatno Hariyadi, M.Sc selaku Direktur SEAFAST Center dan Prof.Dr.Ir.
Made Astawan, MS selaku ketua tim feeding program SEAFAST Center, yang
telah memberikan ijin untuk melanjutkan penelitian feeding program. Kepada
Dr.Ir.Ahmad Sulaeman, MS dan Dr.Ir. Siti Madanijah, MS sebagai penguji pada
saat prakualifikasi dan kolokium yang telah banyak memberikan masukan dalam
penulisan disertasi ini.
Ucapan terimakasih dan rasa hormat juga disampaikan kepada Prof. Dr.Ir.
Hardinsyah, MS sebagai Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Prof. Dr.Ir. Ali
jajarannya yang telah memberikan pelayanan, baik administrasi maupun proses
pembelajaran disampaikan terimakasih.
Kepada Rektor Universitas Mulawarman dan Dekan Fakultas Pertanian
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program
pendidikan S3 di IPB dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa BPPS, disampaikan
terimakasih. Kepada Pemprop. Kalimantan Timur atas bantuan dana yang
diberikan dalam penulisan disertasi.
Terimakasih juga disampaikan kepada Dr.Faridha sebagai, kepala
Puskesmas Ciampea, Dr. Agung sebagai kepala Puskesmas Puraseda dan Dr.
Esther sebagai kepala UPTD Puskesmas Leuwiliang yang telah menyediakan
tempat pengambilan darah dan melakukan pemeriksaan kesehatan bayi. Para
kader-kader posyandu yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian
lapangan.
Ucapan terimakasih kepada Rosmala Dewi,STP dan Dra Lely yang telah
membantu pengambilan darah dan analisis golongan darah, Hb dan Ht bayi.
Kepada Solichin, SP dan Dudik Riyadi yang telah membantu dalam pelaksanaan
penelitian tanpa kenal lelah berkeliling dari rumah-kerumah responden. Serta
kepada Cacha rental motor dan mobil yang menjadi langgangan tetap selama
penelitian.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dr.Ir. V. Prihananto, MS
dan Ir. Dodik Briawan, MCN yang selalu menjadi teman diskusi dan telah banyak
memberikan dorongan dalam penulisan disertasi, kepada Dra Erli Mutiara, MSi,
Dra Mazarina Devi, MS dan Ir. Heryudarini Harahap,M.Kes atas bantuannya yang
beberapa kali ikut ke kelapangan dalam memperlancar penelitian, dan atas
kebersamaan dalam menempuh studi di GMK selama ini. Kepada Ir. C Meti
Dwiriani, M.Sc atas pinjaman alat untuk pengukuran antropometri bayi yang
sangat menunjang dalam memperlancar penelitian ini.
Penghargaan khusus diberikan kepada isteri penulis Nani Lewidina Purba,
penulisan disertasi diucapkan terimakasih. Penghargaan khusus juga disampaikan
kepada orang tua penulis Bapak (alm) Gr. Jamanta Solanus Saragih dan Ibunda
Nuria Martina Purba, yang merupakan guru yang memberikan cahaya sejak kecil.
Kepada abang/kakak penulis Jasner Saragih, BA/Sartaulina Damanik, Esron
Saragih, SPd/Emmy Purba, Ir. Mikael Saragih/Juliati, SE, Ir. Bernaulus Saragih
M.Sc, PhD/Celiyani, SPd, Letnan TNI AL Perdin Saragih,SE/Melitina
Sibarani,S.Sos, Nursia Saragih/Kasman Lingga, Theresia Saragih,SPd/Arsinus
Purba dan Liharia Saragih/Ely Sugandi Purba disampaikan terimakasih atas
bantuan moril dan materil yang telah diberikan.
Penghargaan yang tulus juga disampaikan pada berbagai pihak yang telah
membantu penelitian ini, yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Akhirnya
penulis berharap semoga tulisan ini berguna bagi siapapun yang memerlukan.
Penulis
anak ke sembilan dari sembilan bersaudara dari pasangan Gr.Jamanta Solanus
Saragih(alm) dengan Nuria Martina P. Pak-pak. Penulis menikah dengan Nani
Lewidina Purba, SE pada tanggal 17 Februari 2000 dan dikarunia seorang putra
Frederic Morado Saragih yang lahir pada tanggal 13 Mei 2001.
Pendidikan sarjana ditempuh pada Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi
Pertanian lulus pada tahun 1994. Pada tahun 1998 penulis diterima di program
studi Ilmu Pangan (IPN) pada program pascasarjana IPB dan lulus tahun 2001.
Kemudian mendapatkan kesempatan melanjutkan ke program doktor di program
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMK) Sekolah Pascasarjana IPB
tahun 2004. Beasiswa BPPS diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.
Penulis bekerja sebagai dosen di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman sejak tahun 1996. Pada tahun
2002-2003 penulis sebagai professional expert Cold Chain Indonesia Project. Texas
A&M University. Pada tahun 2003-2004 sebagai sekretaris Program Studi Agronomi dan pada tahun 2004-2005 sebagai Kepala Laboratorium Mikrobiologi
Hasil Pertanian.
Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul Pengaruh Pemberian Pangan
Fortifikasi Zat Multi Gizi Mikro pada Ibu Hamil terhadap Status Gizi dan
Morbiditas Bayi dari Usia 0-6 Bulan pada jurnal Info Kesehatan Masyarakat
(terakreditasi) USU edisi Juni 2007. Artikel lain berjudul Pengaruh Pemberian
Pangan Fortifikasi Zat Multi Gizi Mikro pada Ibu Hamil terhadap Pertumbuhan
Linier, Panjang Lutut dan Status Anemia Bayi akan diterbitkan pada jurnal Gizi
Indonesia (terakreditasi) pada tahun 2007. Karya-karya ilmiah tersebut
DAFTAR TABEL………..
TINJAUAN PUSTAKA………. 8
Hubungan Gizi Ibu Hamil dengan Pertumbuhan Prenatal…………. Pertumbuhan Sesudah Lahir Sampai 6 Bulan………
Growth Faltering dalam Pertumbuhan Linier……….
Catch Up Grouth (Kejar Tumbuh) dalam Pertumbuhan Linier.. Perkembangan Sesudah Lahir Sampai 6 Bulan……….. Pengukuran Perkembangan Bayi Sampai 6 Bulan………. Pengaruh Genetik terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan….….. Pengaruh ASI terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan…………. Pengaruh Pemberian MP-ASI Terlalu Dini terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi 0-6 Bulan……… Pengaruh Morbiditas terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan….. Pengaruh Status Sosial-Ekonomi Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan……… Pengaruh Pengasuhan terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan… Hubungan Anemia dengan Pertumbuhan dan Perkembangan……... Dampak Suplementasi Multi Gizi Mikro Selama Hamil terhadap Hasil Kelahiran, Pertumbuhan dan Perkembangan………
Besi………. Interaksi Zat Gizi (Besi, Seng, Folat, Iodium, vitamin A dan C)…...
8
KERANGKA PEMIKIRAN DAN DEFINISI OPERASIONAL……….. 30
Kerangka Pemikiran………... Definisi Operasional………...
30 31
METODE PENELITIAN………... 34
Jenis dan Cara Pengambilan Data……….. Pengolahan dan Analisis Data………
37 40
HASIL DAN PEMBAHASAN……….… 43
Karakteristik keluarga……… Besar Keluarga, Usia dan Pendidikan……… Pekerjaan, Pendapatan dan Pendapata n Perkapita……… Pengasuhan……….
Asuh Makan………. Asuh Kesehatan….……….. Asuh Bermain……….. Morbiditas……….. Intik, Tingkat Kecukupan dan Status Gizi Ibu………... Intik dan Tingkat Kecukupan Gizi Ibu………. Status Gizi Ibu………. Intik dan Tingkat Kecukupan Gizi Bayi……….
Intik Energi………... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Linier…………... Pertambahan Berat Badan……….. Z-Skor BB/U……….. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertambahan Berat Badan Bayi. Pertambahan dan Panjang Lutut Bayi………
Hubungan Panjang Lutut dengan Status Gizi (Stunted) dan
Panjang Badan……… Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertambahan Panjang Lutut Bayi……… Perkembangan Motorik……….. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik Bayi…. Status Anemia………. Hemoglobin (Hb)….. ………...
Hematokrit (Ht)………
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Anemia Bayi…………..
43
KESIMPULAN DAN SARAN……….. 110
1
Angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan pada bayi 0-6 bulan...
Berat dan panjang badan bayi 0-6 bulan……….
Komposisi air susu ibu (ASI) per liter...
Model perputaran produk yang diberikan pada wanita hamil………..
Jenis dan cara pengumpulan data………..
Pengolahan data………
Karakteristik keluarga………...
Kategori total pengasuhan bayi………
Kategori asuh makan...
Praktek pemberian ASI...
Lama pemberian ASI saja...
Rata-rata lama pemberian ASI saja dan volume ASI...
Praktek pemberian makan...
Higiene dan sanitasi makanan...
Kategori asuh kesehatan...
Pemeliharaan kebersihan badan dan pakaian...
Kunjungan ke Posyandu, pemberi dorongan mengimunisasikan bayi dan kejadian sakit...
Tempat pengobatan ketika bayi sakit...
Kelengkapan imunisasi...
Usia bayi pertama kali di imunisasi...
Kategori asuh bermain...
Asuh bermain...
Skor dan tingkat morbiditas bayi...
Jenis dan frekuensi sakit...
Frekuensi sakit tanpa membedakan jenis penyakit umur 0-6 bulan....
Intik zat gizi ibu menyusui...
Status gizi ibu menyusui (IMT=kg/m2)………
30
Intik besi dan kecukupan besi bayi………..
Panjang badan bayi (PB, cm) setiap bulan berdasarkan perlakuan dan referensi……….
Pertumbuhan linier (∆PB,cm) bayi berdasarkan status pemberian
ASI, umur dan perlakuan……….
Sebaran contoh berdasarkan pertumbuhan linier, status pemberian ASI, usia dan perlakuan………...
Rata-rata Z Skor PB/U bayi ………
Selisih Z-skor PB/U status pemberian ASI, umur dan perlakuan……
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan panjang badan bayi.
Rata-rata berat badan bayi setiap bulan………
Pertumbuhan berat badan berdasarkan status peberian ASI, umur dan perlakuan………...
Sebaran contoh berdasarkan pertambahan berat badan, status
pemberian ASI, usia dan perlakuan……..………....
Rata-rata Z Skor BB/U bayi setiap bulan ………
Rata-rata selisih Z Skor BB/U bayi berdasasrkan usia, status pemberian ASI dan perlakuan ……….
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan bayi…..
Pertambahan dan panjang lutut bayi………
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan panjang lutut bayi..
Sebaran contoh berdasarkan perkembangan motorik, status pemberian ASI dan perlakuan………..
Rata-rata skor perkembangan motorik……….
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik bayi…….
Sebaran hemoglobin bayi……….
Sebaran contoh berdasarkan status anemia, status pemberian ASI dan perlakuan………...
Sebaran hematokrit bayi………..
1
Usia pencapain perkembangan motorik ………..
Kerangka pemikiran pengaruh pemberian pangan yang difortifikasi zat multi gizi mikro pada ibu hamil terhadap pertumbuhan,
perkembangan motorik dan status anemia bayi………...
Bagan penarikan contoh penelitian ……….
Persentase lama pemberian ASI ekklusif……….
Pertumbuhan panjang badan bayi …………..……….
Sebaran contoh berdasarkan pertumbuhan linier, status pemberian ASI, usia dan perlakuan………...
Persentasi Stunting bayi 0-6 bulan………...
Z skor PB/U bayi perempuan (Referensi NCHS-WHO1983)……….
Z skor PB/U bayi perempuan (Referensi WHO 2006)………
Z skor PB/U bayi laki-laki (Referensi NCHS-WHO1983)………….
Z skor PB/U bayi laki-laki (Referensi WHO 2006)……….
Rata-rata berat badan bayi ……….………..
Persentase bayi yang mengalami penurunan berat badan...
Sebaran contoh berdasarkan pertambahan berat badan, status pemberian ASI, usia dan perlakuan……..………....
Underweight bayi pada umur 0-6 bulan (referensi WHO 2006)……. Z skor BB/U bayi perempuan (referensi NCHS-WHO 1983)……….
Z skor BB/U bayi perempuan (referensi WHO 2006)……….
Z skor BB/U bayi laki-laki (Referensi NCHS-WHO 1983)………...
Z skor BB/U bayi laki-laki (Referensi WHO 2006)………...
Sebaran contoh berdasarkan pertambahan panjang lutut, status pemberian ASI dan perlakuan………..
Rata-rata panjang lutut bayi …………..………..
Persentase bayi yang mencapai semua perkembangan motorik …….
Persentasi anemia (Hb<100 g/L) pada usia 6 bulan……….
1
Intik zat gizi ibu hamil pada awal penelitian………
Kontribusi AKG dalam 100 g produk fortifikasi……….
Tingkat kecukupan gizi (%) pada akhir intervensi………...
Kontribusi dari intervensi terhadap tingkat kecukupan zat gizi……...
Komposisi gizi biskuit fortifikasi dalam 100 g bahan……….
Komposisi gizi bihun fortifikasi dalam 100 g bahan………...
Komposisi gizi susu fortifikasi dalam 100 g bahan………
Persentase stunting bayi pada umur 0-6 bulan……….
Persentse stunting bayi pada umur 0-6 bulan………..
Pertambahan panjang lutut bayi………..
Korelasi Pearson antara beberapa variabel dengan pertumbuhan
linier (∆PB), pertambahan berat badan (∆BB), Panjang lutut (∆PL),
perkembangan motorik dan status anemia (Hb)………...
Hasil analisis tabulasi silang pertumbuhan linier 0-3 bulan berdasarkan, morbiditas, status pemberian ASI dan pemberian pangan………...
Hasil analisis tabulasi silang pertumbuhan linier 0-3 bulan berdasarkan, morbiditas, asuh makan dan pemberian pangan……….
Hasil analisis tabulasi silang pertumbuhan linier 0-3 bulan berdasarkan, morbiditas, pengasuhan dan pemberian pangan………..
Hasil analisis tabulasi silang pertumbuhan linier 3-6 bulan berdasarkan, morbiditas, pengasuhan dan pemberian pangan………..
Hasil analisis tabulasi silang pertambahan berat badan 0-3 bulan berdasarkan, morbiditas, status pemberian ASI dan pemberian pangan………...
Hasil analisis tabulasi silang pertambahan berat badan 3-6 bulan berdasarkan, morbiditas, status pemberian ASI dan pemberian pangan………...
Hasil analisis tabulasi silang berdasarkan perkembangan motorik, morbiditas, status pemberian ASI dan pemberian pangan…………...
Hasil analisis tabulasi silang berdasarkan hemoglobin, morbiditas, status pemberian ASI dan pemberian pangan………..
21
Hasil analisis regresi hubungan panjang lutut dengan panjang badan bayi usia 6 bulan...
Hasil analisis regresi hubungan panjang lutut dengan panjang badan bayi laki-laki usia 6 bulan ………..
Hasil analisis regresi hubungan panjang lutut dengan panjang badan bayi perempuan usia 6 bulan………...
Hasil analisis regresi panjang lutut dengan Z-skor PB/U untuk
menentukan cut of tinggi lutut terhadap status gizi stunted………….
Hasil analisis regresi berganda terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi respon pertambahan panjang badan bayi …………...
Hasil analisis regresi berganda terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi respon pertambahan berat badan bayi ………
Hasil analisis regresi berganda terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi respon pertambahan tinggi lutut bayi………..
Hasil analisis regresi logistik terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik………
Hasil analisis regresi logistik terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi status anemia bayi………...
Pengukuran panjang lutut………
Pengukuran kadar hemoglobin (Hb)………...
Pengukuran intik gizi bayi dari ASI……….
Pengukuran perkembangan motorik bayi……….
Kehidupan manusia dimulai sejak di dalam kandungan ibu. Sehingga
calon ibu perlu mempunyai kesehatan yang baik. Kesehatan dan gizi ibu hamil
merupakan kondisi yang sangat diperlukan bagi sang bayi untuk menjadi sehat.
Jika tidak, maka dari awal kehidupan manusia akan bermasalah pada kehidupan
selanjutnya. Masa kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan kualitas
anak yang dilahirkan. Penyebab terjadinya gangguan gizi dan pertumbuhan dini
pada umumnya disebabkan gangguan gizi pada masa kehamilan, praktek
pemberian makan (termasuk ASI) serta infeksi.
Keadaan gizi ibu yang kurang baik sebelum hamil dan pada waktu hamil
cenderung melahirkan BBLR, bahkan kemungkinan bayi meninggal dunia. Sejak
anak dalam kandungan hingga berumur 2 tahun merupakan masa emas yang
merupakan masa kritis untuk tumbuh kembang fisik, mental dan sosial. Pada masa
ini tumbuh kembang otak paling pesat (80%) yang akan menentukan kualitas
sumberdaya manusia pada masa dewasa. Sehingga potensi anak dengan IQ
(Intelligence Quotient) yang rendah sangat memungkinkan.
Anak yang dilahirkan dengan berat badan rendah berpotensi menjadi anak
dengan gizi kurang bahkan menjadi buruk (Arifeen et al. 2006). Lebih lanjut lagi
gizi buruk pada anak balita berdampak pada penurunan tingkat kecerdasan atau
IQ. Setiap anak gizi buruk mempunyai risiko kehilangan IQ 10-13 poin. Lebih
jauh lagi dampak yang diakibatkan adalah meningkatnya kejadian kesakitan
bahkan kematian. Mereka yang masih dapat bertahan hidup akibat kekurangan
gizi yang bersifat permanen, kualitas hidup selanjutnya mempunyai tingkat yang
sangat rendah dan tidak dapat diperbaiki meskipun pada usia berikutnya
kebutuhan gizinya sudah terpenuhi. Istilah “generasi hilang” terutama disebabkan
pada awal kehidupannya sulit memperoleh pertumbuhan dan perkembangan
secara optimal (Depkes 2004).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gangguan gizi pada masa
pertumbuhan dini berhubungan dengan gangguan perkembangan motorik
1997 bahwa untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak harus melibatkan tiga
aspek yaitu gizi, kesehatan dan pengasuhan.
Gizi selama kehamilan juga sangat membantu dalam menentukan hasil
laktasi. Kuantitas dan kualitas ASI berhubungan dengan diet ibu selama hamil.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi zat gizi selama kehamilan
berpengaruh terhadap komposisi zat gizi ASI dan pertumbuhan bayi (Ortega et al.
1997; Gibson et al. 1997; Jarjou et al.2006; Hilson et al. 2006).
Gagal tumbuh linier dapat terjadi sejak usia sebulan yang sebenarnya
merupakan akibat retardasi dalam uterus (Shrimpton 2001) dan terus menurun
tajam dan baru melandai pada tingkat minus 1,5-2 Z-score ketika berusia 2 tahun
(Sharma 1988; Utomo 1999; Jahari 2000; Atmarita 2005). Hasil penelitian
Schmidt et al.(2002) menunjukkan penyimpangan pertumbuhan bayi di Indonesia
(Jawa Barat) dimulai pada waktu bayi berumur 6-7 bulan, dengan prevalensi
stunting 24 persen dan underweight 32 persen pada umur 12 bulan.
Masalah anemia di berbagai negara sedang berkembang juga sangat
tinggi. Anemia pada bayi akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan. Di
Indonesia prevalensi anemia usia 6 bulan mencapai 61 persen dan meningkat 65
persen pada usia 12 bulan serta 31 persen balita kurang gizi (-2 Z-score
berat/umur) (Depkes 2001). Bayi yang lebih dari 6 bulan ASI eksklusif memiliki
Hb yang lebih rendah dibandingkan yang ASI 4- 6 bulan, yang diukur pada umur
9 bulan serta ibu yang anemia anaknya memiliki risiko anemia 3 kali
dibandingkan ibunya yang tidak anemia (Maizen-Derr et al. 2006).
ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna. Dari segi gizi, antibodi
dan psikososial, ASI mempunyai peran penting terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak. Hasil meta-analisis menunjukkan bahwa anak-anak yang
diberi ASI secara signifikan mempunyai fungsi kognitif lebih tinggi dibandingkan
anak-anak yang diberi susu formula dan perbedaan ini stabil sepanjang
pertambahan usia (Anderson et al. 1999). Ditemukan juga bahwa lamanya
pemberian ASI berhubungan dengan pertumbuhan panjang badan terutama pada
anak usia dibawah tiga tahun (Marquis 1997; Simondon et al. 2001; Ntab et al.
Ada keraguan tentang pola-pola pertumbuhan bayi pada 6 bulan pertama
kehidupan, juga tentang kecukupan zat gizi. Jarang dilakukan penelitian
longitudinal tentang pertumbuhan dan pemberian ASI pada bayi sehat menjadikan
kejadian tersebut menjadi lebih rumit. Disamping itu, perbandingan hasil
penelitian sering dilakukan antara masyarakat industri dan masyarakat
berkembang dengan memperlihatkan ibu yang mengalami kekurangan gizi
memproduksi ASI lebih sedikit. Hasil penelitian di Bangladesh menunjukkan
bahwa ibu yang pada waktu hamil diberikan supplementasi makanan 608 kkal per
hari selama 4 bulan dapat meningkatkan berat bayi lahir 118 g (Shaheen et al.
2006). Studi di Guatemala menunjukkan bahwa suplementasi selama hamil
berhubungan positif dengan perkembangan psikomotor bayi usia 6 bulan.
Sedangkan variabel lain yang berhubungan negatif dengan perkembangan
psikomotor adalah lamanya pemberian ASI, morbiditi, dan paritas (Lechtig
1985).
Hasil meta analisis PMT dengan energi-protein yang seimbang (300-800
kkal/hari) dengan energi yang berasal dari protein <25 persen dapat meningkatkan
tambahan berat badan ibu hamil terutama pada ibu yang mengalami KEK,
pertumbuhan janin dan ukuran bayi yang dilahirkan (Kramer 1997 diacu dalam
Anwar et al. 2003). Sebaliknya PMT yang tinggi protein >25 persen dapat
memberikan efek sebaliknya, penurunan pertambahan berat badan dan berat bayi
yang dilahirkan.
Salah satu alternatif memotong siklus hayati kekurangan gizi adalah jatuh
pada mata rantai status gizi dan kesehatan ibu hamil yang merupakan faktor
penentu kesehatan dan gizi generasi selanjutnya. Oleh karena itu, penting sekali
untuk mencegah kurang gizi pada masa janin. Intervensi gizi pada masa
kehamilan dapat memperbaiki komposisi dan ukuran tubuh pada masa remaja dan
dewasa kelak. Pemberian makanan tamb ahan pada ibu hamil adalah salah satu
alternatif perbaikan gizi bagi generasi yang selanjutnya.
Pada tahun 2005-2006 SEAFAST Center IPB, melakukan feeding program
pada ibu hamil “Pengaruh Pemberian Pangan yang Difortifikasi Zat Multi Gizi
Mikro Terhadap Status Gizi Ibu Hamil dan Berat Bayi Lahir”. Zat gizi yang
iodium dan seng. Studi ini dilakukan pada ibu hamil trimester dua sampai
melahirkan. Penelitian ini mengacu pada keseimb angan energi-protein yaitu
energi antara 500-550 kkal dan protein 12,5-18,75 gram. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan respon positif terhadap panjang badan dan berat badan bayi lahir
dimana kelompok fortifikasi tidak terdapat kasus BBLR (<2,5kg), sedangkan
kelompok tanpa fortifikasi sebesar 5,3% dan kontrol sebesar 3,6%. Panjang
badan bayi lahir pada kelompok fortifikasi 48,93+2,00 cm, tanpa fortifikasi
48,93+1,57 cm dan kontrol 48,63+1,99 cm.
Dampak lanjutan PMT tersebut merupakan suatu kajian penelitian yang
menarik. Intervensi gizi pada masa kehamilan juga memberikan cadangan atau
simpanan zat gizi yang lebih baik pada ibu dan janin, misalnya intervensi besi
dapat meningkatkan simpanan besi dalam bentuk ferritin atau haemosiderin dalam
hati dan darah, seng dalam bentuk α-macroglobulin, asam folat dalam bentuk
poliglutamat, dan iodium dalam tiroid dalam bentuk triglobulin. Simpanan ini
dapat dimanfaatkan bayi dari ASI selama masa menyusui misalnya laktoferin.
Pengasuhan juga berperan dalam pertumbuha n dan perkembangan bayi. Seorang
ibu yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih mampu mengasuh bayinya.
Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian lanjutan dengan judul” Pengaruh
Pemberian Pangan yang Difortifikasi Zat Multi Gizi Mikro pada Ib u Hamil dan
Pengasuhan terhadap Pertumbuhan Linier, Perkembangan Motorik dan Status
Anemia Bayi.
Perumusan Masalah
Pertumbuhan dan perkembangan bayi tidak hanya dipengaruhi oleh
kondisi-kondisi setelah lahir, namun sejak pembentukannya dalam kandungan ibu.
Gizi ibu selama hamil dan menyusui ikut mendukung terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak. Ada dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam merupakan
faktor yang ada dalam diri anak yang meliputi genetik, hormon, jenis kelamin,
kemampuan intelektual, emosi dan sifat-sifat temperamen tertentu. Sedangkan
kebutuhan fisik anak yang meliputi keluarga, kesehatan, gizi, budaya, kondisi
sosial ekonomi, iklim dan musim.
Kurang gizi pada bayi akan berdampak terhadap pertumbuhan dan
perkembanganya. Gagal tumbuh linier sudah dimulai sejak usia sebulan yang
sebenarnya merupakan akibat retardasi dalam uterus (Shrimpton 2001). Retardasi
pertumbuhan linier mulai terjadi sebelum atau pada saat usia 3 bulan pertama
kehidupan, suatu periode dimana konsumsi ASI mulai menurun, pemberian
makanan tambahan mulai diberikan dan mulai rentan terhadap infeksi (Hautvast,
et al. 2000). Hasil penelitian Satoto (1990) memperlihatkan bahwa pertumbuhan linier pada dua bulan pertama menunjukkan kondisi yang baik. Sebaliknya
setelah umur 2 bulan pertumbuhan berat badan cenderung menurun lambat dan
pertumbuhan linier turun naik lebih tajam.
Salah satu pilihan cerdas untuk mengatasi masalah gizi di negara
berkembang seperti Indonesia bersifat kronis dan berkepanjangan dan sulit untuk
dipecahkan. Pilihan rasional menunjukkan bahwa untuk “memutus” mata rantai
ibu hamil dan bayi yang diartikan sebagai sasaran strategis untuk diperbaiki
sehingga dapat memutus siklus hayati kurang gizi tersebut (Shrimpton 2001;
Sunawang 2005). Suplementasi ibu hamil dengan makanan atau pemberian
makanan tambahan (PMT) yang diperkaya dengan zat multi gizi mikro dan
energi-protein yang seimbang diharapkan dapat meningkatkan hasil kehamilan
dan pertumbuhan selanjutnya.
Secara singkat dapat pula disebutkan permasalahan penelitian ini dalam
bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah pemberian pangan yang difortifikasi zat multi gizi mikro pada ibu
hamil mempengaruhi pertumbuhan linier, pertambahan berat badan dan
panjang lutut bayi hingga umur 6 bulan ?
2. Apakah pemberian pangan yang difortifikasi zat multi gizi mikro pada ibu
hamil mempengaruhi perkembangan motorik dan status anemia (Hb) bayi ?
3. Apakah selain faktor pemberian pangan yang difortifikasi zat multi gizi mikro
pada ibu hamil, faktor-faktor lain (pengasuhan, status pemberian ASI, status
berperan terhadap pertumbuhan linier, pertambahan berat badan, panjang
lutut, perkembangan motorik dan status anemia bayi?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk menganalisis dampak pemberian pangan yang difortifikasi zat multi
gizi mikro pada ibu hamil dan pengasuhan terhadap pertumbuhan, perkembangan
motorik dan status anemia bayi.
Tujuan Khusus
1. Menganalisis pengaruh pemberian pangan yang difortifikasi zat multi gizi
mikro pada ibu hamil terhadap pertumbuhan (pertumbuhan linier,
pertambahan berat badan dan panjang lutut bayi).
2. Menganalisis pengaruh pemberian pangan yang difortifikasi zat multi gizi
mikro pada ibu hamil terhadap perkembangan motorik dan status anemia bayi
3. Menganalisis pengaruh status pemberian ASI dengan pertumbuhan,
perkembangan motorik dan status anemia bayi
4. Menganalisis hubungan pengasuhan dengan pertumbuhan, perkembangan
motorik dan status anemia bayi
5. Menganalisis hubungan morbiditas dengan pertumbuhan, perkembangan
motorik dan status anemia bayi
6. Menganalisis hubungan panjang lutut dengan panjang badan dan cut of point
stunting pada usia bayi 6 bulan
7. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan linier,
pertambahan berat badan, pertambahan panjang lutut, perkembangan motorik
dan status anemia bayi
Hipotesis Penelitian
1. Pertumbuhan, perkembangan motorik dan status anemia (Hb) bayi dari ibu
hamil yang menerima pangan yang difortifikasi, lebih baik dibanding yang
2. Bayi yang menerima ASI eksklusif lebih lama dan ketika ibu hamil menerima
pangan fortifikasi menghasilkan pertumbuhan, perkembangan motorik dan Hb
yang lebih baik, dari pada bayi yang lebih cepat berhenti ASI eksklusif dan
ibu ketika hamil tidak menerima pangan fortifikasi.
3. Terdapat hubungan positif antara pengasuhan, pendidikan ibu dan pendapatan
perkapita keluarga dengan pertumbuhan, perkembangan motorik dan status
anemia bayi
4. Terdapat hubungan negatif antara tingkat morbiditas dengan pertumbuhan,
perkembangan motorik dan status anemia bayi.
Manfaat Penelitian
Memberikan informasi dampak lanjutan pengaruh pemberian pangan yang
difortifikasi zat multi gizi mikro pada ibu hamil terhadap pertumbuhan linier,
pertambahan berat badan, tinggi lutut, perkembangan motorik dan status anemia
bayi. Memberikan informasi hubungan pengasuhan, status pemberian ASI dan
morbiditas dengan pertumbuhan, perkembangan motorik dan status anemia bayi.
Memberikan informasi pelayanan kesehatan dasar. Rekomendasi kebijakan
pembangunan dalam program peningkatan kesehatan ibu dan anak pada lembaga
TINJAUAN PUSTAKA
Hubungan Gizi Ibu Hamil dengan Pertumbuhan Prenatal
Gizi ibu selama kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan
kualitas sumberdaya manusia di masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat
ditentukan oleh kondisi saat masa janin dalam kandungan (Linder 1992; Pudjiadi
2001; Kusharisupeni 1999). Kekurangan gizi pada saat hamil akan mempengaruhi
keadaan fisik dan mental anak hingga dewasa (Jalal & Atmojo 1998; Unicef
1998; Allen &Gillespie, 2001 ).
Selain asupan energi dan protein, beberapa zat gizi mikro diperlukan
terutama untuk produksi enzim, hormon, pengaturan proses biologis untuk
pertumbuhan dan perkembangan, fungsi imun dan sistem reproduktif. Defisiensi
zat gizi mikro sering dijumpai terutama pada masa pertumbuhan cepat, kehamilan
dan menyusui. Asupan zat gizi mikro yang rendah pada saat kehamilan dapat
meningkatkan risiko terhadap ibu dan hasil kelahiran yang merugikan. Oleh
karena itu direkomendasikan untuk pemberian suplemen zat gizi mikro selama
kehamilan seperti besi, asam folat, zinc, vitamin A, kalsium dan iodium (Allen &
Gillespie 2001).
Pertambahan berat janin biasanya juga terlihat dari kenaikan berat badan
ibu selama hamil. Pertambahan berat badan selama kehamilan dan per trimester
ditentukan oleh indeks masa tubuh ibu sebelum hamil. Penambahan berat badan
per minggu pada trimester kedua dan ketiga yang direkomendasikan bagi wanita
dengan indeks masa tubuh (IMT) normal (19.8-26.0) adalah 0.4 kg, pada wanita
dengan IMT rendah (< 19.8) adalah 0.5 kg dan bagi wanita denga n IMT tinggi
(26-29) adalah 0.3 kg (WHO 1995).
Wanita hamil yang memiliki IMT rendah dan pertambahan berat badan
yang tidak cukup, beresiko besar melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) dan
2 kali lebih besar mendapatkan bayi dengan intraurine growth retardation
(IUGR) (Allen & Gillespie 2001). Bayi yang mengalami BBLR beresiko tinggi
terhadap kematian dan jika bayi tersebut hidup maka akan sering mengalami sakit,
rusaknya perkembangan kognitif dan kemungkinan juga menjadi anak yang
risikonya terhadap penyakit pada setelah lahir disebabkan oleh rendahnya fungsi
immun tubuh (Ragib et al. 2007). Pada kehidupan selanjutnya beresiko terkena
diabetes melitus, penyakit jantung dan kondisi kronik lainnya (Barker 1998)
Bayi yang tidak cukup menerima gizi selama trimester pertama sehingga
akhir kehamilan termasuk dalam kelompok bayi yang mengalami intra-uterin
growth retardation (IUGR) yang kronis atau disebut IUGR simetrik, dengan panjang badan sebanding dengan berat badan. Sebaliknya bayi yang terkena hal
efek negatif pada umur sebelum fetus mencapai puncak beratnya, tetapi telah
mencapai puncak panjang badannya termasuk kedalam bayi yang mengalami
retardasi pertumbuhan dalam uterus (IUGR) yang asimetrik. Apabila efek negatif
ini menimpa bayi pada 3 minggu terakhir kandungan, dengan panjang dan berat
badan tubuh sudah hampir sempurna termasuk dalam bayi IUGR akut. Pada
golongan ini apabila suplai makanan tidak cukup, fetus akan menggunakan
cadangan lemaknya dan menyebabkan penurunan berat badan. Selama trimester
akhir ini terjadi juga perkembangan dan maturasi beberapa sistim fisiologis
misalnya sistem sirkulasi, pernapasan dan pencernaan untuk mempersiapkan janin
memasuki transisi kehidupan diluar uterus. Umumnya bayi akan lahir setelah 280
hari atau 40 minggu dalam kandungan (Kusharisupeni 1999; Pudjiadi 2001).
Pertumbuhan Sesudah Lahir Sampai 6 bulan
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan perubahan yang terjadi dalam
ukuran, jumlah, besar, tingkat fungsi sel, organ maupun jaringan yang dinyatakan
dalam ukuran berat (gram, kilogram), ukuran panjang (centimeter, meter), umur
tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh) (Sinclair
1991; Myers 1992; Hurlock 1994; Supariasa 2002; Anwar 2004).
Pertumbuhan dapat berlangsung optimal apabila didukung oleh potensi
biologis. Tingkat pencapain fungsi biologis seseorang merupakan hasil interaksi
berbagai faktor yang saling berkaitan. Faktor-faktor tersebut yaitu fa ktor bawaan
(genetic factor atau nature) dan faktor lingkungan (enviromental factors atau
Tabel 1 Angka Kecukupan Zat Gizi Yang Dianjurkan pada bayi 0-6 bulan
Pertumbuhan yang pesat selama rentang kehidupan terjadi pada masa bayi.
Selama enam bulan kehidupan pertumbuhan terus terjadi dengan pesat dan
kemudian menurun (Hurlock 1994). Pertumbuhan berbeda menurut jenis kelamin.
Anak dengan jenis kelamin laki-laki mempunyai tinggi badan yang lebih tinggi
dari pada anak perempuan (NCHS-WHO 1983; Riyadi 2001; WHO 2006). Pada
bayi yang lahir cukup bulan, berat badan waktu lahir akan kembali pada hari ke
10. Kecepatan pertumbuhan berat dan panjang badan tidak sama, pada triwulan
pertama setelah melahirkan lebih cepat dari pada triwulan kedua dan pada
triwulan kedua lebih cepat dibandingkan dengan triwulan ketiga (Pudjiadi 2001).
Berat badan menjadi 2 kali berat badan waktu lahir pada bayi umur 5 bulan dan
akan menjadi 3 kali berat badan lahir pada umur satu tahun. Tinggi badan rata-rata
waktu lahir adalah 50 cm dan pada waktu satu tahun tinggi badan akan mencapai
Rata-rata pertambahan berat badan dan panjang badan pada bayi setelah
lahir sampai 6 bulan disajikan pada Tabel 2. Selain pertumbuhan panjang dan
berat badan dalam penelitian ini juga dilakukan pengukuran tinggi lutut.
Beberapa penelitian menunjukkan pengaruh seng lebih responsif terhadap
pertumbuhan tingi lutut. Pengukuran tingi lutut sangat berkorelasi dengan tinggi
badan (stature), dapat mengestimasi tinggi badan pada orang yang tidak dapat
berdiri. Tinggi lutut diukur dengan mini knemometer (Gibson 2005; Geoffrey &
Copeman 1996). Hasil studi suplementasi seng (A), micronutrient dengan seng
(B) dan mikronutrien (C) selama 10 minggu pada anak berumur 6 sampai 9 tahun
menunjukkan hasil tinggi lutut anak perlakuan B>C>A (Penland et al. 1997).
Tabel 2 Berat dan panjang badan bayi 0-6 bulan
Umur
Growth Faltering dalam pertumbuhan linier
Tertundanya fase pertumbuhan linier tampaknya merupakan penentu
dalam terjadinya faltering pada usia dini. Kejadian growth faltering
mencerminkan sosio-ekonomi rendah dan seringnya mengalami infeksi (Hagekul
et al. 1993; Karlberg 1994; Becket 2000; Allen & Gillespie 2001).
Retardasi pertumbuhan linier mulai terjadi sebelum atau pada saat usia 3
bulan pertama kehidupan, suatu periode dimana konsumsi ASI mulai menurun,
pemberian makanan tambahan mulai diberikan dan mulai rentan terhadap infeksi
(Hautvast et al. 2000). Hasil penelitian Satoto (1990) memperlihatkan bahwa
pertumbuhan linier pada dua bulan pertama menunjukkan kondisi yang baik.
Sebaliknya setelah umur 2 bulan pertumbuhan berat badan cenderung menurun
dijelaskan oleh dua hal. Pertama, pemberian makanan tambahan terlalu dini
sehingga terjadi penurunan masukan ASI. Kedua, mulai meningginya angka
kesakitan sejak bayi usia 2 bulan yang dapat menyebabkan kelambatan
pertumbuhan linier dan perkembangan bayi. Hasil penelitian Kimmons et al.
(2005) di Bangladesh menunjukkan gangguan pertumbuha n karena, rendah
asupan zat gizi pada makanan pendamping ASI.
Catch up Growth (kejar tumbuh) dalam pertumbuhan linier
Anak yang mengalami keterlambatan dalam pertumbuhannya, biasanya
dapat mengejar pertumbuhannya apabila faktor lingkungan terutama zat gi zi
diperbaiki dalam fase pertumbuhan linier (Waterlow 1994; Weiler et al. 2006).
Dari berbagai studi menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan positif langsung
antara berat badan lahir dengan kenaikan berat badan selanjutnya (Dewey et al.
1992; Ramasethu et al. 1993; Markides et al. 2003; Baker et al. 2004; Li et al.
2004; Sayer et al. 2004).
Hasil penelitian Sunawang (2005) juga membuktikan bahwa pengaruh
suplemen gizi mikro lebih kuat terhadap pertumbuhan bayi yang kurang gizi
dibandingkan dengan bayi yang cukup gizi. Pengaruh yang tidak merata untuk
semua bayi ini diperkirakan telah mengakibatkan penggunaan nilai tunggal rerata
antropometri pencapaian pertumbuhan dapat menyamarkan efek perbaikan
pertumbuhan yang bersifat longitudinal dan dinamis tidak teratur. Hasil penelitian
Weiler et al. (2006) juga membuktikan bahwa bayi yang berat lahir rendah <
1200g dan umur lahir < 32 minggu yang di intervensi asam amino dapat
meningkatkan kepadatan tulang bayi.
Waterlow (1994) menekankan terdapat dua titik penting bagaimana terjadi
kejar tumbuh dari anak yang gizi kurang setelah diperbaiki gizinya yaitu :(1)
pertambahan panjang badan berkorelasi negatif dengan panjang badan lahir,
sehingga anak-anak stunted akan bertumbuh lebih cepat, dan (2) pertumbuhan
linier anak-anak umumnya baru mulai setelah berat badan mencapai setidaknya
85% berat badan terhadap tinggi badan yang diharapkan. Hubungan dengan berat
Perkembangan Sesudah Lahir Sampai 6 Bulan
Perkembangan bayi merupakan proses perubahan dimana bayi belajar
pada tingkatan yang lebih kompleks dalam bergerak, berpikir, berperasaan dan
berhubungan dengan yang lain (Myers 1992; Hurlock 1997). Pada usia 6 bulan
pertama gerakan motorik kasar lebih dominan dibandingkan gerakan motorik
halus, jika terjadi kekurangan gizi, maka keterlambatan perkembangan motorik
lebih jelas nampak dibandingkan perkembangan mental (Kirskey 1994).
Perkembangan motorik adalah perkembangan mengontrol
gerakan-gerakan tubuh melalui kegiatan terkoordinasi antara susunan syaraf pusat, syaraf
dan otot. Bayi umur 1 bulan dapat mata melirik kekanan ke kiri, 2 bulan
membalas senyum pada orang lain, 3 bulan menegakkan kepala, 4 bulan miring
sendiri, 5 bulan menelurkan 3 suara berbeda dan 6 bulan meraih dan memegang
benda kecil dihadapannya. (Lumbantobing 1997; BKKBN 1999; Husaini et al.
2003). Perkembangan motorik umumnya mudah diketahui oleh orang tua atau
pengasuhnya. Keterlambatan motorik merupakan gejala yang umum dijumpai
pada gangguan perkembangan. Keterlambatan di bidang motorik juga merupakan
gejala umum pada retardasi mental dan sering pula menjadi gejala awal dari
gangguan belajar (Lumbantobing 1997).
Perbandingan berbagai hasil studi perkembangan motorik bayi (Gambar 1)
menunjukkan bahwa usia pencapaian perkembangan motorik bayi orang
Indonesia rata-rata lebih tinggi dengan orang Amerika, Inggris dan Nepal.
(Capute at al.1985; Pollitt et al. 1994; Siegel et al. 2005; Kariger et al. 2005)
duduk sendiri telungkup merangkak berdiri dengan bantuan
berjalan dengan bantuan
Berdiri sendiri berjalan sendiri berlari
Milestones Motorik
Pengukuran Perkembangan bayi sejak lahir sampai 6 bulan
Perkembangan bayi yang sangat menonjol pada umur 0 sampai 6 bulan
adalah perkembangan motorik. Pengukuran pada masa perkembangan selama
satu tahun pertama, ada tiga bulan yang sangat pesat perkembangannya, yaitu
bulan ketiga, keenam dan bulan kesepuluh (Zulkifli 1995). Penelitian ini
difokuskan pengukuran milestone perkembangan motorik bayi dengan
menggunakan milestone perkembangan pada umur tepat 3 bulan dan 6 bulan yang
dikembangkan oleh Departemen Kesehatan tahun 2005, yang terdiri dari 14 tugas
perkembangan motorik (Lampiran 2).
Beberapa pengukuran lain yang sering digunakan untuk mengukur
perkembangan antara lain : Kartu Kembang Anak (BKKBN 1999), Aspek
perkembangan anak diamati meliputi; gerakan kasar (GK), gerakan halus (GH),
komunikasi pasih (KP), komunikasi aktif (KA), kecerdasan (KC), menolong diri
sendiri (MD) dan bergaul (TS), Diagnostik Perkembangan Fungsi Munchen
Tahun Pertama, aspek perkembangan yang dinilai adalah umur merangkak, umur duduk, umur berjalan, umur memegang, umur berbicara, umur pengertian bahasa
dan umur sosialisasi (Soetjiningsih 2004).
Bayley Infant Scale of Development, Skala Bayley dibagi dalam 3 bagian
yang saling melengkapi, yaitu: Skala perkembangan mental (mental scale), skala
perkembangan motorik (motoric scale) dan skala perilaku (behavior scale).
(Soetjiningsih 2004). Peabody Picture Vocabulary Test (PPVT) , Dunn (1965),
menggunakan gambar sebagai alat untuk test, waktu yang dibutuhkan untuk test
ini biasanya 10 sampai 15 menit (http/cps.nova.edu.cpphelp/PPVT-3.html. 2005).
Denver Developmental Screening Test/DDST, adalah salah satu dari metode
skrining terhadap kelainan perkembangan anak (Soetjiningsih 2004). Wechsler
Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI), merupakan suatu seri standar test digunakan untuk mengevaluasi kemampuan kognitif dan kemampuan
intelektual pada anak-anak, berumur 4 – 6,5 tahun (http:/www.chclibrary.org.
2004). The Kaufman Assesment Battery for Children (K-ABC), test inteligensi
yang disebut K-ABC merupakan rangkaian test yang diperuntukkan bagi anak
Pengaruh Genetik terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Faktor herediter menentukan batas dan kemungkinan apa yang dapat
terjadi pada organisme dalam lingkungan kehidupannya (Baker et al. 2004; Li et
al. 2004). Peranan genetik terhadap pertumbuhan dan perkembangan sangat
kompleks. Gen secara langsung mempengaruhi proses biologi molekuler yang
sangat penting transmisi DNA ke RNA (Wachs 1999). Misalnya variasi ukuran
tubuh antara individu dalam kelompok etnis yang sama, tinggi badan pada kurva
pertumbuhan anak laki-laki dan perempuan dengan percepatan pertumbuhan
growth spurt terjadi lebih dulu pada anak perempuan dan pada anak laki-laki puncak pertumbuhannya jauh lebih tinggi (Furusho 1985; Davies 1988; Tanner
1990; Anwar 2004).
Hasil studi Baker et al. (2004) menunjukkan bahwa ibu yang lebih gemuk
pada waktu hamil yang ditunjukkan dengan indikator IMT (indeks massa tubuh)
lebih tinggi cenderung memiliki pertumbuhan (berat badan) anak pada tahun
pertama juga lebih tinggi. Hasil suatu penelitian yang dilakukan Li et al. (2004)
terhadap data longitudinal tahun 1958 di British, anak yang dilahirkan pada bulan
maret 1958 diukur tingginya pada umur 7, 11, 16 dan 33 tahun. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa faktor yang signifikan berpengaruh terhadap tinggi
badan anak adalah genetik (tinggi badan orang tua), berat badan lahir, pemberian
ASI, jumlah anggota keluarga dan sosio-ekonomi.
Pengaruh Air Susu Ibu (ASI) terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Air susu ibu merupakan makanan pertama dan utama bagi bayi. ASI
mempunyai keunggulan sebagai prioritas pilihan utama yang secara alami
dianjurkan berdasarkan pertimbangan ekonomis, biologis, psikologis dan medis
untuk kualitas tumbuh kembang anak (Pudjiadi 2001). ASI mengandung berbagai
zat gizi yang lengkap (Tabel 3). Selain mengandung zat gizi pada Tabel 3, ASI
juga mengandung bermacam-macam faktor pertahanan seperti laktoferin, lisozim,
imunoglobin, laktoperoksidase, faktor bifidus dan berjuta-juta sel hidup
(makrofag) (Hanson et al. 1997; Riordan 1999; Pudjiadi 2001; Di Mario et al.
Tabel 3 Komposisi Air Susu Ibu (ASI) per Liter
Riboflavin (mg) 0,36
Vitamin B6 (mg) 0,1
Imunoglobin yang dominan dalam ASI adalah IgA, yaitu sekitar 90
persen. IgA beraksi melawan virus atau bakteri penyebab infeksi pernafasan dan
saluran pencernaan (Riordan 1999). Laktoperoksidase merupakan enzim dan
bersama-sama peroksidase hidrogen serta ion tiosianat membantu membunuh
streptokokkus. Laktoferin dan transferin protein tersebut memiliki kapasitas
untuk mengikat zat besi hingga mengurangi ketersediaan bagi mikroba yang
memerlukannya. Lactoferin juga dapat membunuh H pylori (Di Mario et al.
2006), penyembuhan pasien hepatitis C (Konishi et al. 2006). Sel-sel makrofag
dan netrofil dapat melakukan fagositosis, terutama terhadap Stafilokokkus, E. Coli
dan Candida albicans (Pudjiadi 2001). Adanya zat anti kekebalan dalam ASI ini dapat menghindari bayi dari penyakit.
Pemberian ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 4 bulan dapat
menurunkan kesakitan bayi, kematian dan perkembangan yang lebih baik (Dewey
Hasil studi Kramer et al. (2003) dan Somodon et al. (2003) menunjukkan anak yang diberi ASI eksklusif 3 bulan cenderung memiliki pertambahan berat badan
dan panjang badan lebih tiap bulannya dibandingkan dengan yang ASI eksklusif 6
bulan.
Pengaruh Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Terlalu Dini terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi 0- 6 Bulan
ASI merupakan makanan yang terbaik bagi bayi, namun dengan
bertambahnya umur pada suatu saat bayi yang sedang bertumbuh cepat
memerlukan sehari-hari energi dan zat gizi lainnya yang melebihi jumlah yang
didapat dari ASI saja (Gibson et al. 1998). Menurut Haryono (1977) alasan
pemberian MP-ASI adalah; (1) ASI yang dihasilkan mulai tidak mencukupi atau
mengalami penurunan jumlahnya, sehingga tidak memenuhi kebutuhan untuk
pertumbuhan bayi. (2) untuk membiasakan bayi pada berbagai macam makanan
yang bergizi, mudah dicerna dengan berbagai macam rasa, bentuk dan nilai gizi.
Pola makan harus disesuaikan dengan umur (Hardinsyah & Martianto 1992;
Aritonang 1996).
Praktek pemberian dan pengolahan yang kurang higienis sehingga dapat
meningkatkan risiko penyakit terutama infeksi (Satoto 1990; Winarno 1990;
Muchtadi 1996; Adetugbo & Adetugbo 1997; Jahari et al. 2000; Dewey 2001).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemb erian makanan tambahan lebih dini
berhubungan dengan rendahnya status gizi bayi (Adetugbo 1997). Hal ini selain
disebabkan oleh rendahnya kualitas makanan yang diberikan juga intik ASI
menjadi berkurang (Kimmons et al. 2000). Sedangkan hasil penelitian Simondon
dan Simondon (1997) menujukkan bahwa pemberian makanan tambahan mulai
usia 2-3 bulan berhubungan dengan rendahnya status gizi dan pemberian makanan
tambahan mulai usia 4-5 bulan berhubungan dengan lambatnya pertumbuhan
linier. Hal ini disebabkan karena adanya dampak negatif dari pemberian makanan
tersebut seperti tingginya tingkat morbiditi terutama diare, disamping rendahnya
kualitas makanan dan intik ASI yang semakin berkurang. Infeksi, rendahnya
status gizi dan intik ASI yang berkurang akan berdampak pada pertumbuhan dan
Pengaruh Morbiditas terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Pernanan infeksi sebagai penyebab utama gangguan pertumbuhan dan
perkembangan, malnutrisi dan tingginya mortalitas telah terbukti dari berbagai
hasil penelitian (Black 1984; Sudigbia 1987; Briend 1989; Sudigbia 1990;
Stephensen 1999; Pudjiadi 2001, Long et al, 2006). Penyakit infeksi dapat
mengurangi intik makanan, gangguan penyerapan dan transportasi zat gizi dalam
tubuh.
Diare
Secara epidemiologi dimasyarakat, diare berarti berak lembek cair sampai
cair sebanyak 3-5 kali per hari (Sudigbia 1987). Diare dapat bersifat akut, kronik
dan persisten. Diare akut adalah dengan tinja cair/lembek sebanyak 3-5 kali
perhari, diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu (Smith
1983), diare persisten adalah diare yang berlangsung terus menerus dan sebagai
kelanjutan diare akut dan lebih atau sama dengan 14 hari (WHO 1988).
Sebanyak 60 anak balita diteliti 2 tahun episode diare dicatat 3 kali per
minggu dan jumlah hari keseluruhan diare dihitung 12 kali periode 2 bulanan,
tanpa tumpang tindih. Panjang dan berat badan dihitung setiap 2 bulan. Periode
diare yang lama dan berurutan (lebih dari 30 persen hari diare periode
sebelumnya) berhub ungan dengan kecilnya peningkatan dengan panjang dan
berat badan. Apabila prevalensi diare tinggi dalam 6 bulan berturut-turut,
pertumbuhan nyata berkurang jika dibandingkan dengan pertumbuhan dalam
periode 6 bulan tanpa prevalensi diare tinggi. Apabila ada satu atau dua periode
diare dengan prevalensi tinggi, kecepatan pertumbuhan tetap menurun. Diare
mengganggu pertumbuhan melalui 2 jalur yaitu progresi membatasi pertumbuhan
anak-anak yang mengalami malnutrisi berat dan pengurangan mengejar kembali
pertumbuhan sebesar 21-42 % (Schorling & Guerrant 1990).
Infeksi Saluran Napas
Infeksi dan ketidakcukupan zat gizi, khususnya energi, protein, vitamin A
terhambat (ACC/SCN 2000). Selain itu juga anak yang kurang gizi cenderung
lebih mudah mengalami sakit yang berat termasuk diare dan radang paru-paru
(WHO 1995). Selain itu juga anak yang sakit cenderung tidak aktif yang akhirnya
berdampak pada penurunan perkembangannya (Satoto 1990). Kurangnya
pemberian ASI maka sistem kekebalan tubuh menjadi berkurang, karena ASI
mengandung anti infeksi sebagai akibat adanya kandungan immunoglobin yang
cukup tinggi (Heikens 1993; Victoria et al. 1999).
Status gizi erat kaitannya dengan sistim immunitas tubuh. Semakin
rendah status gizi seseorang semakin rentan sakit dan meningkatkan morbiditas.
Dalam tingkat parah morbiditas dapat menyebabkan kematian (mortalitas).
Berbagai penelitian membuktikan bahwa gizi kurang pada anak-anak dapat
menyebabkan sakit (44,8%), malaria (7,3%), diare (60,7%) dan pnemunomia
(52,3%). Lebih jauh lagi anak-anak dengan status gizi kurang pada tingkat ringan
(mild), sedang (moderate) dan berat (severe) memiliki risiko meninggal
masing-masing 2.5, 4.6, dan 8,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak dengan
status gizi normal (Mclachan 2006 diacu dalam Hardinsyah, 2007).
Pengaruh Status Sosio-Ekonomi terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Secara umum dapat dikatakan bahwa peningkatan ekonomi sebagai
dampak dari berkurangnya kurang gizi dapat dilihat dari dua sisi, pertama
berkurangnya biaya berkaitan dengan kematian dan kesakitan serta di sisi lain
akan meningkatkan produktivitas. Hasil penelitian Kartika (2001) menunjukkan
bahwa anak yang lahir dari keluarga miskin di Bogor kemampuan motorik kasar
lebih rendah dari pada keluarga tidak miskin. Beberapa penelitian di banyak
negara menunjukkan bahwa proporsi bayi dengan BBLR berkurang seiring
dengan peningkatan pendapatan nasional suatu negara (Depkes 2004). Status
sosio-ekonomi yang lebih tinggi cenderung memiliki anak memiliki tinggi badan
yang lebih tinggi (Dewey et al.1992).
Hasil studi Paxon (2005) diacu dalam Hardinsayah (2007) meneliti skor
kognitif dengan metode Peabody Picture Vocabulary Test (TVIP) pada 3000 anak
pra sekolah dari berbagai lapisan ekonomi di Equador. Anak dari keluarga kaya
anak prasekolah menunjukkan bahwa dengan semakin bertambah umur anak,
perbedaan skor kognitif tersebut semakin panjang.
Hasil suatu penelitian yang dilakukan Li et al (2004) terhadap data
longitudinal tahun 1958 di British, anak yang dilahirkan pada bulan maret 1958
diukur tingginya pada umur 7, 11, 16 dan 33 tahun. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa faktor yang signifikan berpengaruh terhadap tinggi badan
anak adalah tinggi badan orang tua, berat badan lahir, pemberian ASI, jumlah
anggota keluarga dan sosio-ekonomi. Sosio-ekonomi yang lebih tinggi cenderung
memiliki anak memiliki tinggi badan yang lebih tinggi.
Kecepatan bertumbuh mengalami retardasi sejak lahir yang tercermin
dengan adanya panjang badan yang stunted. Stunting sering ditemukan
berhubungan dengan kondisi ekonomi yang buruk, terutama adanya infeksi ringan
hingga berat yang berulang-ulang ataupun asupan zat gizi yang tidak cukup.
Seseorang dapat gagal dalam menambah panjang badannya, tetapi tidak pernah
dapat kehilangan panjang badan. Pertumbuhan linier merupakan proses yang
lambat dibandingkan dengan pertumbuhan dalam berat badan. Pengejaran
kembali pertumbuhan dalam panjang memerlukan waktu yang relatif lama
meskupin lingkungan menyokong (WHO 1995).
Pengaruh Pengasuhan terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Pengasuhan anak merupakan interaksi antara subjek dan objek yang
meliputi bimbingan, pengarahan dan pengawasan terhadap aktivitas objek
sehari-hari yang berlangsung secara rutin. Pengasuhan anak dimanifestasikan sebagai
memberi makan, merawat (menjaga kesehatannya), mengajari dan membimbing
(mendorong dan stimulasi kognitif anak) (Gunarsa 1997; Unicef 1998; Hurlock
1997b; Goleman 1995). Praktek pengasuhan dalam hal pemberian makan
meliputi pemberian ASI, pemberian makanan tambahan yang berkualitas,
penyiapan dan penyimpanan makanan yang higienis. Praktek pengasuhan dalam
perawatan anak adalah pemberian perawatan kesehatan kepada anak sehingga
dapat mencegah anak dari penyakit, yang meliputi imunisasi dan pemberian
adalah dukungan emosional dan stimulasi kognitif yang diberikan oleh orang tua
atau pengasuh untuk mendukung perkembangan anak yang optimal, yang meliputi
ketersediaan alat bermain yang mendukung perkembangan mental, motorik dan
sosial; pemberian ASI dan stimulasi yang diberikan pengasuh serta interkasi
anak-orang tua (Unicef 1998).
Keluarga juga merupakan sumber pendidikan utama karena semua
pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama -tama dari
orang tua dan anggota keluarganya sendiri (Satoto 1992; Myers 1992; Gunarsa &
Gunarsa 1995). Hasil penelitian Tanmella (2002) menunjukkan bahwa
pengasuhan sangat menentukan terbentuknya kecerdasan emosi. Peran ayah dalam
pengasuhan mempunyai pengaruh nyata pada tingkat perkembangan anak
(Kasuma 2001; Hawadi 2001)
Perkembangan anak yang optimal tidak hanya dicapai dengan stimulasi
dan dukungan sosial saja tetapi juga oleh pemberian makanan dan perawatan
kesehatan yang berkualitas (Monks et al. 1999; Zeitlin 2000; Alisjahbana 2000;
Jahari et al. 2000). Grantham-McGregor (1995) menyatakan bahwa keluarga
dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah, kurang dalam memberikan
stimulasi, sedikit alat permainan dan kurangnya partisipasi orang tua dalam
aktivitas bermain anak.
Seorang ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan
mampu mengasuh anaknya, sehinga skor perkembangan kognitifnya lebih tinggi
dibandingkan dengan anak dari ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
Skor kognitif anak pada keluarga dengan tingkat pendidikan ibu <7 tahun
(setingkat SD) akan lebih rendah dengan ibu yang tingkat pendidikan 7-11 tahun
(setingkat SMP) atau tingkat pendidikan > 12 tahun (setingkat SMA), apalagi
dengan tingkat pendidikan ibu akademi/sarjana (Paxon 2005 diacu dalam
Hardinsyah 2007).
Hubungan Anemia dengan Pertumbuhan dan Perkembangan
Hubungan anemia (Hb < 110 g/L) dengan pertumbuhan berkaitan dengan
kekurangan protein pada bayi. Retardasi pertumbuhan umumnya juga mengalami
Hemo globin adalah protein oligomer dengan berat molekul 64.500, yang
mengandung empat rantai polipeptida dan empat gugus prostetik heme, yang
mempunyai atom besi dalam bentuk fero [Fe(II)]. Bagian protein tersebut disebut
globin yang terdiri dari dua rantai α (masing-masing mempunyai 141 residu) dan
dua rantai β (masing-masing mempunyai 146 residu) (Lehninger 1995).
Menurut Waterlow (1994) penurunan sel darah merah dan penurunan
aktivitas eryhtropoietic adalah hasil dari penurunan metabolisme jaringan dalam
retardasi pertumbuhan. Retardasi pertumbuhan mungkin berhubungan dengan
pernanan besi sebagai kofaktor essensial metabolik dan berhubungan dengan
immunocompetence serta memperbaiki indra perasa yang kurang pada waktu IDA
(iron defeciency anemia) (Dallma n 1987; Lehninger 1995). Anemia pada anak akan menyebabkan penurunan perkembangan kognitif, motorik dan perilaku anak
(Pollit 1993; Roncagliolo et al. 1998; Gratham et al. 1999; Lozof 2003; Beard
2003; Halileh & Gordon 2005).
Ketersediaan oksigen sangat berhubungan hemoglobin yang berfungsi
sebagai trasportasi oksigen dalam tubuh. Secara ringkas reaksi pengikatan Hb
dengan oksigen sebagai berikut; Hb+O2 HbO2
Besi juga sangat berperan dalam fungsi neurotransmitter dan penurunan fungsi
dopamin. Dopamin adalah komponen neurotransmitter pada otak manusia.
Kekurangan fungsi reseptor dopamin berhubungan kekurangan besi (Lozooff
1988; Youdim et al. 1989; Beard et al. 1993; Lehninger 1995). Besi juga sangat
penting dalam mielinasi, tikus yang mengalami kekurangan besi menunjukkan
mielinasi saraf yang rendah (hypomyelination) (Grantham-McGregor et al. 1999).
Kurang zat besi pada wanita hamil meningkatkan risiko kematian wanita
pada saat melahirkan, dan meningkatkan risiko kematian bayi yang dilahirkan
kurang zat besi. Bayi yang kurang besi dapat berdampak pada gangguan
pertumbuhan sel-sel otak yang dikemudian hari dapat mengurangi IQ anak
(Depkes, 2004). Masalah anemia gizi besi pada balita di Indonesia mencapai 8,5
juta jiwa dampak dari anemia gizi besi ini akan menyebabkan kehilangan IQ 5-10,
sehingga total kehilangan IQ mencapai 40-85 juta (Depkes, 2004)
Prevalensi anemia diberbagai negara masih tinggi, prevalensi anemia di