• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Tepung Beras Menir Kukus Dan Pendugaan Umur Simpannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Tepung Beras Menir Kukus Dan Pendugaan Umur Simpannya"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI TEPUNG BERAS MENIR KUKUS DAN

PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

Oleh

DIAH NURMALA SARI F34104100

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KARAKTERISASI TEPUNG BERAS MENIR KUKUS DAN

PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

Oleh

DIAH NURMALA SARI F34104100

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar SARJANA Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KARAKTERISASI TEPUNG BERAS MENIR KUKUS DAN

PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar SARJANA Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

DIAH NURMALA SARI F34104100

Lulus tanggal Bogor, Maret 2009

Menyetujui,

Drs. Chilwan Pandji Apt.MS Pembimbing I

(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Karakterisasi Tepung Beras Menir Kukus dan Pendugaan Umur Simpannya” hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2009

(5)

Diah Nurmala Sari. F34104100. Karakterisasi Tepung Beras Menir Kukus dan Pendugaan Umur Simpannya di bawah bimbingan Chilwan Pandji dan Indah Yuliasih. 2009

RINGKASAN

Penggilingan padi merupakan salah satu tahapan pasca panen padi untuk mengolah gabah menjadi beras siap konsumsi dengan hasil samping sekam, bekatul, dan menir. Peningkatan produksi beras diikuti dengan peningkatan hasil samping beras yaitu menir.

Menurut Badan Pusat Statistik (2008), produksi padi tahun 2008 mencapai 60.28 juta ton, dengan rendemen menir 2 % dapat diproyeksikan sebanyak 1.2 juta ton menir memiliki nilai jual rendah. Menir adalah beras patah yang ukurannya lebih kecil dari 0.2 bagian beras utuh atau butir beras patah yang lolos ayakan dengan ukuran 1.7 mm yang dapat digunakan sebagai alternatif pangan karena komposisi kimiawi menir sama dengan beras.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatan karakteristik tepung beras menir, baik karakteristik mutu, mikrobiologi maupun sifat fungsionalnya serta mendapatkan umur simpan tepung beras menir dengan menggunakan pendugaan umur metode Arrhenius.

Menir dari penggilingan padi dimanfaatkan menjadi tepung beras dengan pengukusan. Metode penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu memperoleh tepung beras menir dengan perlakuan terbaik berdasarkan analisa proksimat, sifat fungsional, dan uji mikrobiologis; dan pendugaan umur simpan produk dengan berdasarkan kadar air, total asam, kelarutan dan swelling power, warna, organoleptik dan water retention capacity. Penelitian ini menguji 3 taraf perlakuan lama waktu pengukusan yaitu 10, 15, dan 20 menit. Penyimpanan tepung beras menir kukus terbaik pada suhu penyimpanan 35, 45, dan 50oC.

Lama waktu pengeringan tepung beras menir segar dan kukus adalah 4 jam pada suhu 50 oC dengan karakteristik tepung beras antara lain : kadar air 11.82 %, abu 0.59 %, protein 7.94 %, lemak 2.40 %, serat 0.61 %, dan karbohidrat (by difference) 76.64 %, kelarutan 10 % dan swelling power 14.30 %, viskositas pasta tepung mengalami penurunan seiring dengan penambahan tumbukan mekanis alat Brookfield Viscometer, kapasitas penyimpanan air mengalami kenaikan pada suhu 75 dan 90 oC, dan tidak ditemukan mikroba dalam tepung beras menir.

Lama pengukusan beras menir yang berbeda yaitu 10, 15, 20 menit menunjukkan perbedaan sifat fungsional dengan karakteristik terbaik diperoleh pada lama pengukusan 20 menit. Sifat fungsional tepung beras menir dengan lama pengukusan 20 menit memiliki viskositas yang lebih tinggi dibanding dengan tepung beras menir tanpa pengukusan, kestabilan pasta yang lebih baik dibanding dengan dua taraf yang lain, dan kapasitas penyimpanan air mengalami puncak kenaikan pada suhu 90 oC seiring dengan penambahan suhu.

(6)

Diah Nurmala Sari. F34104100. Steamed Menir Rice Flour Characterization and Its Self-life testing. Supervised by Chilwan Pandji and Indah Yuliasih. 2009

SUMMARY

Rice milling is one of rice post harvest steps to process rice germ into ready consumed rice with by product husk, bran, and menir rice. The increasing of rice production will also increase the by products that is menir rice.

Based on Badan Pusat Satistik (2008), rice production in 2008 was 60.28 million tons with yield of menir rice is 2 %. The projection of this amount are 1.2 million tons menir rice, sales in low price. Menir rice has size smaller that 0.2 part of rice or broken rice that pass 1.7 mm screening that could utilized as alternative food source with chemical composition similar with rice.

The purpose of this research is to obtain the characteristics of menir rice flour from quality, amount of microbiology, functional characteristics and to found out the self-life of menir rice flour using Arrhenius method.

Menir rice from rice milling processed into rice flour through steaming process. The research method separated into two steps, the first step is to obtain menir rice flour with the best treatment using the proximate analysis, flour functional analysis, and microbiology test. The second step is the product self-life testing using analysis of percentage water, total acid, solubility, swelling power, color, hedonic and water retention capacity. This research use 3 levels steaming duration that are 10, 15, and 20 minute. The self-life testing used three storage temperature which are 35, 45, and 50 oC.

Drying time for fresh and steamed menir rice is 4 hour in 50 oC temperature drying with composition of menir rice flour are : the water content 11.82 %, ash 0.59 %, protein 7.94 %, fat 2.40 %, fibre 0.61 %, carbohydrate by difference 76.64 %, solubility 10 % and swelling power 14.30 %, apparent viscosity of rice paste decrease with increasing shear rate, water retention capacity fell up into twice maximum increase at two degrees temperature 75 oC and 90 oC, and there is no microbiology in menir rice flour.

The proximate analysis and the functional analysis for 3 levels steaming duration that are 10, 15, and 20 minute show that menir rice flour that steamed for 20 minutes had the best characteristics. From functional characteristics of menir rice flour found that 20 minutes steaming duration has a higher viscosity than other level steaming, good in stability of paste, and water retention capacity fell up into maximum increase at 90 oC.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 9 Juni 1985, merupakan anak kedua dari pasangan Murdianto dan Agus Djuwatin. Penulis diterima masuk di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama kuliah, penulis pernah menjadi staf Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-F) 2006/2007 dan staf Departemen Informasi dan Komunikasi Himpunan Mahasiswa Surabaya pada tahun 2005.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya hingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul: “Karakterisasi Tepung Beras Menir Kukus dan Pendugaan Umur Simpannya”.

Selama menjalankan penelitian tersebut, penulis melakukannya di laboratorium yang terdapat di Departemen Teknologi Industri Pertanian yaitu Laboratorium pengemasan, Laboratorium Teknik Kimia, Laboratorium pengawasan mutu dan Laboratorium Dasar Ilmu Terapan (LDIT). Skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tersusunnya skripsi ini tak luput dari dukungan, bantuan dan doa dari semua pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak, ibu dan kakak yang selalu memberikan doa, dukungan dan kasih sayang kepada penulis.

2. Drs. Chilwan Pandji Apt.MS selaku dosen pembimbing I yang mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir.

3. Dr.Ir.Indah Yuliasih M.Si. selaku dosen pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktu dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir.

4. Drs. Purwoko MS. selaku dosen penguji yang telah berkenan menyediakan dan meluangkan waktu kepada penulis untuk ujian skripsi.

5. Ir. Sugiarto M.Si yang bersedia mengarahkan penulis menyelesaikan tugas akhir.

6. Seluruh pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah senantiasa mendukung penulis hingga saat ini.

Kritik serta masukan akan sangat diharapkan oleh penulis. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua yang membutuhkannya.

(9)

DAFTAR ISI

b. Karakterisasi Beras Menir ... 11

c. Proses Pengukusan... 13

d. Karakterisasi Tepung Beras Menir Kukus... 13

e. Pendugaan Umur Simpan Metode Arrhenius ... 13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 16

A. PENENTUAN WAKTU PENGERINGAN ... 16

B. KARAKTERISTIK BAHAN DAN PRODUK TEPUNG BERAS MENIR... 18

1. TEPUNG BERAS MENIR SEGAR ... 18

2. TEPUNG BERAS MENIR KUKUS KERING ... 22

a. Kadar Air ... 22

b. Kadar Abu ... 23

(10)

d. Kadar Lemak ... 24

e. Kadar Serat ... 24

f. Uji Mikrobiologis... 25

g. Kelarutan dan Swelling Power... 25

h. Apparent Viscosity... 26

i. Water Retention Capacity (WRC)... 28

C. PERUBAHAN TEPUNG BERAS MENIR KERING SELAMA PENYIMPANAN ... 31

1. Kelarutan ... 31

2. Swelling Power ... 32

3. Water Retention Capacity (WRC)... 33

4. Warna ... 38

5. Organoleptik... 40

D. PENDUGAAN UMUR SIMPAN... 41

1. Kadar Air ... 41

2. Total Asam... 44

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

A. Kesimpulan ... 47

B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(11)

KARAKTERISASI TEPUNG BERAS MENIR KUKUS DAN

PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

Oleh

DIAH NURMALA SARI F34104100

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

KARAKTERISASI TEPUNG BERAS MENIR KUKUS DAN

PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

Oleh

DIAH NURMALA SARI F34104100

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar SARJANA Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KARAKTERISASI TEPUNG BERAS MENIR KUKUS DAN

PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar SARJANA Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

DIAH NURMALA SARI F34104100

Lulus tanggal Bogor, Maret 2009

Menyetujui,

Drs. Chilwan Pandji Apt.MS Pembimbing I

(14)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Karakterisasi Tepung Beras Menir Kukus dan Pendugaan Umur Simpannya” hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2009

(15)

Diah Nurmala Sari. F34104100. Karakterisasi Tepung Beras Menir Kukus dan Pendugaan Umur Simpannya di bawah bimbingan Chilwan Pandji dan Indah Yuliasih. 2009

RINGKASAN

Penggilingan padi merupakan salah satu tahapan pasca panen padi untuk mengolah gabah menjadi beras siap konsumsi dengan hasil samping sekam, bekatul, dan menir. Peningkatan produksi beras diikuti dengan peningkatan hasil samping beras yaitu menir.

Menurut Badan Pusat Statistik (2008), produksi padi tahun 2008 mencapai 60.28 juta ton, dengan rendemen menir 2 % dapat diproyeksikan sebanyak 1.2 juta ton menir memiliki nilai jual rendah. Menir adalah beras patah yang ukurannya lebih kecil dari 0.2 bagian beras utuh atau butir beras patah yang lolos ayakan dengan ukuran 1.7 mm yang dapat digunakan sebagai alternatif pangan karena komposisi kimiawi menir sama dengan beras.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatan karakteristik tepung beras menir, baik karakteristik mutu, mikrobiologi maupun sifat fungsionalnya serta mendapatkan umur simpan tepung beras menir dengan menggunakan pendugaan umur metode Arrhenius.

Menir dari penggilingan padi dimanfaatkan menjadi tepung beras dengan pengukusan. Metode penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu memperoleh tepung beras menir dengan perlakuan terbaik berdasarkan analisa proksimat, sifat fungsional, dan uji mikrobiologis; dan pendugaan umur simpan produk dengan berdasarkan kadar air, total asam, kelarutan dan swelling power, warna, organoleptik dan water retention capacity. Penelitian ini menguji 3 taraf perlakuan lama waktu pengukusan yaitu 10, 15, dan 20 menit. Penyimpanan tepung beras menir kukus terbaik pada suhu penyimpanan 35, 45, dan 50oC.

Lama waktu pengeringan tepung beras menir segar dan kukus adalah 4 jam pada suhu 50 oC dengan karakteristik tepung beras antara lain : kadar air 11.82 %, abu 0.59 %, protein 7.94 %, lemak 2.40 %, serat 0.61 %, dan karbohidrat (by difference) 76.64 %, kelarutan 10 % dan swelling power 14.30 %, viskositas pasta tepung mengalami penurunan seiring dengan penambahan tumbukan mekanis alat Brookfield Viscometer, kapasitas penyimpanan air mengalami kenaikan pada suhu 75 dan 90 oC, dan tidak ditemukan mikroba dalam tepung beras menir.

Lama pengukusan beras menir yang berbeda yaitu 10, 15, 20 menit menunjukkan perbedaan sifat fungsional dengan karakteristik terbaik diperoleh pada lama pengukusan 20 menit. Sifat fungsional tepung beras menir dengan lama pengukusan 20 menit memiliki viskositas yang lebih tinggi dibanding dengan tepung beras menir tanpa pengukusan, kestabilan pasta yang lebih baik dibanding dengan dua taraf yang lain, dan kapasitas penyimpanan air mengalami puncak kenaikan pada suhu 90 oC seiring dengan penambahan suhu.

(16)

Diah Nurmala Sari. F34104100. Steamed Menir Rice Flour Characterization and Its Self-life testing. Supervised by Chilwan Pandji and Indah Yuliasih. 2009

SUMMARY

Rice milling is one of rice post harvest steps to process rice germ into ready consumed rice with by product husk, bran, and menir rice. The increasing of rice production will also increase the by products that is menir rice.

Based on Badan Pusat Satistik (2008), rice production in 2008 was 60.28 million tons with yield of menir rice is 2 %. The projection of this amount are 1.2 million tons menir rice, sales in low price. Menir rice has size smaller that 0.2 part of rice or broken rice that pass 1.7 mm screening that could utilized as alternative food source with chemical composition similar with rice.

The purpose of this research is to obtain the characteristics of menir rice flour from quality, amount of microbiology, functional characteristics and to found out the self-life of menir rice flour using Arrhenius method.

Menir rice from rice milling processed into rice flour through steaming process. The research method separated into two steps, the first step is to obtain menir rice flour with the best treatment using the proximate analysis, flour functional analysis, and microbiology test. The second step is the product self-life testing using analysis of percentage water, total acid, solubility, swelling power, color, hedonic and water retention capacity. This research use 3 levels steaming duration that are 10, 15, and 20 minute. The self-life testing used three storage temperature which are 35, 45, and 50 oC.

Drying time for fresh and steamed menir rice is 4 hour in 50 oC temperature drying with composition of menir rice flour are : the water content 11.82 %, ash 0.59 %, protein 7.94 %, fat 2.40 %, fibre 0.61 %, carbohydrate by difference 76.64 %, solubility 10 % and swelling power 14.30 %, apparent viscosity of rice paste decrease with increasing shear rate, water retention capacity fell up into twice maximum increase at two degrees temperature 75 oC and 90 oC, and there is no microbiology in menir rice flour.

The proximate analysis and the functional analysis for 3 levels steaming duration that are 10, 15, and 20 minute show that menir rice flour that steamed for 20 minutes had the best characteristics. From functional characteristics of menir rice flour found that 20 minutes steaming duration has a higher viscosity than other level steaming, good in stability of paste, and water retention capacity fell up into maximum increase at 90 oC.

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 9 Juni 1985, merupakan anak kedua dari pasangan Murdianto dan Agus Djuwatin. Penulis diterima masuk di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama kuliah, penulis pernah menjadi staf Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-F) 2006/2007 dan staf Departemen Informasi dan Komunikasi Himpunan Mahasiswa Surabaya pada tahun 2005.

(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya hingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul: “Karakterisasi Tepung Beras Menir Kukus dan Pendugaan Umur Simpannya”.

Selama menjalankan penelitian tersebut, penulis melakukannya di laboratorium yang terdapat di Departemen Teknologi Industri Pertanian yaitu Laboratorium pengemasan, Laboratorium Teknik Kimia, Laboratorium pengawasan mutu dan Laboratorium Dasar Ilmu Terapan (LDIT). Skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tersusunnya skripsi ini tak luput dari dukungan, bantuan dan doa dari semua pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak, ibu dan kakak yang selalu memberikan doa, dukungan dan kasih sayang kepada penulis.

2. Drs. Chilwan Pandji Apt.MS selaku dosen pembimbing I yang mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir.

3. Dr.Ir.Indah Yuliasih M.Si. selaku dosen pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktu dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir.

4. Drs. Purwoko MS. selaku dosen penguji yang telah berkenan menyediakan dan meluangkan waktu kepada penulis untuk ujian skripsi.

5. Ir. Sugiarto M.Si yang bersedia mengarahkan penulis menyelesaikan tugas akhir.

6. Seluruh pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah senantiasa mendukung penulis hingga saat ini.

Kritik serta masukan akan sangat diharapkan oleh penulis. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua yang membutuhkannya.

(19)

DAFTAR ISI

b. Karakterisasi Beras Menir ... 11

c. Proses Pengukusan... 13

d. Karakterisasi Tepung Beras Menir Kukus... 13

e. Pendugaan Umur Simpan Metode Arrhenius ... 13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 16

A. PENENTUAN WAKTU PENGERINGAN ... 16

B. KARAKTERISTIK BAHAN DAN PRODUK TEPUNG BERAS MENIR... 18

1. TEPUNG BERAS MENIR SEGAR ... 18

2. TEPUNG BERAS MENIR KUKUS KERING ... 22

a. Kadar Air ... 22

b. Kadar Abu ... 23

(20)

d. Kadar Lemak ... 24

e. Kadar Serat ... 24

f. Uji Mikrobiologis... 25

g. Kelarutan dan Swelling Power... 25

h. Apparent Viscosity... 26

i. Water Retention Capacity (WRC)... 28

C. PERUBAHAN TEPUNG BERAS MENIR KERING SELAMA PENYIMPANAN ... 31

1. Kelarutan ... 31

2. Swelling Power ... 32

3. Water Retention Capacity (WRC)... 33

4. Warna ... 38

5. Organoleptik... 40

D. PENDUGAAN UMUR SIMPAN... 41

1. Kadar Air ... 41

2. Total Asam... 44

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

A. Kesimpulan ... 47

B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. SNI 1-3549-1994 Tepung beras... 5

Tabel 2. Karakteristik beras kepala, lembaga, bekatul, dan menir (Watt dan Merrill, 1963), (Champagne, 2004)... 18

Tabel 3. Karakteristik tepung beras menir setelah pengukusan ... 23

Tabel 4. Organoleptik berdasarkan nilai rata-rata ... 40

Tabel 5. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan ... 42

(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bagian-bagian beras(Anonim, 2008)... Gambar 2. Hubungan linear ln k terhadap 1/T pada plot Arrhenius... Gambar 3. Beras menir varietas Pandan Wangi ... Gambar 4. Diagram alir penelitian... Gambar 5. Laju pengeringan beras menir ...

Gambar 6. Penurunan kadar air selama pengeringan... Gambar 7. Apparent viscosity tepung beras menir pada beberapa shear rate

menggunakan spindle 1... Gambar 8. Kestabilan viskositas pasta tepung beras menir selama 30 menit

menggunakan spindle 1 dan kecepatan 12 rpm... Gambar 9. Water Retention Capacity tepung beras menir pada beberapa

suhu………... Gambar10.Pengaruh lama pengukusan terhadap apparent viscosity tepung

beras menir kukus pada beberapa shear rate menggunakan spindle 1 ... Gambar 11.Pengaruh lama pengukusan terhadap kestabilan viskositas pasta

tepung beras menir kukus selama 30 menit menggunakan spindle

1 dan kecepatan 12 rpm ... Gambar 12. Pengaruh lama pengukusan terhadap Water Retention Capacity

tepung beras menir kukus pada beberapa suhu ... Gambar 13. Granula tepung beras menir sebelum pengukusan di bawah

mikroskop ... Gambar 14. Granula tepung beras menir setelah pengukusan di bawah

mikroskop ... Gambar 15. Kelarutan selama penyimpanan... Gambar 16. Swelling Power selama penyimpanan ... Gambar 17. Water Retention Capacity minggu ke-0... Gambar 18. Water Retention Capacity minggu ke-1... Gambar 19. Water Retention Capacity minggu ke-2... Gambar 20. Water Retention Capacity minggu ke-3... Gambar 21. Water Retention Capacity minggu ke-4...

(23)

Halaman

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(25)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penggilingan padi merupakan salah satu tahapan pasca panen padi untuk mengolah gabah menjadi beras siap konsumsi dengan hasil samping berupa sekam, bekatul, beras patah, dan menir. Patiwiri (2006) mengemukakan proses penggilingan padi dapat menghasilkan beras sebanyak 52 %, 10 % bekatul, 5-8 % beras patah, dan 2 % menir. Produksi padi di Indonesia berdasarkan BPS (2008), tahun 2008 sebanyak 60.28 juta ton, maka dapat diproyeksikan jumlah menir yang dihasilkan sebanyak 1.20 juta ton, dengan jumlah tersebut hasil samping itu cukup potensial untuk dikembangkan menjadi bahan pangan.

Menir dihasilkan dari proses pengayakan bekatul pada proses penggilingan padi dengan ukuran ayakan 60 mesh sehingga ukuran menir lebih kecil dari beras patah. Karena berasal dari pengayakan bekatul yang identik dengan pakan ternak, maka beras menir biasanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Penampakan beras menir lebih menyerupai beras kepala (beras yang biasa dikonsumsi) namun dengan kadar lemak yang lebih tinggi dan ukuran yang lebih kecil sehingga menir lebih baik dimanfaatkan sebagai bahan baku tepung beras daripada pakan ternak.

Tepung dihasilkan dari proses pengecilan ukuran bahan melalui penggilingan. Tepung beras yang berada di pasaran berasal dari hasil penggilingan beras kepala dengan proses perendaman terlebih dahulu, hal ini dapat menyebabkan nutrisi yang terkandung dalam beras hilang bersama air selama perendaman, selain itu proses perendaman biasanya menggunakan bahan kimia seperti natrium bisulfit untuk mengurangi jumlah mikroba dan mempertahankan sifat putih beras.

(26)

teknologi proses yang dapat meningkatkan sifat fungsional adalah dengan pengukusan.

Pengukusan merupakan salah satu metode pemanasan dengan menggunakan uap air sebagai penghantar panas. Proses pengukusan menyebabkan terjadi penyerapan air atau uap air oleh beras menir sehingga terjadi peningkatan kadar air bahan yang dapat mempercepat pertumbuhan mikroorganisme dan kerusakan bahan. Salah satu cara untuk mengurangi kerusakan dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah dengan pengeringan.

Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan bahan makanan, dimana sebagian air bahan pangan dihilangkan dengan menggunakan energi panas (Winarno, 1980). Pengaruh proses pengukusan dan pengeringan dapat dilihat dengan melakukan pengujian dan pendugaan umur simpan terhadap produk, sehingga diketahui perubahan karakteristik dan lama penyimpanan tepung beras menir.

B. TUJUAN

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BERAS DAN MENIR

Butir padi terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang dapat dimakan berupa butir beras (Caryopsis) dan bagian kulit yang disebut sekam. Bagian sekam butir padi berkisar antara 18 – 28 %, diantara biji dan sekam ada lapisan penyekat yang disebut lapisan perikarp (Juliano, 1972).

Menurut Juliano (1972), Bagian-bagian dari beras pecah kulit antara lain perikarp (1-2 %), aleuron dan testa (4-6 %), lembaga (2-3 %) dan endosperma (89-94 %). Lembaga sendiri tersusun atas epiblast (0.26%), coleorhiza (0.18 %), plumule (0.34 %), radicle (0.18 %) dan scutelum (1.18-1.4 %).

Gambar 1. Bagian-bagian beras (Anonim, 2008)

Lapisan pembungkus aleuron membungkus seluruh endosperm dan lembaga. Lapisan ini tersusun atas sel-sel parenkim berbentuk persegi dengan dinding sel setebal 2 mikron. Aleuron mempunyai satu sampai tujuh lapisan sel, dimana lapisan di bagian punggung lebih tebal dibanding bagian ventral (lembaga). Lapisan-lapisan aleuron di sekeliling endosperm banyak mengandung protein (Juliano, 1972).

(28)

butiran protein. Ukuran granula pari pada sel-sel periferi endosperm relatif kecil (2-4 mikron). Pada bagian tengah endosperm ukurannya lebih besar (5-9 mikron), sedangkan pada sel-sel dekat lembaga, ukuran granula patinya sangat kecil. Granula pati beras mempunyai ukuran lebih kecil daripada granula pati jagung dan gandum (Juliano, 1972).

Lembaga beras mempunyai karakteristik kaya protein dan lemak, tetapi rendah serat dari pada bekatul. Lembaga komersial mengandung 20-30 % endosperma dan sekam (Barber dan Barber, 1980).

Protein adalah komponen tertinggi setelah pati. Kandungan protein beras sekitar 8 % pada beras pecah kulit dan sekitar 7 % pada beras hasil penyosohan. Protein beras hasil penyosohan terdiri dari 5 % albumin (larut dalam air), 10 % globulin (larut dalam garam), <5 % prolamin (larut dalam alkohol) dan lebih dari 80 % glutenin (larut dalam alkali) (Juliano, 1980).

Butir beras mengandung lemak sekitar 2-3 %, sekitar 80 % dalam beras pecah kulit terdapat dalam fraksi dedak dan bekatul. Sekitar 1/3 dari lemak dalam dedak dan dan bekatul berasal dari embrio (Juliano, 1972).

Vitamin umumnya terkandung lebih tinggi pada beras pecah kulit daripada beras giling karena vitamin terutama terdapat pada lembaga dan lapisan aleuron. Penyosohan beras pecah kulit menjadi beras giling dapat menghilangkan >50 % vitamin B kompleks (Juliano, 1980).

Beras patah (biji beras yang berukuran lebih kecil 1/3 bagian dari pada beras utuh) pada penggilingan padi secara umum dibagi menjadi tiga ukuran yaitu, second heads yang memiliki ukuran terbesar pada biji patah, screening yang berukuran intermediate dan brewers rice yang terdiri dai biji-biji patah ukuran kecil (Luh, 1991)

Menir merupakan hasil dari proses pemberasan seperti halnya beras patah, tetapi menir berukuran lebih kecil dibandingkan beras patah. Menir adalah beras patah yang ukurannya lebih kecil dari 0.2 bagian beras utuh atau butir beras patah yang lolos ayakan dengan ukuran 1.7 mm (Kadarisman, 1986).

(29)

Kadar air padi yang tinggi serta kelembaban lingkungan penggilingan dapat meningkatkan jumlah menir yang dihasilkan.

Penggilingan butir beras menjadi tepung dilakukan dengan dua cara yaitu cara kering dan cara basah, kedua cara tersebut mempunyai prinsip untuk memisahkan lembaga dari bagian tepung (Hubeis, 1984). Lembaga yang bercampur dengan tepung tidak baik untuk bahan tepung campuran karena komposisi pati pada lembaga lebih rendah apabila dibandingkan dengan endosperma sehingga mempengaruhi hasil akhir produk.

Tabel 1. SNI 1-3549-1994 Tepung Beras

Kriteria Syarat Mutu

Tepung beras dapat dihasilkan dari beras patah maupun menir, baik dari beras pratanak maupun beras biasa. Beras berbutir panjang, sedang maupun pendek juga dapat digunakan sebagai bahan baku tepung beras. Tepung beras yang dibuat dari beras patah mempunyai komposisi kimia sama dengan yang dibuat dari beras utuh, tetapi antar varietas terdapat perbedaan terutama dalam kandungan protein, lemak, pati dan rasio amilosa dengan amilopektinnya. Perbedaan komposisi kimia beras ikut menentukan keragaman sifat fisikokimia tepung beras seperti sifat viskometrik, suhu gelatinisasi, penyerapan air dan sifat-sifat lainnya (Luh dan Liu, 1980).

Sifat penting granula pati yang umumnya digunakan dalam pengujian sifat fisikokimia beras dan pati adalah suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi merupakan sifat fisik dari pati, yaitu selang suhu pada saat granula pati mulai mengembang secara irreversibel didalam air panas (Juliano,1972).

(30)

B. PENGUKUSAN DAN PENGERINGAN

Pengukusan adalah salah satu cara pemasakan bahan, selama proses pemasakan terjadi penurunan nilai gizi tergantung pada suhu dan lamanya proses pemasakan. Tiga jenis reaksi yang menurunkan nilai gizi selama proses pemasakan atau pemanasan yaitu (1) Oksidasi asam lemak; (2) denaturasi protein berupa perubahan ikatan asam amino sehingga absorpsi terganggu dan terbentuknya ikatan baru sehingga enzim pencernaan tidak mampu lagi mencerna ;dan (3) reaksi Maillard (Winarno, 2002).

Pada waktu pengukusan terjadi penyerapan air atau uap air oleh bahan. Bahan yang dikukus dalam waktu yang lebih lama akan memberikan kesempatan kepada bahan tersebut untuk kontak dan menyerap uap air lebih besar sehingga mengakibatkan peningkatan kadar air bahan (Lukman,1992).

Proses pengukusan dapat menarik sebagian udara dalam jaringan sehingga tekanan turgor sel berkurang. Hal ini menyebabkan jaringan menjadi lunak. Penarikan udara akan mendegradasi sebagian dinding sel sehingga jaringan lebih poros. Proses pemberian panas dengan pengukusan akan menyebabkan berkurangnya komponen yang mudah menguap, terjadinya oksidasi dan hidrolisa yang menyebabkan perubahan flavor dan warna (Fennema,1985).

Menurut Buckle et al (1987), keuntungan pengawetan dengan pengeringan dibandingkan dengan metode pengawetan yang lainnya adalah (1) Bobot yang ringan, kadar air makanan pada umumnya sekitar 60 % atau lebih dari 90 %, dan hampir semua bagian air ini dikeluarkan dengan dehidrasi;(2) Kemampatan kebanyakan produk yang dikeringkan membutuhkan tempat lebih sedikit daripada aslinya; (3) Kestabilan dalam suhu penyimpanan pada suhu kamar tidak diperlukan alat pendingin, tetapi ada batasan pada suhu penyimpanan maksimum untuk masa simpan yang cukup baik.

(31)

(volatile flavor) dan memucatnya pigmen; (3) Perubahan struktur, termasuk case hardening, sebagai akibat pengerutan selama air dikeluarkan; (4) reaksi pencoklatan non-enzimatis yang melibatkan pereaksi dengan konsentrasi yang lebih tinggi, oksidasi dari komponen-komponen lipid; (5) kerusakan mikrobiologis jika kecepatan pengeringan awal lambat atau jika kadar air dari produk akhir terlalu tinggi, atau jika makanan kering disimpan dalam tempat dengan kelembaban tinggi (Buckle et al,1987).

C. UMUR SIMPAN

National Food Processor Association mendefinisikan umur simpan sebagai berikut : suatu produk dianggap berada pada kisaran umur simpannya bilamana kualitas produk tersebut secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti diinginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta proteksi isi kemasan (Arpah, 2001).

Penentuan umur simpan suatu produk dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat diterima lagi oleh konsumen (Ellis, 1994).

Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen serta kemungkinan terhadap perubahan kimia internal dan fisik, ukuran kemasan dalam hubungan dengan volume, kondisi atmosfer, terutama suhu dan kelembapan dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan, kemasan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat. Penurunan mutu makanan terutama dapat diketahui dari perubahan faktor tersebut, oleh karena itu dalam menentukan daya simpan suatu produk perlu dilakukan pengukuran terhadap atribut mutu produk tersebut (Syarief dan Halid, 1993).

(32)

tidak dapat diterima lagi. Menurut Labuza (1982), reaksi kehilangan mutu pada makanan banyak dijelaskan oleh reaksi orde nol dan orde satu, dan hanya sedikit yang dijelaskan oleh orde yang lain.

Menurut Labuza (1982), kehilangan nilai gizi atau mutu dari bahan pangan secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :

A B

Dimana : A=mutu awal

B=mutu akhir (rusak)

Perubahan mutu bahan pangan dapat digambarkan melalui persamaan sebagai berikut : kerusakan merupakan kehilangan A, tanda positif untuk menandakan kenaikan-kenaikan produk akhir yang tidak diinginkan. Penurunan mutu yang umum terjadi pada bahan pangan dapat digolongkan berdasarkan orde reaksi (Heldman dan Riboh, 1988).

Reaksi orde nol memiliki tipe kerusakan yang mengikuti kinetika reaksi orde nol meliputi reaksi kerusakan enzimatis, pencoklatan enzimatik dan oksidasi. Penurunan mutu reaksi orde nol adalah penurunan mutu yang konstan. Menurut Singh (1994), tipe-tipe kerusakan yang mengikuti orde satu adalah ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off-flavor oleh mikroba pada daging, ikan dan unggas, kerusakan vitamin dan penurunan mutu protein.

(33)

metode ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) atau metode akselerasi. Pada metode ini kondisi penyimpanan diatur diluar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan dapat ditentukan umur simpan produk (Arpah dan Syarief, 2000). Penggunaan metode akselerasi disesuaikan dengan faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan produk. Metode ASLT yang sering digunakan dalam menentukan umur simpan produk adalah metode Arrhenius.

Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat, karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu bahan pangan selama penyimpanan, faktor suhu harus selalu diperhatikan (Syarief dan Halid 1993).

Pengaruh suhu dalam suatu reaksi dapat dideskripsikan dengan menggunakan persamaan Arrhenius, yaitu :

k = ko.℮-Ea/RT

dimana

k : konstanta penurunan mutu

ko : konstanta (tidak tergantung pada suhu )

Ea : Energi aktivasi T : Suhu mutlak (oK)

R : konstanta gas (1,986 kal/moloK)

Dengan mengubah persamaan diatas menjadi : ln k = ln ko + (-Ea/R) 1/T

(34)

Menurut Labuza (1982) persamaan Arrhenius dalam penggunaanya untuk menetapkan umur simpan menggunakan asumsi sebagai berikut :

1. Hanya ada satu jenis reaksi yang dihubungkan dengan penurunan mutu produk. Asumsi pertama ini berkepentingan dalam hal melihat pengaruh temperatur karena jika temperatur meningkat, maka reaksi-reaksi yang memiliki energi aktivasi lebih tinggi dari reaksi yang diamati dapat mulai berlangsung dan mempengaruhi mutu produk

2. Tidak terjadi perubahan fase selama reaksi berlangsung sehingga tidak mempengaruhi konsentrasi reaktannya.

3. Pengaruh fase lain, misalnya jika terjadi proses partisi dari komponen reaktan ke dalam fase minyak atau lemak tidak dipengaruhi oleh temperatur

4. Tidak ada pengaruh pengolahan dan penanganan terhadap reaksi. Dalam hal ini bagaimanapun proses pengolahan, apabila produk disimpan pada temperatur yang memungkinkan terjadinya reaksi maka akan berlangsung. 5. Analisa penurunan konsentrasi komponen dan penentuan nilai k tidak

didapatkan pada analisa hedonik.

1/T Slope = -Ea/R

ln k

(35)

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan adalah beras menir organik jenis pandan wangi yang berasal dari daerah Jawa Tengah, bahan-bahan lain yang digunakan untuk analisa antara lain aquades, heksan, H2SO4, NaOH, H3BO3,

katalis protein (CuSO4 dan Na2SO4), alkohol 70%, kertas saring, indikator

Phenolptalien, indikator mengsel, media PCA, media eosine methilene blue, dan garam fisiologis.

Peralatan yang digunakan adalah dish mill, cawan aluminium, neraca analitik, Desikator, cawan porselen, cawan petri, gelas ukur, gelas piala, mikropipet, pipet, biuret, tabung ulir, oven suhu 105oC, pemanas bunsen, tanur, autoklaf, ekstraktor Soxhlet, labu lemak, labu ukur, tabung sentrifugasi, erlenmeyer, labu Kjeldahl, alat destilasi, labu takar, inkubator, stirer, viskosimeter Brookfield, Colortech colorimeter, panci kukus, kompor.

B. METODE PENELITIAN

a. Penentuan Waktu Pengeringan

Penentuan waktu pengeringan digunakan untuk mendapatkan waktu pengeringan beberapa taraf lama pengukusan sehingga lama pengeringan beras menir tanpa pengukusan dan dengan pengukusan sama. Beras menir tanpa pengukusan dan dengan tiga taraf pengukusan yaitu 10,15, dan 20 menit dikeringkan dalam tray dryer menggunakan loyang. Berat bahan untuk tiap loyang adalah 20 g dan ketinggian bahan 1 cm, suhu tray dryer 50 oC. Loyang berisi beras menir tersebut kemudian diamati pada menit ke-10, 20, 30, 40, 50, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360. Hasil dari pengamatan didapatkan waktu terbaik untuk pengeringan bahan.

b. Karakterisasi Beras Menir

(36)

mengupas gabah sebanyak dua kali menggunakan mesin huller yang bertujuan untuk menghasilkan beras pecah kulit dengan memisahkan sekam dari gabah. Tahap kedua adalah proses penyosohan beras pecah kulit yang dihasilkan pada proses pengupasan menggunakan mesin polisher. Proses penyosohan dilakukan sebanyak dua kali, karena pada penyosohan pertama dihasilkan beras sosoh dan dedak, penyosohan kedua dihasilkan beras sosoh dan bekatul. Beras sosoh hasil penyosohan kedua adalah beras yang siap dikonsumsi, sedangkan untuk mendapatkan menir, bekatul dari hasil penyosohan kedua diayak untuk memisahkan bekatul, sekam dan menir.

(37)

Gambar 3. Beras menir varietas Pandan Wangi c. Proses Pengukusan

Proses pengukusan dilakukan dengan memasak bahan pada suhu 100

o

C dalam wadah tertutup bersama air namun bahan dan air tidak kontak secara langsung, bahan hanya kontak dengan uap panas. Beras menir dikukus dengan tiga taraf lama waktu pengukusan yaitu 10, 15, 20 menit, untuk setiap kali pengukusan digunakan beras menir sebanyak 20 g yang diratakan dalam wadah dengan ketinggian beras 1 cm.

Produk pengukusan kemudian dikeringkan menggunakan tray dryer, suhu 50 oC dengan waktu yang didapatkan dari tahap sebelumnya yaitu penentuan waktu pengeringan.

d. Karakterisasi Tepung Beras Menir Kukus

Menir hasil pengukusan yang telah kering digiling dengan menggunakan dish mill dan diayak dengan ayakan 80 mesh. Hasil ayakan berupa tepung beras menir kemudian dianalisa proksimat, uji mikrobiologi, dan analisa fungsional seperti beras menir awal, untuk mendapatkan karakteristik terbaik dari tiga taraf pengukusan. Analisa karakteristik tepung beras menir meliputi kadar air, abu, lemak, serat, protein, dan karbohidrat (by difference), uji total mikroba, uji E. Coli, kelarutan dan swelling power, apparent viscosity, Water Retention Capacity (WRC).

Berdasarkan analisa proksimat, uji mikrobiologi, analisa fungsional dapat diketahui karakteristik tepung beras menir terbaik berdasarkan lama pengukusan. Tepung beras menir dengan karakteristik terbaik kemudian diperbanyak dan dikemas dengan menggunakan kemasan plastik metalize untuk pendugaan umur simpan tepung.

e. Pendugaan Umur Simpan Metode Arrhenius

(38)

kukus terbaik disimpan dalam kemasan plastik metalize pada tiga kondisi suhu penyimpanan di atas suhu ruang yakni 35, 45 dan 50 oC. Setiap kemasan berisi produk sebanyak 50 g.

Pendugaan umur simpan dilakukan berdasarkan penurunan parameter kritis mutu atau parameter mutu yang paling cepat menyebabkan kerusakan pada produk selama penyimpanan. Pengujian sampel untuk mengetahui penurunan mutu yang terjadi, dilakukan setiap minggu selama 8 minggu masa penyimpanan. Pendugaan umur simpan tepung beras menir kukus menggunakan dua parameter kritis yaitu pertambahan kadar air persatuan waktu dan peningkatan total asam selama penyimpanan. Parameter tersebut dianggap kritis karena peningkatan kadar air menyebabkan kerusakan pada produk akibat perubahan kimiawi produk maupun pertumbuhan mikroba, sedangkan jumlah total asam yang meningkat merupakan indikasi perubahan mutu pada bahan dengan timbulnya aroma asam.

Berdasarkan parameter uji yang dilakukan dapat dihitung konstanta penurunan mutu (k) yang kemudian dihitung dengan menggunakan rumus Arrhenius sehingga dapat diketahui umur simpan tepung beras menir kukus.

(39)

Beras menir

Pengukusan pada suhu 100 oC selama 10, 15, 20 menit

Analisa Proksimat, uji mikrobiologi, dan analisa

fungsional Pengayakan dengan

ayakan 80 mesh Penggilingan menggunakan dish mill Pengeringan dalam tray dryer

suhu 50oC selama 4 jam

Tepung beras menir

Tepung beras menir terbaik

Pengemasan dengan kemasan Metalize

Pendugaan umur simpan Analisa Proksimat, uji mikrobiologi, dan analisa

(40)

Gambar 4. Diagram alir penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.PENENTUAN WAKTU PENGERINGAN

Pengeringan termasuk salah satu cara pengawetan bahan makanan dengan menghilangkan sebagian air dari bahan pangan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai batas agar mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya (Winarno,1980). Terdapat dua cara pengeringan bahan makanan, yaitu pengeringan alami dengan sinar matahari dan pengeringan dengan menggunakan alat-alat mekanis.

(41)

Gambar 5. Laju pengeringan beras menir

Reaksi Maillard atau reaksi pencoklatan terjadi pada bahan pangan yang memiliki gugus pereduksi dan asam amino karena reaksi ini dapat menghasilkan pigmen coklat. Hal tersebut yang menyebabkan semakin lama pemanasan maka beras menir juga semakin coklat, pencoklatan pada bahan lebih cepat terjadi pada suhu yang tinggi dan kadar air rendah oleh karena itu pengeringan beras dilakukan pada suhu 50 oCdengan menggunakan tray dryer, selain untuk mengurangi efek pencoklatan pada suhu tersebut protein belum mengalami denaturasi. Protein terdenaturasi pada kisaran suhu 55-75 oC (Winarno, 2002).

(42)

Gambar 6. Penurunan kadar air selama pengeringan

B.KARAKTERISTIK BAHAN DAN PRODUK TEPUNG BERAS MENIR 1. TEPUNG BERAS MENIR SEGAR

Tepung beras menir hasil analisa memiliki karakteristik yang berbeda dengan beras kepala, lembaga dan bekatul. Perbedaan karakteristik dapat dilihat pada Tabel 2. perbedaan ini disebabkan karena beras menir merupakan hasil pengayakan bekatul sehingga komposisi beras menir merupakan percampuran dari endosperma, aleuron, dan lembaga.

Tabel 2. Karakteristik beras kepala, lembaga, bekatul, dan beras menir

(43)

pada suatu bahan dapat menyebabkan mikroorganisme tumbuh dan berkembangbiak, terutama pada tepung beras menir dengan kadar protein, lemak dan karbohidrat yang tinggi merupakan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan mikroba.

Kadar karbohidrat tepung beras menir yang tinggi yaitu 76.64 %, menunjukkan bagian endosperma merupakan bagian terbesar dari beras menir. Komposisi beras menir untuk setiap varietas beras dan setiap butir padi berbeda-beda karena jumlah beras menir yang dihasilkan bergantung pada varietas dan perlakuan sebelum dan saat penggilingan. Proses penepungan beras menir berbeda dengan proses penepungan beras yang direndam terlebih dahulu, perendaman tidak dilakukan agar nutrisi beras menir tidak larut dalam air.

Kadar serat tepung beras menir lebih tinggi dibandingkan dengan kadar serat beras kepala dilihat dari Tabel 2. namun jumlah ini lebih sedikit dibanding kadar serat lembaga dan bekatul. Kadar serat tepung beras menir lebih tinggi karena percampuran bagian lembaga dan bekatul, begitupula dengan jumlah lemak tepung beras menir yang lebih tinggi dibanding beras kepala.

Hasil uji kelarutan terhadap tepung beras menir menunjukkan kelarutan tepung beras menir dalam air panas kecil yaitu 10 %, kelarutan dipengaruhi oleh bahan-bahan yang terkandung dalam tepung yang dapat larut selama pemanasan seperti pati yang termasuk dalam golongan karbohidrat dan dapat larut dalam air panas.

(44)

Sifat fungsional suatu bahan diperlukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada bahan saat diolah seperti pada pengujian apparent viscosity tepung beras menir yang digunakan untuk mengetahui perubahan viskositas tepung beras menir setelah diolah menjadi pasta, hasil pengujian apparent viscosity ditunjukkan oleh Gambar 7.

Viskositas pasta tepung beras menir menunjukkan penurunan dengan peningkatan shear rate. Shear rate merupakan tumbukan mekanis pada larutan pasta pati yang berasal dari putaran spindle alat. Hal ini disebabkan semakin tinggi nilai shear rate berarti semakin cepat pula putaran spindle pada alat dan tumbukan mekanis antar molekul pati dalam tepung beras menir juga semakin banyak. Tumbukan mekanis yang semakin meningkat ini meningkatkan sifat aliran pasta pati tepung dan menurunkan gaya geseknya, menyebabkan terjadinya penjajaran molekul pati dalam tepung sehingga viskositas pasta tepung menurun.

Gambar 7. Apparent viscosity tepung beras menir pada beberapa shear rate menggunakan spindle 1

(45)

Sifat pasta tepung yang baik dapat dilihat dari kestabilan pasta setelah diolah. Kestabilan pasta diketahui dengan memberikan tumbukan mekanis pada pasta tepung secara terus menerus dengan kecepatan putar yang sama yaitu 12 rpm. Gambar 8. menunjukkan pasta tepung beras kurang stabil pada awal pengujian, hal ini terjadi karena adanya pergerakan antar molekul pati dalam tepung beras menir pada awal tumbukan mekanis, kemudian secara perlahan molekul-molekul terjadi penjajaran molekul hingga pasta mengalami kestabilan. Kestabilan pasta dipengaruhi oleh struktur pati, proses dan kondisi selama pemasakan.

Gambar 8. Kestabilan viskositas pasta tepung beras menir selama 30 menit menggunakan spindle 1 dan kecepatan 12 rpm

(46)

Gambar 9. Water Retention Capacity tepung beras menir pada beberapa suhu

2. TEPUNG BERAS MENIR KUKUS KERING

Proses pengukusan beras menir bertujuan untuk mengubah sifat fungsionalnya tanpa menghilangkan komponen nutrisi pada bahan karena selama proses kontak bahan dengan uap air diminimalisir. Beras menir setelah dikukus akan mengalami kenaikan kadar air, untuk itu dilakukan pengeringan dengan lama 4 jam. Karakteristik tepung beras menir setelah pengukusan dapat dilihat pada Tabel 3.

a. Kadar Air

Kadar air tepung beras menir kukus yang telah dikeringkan ditunjukkan oleh Tabel 3. kadar air tepung beras dengan 3 taraf lama waktu pengukusan menunjukkan nilai yang tidak berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh selang waktu pengukusan antar taraf tidak lama yaitu 5 menit sehingga kontak bahan dianggap tidak memiliki perbedaan. Berdasarkan analisa ragam, ketiga taraf lama waktu pengukusan tidak berpengaruh terhadap kadar air bahan, data analisa keragaman ditunjukkan pada Lampiran 2a.

(47)

Tabel 3. Karakteristik tepung beras menir setelah pengukusan

Komposisi 10 menit 15 menit 20 menit

Kadar air (%bb) 7.98 7.99 8.08

Kadar abu (%bk) 0.30 0.26 0.27

Kadar protein (%bk) 6.41 6.41 5.94

Kadar lemak (%bk) 0.08 0.09 0.10

Kadar serat (%bk) 2.03 1.95 1.71

Kadar karbohidrat

by difference (%bb) 83.20 83.30 83.90

Kelarutan (%) 11.70 10.83 8.60

Swelling power (%) 13.45 14.22 14.36 Total plate count (%) 0.00 0.00 0.00 E.coli (%) 0.00 0.00 0.00

b. Kadar Abu

Proses pengabuan berguna untuk mengetahui jumlah mineral yang terkandung dalam suatu bahan, semakin tinggi kadar abu maka kandungan mineral bahan tersebut juga semakin tinggi. Tabel 3. menunjukkan bahwa kadar abu tepung beras menir kukus memenuhi syarat SNI dengan kandungan abu dibawah 1 %, dari ketiga taraf lama waktu pengukusan tidak menunjukkan adanya perbedaan kadar abu.

(48)

c. Kadar Protein

Tabel 2. menunjukkan kadar protein bahan awal 7.94 % dan pada Tabel 3. diketahui kadar protein untuk 3 taraf lama waktu pengukusan. Proses pengukusan dan pengeringan menyebabkan penurunan kadar protein yang disebabkan oleh pemanasan beras menir yang diikuti dengan kontak air. Selama pengukusan beras menir kontak dengan uap air dengan suhu tinggi yaitu 100 oC dalam jangka waktu yang lama dan komponen protein yang larut air seperti albumin hilang selama pengukusan adalah penyebab terjadi penurunan kadar protein sesudah proses.

Penurunan kadar protein tepung beras menir selama proses terjadi pada semua lama waktu pengukusan, dilihat dari Tabel 3. kadar protein turun namun waktu pengukusan tidak berpengaruh terhadap kadar protein. Analisa keragaman kadar protein dapat dilihat pada Lampiran 2c.

d. Kadar Lemak

Lemak kasar terdiri dari lemak, asam lemak, lilin, fosfolipid beberapa pigmen, vitamin. Kadar lemak tepung beras menir setelah pengukusan tampak pada Tabel 3. dengan menggunakan analisa ragam (Lampiran 2d.) diketahui bahwa lama pengukusan tidak berpengaruh terhadap kadar lemak bahan karena selama pengukusan beras menir kontak dengan uap air panas pada suhu tinggi dan pengeringan dalam waktu yang sama yaitu 4 jam sehingga jumlah penurunan lemak untuk semua taraf sama.

Perbedaan terjadi pada kadar lemak tepung sebelum pengukusan dengan nilai kadar lemak 2.40 % dan sesudah pengukusan dengan kisaran nilai 0.08-0.1% . Penurunan kadar lemak yang drastis diakibatkan oleh pemanasan bahan saat pengukusan mengakibatkan lemak dalam tepung terhidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol.

e. Kadar Serat

(49)

makanan dapat dijadikan indeks kadar serat makanan, karena umumnya didalam serat kasar ditemukan sebanyak 0.2 – 0.5 bagian jumlah serat makanan. Kadar serat sesudah pengukusan mengalami kenaikan dapat disebabkan oleh pengukusan yang disertai dengan pengeringan.

Hasil analisa ragam kadar serat menunjukkan lama pengukusan bahan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar serat bahan disebabkan selang waktu pengukusan yang berdekatan dan waktu pengeringan yang sama. Data analisa ditunjukkan pada Lampiran 2e.

f. Uji Mikrobiologis

Hasil pengujian mikrobiologis pada Tabel 3. dengan menggunakan Total Plate Count menunjukkan tidak ditemukannya mikroba pada produk hasil pengukusan untuk masa inkubasi 2 hari, hal ini menunjukkan bahwa tepung beras menir kukus aman untuk dikonsumsi.

Ambang mikroba dalam produk pangan adalah 106 apabila terdapat mikroba lebih dari 106 maka produk pangan tersebut berbahaya untuk dikonsumsi (Buckle et al, 1987).

Bakteri Escherecia coli merupakan bakteri yang dapat menyebabkan diare pada manusia. Pengujian bakteri Escherecia coli pada produk hasil pengukusan menunjukkan bakteri tersebut tidak ditemukan dalam produk. Batas maksimal keberadaan bakteri ini adalah 0, jadi apabila terdapat bakteri Escherecia coli pada produk walaupun 1 maka produk tersebut tidak layak konsumsi.

Mikroba tidak ditemukan pada produk karena pemanasan produk selama pengukusan dapat membunuh mikroba, selain itu pemanasan dalam waktu lama menyebabkan mikroba mati atau perkembangbiakan dapat dicegah untuk mikroba yang tahan panas.

g. Kelarutan dan Swelling Power

(50)

Swelling power tepung beras menir ditunjukkan pada Tabel 3. meningkat seiring dengan pertambahan waktu pengukusan karena selama proses pengukusan beras menir terjadi gelatinisasi parsial pada pati beras dimana ikatan-ikatan yang terdapat di dalam pati akan terbuka dan berikatan dengan air. Pada saat beras menir dikeringkan selama 4 jam maka air yang terikat pada pati akan terlepas sehingga bagian yang semula melepas air selama pengeringan akan mengikat air dalam jumlah besar apabila dipanaskan bersama air.

Menurut Bergman dan Bao (2004), Saat tepung dipanaskan dengan adanya air, struktur kristalin tepung akan terganggu oleh rusaknya ikatan H dan molekul air akan berikatan dengan ikatan H yang terbuka dalam grup hidroksil pada pati. Hal ini yang menyebabkan pembengkakan (swelling) dan kelarutan. Pembengkakan dan kelarutan merupakan gambaran dari derajat interaksi antara rantai pati yang terdiri dari gugus amorph dan kristalin.

h. Apparent Viscosity

Nilai apparent viscosity digunakan untuk melihat perubahan yang terjadi pada tepung setelah proses pengukusan dan pengeringan, perubahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 10.

Viskositas pasta tepung beras menir mengalami peningkatan setelah proses pengukusan dan pengeringan disebabkan adanya proses gelatinisasi parsial pati dalam beras menir selama pengukusan.

(51)

Gambar 10. Pengaruh lama pengukusan terhadap apparent viscosity tepung beras menir kukus pada beberapa shear rate menggunakan spindle 1

Apparent viscosity seluruh produk menurun dengan adanya penambahan kecepatan putar (shear rate) karena peningkatan shear rate menyebabkan tumbukan mekanis yang semakin besar sehingga terjadi penurunan laju gesek yang dapat menurunkan viskositas. Viskositas paling landai ditunjukkan oleh grafik dengan lama pengukusan 20 menit, ini menunjukkan semakin lama waktu pengukusan dapat menyebabkan viskositas tepung beras menir menjadi lebih tahan terhadap tumbukan mekanis yang semakin meningkat. Nilai apparent viscosity produk dengan pengukusan 10 menit memiliki viskositas lebih tinggi dibanding dengan produk lain dan pasta menir alami berada pada posisi paling rendah karena tidak adanya proses pengukusan.

Pengujian terhadap kestabilan pasta tepung beras menir dapat dilihat pada Gambar 11. perubahan kestabilan terlihat semakin baik dengan semakin lama waktu pengukusan bahan.

(52)

10 menit memiliki nilai viskositas tertinggi namun belum memiliki kestabilan viskositas yang baik ditunjukkan dengan peningkatan viskositas selama pengujian.

Gambar 11. Pengaruh lama pengukusan terhadap kestabilan viskositas pasta tepung beras menir kukus selama 30 menit menggunakan spindle 1 dan kecepatan 12 rpm

Pada produk dengan lama pengukusan 20 menit nilai viskositasnya berada pada rentangan produk tanpa pengukusan dan produk dengan lama pengukusan 10 menit namun memiliki stabilitasnya lebih baik dibanding dengan produk pengukusan 10 menit dan 15 menit serta produk tanpa pengukusan karena nilai apparent viscosity-nya memiliki rentangan nilai yang stabil selama 30 menit perputaran alat.

j. Water Retention Capacity (WRC)

(53)

Kapasitas penyimpanan air tertinggi terjadi saat air memenuhi seluruh granula pati, ditunjukkan oleh Gambar 12. dimana terjadi puncak penyimpanan air dan kemudian kapasitas penyimpanan air turun disebabkan oleh kerusakan granula pati yang telah mengalami pengembangan maksimal saat air memenuhi ruang granula akibat pemanasan.

Gambar 12. Pengaruh lama pengukusan terhadap Water Retention Capacity tepung beras menir kukus pada beberapa suhu Produk dengan lama pengukusan 20 menit memiliki kapasitas penyimpanan air yang terus meningkat seiring dengan peningkatan suhu pemanasan hingga mencapai puncak penyimpanan air pada suhu 90 oC dan kemudian turun pada suhu 95 oC, sedangkan untuk taraf waktu pengukusan yang lain mengalami fluktuasi nilai dengan kenaikan pada suhu 70 dan 75 oC. Lama waktu pengukusan tidak berpengaruh terhadap kapasitas penyimpanan air karena kapasitas penyimpanan air pada lama pengukusan 20 menit lebih kecil dibanding dengan lama pengukusan 10 menit dan 15 menit.

(54)

produk lebih stabil saat adanya pengadukan, dan peningkatan kemampuan menyimpan air yang lebih baik karena sesuai dengan peningkatan suhu pemanasan. Pengaruh pengukusan 20 menit dapat dilihat dengan melihat perubahan struktur granula yang berbeda dengan sebelum pengukusan. Granula tepung sebelum pengukusan ditunjukkan oleh Gambar 13. Sedangkan granula produk dengan lama pengukusan 20 menit dapat dilihat pada Gambar 14.

a b

Gambar 13. Granula tepung beras menir sebelum pengukusan di bawah mikroskop (a) cahaya biasa dan (b) cahaya terpolarisasi

a b

Gambar 14. Granula tepung beras menir setelah pengukusan di bawah mikroskop (a) cahaya biasa dan (b) cahaya terpolarisasi

(55)

sinar yang terpolarisasi. Perbandingan penampakan granula yang terlihat menunjukkan adanya perbedaan sifat birefringence.

Pada Gambar 13a. bahan masih mempunyai sifat birefringence sehingga memperlihatkan dua warna yang terang dengan dominasi warna biru, sedangkan pada Gambar 14b. dua warna yang diperlihatkan meredup dan dominasi warna biru tidak terlihat. Perubahan yang terjadi disebabkan pengukusan dan pengeringan beras menir selama 20 menit merusak struktur granula tepung terutama pada patinya karena selama pengukusan terjadi kontak beras menir dengan uap air panas yang menyebabkan beras menir mengalami gelatinisasi parsial.

C.PERUBAHAN TEPUNG BERAS MENIR KERING SELAMA

PENYIMPANAN

Penyimpanan dapat mengakibatkan kerusakan pada bahan sehingga perlu diketahui perubahan yang terjadi pada produk dengan pengamatan terhadap beberapa parameter, karena satu parameter saja tidak dapat menggambarkan perubahan yang terjadi pada suatu produk. Produk kering memiliki kadar air yang rendah sehingga kerusakan produk terjadi pada waktu yang lama untuk itu pengamatan dilakukan setiap minggu selama 8 minggu sehingga perubahan yang signifikan pada suatu parameter dapat diketahui.

1. Kelarutan

Nilai kelarutan pada tepung beras menir kukus mengalami penurunan pada minggu pertama diikuti dengan peningkatan seperti ditunjukkan Gambar 15., gelatinisasi parsial akibat pengukusan dapat mengurangi jumlah bahan terlarut dalam tepung. Kelarutan dilakukan pada suhu 70 oC dimana pada kisaran suhu tersebut tepung beras mengalami gelatinisasi, pengadukan yang kontinyu menyebabkan bagian pati tepung keluar menjadi gel koloid.

(56)

Pada penyimpanan tepung beras menir tanpa pengukusan terjadi penurunan nilai kelarutan tepung seperti yang dinyatakan oleh Chrastil (1994) bahwa semakin lama tepung beras disimpan maka nilai kelarutan akan semakin rendah.

Gambar 15. Kelarutan tepung selama penyimpanan

2. Swelling Power

Pengadukan secara kontinyu dapat merusak struktur pati yang mengalami pembengkakan saat gelatinisasi. Chrastil (1994) menyatakan proses penyimpanan membuat nilai pembengkakan tepung beras akan semakin meningkat, namun pada tepung beras yang telah mengalami pengukusan selama 20 menit nilai swelling tidak meningkat ditunjukkan pada Gambar 16., nilai swelling pada akhir periode penyimpanan lebih rendah dibanding dengan awal penyimpanan.

(57)

Gambar 16. Swelling Power selama penyimpanan

3. Water Retention Capacity (WRC)

Kapasitas penyimpanan air (WRC) digunakan untuk mengetahui perubahan sifat tepung selama penyimpanan terhadap penyimpanan air selama pemanasan. Nilai WRC ditentukan oleh bagian pati dan protein dalam produk tepung, pada awal penyimpanan WRC puncak diperoleh pada suhu 85 oC diperlihatkan pada Gambar 17. namun pada akhir periode penyimpanan kapasitas penyimpanan air mengalami penurunan terutama pada suhu 75 oC. Kapasitas penyimpanan air pada suhu 65 oC memiliki nilai paling rendah karena pada suhu ini tepung belum sepenuhnya tergelatinisasi sedangkan suhu penyimpanan air paling stabil pada suhu 95 oC dimana tepung sudah melewati suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi beras berkisar antara suhu 68 – 75 oC, suhu gelatinisasi tiap tepung berbeda-beda bergantung pada varietas beras yang digunakan sebagai bahan baku tepung beras.

(58)

Apabila telah mencapai penyimpanan maksimal maka kapasitas penyimpanan air oleh tepung akan turun karena penambahan suhu dapat merusak kemampuan untuk menyimpan air pada tepung. Produk yang disimpan pada suhu tinggi memiliki kapasitas penyimpanan air yang lebih rendah dibanding dengan produk yang disimpan pada suhu rendah.

Gambar 17. Water Retention Capacity minggu ke-0

Kemampuan tepung menyimpan air setelah disimpan selama 1 minggu mengalami perubahan, hal ini ditunjukkan pada Gambar 18. puncak penyimpanan air terjadi pada suhu 90 oC untuk semua suhu penyimpanan. Perbedaan kapasitas penyimpanan air disebabkan oleh perbedaan suhu penyimpanan produk.

(59)

Penyimpanan produk pada minggu ke-dua pada Gambar 19. memperlihatkan adanya perubahan nilai puncak penyimpanan air pada penyimpanan suhu 45 oC.

Gambar 19. Water Retention Capacity minggu ke-2

Perubahan dapat terjadi karena proses degradasi bahan selama penyimpanan yang menghambat proses penyimpanan air. Kapasitas penyimpanan air produk berkisar antara 20-50% ditunjukkan oleh Gambar 17-25, dapat diartikan produk akan mengembang hingga setengahnya apabila dipanaskan bersama air hingga suhu 90 oC.

(60)

Pada suhu 85 dan 90 oC WRC memiliki nilai yang stabil karena pada awal pemanasan suhu 65,70,75, dan 80 oC merupakan suhu dimana gelatinisasi pati pada tepung mulai terjadi sedangkan pada suhu 85 dan 90

o

C granula pati pada produk sudah tergelatinisasi seluruhnya.

Gambar 21. Water Retention Capacity minggu ke- 4

Kapasitas penyimpanan air pada suhu 65 dan 70 oC mengalami kenaikan pada minggu ke- 5 terutama pada suhu penyimpanan 50 oC, hal ini terjadi pula pada pemanasan suhu 75 oC. Pada kisaran suhu tersebut pati pada produk mengalami proses gelatinisasi dimana granula pati dalam tepung mulai mengembang, syarat penting untuk gelatinisasi adalah air.

(61)

Gambar 23. Water Retention Capacity minggu ke- 6

Penurunan nilai WRC pada suhu 80 oC terjadi selama periode penyimpanan menunjukkan terjadinya proses gelatinisasi parsial akibat pengukusan merusak granula pati pada produk sehingga kemampuan granula pati untuk menyimpan air selama periode penyimpanan semakin berkurang.

Gambar 24. Water Retention Capacity minggu ke- 7

(62)

pada akhir periode yang diperlihatkan pada Gambar 25. Pengembangan granula pati yang terdapat dalam tepung semakin menurun karena kerusakan selama penyimpanan sehingga penyimpanan air tepung selama pemasakan tidak seperti pada awal penyimpanan.

Gambar 25. Water Retention Capacity minggu ke- 8 4. Warna

Tepung beras yang berada di pasaran umumnya memiliki warna bersih dan putih, untuk mengetahui perubahan warna selama penyimpanan tidak dapat dinilai berdasarkan penglihatan mata saja karena penilaian mata setiap orang berbeda-beda untuk itu perlu digunakan alat yang dapat mengukur warna bahan secara spesifik. Colorimetry adalah alat yang dapat mengukur warna bahan berdasarkan nilai dominasi warna, kecerahan secara spesifik. Nilai yang muncul antara lain L, a, b yang kemudian diterjemahkan menjadi Lightness (L) yang menunjukkan kecerahan bahan dan Hue (ho) yang menunjukkan dominasi warna bahan yang diamati.

(63)

Kecerahan produk semakin menurun dilihat dari Gambar 26. karena reaksi pencoklatan selama penyimpanan meningkat terutama pada tepung beras yang disimpan pada suhu tinggi yaitu 50 oC. Berdasarkan Gambar 26. dapat disimpulkan semakin tinggi suhu penyimpanan maka kecerahan produk semakin menurun.

Gambar 26. Kecerahan produk selama penyimpanan

Hue menunjukkan dominasi warna yang muncul pada tepung selama penyimpanan, diperlihatkan pada Gambar 27. perubahan kecerahan selama penyimpanan tidak mempengaruhi dominasi warna tepung sehingga nilai hue tidak berubah selama penyimpanan, hal ini membuktikan bahwa produk yang disimpan belum mengalami kerusakan.

Gambar

Gambar 2. Hubungan linear ln k terhadap 1/T pada plot Arrhenius
Gambar 4. Diagram alir penelitian
Gambar 5. Laju pengeringan beras menir
Tabel 2. Karakteristik beras kepala, lembaga, bekatul, dan beras menir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari daftar sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa interaksi metode pembuatan tepung jagung dan perbandingan tepung jagung dan tepung beras

Data keseragaman butiran beras analog (%) ... Uji sidik ragam kadar air beras analog ... Uji sidik ragam daya serap air beras analog... Uji sidik ragam kerapatan curah beras analog

Tabel 13 menunjukkan bahwa kadar air dari produk beras aruk yang disubstitusi dengan kacang merah dalam bentuk tepung atau segar lebih tinggi dibandingkan beras aruk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pengukusan berpengaruh nyata terhadap kadar air beras kukus, angka lempeng total dan produksi pigmen Monascus sp.. Kata kunci:

Karakteristik kimia beras analog yang diformulasikan dari tepung talas dan tepung kelapa berpengaruh terhadap kadar karbohirat, kadar lemak, kadar protein,

Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Pati Dari daftar sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa lama fermentasi berpengaruh berbeda sangat nyata (P &gt; 0.01)

Cookies berbahan baku campuran tepung beras, tepung tapioka, dan tepung maizena memiliki kadar abu, kadar lemak, dan nilai kalori yang sesuai dengan Standar Nasional

Cookies berbahan baku campuran tepung beras, tepung tapioka, dan tepung maizena memiliki kadar abu, kadar lemak, dan nilai kalori yang sesuai dengan Standar Nasional