• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification) Studi Kasus Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification) Studi Kasus Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat"

Copied!
241
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI ORGANIK

METODE SRI (

SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)

(Studi Kasus Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi,

Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat)

SKRIPSI

ASRIANI MULYANINGSIH H34076028

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

3

RINGKASAN

ASRIANI MULYANINGSIH. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification) Studi Kasus Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah Bimbingan BURHANUDDIN)

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Peran sektor pertanian ini salah satunya sebagai penyedia pangan dan jenis pangan utama yang dihasilkannya adalah beras. Kurangnya produktivitas padi menjadi masalah dalam ketersediaan pangan nasional, hal ini dipengaruhi oleh kritisnya lahan pertanaman padi, karena unsur hara yang berkurang akibat pemupukan intensif kimia. Sistem pertanian organik dengan metode SRI (System of Rice Intensification) menjadi salah satu alternatif pertanian yang ramah lingkungan yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas padi.

Penerapan SRI telah dilakukan di Desa Cipeuyeum, hanya saja penerapannya belum banyak dilakukan oleh kebanyakan petani di desa tersebut. Walupun ada keuntungan yang ditawarkan, namun ada pula risiko kegagalan yang dapat terjadi sewaktu-sewaktu pada sistem pertanian ini. Maka dapat dianalisis mengapa penerapan metode SRI belum dapat berkembang secara luas dan merata di Desa Cipeuyeum?. Sehingga timbul pertanyaan apakah budidaya SRI tidak mudah bagi petani dan apakah dengan menerapkan SRI petani padi akan untung dari segi pendapatannya?, mengingat sistem ini penerapannya masih baru berkembang pada awal tahun 2007 dan metode SRI ini membutuhkan input kompos dan tenaga kerja yang cukup banyak yang akan berpengaruh pada biaya usahatani.

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengkaji keragaan usahatani padi di Desa Cipeuyeum baik dengan metode organik SRI maupun dengan sistem padi konvensional, 2) Menganalisis penggunaan input dan biayanya serta risiko tenaga kerja pada usahatani padi organik metode SRI dan padi konvensional dan 3) Menganalisis tingkat pendapatan dan efisiensi pendapatan usahatani padi organik SRI dan usahatani padi konvensional.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat dengan responden para petani yang menggunakan SRI dan petani konvensional sebagai pembanding. Penelitian lapang dilakukan selama lima bulan, pada bulan September 2009 sampai bulan Januari 2010 untuk pengumpulan dan analisis data. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan mengkaji kegiatan usahatani yang dilakukan petani padi SRI dan konvensional. Sedangkan analisis data secara kuantitatif yaitu analisis penggunaan input beserta biayanya serta risiko tenaga kerja (standar deviasi), pendapatan usahatani dan analisis efisiensi pendapatan usahatani (return to labour, return to land dan efisiensi R/C rasio).

(3)

4 Berdasarkan analisis penggunaan input dan biaya usahatani, penggunaan input pada usahatani SRI yang paling besar yaitu pada penggunaan tenaga kerja dan pengadaan kompos. Sedangkan pada usahatani konvensional input paling besar dicurahkan untuk tenaga kerja, pengadaan pestisida dan pupuk. Sehingga biaya input tersebut memiliki proporsi yang cukup besar pada biaya total kedua usahatani. Analisis perbandingan biaya total kedua usahatani, menunjukkan biaya total usahatani padi SRI lebih besar yaitu sebesar Rp 12.059.425,58 daripada usahatani konvensional (Rp 11.264.578,63). Analisis risiko penggunaan tenaga kerja pada kedua usahatani sama-sama memiliki risiko yang cukup besar pada kegiatan pengolahan tanah, penyiangan dan pemupukan, namun secara keseluruhan rata-rata kegiatan usahatani yang lebih berisiko ialah penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi konvensional dengan nilai standar deviasi sebesar 10,41 sedangkan pada SRI sebesar 8,82.

Berdasarkan analisis pendapatan, pendapatan atas biaya tunai usahatani padi SRI lebih besar yaitu Rp 9.518.538,71 dibandingkan petani padi konvensional yaitu sebesar Rp 3.902.789,79. Berdasarkan analisis efisiensi pendapatan yang diukur dari nilai return to family labour dan return to land menunjukkan usahatani SRI lebih menguntungkan dari usahatani padi konvensional, yaitu dengan nilai return to family labour sebesar Rp 15.940.925,99 pada usahatani SRI dan Rp 11.178.843,61 untuk konvensional. Sedangkan nilai return to land untuk usahatani SRI sebesar Rp 18.480.283,48 lebih besar dibanding konvensional yaitu Rp 3.893.210,26.

Berdasarkan R/C Rasio terhadap biaya total usahatani padi organik SRI sebesar 1,33 dan petani padi konvensional memiliki nilai R/C Rasio sebesar 1,00. Hal ini menunjukkan dari setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani padi SRI memberikan penerimaan sebesar Rp 1,33 lebih besar dari penerimaan yang diperoleh petani padi konvensional. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa usahatani yang dilakukan oleh petani SRI memberikan pendapatan yang lebih besar dari pada tambahan biaya. Sehingga usahatani padi SRI lebih menguntungkan dan efisien dari segi pendapatannya.

(4)

2

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI ORGANIK

METODE SRI (

SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)

(Studi Kasus Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi,

Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat)

SKRIPSI

ASRIANI MULYANINGSIH H34076028

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

5

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI ORGANIK

METODE SRI (

SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)

(Studi Kasus Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi,

Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat)

ASRIANI MULYANINGSIH H34076028

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

6 Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik Metode SRI

(System of Rice Intensification) Studi Kasus Desa

Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat

Nama : Asriani Mulyaningsih NRP : H34076028

Menyetujui, Pembimbing

Ir. Burhanuddin, MM

NIP. 19680215 199903 1001

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir Nunung Kusnadi, Ms

NIP. 19580908 198403 1002

(7)

7

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik Metode SRI (System Rice Intensification) Studi Kasus Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2010

(8)

8

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 12 November 1985. penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Agus Mulyono dan Ibu Sri Rahayu Agustina.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Merdeka 5-VI Bandung 1998 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 7 Bandung. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 21 Bandung diselesaikan pada tahun 2004.

(9)

9

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas kebesaran dan limpahan rahmat serta karuniaNya, shalawat serta salam kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas terselesaikannya penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik Metode SRI (System Rice Intensification) Studi Kasus Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat”.

Penelitian ini bertujuan mengkaji keragaan usahatani padi SRI (System Rice Intensification) dan konvensional, menganalisis penggunaan input, biaya dan risiko penggunaan tenaga kerja pada kedua usahatani serta menganalisis tingkat pendapatan dan efisiensi pendapatan usahatani padi SRI dan padi konvensional di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang di hadapi. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

(10)

10

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Wahyu Budi Priatna, MM. Terima kasih atas saran dan masukan dalam penelitian ini sebagai dosen evaluator dalam kolokium rencana penelitian. 3. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS dan Dra. Yusalina, MSi selaku dosen penguji

sidang penelitian. Terima kasih atas saran dan masukan yang telah diberikan untuk penelitian ini.

4. Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

5. Seluruh staf Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur dan BPP (Badan Penyuluh Pertanian) Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur.

6. Bapak Jaenal Sobirin selaku ketua kelompok Tani Mandiri beserta keluarga. Terima kasih atas kesabaran dan bantuan selama penulis berada di lapang 7. Para petani responden organik SRI kelompok Tani Mandiri dan konvensional

di Desa Cipeuyeum. Terima kasih atas partisipasi dan dukungannya.

8. Aditya Pratama dan keluarga, terima kasih atas semangat, perhatian, dorongan, saran, pengertian dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis.

9. Teman-teman Ekstensi AGB, Monalisa Sembiring, Nita Rizka Afrilia, Rofi Kurniawan, Ardian Surbakti, Ratih Tanjung Sari, Lisda Elsera, Adib Priambudi, Chanifah dan Mutia Sulaiman. Terima kasih atas kebersamaan dan persahabatan yang indah.

Semoga ukhuwah kita selalu terjaga dan segala amal kebaikan yang telah dilakukan menjadi hitungan ibadah dan hanya Allah SWT yang dapat menilai dan membalas semuanya. Amin

(11)

11

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Kegunaan Penelitian ... 9

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Pertanian Organik ... 11

2.2. Tujuan dan Kegunaan Budidaya Organik ... 13

2.3. Konsep Pertanian Ekologis dan Berkelanjutan ... 14

2.4. Pengertian Budidaya Padi SRI ... 15

2.5. Keragaan SRI di Jawa Barat ... 16

2.6. Prinsip Dasar Penerapan SRI ... 16

2.6.1. Kesehatan Tanah ... 16

2.6.2. Pemilihan Benih ... 17

2.6.3. Kebutuhan Benih dan Menyemai Benih ... 17

2.6.4. Model Tanam SRI ... 18

2.6.5. Pemeliharaan pada Tanaman Fase Vegetatif ... 19

2.6.6. Pemeliharaan pada Tanaman Fase Generatif ... 19

2.6.7. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Padi (Hama dan Penyakit)... 20

2.7. Manfaat SRI ... 20

2.8. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ... 21

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 26

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 26

3.1.1. Konsep Usahatani ... 26

3.1.1.1. Penerimaan Usahatani ... 28

3.1.1.2. Pengeluaran Usahatani ... 28

3.1.1.3. Pendapatan Usahatani ... 29

3.1.1.4. Ukuran Pendapatan Usahatani ... 30

3.1.2. Efisiensi Pendapatan Usahatani ... 31

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 32

IV. METODE PENELITIAN ... 36

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 36

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 36

4.4. Metode Analisis Data ... 37

(12)

12

4.5.1. Analisis Penerimaan ... 38

4.5.2. Analisis Biaya ... 38

4.5.3. Analisis Pendapatan Usahatani ... 40

4.5.4. Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani ... 40

4.6 Analisis Risiko Penggunaan Tenaga Kerja ... 42

V. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN ... 43

5.1. Wilayah dan Topografi ... 43

5.2. Gambaran Umum Usahatani ... 46

5.3. Budidaya Padi Organik Metode SRI ... 48

5.3.1 Pengolahan Tanah ... 48

5.3.2 Pembibitan ... 49

5.3.2.1 Penyemaian ... 49

5.3.2.2 Perlakuan Benih Sebelum Sebar ... 50

5.3.3. Penanaman ... 51

5.3.4. Penyulaman ... 52

5.3.5. Penyiangan ... 53

5.3.6. Pemupukan ... 53

5.3.7. Pengendalian Hama dan Penyakit ... 55

5.3.8. Pengairan Sawah ... 57

5.3.9. Panen dan Pasca Panen ... 58

5.4. Karakteristik Responden ... 58

5.4.1. Umur ... 58

5.4.2. Tingkat Pendidikan ... 59

5.4.3. Luas Lahan ... 61

5.4.4. Status Kepemilikan Lahan ... 62

5.4.5. Status Usahatani ... 62

5.4.6. Sumber Modal ... 63

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64

6.1. Analisis Usahatani Padi SRI dan Usahatani Padi Konvensional ... 64

6.1.1. Analisis Penggunaan Input dan Biaya ... 64

6.1.1.1. Benih ... 64

6.1.1.2. Pupuk ... 66

6.1.1.3. Pestisida ... 69

6.1.1.3. Tenaga Kerja ... 70

6.1.1.4. Alat–alat Pertanian ... 75

6.1.1.5. Total Biaya Usahatani ... 76

6.1.2. Analisis Penerimaan Usahatani ... 80

6.1.3. Analisis Risiko Penggunaan Tenaga Kerja ... 82

6.2. Analisis Pendapatan Usahatani ... 85

6.3. Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani ... 86

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

7.1. Kesimpulan ... 89

7.2. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90

(13)

13

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia

Tahun 2007-2008 dalam persentase ... 1 2. Luas Areal, Produktivitas Produksi Padi Indonesia dan

Persentase peningkatan Produksi Padi Per Tahun

2000-2009 ... 2 3. Hasil Budidaya Tanaman Padi Metode SRI pada Beberapa

Propinsi di Indonesia Tahun 2007 ... 6 4. Perhitungan Usahatani dan Nilai R/C Rasio ... 42 5. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Cipeuyeum, Keca-

matan Haurwangi, Kabupaten Cianjur Tahun 2009 ... 44 6. Jumlah Kepala Keluarga Berdasarkan Status Kepemilikan

Lahan di Desa Cipeyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupa-

ten Cianjur Tahun 2008 ... 45 7. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Cipeuyeum,

Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur Tahun 2009 ... 45 8. Penggolongan Responden Petani Padi Organik Metode

SRI dan Petani Padi Konvensional Berdasarkan Umur

Tahun 2009 ... 59 9. Penggolongan Responden Petani Padi Organik Metode

SRI dan Petani Padi Konvensional Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Tahun 2009 ... 60 10. Penggolongan Responden Petani Padi Organik Metode

SRI dan Petani Padi Konvensional Berdasarkan Luasan

Lahan Tahun 2009 ... 61 11. Penggolongan Responden Petani Padi Organik Metode

SRI dan Petani Padi Konvensional Berdasarkan Status

Usahatani Tahun 2009 ... 63 12. Varietas Benih yang Digunakan Petani Responden di Desa

Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur Pe-

riode Tanam April-Juli 2009 ... 65 13. Penggunaan Rata-Rata Pupuk Urea, TSP, Kcl dan Ponska

dalam Usahatani Padi Konvensonal Periode Tanam

April-Juli 2009 ... 68 14. Jenis Obat–obatan Pada Usahatani Padi Konvensional

Periode Tanam April-Juli 2009 ... 70

(14)

14 15. Penggunaan Tenaga Kerja untuk Usahatani Padi Organik

Metode SRI per Hektar Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Periode Tanam

April-Juli 2009 ... 71 16. Penggunaan Tenaga Kerja untuk Usahatani Padi

Konvensional per Hektar Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur Periode Tanam

April-Juli 2009 ... 72 17. Biaya Usahatani Padi Organik Metode SRI pada Periode

Tanam April-Juli 2009 ... 77 18. Biaya Usahatani Padi Konvensional pada Periode

Tanam April-Juli 2009 ... 79 19. Analisis Perbandingan Biaya Usahatani Padi Organik

Metode SRI dan Usahatani Padi Konvensional di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur

Per Hektar ... 80 20. Produktivitas Padi Metode SRI dan Padi Konvensional

pada Periode Tanam April-Juli 2009 ... 81 21. Penerimaan Petani Padi Organik SRI dan Petani Padi

Konvensional pada Periode Tanam April-Juli 2009 ... 82 22. Rata-rata Nilai Standar Deviasi pada Penggunaan Tenaga

Kerja Usahatani Padi SRI dan Konvensional ... 83 23. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik SRI dan

Usahatani Padi Konvensional pada Periode Tanam

April-Juli 2009 (Rp/Ha) ... 85 24. Perbandingan Nilai Return to Family Labour dan Return

to Land pada Usahatani Padi SRI dan Konvensional ... 87 25. Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani dengan

Menggunakan Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya

(R/C Rasio) ... 87

(15)

15 DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Pendapatan

Usahatani Padi Organik Metode SRI ... 35

(16)

16 DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Proses Seleksi Benih dengan Air Garam ... 93 2. Proses Pembuatan MOL Di Desa Cipeuyeum, Kecamatan

Haurwangi, Kabupaten Cianjur Tahun 2007 ... 94 3. Proses Pembuatan Pestisida Nabati di Desa Cipeuyeum,

Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur Tahun 2007 ... 96 4. Peta Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten

Cianjur Tahun 2009 ... 97 5. Karakteristik Responden Petani Padi Organik Metode SRI

di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi Kabupaten

Cianjur Tahun 2009 ... 98 6. Karakteristik Responden Petani Padi Konvensional di Desa

Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi,

Kabupaten Cianjur Tahun 2009 ... 99 7. Perincian Biaya Input Usahatani Padi SRI di Desa

Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur

Tahun 2009 ... 100 8. Perincian Biaya Input Usahatani Padi Konvensional di Desa

Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur

Tahun 2009 ... 102 9. Perincian Kebutuhan Tenaga Kerja dan Biaya Tenaga Kerja

Usahatani Padi SRI di Desa Cipeuyeum, Kecamatan

Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun 2009 ... 105 10. Perincian Kebutuhan Tenaga Kerja dan Biaya Tenaga Kerja

Usahatani Padi Konvensional di Desa Cipeuyeum,

Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun 2009 ... 109 11. Perincian Analisis Pendapatan Usahatani Padi SRI ... 113 12. Perincian Analisis Pendapatan Usahatani Padi

Konvensional ... 115 13. Kuesionar Responden Padi Organik SRI ... 117 14. Kuesioner Responden Padi Konvensional ... 121 15. Dokumentasi Kegiatan Usahatani Padi SRI di Desa

Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi,

Kabupaten Cianjur Tahun 2009 ... 125

(17)

17

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen berada di atas sektor industri pengolahan 3,7 persen, serta sektor pertambangan dan penggalian 0,5 persen1. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih memegang peran cukup besar yang dapat dilihat dari pembentukan PDB (Tabel 1).

Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun 2007-2008 (Persentase)

No Lapangan Usaha 2007 2008

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 13,70 14,40

2 Pertambangan dan Penggalian 11,20 11,00

3 Industri Pengolahan 27,10 27,90

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,90 0,80

5 Konstruksi 7,70 8,40

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 14,9 14,0

7 Pengangkutan dan Komunikasi 6,70 6,30

8 Keuangan, Real estat dan Jasa Perusahaan 7,70 7,40

9 Jasa-jasa 14,9 9,80

Produk Domestik Bruto (PDB) 100,00 100,00

PDB Tanpa Migas 89,50 89,30

Sumber: BPS (2009)2

Tabel 1 dapat terlihat bahwa dibandingkan dengan tahun 2007, pada tahun 2008 terjadi penurunan pada beberapa sektor kecuali sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor konstruksi. Meskipun secara keseluruhan peranan PDB tanpa migas turun dari 89,5 persen pada tahun 2007 menjadi 89,3 persen pada tahun 2008, namun sektor pertanian mengalami kenaikan dari 13,7 persen di

1

Khoiril A, 2008. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2008. http://tkkri.org/option.com. Diakses 16 Juni 2009.

2

(18)

18 tahun 2007 menjadi 14,4 persen di tahun 2008, kenaikan pada sektor pertanian ini dikarenakan kinerja produksi padi yang membaik serta meningkatnya harga produk perkebunan pada saat krisis pangan global.

Peran sektor pertanian selain dalam pembentukan PDB ialah sebagai penerimaan devisa, penyerapan tenaga kerja, penyedia bahan baku industri dan penyedia pangan. Berbagai jenis bahan pangan yang dapat dihasilkan sektor pertanian salah satunya ialah beras yang merupakan bahan pangan utama.

Beras merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia, sehingga ketersediaan beras berpengaruh terhadap ketahanan pangan nasional, dimana terjaminnya ketersediaan pangan bagi seluruh masyarakat sepanjang tahunnya secara aman dan bergizi. Jumlah permintaan terhadap beras akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, namun hal ini akan menjadi suatu masalah jika terdapat kesenjangan antara jumlah ketersediaan dan permintaan beras. Oleh karenanya upaya peningkatan produksi padi perlu ditingkatkan guna mengatasi kesenjangan tersebut. Adapun peningkatan produksi padi di Indonesia dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Area, Produktivitas, Produksi Padi Indonesia dan Persentase Peningkatan Produksi Padi pertahun Tahun 2000-2009

Tahun Luas Area (Ha)

Produktivitas (ton/ha)

Produksi (ton)

Peningkatan (ton)

Peningkatan (%)

2000 11.793.475 44,01 51.898.852 - -

2001 11.499.997 43,88 50.460.782 - 1.438.070 - 2,84987

2002 11.521.166 44,69 51.489.694 1.028.912 1,99828

2003 11.488.034 45,38 52.137.604 647.910 1,24269

2004 11.922.974 45,36 54.088.468 1.950.864 3,60680

2005 11.839.060 45,74 54.151.097 62.629 0,11556

2006 11.786.430 46,20 54.454.937 303.840 0,55796

2007 12.147.637 47,05 57.157.435 2.702.498 4,72816

2008 12.309.155 48,95 60.251.073 3.093.638 5,13457

2009 12.422.156 49,05 60.931.912 680.839 0,11174

Rata-rata 0,15245

Sumber: BPS (2009)3 (diolah)

3

BPS 2009. Tabel Luas Panen, Produktivitas, Produksi Tanaman Padi Propinsi Indonesia. www.bps.go.id. Diakses 16 Juni 2009.

(19)

19 Tabel 2 menunjukkan produksi padi di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya, meskipun pada tahun 2001 terjadi penurunan produksi yang diakibatkan oleh penurunan produktivitas padi dan informasi lain yang dapat diketahui ialah rata-rata peningkatan produksi padi Indonesia pada tahun 2000 sampai 2009 adalah sebesar 0,15 persen. Sementara kebutuhan beras dalam negeri tidak seimbang dengan jumlah produksinya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan proyeksi impor beras yang terus meningkat yaitu Indonesia hingga tahun 2014 kebutuhan berasnya meningkat antara 22-25 juta ton seiring dengan pertumbuhan penduduk yang diperkirakan akan mencapai 253 juta jiwa pada tahun 2014 (asumsi laju pertumbuhan tetap 1.49 persen/tahun)4. Maka demikian penyebab ketidakseimbangan kebutuhan beras dengan ketersediaan beras salah satunya diakibatkan oleh laju pertumbuhan penduduk lebih besar dibandingkan laju peningkatan produksi padi.

Pemenuhan kebutuhan beras dalam negeri yang dilakukan pemerintah salah satunya dengan melakukan kebijakan impor, yang menyebabkan ketergantungan sehingga rentannya kemandirian pangan dan juga berdampak pada aspek kehidupan termasuk sosial, ekonomi dan politik. Selain kebijakan impor, di lain pihak untuk beberapa daerah, khususnya Jawa Barat terjadi kecenderungan peyusutan lahan sawah dan berkurangnya tingkat kesuburan tanah yang diindikasikan oleh kandungan C-organik tanah berkisar antara sangat rendah sampai rendah (Djakakirana dan Sabihan, 2007). Kekurangan bahan organik juga diakibatkan adanya alih fungsi lahan yang menjadi perumahan, perkantoran ataupun pabrik, peningkatan zona impermeabilitas akibat migrasi penduduk, serta kerusakan hutan, tanah dan air menyebabkan daerah hilir menjadi mudah mengalami kekeringan saat musim kemarau dan banjir saat musim hujan serta berakibat pada kegagalan panen atau puso, tingkat kerusakan lahan dan kesuburan tanah yang kian menurun, turut pula mendukung adanya perbedaan yang tidak seimbang antara permintaan dan ketersediaan pangan kita.

Tanah sebagai media tumbuh tanaman merupakan penyedia unsur hara dan mineral yang mengandung banyak mikro organisme yang berguna bagi tanaman.

4

Syahbudin. Agustus 2005. Jangan Lupa Swasembada Pangan. Inovasi : Edisi vol 4/XVII

(20)

20 Namun, ketika tanah menjadi kritis yaitu berkurangnya unsur hara dan jenuhnya tingkat kandungan kimia akibat pemupukan secara kimia maka akan berpengaruh terhadap berkurangnya hasil panen yang diperoleh petani.

Untuk mengatasi permasalahan permintaan dan ketersediaan beras yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk namun tetap memperhatikan dan melestarikan lingkungan ekologis, maka konsep revolusi yang mengubah cara pertanian tradisional menjadi modern dengan penggunaan pupuk kimia dan pestisida dengan takaran tinggi, tidak dapat lagi dipertahankan karena tidak ramah lingkungan, merusak sumber daya alam dan membunuh biota serta mikro organisme yang bermanfaat. Sebenarnya sebelum revolusi hijau, pertanian tradisional yang dilakukan petani telah mengarah kepada pertanian yang ramah lingkungan, namun setelah itu petani berubah menjadi tergantung terhadap pemakaian bahan kimia non organik yang dapat mengganggu keseimbangan lingkungan dan sosial.

Meskipun revolusi hijau ini mampu menghantarkan Indonesia sebagai negara swasembada pangan pada tahun 1984 yang dapat menaikan ketersediaan beras. Namun kenyataan dari adanya dampak negatif yang ditimbulkan revolusi hijau seperti masalah pada masalah lingkungan dan sosial, antara lain yaitudengan penggunaan pupuk buatan dan pestisida menyebabkan hilangnya kemampuan mikro organisme tanah yang membantu menyuburkan tanah serta rusaknya keseimbangan lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan dapat menyebabkan kepunahan bagi organisme5.

Revolusi hijau telah mendapat kritikan dari berbagai pakar ekonomi, sosial dan lingkungan. Kritikan tersebut berkaitan dengan terjadinya degradasi lingkungan sebagai akibat penggunaan pupuk kimia dan pestisida berlebihan, perlunya irigasi karena penggunaan air yang lebih banyak, patahnya berbagai ketahanan genetik terhadap hama dan penyakit dan teknologi yang hanya dinikmati oleh petani berpendapatan tinggi karena lebih mampu mengadakan input untuk memperoleh hasil tinggi dari varietas unggul baru yang diintroduksikan (Kesavan dan Swaminathan 2006, diacu dalam Zaini 2008).

5

Dwiyantories, 2009. Revolusi Hijau. http://fp.elcom.umy.ac.id. Diakses 16 Juni 2009.

(21)

21 Selain itu dampak negatif dari penggunaan bahan kimia baik berupa pastisida yang berlebih akan mempengaruhi kesehatan petani sebagai pelaku usahatani serta mengingat kondisi perekonomian saat ini ketergantungan akan bahan–bahan kimia yang harganya semakin tinggi membuat petani akan kesulitan dalam pemenuhan input tersebut.

Salah satu alternatif sistem pertanian yang dapat mengatasi permasalahan yang ditimbulkan akibat dampak revolusi hijau ialah pertanian organik yang kembali bercocok tanam secara tradisional dan hanya menggunakan bahan-bahan organik. Pertanian ini juga sangat penting dalam mengahadapi isu keamanan pangan, karena adanya berbagai kasus keracunan pangan yang berasal dari kontaminasi bahan kimia. Ketika sebagian besar masyarakat menjadi semakin sadar akan bahayanya penggunaan bahan-bahan kimia non organik yang memberikan dampak buruk bagi kesehatan maka pertanian yang menghasilkan bahan pangan organik yang sehat diharapkan dapat menjadi solusi isu keamanan pangan dan lingkungan serta menjadi prospek yang baik bagi para petani untuk mau menanam pangan organik khususnya beras organik.

Sistem pertanian yang juga memberikan bahan organik salah satunya ialah dengan SRI (System Rice Intensification). SRI mulai diuji dan diterapkan pada kawasan asia, pada tahun 1991 termasuk di Indonesia. Sejak diperkenalkannya metode SRI ke Indonesia oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Sukamandi, metode ini diarahkan untuk memperbaiki kembali keadaan kesuburan tanah dan produktivitas padi akibat kejenuhan penggunaan pupuk dan pestisida kimia, hal ini terbukti dengan hasil yang cukup positif yaitu padi yang dihasilkan sekitar delapan ton per hektar, lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil rata-rata nasional (Pirngadi, 2009).

Khusus pada daerah Jawa Barat, yang merupakan salah satu propinsi di Indonesia sebagai daerah penyedia bahan pangan khususnya padi dari lahan pertaniannya, oleh beberapa kelompok tani sistem pertanian SRI lebih menekankan pada usahatani organik yang hanya menggunakan pupuk organik dan biopestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit serta meningkatkan jumlah anakan per rumpun yang akan meningkatkan pula produksi padi.

(22)

22 Metode SRI ini kemudian berkembang di beberapa Kabupaten di, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara dengan dukungan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan hasil panen yang cenderung lebih tinggi jika dibandingkan budidaya padi tanpa SRI baik yang menggunakan pupuk organik maupun menggunakan pupuk secara semi organik (Tabel 3).

Tabel 3. Hasil Budidaya Tanaman Padi Metode SRI pada Beberapa Propinsi

di Indonesia Tahun 2007

No Propinsi Hasil Rata-rata (Ton/ Ha)

Aplikasi Pupuk SRI Non SRI

1 Jawa Barat 8,30 4,50 Organik 2 Jawa Tengah 7,15 4,50 Organik

3 Jawa Timur 8,40 50,0 Organik

4 NTB 8,27 5,20 Semi Organik

5 NTT 6,96 3,66 Semi Organik

6 Sulawesi Selatan 7,20 4,11 Semi Organik 7 Sulawesi Tengah 8,92 4,27 Semi Organik 8 Sulawesi Tenggara 5,45 3,40 Semi Organik Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat, 2007

Tabel 3 dapat menunjukkan bahwa hasil panen SRI diberbagai propinsi di Indonesia cenderung lebih tinggi hasilnya jika dibandingkan dengan hasil non SRI serta untuk daerah Jawa, budidaya padi SRI menggunakan pupuk organik dan wilayah Nusa Tenggara maupun Sulawesi menggunakan pupuk semi organik. karena pada daerah asalnya SRI dapat pula diterapkan dengan pupuk anorganik.

Penerapan sistem pertanian organik SRI ini dalam perkembangannya mengalami kendala yakni terkait dengan keraguan terhadap apakah mampu atau tidaknya sistem pertanian ini dikembangkan oleh petani dan dapat memberikan hasil yang lebih tinggi dari cara petani biasanya sehingga dapat dikembangkan di berbagai daerah. Keraguan akan sistem pertanian ini dapat terlihat dari adanya berbagai penelitian yang salah satunya dikaji oleh Balai Penelitian Tanaman Padi yang mengkaji petak padi dengan SRI dan tanpa SRI di Kabupaten Garut pada Desember 2005 dengan hasil yang diperoleh dari petak tanpa SRI yaitu secara intensif konvensional yang hasilnya lebih tinggi sebesar 7,91 ton per hektar

(23)

23 dibandingkan dengan petak SRI yang hanya memberikan hasil sebesar 6,99 ton per hektar (Syam, 2006).

Berbagai cara penerapan teknik budidaya atau sistem pertanian yang tepat dapat meningkatkan produksi padi yang juga memberikan pendapatan yang tinggi bagi petani. Seiring semakin berkembangnya konsep akan pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan maka upaya peningkatan produktivitas padi perlu terus dilakukan dengan dukungan dari berbagai pihak termasuk dari petani padi sebagai pelaku usahatani padi guna pencapaian ketersediaan beras yang baik dan aman dikonsumsi serta kesejahteraan masyarakat dan petani.

1.2. Perumusan Masalah

Usahatani padi dengan sistem SRI (System Rice Intensificationan) merupakan usahatani yang dapat menghemat penggunaan input seperti benih, penggunaan air, pupuk kimia dan pestisida kimia melalui pemberdayaan petani dan kearifan lokal. Terdapat beberapa daerah di Indonesia yang telah menerapkan sistem usahatani SRI. Khususnya di daerah Jawa Barat salah satunya adalah Kabupaten Cianjur. Pengembangan pertanian organik khususnya padi yang dikembangkan pula di berbagai daerah kecamatan.

Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian Cianjur, dari 32 Kecamatan yang ada di Kabupaten Cianjur terdapat Sembilan kecamatan yang petaninya menerapkan SRI. Adapun kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Cianjur, Cilaku, Warung kondang, Cibeber, Ciranjang, Bojong Picung, Karang Tengah, Mande Cikalongkulon dan Haurwangi. Namun, setelah dilakukan survey terhadap kecamatan tersebut, terdapat kecamatan yang petaninya menerapkan SRI hanya dalam satu musim tanam saja, seperti pada Kecamatan Cilaku, Ciranjang dan Mande sedangkan untuk musim tanam berikutnya petani tidak menggunakan SRI kembali. Adapun Kecamatan Warung Kondang yang petaninya masih menerapkan SRI dalam plot–plot percobaan saja belum menerapkan secara menyeluruh dalam jangka waktu yang relatif lama. Berdasarkan hasil survey bahwa kecamatan yang petani padinya telah menerapkan SRI selama lebih dari satu tahun atau dua kali musim tanam ialah Kecamatan Cianjur, Cikalongkulon, Bojong Picung, Cibeber, Karang Tengah dan Haurwangi.

(24)

24 Kecamatan Haurwangi merupakan salah satu sentra dan pusat pertanian padi organik khususnya padi dengan metode SRI, dan satu-satunya desa yang mengembangkan sistem organik metode SRI adalah Desa Cipeuyeum, selain budidaya padi konvensional yang sudah lama diusahakan dan berkembang di desa tersebut. Berdasarkan informasi dari ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Desa Cipeuyeum, terdapat 247 orang petani yang melakukan usahatani padi termasuk 23 orang petani yang mengusahakan usahatani padi dengan sistem SRI. Sehingga dapat diketahui jumlah petani padi yang usahataninya tanpa sistem organik SRI berjumlah 224 orang.

Kegiatan usahatani padi SRI di Desa Cipeuyeum ini merupakan cara bercocok tanam padi yang tergolong baru dan berbeda jika dibandingkan dengan budidaya konvensional dan dalam penerapannya SRI belum banyak dilakukan oleh petani padi di Desa Cipeuyeum. Padahal penerapan sistem pertanian organik metode SRI dikembangkan dengan harapan dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi dan memberikan kontribusi terhadap kesehatan tanah dan tanaman melalui bahan organik serta dapat menghemat penggunaan air namun tidak merusak lingkungan karena tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia, sehingga produk yang dihasilkan merupakan produk yang aman dan sehat. Produk organik ini juga merupakan peluang bagi petani karena harga jual produk ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk non-organik. Namun, mengapa penerapan metode SRI belum dapat berkembang secara luas dan merata di Desa Cipeuyeum?.

Sistem pertanian organik metode SRI yang ada saat ini tidak langsung membuat para petani beralih untuk menerapkan metode ini pada usahataninya. Hal ini tentunya membutuhkan waktu bagi petani untuk mau mengadopsi metode SRI, meskipun adanya keuntungan yang ditawarkan oleh metode ini, namun ada pula risiko kegagalan yang sewaktu-waktu dapat timbul dari penerapan metode ini.

Penerapan usahatani organik dengan metode SRI di Desa Cipeuyeum sejauh ini belum pernah diteliti secara ilmiah apakah benar-benar menguntungkan atau tidak bagi para petani. Dikarenakan dalam usahataninya memerlukan biaya-biaya input, termasuk biaya-biaya pupuk kompos yang penggunaannya cukup banyak

(25)

25 yaitu lima sampai tujuh ton per hektar yang berimplikasi terhadap penggunaan tenaga kerja baik dalam pengolahannya maupun pengangkutannya, serta penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan usahatani padi SRI lainnya. Berdasarkan informasi dari ketua gapoktan di Desa Cipeuyeum tenaga kerja SRI untuk kegiatan pemupukan kompos dapat mencapai sekitar 15 orang untuk kebutuhan kompos yang lebih dari satu ton, berbeda dengan kegiatan pemupukan pada usahatani konvensional yang dapat dikerjakan oleh seorang petani saja. Selain itu belum pernah dibuktikan secara ilmiah bahwa penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi SRI berisiko tinggi atau tidak jika dibandingkan dengan usahtani padi konvensional.

Hasil analisis dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi proses pengembangan pertanian organik SRI pada khususnya untuk petani dan pihak terkait lainnya dan jika sistem pertanian metode SRI ini dinilai layak dan menguntungkan untuk dikembangkan, maka diharapkan dengan adanya sistem pertanian ini dapat memajukan pertanian organik di Indonesia.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keragaan usahatani padi di Desa Cipeuyeum baik dengan metode organik SRI maupun dengan sistem padi konvensional ?

2. Bagaimana penggunaan input dan biayanya serta risiko tenaga kerja pada usahatani padi organik metode SRI dan padi konvensional ?

3. Bagaimana tingkat pendapatan dan efisiensi pendapatan usahatani padi organik SRI dan padi konvensional ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian terhadap permasalah ini adalah:

1. Mengkaji keragaan usahatani padi di Desa Cipeuyeum baik dengan metode organik SRI maupun dengan sistem padi konvensional.

2. Menganalisis penggunaan input dan biayanya serta risiko tenaga kerja pada usahatani padi organik metode SRI dan padi konvensional.

3. Menganalisis tingkat pendapatan dan efisiensi pendapatan usahatani padi organik SRI dan usahatani padi konvensional.

(26)

26

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini antara lain:

1. Sebagai bahan kajian dan masukan bagi pemerintah serta pihak terkait lainnya dalam merumuskan program dan kebijakan di bidang pengembangan pertanian.

2. Sebagai sumber informasi bagi petani dalam pengambilan keputusan usahataninya agar dapat mengelola usahataninya secara efisien.

3. Sebagai bahan penelitian yang akan datang untuk memperbaiki dan lebih menyempurnakan perkembangan usahatani padi.

4. Melatih kemampuan peneliti dalam menganalisa masalah berdasarkan fakta di lapang dan data yang disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh pada bangku pendidikan perguruan tinggi.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun penelitian ini dibatasi pada hal–hal berikut ini, yaitu:

1. Kegiatan pada sistem usahatani padi organik SRI disini mengacu kepada pengertian pertanian organik secara absolute, yang sama sekali tidak menggunakan input kimia anorganik.

2. Data usahatani padi konvensional pada penelitian ini digunakan hanya sebagai perbandingan dalam analisis pendapatan usahatani padi SRI.

3. Petani padi pada usahatani padi organik SRI yang dijadikan responden merupakan petani yang bukan penangkar benih padi organik atau petani hanya memproduksi gabah untuk diproses menjadi beras konsumsi.

(27)

27

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertanian organik

Metode pertanian organik merupakan metode pertanian yang berkembang seiring semakin sadarnya masyarakat akan bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian, masyarakat pun cenderung lebih memilih produk pangan yang aman dan ramah lingkungan. Back to Nature adalah slogan yang menjadi trend pola hidup dengan pangan dari produk pertanian yang sehat dan bergizi tinggi dan mulai mengurangi produk pertanian yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian.

Pertanian organik merupakan sistem manajemen produksi pertanian yang holistik (keseluruhan) dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agroekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup berkualitas serta berkelanjutan6. Menurut Sutanto (2002), pengertian pertanian organik merupakan suatu sistem produksi pertanaman yang berasaskan daur ulang hara secara hayati. Daur ulang hara dapat melalui sarana limbah tanaman dan ternak serta limbah lainnya yang mampu memperbaiki status kesuburan tanah dan struktur tanah.

Dapat dikatakan bahwa pertanian organik ialah suatu sistem pertanian yang mengupayakan kembalinya semua jenis bahan organik ke dalam tanah, sehingga mendukung siklus biologi dan aktivitas biologi tanah guna memperbaiki struktur tanah agar kesuburan tanah meningkat tanpa menggunakan bahan-bahan yang mengandung kimia sintetis dan tidak merusak lingkungan pada proses produksinya.

Secara teknis pertanian organik dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu7 (1) Lahan yang digunakan pertanian ini harus bebas dari cemaran bahan agrokimia dari pupuk dan pestisida, (2) Menghindari benih atau bibit hasil rekayasa genetika (Genetically Modified Organism-GMO), (3) Menghindari

6

Goenadi, Didiek H. 2003. Aplikasi Bioteknologi dalam Upaya Peningkatan Efisiensi Agribisnis yang Berkelanjutan. http://www.ipord.com/art_perkebunan/dhg1.asp. Diakses 31 Maret 2010.

7

Sistem Informasi Pertanian Organik.. Komponen Pendukung Pertanian Organik. http://pramukaipb.org/organik/detailberita.php?rewardID=69. Diakses 31 Maret 2010.

(28)

28 penggunaan pupuk kimia sintetis dan zat pengatur tumbuh, (4) Peningkatan kesuburan tanah dilakukan secara alami melalui penambahan pupuk organik, sisa tanaman, pupuk alam, dan rotasi dengan tanaman legume, (5) Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis, (6) Pengendalian hama, penyakit dan gulma dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman dan (7) Penanganan pasca panen dan pengawetan bahan pangan menggunakan cara-cara yang alami.

Pertanian organik tidak hanya dipengaruhi komponen tersebut diatas, pertanian ini dilandasi oleh empat prinsip dalam penerapannya. Prinsip ini merupakan dasar yang dijadikan panduan dan standar pertanian organik. Adapun prinsip pertanian organik tersebut ialah sebagai berikut8:

1. Prinsip kesehatan

Prinsip kesehatan yaitu pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan.

2. Prinsip ekologi

Prinsip ekologi yaitu pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan, yaitu bekerja, meniru dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan.

3. Prinsip keadilan

Prinsip keadilan yaitu pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama.

4. Prinsip perlindungan

Prinsip perlindungan yaitu pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup.

8

IFOAM. Prinsip-Prinsip Pertanian Organik. http://www.ifoam.org/about-ifoam/pdfs/POA_folder_indonesian pdf. Diakses 31 Maret 2010.

(29)

29

2.2. Tujuan dan Kegunaan Budi Daya Organik

Sutanto (2002) membagi tujuan budi daya organik dalam tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Adapun tujuan dari pertanian organik dalam jangka panjang adalah sebagai berikut:

1. Melindungi dan melestarikan keragaman hayati serta fungsi keragaman di dalam bidang pertanian.

2. Membatasi terjadinya pencemaran lingkungan akibat residu pestisida dan pupuk serta bahan kimia pertanian lainnya.

3. Mengurangi ketergantungan petani terhadap masukan (input) kimia yang berharga mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan.

4. Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan produk-produk pertanian bebas pestisida, residu pupuk dan bahan kimia lainnya.

5. Mengembangkan dan mendorong kembali munculnya teknologi pertanian organik yang telah dimiliki secara turun temurun.

6. Meningkatkan peluang pasar organik, baik domestik maupun global dengan menjalin kemitraan antara petani dan pengusaha bidang pertanian.

Adapun tujuan jangka pendek dari pertanian organik adalah:

1. Membantu menyediakan produk pertanian bebas residu kimia untuk ikut menyehatkan masyarakat.

2. Mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan sehinga mampu berproduksi secara berkelanjutan.

3. Mempertahankan dan meningkatkan minat petani pada pertanian organik serta mengembangkan agribisnis dengan menjalin kemitraan antara petani dan pengusaha pertanian.

Budidaya organik memiliki kegunaan yang pada dasarnya ialah meniadakan atau membatasi kemungkinan adanya dampak negatif yang disebabkan oleh penggunaan bahan kimiawi. Pupuk organik merupakan keluaran dari setiap budidaya pertanian, sehingga merupakan sumber unsur hara makro dan mikro yang dapat dikatakan telah tersedia dengan sendirinya.

Pupuk organik dan pupuk hayati berdaya ameliorasi ganda dengan berbagai macam proses yang saling mendukung, bekerja menyuburkan tanah dan

(30)

30 sekaligus mengkonservasikan serta menyehatkan ekosistem tanah dan menghindarkan kemungkinan terjadinya pencemaran lingkngan (Sutanto, 2002).

Pupuk organik dapat berasal dari sekitar lingkungan usahatani seperti kotoran hewan, bahan tanaman dan limbah serta limbah agroindustri. Kotoran hewan dapat digunakan sebagai pupuk kandang baik dari hewan ternak besar atau ternak kecil, bahan tanaman dapat berasal dari rerumputan, semak, perdu dan pohon, adapun limbah pertanaman dapat berasal dari jerami padi, batang jagung, sekam dan lain sebagainya. Tanah yang dibenahi dengan pupuk organik mempunyai struktur tanah yang baik sehingga tanah tersebut mempunyai kemampuan mengikat air lebih besar daripada tanah yang kandungan bahan organiknya rendah.

Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik diantara bahan pembenah lainnya. pada umunya nilai pupuk yang terkandung pada pupuk organik terutama unsur makro nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) rendah, oleh karena itu kebutuhan pupuk organik haruslah dalam jumlah yang banyak. Akan tetapi pupuk organik juga mengandung unsur mikro esensial yang lainnya. Selain sebagai pembenah tanah, pupuk organik juga membantu dalam mencegah terjadinya erosi dan retakan tanah.

2.3. Konsep Pertanian Ekologis dan Berkelanjutan

Konsep pertanian ekologis secara umum dapat dikatakan sebagai kegiatan usaha pertanian yang tidak memberikan pengaruh negatif serta tidak merusak lingkungan. Lingkungan disini dapat dibagi dua yaitu lingkungan secara mikro dan makro, lingkungan mikro ialah mencakup wilayah di dalam areal usahatani termasuk di dalamnya keseimbangan ekobiologis, kelestarian keanekaragaman biota di permukaan dan mikro organisme yang terdapat di dalam lapisan tanah, tidak terakumulasinya limbah serta residu beracun, terjadinya kohabitasi antara serangan hama dan patogen penyakit dengan parasit, predator, kompetitor dalam keadaan seimbang (Sumarno, et al. 2008)

(31)

31 Lingkungan di dalam pertanian ekologis didalamnya termasuk tenaga kerja sebagai pelaku usaha, produksi hasil panen, ternak dan satwa komponen habitat.

Sedangkan pertanian berkelanjutan merupakan sistem produksi pertanian yang secara terus menerus mampu mencukupi kebutuhan akan pangan serta pakan dengan syarat tidak merusak sumberdaya alam pertanian bagi generasi yang akan datang. Menurut Sumarno, et al. 2008, terdapat empat kepentingan pokok yang perlu dipenuhi dalam pertanian berkelanjutan ialah: (1) tercukupinya kebutuhan pangan dan pakan untuk saat ini dan saat yang akan datang, (2) kelayakan ekonomi usaha pertanian saat ini dan masa mendatang, (3) kelestarian serta mutu lingkungan dan sumberdaya alam serta (4) kelestarian akan keanekaragaman hayati. Konsep pertanian ekologis dan berkelanjutan merupakan harapan yang harus dapat direalisasikan agar dapat memperbaiki keseimbangan antara usaha peningkatan produksi dengan lingkungan produksi.

2.4. Pengertian Budidaya Padi SRI

SRI pertama kali dikembangkan pada awal tahun 1980 oleh French priest dan Fr. Henri de Laulanie, S.J di Madagascar. SRI mulai dikenal oleh beberapa negara di dunia termasuk di Indonesia pada tahun 1997 yang diperkenalkan oleh seorang yang ahli yaitu Norman Uphoff (Direktur dari Cornell International Institute for Food, Agricultural and Development) dan pada tahun 1999 dilakukan percobaan SRI untuk pertama kalinya di luar Madagascar.

Pada dasarnya teknologi SRI memperlakukan tanaman padi tidak seperti tanaman air yang membutuhkan air yang cukup banyak, karena jika penggenangan air yang cukup banyak maka akan berdampak tidak baik yaitu akan hancurnya bahkan matinya jaringan kompleks (cortex, xylem dan phloem) pada akar tanaman padi, hal ini akan berpengaruh kepada aktivitas akar dalam mengambil nutrisi di dalam tanah lebih sedikit, sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan terhambat dan mengakibatkan kemampuan kapasitas produksi akan lebih rendah.

(32)

32 memberikan produktivitas yang tinggi serta menghindari berbagai pengaruh negatif bagi kehidupan komponen tersebut dan memperkuat dukungan untuk terjadinya aliran energi dan siklus nutrisi secara alami.

2.5. Keragaan SRI di Jawa Barat

Penerapan SRI pertama kali dikaji oleh sekelompok petani yang tergabung dalam Kelompok Studi Petani (KSP) di Kabupaten Ciamis pada tahun 2001 yang kemudian oleh dukungan pemerintah daerah setempat mulai dikembangkan di Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Tasikmalaya. Dukungan program pemerintah Jawa Barat melalui P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) yang menitik beratkan kepada efisiensi penggunaan air irigasi juga diterapkan di berbagai Kabupaten yaitu Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Sumedang dan Subang. Dukungan lainnya dari pemerintah Jawa Barat ialah penyedia lahan garapan, kajian sekolah lapang pertanian ramah lingkungan dan laboratorium petani untuk mendukung Mikro Organisme Lokal (MOL) yang akan digunakan sebagai dekomposer atau pupuk cair organik (Kuswara, 2003, diacu dalam Anugrah, 2008 ). Penggunaan MOL ini hanya dilakukan di Jawa Barat sehingga metode ini disebut SRI Jabar sedangkan SRI diluar Jabar mengaplikasikan SRI dengan pupuk anorganik dan pestisida.

2.6. Prinsip Dasar Penerapan SRI

2.6.1. Kesehatan Tanah

Menjaga kestabilan dan kesehatan tanah baik itu menjaga sifat-sifat tanah dan produktivitas dari tanah itu sendiri dapat dilakukan dengan menambahkan bahan organik, bahan organik tersebut selain jerami membutuhkan sebanyak 5-7 ton/ha. Bahan organik ini dapat berupa sampah dari sisa-sisa tanaman, limbah dapur, kotoran hewan, hijauan, kompos, limbah organik dan bahan lainnya yang bisa terdekomposisi. Bahan-bahan organik dapat dibuat sendiri oleh petani dengan cara mengumpulkan bahan organik tersebut, dikarenakan jumlah yang dibutuhkan banyak maka petani dapat mengumpulkannya dengan cara sedikit demi sedikit atau di cicil agar masalah persedian bahan organik dapat dipecahkan, selain membuat lingkungan menjadi bersih, ketergantungan terhadap pihak luar dapat dikurangi.

(33)

33 Fungsi dan peranan bahan organik selain memperbaiki sifat fisik tanah yaitu mampu mengikat air, mempertahankan air di dalam tanah, memperlancar aerasi tanah, memudahkan air meresap dari permukaan tanah, tanah dapat menyerap mineral yang ada di dalam tanah serta mendukung kehidupan mikro dan makro organisme di dalam tanah, dengan adanya bahan organik maka aliran energi atau siklus nutrisi lebih lancar sehingga nutrisi bagi tanaman akan selalu tersedia. Bahan organik tersebut diberikan pada pengolahan tanah dan dikondisikan aliran air, maka biarkan tanah dalam kondisi lembab (tidak tergenang) selama 7-10 hari sambil menunggu persemaian siap ditanam.

2.6.2. Pemilihan Benih

Benih yang digunakan untuk penanaman padi dengan sistem SRI dapat menggunakan benih jenis dan varietas apa pun, dengan syarat benih yang akan di semaikan diharapkan dapat tumbuh semuanya, selain dinantikan selama empat bulan bisa menghasilkan dan juga mengurangi resiko penyulaman jika benih tersebut tidak dapat tumbuh. Oleh karena itu benih yang akan dipilih harus merupakan benih padi unggul dan bersertifikat yang sudah terjamin mutu dan kualitasnya karena telah melalui serangkaian proses pemeriksaan dan pengujian dari pihak terkait yang berwenang.

Pengujian secara sederhana yang dapat dilakukan oleh petani juga dapat dilakukan dengan memasukan benih padi ke dalam larutan garam, maka benih yang terapung ialah benih yang hampa sedangkan benih yang digunakan untuk persemaian ialah benih yang tenggelam. Cara tersebut merupakan cara yang mudah dan dapat dilakukan oleh petani.

2.6.3. Kebutuhan Benih dan Menyemai Benih

Benih yang dibutuhkan dengan sistem SRI ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan konvensional, benih yang diperlukan dengan SRI sebanyak 5-7 kg/ha sedangkan konvensional memerlukan benih sebanyak 30-40 kg/ha.

(34)

34 dahulu selama semalam untuk merangsang kecambah atau dapat langsung di sebar pada media semai, pemeliharaan persemaian dilakukan dengan menyiram agar tetap lembab, benih yang ditanam berumur tujuh hari atau di bawah 12 hari, dihitung tumbuh dari kecambah. Benih muda yang ditanam diharapkan dapat tumbuh tunas lebih awal dan akan tumbuh banyak tunas primer sebagai tunas yang produktif, selain itu pembentukannya akan lebih cepat.

2.6.4. Model Tanam SRI

Benih padi ditanam pada petakan yang di sekelilingnya dibuat parit atau saluran air dengan jarak tanam minimal 27 x 27 cm atau 30 x 30 cm dan 35 x 35 cm, diharapkan kedalaman tanah lapisan olah berkisar antara 25 hingga 30 cm, hal ini dilakukan agar perakaran lebih baik dan pergerakannya dapat maksimal dalam pengambilan nutrisi sedangkan jarak tanam yang lebar dimaksudkan untuk member kesempatan pada tanaman terutama pada pembentukan anakan, pertumbuhan akar dan jalannya sinar matahari yang masuk kedalamnya.

Benih padi yang ditanam jumlahnya satu atau satu tunas, hal ini dilakukan dengan alasan agar tumbuh anakan lebih banyak dan tumbuh kuat serta besar, Hal tersebut dapat menjaga kondisi tanah terhindar dari asam (pH rendah) karena tunas yang banyak, sehingga akar pun mendominasi di dalam tanah. Dengan demikian penyerapan nutrisi dari tanah yang mengeluarkan H+ merespon tanah menjadi asam.

Benih (tunas) dari persemaian di cabut dan langsung di tanam, waktu yang dibutuhkan dari cabut sampai tanam haruslah tidak lebih dari 15 menit. Hal ini dilakukan untuk menjaga aktivitas proses membangun energi dan penumbuhan nutrisi di dalam tanaman agar tidak terhenti, bulir dalam benih tetap dipertahankan dan kondisi akar pada posisi horizontal sehingga membentuk huruf L. Dengan demikian, diharapkan akar tanaman langsung tumbuh dan nutrisi pada bulir tetap efektif yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman tersebut.

(35)

35 atau buku pada tanaman muda yang ditanam akan menentukan jumlah anakan dan produktivitas tanaman.

2.6.5. Pemeliharaan pada Tanaman Fase Vegetatif

Pemeliharaan yang dilakukan pada tanaman padi ketika memasuki fase vegetatif diarahkan kepada penyulaman yang dilakukan ketika ada gangguan serangan hama seperti belalang, penyiangan dilakukan setelah tanaman berumur tujuh sampai 10 hari, penyiangan dilakukan dengan tujuan menghilangkan rumput (gulma) sekaligus memberikan dukungan pada kondisi pertukaran dan perputaran udara agar tetap lancar, penyiangan berikutnya dilakukan maksimal setiap 10 kali sehari atau tergantung pada kondisi lahan di lapangan yang minimal sebanyak empat kali penyiangan.

Penambahan cairan MOL (Mikro Organisme Lokal) diarahkan untuk memperbaiki kondisi tanaman maupun tanah, hal ini dimaksudkan untuk menambah unsur yang dibutuhkan tanaman pada saat nutrisi pada tanah sangat terbatas, pemberian MOL dilakukan pada tanaman setelah berumur tujuh sampai 10 hari, berikutnya dilakukan selang 10 hari sekali hingga empat sampai enam kali aplikasi. Kondisi air tetap dalam keadaan basah (tidak menggenang), kecuali pada saat mau menyiangi sebelumnya digenangi terlebih dahulu, tujuannya untuk memudahkan penyiangan karena tanah lebih berstruktur.

2.6.6. Pemeliharaan pada Tanaman Fase Generatif

Tanaman menjelang umur generatif yaitu pada anakan maksimal (umur 45-50 hari kondisi air dikeringkan, sehingga bagian tanah kering atau bahkan sampai kelihatan sedikit retak selama 10 hari. Hal dimaksudkan untuk menjaga tunas atau anakan tidak terus menerus tumbuh, menghindari tumbuhnya tunas yang tidak produktif, menjaga tanaman agar tidak tumbuh terlalu tinggi yang berdampak pada habisnya nutrisi sehingga memperlambat pertumbuhan bulir serta menjaga dan mempertahankan agar tunas yang tumbuh mempunyai kemampuan untuk tumbuh malai dan bulir seluruhnya.

(36)

36 maka tanaman akan lebih cepat merespon semua nutrisi. Pemberian MOL pada fase ini sangat menentukan, sehingga pengaplikasian MOL dilakukan kembali. Kondisi air seminggu sebelum panen, ketika terlihat bulir mulai bernas dan kuning dikeringkan guna menjaga agar tidak tumbuh tunas tersier yang akan mengganggu pemasakan bulir.

2.6.7. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Padi (Hama/Penyakit)

Pengendalian organisme pengganggu tanaman padi adalah upaya mengendalikan berbagai unsur-unsur ekosistem padi sawah, hal ini dilakukan lingkungan secara alami yang akan memberi dukungan terhadap tumbuhnya tanaman dan keberadaan keanekaragaman hayati lainya, sehingga diharapkan kehidupan serangga tidak berubah status menjadi hama.

Pengendalian organisme yang merusak dan merugikan lainnya dilakukan dengan cara pengendalian hama terpadu yang lebih mengutamakan secara biologis dan menghindari praktek-praktek pengendalian yang akan merusak agroekosistem. Pengendalian OPT ini dapat diaplikasikan melalui pemggunaan pestisida nabati yang terbuat dari bahan-bahan alami.

2.7. Manfaat SRI

Secara umum manfaat dari budidaya metode SRI adalah sebagai berikut9: 1. Hemat air (tidak digenang), Kebutuhan air hanya 20-30 persen dari kebutuhan

air untuk cara konvensional.

2. memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan keseimbangan ekologi tanah.

3. Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli di lahannya sendiri. Tidak tergantung pada pupuk dan pestisida kimia buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka.

4. membuka lapangan kerja di pedesaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan keluarga petani.

9

Mutkin, Jenal. Budidaya dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification). http://www.garutkab.go.id/download_files/article/ARTIKEL SRI.pdf. Diakses 31 Maret 2010.

(37)

37 5. menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak

mengandung residu kimia.

6. mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang.

2.8. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang analisis pendapatan dan persepsi petani padi yang menerapkan metode SRI (System Rice Intensification) di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat belum pernah dilakukan sebelumnya. Deskripsi tentang studi terdahulu yang dapat diperoleh penulis tentang topik yang berkaitan dengan penelitian, adalah penelitian yang dilakukan oleh Fitriadi (2005) penelitian mengenai analisis pendapatan dan margin pemasaran padi ramah lingkungan dan padi konvensional (Kasus di Desa Sukagalih, Kecamatan Sukaharja, Kabupaten Tasikmalaya) dengan menggunakan alat analisis pendapatan usahatani, R/C Rasio (R/C) analisis margin dan analisis chi-square. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis tingkat pendapatan usahatani padi ramah lingkungan dan konvensional, menganalisis saluran dan struktur pasar padi ramah lingkungan, menganalisis marjin pemasaran pada saluran pasar padi ramah lingkungan dan mengkaji persepsi petani dan karakteristik individu yang berkaitan dengan persepsi terhadap keberadaan padi ramah lingkungan metode SRI.

(38)

38 62, 96 persen, 3) Saluran 3 yaitu petani, PPTD, PBLD dan konsumen dengan marjin pemasarannya adalah 64,29 persen dan 4) Saluran 4 yaitu petani, PPTD, PBLD, pengecer dan konsumen, besar marjin pemasarannya yang melalui toko adalah 69,70 persen dan yang melalui swalayan sebesar 67,74 persen.

Persepsi petani mengenai manfaat, keuntungan dan kemudahan yang dirasakan dengan adanya metode SRI berdasarkan hasil chi-square menunjukkan karakteristik umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan lama bertani tidak ada hubungannya dengan manfaat yang dirasakan oleh petani, sedangkan untuk jumlah tanggungan keluarga dan status penguasaan lahan ada hubungannya dengan manfaat yang dirasakan. Persepsi mengenai keuntungan yang dirasakan menunjukkan bahwa karakteristik umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan status penguasaan lahan tidak ada hubungannya dengan keuntungan yang dirasakan oleh petani, sedangkan untuk tingkat pendapatan dan lama bertani ada hubungannya dengan keuntungan yang dirasakan. Persepsi mengenai kemudahan yang dirasakan menunjukkan karakteristik umur, tingkat pendidikan, dan jumlah tanggungan keluarga tidak ada hubungannya dengan keuntungan yang dirasakan oleh petani, sedangkan untuk tingkat pendapatan, status penguasaan lahan dan lama bertani ada hubungannya dengan keuntungan yang dirasakan oleh petani padi ramah lingkungan.

Penelitian yang dilakukann Astuti (2007) dengan judul penerapan teknologi system of rice intensification di Desa Margahayu, Tasikmalaya. Tujuan penelitian ini ialah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan teknologi SRI, menganalisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi SRI. Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi keadaan umum usahatani padi dan evaluasi penerapan teknologi SRI, analisis R/C rasio, analisis penggunaan faktor-faktor produksi serta efisiensi faktor produksi.

Hasil dari penelitian tersebut adalah lebih dari 50 persen petani responden telah melakukan unsur teknologi SRI. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada umumnya petani responden sudah melaksanakan sebagian besar unsur-unsur teknologi sesuai dengan anjuran. Berdasarkan hasil regresi, teknologi SRI di Desa tersebut dapat diterapkan pada petani yang

(39)

39 memiliki pendapatan non padi rendah dan tidak menjadi pekerjaan utama, petani dengan pengalaman berusahatani belum lama, status kepemilikan lahan sebagai penggarap dan tingkat pendidikan minimal SMU. Hasil analisis pendapatan usahataninya menunjukkan bahwa pendapatan bersih usahatani padi SRI sebesar Rp. 3. 757.800,08 dengan rasio R/C atas biaya total adalah 1,43. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani SRI efisien dari sisi pendapatan. Namun, penggunaan faktor produksi lahan, MOL pertumbuhan dan tenaga kerja tanpa panen tidak efisien sehingga perlu dikurangi. Sementara itu faktor produksi yang belm efisien sehingga penggunaannya perlu ditambah ialah benih, pupuk organik padat, MOL buah dan pestisida organik. Penggunaan faktor produksi yang tepat akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh, pada kondisi optimal diperoleh penerimaan sebesar Rp. 23.115.817,70 dan biaya total sebesar Rp. 6.065.154,19. pendapatan petani padi SRI pada kondisi optimal memiliki rasio R/C yang lebih besar, yaitu 3,81 dibandingkan dengan kondisi aktual.

Penelitian lainnya mengenai analisis pendapatan petani dengan metode SRI dilakukan oleh Ubaydillah (2008) dengan judul analisis pendapatan dan margin pemasaran padi ramah lingkungan metode SRI studi kasus pada Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah 1) Menganalisis usahatani padi ramah lingkungan dan usahatani padi konvensional 2) Menganalisis saluran dan lembaga pemasaran, 3) Menganalisis margin masing-masing pelaku pasar dan farmer’s share pada pemasaran padi ramah lingkungan dan 4) Menganalisis hubungan karakteristik responden dengan persepsinya mengenai kelebihan dan kekurangan usahatani padi ramah lingkungan metode SRI.

Penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa usahatani padi ramah lingkungan metode SRI lebih menguntungkan dibanding usahatani padi konvensional meskipun membutuhkan biaya usahatani padi konvensional. Berdasarkan tingkat pendapatan petani terhadap biaya total input produksi yang digunakan dapat diketahui efisiensi dari kedua usahatani (SRI dan konvensional) terlihat pada nilai R/C rasio atas biaya total masing–masing yaitu 1,61 untuk SRI dan 1,23 untuk usahatani konvensional. Sedangkan tataniaga padi ramah lingkungan ini memiliki tiga saluran pemasaran yang melibatkan lima lembaga pemasaran, yaitu petani,

(40)

40 pedagang pengumpul lokal, pedagang pengumpul tingkat daerah, grosir dan pengecer. Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa semua karakteristik responden tidak memiliki hubungan terhadap manfaat yang dirasakan oleh responden. Hal ini dapat diartikan pembagian karakteristik responden pada kategori tertentu tidak mempengaruhi persepsi tentang kelebihan dan kelemahan usahatani padi ramah lingkungan metode SRI.

Hasil analisis usahatani padi ramah lingkungan dan padi anorganik yang dilakukan oleh Ridwan (2008) menunjukkan bahwa berdasarkan analisis pendapatan, penerimaan total untuk usahatani padi anorganik lebih besar dibandingkan penerimaan total usahatani padi ramah lingkungan. Pandapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani pemilik padi anorganik lebih besar dibandingkan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total usahatani padi organik ramah lingkungan, sedangkan untuk petani penggarap, pendapatan usahatani padi ramah lingkungan lebih besar dari pada pendapatan usahatani anorganik. Berdasarkan analisis R/C rasio, usahatani padi ramah lingkungan dan padi anorganik sama-sama menguntungkan untuk dilaksanakan karena nilai R/C rasio atas biaya tunai untuk petani pemilik usahatani padi ramah lingkungan sebesar 2,392 sedangkan nilai R/C rasio atas biaya tunai untuk petani pemilik usahatani anorganik hanya sebesar 2,275.

Pada penelitiannya, untuk petani pemilik, nilai B/C rasio sebesar 1,132 yang artinya perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik memberikan tambahan manfaat yang lebih besar dari pada tambahan biaya. Petani penggarap nilai B/C rasionya sebesar 0,801 artinya perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani penggarap memberikan tambahan manfaat lebih kecil daripada tambahan biaya. Berdasarkan dua faktor sensitivitas yang dianalisis, faktor penurunan harga beras lebih sensitif dibandingkan faktor kenaikan harga biaya tunai.

Penelitian yang dilakukan Rachmiyanti (2009) tentang analisis perbandingan usahatani padi organik metode system of rice intensification (SRI) dengan padi konvensional di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat, bertujuan untuk membandingkan dan menganalisis pengaruh perubahan sistem usahatani dari usahatani non organik menjadi

(41)

41 usahatani organik metode SRI yang dilakukan oleh para petani terhadap tingkat pendapatannya. Adapun hasilnya berdasarkan analisis pendapatan diketahui bahwa ternyata pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total petani pa

Gambar

Gambar 1.   Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik Metode SRI di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur
Tabel 6.  Jumlah Kepala Keluarga Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Desa   Cipeuyeum Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun 2008
Tabel 9.   Penggolongan Responden Petani Padi Organik Metode SRI dan Petani   Padi Konvensional (Anorganik) Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2009
Tabel 11.  Penggolongan Responden Petani Padi Organik Metode SRI dan Petani   Padi Konvensional (Anorganik) Berdasarkan Status Usahatani Tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maka dalam penulisan skripsi ini penulis akan membahas tentang bagaimana sebuah program computer dapat mengenali atau mendeteksi sebuah pola citra digital yang berupa

[r]

ETSA merupakan anak perusahaan dengan 90% kepemilikan ELNUSA, yang bergerak di bidang jasa marine support yang secara spesifik memberikan jasa pendukung operasional bagi

Dibuat oleh : Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.. Diperiksa oleh :

Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1980 tentang Sumber Pendapatan dan Kekayaan Desa, Pengurusan dan Pengawasannya sebagaimana

KEENAM : Dengan berlakunya Keputusan Bupati ini maka Keputusan Bupati Bantul Nomor 213 Tahun 2007 tentang Pembentukan Tim Pengkajian Peningkatan Kapasitas dan Unit

bahwa dalam rangka pelaksanaan layanan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin di Kabupaten Bantul melalui program JAMKESOS yang diselenggarakan oleh Badan

[r]