• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ETNOSENTRISME DENGAN PRASANGKA ETNIK JAWA PADA ETNIK MADURA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ETNOSENTRISME DENGAN PRASANGKA ETNIK JAWA PADA ETNIK MADURA"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ETNOSENTRISME DENGAN PRASANGKA

ETNIK JAWA PADA ETNIK MADURA

SKRIPSI

Oleh:

Nurul Jannah

201210230311292

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

HUBUNGAN ETNOSENTRISME DENGAN PRASANGKA

ETNIK JAWA PADA ETNIK MADURA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi

Oleh: Nurul Jannah 201210230311292

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)

i

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Skripsi : Hubungan etnosentrisme dengan prasangka

etnik Jawa pada etnik Madura

2. Nama Peneliti : Nurul Jannah

3. NIM : 201210230311292

4. Fakultas : Psikologi

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

6. Waktu Penelitian : Febuari 2016

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal

Dewan Penguji

Ketua Penguji : Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si. Anggota Penguji : 1. Hudaniah, S.Psi., M.Si. 2. Diana Savitri, S.Psi., M.Psi.

Pembimbing 1

Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si.

Pembimbing 2

Adhyatman Prabowo, M.Psi.

Malang, 19 April 2016 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

(4)

ii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Nurul Jannah

NIM : 201210230311292

Fakutlas/Jurusan : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul:

Hubungan etnosentrisme dengan prasangka etnik Jawa pada etnik Madura

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak bebas Royalti non ekslusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Malang, 19 April 2016 Mengetahui,

Ketua Program Studi

Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si.

Yang menyatakan

Materai

Nurul Jannah

(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan etnosenrisme dengan prasangka enik Jawa Pada etnik Mdura” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang. Terlebih atas datangnya agama Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, dan menjadi petunjuk bagi manusia tanpa terkecuali. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah memberi tauladan yang baik untuk kesejahteraan seluruh umatnya. Beliau menjadi salah satu contoh bagaimana cara menyeimbangkan profesionalitas dalam berilmu, beragama, dan penerapan antara keduanya.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dra. Tri Dayakisni, S.Psi., M.Si., selaku dekan Fakultas Psikologi UMM.

2. Ibu Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si., selaku pembimbing I sekaligus sebagai ketua program studi Psikologi UMM, dan bapak Adhyatman Prabowo, M.Psi., selaku pembimbing II, yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan arahan yang bermanfaat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. 3. Bapak Ari Firmanto S.Psi., M.Si., selaku dosen wali penulis yang telah mendukung dan

memberi pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

4. Bapak penulis Abd. Kholiq yang menjadi teladan, dan selalu menginspirasi penulis untuk selalu berjuang demi kebaikan. Terlebih kepada ibu tersayang, Asna yang tidak bosan menyemangati, mengingatkan betapa indahnya hikmah Allah, serta menyelipkan nama penulis di setiap doa-doanya.

5. Saudari tersayang, mbak Nur Aziah, Nasidah Ria, Rusmiyati dan Masluroh (sang pelita, pemilik akal yang suci/jernih), dan saudara tersayang, Zainal, Ilham dan Ikmam (sang laki-laki gagah, pemilik jiwa yang bijaksana/penuh hikmah). Semoga doa-doa dari orang tua senantiasa mengalir dalam tiap aktivitas agar menjadi amal yang bermanfaat.

6. Mahasiswa UMM dan segenap orang Jawa dikota Malang yang bersedia menjadi subjek

penelitian.

7. Sahabat seperjuangan di Malang, Khanza F.A.N, Asmaul Khoiriah, Siti Lailaturrohmah, Syakinah, Rifqi M. dan Hesti Maulidania yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

8. Keluarga UKM Sangsekarta, Psychology Club (PC), dan LSO-K Lingkar Psikologi

Asy-Syifa’ (LISFA), yang senantiasa memberi pengalaman keilmuan dan asupan ruhani serta pembinaannya, sehingga membuka cakrawala dan menyadarkan kepada penulis tentang keagungan dan kasih sayang Allah, khususnya dalam ilmu Psikologi.

9. Teman-teman Fakultas Psikologi, khususnya kelas E angkatan 2012, yang selalu memberikan keceriaan, semangat dan juga membantu proses turun lapang penulis.

10. Teman-teman Asisten Lab. Psikologi yang selalu memberikan semangat dan memotivasi pada peniliti

11. UPT. P2KK, Laboratorium Psikologi UMM, teman-teman KKN 79 Pagak, yang telah mengajarkan secara langsung bagaimana ilmu psikologi dapat lebih aplikatif dan bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat.

(6)

iv

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan karya dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi sosial. Meski demikian, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 19 April 2016

Penulis

(7)

v

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Surat Pernyataan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vi

Daftar Lampiran ... vii

Judul Penelitian ... 1

Identitas Peneliti ... 1

Intisari ... 1

Pendahuluan ... 2

Prasangka ... 5

Aspek-aspek Prasangka ... 5

Etnosentrisme ... 7

Komponen Etnosentrisme ... 8

Etnik Jawa dan Etnik Madura ... 8

Etnosentrisme Dengan Prasangka Etnik Jawa Pada Etnik Madura ... 9

Hipotesa ... 11

Metodologi Penelitian ... 11

Rancangan Penelitian ... 11

Variable dan Instrument Penelitian ... 12

Prosedur dan Analisa Data ... 12

Hasil Penelitian ... 13

Diskusi ... 15

Kesimpulan dan Implikasi ... 18

Daftar Pustaka ... 19

(8)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sejumlah Konflik etnis yang serius dan merugikan di Indonesia ... 2

Tabel 2. Data Subjek ... 13

Tabel 3. Hasil T-Score Etnosentrsiem ... 14

Tabel 4. Hasil T-Score Prasangka ... 14

(9)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Validitas dan Reliabilitas Prasangka ... 23

Lampiran 2. Validitas dan Reliabilitas Etnosentrisme ... 24

Lampiran 3. Blueprint skala Prasangka ... 25

Lampiran 4. Blueprint skala etnosentrisme ... 25

Lampiran 5. Data Prasangka ... 26

Lampiran 6. Data Etnosentrisme ... 35

Lampiran 7. Normalitas ... 43

Lampiran 8. Hasil Korelasi Product Moment ... 43

Lampiran 9. Hasil T- Skor Etnosentrisme dan Prasangka ... 44

(10)

1

HUBUNGAN ETNOSENTRISME DENGAN PRASANGKA

ETNIK JAWA PADA ETNIK MADURA

Nurul Jannah

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

nuruljannahumm@gmail.com

Prasangka adalah penilaian negatif yang telah dimiliki sebelumnya terhadap satu kelompok dan masing-masing anggota kelompok berdasarkan pada karakteristik dari kelompok yang dimiliki. Salah satu faktor penyebab timbulnya prasangka yaitu etnosentrisme. Etnosentrisme merupakan kebiasaan setiap kelompok untuk menganggap kebudayaan kelompoknya sebagai kebudayaan yang paling baik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan positif antara etnosentrisme dengan prasangka etnik Jawa pada etnik Madura. Pendekatan yang digunakan yaitu kuantitatif dengan melibatkan 390 etnik Jawa yang tinggal dan berdomisili di kota Malang dengan jumlah populasi yang tidak terbatas. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu sampel purposif. Analisa data yang digunakan adalah korelasi product moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara etnosentrisme dengan prasangka etnik Jawa pada etnik Madura dengan nilai koefisien korelasi (r) = 0.400 P=0.000 < 0.05. Kontribusi etnosentrisme terhadap prasangka etnik Jawa pada etnik Madura sebesar 16% sedangkan 85% dipengaruhi oleh faktor lain.

Kata kunci: Prasangka, Etnosentrisme, etnik Jawa, etnik Madura

Prejudice is a negative assessment that had been owned previously against one group and each Member of the group. One factor causes the onset of prejudice is etnosentrism. Etnosentrism is the custom of each group to consider the culture of the group as the most excellent culture. The purpose of this research is to know the positive relationship between etnosentrism with ethnic prejudice of Madurese ethnic in Javanese. The approach used by involving quantitative is 390 ethnic Javanese who live and domiciled in the city of Malang with a population that is not limited. Sampling technique is used, namely a purposif sample. Analysis of the data used is the product moment correlation. The results showed that there was a significant relationship between etnosentrism with ethnic prejudice of Madurese ethnic in Javanese with the value of the correlation coefficient (r) = 0.400 P = 0000 < 0.05. The contribution of etnosentrism ethnic prejudice against Madurese ethnic in Javanese amounting to 16% while the 85% is affected by other factors.

(11)

2

Indonesia merupakan negara dengan berbagai macam budaya yang disebut multikultural. Multikultural adalah lebih kepada mengisyaratkan pengakuan terhadap realita keragaman kultural, yang mencakup baik keberagaman tradisional seperti keberagaman suku, ras, ataupun agama, maupun keberagaman bentuk-bentuk kehidupan (subkultur) yang terus bermunculan disetiap tahap sejarah kehidupan masyarakat. Terdapat sisi positif dari multikultur yaitu menunjukkan bahwa interaksi antar berbagai kultur membentuk mind-set yang terbuka, fleksibel, dan kreatif (Maddux, Adam, Galinsky dalam Putra dan Pitaloka, 2012). Hal ini tidak lepas dari adanya tuntutan individu untuk menyesuaikan diri dan mempelajari secara terus menerus dua kultur yang dimiliki dalam komunitas sosial dasarnya (keluarga). Sedangkan sisi negatif dari multikultur yaitu memandang rendah kelompok lain terutama kelompok yang dianggap berlawanan atau pesaing, terjadinya konflik, menyebabkan adanya stereotype negatif dan prasangka antar kelompok kategorisasi dimasyarakat sehingga terjadi diskriminasi. Dalam pertemuan antar budaya, akan ada persepsi atau prasangka mengenai keberadaan seseorang dengan latar belakang budaya yang berbeda pada kelompok atau budaya dimana seseorang tinggal.

Proses terbentuknya prasangka muncul didasari oleh keyakinan yang ada sebelumnya. Keyakinan berupa gambaran mengenai sekelompok orang atau individu yang diatribusikan pada label-label tertentu. Kondisi ini dinamakan sebagai stereotype. Dimana stereotype adalah keyakinan mengenai atribusi kepribadian dari satu kelompok atau orang-orang (Myers, 2012). Stereotype terkadang terlalu digenaralisasi dan tidak akurat terhadap informasi baru. Setelah adanya stereotype yaitu berlanjut pada prasangka yang dapat menyebabkan diskriminasi. Prasangka sebenarnya karena salah sangka, miss informasi, miss komunikasi dan miss interpretasi. Pada penelitian Hidayat (2012) mengenai hubungan antara prasangka dengan intensi agresi pada etnik Jawa terhadap etnis Tionghoa dimana didapatkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara prasangka dengan intensi agresi, jika prasangka tinggi maka intensi agresi tinggi begitu juga sebaliknya. Pada penelitian seblumnya juga dijelaskan bahwa penyebab utama masalah Inter-Cultural Relations (ICRs) di antara siswa merupakan hasil persepsi dan atribusi yang salah, sikap etnosentris, perbedaan idiologis dan kurangnya kesatuan antar siswa (Zikargae, 2013).

Indonesia memiliki pengalaman konflik dalam perbedaan budaya dan agaman, berikut ini beberapa konflik yang terjadi di Indonesia

Tabel 1. Sejumlah Konflik etnis yang serius dan merugikan di Indonesia

No Data Konflik Tahun

1 Suku Melayu dengan suku Madura di Sambas, Kalimantan Barat 1996-1997 2 Suku Dayak dengan suku Madura pendatang di Sambas, Kalimantan Barat 1999 3 Penganut agama Kristen timur-timur berhadapan BBM (Buton, Bugis, Makasar)

pendatang dikota-kota Kupang dan Soe (Bagian Barat Timur). Dimana konflik berakhir dengan konflik antaragama.

1999

4 Kristen Ambon dengan BBM (Buton, Bugis, Makasar) di Ambon. konflik berakhir dengan konflik antaragama. Konflik ini berakhir dengan konflik antar agama.

1999 5 Konflik di antara berbagai kelompok etnis di Maluku Utara. Konflik ini berakhir

dengan konflik antar agama.

2000

6 Suku Dayak suku Madura pendatang di Kalimantan Tengah 2001

7 Konflik di antara berbagai kelompok etnis di Poso Sulawesi Tengah. 2001

(12)

3

Prasangka merupakan salah satu pemicu terjadinya konflik. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya prasangka yaitu: pertama, orang berprasangka karena mencari kambing hitam. kedua, orang berprasangka karena memang sudah dipersiapkan didalam lingkungannya atau kelompoknya untuk berprasangka. Ketiga, prasangka timbul kerena adanya perbedaan, dimana perbedaan ini menimbulkan perasaan superior atau etnosentrisme. Etnosentrisme adalah kebiasaan setiap kelompok untuk menganggap kebudayaan kelompoknya sebagai kebudayaan yang paling baik. Semua kelompok memegang dan memiliki kecenderungan untuk menjadi etnosentris, namun tidak semua anggota kelompok sama etnosentris. Keempat, prasangka muncul karena kesan yang menyakitkan atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Kelima, prasangka timbul karena adanya anggapan yang sudah menjadi pendapat umum atau kebiasaan didalam lingkungan tertentu (Ahmadi, 2007).

Terdapat beberapa aspek yang menyebabkan timbulnya etnosentrisme diantaranya: perbedaan fisik atau biologis, perbedaan lingkungan atau geografis, perbedaan kekayaan, perbedaan status sosial, perbedaan kepercayaan agama dan perbedaan norma sosial (Ahmadi, 2007). Hasil penelitian mengenai etnosentrisme menunjukkan bahwa orang yang memiliki pendidikan rendah mempunyai tingkat etnosentrisme yang lebih tinggi daripada yang berpendidikan tinggi (Triatmaja, 2011). Beberapa penelitian juga telah membedakan antara

explicit etnosentrisme dan implicit etnosentrisme. Dalam explicit etnosentrisme, seseorang bersedia untuk menunjukan stereotype negatif pada individu di luar kelompoknya. Sedangkan

dalam implicit etnosentrisme seseorang mengalami halangan untuk menunjukan sifat

etnosentrismenya. Namun mereka tetap menolak adanya persamaan hak, adanya pemisahan dalam bidang pendidikan, perumahan, dan sikap negatif kepada kelompok lainnya (Hooghe, 2008). Hammond dan Axelrod (2006) menjelaskan bukti empiris menunjukkan bahwa kecenderungan

mendukung in-group atau kelompok sendiri dipicu oleh perbedaan kelompok.

Pada tahun 2001 terjadi konflik antara mahasiswa Jawa dan mahasiswa Madura yang berdagang di Landungsari dimana hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya persaingan harga yang tidak sepakati sebelumnya sehingga terjadi konflik (Ardani, 2007). Proses terjadinya konflik antara mahasiswa Jawa dan mahasiswa Madura yaitu adanya persaingan harga yang tidak ada kesepakatan antara kedua kelompok sehingga terjadi konflik. Mahasiswa Madura meledek mahasiswa Jawa iri dengan persaingan dagang, mahasiswa Jawa yang mendengar hal tersebut tidak terima sehingga terjadi perang mulut. Konflik yang terjadi antara mahasiswa Jawa dan Madura diperluas dengan adanya prasangka pada etnik Madura. Ada lima derajat tindakan yang merupakan wujud dari prasangka yaitu (1) Antilokusi, yaitu kondisi dimana sebagian besar orang yang memiliki prasangka membicarakan kelompok lain. Mereka membicarakannya di dalam kelompok atau antar teman sebaya. (2) menghindar, (3) Deskriminasi, (4) penyerangan fisik dan (5) ekterminasi atau mengarah pada pembunuhan (Allport dalam Putra dan Pitaloka, 2012).

(13)

4

di luar maupun di diderah Jawa. Perantau Madura di Jawa pastinya berhadapan dan berinteraksi dengan masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang dalam hidup kesehariannya menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa yang dipergunakan secara turun temurun. Sedangkan secara geografis, etnik Jawa mendiami tanah Jawa yang meliputi tanah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang dan kediri. Sedangkan diluar wilayah tersebut disebut pesisir dan ujung timur (Haq, 2011).

Budi pekerti orang Jawa adalah fenomena hati atau batin secara sadar orang Jawa yang terpantul kedalam tindakan budi pekerti Jawa berarti kesadaran total tentang dunia batin kejiwaan dan praktek kejawaan. Dari makna semacam ini, dapat dikemukakan bahwa budi pekerti Jawa merupakan watak dan perbuatan orang Jawa sebagai perwujudan hasil pemikirannya. Dalam aktualisasinya budi pekerti Jawa, dapat menjadi kebaikan dan menjadi kejahatan. Dengan kata lain, dalam pergaulan apapapun, manusia Jawa dapat menampakkan budi pekerti “good character” (watak yang baik) dan sebaliknya juga dapat menampilkan bad character (watak yang buruk). Pelaksanaan istilah pertama akan merujuk pada gaya hidup individu dan sosial yang kearah good manner (perilaku yang baik). Sedangkan istilah kedua, akan merujuk pada gaya hidup bad manners atau perilaku yang buruk (Yatman dalam Endraswara, 2010).

Pada penelitian Kristanto (2008), didapatkan bahwa prasangka orang Jawa terhadap orang Cina lebih lebih tinggi dari pada prasangka orang cina terhadap orang Jawa. Hal ini tidak dapat dipungkiri orang Jawa juga memiliki tingkat prasangka yang tinggi pada etnik yang berbeda termasuk etnik Cina. Prasangka yang timbul dapat memicu adanya konflik (Putra dan pitaloka, 2012). Suseno (2001) menyatakan bahwa masyarakat Jawa harus dapat mengekang emosinya jangan sampai pecah secara terbuka, sehingga dapat menimbulkan konflik. Pengekangan emosi menjadi kewajiban karena membuka emosi pribadi dapat dianggap negatif. Suatu keutamaan yang sangat dihargai oleh orang Jawa adalah kemampuan untuk mengatakan hal yang tidak enak secara tidak langsung. Pada umumnya orang Jawa yang sopan akan menghindari berterus terang yang serampang. Mereka akan selalu melakukan teknik pura-pura (Suseno, 2001). Apabila terjadi perbedaan pendapat dalam pergaulan, maka penyampaian pendapat yang berbeda tersebut akan disampaikan secara tidak langsung dengan cara yang sopan, melalui sindiran atau tidak menanggapi pertanyaan yang diajukan. Keselarasan adalah inti dari kewajiban hidup yang harus diciptakan dan dijaga (Endraswara, 2010). Oleh karena itu, sikap dan perilaku orang Jawa harus tetap dibingkai oleh norma yang dinamakan budi pekerti Jawa. Sudut pandang mengenai orang Jawa berbeda dengan sudut pandang umum mengenai etnik Madura.

(14)

5

dianggap kasar dan brutal. Madura memiliki kebiasaan atau budaya yang berbeda dengan Jawa. Perbedaan antara dua kelompok atau lebih akan menimbulkan perasaan superior atau etnosentrisme pada masing-masing kelompok, sehingga membuat orang mudah untuk berprasangka. Dari hal tersebut, maka peneliti mengajukan judul “Hubungan etnosentrisme dengan prasangka etnik Jawa pada etnik Madura”.

Manfaat dari penelitian ini diantaranya: manfaat teoritis, Menambah pengetahuan masyarakat umum yang berkaitan dengan ilmu psikologi mengenai hubungan etnosentrisme dengan prasangka etnik Jawa pada etnik Madura. Bagi ilmuan atau peneliti, data penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan teori-teori psikologi pada umumnya dan teori psikologi etnosentrisme maupun prasangka. Adapun manfaat praktisnya yaitu bagi masyarakat pada umumnya khususnya Jawa dan Madura, hasil penelitian ini nantinya dapat memberikan kesadaran bahwa etnosentrime dan prasangka merupakan suatu hal yang sangat merugikan untuk persatuan dan kesatuan dalam berbudaya, sehingga diharapkan masyarakat dapat mereduksi stereotype yang kurang baik dari budaya Madura. Manfaat Bagi Ilmuan dan peneliti, hasil penelitian mengenai “Hubungan etnosentrisme dengan prasangka etnik Jawa pada etnik Madura” dapat digunakan sebagai pembanding maupun referensi pada penelitian sejenis yang akan dilakukan untuk masa yang akan datang.

Prasangka

Prasangka dibatasi sebagai sikap negatif yang tidak dapat dibenarkan terhadap suatu kelompok dan individu anggotanya. ini berarti bahwa prasangka melibatkan penilaian apriori sebab memperlakukan objek sasaran prasangka (target prasangka) tidak berdasar pada karakteristik unik atau khusus dari individu, tetapi melekatkan karakteristik kelompoknya yang menonjol (Dayakisni dan Hudaniah, 2009). Prasangka (prejudice) adalah sebuah sikap biasanya negatif terhadap anggota kelompok tertentu, semata berdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut (Baron dan Byrne, 2004). Prasangka adalah suatu sikap negatif yang diperlihatkan oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain (Ahmadi, 2002). Prasangka adalah evaluasi negatif kelompok atau seseorang yang mendasarkan diri pada keanggotaan orang tersebut menjadi anggotanya (Walgito, 2003).

Prasangka adalah evaluasi negatif atas suatu kelompok atau seseorang berdasarkan pada keanggotaan orang itu dalam suatu kelompok (Taylor, Peplau & Sears, 2009). Prasangka sebagai sebuah preseden atau penilaian yang berdasarkan pengalaman sebelumnya yang telah terekam (Allport, dalam Pitaloka dan Putra, 2012). Prasangka adalah penilaian negatif yang telah dimiliki sebelumnya terhadap satu kelompok dan masing-masing anggota kelompoknya (Myers, 2012). Prasangka adalah perasaan negatif yang ditujukan terhadap seseorang berdasar semata-mata pada keanggotaan mereka dalam kelompok tertentu (Brehm dan Kassin dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2009)

Menurut Ahmadi (2002) prasangka memiliki 3 aspek yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek konatif.

Aspek Kognitif

(15)

6

orang. Suatu belief yang simple, tidak akurat, dan dipegang banyak orang disebut sebagai suatu stereotype.

Aspek Afektif

Aspek Afektif yaitu berwujud proses menyangkut perasaan-perasaan tetentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipati, yang ditujukan pada obyek tetentu. aspek afektif merujuk pada emosionalitas terhadap objek. Dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan. Termasuk didalamnya friendliness dan unfriendliness terhadap objek prasangka dan perasaan-perasaan tertentu yang memberikan corak afeksinya (Jarvis, 2006).

Aspek Perilaku Konatif

Berwujud proses tendensial atau kecenderungan untuk berbuat sesuatu pada obyek misalnya: kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri, dan sebagainya. Sedangkan menurut Jarvis (2006) aspek konatif merupakan aspek yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap, baik positif maupun negatif. Sikap positif akan membuat seseorang membantu atau menolong maupun menyokong objek.

Memusatkan pada efek fungsional, seperti sistem sosial dan faktor-faktor kelompok atau institusional yang mendorong timbulnya prasangka dan deskriminasi (teori belajar sosial). Dua pendekatan diatas diwakilkan dengan kata yang berbeda dimana pendekatan individual diwakili oleh pendekatan kogintif dan psikodinamika. Sedangkan pendekatan sosial diwakili oleh pendekatan situasional, pendekatan sejarah dan sosiokultural.

Pendekatan kognitif

Pendekatan kognitif berusaha mejelaskan bagimana orang berfikir tentang target prasangka (obyek yang dijadikan sasaran untuk diprasangkai); bagaimana individu memproses informasi dan memahami secara subjektif orang lain. Dalam pendekatan kognitif terdapat dua aspek timbulnya prasangka dan deskriminasi yaitu atribusi dan ingroup-outgroup.

1. Pandangan teori atribusi

Pada teori ini dijelaskan bahwa prasangka disebabkan individu sebagai pengamat melakukan atribusi “bias” terhadap target prasangka. Orang yang berprasangka cenderung melakukan “ultimate attribution error”, yangmerupakan perluasan dari “fundamental attribution error” (kesalahan atribusi yang fundamental) (Pettigrew, Emmot, Pettigrew & Johnson dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2009).

2. In-group dan Out-group

(16)

7

tidak suka pada out-group. Mungkin ini akibat dari loyalitas terhadap kelompok yang dimiliki pada umumnya disertai evaluasi terhadap kelompok lain. Terjadinya prasangka disebabkan adanya “ingroup favoritism” yaitu kecenderungan untuk mendeskriminasikan dalam perlakuan yang lebih baik atau menguntungkan ingroup di atas outgroup.

3. The Self Fulfilling Prophecies

The Self Fulfilling Prophecies diartikan sebagai harapan individu tentang kemungkinan terjadinya peristiwa atau perilaku di masa datang yang membimbingnya pada perilaku untuk meningkatkan kemungkinan bahwa peristiwa atau perilaku itu akan terjadi (Archibald dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2009). Stereotype terhadap kelompok tertentu akan bertindak dalam cara-cara tertentu yang membenarkan stereotype-nya meskipun hal itu tidak disadarinya. Pendekatan psikodinamika

Pendekatan psikodinamika berpendapat bahwa prasangka timbul karena terganggunya fungsi psikologis dalam diri individu. Pendekatan ini berusaha mengungkap konflik psikologi dan mengidentifikasi mal-adjustment yang mendasari timbulnya prasangka. Salah satu teori yang menjelaskan terjadinya prasangka adalah teori frutasi. Menurut teori ini prasangka adalah manifestasi dari “displaced aggression” sebagai akibat frustasi. Asumsi dasarnya adalah jika tujuan seseorang dirintangi/dihalangi, ia akan mengalami frustasi. Frustasi yang dialami akan membawa perasaan bermusuh terhadap sumber penyebab frustasi.

Pendekatan sosiokultural

Sejumlah penelitian telah mengemukakan bahwa prasangka sebagaimana sikap-sikap yang lain adalah dipelajari. Misalnya yang terjadi di Amerika, banyak anak kulit putih yang mungkin melihat orang tua mereka diskriminatif terhadap orang kulit hitam, mendengar ucapan-ucapan mereka yang meremehkan kulit hitam dan melarang mereka bermain dengan anak-anak kulit hitam. Sumber sosiokultural lainnya dari Stereotype dan prasangka adalah media massa. Cerita-cerita dari surat kabar dan televisi yang hampir selalu mendukung Stereotype tentang kelompok tertentu.

Realistik Conflict Theory

Teori ini memandang bahwa terjadinya kompetisi (biasanya persaingan memperoleh sumber-sumber yang langka, misalnya ekonomi dan kekuasaan). Konflik antar kelompok dapat meningkatkan kecenderungan untuk berprasangka dan mendiskriminasi anggota outgroup. Prasangka dapat bersumber baik pada interaksi sosial (hubungan antar kelompok) maupun pada proses yang terjadi dalam diri individu (dinamika kepribadian).

Etnosentrisme

(17)

8

Menurut Hooghe (2008) terdapat dua komponen utama dari etnosentrisme yang cukup berhubungan namun dapat dibedakan secara empiris.

1. Etnosentrisme kebudayaan

Kepecayaan bahwa norma budaya sendiri lebih baik daripada norma kebudayaan lain. Hal ini ditujukan kepada kelompok kebudayaan lain dan mengakui bahwa daerah tersebut sebagai miliknya. Mereka biasanya menunjukkannya dengan simbol-simbol keagamaan, pakaian, atau hal lain yang menunjukkan keberadaan mereka.

2. Etnosentrisme ekonomi

Etnosentrisme ekonomi yaitu anggapan bahwa kelompok lain sebagai pesaing mereka dan karena itu berusaha untuk membatasi ruang ekonomi kelompok tersebut. Hal ini juga ditunjukkan dengan mendiskriminasi para pekerja dari kelompok lain dan menolak menggunakan suatu produk yang dihasilkan oleh kelompok lain. Etnosentrisme terbagi dalam dua tingkatan, yaitu tingkat rendah yang dapat bermanfaat untuk perkembangan kelompok, dapat menimbulkan rasa kebangsaan, patriotism dan kemauan untuk berkorban. Sedangkan pada tingkat tinggi, etnosentrisme dapat merusak komunikasi antar budaya dan juga meremehkan kebudayaan lain.

(18)

9

Pergaulan Jawa dibingkai oleh norma-norma khusus yang disebut etika Jawa. Etika ini merupakan penghayatan watak dan perilaku orang Jawa yang menjadi aturan hidup tak tertulis, karena adanya aturan tersebut, maka sangsi dari pelanggaran etika Jawa pun tak tertulis, namun justru sangsi pelanggaran yang sifatnya aklamatif dan kolektif ini kemungkinan lebih berat. Menurut Tim Pengembangn Budi Pekerti (TPBP) terdapat 12 ciri budi pekerti luhur, yaitu (1) pengabdian, (2) kejujuran, (3) sopan santun, (4) toleransi, (5) kedisiplinan, (6) keikhlasan, (7) tanggung jawab, (8) guyup rukun, (9) tepa selera, (10) mempan papan (tahu situasi dan kondisi), (11) tata krama, (12) gotong royong. (Supriyoko dalam Endraswara, 2010). Ciri-ciri ini lebih mengarah pada hubungan manusia dengan sesamanya. Jika dalam pergaulan seseorang dengan makhluk lain dapat menjalankan 12 ciri budi pekerti ini tentu saja hubungan sosial akan berjalan dengan baik. pergaulan sosial akan berjalan lancar dan harmonis, sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan (Endraswara, 2010).

Etnik Madura

Etnik Madura identik dengan karakter yang sangat keras, sehingga sering kali terjadi salah paham dengan suku lain. Karakteristik masyarakat orisinil masyarakat Madura, corak pemukiman tidak mengarah pada bentuk desa berkerumunan. Mereka hidup terpencar. Membuat koloni-koloni dalam rupa kampung-kampung kecil. Ada juga yang terdiri dari empat atau lima keluarga. Istilah tanean lanjhang, hal ini misalnya dapat dibedakan dengan corak masyarakat Jawa yang cenderung bermukiman dalam satu desa terpusat (nuclear village).

Dalam konteks budaya yang lebih kolot, masyarakat Madura misalnya suka menyelesaikan masalah dengan carok. Tarung satu lawan satu. Bahkan pihak keluarga yang menemani sama sekali tidak membantu secara fisik jika duel itu memang sudah bisa disepakati. Kecenderungan tawuran masal sangat kecil terjadi di Madura. Perwatakan ini ternyata mengalami pencitraan yang berubah saat kelompok masyarakat Madura bertemu di rantauan. Ikatan sosial mereka kuat, seperti saat bertemu satu keluarga ditanean lanjhang. Masyarakat Madura adalah masyarakat yang pandai dalam perdagangan dari pada etnik Jawa, sebab (Jonge, 1989). Keadaan tanah di kepulaun Madura yang kurang subur menyebabkan pertanian sulit diandalkan untuk mencukupi sumber kehidupan, mendorong orang Madura merantau ke pulau Jawa. Mereka bertekad meninggalkan pulaunya untuk mengadu nasib dan kemudian menetap di daerah lain. Jauh sebelum Indonesia merdeka, mereka sudah mulai menyebar ke daerah lain khususnya ke Jawa Timur (Ismi dalam Fathony, 2009). Distribusi penduduk Madura di Jawa Timur tidak hanya terdapat dikota-kota atau desa-desa pantai, tetapi juga di kota-kota, seperti Malang, Puger, Lumajang, dan lainnya (Sutjipto dalam Fathony, 2009).

Hubungan etnosentrisme dengan prasangka etnik Jawa pada etnik Madura

(19)

10

generalisasi sikap, keyakinan, atau opini mengenai orang yang berasal dari budaya lain (Brighman dalam Dayakisni dan Yuniardi, 2012). Stereotype yang terbentuk terhadap etnik Madura yaitu di Jawa Timur orang Madura dikenal berwatak keras (Alqadri dalam Sarwono, 2007). Dalam menyelesaikan masalah etnik Madura juga dikenal dengan carok. Pengalaman konflik pada tahun 2001 antara mahasiswa Jawa dan mahasiswa Madura yang berdagang di Landungsari hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya persaingan harga. Mahasiswa Madura yang lebih berhasil dalam usahanya membuat mahasiswa Jawa memiliki rasa tidak nyaman atau merasa terganggu dengan keberadaan mahasiswa Madura sehingga terjadi cek-cok antara mahasiswa Jawa dengan Madura (Ardani, 2007). Dari pengalaman hal tersebut memicu adanya prasangka. Disadari budaya merupakan filter ataupun kerangka yang mempengaruhi bagaimana seorang manusia melakukan persepsi dan atribusi terhadap suatu hal ataupun peristiwa. Perbedaan budaya dan stereotype yang negatif dari pengalaman etnik Madura juga sangat mempengaruhi keberadaan etnik Madura ketika di luar daerahnya yaitu daerah Jawa. Etnik Jawa memiliki karakteristik yang berbeda dengan etnik Madura baik dalam hal gaya hidup dan cara berinteraksinya. Prasangka merupakan suatu sikap negatif para anggota suatu kelompok, berasal dari norma mereka yang pasti, kepada kelompok lain beserta anggotanya (Sherif and Sherif dalam Ahmadi, 2002). Dalam arti khusus prasangka adalah kecenderungan untuk berperilaku negatif terhadap individu atau kelompok lain yang melibatkan tiga komponen yaitu kognitif, afektif dan konatif.

(20)

11

Kerangka Berfikir

Gambar 1. Kerangka Berfikir “Hubungan Etnosentrisme Dengan Prasangka Etnik Jawa Pada Etnik Madura”.

Hipotesa

Dengan penjelasan kajian teori diatas dan dengan memperhatikan pembatasan masalah pada penelitan ini, maka peneliti mengajukan hipotesa yaitu ada Hubungan positif antara etnosentrisme dengan prasangka etnik Jawa pada etnik Madura, dimana semakin tinggi etnosentrisme maka semakin tinggi pula prasangka etnik Jawa pada etnik Madura.

METODOLOGI PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional karena peneliti ingin mengetahui korelasi antar kedua variabel yaitu etnosentrisme dan prasangka pada data yang telah dikumpulkan sekaligus menguji signifikansinya. Teknik korelasional adalah teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara 2 variabel atau lebih (Winarsunu, 2009).

Subjek Penelitian

Populasi dari penelitian ini yaitu masyarakat asli Jawa yang tinggal dan berdomisili di kota Malang, kesehariannya menggunakan bahasa Jawa dan kedua orang tua asli atau bersuku Jawa. Adapun untuk usianya yaitu 18 tahun ke atas. Alasan peneliti yaitu karena pada usia tersebut merupakan usia dewasa awal yang belanjut pada usia dewasa tengah dan lansia, dimana individu sudah dapat berfikir secara formal mengenai nilai dan norma sosial maupun

Etnik Madura

 Kognitif  Afektif  Konatif

Prasangka Pengalaman Konflik

Perbedaan Budaya Komunikasi Yang Kurang Baik

Stereotype Negatif Etnosentrisme

Etnosentrisme Kebudayaan Etnosentrisme Ekonomi

(21)

12

budaya yang ada (Piaget dalam Santrok, 2002). Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu teknik sampel purposif yaitu dikenakan pada sampel yang karakteristiknya sudah ditentukan dan diketahui lebih dulu berdasarkan ciri dan sifat populasinya (Winarsunu, 2009). Jumlah sampel yang digunakan yaitu 390 subjek dengan taraf kesalahan 5% (Isaac dan Michael dalam Sugiyono, 2014). Alasan peneliti menggunakan jumlah sampel tersebut yaitu karena kriteria subjek penelitian masih belum diketahui jumlah populasinya secara pasti sehingga peneliti menggunakan jumlah tersebut yang didasarkan pada teori Isaac dan Michael untuk jumlah subjek yang tak terhingga.

Variable dan Instrument Penelitian

Penelitian ini memiliki 2 variabel, satu variable bebas dan satu variable terikat. Dalam penelitian ini variabel bebas adalah etnosentrisme. Etnosentrisme adalah tinggi rendahnya anggapan bahwa budaya yang dimiliki etnik Jawa paling baik dibandingkan dengan budaya yang lain yang diukur dengan skala etnosentrisme dalam bentuk skala likert. Skor yang tinggi menunjukkan bahwa etnosentrisme etnik Jawa tinggi. Sedangkan skor yang rendah menunjukkan bahwa etnosentrisme etnik Jawa rendah. Variable terikat yaitu prasangka. Prasangka adalah tinggi rendahnya sikap negatif yang diarahkan kepada etnik Madura atas dasar perbandingan etnik Jawa sendiri yang diukur dengan skala sikap pada prasangka dalam bentuk skala likert. Skor yang tinggi menunjukkan bahwa prasangka orang Jawa tinggi dan skor yang rendah menunjukkan prasangka orang Jawa rendah.

Skala yang digunakan untuk mengukur prasangka etnik Jawa yaitu peneliti menyusun instrument berdasarkan pada teori prasangka Ahmadi (2002) dengan jumlah item 40 yang menjadi 37 item setelah dilakukan uji validitas dan reliabelitas. Item-item tersebut disusun berdasarkan tiga aspek prasangka diantaranya: (1) aspek kognitif, (2) aspek afektif dan, (3) aspek konatif. Dengan skor pernyataan favorable Sangat Setuju (SS) = 4, Setuju (S) = 3, Netral (N) = 3 Tidak Setuju (TS) = 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 1. Sedangkan untuk pernyataan nnfavorable yaitu Sangat Setuju (STS) = 5, Tidak Setuju (S) = 4, Netral (N) = 3 Setuju (S) = 2, dan Sangat Setuju (SS) = 1. Indeks validitas untuk aspek kognitif yaitu 0.447-0.735. Indeks validitas aspek afektif yaitu 0.430-0.754 dan untuk indeks validitas aspek konatif yaitu 0.329-0.675. Sedangkan untuk reliabelitas dari skala prasangka dengan Cronbach’s Alpha = 0.949

Skala etnosentrisme yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peniliti melakukan penyusunan instrumen berdasarkan pada teori Hooghe (2008) dengan 2 komponen yaitu etnosentrisme kebudayaan dan etnosentrisme ekonomi dalam bentuk skala Likert. Dengan skor pernyataan favorable Sangat Setuju (SS) = 5, Setuju (S) = 4, Netral (N) = 3 Tidak Setuju (ST) = 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 1. Indeks validitas aspek etnosentrisme kebudayaan yaitu 0.517-0.727, untuk indeks validitas aspek etnosentrisme ekonomi 0.313-0.606 dan untuk angka reliabelitas dari skala etnosentrisme dengan Cronbach’s Alpha = 0.936.

Prosedur dan Analisa Data

(22)

13

sampling pada populasi Jawa di kota Malang, melakukan skoring, menghitung hasil dan membuat tabulasi data. Tahap keempat; menganalisa data, analisa data yang digunakan yaitu Statistical Program for Social Science (SPSS) dengan menggunakan korelasi Product Moment yang dugunakan untuk melukiskan hubungan antara 2 buah variabel yaitu etnosentrisme dan prasangka etnik Jawa pada Etnik Madura. Selanjutnya membuat hasil analisis, diskusi, kesimpulan dan saran.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian yang telah dilakukan pada etnik Jawa asli sebanyak 390 subjek, dengan kriteria bapak dan ibuk bersuku Jawa asli, bertempat tinggal dan berdomisili dikota Malang, Didapatkan data subjek sebagai berikut.

Dari tabel diatas terlihat bahwa hasil data yang didapat terdiri dari rentang usia 18-20 tahun untuk laki-laki berjumlah 83 subjek (21.36%), perempuan 165 subjek (42.3%). Rentang usia laki-laki 21-25 tahun yaitu 47 subjek (12%), perempuan berjumlah 92 subjek (23.58%). Dan usia >26 tahun laki-laki berjumlah 2 subjek (0.51%), dan perempuan berjumlah 1 subjek (0.25%). Untuk pendidikan subjek S1 sebanyak 25 subjek (6.41%). Diploma 2 subjek (0.52%) dan SMA 363 subjek (93.07%). Dari data diatas subjek yang memiliki pendidikan terakhir SMA menduduki prosentase tertinggi dalam penelitian ini.

Setelah data subjek diketahui maka dilakukan uji normalitas dengan menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test, p > 0,05 data dikatakan normal. Untuk etnosentrisme nilai p = (0.685) dan prasangka nilai p = (0.742). Data yang diperoleh dari etnosentrisme dan prasangka p> 0.05 maka data dua Variabel tersebut normal. Untuk uji linear p < 0.05 hasil uji linear etnosentrisme dan prasangka (p = 0.000) yang berarti data linear.

(23)

14 Tabel 3. Hasil T-Score Etnosentrisme

Hasil T-Scor Prasangka menunjukkan bahwa prasangka etnik Jawa dalam frekuensi rendah berjumlah 203 subjek dengan persentase (52.1%) dimana T-scor <50. Sedangkan frekuensi tinggi berjumlah 187 subjek dengan persentase (47.9%) dengan nilai T-scor >5. Setelah itu dilakukan analisis T-Scor untuk data prasangka etnik Jawa dan didapatkan hasil sebagai berikut.

Tabel 4. Hasil T-Score Prasangka

Hasil T-Scor Prasangka menunjukkan bahwa prasangka etnik Jawa rendah berjumlah 197 subjek dengan persentase (50.5%) T-scor <50. Sedangkan frekuensi tinggi 193 subjek dengan persentase (49.5%) dengan nilai T-scor >50. Setelah dilakukan uji T-Scor, berikutnya akan dilakukan analisis product moment.

Analisis product moment menyatakan bahwa jika probabilitas bernilai (p < 0.05) maka artinya ada hubungan antar variabel. Adapun katerkaitannya ditentukan oleh angka korelasi. Apabila angka korelasi (r > 0.5) maka antar variabel memiliki hubungan yang kuat, sedangkan jika angka korelasi (r < 0.5) maka antar variabel memiliki hubungan yang lemah. Data yang diperoleh dari penelitian maka dianalisis dengan correlation product moment menggunakan SPSS 15, dan menghasilkan output seperti tabel berikut.

Tabel 5. Korelasi Etnosentrisme dengan prasangka dengan Uji Correlations Product

Moment

(24)

15

Setelah dirata-rata maka dapat diketahui bahwa laki-laki memiliki etnosentrisme yang tinggi dibandingkan dengan perempuan yang ditunjukkan dengan mean laki-laki 99.65 dan perempuan 98.87. Begitupula dengan prasangka laki-laki memiliki skor yang tinggi dibanding dengan perempuan yang ditunjukkan dengan angka mean laki-laki 98.21 dan perempuan 94.03. Sedangkan untuk rentang perbedaan etnosentrisme dan prasangka pada laki-laki dan perempuan tidak terlalu jauh.

DISKUSI

Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara etnosentrisme dengan prasangka etnik Jawa Pada etnik Madura dengan angka signifikansi yaitu p < 0.000. Arah hubungannya adalah positif yang dilihat pada angka korelasi positif r = 0.400, artinya semakin tinggi etnosentrisme maka semakin tinggi prasangka dan semakin rendah etnosentrisme maka semakin rendah pula prasangka.

Adanya hubungan positif etnosentrisme dengan prasangka bisa diartikan bahwa etnosentrisme menjadi penyebab timbulnya prasangka. Prasangka timbul karena adanya perbedaan yang menimbulkan perasaan superior atau etnosentrisme (Ahmadi, 2007). Etnosentrisme merupakan sikap melihat dan melakukan interpretasi terhadap perilaku orang lain berdasarkan pada nilai-nilai budaya sendiri (Dayakisni & Yuniardi, 2012). Secara umum etnosentrisme merupakan anggapan atau keyakinan bahwa kebudayaan sendiri lebih baik dari pada kebudayaan lainnya. Etnosentrisme dalam penelitian ini didasarkan pada dua aspeknya yaitu etnosentrisme ekonomi dan etnosentrisme kebudayaan (Hooghe, 2008). Etnosentrisme kebudayaan merupakan kepercayaan bahwa norma budaya sendiri lebih baik daripada norma kebudayaan lain. Sedangkan etnosentrisme ekonomi yaitu anggapan bahwa kelompok lain sebagai pesaing mereka dan karena itu berusaha untuk membatasi ruang ekonomi kelompok tersebut.

Hubungan etnosentrimse dengan prasangka etnik Jawa pada etnik Madura, menandakan etnik Jawa memang tidak mampu memisahkan diri dari hal ini sehingga terbiasa dalam memahami perilaku etnik Madura. Apa yang dilakukan etnik Madura adalah benar bila menurut nilai etnik Jawa itu benar. Pada saat mengobservasi tingkah laku orang lain, orang berusaha untuk membuat atribusi mengenai efek lingkungan pada tingkah laku mereka dengan penjelasan tingkah laku individu yang berdasar pada stereotype dan prasangka yang di perparah dengan etnosentrisme. Bahayanya, penilaian yang cenderung mengedepankan etnosentrisme sering kali salah, semena-mena dan tidak ada dasarnya sama sekali (Widiastuti, 2012). Pada penelitian sebelumnya dijelaskan bahwa etnosentrime merupakan fenomena universal dan sering menjadi faktor penyebab utama timbulnya konflik yang terjadi dalam sebuah kelompok etnik yang berbeda (Njoroge dan Kirori, 2014).

(25)

16

Madura sehingga terjadi konflik perang mulut yang diperluas dengan adanya prasangka antara kedua mahasiswa tersebut (Ardani, 2007). Dalam teori realistik conflict theory memandang bahwa terjadinya kompetisi biasanya persaingan memperoleh sumber-sumber yang langka, misalnya ekonomi dan kekuasaan (Dayakisni dan Hudaniah, 2009). Konflik antar kelompok dapat meningkatkan kecenderungan untuk berprasangka dan mendiskriminasi anggota outgroup.

Etnosentrisme sangat dekat sekali dan tidak terpisahkan dengan stereotype. Stereotype merupakan generalisasi sikap, keyakinan ataupun opini mengenai orang yang berasal dari budaya lain (Brigham dalam Dayakisni & Yuniardi, 2012). Berkembangnya stereotype tersebut bisa menjadi potensi yang menghambat dalam komunikasi antarbudaya. Kesalahpahaman antarbudaya dapat dikurangi bila setiap kelompok atau daerah setidaknya mengetahui bahasa dan prilaku budaya etnik lain, serta mengetahui prinsip-prinsip komunikasi antarbudaya dan mempraktekannya dengan bertoleransi dalam kehidupan sehari-hari (Rumondor, Paputungan & Tangkudung, 2014).

Pada hasil T-skor dari etnosentrisme kategori rendah 203 subjek dan prasangka ketegori rendah 197 subjek. Etnosentrisme kategori tinggi 187 subjek dan prasangka ketegori rendah 193 subjek. Artinya etnosentrisme yang rendah diikuti dengan rendahnya prasangka, begitu pula sebaliknya. Tingginya etnosentrisme ditambah dengan stereotype umum tentang etnik Madura yang dikenal berwatak keras, suka menyelesaikan masalah dengan kekerasan atau carok. Sehingga dengan tingginya etnosentrisme yang ditambah dengan stereotype negatif, maka timbul prasangka yang tinggi etnik Jawa Pada etnik Madura.

Etnosentrisme yang rendah ditambah dengan tidak adanya pandangan buruk atau stereotype

negatif tanpa adanya data, fakta dan pengalaman sehingga prasangka etnik Jawa pada etnik Madura rendah. Menurut Hooghe (2008). Etnosentrisme terbagi dalam dua tingkatan yaitu tingkat rendah yang dapat bermanfaat untuk perkembangan kelompok, dapat menimbulkan rasa kebangsaan, patriotism dan kemauan untuk berkorban. Sedangkan pada tingkat tinggi, etnosentrisme dapat merusak komunikasi antar budaya dan juga meremehkan kebudayaan lain.

Stereotipe menjadi dasar timbulnya prasangka. Prasangka dalam penelitian ini lebih dikhususkan pada prasangka negatif. Prasangka merupakan suatu sikap negatif yang diperlihatkan oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain (Ahmadi, 2007). Prasangka dalam penelitian ini didasarkan pada tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan konatif. Aspek kognitif yaitu sikap yang berhubungan dengan gejala mengenal dalam fikiran, ini terwujud pengolahan dan pengalaman dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang sekelompok objek tertentu. Aspek afektif yaitu berwujud proses menyangkut perasaan-perasaan tetentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipati, yang ditujukan pada obyek tetentu. Aspek perilaku (konatif) berwujud proses tendensial atau kecenderungan untuk berbuat sesuatu pada obyek misalnya: kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri, dan sebagainya.

Etnik Madura memiliki pengalaman konflik dengan beberapa etnik di Indonesia seperti konflik dengan etnik Dayak, etnik Melayu, etnik Betawi dan etnik Jawa. Pengalaman-pengalaman konflik yang dialami oleh etnik Madura yang berada diperantauan memperkuat

(26)

17

antara etnik Jawa dan etnik Madura. Etnik Madura dikenal dengan watak keras dengan bahasa yang kasar. Dari pertemuan dua etnik yang memiliki kebudayaan berbeda maka muncul etnosentrisme yang menyebabkan timbulnya prasangka yang dikelola dalam pikiran, perasaan dan kecenderungan bertindak pada etnik Jawa. Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara variabel identitas etnik dengan prasangka terhadap etnik Tolaki. Semakin kuat identitas etnik maka akan semakin tinggi prasangka terhadap etnik Tolaki dan sebaliknya, semakin lemah identitas etnik maka semakin rendah pula prasangka terhadap etnik Tolaki (Sudharto, 2010). Seperti halnya pada anak-anak di Amerika Serikat prasangka terhadap orang Negro sudah telihat pada tahun-tahun prasekolah. Dimana keluarga melarang anaknya untuk bergaul dengan orang Negro karena menurut pendapatnya orang Negro itu kotor, bodoh dan sebagainya. Larangan yang bersifat terus menerus akhirnya berubah menjadi norma pada anak dan norma inilah yang digunakan untuk menilai orang lain (Ahmadi, 2007). Dijelaskan pula dalam hasil penelitian Yudha (2014) bahwa kemunculan stereotype, prasangka, dan etnosentrisme adalah akibat pemberitaan media masa, pengalaman pribadi, rekan, dan dari buku pelajaran sehingga stereotype, prasangka, dan etnosentrisme berkembang kearah negatif.

Hubungan antara etnosentrisme dengan prasangka etnik Jawa pada etnik Madura yang menunjukkan adanya hubungan positif menandakan bahwa dua budaya yang hidup berdampingan, menimbulkan persepsi berbeda dalam setiap tingkah laku dari dua budaya yang dilihat dari cara hidup sehari-hari sehingga bisa menimbulkan prasangka. Prasangka dapat membuat hidup tidak damai untuk berdampingan dengan etnik yang berbeda. Seperti yang telah disebutkan bahwa prasangka etnik masih menimbulkan tantangan untuk hidup damai di Negeria (Agbakwuru dan Opara, 2013). Penelitian sebelumnya juga menjelaskan terdapat hubungan positif antara prasangka dengan perilaku agresi etnik Jawa pada etnik Tionghoa dengan sumbangan efektif 75.1 % (Fajar, 2009). Ada lima derajat tindakan yang merupakan wujud dari prasangka yaitu (1) Antilokusi, yaitu kondisi dimana sebagian besar orang yang memiliki prasangka membicarakan kelompok lain. Mereka membicarakannya di dalam kelompok atau antar teman sebaya. (2) menghindar, (3) Deskriminasi, (4) penyerangan fisik dan (5) ekterminasi, mengarah pada pembunuhan (Allport dalam Putra dan pitaloka, 2012).

Hasil koefisien determinasi (r2) antara etnosentrisme dengan prasangka yaitu 0,16. Menunjukkan sumbangan efektif etnosentrisme tehadap prasangka sebesar 16%. Sedangkan sisanya 84% dipengaruhi oleh faktor lain seperti kepribadian otoriter dan identitas etnik. Ahmadi (2007) Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya prasangka yaitu: orang berprasangka karena mencari kambing hitam, sudah dipersiapkan didalam lingkungannya atau kelompoknya untuk berprasangka, kesan yang menyakitkan atau pengalaman yang tidak menyenangkan, anggapan yang sudah menjadi pendapat umum atau kebiasaan didalam lingkungan tertentu.

(27)

18

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di kota Malang, dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara etnosentrisme dengan prasangka etnik Jawa pada etnik Madura dengan nilai r = 0.400 dan p = 0,000 Artinya pada subyek yang memiliki etnosentrisme tinggi, maka prasangkanya tinggi atau sebaliknya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa hipotesa penelitian ini terbukti dan diterima. Adapun sumbangan efektif yang diberikan etnosentrisme terhadap prasangka etnik Jawa pada etnik Madura yaitu sebesar 16% dan 84% disebabkan oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitan ini.

Implikasi dari hasil penelitan ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman bahwa etnosentrisme yang tinggi pada etnik Jawa dapat menimbulkan prasangka yang tinggi pada etnik Madura. Dari hal tersebut maka apabila ingin menurunkan prasangka maka orang Jawa juga harus menurunkan etnosentrismenya.

Bagi etnik Madura lebih khusus yang saat ini berada diperantauan diharapkan dapat mengambil pelajaran dari penelitian ini khususnya menjadi bahan evaluasi dalam hidup dengan berbagai macam budaya. Lebih komunikatif dalam hidup berdampingan dan etnik yang lain. Sehingga dapat hidup dengan damai baik di daerah sendiri dan diperantauan.

(28)

19

DAFTAR PUSTAKA

Agbakwuru, C. & Opara, M. I. (2013). Ethnic prejudice and the problem of peaceful co-existence in Nigeria. European Scientific Journal, 9, 1857-7881.

Ahmadi, A. (2007). Psikologi sosial edisi revisi (Cetakan ketiga). Jakarta: PT Rineka Cipta. _________. (2002). Psikologi sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Ardani. (2007). Konflik antara etnik madura dan jawa dalam masyarakat perkotaan (studi pada mahasiswa muhammadiyah malang dikelurahan landungsari kecamatan dau kabupaten malang. Skripsi, Universitas Muhammadiyah, Malang.

Baron, R. A. & Byrne, D. (2004). Psikologi sosial edisi kesepuluh. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.

Dayakisni, T. & Hudaniah. (2009). Psikologi sosial buku (cetakan keempat). Malang: UMM Press.

Dayakisni, T. & Yuniardi, S. (2012). Psikologi lintas budaya, edisi revisi (Cetakan keempat). Malang: UMM Press.

Endraswara, S. (2010). Etika hidup orang jawa pedoman beretika dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Yogyakarta: Narasi (Anggota IKAPI).

Fajar, M. N. (2009). Hubungan antara prasangka dengan perilaku agresif pada masyarakat jawa terhadap masyarakat tionghoa di kelurahan kemlayan Surakarta. Skripsi, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Fathony, B. (2009). Pola pemukiman masyarakat madura di pegunungan Buring. Malang: Intimedia (Kelompok In-Trans Publishing).

Hadi, S. (2008). perbedaan prasangka antar kelompok pada mahasiswa institut agama islam negeri (IAIN) dan mahasiswa sekolah tinggi agama hindu negeri (STAHN) di mataram nusa tenggara barat. Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Hammond R. A. & Axelrod, R. (2006). The evolution of ethnocentrism. Journal Of Conflict Resolution. Vol 50 (6).

Haq, M. Z. (2011). Mutiara hidup manusia jawa. Malang: Aditya Media Publishing.

Hidayat, R. N. (2012). Hubungan antara prasangka dengan intensi agresi pada etnis jawa terhadap etnis tionghoa. Skripsi, Universitas Muhammadiyah, Malang.

Hooghe, M. (2008). Etnocentrism: International encyclopedia of the social science. Philadelphia. macmillan reference.

Javis, M. (2006). Teori-teori psikologi, pendekatan modern untuk memahami perilaku, perasaan dan pikiran manusia. Bandung: Penerbit Nusamedia & Nuansa.

(29)

20

Kristanto, M. (2008). Perbedaan prasangka antara etnis jawa dan etnis cina di kota solo. Skripsi, Universitas Katolik Soegijapratama, Semarang.

Myers, D. G. 2012. Pskologi sosial, edisi 10 buku 1. Jakarta: Salemba Humanika.

Njoroge, M.W. & Kirori, G. N. (2014). Ethnocentrism: significance and effects on kenyana society. African journal of political science and internasional relation, 8, (9), 356-367.

Putra, I. E. & Pitaloka, A. (2012). Psikologi prasangka sebab, dampak, dan solusi (Cetakan pertama). Bogor: Ghaia Indonesia.

Rumondor, F. H., Paputungan, R. & Tangkudung, P. (2014). Stereotip suku minahasa terhadap etnis papua (studi komunikasi antarbudaya pada mahasiswa fakultas ilmu sosial dan politik universitas sam ratulangi).Journal “Acta Diurna” Volume 3, (2).

Santrock, J. W. 2002. Life-span development perkembangan masa hidup. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.

Sarwono, W. S. (2006). Psikologi prasangka orang indonesia, kumpulan studi empiric prasangka dalam berbagai aspek kehidupan orang indonesia (Cetakan pertama). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sihabudoin, A. (2011). Komunikasi antar budaya satu perspektif multidimensi. Jakarta: Bumi Aksara.

Stokhof, W.A.L dan Djamal, M. (2003). Konflik komunal di Indonesia saat ini. Jakarta: INIS dan PBB.

Sudharto. ( 2010). Hubungan antara identitas etnik dengan prasangka terhadap etnik tolaki pada mahasiswa muna di universitas haluoleo kendari sulawesi tenggara. Jurnal Psikologi Undip Vol. 7, (1).

Sugiyono. 2014. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suseno, F. M. (2001). Etika jawa: sebuah analisa falsafi tentang kebijaksanaan hidup jawa. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (2009). Psikologi sosial edisi kedua belas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Triatmaja, Y. A. (2011). Perbedaan tingkat etnosentrisme pada orang betawi dewasa yang memiliki pendidikan tinggi dengan yang memiliki pendidikan rendah. Skripsi, Universitas Gunadarma, Depok.

Walgito, B. (2003). Psikologi sosial (suatu pengantar). Yogyakarta: CV Andi Offset.

Widiastuti, T. (2012). Analisis framing sebuah konflik antarbudaya di media masa. Journal Communication Spectrum. Vol 1 (2).

(30)

21

Yudha, R. P. (2014).Problem potensial dalam komunikasi antara orang portugal dan orang indonesia (studi pada civitas akademika universidade do minho). Jurnal Interaksi, Vol 3 (1).

(31)

22

(32)
(33)
(34)

25 Lampiran 3. Blueprint skala Prasangka

No Aspek Nomor Item Jumlah

Favorable Unfavorable

1 Kognitif 1,2,3,4, 10,11,12,13,29,30, 31 11

2 Afektif 5,6,7,8,9,20,21,22,23,32,33,34 12

3 Konatif 14,15,16,17,18,19,24,25,26,27,28,35,36 37 14

Total 36 1 37

Lampiran 4. Blueprint skala etnosentrisme

No Aspek Nomor Item Jumlah Favorable

1 Etnosentrisme kebudayaan 1,2,3,4,5,6,9,10,11,12,13,21,22,23,24,25,31 17 2 Etnosentrisme Ekonomi 7,8,14,15,16,17,18,19,20,26,27,28,29,30,32 15

(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)

43 Lampiran 7. Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Prasangka

Etnosent risme

N 390 390

Normal

Parameters(a,b)

Mean 95,39 99,08

Std. Deviation 18,002 15,696

Most Extreme Differences

Absolute ,034 ,036

Positive ,034 ,036

Negative -,028 -,034

Kolmogorov-Smirnov Z ,681 ,716

Asymp. Sig. (2-tailed) ,742 ,685

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Lampiran 8. Hasil Korelasi Product Moment

Prasangka Etnosentrisme

Prasangka Pearson

Correlation 1 ,400(**)

Sig. (2-tailed) ,000

N 390 390

Etnosentrism e

Pearson

Correlation ,400(**) 1

Sig. (2-tailed) ,000

(52)

44

Lampiran 9. Hasil T- Skor Etnosentrisme dan Prasangka

Etnosentrisme

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Rendah 203 26,0 52,1 52,1

Tinggi 187 24,0 47,9 100,0

Total 390 50,0 100,0

Missing System 390 50,0

Total 780 100,0

prasangka

Frequenc

y Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid rendah 197 25,3 50,5 50,5

tinggi 193 24,7 49,5 100,0

Total 390 50,0 100,0

Missin g

System

390 50,0

(53)

45 Lampiran 10. Skala Penelitian

Pengantar

Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, saya Nurul Jannah (201201230311292) Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang akan melakukan penelitian untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana. Untuk ini saya mengharapkan bantuan dari saudara untuk mengisi skala ini secara jujur sesuai dengan kondisi yang saudara rasakan.

Perlu diketahui bahwa dari pengisian ini digunakan untuk tujuan penelitian ilmiah. Tidak dipergunakan untuk maksud tertentu dan tidak akan mempengaruhi akademis saudara. Begitu juga dengan jawaban yang di sediakan tidak dinilai benar atau salah. Oleh karena itu saudara tidak perlu ragu-ragu untuk menjawab semua pernyataan yang disediakan dengan jujur dan sesuai kenyataan sebenarnya. Kami akan menjamin kerahasiaan jawaban yang saudara berikan dan tak lupa kami ucapkan terima kasih atas partisipasinya.

B. Petunjuk mengerjakan

1. Tulislah nama, usia, status, asal daerah, alamat tinggal sekarang, suku ayah dan ibu serta jenis kelamin anda terlebih dahulu 2. Jawablah pernyataan dengan cara memberi “tanda silang” (X) pada kolom alternatif Jawaban yang disediakan sebagai berikut :

SS = Sangat Setuju

S = Setuju

N = Netral

TS = Tidak Setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

3. Apabila anda ingin mengganti jawaban maka berilah tanda “sama dengan” (=) pada jawaban sebelumnya. Kemudian berilah tanda silang (x) pada jawaban yang baru.

(54)

46 C. Identitas

Nama (Boleh inisial) :

Usia :

Status :

Asal Daerah :

Alamat tinggal sekarang :

Suku Ayah dan Ibu : Ayah (...) Ibu (...)

Jenis kelamin :

Pendidikan Terakhir :

SKALA PRASANGKA

No PERNYATAAN SS S N TS STS

1 Orang Madura adalah pemalas

2 Orang Madura umumnya senang menghabiskan uangnya untuk berfoya-foya 3 Kecurangan adalah hal yang biasa bagi orang Madura

4 Orang Madura sulit diajak kerja sama

5 Orang Madura membuat saya merasa jengkel

(55)

47

8 Saya lebih menghargai orang Jawa dari pada orang Madura 9 Saya tidak suka orang Madura karena sering berbicara kasar 10 Orang Madura tidak menghargai keberadaan orang lain 11 Orang Madura memiliki watak yang keras

12 Orang Madura tidak ramah pada orang lain

13 Secara umum orang Madura tidak sepintar orang Jawa

14 Saya akan memilih berpindah tempat duduk saat orang Madura duduk disamping saya

15 Saya tidak akan memberikan pertolongan pada orang Madura ketika dalam kesusahan

16 Saya akan memilih menghindar ketika berhadapan dengan orang Madura 17 Saya akan memilih berdiskusi dengan orang Jawa daripada orang Madura 18 Saya tidak akan berkonsultasi pada pengacara yang berasal dari Madura 19 Saya merasa lebih aman ketika bersama dengan orang Jawa dibanding dengan

orang Madura

20 Saya takut berkomunikasi dengan orang Madura

21 Kebaikan hati orang Madura tidak membuat saya simpati

22 Saya merasa orang Madura hanya berpura-pura ramah pada orang lain 23 Saya keberatan jika saya harus berteman dengan orang Madura

24 Saya mendahulukan kepentingan orang Jawa dibandingkan kepentingan orang Madura

25 Saya memilih berkumpul dengan orang Jawa daripada orang Madura 26 Saya lebih memilih untuk tidak melayani staff legeslatif dari Madura

27 Saya tidak akan mengundang orang Madura untuk makan dengan saya direstoran yang sangat saya kenal

(56)

48

29 Saya pikir adalah suatu yang tepat jika orang Madura menduduki suatu posisi yang secara sosial berada dibawah dibandingkan dengan orang Jawa

30 Keberhasilan yang diperoleh orang Madura hanyalah factor keberuntungan sesaat 31 Jika saya dalam sebuah komunitas atau kampus yang bermasalah dengan

seseorang, sebaiknya orang itu bukan orang Madura

32 Saya khawatir dengan keberadaan orang Madura di daerah saya karena Madura memiliki banyak pengalaman konflik

33 Saya merasa terganggu dengan keberadaan orang Madura dilingkungan saya

34 Jika saya seorang pebisnis, saya akan jengkel jika saya diberitahukan harus melayani orang Madura

35 Saya tidak akan menghadiri undangan orang Madura

36 Tukang cukur dan ahli kecantikan memiliki hak untuk menolak memberikan servis pada orang disukai, bahkan hal itu dimaksudkan untuk menolak orang Madura

37 Saya ingin dekat dengan orang Madura seperti teman dekat

SKALA ETNOSENTRISME

No PERNYATAAN SS S N TS STS

1 Budaya Jawa memiliki gaya hidup baik dibandingkan dengan budaya lain 2 Budaya Jawa memiliki penyesuaian diri yang baik dibandingkan dengan

budaya lain

3 Budaya Jawa dikenal lebih jujur daripada budaya yang lain

4 Budaya Jawa memiliki tanggung jawab tinggi dibandingkan budaya lain 5 Budaya Jawa lebih disegani daripada budaya lain

6 Budaya Jawa memiliki pengabdian yang tinggi terhadap negara dibanding dengan budaya lain

(57)

49

sumber daya yang sama

8 Jawa tidak membutuhkan pegawai dari luar Jawa dalam sebuah instansi daerah

9 Budaya Jawa memiliki tata krama lebih baik daripada budaya lain 10 Budaya Jawa memiliki kedisiplinan yang baik untuk dicontoh

dibandingkan dengan budaya lain

11 Budaya Jawa lebih ramah daripada budaya lain

12 Budaya Jawa memiliki bahasa yang lebih halus dibandingkan dengan budaya lain

13 Budaya Jawa labih memiliki sikap toleransi daripada budaya lain 14 Seseorang imigran yang bekerja di Jawa tidak akan pernah menjadi Bos 15 Produktivitas kerja orang Jawa tinggi sehingga tidak membutuhkan

pekerja dari luar Jawa.

16 Segala cara akan saya lakukan untuk menghalangi kelancaran sebuah usaha yang dibuat imigran dari luar Jawa

17 Saya tidak menggunakan produk luar Jawa

18 Orang luar Jawa yang membuat usaha di Jawa harus diberlakukan pajak lebih mahal

19 Tidak membayar pajak yang dilakukan oleh pengusaha luar Jawa harus ditindak tegas secara hukum

20 Pekerjaan yang baik hanya layak untuk orang Jawa

21 Gotong royong Budaya Jawa tidak dimiliki oleh budaya lain

22 Budaya Jawa memiliki cara berpakaian lebih rapi dibandingkan budaya lain

23 Budaya Jawa lebih sopan dibandingkan dengan budaya lain

24 Keikhlasan hati Budaya Jawa tidak dimiliki oleh budaya yang lain 25 Budaya Jawa lebih dapat hidup rukun daripada budaya lainnya

26 Saya tidak membiarkan orang luar Jawa bekerja di Jawa dalam sebuah instansi daerah

27 Saya memilih menjual barang produksi Jawa daripada luar Jawa 28 Seseorang tidak memiliki hak untuk menjalankan usaha sebuah bisnis

(58)

50

29 Harus ada hukum yang ketat berkenaan penerimaan imigran selain Jawa 30 Pekerja hak asasi harus didukung upayanya untuk mendesak penerimaan

pegawai selain Jawa disebuah instansi

31 Budaya Jawa lebih taat pada peraturan pemerintah daripada budaya lain 32 Saya memilih memberhentikan pegawai dari luar Jawa daripada pegawai

Gambar

Tabel 6. Rata-rata Perbedaan etnosentrisme dan prasangka antara laki-laki dan perempuan .
Tabel 1. Sejumlah Konflik etnis yang serius dan merugikan di Indonesia
Gambar 1. Kerangka Berfikir “Hubungan  Etnosentrisme Dengan  Prasangka Etnik Jawa Pada
Tabel 2. Data Subjek
+3

Referensi

Dokumen terkait

According to the result of reflecting in the end of cycle 1, it was decided some decisions that would be conducted in Cycle 2. b) Prepared the same observation sheet with cycle

Ditinjau dari golongan penggunaan barang, impor Indonesia masih didominasi oleh impor Bahan Baku/Penolong dan Barang Modal (Gambar 1.2). Pangsa impor Bahan Baku/Penolong

anak, sehingga sekolah dan orang tua dapat menstimulasi kreatifitas anak sejak dini.tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kreativitas anak usia 4-6 tahun di TK

Tulisan ini, tidak akan mempertentangkan bagaimana ilmu perilaku manusia yang berasal dari barat, daratan Eropa dan Amerika telah „mencengkram‟ dan mengubah cara

[r]

Menurut Gardner dalam Nurlaila (2004: 38) “Bahasa dapat distimulus melalui bacaan, latihan menulis, berdiskusi dan bermain dengan kata-kata”. Anak yang mempunyai

1. Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan di lokasi lain selain kantor pusat wajibtunduk pada peraturan ini dan melaporkan informasi tentang pembukaan kegiatan yangdilakukan di

Hasil penelitian dan pengembangan modul elektronik fisika berbasis salingtemas materi pemanasan global menunjukkan bahwa penerapan modul elektronik fisika dalam