13
KLASIFIKASI HABITAT PERAIRAN DANGKAL DARI CITRA SATELIT
QUICKBIRD MENGGUNAKAN METODE KECERDASAN BUATAN
ASMADIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
i
PERNYATAAN MENGENAI THESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa thesis “Klasifikasi Habitat Perairan Dangkal Dari Citra Satelit Quickbird Menggunakan Metode Kecerdasan Buatan” adalah karya saya sendiri dibawah bimbingan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dan/atau dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir thesis ini.
Bogor, Juli 2011
iii
ABSTRACT
This research was conducted in Seribu Islands of DKI Jakarta province, from March to June 2009. The research objectives were to develop methods of ANN classification algorithm to map shallow water habitats, and to test the classification accuracy rate from image Quickbird satellite data with the standard method of ANN BP and AdaBoost algorithms. Primary data collected through remote sensing data and field surveys, while secondary data were collected from relevant research. Classification of digital image analysis using unsupervised classification ANN-SOM algorithm and supervised classification of BP and AdaBoost algorithm. The results showed that ANN-SOM algorithm to cluster shallow water habitats by Quickbird satellite show a pattern and a good performance after the input data is corrected using the method of invariant Deep Index (Lyzenga algorithm); ANN-BP and ANN-AdaBoost algorithm can mapp shallow water habitats classess; live coral, dead coral, sand, seagrass, sand mixed seagrass, sand mix coral; ANN-BP algorithm requires a number of iterations of 5.600 to recognize objects with cross entropy 0.20, while the AdaBoost algorithm requires the number of iterations 280, relatively little with quadratic error 0:24 until iteration stopping; level of classification accuracy thematic shallow water habitats training ANN-BP algorithm is obtained overall accuracy of 82.79% and 83.61% ANN-AdaBoost. Correction position shows the value of Delta E ranges between 0.4 - 6.7 meters, which explains that the positioning accuracy is better, although not optimal as using Differential GPS.
v
RINGKASAN
ASMADIN. Klasifikasi Habitat Perairan Dangkal Dari Citra Satelit Quickbird Menggunakan Metode Kecerdasan Buatan. Dibimbing oleh VINCENTIUS P. SIREGAR dan ANTONIUS BAMBANG WIJANARTO.
Pendekatan ANN-SOM dapat mengenalisasi data dalam bentuk
pengelompokkan berdasarkan radius ketetanggaan pixel dalam dimensi tinggi.
Pendekatan ini merupakan salah satu teknik klasifikasi ANN secara
unsupervised. Pendekatan ANN secara supervised menarik lainnya adalah single
layer neuron (lapisan dua layer) dalam sistem ANN-BP dapat dioptimalkan
dengan algoritma ANN-AdaBoost menggunakan kalman filtering (Freund dan
Shapire 1996). Kenyataan ini menjadi penting artinya bahwa perlunya suatu
percobaan dan pengembangan metode klasifikasi citra satelit untuk memetakan
habitat perairan dangkal di Indonesia dengan berupaya meningkatkan accuracy
assessment data selama proses penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta dari
Maret sampai Juni 2009. Penelitian ini bertujuan mengembangkan metode
klasifikasi algoritma ANN untuk memetakan skema klasifikasi dan menguji tingkat
akurasi habitat perairan dangkal dari citra satelit Quickbird standar algoritma BP dan
AdaBoost.
Metode pengumpulan data primer dilakukan secara stratified random
sampling. Data primer dikumpulkan melalui data remote sensing dan survey
lapang, sedangkan data sekunder dikumpulkan dari penelitian yang relevan.
Analisis klasifikasi citra digital menggunakan klasifikasi ANN unsupervised
algoritma SOM dan ANN supervised algoritma BP dan AdaBoost.
Hasil analisis klasifikasi ANN unsupervised SOM untuk klaster habitat
perairan dangkal dari citra satelit Quickbird menunjukkan pola dan performa yang
baik setelah data input dikoreksi menggunakan metode Deep Invariant Index
(algoritma Lyzenga).
Klasifikasi ANN supervised algoritma BP dan AdaBoost dapat memetakan
kelas habitat perairan dangkal meliputi; karang hidup, karang mati, pasir, lamun,
pasir campur lamun, dan pasir campur karang. Pelatihan ANN supervised
algoritma BP memerlukan jumlah iterasi hingga henti sebesar 5,600 untuk
mengenali objek dengan cross entropy 0.20, sedangkan algoritma AdaBoost
vi
Tingkat akurasi klasifikasi tematik habitat perairan dangkal pelatihan
algoritma BP diperoleh overall accuracy sebesar 82.79 % dan AdaBoost 83.61%.
Koreksi posisi menunjukkan nilai Delta E berkisar antara 0.4 - 6.7 meter, yang
menjelaskan bahwa akurasi posisi lebih baik, meskipun belum optimal seperti
vii
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor tahun 2011 Hak cipta dilindungi
ix
KLASIFIKASI HABITAT PERAIRAN DANGKAL DARI CITRA SATELIT
QUICKBIRD MENGGUNAKAN METODE KECERDASAN BUATAN
ASMADIN
Thesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister pada
Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
x
Penguji Luar Komisi:
xi
Judul Tesis : Klasifikasi Habitat Perairan Dangkal Dari Citra Satelit Quickbird Menggunakan Metode Kecerdasan Buatan
Nama Mahasiswa : Asmadin
NRP : C552070051
Program Studi : Teknologi Kelautan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Vincentius P.Siregar, DEA. Dr. Antonius Bambang Wijanarto
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Dekan Sekolah Pascasarjana
Kelautan
Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
NIP. 19480630 197803 1 002 NIP. 19650814 199002 1 001
xii
xiii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga tesis dengan judul “Klasifikasi Habitat Perairan Dangkal Dari Citra Satelit Quickbird Menggunakan Metode Kecerdasan Buatan” berhasil diselesaikan dengan baik.
Ucapan terima kasih dan penghargaan taklupa penulis sampaikan masing-masing kepada :
1. Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, yang memberikan bantuan dana pendidikan melalui Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS).
2. Rektor Universitas Universitas Haluoleo, Kendari yang telah memberikan izin untuk melanjutkan studi di Program Studi Teknologi Kelautan SPs IPB.
3. Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua Program Studi Teknologi Kelautan (TEK) IPB, para staf pengajar yang membekali ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat, teknisi dan staf Administrasi yang banyak membantu kelancaran studi.
4. Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA dan Dr. Antonius Bambang Wijanarto, sebagai komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis hingga selesainya tesis ini.
5. Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si. selaku dosen dan Penguji Luar Komisi yang banyak memberikan pengkayaan pengetahuan selama menempuh pendidikan dan pada Sidang Ujian Tesis.
6. Bapak Dr. Sam Woutuyzen, Dr. (C) Syamsul Bahri Agus, M.Si, Dr. (C) Sriyati, M.Si, Dr. (C) Khairul Amri, M.Si, Anggi Afif Muzakki, S.Pi., Amadhan Takwir, S.Kel dan Adik-adik anggota FDC IPB atas bantuannya dalam penelitian ini. 7. Rekan-rekan Mahasiswa SPs IPB Program Studi Teknologi Kelautan (TEK)
angkatan I (2007) dan Program Studi Ilmu Kelautan (IKL’2007) atas segala kerjasama dan dukungannya selama ini.
8. Rekan-rekan seperjuangan selama menulis di bengkel MIT Dept. ITK FPIK IPB yang dikomandoi Iqbal dan jumlahnya tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas kebersamaan dan semangat bersama untuk maju.
9. Teristimewa kupersembahkan kepada Ayahanda dan Ibunda yang telah tiada beberapa tahun lalu.
10. Seluruh keluarga besarku atas perhatian, doa dan bantuan baik materil maupun moril selama penulis mengikuti pendidikan.
11. Papi dan Mami (Mertuaku) sekeluarga atas dukungannya secara moril dan materil selama ini.
xiv
13. Semua pihak yang memberikan dukungan dan sumbangsih pemikiran dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2011
xv
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak keempat dari 6 bersaudara dari pasangan Ayah La Madjunae (Almarhum) dan Ibu Wantondu (Almarhumah), dilahirkan di sebuah desa pesisir Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara bernama “Langge” pada tanggal 27 Januari 1975.
Pendidikan dasar dan menengah penulis, kesemuanya diselesaikan dengan baik di Kota Bau-Bau Sulawesi Tenggara. Pendidikan dasar pada SD Negeri 2 Nganganaumala Bau-Bau tahun 1982-1989.
Tahun 1989-1991 menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 3 Bau-Bau. Tahun 1991 penulis melanjutkan ke SMA Negeri 2 Bau-Bau dan lulus tahun 1993.
Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana dan memperoleh gelar sarjana perikanan (S.Pi) tahun 2001 pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo dengan judul Skripsi “Pencemaran Bahan Organik dan Kelimpahan Makrozoobenthos di Perairan Teluk Kendari”.
Penulis diterima sebagai staf Pengajar tetap pada Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo pada tahun 2005. Kesempatan menempuh pendidikan magister sains diperoleh tahun 2007 pada Program Pascasarjana IPB program studi Teknologi Kelautan (TEK). Dinyatakan lulus ujian Tesis dengan judul “Klasifikasi Habitat Perairan Dangkal Dari Citra Satelit Quickbird Menggunakan Metode Kecerdasan Buatan” dengan sangat baik.
xvii
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI... i
ABSTRAK... iii
RINGKASAN... v
HALAMAN HAK CIPTA...vii
HALAMAN JUDUL... ix
HALAMAN PENGESAHAN... xi
PRAKATA... xiii
RIWAYAT HIDUP... xv
DAFTAR ISI... xvii
DAFTAR TABEL... xix
DAFTAR GAMBAR... xxi
DAFTAR LAMPIRAN... xxii
I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Perumusan dan Pendekatan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian...3
1.4 Manfaat Penelitian...3
1.5 Kerangka Pikir Penelitian... 4
II TINJAUAN PUSTAKA...5
2.1 Lingkungan dan Klasifikasi Habitat Terumbu Karang Inderaan Satelit... 5
2.2 Teknik Penginderaan Jauh Habitat Terumbu Karang... 8
2.3 Quickbird... 13
2.4 Aplikasi ANN untuk Klasifikasi Citra Satelit... 17
2.5 Penilaian Akurasi Peta Tematik...20
III METODE PENELITIAN...23
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian... 23
3.2 Jenis dan Sumber Data... 23
3.3 Metode Pengumpulan Data Citra... 24
3.4 Analisis Pengolahan Citra ANN...25
3.4.1 Pra Pengolahan Citra... 26
3.4.2 Pengolahan Citra...27
3.5 Analisis Penilaian Akurasi... 37
3.5.1 Akurasi Posisi GPS... 37
3.5.2 Akurasi Peta Tematik... 37
IV HASIL DAN PEMBAHASAN...39
4.1 Pengenalan Pola dan Performa Klasifikasi ANN...39
4.2 Pelatihan Klasfikasi Algoritma ANN...42
4.2.1 Klasifikasi Algoritma ANN unsupervised SOM... 42
4.2.2 Klasifikasi Algoritma ANN supervisedBackpropagation... 46
4.2.3 Klasifikasi Algoritma ANN supervised Adaptive Boosting... 52
4.3 Penilaian Akurasi Data... 57
4.3.1 Koreksi Posisi... 57
xviii
V KESIMPULAN DAN SARAN...63 5.1 Kesimpulan...63 5.2 Saran... 63
DAFTAR PUSTAKA
xix
DAFTAR TABEL
Halaman
2-1 Habitat terumbu karang... 5
2-2 Beberapa teknik penginderaan jauh satelit untuk pemetaan terumbu karang ... 11
2-3 Karakteristik sensor Quickbird-2 ...12
2-4 Akurasi keseluruhan kelas kategori terumbu karang buruk, sedang dan baik untuk citra Quickbird... 14
2-5 Karakteristik-karakteristik utama beberapa sensor resolusi sangat tinggi... 15
2-6 Contoh aplikasi ANN pada klasifikasi citra dan kenampakan data remote sensing yang digunakan (Paola dan Schowengerdt 1995a)...26
2-7 Contoh aplikasi lainnya algoritma ANN untuk klasifikasi teresterial dan bentik di perairan coastal...20
2-8 Contoh matriks uji secara matematik... 22
3-1 Peralatan dan parameter pengukuran...24
3-2 Parameter input klasifikasi...28
3-3 Parameter training ANN unsupervised... 28
3-4 Parameter training ANN supervised... 28
3-5 Region of Interest (ROI) training ANN supervised...29
3-6 Matrik konfusi (confussion matrix)... 28
4-1 Perbandingan hasil penelitian beberapa parameter training ANN supervised... 47
4-2 Cross entropy masing-masing input... 50
4-3 Quadratic error dan misclassification rate masing-masing input... 55
4-4 Uji akurasi klasifikasi habitat perairan dangkal algoritma ANN-BP... 58
4-5 Uji akurasi klasifikasi habitat perairan dangkal algoritma ANN-AdaBoost... 59
xxi
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1-1 Diagram alir penelitian...4
2-1 Lingkungan utama terumbu karang (Frankel 1982)... 6
2-2 Skema klasifikasi habitat terumbu karang (Andrefout 2003)... 7
2-3 Ilustrasi kemampuan radiasi sensor satelit ke badan air...8
2-4 Struktur tradisional tiga layer ANN, elemen pemrosesan dan fungsi ktivasi sigmoid (Schowengerdt 1997;2007)...17
2-5 Ilustrasi perhitungan matriks konfusi... 22
3-1 Lokasi penelitian ...17
3-2. Metodologi umum training Algoritma ANN ... 23
3-3 Training ANN supervised dalam persiapan klasifikasi citra...26
3-4 Jaringan algoritma ANN-SOM... 30
3-4 Jaringan algoritma ANN-BP dengan satu hidden layer... 32
3-5 Penentuan bobot synaptic untuk isolasi output neuron dengan
Kalman Filter... 36
3-6 Jaringan algoritma ANN-AdaBoost dengan dua lapisan hidden layer...36
4-1. Citra komposit RGB 321(a) dan RGB 421 (b), RGB 432(c)
dan Lyzenga (d)...39
4-2 Histogram statistik univariate Citra Quickbird ...40
4-3 Histogram statistik multivariate Citra Quickbird ... 41
4-4 Peta spasial hasil klasifikasi Algoritma SOM citra satelit Quickbird ... 43
4-5 Histogram Klasifikasi Algoritma ANN-SOM... 45
4-6 Performa training ANN-BP masing-masing transformasi... 48
4-7 Lama iterasi selama pembelajaran algoritma ANN-BP... 49
4-8 Kenampakan spasial hasil klasifikasi algoritma ANN-BP... 51
4-9 Histogram klasifikasi algoritma ANN-BP... 52
4-10 Kenampakan spasial klasifikasi algoritma ANN-AdaBoost...53
4-11 Histogram klasifikasi algoritma ANN-AdaBoost... 53
4-12 Ukuran kesalahan (quadratic error) selama iterasi...54
4-13 Performa pembelajaran Algoritma ANN-AdaBoost berbagai input (Garis putus-putus untuk validasi data pelatihan dan titik-titik untuk
data pengujian) ... 55
4-14 Validasi data pelatihan (putus-putus) dan data pengujian (titik-titik)... 56
4-15 Bobot (weight) neuron selama kalkulasi jaringan (network)... 56
4-16 Lokasikajian akurasi tematik klasifikasi algoritma ANN-BP...58
4-17 Lokasikajian akurasi tematik klasifikasi algoritma ANN-AdaBoost... 59
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Nilai RGB (RGB Value) objek training area...65
2 Nilai statisik algoritma ANN-SOM Input semua Band (A1)...65
3 Nilai statisik algoritma ANN-SOM Input Kombinasi Band 321 (A2)...66
4 Nilai statisik algoritma ANN-SOM Input Kombinasi Band 421 (A3)...66
5 Nilai statisik algoritma ANN-SOM Input Kombinasi Band 432 (A4)...67
6 Nilai statisik algoritma ANN-SOM Input Lyzenga (A6)... 67
7 Nilai Digital Hasil Klasifikasi ANN-SOM dan Lyzenga... 68
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perolehan data penginderaan jauh dari hasil perekaman wahana satelit
mampu memberikan informasi secara kuantitatif untuk berbagai tujuan, termasuk
didalamnya penilaian pemetaan habitat perairan dangkal. Teknologi
penginderaan jauh mempunyai keunggulan untuk memetakan habitat perairan
dangkal, karena kemampuannya melakukan monitoring dan inventarisasi pada
areal yang luas dan repetitif, biaya operasional relatif murah, dan resiko sangat
kecil (Mumby et.al 1997 dan Green et. al 2000).
Berbagai satelit penginderaan jauh telah banyak dimanfaatkan dan
terbilang tidak asing lagi untuk pemetaan habitat perairan dangkal. Namun dibalik
kuantitas pemanfaatan teknologi tersebut terdapat kesulitan dan permasalahan
khusus, yaitu kesulitan pada lingkungan bawah air adalah pengaruh variabel
kedalaman pada reflektan dasar perairan (Mumby et al. 1998). Permasalahan
yang dihadapi dalam aplikasi penginderaan jauh adalah menentukan tingkat
akurasi dan ketidakpastian (uncertainity) (Congalton dan Green 1999; Atkinson
dan Foody 2002).
Beberapa hasil penelitian terapan metode penginderaan jauh untuk
klasifikasi habitat perairan dangkal menghasilkan penyusunan skema dan
penentuan jumlah kelas menggunakan tiga metode klasifikasi (Benfield et al.
2007), yaitu; (i) maximum likelihood (Mumby et al. 1997, Green et al. 2000,
Maeder et al. 2002, Mumby dan Edwards 2002, Andrefouet et al. 2000;2003, dan
Nurlidiasari 2004), (ii) contextual editing (Mumby et al. 1997; 1998, Maltus dan
Mumby 2003), dan (iii) object-oriented (Mittelberg 2002 dan Wang et al. 2004).
Sedangkan pada penilaian tingkat akurasi klasifikasi citra umumnya
menggunakan matrik konfusi (Hudson dan Rumm 1987; Congalton dan green
1999; 2009; Richards dan Jia 2006; Schowengerdt 1997; 2007).
Salah satu metode klasifikasi citra yang dapat dijadikan pilihan
pengembangan klasifikasi lanjutan (advanced classification) adalah metode
Artificial Neural Network (ANN) standar algoritma back-propagation (BP)
disingkat ANN-BP. Menurut Taylor dan Smith (2006), bahwa penerapan
algoritma ANN-BP untuk klasifikasi, diidentifikasi dari fungsi algoritma Learning
(1988), bahwa rata-rata klasifikasi statistik atau clustering input data space
dinyatakan kedalam class region.
Metode ANN-BP dengan training multilayer perceptron (MLP) dapat
digunakan untuk klasifikasi citra satelit (Richards dan Jia 2006, Schowengerdt
1997; 2007). Penelitian menggunakan ANN ini mampu mengklasifikasi vegetasi
dengan teknik adaptive resonante theory/ART (Carpenter et al. 1997). Hasil yang
diperoleh Muchoney dan Williamson (2001) dari teknik ART memberikan
klasifikasi yang sangat baik pada vegetasi maupun penutupan lahan lainnya.
Menurut Lin et al. (2005), citra satelit juga dapat diklasifikasi dengan desain
arsitektur cascade neuro-fuzzy mapping (CNFM) algoritma BP dan fungsi
keanggotaan Gauss.
Pendekatan menarik lainnya adalah single layer neuron (lapisan dua layer)
dalam sistem ANN-BP dapat dioptimalkan dengan algoritma ANN Adaptive
Boosting disingkat ANN-AdaBoost menggunakan kalman filtering (Freund dan
Shapire 1996). Kenyataan ini menjadi penting artinya bahwa perlunya suatu
percobaan dan pengembangan metode klasifikasi citra satelit untuk meningkatkan
accuracy assessment penelitian habitat perairan dangkal di Indonesia.
1.2 Perumusan dan Pendekatan Masalah
Kajian pemetaan habitat perairan dangkal menekankan pentingnya data
berupa hasil survei lapang, sumberdata satelit, peta referensi yang dipakai, dan
tingkat akurasi selama pemrosesan data berlangsung. Perumusan masalah
pokok dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana pengembangan metode ANN
untuk klasifikasi habitat perairan dangkal dari citra satelit Quickbird dengan
tingkat akurasi yang lebih baik?”
Pendekatan untuk memecahkan permasalahan tersebut didasari atas analisis
klasifikasi habitat perairan dangkal gabungan aspek geomorfologi dan ekologi
(Mumby dan Harborne 1999). Klasifikasi berorientasi objek (object oriented) dan
contextual editing ternyata lebih baik dari Maximum Likelihood (Andrefouet et al.
2003). Berkembangnya metode kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) sangat
memungkinkan untuk dicobakan sebagai tiruan manipulasi secara
komputasional, salah satunya melalui pengembangan metode ANN untuk
memecahkan komputasi yang tidak dapat diselesaikan secara konvensional
3
Penerapan metode ANN unsupervised SOM (Self Organizing Map)
disingkat ANN-SOM belum diterapkan seluas ANN supervised multilayer
perceptron (MLP), ANN-SOM dapat digunakan untuk klasifikasi unsupervised
dan supervised, dan memiliki karakteristik untuk kuantifikasi dan proyeksi vektor
(Pal et al. 2005).
Kemampuan kuantifikasi algoritma ANN-SOM dan ANN-MLP
menggunakan citra resolusi sedang seperti ASTER dapat digunakan untuk
klasifikasi penutupan lahan pada level per pixel (Hu dan Weng 2009).
Algoritma ANN dapat dikembangkan untuk mengklasifikasi substrat pasir
perairan dangkal tanpa bantuan ground truth data, spectral library atau citra
hyper/multispektral Conger et al. (2005), sebagaimana analisis citra teresterial
sukses dieksekusi oleh program klasifikasi ANN pada lingkungan yang bervariasi
(Peterson et al. 2002).
Algoritma ANN-AdaBoost diterapkan pada urutan tiga lapis umpan-maju
(back-forward) jaringan ANN dalam rangka mengatasi kelemahan utama dari
lama waktu pelatihan untuk klasifikasi data satelit multispektral tutupan lahan
(Freund dan Shapire 1996). Algoritma ini menjadi algoritma efisien, pertama kali
oleh Shah dan Palmieri (1990) berdasarkan pelatihan Kalman filter. Algoritma ini
melatih setiap neuron dalam jaringan lokal, membuat eksplisit penggunaan
matriks kesalahan bobot sinaptik neuron.
Berdasarkan uraian permasalahan dan pendekatan, maka penerapan
metode ANN-SOM, ANN-BP dan ANN-AdaBoost sangat memungkinkan
dicobakan dan penting untuk menemukenali susunan skema klasifikasi habitat
perairan dangkal dari citra satelit Quickbird dengan tingkat akurasi yang lebih baik.
1.3 Tujuan Penelitian
Mengembangkan metode klasifikasi algoritma ANN untuk memetakan
klasifikasi dan menguji tingkat akurasi klasifikasi habitat perairan dangkal dari
citra satelit Quickbird standar algoritma ANN-BP dan ANN-AdaBoost.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan
penginderaan jauh kelautan tentang metode klasifikasi citra lanjutan, sehingga
1.5 Kerangka Pikir Penelitian
Garis besar haluan penelitian berpedoman pada kerangka pikir penelitian
memuat empat (4) hal pokok, yaitu tujuan penelitian, metode pengumpulan data
citra, metode pengolahan citra dan penilaian data dan hasil klasifikasi citra satelit.
Kerangka pikir penelitian tersebut dijabarkan pada Gambar 1-1 sebagai berikut:
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lingkungan dan Klasifikasi Habitat Perairan Dangkal
Habitat terumbu karang didefinisikan sebagai rumah alami dari tanaman
dan hewan. Tiga sistem lingkungan utama mempengaruhi terumbu karang, yaitu;
(i) submarine, (ii) intertidal, dan (iii) supratidal (Tabel 2-1). Masing-masing habitat
memiliki karakteristik substrat dan spesies yang berubah sesuai dengan
perubahan faktor lingkungan seperti cahaya, variasi suhu diurnal, kandungan
oksigen perairan, tingkat sedimentasi, energi gelombang, dan sejumlah hal
lainnya, termasuk biota dan pengaruhnya (Frankel 1982).
Tabel 2-1 Habitat terumbu karang
Sistem lingkungan Lingkungan utama Habitat umum
Submarine Interreefchannel (off reef floor)
- substrat campuran (pasir/lumpur) - Isolated coral pinnacles
Forereef - Karang hidup
- batu karang (karang mati)
- sedimen campuran dalam kantung
Lagoon - laguna karang (“patch”)
-substrat campuran (poorly sorted) - “Grass” beds
Intertidal Reef crest - Karang hidup
-Karang batu (karang mati, boulders)
- Pools Reef flat
(Outer and inner)
- Karang hidup - batu karang - Pools
- sedimen campuran dalam kantung
Beach - sedimen campuran
- batuan pantai
- batu karang dari terumbu yang terangkat
Mangrove swamp - sedimen campuran
- pohon
Supratidal Cay - pasir
- kerikil
- pecahan batuan pantai - vegetasi darat
Raised reef Batu karang
Sumber: Frankel (1982)
Klasifikasi ekosistem terumbu karang dalam studi penginderaan jauh
ditentukan secara geomorfologi, ekologi dan kombinasi keduanya. (i) Kelas
geomorfologi dicontohkan terdiri dari; backreef, reefcrest, spur dan groove,
(ii) Klasifikasi ekologi berdasarkan habitat ditentukan melalui pembatasan habitat
spesies tanaman, hewan dan substrat. Contoh: koral, dominasi alga, dominasi
substrat dan dominasi lamun (Mumby 1998); dan (iii) Kombinasi klasifikasi
geomorfologi dan ekologi, secara hirarki dicontohkan atas kelas dasar perairan
laguna yang dangkal dengan lamun (kelas ekologi ditentukan lebih detail
kedalam densitas spesis) (Mumby et al. 2000).
Kenampakan secara spasial habitat perairan dangkal merupakan
lingkungan utama terumbu karang dapat digambarkan pada Gambar 2-2 (Frankel
[image:30.595.85.477.45.754.2]1982):
Gambar 2-1 Lingkungan utama terumbu karang (Frankel 1982).
Skema klasifikasi habitat perairan dangkal atas komponen geomorfologi
dan bentik terumbu karang di perairan karang Karibia, Glovers, Biscayne dan
7
2.2 Teknik Penginderaan Jauh Habitat Perairan Dangkal
Konsep dasar penginderaan jauh karang pertama kali dikembangkan
dengan cara penginderaan jarak dekat(proksimal) (Fussell et al. 1986). Menurut
Andrefouet dan Riegl (2004) bahwa prosedur proksimal dari pengukuran
radiometer in-situ tersebut penting untuk memahami prinsip dasar interaksi
energi elektromagnetik dengan permukaan bumi yang mencirikan kenampakan
individu karang yang diperiksa dari spectral reflectance (SR).
Tujuan umum karakterisasi proksimal karang adalah klasifikasi spektral
citra hyperspectral secara konsisten meniru cara pembentukan spektral library
kesehatan terumbu karang. Pemanfaatan Radiometer hyperspectral untuk
mengukur reflectance in-situ dari spectral downwelling irradiance (DI) dan
upwelling radiance (UR) tepat di atas target karang (benthos) (Lawson et al.
2006).
Pemetaan habitat perairan dangkal dari satelit dipengaruhi oleh atmosfir
dan kolom air. Radiasi harus melalui dua media, yaitu atmosfir dan air, dan naik
kembali hingga direkam oleh sensor. Oleh karena itu untuk mengidentifikasi
pantulan dasar perairan citra harus dikoreksi secara atmosferik dan kolom air.
Ilustrasi kemampuan satelit penginderaan jauh ke badan air disajikan pada
[image:32.595.77.479.54.735.2] [image:32.595.90.471.406.727.2]Gambar 2-3 (Edwards 1999):
9
Lima kemampuan remote sensing untuk memaksimalkan penentuan kelas
karang, yaitu; (i) diskriminasi kelas dasar ekologi, (ii) separabilitas spektral, (iii)
kedalaman attenuasi untuk penentuan kemampuan separabilitas, (iv) ekstraksi
informasi separabilitas dengan sensor, dan (v) diskriminasi kelas bentik melalui
analisis resultan data (Hedley dan Mumby 2002).
Terdapat 5 cara klasifikasi penginderaan jauh habitat terumbu karang
(Mumby 1998; 2000), yaitu: pertama, pendefinisian kategori habitat. Pendekatan
ini tidak termasuk pengumpulan data baru dan digunakan jika seorang analisis
familiar dengan area/skema klasifikasi habitat yang diperlukan. Pendekatan ini
relatif murah dan beberapa sering tidak menguntungkan. Penentuan dasar kelas
mungkin tidak benar dan tidak sesuai dengan area yang ada, meskipun skema
kelas tepat, tetapi mungkin habitat tidak dapat diidentifikasi. Contoh intrepretasi
citra tidak akurat hanya didominasi 1 spesies dan klasifikasi hanya difokuskan
pada sebagian area; kedua, penelusuran studi aplikasi spesifik. Pendekatan ini
memungkinkan diterapkan pada kenampakan permukaan dan tidak difokuskan
pada semua area peta habitat. Contoh sebagian area citra didominasi dengan
satu spesies dan klasifikasinya hanya difokuskan pada sebagian area; ketiga,
klasifikasi geomorfologi. Pendekatan ini biasa digunakan dalam studi
penginderaan jauh. Klasifikasi ini relatif baik, karena menghasilkan skema
klasifikasi standar. keempat, klasifikasi ekologi berdasarkan habitat. Pembatasan
habitat pada klasifikasi ekologi biasanya berlaku pada spesies tanaman, hewan
dan substrat; dan kelima, kombinasi secara hirarki klasifikasi geomorfologi dan
ekologi. Pendekatan ini merupakan gabungan geomorfologi dan ekologi.
Umumnya reflektansi substrat perairan dangkal (shallow water) ke iluminasi
panas merupakan suatu fungsi dari; (i) reflektansi substrat, (ii) kedalaman air,
dan (iii) sifat optik air (bahan organik, total suspended solid/TSS, total dissolved
solid/TDS). Variasi karakteristik pengaruh optik dalam kolom air erat
hubungannya dengan kedalaman, proses scattering dan absorbsi di kolom air.
Peningkatan informasi tipe dasar perairan dapat dikembangkan metode “depth
invariant index”. Konsep tersebut didasarkan bahwa reflektansi radian
merupakan fungsi linear reflektansi substrat dasar dan fungsi eksponensial
Pengaruh kedalaman pada reflektan dasar perairan dapat dihilangkan
memerlukan: (i) pengukuran kedalaman untuk setiap pixel citra, dan (ii)
pengetahuan karakteristik kedalaman attenuasi dari kolom air (misalnya
konsentrasi total dissolved solid/TDS) (Mumby et al. 1998).
Koreksi atmosfir dan kolom air berpengaruh terhadap akurasi pemetaan
habitat terumbu karang berdasarkan karakteristik spektral dan spasial dari sensor
satelit itu sendiri (Nurlidiasari 2004).
Spectral signature dari hasil analisis reflektansi spektral yang diukur secara
radiometrik menggunakan spektroradiometer dapat dijadikan sebagai kunci
penginderaan jauh mendeterminasi ekosistem terumbu karang (Nurjannah 2006).
Penggunaan citra satelit berbeda (multispectral scanner/MSS, Landsat
TM (thematic mapper), Système Probatoire d'Observation de la Terre
(SPOT-XS dan SPOT-Pan), airborne multi-spectral imagery (CASI) dapat dilakukan untuk
menilai pengaruh koreksi kolom air dan contextual editing untuk pemetaan
terumbu karang di Pulau Turks dan Caicos, Barat Inggris. Perluasan titik survey
ground truth yang dikumpulkan hingga 600 titik, tercatat bahwa kekasaran
resolusi spasial dan spektral sebagian dan campuran sesuai pixel MSS dan SPOT
pan menyulitkan klasifikasi. Jika diterapkan koreksi kolom air berdasarkan
pasangan citra sinar tampak (visible band) sebagai data input, maka resolusi
spasial dan spektral semakin rendah (Mumby et al. 1998a).
Sensor satelit SPOT-5 mampu mendeteksi objek di bawah air karena
memiliki band sinar tampak hijau (B1), merah (B2) dan inframerah dekat (B3).
Kedalaman dapat ditembus oleh B1 (0,49-0,61µm) sekitar 15 m, B2
(0,61-0,68µm) sekitar 5 m, B3 (0,78-0,89µm) sekitar 0,5 m dan inframerah seluruhnya
diserap oleh perairan (CNES 1999 dan Green et al. 2000).
Pendekatan koreksi permukaan dan kedalaman air, selain yang tidak
terhitung menunjukkan overall accuracy klasifikasi habitat terumbu karang
disetiap lokasi berbeda antara citra IKONOS 42 – 84% dan Landsat 42 – 71%
(Andrefout 2003).
Perubahan deteksi terumbu karang di Taman Laut Karang Florida
menggunakan 20 time series citra Landsat-TM dapat dianalisis dengan
temporal-texture deviation processing technique. Teknik generalisasi nilai tekstur dalam
domain spasial menunjukkan nilai tekstur yang tinggi mewakili perubahan tekstur
dan nilai-nilai yang rendah mewakili stabilitas. Sensor Landsat memungkinkan
11
suatu peralatan diagnostik untuk memantau kondisi terumbu karang. Secara
temporal, perubahan hanya terjadi dalam dua arah, yaitu; pendahulu dan
penerus, sehingga tipe perubahan habitat tidak dapat diidentifikasi (Dobson dan
Dustan 2000).
Kemampuan sensor multi-spasial dan multispektral dapat diuji melalui
pengukuran spectral reflectance (SR) in-situ untuk klasifikasi tiga kelas dasar
komunitas karang (terumbu, alga dan karbonat). Pengujian tersebut dilakukan
terhadap dua sensor hyperspectral udara, yaitu AAHIS (Advanced.
Airborne Hyperspectral Imaging System) dan AVIRIS (Air-borne Visible/Infrared
Imaging Spectrometer), tiga satelit broadband sensor multi-spektral (IKONOS,
Landsat ETM dan POT-HRV), dan dua satelit sensor multispectral sempit (Proto
dan Crespo). Resolusi spasial sensor AAHIS, AVIRIS, Proto, Crespo, Ikonos,
Landsat ETM, dan SPOT-HRV masing-masing adalah 2, 2, 20, 10, 4, 30, dan 20
m. Analisis menunjukkan ketidakpastian pixel kelas terumbu dalam pixel besar
berdasarkan berbagai tingkatan spektrum pencampuran. Namun pixel kecil (2 x 2
m) memberikan spektrum campuran yang lemah. Resolusi spectral dari sensor
citra hyperspectral memberikan kontras spektrum yang sangat tinggi antara
karang dan alga sebagaimana ditunjukkan statistik penutupan areal yang lebih
akurat. Ikonos, Landsat ETM dan SPOT-HRV lemah dalam memberikan
pendugaan klasifikasi campuran area penutupan karang atau berdasarkan pixel
alga dan karang (Hochberg dan Atkinson 2003).
Metode klasifikasi dari beberapa citra satelit yang dikembangkan untuk
memetakan habitat terumbu karang dengan tingkat akurasi yang berbeda-beda
disajikan pada Tabel 4-7 (De Mazieres 2008):
Tabel 2-2 Beberapa teknik penginderaan jauh satelit untuk pemetaan terumbu karang
Referensi Subyek
pemetaan Data citra
Metode
klasifikasi Akurasi Andréfouët
et al. 2003
3-15 kelas bentik
IKONOS Landsat ETM
• Klasifikasi Unsupervised dan/atau supervised
• Contextual editing
77% untuk 4-5 kelas, 71% untuk 7-8 kelas, 65% dalam 9-11 kelas, dan 53% untuk lebih dari 13 kelas
[image:35.595.99.516.568.754.2]Tabel 2-2 Lanjutan...
Referensi Subyek
pemetaan Data citra
Metode
klasifikasi Akurasi Andréfouët & Guzman 2005 Geomorfologi dan keragaman bentik Landsat ETM Landsat TM
• Intrepretasi visual
• Klasifikasi Supervised
• Contextual editing
Penilaian kualitatif
Capolsini
et al. 2003
3 tingkat klasifikasi (kelas 3,4,5,7,9) Landsat ETM ASTER SPOT HRV IKONOS MASTER
• Klasifikasi Supervised Landsat ETM: 48-81% IKONOS: 86%-65% Joyce et al. 2004
5 kelas bentik Landsat
ETM •
Klasifikasi Unsupervised
Keseluruhan 41 dari 74% sampai 12% untuk lokasi dari 72% sampai 0% untuk tipe bentik Mumby et al. 1998 2 tingkat klasifikasi, 4 (karang, alga, pasir, lamun) – 9 kelas bentik
CASI • Klasifikasi Supervised
• Contextual editing
89% dan 81% untuk pasir kasar dan tingkatan yang baik dari diskriminasi habitat Neil et al.
2000 10 kelas geomorfologi Landsat TM Klasifikasi Unsupervised Tidak tersedia Roelfsema
et al. 2002
Mikroalga bentik (konsentrasi chlorophyll)
Landsat
TM •
Spectral reflectance
• Klasifikasi Supervised
Keseluruhan 62% dari 11% sampai 82%
Sumber : De Mazieres (2008)
Pengembangan algoritma ISODATA untuk memetakan habitat bentik
perairan tropik diperoleh overall accuracy 81% (Mishra et al 2006). Klasifikasi
unsupervised (berbasis klasifikasi computer atau pengetahuan local habitat, peta
local dan pengalaman lapang menggunakan data lapang dari posisi yang
diketahui) menghasilkan peta habitat karang dengan overall accuracy rendah
<50% dibandingkan >70% menggunakan klasifikasi supervised (Green et al.
13
2.3 Quickbird
Quickbird merupakan satelit resolusi tinggi yang dioperasikan oleh
EarthWatch Inc. yang berubah nama menjadi DigitalGlobe sejak September
2001. Quickbird-1 diluncurkan pada 20 November 2000, tetapi gagal mencapai
orbit. Quickbird-2 diluncurkan Oktober 2001 (Gambar 2-4). Pada mulanya kedua
satelit direncanakan untuk resolusi citra 1 m, namun EarthWatch menerima
lisensi untuk mengoperasikan sistem satelit hingga resolusi 0.5 m pada
Desember 2000. QuickBird-2 dimodifikasi untuk menambah resolusi citra melalui
penurunan orbit satelit, sehingga meningkatkan resolusi pankromatik dari 1 m ke
0.61 m, dan resolusi multispektral dari 4 m ke 2.44 m.
Sensor Quickbird-2 (Tabel 2-2), secara simultan mengumpulkan citra
panchromatic resolusi 0.61 m dan citra multispektral resolusi 2.44 m. Citra
multispektral memiliki empat panjang gelombang, yaitu Band biru, hijau, merah,
dan near-infrared (NIR). Citra multispektral digabung dengan citra panchromatic
dari lokasi yang sama menghasilkan citra "warna pansharpen" resolusi 0.61 m.
Informasi lokasi yang dikumpulkan melalui satelit GPS akurat memetakan skala
luas tanpa menggunakan ground control point (GCP).
Tabel 2-3 Karakteristik sensor Quickbird-2
Sudut pandang Ruang dalam jalur (in-track) dan titik silang jalur ( cross-track) ± 300 dari depan ke belakang, dan samping ke samping 450 (maks)
Lebar sapuan 17 km pada nadir Panjang citra 225 km
Akurasi pengukuran
Sirkulasi error (CE) 23 m, linear error (LE) 17 m pada kepercayaan 90% (tanpa GCP)
Digitasi radiometrik
11 bit
Tipe Sun-synchronous
Ketinggian 450 km
Inklinasi 980
Periode 93.4 menit
Off-nadir revisit 1 sampai 3.5 hari Bidang pandang 544 km sapuan
Spektral band Panjang
gelombang
Resolusi pada nadir Resolusi diluar nadir
1 (biru) 0.45-0.52 µm 2.44 m 2.88 m
2 (hijau) 0.52-0.60 µm 2.44 m 2.88 m
3 (merah) 0.63-0.69 µm 2.44 m 2.88 m
4 (NIR) 0.76-0.89 µm 2.44 m 2.88 m
Penggunaan satelit Quickbird di kepulauan Las Perlas dari perbandingan
beberapa metode klasifikasi citra satelit disajikan pada Tabel 4-9 (Benfield et al.
[image:38.595.71.483.23.772.2]2007):
Tabel 2-4 Akurasi keseluruhan kelas kategori terumbu karang buruk, sedang dan baik untuk citra Quickbird
Overall accuracy % Level dan kelas
habitat ML C1 C2 C3 E1 E2 E3
Buruk 76.9 74.7 74.9 76.4 87.8 88.6 89.5
Sedang 72.3 65.5 67.6 69.1 84.9 85.6 87.4
Tinggi 59.1 60.8 62.5 62.5 80.5 81.5 83.5
Ket: maximum likelihood-ML, contextual editing-C1/2/3, dan eCognition-E1/2/3
Quickbird memiliki potensi yang signifikan untuk diskriminasi dan
memetakan habitat dasar di lingkungan pesisir tropik, dari metode klasifikasi citra
menggunakan algoritma ISODATA (Iterative Self Organising Data Analysis)
(Mishra et al. 2006).
Klasifikasi citra secara supervised menggunakan algoritma minimum
distance dapat digunakan untuk menghasilkan peta bentik dan kedalaman
perairan dari citra satelit QuickBird. Resolusi multispektral sensor Quickbird tidak
dapat memisahkan secara optimal makroalga merah dari makroalga coklat
berdasarkan spektral signature jika makroalga tidak tertutup dengan perairan
15
Beberapa referensi karakteristik utama resolusi spasial satelit sangat tinggi untuk penelitian remote sensing perikanan terumbu
[image:39.842.62.776.120.551.2]karang, termasuk satelit Quickbird dengan resolusi spasial 2.5 m disajikan pada Tabel 2-5 (Hamel dan Andrefout 2010):
Tabel 2-5 Karakteristik-karakteristik utama beberapa sensor resolusi sangat tinggi
Sumber Lokasi Tujuan
(penggunaan VHRRS)
Target (smber eksploitasi)
Platform/ sensor
Data Resolusi
spasial Andréfouët et al. (2005) Atol Fangau (Kepulauan Tuamotu, French Polynesia, Samudera pasifik selatan)
Penilaian stok sumberdaya (perencanaan survei lapang, pemetaan habitat,
manajemen/penilaian sumberdaya, perencanaan MPA) Kimah raksasa (Tridacna maxima) Pesawat terbang Potret udara berbentuk digital 1.5 m ISS (International Space Station] Potret angkasa Digital resolusi tinggi 5.6 m Bello-Pineda et al. (2005)a Karang Alacranes (Teluk Mexico)
Pemetaan habitat terumbu karang (perencanaan survei lapang, pemetaan habitat, manajemen/penilaian sumberdaya, perencanaan MPA) Terumbu karang Pesawat terbang Potret udara berbentuk digital 3.8 m Bello-Pineda et al. (2006) Karang Alacranes (Teluk Mexico)
Model penilaian kesesuaian sumberdaya terumbu karang (pemetaan habitat, manajemen/penilaian sumberdaya) Terumbu karang Pesawat terbang Digital video permukaan Potret udara berbentuk digital 0.5 m 3.8 m
Bertels et al. (2008)a Terumbu karang Pulau Nukaha (Kepulauan Tanimbar, Tenggara Moluccas, Indonesia
Tabel 2-5 Lanjutan...
Sumber Lokasi Tujuan
(penggunaan VHRRS)
Target (smber eksploitasi)
Platform/ sensor
Data Resolusi
spasial Friedlander et al. (2007) Hawaii (Samudera Pasifik Utara)
Evaluasi eksisting MPA (pemetaan habitat, perencanaan/manajemen MPA) Sumberdaya kelautan Pesawat terbang Potret udara berbentuk digital ?
IKONOS Citra satelit IKONOS Multispektral 4 m Citra Hyperspektral ?
Gilbert et al. (2006) Atol Fangatau, Tatakoto, Tubai (Kepulauan Tuamotu dan Australes, French Polynesia, Samudera Pasifik Selatan)
Perbandingan antara stok dan manajemen (perencanaan survey lapang, pemetaan habitat, penilaian /manajemen sumberdaya, manajemen MPA, perbandingan antara lokasi)
Kimah raksasa (Tridacna maxima) Pesawat terbang Potret udara berbentuk digital 3.8 m
Quickbird Citra satelit Quickbird Multispectral
2.5 m
Maeder et al.
(2005)a
Pulau Roatan (pantai Honduras, Laut Karibia bagian barat)
Klasifikasi habitat terumbu karang (pemetaan habitat, penilaian/manajemen sumberdaya)
Terumbu karang
IKONOS IKONOS 4 m
a
tidak difokuskan pada sumbernya
1
17
2. 4 Aplikasi ANN untuk Klasifikasi Citra Satelit
Prinsip dasar aplikasi ANN supervised untuk klasifikasi citra terdiri dari
tiga layer network yaitu; node input layer, bagian tengah (hidden) layer dan
output layer berisi elemen processing pada masing-masing node (Gambar 2-5).
Pada bagian lain node inputlayer merupakan suatu interface kedalam data input
dan tidak melakukan beberapa processing. Pola Input untuk klasifikasi
digunakan kenampakan dari training pixel vektor multi-spectral satu band per
node. Kenampakan lain dapat menggunakan spasial pixel neighborhood atau
vektor spektral multitemporal (Paola dan Schowengerdt 1995a).
Gambar 2-4 Struktur tradisional tiga layer ANN, elemen pemrosesan dan fungsi aktivasi sigmoid (Schowengerdt 1997; 2007).
Bobot Wkj
Bobot Wji
Pola Input pi Pola Output
∑
∑
∑
∑
ƒ(S)Fungsi aktivasi
S
node input
Karakteristik utama algoritma ANN unsupervised Self Organising Map
(ANN-SOM) dalam pembentukan klaster adalah preservasi hubungan
ketetanggaan; seperti jarak sejauh mungkin, vektor data ketetanggaan ruang
input yang dipetakan kedalam ruang output. Kenampakan ini membuat
ANN-SOM sangat berguna dalam analisis data dan visual dimana tujuan umumnya
adalah mewakili data dari suatu ruang dimensi tinggi dalam suatu ruang dimensi
yang sama lemahnya untuk preservasi struktur internal dari data ruang input
(Uriarte dan Martin 2005).
Klasifikasi data satelit multispektral tutupan lahan menggunakan algoritma
ANN-AdaBoost dapat diterapkan pada urutan tiga lapis umpan-maju jaringan
ANN (Freund dan Shapire 1996).
Algoritma ANN-AdaBoost dengan pelatihan Kalman filter menjadi efisien
melatih setiap neuron dalam jaringan lokal, membuat eksplisit penggunaan
matriks kesalahan bobot sinaptik neuron (Shah dan Palmeri 1990).
Training Kalman Filter dapat memasukkan data dari bermacam-macam
pengertian kedalam sistem pendugaan, pengukuran statistik untuk memperhalus
data dan membuang informasi yang bersifat noise (Spence et al. (2008).
Kalman filter merupakan suatu sistem linear yang menyatakan kelipatan
rata-rata kesalahan (squared error) antara output yang diharapkan dan output
aktual dengan meminimalkan input acak saat digeneralisasi secara acak noise
dari iterasi konstan per unit band pada tiap frekuensi nilai pixel yang diinginkan
(Parker (1994).
Pelatihan klasifikasi Algoritma ANN supervised untuk pemetaan
penggunaan lahan dikembangkan metode supervised neuro fuzzy network
(SNFN) menggunakan citra satelit SPOT (Lin et al. 2005). Sedangkan survey dan
analisis publikasi remote-sensing yang ditemukan mulai tahun 1991 hingga 2004
disajikan pada Tabel 2-6 berikut (Paola dan Schowengerdt (1995a):
Tabel 2-6 Contoh aplikasi klasifikasi citra remote sensing menggunakan algoritma
ANN
Kenampakan Referensi
Aerial photograph Kepuska dan Mason 1995; Qiu dan Jensen 2004
ASAS, multiangle Abuelgasim et al. 1996
AVHRR Yhann dan Simpson 1995; Visa dan Iivarinen
1997; Li et al. 2001; Arriaza et al. 2003 multitemporal AVHRR
NDVI
Muchoney dan Williamson 2001
19
Tabel 2-6 Lanjutan …
Kenampakan Referensi
AVIRIS Benediktsson et al. 1995
ETM+ Fang dan Liang 2003
Fengyun-1C 0.6µm, 1.6µm dan 11 µm bands
McIntire dan Simpson 2002
HyMAP Camps-Valls et al. 2004
MSS, DEM Benediktsson et al. 1990a
SPOT Kanellopoulos et al. 1992; Chen et al. 1995
multitemporal SPOT Kanellopoulos et al. 1991
SPOT, tekstur Civco 1993; Dreyer 1993
TM Ritter dan Hepner 1990; Liu dan Xiao 1991;
Bischof et al. 1992; Heermann dan Khazenie 1992; Salu dan Tilton 1993; Yoshida dan Omatu 1994; Paola dan Schowengerdt 1995b; Carpenter
et al. 1997); Valdes dan Inamura 2000.
tekstur TM Augusteijn et al. 1995
rasio TM Baraldi dan Parmiggiani 1995
airborne TM Foody GM 2004
airborne TM, airborne SAR Serpico dan Roli 1995
multitemporal TM Sunar Erbek et al. 2004
multitemporal TM dan ERS-1 SAR, tekstur
SAR
Bruzzone et al. 1999
Contoh penggunaan ANN untuk klasifikasi citra satelit tidak hanya berlaku
untuk data remote sensing teresterial diatas. Mulai tahun 2005 hingga 2009 dari
beberapa algoritma ANN diterapkan untuk klasifikasi habitat di perairan wilayah
pesisir dan lautan (coastal), diantaranya disajikan pada Tabel 2-6 berikut:
Tabel 2-7 Contoh aplikasi lainnya algoritma ANN untuk klasifikasi teresterial dan bentik di perairan wilayah pesisir (coastal)
Kenampakan Referensi
ASTER Hu dan Weng 2009
RADARSAT, ENVISAT, SPOT Konishi et al. 2007
Landsat Arhatin 2007
Quickbird* Mishra et al 2006
Quickbird* Conger et al. 2005
SPOT Lin et al. 2005
2.5 Penilaian Akurasi Peta Tematik
Sejarah penilaian akurasi peta tematik dimulai sekitar tahun 1975. Tercatat
bahwa Hord dan Brooner (1976), van Genderen dan Lock (1977), Ginevan
(1979) menyusun kriteria dan teknik dasar untuk menguji akurasi peta secara
keseluruhan, dan studi lebih mendalam pada tahun 1980 tentang tujuan dan
teknik baru (Aronoff 1982,1985; Rosenfield et al. 1982; Congalton dan Mead
1983; Congalton et al. 1983). Sejak tahun 1980 hingga sekarang banyak peneliti,
ilmuwan dan user menemukan cara menilai secara tepat akurasi peta tematik
dari data remote sensing sebagaimana diformulasikan oleh Congalton dan Green
[image:44.595.46.479.26.776.2](2009) pada Tabel 2-8.
Tabel 2-8 Contoh matriks uji secara matematik
Dimana: ni+ :jumlah sampel kategori i data klasifikasi citra, dan n+j : jumlah sampel klasifikasi kategori j dalam data referensi n : total jumlah unit sampel
njj : total jumlah unit sampel yang benar dalam “kelas x” nii : total jumlah unit pixel yang benar dalam “kelas x”
21
Penilaian akurasi erat hubungannya dengan akurasi posisi dan tematik
(Congalton dan Green 1999; 2009) dan ketidakpastian (Atkinson dan Foody
2002) suatu masalah penelitian remote sensing. Untuk itu penilaian akurasi
output spasial, penggunaan referensi data GIS dan satelit perlu memperhatikan:
(i) variabel peta, dan (ii) tingkat akurasi klasifikasi berupa bias dan presisi untuk
mendeterminasi prediksi dan ketidakpastian. Taylor dan Smith (2006) menilai
kebenaran dan kenyataan dari software yang digunakan dapat dengan teknik
verifikasi dan validasi.
Penilaian akurasi data digital secara efektif dibagi kedalam empat bagian
(epoch) (Congalton dan Green 1999; 2009);
1. Penilaian akurasi tidak nyata terbentuk, tetapi lebih terlihat baik dari
sebelumnya. Pendekatan ini merupakan sesuatu yang baru di bidang
teknologi dan berubah secara cepat untuk menilai bagaimana kegiatan
dilakukan. Meskipun teknologi tersebut sudah berusia lebih dari 25 tahun,
beberapa analis remote sensing dan pengguna peta masih lemah dalam
mengintrepretasi;
2. Penilaian dari lokasi non spesifik. Total luas lahan pada kelas peta terlebih
dahulu diperkirakan, diperbandingkan dengan referensi pendugaan. Hal
tersebut bukan masalah jika diketahui dimana lokasinya yang spesifik atau
tipe vegetasinya. Oleh sebab itu pada bagian kedua ini penilaian berlangsung
relatif singkat dan cepat;
3. Penilaian lokasi spesifik sebenarnya melalui pengecekan lokasi yang
diperbandingkan dengan peta dan diukur dari akurasi keseluruhan-nya.
Keuntungannya mampu memperkirakan kategori penutupan lahan/vegetasi.
Metode ini berbeda jauh dengan metode penilaian lokasi non spesifik yang
hanya menilai akurasi keseluruhan. Teknik penilaian lokasi spesifik ini
dominan digunakan hingga akhir tahun 1980; dan
4. Penilaian akurasi dapat diketahui dari error matrix. Matrik konfusi
membandingkan informasi dari referensi lokasi sejumlah area sampel dengan
label peta atau citra. Dua label masing-masing sampel diperbandingkan,
yaitu: (i) Label data referensi; label atau nilai kelas dari penilaian akurasi
lokasi pengumpulan data yang diasumsikan benar, dan (ii) Klasifikasi data
atau label peta; label atau nilai kelas dari penilaian akurasi lokasi yang
diperoleh dari peta. Salah satu contoh perhitungan matrik konfusi disajikan
Gambar 2-5 Ilustrasi perhitungan matriks konfusi
Kesalahan posisi untuk banyak penggunaan GPS dimulai dari 30-100 m
merupakan hal yang tidak dapat diterima. Untuk mengukur kesalahan yang
sering terjadi dan pada waktu yang sama dari informasi spasial yang
dikumpulkan, memungkinkan untuk mengkoreksi banyak ketidakakuratan. GPS
referensi sedetik untuk mengkoreksi GPS stationer memiliki akurasi yang sangat
tinggi (jika akurasi posisi 2-3m dihasilkan, maka memerlukan akurasi <0.5m)
(Green et al. 2000).
Koreksi GPS ketika GPS receiver mengumpulkan data lapang, akurasinya
menjadi sangat penting khususnya pengumpulan data menggunakan citra
resolusi tinggi seperti Quickbird. GPS receiver dengan akurasi 2-5m seperti
Trimble GeoExplorer II tidak dapat mengumpulkan data yang meregistrasi 2-4m
pixel yang benar dari citra Quickbird (Serr et el. 2006).
Pada perhitungan GPS receiver 5 detik sudah memadai sebagaimana
koreksi global GPS dari pengujian kinematik 7-8 detik dan lebih dari 99% pada
3. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlangsung mulai Maret 2009 - Juli 2010. Prosessing data
citra dilakukan di bagian SIG Kelautan dan Remote Sensing Departemen Ilmu
dan Teknologi Kelautan IPB. Pelaksanaan ground truth pada 23-28 Juni 2009 di
perairan Gusung Karang Lebar dan Karang Congkak Kepulauan Seribu (Gambar
[image:47.595.98.534.128.713.2]3-1) yang menjadi lokasi penelitian ini.
Gambar 3-1 Lokasi Penelitian
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data penelitian ini adalah data penginderaan jauh dan
pengukuran langsung (in-situ). Data penginderaan jauh yang digunakan adalah
citra satelit Quickbird Gusung Karang Lebar dan Karang Congkak Kepulauan
Seribu yang diperoleh dari Digital Globe’s QuickBird Satellite tanggal aquisisi28
September 2008.
Data pengukuran in-situ terdiri dari; (1) ground control point (GCP), dan (2)
data ekologi, yaitu karakteristik habitat dan kondisi ekosistem terumbu karang
(biotik dan abiotik). Sejumlah stasiun pengamatan dalam penelitian ini
merupakan deskripsi terkait karakteristik habitat perairan dangkal. # #### # # # # ############### ## # ## # ### # ## ## # # # ## # ### ## # # # # # 672000 672000 673000 673000 674000 674000 675000 675000 676000 676000 677000 677000 678000 678000 679000 679000 680000 680000 9 3 6 4 0 0 0 9 3 6 4 0 0 0 9 3 6 5 0 0 0 9 3 6 5 0 0 0 9 3 6 6 0 0 0 9 3 6 6 0 0 0 9 3 6 7 0 0 0 9 3 6 7 0 0 0 9 3 6 8 0 0 0 9 3 6 8 0 0 0 9 3 6 9 0 0 0 9 3 7 0 0 0 0 9 3 7 0 0 0 0 N W S E Meter
500 0 500
Citra Satelit Quickbird 28 September 2008 Sumber:
Survey Ground Truth 25 - 27 Juli 2009
Gusung Karang Congkak
Gusung Karang Congkak
P. Panggang
P. Pramuka Kabupaten Kepulauan Seribu
3.3 Metode Pengumpulan Data Citra
Metode pengumpulan data citra in-situ ditentukan dengan teknik sampling
data spasial secara stratified random sampling. Teknik ini dilakukan di wilayah
Gusung Karang Congkak terhadap 122 titik yang dipilih mewakili klasifikasi
habitat perairan dangkal dari keseluruhan daerah penelitian. Data tersebut
diperoleh dengan metode survey ground truth posisi menggunakan prinsip
Differential Global Positioning System (DGPS) memanfaatkan teknologi GPS.
Sedangkan pengumpulan data sekunder ditelusuri dari hasil akuisisi
pengetahuan dan penelitian yang relevan. Peralatan dan parameter tersebut
disajikan pada Tabel 3-1,
Tabel 3-1 Peralatan dan parameter pengukuran
No Nama Peralatan Parameter
1. Geomatic equipment Koordinat: - ground control point;
- ground truth point; - Transect habitat site.
2. Scuba Diving equipment,
Transect quadrate (1 x 1m),
Line meter (50 m),
Digital underwater camera,
Transect habitat data
3. Akuisisi pengetahuan dan laporan penelitian
Pengenalan karang dan habitatnya
4. Hardware dan Soft computing untuk komputasi Image processing system
Pembentukan klasifikasi citra
Survei DGPS bertujuan untuk menentukan posisi kondisi lapangan secara
akurat dan memperbaikinya apabila terjadi perubahan atau ketidaksesuaian
informasi dari sumber yang beragam, melalui pengecekan silang peta dasar dan
peta citra satelit yang ada. Prinsip operasional survei DGPS tersebut
dikembangkan sebagai berikut;
Mengatur output dua GPS yang sama tipenya, yaitu Garmin 60 dengan waktu
sama (5 detik) dan menghidupkannya secara bersamaan pada saat
perekaman data berlangsung, sehingga menghasilkan sejumlah data n GCP. Merekam titik-titik yang dianggap penting sebagai acuan untuk menafsirkan
kenampakan/objek antara kenyataan di lapangan dan peta dasar survey,
sehingga memudahkan identifikasi dan analisis spasial peta dan koreksi
geometrik,
Merekam lokasi yang memiliki kecenderungan untuk berubah. Titik-titik lokasi
25
Membuat dokumentasi melalui pemotretan objek-objek di lapangan, baik
untuk validasi kenampakan objek di peta/citra maupun melengkapi peta
dasar survey,
Mencatat dan mengidentifikasi informasi survey. Pemilihan informasi survey
untuk titik-titik yang dijadikan pencatatan, tidak seperti halnya survei terestrial,
survey GPS tidak memerlukan saling keterlihatan (intervisibility) antara
titik-titik pengamat.
Menghitung koreksi posisi lintang dan bujur sebagai posisi yang sebenarnya.
3.4 Analisis Pengolahan Citra ANN
Diagram alir umum analisa citra digital dalam penelitian ini (Gambar 3-2)
bermaksud menguji klasifikasi algoritma Artificial Neural Network (ANN). Proses
pengolahan citra merupakan eksperimen dari kombinasi Band dari berbagai
input, sehingga menghasilkan klasifikasi terbaik.
[image:49.595.98.528.334.707.2]
Gambar 3-2 Metodologi umum training Algoritma ANN Quickbird terkoreksi geometrik
Cropping region of interest (ROI)
Data Survei Lapang
Training Sampel Unsupervised ANN Parameter training: Rate RMS Jumlah Iterasi Jumlah klaster Distribusi citra Klasifikasi Algoritma ANN Akurasi yang
Diinginkan Error Matrix
Yes Training Sampel Supervised ANN Parameter training: Kontribusi Threshold Rate Momentum RMS Jumlah Iterasi Jumlah hidden layer
A2 A1
Data Citra
No Akurasi yang Diinginkan
Yes No Perbandingan Hasil Klasifikasi terbaik A4
A3 A5
SOM, BP, AdaBoost
Band 1,2,3,4 Lyzenga
A6 Kelas A4 Kelas A6 Kelas A5 Kelas A1 Kelas A3 Kelas A2 Keterangan:
A1 = SOM input semua Band (Band 1, 2, 3 dan 4);
Model pembelajaran ANN supervised untuk mempersiapkan klasifikasi citra
tersebut diilustrasikan pada Gambar 3-3. Klasifikasi data citra menggunakan
ANN supervised terdiri dari dua tahap, yaitu pelatihan jaringan (network training)
dan klasifikasi. Setelah konfigurasi jaringan ditetapkan, bobot dan bias
diinisialisasi, langkah selanjutnya adalah melatih jaringan ANN-Backpropagation
(ANN-BP) dan ANN-Adaptive Boosting (ANN-AdaBoost)
Gambar 3-3 Training ANN supervised dalam persiapan klasifikasi citra
3.4.1 Pra Pengolahan Citra
Standar pra-pengolahan citra digital berupa koreksi radiometrik dan
geometrik. Koreksi radiometrik bertujuan untuk menghilangkan faktor–faktor yang
menurunkan kualitas citra. Metode koreksi radiometrik yang digunakan adalah
penyesuaian histogram (histogram adjustment), tetapi untuk penelitian ini tidak
dilakukan lagi koreksi radiometrik karena citra QuickBird merupakan citra high
resolution satellite dan telah terkoreksi secara radiometrik.
Koreksi geometrik terhadap kedua periode waktu berbeda dengan acuan
data lapang dilakukan setelah koreksi radiometrik. Koreksi geometrik ditempuh
dengan transformasi geometris dan resampling citra menggunakan beberapa titik
kontrol bumi (ground control point). Titik-titik tersebut diambil pada tempat
berbeda yang tersebar di bagian citra, sehingga diperoleh nilai root mean square Input
data
Learning rate momentum
Kalkulasi Output
Output yang Diharapkan
Update bobot
Penghentian training Pengkodean
∑ ∑ ∑ ∑ f
Inisialisasi bobot
Prediksi error
Diterima? No
Yes
1 2
3
27
(RMS) <0,5. Penentuan nilai RMS menentukan akurasi koreksi geometrik yang
diketahui dari formula:
n i i i f x y
u a u
d 2 = o{ − ( , )}2/ ………...……. ...(3-1)
n i i i g x y
v a v
d 2 = o{ − ( , )}2/ ………...………...(3-2)
Dimana; du= standar deviasi pada nomor pixel; dv= standar deviasi pada nomor pixel;
)
,
(
x
iy
i = koordinat peta dari GCP;(
u
i,
v
i)
= koordinat peta dari GCP.Rektifikasi (pembetulan) citra berdasarkan informasi posisi GCP yang ada
bertujuan untuk menempatkan pixel citra pada posisi sebenarnya di permukaan
bumi. Rektifikasi ini sangat erat kaitannya dengan pengambilan data in-situ,
metode penentuan akurasi posisi, dan GPS yang digunakan.
3.4.2 Pengolahan Citra
Distribusi spasial karakteristik habitat dasar perairan dangkal diolah dari
citra satelit menggunakan beberapa pendekatan seperti komposit Band dan
penajaman citra dengan algoritma depth invariant index. Algoritma ini
mengaplikasikan metode koreksi kolom air atau dikenal dengan Algoritma
Lyzenga (1981). Metode ini efektif untuk meningkatkan kualitas identifikasi dan
klasifikasi habitat dasar perairan dangkal secara tematik. Persamaan algoritma
depth invariant index diturunkan sebagai berikut::
Y = Ln B1 – (ki/kj) Ln B2
dimana
Y = indek dasar perairan; B = band yang dipilih; ki/kj= koefisien atenuasi
= Variance Band ke i, = Variance Band ke j, = Covar Band ke ij
Pengolahan citra ANN selanjutnya memerlukan ekstraksi ciri parameter
input untuk data pembelajaran (learning), dan paramater training masing-masing
1) Ekstraksi Parameter Input
Penelitian ini menyelidiki kombinasi 6 (enam) parameter input, yaitu A1, A2,
A3, A4, A5 dan A6. Ilustrasi kesemuanya disajikan pada Tabel 3-2.
Tabel 3-2 Parameter input klasifikasi
Kode Input Jumlah
Node
Proses/
Metode Output
A1 Band 1, 2, 3 dan 4 (4 Band asli)
4 SOM Klaster citra
A2 Komposit Band 1, 2 dan 3 (Band 321)
3 SOM Klaster citra
A3 Komposit Band 1, 2 dan 4 (Band 421)
3 SOM Klaster citra
A4 Komposit Band 2, 3 dan 4 (Band 432)
3 SOM Klaster citra
A5 Band 1, 2, 3 dan 4 (4 Band asli) dan komposit Band 432
7 Lyzenga Klaster/klasifikasi citra, dan koreksi kolom air
A6 Data A5 (rationing) 3 SOM/BP/
AdaBoost
Klaster/klasifikasi citra, dan koreksi kolom air
2) Parameter Training
Parameter training untuk membangun model pembelajaran ANN
unsupervised mengikuti parameter-parameter SOM berikut:
Tabel 3-3 Parameter training ANN unsupervised
Item parameter Nilai
Jumlah input citra 3
Training rate 0.5 – 0.001
Radius ketetanggaan pixel 4
Jumlah Iterasi training 10,000
Sedangkan algoritma ANN supervised untuk membangun model pembelajaran
ANN-BP dan AdaBoost mengacu parameter training (Tabel 3-4) dan ROI (Tabel
3-5) sebagai data pembelajaran (learning).
Tabel 3-4 Parameter training ANN supervised
Item parameter Nilai
Training threshold 0.9
Training momentum 0.9
Kriteria RMS 0 - 0.1
Jumlah unit hidden layer*) 2 – 4
Jumlah node hidden layer**) 8
Training rate 0.2
Jumlah Iterasi training 10,000
29
Tabel 3-5Region of Interest (ROI) training ANN supervised
Jenis penutupan