• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) secara In Vitro dengan Metode Stabilisasi Membran HRBC (Human Red Blood Cell)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) secara In Vitro dengan Metode Stabilisasi Membran HRBC (Human Red Blood Cell)"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTI INFLAMASI EKSTRAK

ETANOL 70% BUAH PARIJOTO (

Medinilla speciosa

Blume) SECARA

IN VITRO

DENGAN METODE

STABILISASI MEMBRAN HRBC (

HUMAN RED

BLOOD CELL

)

SKRIPSI

ASKANDARI

1111102000089

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTI INFLAMASI EKSTRAK

ETANOL 70% BUAH PARIJOTO (

Medinilla speciosa

Blume) SECARA

IN VITRO

DENGAN METODE

STABILISASI MEMBRAN HRBC (

HUMAN RED

BLOOD CELL

)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

ASKANDARI

1111102000089

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

Nama : Askandari Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) secara In Vitro dengan Metode Stabilisasi Membran HRBC (Human Red Blood Cell)

Parijoto (Medinilla speciosa Blume) adalah tumbuhan liar yang sering tumbuh di lereng-lereng gunung atau di hutan-hutan dan kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Parijoto merupakan tanaman tropis yang memiliki buah dengan warna merah muda keunguan. Buah parijoto secara tradisional digunakan sebagai anti inflamasi, anti kolestrol dan anti bakteri. Berdasarkan penelitian buah parijoto mengandung metabolit sekunder flavonoid, tanin, saponin, dan glikosida. Buah parijoto juga telah terbukti memiliki aktivitas sebagai anti oksidan dan anti bakteri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas anti inflamasi dari buah parijoto yang diekstraksi menggunakan etanol 70% dengan metode stabilisasi membran HRBC (Human Red Blood Cell/Sel Darah Merah Manusia). Kontrol positif yang digunakan adalah natrium diklofenak dengan konsentrasi 100 ppm yang merupakan NSAID. Hasil persentase stabilitas membran sel darah merah manusia ekstrak etanol 70% buah parijoto pada konsentrasi 50 ppm (10,63%), 100 ppm (18,32%), 500 ppm (33,08%), dan 1000 ppm (60,78%), serta kontrol positif yaitu natrium diklofenak (59,87%). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki aktivitas sebagai anti inflamasi karena memiliki persentase stabilitas membran sel darah merah identik dengan kontrol positif. Hasil tersebut didukung dengan hasil analisa statistik ANOVA yang menunjukkan bahwa ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm identik atau tidak berbeda secara bermakna dengan natrium diklofenak. Hal ini menunjukkan bahwa buah parijoto memiliki potensi sebagai anti inflamasi.

(7)

Name : Askandari Study Program : Pharmacy

Title : Anti-Inflammatory Activity Test of Ethanol 70% Extract Parijoto Fruit (Medinilla speciosa Blume) In Vitro using the Membrane Stabilization HRBC (Human Red Blood Cell) Method

Parijoto (Medinilla speciosa Blume) is a wild plant that often grows on mountain slopes or in forests and sometimes it is cultivated as an ornamental plant. Parijoto is a tropical plant that has a fruit with a purplish pink color. Parijoto fruit is traditionally used as an anti-inflammatory, anti-cholesterol and anti-bacterial agent. Based on research, parijoto fruit contains secondary metabolites such as flavonoids, tannins, saponins, and glycosides. Parijoto fruit has also been shown activity as an anti-oxidant and anti-bacterial agent. The purpose of this study was to determine the anti-inflammatory activity of parijoto fruit that has been extracted using 70% ethanol using the membrane stabilization HRBC (Human Red Blood Cell) method. Diclofenac sodium which is a NSAID has been used as a control positive with the 100 ppm consentration. The stability percentage result of a human red blood cell membrane using ethanol 70% extract of parijoto fruit at the 50 ppm consentration (10.63%), 100 ppm (18.32%), 500 ppm (33.08%), and 1000 ppm (60.78 %), and the positive control which was diclofenac sodium (59.87%). This showed that the extract with the 1000 ppm consentration has anti-inflammatory activity because the red blood cell membrane stability percentage was identical to the positive control. These results were supported by the ANOVA statistical analysis result that showed the extract with the 1000 ppm consentration was identical or do not differ significantly to diclofenac sodium. This indicates that the parijoto fruit has potential as an anti-inflammatory.

(8)

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat

dan salam untuk baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa petunjuk

bagi umat manusia. Skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak

Etanol 70% Buah Parijoto secara In Vitro dengan Metode Stabilisasi Membran

HRBC (Human Red Blood Cell)” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini terasa sangat sulit bagi saya

untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu Prof. Dr. Atiek

Soemiati, M.Si., Apt selaku pembimbing kedua, yang memiliki andil besar

dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi saya ini, semoga segala

bantuan dan bimbingan bapak dan Ibu mendapat imbalan yang lebih baik di

sisi-Nya.

2. Bapak Dr.H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

4. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama

saya menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitar Islam Negerri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Kepada Kak Eris, Mbak Rani, Kak Lisna, Kak Tiwi, dan Kak Rahmadi yang

telah memberikan banyak bantuan kepada penulis selama penelitian di

(9)

6. Kepada kedua orang tua penulis Bapak Yoliot Cori (Almarhum) dan Ibu

Elisabil, serta keluarga besar penulis yang selalu memberikan dukungan

moril, materil, dan spiritual hingga selesainya skripsi ini.

7. Untuk sahabat-sahabat “Pojokers” yang selalu mendukung, memberi masukan, dukungan doa, dan semangat. Tidak lupa juga untuk Fitri, Sutar,

Aziz, Dini, Mbak Ani, Elsa, dan Ipul.

8. Teman-teman seperjuangan “Beng-beng” dan seluruh Farmasi angkatan 2011 yang sama-sama berjuang selama 4 tahun untuk menyelesaikan pendidikan

ini.

9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut

membantu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat

kekurangan, dan masih jauh dari kesempurnaan karena terbatasnya ilmu dan

kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun guna perbaikan ke masa mendatang.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan semoga

segala bantuan yang telah diberikan penulis akan mendapat balasan, rahmat dan

ridho dari Allah SWT, serta dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya, dan para

pembaca umumnya, Aamiin.

Wassalamu’alaikum Waromatullahi Wabarokatuh

Jakarta, Juni 2015

(10)
(11)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

2.6 Uji Anti Inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit ... 25

2.7 Spektrofotometer UV-Vis ... 26

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 30

3.2 Bahan dan Alat ... 30

3.3 Prosedur Kerja ... 31

3.3.1 Determinasi ... 31

3.3.2 Penyiapan Bahan ... 31

(12)

3.3.4 Penapisan Fitokimia... 31

3.3.5 Pengamatan Organoleptis ... 33

3.3.6 Uji Kadar Air ... 33

3.3.7 Uji Aktivitas Anti Inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit ... 33

3.3.8 Analisis Data ... 36

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Hasil Penelitian ... 37

4.1.1 Hasil Determinasi ... 37

4.1.2 Hasil Ekstraksi ... 37

4.1.3 Hasil Uji Penapisan Fitokimia ... 37

4.1.4 Hasil Pengamatan Organoleptis ... 38

4.1.5 Hasil Uji Kadar Air ... 38

4.1.6 Hasil Uji Efek Stabilisasi Membran Sel Darah Merah Ekstrak Kasar Buah Parijoto ... 38

4.1.7 Hasil Analisa Statistik... 40

4.2 Pembahasan ... 41

4.2.1 Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia ... 41

4.2.2 Stabilisasi Membran Sel Darah Merah ... 44

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

5.1 Kesimpulan ... 50

5.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(13)

Tabel 1. Hasil Uji Penapisan Fitokimia Ekstrak Buah Parijoto ... 40

Tabel 2. Nilai absorbansi dan persentase stabilitas membran sel darah merah dari larutan uji, kontrol positif, dan kontrol negatif ... 41

(14)

Gambar 1. Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) ... 5

Gambar 2. Reaksi Uji Mayer ... 6

Gambar 3. Reaksi Uji Dragendorff ... 7

Gambar 4. Mekanisme Reaksi Pembentukan Garam Flavilium ... 7

Gambar 5. Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air ... 8

Gambar 6. Skema Mekanisme Inflamasi Akut ... 18

Gambar 7. Efek Utama yang Ditimbulkan oleh IL-1 dan TNF pada Inflamasi .... 23

Gambar 8. Pelepasan Mediator Inflamasi oleh Sel Mast ... 24

Gambar 9. Skema Instrumentasi Spektrofotometer UV-VIS ... 27

(15)

COX : Cyclooxygenase

Hb : Hemoglobin

HRBC : Human Red Blood Cell

Ig : Imunoglobulin

IL : Interleukin

Jejas : Lecet (tergores, luka sedikit, dsb) pd kulit

LT : Leukotrien

OAINS : Obat Anti Inflamasi Non Steroid

PAF : Platelet Activating Factor

PGE : Prostaglandin

PGI : Prostasiklin

ROS : Reactive Oxygen Species

SRS-A : Slow Reacting Substance of Anaphilaxis

TNF : Tumor Necrosis Factor

(16)

Lampiran 1. Hasil Determinasi Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) ... 57

Lampiran 2. Alur Penelitian ... 58

Lampiran 3. Skema Uji Aktivitas Anti Inflamasi ... 59

Lampiran 4. Pembuatan Larutan Uji dan Standar ... 60

Lampiran 5. Perhitungan Pembuatan Larutan Dapar Posfat dan Pengenceran Larutan Uji dan Standar... 61

Lampiran 6. Data Absorbansi dan Persentase Stabilitas Membran Sel Darah Merah dengan Optimasi Menggunakan Suhu Inkubasi 370C ... 63

Lampiran 7. Nilai Absorbansi Larutan Uji Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto dan Kontrol Positif ... 65

Lampiran 8. Nilai Absorbansi Kontrol Larutan Uji Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto, Kontrol Positif dan Kontrol Negatif ... 66

Lampiran 9. Penentuan Stabilitas Membran Sel Darah Merah terhadap Ekstrak Etanol 70% dan Na Diklofenak sebagai Kontrol Positif ... 67

Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Persentase Stabilitas Ekstrak Etanol 70% Buah Parijoto dan Na Diklofenak Kontrol Positif ... 69

Lampiran 11. Foto – foto Alat dan Bahan Penelitian... 74

Lampiran 12. Foto Proses Pengujian Aktivitas ... 75

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beribu-ribu

pulau dengan luas kawasan hutan mencapai 130,78 juta hektar. Indonesia

sendiri memiliki 30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di

dunia, dimana 940 jenis diantaranya merupakan tumbuhan berkhasiat obat

(jumlah ini merupakan 90% dari jumlah tanaman obat yang ada di kawasan

Asia) (Nugroho, 2010). Kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia

menjadikannya negara terbesar kedua di dunia setelah Brazil yang memiliki

keanekaragaman hayati (Farida et al., 2012).

Penggunaan obat tradisional sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan

oleh hampir semua negara di dunia. Selama dekade terakhir, penggunaan

obat tradisional telah berkembang pesat. Pengembangan obat tradisional ini

terus dilakukan sebagai perawatan kesehatan bagi masyarakat miskin di

negara-negara berkembang. Obat tradisional juga sering digunakan dalam

perawatan kesehatan secara nasional (Karamian et al., 2013).

Masyarakat Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan

tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam pencegahan

penyakit (preventif), meningkatkan kesehatan (promotif), memulihkan

kesehatan (rehabilitatif), dan penyembuhan (kuratif). Pengetahuan tentang

tanaman khasiat obat berdasar pada pengalaman dan keterampilan secara

turun-menurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya

(Sari, 2006). Masyarakat jawa khususnya masyarakat yang hidup di lereng

Gunung Merapi memanfaatkan daun dan buah parijoto (Medinilla speciosa

Blume) secara turun-menurun sebagai obat. Daun dan buah parijoto

dimanfaatkan sebagai anti bakteri, obat sariawan, anti radang dan obat

kolestrol.

Kandungan kimia yang terdapat dalam daun dan buah parijoto

(Medinilla speciosa Blume) adalah saponin dan kardenolin, disamping itu

buahnya juga mengandung falvonoid dan daunnya mengandung tanin

(18)

menunjukkan bahwa terdapat kandungan metabolit sekunder dari buah

parijoto (Medinilla speciosa Blume) yaitu saponin, glikosida, flavonoid dan

tanin, serta memiliki aktivitas sebagai anti oksidan. Penelitian lain yang

telah dilakukan oleh Kumar et al., 2012 dilaporkan bahwa tanaman Skimmia

anquetilia yang mengandung flavonoid, saponin, glikosida, steroid dan tanin

serta penelitian yang dilakukan oleh Saleem et al., 2011 bahwa tanaman

Gendarussa vulgaris Nees yang mengandung saponin, glikosida, steroid,

flavonoid dan tanin keduanya memiliki aktivitas sebagai anti inflamasi.

Inflamasi atau radang merupakan proses respon tubuh terhadap

rangsangan merugikan yang ditimbulkan oleh berbagai agen berbahaya

seperti infeksi, antibodi ataupun luka fisik (Goodman dan Gilman, 2006).

Mediator-mediator kimia juga berperan sebagai pemberi respon terjadinya

inflamasi, mediator tersebut dapat berikatan pada reseptor yang spesifik

pada sel target dan dapat meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan

kemotaksis neutrofil, merangsang kontraksi otot polos, memiliki aktivitas

enzimatik secara langsung, menginduksi rasa nyeri atau stres oksidatif

(Kumar et al., 2010). Stres oksidatif ini telah terbukti berkaitan dengan jalur

patogenesis beberapa penyakit seperti aterosklerosis, kanker, kerusakan hati,

rematoid artritis dan gangguan syaraf (Kumar, 2011). Efek anti inflamasi

telah diamati pada flavonoid dan tanin. Flavonoid seperti quercetin

diketahui efektif dalam mengurangi peradangan akut. Flavonoid tertentu

memiliki aktivitas penghambatan ampuh terhadap berbagai enzim seperti

protein kinase C, tirosin kinase protein, fosfolipase A2, fosfodiesterase dan

lainnya (Kumar et al., 2012).

Sel darah merah (eritrosit) manusia telah banyak digunakan sebagai

model studi interaksi obat dengan membran. Seperti obat yang memiliki

efek anestesi dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dapat mencegah

lepasnya hemoglobin (Hb) dari sel darah merah (eritrosit) ketika terjadi

kondisi hipotonik. Teori ini digunakan sebagai metode yang sangat berguna

untuk menilai aktivitas anti inflamasi dari bermacam-macam senyawa

secara in vitro (Kumar, 2011). Chowdhuryet al., 2014 dalam penelitiannya

(19)

ekstrak Gardenia coronaria Leaves. Penelitian yang dilakukan oleh

Prakatindih 2014 juga menggunakan metode ini untuk menguji aktivitas anti

inflamasi kitosan yang telah diiradiasi. Melihat metode ini cukup efektif

untuk melihat efek anti inflamasi secara in vitro serta potensi yang dimiliki

oleh tanaman parijoto (Medinilla speciosa Blume) khususnya bagian buah

sebagai anti inflamasi, maka pada penelitian ini akan dilakukan uji aktivitas

anti inflamasi ekstrak etanol 70% buah parijoto secara in vitro dengan

metode stabilisasi membran HRBC (Human Red Blood Cell).

1.2 Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah apakah ekstrak

etanol 70% buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) memiliki efek anti

inflamasi ditinjau dari jumlah hemoglobin (Hb) yang dilepaskan oleh sel

darah merah. Ruang lingkup penelitian ini adalah fitokimia dan farmakologi

eksperimental.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek anti inflamasi dari ekstrak

etanol 70% buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) ditinjau dari jumlah

hemoglobin (Hb) yang dilepaskan oleh sel darah merah.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah menambah

khasanah ilmu pengetahuan tentang anti inflamasi serta referensi bagi

penelitian selanjutnya. Penelitian ini juga dapat memberikan informasi

mengenai potensi buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) sebagai anti

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Medinilla speciosa Blume 2.1.1 Taksonomi

Klasifikasi tanaman parijoto adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Melastomataceae

Genus : Medinilla

Spesies : Medinilla speciosa Blume

(www.plantamor.com)

2.1.2 Deskripsi

Habitus : Perdu, tegak, tinggi l – 2 m.

Batang : Bulat, kulit dengan lapisan gabus jika tua, bergerigi, kasar,

putih kecoklatan.

Daun : Tunggal, bersilang berhadapan, tangkai pendek, bulat,

lunak, warna ungu kemerahan, helaian daun bentuk

lonjong, pangkal dan ujung runcing, tepi rata, panjang

10-20 cm, lebar 5-15 cm, pertulangan melengkung, permukaan

alas licin, berwarna hijau, permukaan bawah kasar, warna

hijau kelabu.

Bunga : Majemuk, di ketiak daun, sempurna, berkelamin ganda,

kelopak 5 helai, ujung runcing, pangkal berlekatan,

panjang 3-8 mm, warna ungu tua, benang sari 2 kali lipat

(21)

(Anonim, 2013).

Gambar 1. Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) [ Sumber : Koleksi Pribadi ]

2.1.3 Tempat Tumbuh

Merupakan tumbuhan liar di lereng-lereng gunung atau di

hutan-hutan dan kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Tumbuh baik pada

tanah yang berhumus tinggi dan lembab, pada ketinggian 800 m sampai

2.300 m di atas permukaan laut. Berbunga pada bulan November - Januari

dan waktu panen yang tepat bulan Maret - Mei (Anonim, 2013).

2.1.4 Kandungan Kimia

Buah parijoto mengandung metabolit sekunder berupa saponin,

glikosida, flavonoid dan tanin (Wachidah, 2014).

2.1.5 Khasiat

Secara tradisional buah Medinilla speciosa digunakan sebagai obat warna merah keunguan, kepala putik duduk di atas bakal

buah, kepala putik bulat, ungu, mahkota lepas, 5 helai,

bentuk kuku, panjang 5-8 mm, warna merah muda.

Buah : Buni, bulat, bagian ujung berbenjol bekas pelekatan

kelopak, diameter 5-8 mm, warna merah keunguan.

Biji : Bulat, jumlah banyak, kecil, putih.

(22)

sariawan, antiradang dan antibakteri (Anonim, 2013). Parijoto dipercaya

oleh masyarakat di daerah Gunung Merapi dapat meningkatkan kesehatan

ibu dan janin (Anggana, 2011). Sedangkan masyarakat Desa Colo

Kabupaten Kudus memiliki keyakinan jika ibu hamil mengkonsumsi

parijoto, kalau anaknya laki-laki maka akan terlihat cakap, kalau

perempuan terlihat cantik (Wibowo et al., 2012).

2.2 Penapisan Fitokimia

Tujuan utama dari penapisan fitokimia adalah menganalisis

tumbuhan untuk mengetahui kandungan bioaktif yang berguna untuk

pengobatan. Pendekatan secara penapisan fitokimia meliputi analisa

kualitatif kandungan dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang,

daun, bunga, buah dan biji) terutama kandungan metabolit sekunder yang

merupakan senyawa bioaktif seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin,

terpenoid dan glikosida.

a. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa nitrogen (N) yang merupakan hasil

metabolit sekunder pada tumbuh-tumbuhan. Umumnya alkaloid

menunjukkan efek fisiologik yang menarik, sehingga banyak digunakan sebagai obat-obatan (Guevera, 1985).

Hasil positif alkaloid pada Uji Mayer ditandai dengan terbentuknya

endapan putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks

kalium-alkaloid. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen

pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium

tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang

mengendap. Perkiraan reaksi yang terjadi pada Uji Mayer :

(23)

Hasil positif alkaloid pada Uji Dragendorff juga ditandai dengan

terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut

adalah kalium - alkaloid.

Gambar 3. Reaksi Uji Dragendorff [ Sumber : Marliana, 2005 ]

b. Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa polifenol yang mengandung C15

terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon.

Struktur umum flavonoid juga digambarkan sebagai deretan senyawa

C6-C3-C6 (Guevera, 1985).

Pendeteksian adanya senyawa flavonoid dapat dilakukan dengan

metode Wilstater sianidin. Uji Wilstater sianidin biasa digunakan

untuk mendeteksi senyawa yang mempunyai inti alfa-benzopiron.

Warna merah yang terbentuk pada pada Uji Wilstater disebabkan

karena terbentuknya garam flavilium (Achmad, 1986).

(24)

c. Saponin

Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat, dapat

menimbulkan busa jika dikocok dengan air dan pada konsentrasi rendah

dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah pada tikus. Identifikasi

saponin dapat dilakukan dengan mengocok ekstrak bersama air hangat di

dalam tabung reaksi dan akan timbul busa yang dapat bertahan lama,

setelah penambahan HCl 2N busa tidak hilang. Timbulnya busa pada Uji

Forth menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan

membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan

senyawa lainnya (Guevera, 1985). Reaksi pembentukan busa pada uji

saponin ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 5. Reaksi hidrolisis saponin dalam air [ Sumber : Marliana, 2005 ]

d. Tanin

Istilah “tanin” pertama kalinya digunakan untuk bahan dari tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk menggumpalkan protein

hewan pada proses penyamakan kulit. Saat ini tanin mempunyai nilai

penting sebagai sitotoksik, antikanker dan antitumor. Tanin terdiri dari 2

kelompok berdasarkan hasil hidrolisanya. Tipe pertama dikenal sebagai

pirogalol tanin yaitu, senyawa- senyawa fenolik yang mempunyai ikatan

ester dengan gula. Tipe kedua adalah tanin terkondensasi yang

kadang-kadang disebut katekol tanin dan merupakan polimer dari senyawa-

(25)

senyawa-senyawa berwarna merah yang tidak larut disebut dengan

phlobaphene atau merah tanin (Guevera, 1985). Tanin pada ekstrak

tumbuh-tumbuhan diidentifikasi dengan uji gelatin dengan prinsip

pengendap protein dari gelatin oleh tanin (Fransworth, 1996). Dan hasil

positif juga diberikan oleh pereaksi ferri klorida (FeCl3), dimana tanin

terhidrolisa memberikan warna biru atau biru-hitam, sedangkan

kondensasi tanin menberikan warna biru-hijau. Senyawa-senyawa

polifenol juga memberikan reaksi warna spesifik dengan FeCl3, tetapi

tidak memberikan endapan dengan gelatin.

e. Antrakuinon

Antrakuinon mungkin dijumpai baik dalam bentuk glikosida dengan

ikatan O- atau C-glikosida maupun aglikonnya. Biasanya digunakan

sebagai zat warna dan katartiks (purgatives). Turunan antrakuinon

biasanya merupakan senyawa berwarna merah jingga yang larut dalam air

panas dan alkohol encer. Identifikasinya dilakukan dengan cara Uji Borntrager’s, tetapi kadang-kadang uji ini memberikan hasil negatif pada antrakuinon yang sangat stabil atau turunan antranol, untuk itu identifikasi

dilakukan modifikasi Uji Borntrager’s. Antrakuinon memberikan warna yang spesifik dengan basa seperti, merah, violet dan hijau. Secara

spektrofotometri antrakuinon memberikan pita resapan yang berbeda

dengan senyawa kuinon lainnya, dimana memberikan 4 atau 5 pita

resapannya pada daerah UV dan sinar tampak. Paling tidak 3 dari pita

resapan berkisar antara 215 dan 300 nm, dan lainnya diatas 430 nm

(Guevera, 1985).

f. Glikosida

Glikosida merupakan senyawa alami yang terdapat pada berbagai

jenis tumbuh-tumbuhan tinggi dan memberikan pengaruh fisiologis.

Senyawa ini terbentuk dari gugus non-gula (aglikon) dan gugus gula

(glikon). Gugus aglikonnya sangat bervariasi tergantung dari jenis

(26)

triterpenoida dan lain sebagainya (Guevera, 1985). Untuk pemeriksaan

atau uji glikosida dapat dilakukan selain berdasarkan aglikonnya, juga

dapat dilakukan terhadap gugus gulanya karena gugus aglikon yang sangat

bervariasi, maka dapat dilakukan terhadap gugus gulanya dengan pereaksi

Keller-Kiliani (Chairul, 2003).

2.3 Metode Ekstraksi

Menurut Ketut Ristiasa dalam Parameter Standar Umum Ekstrak

Tumbuhan Obat (2000) yang dimaksud dengan ekstraksi adalah proses

penarikan kandungan senyawa kimia dari simplisia nabati atau simplisia

hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir

semua pelarut diuapkan dengan menggunakan alat yang sesuai.

Berikut adalah beberapa cara ekstraksi dengan menggunakan

pelarut.

2.3.1 Cara Dingin a. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian sederhana. Maserasi dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisisa dalam cairan penyari dengan

beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang

(kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel atau masuk ke

dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif tersebut akan

larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam

sel dengan yang di luar sel. Larutan yang lebih pekat (di dalam sel)

didesak keluar sel, masuk ke dalam larutan di luar sel. Peristiwa

tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan

di luar sel dan di dalam sel. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi

adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan

mudah diusahakan (Ristiasa, 2000).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru

(27)

temperatur ruangan. Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisisa

ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi

sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui

serbuk tersebut, kemudian melarutkan zat aktif dari sel-sel yang dilalui

sampai mencapai keadaan jenuh (Ristiasa, 2000).

2.3.2 Cara Panas a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif

konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan

proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk

proses ekstraksi sempurna (Ristiasa, 2000).

b. Soklet

Sokletasi merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu

baru umumnya dilakukan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik

(Ristiasa, 2000).

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara

umum dilakukan pada temperatur 40-500C (Ristiasa, 2000).

d. Infusa

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas

air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit). Infus pada umumnya

digunakan untuk menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air

dan bahan-bahan nabati. Hasil dari ekstrak ini menghasilkan zat aktif yang

(28)

yang diperoleh dengan infus tidak boleh disimpan lebih dari 4 jam

(Ristiasa, 2000).

e. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (> 30 menit) dan

temperatur sampai titik didih air (Ristiasa, 2000).

2.4 Inflamasi 2.5.1 Defenisi

Inflamasi atau radang merupakan proses respon tubuh terhadap

rangsangan yang merugikan yang ditimbulkan oleh agen berbahaya seperti

infeksi, antibodi, ataupun luka fisik (Goodman & Gilman, 2006). Pada

reaksi inflamasi akan terjadi pelepasan histamin, bradikinin, prostaglandin,

ekstravasasi cairan, migrasi sel, kerusakan jaringan dan perbaikannya yang

ditujukan sebagai upaya pertahanan tubuh dan biasanya respon ini terjadi

pada beberapa kondisi penyakit yang serius, seperti kardiovaskular,

gangguan inflamasi dan autoimun, kondisi neurodegeneratif, infeksi dan

kanker (Kumar et al., 2010 ; Chippada et al., 2011).

Ada lima tanda klinis terjadinya inflamasi yaitu rubor (kemerahan),

tumor (pembengkakan), kalor (panas), dolor (rasa nyeri), dan functio laesa

(kehilangan fungsi). Kemerahan terjadi pada tahap pertama dari inflamasi.

Darah berkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator

kimia tubuh (kinin, prostaglandin, dan histamin). Pelepasan histamin

menyebabkan dilatasi arteriol. Pembengkakan merupakan tahap kedua dari

inflamasi, dimana plasma masuk kedalam jaringan interstitial pada tempat

cedera. Kinin mendilatasi arteriol dan meningkatkan permeabilitas kapiler.

Rasa panas pada tempat inflamasi disebabkan oleh bertambahnya

pengumpulan darah dan mungkin juga dapat disebabkan oleh pirogen

(substansi yang menyebabkan demam) yang mengganggu pusat pengatur

panas pada hipotalamus. Adanya pembengkakan serta pelepasan

(29)

penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dapat menyebabkan

gangguan mobilitas pada daerah yang terkena (Kee & Hayes, 1993).

2.5.2 Mekanisme Inflamasi

Kerusakan atau perubahan yang terjadi pada sel dan jaringan akibat

adanya noksi (pengaruh merusak) akan membebaskan berbagai mediator

dan substansi radang. Asam arakidonat mulanya merupakan komponen

normal yang disimpan pada sel dalam bentuk fosfolipida, dibebaskan dari

sel penyimpan lipid oleh asil hidrolase sebagai respons adanya noksi.

Asam arakidonat ini kemudian mengalami metabolisme menjadi dua alur.

Alur siklooksigenase yang membebaskan prostaglandin, prostasiklin,

tromboksan; alur lipoksigenase yang membebaskan leukotrien dan

berbagai substansi seperti 5-HPETE, 5-HETE dan sebagainya (Mansjoer,

2003).

Respons kardiovaskular pada proses radang tergantung dari

karakteristik dan distribusi noksi. Dilatasi dan peningkatan permeabilitas

kapiler di sekitar jaringan yang mengalami pengaruh-pengaruh merusak

pada fase akut berlangsung cepat dimulai 1 sampai 30 menit sejak terjadi

perubahan-perubahan pada jaringan dan berakhir 15 sampai 30 menit dan

kadang-kadang sampai 60 menit (lnsel, 1991; Melmon dan Morreli, 1978;

Robins, 1974). Volume darah yang membawa leukosit ke daerah radang

bertambah, dengan gejala klinis di sekitar jaringan berupa rasa panas dan

warna kemerah-merahan (PGE2 dan PGI2). Aliran darah menjadi lebih

lambat, leukosit beragregasi di sepanjang dinding pembuluh darah

menyebabkan pembuluh darah kehilangan tekstur. Peningkatan

permeabilitas kapiler disebabkan kontraksi sel-sel endotel sehingga

menimbulkan celah-celah bermembran. Permeabilitas kapiler ditingkatkan

oleh histamin, serotonin, bradikinin, sistim pembekuan dan komplemen

dibawah pengaruh faktor Hageman dan SRS-A. Larutan mediator dapat

mencapai jaringan karena meningkatnya permeabilitas kapiler dengan

(30)

Fase radang sub-akut berlangsung lambat, mulai dari beberapa jam

sampai beberapa hari misalnya karena pengaruh noksi bakteri.

Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler masih berlangsung.

Karakteristik paling menonjol adalah infiltrasi fagosit yaitu sel

polimorfonuklir dan monosit ke jaringan. Selain itu aliran darah lambat,

pendarahan dan terjadi kerusakan jaringan yang ekstensif. Proses fagosit

mencapai daerah peradangan dinamakan kemotaktik. Migrasi fagosit

diaktivasi oleh salah satu fragmen dari komponen komplemen, untuk

leukosit polimorfonuklir yaitu C3a. Selain itu LTB4 dan PAF ikut

berperanan. Fagosit bergerak pada permukaan sel endotel, pada ujung

depan mengecil dan memanjang sehingga dapat memasuki antar sel

endotel kemudian melarutkan membran (diapedesis). Fagosit melepaskan

diri dari antar sel, masuk ke jaringan dan berakumulasi (Insel, 1991;

Melmon dan Morreli, 1978; Roitt et al, 1985). Fagosit yang mula-mula ke

luar dari dinding pembuluh darah adalah leukosit polimorfonuklir yang

menyerang dan mencerna bakteri dengan cara fagositosis. Disusul

datangnya monosit (makrofag) sebagai petugas pembersih, mencerna

leukosit polimorfonuklir dan sel jaringan yang telah mati akibat toksin

bakteri. Pada radang kronik makrofag juga ikut mencerna bakteri (Boyd,

1971).

Plasma darah setelah melewati dinding pembuluh darah yang

permeabel sifatnya berubah disebut limfe radang. Leukosit dan limfe

radang secara bersama membentuk eksudat radang yang menimbulkan

pembengkakan pada jaringan. Rasa sakit disebabkan tertekannya serabut

syaraf akibat pembengkakan jaringan. Selain itu rasa sakit disebabkan

bradikinin dan PG. Kerusakan jaringan disebabkan fagositosis, enzim

lisosomal dan radikal oksigen. Deman oleh pirogen endogen yang

dihasilkan adalah karena kerusakan sel (Korolkovas, 1988; Boyd, 1971).

Berdasarkan fasenya, ada dua fase yang terjadi dalam mekanisme

inflamasi yaitu fase perubahan vaskular dan fase reaksi selular. Fase

perubahan vaskular terjadi pada pembuluh darah. Mula-mula akan terjadi

(31)

darah kecil (arteriol). Proses dapat berlangsung beberapa detik sampai

beberapa menit tergantung pada kerasnya jejas (luka). Kemudian akan

terjadi vasodilatasi yang dimulai dari pembuluh arteriol yang tadinya

menyempit lalu diikuti oleh bagian lain pembuluh darah itu. Akibat

dilatasi ini, maka aliran darah akan bertambah sehingga pembuluh darah

akan penuh terisi darah dan tekanan hidrostatiknya meningkat, yang

selanjutnya dapat menyebabkan keluarnya cairan plasma dari pembuluh

darah itu. Setelah itu, aliran darah melambat karena permeabilitas kapiler

juga bertambah. Sehingga cairan darah dan protein akan keluar dari

pembuluh darah dan mengakibatkan darah menjadi kental. Proses tersebut

dikenal dengan proses eksudasi. Keseluruhan proses ini terjadi akibat

adanya zat kimia yang menyerupai histamin dan protaglandin

(Pringgoutomo, 2002).

Setelah fase vaskuler selesai, terjadi reaksi seluler pada daerah yang

mengalami inflamasi. Fase ini dimulai setelah sel darah putih dalam darah

berpindah ke tempat cedera atau infeksi. Sel-sel darah putih dan trombosit

tertarik ke daerah tersebut oleh zat-zat kimia yang dihasilkan dari sel yang

cedera, sel mast, melalui pengaktifan komplemen, dan pembentukan

sitokin yang terjadi setelah antibodi berikatan dengan antigen. Tertariknya

sel darah putih ke area cedera disebut kemotaksis. Ketika berada di area

tersebut, berbagai stimulan menyebabkan sel endotel kapiler dan sel darah

putih, terutama neutrofil dan monosit menghasilkan molekul adhesif

komplementer. Neutrofil merupakan sel pertama yang tiba di daerah yang

mengalami inflamasi. Neutrofil bekerja dengan memfagositosis,

mendegradasi sel debris, serta membunuh mikroba. Neutrofil dapat

membunuh mikroorganisme melalui dua cara yaitu menggunakan enzim

lisosomal pencernaan dan memproduksi oksigen bebas radikal (Corwin &

Elizabeth, 2008).

Urutan proses yang terjadi pada leukosit terdiri atas penepian

(marginasi), pelekatan (sticking), diapedesis (emigrasi), dan fagositosis.

Proses marginasi adalah proses ketika sel darah putih melekat pada sel

(32)
(33)

2.5.3 Penyebab Inflamasi

Pengaruh-pengaruh merusak (noksi) dapat berupa noksi fisika,

kimia, bakteri, parasit dan sebagainya. Noksi fisika misalnya suhu tinggi,

cahaya, sinar X dan radium, juga termasuk benda-benda asing yang

tertanam pada jaringan atau sebab lain yang menimbulkan pengaruh

merusak. Asam kuat, basa kuat dan racun termasuk noksi kimia. Bakteri

patogen antara lain Streptococcus, Staphylococcus dan Pneumococcus

(Boyd, 1971).

Penyebab paling umum dari proses peradangan antara lain :

1. Infeksi mikrobial (bakteri pirogenik, virus)

2. Agen fisik (trauma, radiasi pengion, panas, dan dingin)

3. Cedera kimiawi (korosif, asam, basa, agen pereduksi, dan toksin

bakteri)

4. Jaringan nekrosis misalnya infark iskemik

5. Reaksi hipersensitivitas misalnya parasit dan basil tuberkulosis

(Underwood, 1999).

2.5.4 Tipe Inflamasi

Berdasarkan waktu terjadinya inflamasi diklasifikasikan menjadi:

1. Inflamasi akut, adalah inflamasi yang terjadi dalam waktu yang segera

dan hanya dalam waktu yang tidak lama terhadap cedera jaringan.

Karakteristik utamanya adalah adanya eksudasi cairan (edema) dan

emigrasi dan polimorfonuklear (neutrofil).

2. Inflamasi kronis, adalah inflamasi yang terjadi dalam waktu dan

durasi yang lebih lama dengan melibatkan limfosit serta makrofag dan

menimbulkan poliferasi pembuluh darah serta pembentukan jaringan

parut.

Berdasarkan pada karakteristik utama inflamasi kronik dan akut,

dapat dibedakan menurut jenis eksudat dan variabel morfologi :

1. Inflamasi serosa

Inflamasi serosa dicerminkan oleh akumulasi cairan dalam jaringan

(34)

peritoneum, pleura, dan perikardium keadaan ini dinamakan efusi,

namun dapat juga ditemukan ditempat lain (mialnya lepuh karena luka

bakar pada kulit).

2. Inflamasi fibrinosa

Inflamasi fibrinosa merupakan keadaan meningkatnya permeabilitas

vaskular yang lebih nyata, disertai eksudat yang mengandung

fibrinogen dalam jumlah besar. Fibrinogen tersebut akan diubah

mejadi fibrin melalui sistem koagulasi. Keterlibatan permukaan serosa

(misalnya perikardium atau pleura) disebut dengan istilah perikarditis

fibrinosa atau pleuritis fibrinosa.

3. Inflamasi supuratif atau purulen

Pola ini ditandai oleh eksudat purulen (pus/nanah) yang terdiri atas

leukosit dan sel-sel nekrotik. Istilah abses mengacu kepada kumpulan

inflamasi purulen setempat yang disertai dengan nekrosis likuefaksi

(misalnya abses stafilokokus)

4. Ulkus

Ulkus merupakan erosi lokal pada permukaan epitel yang ditimbulkan

oleh jaringan nekrotik yang mengelupas atau mengalami inflamasi

(misalnya ulkus lambung) (Richard et al., 2006).

2.5.5 Mediator Inflamasi

Kerusakan sel akibat adanya noksi akan membebaskan berbagai

mediator atau substansi radang antara lain histamin, bradikinin, kalidin,

serotonin, prostaglandin, leukotrien dan sebagainya. Histamin terdapat

pada semua jaringan juga pada leukosit basofil. Di dalam jaringan,

histamin disimpan dalam sel mast dan dibebaskan sebagai hasil interaksi

antigen dengan antibodi IgE pada permukaan sel mast, berperan pada

reaksi hipersensitif dan alergi. Substansi tersebut merupakan mediator

(35)

dalam beberapa detik. Reseptor-reseptor histamin adalah H1 dan H2.

Stimulasi pada kedua reseptor ini menyebabkan vasodilatasi pada arterial

dan pembuluh darah koronaria, merendahkan resistensi kapiler dan

menurunkan tekanan darah sistemik. Pada reaksi radang permeabilitas

kapiler meningkat karena dibebaskannya histamin (Mutschler, 1991;

Garrison, 1991).

Prazat kalikrein ialah kalikreinogen yang tidak aktif terdapat dalam

pankreas, mukosa usus dan plasma darah. Kalikreinogen diaktivasi oleh

faktor Hageman, melalui penguraian enzimatik dihasilkan kinin aktif yaitu

bradikinin dan kalidin, keduanya autakoid. Sebagai mediator radang

bradikinin dan kalidin bereaksi lokal, menimbulkan rasa sakit,

vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler dan berperan

meningkatkan potensi prostaglandin (Mutschler, 1991; Garrison, 1991).

Serotonin (5-hidroksitriptamin, 5-Hf), dalam konsentrasi tinggi

terdapat pada platelet darah, perifer mukosa usus dan di beberapa bagian

otak. Salah satu reseptor 5-Hf yang terdapat pada membran platelet ialah

5-Hf 2, jika distimulasi akan meningkatkan agregasi platelet (Garrison,

1991).

Mediator eikosanoid berasal dari dua famili berbeda, dari alur

siklooksigenase dihasilkan prostaglandin dan dari alur lipoksigenase

dihasilkan leukotrien, termasuk semua senyawa yang masih berhubungan

dengan keduanya. Sebagai prazat adalah asam arakidonat. Prostaglandin

(PG) sebenarnya bukan sebagai mediator radang, lebih tepat dikatakan

sebagai modulator dari reaksi radang. Sebagai penyebab radang, PG

bekerja lemah, berpotensi kuat setelah berkombinasi dengan mediator atau

substansi lain yang dibebaskan secara lokal, autakoid seperti histamin,

serotonin, PG lain dan leukotrien. Prostaglandin paling sensibel pada

reseptor rasa sakit di daerah perifer. Prostaglandin merupakan vasodilator

potensial, dilatasi terjadi pada arteriol, prekapiler, pembuluh sfingter dan

postkapiler venula. Walaupun PG merupakan vasodilator potensial tetapi

bukan sebagai vasodilator universal (Hirschelmann, 1991; Campbell,

(36)

Tromboksan A2 berkemampuan menginduksi agregasi platelet maupun

reaksi pembebasan platelet (Campbell, 1991).

Dari alur lipoksigenase dihasilkan mediator leukotrien (LT) dan

hidroksi asam lemak. Mediator LTB4 potensial untuk kemotaktik leukosit

polimorfonuklir, eosinofil dan monosit. Pada konsentrasi lebih tinggi LTB4

menstimulasi agregasi leukosit polimorfonuklir. Mediator LTB4

mengakibatkan hiperalgesia. Efek terhadap mikrovaskulatur diinduksi oleh

LTC4 clan LTD4, beraksi di sepanjang endotel dari postkapiler venula yang

menyebabkan eksudasi plasma. Pada konsentrasi tinggi LTC4 dan LTD4

mempersempit arteriol dan mengurangi eksudasi. Kombinasi LTC4 dan

LTD4 merupakan mediator baru, dinamakan slow reacting substance of

anaphylaxis (SRS-A) yang dapat menyebabkan peradangan, reaksi

anafilaksi, reaksi alergi dan asma (Campbell, 1991).

Platelet-activating factor (PAF) disimpan di dalam sel dalam bentuk

prazat. PAF disintesis oleh platelet, neutrofil, monosit, sel mast, eosinofil

dan sel mesangial ginjal. PAF merupakan stimulator agregasi platelet,

agregasi leukosit polimorfonuklir dan monosit, meningkatkan potensi LT,

pembebasan enzim lisosomal dan superoksida, juga merupakan faktor

kemotaktik eosinofil, neutrofil dan monosit (Campbell, 1991).

Selama berlangsung proses inflamasi banyak mediator kimia yang

dilepaskan dari plasma, sel atau jaringan rusak. Mediator inflamasi dibagi

dalam beberapa kelompok :

1. Amin vasoaktif : histamin dan serotonin

2. Protein plasma : komplemen kinin, dan sistem pembekuan

3. Metabolit asam arakidonat : prostaglandin, leukotrien, dan lipoksin

4. Platelet-Activating Factor (PAF)

5. Sitokin dan kemokin

6. Nitrogen oksida

7. Konstituen lisosom pada leukosit

8. Radikal bebas yang berasal dari oksigen

(37)

Beberapa mediator inflamasi yang penting antara lain :

a) Histamin dan serotonin

Histamin dan serotonin merupakan dua dari beberapa mediator

pertama dalam proses inflamasi. Pelepasan histamin dan serotonin

menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular.

Kedua mediator ini berasal dari sel mast, basofil, dan trombosit.

Beberapa faktor yang mnyebabkan pelepasan amin dari sel mast

adalah sebagai berikut :

1) Adanya agen fisik (trauma atau panas)

2) Reaksi imun yang melibatkan Ig E

3) Fragmen komplemen C3a serta C5a (anafilatoksin)

4) Sitokin (IL 1 dan IL 8)

5) Faktor – faktor pelepasan histamin yang berasal dari leukosit

b) Komplemen C3a dan C5a

C3a dan C5a disebut juga sebagai anafilatoksin. Anfilatoksin

mampu memicu degranulasi pada sel endotelial, mastosit, dan fagosit

yang lebih lanjut memicu respon peradangan. C3a dan C5a merupakan

polipeptida yang berfungsi layaknya sitokin yang hanya dilepaskan

pada area peradangan. C3a dan C5a akan menstimulasi pelepasan

histamin dari sel mast dan dengan demikian terjadi peningkatan

permeabilitas vaskular dan vasodilatasi. C5a juga mengaktifkan

metabolisme arakidonat sehingga terjadi pelepasan mediator inflamasi

tambahan.

c) Bradikinin

Pelepasan bradikinin menyebabkan timbulnya rasa nyeri,

vasodilatasi dan edema / pembengkakan yang terjadi dalam proses

inflamasi. Bradikinin bukan merupakan zat kemotaksis. Bradikinin

dihasilkan dari pemecahan protein plasma kininogen oleh enzim

protease spesifik (kalikrein). Kalikrein juga memiliki aktivitas

(38)

d) Prostaglandin

Prostaglandin merupakan golongan asam lemak rantai panjang

turunan dari asam arakidonat dan disintesis oleh berbagai jenis sel.

Prostaglandin dihasilkan melalui jalur siklooksigenase. Terdapat

beberapa jenis prostaglandin antara lain I2 (prostasiklin) dan

prostaglandin E2 yang menyebabkan vasodilatasi. Selain itu

prostaglandin E2 juga dapat meningkatkan sensitivitas terhadap

ransangan nyeri dan dapat memediasi demam (Richard et al., 2006).

Prostaglandin memiliki sejumlah efek fisiologi dan farmakologi

luas, antara lain terhadap otot polos (dinding pembuluh, rahim,

bronchi, dan lambung – usus), agregasi trombosit, produksi hormon, lipolisis di depot lemak dan SSP. Senyawa ini terbentuk bila membran

sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik atau

mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah

fosfolipida yang terdapat di daerah tersebut menjadi asam arakidonat

yang kemudian sebagiannya diubah oleh enzim siklooksigenase

menjadi asam enderoperoksida dan seterusnya menjadi zat – zat prostaglandin. Bagian lain dari arakidonat diubah oleh enzim

lipoksigenase menjadi zat – zat leukotrien (Tjay dan Rahardja, 2007).

e) TNF dan IL-1

TNF dan IL-1 merupakan sitokin utama yang memediasi

inflamasi. Kedua sitokin ini terutama diproduksi oleh sel – sel makrofag aktif. Kerjanya yang paling penting dalam proses inflamasi

meliputi efek pada endotelium, leukosit, dan induksi reaksi sitemik

fase akut. Sekresi TNF dan IL-1 distimulasi oleh endotoksin,

kompleks imun, toksin, jejas fisik, dan berbagai produk inflamasi.

TNF dan IL-1 menginduksi aktivasi endotel yang meliputi induksi

molekul adhesi endotel dan mediator kimia (sitokin lainnya seperti

IL-6, IL-8, faktor pembunuhan, PGI2 PAF, dan nitrit oksida). Kedua

(39)

IL-1 dan TNF menginduksi respon fase akut sistemik yang

menyertai infeksi atau jejas seperti demam, anoreksia, letargi,

neutrofilia, pelepasan kortikotropin, serta kortikosteroid, dan efek

hemodinamik akibat oleh syok septik-hipotensi, penurunan resitensi

vaskular, peningkatan frekuensi jantung serta asidosis.

Gambar 7. Berbagai efek utama yang ditimbulkan oleh IL-1 dan TNF pada inflamasi [ Sumber : Richard, 2006 ]

Produk bakteri, kompleks imun, toksin, jejas fisik, sitokin

lainnya

AKTIVASI MAKROFAG

(dan sel lainnya)

IL-1 / TNF

Reaksi Fase Akut

Demam, tidur, selera makan, protein fase akut meningkat, efek hemodinamik (syok), neutrofilia

Efek Endotelial

Daya rekat leukosit, sintesis PGI, aktivitas prokoagulan

meningkat, aktivitas

antikoagulan menurun, 1, IL-8, IL-16, PDGF meningkat

Efek Fibroblas

Poliferasi, sintesis kolagen, kolagenase, protease, sintesis PGE meningkat

Efek Leukosit

(40)

Gambar 8. Pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast [ Sumber : Elsevier, 2002 ]

2.5 Obat Anti Inflamasi

2.6.1 Obat Anti Inflamasi Steroid

Kortikosteroid seperti deksametason, prednison, prednisolon

seringkali digunakan sebagai obat anti inflamasi. Kelompok obat ini dapat

mengendalikan anti inflamasi dengan menekan atau mencegah banyak

komponen dari proses inflamasi pada tempat cedera. Kortikosteroid

disintesis secara alami di korteks adrenal dan merupakan hasil biosintesis

dari kolestrol. Mekanisme kerja anti inflamasi steroid adalah menghambat

(41)

2.6.2 Obat Anti Inflamasi Non Steroid

Obat – obat yang termasuk dalam ini adalah indometasin, asam mefenanmat, asam salisilat, ibuprofen, diklofenak, dan fenilbutazon

(Gilman, 2008). Kerja utama kebanyakan non steroidal anti inflammatory

drugs (NSAID) adalah sebagai penghambat sintesis prostaglandin, dimana

enzim-enzim seperti siklooksigenase dapat merubah asam arakidonat

menjadi prostaglandin dan tromboksan.

2.6 Uji Anti Inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit

Berbagai metode dapat digunakan untuk menguji aktivitas anti

inflamasi dari suatu obat, kandungan kimia, maupun herbal. Metode yang

dapat dilakukan secara in vivo antara lain pembentukan edema buatan,

eritema, iritasi dengan panas, pembentukan kantung granuloma, iritasi

pleura, dan penumpukan kristal sinovitis (Vogel, 2002 & Turner, 1965).

Selain itu, metode in vitro juga dapat dilakukan untuk menguji aktivitas

anti inflamasi, antara lain pelepasan fosforilasi oksidatif (ATP),

menghambat denaturasi protein, stabilisasi membran eritrosit, stabilisasi

membran lisosomal, pengujian fibrinolitik, dan agregasi platelet (Oyedapo

et al., 2010).

Sel darah merah manusia (eritrosit) telah digunakan sebagai suatu

model untuk mempelajari interaksi antara obat dan membran. Obat–obatan seperti anastetik transquiliser dan obat anti inflamasi non steroid dapat

menstabilkan eritrosit untuk melawan terjadinya haemolisis hipotonik pada

konsentrasi rendah. Ketika sel darah merah mengalami stress hipotonik,

pelepasan hemoglobin (Hb) dari sel darah merah dapat dicegah oleh agen

anti inflamasi (Kumar, 2011).

Membran sel darah merah merupakan analog dari membran

lisosomal. Enzim lisosomal yang dilepaskan selama inflamasi

menyebabkan berbagai gangguan pada jaringan, kerusakan makromolekul,

dan peroksidasi lipid yang dianggap dapat bertanggung jawab pada kondisi

(42)

artritis, dan lain – lain. Aktivitas ekstraseluler dari enzim ini dianggap berhubungan pada inflamasi akut dan kronik (Chippada et al., 2011).

Stabilisasi dari membran lisosomal merupakan hal yang sangat

penting pada respon inflamasi dengan menghambat pelepasan konstituen

lisosomal dari aktivasi neutrofil seperti enzim bakterisidal dan protease

yang dapat menyebabkan peradangan pada jaringan dan kerusakan selama

extra celluler release (Kumar et al., 2011).

Kerusakan pada membran lisosomal biasanya memicu pelepasan

fosfolipase A2 yang menyebabkan hidrolisis fosfolipid untuk

memproduksi mediator inflamasi. Stabilisasi pada membran sel ini

menghambat lisis dan pelepasan isi dari sitoplasma yang ikut membatasi

kerusakan jaringan dan eksaserbasi dari respon inflamasi. Oleh karena itu,

diharapkan senyawa dengan aktivitas penstabil membran dapat

memberikan perlindungan secara signifikan pada membran sel dalam

melawan pelepasan zat – zat penyebab luka (Karunanithi, 2012).

2.7 Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer UV-VIS yang terdiri dari dua komponen utama

yaitu spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan spektra

panjang gelombang tertentu, sedangkan fotometer merupakan alat

pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi.

Spektrofotometer UV-VIS digunakan untuk mengukur energi secara relatif

bila energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai

fungsi dari panjang gelombang. Sedangkan spektrofotometri adalah suatu

metode yang didasarkan pada pengukuran energi cahaya tampak (visibel)

atau cahaya untraviolet (UV) oleh suatu senyawa sebagai fungsi panjang

gelombang (Day & Underwood, 2002).

2.8.1 Prinsip Dasar

(43)

dipancarkan sebanding dengan bertambahnya tebal dan kepekatan media

(Day & Underwood, 2002).

Keterangan: A = Absorbansi sampel

a = Absorbtivitas molar

b = Tebal kuvet

c = Konsentrasi sampel

2.8.2 Instrumentasi

Spektrofotometer UV-VIS pada umumnya tersusun dari dua

komponen, yaitu spektrometer (mengukur dan menghasilkan spektra

dengan panjang gelombang tertentu atau sinar monokromatis) dan

fotometer (pengukur daya kuat sinar monokromatis yang ditransmisikan

atau diabsorpsi) (Day & Underwood, 2002).

Berikut ini skema instrumentasi Spektrofotometer UV-VIS :

Gambar 9. Skema Instrumentasi Spektrofotometer UV-VIS [ Sumber : Day & Underwood, 2002 ]

a. Sumber Cahaya

Sumber cahaya mempunyai fungsi untuk memberikan energi pada

daerah panjang gelombang yang tepat untuk pengukuran dan

mempertahankan intensitas cahaya yang tetap selama pengukuran.

(44)

diatas 375 nm, sedangkan spektrofotometer UV menggunakan lampu

deuterium (D2) memiliki λ dibawah 375 nm. Sumber cahaya pada spektrofotometer dibagi menjadi tiga bagian :

 Sumber cahaya visibel dengan lampu Wolfram atau lampu Tungsten

 Sumber cahaya UV dengan lampu deuterium (D2) atau lampu

hidrogen

 Sumber cahaya inframerah dengan lampu Nernst atau lampu

Glowen (Day & Underwood, 2002).

b. Monokromator

Monokromator adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengubah

cahaya polikromatik menjadi cahaya monokromatik yang kemudian

dilewatkan pada celah sempit atau slit agar memungkinkan pemisahan

panjang gelombang yang diukur. Beberapa monokromator yang biasa

digunakan adalah prisma dan grating (Willard et al., 1988).

c. Kuvet

Kuvet adalah tempat disimpannya larutan contoh yang akan diukur

serapannya yang diletakkan pada jalan cahaya dari minokromator. Pada

saat cahaya monokromatis melalui kuvet, terjadi penyerapan sejumlah

tertentu cahaya, sedangkan sebagian lainnya diteruskan ke detektor (Day

& Underwood, 2002). Kuvet visibel dan UV yang khas mempunyai

panjang lintasan 1 cm, ada juga yang mempunyai ketebalan 0,1 cm

sampai 10 cm atau bahkan lebih (Willard et al., 1988).

d. Detektor

Detektor berfungsi untuk mengubah energi cahaya yang

ditransmisikan atau diteruskan oleh kuvet, yang jatuh mengenainya

menjadi suatu besaran yang terukur. Detektor yang ideal harus mempunyai

kepekaan tinggi, dan responnya stabil pada daerah panjang gelombang

(45)

e. Rekorder

Rekorder merupakan bagian akhir dalam alat ini. Sinyal listrik yang

dihasilkan pada detektor dapat dibaca pada rekorder dengan

mengkonversikannya ke dalam besaran absorban atau %T (Day &

(46)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai Bulan Maret hingga Bulan Mei 2015

di Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Penelitian II, Laboratorium

Farmakognosi dan Fitokimia, Laboratorium Kimia Obat dan Laboratorium

Formulasi Sediaan Steril FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan Uji

Bahan uji yang digunakan adalah buah parijoto (Medinilla speciosa

Blume) dengan spesifikasi warna merah muda keunguan dan rasa asam

sepat yang berasal dari Desa Colo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Bahan

selanjutnya yang digunakan adalah sel darah merah yang diisolasi dari

whole blood (darah lengkap) yang masih segar dengan batas kadaluarsa 30

hari. Darah yang digunakan adalah golongan darah B dan diperoleh dari

PMI (Palang Merah Indonesia) DKI Jakarta. Sel darah merah yang

dibutuhkan untuk uji ini adalah sel darah yang belum mengalami lisis.

3.2.2 Bahan Kimia

Etanol 70%, kloroform, asam sulfat (H2SO4), pereaksi Dragendorff,

pereaksi Mayer, asam klorida (HCl), aquades, natrium klorida (NaCl), feri

klorida (FeCl3), amoniak (NH3), dinatrium hydrogen posfat dihidrat

(Na2HPO4. 2H2O), natrium dihidrogen posfat monohidrat (NaH2PO4.

H2O), natrium hidroksida (NaOH), natrium diklofenak (PT. Indofarma).

3.2.3 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan gelas

standar, tabung gelap, mikropipet Mettler Toledo 200 µL, mikropipet

Mettler Toledo 1000 µL, neraca analitik, vacuum rotary evaporator,

(47)

sentrifugator, tabung sentrifus, autoklaf, spuit, pH meter, vortex,

mikrotips, dan termometer.

3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Determinasi

Buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) yang digunakan pada

penelitian ini dilakukan determinasi terlebih dahulu di Herbarium

Bogoriense LIPI Bogor untuk menentukan apakah buah yang digunakan

pada penelitian ini benar jenis Medinilla speciosa Blume, suku

Melastomaceae, Parijoto.

3.3.2 Penyiapan Bahan

Buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) yang digunakan pada

penelitian ini diambil pada Bulan Desember 2014 dari Desa Colo,

Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Buah parijoto disortasi untuk dipisahkan

dari kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing sehingga dapat mengurangi

jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan uji, kemudian dicuci

dengan air mengalir dan dikering anginkan hingga tidak terdapat sisa air.

Buah segar yang telah didapatkan kemudian dihaluskan dengan blender

dan dilakukan ekstraksi.

3.3.3 Pembuatan Ekstrak

Buah segar parijoto (Medinilla speciosa Blume) yang telah

dihaluskan dimaserasi dengan etanol 70% selama 48 jam, dan dilakukan

secara terus menerus hingga hasil maserasi atau maserat yang diperoleh

hampir jernih. Hasil maserasi kemudian diuapkan dengan menggunakan

alat vacuum rotary evaporator pada suhu 400C hingga didapatkan ekstrak

kental dengan kadar air kurang dari 10% yang merupakan ekstrak kasar.

3.3.4 Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia dilakukan terhadap ekstrak kasar yang telah

(48)

flavonoid, saponin, tanin, glikosida, dan terpenoid. Berikut prosedur

masing-masing pengujian.

I. Identifikasi senyawa alkaloid

Ekstrak ditimbang 10 mg, lalu ditambahkan 10 mL kloroform diaduk

rata. Campuran disaring dan dimasukkan kedalam tabung reaksi,

kemudian ditambahkan 0,5 mL H2SO4 1 M dan dikocok baik-baik,

dibiarkan beberapa saat. Lapisan atas yang jernih dipipet kedalam 2

tabung reaksi kecil. Salah satunya diberikan pereaksi Dragendorff dan

tabung lainnya pereaksi Mayer 2-3 tetes. Reaksi positif apabila

menunjukkan endapan kuning jingga (orange) dengan pereaksi

Drogendorf dan endapan putih dengan pereaksi Mayer (Guevara, 1985

dalam Wachidah, 2013).

II. Identifikasi Senyawa Flavonoid

Ekstrak parijoto ditetesi dengan larutan NaOH. Adanya perubahan

menjadi warna kuning dan ketika ditambahkan larutan asam warna

menjadi pudar menunjukkan hasil positif adanya flavonoid (Tiwari et al.,

2011).

III. Identifikasi Senyawa Saponin

Uji Forth

Ekstrak ditimbang 10 mg, lalu ditambahkan 10 ml air panas.

Selanjutnya dikocok kuat selama 10 detik, akan terbentuk buih yang

mantap setinggi 1-10 cm selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 1 tetes

HCl 2N dan diamati (Guevera, 1985 dalam Wachidah, 2013).

IV. Identifikasi Senyawa Tanin

0,5 g ekstrak direbus dalam 10 mL air dalam tabung reaksi dan

disaring, kemudian ditambahkan beberapa tetes FeCl3 0,1% dan diamati,

positif jika terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman (Ayoola

(49)

V. Identifikasi Senyawa Glikosida

Metode Keller-Killiani

Ekstrak sebanyak 10 mg ditambahkan 3 ml pereaksi FeCl3 kemudian

diaduk dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi. Diteteskan 1 ml larutan

asam sulfat pekat melalui dinding tabung reaksi. Biarkan campuran

beberapa lama sehingga terbentuk warna merah kecoklatan, yang mungkin

berubah menjadi biru atau lembayung. Perubahan tersebut menunjukkan

reaksi positif terhadap 2-deoksi-gula (Guevera, 1985 dalam Wachidah,

2013).

VI. Identifikasi Terpenoid

Sebanyak 0,5 g ekstrak ditimbang kemudian ditambahkan 2 ml

kloroform. Sebanyak 3 ml H2SO4 ditambahkan dengan hati-hati untuk

membentuk lapisan. Perubahan warna menjadi coklat kemerahan yang

terdapat pada antar lapisan mengindikasikan adanya terpenoid (Ayoola et

al., 2008).

3.3.5 Pengamatan Organoleptis

Organoleptis ekstrak dinyatakan melalui pengamatan dengan panca

indera, mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa ekstrak (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

3.3.6 Uji Kadar Air

Parameter non spesifik kadar air dilakukan terhadap ekstrak kasar.

Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dalam wadah yang telah ditara.

Kemudian dikeringkan pada suhu 1050C selama lima jam dan ditimbang.

Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak satu jam sampai

(50)

3.3.7 Uji Aktivitas Anti Inflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit 3.3.7.1 Pembuatan Larutan yang Dibutuhkan

a. Pembuatan Dapar Posfat (0,15 M pH 7,4)

Sebanyak 2,67 gram dinatrium hidrogen posfat dihidrat (Na2HPO4.

2H2O) dilarutkan dalam 100 mL aquades. Kemudian sebanyak 2,07 gram

natrium dihidrogen posfat monohidrat (NaH2PO4. H2O) dilarutkan dalam

100 mL aquades. Kemudian 81 mL larutan Na2HPO4. 2H2O (0,15 M)

dicampurkan dengan 19 mL NaH2PO4. H2O (0,15 M) pada suhu ruang

(Ruzin, 1999). Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf 1210C.

b. Pembuatan Larutan Isosalin

Sebanyak 0,85 gram NaCl dilarutkan dalam dapar posfat 0,15 M pH

7,4 kemudian di add hingga volumenya 100 mL (Kumar et al., 2011 dan

Oyedapo et al., 2010). Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf

1210C selama 15 menit.

c. Pembuatan Larutan Hiposalin

Sebanyak 0,25 gram NaCl dilarutkan dalam dapar posfat 0,15 M pH

7,4 kemudian di add hingga volumenya 100 mL (Kumar et al., 2011 dan

Oyedapo et al., 2010). Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf

1210C selama 15 menit.

d. Penyiapan Konsentrasi Sampel Uji dan Natrium Diklofenak

Sebanyak 500 mg ekstrak dilarutkan dalam 5 mL etanol 70% lalu

diencerkan dengan isosalin sampai 50 mL (10000 ppm) pada suhu ruang,

selanjutnya encerkan larutan tersebut menjadi 50, 100, 500, dan 1000 ppm,

masing – masing seri konsentrasi dibuat triplo. Kemudian 5 mg natrium diklofenak dilarutkan dalam 1 mL etanol 70% lalu diencerkan dengan

Gambar

Tabel 3. Nilai rata-rata persentase stabilitas membran sel darah merah larutan uji
Gambar 1. Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) ........................................
Gambar 1. Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume)
Gambar 2. Reaksi Uji Mayer [ Sumber : Marliana, 2005 ]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis risiko tersebut didapatkan hasil dokumentasi risiko teknologi informasi dan rekomendasi penanganan risiko dalam aspek personil yaitu penambahan

Berdasarkan pengamatan tersebut diperlukan kegiatan yang lebih tertib dalam administrasi pengelolaan Barang Milik Negara pada Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Maksud disusunnya Rencana Kerja Badan Kepegawaian Daerah Kota Blitar Tahun 2018 adalah dalam rangka melaksanaan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999

(10) Renja-SKPD yang disusun dengan pendekatan berbasis kinerja harus menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD); (11) Dalam

memenuhi atau dapat melebihi kualitas pelayanan yang diharapkan. Menurut Tjiptono, definisi kualitas pelayanan ini adalah upaya pemenuhan kebutuhan yang diiringi

dan kurang berinteraksi sehingga akan berdampak pada hasil belajar siswa yang. memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) mencapai 35% dan

Metode Interval Training Pada Atlet SSB Bintang Utara Labuhan Batu usia 13-15.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar menganalisis teks negosiasi antara yang menggunakan LKPD dengan pembelajaran konvensional siswa