• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Pada Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Pada Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

PADA KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT

(ISPA) BALITA DI PUSKESMAS BUNGAH KABUPATEN

GRESIK

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :

LILIS ZUHRIYAH

NIM : 1111104000055

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOOL OF NURSING

SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA Undergraduate Thesis, July 2015

Lilis Zuhriyah, NIM : 1111104000055

Ilustration of Family Member Smoking Habit in Acute Respiratory Infection (ARI) in Toddler at Puskesmas (Health Center) Bungah, Gresik.

xix+ 80 pages + 13 tables + 2 schemes + 1 figure + 7 appendixes

ABSTRACT

Smoking habit of family member without regard to the surrounding environment not only can cause problems for smokers themselves but also can make problems for Gresik. Samples of this study are 100 toddlers suffering from ARI and the technique used is purposive sampling. This research employs descriptive quantitative method and the instrument used is a questionnaire. The results show that from 100 toddler respondents, male 56%, female 44%; aged ≤ 12 months 28%, 72% aged 13-59 months; malnourished nutrient status 6%, poor 15%, good 78%, overweight 1%;

Mother’s last education, primary school 5%, junior highschool/equal 24%, senior highschool/equal 60%, 11% college; smoking habit of family members 73%, with no smoking habit of family members 27%; smoking habits without regard to the environment 58.90%, 41.10% attention to the environment (n = 73); 25.58% one smoker, more than one person 74.42% (n=43); mild smoker (30.24), moderate smoker 34.88%, 34.88% severe smoker (n=43). Results of this study are expected to provide information about the dangers of cigarette smoke, especially for children, so that the family can change their smoking habit.

(4)

iv

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Juli 2015

Lilis Zuhriyah, NIM : 1111104000055

Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Pada Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik

xix+ 80 halaman + 13 tabel + 2 skema + 1 gambar + 7 lampiran ABSTRAK

Kebiasaan merokok anggota keluarga tanpa memperhatikan lingkungan sekitar selain dapat menimbulkan masalah bagi perokok itu sendiri juga dapat menimbulkan masalah bagi orang lain, termasuk balita yang tinggal bersama. Salah satu masalah yang seringkali timbul pada balita akibat paparan asap rokok adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). ISPA pada balita menjadi penyebab utama kunjungan balita ke pelayanan kesehatan dan kematian balita di Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga pada kejadian ISPA balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik. Sampel pada penelitian ini sebanyak 100 balita yang menderita ISPA dan teknik yang digunakan yaitu purposive sampling. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Instrumen yang digunakan adalah lembar kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan dari 100 responden balita, laki-laki 56%, perempuan 44%; usia ≤ 12 bulan 28%, usia 13-59 bulan 72%; status gizi buruk 6%, kurang 15%, baik 78%, lebih 1%; pendidikan terakhir ibu SD 5%, SMP/sederajat 24%, SMA/sederajat 60%, perguruan tinggi 11%; kebiasaan merokok anggota keluarga 73%, tanpa kebiasaan merokok anggota keluarga 27%; kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan 58,90%, memperhatikan lingkungan 41,10% (n=73); perokok satu orang 25,58%, lebih dari satu orang 74,42% (n=43); perokok ringan (30,24), perokok sedang 34,88%, perokok berat 34,88% (n=43). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang bahaya asap rokok khususnya bagi balita, sehingga keluarga dapat merubah kebiasaan merokok yang dilakukan setiap hari.

(5)
(6)
(7)
(8)

viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : LILIS ZUHRIYAH

Tempat, tanggal Lahir : Gresik, 19 Maret 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Sampurnan 04 RT 012 RW 004 Bungah Gresik

HP : +6285782012787

Email : Lilis.zuhriyah@gmail.com

Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/ Program Studi Ilmu Keperawatan

PENDIDIKAN

1. TK Muslimat NU 03

2. MI Assa’adah Sampurnan Bungah 1999-2005 3. MTS Assa’adah 2 Sampurnan Bungah 2005-2008 4. MA Assa’adah Sampurnan Bungah 2008-2011 5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011-sekarang

ORGANISASI

1. PMII 2011-sekarang

2. CSS MORA 2011-sekarang

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim. Alhamdulillah, Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga pada Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik”.

Penulis menyadari bahwasannya dalam proses penulisan skripsi ini seringkali mengalami kesulitan. Namun berkat rahmat dan hidayah Allah SWT serta bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulis mampu mengatasi kesulitan tersebut. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya

2. Maulina Handayani, S.Kp. MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah membeikan informasi tentang penulisan skripsi sehingga membuat penulis semangat melakukan penulisan skripsi penelitian

3. Jamaludin, M.Kep selaku pembimbing I dan Yenita Agus,

M.Kep.,Sp.Mat.,PhD selaku pembimbing II yang sudah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis dengan sabar dan ikhlas sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

4. Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa memberi arahan, semangat, dan motivasi dari awal perkuliahan sampai saat ini

5. Orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan doa, semangat, dan motivasi yang membuat penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi 6. Sahabat-sahabat Rumah Jambu yang senantiasa memberikan dukungan dan

(10)

x

7. Teman-teman seangkatan PSIK 2011 yang selalu memotivasi

Atas segala bantuan dan dukungannya, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Kritik dan saran sangat diperlukan dalam skripsi ini, sehingga penulis dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas skripsi ini. Akhir kata semoga kita semua diberikan rahmat dan hidayah Allah SWT. Amiin.

Jakarta, Juli 2015

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Pernyataan Keaslian Karya ... ii

Abstract ... iii

Abstrak ... iv

Pernyataan Persetujuan ... v

Lembar Pengesahan ... vi

Daftar Riwayat Hidup ... viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi ... xi

Daftar Singkatan ... xiv

Daftar Tabel ... xvi

Daftar Bagan ... xvii

Daftar Gambar ... xviii

Daftar Lampiran... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

(12)

xii 4. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 10

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ... 11

1. Definisi ISPA ... 11

2. Etiologi ISPA ... 12

3. Tanda dan Gejala ISPA ... 12

4. Klasifikasi ISPA ... 13

5. Faktor Resiko ISPA ... 15

B. Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada Balita ... 24

1. Pengertian Balita ... 24

2. Kejadian ISPA pada Balita ... 25

C. Mekanisme Tubuh Terhadap Paparan Asap Rokok ... 25

D. Penelitian Terkait ... 27

E. Kerangka Teori ... 29

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep Penelitian ... 30

(13)

xiii BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ... 35

B. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 35

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 35

D. Instrumen Penelitian ... 37

E. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 37

F. Metode Pengumpulan Data ... 39

G. Pengolahan Data ... 40

H. Metode Analisis Data ... 41

I. Etika Penelitian ... 42

BAB V HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden... 44

B. Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga ... 47

C. Gambaran Karakteristik Balita berdasarkan Adanya Paparan Asap Rokok ... 50

BAB VI PEMBAHASAN A. Analisis Univariat ... 54

B. Keterbatasan Penelitian ... 71

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 77

Daftar Pustaka

(14)

xiv

DAFTAR SINGKATAN

UIN : Universitas Islam Negeri

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

GATS : Global Adults Tobacco Survey ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut

ETS : Enviromental Tobacco Smoke

WHO : World Health Organization

ASEAN : Association of South East Asia Nation Balita : Balita dibawah Lima Tahun

Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat

Depkes : Departemen Kesehatan

RSV : Respiratory Syncytial Virus

RI : Republik Indonesia

APA : American Psychological Association

ASI : Air Susu Ibu

BBLR : Berat Badan Lahir Rendah

BB/U : Berat Badan/Umur

PB/U : Panjang Badan/Umur

TB/U : Tinggi Badan/Umur

BB/PB : Berat Badan/Panjang Badan

BB/TB : Berat Badan/Tinggi Badan

IMT/U : Indeks Massa Tubuh/Umur

(15)

xv

HB : Hepatitis B

OR : Odds Ratio

Ig : Immunoglobulin

IL : Interleukin

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SMA : Sekolah Menengah Atas

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

3.1 Definisi Operasional Penelitian 31

5.1 Distribusi Jenis Kelamin Balita 44

5.2 Distribusi Kelompok Usia Balita 45

5.3 Distribusi Status Nutrisi Balita 46

5.4 Distribusi Pendidikan Terakhir Ibu 46

5.5 Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga 47

5.6 Gambaran Lokasi Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga 47

5.7 Gambaran Jumlah Anggota Keluarga dengan Kebiasaan Merokok 48

5.8 Gambaran Banyaknya Rokok yang Dihirup Setiap Hari Oleh 49

Anggota Keluarga

5.9 Distribusi Karakteristik Jenis Kelamin Balita Berdasarkan 50

Adanya Paparan Asap Rokok

5.10 Distribusi Karakteristik Usia Balita Berdasarkan Adanya 51

Paparan Asap Rokok

5.11 Distribusi Karakteristik Status Nutrisi Balita Berdasarkan 52

Adanya Paparan Asap Rokok

5.12 Distribusi Karakteristik Pendidikan Terakhir Ibu Balita 53

(17)

xvii

DAFTAR BAGAN

Halaman

2.1 Kerangka Teori Penelitian 29

(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumen Perizinan

Lampiran 2. Lembar Inform Consent

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 4. Kuesioner Penelitian

Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas

Lampiran 6. Rekapitulasi Jawaban Responden

(20)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rokok adalah gulungan tembakau yang berukuran kira-kira sebesar jari

kelingking dan biasanya bisa dibungkus dengan kertas atau daun nipah (KBBI, 2014).

Rokok adalah silinder dari kertas yang memiliki ukuran antara 70 mm sampai 120

mm dan diameter 10 mm yang didalamnya terdapat daun tembakau yang sudah di

cacah (Jaya, 2009 dalam Ambarwati dkk., 2014). Terdapat tiga zat yang paling

penting dalam rokok yang dapat menyebabkan kanker, yaitu tar yang merupakan

bahan kimia yang dapat merusak sel paru-paru dan menyebabkan kanker , nikotin

yang merupakan salah satu jenis obat perangsang yang dapat merusak jantung,

sirkulasi darah, dan menyebabkan kecanduan, dan karbon monoksida yakni gas

beracun yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan darah membawa

oksigen (Gunawan, 2006).

Terdapat dua jenis perokok, yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok

aktif adalah seseorang yang melakukan aktivitas merokok, sedangkan perokok pasif

adalah seseorang yang tidak merokok namun secara tidak sengaja mengisap asap

rokok dari orang lain (Rafael, 2006). Terdapat dua macam asap yang dikeluarkan

ketika batang rokok dibakar, yakni asap utama dan asap sampingan. Asap utama

adalah asap rokok yang terisap langsung dan masuk ke paru-paru perokok aktif,

(21)

yang terbakar. Asap sampingan inilah yang dihisap oleh seorang perokok pasif

(Gunawan, 2006).

Perilaku merokok di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun

2007, presentase penduduk Indonesia umur 10 tahun ke atas yang merokok sebesar

23.7% dan pada tahun 2013 sebesar 29.3% (Riskesdas, 2008, 2013). Berdasarkan

tingkat usia, proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari di Indonesia terjadi pada

kelompok usia 30-34 tahun yaitu sebesar 33.4% dan kelompok usia 35-39 tahun

sebesar 32.2%. Jika berdasarkan kelompok jenis kelamin, perokok aktif setiap hari

pada laki-laki sebesar 47.5% dan pada perempuan sebesar 1.1% (Riskesdas, 2013).

Survei yang dilakukan oleh Global Adult Tobacco Survey (2011) menyebutkan

bahwa berdasarkan kelompok usia prevalensi tertinggi perokok di Indonesia yaitu

73.3% pada kelompok usia 25-44 tahun dan 72.4% pada kelompok usia 45-64 tahun.

Berdasarkan Riskesdas (2008) bahwa perokok aktif di Indonesia melakukan

aktivitas merokok di rumah ketika bersama anggota rumah tangga lain (85.4%).

Presentase terbesar yang menjadi perokok pasif adalah balita (59.1%) dengan

perbandingan antara laki-laki dan perempuan yang tidak begitu signifikan (L:59.2%,

P:59%). Pada tahun 2010 terjadi sedikit penurunan perokok pasif pada balita, yaitu

sebesar 56.8% (L:56.7%, P:56.9%). Namun angka tersebut masih terbilang tinggi,

karna perokok pasif pada balita berada pada peringkat ketiga perokok pasif setelah

kelompok usia 10-14 tahun (57.5%) dan 5-9 tahun (57.4%) ( Riskesdas, 2010, dalam

Buku Fakta Tembakau, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Pradono dan Kristanti

(22)

prevalensi 69.5%. Tingginya prevalensi perokok pasif pada balita adalah karna

mereka masih tinggal satu rumah dengan orang dewasa, baik orang tua atau saudara,

yang merupakan perokok aktif.

Dampak negatif akibat rokok tidak hanya dirasakan oleh perokok aktif saja,

perokok pasif juga dapat terkena dampak tersebut. Hal tersebut dikarenakan perokok

pasif menghirup asap sampingan yang dikeluarkan oleh rokok yang dibakar. Salah

satu masalah yang seringkali terjadi pada balita yang terkena paparan asap rokok

adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Penelitian yang dilakukan oleh

Cheragi dan Salvi (2009) menyebutkan bahwa terpaparnya anak terhadap asap rokok

lingkungan (Environmental Tobacco Smoke/ETS) berhubungan dengan

meningkatnya prevalensi infeksi saluran pernafasan atas, pernafasan wheezing, asma,

dan infeksi saluran pernafasan bawah.

Dampak yang ditimbulkan oleh paparan asap rokok tidak hanya

mempengaruhi balita ketika mereka lahir saja. Paparan asap rokok lingkungan sejak

kehamilan pada trimester ketiga juga berhubungan dengan kejadian asma dan

timbulnya gejala alergi pada anak usia preschool (Xepapadaki dkk, 2009). Selain

mempengaruhi kondisi fisik balita, paparan asap rokok di dalam rumah juga

mempengaruhi kondisi psikis balita dan ekonomi keluarga. Paparan asap rokok di

rumah berhubungan dengan penambahan pengeluaran keuangan rumah tangga

sebesar $117 yang digunakan sebagai biaya kesehatan karna terjadi gangguan pada

(23)

psikis anak. Anak (usia 1-4 tahun) akan menjalani hari “yang buruk” karna kondisi infeksi pernafasan yang dialaminya (Hill dan Liang, 2008).

ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi yang menyerang saluran

pernafasan yang biasanya dibagi menjadi dua bagian, yaitu infeksi saluran pernafasan

bagian atas dan infeksi saluran pernafasan bagian bawah (Djojodibroto, 2009).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih menjadi permasalahan kesehatan

dunia, khususnya pada balita. Angka kematian balita di Indonesia menjadi peringkat

pertama dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Pada tahun 2011, 2012 dan

2013 angka kematian balita sebesar 162.000, 149.000, dan 136.000. Penyebab

pertama kematian balita di Indonesia yaitu Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) .

Pada tahun 2011, 28.7% kejadian ISPA menjadi penyebab kematian pada balita.

Pada dua tahun berikutnya tidak terjadi perubahan presentase yang signifikan yaitu

29.1% pada tahun 2012 dan 28.2% pada tahun 2013 (WHO,2014).

Tingginya kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di

Indonesia dapat dilihat dari alasan banyaknya kunjungan balita ke pelayanan

kesehatan. WHO (2014) menyebutkan bahwa pada tahun 2012, sebanyak 75.3%

kunjungan balita ke pelayanan kesehatan karna adanya gejala Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA). Angka insidensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di

Indonesia pada tahun 2007 dan 2013 tidak jauh berbeda. Pada tahun 2007 prevalensi

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 25.5% dengan insidensi paling

(24)

dengan insidensi paling banyak juga pada kelompok usia 1-4 tahun (25.8%)

(Riskesdas, 2008, 2013).

Salah satu faktor dari insidensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

adalah adanya anggota keluarga yang merokok. Retna dan Fajri (2015) dalam

penelitiannya menyebutkan bahwa dari 26 pasien pneumonia, 23 diantaranya

memiliki anggota keluarga perokok aktif. Penelitian yang lain juga menyebutkan

bahwa perilaku merokok berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Sempor II (Winarni, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Baker

(2006) juga menyebutkan bahwa balita dengan ibu yang merokok pada masa prenatal

dan orang dewasa lainnya yang merokok dapat meningkatkan jumlah infeksi saluran

pernafasan akut bawah.

Hasil berbeda terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Kristensen dan

Olsen (2006) yang menyebutkan bahwa kepadatan rumah dan kondisi kehidupan

secara umum merupakan faktor penting terhadap kejadian ISPA, pemberian ASI

menjadi faktor protektif terhadap ISPA. Terdapat beberapa faktor yang kurang

memiliki hubungan terhadap insisdensi ISPA pada balita, yaitu pendidikan ibu yang

rendah, jenis kelamin dan perilaku merokok. Penelitian yang dilakukan di asrama

tentara Sokanagara Kabupaten Banyumas tahun 2005 menyebutkan bahwa perilaku

merokok yang dilakukan anggota keluarga tidak memiliki hubungan dengan kejadian

(25)

Pendataan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik pada

tahun 2010, jumlah insidensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pneumonia pada Balita

sebanyak 4.643 insidensi (Profil Kesehatan Kabupaten Gresik, 2011). Data sekunder

yang diperoleh dari Puskesmas Bungah Gresik, dari bulan Januari sampai Oktober

2014 ditemukan kejadian ISPA pneumonia pada balita sebanyak 347 kejadian dan

ISPA bukan pneumonia sebanyak 3.311 kejadian.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner

modifikasi Riskesdas tahun 2013 pada 14 balita di desa Bungah yang menderita

ISPA didapatkan hasil bahwa dari 14 balita yang menderita ISPA 12 diantaranya

memiliki anggota keluarga yang merokok.

B. Rumusan Masalah

Retna (2015) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari 26 pasien

pneumonia, 23 diantaranya memiliki anggota keluarga perokok aktif . Hasil

penelitian lain menyebutkan bahwa perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga

yang tinggal dalam satu rumah berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Sempor II (Winarni, 2010). Hasil studi pendahuluan juga

menyebutkan bahwa dari 14 balita yang menderita ISPA 12 diantaranya memiliki

anggota keluarga yang merokok.

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang,

(26)

C. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana gambaran jenis kelamin balita yang menderita Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?

2. Bagaimana gambaran usia balita yang menderita Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?

3. Bagaimana gambaran status nutrisi balita yang menderita Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?

4. Bagaimana gambaran pendidikan ibu balita yang menderita Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?

5. Bagaimana gambaran anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok

pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di

Puskesmas Bungah?

6. Bagaimana gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan

lokasinya pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) di Puskesmas Bungah?

7. Bagaimana gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan

jumlah anggota keluarga yang merokok pada balita yang menderita Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?

8. Bagaimana gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan

banyaknya rokok yang dihirup setiap hari pada balita yang menderita

(27)

9. Bagaimana gambaran karakteristik balita berdasarkan paparan asap rokok

pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di

Puskesmas Bungah?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran kebiasaan merokok yang dilakukan anggota

keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) di Puskesmas Bungah

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran jenis kelamin balita yang menderita Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

b. Mengetahui gambaran usia balita yang menderita Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

c. Mengetahui gambaran status nutrisi balita yang menderita Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

d. Mengetahui gambaran pendidikan ibu balita yang menderita Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

e. Mengetahui gambaran anggota keluarga yang memiliki kebiasaan

merokok pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(28)

f. Mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga

berdasarkan lokasi merokok pada balita yang menderita Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

g. Mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga

berdasarkan jumlah anggota keluarga yang merokok pada balita yang

menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas

Bungah

h. Mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga

berdasarkan banyaknya rokok yang dihirup setiap hari pada balita

yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas

Bungah

i. Mengetahui gambaran karakteristik balita berdasarkan paparan asap

rokok pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) di Puskesmas Bungah

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan

a. Hasil penelitian dapat menambah daftar literatur dan dapat

dijadikan rujukan tentang gambaran kebiasaan merokok anggota

keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan

(29)

b. Memberikan informasi tentang gambaran kebiasaan merokok

anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA)

2. Bagi Responden

a. Memberikan informasi pada responden tentang gambaran kebiasaan

merokok anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

b. keluarga dapat merubah kebiasaan merokok bertujuan untuk

memaksimalkan proses tumbuh-kembang balita.

3. Bagi Praktisi Kesehatan

Memberikan pelayanan yang komprehensif khususnya memberikan

pendidikan kesehatan terhadap keluarga yang berobat dan masyarakat

sekitar untuk merubah perilaku merokok.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan dan

rujukan untuk penelitian lain untuk perkembangan ilmu pengetahuan

berhubungan dengan gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga

pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebiasaan merokok

anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

Jenis penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif dengan desain studi descriptive. Data

(30)

penelitian ini adalah balita yang datang ke puskesmas dan didiagnosa ISPA oleh

tenaga kesehatan. Waktu penelitian ini pada tanggal 9 April-5 Mei 2015.

Pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan Purposive Sampling dan analisis

datanya menggunakan analisis univariat untuk mengetahui distribusi karakteristik

(31)

12

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut 1. Definisi ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan suatu infeksi yang

bersifat akut yang menyerang salah satu atau lebih saluran pernafasan mulai

dari hidung sampai alveolus termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga

tengah, pleura) (Depkes, 2011). Djojodibroto (2009) menyebutkan bahwa

ISPA dibagi menjadi dua bagian, yaitu infeksi saluran pernafasan bagian atas

dan infeksi saluran pernafasan bagian bawah .

Infeksi Saluran Pernafasan Akut mempunyai pengertian sebagai

berikut (Depkes, 2005, dalam Fillacano, 2013) :

a. Infeksi adalah proses masuknya kuman atau mikroorganisme

lainnya ke dalam tubuh manusia dan akan berkembang biak

sehingga akan menimbulkan gejala suatu penyakit

b. Saluran pernafasan adalah suatu saluran yang berfungsi dalam

proses respirasi mulai dari hidung hingga alveolus beserta

adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah, dan pleura.

c. Infeksi akut merupakan suatu proses infeksi yang berlangsung

(32)

meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan ISPA

ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

2. Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri dari agen infeksius dan agen non-infeksius.

Agen infeksius yang paling umum dapat menyebabkan infeksi saluran

pernafasan akut adalah virus, seperti Respiratory Syncytial Virus (RSV),

Nonpolio enterovirus (coxsackieviruses A dan B), Adenovirus,

Parainfluenza, dan Human metapneumoviruses. Agen infeksius selain virus

juga dapat menyebabkan ISPA, seperti β-hemolytic streptococci,

Staphylococcus, Haemophilus influenza, Chlamydia trachomatis,

Mycoplasma, dan Pneumococcus (Hockenberry dan Wilson, 2013)

Misnadiarly (2008) menyebutkan bahwa selain agen infeksius, agen

non-infeksius juga dapat menyebabkan ISPA seperti aspirasi makanan dan

cairan lambung, dan inhalasi zat-zat asing seperti racun atau bahan kimia,

asap rokok, debu, dan gas.

3. Tanda dan Gejala ISPA

Saluran Pernafasan merupakan bagian tubuh yang seringkali terjangkit

infeksi oleh berbagai jenis mikroorganisme. Tanda dan gejala dari infeksi

yang terjadi pada saluran pernafasan tergantung pada fungsi saluran

pernafasan yang terjangkit infeksi, keparahan proses infeksi, dan usia

seseorang serta status kesehatan secara umum (Porth, 2011).

Djojodibroto (2009) menyebutkan tanda dan gejala ISPA sesuai

(33)

a. Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas. Gejala yang sering

timbul yaitu pengeluaran cairan (discharge) nasal yang berlebihan,

bersin, obstruksi nasal, mata berair, konjungtivitis ringan, sakit

tengorokan yang ringan sampai berat, rasa kering pada bagian

posterior palatum mole dan uvula, sakit kepala, malaise, lesu,

batuk seringkali terjadi, dan terkadang timbul demam.

b. Gejala infeksi saluran pernafasan bagian bawah. Gejala yang

timbul biasanya didahului oleh gejala infeksi saluran pernafasan

bagian atas seperti hidung buntu, pilek, dan sakit tenggorokan.

Batuk yang bervariasi dari ringan sampai berat, biasanya dimulai

dengan batuk yang tidak produktif. Setelah beberapa hari akan

terdapat produksi sputum yang banyak; dapat bersifat mukus tetapi

dapat juga mukopurulen. Pada pemeriksaan fisik, biasanya akan

ditemukan suara wheezing atau ronkhi yang dapat terdengan jika

produksi sputum meningkat.

4. Klasifikasi ISPA

a. Berdasarkan Lokasi Anatomi

1) Infeksi Saluran Pernafasan Akut Atas

Infeksi saluran pernafasan akut atas merupakan infeksi yang

menyerang saluran pernafasan bagian atas (faring). Terdapat

beberapa gejala yang ditemukan pada infeksi ini yaitu demam,

batuk, sakit tenggorokan, bengkak di wajah, nyeri telinga,

(34)

Beberapa penyakit yang merupakan contoh infeksi saluran

pernafasan akut atas yaitu sinusitis, faringitis, dan otitis media

akut (Ziady and Small, 2006).

2) Infeksi Saluran Pernafasan Akut Bawah

Infeksi saluran pernafasan akut bawah merupakan infeksi yang

menyerang saluran pernafasan bagian bawah. Seseorang yang

terkena infeksi pada saluran pernafasan bawah biasanya akan

ditemukan gejala takipnea, retraksi dada, dan pernafasan wheezing

(Parthasarathy (ed), et al, 2013). Beberapa penyakit yang merupakan contoh infeksi saluran pernafasan akut bawah yaitu

bronchiolitis, bronchitis akut, dan pneumonia (Chang, et al, 2006).

Gambar 1. Pembagian ISPA berdasarkan lokasi anatomi

(35)

b. Berdasarkan Kelompok Umur (Depkes, 2011)

1) Kelompok Umur Kurang dari 2 Bulan

a) Pneumonia Berat : selain batuk dan atau sukar bernafas,

ditemukan nafas cepat (>60 kali/menit) atau tarikan kuat

dinding dada bagian bawah ke dalam.

b) Bukan Pneumonia : hanya ditemukan batuk dan atau sukar

bernafas, namun tidak ditemukan nafas cepat (nafas <60

kali/menit) dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

2) Kelompok Umur 2 bulan - < 5 Tahun

a) Pneumonia Berat : selain batuk dan atau sukar bernafas juga

ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

(Chest Indrawing)

b) Pneumonia : tidak ditemukan tarikan dinding dada bawah ke

dalam, namun ditemukan nafas cepat sesuai golongan umur (2

bulan - < 1 tahun : 50 kali atau lebih/menit; 1-<5 tahun : 40

kali atau lebih/menit).

c) Bukan Pneumonia : tidak ditemukan nafas cepat dan tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam, namun hanya

ditemukan batuk dan atau sukar bernafas.

5. Faktor Resiko ISPA a. Faktor Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan yang dapat meningkatkan resiko

(36)

kepadatan hunian (Pramudiyani dan Prameswari, 2011). Faktor

lingkungan lainnya yang mampu meningkatkan ISPA yaitu tingkat

kelembaban kamar (Yuwono, 2008).

1) Luas Ventilasi Kamar

Ventilasi adalah suatu lubang udara di dalam rumah yang

berfungsi untuk perputaran udara keluar masuk ruangan, sehingga

terjadi perputaran udara secara bebas (KBBI, 2014). Ventilasi

berfungsi untuk menjaga udara didalam ruangan supaya tetap

segar, sehingga keseimbangan oksigen ruangan sesuai dengan

kebutuhan penghuninya. Disamping itu, kurangnya ventilasi dapat

meyebabkan peningkatan kelembaban lingkungan yang nantinya

akan meningkatkan pertumbuhan bakteri di dalam ruangan (Suryo,

2010). Luas ventilasi dalam rumah sangat penting supaya fungsi

ventilasi dapat dicapai secara maksimal. Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011 tentang

pedoman penyehatan udara dalam ruang rumah menyebutkan

bahwa luas ventilasi rumah yang sehat yaitu minimal 10% luas

lantai.

2) Tipe Lantai Rumah

Lantai rumah yang sehat adalah lantai yang kedap air, tidak

lembab, bahan lantai yang mudah dibersihkan, dalam keadaan

kering, dan tidak menghasilkan debu (Depkes RI, 2002, dalam

(37)

dapat menghindarkan kondisi rumah menjadi lembab dan berdebu,

sehingga dapat mencegah pertumbuhan bakteri di dalam rumah

dan mencegah terhisapnya debu oleh saluran pernafasan sehingga

dapat mencegah iritasi. Iritasi dapat menyebabkan pergerakan silia

menjadi lambat sehingga mekanisme pembersihan saluran nafas

dapat terganggu, akibatnya apabila terdapat benda asing atau

mikroorganisme masuk tidak dapat dikeluarkan dan dapat

menimbulkan infeksi (Sugihartono dan Nurjazuli, 2012).

3) Kepadatan Hunian

Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah harus

disesuaikan dengan luas lantai rumah tersebut. Hal tersebut

bertujuan supaya tidak terjadi overload penghuni dalam rumah.

Kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat dapat

menyebabkan berkurangnya konsumsi oksigen bagi seseorang dan

apabila salah satu anggota keluarga terjangkit suatu penyakit maka

transmisi penyakit ke anggota yang lain dapat lebih mudah terjadi

(Suryo, 2010). Kepadatan hunian rumah yang sehat menurut

Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999

tentang persyaratan kesehatan rumah, kepadatan hunian ruang

tidur minimal luasnya 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih

dari 2 orang kecuali anak dibawah umur 5 tahun.

(38)

4) Tingkat Kelembaban

Kelembaban adalah tingkat kadar kandungan uap air pada

udara. Jumlah uap air dalam udara dipengaruhi oleh cuaca dan

suhu lingkungan (Gertrudis, 2010, dalam Fillacano, 2013).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1077/MENKES/PER/V/2011 menyebutkan bahwa tingkat

kelembaban rumah sehat yaitu berkisar antara 40-60 % Rh.

Apabila kelembaban udara kurang dari 40%, maka dapat

dilakukan upaya penyehatan dengan menggunakan alat untuk

meningkatkan kelembaban (misal : humidifier), membuka jendela

rumah, menambah jumlah dan luas jendela rumah, dan

memodifikasi fisik bangunan. Namun apabila kelembaban udara

lebih dari 60%, maka dapat dilakukan upaya penyehatan dengan

memasang humidifier dan memasang genteng kaca.

b. Status Sosial dan Ekonomi

Penelitian yang dilakukan oleh Prietsch, et al (2008) menyebutkan

bahwa status sosial ekonomi yang menjadi faktor resiko terhadap

kejadian ISPA pada balita yaitu tingkat pendidikan orang tua dan

pendapatan keluarga setiap bulannya.

1) Tingkat Pendidikan Orang Tua

Pendidikan yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha untuk mendewasakan

(39)

formal maupun informal meliputi segala hal yang memperluas

pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia

tempat mereka hidup (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan

FIP-UPU, 2007). Tingkat menurut KBBI (2014) berarti jenjang. Jadi

tingkat pendidikan berarti jenjang pendidikan yang telah dilalui

seseorang melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

2) Pendapatan Keluarga

Keluarga dengan pendapatan rendah, yang berhubungan

dengan rendahnya status sosial ekonomi, biasanya berbanding

lurus dengan rendahnya tingkat pendidikan, kemiskinan, dan

rendahnya status kesehatan. Kondisi tersebut tentunya akan

mempengaruhi kehidupan setiap anggota keluarga termasuk

didalamnya balita yang masih menggantungkan kehidupan kepada

orang tua mereka (American Psychological Association,2014).

c. Faktor Individu Balita

Beberapa faktor resiko ISPA jika dilihat dari individu balita sebagai

yang terjangkit penyakit yaitu status nutrisi, status imunisasi, dan

riwayat pemberian ASI ekslusif (Sugihartono dan Nurjazuli, 2012).

Wiwoho (2005) dalam penelitiannya menambahkan bahwa Bayi

Berat Lahir Rendah (BBLR) juga menjadi faktor resiko terjadinya

ISPA pada balita.

(40)

1) Status Nutrisi

Nutrisi atau gizi adalah zat-zat penting yang berasal dari

makanan yang telah dicerna dan dimetabolisme oleh tubuh

menjadi zat-zat yang berfungsi untuk membentuk dan memelihara

jaringan tubuh, memperoleh tenaga, mengatur sistem fisiologis

tubuh dan melindungi tubuh dari serangan penyakit (Chandra,

2006). Tidak adekuatnya intake nutrisi dapat menyebabkan sistem

kekebalan tubuh menjadi lebih rentan terhadap serangan penyakit

(Berman, et al, 2009).

Metode yang paling sering digunakan untuk melihat status

gizi balita adalah dengan pengukuran antropometri. Indikator yang

dapat digunakan untuk menilai status gizi balita adalah Berat

Badan menurut Umur (BB/U), Panjang atau Tinggi Badan

menurut Umur (PB/U atau TB/U), Berat Badan menurut Panjang

Badan atau Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB), dan Indeks Massa

Tubuh menurut Umur (IMT/U) (Sunarti, 2004). 2) Status Imunisasi

Imunisasi merupakan suatu usaha memberikan kekebalan

pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh

agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit

tertentu supaya bayi dan balita bertujuan supaya dapat tumbuh

dalam keadaan sehat (Hidayat, 2008a). Terdapat lima imunisasi

(41)

imunisasi HB (HB0, HB1, HB2, Hb3, dan HB4), BCG, Polio

(Polio 1, 2 ,3, dan 4), DPT (DPT 1, DPT 2, DPT 3), dan Campak

(Depkes, 2009).

3) Riwayat Pemberian ASI Eksklusif

ASI adalah Air Susu Ibu. ASI eksklusif merupakan

pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa

jadwal, tidak diberikan makanan lain, meskipun hanya air putih

dan diberikan sampai bayi berusia 6 bulan (Purwanti, 2004).

Manfaat ASI akan meningkat jika bayi hanya diberikan ASI saja

pada 6 bulan pertama kehidupannya serta lamanya pemberian ASI

bersama-sama makanan pendamping lainnya setelah bayi berumur

6 bulan (Nurheti, 2010).

4) Berat Badan Lahir Rendah

Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah

bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram

(Manuaba, 2007). Terdapat beberapa gangguan yang mungkin

timbul pada bayi akibat berat badan lahir rendah yaitu hipotermi,

hipoglikemia, hiperbilirubinemia, masalah pemberian ASI, infeksi

atau curiga sepsis, dan sindroma aspirasi mekonium (Waspodo,

2005).

d. Faktor Perilaku

Terdapat dua faktor perilaku yang dapat meningkatkan kejadian

(42)

membuka jendela saat pagi dan siang hari (Pramudiyani dan

Prameswari, 2011).

1) Perilaku Merokok Anggota Keluarga

Rokok merupakan salah satu hasil dari produk industri dan

komoditi internasional yang mengandung kurang lebih 1500

bahan kimia. Beberapa unsur kimiawi yang terdapat pada rokok

yaitu tar, nikotin, benzopyrin, metil-kloride, aseton, amonia, dan

karbon monoksida (Bustan, 2007). Terdapat dua jenis perokok,

yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif adalah

seseorang yang melakukan aktivitas merokok, sedangkan

perokok pasif adalah seseorang yang tidak merokok namun

secara tidak sengaja mengisap asap rokok dari orang lain (Romy

Rafael, 2006). Berikut ini perilaku merokok :

a) Jumlah anggota keluarga yang merokok

Polusi udara di dalam rumah bisa berasal dari asap hasil

pembakaran bahan bakar dan asap rokok. Penelitian

yang dilakukan oleh Irva et al (2007) menyebutkan

bahwa setelah melakukan penyesuain terhadap musim,

temperatur, dan variabel lainnya, angka bronkhitis

meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi

polusi udara. Peningkatan polusi udara dapat meningkat

seiring dengan peningkatan sumber polusi udara

(43)

menyebutkan bahwa semakin tinggi jumlah perokok

dalam rumah dan jumlah rokok yang dihisap

berhubungan dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) yang diderita oleh balita.

b) Jumlah rokok yang dihisap setiap hari

Smet (1994) dalam Hasnida (2005) mengklasifikasikan

perokok menjadi tiga tipe berdasarkan jumlah rokok

yang dihisap setiap harinya. Tiga tipe tersebut adalah :

perokok berat apabila menghisap lebih dari 15 batang

rokok dalam sehari, perokok sedang apabila menghisap

5-14 rokok dalam sehari, dan perokok ringan apabila

menghisap 1-4 rokok dalam sehari.

c) Kebiasaan merokok di dalam atau diluar rumah

Penelitian yang dilakukan oleh Sugihartono dan

Nurjazuli (2012) mengelompokkan perilaku merokok

berdasarkan area merokok, yakni di dalam atau di luar

rumah. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa

dari 87 responden yang merokok, 79 responden

merokok di dalam rumah. Penelitian ini menunjukkan

bahwa terjadi hubungan yang signifikan antara perilaku

merokok anggota keluarga yang dilakukan di dalam

rumah dengan kejadian pneumonia balita dengan nilai

(44)

2) Perilaku Membuka Jendela pada pagi dan siang hari

Perilaku membuka jendela di pagi hari dan di siang hari

sangat penting untuk pertukaran udara di dalam kamar dan

berguna untuk mencegah ruangan menjadi lembab dan pengap

sehingga mikroorganisme penyebab ISPA dapat dicegah

(Pramudiyani dan Prameswari, 2011).

B. Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita

1. Pengertian Balita

Balita adalah anak yang berusia 0-59 bulan (Depkes, 2014). Usia

balita merupakan suatu periode penting dalam proses tumbuh kembang anak

yang nantinya mempengaruhi perkembangan anak pada tahap selanjutnya

(Febry dan Marendra, 2008).

Imunitas atau sistem pertahanan tubuh merupakan suatu mekanisme

perlindungan yang bertugas untuk mempertahankan integritas tubuh terhadap

serangan agens asing (Otto, 2005). Fungsi sistem imun adalah melindungi

tubuh dari patogen dan menghancurkan sel-sel yang dianggap sebagai zat

asing (James et al, 2008). Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan daya

tahan tubuh pada balita, yaitu, pertama dengan cara pemberian gizi yang

adekuat, mulai dari pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, pemberian ASI

sampai usia 2 tahun dengan makanan pendamping ASI yang lengkap akan

kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin. Kedua yaitu

dengan meningkatkan aktivitas sehari-hari bertujuan supaya tubuh tetap

(45)

cara menjaga kebersihan badan balita dan kebersihan lingkungan sekitar

balita. Keempat yaitu dengan pemberian imunisasi untuk menghindari

serangan berbagai penyakit tertentu (Widjaja, 2008).

2. Kejadian ISPA pada Balita

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih menjadi permasalahan

kesehatan dunia, khususnya pada balita. Menurut WHO (2014), angka

kematian pada anak usia dibawah lima tahun (balita) pada tahun 2013 sebesar

6.3 juta atau sekitar 17.000 balita meninggal dunia setiap hari. Penyebab

kematian balita yaitu pneumonia (13%), Diare (9%), malaria (7%), dan

anomali kongenital dan penyakit tidak menular (7%). Kejadian ISPA pada

Indonesia pun masih cukup terbilang tinggi. Tahun 2007 prevalensi Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 25.5% dengan insidensi paling

banyak pada kelompok usia 1-4 tahun (42.53%), dan pada tahun 2013

sebanyak 25 % dengan insidensi paling banyak juga pada kelompok usia 1-4

tahun (25.8%) (Riskesdas, 2008, 2013).

C. Mekanisme tubuh terhadap paparan asap rokok

Kum-Nji et al (2006) dalam penelitiannya menjelaskan mekanisme

bagaimana nikotin dalam asap rokok dapat menyebabkan depresi sistem imun

tubuh. Berikut penjelasan tentang mekanisme tersebut :

1. Paparan asap rokok dan fungsi fagositosis

Nikotin pada asap rokok akan menyebabkan penekanan atau menghambat

mekanisme fagositosis yang dilakukan oleh neutrofil atau monosit

(46)

oksigen radikal. Fagositosis sel paru alveolar secara signifikan berkurang

pada seorang perokok dibandingkan dengan bukan perokok (Harris dan

Rothi, 1984 dalam, Kum-Nji et al, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh

Pabst et al (1995) dalam Kum-Nji et al (2006) juga menyebutkan bahwa

aktivitas mengunyah tembakau dapat menghambat aktivitas fagosit dari

neutrofil dan monosit dari mukosa mulut.

2. Paparan asap rokok, fungsi sel T, dan produksi immunoglobulin

Kandungan nikotin pada asap rokok telah terbukti mampu meneken sel

produksi sel Th1 (bertanggungjawab untuk produksi Ig) namun selektif

merangsang fungsi sel Th2 untuk memproduksi berbagai sitokin atau

imterleukin, seperti IL-4, IL-5, IL-10, dan IL-13 . Produksi sitokin ini

memberikan efek timbulnya manifestasi klinis yang sering terlihat pada

penyakit atopik seperti asma, eksim, rhinitis alergi dan gangguan alergi

lainnya. Nikotin juga merangsang sel B untuk beralih memproduksi IgE.

Supresi nikotin terhadap Th1 dapat menyebabkan penurunan produksi

immunogobulin, khususnya IgA dan IgG . Hasil pengamatan yang

menarik adalah nikotin belum terbukti untuk menekan produksi IgM,

namun menekan aktivitas sel sitotoksik melalui penghambatan sel

pembunuh alami.

3. Paparan asap rokok dan perlekatan bakteri pada epitel mukosa

Asap rokok yang masuk ke dalam paru-paru menyebabkan penempelan

komponen rokok secara pasif pada epitel saluran pernafasan yang dapat

(47)

menyebabkan penghambatan atau penekanan terhadap mekanisme

pertahanan saluran pernafasan yang dilakukan oleh silia-silia.

D. Penelitian Terkait

1. Retna, Rusfita, dan Umi Nur Fajri (2015) dalam penelitiannya yang berjudul

“Gambaran Karakteristk Kejadian Pneumonia pada balita di Puskesmas

Wanadadi I Kabupaten Banjarnegara Tahun 2014”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik kejadian pneumonia di wilayah

kerja Puskesmas Wanadadi I Kabupaten Banjarnegara. Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif dengan teknik pengambilan sampel total

sampling. Adapun sampel penelitian ini adalah 26 balita. Hasil penelitian nya

menunjukkan sebagian besar responden adalah usia 1-4 tahun (16

responden), tingkat pendidikan ibu sebagian besar pendidikan menengah (17

responden), luas ventilasi rumah memenuhi syarat sesuai (15 responden),

penggunaan bahan bakar kayu bakar dan gas (16 responden), balita tidak

diberikan ASI Eksklusif (19 responden), dan adanya anggota keluarga yang

perokok aktif (23 responden).

2. Winarni, Basirun Al Ummah, dan Safrudin Agus Nur Salim (2010) dalam

penelitian nya yang berjudul “ Hubungan antara Perilaku Merokok Orang

Tua dan Anggota Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah dengan

Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sempor II

Kabupaten Kebumen Tahun 2009”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara perilaku merokok orang tua dengan insidensi

(48)

korelasi dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan teknik

pengambilan sampel purposive sampling. Analisis data yang digunakan

adalah dengan uji Chi Square bertujuan untuk menemukan hubungan antara

perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga lain dirumah dengan

kejadian ISPA pada balita. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa ada

hubungan antara perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga lain di

(49)

E. Kerangka Teori

Bagan 2.1 : Kerangka Teori Penelitian

Kombinasi Teori Hockenberry & Wilson (2013); Misnadiarly (2008); Pramudiyani dan Prameswari (2011); Yuwono ( 2008); Prietsch et al (2008);

Sugihartono dan Nurjazuli (2012); Wiwoho (2005)

Agen infeksius :

1. Tingkat pendidikan orang tua 2. Pendapatan orang tua

(50)

31 A. Kerangka Konsep Penelitian

Konsep adalah abtraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan

membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antarvariabel (Riyanto,2011).

Berdasarkan latar belakang dan teori yang sudah dijelaskan oleh peneliti, maka

dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota

keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Berikut

kerangka konsep dalam penelitian ini :

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Kebiasaan merokok anggota keluarga : 1. Lokasi merokok

2. Jumlah anggota keluarga yang merokok

(51)

B. Definisi Operasional Penelitian

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

(52)

Ukur

6. Jumlah perokok Banyaknya anggota

(53)

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Kebiasaan merokok memiliki kebiasaan

(54)

Ukur

8. Lokasi merokok Lokasi kebiasaan

merokok anggota

keluarga

Wawancara Kuesioner 1 = tanpa memperhatikan lingkungan dengan balita disekitar perokok

2 = memperhatikan

lingkungan tanpa ada balita di sekitar perokok

Nominal

9. Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA)

Merupakan infeksi saluran pernafasan akut yang terjadi pada balita berdasarkan hasil diagnosa oleh tenaga kesehatan

Observasi Kuesioner 1 = ada ISPA 2 = tidak ada ISPA

(55)

36

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain

deskriptif serta pendekatan retrospektif. Penelitian ini ingin mengetahui gambaran

kebiasaan merokok anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah Gresik.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 9 April-5 Mei 2015 di Puskesmas Bungah

Kabupaten Gresik. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian adalah karna

berdasarkan data sekunder dari Puskesmas Bungah pada bulan Januari sampai

Oktober 2014 ditemukan kejadian ISPA pneumonia pada balita sebanyak 347

kejadian dan ISPA bukan pneumonia sebanyak 3.311 kejadian

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi merupakan seluruh subjek (seperti manusia, binatang

percobaan, data laboratorium, dan lain-lain) yang akan diteliti oleh

peneliti dan memenuhi kriteria yang sudah ditentukan oleh peneliti

(56)

datang ke Puskesmas Bungah dan dengan balita yang didiagnosa Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) oleh tenaga kesehatan. Oleh karena itu,

populasi dalam penelitian ini merupakan populasi tak terbatas.

2. Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini berjumlah 100 responden. Hal tersebut

dikarenakan populasi dalam penelitian ini merupakan populasi tak

terbatas dan berdasarkan teori yang diungkapkan Cooper dan Shlinder

(2006) bahwa sampel 100 dari 5000 populasi secara kasar mempunyai

ketepatan hampir sama dengan ketepatan 100 sampel dari 200.000.000

populasi. Setelah itu dikalikan 10% jumlah sampel untuk mengantisipasi

hilangnya data atau ketidaklengkapan pengisian kuesioner, 100 x 10% =

10. Maka total sampel pada penenlitian ini adalah 110. Teknik

pengambilan sampel yang dipilih adalah purposive sampling dengan

kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditentukan.

Sampel penelitian ini yaitu ibu balita karna ibu balita sebagi

sumber informasi pada penelitian ini. Namun pada penelitian ini sampel

lebih berfokus pada balita. sehingga kriteria inklusi dan eksklusi sampel

penelitian ini berhubungan dengan keadaan balita.

Berikut ini kriteria inklusi sampel penelitian :

1. Balita yang berusia 0-59 bulan

2. Balita yang datang ke Puskesmas Bungah

(57)

Berikut ini kriteria eksklusi sampel penelitian :

1. Balita yang memiliki riwayat alergi

D. Instrumen Penelitian

Perolehan data atau informasi dari responden dalam suatu penelitian

membutuhkan suatu alat atau yang sering disebut dengan instrumen. Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner.

Kuesioner merupakan suatu alat pengumpul data dengan cara memberikan daftar

pertanyaan kepada responden untuk selanjutnya responden bisa memberikan jawaban

atas pertanyaan tersebut (Umar,2011). Beberapa pertanyaan yang ada dalam

kuesioner penelitian ini adalah tentang data individu balita, pendidikan orang tua,

dan kebiasaan merokok anggota keluarga.

E. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Valid merupakan ketepatan atau kecermatan suatu alat atau

instrumen dalam melakukan pengukuran atau dalam menjalankan

fungsinya. Uji validitas suatu instrumen dilakukan dengan cara

melakukan korelasi antara masing-masing item pertanyaan dengan skor

totalnya. Suatu skor variabel (pertanyaan) dikatakan valid apabila

memiliki korelasi secara signifikan dengan skor totalnya (Riyanto,2011)

Pada penelitian ini tidak dilakukan uji validitas kepada responden.

(58)

menggunakan skala guttman. Uji validitas yang digunakan pada

penelitian ini yaitu dengan menggunakan validitas isi yang dilakukan oleh

Jamaludin, M.Kep dan Yenita Agus, M.Kep.,Sp.Mat.,PhD

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas yaitu suatu indeks yang menunjukkan apakah suatu

instrumen dapat dipercaya atau diandalkan (Notoatmodjo, 2010). Uji

reliabilitas suatu instrumen bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen

akan memiliki kesamaan hasil apabila suatu instrumen (dalam penelitian

ini berupa kuesioner) tersebut dilakukan sebagai alat ukur terhadap

responden atau waktu yang berbeda (Setiadi, 2007).

Uji reliabilitas yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan rumus uji Spearman Brown. Hal tersebut dikarenakan pada

penelitian ini instrumen yang digunakan adalah menggunakan skala

guttman dan jumlah pertanyaan yang ada di dalam kuesioner ini berjumlah

4 pertanyaan (genap). Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila nilai

korelasi antara belahan genap dan belahan ganjil lebih besar dari nilai r

tabel (Siregar, 2013).

Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan bantuan aplikasi

SPSS 16 dan didapatkan nilai korelasi antara belahan genap dan belahan

ganjil 0,700. Nilai r tabel yang digunakan adalah 0,361 karna responden

uji reliabilitas pada penelitian ini berjumlah 30 orang. Selanjutnya hasil

(59)

Karna hasil yang didapatkan lebih besar dari r tabel maka dapat dikatakan

kuesioner penelitian ini sudah reliabel.

F. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah data primer yang diperoleh

melalui kuesioner dan data sekunder yang diperoleh dari puskesmas. Berikut ini

adalah beberapa tahap yang dilakukan dalam pengambilan data dalam penelitian ini :

1. Pertama peneliti menentukan tema, subjek, tempat, tujuan dan manfaat,

dan judul penelitian. Setelah itu peneliti membuat surat perizinan studi

pendahuluan dari Fakultas untuk nantinya diserahkan ke puskesmas

Bungah.

2. Peneliti melakukan studi pendahuluan di dua tempat, yakni di puskesmas

dan di masyarakat desa Bungah. Studi pendahuluan di puskesmas

bertujuan untuk mendapatkan data sekunder tentang kejadian Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di wilayah kerja Puskesmas.

Studi pendahuluan di masyarakat bertujuan untuk mengetahui distribusi

keluarga dengan kejadian ISPA pada balita dan kebiasaan merokok

anggota keluarga.

3. Setelah proposal skripsi selesai, peneliti membuat surat perizinan untuk

uji reliabilitas dari Fakultas.

4. Peneliti lalu melakukan uji reliabilitas kuesioner pada 30 responden.

5. Setelah instrumen dinyatakan reliabel, selanjutnya peneliti melakukan

(60)

Pengembangan Daerah dan Dinas Kesehatan kabupaten Gresik untuk

melakukan penelitian di Puskesmas Bungah

6. Peneliti mendapatkan izin dan calon responden yang sesuai dengan

kriteria, peneliti memberikan informed consent terhadap calon responden.

7. Jika calon responden setuju dan menandatangani form persetujuan,

responden diberikan kuesioner penelitian.

8. Waktu pengisian kuesioner sekitar 10 menit untuk setiap responden.

Setelah kuesioner lengkap diisi oleh responden, selanjutnya peneliti

mengumpulkan semua kuesioner untuk diolah dan dilakukan analisis

data.

G. Pengolahan Data

Setiadi (2007) menyebutkan bahwa terdapat 6 kegiatan yang dilakukan

peneliti dalam proses pengolahan data, yaitu :

1. Editing. Kegiatan editing dilakukan dengan cara memeriksa setiap poin

pertanyaan kuesioner yang sudah diisi oleh responden. Terdapat tiga hal

yang harus diperiksa oleh peneliti yaitu kelengkapan jawaban (setiap

pertanyaan sudah ada jawaban), keterbacaan tulisan, dan relevansi

jawaban.

2. Coding. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengelompokkan jawaban

yang diberikan responden kedalam bentuk kategori. Hasil

pengelompokkan tersebut diberi tanda atau kode berbentuk angka pada

(61)

3. Sorting. Mensortir merupakan kegiatan yang dilakukan dengan memilih

atau mengelompokkan data menurut jenis yang dikehendaki (klasifikasi

data).

4. Entry Data. Jawaban responden yang sudah diberi kode kategori

kemudian dimasukkan dalam tabel atau database komputer untuk

kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan

membuat tabel kontigensi (Hidayat, 2008b).

5. Cleaning. Pembersihan data dilakukan untuk melihat data yang sudah

dimasukkan sudah benar atau belum. Proses ini dilakukan untuk

mengetahui kemungkinan kesalahan atau ketidaklengkapan data untuk

selanjutnya bisa dilakukan koreksi (Notoatmodjo, 2010).

6. Mengeluarkan Informasi. Kegiatan ini disesuaikan dengan tujuan

penelitian yang dilakukan

H. Metode Analisis Data

Analisis univariat merupakan analisis yang dilakukan pada setiap variabel

penelitian dan bertujuan untuk mengetahui deskripsi karakteristik setiap variabel

dalam penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisis univariat dalam penelitian ini

bertujuan untuk memberikan gambaran distribusi karakteristik jenis kelamin, usia,

status nutrisi, dan pendidikan ibu balita serta gambaran kebiasaan merokok anggota

keluarga berdasarkan lokasi merokok, jumlah anggota keluarga yang merokok dan

banyaknya rokok yang dihirup setiap hari, dan gambaran karakteristik balita

(62)

I. Etika Penelitian

Masalah etika dalam suatu penelitian sangatlah penting, khususnya dalam

penelitian ilmu keperawatan dikarenakan dalam penelitian keperwatan seringkali

berhubungan dengan manusia (Hidayat, 2008b). Berikut ini adalah prinsip etik yang

peneliti gunakan selama proses penelitian (Hidayat, 2008b, dan Notoatmodjo, 2010) :

1. Informed Consent

Informed Consent merupakan suatu informasi yang harus dijelaskan oleh

peneliti terlebih dahulu kepada calon responden. Tujuan dari adanya

informed consent adalah supaya calon responden mengetahui maksud dan

tujuan dari penelitian. Jika calon responden bersedia menjadi responden,

maka peneliti memberikan lembar persetujuan dan responden harus

menandatanganinya. Jika calon responden tidak bersedia, maka peneliti

harus menghormati keputusan dan tidak boleh memaksa.

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika dalam penelitian keperawatan yakni memberikan jaminan

dalam penggunaan data responden dengan cara tidak mencantumkan

nama responden pada instrumen dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Prinsip etika confidentiality adalah menjamin kerahasiaan setiap

informasi yang diperoleh dari responden. Informasi yang didapat hanya

(63)

data, informasi yang didapatkan bukanlah informasi individual melainkan

dalam bentuk data kelompok.

4. Privacy

Selama proses penelitian, responden mempunyai hak untuk memperoleh

privasi atau kebebasan pribadinya.

5. Memperoleh imbalan atau kompensasi

Peneliti sebagai pihak yang membutuhkan informasi dari responden

sudah seharusnya memberikan imbalan kepada responden atas informasi

(64)

45

HASIL PENELITIAN

Hasil yang disajikan dalam penelitian ini berupa analisis univariat. Analisis

univariat merupakan analisis yang dilakukan pada setiap variabel penelitian dan

bertujuan untuk mengetahui deskripsi karakteristik setiap variabel dalam penelitian

(Notoatmodjo, 2010). Analisis univariat yang dilakukan pada penelitian ini adalah

untuk mengetahui distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia,

status nutrisi, pendidikan terakhir ibu, presentasi anggota keluarga yang memiliki

kebiasaan merokok, kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan lokasi

merokok, jumlah anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok, dan

banyaknya rokok yang dihirup setiap hari oleh anggota keluarga. Berikut ini hasil

analisis univariat dalam penelitian ini :

A. Karakteristik Responden

1. Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan hasil yang diperoleh, berikut ini distribusi karakteristik

responden berdasarkan jenis kelamin :

Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Balita

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase

Laki-laki 56 56%

Perempuan 44 44%

(65)

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 100 responden balita yang

menderita ISPA dalam penelitian ini terdapat 56 balita dengan jenis kelamin

laki-laki (56%) dan 44 balita dengan jenis kelamin perempuan (44%).

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa balita laki-laki pada

penelitian ini lebh banyak daripada balita perempuan.

2. Distribusi karakteristik responden berdasarkan kelompok usia

Berdasarkan hasil yang diperoleh, berikut ini distribusi karakteristik

responden berdasarkan usia :

Tabel 5.2 Distribusi Kelompok Usia Balita

Kelompok Usia Frekuensi Presentase

≤ 12 bulan 28 28%

13-59 bulan 72 72%

Jumlah 100 100%

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 100 responden balita yang

menderita ISPA dalam penelitian ini terdapat 28 balita yang berusia kurang

dari 12 bulan (28%) dan 72 balita yang berusia 13-59 bulan (72%).

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa balita pada penelitian

ini lebih banyak pada kelompok usia 13-59 bulan daripada balita kelompok

usia ≤ 12 bulan.

3. Distribusi karakteristik responden berdasarkan status nutrisi

Berdasarkan hasil yang diperoleh, berikut ini distribusi karakteristik

Gambar

Gambar 1. Pembagian ISPA Berdasarkan  Lokasi Anatomi
gambaran kebiasaan
Tabel 3.1 Definisi Operasional
tabel (Siregar, 2013).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan terhadap intensitas penyakit busuk batang yang disebabkan oleh S.rolfsii pada berbagai konsentrasi inokulum dilihat pada Tabel 3... Persentase

Berdasarkan hasil penelitian di kelas, permainan kartu kata dapat dijadikan suatu media yang menarik bagi guru Taman Kanak-kanak Baugenvil Ku- ningan atau Guru Taman Kanak-

Kegiatan yang akan dilakukan meliputi: pengecilan ukuran jerami padi, optimisasi parameter- parameter proses hidrolisa sellulosa menjadi glukosa, Hasil penelitian menunjukkan

Sudah menjadi rahasia umum pada masyarakat bahwa, kebanyakan perencanaan wilayah dan kota yang disusun oleh kita semua tidak berada dalam konteks

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bengkel accesories goro profesional adalah perusahaan yang sudah cukup berkembang, karena transaksinya sudah bertambah banyak

Melalui program revitalisasi diharapakan Museum Benteng Vredeburg dapat menyelenggarakan aktivitas baik secara teknis maupun secara administratif yang sesuai dengan tugas dan

Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting didalam interaksi belajar-mengajar. Dalam aktivitas belajar ada beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan

Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Pengalaman Kerja Praktek