• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERJADIAN PENYAKIT TERSEBAB JAMUR PADA HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (Pbko) DI PERTANAMAN KOPI AGROFORESTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KETERJADIAN PENYAKIT TERSEBAB JAMUR PADA HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (Pbko) DI PERTANAMAN KOPI AGROFORESTRI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KETERJADIAN PENYAKIT TERSEBAB JAMUR PADA HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (Pbko) DI PERTANAMAN KOPI

AGROFORESTRI

Oleh

JUWITA SURI MAHARANI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterjadian penyakit tersebab jamur pada hama penggerek buah kopi (Pbko) di pertanaman kopi agroforestri di Sumber Jaya, Lampung Barat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei (sigi). Survei atau pengambilan sampel buah kopi dilakukan di areal perkebunan kopi rakyat yang ditanam dengan sistem agroforestri yaitu agroforestri sederhana dan agroforestri kompleks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterjadian penyakit tersebab jamur Pbko pada sampel buah kopi dari pohon di agroforestri kompleks lebih tinggi (45,8%) dibandingkan dengan agroforestri sederhana (27,2%). Keterjadian penyakit tersebab jamur Pbko pada buah kopi di tanah lebih tinggi dibandingkan dengan yang masih berada di pohon, baik pada sistem agroforestri kompleks (65,3% vs 45,8%) maupun pada

agroforestri sederhana (61,3 vs 27,2%).

(2)

ABSTRAK

KETERJADIAN PENYAKIT TERSEBAB JAMUR PADA HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (Pbko) DI PERTANAMAN KOPI

AGROFORESTRI

Oleh

JUWITA SURI MAHARANI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterjadian penyakit tersebab jamur pada hama penggerek buah kopi (Pbko) di pertanaman kopi agroforestri di Sumber Jaya, Lampung Barat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei (sigi). Survei atau pengambilan sampel buah kopi dilakukan di areal perkebunan kopi rakyat yang ditanam dengan sistem agroforestri yaitu agroforestri sederhana dan agroforestri kompleks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterjadian penyakit tersebab jamur Pbko pada sampel buah kopi dari pohon di agroforestri kompleks lebih tinggi (45,8%) dibandingkan dengan agroforestri sederhana (27,2%). Keterjadian penyakit tersebab jamur Pbko pada buah kopi di tanah lebih tinggi dibandingkan dengan yang masih berada di pohon, baik pada sistem agroforestri kompleks (65,3% vs 45,8%) maupun pada

agroforestri sederhana (61,3 vs 27,2%).

(3)

ABSTRACT

OCCURRENCE OF FUNGAL DISEASE OF THE COFFEE BERRY BORER IN AGROFORESTRY COFFEE

By

JUWITA SURI MAHARANI

This study aims to determine the occurrence of fungal disease of the coffee berry borer in agroforestry coffee in Sumber Jaya area, West Lampung. Study was conducted using a survey method. Coffee berries were sampled from simple and complex agroforestry coffee plantations, respectively. The result showed that disease occurence in coffee berries collected from trees in complex agroforestry was significanly higher (45.8 %) than that in simple agroforestry (27.2 %). Futhermore, disease occurrence in coffee berries collected from soil surface was higher than that collected from trees, both in complex agroforestry (65.3% vs 45.8%) and in simple agroforestry (61.3 vs 27.2%).

(4)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia kopi merupakan salah satu komiditi ekspor yang mempunyai arti yang cukup penting. Selain sebagai komoditi ekspor, kopi juga merupakan komoditi yang dikonsumsi di dalam negeri. Menurut survei yang pernah dilakukan Departemen Pertanian, rata-rata penduduk Indonesia mengkonsumsi kopi sebanyak 0,5 kg/orang/tahun (Najiyati dan Danarti, 2001). Dengan demikian dengan jumlah penduduk Indonesia ± 170 juta, maka diperkirakan setiap tahun diperlukan stok kopi sebanyak 85.000 ton kopi untuk keperluan konsumsi dalam negeri.

Lampung merupakan salah satu provinsi pemasok kopi terbesar bagi Indonesia untuk diekspor ke luar negeri. Provinsi Lampung selama ini dikenal sebagai salah satu produsen utama kopi Indonesia dan sekaligus juga merupakan pintu gerbang utama ekspor kopi Indonesia (AEKI, 2011).

(5)

aktivitas musuh alami hama tanaman (Staver et al., 2001). Untuk memperbaiki ekosistem tersebut dilakukan penanaman kopi bernaungan atau sistem

agroforestri.

Agroforestri adalah sistem ekologi di mana pepohonan ditanam di lahan pertanian (Wulandari, 2011). Agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks. Sistem agroforestri kopi sederhana adalah sistem tumpang sari tanaman kopi bersama dengan satu atau dua jenis pohon penaung dari famili Fabaceae seperti gamal, dadap, sengon, atau lamtoro. Sedangkan pada sistem agroforestri kopi kompleks adalah tanaman kopi ditanam bersama dengan sedikitnya empat jenis pohon penaung baik dari famili Fabaceae maupun pohon buah-buahan dan kayu-kayuan (Rahayu et al., 2006).

Di pertanaman kopi banyak terdapat gangguan-gangguan yang sangat merugikan, salah satunya yaitu hama penggerek buah kopi (Pbko). Kumbang dan larva hama ini menyerang buah kopi yang sudah cukup keras dengan membuat liang gerekan dan hidup di dalam bijinya, sehingga menimbulkan kerusakan yang cukup parah (Najiyati dan Danarti, 2001).

Penerapan sistem agroforestri pada tanaman kopi yang dicirikan oleh banyaknya pohon penaung memberi banyak manfaat. Sistem ini dapat meningkatkan

keragaman hayati, mengkonservasi kesuburan tanah, dan meningkatkan kesehatan tanaman. Sistem agroforestri memiliki kemiripan dengan hutan yaitu

(6)

Di alam Pbko dapat diinfeksi oleh jamur patogen. Jamur-jamur yang dapat

menyerang Pbko antara lain Beauveria bassiana, Metarhizium anisopliae, Botrytis stephanoderis dan Spicaria javanica (Sudarmo, 1989). Jamur-jamur pada

umumnya dapat tumbuh pada keadaan lingkungan yang lembab. Sistem agroforestri kopi dengan pohon penaung diperkirakan dapat meningkatkan aktivitas jamur patogen sebagai musuh alami hama kopi ini. Informasi mengenai keterjadian penyakit jamur pada hama Pbko pada agroforestri masih terbatas.

.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterjadian penyakit tersebab jamur pada hama penggerek buah kopi (Pbko) di pertanaman kopi agroforestri.

1.3 Kerangka Pemikiran

Salah satu hama penting tanaman kopi adalah hama penggerek buah kopi (Pbko). Jika tidak dikendalikan, serangan hama tersebut dapat menyebar ke seluruh kebun (Hindayana et al., 2002).

Salah satu pengendaliannya adalah dengan penggunaan musuh alami yang berupa patogen. Salah satu jenis jamur patogen yang dapat menyerang hama Pbko adalah B. bassiana. Mekanisme infeksi dimulai dari melekatnya konidia pada kutikula

(7)

M. anisopliae, B. stephanoderis dan S.javanica. Pada keadaan keadaan

lingkungan yang lembab jamur dapat berkembang dengan baik.

Pada pertanaman kopi dengan sistem agroforestri pohon penaung dapat

mempengaruhi pertumbuhan jamur entomopatogen. Sistem agroforestri kompleks dengan tipe kanopi rimbun lebih menaungi konidia jamur dibandingkan dengan sistem agroforestri sederhana yang bertipe terbuka. Keberlangsungan epizootik jamur sangat dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan (Soetopo dan Indrayani, 2007). Pada sistem agroforestri kompleks terdapat banyak dan beragam pohon penaung dengan tutupan kanopi yang lebih luas dibandingkan dengan sistem agroforestri sederhana, sehingga dapat mempertahankan kelembaban yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur entomopatogen. Menurut Hairiah et al. (2004), tajuk pohon dan tumbuhan bawah yang mengintersepsi (menahan) air hujan yang jatuh ke permukaan tanah yang berfungsi untuk mempertahankan iklim mikro, terutama kelembaban udara pada sistem agroforestri.

(8)

1.4 Hipotesis

(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kopi

Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili Rubiceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang, dan ranting-rantingnya (Najiyati dan Danarti, 2001).

Tanaman kopi termasuk dalam kerajaan Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Rubiales, famili Rubiaceae, genus Coffea L. (USDA, 2012). Tanaman kopi yang termasuk dalam Genus Coffea terdiri atas beberapa jenis antara lain Coffea arabica, Coffea robusta dan Coffea liberica. Asal tanaman kopi adalah dataran Abessinia (AAK, 1988).

1. Kopi robusta

(10)

2. Kopi arabika

Kopi arabika adalah kopi yang paling baik mutu cita rasanya, tanda-tandanya adalah biji picak dan daun hijau tua dan berombak-ombak. Jenis-jenis kopi yang termasuk dalam golongan arabika adalah abesinia, pasumah, marago dan

congensis (Najiyati dan Danarti, 2001).

3. Kopi liberika

Kopi liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak tahun 1965. Meskipun sudah cukup lama penyebarannya tetapi hingga saat ini jumlahnya masih terbatas karena kualitas buah yang kurang bagus dan rendemennya rendah (Najiyati dan Danarti, 2001). Jenis Liberika antara lain : kopi abeokutae, kopi klainei, kopi dewevrei, kopi excelsa dan kopi dybrowskii. Diantara jenis-jenis tersebut pernah dicoba di Indonesia tetapi hanya satu jenis saja yang diharapkan ialah jenis excels (AAK, 1988).

Tanaman kopi mempunyai sifat khusus karena masing-masing jenis menghendaki lingkungan yang agak berbeda. Faktor lingkungan yang mempengaruhi

pertumbuhan tanaman kopi antara lain ketinggian tempat, curah hujan, penyinaran matahari, angin, dan tanah (Najiyati dan Danarti, 2001).

a. Ketinggian Tempat

(11)

oleh ketinggian tempat dari permukaan air laut. Kopi robusta dapat tumbuh optimum pada ketinggian 400 – 700 m dpl.

b. Curah Hujan

Hujan merupakan faktor terpenting setelah ketinggian tempat. Faktor iklim ini bisa dilihat dari curah hujan dan waktu turunnya hujan. Curah hujan akan berpengaruh terhadap ketersediaan air yang sangat dibutuhkan tanaman. Tanaman kopi tumbuh optimum di daerah dengan curah hujan 2.000 – 3.000 mm/tahun.

c. Penyinaran matahari

Kopi menghendaki sinar matahari yang teratur. Umumnya kopi tidak menyukai penyinaran matahari langsung, penyinaran berlebih dapat mempengaruhi proses fotosintesis. Penyinaran matahari juga mempengaruhi pembentukan kuncup bunga. Penyinaran matahari pada pertanaman kopi dapat diatur dengan penanaman pohon penaung. Dengan pohon penaung tanaman kopi dapat diupayakan tumbuh di tempat yang teduh, tetapi tetap mendapatkan penyinaran yang cukup untuk merangsang pebentukan bunga (Suwarto dan Yuke, 2010). d. Tanah

(12)

2.2 Agroforestri Kopi

Agroforestri adalah sistem ekologi dimana menanam pepohonan di lahan pertanian (Wulandari, 2011). Agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks. Sistem agroforestri sederhana adalah sistem tumpang sari pohon kopi ditanam bersama dengan satu atau dua jenis pohon penaung dari famili Fabaceae seperti gamal, dadap, sengon, atau lamtoro. Sedangkan sistem agroforestri kompleks adalah pohon kopi ditanam bersama dengan sedikitnya empat-lima jenis pohon penaung baik dari famili Fabaceae maupun pohon buah-buahan dan kayu-kayuan (Rahayu et al., 2006).

2.3 Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.)

Serangga hama ini dikenal dengan bubuk buah kopi atau ”coffee berry borer”, termasuk ordo Coleoptera, dan famili Scolytidae (Kalshoven, 1981).

(13)

hari untuk perkembangannya. Pada ketinggian 1200 m, untuk perkembangan serangga diperlukan waktu 33 hari (Susniahti et al., 2005).

Kumbang betina lebih banyak dari pada kumbang jantan dengan perbandingan 59:1 atau 40:1. Tetapi hidup kumbang jantan dapat membuahi 30 ekor kumbang betina perkawinan terjadi pada lubang gerek di dalam biji perkembangbiakan hanya terjadi pada biji kopi yang sudah mengeras. Kumbang betina dapat hidup selama 87-102 hari dan setiap harinya bertelur rata-rata 2 butir. Tanaman inangnya Tephorosia, Leucaena glauca, Centrosoma, Crotalami, Caesalpinia (Susniahti et al., 2005).

PBKo mengarahkan serangan pertamanya pada bagian kebun kopi yang bernaungan, lebih lembab atau di perbatasan kebun. Jika tidak dikendalikan, serangan dapat menyebar ke seluruh kebun. Dalam buah tua dan kering yang tertinggal setelah panen, dapat ditemukan lebih dari 100 PBKo (Hindayana et al., 2002).

Pengendalian serangga hama dilakukan dengan mengurangi naungan dan melakukan pemangkasan, mengusahakan dalam jangka waktu tertentu (3 bulan) tidak ada buah kopi baik di pohon atau di tanah ( Susniahti et al., 2005).

Musuh alami bubuk buah kopi ini seperti parasitoid larva Prorops nasuta, Heterodpilus coffeicala, Plemyziztis denachares, Sapthonica ventralia.

Cendawan yang dapat mematikan bubuk buah kopi misalnya Botritis stephanoderis, Spicaria javanica yang banyak terjadi pada buah kopi. Pada

(14)

karena hama bubuk buah kopi selalu berkeliaran di sekitarnya, hyfa cendawan akan menjeratnya sehingga hyfa akan tumbuh pada kumbang kecil/bubuk perusak buah kopi, akibatnya menyebabkan kematian hama buah kopi tersebut.

(15)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel buah kopi dilakukan pada perkebunan kopi rakyat di Desa Suka Jaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Identifikasi jamur dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai Maret 2012.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah media PDA (Potato Dextrose Agar), aquades, dan alkohol 70%. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

termometer, pipa besi runcing, plastik, alat tulis, tali plastik, patok, pisau/cutter, spidol, gunting, kertas label, karet, karung, cawan petri, laminar air flow, bunsen, pinset, nampan plastik, kaca preparat, gelas objek, tabung reaksi dan mikroskop stereo

3.3 Pelaksanaan Penelitian

(16)

ditanam dengan sistem agroforestri yaitu agroforestri sederhana dan agroforestri kompleks.

Langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu sebagai berikut :

3.3.1 Survei musuh alami hama penggerek buah kopi (Pbko)

Pada areal perkebunan rakyat dipilih sepuluh hamparan kebun kopi bersistem agroforestri dengan luas masing-masing > 1 Ha. Sepuluh kebun tersebut dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu kebun dengan sistem agroforestri sederhana (lima kebun) dan kebun dengan sistem agroforestri kompleks multistrata (lima kebun). Pengelompokan kebun menggunakan kriteria yang dipakai Dewi et al. (2006), yaitu kebun kopi agroforestri adalah kebun dengan kopi sebagai tanaman pokok dengan pohon penaung > 5 jenis dan populasinya > 15%. Pada kebun kopi agroforestri kompleks multistrata terdapat pohon penaung > 5 jenis dengan umur yang tidak seragam, sedangkan pada agroforestri sederhana terdapat pohon penaung > 5 jenis dengan umur yang relatif seragam.

Survei musuh alami dilakukan di dalam transek dengan ukuran 40 x 4m (Gambar 1).

4 m 4 m

[image:16.595.114.506.530.717.2]

40 m

(17)

Buah kopi yang terserang penggerek buah kopi (Pbko) dikumpulkan, baik dari dalam transek maupun dari luar transek, baik yang masih di pohon maupun yang telah jatuh ke tanah. Buah kopi yang terserang dan terindikasi jamur

dikumpulkan. Buah-buah yang terserang Pbko dan bertanda jamur dikumpulkan juga dari luar transek (3m dari transek) dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.

3.3.2 Penentuan keterjadian penyakit pada Pbko dan identifikasi jamur patogen

Buah kopi dikumpulkan secara manual baik dari dalam maupun luar transek. Selanjutnya seluruh buah kopi yang telah dikumpulkan dihitung jumlahnya untuk dibawa ke laboratorium.

Buah-buah kopi yang terserang Pbko (berlubang gerekan) dan bertanda jamur dikumpulkan dan dihitung jumlahnya. Buah kopi bertanda jamur adalah yang pada bekas lubang gerekan Pbko ditumbuhi oleh massa jamur.

Penghitungan Keterjadian Penyakit menggunakan rumus sebagai berikut.

dengan catatan : KP = keterjadian penyakit; n = jumlah buah rusak bertanda jamur; N = jumlah seluruh buah yang diamati.

(18)

Isolasi jamur dilakukan dengan cara menumbuhkan jamur pada serangga ke media PDA. Media PDA terbuat dari aquades, kentang, gula, dan agar.

Jamur-jamur yang tumbuh kemudian dimurnikan kembali sehingga mendapatkan isolat jamur. Isolat jamur tersebut kemudian diidentifikasi dengan bantuan buku Barnett (1960) .

3.3.3 Penentuan masukan seresah

Pengambilan sampel seresah dilakukan di dalam transek pada titik pengambilan contoh berukuran kuadrat 0,5 m x 0,5 m (Gambar 2.). Seresah yang diambil adalah daun, ranting, dan cabang-cabang mati yang terdapat di permukaan tanah. Seluruh seresah yang ada pada titik sampel dan berada di permukaan

dikumpulkan secara manual yang kemudian dibawa ke laboratorium. Sampel seresah yang telah dikumpulkan dioven selama 48 jam pada suhu 80°C dan diukur berat keringnya.

0,5 m

[image:18.595.213.485.502.605.2]

0,5 m 0,5 m

Gambar 2. Titik sampel seresah.

3.3.4 Penentuan iklim mikro

Iklim mikro yang diukur dalam penelitian ini adalah suhu dan kelembaban kadar air tanah pada kedalaman 0-20 cm dan suhu udara di bawah tajuk. Pada setiap

Pengambilan sampel seresah

(19)

titik sampel yang sama dengan pengambilan contoh seresah, dilakukan

pengukuran suhu dan kelembaban tanah. Pengukuran suhu tanah dilakukan in situ dengan menggunakan termometer air raksa berbentuk batang. Untuk menghindari kerusakan termometer, sebelum dimasukkan kedalam tanah dibuat lubang terlebih dahulu dengan kedalaman 20 cm menggunakan pipa besi runcing berdiameter sedikit lebih besar daripada diameter batang termometer. Pencacatan suhu dilakukan ± 15 menit setelah termometer dimasukkan ke dalam tanah. Setelah itu, termometer digantungkan pada ranting bawah untuk mengukur suhu udara.

Pada setiap titik sampel, tanah terusik diambil sebanyak ± 0,5 kg dengan menggunakan cetok kebun pada kedalaman 0-20 cm. Tanah kemudian

dimasukkan di dalam kantong plastik dan dibawa ke laboratorium. Sebanyak 100 gr contoh tanah dioven pada suhu 105°C selama 48 jam atau sampai tidak terjadi pengurangan berat untuk menentukan kadar air tanah menggunakan metode gravimetri, sebagai berikut (Susilo dan Karyanto, 2005).

3.3.5 Penentuan tutupan kanopi

(20)

asumsi sebaran kanopi pohon berbentuk lingkaran. Persentase tutupan kanopi dihitung dengan rumus sebagai berikut (Aini et al., 2006).

3.3.6 Analisis data

(21)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Keterjadian penyakit tersebab jamur pada hama penggerek buah kopi (Pbko) pada buah-buah kopi yang masih berada di pohon di agroforestri kompleks secara nyata lebih tinggi (45,8%) dibandingkan dengan keterjadian penyakit tersebut di agroforestri sederhana (27,2%). Keterjadian penyakit Pbko pada buah kopi yang ada di tanah lebih tinggi dibandingkan dengan keterjadian penyakit pada buah yang masih berada di pohon, baik pada sistem agroforestri kompleks (65,3% vs 45,8%) maupun pada agroforestri sederhana (61,3% vs 27,2%).

5.2Saran

(22)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 148 Hlm. AEKI. 2011. Realisasi Ekspor Berdasarkan Jenis Kopi Tahun 2010.Tersedia

dihttp://www.aekiaice.org/images/stories/stat2011/realisasi_ekspor_berdas arkan_jenis_kopi pdf. Diakses tanggal 15 September 2011.

Afandi. 2004. Benchmark Description : Benchmark and Window Level

Information. Progress Report CSM-BGBD Project. Universitas Lampung (Unpublished). pp.1-35.

Aini, F. K., Susilo, F.X., Yanuwiyadi, B. dan Hairiah, K. 2006. Meningkatnya Sebaran Hama Rayap Odontotermes spp. setelah Alih Guna Hutan Menjadi Agroforestri Berbasis Kopi : Efek Perubahan Iklim Mikro dan Ketersediaan Makanan terhadap Kerapatan Populasi. Agrivita (28) 3: 221-237.

Arifin, M., Prayogo, Y. dan Koswanudin, D. 2010. Insektisida Biorasional untuk Mengendalikan Hama Kepik Coklat, Riptortus linearis pada Kedelai. Seminar Nasional Kedelai Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian, Malang. Dapat dilihat pada

http://muhammadarifindrprof.blogspot.com/2011/01/insektisida-biorasional-untuk.html?m=1. Diakses pada tanggal 4 November 2012 Barnett, H.L. 1960. Ilustrated Genera of Imperfect Fungi. Department of Plant

Pathology, Bacteriology and Entomology, West Virginia University. Morgantown, West Virginia.

Dewi, W.S., Yanuwiyadi, B., Suprayogo, D. dan Hairiah, K. 2006. Alih guna hutan menjadi lahan pertanian : Dapatkah sistem agroforestri berbasis kopi mempertahankan diversitas cacing tanah. Agrivita (28) 3: 198-220.

(23)

Hairiah, K. dan Rahayu, S. 2007. Pengukuran ‘karbon tersimpan’ di berbagai macam penggunaan lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 pp. Hairiah, K., Widianto, Suprayogo, D., Widodo, R.H., Purnomosidhi, P., Rahayu,

S. dan van Noordwijk, M. 2004. Ketebalan Seresah Sebagai Indikator Daerah Aliran Sungai (DAS) Sehat. Bogor. World Agroforestry Centre (ICRAF).

Hasyim, A. 2006. Evaluasi Bahan Carrier dalam Pemanfaatan Jamur Entomopatogen, Beauveria bassiana (BALSAMO) Vuillemin untuk Mengendalikan Hama Penggerek Bonggol Pisang, Cosmopolites sordidus Germar. J. Hort. 16(3): 202-210.

Hindayana, D., Judai, D., Priharyanto, D., Luther, G.C., Purnayasa, G.N.R., Mangan, J., Untung, K., Sianturi, M., Mundy, P. dan Riyatno. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan Departemen Pertanian. Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops In Indonesia, Revised & Translated

by P. A. Van Der Laan. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta. 701 pp. Najiyati, S. dan Danarti. 2001. Kopi : Budidaya dan Penanganan Pascapanen.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Mariani, S.M. dan Junaedi, A. 2009. Pengaruh Intensitas Naungan dan Kombinasi Pemupukan N dan P Terhadap Pertumbuhan, Produksi Simplisia serta Kandungan Andrographolida pada Sambiloto (Andrographis Paniculata). Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB.

Rahayu, S., Setiawan, A., Husaeni, E.A. dan Suyanto, S. 2006. Pengendalian Hama Xylosandrus compactus pada Agroforestri Kopi Multistrata Secara Hayati: studi kasus dari Kecamatan Sumberjaya, Lampung Barat. Agrivita 28 (3):1-12.

Siswoputranto, P.S. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 417 Hlm.

Soetopo, D. dan Indrayani, I. 2007. Status Teknologi dan Prospek Beauveria bassiana Untuk Pengendalian Serangga Hama Tanaman Perkebunan yang Ramah Lingkungan. Perspektif 6 (1): 29-46.

Staver, C., Guharay, F., Monterroso, D. dan Munschler, R.G. 2001. Designing pest-suppressive multistrata perennial crop system: Ahade-grown coffea in Central America. Agroforestry Systems 53:151-170.

(24)

Susilo, F.X. dan Karyanto, A. 2005. Methods For Assessment of Below-Ground Biodiversity In Indonesia. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Susniahti, N., Sumeno, H. dan Sudarjat. 2005. Bahan Ajar Ilmu Hama Tumbuhan. Universitas Padjadjaran, Fakultas Pertanian, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Bandung.

Suwarto dan Yuke. 2010. Budidaya 12 Tanaman Perkebunan Unggulan. Cetakan Pertama. Penebar Swadaya. Jakarta. 260 hlm.

USDA. 2012. Classification Coffea canephora.Tersedia di

http://plants.usda.gov/java/ClassificationServlet?source=display&classid= COCA39. Diakses tanggal 4 April 2012.

Wulandari, C. 2011. Agroforestri : Kesejahteraan Masyarakat dan Konservasi Sumber Daya Alam. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 81 Hlm.

Gambar

Gambar 1. Petak sampel.
Gambar 2. Titik sampel seresah.

Referensi

Dokumen terkait

PT.. Penyebab penurunan Retun On Assets pada PT Perkebunan Nusantara IV Medan berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap perhitungan rasio keuangan dengan

Daftar gaji yang telah dibuat oleh staf administrasi umum akan diperiksa kembali oleh staf administrasi keuangan jika benar maka staf administrasi keuangan akan

Berdasarkan Tabel 2.12 di atas, menunjukkan bahwa sebaran rawan longsor Kota Kendari berdasarkan kemiringan jenis tanah dan penggunaan lahan terdapat di enam kecamatan

Komposit karet alam ini memiliki sifat fisik dan ketahanan yang baik pada lingkungan asam lahan gambut yang memiliki tingkat keasamaan pH 3 (setara dengan larutan

Untuk daftar kategori kualitas resiko yang utama, diawali dengan menjabarkan proses pengujian ke dalam; pengujian komponen, pengujian integrasi dan pengujian sistem.?. 9

Pelayanan, Harga dan Fasilitas terhadap Keputusan Menginap pada Hotel Jati Wisata Pangkalpinang ”.. Oleh karena itu, mohon bantuan

Wana Sari Nusantara dengan sebagian warga desa Sungai Buluh ini DPRD Kabupaten Kuantan Singingi khususnya Komisi B juga berperan sebagaimana tugasnya sebagai anggota

1) Struktur yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas Struktur orgnisasi merupakan kerangka (frame work) dalam pembagian tanggung jawab fungsional pada