• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PENDEKATAN COOPERATIVE LEARNING TYPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN BERCERITA BERDASARKAN PENGAMATAN LINGKUNGAN SISWA KELAS V SD NEGERI 4 METRO SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN PENDEKATAN COOPERATIVE LEARNING TYPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN BERCERITA BERDASARKAN PENGAMATAN LINGKUNGAN SISWA KELAS V SD NEGERI 4 METRO SELATAN"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

INVESTIGATION

UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN

KETERAMPILAN BERCERITA BERDASARKAN

PENGAMATAN LINGKUNGAN SISWA

KELAS V SD NEGERI 4

METRO SELATAN

Oleh

AGUNG SAPUTRA

Tujuan dalam penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas dan keterampilan

bercerita siswa melalui penerapan pendekatan

Cooperative Learning Type Group

Investigation

berdasarkan pengamatan lingkungan siswa kelas V SD Negeri 4

Metro Selatan.

Rancangan atau jenis dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas atau

Classroom Action Research

(CAR) yang dilaksanakan berdasarkan kajian dan

tindakan secara kolaboratif, partisipatif, dan reflektif dalam situasi yang alamiah,

melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Analisis data

yang digunakan adalah deskriptif, kualitatif, dan kuantitatif.

Hasil penelitian dapat dilihat berdasarkan aktivitas dan keterampilan bercerita

siswa yang mengalami peningkatan pada setiap siklusnya dengan kriteria

ketuntasan 75% secara klasikal. Pada siklus I diperoleh persentase (61,76%),

terjadi peningkatan sebesar (11,77%) pada siklus II menjadi (73,53%), terjadi

peningkatan sebesar (11,76%) pada siklus III menjadi (85,29%). Rata-rata kinerja

guru pada siklus I (56,15), siklus II (75,63), dan siklus III (86,15). Keterampilan

bercerita siswa juga mengalami peningkatan setiap siklusnya yaitu siklus I

(58,82%), dengan peningkatan (11,77%) di siklus II menjadi (70,59%), dan terjadi

peningkatan (11,76%) pada siklus III menjadi (82,35%).

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pendidikan merupakan aspek utama dalam pembentukan moral suatu

bangsa. Dalam pelaksanaannya, proses pendidikan membutuhkan kesiapan,

kecakapan, ketelitian, keuletan, ketekunan dan keteladanan baik dari pendidik

ataupun dari peserta didik. Untuk pelaksanaan pembentukan moral suatu

bangsa yang baik perlu adanya kesadaran dari semua pihak yang terlibat

dalam proses pendidikan, baik dari pemerintah, guru atau pendidik,

lingkungan masyarakat, orang tua, dan dari peserta didik itu sendiri.

Dalam UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 3 tentang

Sisdiknas disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab (Sisdiknas, 2009: 7).

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional di atas dapat dilaksanakan

(3)

model-model pembelajaran di semua mata pelajaran mulai dari kelas rendah

sampai dengan kelas tinggi. Pendidikan bahasa Indonesia diharapkan dapat

menjadi wahana bagi siswa untuk mengembangkan kemampuannya, karena

pada dasarnya pembelajaran bahasa Indonesia ini menekankan pada aktivitas

belajar siswa menjadi aktif dan kreatif. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)

mengemukakan bahwa dalam pembelajaran bahasa Indonesia terdapat empat

keterampilan yang harus dikuasai sehingga siswa menjadi aktif dan kreatif,

yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat

aspek ini tidak dapat dipisahkan karena saling berhubungan dan saling

melengkapi.

Demi tercapainya pembelajaran yang optimal, perlu diadakan kegiatan

pembelajaran yang mendukung siswa untuk mengembangkan kemampuannya

secara aktif dan kreatif tanpa adanya rasa tertekan sehingga menimbulkan

kegiatan pembelajaran yang efektif. Salah satunya adalah dengan

menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning Type Group Investigation (GI).

Selain melalui empat keterampilan berbahasa seperti uraian di atas,

keberhasilan seseorang dalam berkomunikasi dapat ditentukan dari berbagai

komponen berbahasa di antaranya struktur kebahasaan yang menuntut

ketepatan seseorang dalam menyampaikan bunyi bahasa dan ketepatan

kalimat yang digunakan dalam konteks kehidupan. Demikian halnya

keterampilan bercerita, siswa dapat melakukan keterampilan berbicara yang

merupakan peran penting dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang harus

(4)

2007: 4) bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang

bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Dengan bercerita

siswa dapat mengungkapkan atau menyampaikan perasaan sesuai dengan apa

yang dialaminya serta ungkapan kemauan dan keinginan untuk berbagi

pengalaman yang diperolehnya. Melalui keterampilan bercerita, peserta didik

memperoleh manfaat yaitu meningkatkan keterampilan berkomunikasi secara

lisan dan mengembangkan keterampilan berbicara dengan baik.

Guru sebagai pendidik harus mengoptimalkan kemampuannya untuk

membentuk dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan

nilai-nilai yang dimiliki anak. Upaya mengoptimalkan kemampuan ini akan

menciptakan kegiatan pembelajaran yang mengacu pada indikator

pembelajaran dan hasil pembelajaran secara efektif.

Menurut Dworeztky (dalam Suwarjo, 2008: 3) potensi anak dapat

dikembangkan melalui potensi berpikir, potensi kebahasaan, potensi moral,

dan potensi sosiokultural. Jika guru dapat memanfaatkan potensi-potensi

tersebut secara baik, terbuka, dan terarah, kelak, anak didik akan menjadi

manusia yang berpengetahuan dan berbudi pekerti luhur.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, adapun masalah

dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan

adalah rendahnya aktivitas dan keterampilan bercerita siswa, hal ini

disebabkan karena pembelajaran yang disampaikan masih bersifat teoretis dan

guru hanya menyajikan materi secara konseptual dan guru belum

melaksanakan kegiatan bercerita dengan baik serta motivasi yang diberikan

(5)

rendah, sebagian besar siswa kurang berani bercerita di depan kelas dan masih

diwarnai rasa takut atau malu yang berpengaruh pada prestasi belajar siswa,

yaitu masih terdapat 8 dari 16 siswa dengan nilai rata-rata 44,43 atau 50%

siswa yang belum tuntas berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

yaitu 60. Dalam pembelajaran siswa cenderung kurang memiliki partisipasi

dan sikap menghargai terhadap orang lain, sehingga siswa terkesan bersifat

individualis.

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut diperlukan metode

pembelajaran yang inovatif yaitu Group Investigation yang secara kooperatif

dapat membuat siswa berperan aktif dan berkreativitas dalam proses

pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan keterampilan

bercerita, khususnya keterampilan bercerita berdasarkan pengamatan

lingkungan.

Keterampilan bercerita merupakan alternatif yang tepat untuk

dilaksanakan, karena untuk memperbaiki dan meningkatkan struktur

kebahasaan yang dimiliki oleh siswa. Untuk memperbaiki pembelajaran

seperti ini dapat didukung dengan menggunakan sistem pembelajaran

berkelompok yang menuntut siswa untuk beraktivitas dan berkreativitas serta

dapat menumbuhkan rasa sosial antara teman yang satu dengan yang lain.

Berdasarkan uraian di atas, diperlukan perbaikan kualitas pembelajaran

yang baik dan benar melalui penelitian dengan judul ”Penerapan Pendekatan

Cooperative Learning Type Group Investigation untuk Meningkatkan

(6)

pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Di Kelas V SD Negeri 4 Metro

Selatan”.

1.2Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai

berikut.

a. Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran tidak bervariasi yang

berakibat rendahnya aktivitas belajar siswa.

b. Sebagian besar siswa kurang berani bercerita di depan kelas dan masih

diwarnai rasa takut atau malu.

c. Kegiatan guru dalam pembelajaran bersifat teoretis dan materi yang

disampaikan secara konseptual.

d. Siswa cenderung bersifat individu dan kurang menghargai orang lain.

1.3Pembatasan Masalah

Masalah dalam penelitian ini perlu dibatasi agar dapat terarah dan terfokus

dengan cermat. Masalah tersebut difokuskan sebagai berikut:

”Penerapan pendekatan Cooperative Learning Type Group Investigation

sebagai upaya untuk meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita

berdasarkan pengamatan lingkungan siswa kelas V SD Negeri 4 Metro

Selatan”.

1.4Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan di atas, maka

(7)

a. Bagaimanakah peningkatan aktivitas belajar siswa melalui penerapan

pendekatan pembelajaran Cooperative LearningTypeGroup Investigation

pada pembelajaran bahasa Indonesia kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan?

b. Bagaimanakah peningkatan keterampilan bercerita siswa berdasarkan

pengamatan lingkungan melalui penerapan pendekatan pembelajaran

Cooperative Learning Type Group Investigation pada siswa kelas V SD

Negeri 4 Metro Selatan?

1.5Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang disebutkan di atas, tujuan penelitian

ini adalah untuk:

a. Meningkatkan aktivitas belajar melalui penerapan pendekatan Cooperative LearningTypeGroup Investigation pada siswa kelas V SD Negeri 4 Metro

Selatan.

b. Meningkatkan keterampilan bercerita berdasarkan pengamatan lingkungan

dengan menggunakan penerapan pendekatan Cooperative Learning Type

Group Investigation pada siswa kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan.

1.6Manfaat Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini yang dilaksanakan di kelas V SD

Negeri 4 Metro Selatan diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Dalam penelitian ini menekankan pada aspek kegunaan suatu metode

(8)

a. Memberikan khasanah atau teori baru kepada peneliti dan guru tentang

pembelajaran keterampilan bercerita dengan menggunakan Pendekatan

Cooperative Learning Type Group Investigation pada siswa kelas V

SD Negeri 4 Metro Selatan.

b. Perbaikan yang dilakukan oleh guru tidak ditemukan orang lain

melainkan oleh diri sendiri yang menghasilkan berbagai teori dalam

memperbaiki pembelajaran atau yang disebut dengan theorizing by

practitioners, yang membangun sendiri pengetahuan (self-constructed

knowledge) berupa personal theory atau theory in use (Joni, dkk dalam

Wardhani, 2007: 1.24).

2. Manfaat Praktis a. Manfaat bagi Siswa

Adapun manfaat bagi siswa dengan menggunakan Pendekatan

Cooperative Learning Type Group Investigation adalah sebagai

berikut:

1. Aktivitas siswa dapat meningkat dalam pembelajaran bahasa

Indonesia khususnya keterampilan bercerita berdasarkan

pengamatan lingkungan dengan menggunakan pendekatan

Cooperative Learning Type Group Investigation.

2. Dapat meningkatkan keterampilan bercerita siswa berdasarkan

pengamatan lingkungan dengan menggunakan pendekatan

(9)

b. Manfaat bagi Guru

Adapun manfaat bagi guru dengan menggunakan Pendekatan

Cooperative Learning Type Group Investigation adalah sebagai

berikut:

1. Memperbaiki proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran

dapat tercapai dengan baik.

2. Menjadi salah satu alternatif pilihan strategi pembelajaran yang

dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

c. Manfaat bagi Sekolah

Manfaat bagi sekolah dengan menggunakan Pendekatan

Cooperative Learning Type Group Investigation yaitu dapat:

1. Membantu menciptakan inovasi pembelajaran di kelas.

2. Meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah sehingga lebih

bermutu.

d. Manfaat bagi Peneliti

Dengan menggunakan pembelajaran Cooperative Learning Type

Group Investigation, peneliti dapat:

1. Menjembatani pemahaman peneliti terhadap kesenjangan teori

dengan fakta empiris.

2. Meningkatkan pengetahuan mengenai konsep-konsep yang

berkaitan tentang pendidikan dan pembelajaran.

3. Memotivasi untuk berfikir kritis dan kreatif.

4. Menghasilkan pengetahuan yang relevan yang dapat digunakan

(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Belajar

2.1.1 Pengertian Belajar

Istilah belajar memiliki pengertian yang bermacam-macam, salah satu di antaranya adalah Meyer (dalam Suwarjo, 2008: 35) belajar adalah mengonstruksi perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Adanya pengetahuan yang dikonstruksikan, secara garis besar tingkah laku seseorang akan berubah karena latihan dan pengalaman yang telah diperolehnya. Sedangkan menurut Sagala (2006: 10) belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan.

Belajar yang sesungguhnya adalah sebuah proses penemuan dan jika ingin hal itu terjadi, maka harus membuat berbagai kondisi yang memungkinkan penemuan itu terjadi. Semua itu meliputi waktu, kebebasan, dan ketiadaan tekanan (Holt dalam Keong, 2006: 161). Apabila seseorang telah belajar sesuatu, diharapkan akan berubah kesiapannya dalam mengahadapi lingkungannya. Jadi sebenarnya belajar itu adalah bagaimana tingkah laku seseorang berubah sebagai akibat dari pengalaman.

(11)

(dalam Suwarjo, 2008: 22) ”Pembelajaran kontekstual merupakan suatu sistem pengajaran yang didasarkan pada sebuah pernyataan bahwa makna muncul atau dibangun atas dasar hubungan antara isi dan konteks”. Pendapat ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Komalasari (2010: 7) bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan materi tersebut dalam kehidupannya. Dalam hal ini, guru bertugas sebagai manajer dan komando dalam proses pembelajaran yang menguasai ilmu bidang studi sehingga dalam pelaksanaannya dapat menimbulkan motivasi siswa untuk berbagi pengetahuan sesama teman, dapat menghubungkan apa yang diperolehnya di kelas dengan kehidupan di dunia nyata dan menyadari arti belajar untuk masa depannya (Owen dan Smith dalam Suwarjo, 2008: 23).

(12)

2.1.2 Pengertian Aktivitas Belajar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 23) aktivitas adalah keaktifan, kegiatan. Menurut Meyer (2002: 90) belajar berdasar aktivitas (BBA) berarti bergerak aktif secara fisik ketika belajar, dengan memanfaatkan indra sebanyak mungkin, dan membuat seluruh tubuh/pikiran terlibat dalam proses belajar. Sedangkan Abdurrahman (dalam Azwar, 2006: 34) aktivitas belajar adalah seluruh kegiatan siswa baik kegiatan jasmani maupun kegiatan rohani yang mendukung keberhasilan belajar.

Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah kegiatan yang memungkinkan siswa untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan belajar atau sesuatu yang dilakukan seseorang untuk menghasilkan perubahan tentang pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan sehingga menjadikan manusia yang mandiri dalam segala aspek kehidupan. Secara kooperatif, aktivitas belajar siswa diperoleh melalui kegiatan berkelompok yang terbentuk secara heterogen.

Untuk mewujudkan aktivitas belajar yang baik dalam keterampilan bercerita, maka harus memperhatikan aspek-aspek yang menunjangnya. Adapun aspek yang harus diperhatikan adalah kreativitas, motivasi, kesungguhan, gagasan, diskusi kelompok dan aktivitas (Adaptasi dari Suherni, 2008: 15).

(13)

2.1.3 Pengertian Bahasa

Bahasa adalah bunyi yang dikeluarkan oleh alat indra yang mempunyai arti (Tukan, 2006: 3). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 100) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri, percakapan (perkataan) yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun. Secara harfiah bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan untuk berinteraksi di dalam kehidupan sehari-hari yang berfungsi untuk mengidentifikasikan diri dan sebagai alat komunikasi antarsesama. Sedangkan untuk bahasa Indonesia pertama kali disahkan sebagai bahasa persatuan Republik Indonesia sejak tanggal 28 Oktober 1928 (Kongres Pemuda II).

2.1.4 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Berdasarkan KTSP Pembelajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud dalam http: //webcache. Googleuser content. com/ search?: endonesa. wordpress. com/ ajaran pembelajaran/ pembelajaran bahasa Indonesia/ pengertian pembelajaran bahasa Indonesia di SD www. google. co. Id).

(14)

Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penguasaan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstrukur. Semua itu dimaksudkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan dengan memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik. Untuk SD/MI/SDLB beban belajar kegiatan tatap muka per jam pembelajaran adalah berlangsung selama 35 menit (Mulyasa, 2007: 83).

Dalam pendidikan umum, struktur kurikulum khususnya sekolah dasar (SD) harus meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai kelas I sampai dengan kelas VI. Untuk kelas tinggi pada sekolah dasar khususnya kelas IV, V, dan VI pada mata pelajaran bahasa Indonesia alokasi waktu yang diberikan adalah 5 jam pembelajaran dalam satu minggu (Mulyasa, 2007: 52).

Dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia, sekolah harus memperhatikan aturan-aturan yang telah ditentukan seperti efisiensi waktu yang digunakan dan hal-hal yang harus diperhatikan demi tercapainya tujuan pembelajaran.

2.1.5 Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Adapun tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar menurut Depdiknas (2006: 2.6) adalah sebagai berikut:

(15)

2. Siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna dan fungsi serta menggunakanya dengan tepat dan kreatif dalam bermacam-macam tujuan.

3. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional dan sosial.

4. Siswa memiliki kedisiplinan dalam berpikir dan berbahasa.

5. Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, mempunyai wawasan kehidupan, meningkatkan kemampuan berbahasa.

6. Siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual.

Dengan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di atas, guru sebagai pendidik harus dapat mewujudkannya karena untuk menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap bahasa Indonesia kepada siswa serta siswa dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai dengan ejaan yang telah disempurnakan. Jadi dalam aplikasinya, siswa menggunakan bahasa Indonesia dengan santun dan dapat memaknai indahnya berbahasa Indonesia.

2.2Bercerita

2.2.1 Keterampilan Bercerita a. Pengertian Bercerita

(16)

pengertian-pengertian atau makna-makna menjadi jelas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 210) bercerita adalah menuturkan cerita. Sedangkan menurut Tarigan (1981: 35) bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain.

b. Keterampilan Bercerita

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1180) keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Muttaqin (dalam http: saiful mmuttaqin. blogspot. com/ 2008/ 01/ pembelajaran- keterampilan. html), keterampilan adalah memiliki keahlian yang dapat bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu Muttaqin (dalam http: saiful mmuttaqin. blogspot. com/ 2008/ 01/ pembelajaran- keterampilan. html) pengertian keterampilan dalam konteks pembelajaran adalah usaha untuk memperoleh kompetensi cekat, cepat dan tepat dalam menghadapi permasalahan belajar.

Dapat disimpulkan bahwa keterampilan merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat dan usaha untuk memperoleh pemecahan terhadap suatu masalah yang dihadapi.

(17)

yang kuat dan menghibur, memberikan pengalaman kepada siswa untuk mengenal ritme, intonasi dan pengimajinasian serta nuansa bahasa.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan bercerita adalah suatu kesanggupan atau kecakapan yang dimiliki oleh seseorang dengan tujuan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain supaya pengertian dan makna yang disampaikan menjadi jelas.

2.2.2 Tujuan Bercerita

Dalam pelaksanaan pembelajaran, bercerita mempunyai tujuan-tujuan yang akan disampaikan. Ramawati (dalam http://id.shvoong.com), memberikan beberapa tujuan dari bercerita sebagai berikut: (1) agar anak dapat membedakan perbuatan yang baik dan buruk sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, (2) mendidik akhlak, (3) melatih daya tangkap, dan (4) melatih berkonsentrasi. Pendapat ini ditegaskan oleh Guranti (2004: 107) tujuan bercerita adalah untuk, (a) menanamkan nilai-nilai pendidikan yang baik, (b) melatih daya tangkap dan daya berpikir, (c) melatih daya konsentrasi, (d) membantu perkembangan fantasi, (e) menciptakan suasana menyenangkan di kelas, (f) membantu pengetahuan siswa secara umum, (g) mengembangkan imajinasi, dan (h) membangkitkan rasa ingin tahu.

(18)

2.2.3 Manfaat Bercerita

Manfaat bercerita adalah untuk meningkatkan dan mengetahui seberapa besar kemampuan berbahasa lisan (Hartadi, 1994: 60). Hidayati (dalam http: //niahidayati. net./ manfaat- cerita- bagi- kepribadian- anak. html) memberikan beberapa manfaat bercerita bagi anak. Secara rinci manfaat tersebut sebagai berikut.

1. Mengembangkan kemampuan berbicara dan memperkaya kosakata anak. Kata-kata baru yang didengar melalui dongeng akan semakin memperkaya kosakata dalam berbicara, sehingga secara tidak langsung guru telah mengajarkan perbendaharaan kata yang banyak kepada anak melalui cerita.

2. Bercerita atau mendongeng merupakan proses mengenalkan bentuk-bentuk emosi dan ekspresi kepada anak, misalnya marah, sedih, gembira, kesal dan lucu.

3. Memberikan efek menyenangkan, bahagia dan ceria, khususnya bila cerita yang disajikan adalah cerita lucu.

4. Menstimulasi daya imajinasi dan kreativitas anak, memperkuat daya ingat, serta membuka cakrawala pemikiran anak menjadi lebih kritis dan cerdas.

(19)

anak mulai memiliki rasa empati, mulai dapat membedakan mana yang pantas ditiru dan yang harus dijauhi.

6. Melatih dan mengembangkan kecerdasan anak. Cerita tidak saja menyenangkan, tetapi memberikan manfaat luar biasa bagi kecerdasan anak secara inteligen (kognitif), emosional (afektif), spiritual dan visual anak. Secara kognitif yaitu akan mempermudah proses pembelajaran pada anak, karena kemampuan berpikir otak lebih mudah menyerap nilai yang terkandung dalam cerita. Secara afektif, cerita akan mempengaruhi suasana hati dan menumbuhkan perasaan-perasaan empati dan positif pada anak. Secara spiritual, cerita juga bisa menggugah kesadaran rohani.

7. Sebagai langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak. Ketertarikan pada cerita akan membuat anak penasaran, ingin mengetahui dan membaca buku.

8. Merupakan cara paling baik untuk mendidik tanpa kekerasan, menanamkan nilai moral dan etika juga kebenaran, serta melatih kedisiplinan.

2.2.4 Bercerita sebagai Aspek Keterampilan Berbicara

(20)

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006: 4) menyebutkan tujuan pembelajaran bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut dan menemukan serta menggunakan kemampuan yang ada dalam dirinya.

Sesuai dengan pendapat di atas, bercerita merupakan alternatif yang tepat untuk pelaksanaan kegiatan berbicara di sekolah dasar. Dengan bercerita maka siswa akan mampu untuk menuangkan pemikirannya dengan cara membuat dan menyampaikannya sebagai hasil dari pembelajaran yang dilaksanakan.

Cerita anak adalah cerita yang diciptakan untuk anak-anak, baik oleh anak sendiri maupun orang dewasa yang termasuk tradisi lisan dalam kesastraan yang terdiri atas beberapa larik yang dibacakan atau dinyanyikan, isinya mencakup soal berhitung, permainan, teka-teki dan pendidikan sajak kanak-kanak yang mempunyai nilai moral (Rozak, 2000: 161).

(21)

untuk menumbuhkan nuansa kebahasaan yang menyenangkan dan dapat dipahami oleh anak.

2.2.5 Bercerita Berdasarkan Pengamatan Lingkungan

Pengamatan adalah aktivitas yang dilakukan makhluk cerdas terhadap suatu proses atau objek dengan maksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya, untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian (Pedia dalam http://id.Wikipedia.org/ wiki/Pengamatan). Pendapat tersebut sesuai dengan yang dikatakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 35) pengamatan

adalah pengawasan terhadap perbuatan orang lain atau kesadaran yang tertuju kepada peristiwa atau fakta tertentu sebagai metode dalam penelitian. Sedangkan lingkungan adalah daerah atau kawasan yang termasuk di dalamnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 675). Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui lebih jelas bahwa lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti, tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. (Pedia dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Lingkungan.)

(22)

2.3 Cooperative Learning Type Group Investigation 2.3.1 Pengertian Pendekatan Cooperative Learning

Asal kata cooperative learning adalah cooperative yang berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama, saling membantu satu dengan yang lainnya sebagai satu kelompok atau tim. Slavin (dalam Isjoni, 2010: 12) cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen.

Sedangkan Lie (dalam Isjoni, 2010: 16) menyebutkan bahwa cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Dari uraian yang telah disampaikan bahwa cooperative learning mempunyai arti bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar siswa dalam kelompok yang terdiri dari 4-6 orang siswa. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat berbagai macam metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran yaitu STAD, TGT, Jigsaw, TAI dan CIRC. Sedangkan untuk metode yang digunakan khusus untuk spesialisasi tugas adalah Group Investigation, Co-op Co-Co-op dan Jigsaw II.

(23)

kooperatif (Sharan dalam Slavin, 2010: 24). Dalam metode ini siswa bebas untuk memilih kelompoknya sendiri yang terdiri dua sampai enam orang anggota. Kelompok ini kemudian memilih topik yang telah ditentukan dan mempelajarinya menjadi tugas pribadi, serta melakukan kegiatan yang diperlukan untuk mempersiapkan laporan kelompok. Tiap kelompok lalu mempersentasikan penemuan mereka di hadapan seluruh kelas (Slavin, 2010: 25).

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa yaitu siswa tidak dapat bekerja dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain.

2.3.3 Keunggulan Pembelajaran Cooperative Learning

Apabila dilihat dari aspek siswa, pembelajaran kooperatif memiliki beberapa keunggulan, yaitu memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu pandangan, pengalaman, yang diperoleh siswa belajar secara bekerjasama dalam merumuskan ke arah satu pandangan kelompok (Macmilan dalam Isjoni, 2010: 22).

(24)

karena pembelajaran kooperatif memandang manusia sebagai siswa dan makhluk sosial (homo homini socius), siswa akan lebih mendalami dan memahami akan suatu materi pembelajaran yang diberikan karena siswa terlibat langsung karena kegiatan tersebut dilaksanakan secara berdiskusi atau pembelajaran oleh teman sebaya (peer teaching) dan pada akhirnya mereka menemukan yang disimpulkan bersama secara berkelompok. Selain itu Lonning dan Slavin (dalam Suwarjo, 2008: 29) menegaskan bahwa strategi pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk semua siswa, semua bidang studi, dan semua kelas pada tugas-tugas yang melibatkan konsep pemecahan masalah.

Adapun tujuan cooperative learning menurut Ibrahim (dalam Isjoni, 2010: 27) adalah:

(a) Hasil belajar akademik,

(b) Penerimaan terhadap perbedaan individu, dan (c) Pengembangan keterampilan sosial.

(25)

dalam maupun di luar kelas. Sumber dapat diperoleh melalui bermacam buku, institusi, orang yang menawarkan sederetan gagasan, opini, data, solusi, ataupun posisi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dipelajari. Para siswa selanjutnya mengevaluasi dan mensintesiskan informasi supaya dapat menghasilkan buah karya kelompok yang dilanjutkan dengan siswa menentukan apa yang akan diinvestigasi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, sumber apa yang dibutuhkan, siapa melakukan apa, dan bagaimana siswa menampilkan proyek yang sudah selesai ke hadapan kelas. Peran guru adalah sekaligus sebagai pengorganisasian lingkungan belajar dan sebagai fasilitator belajar (Thomas dan Bidwell dalam Hamalik, 2009: 45).

Dalam metode pembelajaran Cooperative Learning, guru berperan sebagai nara sumber dan fasilitator yang bertujuan untuk membelajarkan kepada siswa bagaimana pelaksanaan pembelajaran yang sedang berlangsung. Sebagai contoh, guru dapat memodelkan berbagai keterampilan, seperti mendengarkan, menguraikan dengan kata-kata sendiri (memparafrasekan), memberi reaksi tanpa menghakimi, mendorong partisipasi, dan sebagainya.

(26)
[image:26.612.155.509.165.682.2]

Adapun kegiatan guru dalam pembelajaran Group Investigation adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Kegiatan pembelajaran Group Investigation

Langkah Pembelajaran Kegiatan Guru PENDAHULUAN Menginformasikan SK, KD, serta

Tujuan Pembelajaran. 1. Menyampaikan tujuan/memotivasi

Memunculkan rasa ingin tahu siswa. 2. Menyampaikan informasi awal Mengeksplorasi pengetahuan awal

siswa

Memberikan contoh kasus sebagai bahan investigasi

3. Mengorganisasikan siswa dalam

kelompok belajar Membimbing siswa ke kelompok belajar Membagikan topik atau sub materi sebagai bahan investigasi kelompok

KEGIATAN INTI Membimbing siswa untuk menginvestigasi topik 4. Membimbing, mengarahkan serta

membantu investigasi kelompok Mengajak siswa untuk berdiskusi di dalam kelompoknya

Mengamati setiap kelompok secara bergantian

Membimbing siswa agar meminta bantuan teman satu kelompok sebelum bertanya ke kelompok lain atau guru 5. Mengatur persentasi kelompok Menentukan kelompok yang

mempersentasikan hasil investigasi Mengatur jalannya diskusi dalam persentasi

Membimbing agar semua siswa terlibat aktif dalam diskusi

6. Memberikan pembelajaran langsung Mengondisikan siswa untuk menerima pembelajaran serta menyampaikan materi

Memberikan soal latihan

Memberikan kesempatan bertanya pada siswa

PENUTUP Membimbing siswa untuk menarik

kesimpulan 7. Menyimpulkan dan evaluasi

Memberikan tes hasil belajar berupa tes formatif

(27)

2.3.5 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Cooperative Learning

Menurut Jaromelik dan Parker (dalam Isjoni, 2010: 24) cooperative learning termasuk Group Investigation memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, kelebihannya yaitu:

(1) saling ketergantungan yang positif, (2) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu, (3) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, (4) suasana kelas yang rileks dan menyenangkan, (5) terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru, dan (6) memiliki banyak kesempatan untuk meng-ekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.

Adapun kelemahannya adalah sebagai berikut:

(1) guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di samping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu, (2) agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai, (3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dan (4) saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

(28)

2.3.6 Langkah-langkah Pembelajaran Group Investigation

Slavin (2010: 218) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan Group Investigation para murid bekerja melalui enam tahap, yaitu:

Tahap 1: Mengidentifikasikan Topik dan Mengatur Murid ke dalam Kelompok

Dalam tahap ini secara khusus ditujukan untuk masalah pengaturan. Guru memberikan serangkaian permasalahan yang kemudian akan dipelajari dan dibahas oleh siswa secara berkelompok. Tahap ini dimulai dengan perencanaan kooperatif yang melibatkan seluruh kelas, yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Guru menugaskan kepada setiap kelompok untuk mencari informasi untuk dijadikan sebuah cerita yang diperoleh dari beberapa sumber untuk dipelajari.

b. Para siswa berkumpul dalam kelompok diskusi untuk menuliskan semua gagasan yang diperoleh.

mengidentifikasikan topik dan mengatur murid ke

dalam kelompok

merencanakan tugas yang akan dipelajari

melaksanakan investigasi menyiapkan

laporan akhir

mempersentasikan laporan

(29)

c. Perencanaan dimulai dengan menyusun hasil temuan yang telah diperoleh secara berkelompok dengan membuat cerita dan menyampaikannya kepada seluruh kelas.

Tahap 2: Merencanakan Tugas yang Akan Dipelajari

Dalam tahap ini, siswa memutuskan subtopik yang akan dibahas dan bagaimana pembagian tugas yang akan dilakukan. Sebelum pembagian tugas dilaksanakan, guru membagikan lembar fotocopy yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang relevan yang dijadikan acuan untuk investigasi. Dilanjutkan dengan siswa membagi tugas, yaitu masing-masing siswa mengumpulkan informasi yang akan dijadikan cerita yang diperoleh berdasarkan pengamatan lingkungan secara individu yang kemudian dikumpulkan untuk dilakukan pembahasan secara berkelompok. Setelah pembahasan dilaksanakan, langkah selanjutnya yaitu membuat kesimpulan ke dalam sebuah cerita.

Tahap 3: Melaksanakan Investigasi

a. Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan berupa hasil yang berbentuk cerita.

b. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya.

(30)

Tahap 4: Menyiapkan Laporan Akhir

a. Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek yang telah dibuat dalam diskusi.

b. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan dilaporkan, dan bagaimana siswa akan membuat persentasi.

c. Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasikan rencana-rencana persentasi.

Tahap 5: Mempersentasikan Laporan Akhir

a. Persentasi yang dibuat adalah dengan menceritakan hasil kerja kelompok di depan kelas.

b. Bagian persentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif.

c. Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan persentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota kelas.

Tahap 6: Evaluasi

a. Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut, mengenai tugas yang dikerjakan, mengenai keefektifan pengalaman-pengalaman siswa.

b. Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa. c. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling

(31)

2.3.7 Pembelajaran Keterampilan Bercerita Berdasarkan Pendekatan Cooperative Learning Type Group Investigation

Di dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan bercerita di SD, tentunya dilaksanakan sesuai dengan standar kompetensi yaitu mengungkapkan pikiran, pendapat, fakta, perasaan secara lisan dengan menanggapi suatu persoalan, menceritakan hasil pengamatan atau berwawancara dengan kompetensi dasar yaitu menceritakan hasil pengamatan atau kunjungan dengan bahasa runtut, baik, dan benar dan berwawancara sederhana dengan nara sumber dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa serta menanggapi persoalan atau peristiwa dan memberikan saran pemecahannya dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa. Di dalam pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan, guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, memotivasi siswa dan menyajikan materi yang akan diajarkan.

Pelaksanaan keterampilan bercerita berdasarkan metode Group Investigation adalah sebagai berikut:

a. Guru membagi siswa ke dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4 sampai 5 siswa dalam satu kelompok secara heterogen.

b. Masing-masing kelompok mendapatkan tugas untuk melakukan pengamatan, berwawancara, dan menanggapi persoalan atau peristiwa yang terjadi di lingkungan ke dalam sebuah cerita.

(32)

dan disampaikan di depan kelas, dan pada siklus III siswa melakukan kegiatan pengamatan terhadap suatu peristiwa yang diperoleh berdasarkan pengamatan lingkungan dan disampaikan di depan kelas. d. Setelah hasil kerja kelompok didiskusikan, langkah selanjutnya adalah

mempersentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas melalui kegiatan bercerita.

e. Adapun kegiatan cerita yang disampaikan, adalah: Siswa maju secara berkelompok untuk membacakan secara bergantian cerita yang telah dibuat. Dengan demikian dapat diketahui bagaimana daya serap siswa terhadap suatu bacaan.

2.4 Hipotesis Tindakan

(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini direncanakan dengan menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK), atau Classroom Action Research (CAR), yaitu sebuah penelitian yang dilakukan di kelas. Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata inti tersebut, penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama (Arikunto, 2008: 2.3).

Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelas sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat (Wardhani, dkk., 2007 : 1.4).

Prosedur penelitian dilaksanakan dengan menggunakan siklus-siklus tindakan (daur ulang). Daur ulang dalam penelitian ini diawali dengan perencanaan (planning), tindakan (action), mengobservasi (observation) dan

(34)

Adapun rencana penelitian tindakan kelas ini dapat dilihat dalam diagram di bawah ini:

Diadopsi dari Arikunto (2010: 17)

3.1.1 Setting Penelitian

3.1.1.1Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan. Adapun siswa kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan tahun pelajaran 2011/2012 berjumlah 17 siswa yang terdiri dari 6 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan.

Refleksi Pelaksanaan

SIKLUS II

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi Pelaksanaan

SIKLUS I

Pengamatan Perencanaan

dst

Perencanaan

Pelaksanaan

(35)

3.1.1.2Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan, Jalan R. Suprapto nomor 103, Kota Metro.

3.1.1.3Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di semester ganjil pada tahun pelajaran 2011/2012. Waktu pelaksanaan adalah kurang lebih selama lima bulan, yaitu bulan April sampai dengan bulan Agustus tahun 2011. Kegiatan penelitian ini dimulai dari persiapan yaitu penyusunan proposal PTK, diskusi, penyusunan RPP dan lembar kerja siswa secara kolaboratif dan partisipatif dengan guru bidang studi, sampai pada tahap pelaksanaan dan pelaporan.

3.1.2 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan diperoleh dengan menggunakan instrumen penelitian yang dilanjutkan dengan menginterpretasi semua data yang telah dikumpulkan sesuai dengan tujuan penelitian. Data aktivitas yang dikumpulkan adalah kinerja guru dan aktivitas siswa selama Group Investigation dilaksanakan. Sedangkan untuk hasil belajar, siswa diminta

untuk bercerita di depan kelas secara bergantian. Adapun penilaian yang dilakukan menggunakan lembar panduan penilaian keterampilan bercerita.

3.1.3 Alat Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1) Lembar panduan observasi, instrumen ini dirancang dan digunakan

(36)

selama penelitian tindakan kelas berlangsung dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan pendekatan Cooperative Learning type Group Investigation.

2) Tes keterampilan bercerita, instrumen ini digunakan untuk mengetahui keberhasilan belajar yang telah dilakukan khususnya keterampilan bercerita berdasarkan pengamatan lingkungan dengan menggunakan Cooperative Learning Type Group Investigation.

3.1.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data di dalam proses pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan makna secara kontekstual dan mendalam sesuai dengan masalah penelitian, yaitu tentang kinerja guru, aktivitas dan hasil belajar siswa. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan kemajuan kualitas belajar siswa yang sesuai dengan penguasaan materi yang telah diajarkan.

Data kualitatif dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Persentase aktivitas belajar setiap siswa diperoleh dengan rumus:

NP =

SMR x 100 Keterangan:

(37)

SM = skor maksimum 100 = bilangan genap

Adaptasi dari Purwanto (2008: 102)

Rumus analisis kinerja guru selama proses pembelajaran Jumlah skor yang diperoleh

Skor Akhir = x 100

Jumlah skor maksimal Dengan taraf keberhasilan sebagai berikut:

Tingkat keberhasilan Arti

> 86% Sangat tinggi

71-85% Tinggi

56-70% Sedang

41-55% Rendah

26-40% Sangat Rendah

(Adaptasi dari Aqib, dkk., 2009: 41)

1) Adapun penilaian yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam hubungannya dengan materi yang telah diajarkan oleh guru adalah sebagai berikut.

a. Keterampilan bercerita siswa berdasarkan pengamatan lingkungan. Aspek yang dinilai antara lain: (a) keruntutan penggunaan bahasa, (b) lafal dan intonasi, (c) ekspresi/penggunaan bahasa nonverbal, (d) keutuhan isi cerita, dan (e) keberanian bercerita/penampilan (terlampir).

(38)

Jumlah skor yang diperoleh Skor Akhir = x 100%

Jumlah skor maksimal

(Adaptasi dari Aqib, dkk., 2009: 41)

3.2 Indikator Keberhasilan

Dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek keterampilan bercerita dengan menggunakan pembelajaran Cooperative Type Group Investigation dapat dikatakan berhasil apabila aktivitas dan

keterampilan bercerita siswa mengalami peningkatan minimal mencapai 75% secara klasikal (adaptasi dari Depdiknas, 2008: 5).

3.3 Prosedur Tindakan

Penelitian tindakan kelas ini menggunakan bentuk kolaborasi. Kolaborasi yang dilaksanakan adalah antara peneliti dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia. Tujuan utama dari penelitian tindakan kelas ini adalah meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita siswa dengan menggunakan pendekatan Cooperative Learning Type Group Investigation pada mata pelajaran bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri 4 Metro Selatan. Peneliti dan guru terlibat secara penuh dalam perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi pada tiap siklusnya (Aqib, 2009: 182).

Secara rinci pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

3.3.1Siklus I

(39)

pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran secara kolaboratif dan partisipatif antara peneliti dengan guru bidang studi.

Supaya pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran cooperative learning type group investigation dapat efektif dan efisien guru perlu memperhatikan hal-hal berikut.

1. Perencanaan

Dalam kegiatan perencanaan, langkah-langkah yang harus dilakukan oleh peneliti bersama guru bidang studi adalah berdiskusi membuat rencana pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan SK dan KD. Kemudian dilanjutkan dengan menyiapkan media dan lembar observasi untuk mengamati aktivitas yang dilakukan oleh siswa dan guru di dalam pembelajaran, serta lembar penilaian pembelajaran keterampilan bercerita berdasarkan pembelajaran Cooperative Learning Type Group Investigation.

2. Pelaksanaan

Tahap ini adalah pelaksanaan dari rencana yang telah ditetapkan. Dalam siklus pertama ini, kegiatan awal yang dilakukan guru adalah memahami karakteristik siswa dan bagaimana cara belajar siswa selama di dalam kelas. Adapun pelaksanaan yang dilakukan adalah sesuai dengan metode yang digunakan, yaitu:

a. Guru menertibkan dan mempersiapkan siswa untuk belajar.

(40)

c. Guru memberikan penjelasan mengenai materi yaitu menceritakan hasil pengamatan.

d. Pokok bahasan dalam siklus pertama adalah menuliskan pokok-pokok hasil pengamatan dan menceritakan hasil pengamatan dengan bahasa yang runtut, baik, dan benar.

e. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok kecil yang terdiri 4 siswa dalam satu kelompok yang bersifat heterogen.

f. Masing-masing kelompok diberikan tugas untuk menentukan apa yang akan mereka amati dalam lingkungan rumah siswa.

g. Dari pengamatan yang telah diperoleh, guru meminta siswa untuk untuk membuat ke dalam sebuah cerita secara berkelompok berdasarkan pengamatan lingkungan dan disampaikan melalui bercerita di depan kelas.

h. Kelompok yang lain memberikan tanggapan mengenai cerita yang telah disampaikan.

i. Guru memberikan penguatan kepada setiap kelompok yang telah menyampaikan hasil kerjanya.

j. Guru menarik kesimpulan dari materi yang telah disampaikan.

(41)

3. Observasi

Peneliti melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Pada tahap ini keaktifan siswa dan kinerja guru sangat diperhatikan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan, yaitu sesuai dengan indikator keberhasilan sebesar 75% secara klasikal.

Selama pembelajaran berlangsung, kegiatan pengamatan terhadap kinerja guru dan aktivitas siswa dilaksanakan melalui lembar-lembar observasi.

4. Refleksi

Pada akhir siklus, refleksi dilakukan oleh tim peneliti, guna mengkaji aktivitas dan keterampilan siswa yang telah dilakukan oleh guru. Tahap ini dilakukan untuk membuat rencana perbaikan pada siklus berikutnya. Adapun refleksi yang dilakukan adalah melihat kelebihan dan kelemahan selama proses pembelajaran berlangsung. Apabila terdapat kelemahan, maka akan dilakukan perbaikan pada perencanaan tindakan untuk siklus selanjutnya. Apabila terdapat kelebihan, maka harus dipertahankan. Dengan cara seperti ini peneliti dapat menyimpulkan apa yang harus dilakukan untuk perbaikan pada siklus berikutnya.

3.3.2Siklus II

(42)

1. Perencanaan

Perencanaan yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan siklus yang sebelumnya, yaitu peneliti dan guru berkolaborasi membuat rencana pembelajaran yang dilanjutkan dengan menyiapkan media dan lembar observasi untuk mengamati aktivitas yang dilakukan oleh siswa dan guru di dalam pembelajaran serta lembar penilaian pembelajaran keterampilan bercerita. Materi Pada siklus II ini adalah berwawancara dengan pemilik usaha di lingkungan rumah siswa. Namun pada siklus II ini peneliti melakukan perbaikan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan pada siklus II ini tidak jauh berbeda dengan siklus I, yaitu sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan guru harus memahami karakteristik siswa dan bagaimana cara belajar siswa selama di dalam kelas. Dalam pelaksanaannya, cerita yang disajikan diperoleh melalui wawancara dengan pemilik usaha yang ada di sekitar lingkungan rumah siswa. Kemudian hasil wawancara yang telah mereka peroleh dibuat ke dalam sebuah karangan secara berkelompok. Adapun pelaksanaan pembelajarannya adalah sebagai berikut:

a. Guru meminta siswa untuk berkumpul sesuai dengan kelompok yang telah dibentuk.

(43)

c. Dalam kelompok, siswa diminta untuk mendiskusikan hasil wawancara yang diperoleh dan kemudian disimpulkan ke dalam sebuah cerita yang disampaikan di depan kelas.

d. Dalam diskusi kelompok, guru memberikan bimbingan dan mengarahkan kepada setiap kelompok serta menyampaikan apa saja yang harus diperhatikan dalam membuat cerita.

e. Kelompok lain memperhatikan dan memberikan tanggapan mengenai cerita yang telah disampaikan.

f. Guru memberikan penguatan kepada setiap kelompok yang telah menceritakan hasil kerjanya.

g. Guru bersama siswa menarik kesimpulan dari materi yang telah disampaikan.

3. Observasi

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan sama dengan siklus ke I, yaitu peneliti melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa dan kinerja guru selama pembelajaran berlangsung demi tujuan pembelajaran yang diharapkan. Selama pembelajaran berlangsung, kinerja guru dan aktivitas siswa diamati dengan melingkari poin-poin yang telah dipersiapkan guru yang sesuai pada lembar panduan (terlampir).

4. Refleksi

(44)

yang telah diperoleh pada siklus II ini digunakan untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan dari siklus sebelumnya.

3.3.3Siklus III

1. Perencanaan

Dalam siklus III, perencanaan yang disusun tidak jauh berbeda dengan sikklus-siklus sebelumnya yaitu peneliti bersama guru bidang studi secara kolaboratif membuat rencana pembelajaran yang sesuai dengan SK dan KD. Selain itu peneliti dan guru bidang studi harus mempersiapkan instrumen penilaian yang akan digunakan. Adapun instrumen yang harus dipersiapkan adalah instrumen penilaian kinerja guru, instrumen aktivitas siswa dan instrumen terhadap keterampilan bercerita siswa. Materi pada siklus III ini adalah menanggapi peristiwa dan memberikan saran. Pada siklus ini peneliti melakukan perbaikan berdasarkan refleksi yang telah diperoleh pada siklus sebelumnya.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan pada siklus III harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, yaitu siswa melakukan kegiatan pengamatan terhadap suatu peristiwa yang terjadi di lingkungan dan kemudian siswa membuatnya ke dalam bentuk cerita dan disampaikan di depan kelas secara berkelompok. Adapun pelaksanaan pembelajarannya adalah sebagai berikut:

a. Guru meminta siswa untuk berkumpul bersama kelompoknya.

(45)

c. Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa apabila masih ada yang kurang jelas terhadap materi yang disampaikan.

d. Guru meminta siswa untuk melakukan investigasi terhadap suatu peristiwa yang terjadi di lingkungan.

e. Guru meminta siswa untuk membuat sebuah cerita berdasarkan peristiwa yang telah mereka investigasi secara berkelompok.

f. Guru membimbing dan mengarahkan siswa dengan cara mengajak dan mengamati siswa untuk berdiskusi bersama kelompoknya.

g. Guru meminta siswa untuk menyampaikan hasil diskusi mereka untuk disampaikan di depan kelas.

h. Guru memberikan penguatan kepada kelompok yang telah menyampaikan hasil kerjanya.

i. Guru meminta kelompok lain untuk memberikan komentar.

j. Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan cara memberikan penghargaan kepada kelompok yang berani memberikan komentar dan saran.

3. Observasi

(46)

4. Refleksi

(47)

Halaman

DAFTAR TABEL

...

i

DARTAR GAMBAR

...

ii

DAFTAR GRAFIK

...

iii

DAFTAR LAMPIRAN

...

iv

I.

PENDAHULUAN

...

1

1.1 Latar Belakang ...

1

1.2 Identifikasi Masalah ...

5

1.3 Pembatasan Masalah ...

5

1.4 Rumusan Masalah ...

5

1.5 Tujuan Penelitian ...

6

1.6 Manfaat Penelitian ...

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

...

9

2.1 Belajar ...

9

2.1.1 Pengertian Belajar ...

9

2.1.2 Pengertian Aktivitas Belajar ...

11

2.1.3 Pengertian Bahasa ...

12

2.1.4 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Berdasarkan

KTSP ...

12

2.1.5 Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar ...

13

2.2 Bercerita ...

14

2.2.1 Keterampilan Bercerita ...

14

2.2.2 Tujuan Bercerita...

16

2.2.3 Manfaat Bercerita...

17

2.2.4 Bercerita Sebagai Aspek Keterampilan Berbicara ...

18

2.2.5 Bercerita Berdasarkan Pengamatan Lingkungan ...

20

2.3

Cooperative Learning Type Group Investigation

...

21

2.3.1 Pengertian Pendekatan

Cooperative Learning

...

21

2.3.2 Pengertian Pendekatan

Cooperative Learning Type Group

Investigation

...

21

2.3.3 Keunggulan Pembelajaran

Cooperative Learning

...

22

2.3.4 Model Pembelajaran

Cooperative Learning Type Group

(48)

2.4

Hipotesis Tindakan ...

31

III. METODOLOGI PENELITIAN

...

32

3.1 Jenis Penelitian ...

32

3.1.1 Setting Penelitian ...

33

3.1.1.1 Subjek Penelitian ...

33

3.1.1.2 Tempat Penelitian ...

34

3.1.1.3 Waktu Penelitian...

34

3.1.2 Teknik Pengumpulan Data...

34

3.1.3 Alat Pengumpul Data ...

34

3.1.4 Teknik Analisis Data...

35

3.2 Indikator Keberhasilan ...

37

3.3 Prosedur Tindakan...

37

3.3.1 Siklus I ...

37

3.3.2 Siklus II ...

40

3.3.3 Siklus III...

43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

...

46

4.1 Hasil Penelitian ...

46

4.1.1 Profil SD Negeri 4 Metro Selatan ...

46

4.1.2 Prosedur Penelitian ...

47

4.1.3 Hasil Penelitian ...

48

4.1.4 Kegiatan Pembelajaran Siklus I, II, dan III ...

50

4.1.4.1 Siklus I ...

50

a. Siklus I Pertemuan 1...

50

b. Siklus I Pertemuan 2 ...

56

4.1.4.2 Siklus II ...

65

a. Siklus II Pertemuan 1 ...

65

b. Siklus II Pertemuan 2 ...

70

4.1.4.3 Siklus III...

79

a. Siklus III Pertemuan 1 ...

79

b. Siklus III Pertemuan 2...

83

4.2 Hasil Analisis Siklus I, II, dan III ...

91

4.2.1 Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran...

91

4.2.2 Kinerja Guru dalam Proses Pembelajaran ...

94

4.2.3 Hasil Keterampilan Bercerita Siswa dalam Proses

(49)

5.1 Simpulan ...

104

5.2 Saran...

105

DAFTAR PUSTAKA

(50)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan mulai

dari siklus I, II, dan III serta hasil pembahasan dan analisis yang telah

dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan Cooperative

Learning Type Group Investigation baik untuk dilaksanakan, guna

meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita berdasarkan pengamatan

lingkungan siswa SD Negeri 4 Metro Selatan. Secara khusus, disimpulkan

sebagai berikut:

5.1.1 Penerapan pendekatan Cooperative Learning Type Group

Investigation pada keterampilan bercerita berdasarkan pengamatan

lingkungan siswa dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dari

siklus I sampai dengan siklus III. Pada siklus I diperoleh rata-rata

sebesar (61,76%) pada kriteria “Kurang”, meningkat (11,77%) pada

siklus II menjadi (73,53%) pada kriteria “Kurang”, dan siklus III

meningkat (11,76%) menjadi (85,29%) pada kriteria “Baik”.

5.1.2 Penerapan pendekatan Cooperative Learning Type Group

Investigation dapat meningkatkan keterampilan bercerita berdasarkan

(51)

Pada siklus I persentase ketuntasan (58,82%) pada kriteria “Kurang”

dengan nilai rata-rata kelas 54, pada siklus II meningkat (11,77%)

menjadi (70,59%) pada kriteria “Kurang” dengan nilai rata-rata kelas

65, dan meningkat (11,76%) pada siklus III menjadi (82,35%) pada

kriteria “Baik” dengan nilai rata-rata kelas 74.

5.1.3 Kinerja guru terjadi peningkatan di setiap siklusnya, mulai dari siklus

I sampai dengan siklus III. Pada siklus I diperoleh rata-rata (56,15)

pada kriteria “kurang”, meningkat (19,48) pada siklus II menjadi

(75,63) pada kriteria “Baik”, dan di siklus III meningkat (10,52)

menjadi (86,15) pada kriteria “Baik.

5.2SARAN

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya

dan data serta bukti nyata yang telah didapat melalui penerapan pendekatan

Cooperative Learning Type Group Investigation dapat meningkatkan

aktivitas dan keterampilan bercerita berdasarkan pengamatan lingkungan

siswa, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut:

5.2.1 Kepada siswa, supaya lebih ditingkatkan prestasi belajar yang telah

diraih dan dapat memaknai pentingnya arti belajar. Dengan begitu

motivasi dan kesadaran untuk belajar akan terbangun dalam diri untuk

mencapai hasil yang maksimal.

5.2.2 Kepada guru, dengan penerapan pendekatan Cooperative Learning

Type Group Investigation yang telah digunakan dalam penelitian dan

terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita

(52)

menggunakan metode ini dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Karena dapat menumbuhkan keberanian siswa dalam mengemukakan

pendapat, siswa menjadi lebih aktif dan kreatif dalam kegiatan

pembelajaran serta siswa lebih termotivasi dalam belajar. Dalam

proses pembelajaran siswa dilibatkan secara langsung, sebagai contoh

dalam pengambilan kesimpulan sehingga siswa termotivasi secara aktif

dan lebih dihargai.

5.2.3 Kepala Sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan

pembelajaran yang menuntut siswa aktif dan kreatif. Dengan demikian

siswa bebas berekspresi dan memberikan kesempatan kepada guru

untuk berkreasi dalam profesinya yang mengutamakan proses daripada

hasil.

5.2.4 Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), supaya lebih

memahami tugas utama sebagai seorang guru yaitu memberikan

pendidikan dan pembelajaran secara aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan

menyenangkan. Dengan harapan mutu pendidikan lebih diutamakan

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Saleh. 2006.

Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Efektif Di Sekolah

Dasar.

Depdiknas: Jakarta.

Alwi, Hasan. dkk. 2007.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.

Balai

Pustaka: Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2010.

Penelitian Tindakan.

Aditya Media: Yogyakarta.

..., 2008.

Penelitian Tindakan Kelas.

Bumi Aksara: Jakarta.

Asma, Nur. 2006.

Model Pembelajaran Kooperatif.

Depdiknas.

Aqib, Zainal, dkk. 2009.

Penelitian tindakan kelas untuk guru SD, SLB, dan TK.

Yrama Widya: Bandung.

Azwar, Saifudin. 1998.

Tes Prestasi Fungsi Pengembangan Pengukuran

Prestasi Belajar.

Pustaka Belajar: Yogyakarta.

Chaer, Abdul. 2003.

Linguistik Umum. Rineka Cipta: Jakarta.

Depdiknas. 2006.

Pedoman Penilaian Hasil Belajar Sekolah Dasar. Balai

Pustaka: Jakarta.

..., 2008.

Kriteria dan Indikator Keberhasilan Pembelajaran. Dikti:

Jakarta.

Guranti, Wanda. 2004.

Bahasa Dan Sastra Indonesia.

Erlangga: Jakarta.

Hairuddin, dkk. 2007.

Pembelajaran Bahasa Indonesia.

Depdiknas: Jakarta.

Hamalik, Oemar. 2009.

Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan

Sistem.

Bumi Aksara: Jakarta.

Hartadi, Sinung, dkk.1994.

Bahasa dan Sastra Indonesia Kebanggaanku.

Tiga

Serangkai: Solo.

Hidayati, Nia. 2009.

Manfaat Cerita Bagi Kepribadian Anak.

(http://niahidayati.net/manfaat-cerita-bagi-kepribadian-anak-html.)

Diakses: Selasa, 29 Maret 2011. Pukul 13.30 WIB.

(54)

Keong, Yew, Kam. 2006.

30 Kiat Mencetak Anak Kreatif Mandiri.

Nuansa:

Bandung.

Komalasari, Kokom. 2010.

Pembelajaran Kontekstual.

Refika Aditama: Bandung.

Meyer, Dave. 2002.

The Accelerated Learning Handbook. Kaifa: Bandung.

Mulyasa, E. 2007.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

REMAJA

ROSDAKARYA: Bandung.

Muslich, Masnur. 2009.

KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan

Kontekstual: Bumi Aksara. Jakarta.

Muttaqin, Saiful. 2008.

Pengertian Keterampilan.

(http://saifulmmuttaqin.blogspot.com/2008/01/pembelajaran-keterampilan.html).

Diakses: Jumat, 1 April 2011. Pukul 16.05 WIB.

Purwanto, Ngalim. 2008.

Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Rosda

Karya: Bandung.

Qodratillah, Meity Taqdir, dkk. 2008.

Kamus Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa

Depdiknas: Jakarta.

Ramawati, Novi. 2011.

Tujuan Dan Fungsi Bercerita. (http://id.shvoong.com).

Diakses: Selasa, 29 Maret 2011. Pukul 14.37 WIB.

Rozak, Zaidan, Abdul. dkk.

2000.

Kamus Istilah Sastra.

Balai Pustaka: Jakarta.

Sagala, Syaiful, dkk. 2006.

Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta: Jakarta.

Sisdiknas. 2009.

Undang-undang Sisdiknas.

Sinar Grafika: Jakarta.

Slavin, Robert, E. 2010.

Cooperative Learning. Teori, Riset dan Praktik.

Nusa

Media: Bandung.

Sowiyah. 2010.

Pengembangan Kompetensi Guru SD.

Lembaga Penelitian

Universitas Lampung: Bandar Lampung.

Suherni, Neni. 2008.

Penggunaan Media Pembelajaran Kartu Bercerita untuk

Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas V

SD Negeri 2 Kenanga Kabupaten Cirebon Tahun Ajaran 2008/2009.

Universitas Pendidikan Indonesia: Kampus Sumedang.

Suwarjo. 2008.

Model Pembelajaran Kooperatif. Sebuah Inovasi Pembelajaran

Pemahaman Apresiasi Prosa Fiksi di Sekolah Dasar.

Surya Pena

Gemilang: Malang.

(55)

Suyatna, Agus. 2008. Model Pembelajaran Paikem.

Universitas Lampung:

Bandar Lampung.

Tim Penyusun. 2010.

Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung:

Bandar Lampung.

Trianto. 2010.

Model Pembelajaran Terpadu.

Bumi Aksara: Jakarta.

Tukan, Paulus. 2006.

Mahir Berbahasa Indonesia.

Yudistira: Jakarta.

Wahyuni, Sri. 2007.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Pustaka Phoenix: Jakarta.

Wardani, IGAK, dkk. 2007.

Penelitian Tindakan Kelas.

Universitas Terbuka:

Jakarta.

Wijayanti, Denok. 2007.

Peningkatan Keterampilan Bercerita Menggunakan

Media Boneka Pada Siswa Kelas VII-G SMP Negeri Pemalang Tahun

Ajaran 2006/2007.

Universitas Negeri Semarang: Semarang.

(56)
(57)

Keterangan:

Rubrik penilaian A Kreativitas

5 : Jika siswa membuat cerita dengan a) menarik, b) EYD yang tepat, c) menggunakan tanda baca secara tepat, dan d) kalimat yang tepat.

4 : Jika siswa melakukan 3 poin kegiatan dengan baik. 3 : Jika siswa melakukan 2 poin kegiatan dengan baik. 2 : Jika siswa melakukan 1 poin kegiatan dengan baik. 1 : Jika siswa tidak melakukan kegiatan.

Rubrik penilaian B Motivasi

5 : Jika siswa dengan a) sangat bersemangat, b) senang, c) rasa ingin tahu yang tinggi, dan d) tertarik pada pembelajaran dari awal sampai akhir.

4 : Jika siswa melakukan 3 poin kegiatan dengan baik. 3 : Jika siswa 2 poin kegiatan dengan baik.

2 : Jika siswa 1 poin kegiatan dengan baik. 1 : Jika siswa tidak mengikuti pembelajaran.

Rubrik penilaian C Kesungguhan

5 : Jika siswa memperhatikan kegiatan pembelajaran dengan a) konsentrasi, b) sikap tubuh yang baik, c) bersungguh-sungguh, dan d) menyimak dari awal hingga akhir. 4 : Jika siswa melakukan 3 poin kegiatan dengan baik.

3 : Jika siswa melakukan 2 poin kegiatan dengan baik. 2 : Jika siswa melakukan 1 poin kegiatan dengan baik. 1 : Jika siswa tidak melakukan aktivitas.

Rubrik penilaian D Gagasan yang dikembangkan

5 : Jika siswa sering mengemukakan pendapat dengan benar.

4 : Jika siswa sering mengemukakan pendapat namun tidak selalu benar. 3 : Jika siswa jarang mengemukakan pendapat namun benar.

2 : Jika siswa jarang mengemukakan pendapat dan kurang benar. 1 : Jika siswa tidak berpendapat sama sekali.

Rubrik penilaian E Diskusi Kelompok

5 : Jika siswa sangat aktif berdiskusi dan menghargai pendapat orang lain. 4 : Jika siswa aktif berdiskusi dan kurang menghargai pendapat orang lain. 3 : Jika siswa cukup aktif berdiskusi dan kurang menghargai pendapat orang lain. 2 : Jika siswa kurang aktif berdiskusi dan tidak menghargai pendapat orang lain. 1 : Jika siswa tidak mau berdiskusi dan tidak menghargai pendapat orang lain.

Rubrik penilaian F Aktivitas

5 : Jika siswa aktif a) bertanya, b) menjawab pertanyaan, c) berpendapat, dan d) mengikuti pembelajaran dari awal hingga akhir.

4 : Jika siswa melakukan 3 poin kegiatan dengan baik. 3 : Jika siswa melakukan 2 poin kegiatan dengan baik. 2 : Jika siswa melakukan 1 poin kegiatan dengan baik. 1 : Jika siswa tidak melakukan aktivitas.

(Adaptasi dari Suherni, 2008: 15)

(58)

NP =

SM

R

x 100

Keterangan:

NP

= nilai yang dicari atau diharapkan

R

= skor mentah yang diperoleh siswa

SM

= skor maksimum

100

= bilangan genap

(59)

Keterangan:

Rubrik Penilaian A Keruntutan dalam Menceritakan

5 : Jika siswa menceritakan cerita dengan bahasa lisan yang runtut dan benar d

Gambar

Tabel 2.1 Kegiatan pembelajaran Group Investigation

Referensi

Dokumen terkait

Dari data-data yang didapatkan dan observasi penulis dapat diketahui bahwa Dinas Sosial Kota Makassar sangatlah berperan penting untuk memberikan penyelesaian dari

Telen Orbit Prima site Buhut menurut PP No 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja elemen 6.7 tentang kesiapan untuk menangani

3 Berdasarkan laporan pola penyebab kematian di Indonesia dari analisis data kematian 2010, didapatkan sebagai penyebab dasar kematian ( underlying cause ) tertinggi dari

3000 yen, (bila lewat pos) membutuhkan biaya ongkos pengiriman sebesar 380yen. * Dibutuhkan untuk pemegang SIM negara asing yang ditulis dengan bahasa Arab, bahasa

â Aplikasi Penjualan Pada Showroom Mega Surya Prima Motor Menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0 Dan SQL Server 2000â ini akan membantu mengatasi proses transaksi penjualan supaya

Dalam penentuan tinggi muka air laut pada penelitian penelitian ini dilakukan relatif terhadap titik base , sehingga model separasi sederhana tidak dipakai dalam

a. Sebelum mengirim spesimen ke laboratorium, pastikan bahwa spesimen telah memenuhi persyaratan seperti yang tertera dalam persyaratan masing-masing pemeriksaan.

minimal yang harus disampaikan pada pasien telah diatur dalam Kepmenkes RI. No.1027/Menkes/SK/IX/2004 meliputi khasiat, cara pemakaian obat,