ABSTRAK
PENGARUH PERSENTASE PEMBERIAN RANSUM PADA SIANG DAN MALAM HARI TERHADAP PERFORMAN AYAM JANTAN
TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG Oleh
Putri Narisa NS
Ayam jantan tipe medium berasal dari hasil sampingan usaha penetasan ayam petelur. Keberhasilan usaha ayam jantan tipe medium tidak terlepas dari
manajemen pemeliharaan yang baik yaitu persentase pemberian ransum dan tipe kandang yang digunakan.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari terhadap performan ayam jantan tipe medium dan (2) mengetahui level persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari yang terbaik terhadap performan ayam jantan tipe medium.
Penelitian dilaksanakan selama 7 minggu dari 28 November -- 16 Januari 2012, di kandang panggung milik Rama Jaya Farm, Karang Anyar, Kabupaten Lampung Selatan. Ayam yang digunakan adalah ayam jantan tipe medium strain MB 502 sebanyak 288 ekor dengan rata-rata bobot awal 109,97±10,30 g/ekor dan
koefisien keragaman sebesar 9,4%.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Langkap (RAL), terdiri atas 3 perlakuan, yaitu R1 : pemberian ransum 30% siang dan 70% malam, R2 :
pemberian ransum 50% siang dan 50% malam, R3 : pemberian ransum 70% siang dan 30% malam, semua perlakuan diulang sebanyak 6 kali. Data yang dihasilkan dianalisis dengan analisis ragam, apabila dari analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan persentase pemberian ransum siang dan malam hari nyata pada taraf 5%, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) adanya pengaruh yang nyata (P<0,05) persentase pemberian ransum siang dan malam hari terhadap konsumsi ransum, pertambahan berat tubuh, konversi ransum dan income over feed cost, sebaliknya berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi air minum; serta (2)
MALAM HARI TERHADAP PERFORMAN AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG
(Skripsi)
Oleh Putri Narisa NS
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
PENGARUH PERSENTASE PEMBERIAN RANSUM PADA SIANG DAN MALAM HARI TERHADAP PERFORMAN AYAM JANTAN
TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG
Oleh Putri Narisa NS
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN
pada
Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 3
C. Kegunaan Penelitian ... 4
D. Kerangka Pemikiran ... 4
E. Hipotesis ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Ayam Jantan Tipe Medium ... 8
B. Kandang Panggung ... 9
C. Performan ... 11
D. Konsumsi Ransum... 12
E. Konsumsi Air Minum... 14
F. Pertambahan Berat Tubuh... 15
G. Konversi Ransum... 16
H. Income Over Feed Cost (IOFC)……… 18
III. BAHAN DAN METODE ... 20
a. Ayam penelitian ... 20
D. Rancangan Penelitian dan Analisis Data ... 24
E. Pelaksanaan Penelitian ... 24
a. Persiapan kandang ... 24 A. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum ... 29
B. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Air Minum ... 32
C. Pengaruh perlakuan terhadap Pertambahan Berat Tubuh ... 34
D. Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum ... 37
E. Pengaruh Perlakuan terhadap Income Over Feed Cost (IOFC) . 42 V. SIMPULAN DAN SARAN ... 46
A. Simpulan ... 46
B. Saran ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
47
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, M, H., 2009. Fisiologi Pertumbuhan Ternak. Cetakan Ke-1. University Andalas Press. Padang.
Aksi Agraris Kanisius. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Ke-18. Kanisius. Jakarta.
Amrullah, I.K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan Ke-1. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor.
Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir Ilmu Makanan Ternak Unggas. Cetakan ke-1. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
---, R. 1995. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan Ke-5. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Anggraini, N. 2011.” Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Performans Ayam
Jantan Tipe Medium Di Kandang Panggung”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Bujung. E.F.F. 2010. ”Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Performan Ayam
Jantan Tipe Medium”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.
Cahyono, B. 2004. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging. Cetakan ke-1. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.
Card, L. E. dan M.C. Nesheim. 1972. Poultry Production. 11th Ed. Lea & Febiger, Philadelpia
Daryanti. 1982. “Perbandingan Komposisi Tubuh antara Ayam Jantan Petelur Dekalb dan Harco dengan Ayam Jantan Broiler”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fati, N. 1991. ”Pengaruh Beda Ketinggian Tempat dan Luas Kandang terhadap Laju Pertumbuhan Ayam Broiler”. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas. Padang.
Gumanti, F. 1993. “Pengaruh Pemberian Tepung dan Ekstrak Limbah Udang
terhadap Performans Ayam Jantan Petelur dan Buras Jantan”. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Marjuman, E. 1995. “ Pengaruh Suhu Kandang dan Imbangan Kalori-Protein Ransum terhadap Laju Metabolisme Basal, Pertumbuhan, Efisiensi Penggunaan Ransum, dan Deposisi Lemak Pada Ayam Broiler”. Disertasi. Fakultas
Peternakan. Universitas Padjajaran. Bandung.
Maynard, L.A., C.K. Loosly, H.F. Hintz and R.G. Warner. 1984. Animal Nutrition. 7th ed. McGraw-Hill. Pp. 193-200.
Medion. 2012. http://ayamkampung.org/artikel/penyakit-pernapasan-yang-tak-pernah-tuntas. html. Diakses pada 15 Mei 2012.
Murtidjo, B.A. 2001. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Cetakan Ke-16. Kanisius. Yogyakarta.
North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4 Ed, Publishing by Chapman and Hall One. New York.
Nova, K. 2008. “Pengaruh perbedaan persentase pemberian ransum antara siang dan malam hari terhadap performans broiler strain CP 707”. Jurnal Animal Production, Vol. 10, No. 2, 2008 : 117-121.
Nuroso. 2009. Panen Ayam Pedaging dengan Produksi 2x Lipat. Cetakan Ke-1. Penebar Swadaya. Gramedia. Jakarta.
Page, D.S. 1985. Biokimia 2. Cetakan ke-7. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Priono, D. 2003. ”Performans Ayam Ras Petelur Tipe Medium Periode Tiga Bulan Pertama Bertelur yang Diberi Ransum Dengan Kandungan Metionin pada
berbagai Level”. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rama Jaya Farm. 2008. Standar Konsumsi Ransum dan Performans Ayam Jantan Tipe Medium. Bandar Lampung.
49 ---. 2011b. Panduan Beternak Ayam Petelur. Cetakan Ke-4. Penebar Swadaya. Gramedia. Jakarta.
Riyanti. 1995. “Pengaruh Berbagai Imbangan Energi Protein Ransum terhadap Peforman Ayam Petelur Jantan Tipe Medium”. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak. Ciawi. Bogor.
Ross Manual Management, 2009. http://info.medion.co.id/index.php/artikel/layer/ tata-laksana/suhu-dan-kelembapan. Diakses pada 17 Januari 2012.
Schaible, P.J. 1980. Poultry Feeds and Nutrition. Dept. Of Poultry Sci. Michigan State University, East Lansing. Michigan.
Sizemore, F.G., and H.S. Siegel. 1993. “Growth, feed convertion, and carcass composition in females of for broiler crosses feed starter diets with different energy level and energy to protein rations”. Poultry Sci. 72:2216--2228. Steel, R. G. D. and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Alih Bahasa B. Sumantri. PT. Gramedia. Jakarta. Sudarsono. 1997. Kamus Konseling. Cetakan Ke-1. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Sudaryani, T. dan Santoso. 1999. Pembibitan Ayam Ras. Cetakan Ke-4. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudono, A,.I. Kismono,S.P. Hadjosworo, D.J. Samosir, Abdulgani, K.I.
Sihombing, H.T.D. Simamora, S. Sutardi, T. Sigit, A.N. Amrulah, K.I. Suwoko, I.H.S. Martojo, H. Moesa, S.P Asanggari. 1985. Kamus Istilah Peternakan. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Hlm. 88-90.
Sugiarsih. 1977. “Pemanfaatan Ayam Jantan Dwiguna sebagai Ayam Pedaging”. Makalah dalam Seminar Ilmu dan Industri Perunggasan. Universitas Diponegoro, Semarang.
Sumadi. 1995. “Pengaruh Penggunaan Berbagai Tingkat Tetes dalam Ransum terhadap Bobot dan Persentase Daging, Darah, Tulang Serta Organ Dalam Ayam Ras Petelur Jantan Tipe Medium”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan K. Ruhyat. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Cetakan Ke-1. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Ke-6. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Triyanto. 2006. “Perbandingan Performans Broiler Fase Finisher (15--28 hari) pada Kandang Panggung dan Litter”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Wahyu, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan Ke-3. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Yahya, A. 2003. “Pengaruh Saccharomyces cereviciae dalam Ransum terhadap Pertumbuhan Broiler”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan pentingnya peranan zat-zat makanan khususnya protein bagi kehidupan. Selain itu, usaha peternakan juga dapat meningkatkan kesejahteraan peternak. Hal ini dapat dilihat dari permintaan masyarakat akan kebutuhan sumber protein hewani dari tahun ke tahun yang semakin meningkat.
Salah satu produk peternakan yang banyak digemari masyarakat adalah daging ayam karena memiliki kandungan gizi yang tinggi serta harga yang cukup terjangkau. Selama ini, daging ayam yang dikonsumsi berasal dari broiler atau ayam kampung. Selain kedua sumber tersebut, alternatif daging ayam sebenarnya dapat pula diperoleh dari ayam jantan tipe medium.
mudah dipasarkan, karena harganya relatif lebih murah dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Pertumbuhan dan bobot hidupnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam petelur betina, dan harga day old chick (DOC) ayam jantan tipe medium lebih murah dibandingkan dengan DOC ayam pedaging serta kadar lemaknya lebih rendah (Wahju, 1992).
Menurut Supriyanto (2002), ayam jantan tipe medium sebagai ternak penghasil daging mempunyai kecepatan pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan ayam betina. Pertumbuhan ayam jantan tipe medium dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu genetik 30% dan lingkungan 70%.
Secara geografis, Indonesia terletak antara 50LU dan 100LS serta dilewati oleh garis khatulistiwa sehingga beriklim tropis. Lingkungan tropis umumnya mempunyai ciri khusus, yaitu suhu udaranya hangat dan lembap dengan
keragaman suhu udara lingkungan yang sangat rendah. Jarak sudut matahari dari garis khatulistiwa (deklinasi matahari) selalu berubah-ubah secara terus menerus di antara 23,50LU dan 23,50LS (Murtidjo, 2001).
Menurut Yahya (2003), suhu di Bandar Lampung yang merupakan tempat
3 Adanya keterkaitan antara suhu terhadap performan ayam maka perlu adanya manajemen pemeliharaan yang baik, khususnya pemberian ransum yang
memenuhi kebutuhan dan penggunaan kandang yang ideal karena kandang dapat memengaruhi kenyamanan ayam di dalam kandang.
Jenis kandang yang digunakan akan memengaruhi suhu lingkungan di dalam kandang dan dapat memengaruhi performan ayam jantan tipe medium. Kandang panggung memiliki peranan penting dalam pemeliharaan ayam jantan tipe
medium. Kandang dibuat dengan tujuan agar ayam merasa nyaman sehingga performannya menjadi baik dan memudahkan dalam pengelolaan.
Pertumbuhan ayam jantan tipe medium yang dipelihara dikandang panggung dengan persentase pemberian ransum siang dan malam hari belum terungkap dengan data yang lengkap. Oleh sebab itu, peneliti merasa penting dilakukan penelitian mengenai pengaruh persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari terhadap performan ayam jantan tipe medium.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
(1) mengetahui pengaruh persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari terhadap performan ayam jantan tipe medium;
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak tentang pengaruh persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari terhadap performan ayam jantan tipe medium tersebut.
D. Kerangka Pemikiran
Ayam jantan tipe medium merupakan hasil ikutan dari perusahaan penetasan ayam petelur. Pada awalnya ayam jantan tipe medium tidak dimanfaatkan karena belum mendapat perhatian masyarakat, namun dewasa ini ayam jantan tipe medium telah banyak dimanfaatkan oleh peternak di negara kita sebagai ternak penghasil daging (Dwiyanto, dkk. 1979). Ayam jantan yang digunakan untuk maksud tersebut biasanya berasal dari ayam tipe dwiguna atau medium (Sugiarsih, 1977).
5 Pertumbuhan ayam jantan tipe medium dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik 30% dan lingkungan 70%. Salah satu faktor lingkungan adalah suhu dan
kandang. Perbedaan suhu antara siang dan malam hari di daerah tropis seperti di Indonesia sangat tinggi, yaitu berkisar 3--50C dengan kisaran suhu harian 26--300C di daerah dataran rendah. Suhu terendah terjadi pada malam hari dan tertinggi pada siang hari (Aksi Agraris Kanisius/AAK, 2003).
Pada sore hari dan sepanjang malam sampai menjelang pagi hari merupakan suhu harian terendah. Ayam akan merasa nyaman dan akan makan dengan frekuensi jauh lebih banyak dibandingkan dengan makan pada saat suhu menjelang tengah hari hingga sore hari. Hal ini karena pada malam hari ayam tidak terlalu banyak melakukan aktifitas serta tidak mengalami cekaman panas sehingga ransum yang dikonsumsi akan lebih banyak diserap oleh tubuh.
Oleh sebab itu, peternak harus lebih memperhatikan agar tidak memberikan ransum terlalu banyak pada pagi hari jika suhu tengah hari jauh lebih panas dari biasannya, karena akan menyebabkan ayam tercekam panas yang sangat tinggi akibat produksi panas dari makanan yang diolah tubuh.
Performan unggas tidak akan tercapai secara optimal apabila proses pencernaan dan penyerapan zat-zat nutrisi dalam bahan makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral tidak berlangsung secara secara sempurna. Proses pencernaan dalam tubuh terjadi secara mekanis, enzimatis, dan mikrobial.
yang terdapat dalam bahan makanan kedalam satuan-satuan komponen yang terkecil sehingga dapat diserap oleh tubuh ayam untuk aktifitas fisiologisnya (Anggorodi, 1995).
Untuk menghindari terjadinya pemborosan ransum perlu dilakukan persentase pembagian dalam sistem pemberian ransum yang meliputi pemberian ransum antara siang dan malam hari, sehingga diharapkan proses pencernaan dan penyerapan zat-zat nutrisi dalam bahan makanan tersebut dapat berlangsung secara sempurna sehingga akan menghasilkan performan ayam jantan tipe medium yang maksimal.
Menurut Suprijatna, dkk. (2005), kandang dibuat dengan tujuan agar ayam merasa nyaman sehingga pertumbuhannya menjadi baik dan memudahkan dalam
pengelolaan. Kandang yang banyak digunakan oleh peternak ayam jantan tipe medium di Indonesia adalah kandang panggung dan kandang postal. Jenis kandang yang digunakan ini akan memengaruhi suhu lingkungan di dalam kandang dan dapat memengaruhi performan ayam jantan tipe medium. Triyanto (2006) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata dari pertambahan berat tubuh broiler pada kandang panggung apabila dibandingkan dengan kandang postal. Dinilai dari aspek lingkungan, kandang panggung mampu menciptakan sirkulasi udara yang lancar karena aliran udara akan mengalir dari bawah lantai menuju ke atas.
7 banyak dipelihara menggunakan kandang panggung, untuk mengatasi suhu
lingkungan yang panas karena pada kandang ini sirkulasi udaranya lancar (Fadilah, 2004). Lebih lanjut dinyatakan bahwa udara pada kandang ini dapat masuk dan keluar melalui ventilasi arah bawah dan samping. Namun, pada pemeliharaan ayam jantan tipe medium, sirkulasi udara yang lancar tersebut mengakibatkan suhu di dalam kandang mudah berubah mengikuti suhu lingkungan di luar kandang.
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah
(1) persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari berpengaruh terhadap performan ayam jantan tipe medium;
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ayam Jantan Tipe Medium
Ayam jantan tipe petelur dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium, karena pertumbuhan ayam jantan tipe medium berada diantara ayam petelur ringan dan broiler (Sumadi, 1995). Ayam tipe medium atau disebut ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging.
Pada usaha pembibitan peluang untuk menghasilkan ayam betina dan ayam jantan setiap kali penetasan adalah 50%. Ayam yang biasa digunakan sebagai ternak penghasil telur adalah ayam betina, sedangkan ayam yang digunakan sebagai ternak penghasil daging adalah ayam jantan. Dengan demikian, kemungkinan anak ayam jantan tipe medium sebagai ternak penghasil daging cukup besar (Riyanti, 1995).
Menurut Nuroso (2009), ayam jantan tipe medium memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan ayam kampung yaitu harga bibit anak ayam atau day old chick (DOC) lebih murah, mudah di dapat dan waktu
9 Dilihat dari segi pertumbuhan, ayam jantan tipe medium lebih baik dari pada tipe ringan. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Dwiyanto dan Resnawati (1979) bahwa pada ayam petelur jantan Brownwick untuk tipe medium dan ayam petelur jantan Kimber untuk tipe ringan.
Ayam jantan tipe medium mempunyai bobot tubuh cukup berat, akan tetapi beratnya masih berada di antara berat ayam petelur ringan dan broiler. Oleh karena itu, ayam ini disebut tipe ayam petelur medium. Tubuh ayam ini tidak kurus, tetapi juga tidak terlihat gemuk. Telurnya cukup banyak dan juga dapat menghasilkan daging yang banyak (Sumadi,1995).
Menurut Wahju (1992), ayam jantan mempunyai kandungan lemak lebih rendah dibandingkan dengan betina. Ayam hasil persilangan antara galur Ross dengan galur Arbor acres menghasilkan ayam jantan dengan kandungan lemak sebesar 2,6 % sedangkan betina 2,8 % (Sizemore dan Siegel, 1993). Pada ayam jantan, kelebihan energi digunakan untuk pertumbuhan, sedangkan pada ayam betina kelebihan energi digunakan untuk produksi telur (Wahju, 1992).
B. Kandang Panggung
melindungi ayam dari gangguan binatang buas, melindungi ayam dari cuaca buruk, membatasi ruang gerak ternak, menghindari resiko kehilangan ternak, mempermudah pengawasan dan pemeliharaan.
Pembuatan kandang di daerah tropis memiliki tujuan agar ternak tidak mengalami cekaman panas akibat suhu lingkungan yang tinggi, jenis kandang yang
digunakan yaitu kandang panggung. Menurut Sudaryani dan Santosa (1999), kandang panggung adalah kandang dengan lantai renggang dan ada jarak dengan tanah serta terbuat dari bilah-bilah bambu atau kayu.
Kandang panggung merupakan jenis kandang yang paling banyak digunakan untuk mengatasi suhu lingkungan yang panas. Keunggulan kandang panggung adalah udara dapat masuk dan keluar melalui ventilasi dari arah bawah dan samping karena pada kandang ini memiliki lantai berlubang atau sistem slat (Fadilah, 2004). Suprijatna, dkk. (2005) menambahkan bahwa keunggulan kandang panggung adalah laju pertumbuhan ayam tinggi, penggunaan pakan sangat efisien dan kotoran mudah dibuang.
11 C. Performan
Menurut Sudarsono (1997), performan adalah prestasi atau segala aktivitas yang menimbulkan sebab akibat dan tingkah laku yang dapat dipelajari atau diamati. Menurut Sudono, dkk. (1985) performan adalah istilah yang diberikan kepada sifat-sifat ternak yang bernilai ekonomi (produksi telur, bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, konversi ransum, persentase karkas, dan lain-lain).
Pertumbuhan merupakan perwujudan dari perubahan – perubahan dalam unit pertumbuhan terkecil, yaitu sel yang mengalami pertambahan jumlah (hiperplasi) dan pembesaran ukuran (hipertropi) pada interval waktu tertentu (Anggorodi, 1995). Menurut Maynard, dkk. (1984) pertumbuhan didefinisikan sebagai proses yang sangat kompleks meliputi pertambahan bobot badan dan perkembangan semua bagian tubuh secara merata dan proporsional. Kecepatan pertumbuhan tergantung dari beberapa faktor tetapi sebagian besar ditentukan oleh spesies, jenis kelamin, umur ternak, kecukupan makanan, dan jumlah ransum yang dikonsumsinya (Schaible, 1980).
Pertumbuhan dipengaruhi oleh hormon estrogen. Hormon ini bekerja secara otomatis dan menjaga agar fungsi dari alat tubuh dan jaringan seimbang. Penambahan hormon estrogen menyebabkan pertumbuhan berbeda antara galur terutama pada umur 8 minggu (Daryanti, 1982).
bobot badan berulang-ulang, dan biasanya pertumbuhan tersebut dinyatakan dengan pertambahan bobot badan setiap hari, setiap minggu, atau setiap waktu tertentu.
D. Konsumsi Ransum
Ransum adalah susunan beberapa pakan ternak unggas yang di dalamnya harus mengandung zat nutrisi yang lain sebagai satu kesatuan, dalam jumlah, waktu, dan proporsi yang dapat mencukupi semua kebutuhan (Rasyaf, 2011a). Ransum dikatakan seimbang bila mengandung zat-zat nutrisi yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang cukup untuk pertumbuhan, produksi, dan kesehatan ternak (Anggorodi, 1995).
Fungsi ransum yang diberikan ke ayam pada prinsipnya memenuhi kebutuhan pokok untuk hidup dan membentuk sel-sel dan jaringan tubuh. Selain itu, ransum juga berguna untuk menggantikan bagian-bagian yang merupakan zat-zat yang diperlukan ayam, yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Zat-zat tersebut selanjutnya akan mengalami proses metabolisme yang kemudian membentuk energi sebagai hasil pembakarannya (Sudaryani dan Santoso, 1999).
13 Menurut AAK (2003), kebutuhan konsumsi ransum dipengaruhi oleh strain dan lingkungan. Selain itu, konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh kandungan energi ransum, kesehatan lingkungan, zat-zat makanan, dan kecepatan pertumbuhan (Wahju, 1992).
Menurut Priono (2003), konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu besar dan bangsa ayam, suhu lingkungan, tahap produksi, dan energi ransum. Ayam-ayam petelur tipe berat tentunya akan mengonsumsi ransum lebih banyak dari pada ayam tipe ringan pada umur yang sama, karena ayam-ayam yang lebih berat membutuhkan lebih banyak energi untuk kebutuhannya.
Didaerah tropis seperti halnya Indonesia memiliki perbedaan suhu antara siang dan malam hari cukup tinggi, yaitu berkisar antara 3 dan 50C dengan kisaran suhu harian 26--320C (AAK, 2003). British Agriculture Council (1970) dalam
Marjuman (1995) melaporkan bahwa terjadi penurunan konsumsi ransum sebesar 1,7% pada setiap kenaikan suhu 10C. Menurut Amrullah (2003), ransum
diberikan pada pagi hari sampai pukul 14.00 siang, rata-rata sebanyak 12,5--20,0% dan sisa ransum sebanyak 80,0--87,5% diberikan setelah pukul 14.00 siang sampai malam hari. Penelitian Bujung (2010) menyatakan bahwa rata-rata
konsumsi ransum ayam jantan tipe medium pada lingkungan kandang di malam hari (±24,330C) dan siang hari (±29,540C) berkisar antara 202,40--210,16 g/ekor/minggu.
g/ekor/minggu. Rendahnya suhu lingkungan di malam hari (25,4--27,6 C), menyebabkan ayam akan meningkatkan konsumsi ransumnya, dan sebaliknya pemberian ransum pada siang hari menyebabkan konsumsi ransum rendah karena tingginya suhu kandang di siang hari (±29,90C).
Fati (1991) menyatakan bahwa suhu lingkungan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi konsumsi ransum. Bila suhu tinggi, ayam akan mengonsumsi air lebih banyak, akibatnya nafsu makan menurun. Sebaliknya, pada suhu yang rendah (sejuk hari) ayam akan makan dengan frekuensi jauh lebih banyak sehingga konversi ransum akan baik (Amrullah, 2003). Konsumsi ransum yang relatif banyak akan menyebabkan konsumsi zat-zat makanan seperti asam amino, vitamin, protein juga banyak sehingga kebutuhan ayam untuk kebutuhan hidup pokok, produksi telur dan pertumbuhan terpenuhi. Selanjutnya, dengan
terpenuhinya kebutuhan zat-zat makanan tersebut diharapkan ayam akan menghasilkan performan yang baik (Wahyu, 1992).
Konsumsi ransum diukur setiap minggu berdasarkan jumlah ransum yang diberikan (g) pada awal minggu dikurangi dengan sisa ransum (g) pada akhir minggu, bila dibagi tujuh maka akan dihasilkan jumlah konsumsi ransum rata-rata per hari (Rasyaf, 2011a).
E. Konsumsi Air Minum
Air merupakan salah satu zat makanan yang terpenting untuk proses metabolisme dalam tubuh. Air minum berfungsi sebagai pengangkut zat-zat makanan,
15 reaksi kimia tubuh (Anggorodi, 1995). Menurut Tillman, dkk. (1998) persediaan air untuk ternak didapat dari : (1) air minum; (2) air yang terkandung dalam makanan; (3) air metabolik. Hilangnya air yang dikonsumsi dapat disebabkan oleh : (1) sekresi melalui usus (feses); (2) sekresi ginjal; (3) pernafasan; (4) penguapan melalui permukaan tubuh. Hilangnya air di dalam tubuh tersebut kebanyakan karena proses pencernaan.
Kebutuhan air minum tergantung dari suhu di dalam kandang, konsumsi ransum, dan aktivitas ayam. Pada suhu 210C untuk 100 ekor ayam memerlukan 27,2 liter air minum setiap hari, sedangkan pada suhu 32--380C konsumsi air minum menjadi 2--3 kali lipat (Sudaryani dan Santosa, 1999). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2011), rata-rata konsumsi air minum ayam jantan tipe medium berkisar antara 478,83 dan 518,22 ml/ekor/minggu.
F. Pertambahan Berat Tubuh
Menurut Rasyaf (2011a), pertambahan berat tubuh adalah selisih antara bobot badan saat tertentu dengan berat tubuh semula. Pertumbuhan merupakan perubahan yang terjadi pada sel dan jaringan tubuh suatu individu. Selain itu, pertambahan berat tubuh dapat digunakan untuk menilai pertumbuhan ternak. Pertambahan berat tubuh merupakan salah satu indikator keberhasilan
suhu lingkungan, keadaan udara dalam kandang, dan kesehatan ayam itu sendiri. Kecepatan pertumbuhan ayam tidak hanya tergantung dari sifat genetik yang diwarisi dari induknya.
Tillman, dkk. (1998) menyatakan bahwa pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran bobot badan yang dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan dinyatakan dengan berat tubuh tiap hari, tiap minggu atau tiap-tiap waktu lain. Rasyaf (2011b) juga menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan ternak diukur dengan pertambahan berat tubuh (PBT).
Selama fase pertumbuhan ayam jantan, penggunaan energi yang banyak
menyebabkan penimbunan lemak tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan ayam betina, sehingga untuk mengimbangi kebutuhan energi yang cukup, maka ayam jantan mengonsumsi ransum lebih banyak dari betina (Gumanti, 1993). Menurut penelitian Nova (2008), pemberian ransum pada perlakuan 30% siang dan 70% malam pada broiler menunjukkan hasil yang jauh lebih baik terhadap pertambahan berat tubuh. Pemberian ransum yang lebih banyak dimalam hari, yakni pada saat suhu yang rendah menyebabkan ayam mengonsumsi ransum lebih banyak.
G. Konversi Ransum
17 penggunaan ransum. Artinya jika angka konversi ransum itu semakin besar, maka penggunaan ransum tersebut kurang ekonomis. Sebaliknya jika angka konversi ransum makin kecil berarti semakin ekonomis.
Konversi ransum merupakan perbandingan jumlah ransum yang dikonsumsi dan pertambahan berat tubuh. Konversi ransum dapat digunakan sebagai gambaran efisiensi produksi (North and Bell, 1990). Semakin tinggi nilai konversi ransum, jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot badan per satuan berat semakin banyak atau dengan kata lain, efisiensi penggunaan ransum menurun (AAK, 2003).
Faktor-faktor yang memengaruhi konversi ransum adalah strain atau bangsa ayam, mutu ransum, keadaan kandang, dan jenis kelamin (AAK, 2003). Menurut North and Bell (1990), konversi ransum juga dipengaruhi oleh tipe litter, panjang dan intensitas cahaya, luas lantai per ekor, uap amonia dalam kandang, penyakit, dan bangsa ayam yang dipelihara. Selain kualitas ransum, angka konversi banyak dipengaruhi oleh teknik pemberian ransum. Teknik pemberian ransum yang baik dapat menekan angka konversi ransum sehingga keuntungan akan banyak
bertambah (Amrullah, 2003).
penggunaan ransum semakin menurun (Anggorodi, 1995). Konversi ransum bernilai 1, artinya untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan ransum sebanyak 1 kg. Pertumbuhan yang relatif cepat dengan makanan yang lebih sedikit adalah harapan yang dikehendaki oleh setiap peternak. Maksudnya adalah jumlah ransum yang digunakan ayam mampu menunjang pertumbuhan yang cepat. Apabila konversi ransum kecil sebaiknya digunakan sebagai pegangan berproduksi karena sekaligus melibatkan bobot tubuh dan konsumsi ransum (Rasyaf, 2011a).
Rasyaf (2011a) menyatakan bahwa jumlah ransum yang digunakan ayam mampu menunjang pertumbuhan yang cepat yang mencerminkan efisiensi penggunaan ransum yang baik. Menurut penelitian Nova (2008), persentase pemberian ransum siang dan malam hari berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konversi ransum broiler, dengan rata-rata berkisar antara 1,75 dan 1,96.Anggraini (2011) menyatakan bahwa rata-rata konversi ransum ayam jantan tipe medium umur 7 minggu berkisar antara 2,05 dan 2,09 dengan kepadatan kandang 16 ekor/m2.
H. Income Over Feed Cost (IOFC)
19 baik pula nilai income over feed cost. Nilai ekonomis dihitung berdasarkan
income over feed cost, yaitu perbandingan rata-rata antara jumlah penerimaan dari hasil penjualan ayam dan biaya untuk pengeluaran ransum (Rasyaf, 2011a).
Dalam suatu usaha peternakan biaya ransum memegang peranan penting karena merupakan biaya terbesar dari total biaya usaha. Oleh karena itu, penggunaan ransum yang berkualitas baik dan harga yang relatif murah merupakan suatu tuntutan ekonomis untuk mencapai tingkat efisiensi tertentu (Yahya, 2003).
Menurut Rasyaf (2011a), nilai income over feed cost sangat dipengaruhi oleh jumlah konsumsi ransum. Semakin meningkatnya jumlah konsumsi ransum menyebabkan biaya yang diperlukan untuk berproduksi juga semakin meningkat. Nilai IOFC akan meningkat apabila nilai konversi ransum menurun dan apabila nilai konversi ransum meningkat maka IOFC akan menurun.
III. BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 7 minggu dari 28 November --16 Januari 2012, di kandang panggung milik Rama Jaya Farm, Karang Anyar, Kabupaten
Lampung Selatan.
B. Bahan dan Alat
a. Ayam penelitian
Ayam yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam jantan tipe medium umur 15 hari sampai dengan 7 minggu, strain MB 502 sebanyak 288 ekor dengan rata-rata bobot awal 109,97±10,30 g/ekor dan koefisien keragaman sebesar 9,4%.
b. Kandang
21 c. Ransum
Ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah ransum komersial BBR1 (Bestfeed) yang diproduksi PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk yang diberikan pada umur 1--49 hari. Kandungan nutrisi ransum disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum berdasarkan analisis proksimat
Kandungan nutrisi BBR-1 (Bestfeed) (%) Sumber : Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2012) * Hasil analisis Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar Lampung ** 80% dari nilai Gross energi (Schaible, 1980).
Persentase pemberian ransum pada siang dan malam didasarkan pada konsumsi ransum ayam jantan tipe medium yang dipelihara di Rama Jaya Farm disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Standar konsumsi ransum dan performan produksi ayam jantan tipe medium
d. Air minum
Air minum yang digunakan dalam penelitian berupa air sumur yang diberikan secara ad libitum. Tingkat konsumsi air minum pada ternak ayam jantan tipe medium dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Konsumsi air minum ayam jantan tipe medium
Umur (minggu) Konsumsi (ml/ekor/hari)
1 30
e. Vaksin, antibiotik, dan vitamin
Vaksin yang diberikan adalah Medivac ND-IB (tetes mata) + ND-AI Kill Medion H5N1 0,2 cc, Gumboro MB 0,2 cc, Medivac ND-IB + susu skim 60 g, Gumboro MB + susu skim 80 g, ND Lasota + susu skim 100 g, Antibiotik yang diberikan adalah Spira fluq. Vitamin yang diberikan adalah Strong fit, Multicarnitol, dan Catalys 50 g.
f. Peralatan lain
23 (2) tempat ransum gantung (hanging feeder) diameter 25 cm sebanyak 18
buah yang digunakan untuk ayam berumur 15--49 hari;
(3) tempat air minum berbentuk tabung diameter 10,5 cm sebanyak 18 buah; (4) timbangan elektrik Boego dengan ketelitian 0,001 g yang digunakan
untuk menimbang ransum pada minggu 3--7;
(5) timbangan kapasitas 2 kg dengan ketelitian 20 g merek use for family yang digunakan untuk menimbang day old chick (DOC), berat tubuh ayam jantan tipe medium, vitamin sebanyak 1 buah;
(6) timbangan kapasitas 5 kg ketelitian 100 g merek Cariba yang digunakan untuk menimbang ransum pada minggu 1--2;
(7) tirai yang terbuat dari plastik sebanyak 6 buah;
(8) pemanas atau brooder berupa gasolex dengan bahan bakar gas beserta perlengkapannya;
(9) lingkar pembatas (chick guard)
(10) bambu-bambu untuk membuat sekat kandang;
(11) ember sebanyak 4 buah, bak air sebanyak 3 buah;
(12) hand sprayer sebanyak 2 buah;
(13) thermohygrometer, 1 buah;
(14) peralatan kebersihan (sapu);
(15) alat tulis untuk melakukan pencatatan;
C. Rancangan Perlakuan
R1 : pemberian ransum 30% siang dan 70% malam R2 : pemberian ransum 50% siang dan 50% malam R3 : pemberian ransum 70% siang dan 30% malam
D. Rancangan Penelitian dan Analisis Data
Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan, masing-masing perlakuan diulang sebanyak 6 kali dan setiap ulangan terdiri dari 16 satuan percobaan, sehingga dalam penelitian digunakan 288 ekor ayam jantan tipe medium. Data yang dihasilkan dianalisis dengan analisis ragam. Sebelum dianalisis ragam, data diuji terlebih dahulu dengan uji normalitas, homogenitas, dan aditivitas. Apabila dari analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan terhadap persentase pemberian ransum siang dan malam nyata pada taraf 5%, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel and Torrie, 1993).
E. Pelaksanaan Penelitian
a. Persiapan kandang
Satu minggu sebelum DOC datang, kandang dibersihkan kemudian didesinfeksi menggunakan desinfektan. Tujuan untuk membunuh bibit – bibit penyakit dengan dilakukan sanitasi kandang.
Tahapannya meliputi:
25 (2) mencuci kandang menggunakan detergen dan sikat;
(3) mengapuri dinding, tiang, kandang dan lantai kandang; (4) memasang tirai dan petak;
(5) menyemprot kandang dengan desinfektan;
(6) mencuci tempat ransum, tempat air minum dengan sabun dan kemudian dibilas dengan menggunakan desinfektan;
(7) setelah kandang kering, lantai kandang kemudian ditaburi dengan sekam setebal 5--6 cm;
(8) brooder (pemanas) dinyalakan pada saat DOC datang.
b. Tahap pelaksanaan
Saat DOC tiba dilakukan penimbangan terlebih dahulu dengan menggunakan timbangan kapasitas 2 kg, untuk mendapatkan bobot tubuh awal ayam DOC sebanyak 288 ekor. Setelah itu ayam diberi strong fit 0,05 %, lalu dimasukkan ke dalam area brooding selama 14 hari. Pada hari ke 15 setelah lepas brooding secara acak ayam jantan tipe medium dengan bobot seragam dimasukkan ke dalam masing-masing petak kandang yang telah diberi nomor sesuai dengan pengacakan perlakuan dan ulangan.
Malam hari diberikan ransum pada pukul 18.00 sampai dengan 06.00 dengan pemberian pertama pukul 18.00 dan pemberian kedua dilakukan pukul 24.00. Sisa ransum siang hari diambil pukul 18.00 dan sisa ransum malam hari diambil pada pukul 06.00 WIB.
Pemberian ransum terhadap ayam jantan tipe medium pada minggu pertama diberikan sebanyak 12 g/ekor/hari dan minggu kedua diberikan sebanyak 19 g/ekor/hari, selanjutnya pemberian ransum siang dan malam hari diberikan pada minggu ketiga sebanyak 25 g/ekor/hari. Dengan demikian, pemberian ransum per ekor per hari pada R1 (7,5 g siang dan 17,5 g malam), R2 (12,5 g siang dan 12,5 g malam), R3 (17,5 g siang dan 7,5 g malam). Pada minggu keempat diberikan sebanyak 31 g/ekor/hari, dengan demikian ransum pada R1 (9,3 g siang dan 21,7 g malam), R2 ( 15,5 g siang dan 15,5 g malam), R3 (21,7 g siang dan 9,3 g malam), minggu kelima diberikan sebanyak 37 g/ekor/hari, dengan demikian ransum pada R1 (11,1 g siang dan 25,9 g malam), R2 (18,5 g siang dan 18,5 g malam), R3 (25,9 g siang dan 11,1 g malam). Selanjutnya pemberian ransum minggu keenam sebanyak 42 g/ekor/hari, dengan demikian ransum pada R1 (12,6 g siang dan 29,4 g malam), R2 (21 g siang dan 21 g malam), R3 (29,4 g siang dan 12,6 g malam) dan minggu ketujuh sebanyak 47 g/ekor/hari, dengan demikian ransum pada R1 (14,1 g siang dan 32,9 g malam), R2 (23,5 g siang dan 23,5 g malam), R3 (32,9 g siang dan 14,1 g malam).
27 air minum pada pagi hari berikutnya pada semua satuan percobaan. Bobot tubuh ditimbang setiap minggu sekali pada waktu yang sama.
Suhu dan kelembaban kandang diukur setiap hari, yaitu pada pukul 06.00, 12.00, 18.00, dan 24.00 WIB. Suhu (°C) dan kelembaban (%) lingkungan kandang diukur menggunakan thermohygrometer yang diletakkan pada bagian tengah kandang yang digantung sejajar dengan tinggi petak-petak kandang.
Program vaksinasi yang dilakukan adalah (1) vaksinasi Medivac ND-IB saat ayam berumur 5 hari melalui tetes mata dengan dosis 0,2 cc/ekor; (2) vaksinasi ND-AI Kill Medion H5N1 saat ayam berumur 5 hari melalui suntik bawah kulit
(Subcutan) dengan dosis 0,2 cc/ekor; (3) vaksinasi Gumboro MB saat ayam berumur 16 hari melalui cekok mulut dengan dosis 0,2 cc/ekor; (4) vaksinasi Medivac ND –IB + susu skim 60 g saat ayam umur 20 hari melalui air minum; (5) vaksinasi Gumboro MB + susu skim 80 g saat ayam umur 28 hari melalui air minum; (6) vaksinasi ND Lasota + susu skim 100 g saat umur 43 hari melalui air minum. Selama pemeliharaan ayam jantan tipe medium dilakukan koleksi data pengamatan terhadap peubah yang diukur.
F. Peubah yang Diukur
a. Konsumsi ransum
b. Pertambahan berat tubuh
Menurut Rasyaf (2011a), pertambahan berat tubuh (g/ekor/minggu) dihitung setiap minggu pada semua satuan percobaan berdasarkan selisih bobot ayam jantan akhir minggu dengan bobot tubuh minggu sebelumnya (g).
c. Konversi ransum
Konversi ransum dihitung berdasarkan jumlah ransum yang dikonsumsi selama seminggu dibagi dengan pertambahan berat tubuh pada minggu yang sama (Rasyaf, 2011a).
d. Konsumsi air minum
Konsumsi air minum (ml/ekor/hari) diukur berdasarkan air minum yang diberikan (ml) dikurangi dengan sisa air minum pada semua satuan percobaan (Rasyaf, 2011a).
e. Income over feed cost (IOFC)
Judul Penelitian : PENGARUH PERSENTASE PEMBERIAN RANSUM PADA SIANG DAN MALAM HARI TERHADAP PERFORMAN AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG Nama : Putri Narisa NS
NPM : 0814061018
Jurusan : Peternakan Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Ir. Khaira Nova, M.P. Dr.Ir. Rudy Sutrisna, M.S. NIP 19611018 198603 2 001 NIP 19580506 198410 1 001
2. Ketua Jurusan Peternakan
1. Tim Penguji
Ketua : Ir. Khaira Nova, M.P. ...
Sekretaris : Dr. Ir. Rudy Sutrisna, M.S. ...
Penguji
Bukan Pembimbing : Veronica Wanniatie, S.Pt., M.Si. ...
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001
PERSEMBAHAN
Allhamdulillahirobilalamin...
Kuhaturkan kepada Allah SWT yang telah mencurahkan ridho dan
karunianya, serta suri tauladanku Nabi Muhammad SAW yang menjadi
pedoman hidup dalam berikhtiar
Untaian kata sederhana kutulis dengan pena keikhlasan setulus hati
kupersembahkan hasil perjuangan kecilku untuk orang-orang yang berarti
dalam kehidupanku
Ayah dan bunda tercinta, yang telah membesarkan,
senantiasa membimbing dan mendo’akanku dengan penuh kasih
sayang dan kesabaran
Gusti Ikrar Bernas JN, adik-adikku Gusto Pranata JN, Pati Muthia Putri yang
telah memberi kasih sayang, doa, semangat, dan keceriaan pada penulis
Untuk keluarga besarku dan sahabat-sahabat ku persembahkan penghormatan
dan baktiku
Seseorang yang telah memberikan do’a dan semangat dengan penuh kesabaran
Almamater tercinta...
kesanggupannya
(QS Al Baqarah: 286, Al An'am : 152)
”
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka
apabila kamu telah selesai(dari sesuatu urusan) kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya
kepada Tuhanmulah kamu berharap
”
(QS Al-Insyirah : 6-8)
“
Apa yang dari sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi
Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya kami akan memberi
balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
(QS. An Nahal:96)
Hidup adalah belajar...
Belajar bersyukur meski selalu kekurangan
Belajar memahami meski tak sehati
Belajar ikhlas meski tak rela
Belajar bersabar meski tak kuat
Belajar intropeksi meski tak pernah salah
Maka dari itu tetaplah belajar untuk tetap berada di jalan yang
benar, belajar lebih baik untuk menjadi yang terbaik
aku yakin apapun yang Allah rencanakan, itulah yang terbaik
UNTUKKU
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 19 Januari 1991, sebagai putri kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak Hi. M. Nasir, S.E., M.M. dan Ibu Hj. Riswayati AD.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak Al-Azhar 2 Way Halim pada 1996; Sekolah Dasar Al-Azhar 1 pada 2002; Sekolah Menengah Pertama Negeri 29 Bandar Lampung pada 2005; Sekolah Menengah Atas Negeri 5 pada 2008.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung Pada 2008, melalui jalur PKAB. Pada Juli sampai Agustus 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Kelurahan Sri Tejo Kencono, Kecamatan Kota Gajah, Kabupaten Lampung Tengah.
Selanjutnya, pada Januari sampai Februari 2012 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Sumber Jaya Farm Desa Blitar, Kecamatan Metro Kibang, Kabupaten Lampung Timur.
SANWACANA
Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Ir. Khaira Nova, M.P.--selaku Pembimbing Utama--atas bimbingan, kesabaran, perhatian, motivasi terbaik, arahan dan ilmu yang diberikan selama masa studi dan penyusunan skripsi;
2. Bapak Dr. Ir. Rudy Sutrisna, M.S.--selaku Pembimbing Anggota--atas
bimbingan, kesabaran, dan nasehat selama masa studi dan penyusunan skripsi; 3. Ibu Veronica Wanniatie, S.Pt., M.Si.--selaku Pembahas--atas bimbingan,
saran, dan bantuannya;
4. Ibu Dr. Ir. Farida Fathul, M.Sc.--selaku Pembimbing Akademik--atas motivasi dan bimbingan yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan; 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas
izin dan bimbingannya;
6. Bapak Ir. Arif Qisthon, M.Si.--selaku Sekretaris Jurusan Peternakan--atas bimbingannya;
8. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Peternakan atas bimbingan, nasehat, motivasi, dan ilmu yang diberikan selama masa studi;
9. Mas Feri, Mbak Erni dan Mas Agus atas bantuan, fasilitas selama kuliah, selama penelitian dan penyusunan skripsi;
10.Ayah, Bunda tercinta, Gusti Ikrar, Adik Gusto dan Adik Muti, beserta keluarga besarku atas semua kasih sayang, nasehat, dukungan, dan keceriaan di keluarga serta do'a tulus yang selalu tercurah tiada henti bagi penulis; 11.Bapak Ilyas, Bapak Petrus dan seluruh staf PT. Rama Jaya Farm atas izin dan
bantuan yang diberikan selama penelitian;
12.Triyan Suradi S dan Cintia Agustin P, sahabat seperjuangan saat penelitian atas kerjasama, dorongan semangat, dan rasa persaudaraan yang diberikan; 13.Dwi, Nidia, Ari, Zul, Fazar, Mbak Yuni, dan seluruh mahasiswa PTK ’08, 09,
10, 11 atas do’a, kenangan, perhatian, semangat, kebersamaan dan bantuannya selama ini;
14.Sahabat kecilku Alin, Ica atas semangat, perhatian, kebersamaan dan kasih sayang yang telah diberikan.
Semoga semua yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dan rahmat dari Allah SWT, dan penulis berharap karya ini dapat bermanfaat. Amin.
Bandar Lampung, Juni 2012 Penulis
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
(1) Pembagian pesentase pemberian ransum siang dan malam hari berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ransum, pertambahan berat tubuh,
konversi ransum, dan income over feed cost (IOFC), tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi air minum.
(2) Persentase pemberian ransum siang dan malam hari sebesar 30% siang dan 70% malam hari nyata terbaik terhadap konsumsi ransum, pertambahan berat tubuh, konversi ransum, dan income over feed cost (IOFC).
B. Saran
(1) Peternak dianjurkan sebaiknya untuk memberikan ransum 30% siang dan 70% malam hari dalam pemeliharaan ayam jantan tipe medium di kandang panggung;
(2) Penelitian lanjutan pemeliharaan ayam jantan tipe medium dengan
menggunakan strain yang berbeda, sehingga diketahui pengaruh pemberian ransum yang sebenarnya terhadap performan ayam jantan tipe medium; (3) Perlu adanya penelitian persentase pemberian ransum siang dan malam hari