PENGARUH PERSENTASE PEMBERIAN RANSUM PADA SIANG DAN MALAM HARI TERHADAP BOBOT HIDUP, BOBOT KARKAS, DAN
BOBOT GIBLET AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG
Oleh
Cintia Agustin Patria(1), Khaira Nova(2), Nining Purwaningsih(2)
ABSTRAK
Suhu udara dalam kandang yang berbeda antara siang dan malam merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ayam jantan tipe medium.
Apabila ayam jantan tipe medium dipelihara pada lingkungan yang nyaman, tidak stres, ayam bisa tumbuh dan berkembang dengan optimal, sehingga berpengaruh terhadap peningkatan bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui pengaruh persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari di kandang panggung terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet ayam jantan tipe medium; (2) mengetahui level terbaik persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari di kandang panggung terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet ayam jantan tipe medium.
Penelitian dilaksanakan pada 28 November 2011--16 Januari 2012, di kandang panggung milik Rama Jaya Farm di Karang Anyar, Lampung Selatan. Ayam jantan tipe medium strain MB 502 yang digunakan sebanyak 288 ekor umur 3 minggu dengan rata-rata bobot awal 109,97±10,30 g/ekor dan dipelihara pada petak ukuran 1x1x1m sebanyak 18 petak di kandang panggung. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Langkap (RAL), terdiri atas 3 perlakuan dengan ulangan sebanyak 6 kali. Perlakuan yang diterapkan R1: pemberian ransum 30% siang dan 70% malam, R2: pemberian ransum 50% siang dan 50% malam, dan R3: pemberian ransum 70% siang dan 30% malam. Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf 5% dan uji lanjut menggunakan uji Duncan jika ada peubah yang nyata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase pemberian ransum siang dan malam berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet serta tidak ada level terbaik persentase pemberian ransum siang dan malam yang berpengaruh terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet.
PENGARUH PERSENTASE PEMBERIAN RANSUM PADA SIANG DAN MALAM HARI TERHADAP BOBOT HIDUP, BOBOT KARKAS, DAN
BOBOT GIBLET AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG
(Skripsi)
Oleh
Cintia Agustin Patria
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
PENGARUH PERSENTASE PEMBERIAN RANSUM PADA SIANG DAN MALAM HARI TERHADAP BOBOT HIDUP, BOBOT KARKAS, DAN
BOBOT GIBLET AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG
Oleh
Cintia Agustin Patria
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN
pada
Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 3
C. Kegunaan Penelitian ... 4
D. Kerangka Pemikiran ... 4
E. Hipotesis ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Ayam Jantan Tipe Medium ... 8
B. Kandang Panggung ... 9
C. Suhu dan Konsumsi Ransum ... 11
D. Metabolisme Basal ... 12
E. Bobot Hidup Unggas ... 14
F. Karkas... ... 15
G. Giblet... ... 18
a. Gizzard ... 19
b. Hati... ... 20
III. METODE PENELITIAN ... 22
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Petelur. PT. Agro Media Pustaka. Depok.
Abubakar, Triyantini, dan H. Setiyanto. 1991. “Kualitas fisik karkas broiler”. Prosiding Seminar Pengembangan Peternakan dalam Menunjang
Pembangunan Ekonomi Nasional. Fakultas Pertanian. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto : 847-853
Akoso, T. 1998. Kesehatan Unggas Panduan Bagi Petugas TeknisPenyuluhan dan Peternak. Cetakan ke-4. Kanisius. Yogyakarta.
Balai Riset dan Standarisasi Industri. 2012. Data Hasil Analisis Kalori. Laboratorium Analisis. Lampung.
40 Ensminger. 1980. Feed Nutrition Complete. The Ensminger Publishing
Company. Clovis. California.
Fadillah, R. 2004. Ayam Broiler Komersial. Cetakan ke-2. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Farrel, D.J. 1979. “Pengaruh Dari Suhu Tinggi terhadap Kemampuan Biologis Dari Unggas”. Laporan Seminar Ilmu dan Industri Perunggasan I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak. Ciawi. Bogor.
Fati, N. 1991. ”Pengaruh Beda Ketinggian Tempat dan Luas Kandang terhadap Laju Pertumbuhan Ayam Broiler”. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas. Padang.
Gunawan dan D.T.H, Sihombing. 2004. “Pengaruh suhu lingkungan tinggi terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas ayam buras”. BPTP Bengkulu dan Fakultas Peternakan IPB, Kampus Darmaga, Bogor. Wartazoa 14:1.
Herawati, D. 1991. “Persentase Karkas, Potongan Komersial, Giblet dan Lemak Abdominal Ayam Broiler Pada Berbagai Tingkat Pemberian Multigerm”. Skripsi. Jurusan Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ismoyowati, dan T. Widiyastuti. 2003. “Kandungan lemak dan kolesterol daging bagian dada dan paha berbagai unggas lokal”. Animal production. Vol 5 (2)
Kurtini, T. dan Riyanti. 1996. “Pengaruh Berbagai Tingkat Pemberian Jumlah Ransum Komersial terhadap Penampilan Anak Ayam Kampung”. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar lampung.
Marjuman, E., 1995. ”Pengaruh Suhu Kandang dan Imbangan Kalori-Protein Ransum terhadap Laju Metabolisme Basal, Pertumbuhan, Efisiensi
Penggunaan Ransum, dan Deposisi Lemak pada AyamBroiler”. Disertasi Fakultas Petemakan. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Medion. 2012. http://ayamkampung.org/artikel/penyakit-pernapasan-yang-tak- pernah-tuntas-.html. Diakses pada 15 Mei 2012.
Morran, E.T. dan H.L. Orr. 1994. “Respon of broiler strains differing in body
Nova, K., T. Kurtini, dan Riyanti. 2002. Manajemen Usaha Ternak Unggas. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Nurjanah, T. 2011. “Pengaruh Pemberian Beberapa Ransum Komersial terhadap Bobot Karkas, Giblet, dan Lemak Abdominal Ayam Jantan Tipe Medium Umur 0-8 Minggu”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung
Parakkasi, A. 1998. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Cetakan Ke- 1. Angkasa. Bandung.
Parnell, E. D. 1987. Poultry Production. John Wiley and Son, Inc. New York.
Payne. 1970. Cattle Production in The Tropic. Longman Group. London.
Purba, D.K. 1990. “Perbandingan Karkas dan Nonkarkas pada Ayam Jantan Kampung, Petelur, dan Broiler Umur 6 Minggu”. Karya ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Purbasari, P. 1992. “Pengaruh Temperatur dan Pemberian Vitamin C dalam Ransum terhadap Persentase Karkas, Giblet dan Lemak Abdominal Ayam Broiler”. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rahmadiani, W. 2010. “Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Bobot Giblet dan Panjang Usus Ayam Jantan Tipe Medium”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Rama Jaya. 2008. Kebutuhan Konsumsi Ransum Ayam jantan Tipe Medium per Ekor. PT. Rama Jaya Farm. Lampung.
42 Rasyaf, M. 2011. PanduanBeternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya. Jakarta.
Riyanti. 1995. “Pengaruh berbagai imbangan energi protein ransum terhadap performans ayam jantan petelur tipe medium”. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak. Ciawi. Bogor.
Schaible. 1980. Poultry Feed and Nutrition. Dept. of Poultry Sci. Michigan State University, East Lansing. Michigan.
Servatus, J. 2004. Sukses Beternak Ayam Ras Petelur. Cetakan ke-1. PT Agromedia Pustaka. Tanggerang
Siregar, A.P., M. Sabrani, dan S. Pramu. 1992. Teknik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Cetakan ke-2. Margie Group. Jakarta.
________. 1980. Teknik Beternak Ayam Ras di Indonesa. Margie Group. Jakarta.
Siswanto, P. 2004. ”Pengaruh Persentase Pemberian Ransum pada Siang dan Malam Hari terhadap Persentase Karkas, Giblet dan Lemak Abdominal Broiler pada Frekuensi Pemberian Ransum Empat Kali”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Steel, R.G.D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh Sumantri, B. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Sudaryani, T. dan H. Santosa. 2003. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan K. Ruhyat. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Cetakan ke-1. Penebar Swadaya. Jakarta.
Syamsi, F.N. 2011. “Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Bobot Hidup, Bobot Karkas dan Bobot Lemak Abdominal Ayam Jantan Tipe Medium di Kandang Panggung”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S.
Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Edisi ke-6. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Yahya, A. 2003. “Pengaruh Saccharomyces cereviciae dalam Ransum terhadap Pertumbuhan Broiler”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Yousef, M. K. 1985. “Stress Physiology in Livestock : Basic Principles”. Vol 1.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein
hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan
produk-produk peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan
sebagai sumber bahan pangan utama dan dikonsumsi oleh masyarakat pada
umumnya terdiri atas tiga komoditas yaitu daging, susu, dan telur. Bahan pangan
hewani merupakan sumber protein yang berguna untuk kecerdasan, memelihara
stamina tubuh, mempercepat regenerasi sel, dan berperan untuk membentuk
masyarakat yang sehat, cerdas dan berkualitas.
Salah satu jenis ternak yang dapat memenuhi kebutuhan protein hewani adalah
ayam jantan tipe medium. Ayam jantan tipe medium berasal dari hasil samping
usaha penetasan ayam tipe medium. Ayam jantan tipe medium di penetasan
merupakan hasil yang tidak diharapkan, karena hanya ayam betina yang
dipasarkan untuk diambil produksi telurnya.
Ayam jantan tipe medium mempunyai potensi untuk digunakan sebagai penghasil
daging. Hal ini karena ayam jantan tipe medium memiliki kadar lemaknya lebih
rendah dibandingkan dengan broiler. Daryanti (1982) menyatakan bahwa
2,36% dan 3,30%. Persentase lemak ini masih rendah daripada persentase lemak
broiler umur 6 minggu yaitu 6,65%.
Pertumbuhan ayam jantan tipe medium dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik
30% dan lingkungan 70%. Salah satu keadaan lingkungan yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan ayam jantan tipe medium adalah suhu udara dalam
kandang yang berbeda antara siang dan malam. Menurut Aksi Agraris
Kanisius/AAK (2003), perbedaan suhu antara siang dan malam hari cukup tinggi,
yaitu berkisar antara 3 dan 50C dengan kisaran suhu harian 26--320C.
Masalah yang dihadapi ayam pada umur awal adalah keterbatasan lingkungan dan
manajemen pemeliharaan. Ayam seringkali menderita akibat suhu tinggi,
kelembaban rendah dan ventilasi yang jelek. Suhu dan kelembaban udara yang
tinggi pada siang akan menyebabkan konsumsi air minum meningkat, nafsu
makan menurun sehingga konsumsi ransum rendah dan konversi ransum kurang
baik. Sebaliknya, suhu dan kelembaban udara yang rendah pada malam akan
menyebabkan konsumsi air minum menurun, nafsu makan meningkat sehingga
konsumsi ransum tinggi dan konversi ransum menjadi lebih baik.
Untuk mencegah terjadinya pemborosan ransum sebagai akibat dari belum adanya
persentase pemberian ransum pada siang dan malam bagi ayam jantan tipe
medium di lapangan, perlu dilakukan pemberian ransum sesuai dengan suhu
lingkungan. Pada sore hari dan sepanjang malam sampai menjelang pagi hari
merupakan suhu harian rendah. Ayam akan merasa nyaman dan akan makan
lebih banyak dibandingkan dengan makan pada saat suhu menjelang tengah hari
3 Salah satu cara menciptakan suhu yang nyaman bagi ternak dapat menggunakan
kandang panggung. Menurut Fadillah (2004), kandang panggung mempunyai
ventilasi yang berfungsi lebih baik karena udara bisa masuk dari bawah dan
samping kandang. Apabila ayam jantan tipe medium dipelihara pada lingkungan
yang nyaman, tidak stres, tersedia ransum yang berkualitas dan air minum yang
bersih dan ad libitum, ayam bisa tumbuh, berkembang dan berproduksi dengan
optimal, sehingga berpengaruh terhadap peningkatan bobot hidup, bobot karkas,
dan bobot giblet.
Berkaitan dengan hal tersebut, manajemen pemeliharaan sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan suatu usaha produksi peternakan. Untuk mendapatkan hasil
yang baik, yang paling utama adalah menciptakan kondisi dan tempat yang
nyaman untuk hidup ayam jantan tipe medium.
Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian tentang
pengaruh persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari terhadap bobot
hidup, bobot karkas, dan bobot giblet pada ayam jantan tipe medium di kandang
panggung.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
(1) mengetahui pengaruh persentase pemberian ransum pada siang dan malam
hari terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet ayam jantan tipe
(2) mengetahui level terbaik persentase pemberian ransum pada siang dan
malam hari terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet ayam
jantan tipe medium di kandang panggung.
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi penting kepada
peternak tentang pengaruh persentase pemberian ransum pada siang dan malam
hari terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet ayam jantan tipe
medium di kandang panggung serta sebagai pengetahuan tentang persentase
pemberian ransum yang terbaik dalam upaya untuk meningkatkan produksi ayam
jantan tipe medium.
D. Kerangka Pemikiran
Ayam jantan tipe medium adalah hasil sampingan dari usaha penetasan ayam tipe
medium yang dikembangkan sebagai ternak penghasil daging. Pemanfaatan ayam
jantan tipe medium sebagai ternak penghasil daging didasarkan oleh beberapa hal,
antara lain pertumbuhan dan bobot hidupnya yang lebih tinggi dibandingkan
dengan ayam betina petelur (Wahju, 1992).
Setiap peternak menginginkan ternak yang dibudidayakannya memiliki laju
pertumbuhan yang tinggi, bebas dari penyakit dan memiliki harga yang tinggi di
pasar. Faktor utama yang harus diperhatikan oleh peternak yaitu faktor
lingkungan yang terdiri dari iklim dan ransum sehingga akan berpengaruh
5 Iklim dapat memengaruhi produktivitas ternak secara langsung dan tidak
langsung. Dampak pengaruh langsung iklim bagi ternak yaitu terjadinya stres
panas atau dingin, sehingga ternak tidak nyaman dan berakibat pada penurunan
produksi dan reproduksi ternak. Menurut Payne (1970), Indonesia termasuk
dalam iklim tropis dengan suhu udara tinggi 270C dan curah hujan tinggi
2.032--3.048 mm.
Menurut Yahya (2003), suhu di Kota Bandar Lampung yang merupakan tempat
penelitian berkisar antara 28,18 dan 30,140C pada siang hari dan 24,61--26,730C
pada malam hari. Suhu yang nyaman untuk ayam ialah 25--280C (Medion, 2012).
Suhu pada siang hari yang cukup tinggi, ayam akan mengonsumsi ransum lebih
sedikit sehingga proses pencernaan berlangsung secara tidak maksimal dan
metabolisme ikut terganggu sejalan dengan itu laju pertumbuhan akan terhambat.
Upaya untuk mengatasi konsumsi ransum yang rendah pada siang hari dapat
dilakukan pemberian ransum pada malam hari karena suhu pada malam hari
relatif lebih rendah daripada siang. Pada malam hari saat lingkungan sejuk, ayam
mendapatkan kesempatan untuk mengonsumsi ransum, sehingga pencernaan akan
berjalan lancar.
Respon ayam jantan tipe medium akibat cekaman panas menyebabkan konsumsi
ransum menurun karena ternak akan mempertahankan suhu tubuh dan akan
mengimbangi penguapan tubuh sehingga ayam akan mengonsumsi air minum
lebih banyak akhirnya tembolok akan penuh dengan air. Rendahnya asupan
konsumsi ransum menyebabkan konsumsi protein dari ransum menjadi lebih
Laju pertumbuhan yang terhambat akan memengaruhi perkembangan jaringan
tubuh, organ tubuh, dan bobot hidup dan berpengaruh terhadap kualitas karkas.
Persentase bobot karkas mempunyai hubungan yang erat dengan bobot hidup
broiler. Semakin tinggi bobot hidup, semakin tinggi bobot karkas yang dihasilkan
(Daryanti, 1982). Bobot karkas sangat ditentukan oleh bagian tubuh ayam seperti
daging, tulang, dan lemak. Peningkatan bobot hidup akan diikuti dengan
peningkatan bobot karkas yang dihasilkan.
Parakkasi (1998) menyatakan bahwa pencapaian bobot karkas sangat berkaitan
erat dengan bobot potong dan pertambahan berat tubuh. Semakin besar bobot
potong dan pertambahan berat tubuh maka bobot karkas akan semakin meningkat
dan pertambahan berat lemak abdominal pun akan meningkat.
Proses pelepasan panas khususnya saat ayam berada pada suhu lingkungan tinggi
dilakukan dengan melakukan panting. Panting merupakan cara untuk
menetralkan suhu dalam tubuh yaitu dengan membuka mulutnya terus menerus
atau terengah-engah (AAK, 2003). Hal ini disebabkan oleh ayam yang tidak
memiliki kelenjar keringat untuk pengeluaran panas. Ayam bernapas
membutuhkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Supaya kebutuhan
oksigen selalu terpenuhi, ventilasi kandang harus baik.
Menurut Abidin (2002), kandang panggung merupakan bentuk kandang yang
paling banyak dibangun untuk mengatasi suhu yang panas. Keunggulan kandang
panggung adalah ventilasinya berfungsi lebih baik dibandingkan dengan kandang
7 menjadi lebih baik. Dengan demikian, suhu di dalam kandang relatif lebih rendah
dan ayam merasa lebih nyaman.
Pada umumnya pemeliharaan ayam jantan tipe medium di Lampung belum terlalu
memperhatikan persentase pemberian ransum pada siang dan malam. Peternak
hanya memberikan ransum secara ad libitum tanpa adanya patokan khusus untuk
ayam jantan tipe medium, sehingga mengakibatkan pemborosan dalam pemberian
ransum. Oleh sebab itu, diperlukan informasi tentang persentase pemberian
ransum pada siang dan malam yang optimum untuk memenuhi nutrisi secara
kualitas dan kuantitas serta mencapai pertumbuhan yang optimal sehingga akan
berpengaruh terhadap bobot hidup, bobot karkas, danbobot giblet ayam jantan
tipe medium.
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah
(1) ada pengaruh persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari
terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet ayam jantan tipe
medium di kandang panggung;
(2) terdapat level terbaik persentase pemberian ransum pada siang dan malam
hari terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan bobot giblet ayam jantan tipe
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ayam Jantan Tipe Medium
Berdasarkan bobot tubuh yang dicapai oleh ayam, maka dikenal tiga tipe ayam
yaitu ayam tipe ringan (diantaranya Babcock, Hyline, dan Kimber); tipe medium
(diantaranya Dekalb, Kimbrown, dan Hyline B11); dan tipe berat (diantaranya
Hubbard, Starbro, dan Jabro). Tipe ringan mempunyai bobot tubuh dewasa tidak
lebih dari 1.880 g; tipe medium tidak lebih dari 2.500 g; dan tipe berat tidak lebih
dari 3.500 g (Wahju, 1992).
Ayam jantan tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai
ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging.
Pada usaha pembibitan, peluang untuk menghasilkan ayam betina dan ayam
jantan setiap kali penetasan 50%. Ayam yang biasa digunakan sebagai penghasil
telur adalah ayam betina, sedangkan ayam yang digunakan sebagai ternak
penghasil daging adalah ayam jantan. Dengan demikian, kemungkinan anak
ayam jantan tipe medium sebagai ternak penghasil daging cukup besar (Riyanti,
1995).
Pemanfaatan ayam jantan tipe medium sebagai ternak penghasil daging
didasarkan oleh beberapa hal, antara lain pertumbuhan dan bobot hidupnya yang
9 (DOC) ayam jantan tipe medium lebih murah dibandingkan dengan DOC ayam
pedaging (Wahju, 1992).
Penelitian Daryanti (1982) yang dilakukan pada ayam petelur jantan Harco dan
Decalb menyatakan bahwa persentase lemak ayam petelur jantan Harco pada
umur enam minggu adalah 2,36%; sedangkan ayam petelur jantan Decalb 3,39%.
Persentase lemak ini masih lebih rendah daripada persentase lemak broiler, yaitu
6,65 %. Menurut Ismoyowati dan Widiyastuti (2003), rataan kandungan lemak
daging dada ayam kampung yaitu 1,18%.
Pemberian ransum untuk ayam tipe medium umumnya dilakukan secara
ad libitum, terutama fase pertumbuhan, sedangkan pada fase remaja mulai dibatasi
baik dengan cara membatasi jumlah pemberian maupun dengan cara kualitatif.
Hal ini bertujuan untuk menghemat biaya ransum (Kurtini dan Riyanti, 1996).
B. Kandang Panggung
Kandang berfungsi untuk melindungi ternak ayam dari pengaruh buruk iklim,
seperti hujan, panas matahari, atau gangguan-gangguan lainnya. Kandang yang
nyaman dan memenuhi syarat-syarat perkandangan akan memberikan dampak
positif karena ternak menjadi tenang dan tidak stres. Selanjutnya, ternak akan
memberikan imbalan produksi yang lebih baik bagi peternak pemelihara
(Sudaryani dan Santosa, 2003).
Menurut Rasyaf (2011), keuntungan sistem kandang panggung antara lain
kotoran, mudah dalam pemberian ransum dan minum, serta mudah dalam
pemasukan dan pengeluaran ayam.
Menurut Fadillah (2004), kandang panggung mempunyai ventilasi yang berfungsi
lebih baik karena udara bisa masuk dari bawah dan samping kandang, sedangkan
kekurangan kandang panggung menurut Suprijatna, dkk. (2005) adalah tingginya
biaya peralatan dan perlengkapan, tenaga dan waktu untuk pengelolaan
meningkat, ayam mudah terluka, dan telapak kaki mengeras (bubulen).
Menurut Murtidjo (1992), pada kandang panggung dinding yang terbuka terbuat
dari anyaman kawat, sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran udara dalam
kandang. Biasanya dilengkapi dengan tirai dari plastik atau goni untuk
menghalangi angin langsung dan mempertahankan suhu udara pada malam hari.
Suprijatna, dkk. (2005) menyatakan bahwa kandang panggung merupakan
kandang yang lantainya menggunakan bahan berupa bilah bambu yang disusun
memanjang sehingga lantai kandang bersih. Lantai kandang panggung harus
berlubang atau menggunakan sistem slat yang terbuat dari bambu dan kayu. Jarak
antara slat 2,5 cm. Hal ini bertujuan agar udara bisa masuk dari sela-sela lantai
tersebut.
Menurut Servatus (2004), kandang yang sering digunakan dan banyak diminati
oleh peternak adalah kandang bentuk panggung dengan tipe kandang terbuka
(open house). Kelebihan dari kandang panggung diantaranya adalah:
efisien dalam pemakaian sekam; sirkulasi udara lebih sehat dan lancar;
bahan-bahan yang dipergunakan terjangkau ketersediaannya; lebih cocok diterapkan di
11 kadar amoniak (NH3) dan bau; performan ayam lebih stabil dan pertumbuhan
ayam lebih cepat besar.
C. Suhu dan Konsumsi Ransum
Menurut Rao, dkk. (2002), suhu tubuh unggas meningkat setelah mengonsumsi
ransum disebabkan oleh proses thermogenik dari pencernaan dan metabolisme.
Pada pemberian ransum pada pagi hari, pengaruh thermogenik bersamaan dengan
peningkatan suhu lingkungan akan memperparah unggas akibat stres panas.
Pengaruh thermogenik berakhir setelah 8--10 jam pada suhu 35°C, dibandingkan
hanya 2 jam pada suhu 20°C. Produksi panas metabolik 20--70% lebih rendah
pada ayam yang lapar dibandingkan dengan ayam setelah diberi makan.
Suhu lingkungan kandang yang lebih tinggi menyebabkan ayam mengurangi
konsumsi ransumnya agar produksi panas dalam tubuhnya tidak berlebih dan akan
meningkatkan konsumsi air minum sebagai upaya dalam mengurangi tekanan
panas. Marjuman (1995) menyatakan bahwa terjadi penurunan konsumsi ransum
sebesar 1,7% pada setiap kenaikan suhu sebesar 1°C. Fati (1991) mengatakan
bahwa bila suhu tinggi, ayam akan mengonsumsi air lebih banyak, akibatnya
nafsu makan menurun, dan berakibat pada penurunan konsumsi energi.
Disamping terjadinya penurunan konsumsi energi sebagai akibat dari penurunan
konsumsi ransum, penggunaan energi sudah tidak efisien lagi. Hal ini disebabkan
oleh sejumlah energi yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan, terpaksa
pada suhu rendah ayam akan makan dengan frekuensi lebih banyak sehingga
konversi ransum akan lebih baik (Amrullah, 2003).
Suhu harian minimum dan maksimum sangat berbeda di daerah tropis. Sore hari
dan sepanjang malam hingga pagi hari merupakan suhu harian rendah. Musim
dan wilayah tertentu haruslah diperhatikan agar tidak memberikan ransum terlalu
banyak pada pagi hari jika tengah hari jauh lebih panas dari biasanya (Amrullah,
2003).
Farrel (1979) menyatakan bahwa suhu lingkungan merupakan salah satu faktor
yang memengaruhi konsumsi ransum. Bila suhu tinggi, unggas akan
mengonsumsi air lebih banyak akibatnya nafsu makan menurun.
Menurut Amrullah (2003), ransum yang diberikan pada pagi hari sampai pukul
14.00 rata-rata sebanyak 12,5--20,0% dan sisa ransum sebanyak 80,0--87,5%
diberikan setelah pukul 14.00 sampai malam hari. Dengan demikian, persentase
pemberian ransum pada siang dan malam hari akan berbeda.
D. Metabolisme Basal
Menurut Murtidjo (1992), energi diperlukan untuk semua kegiatan fisiologis dan
produksi ayam termasuk aktivitas pernapasan, sirkulasi darah, pencernaan
makanan, dan sebagainya. Kebutuhan energi dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain bobot tubuh, suhu lingkungan, aktivitas, dan status fisiologis ayam.
13 untuk hidup pokok cukup besar, meliputi keperluan metabolisme basal dan
aktivitas lainya seperti makan dan minum.
Laju metabolisme basal adalah energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan
fungsi fisiologis normal pada saat istirahat (Farrel, 1979). Pada saat suhu tinggi
terjadi peningkatan kerja jantung, pernapasan, dan sirkulasi darah. Hal ini
menyebabkan kebutuhan energi meningkat yang diikuti oleh peningkatan
metabolisme basal. Menurut Fuller dan Rendon (1977) dalam Gunawan dan
Sihombing (2004), meningkatnya laju metabolisme basal disebabkan karena
bertambahnya penggunaan energi akibat bertambahnya frekuensi pernafasan,
kerja jantung serta bertambahnya sirkulasi darah.
Hewan berdarah panas (homoiterm) akan selalu mempertahankan suhu tubuhnya
agar selalu konstan. Cara yang dilakukan yaitu dengan menggantikan panas yang
hilang ke lingkungan. Heat increment merupakan proses terjadinya kenaikan
produksi panas tubuh yang terjadi setelah ternak mengonsumsi ransum. Dengan
adanya heat increment sebagai akibat pencernaan makanan dan metabolisme
zat-zat makanan, akan menimbulkan beban panas bagi ayam dan akhirnya aktifitas
metabolisme menjadi berkurang. Berkurangnya aktifitas metabolisme karena
suhu lingkungan yang tinggi, dapat berpengaruh terhadap menurunnya aktifitas
makan dan minum Fuller dan Rendon (1977) dalam Gunawan dan Sihombing
(2004).
Menurut Farrel (1979), pada malam hari saat suhu lingkungan rendah, aktivitas
dari kelenjar tiroid dapat menghasilkan tiroksin secara maksimal. Fungsi utama
yang akan meningkatkan absorpsi makanan di usus, dengan demikian laju
pertumbuhan akan meningkat. Pada siang hari suhu lingkungan tinggi, kelenjar
tiroid tidak menghasilkan tiroksin secara maksimal yang akan menurunkan laju
pertumbuhan.
E. Bobot Hidup Unggas
Menurut Soeparno (1998), bobot hidup adalah bobot yang didapat dengan cara
penimbangan bobot ayam setelah dipuasakan selam 6 jam. Bobot hidup perlu
diperhatikan karena berpengaruh terhadap bobot karkas sehingga kualitas dan
kuantitas dari ransum yang dikonsumsi perlu diperhatikan juga. Tujuan utama
pemberian ransum adalah untuk menghasilkan pertumbuhan yang paling cepat
sedapat mungkin dengan jumlah ransum yang paling sedikit, serta hasil akhir yang
memuaskan dalam jangka waktu ekonomis yang pendek (Blakely dan Bade,
1998).
Bobot hidup erat kaitannya dengan pertumbuhan. Pertumbuhan yang baik akan
menghasilkan bobot hidup yang tinggi. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa
faktor-faktor yang memengaruhi bobot hidup ayam adalah pakan (nutrisi),
genetik, jenis kelamin, suhu, dan tata laksana. Menurut Aliyani (2002), faktor
genetik dan lingkungan juga memengaruhi laju pertumbuhan komposisi tubuh
yang meliputi distribusi bobot, komposisi kimia, dan komponen karkas. Hal yang
sama dinyatakan bahwa bobot hidup dipengaruhi oleh konsumsi ransum, kualitas
rata-15 rata bobot hidup ayam jantan tipe medium pada umur panen 7 minggu adalah
655,00 dan 716,66 g/ekor.
F. Karkas
Hasil pemotongan ternak terdiri dari dua bagian yaitu karkas dan nonkarkas.
Karkas merupakan hasil utama pemotongan ternak pedaging yang mempunyai
nilai ekonomis yang lebih tinggi daripada nonkarkas (Soeparno, 1998). Menurut
AAK (2003), karkas adalah hasil pemotongan ayam yang telah dibuang darah,
bulu, kepala dan leher, kaki, serta isi perut, dan isi rongga dada.
Menurut Blakely dan Bade (1998), karkas merupakan hasil sesungguhnya dari
produksi ternak potong, kualitas karkas telah ditetapkan oleh USDA, yaitu terdiri
atas kelas atau grade A, B, dan C. Kualitas karkas didasarkan pada konformasi,
perdagingan, tingkat perlemakan di bawah kulit, bebas dari bulu-bulu halus, tidak
ada tulang yang patah, dan bebas dari kerusakan lainya.
Kualitas karkas sangat ditentukan oleh ransum yang diberikan pada ternak. Hal
ini berkaitan dengan tersedianya zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk
menyusun komponen-komponen karkas diantaranya protein, lemak, air, mineral
dan vitamin (Anggorodi, 1995).
Karkas terdiri atas tulang, daging, dan lemak yang terbentuk dari nutrisi hasil
pencernaan bahan makanan yang tidak terbuang. Karkas siap masak memiliki
bobot dua pertiga dari bobot hidup, karena bagian bulu, kaki, leher, kepala, dan isi
bobot karkas juga dipengaruhi oleh kandungan nutrisi ransum. Salah satu zat
makanan yang sangat memengaruhi pertumbuhan jaringan pembentukan karkas
adalah protein (Soeparno, 1998).
Persentase karkas ayam pedaging dan lokal meningkat selama masa pertumbuhan,
bertambahnya umur, dan bobot hidup (Soeparno, 1998). Semakin tinggi bobot
hidup maka produksi karkas semakin meningkat. Bobot hidup rendah
menghasilkan bobot karkas rendah karena komponen utama karkas adalah tulang
dan otot (Purba, 1990).
Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum pemotongan, antara
lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, dan ransum serta
proses setelah pemotongan (Abubakar, dkk., 1991). Menurut Soeparno (1998),
umur, jenis kelamin, bobot hidup, dan tingkat kepadatan kandang juga
memengaruhi komposisi karkas. Produksi karkas erat hubungannya dengan bobot
hidup. Penurunan bobot karkas dapat disebabkan oleh bobot hidup yang
menurun.
Ensminger (1980) menjelaskan bahwa persentase karkas yaitu jumlah
perbandingan bobot karkas dan bobot tubuh akhir dikalikan 100%. Bertambahnya
bobot hidup ayam pedaging akan mengakibatkan bobot karkas meningkat dan
persentase karkas akan meningkat pula. Bobot karkas normal adalah 60--75 %
dari bobot tubuh (Siregar, dkk.,1992).
Menurut Morran dan Orr (1994), persentase karkas ayam jantan lebih besar
17 lemak abdomen daripada jantan. Persentase karkas broiler meningkat selama
masa pertumbuhan seiring dengan bertambahnya umur dan bobot hidup serta
dipengaruhi oleh bobot saluran pencernaan (Soeparno, 1998).
Hasil penelitian Syamsi (2011) menunjukkan bahwa bobot karkas ayam jantan
tipe medium pada umur panen 7 minggu adalah 517,5 g/ekor dari bobot hidup 716
g/ekor dengan kepadatan kandang 16 ekor/m2, sedangkan menurut Nurjanah
(2011), ayam jantan tipe medium pada umur panen 8 minggu bobot karkas
berkisar antara 585,42 dan 588,75 g/ekor dengan bobot hidup 962,50--971,67
g/ekor. Siswanto (2004) menyatakan bahwa pada umur pemanenan 6 minggu,
broiler memiliki bobot hidup 1.950--2.105 g/ekor dengan persentase karkas
sebesar 71,78--74,11%.
Menurut Siregar (1980), karkas yang baik berbentuk padat dan tidak kurus, tidak
terdapat kerusakan kulit ataupun dagingnya. Sedangkan karkas yang kurang baik
mempunyai daging yang kurang padat pada bagian dada sehingga kelihatan
panjang dan kurus.
Persentase karkas merupakan faktor terpenting untuk menilai produksi ternak,
karena produksi erat hubungannya dengan bobot hidup, dimana semakin
bertambah bobot hidupnya, maka produksi karkasnya akan semakin meningkat
G. Giblet
Giblet terdiri atas jantung, hati, dan gizzard, biasanya dimasukkan dalam karkas
yang tergolong jaringan tubuh yang lebih awal terbentuk, serta berperan penting
dalam menunjang kehidupan awal pertumbuhan (Soeparno,1998). Bobot giblet
meningkat dengan meningkatnya bobot karkas, walaupun persentase terhadap
bobot hidup ayam akan menurun (Rasyaf, 2011).
Menurut Mountney (1983), giblet tergolong jaringan tubuh yang lebih dulu
terbentuk dan sangat penting dalam menunjang kehidupan awal pada masa
pertumbuhan. Persentase giblet berkisar antara 3,9 dan 5,1 % dari bobot hidup.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bobot giblet adalah strain, besar ayam,
jenis kelamin dan umur.
Sidney dan Orr (1964) dalam Purbasari (1992) menyatakan bahwa persentase
giblet berbeda antara jantan dan betina. Persentase giblet pada ayam betina lebih
tinggi dari pada ayam jantan pada umur 8,5 minggu. Giblet adalah hasil ikutan
yang dapat dimakan dan memiliki nilai ekonomis.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Syamsi (2011), bobot giblet ayam
jantan tipe medium dengan umur panen 7 minggu adalah 32,90 g/ekor, sedangkan
menurut Nurjanah (2011), ayam jantan tipe medium pada umur panen 8 minggu
bobot giblet berkisar antara 42,52 dan 43,85 g/ekor. Siswanto (2004) menyatakan
19 a. Gizzard
Menurut Parnel (1987), gizzard terbentuk dari otot-otot yang kuat dimana dalam
proses pencernaan terjadi pencernaan secara kimiawi dan mekanik. Fungsi utama
gizzard adalah menggiling dan menghancurkan makanan sebelum masuk ke usus
yang dilakukan dengan cara memecah ikatan hemiselulosa secara fisik (Jull,
1979).
Gizzard terletak antara proventrikulus dengan batas atas usus halus. Gizzard
mempunyai dua pasang otot yang kuat dan sebuah mukosa (North dan Bell,
1990). Menurut Tilman, dkk. (1998), gizzard mempunyai otot-otot kuat yang
selalu berkontraksi untuk menghancurkan makanan. Gizzard biasanya
mengandung bahan penghalus seperti batu kecil dan pasir. Selanjutnya
ditambahkan oleh Akoso (1998) bahwa ukuran gizzard dipengaruhi oleh
aktivitasnya. Aktivitas otot gizzard akan terjadi apabila makanan masuk ke
dalamnya.
Menurut Crawley, dkk. (1980) dalam Herawati (1991), persentase gizzard akan
menurun dengan bertambahnya bobot hidup, lebih lanjut dijelaskan bahwa
persentase gizzardbroiler umur enam minggu sebesar 3,21% dari bobot hidup.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purba (1990), bobot gizzard ayam
jantan tipe medium berada diantara bobot gizzard ayam kampung jantan dan
broiler jantan yaitu 12,27; 14,45; dan 24,04 g, berturut-turut untuk ayam
b. Hati
Hati merupakan jaringan yang bewarna cokelat kemerahan yang terdiri atas dua
gelambir yang besar terletak diantara duodenum dan gizzard (Jull, 1979).
Hati terdiri atas dua bilik besar, diantara duodenum dan usus halus (North dan
Bell, 1990). Salah satu fungsi bilik hati mensekresikan cairan empedu ke dalam
duodenum untuk membantu proses pencernaan.
Sekresi yang dihasilkan hati untuk pencernaan adalah cairan empedu melalui
kantong empedu dan ductus pancreaticus. Cairan empedu bersifat basa dan
berguna untuk menetralisir keasaman dan racun dalam ransum serta
mengemulsikan lemak agar dapat diabsropsi (Jull, 1979). Menurut Soeparno
(1998), kadar lemak ransum memengaruhi bobot hati. Kadar lemak ransum yang
cukup tinggi menyebabkan bobot hati tinggi karena hasil metabolisme lemak yang
disimpan dalam hati cukup banyak.
Hasil penelitian Purba (1990) menunjukkan bahwa persentase hati pada ayam
jantan tipe medium lebih rendah dibandingkan dengan ayam kampung jantan,
sedangkan dengan broiler jantan lebih tinggi yaitu 2,27; 1,89; 1,71 g,
berturut-turut untuk ayam kampung, ayam jantan tipe medium, dan broiler.
c. Jantung
Jantung berfungsi sebagi alat pemompa darah ke seluruh tubuh serta membantu
paru-paru dalam pertukaran oksigen dan karbon dioksida agar metabolisme tubuh
21 sejajar dengan garis axis tubuh serta dilapisi oleh kandung perikardium,
mempunyai empat ruang yakni dua atrium dan dua ventrikel bagian kanan dan kiri
yang berfungsi agar darah tidak tercampur (Jull, 1979).
Menurut North dan Bell (1990), jantung ayam berdetak dengan laju 300 denyut
per menit. Laju jantung dipengaruhi oleh faktor -faktor seperti ukuran tubuh,
umur dan suhu lingkungan. Besar jantung bervarisi antara unggas dan tergantung
dari besar tubuh unggas tersebut. Unggas yang mempunyai ukuran tubuh lebih
kecil mempunyai laju yang lebih tinggi dibandingkan dengan unggas yang
mempunyai ukuran tubuh besar.
Hasil penelitian yang dilakukan Purba (1990) menunjukkan bahwa bobot jantung
ayam jantan tipe medium, ayam kampung dan broiler jantan berturut-turut yaitu
3,01; 3,39; dan 9,00 g. Purba (1990) mengatakan bahwa bangsa dapat
memengaruhi proporsi dari jantung dan juga nutrisi yang diberikan pada saat
pemeliharaan yaitu bobot jantung untuk ayam kampung 6,1 g dengan persentase
0,62%, itik 13,99 g dengan persentase 1,26%, dan broiler 10,88 g dengan
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 28 November 2011--16 Januari 2012 selama 7
minggu, di kandang panggung milik Rama Jaya Farm, Karang Anyar, Lampung
Selatan.
B. Bahan Penelitian
a. Ayam
Ayam yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam jantan tipe medium strain
MB 502 umur 3 minggu sebanyak 288 ekor dengan kepadatan kandang 16
ekor/m2. Rata-rata bobot awal 109,97±10,30 g/ekor dengan koefisien
keragamannya 9,4%. Untuk karkas diambil ayam umur 7 minggu. Rata-rata
bobot panen 771,94±20,25 g/ekor dengan koefisien keragamannya 2,6%.
b. Kandang
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang panggung,
23 c. Ransum
Ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah ransum komersial BBR1
(Bestfeed) yang diproduksi PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk yang diberikan
pada umur 1--49 hari. Kandungan nutrisi ransum disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum berdasarkan analisis proksimat
Kandungan nutrisi BBR-1 (Bestfeed) (%)
Gross energi (kkal/kg)* 3.965,08
Energi metabolis (kkal/kg)** 3.172,06
Sumber : Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2012). * Hasil analisis Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar Lampung
(2012).
** Hasil perhitungan 80% dari nilai Gross energi (Schaible, 1980).
Persentase pemberian ransum pada siang dan malam didasarkan pada konsumsi
ransum ayam jantan tipe medium yang di pelihara di Rama Jaya Farm disajikan
pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 maka perlakuan R1= 30% siang : 70% malam; R2 = 50%
siang : 50% malam; dan R3 70% siang : 30% malam dari ad libitum dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Perlakuan pemberian ransum berdasarkan konsumsi ransum ayam jantan tipe medium di Rama Jaya Farm
Air minum yang digunakan dalam penelitian berupa air sumur yang diberikan
secara ad libitum.
e. Vaksin, antibiotik, dan vitamin
Vaksin yang diberikan adalah Medivac ND-IB (tetes mata) + ND-AI Kill Medion
H5N1 0,2 cc, Gumboro MB, Gumboro MB + susu skim 80 g, Medivac ND-IB +
susu skim 60 g, ND Lasota + susu skim 100 g. Antibiotik yang diberikan adalah
Spira fluq. Vitamin yang diberikan adalah Strong fit, Multicarnitol, dan Catalys
25 C. Alat Penelitian
(1) tempat ransum baki (chick feeder tray) diameter 35 cm sebanyak 18 buah
yang digunakan untuk ayam umur 1--14 hari;
(2) tempat ransum gantung (hanging feeder) diameter 25 cm sebanyak 18 buah
yang digunakan untuk ayam berumur 15--49 hari;
(3) tempat air minum berbentuk tabung diameter 10,5 cm sebanyak 18 buah;
(4) timbangan elektrik merek Boego dengan ketelitian 0,001 g yang digunakan
untuk menimbang ransum pada minggu 3--7, karkas, dan giblet;
(5) timbangan kapasitas 2 kg dengan ketelitian 20 g merek use for family
sebanyak 1 buah yang digunakan untuk menimbang day old chick (DOC),
bobot tubuh ayam umur 1--7 minggu, bobot hidup, dan vitamin;
(6) timbangan kapasitas 5 kg ketelitian 100 g merek Cariba sebanyak 1 buah
yang digunakan untuk menimbang ransum pada minggu 1--2;
(7) tirai yang terbuat dari plastik sebanyak 6 buah;
(8) brooder berupa gasolex dengan bahan bakar gasbeserta perlengkapannya;
(9) lingkar pembatas (chick guard);
(10) bambu untuk membuat sekat-sekat pada kandang;
(11) ember sebanyak 4 buah, bak air sebanyak 3 buah;
(12) hand sprayer sebanyak 2 buah;
(13) termohigrometer, 1 buah;
(14) termometer1 buah;
(15) alat bersih-bersih dan alat tulis;
(16) kompor untuk memanaskan air;
(18) nampan sebagai tempat karkas;
(19) pisau untuk membedah dan memisahkan organ dalam ayam;
(20) karung atau plastik sebagai alas pada waktu pemrosesan karkas dan tempat
ransum yang disimpan;
D. Rancangan Perlakuan
Penelitian ini terdiri atas 3 perlakuan yaitu :
R1 : pemberian ransum 30% siang dan 70% malam
R2 : pemberian ransum 50% siang dan 50% malam
R3 : pemberian ransum 70% siang dan 30% malam
E. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan metode rancangan acak
lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan. Data yang dihasilkan
dianalisis dengan analisis ragam. Sebelum dianalisis ragam, data diuji terlebih
dahulu dengan uji normalitas, homogenitas, dan aditivitas. Apabila dari analisis
ragam menunjukkan bahwa perlakuan terhadap persentase pemberian ransum
siang dan malam nyata pada taraf 5%, maka analisis dilanjutkan dengan uji
27 F. Pelaksanaan Penelitian
a. Persiapan kandang
Kandang dibersihkan 1 minggu sebelum DOC datang, kemudian didesinfeksi
menggunakan desinfektan. Tahapannya meliputi :
(1) membuat petak kandang dari bambu dengan ukuran 1 m2 sebanyak 18 petak;
(2) mencuci lantai kandang dengan menggunakan air dan sikat;
(3) mengapur dinding, tiang, kandang dan lantai kandang;
(4) memasang tirai dan petak;
(5) menyemprot kandang dengan desinfektan;
(6) mencuci peralatan kandang (chick feeder tray dan tempat minum);
(7) setelah kandang kering, lantai kandang kemudian ditaburi dengan sekam
setebal 5--7 cm.
b. Tahap pelaksanaan
Untuk mendapatkan bobot awal tubuh 288 ekor DOC ayam jantan tipe medium
ditimbang terlebih dahulu menggunakan timbangan kapasitas 2 kg, kemudian
dimasukkan ke dalam area brooding dan diberi strong fit 0,05 %. Ayam
diletakkan di area brooding sampai umur 14 hari. Setelah itu, pada umur 15 hari,
secara acak ayam jantan tipe medium dengan bobot seragam ditempatkan pada
unit kandang yang telah diberi nomor sesuai dengan pengacakan perlakuan dan
ulangan.
Pemberian ransum dilakukan sesuai dengan perlakuan persentase pemberian
dengan pembagian 2 kali siang dan 2 kali malam. Siang hari dimulai pada pukul
06.00 WIB sampai 18.00 WIB sedangkan malam hari dimulai pukul 18.00 WIB
sampai 06.00 WIB. Ransum diberikan setiap 6 jam sekali yaitu pada pukul 06.00
WIB, pukul 12.00 WIB, pukul 18.00 WIB dan pukul 24.00 WIB. Penimbangan
sisa ransum dilakukan setiap hari pada pukul 06.00 WIB dan pukul 18.00 WIB.
Air minum diberikan secara ad libitum atau tidak terbatas. Pemberian air minum
pada pukul 06.00 WIB dan 18.00 WIB. Untuk mengetahui konsumsi air minum
per hari nya dilakukan pengukuran sisa air minum setiap hari yaitu pada pukul
06.00 WIB dan 18.00 WIB.
Mengukur suhu dan kelembaban kandang setiap hari, yaitu pada pukul 06.00,
12.00, 18.00 dan 24.00 WIB. Suhu (°C) dan kelembaban (%) lingkungan
kandang diukur menggunakan termohigrometer yang diletakkan pada bagian
tengah kandang yang digantung sejajar dengan tinggi petak-petak kandang.
Program vaksinasi yang dilakukan adalah (1) vaksinasi Medivac ND-IB saat ayam
berumur 5 hari melalui tetes mata dengan dosis 0,2 cc/ekor; (2) vaksinasi ND-AI
Kill Medion H5N1 saat ayam berumur 5 hari melalui suntik bawah kulit
(Subcutan) dengan dosis 0,2 cc/ekor; (3) vaksinasi Gumboro MB saat ayam
berumur 16 hari melalui cekok mulut dengan dosis 0,2 cc/ekor; (4) vaksinasi
Medivac ND –IB + susu skim 60 gsaat ayam umur 20 hari melalui air minum; (5)
vaksinasi Gumboro MB + susu skim 80 g saat ayam umur 28 hari melalui air
minum; (6) vaksinasi ND Lasota + susu skim 100 g saat umur 43 hari melalui air
29 Setelah ayam berumur 7 minggu, ayam jantan tipe medium dipuasakan 6 jam lalu
ditimbang bobot hidupnya. Tujuan pemuasaan adalah untuk mempermudah
pengolahan, mencegah karkas dan giblet tercemar feses. Untuk pengambilan
sampel diambil 10% dari jumlah ayam per petak. Menurut Nova, dkk. (2002),
pengambilan sampel 10% telah mewakili populasi. Setiap petak kandang di ambil
sampel sebanyak 2 ekor. Jumlah ayam yang dipotong adalah 36 ekor.
Pemotongan dilakukan dengan metode kosher yaitu dengan memotong vena
jugularis, arteri karotis, esofagus, dan trachea. Pengeluaran darah dilakukan
selama 2 menit, kemudian ayam dicelupkan ke dalam air panas (65--800C) selama
5--30 detik (Soeparno, 1998). Pembersihan bulu dilakukan dengan tangan, organ
dalam dan isi saluran pencernaan dikeluarkan kemudian dibersihkan, dilanjutkan
dengan penimbangan bobot karkas dan giblet yang terdiri atas hati, jantung, dan
gizzard.
G. Peubah yang Diukur
a. Bobot hidup
Untuk mengetahui bobot hidup (g/ekor) dilakukan penimbangan ayam percobaan
setelah dipuasakan selama 6 jam (Soeparno, 1998).
b. Bobot karkas
Bobot karkas (g) ditimbang berdasarkan ayam tanpa darah, bulu, kepala sampai
batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut, dan organ dalam (Ministery of
c. Bobot giblet
Bobot giblet (g) ditimbang berdasarkan bobot hati, jantung, dan gizzard yang telah
Judul Penelitian : PENGARUH PERSENTASE PEMBERIAN RANSUM PADA SIANG DAN MALAM HARI TERHADAP BOBOT HIDUP, BOBOT KARKAS, DAN BOBOT GIBLET AYAM
JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG
Nama : Cintia Agustin Patria
NPM : 0814061006
Jurusan/Program Studi : Peternakan
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI, 1. Komisi Pembimbing
Ir. Khaira Nova, M.P. NIP 19611018 198603 2 001
Ir. Nining Purwaningsih NIP 19570726 198603 2 001
2. Ketua Jurusan Peternakan
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Ir. Khaira Nova, M.P. ...
Sekretaris : Ir. Nining Purwaningsih ...
Penguji
Bukan Pembimbing : Veronica Wanniatie, S.Pt., M.Si. ...
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Sebuah harapan berakar keyakinan dari perpaduan hati yang
memiliki keteguhan. Walaupun didera oleh cobaan dan membutuhkan
perjuangan panjang demi cita-cita yang tak mengenal kata usai.
Setitik harapan itu telah kuraih, namun sejuta harapan masih
kuimpikan dan ingin kugapai.
Karya mungil ini ku persembahkan untuk seluruh orang-orang yang
telah membantu dan memberikan inspirasi dalam kehidupanku.
Papa, Mama, tercinta yang tak kenal lelah dalam memperjuangkan
anak-anaknya. Yang selalu
mendo’akanku
, memberiku harapan,
kebahagiaan, cinta dan kasih sayangnya
dengan ikhlas tanpa pamrih.
Untuk keluarga besar dan sahabat-sahabatku. Kalian adalah
lapisan-lapisan pelangi terindah yang pernah
diciptakan Allah SWT.
Almamater tercinta...
Bukanlah suatu aib jika kamu
gagal dalam suatu usaha, yang
merupakan aib adalah jika kamu
tidak bangkit dari kegagalan itu
(Ali bin Abu Thalib)
Mintalah kalian kepada Allah dari
anugerahnya. Sesungguhnya Allah
senang untuk diminta
(H.R. Tirmidji dan Abu Nu’aim)
“
Apa yang dari sisimu akan
lenyap, dan apa yang ada di sisi
Allah adalah kekal. Dan
sesungguhnya kami akan memberi
balasan kepada orang-orang yang
sabar dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka
kerjakan”.
Suatu permasalahan akan menjadi
berkah apabila kita selalu
bersyukur dengan apa yang telah
RIWAYAT HIDUP
Cintia Agustin Patria lahir di Bandar Lampung pada 19 Agustus 1990, sebagai
putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Armen Patria dan Ibu
Mainiar, S.Pd.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak R.A. Daya Kedaton pada
1996; Sekolah Dasar Negeri 1 Labuhan Ratu pada 2002; Sekolah Menengah
Pertama Negeri 8 Bandar Lampung pada 2005; Sekolah Menengah Atas Al –
Azhar 3 Way Halim pada 2008.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung melalui jalur PKAB (Penelusuran Kemampuan Akademik
dan Bakat) pada 2008. Pada Juli sampai Agustus 2011 penulis melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kelurahan Ganjar Asri, Kecamatan Metro Barat,
Kota Metro. Pada Januari sampai Februari 2012 penulis melaksanakan Praktik
Umum (PU) di Desa Kibang, Kecamatan Metro Kibang, Kabupaten Lampung
Timur.
Selama masa studi, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Peternakan
(HIMAPET) Fakultas Pertanian sebagai Sekretaris Bidang Pendidikan dan
Pelatihan periode 2009/2010 dan pernah menjadi Duta Mahasiswa Jurusan
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil ‘aalamiin, rasa syukur yang sangat besar ku haturkan kepada
Allah SWT, atas berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya
kepada:
1. Ibu Ir. Khaira Nova, M.P.--selaku Pembimbing Utama--atas ketulusan hati,
kesabarannya dalam membimbing penulis dan memberikan motivasi terbaik,
arahan, serta ilmu yang diberikan selama masa studi dan penyusunan skripsi;
2. Ibu Ir. Nining Purwaningsih.--selaku Pembimbing Anggota--atas bimbingan,
kesabaran, arahan, nasehat, dan perhatiannya selama penyusunan skripsi;
3. Ibu Veronica Wanniatie, S.Pt., M.Si.--selaku Pembahas--atas bimbingan,
saran, dan perbaikannya;
4. Bapak Ir. Syahrio Tantalo, M.P.--selaku Pembimbing Akademik--atas
persetujuan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis selama masa studi;
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas
izin untuk melaksanakan penelitian;
6. Bapak Ir. Arif Qisthon, M.Si.--selaku Sekretaris Jurusan Peternakan--atas izin
7. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.--selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;
8. Seluruh Bapak/Ibu dosen Jurusan Peternakan--atas bimbingan, motivasi,
nasehat, dan saran yang diberikan selama masa studi;
9. Mas Feri, Mbak Erni, dan Mas Agus--atas bantuan, fasilitas selama kuliah,
selama penelitian, dan penyusunan skripsi;
10.Papa, Mama, Adek ku M. Rafsanzani Patria, beserta keluarga besarku--atas
kasih sayang, nasehat, dan do'a yang selalu tercurah tiada henti bagi penulis;
11.PT. Rama Jaya, Bapak Petrus (kepala kandang), Mas Yuli, Mas Usman yang
telah memberikan izin dan bantuannya;
12.Putri Narisa NS dan Triyan Suradi S, sahabat seperjuangan saat penelitian atas
kerjasama, dorongan semangat, dan rasa persaudaraan yang diberikan;
13.Mariska, Dwi A, Nidia, Ari, Zul, Fazar, Mbak Yuni, dan seluruh teman-teman
angkatan ’08, ‘09, ‘10 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas do’a,
kenangan, motivasi, bantuan, dan kebersamaannya.
Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
perbaikan di masa mendatang. Semoga semua yang diberikan kepada penulis
mendapatkan balasan dan rahmat dari Allah SWT, dan penulis berharap karya ini
dapat bermanfaat. Amin.
Bandar lampung, Juni 2012
Penulis
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
(1) perlakuan persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari
menghasilkan pengaruh tidak nyata terhadap bobot hidup, bobot karkas, dan
bobot giblet ayam jantan tipe medium umur 7 minggu;
(2) tidak ada persentase terbaik yang berpengaruh terhadap bobot hidup,
bobot karkas, dan bobot giblet ayam jantan tipe medium umur 7 minggu.
B. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pemberian ransum siang