• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERSENTASE PEMBERIAN RANSUM PADA SIANG DAN MALAM HARI TERHADAP PERSENTASE POTONGAN KARKAS AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PERSENTASE PEMBERIAN RANSUM PADA SIANG DAN MALAM HARI TERHADAP PERSENTASE POTONGAN KARKAS AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PERSENTASE PEMBERIAN RANSUM PADA SIANG DAN MALAM HARI TERHADAP PERSENTASE

POTONGAN KARKAS AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG

Oleh

Triyan Suradi Sutoyo

Indonesia merupakan daerah tropis, dimana pada siang hari suhu panas dan pada malam hari suhu dingin. Apabila suhu panas, ayam akan sedikit mengonsumsi ransum tetapi apabila suhu dingin, ayam cenderung ingin makan. Apabila dilakukan pemberian ransum yang optimal maka akan berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan ayam.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persentase pemberian ransum siang dan malam hari terhadap persentase potongan karkas ayam jantan tipe medium, serta mengetahui level persentase pemberian ransum siang dan malam hari yang terbaik terhadap persentase potongan karkas ayam jantan tipe medium. Penelitian dilaksanakan selama 7 minggu dari dari 28 November--16 Januari 2012, di kandang panggung milik Rama Jaya Farm, Karang Anyar, Kabupaten Lampung Selatan. Ayam yang digunakan adalah ayam jantan tipe medium strain MB 502 sebanyak 288 ekor dengan rata-rata bobot awal 109,97±10,30 g/ekor dan koefisien keragaman sebesar 9,4%.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Langkap (RAL), terdiri atas tiga perlakuan, dengan ulangan sebanyak enam kali, yaitu R1 : pemberian ransum 30% siang dan 70% malam, R2 : pemberian ransum 50% siang dan 50% malam, R3 : pemberian ransum 70% siang dan 30% malam. Data yang dihasilkan dianalisis dengan analisis ragam, apabila dari analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan terhadap pemberian ransum siang dan malam hari nyata pada taraf 5%, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan.

Hasil penelitian menunjukkan pengaruh tidak nyata (P>0,05) persentase

(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Keberhasilan peternakan ditentukan oleh 3 faktor yaitu bibit (breeding), pakan (feeding), dan tata laksana (management). Ransum merupakan salah satu faktor lingkungan penting yang memengaruhi pembentukan karkas dan komponennya. Sebagaimana diketahui bahwa ransum merupakan biaya yang terbesar yang harus dikeluarkan sekitar 60--70% dari biaya total selama pemeliharaan (Rasyaf, 1990). Oleh sebab itu, diperlukan efisiensi penggunaan ransum.

Tata laksana pemberian ransum adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan ayam. Pemberian secara ad libitum biasanya ransum secara langsung diberikan semua, menyebabkan ransum banyak yang tumpah dan terbuang sehingga tidak efisien. Alternatif untuk melakukan tindakan efisiensi produksi dengan membatasi pemberian ransum merupakan pilihan yang paling mudah dilakukan.

(3)

Berdasarkan hasil survei pada beberapa peternak di Bandar Lampung, bahwa rata-rata persentase pemberian ransum pada siang hari lebih banyak daripada malam hari. Hal ini menunjukkan bahwa belum terdapat suatu perbandingan ideal pembagian persentase pemberian ransum antara siang dan malam hari. Oleh karena tingginya suhu lingkungan di Indonesia, perlu dilakukan manipulasi untuk mengimbangi feed intake yang kurang optimal pada siang hari yang suhunya tinggi dan melakukan pemberian ransum saat suhu lingkungan mulai turun pada malam hari.

Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat akan berpengaruh terhadap permintaan ternak sebagai salah satu sumber protein hewani. Usaha peternakan ayam merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani, karena ayam adalah salah satu komoditi peternakan yang relatif mudah penanganannya dan dapat dimanfaatkan dalam waktu yang relatif singkat.

Salah satu jenis ayam yang mempunyai potensi dan prospek dikembangkan sebagai penghasil daging adalah ayam jantan tipe medium. Ayam jantan tipe medium merupakan produk sampingan dari usaha penetasan atau pembibitan yang tidak mempunyai nilai jual yang tinggi bila dibandingkan dengan ayam petelur betina. Namun demikian, ayam jantan tipe medium ini cukup menjanjikan sebagai penghasil daging jika dipelihara secara intensif.

(4)

(Soeharsono, 1997). Selain itu, karkas mempunyai hubungan erat dengan bobot hidup. Semakin tinggi bobot hidup maka bobot karkas semakin tinggi. Hal ini juga berlaku pada potongan karkasnya. Potongan-potongan karkas diperlukan karena adanya selera konsumen yang menyukai potongan-potongan tertentu dan juga daya beli masyarakat yang terbatas sehingga tidak mampu membeli karkas ayam secara utuh.

Selain pemberian ransum, manajemen pemeliharan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu salah satunya adalah penggunaan kandang yang ideal. Kandang merupakan tempat pemeliharaan ternak yang mempunyai fungsi primer sebagai tempat tinggal bagi unggas agar terlindung dari pengaruh-pengaruh buruk iklim (hujan, panas, angin) serta gangguan lainnya (binatang buas atau pencurian). Kandang yang baik digunakan dalam pemeliharaan adalah kandang panggung karena memiliki keunggulan seperti laju pertumbuhan ayam tinggi dan

penggunaan ransum sangat efisien, serta kotoran mudah dibuang.

Berdasarkan uraian di atas penting dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari terhadap persentase potongan karkas ayam jantan tipe medium di kandang panggung.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

(5)

(2) level persentase pemberian ransum siang dan malam hari yang berpengaruh terbaik terhadap persentase potongan karkas.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari yang terbaik sehingga dapat diaplikasikan oleh peternak dalam proses pemeliharaan.

D. Kerangka Pemikiran

Ayam jantan tipe medium merupakan produk sampingan dari usaha penetasan ayam petelur. Ayam jantan tipe medium ini juga biasa disebut ayam tipe dwiguna, hal ini karena selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging. Ayam yang bisa digunakan sebagai penghasil telur adalah ayam betina, sedangkan ayam yang digunakan sebagai ternak penghasil daging adalah ayam jantan. Kemungkinan anak ayam jantan tipe medium sebagai penghasil daging cukup besar (Riyanti, 1995).

Ransum adalah susunan beberapa pakan ternak unggas yang di dalamnya harus mengandung zat nutrisi yang lain sebagai satu kesatuan, dalam jumlah, waktu, dan proporsi yang dapat mencukupi semua kebutuhan (Rasyaf, 2011a).

(6)

menjaga suhu tubuh. Suhu lingkungan adalah salah satu faktor yang

memengaruhi konsumsi ransum ayam. Suhu udara yang tinggi dalam kandang akan menyebabkan ayam menderita stres. Tingginya suhu lingkungan tersebut mengakibatkan ayam mengalami cekaman panas, sehingga konsumsi ransum menurun. Penurunan konsumsi ransum berakibat pada penurunan konsumsi energi.

Untuk mengatasi adanya cekaman panas, maka diperlukan langkah manajemen yang tepat agar dapat mengatasi stres untuk mendapatkan performan yang baik (North dan Bell, 1990). Salah satu alternatif untuk mengatasi konsumsi yang kurang optimal pada siang hari dapat dilakukan dengan cara pemberian ransum pada saat sejuk yaitu pada sore dan malam hari dengan memberikan lampu sebagai alat penerangan (Murtidjo, 2001). Pada saat sejuk tersebut, ayam diharapkan dapat mengonsumsi ransum dengan lancar dan pada akhirnya pertumbuhan ayam akan optimal dan menghasilkan bobot hidup yang tinggi. Bobot hidup yang tinggi akan menghasilkan karkas yang tinggi, begitu pula dengan potongan karkasnya.

Suhu optimum di Bandar Lampung berkisar antara 28,18 dan 30,14 °C pada siang hari dan 24,61--26,73 °C pada malam hari. Dengan adanya perbedaan suhu antara siang dan malam hari akan memengaruhi pola konsumsi ransum ayam yang pada gilirannya memengaruhi pertumbuhan dan akhirnya memengaruhi karkas yang dihasilkan.

(7)

antara siang dan malam hari. Dengan demikian, dipilih suatu penelitian tentang pengaruh persentase pemberian ransum siang dan malam hari terhadap persentase potongan karkas ayam jantan tipe medium di kandang panggung yang akan memengaruhi konsumsi ransum, karkas, dan potongan-potongan karkas.

Selain suhu, kandang juga memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ayam. Kandang merupakan tempat pemeliharaan ternak yang mempunyai fungsi primer sebagai tempat tinggal bagi unggas agar terhindar dari pengaruh-pengaruh buruk iklim (hujan, panas, angin) serta gangguan lainnya (binatang buas atau pencurian). Kandang yang biasa digunakan oleh peternak yaitu kandang panggung, karena kandang panggung memiliki sistem sirkulasi yang baik, laju pertumbuhan ayam tinggi, serta kotoran mudah dibuang.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:

(1) persentase pemberian ransum siang dan malam hari berpengaruh terhadap persentase potongan karkas;

(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Suhu dan Konsumsi Ransum

Manik dan Pamono (2001) menyatakan bahwa perbedaan suhu Indonesia antara siang dan malam hari cukup besar, umumnya suhu mulai meningkat setelah pukul 07.00 dan mencapai puncaknya pada sekitar pukul 13.00--14.00 WIB kemudian suhu udara mulai menurun sekitar pukul 18.00 dan mencapai minimum sekitar pukul 05.00 pagi.

Ransum merupakan kumpulan bahan makanan yang layak dimakan oleh ayam dan telah disusun mengikuti aturan tertentu. Aturan itu meliputi nilai kebutuhan gizi bagi ayam dan nilai kandungan gizi dari bahan makanan yang digunakan. Penyamaan nilai gizi yang ada di dalam bahan makanan yang digunakan dengan nilai gizi yang dibutuhkan ayam dinamakan teknik penyusunan ransum (Rasyaf, 2011b). Menurut Sudaro dan Siriwa (2007), pemberian ransum dapat dilakukan dengan cara bebas maupun terbatas. Cara bebas, ransum disediakan ditempat pakan sepanjang waktu agar saat ayam ingin makan ransumnya selalu tersedia. Cara ini biasanya disajikan dalam bentuk kering, baik tepung, butiran, maupun pelet.

(9)

ransum, penempatan ransum, dan cara pengisian tempat ransum. Menurut Aksi Agraris Kanisius (2003), kebutuhan konsumsi ransum dipengaruhi oleh strain dan lingkungan. Selain itu, konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh kandungan energi ransum, kesehatan lingkungan, zat-zat makanan, kecepatan pertumbuhan (Wahju, 1992). Konsumsi ransum setiap minggu bertambah sesuai dengan pertambahan bobot badan. Setiap minggunya ayam mengonsumsi ransum lebih banyak dibandingkan dengan minggu sebelumnya (Fadilah, 2004).

Menurut Farrel (1979), suhu lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum. Bila suhu tinggi unggas akan lebih banyak minum dari pada mengonsumsi ransum. Hafez (1968) dalam Fati (1991)

menyatakan bahwa konsumsi zat-zat makanan pada ternak tergantung pada suhu udara sekeliling, dan pertumbuhan akan menurun pada suhu udara lingkungan yang tinggi sebagai akibat penurunan konsumsi bahan makanan dan peningkatan penggunaan energi untuk pelepasan panas.

Kandang yang lingkungannya terkontrol adalah paling cocok untuk daerah tropis, tetapi didalamnya barangkali tidak ada usaha-usaha yang dilakukan untuk

(10)

bahwa suhu lingkungan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi konsumsi ransum. Bila suhu tinggi, ayam akan mengonsumsi air lebih banyak, akibatnya nafsu makan menurun.

Menurut hasil penelitian Nova (2008), pembagian persentase pemberian ransum pada broiler dengan persentase 30% siang dan 70% malam berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum dengan rata-rata 658,98 g/ekor/minggu. Rendahnya suhu lingkungan di malam hari (25,4--27,60C), menyebabkan ayam akan meningkatkan konsumsi ransumnya, dan sebaliknya pemberian ransum pada siang hari menyebabkan konsumsi ransum rendah karena tingginya suhu kandang di siang hari (±29,90C).

B. Potongan dan Persentase Karkas

Karkas ayam adalah bobot tubuh ayam setelah dipotong dikurangi kepala, kaki, darah, bulu serta organ dalam (Abubakar et al., 1991). Bentuk-bentuk

pemrosesan karkas biasanya berbentuk New York Dressed (NYD) yaitu unggas yang telah bersih dari darah dan bulu.

(11)

pelanggan atau untuk persiapan proses boneless. Lebih lanjut dijelaskan bahwa potongan karkas yaitu dada, paha atas, paha bawah, punggung, dan sayap (Priyatno, 2000).

Soeparno (1998) menyatakan bahwa komponen dan komposisi karkas dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan terdiri dari

fisiologis dan nutrisi. Faktor fisiologis yang memengaruhi bobot karkas adalah bobot hidup, umur dan jenis kelamin, sedangkan faktor genetik yang

memengaruhi adalah karakteristik laju pertumbuhan seiring dengan bertambahnya umur dan bobot hidup. Penurunan bobot karkas dapat disebabkan oleh bobot hidup yang menurun. Produksi karkas erat hubungannya dengan bobot hidup. Semakin tinggi bobot hidup maka produksi karkas semakin meningkat. Bobot hidup rendah menghasilkan bobot karkas rendah karena komponen utama karkas adalah tulang dan otot.

Persentase karkas ayam adalah bobot tubuh ayam tanpa bulu, darah, kepala, kaki dan organ dalam (visceral), hati, jantung, dan ampela (giblet) dibagi dengan bobot hidup dikali 100%. Faktor yang memengaruhi berat karkas antara lain umur, galur, jenis kelamin, bobot badan, kualitas, dan kuantitas pakan (Soeparno, 1998). Bertambahnya bobot hidup ayam pedaging akan mengakibatkan bobot karkas meningkat dan persentase karkas akan meningkat pula. Persentase karkas ditentukan oleh besarnya bagian tubuh yang terbuang seperti kepala, leher, kaki, jeroan, bulu, dan darah (Jull, 1972).

(12)

dinyatakan dengan persentase bobot karkas yang dihasilkan. Persentase karkas merupakan faktor penting untuk menilai produksi ternak yang sebenarnya, sebab dalam bobot hidup masih terdapat saluran pencernaan dan organ dalam yang bobotnya berbeda untuk masing-masing ternak (Daryanti, 1982).

Newell (1954) menyatakan bahwa persentase potongan-potongan karkas terhadap bobot hidup pada ayam New Hampshire, Silver Oklabar dan hasil persilangannya ialah 9,34% sayap, 9,64% kaki, paha atas 10,41%, leher 4,99%, punggung

12,22%, dada 15,59% dan giblet 4,64% pada ayam betina. Selanjutnya dijelaskan bahwa sekalipun betina lebih kecil daripada jantan, tetapi persentase dadanya lebih tinggi atau sama dengan jantan.

Persentase potongan komersial karkas dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, bobot, volume, dan dimensi karkas. Nilai persentase potongan komersial karkas broiler berdasarkan bobot hidup adalah dada 28--30%; paha atas 15--17%; paha bawah 14--16%; sayap 12--14%; dan punggung 20--22% (Acker dan

Cunningham,1998). Selain itu, menurut hasil penelitian Rudianto (2003), persentase potongan karkas komersial broiler berdasarkan bobot hidup adalah dada 21,26--24,12%; paha atas 11,09--11,86%; paha bawah 10,18--10,75%; sayap 7,77--8,75%; dan punggung 11,71--12,71%.

(13)

Menurut Swatland (1984), sayap adalah bagian yang terdiri atas daging pada tulang radius, ulna dan humerus dengan tulang-tulang tersebut. Dada terdiri atas tulang-tulang sternum dan daging yang melekat padanya. Thigh (paha atas) terdiri atas daging yang melekat pada tulang femur sampai pertemuan tulang femur dengan tulang tibia dengan tulangnya. Drumstick (paha bawah) terdiri atas daging yang melekat pada tulang tibia dan tulang fibula pada paha dengan tulangnya. Punggung adalah bagian yang memanjang dari pangkal leher sampai pada bagian pelvis dengan daging dan tulang yang ada padanya.

Paha dipisahkan pada acetabulum, otot pelvic diikutkan, sedangkan tulang pelvic tidak diikutkan pada paha. Bagian proximal paha yang disebut thigh dapat dipisahkan dari bagian distal, paha (drumstick) pada sendi antara femur dan tibia (Soeparno, 1998). Bagian punggung utuh meliputi tulang pelvic, scapula bagian dorsal dari rusuk dan vertebrae dari bagian posterior leher sampai ekor

(Swatland, 1984).

C. Deskripsi Ayam Jantan Tipe Medium

(14)

lebih dari 1.880 g, tipe medium 2.500 g dan tipe berat 3.500 g. Konsumsi ransum per ekor per hari untuk ayam tipe ringan maksimal 100 g, tipe medium 120--150 g dan tipe berat di atas 150 g.

Menurut hasil penelitian Anggraini (2011) menyatakan bahwa rata-rata konsumsi ransum ayam jantan tipe medium pada lingkungan kandang siang dan malam hari berkisar antara 265,5 dan 288,14 g/ekor/minggu.

Anak ayam jantan tipe medium merupakan hasil ikutan dari perusahaan penetasan ayam petelur. Pada awalnya ayam jantan tersebut tidak dimanfaatkan karena belum mendapat perhatian masyarakat. Namun, dewasa ini ayam jantan tipe medium telah banyak dimanfaatkan oleh peternak di negara kita sebagai ayam penghasil daging (Dwiyanto, dkk., 1979). Sementara itu pemanfaatan anak ayam jantan di negara-negara maju bidang peternakannya adalah dengan memproses anak ayam tersebut untuk dijadikan makanan ternak (Dwiyanto, dkk., 1979; Darma, 1982).

Beberapa keuntungan dalam pembudidayaan ayam jantan tipe medium ini adalah harga bibit lebih murah serta penimbunan lemaknya lebih sedikit bila

(15)

diperoleh dengan memelihara ayam jenis ini adalah dapat dijual per ekor ayam hidup ataupun per kilogram dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga broiler (Supriyanto, 2002).

D. Kandang Panggung

Kandang merupakan tempat pemeliharaan ternak yang mempunyai fungsi primer sebagai tempat tinggal bagi unggas agar terlindung dari pengaruh-pengaruh buruk iklim (hujan, panas, angin) serta gangguan lainnya (binatang buas atau pencurian). Selain itu, kandang juga berfungsi menyediakan lingkungan yang nyaman agar ternak terhindar dari cekaman (stres) (Suprijatna, 2005).

Menurut Suprijatna (2005), kandang panggung adalah kandang yang lantai kandangnya menggunakan bilah-bilah kayu, logam, atau bambu yang disusun memanjang sehingga lantai kandang bercelah-celah. Sudaryani dan Santosa (1999) menyatakan bahwa kandang panggung adalah kandang dengan lantai renggang dan ada jarak dengan tanah serta terbuat dari bilah-bilah bambu atau kayu. Menurut Fadilah (2004), kandang panggung merupakan bentuk kandang yang paling banyak dibangun untuk mengatasi suhu panas.

(16)

(Fadilah, 2004). Kekurangan kandang panggung adalah tingginya biaya peralatan dan perlengkapan, tenaga dan waktu pengolahan meningkat, ayam mudah terluka dan kaki bubulen sehingga ayam kesakitan dan stres (Suprijatna, 2005).

(17)

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 7 minggu pada 28 November 2011--16 Januari 2012, di kandang ayam milik PT. Rama Jaya Farm Karang Anyar, Kabupaten Lampung Selatan.

B. Bahan Penelitian

a. Ayam penelitian

Ayam yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam jantan tipe medium umur 15 hari sampai dengan 7 minggu, strain MB 502 sebanyak 288 ekor dengan rata-rata bobot awal umur 15 hari yaitu 109,97±10,30 g/ekor dengan koefisien keragamannya 9,4%. Untuk karkas diambil ayam umur 7 minggu. Rata-rata bobot panen 771,94±20,25 g/ekor dengan koefisien keragamannya 2,6%.

b. Kandang

(18)

untuk 16 ekor ayam, dilengkapi lampu pijar 40 watt yang berfungsi sebagai penerang sehingga ayam dapat makan pada malam hari. Setiap petak dilengkapi dengan 1 buah tempat ransum dan tempat minum.

c. Ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum komersial BBR 1 (Bestfeed) yang diperoleh dari PT. Japfa Comfeed Indonesia. Kandungan nutrisi rasum yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum berdasarkan analisis proximat

Kandungan nutrisi BBR-1 (Bestfeed) (%) Sumber : Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, (2012) * Hasil analisis Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar Lampung (2012)

** Hasil perhitungan 80% dari nilai Gross energi (Schaible, 1980).

(19)

Tabel 2. Kebutuhan konsumsi ransum ayam jantan tipe medium di Rama Jaya Farm

Minggu ke- Konsumsi ransum (g/ekor/hari)

3 25 Sumber : Rama Jaya Farm (2008)

Berdasarkan Tabel 2 maka perlakuan R1= 30% siang : 70% malam; R2 = 50% siang : 50% malam; dan R3 70% siang : 30% malam dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perlakuan pemberian ransum berdasarkan konsumsi ransum ayam jantan tipe medium di PT. Rama Jaya Farm

Minggu

(20)

e. Vaksin dan vitamin

Vaksin yang diberikan adalah Medivac ND-IB (tetes mata) + ND-AI Kill Medion H5N1 0,2 cc, Gumboro MB 0,2 cc, Medivac ND-IB + susu skim 60 g, Gumboro MB + susu skim 80 g, ND Lasota + susu skim 100 g, Antibiotik yang diberikan adalah Spira fluq. Vitamin yang diberikan adalah Strong fit, Multicarnitol, dan Catalys 50 g.

C. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) tempat air minum sebanyak 18 buah

(2) tempat ransum baki (chick feeder tray) untuk umur 1--14 hari, sebanyak 8 buah;

(3) timbangan kapasitas 2 kg dengan ketelitian 20 g merek use for family sebanyak 1 buah yang digunakan untuk menimbang DOC (Day Old Chick) dan berat tubuh ayam jantan tipe medium, dan vitamin;

(4) tempat ransum gantung (hanging feeder) untuk umur 15--49 hari, sebanyak 18 buah;

(5) timbangan kapasitas 5 kg dengan ketelitian 100 g merek Cariba sebanyak 1 buah yang digunakan untuk menimbang ransum pada minggu 1--2;

(6) timbangan elektrik Boego kapasitas 600 g dengan ketelitian 0,01 g yang digunakan untuk menimbang potongan karkas.

(21)

(8) ember dan bak air yang digunakan untuk menampung air minum dan mencuci tempat air minum;

(9) pisau untuk memotong ayam dan bagian-bagian dalam pemrosesan karkas; (10)plastik digunakan sebagai alat pada waktu pemrosesan karkas;

(11)kompor digunakan untuk merebus air dan untuk proses pencelupan; (12)tirai yang terbuat dari plastik;

(13)bambu-bambu untuk membuat sekat kandang; (14)hand spray sebanyak 2 buah;

(15)thermohygrometer untuk mengetahui suhu dan kelembapan kandang; (16)alat kebersihan;

(17)alat tulis untuk pencatatan.

D. Metode Penelitian

a. Rancangan penelitian

Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak

(22)

b. Analisis data

Data yang dihasilkan dianalisis dengan analisis ragam. Apabila dari analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan persentase pemberian ransum nyata pada taraf 5%, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel and Torrie, 1993).

E. Pelaksanaan Penelitian

a. Tahap persiapan

Kandang dan peralatan kandang dicuci 1 minggu sebelum penelitian, kemudian didesinfeksi menggunakan desinfektan iodine. Tahapannya yaitu membuat kandang dari bambu dengan ukuran 1 m2sebanyak 18 petak, mencuci lantai kandang dengan menggunakan air dan sikat, mengapur dinding, tiang, kandang dan lantai kandang, menyemprot kandang dengan desinfektan, mencuci peralatan kandang (chick feeder tray dan tempat minum), setelah kandang kering, lantai kandang kemudian ditaburi dengan sekam setebal 5--7 cm, kemudian memasang tirai dan petak kandang.

b. Tahap penelitian

(23)

Frekuensi pemberian ransum sebanyak 4 kali dengan pembagian 2 kali siang dan 2 kali malam. Siang hari dimulai pada pukul 6.00 sampai dengan 18.00 WIB sedangkan malam hari dimulai pukul 18.00 sampai dengan 6.00 WIB. Ransum diberikan 6 jam sekali yaitu pukul 06.00 WIB, pukul 12.00 WIB, pukul 18.00 WIB, dan pada pukul 24.00 WIB. Sisa ransum siang hari diambil pukul 18.00 dan sisa ransum malam hari, diambil pada pukul 06.00 WIB. Pemberian ransum diberikan sesuai kebutuhan ayam per minggu. Pemberian ransum pada minggu pertama 12 g/ekor/hari, minggu kedua 19 g/ekor/hari, minggu ketiga 25

g/ekor/hari, minggu keempat 31g/ekor/hari, minggu kelima 37 g/ekor/hari, minggu keenam 42 g/ekor/hari, dan minggu ketujuh 47 g/ekor/hari.

Cara pemberian ransum yaitu dengan membagikan kebutuhan ransum setiap minggu sesuai dengan tiap-tiap perlakuannya dengan frekuensi pemberian 4 kali sehari yaitu pukul 06.00, 12.00, 18.00, dan 24.00 WIB. Contoh pada R1 (30% ransum siang hari : 70% malam hari) kebutuhan ransum pada minggu pertama sebesar 12 g, pada siang hari diberikan sebanyak 30% x 12 g = 3,6 g, kemudian 3,6 g tersebut dibagi menjadi 2 yaitu 1,8 g yang diberikan pada pukul 06.00 WIB dan pukul 12.00 WIB. Dan pada malam hari 70% x 12 g = 8,4 g dibagi 2 = 4,2 g diberikan masing-masing pada pukul 18.00 WIB dan pukul 24.00 WIB.

(24)

Setelah ayam berumur 7 minggu, ayam ditimbang bobotnya, kemudian diambil sampel untuk karkas sebanyak 2 ekor untuk setiap petak kandang. Sebelum dilakukan pemotongan, ayam jantan tipe medium dipuasakan selama 6 jam, kemudian ditimbang untuk mendapatkan data bobot hidup. Tujuan pemuasaan adalah untuk mengosongkan saluran pencernaan agar mempermudah pengolahan dan mencegah karkas tercemar bakteri Salmonella dan feses. Jumlah ayam yang dipotong adalah 36 ekor.

Pemotongan dilakukan dengan metode kosher yaitu dengan memotong vena jugularis, arteri karotis, esofagus, dan trachea. Pengeluaran darah dilakukan selama 2 menit, kemudian ayam dicelupkan ke dalam air panas (65--800C) selama 5--30 detik (Soeparno, 1998). Pembersihan bulu dilakukan dengan tangan, organ dalam dan isi saluran pencernaan dikeluarkan kemudian dibersihkan. Dilanjutkan dengan pemotongan karkas yang terdiri atas potongan dada, paha atas, paha bawah, punggung, dan sayap. Potongan karkas yang diperoleh tersebut ditimbang untuk mengetahui bobot potongnya dan dihitung persentasenya berdasarkan bobot hidup ayam jantan tipe medium.

F. Peubah yang Diamati

a. Persentase dada

(25)

b. Persentase paha atas

Persentase paha atas dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot paha atas (g) dan bobot hidup (g) dikalikan 100% (Romans, et al., 1994). Jumlah ayam jantan tipe medium yang dipotong dua ekor dari setiap ulangan, dengan bobot tubuh yang mendekati bobot rata-rata.

c. Persentase paha bawah

Persentase paha bawah dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot paha bawah (g) dan bobot hidup (g) dikalikan 100% (Romans, et al., 1994). Jumlah ayam jantan tipe medium yang dipotong dua ekor dari setiap ulangan, dengan bobot tubuh yang mendekati bobot rata-rata.

d. Persentase sayap

Persentase sayap dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot sayap (g) dan bobot hidup (g) dikalikan 100% (Romans, et al., 1994). Jumlah ayam jantan tipe medium yang dipotong dua ekor dari setiap ulangan, dengan bobot tubuh yang mendekati bobot rata-rata.

e. Persentase punggung

(26)

(A) (B)

(C) (D)

(E)

Gambar 1. Potongan karkas (sumber : http://www.google.co.id)

Keterangan :

(27)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

(1) perlakuan pembagian persentase pemberian ransum pada siang dan malam hari tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase potongan dada, paha atas, paha bawah, dan sayap. Namun, berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap persentase potongan punggung ayam jantan tipe medium umur 7 minggu;

(2) tidak ada persentase terbaik yang berpengaruh terhadap persentase potongan dada, paha atas, paha bawah, sayap, dan punggung ayam jantan tipe medium umur 7 minggu.

B. SARAN

(28)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(29)

(Skripsi)

Oleh

Triyan Suradi Sutoyo

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(30)

Oleh

Triyan Suradi Sutoyo

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(31)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kegunaan Penelitian ... 4

D. Kerangka Pemikiran ... 4

E. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Suhu dan Konsumsi Ransum ... 7

B. Potongan dan Persentase Karkas ... 9

C. Deskripsi Ayam Jantan Tipe Medium... 12

D. Kandang Panggung ... 13

III. BAHAN DAN METODE ... 15

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

B. Bahan Penelitian ... 16

a. Ayam penelitian ... 16

b. Kandang ... 16

(32)

C. Alat Penelitian ... 19

A. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Potongan Dada Ayam Jantan Tipe Medium ... 26

B. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Potongan Paha Atas Ayam Jantan Tipe Medium ... 29

C. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Potongan Paha Bawah Ayam Jantan Tipe Medium ... 31

D. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Potongan Sayap Ayam Jantan Tipe Medium ... 33

E. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Potongan Punggung Ayam Jantan Tipe Medium ... 36

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 39

A. Simpulan ... 39

(33)
(34)

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Triyantini, dan H. Setiyanto. 1991. “Kualitas fisik karkas broiler”. Prosiding Seminar Pengembangan Peternakan dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi Nasional. Fakultas Pertanian. Universitas Jenderal Soedirman,

Purwokerto.

Acker, D., and M.Cunningham. 1998. Animal Science Industry. 4th Ed. Prentice Hall, Inc. New Jersey.

Aksi Agraris Kanisius. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-18. Kanisius. Jakarta.

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi, Bogor. Andriyanto, T. 2004. “Pengaruh Pembagian Persentase Pemberian Ransum Siang dan Malam Hari terhadap Persentase Potongan Karkas Broiler pada Frekuensi Pemberian Ransum Empat Kali”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Anggraini, N. 2011. “Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Performans Ayam Jantan Tipe Medium Di Kandang Panggung”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Basoeki, B.D.A. 1983. “Pengaruh Tingkat Pemberian Ransum terhadap Potongan Karkas Komersial Broiler Betina Strain Hybro Umur 6 Minggu”. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Blakely. J dan D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi ke-4. Penerjemah: B. Srigandono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Darma, M. 1982. “Tanggapan Ayam Jantan Pedaging terhadap Mutu Ransum Pada Awal Pertumbuhan”. Karya Ilmiah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Daryanti. 1982. “Perbandingan Komposisi Tubuh antara Ayam Jantan Petelur Dekalb dan Harco dengan Ayam Jantan Broiler.” Karya Ilmiah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(35)

Ensminger. 1980. Feed Nutrition Complete. The Ensminger Publishing Company, Clovis. California.

Fadilah, R. 2004. Kunci Sukses Beternak Ayam Broiler di Daerah Tropis. Cetakan ke-2. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Farrel, D.J., 1979. “Pengaruh Dari Suhu Tinggi terhadap Kemampuan Biologis Dari Unggas. Laporan Seminar Ilmu dan Industri Unggas II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak. Ciawi. Bogor.

Fati, N. 1991. ”Pengaruh Beda Ketinggian Tempat dan Luas Kandang terhadap Laju Pertumbuhan Ayam Broiler”. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas. Padang.

Jull, M. A. 1972. Poultry Husbandry. 2nd Ed, Tata Mc Graw Hill Book Publishing Co. Ltd., New Delhi.

Kurtini, T. dan K. Nova, D. Septinova. 2011. Produksi Ternak Unggas. Buku Ajar. Anugrah Utama Raharja (AURA). Bandar Lampung.

Manik, T.K dan Pramono. 2001. ”Klasifikasi Iklim Untuk Pengembangan Pertanian”. Makalah yang disampaikan dalam Diklat Teknis Perhubungan di Lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung, Tanggal 19--24 November 2001. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Murtidjo, B.A. 2001. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Cetakan ke-16. Kanisius. Yogyakarta.

Newell, G.S. 1954. “Percentage Yield of Part Cut Up Broiler”. Journal Poultry. Sci. 33 : 1074.

North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Ed. The Avi Publishing Company Inc. Wesport.

Nova, K. 2008. “Pengaruh perbedaan persentase pemberian ransum antara siang dan malam hari terhadap performans broiler strain CP 707”. Jurnal Animal Production, Vol. 10, No. 2, 2008 : 117-121.

Nurjanah, T. 2011. “Pengaruh Pemberian Beberapa Ransum Komersial terhadap Bobot Karkas, Giblet, dan Lemak Abdominal Ayam Jantan Tipe Medium Umur 0--8 minggu”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Parnell, E. D. 1987. Profitable Poultry Production. 2nd Ed. John Willey & Sons, Inc. New York.

(36)

Purba, D.K. 1990. “Perbandingan Karkas dan Nonkarkas Pada Ayam Jantan Kampung, Petelur, dan Broiler Umur 6 Minggu”. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rasyaf, M. 1990. Produksi dan Pemberian Pakan Unggas. Kanisius. Yogyakarta. ---, M. 2011a. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya. Gramedia. Jakarta.

---, M. 2011b. Panduan Beternak Ayam Petelur. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya. Gramedia. Jakarta.

Resnawati. 1972. Pengaruh umur terhadap persentase karkas dan efisiensi penggunaan ransum. Tesis. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Rinomo. 2003. “Perbandingan Bobot Potongan-potongan Karkas dari Dua Strain

(Lohman dan Isa Brown) Ayam Petelur Afkir”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Riyanti. 1995. “Pengaruh Berbagai Imbangan Energi Protein Ransum terhadap Peforman Ayam Petelur Jantan Tipe Medium”. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak. Ciawi. Bogor.

Romans, J.R., W.J. Castello., C.W. Carlson., M.L. Grenser., and K. W Jones. 1994. The Meat We Eat. 23rd Ed. Inter State Publishers, Inc. Danville, Illionis. Rudianto, A. 2003. “Pengaruh Penambahan Saccharomyces Cereviseae dalam Ransum terhadap Bobot dan Persentase Potongan-potongan Karkas Broiler”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Schaible, P.J. 1980. Poultry Feeds and Nutrition. 3rd ed. The Avi Publishing Co.,Inc. Wesport, Conneccut. Pp. 227-234.

Servatus, J. 2004. Sukses Beternak Ayam Ras Petelur. Cetakan ke-1. PT Agromedia Pustaka. Tanggerang

Soeharsono.1976. “Respon Broiler terhadap Berbagai Kondisi Lingkungan”. Disertasi. Universitas Padjajaran. Bandung.

---. 1997. “Probiotik Alternatif Pengganti Antibiotik dalam Bidang Peternakan”. Makalah. Laboratorium Fisiologi dan Biokimia. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran. Bandung.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

(37)

Sudaro, Y dan A. Siriwa. 2007. Ransum Ayam dan Itik. Cetakan ke-9. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudaryani, T dan H. Santosa. 1999. Pembibitan Ayam Ras. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan K. Ruhyat. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Cetakan ke-1. Penebar Swadaya. Jakarta.

Swatland. H.J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. 3rd Ed. Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs. New Jersey.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-6. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Wahju, J. 1978. Cara Pemberian dan Penyusunan Ransum Unggas. Cetakan ke-4. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

---, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-3. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

(38)

AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG

Nama : Triyan Suradi Sutoyo

NPM : 0814061021

Jurusan : Peternakan Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Ir. Khaira Nova, M.P. Ir. Syahrio Tantalo, M.P. NIP 19611018 198603 2001 NIP 19610606 198603 1004

2. Ketua Jurusan Peternakan

(39)

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Khaira Nova, M.P. ...

Sekretaris : Ir. Syahrio Tantalo, M.P. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Veronica Wanniatie, S.Pt., M.Si. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001

(40)

PERSEMBAHAN

Hari takkan indah tanpa mentari dan rembulan, begitu juga hidup

takkan indah tanpa tujuan, harapan serta tantangan.

Meski terasa berat, namun manisnya hidup justru akan terasa,

apabila semuanya terlalui dengan baik, meski harus memerlukan

pengorbanan.

Kupersembahkan karya kecil ini, untuk cahaya hidup, yang senantiasa

ada saat suka maupun duka, selalu setia mendampingi, saat kulemah

tak berdaya (Papa dan Mama tercinta) yang selalu memanjatkan doa

kepada putra bungsu tercinta dalam setiap sujudnya.

Terima kasih untuk semuanya. Serta Mba Eta dan Abang yang

senantiasa berdoa untuk keberhasilanku.

Untuk keluarga besarku dan sahabat-sahabat kupersembahkan

penghormatan dan baktiku.

Seseorang yang telah memberikan do’a dan semangat dengan penuh

kesabaran.

(41)

RIWAYAT HIDUP

Triyan Suradi Sutoyo lahir di Bandar Lampung pada 26 Januari 1990, sebagai putra bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sutoyo, dan Ibu Dra. Raya Dewi.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak Mutiara Kemiling pada 1996; Sekolah Dasar Kartika II-6 pada 2002; Sekolah Menengah Pertama Negeri 25 Bandar Lampung pada 2005; Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Bandar Lampung pada 2008.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur PKAB (Penelusuran Kemampun Akademik dan Bakat) pada 2008. Pada Juli sampai Agustus 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kelurahan Gunung Katun Tanjungan, Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kabupaten Tulang Bawang Barat. Pada Januari sampai Februari 2012 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Desa Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro. Selama masa studi, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Peternakan (HIMAPET) Fakultas Pertanian sebagai

(42)

SANWACANA

Alhamdulilahhirobbil ‘Alamin, rasa syukur yang sangat besar ku hanturkan kepada Allah SWT, atas berkat, rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Ir. Khaira Nova, M.P.--selaku Pembimbing Utama--atas ketulusan hati, serta ilmu yang diberikan selama masa studi dan penyusunan skripsi; 2. Bapak Ir. Syahrio Tantalo, M.P.--selaku Pembimbing Anggota--atas

bimbingan, kesabaran, arahan, dan nasehat selama penyusunan skripsi; 3. Ibu Veronica Wanniatie, S.Pt., M.Si.--selaku Pembahas--atas bimbingan,

saran, dan perbaikannya;

4. Ibu Ir. Idalina Harris, M.S.--selaku Pembimbing Akademik--atas persetujuan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis selama masa studi;

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas izin untuk melaksanakan penelitian;

6. Bapak Ir. Arif Qisthon, M.Si.--selaku Sekretaris Jurusan Peternakan--atas izin dan bimbingannya dalam pengoreksian skripsi ini;

(43)

9. Mas Feri, Mbak Erni, dan Mas Agus--atas bantuan, dan fasilitas selama penyusunan skripsi;

10.Papa, Mama, Mba Eta, Abang, beserta keluarga besarku--atas semua kasih sayang, nasehat, dukungan, dan keceriaan di keluarga serta do'a tulus yang selalu tercurah tiada henti bagi penulis;

11.Putri Narisa NS dan Cintia Agustin P, sahabat seperjuangan saat penelitian atas kerjasama, dorongan semangat, dan rasa persaudaraan yang diberikan; 12.Zul, Fazar, Dwi A, Nidia, Adit, Dedi S, Nyoman, Dwi J, Arif, Febri, Satrio,

Adi, Tegar, Ari, Ana, Esti, Neka dan teman-teman angkatan ’08, ’09, ’10, ’11, ’05, ’06, ’07 atas do’a, kenangan, perhatian, semangat, kebersamaan dan bantuannya selama ini;

13.Bapak Petrus sekeluarga (kepala kandang), beserta seluruh staf Rama Jaya Farm yang telah memberikan izin selama melakukan penelitian.

Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga semua yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dan rahmat dari Allah SWT, dan penulis berharap karya ini dapat bermanfaat. Amin.

Bandar lampung, April 2012 Penulis

Gambar

Tabel 3. Perlakuan pemberian ransum berdasarkan konsumsi ransum ayam jantan tipe medium di PT
Gambar 1. Potongan karkas (sumber : http://www.google.co.id)

Referensi

Dokumen terkait

1) Selama menjalani PKL, praktikan melakukan pekerjaan di 3 (tiga) bidang kerja yaitu Kearsipan, Komputer Administrasi dan Teknologi Perkantoran. 2) Selama menjalankan PKL,

dilakukan antar pengurus organisasi secara vertikal dan horizontal. Komunikasi ekstern adalah tata hubungan penyampaian informasi resmi IPKI yang dilakukan oleh pengurus

Setiap karyawan yang telah menjalankan training akan ditempatkan dibidangnya masing- masing guna karyawan yang menjalankan training agar pihak perusahaan dapat mengetahui

Upaya pengentasan kemiskinan dapat dilakukan antara lain dengan memutus mata rantai kemiskinan itu sendiri, diantaranya adalah dengan pemberian akses yang luas

PENGARUH ATRIBUT KUALITAS, HARGA, DESAIN DAN PELAYANAN SEPEDA MOTOR HONDA TERHADAP KEPUTUSAN

Laporan ini dibuat berdasarkan keadaan yang telah terjadi dan telah disusun secara seksama oleh Tim Analisis APINDO meskipun demikian APINDO tidak menjamin keakuratan atau

Gariada, gariada, gariada dang marna metep /dan tidak bisa hilang dari hatiku.. 51) Judul : Tao Toba Cipt : Dakka Hutagalung. Sambulonku tano batak (kebangganku

Kemahiran insaniah (KI) atau Soft skills di Universiti Malaysia Pahang (UMP), dahulunya dikenali sebagai Kole} Universiti Kejuruteraan &amp; Teknologi Malaysia (KUKTEM)