• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMAN AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMAN AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMAN AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG

Oleh

Ratih Pramita Angarani(1), Tintin Kurtini(2), Dian Septinova(2) ABSTRAK

Ayam jantan tipe medium merupakan hasil samping dari penetasan strain ayam petelur. Ayam jantan tipe medium dapat dipelihara seperti broiler, tetapi rasa dagingnya mirip dengan ayam kampung. Pertumbuhan ayam jantan tipe medium dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Untuk meningkatkan performan ayam jantan tipe medium perlu dilakukan manajemen pemeliharaan yang baik, khususnya kepadatan kandang yang ideal. Tingkat kepadatan kandang dapat memengaruhi kenyamanan ayam di dalam kandang dan pertumbuhannya. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh kepadatan kandang terhadap performan ayam jantan tipe medium di kandang panggung dan (2) mengetahui kepadatan kandang yang terbaik terhadap performan ayam jantan tipe medium di kandang panggung.

Penelitian dilaksanakan selama 7 minggu dari 12 Februari--29 Maret 2012, di kandang ayam milik Rama Jaya Farm di Dusun Sidorejo, Desa Krawangsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Ayam yang digunakan adalah ayam jantan tipe medium strain Hysex brown sebanyak 360 ekor saat berumur 2 minggu dengan rata-rata bobot awal 104,08--136,88 g. Penelitian ini

menggunakan Rancangan Acak Langkap (RAL), terdiri atas tiga perlakuan, dengan ulangan sebanyak enam kali, yaitu P1: kepadatan kandang 16 ekor m-2, P2: kepadatan kandang 20 ekor m-2, dan P3: kepadatan kandang 24 ekor m-2. Data yang dihasilkan dianalisis sesuai asumsi sidik ragam, apabila dari analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan terhadap kepadatan kandang nyata pada taraf 5%, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan.

Hasil penelitian menunjukkan: (1) tingkat kepadatan kandang (16, 20, dan 24 ekor m-2 memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum, pertambahan berat tubuh, konversi ransum, dan income over feed cost, tetapi berpengaruh nyata pada konsumsi air minum (P<0,05), serta (2) tingkat kepadatan kandang (16, 20, dan 24 ekor m-2) memberikan pengaruh yang sama baiknya terhadap performan ayam jantan tipe medium di kandang panggung.

(2)

PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMAN AYAM JANTAN TIPE MEDIUM

DI KANDANG PANGGUNG

Oleh :

Ratih Pramita Angarani

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)

PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP

PERFORMAN AYAM JANTAN TIPE MEDIUM

DI KANDANG PANGGUNG

(Skripsi)

Oleh

RATIH PRAMITA ANGARANI

JURUSAN PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(5)
(6)

e. Vaksin, antibiotik, dan vitamin... ... 20

B. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Konsumsi Air Minum... 27

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Standar bobot badan dan konsumsi ransum ayam jantan

tipe medium... 11

2. Kandungan nutrisi ransum BBR-1... 20

3. Rata-rata konsumsi ransum pada ayam jantan tipe medium... 25

4. Rata-rata konsumsi air minum pada ayam jantan tipe medium... 28

5. Rata-rata pertambahan berat tubuh pada ayam jantan tipe medium... 31

6. Rata-rata konversi ransum pada ayam jantan tipe medium... 34

7. Rata-rata income over feed cost pada ayam jantan tipe medium... 36

8. Rata-rata bobot akhir pada ayam jantan tipe medium... 37

9. Analisis ragam data konsumsi ransum... 46

10. Analisis ragam data konsumsi air minum... 46

11. Uji jarak berganda Duncan data konsumsi air minum... 47

12. Analisis ragam data pertambahan berat tubuh... 47

13. Analisis ragam data konversi ransum... 47

14. Analisis ragam data income over feed cost... 48

15. Analisis ragam data bobot badan akhir... 48

16. Data pendapatan dan pengeluaran selama penelitian... 49

(8)

18. Suhu dan kelembapan ayam jantan tipe medium minggu

ke 3--7 pada P2... 51 19. Suhu dan kelembapan ayam jantan tipe medium minggu

(9)

40

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2003. Meningkatkan Produktivitas Ayam Pedaging. Cetakan ke-1. Agromedia Pustaka. Jakarta

Akmal, Dewata, dan Mairizal. 1998. ”Pengaruh kepadatan kandang pada daerah dataran tinggi dan dataran rendah terhadap performance broiler”. Laporan Penelitian. Universitas Jambi. Jambi

Aksi Agraris Kanisius (AAK). 2003. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Ke-18. Kanisius. Jakarta

Amrullah, I.K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan Pertama. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor

Anggorodi R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ke-5. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Anggraini, N. 2011. “Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Performan Ayam Jantan Tipe Medium Di Kandang Panggung”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Bastari, N.A. 2012. “Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Bobot Hidup, Bobot Karkas, Giblet, dan Lemak Abdominal di Semi Closed House”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Bujung, F.E.F. 2010. “Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Performan Ayam Jantan Tipe Medium”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Card, L.E. 1982. Poultry Production. 11 th ed. Lea and Febiger. Philadelphia Daryanti. 1982. “Perbandingan komposisis tubuh antara ayam jantan petelur

dekalb dan harco dengan ayam jantan broiler”. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

(10)

41

Hawlider, M.A.R. and S.P. Rose. 1992. “The response of growing male and female broiler chickens kept at different temperature to dietary energy concentration feed form”. Animal Feed Sci. and Technol. 39 : 71 – 78 Lohmann Indian River. Tanpa tahun. Broiler Production Goals. Brosur.

Cuxhaven

Medion. 2012.http:/ayam kampung.org/artikel//penykit-pernapsan-yang-tak-pernah-tuntas.html. Diakses pada 25 mei 2012

Meizwarni. 1993. “Sistem perkandangan”. Paper. Fakultas Pasca Sarjana. Universitas Andalas. Padang

Nova, K. 2007. Manajemen Usaha Ternak Unggas. Universitas Lampung. Bandar Lampung

North, M.O. dan D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. Cetakan ke-4. Publishing by Chapman and Hall One. New York

Nataatmaja, R. D. 1982. “Perbandingan Pemanfaatan Strain Ayam Jantan Tipe Dwiguna dengan Strain Ayam Broiler Ditinjau dari Aspek Produksi pada Peternakan Ayam Backyard”. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran. Bandung

Nugraha, A.A. 2012. “Gambaran Darah Ayam Jantan Tipe Medium dengan Kepadatan yang Berbeda pada Kandang Panggung”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Oluyemi, J.A. dan F.A. Robert, 1979. Poultry Production in Warm Wet Climates. 1 st ed. The Mac Milland Press LTD. Hong Kong

Priono, D. 2003. “Performan Ayam Ras Petelur Tipe Medium Periode Tiga Bulan Pertama Bertelur yang Diberi Ransum dengan Kandungan Metionin pada Berbagai Level”. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Rama Jaya Farm. 2008. Standar Konsumsi Ransum dan Performans Ayam Jantan Tipe Medium. Bandar Lampung

Ramayanti, P. 2009. “Pengaruh Pembatasan Pemberian Ransum Broiler terhadap

Pertumbuhan Ayam Jantan Tipe Medium”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Rasyaf, M. 2005. Beternak Ayam Petelur. Cetakan ke XX. Penebar Swadaya. Jakarta

(11)

42

---. 2010. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-3. Penebar Swadaya. Jakarta

Riyanti. 1995. “Pengaruh berbagai imbangan energi protein ransum terhadap performans ayam jantan petelur tipe medium”. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak. Ciawi. Bogor

Santoso, U. 2008. ”Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertambahan Berat Tubuh Unggas”. http://uripsantoso.wordpress.com/2008/06/29/faktor-faktor-yang-memengaruhi-pertambahan-berat-badan-pada-unggas/. Diakses tanggal 13 Mei 2012

Sarwono, B. 2000. Beternak Ayam Buras. Cetakan ke XX. Penebar Swadaya. Jakarta

Servatus, J. 2004. Sukses Beternak Ayam Ras Petelur. Cetakan pertama. PT Agromedia Pustaka. Tangerang

Sizemore, F.G., and H.S. Siegal. 1993. “Growth, feed convertion, and carcass compotition in females of broiler crosses feed starter diets with different energy level and energy to protein rations”. Poultry.Sci.72:2216--2228

Steel, R.G.D. Dan J. Torrie. 1991, Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu

Pendekatan Biometrik. Alih Bahasa B. Sumantri. PT. Gramedia. Jakarta

Sudaro, Y dan A. Siriwa, 2000. Ransum Ayam dan Itik. Cetakan ke-3. Penebar Swadaya. Jakarta

Sudarsono. 1997. Kamus Konseling. Cetakan ke-1. PT. Rineka Cipta. Jakarta Sudaryani, T dan H. Santoso. 1999. Pembibitan Ayam Ras. Cetakan Ke-4.

Penebar Swadaya. Jakarta

Sudono, A,.I. Kismono, S.P. Hadjosworo, D.J. Samosir, Abdulgani, K.I. Sihombing, H.T.D. Simamora, S. Sutardi, T. Sigit, A.N. Amrullah, K.I. Suwoko, I.H.S. Martojo, H. Moesa, S.P Asanggari. 1985. Kamus Istilah Peternakan. Pusat pembinaaan dan Pengambangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Hlm. 88-90

Sumadi. 1995.”Pengaruh Penggunaan Berbagai Tingkat Tetes dalam Ransum terhadap Bobot dan Persentase Daging, Darah, Tulang, serta Organ dalam Ayam Ras Petelur JantanTipe Medium”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

(12)

43

Tanudimadja, K. dan S. Kusumamihardja. 1975. Tingkah Laku Hewan Piaraan. Departemen Zoologi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Tillman, A.D., Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prowirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Yahya, A. 2003. “Pengaruh saccharomyces cereviciae dalam ransum terhadap pertumbuhan broiler”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas lampung. Bandar Lampung

(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas karena dapat diperoleh dengan harga yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan daging hasil ternak lainnya, sehingga daging unggas lebih banyak digemari oleh beragam kalangan masyarakat.

Salah satu jenis unggas yang dapat dibudidayakan untuk diambil dagingnya adalah ayam jantan tipe medium. Menurut Riyanti (1995), ayam jantan tipe medium mempunyai bentuk tubuh dan kadar lemak yang menyerupai ayam kampung. Ayam jantan tipe medium merupakan hasil samping dari penetasan strain ayam petelur yang umumnya belum dimanfaatkan secara optimal. Ayam

jantan tipe medium dapat dipelihara seperti broiler, tetapi rasa dagingnya mirip dengan ayam kampung.

(14)

2

ayam dan ayam lebih banyak makan. Kepadatan kandang yang tinggi dapat meningkatkan suhu dalam kandang sehingga ayam akan merasa kepanasan dan tidak nyaman. Kondisi tidak nyaman tersebut akan menurunkan konsumsi ransum ayam.

Untuk ayam jantan tipe medium belum diperoleh kepadatan kandang yang ideal, sedangkan pada broiler yang telah diperoleh kepadatan kandang ideal yakni 10

ekor atau 10--15 kg . Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian Bujung (2010) dengan kepadatan kandang 10, 12, 14, dan 16 menunjukkan adanya pengaruh terbaik pada

kepadatan kandang 10 ekor terhadap konsumsi air minum dan income over feed cost ayam jantan tipe medium, namun berpengaruh tidak nyata terhadap

pertambahan berat tubuh, konsumsi, dan konversi ransum.

Penelitian tentang kepadatan kandang ayam jantan tipe medium di kandang panggung sudah dilakukan oleh Anggraini (2011) dengan kepadatan kandang 16, 19, dan 22 ekor . Berdasarkan hasil penelitian tersebut kepadatan kandang berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum dan income over feed cost, namun tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan berat tubuh, konversi ransum, dan konsumsi air minum ayam jantan tipe medium. Kepadatan kandang 16 ekor memberikan pengaruh terbaik terhadap income over feed cost. Walaupun

(15)

3

mendukung dan memberikan informasi mengenai pengaruh kepadatan kandang terhadap produktivitas ayam jantan tipe medium, khususnya yang dipelihara di kandang panggung.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

1) mengetahui pengaruh kepadatan kandang terhadap performan ayam jantan tipe medium;

2) mengetahui kepadatan kandang terbaik terhadap performan ayam jantan tipe medium.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak mengenai kepadatan kandang yang terbaik dengan performan terbaik dalam pemeliharaan ayam jantan tipe medium, khususnya di kandang panggung.

D. Kerangka Pemikiran

Ayam jantan tipe medium merupakan hasil samping dari penetasan strain ayam petelur yang belum dimanfaatkan dengan optimal. Biasanya, ayam ini dipisahkan setelah dilakukan pemisahan jenis kelamin (sexing), lalu digiling untuk

dimanfaatkan sebagai komponen pakan. Dengan kata lain, ayam jantan tipe medium adalah ayam afkir karena dalam hal ini yang akan dibesarkan untuk menghasilkan telur adalah ayam betina.

(16)

4

dikembangkan sebagai sumber penghasil daging yang baik. Pertumbuhan ayam jantan tipe medium juga dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Sesuai dengan yang ddikemukakan oleh Wahju (2004) bahwa faktor genetik berperan sebesar 30% terhadap pertumbuhan ayam, sedangkan faktor lingkungan berperan sebesar 70%.

Faktor genetik yang memengaruhi meliputi bibit, strain, dan latar belakang induk. Day old chick (DOC) yang berasal dari penetasan dengan strain yang baik akan

memiliki performan dan kualitas yang baik. Sebaliknya, jika DOC diperoleh dari tempat penetasan dengan strain yang buruk maka dapat diperkirakan bahwa DOC tersebut merupakan DOC dengan kualitas rendah.

Meskipun demikian, faktor lingkungan tetap memegang peranan terbesar dalam pemeliharaan dan produksi unggas. Faktor lingkungan yang dimaksud meliputi kepadatan kandang, pemberian ransum, suhu dan kelembaban kandang, dan lain-lain. Salah satu faktor lingkungan yang sangat memengaruhi performan ayam jantan tipe medium adalah kepadatan kandang. Kepadatan kandang berpengaruh terhadap fisiologis unggas dan memengaruhi tingkat kenyamanan unggas dalam kandang, sehingga berpengaruh pula pada konsumsi air minum, konsumsi dan konversi ransum, serta IOFC yang nantinya akan berpengaruh juga terhadap pertambahan berat badannya.

(17)

5

merasa nyaman pada kepadatan kandang yang sesuai. Biasanya kapasitas

kandang hanya diperkirakan berdasarkan luas kandang. Jika ayam jantan medium dipelihara berdasarkan standar kepadatan kandang broiler yakni 10 ekor , maka kurang sesuai karena ayam jantan medium tidak memiliki pertumbuhan secepat broiler, sehingga terjadi pemborosan ruang kandang.

Pada pemeliharaan ayam jantan tipe medium belum ditemukan kepadatan kandang yang terbaik. Menurut Rasyaf (2005), kepadatan kandang untuk fase starter ayam petelur tipe ringan setiap 1 m² dapat diisi oleh 16 ekor ayam,

sedangkan ayam petelur tipe medium setiap 1 m² cukup untuk 11 ekor ayam. Berdasarkan hasil penelitian Bujung (2010) kepadatan kandang 10 ekor memberikan pengaruh terbaik terhadap konsumsi air minum dan income over feed cost ayam jantan tipe medium di kandang postal. Hasil penelitian Anggraini

(2011) menunjukkan bahwa kepadatan kandang 16 ekor memberikan pengaruh terbaik terhadap income over feed cost ayam jantan tipe medium di kandang panggung.

Kepadatan kandang yang terlalu tinggi mengakibatkan tingkat konsumsi ransum berkurang, tingkat pertumbuhan yang terhambat, efisiensi ransum yang

(18)

6

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah

1) adanya pengaruh tingkat kepadatan kandang terhadap performan (konsumsi ransum, air minum, pertambahan berat tubuh, konversi, dan IOFC) ayam jantan tipe medium di kandang panggung;

(19)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ayam Jantan Tipe Medium

Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock, Hyline, dan Kimber); tipe medium (Dekalb, Kimbrown, dan Hyline B11); dan tipe berat (Hubbard, Starbro, dan Jabro) (Wahju, 2004). Menurut Nataatmaja (1982), jenis bibit ayam yang beredar di pasaran adalah ayam petelur (layer), ayam pedaging (broiler), dan ayam dwiguna yang memiliki fungsi ganda.

Menurut Riyanti (1995), ayam jantan tipe medium mempunyai bentuk tubuh dan kadar lemak yang menyerupai ayam kampung, sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang terbiasa menyukai ayam yang kadar lemaknya cenderung seperti ayam kampung. Penelitian yang dilakukan oleh Daryanti (1982), pada ayam petelur jantan Harco dan Decalb menunjukkan bahwa persentase lemak ayam petelur jantan Harco pada umur enam minggu adalah 2,36%; sedangkan ayam petelur jantan Decalb 3,39%. Persentase lemak ini masih lebih rendah daripada persentase lemak broiler, yaitu 6,65%.

Wahju (2004) menyatakan bahwa ayam jantan mempunyai kandungan lemak lebih rendah dibandingkan dengan betina. Sizemore dan Siegel (1993)

(20)

8

acres menghasilkan ayam jantan dengan kandungan lemak sebesar 2,6 %,

sedangkan yang betina 2,8%. Menurut Wahju (2004), pada ayam jantan, kelebihan energi digunakan untuk pertumbuhan, sedangkan pada ayam betina digunakan untuk produksi telur.

B. Kepadatan Kandang

Tingkat kepadatan kandang dinyatakan dengan luas lantai kandang yang tersedia bagi setiap ekor ayam atau jumlah ayam yang dipelihara pada satu satuan luas kandang. Luas lantai kandang untuk setiap ekor ayam antara lain tergantung dari tipe lantai, tipe ayam, jenis kelamin, dan periode produksi (North and Bell,1990).

Menurut Meizwarni (1993), ukuran luas kandang yang disediakan tergantung dari beberapa faktor seperti macam kandang, ukuran ayam, suhu lingkungan serta keadaan ventilasi. Fadillah (2005) menyatakan bahwa iklim tropis yang panas secara langsung akan memengaruhi suhu di dalam kandang.

Menurut Abidin (2003), kandang merupakan tempat untuk ayam hidup dan bereproduksi yang berfungsi melindungi ayam dari gangguan binatang buas, melindungi dari cuaca yang buruk, membatasi ruang gerak ternak, menghindari resiko kehilangan ternak serta mempermudah pengawasan dan pemeliharaan. Kandang yang umumnya digunakan adalah kandang panggung dan postal.

(21)

9

bahwa kandang panggung merupakan bentuk kandang yang paling banyak digunakan untuk mengatasi temperatur panas. Menurut Suprijatna, et al. (2008), suhu lingkungan ideal pada ayam adalah 21⁰C. Di atas suhu tersebut, ternak

menjadi panas dan nafsu makan turun, sehingga konsumsi ransum pun menurun. Dampak selanjutnya adalah pertumbuhan dan produksi menurun. Oleh sebab itu, agar ternak tidak stres kandang harus nyaman.

Kelebihan kandang panggung adalah laju pertumbuhan ayam tinggi, efisien dalam penggunaan ransum, dan kotoran mudah dibersihkan, sedangkan kekurangan kandang panggung adalah tingginya biaya peralatan dan perlengkapan, tenaga dan waktu pengolahan meningkat, dan ayam mudah terluka (Suprijatna, et al., 2008). Menurut Fadillah (2005), kandang panggung memiliki ventilasi yang berfungsi lebih baik karena udara bisa masuk dari bawah dan samping kandang.

Kepadatan optimal untuk ternak ayam dipengaruhi oleh suhu kandang. Semakin tinggi suhu udara dalam kandang, maka kepadatan kandang optimal semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah suhu udara dalam kandang, maka

kepadatan kandang optimal semakin tinggi. Kepadatan kandang untuk DOC ayam petelur ringan setiap 1 m² dapat diisi oleh 16 ekor ayam, sedangkan ayam petelur tipe medium setiap 1 m² cukup untuk 11 ekor ayam (Rasyaf, 2005).

C. Performan Unggas

(22)

10

yang dapat dipelajari atau diamati. Menurut Sudono, et al. (1985), performan adalah istilah yang diberikan kepada sifat-sifat ternak yang bernilai ekonomi (produksi telur, bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, persentase karkas, dan lain-lain).

a. Konsumsi ransum

Menurut Rasyaf (2005), ransum merupakan susunan dari beberapa pakan ternak unggas yang di dalamnya harus mengandung zat nutrisi yang lain sebagai satu kesatuan, dalam jumlah, waktu, dan proporsi yang dapat mencukupi semua kebutuhan. Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dimakan ayam selama masa pemeliharaan. Konsumsi dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, penempatan, dan cara pengisian tempat ransum.

Aksi Agraris Kanisius (2003) menyatakan bahwa kebutuhan konsumsi ransum dipengaruhi oleh strain dan lingkungan. Wahju (2004) menyatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh kandungan energi ransum, kesehatan lingkungan, zat-zat makanan, dan kecepatan pertumbuhan. Menurut Priono (2003), konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu besar dan bangsa ayam, suhu lingkungan, tahap produksi, dan energi ransum.

(23)

11

panas dalam tubuh. Standar bobot badan dan konsumsi ransum ayam jantan tipe medium disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar bobot badan dan konsumsi ransum ayam jantan tipe medium Umur

Sumber: Rama Jaya Farm (2008)

Menurut hasil penelitian Ramayanti (2009), rata-rata konsumsi ransum ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 ekor berkisar antara 172,97 dan 250,72 g/ekor/minggu. Berdasarkan hasil penelitian Bujung (2010) menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi ransum ayam jantan medium yang dipelihara selama 7 minggu dengan kepadatan kandang 10,

12, 14, dan 16 ekor berkisar antara 202,40 dan 210,16 g/ekor/minggu. Hasil penelitian Anggraini (2011) dengan kepadatan kandang 16, 19, dan 22 ekor , rata-rata konsumsi ransum ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 7 minggu berkisar antara 265,5 dan 288,14 g/ekor/minggu.

b. Konsumsi Air Minum

Menurut Anggorodi (1994), air merupakan salah satu zat makanan yang

(24)

12

Persediaan air untuk ternak didapat dari air minum, air yang terkandung dalam makanan, dan air metabolik. Wahju (2004) menyatakan bahwa air merupakan bahan yang esensial di dalam tubuh ternak untuk fungsi normal dari tubuh, air juga membantu menjaga homeostasis dengan ikut dalam reaksi dan perubahan fisiologis yang mengontrol pH, tekanan osmotis, dan konsentrasi elektrolit di dalam tubuh.

Air digunakan dalam ransum untuk efisiensi penggunaan makanan. Kekurangan air dalam ransum menyebabkan lambatnya pergerakan makanan dari tembolok, sedangkan kelebihan mengonsumsi air dapat menurunkan minat ayam untuk makan. Kebutuhan air tergantung dari suhu kandang dan aktivitas ayam. Adapun kebutuhan air untuk ayam pada masa awal sekitar 15--35 ml/hari, sedangkan pada masa akhir sekitar 50--100 ml/hari (Sudaro dan Siriwa, 2000). Sesuai dengan Rasyaf (2007) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu kandang maka semakin tinggi pula kebutuhan air minum.

Menurut Suprijatna, et al. (2008) kekurangan air meskipun sedikit dalam waktu singkat dapat memengaruhi laju pertumbuhan dan produksi. Sarwono (2000) menyatakan bahwa kekurangan air sampai 20% berakibat kematian. Sementara itu menurut Sudaryani dan Santosa (1999), kebutuhan air minum dalam satu hari

untuk suhu sampai dengan 25⁰C adalah dua kali konsumsi ransum, sedangkan

pada suhu 30--32⁰C konsumsi air minum hampir empat kali konsumsi ransum.

Sebagai daerah tropis Indonsia memiliki suhu lingkungan dan kelembaban relatif tinggi. Suhu lingkungan pada siang hari mencapai 29--32⁰C. Suhu dan

(25)

13

ayam akan mengurangi konsumsi ransum dan meningkatkan konsumsi air minum. Akibatnya, kotoran ayam menjadi cair, sehingga menyebabkan meningkatnya kelembaban kandang dan polusi amonia karena terjadi dekomposisi kotoran yang tidak sempurna (Suprijatna, et al., 2008).

Sudaryani dan Santosa (1999) menyatakan bahwa pada suhu 21⁰C untuk 100 ekor

ayam memerlukan 27,2 liter air minum setiap hari, sedangkan pada suhu 32--38⁰C

konsumsi air minum menjadi 2--3 kali lipat. Menurut hasil penelitian Ramayanti (2009), rata-rata konsumsi air minum ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 berkisar antara 3,23 dan 3,42

liter/ekor/minggu dengan rata-rata suhu lingkungan 27--29⁰C.

Berdasarkan penelitian Bujung (2010), rata-rata konsumsi air minum ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 7 minggu dengan kepadatan kandang 10, 12,

14, dan 16 ekor berkisar antara 815,88 dan 905,05 ml/ekor/minggu. Hasil penelitian Anggraini (2011) menunjukkan rata-rata konsumsi air minum ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 7 minggu dengan kepadatan kandang 16, 19, dan 22 ekor berkisar antara 478,83 dan 518,22 ml/ekor/minggu.

c. Pertambahan berat tubuh

(26)

14

yang diwarisi oleh induknya. Pertambahan berat tubuh dapat digunakan untuk menilai pertumbuhan ternak (Rasyaf, 2005).

Menurut Suprijatna, et al. (2008), pertumbuhan kerangka pada unggas berjalan cepat yang kemudian disusul oleh pertumbuhan otot dan lemak. Pada ayam muda yang sedang tumbuh, pengaruh pembatasan pakan terhadap pertumbuhan tulang sangat kecil, tetapi akan menghambat pertambahan berat tubuh.

Rasyaf (2005) menyatakan bahwa pertambahan berat tubuh merupakan salah satu indikator keberhasilan pemeliharaan ayam pedaging. Menurut Tillman, et al. (1998), pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran bobot badan yang dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan dinyatakan dengan berat tubuh tiap hari, tiap minggu atau tiap-tiap waktu lain.

Pada kondisi lingkungan yang terkendali, bobot ternak muda akan meningkat terus dengan laju pertambahan berat tubuh yang tinggi (Anggorodi, 1994). Dalam keadaan pertumbuhan normal, bila berat tubuh diproyeksikan terhadap umur maka akan diperoleh suatu kurva berbentuk sigmoid. Kurva pertumbuhan ayam jantan medium dapat dilihat pada Gambar 1.

Berat badan (g)

(27)

15

Menurut hasil penelitian Ramayanti (2009), rata-rata pertambahan berat tubuh ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 ekor adalah 99,57--117,78 g/ekor/minggu. Hasil penelitian Bujung (2010) menunjukkan rata-rata pertambahan berat tubuh ayam jantan tipe medium selama 7 minggu dengan kepadatan kandang 10, 12, 14, dan 16 ekor berkisar antara 85,01 dan 97,84 g/ekor/minggu. Rata-rata pertambahan berat tubuh ayam jantan tipe medium di kandang panggung berdasarkan penelitian Anggraini (2011) dengan kepadatan kandang 16, 19, dan 22 ekor berkisar antara 93,00 dan 97,63 g/ekor/minggu.

d. Konversi ransum

Konversi ransum adalah perbandingan jumlah ransum yang dikonsumsi dan pertambahan berat tubuh. Menurut North and Bell (1990) dan Anggorodi (1994), konversi ransum digunakan sebagai gambaran efisiensi produksi. Jika nilai konversi ransum semakin tinggi, maka jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot badan per satuan berat semakin banyak sehingga efisiensi penggunaan ransum menurun.

(28)

16

Menurut Rasyaf (2005), konversi ransum bernilai 1, artinya untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan ransum sebanyak 1 kg. Aksi Agrarius Kanisius (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi konversi ransum adalah strain atau bangsa ayam, mutu ransum, keadaan kandang, dan jenis kelamin.

Menurut North dan Bell (1990), konversi ransum dipengaruhi oleh tipe litter, panjang dan intensitas cahaya, luas lantai per ekor, uap amonia dalam kandang, penyakit, dan bangsa ayam yang dipelihara. Teknik pemberian ransum juga banyak berpengaruh terhadap nilai konversi. Amrullah (2003) menyatakan bahwa teknik pemberian ransum yang baik dapat menekan angka konversi ransum

sehingga menambah keuntungan.

Menurut hasil penelitian Ramayanti (2009), nilai konversi ransum ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 ekor

berkisar antara 1,74 dan 2,99 lebih baik dibandingkan dengan hasil penelitian

Riyanti (1995) yang memperoleh rata-rata konversi ransum sebesar 3,80--4,57. Berdasarkan hasil penelitian Bujung (2010) dengan kepadatan kandang 16, 19, dan 22 ekor , rata-rata konversi ransum ayam jantan tipe medium yang dipelihara di kandang postal selama 7 minggu berkisar antara 2,12 dan 2,52. Hasil penelitian Anggraini (2011) dengan kepadatan kandang 16, 19, dan 22 ekor

, rata-rata konversi ransum ayam jantan tipe medium yang dipelihara di

kandang panggung selama 7 minggu berkisar antara 2,05 dan 2,09.

e. Income over feed cost (IOFC)

Income over feed cost (IOFC) adalah perpaduan antara segi teknis dan ekonomis.

(29)

17

nilai IOFC nya. Nilai IOFC yaitu perbandingan antara jumlah penerimaan dari hasil penjualan ayam dan biaya untuk pengeluaran ransum. Semakin tinggi nilai IOFC, berarti penerimaan dari penjualan ayam pun tinggi (Rasyaf, 2005).

Nilai IOFC sangat dipengaruh oleh jumlah konsumsi ransum. Semakin meningkatnya jumlah konsumsi ransum menyebabkan biaya yang diperlukan untuk berproduksi juga semakin meningkat. Nilai IOFC akan meningkat apabila nilai konversi ransum menurun dan apabila nilai konversi ransum meningkat maka IOFC akan menurun (Rasyaf, 2010).

Yahya (2003) menyatakan bahwa dalam suatu usaha peternakan biaya ransum memegang peranan penting karena merupakan biaya terbesar dari total biaya usaha. Oleh sebab itu, penggunaan ransum yang berkualitas baik dan harga yang relatif murah merupakan suatu tuntunan ekonomis untuk mencapai tingkat efisiensi tertentu.

Nilai IOFC sangat dipengaruhi oleh bibit yang digunakan, ransum, dan harga. Faktor pemilihan bibit menjadi penting karena dapat memengaruhi bobot akhir yang nantinya akan memengauhi pendapatan. Semakin efisien ayam mengubah makanan menjadi daging, semakin baik pula nilai IOFC nya. Nilai IOFC sangat dipengaruhi oleh bibit ayam yang digunakan, ransum, dan harga (Nova, 2007).

Penelitian Ramayanti (2009) menunjukkan bahwa nilai IOFC ayam jantan tipe medium yang dipelihara selama 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 ekor

pada perlakuan pemberian ransum 70% dari standar pemberian ransum

(30)

18

(31)

19

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 7 minggu pada 12 Februari hingga 29 Maret 2012 yang bertempat di kandang ayam milik Rama Jaya Farm di Dusun Sidorejo, Desa Krawangsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.

B. Bahan dan Alat

a. Ayam penelitian

Ayam yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam jantan tipe medium strain Hysex brown produksi PT. Ayam Manggis Jakarta sebanyak 360 ekor, yang

dipelihara secara komersial mulai dari DOC sampai dengan umur 7 minggu dengan rata-rata bobot awal 39,25 ± 4,65 g/ekor dan koefisien keragaman (KK) 8,43 %, sedangkan rata-rata bobot ayam saat berumur 2 minggu yang dimasukkan ke dalam petak kandang adalah 120,48 ± 16,40 g/ekor dan koefisien keragaman (KK) 7,34 %.

b. Kandang

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang panggung

(32)

20

c. Ransum

Ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah ransum starter broiler

komersial BBR-1 produksi PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk. Kandungan nutrisi ransum disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum BBR-1

Kandungan nutrisi BBR-1(Bestfeed) (%)

Air 8,97 %

Sumber: Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (Bastari, 2012). * Hasil Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar Lampung (2012). ** 80% dari nilai gross energi (Schaible, 1980).

d. Air Minum

Air minum yang digunakan dalam penelitian berupa air sumur yang diberikan secara ad libitum.

e. Vaksin, antibiotik, dan vitamin

(33)

21

f. Peralatan yang digunakan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah baki (chick feeder tray) yang digunakan untuk ayam umur 1--14 hari, gassolex yang digunakan sebagai brooder dengan bahan bakar gas, hanging feeder untuk ayam berumur 15--49 hari,

timbangan kapasitas 2 kg dengan ketelitian 20 g digunakan untuk menimbang day old chick (DOC) dan ayam jantan medium pada minggu pertama, timbangan

kapasitas 10 kg dengan ketelitian 100 g yang digunakan untuk menimbang ayam dan ransum pada minggu 1--7, tirai plastik yang digunakan sebagai penghalang masuknya angin kencang ke kandang, lampu pijar untuk penerangan, ember dan bak untuk menampung air, hand sprayer yang berisi desinfektan untuk sanitasi karyawan sebelum masuk ke kandang, thermohygrometer untuk mengukur suhu dan kelembapan harian kandang, alat bersih-bersih untuk menjaga kebersihan kandang dan alat tulis untuk mencatat data selama penelitian.

C. Rancangan Perlakuan

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri atas tiga perlakuan tingkat kepadatan kandang, yaitu: P1: kepadatan kandang 16 ekor

P2: kepadatan kandang 20 ekor P3: kepadatan kandang 24 ekor

D. Rancangan Percobaan

(34)

22

dan homogenitasnya. Apabila dari analisis ragam menunjukkan hasil yang nyata pada taraf 5%, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel and Torrie, 1991).

E. Pelaksanaan Penelitian

a. Persiapan kandang

Kandang dibersihkan satu minggu sebelum DOC datang, kemudian didesinfeksi menggunakan indosep®. Tahapannya adalah mencuci lantai kandang dengan menggunakan air dan sikat; kemudian dinding, tiang, dan lantai kandang dikapur; menyemprot kandang dengan desinfektan; mencuci peralatan kandang (feed tray dan tempat minum); setelah kandang kering, lantai kandang kemudian diberi alas terpal dan ditaburi dengan sekam setebal 5--6 cm; memasang tirai plastik;

menyiapkan area brooding untuk kapasitas ± 1.000 ekor sebelum DOC tiba; dan menyiapkan petak kandang untuk masing-masing perlakuan dan ulangan

sebanyak 18 buah petak kandang yang sebelumnya telah dikapur dan didesinfeksi.

b. Tahap pelaksanaan

(35)

23

Ransum diberikan secara ad libitum pada pukul 09.00 WIB. Penimbangan sisa ransum dilakukan setiap hari pada pukul 12.30 WIB untuk mengetahui sisa ransum per hari dan kemudian dijumlahkan sebanyak 7 hari untuk menghitung sisa ransum per minggu.

Pemberian air minum secara ad libitum dilakukan dua kali sehari pada pukul 09.00 dan 12.30 WIB . Pengukuran sisa air minum juga dilakukan setiap hari untuk mengetahui sisa air minum per hari dan kemudian dijumlahkan sebanyak 7 hari untuk menghitung sisa air minum per minggu.

Pengamatan suhu dan kelembapan kandang dilakukan setiap hari, yaitu pada pukul 06.00 15.00, dan 22.00 WIB. Suhu dan kelembapan kandang diamati dengan menggunakan thermohygrometer yang diletakkan pada bagian tengah kandang yang digantung sejajar dengan tinggi petak-petak kandang.

Program vaksinasi yang dilakukan adalah (1) vaksinasi NDIB saat ayam berumur 5 hari melalui tetes mata; (2) vaksinasi NDAI kill H5N1 saat ayam berumur 5 hari melalui suntik bawah kulit (subkutan) dengan dosis 0,2 cc/ekor; (3) vaksinasi Gumboro saat ayam berumur 16 hari melalui cekok mulut; (4) vaksinasi NDIB saat ayam berumur 21 hari melalui air minum yang dilarutkan dengan

Multimilk®; (5) vaksinasi Gumboro saat ayam umur 28 hari melalui air minum

(36)

24

F. Peubah yang Diukur

a. Konsumsi ransum

Konsumsi ransum (g/ekor/minggu) diukur setiap minggu berdasarkan selisih antara jumlah ransum yang diberikan pada awal minggu (g) dengan sisa ransum pada akhir minggu berikutnya (Rasyaf, 2005).

b. Konsumsi air minum

Konsumsi air minum (ml/ekor/minggu) diukur setiap hari berdasarkan selisih antara jumlah air minum yang diberikan (ml) dengan sisa air minum yang telah diukur dengan teko ukur (Rasyaf, 2005).

c. Pertambahan berat tubuh

Pertambahan berat tubuh (g/ekor/minggu) diukur setiap minggu berdasarkan selisih bobot ayam jantan akhir minggu dengan bobot tubuh minggu sebelumnya (Rasyaf, 2005).

d. Konversi ransum

Menurut Rasyaf (2005), konversi dihitung berdasarkan jumlah ransum yang dikonsumsi dibagi dengan pertambahan berat tubuh (Rasyaf, 2005).

e. Income over feed cost (IOFC)

(37)

Judul Penelitian : PENGARUH KEPADATAN KANDANG

TERHADAP PERFORMAN AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG

Nama : Ratih Pramita Angarani

NPM : 0814061020

Jurusan : Peternakan Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Ir. Tintin Kurtini, M.S. Dian Septinova, S.Pt., M.T.A. NIP 19510922 198002 2001 NIP 19710914 199702 2001

2. Ketua Jurusan Peternakan

(38)

MENSAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Tintin Kurtini, M.S. ...

Sekretaris : Dian Septinova, S.Pt., M.T.A. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Khaira Nova, M.P. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001

(39)

Alamdulillahi Rabbil ‘Alamin..

Kuhaturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya,

serta shalawat kepada Nabi besar Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan dan pedoman hidup dalam berikhtiar

Dengan ketulusan dan kerendahan hati kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang-orang yang selalu

mencintaiku

Papa, Mama, dan Adikku tersayang

Serta Almamater hijau

(40)

“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah

menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu sebagian

dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan

Kami sendiri, lalu mereka menguasainya?;

Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka,

maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka makan;

Dan mereka memperoleh padanya manfaat-manfaat dan minuman,

maka mengapakah mereka tidak bersyukur?”

(QS: 36:71-73)

Jadikan kehidupan anda adalah suatu kebaikan karena manusia ditakdirkn untuk hidup dua kali

“Hidup di dunia dan akherat nanti”

(Ratih Pramita Angarani)

Pendidikan adalah mata uang yang berlaku di mana-mana

(Narji)

Bila anda belum menemukan pekerjaan yang sesuai dengan bakat anda, bakatilah apapun pekerjaan anda sekarang, anda akan tampil secemerlang

yang berbakat

(41)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi pada 13 Desember 1990, putri pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Agung Prabowo dan Ibu Sri Sukasni.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak Al-Mukarromah

Baruraharja pada 1996; Sekolah Dasar Negeri Baruraharja, Lampung Utara pada 2002; Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sungkai Utara, Lampung Utara pada 2005; dan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Kotabumi, Lampung Utara pada 2008.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung pada 2008, melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Pada 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Wiyono, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran. Pada Januari 2012 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Peternakan Ayam Petelur Purwanto di Desa Tegal Rejo,

(42)

SANWACANA

Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi.

Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Ir. Tintin Kurtini, M.S.--selaku pembimbing utama--atas bimbingan, petunjuk, dan sarannya;

2. Ibu Dian Septinova, S.Pt., M.T.A.--selaku pembimbing anggota--atas bimbingan, saran, dan arahannya;

3. Ibu Ir. Khaira Nova, M.P.--selaku pembahas--atas petunjuk, bimbingan, saran dan bantuannya;

4. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.--selaku Dosen Pembimbing Akademik--atas bimbingan, nasehat, dan motovasi kepada penulis selama menjalani studi; 5. Bapak Ir. Arif Qisthon, M.Si.--selaku Sekretaris Jurusan Peternakan--atas izin

dan bimbingannya;

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas izin dan bimbingannya;

(43)

8. Seluruh Bapak/Ibu dosen Jurusan Peternakan atas motivasi, bimbingan, dan saran yang diberikan;

9. Bu Erni dan Mas Agus atas bantuan, fasilitas selama kuliah, dan penyusunan skripsi;

10.Seluruh staf Rama Jaya Farm Unit Sidorejo, Desa Krawangsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan atas izin dan bimbingan yang telah diberikan selama ini;

11.Papa, Mama, dan adikku tersayang, beserta keluarga besarku atas kasih

sayang, nasehat, dukungan, dan do'a tulus yang selalu tercurah tiada henti bagi penulis;

12.Teman-teman seperjuangan saat penelitian Adit, Andi, dan Esti atas kerjasama, motivasi, kebersamaan, dan kasih sayang yang diberikan;

13.Teman-teman mahasiswa Jurusan Peternakan, Universitas Lampung angkatan 2008, 2009, dan 2007 atas motivasi, bantuan, kebersamaan, dan kasih sayang yang diberikan.

Semoga semua yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dan rahmat dari Allah SWT, dan penulis berharap karya ini dapat bermanfaat. Amin.

Bandar lampung, Agustus 2012 Penulis

(44)

38

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Tingkat kepadatan kandang (16, 20, dan 24 ekor ) memberikan pengaruh yang tidak nyata (P > 0,05) terhadap konsumsi ransum, pertambahan berat tubuh, konversi ransum, dan income over feed cost, tetapi berpengaruh nyata pada konsumsi air minum (P < 0,05) ayam jantan tipe medium pada kandang panggung.

2. Tingkat kepadatan kandang (16, 20, dan 24 ekor ) memberikan pengaruh yang sama baiknya terhadap performan ayam jantan tipe medium di kandang panggung.

B. Saran

1. Secara teknis, tingkat kepadatan kandang (16, 20, dan 24 ekor ) berpengaruh tidak nyata terhadap performan ayam jantan tipe medium sehingga tingkat kepadatan kandang 24 ekor dapat digunakan untuk pemeliharaan ayam jantan tipe medium pada kandang panggung;

(45)

39

Gambar

Tabel
Tabel 1. Standar bobot badan dan konsumsi ransum ayam jantan tipe medium
Gambar 1. Kurva pertumbuhan ayam jantan tipe medium (berdasarkan hasil penelitian Anggraini, 2011)

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan dilakukan terhadap gambaran darah ayam jantan tipe medium yang berumur 4 dan 7 minggu pada kepadatan kandang yang berbeda meliputi total sel darah merah, kadar

Untuk menghindari terjadinya pemborosan ransum perlu dilakukan persentase pembagian dalam sistem pemberian ransum yang meliputi pemberian ransum antara siang dan malam hari,

Pemeliharaan ayam KB pada kepadatan kandang 8, 10, dan 12 ekor m -2 menghasilkan produktivitas yang tidak berbeda pada tingkat konsumsi pakan, pertambahan berat

Hasil penelitian terhadap performan (konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, berat badan akhir, konversi ransum dan mortalitas) ayam ras petelur jantan yang

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsumsi ransum dan pertambahan berat tubuh ayam jantan tipe medium strain Isa Brown nyata (P&lt;0,05)

diberikan pada awal minggu (g) dengan sisa ransum pada akhir minggu (g). b) pertambahan berat tubuh (g/ekor/minggu) dihitung setiap minggu pada semua satuan

Hal ini memberikan indikasi bahwa ransum dengan kandungan energi 2900 kkal/kg dan protein 22% serta kepadatan kandang 4 ekor/m2 mengandung kualitas ransum yang baik

Hal ini memberikan indikasi bahwa ransum dengan kandungan energi 2900 kkal/kg dan protein 22% serta kepadatan kandang 4 ekor/m2 mengandung kualitas ransum yang baik