• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA JASA LAUNDRY DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi pada usaha jasa laundry di Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA JASA LAUNDRY DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi pada usaha jasa laundry di Bandar Lampung)"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA JASA LAUNDRY DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

(Studi pada usaha jasa laundry di Bandar Lampung)

Oleh

OVAN ADITYA RUSADI

Perkembangan masyarakat yang bertambah modern dan berpikir praktis beserta mode pakaian yang semakin berkembang dengan kualitas bahan yang semakin baik tentunya melahirkan jenis usaha jasa pencucian pakaian yang juga kian maju. Jasa binatu sudah mulai merubah namanya dengan laundry yang sekarang tengah menjamur di Kota Bandar Lampung khususnya. Perihal usaha jasa ini pun tak luput dari unsur perlindungan konsumen, yang mana patut untuk diteliti.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah hak dan kewajiban pihak-pihak dalam perjanjian pelayanan jasa laundry. bentuk wanprestasi yang dilakukan pelaku usaha dalam pelayanan jasa laundry. bentuk tanggung jawab pelaku usaha jasa laundry di Bandar Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran secara rinci, jelas, dan sistematis serta menganalisis tanggung jawab pelaku usaha jasa laundry di Kota Bandar Lampung yaitu hak dan kewajiban pihak-pihak dalam perjanjian pelayanan jasa laundry, bentuk wanprestasi yang dilakukan pelaku usaha dalam pelayanan jasa laundry, dan bentuk tanggung jawab pelaku usaha jasa laundry. jenis penelitian ini merupakan penelitian normatif-empiris dengan tipe deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, dokumen, wawancara, serta kuisioner langsung terhadap para pihak yang terkait dan analisis data dilakukan secara kualitatif.

(2)

atau barang yang sudah jadi kepada pihak konsumen. Bentuk tanggung jawab yang dilakukan oleh para pelaku usaha jasa laundry dalam menjalankan usahanya yaitu meminta maaf secara lisan kepada konsumen serta memenuhi semua prestasinya, yaitu mengganti pakaian yang hilang, mencarikan pakaian atau barang milik konsumen yang tertukar dengan konsumen lain, mencuci ulang pakaian milik konsumen, serta berusaha terus meningkatkan pelayanan terhadap konsumen.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bisnis secara umum berarti suatu kegiatan dagang, industri, atau keuangan. Semua kegiatan itu dihubungkan dengan produksi dan pertukaran jasa atau barang, dan urusan-urusan keuangan yang bertalian dengan kegiatan-kegiatan ini. Oleh karena itu, suatu perusahaan dalam salah satu cabang kegiatan, atau suatu pengangkutan yang dihubungkan dengan kegiatan bisnis itu (Munir Fuady, 1996: 02).

Richard Burton Simatupang menyatakan bahwa secara luas kata bisnis sering diartikan sebagai keseluruhan kegiatan usaha yang dijalankan oleh orang atau badan secara teratur dan terus menerus, yaitu berupa kegiatan mengadakan barang atau jasa maupun fasilitas-fasilitas untuk diperjualbelikan, dipertukarkan, atau disewagunakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan (Bambang Sutiyoso, 2006: 01).

(4)

Globalisasi saat ini telah mendorong terjadinya peningkatan interaksi dan transaksi antara konsumen dan pelaku usaha, ditandai dengan semakin banyaknya para pelaku usaha yang beroperasi di bidang usaha. Obyek dan bidang yang dijadikan transaksi bisnis antara konsumen dan pelaku usaha adalah berkaitan dengan kebutuhan barang dan jasa baik macro maupun micro. Saat ini terdapat beraneka ragam bentuk usaha jasa, salah satunya yaitu usaha jasa pencucian pakaian atau laundry.

Keberadaan bisnis usaha jasa laundry merupakan salah satu bentuk kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pelaku usaha. Perkembangan masyarakat yang bertambah modern dan berpikir praktis beserta mode pakaian yang semakin berkembang dengan kualitas bahan yang semakin baik tentunya melahirkan jenis usaha jasa laundry yang juga kian maju, sehingga bisnis usaha laundry bermunculan di mana-mana baik dari skala kecil hingga skala besar.

Sebelumnya masyarakat mengenal usaha laundry hanya untuk kalangan tertentu, dengan berbagai sistem yang diterapkan dalam usaha jasa laundry, salah satunya sistem kiloan yang ditawarkan kepada konsumenya. Pangsa pasarnya pun bergeser, tidak hanya khusus melayani kalangan tertentu, tetapi juga merambah ke semua lapisan konsumen.

(5)

Persaingan akan terjadi ketika jumlah usaha jasa laundry semakin meningkat di masyarakat serta dapat memberikan dampak negatif terhadap konsumen pada umumnya. Permasalahan di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang.

Mengacu pada undang–undang yang mengatur secara tegas pelaku usaha dan konsumen yaitu Undang–undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (yang kemudian disebut UUPK). Ketentuan tersebut diberlakukan dengan pertimbangan guna mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk skripsi berjudul “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jasa Laundry Dalam Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen” (Studi pada usaha jasa laundry di Bandar Lampung)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi pokok bahasan adalah: 1 hak dan kewajiban pihak-pihak dalam perjanjian pelayanan jasa laundry. 2 bentuk wanprestasi yang dilakukan pelaku usaha dalam pelayanan jasa

laundry terhadap konsumen.

(6)

C. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang lingkup penelitian ini meliputi:

Penelitian ini termasuk ruang lingkup bidang hukum keperdataan khususnya Hukum Perlindungan Konsumen tentang tanggung jawab pelaku usaha jasa laundry di Bandar Lampung.

2. Ruang Lingkup Pembahasan:

Lingkup pembahasan dalam penelitian ini yaitu mengenai tanggung jawab pelaku usaha jasa laundry di Bandar Lampung dalam hal hak dan kewajiban pihak-pihak dalam perjanjian pelayanan jasa laundry, bentuk wanprestasi yang dilakukan pelaku usaha dalam pelayanan jasa laundry terhadap konsumen, dan bentuk tanggung jawab pelaku usaha jasa laundry terhadap konsumen.

D. Tujuan Penelitian

(7)

E. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Kegunaan teoritis, yaitu bermanfaat sebagai bahan bacaan atau bahan kajian hukum Keperdataan, khususnya Hukum Perlindungan Konsumen yang terkait dengan tanggung jawab pelaku usaha laundry.

2 Kegunaan praktis penelitian ini adalah:

a. memperluas pengetahuan peneliti dalam bidang hukum khususnya hukum keperdataan.

(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Hukum Perlindungan Konsumen

1. Perlindungan Hukum

Secara harfiah kata perlindungan konsumen mempunyai beberapa arti yaitu tempat berlindung, perbuatan menyelamatkan, memberi pertolongan, membuat sesuatu menjadi aman (Departemen P & K, 2001: 674).

Hukum menurut kamus hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan resmi yang berwenang, pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan (Simorangkir J.C.T, 1980: 70).

Hukum menurut M.H. Tirtamidjaja, ialah semua peraturan atau norma yang harus dituruti dalam tingkah laku. Tindakan–tindakan dalam pergaulan dengan ancaman mengganti kerugian jika melanggar aturan–aturan tersebut akan membahayakan diri sendiri atau, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya didenda dan sebagainya (CST.Kansil,1989: 38).

(9)

menyelesaikan setiap pelanggaran ataupun perlakuan yang merugikan kepentingan konsumen. Bentuk perlindungan hukum dapat berupa ketentuan-ketentuan tertulis dalam peraturan-peraturan perundang-undangan yang memuat substansi hak-hak dan kepentingan konsumen sehingga ada jaminan dan kepastian hukum (Wahyu Sasongko, 1999: 8).

2. Perlindungan Konsumen

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadikan perlindungan konsumen bukan lagi merupakan masalah konsumen di suatu negara saja, tetapi telah meningkat menjadi masalah dan kepentingan internasional, di dalam perlindungan konsumen mencakup tujuh bidang yang bukan sekedar kebijaksanaan kesejahteraan sosial belaka tetapi mencakup pula aspek kebijaksanaan ekonomi, teknologi, medis, dan hukum, sehingga merupakan bagian dari suatu kesatuan yang terpadu.

Tujuh bidang yang mencakup perlindungan konsumen adalah : a. keselamatan fisik,

b. peningkatan serta perlindungan kepentingan ekonomi konsumen, c. standar untuk keselamatan dan kualitas barang dan/atau jasa, d. pemerataan fasilitas kebutuhan pokok dan jasa,

e. upaya-upaya untuk memungkinkan konsumen melaksanakan tuntutan ganti kerugian,

(10)

Dalam masalah perlindungan konsumen setidaknya ada tiga kelompok masyarakat yang saling terlibat (Departemen P & K, 1998: 5-6) yaitu :

a. kelompok masyarakat konsumen, yaitu kelompok masyarakat yang memakai atau mengkonsumsi suatu produk barang atau jasa yang ditawarkan oleh produsen.

b. Kelompok masyarakat pengusaha atau produsen, adalah kelompok masyarakat yang mengahasilkan atau memproduksi suatu produk barang atau jasa untuk dikonsumsi oleh masyarakat banyak.

c. Kelompok masyarakat pemerintah, yaitu pihak yang mempunyai kewenangan untuk membuat peraturan, melaksanakan dan menegakkan pelaksanaan peraturan yang telah dibuat dan ditaati oleh semua pihak yang berada di dalam daerah pemerintah tersebut.

Perlindungan konsumen banyak dipengaruhi oleh pola perilaku konsumen. Keseriusan perlindungan konsumen berubah seiring dengan perubahan kegiatan atau perilaku konsumen. Perubahan perilaku banyak dipengaruhi oleh faktor atau aspek ekonomi. Hal ini disebabkan karena ekonomi merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang (Wahyu Sasongko, 2007: 5).

Pengertian perlindungan konsumen sendiri secara hukum dituangkan dalam Pasal 1 ayat (1) UUPK yakni segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Hukum perlindungan merupakan bagian dari hukum konsumen yang lebih luas.

(11)

mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen didalam pergaulan hidup.

3. Azas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Tujuan hukum perlindungan konsumen secara langsung adalah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen. Pasal 2 UUPK terdapat 5 (lima) asas hukum perlindungan konsumen yaitu :

a. Asas manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan;

b. Asas keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil;

c. Asas keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual; d. Asas keamanan dan keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas

keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan; e. Asas kepastian hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum

(12)

Pasal 3 UUPK menyebutkan 6 (enam) tujuan perlindungan konsumen, yaitu : a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri;

b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Tujuan Perlindungan Konsumen yang hendak dicapai oleh UUPK begitu banyak dan luas. Sementara itu, AJ Duggan dan LW Darvall (Wahyu Sasongko, 2007:41) dengan sederhana mengemukakan tiga tujuan Perlindungan Konsumen, yaitu : a. membangun persamaan penawaran antara pembeli dan penjual (achievement

of bargaining equality as between buyer and seller);

(13)

c. mengurangi terjadinya kerugian dan kecelakaan dalam pembelian (reduction in the incidence of purchase related lossesand injuries).

B. Pihak – Pihak Dalam Perjanjian Pelayanan Jasa Laundry

1. Pengertian Konsumen

Dalam ilmu perlindungan konsumen, terdapat setidak-tidaknya 3 (tiga) pengertian tentang konsumen. Perundang-undangan umum yang ada tidak menggunakan arti yang sama dengan konsumen yang dimaksudkan :

a. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang/jasa untuk tujuan tertentu.

b. konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk diproduksi (produsen) menjadi barang/jasa lain atau untuk memperdagangkannya (distributor), dengan tujuan komersiil. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha;

c. Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa konsumen untuk memnuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga, atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan.

(14)

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan hanyalah orang alami, atau manusia.

Menurut A.Z. Nasution (1995: 37) konsumen adalah setiap pengguna barang atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga, dan tidak untuk memproduksi barang/jasa lain atau memperdagangkannya kembali, adapun yang memberikan arti lain yaitu konsumen adalah sebagai pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka oleh penguasa (Meriam Darus Badrulzaman, 1981: 47).

Hak dan Kewajiban Konsumen

Menurut Jhon F. Kennedy (Wahyu Sasongko, 1999: 20) ada empat hak dasar konsumen, yaitu hak untuk mendapatkan keamanan, hak untuk mendapatkan informasi, hak untuk memilih, hak untuk didengar.

Dalam UUPK, empat hak dasar yang dikemukakan oleh Jhon F. Kennedy tersebut juga dituangkan ke dalam Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999, yaitu :

1. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan barang dan/atau jasa;

3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

(15)

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa Perlindungan Konsumen secara patut;

6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

8. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Adapun mengenai kewajiban konsumen dijelaskan dalam Pasal 5 UUPK No. 8 Tahun 1999, yakni :

1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

2. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; 3. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

2. Pengertian Pelaku Usaha

(16)

Pelaku usaha adalah istilah yang digunakan pembuat undang-undang yang pada umumnya lebih dikenal dengan istilah pengusaha. Ikatan sarjana ekonomi Indonesia (ISEI) menyebutkan kelompok besar kalangan pelaku ekonomi; tiga diantaranya termasuk kelompok pengusaha, (pelaku usaha, baik privat maupun publik). Ketiga kelompok pelaku usaha tersebut terdiri dari;

a. Kalangan investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai kepentingan. Seperti Perbankan, usaha keasing, dan penyedia dana lainnya.

b. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa dari barang-barang atau jasa-jasa lain (bahan baku, bahan tambahan/penolong dan bahan-bahan lainnya). Mereka dapat terdiri dari orang/atau badan usaha berkaitan dengan pangan, orang/atau badan yang memproduksi sandang, orang/usaha yang berkaitan dengan pembuatan perumahan, jasa angkutan, perasuransian, perbankan, kesehatan, obat-obatan,dsb.

c. Distributor yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat.

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pelaku Usaha mempunyai hak diatur pada Pasal 6 UU No. 8 Tahun 1999, yaitu : a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

(17)

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban Pelaku Usaha, meliputi pemenuhan hak-hak yang dimiliki oleh konsumen, ditambah dengan kewajiban lainnya yang pada dasarnya untuk melindungi kepntingan konsumen. Adapun dalam Pasal 7 UU No. 8 Tahun 1999 Pelaku Usaha mempunyai kewajiban, yaitu :

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

(18)

f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

3. Pengertian Perjanjian

Pengertian perjanjian menurut ketentuan pasal 1313 KUHPdt adalah merupakan suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih. Sehubungan dengan hal ini, menurut R. Subekti (1985:1) berpendapat bahwa perjanjian adalah peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu berjanji untuk melakukan suatu hal.

Ketentuan dalam pasal 1313 KUHPdt menurut Abdulkadir Muhammad (1990: 77-78) kurang begitu memuaskan karena ada beberapa kelemahan, yaitu sebagai berikut :

a. Hanya menyangkut sepihak saja

b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus c. Pengertian perjanjian terlalu luas

d. Tanpa menyebut tujuan

Perjanjian yang dibuat itu dapat berbentuk kata-kata secara lisan, dapat pula dalam bentuk tertulis berupa akta, yang diketahui unsur-unsur perjanjian sebagai berikut :

(19)

c. Ada tujuan yang akan dicapai

d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan e. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan dan f. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian

Suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai perjanjian yang sah apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu, sehingga ia dapat diakui dan diberi akibat hukum (legally councluded contract). Berdasarkan ketentuan pasal 1320 KUHPdt, syarat-syarat sah suatu perjanjian adalah :

a. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (consensus). Pesetujuan kehendak adalah kesepakatan, seia sekata antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian yang dibuat itu, yang berupa objek perjanjian dan syarat-syarat perjanjian, dalam persetujuan kehendak itu juga tidak ada kekhilafan dan penipuan (Pasal 1321, 1322 dan 1328 KUHPdt).

b. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity). Berdasarkan ketentuan pasal 1320 KUHPdt, dikatakan tidak cakap membuat perjanjian adalah orang yang belum dewasa, orang yang ditaruh di dalam pengampuan dan wanita yang bersuami. Mereka ini apabila melakukan perbuatan hukum harus diwakili oleh wali mereka dan bagi ada izin suaminya. Berdasarkan hukum nasional Indonesia sekarang, wanita bersuami dinyatakan cakap melakukan perbuatan hukum. Jadi tidak perlu lagi izin suami.

(20)

perjanjian merupakan objek perjanjian. Perjanjian itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan.

d. Ada suatu sebab yang halal (legal cause). Sebab yang halal berdasarkan ketentuan pasal 1320 KUHPdt, bukanlah dalam arti yang menyebabkan atau mendorong orang yang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak.

Perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat tidak akan diakui oleh hukum, walupun diakui oleh pihak-pihak yang bersangkutan akibatnya, maka hakim akan membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal (Abdulkadir Muhammad, 1990:89).

Hal ini berarti semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian ini tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat dua pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Juga perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (pasal 1338 KUHPdt).

Hubungan Hukum

(21)

a. Adanya orang-orang yang hak dan kewajibannya saling berhadapan. b. Adanya objek yang berlaku berdasarkan hak dan kewajiban tersebut diatas. c. Adanya hubungan antar pemilik hak dan pengemban kewajiban atau adanya

hubungan atas objek yang bersangkutan.

Menurut Abdulkadir Muhammad (2000: 198-199), suatu hubungan hukum terjadi karena adanya peristiwa hukum. Peristiwa hukum dapat berupa perbuatan misalnya jual beli, hutang piutang, dapat berupa kejadian, misalnya kelahiran, kematian, dan dapat berupa keadaan, misalnya rumah bersusun. Dalam hubungan hukum itu tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain itu wajib memenuhi tuntutan itu, dan sebaliknya. Pihak yang berhak menuntut sesuatu disebut kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan disebut debitur. Sesuatu yang dituntut disebut prestasi.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman (2001:1) hubungan hukum adalah hubungan yang terhadapnya hukum melekatkan hak pada 1 (satu) pihak dan melekatkan kewajiban pada pihak lainnya.

C. Wanprestasi

1. Pengertian Wanprestasi

(22)

yang mengikatkan dirinya; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu pokok persoalan tertentu; suatu sebab yang tidak terlarang."

Prestasi merupakan sesuatu yang wajib dan harus dipenuhi oleh para pihak dalam suatu perjanjian. Pemenuhan prestasi adalah hakekat dari suattu perikatan, berdasarkan ketentuan pasal 1234 KUHPdt setiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.

Prestasi itu adalah esensi dari perikatan. Apabila esensi ini tercapai dalam arti dipenuhi oleh debitur, maka perikatan itu berakhir. Supaya esensi itu dapat tercapai, artinya kewajiban itu dipenuhi oleh debitur, maka perlu diketahui sifat-sifatnya yaitu :

a. Harus sudah tertentu atau ditentukan b. Harus mungkin

c. Harus diperbolehkan (halal)

d. Harus ada manfaatnya bagi kreditur

e. Terdiri dari suatu perbuatan atau serentetan perbuatan

Jika salah satu atau semua sifat ini tidak dipenuhi pada prestasi ini, maka perikatan itu dapat menjadi tidak berarti dan perikatan itu menjadi batal atau dapat dibatalkan (Abdulkadir Muhammad, 1990: 17-20).

(23)

a. karena kesalahan debitur, baik dengan disengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun karena kesalahan.

b. karena keadaan memaksa (overmarcht), force majeure, jadi di luar kemampuan debitur. Debitur tidak bersalah.

Untuk menentukan apakah seorang debitur bersalah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. ada tiga keadaan dalam menentukan seseorang telah melakukan wanprestasi, yaitu:

a. debitur tidak dipenuhinya prestasi sama sekali;

b. debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru;

c. debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat.

Perikatan tidak akan ada artinya jika prestasi tidak dapat atau tidak mungkin diwujudkan, untuk mewujudkan prestasi itu perlu tanggung jawab, jadi disamping kewajiban berprestasi perlu juga diimbangi dengan tanggung jawab, jika tanggung jawab itu tidak ada, berkewajiban berprestasi tidak ada arti menurut hukum. Inilah hakekat perjanjian yang diakui dan diberikan akibat hukum dalam kehidupan masyarakat (Abdulkadir Muhammad, 1990: 17-20).

2. Bentuk Wanprestasi

Menurut R. Subekti (1979:45) wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) dapat berupa empat macam:

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukanya;

(24)

c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

d. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu:

a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali; Sehubungan dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali;

b. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya; Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya;

c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.

3. Akibat wanprestasi

Apabila debitur melakukan wanprestasi maka ada beberapa sanksi yang dapat dijatuhkan kepada debitur, yaitu:

a. Membayar kerugian yang diderita kreditur; b. Pembatalan perjanjian;

c. Peralihan resiko;

(25)

4. Tanggung Jawab

Menurut Yusuf Shopie (Yusuf Shopie, 2000:143) tanggung jawab berarti bahwa seseorang tidak boleh mengelak, bila dimintakan penjelasan tentang perbuatan atau perilakunya. Oemar Seno Adji (Yusuf Shopie, 2000:144) mengemukakan

bahwa dalam kata “tanggung jawab” terkandung dua aspek, yaitu aspek etik dan

aspek hukum. Orang bertanggung jawab atas sesuatu yang disebabkan olehnya, jadi sistem tanggung jawab dapat diartikan sebagai metode atau prosedur agar seseorang atau badan hukum tidak dapat mengelakkan diri dari akibat perbuatan atau perilakunya, dalam pengertian hukum, sistem tanggung jawab menimbulkan konsekuensi pemberian kompensasi atau ganti rugi terhadap pihak yang dirugikan akibat perilaku tertentu.

Setiap pelaku usaha dibebani tanggung jawab atas perilaku yang tidak baik yang dapat merugikan konsumen. Pengenaan tanggung jawab terhadap pelaku usaha digantungkan pada jenis usaha atau bisnis yang digeluti. Bentuk dari tanggung jawab yang paling utama adalah ganti kerugian yang dapat berupa pengembalian uang, atau penggantian barang atau jasa yang sejenis atau setara nilainya. Tanggung jawab adalah kewajiban menanggung suatu akibat menurut ketentuan hukum yang berlaku.

(26)

Dengan adanya wanprestasi yang dilakukan oleh pelaku usaha jasa, maka pelaku usaha jasa diwajibkan bertanggung jawab terhadap konsumen, tanggung jawab pelaku usaha menurut pasal 19 UUPK yaitu :

a. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

b. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

d. Pemberian ganti rugi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

e. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Menurut pasal 27 huruf (d) UUPK, pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen apabila kelalaian diakibatkan oleh konsumen.

(27)

yang melakukan sesuatu yang berakibat merugikan orang lain harus memikul tanggung jawab atas perbuatannya. Inti dari product Liability yaitu pelaku bertanggung jawab atas kerusakan, kecacatan, penjelasan, ketidaknyamanan dan penderitaan yang dialami oleh konsumen karena pemakaian atau mengkonsumsi barang atau jasa yang dihasilkanya.

(28)

D. Kerangka Pikir

Berdasarkan kerangka pikir diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut :

Dukungan pemerintah dalam menjamin ketertiban dan kepastian hukum perlindungan konsumen dituangkan dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, yang isinya mengatur hak dan kewajiban pelaku usaha dan konsumen. Dalam hal ini, Konsumen dan pelaku usaha jasa laundry membuat suatu perjanjian pelayanan jasa pencucian pakaian yang disepakati bersama, yang isinya mengatur hak dan kewajiban, bentuk wanprestasi, serta tanggung jawab kedua belah pihak.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Pelaku Usaha Laundry

Hak dan Kewajiban PelakuUsaha dan

konsumen

Perjanjian Laundry

Bentuk Wanprestasi Pelaku Usaha

(29)

III. METODE PENELITIAN

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. (Bambang Sunggono, 1997: 32-33).

Menurut Abdulkadir Muhammad (2004: 32), metode penelitian dilakukan dalam usaha untuk memperoleh data yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan

kepada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, dengan jalan

menganalisisnya.Selain itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap

fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas

permasalahan yang timbul.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dinyatakan bahwa penelitian hukum

dianggap sebagai penelitian ilmiah apabila memenuhi kriteria bahwa penelitian

tersebut didasarkan pada metode sistematika, logika berfikir tertentu, bertujuan

untuk mempelajari gejala hukum tertentu dan penelitian bertujuan untuk mencari

(30)

A. Jenis Penelitian

Penelitian hukum normatif empiris, adalah penelitian hukum yang mengkaji pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif (perundang-undangan) dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat (Abdulkadir Muhammad, 2004: 134). Penulis menggunakan jenis penelitian normatif-empiris karena obyek yang diteliti adalah mengkaji peraturan perundang-undangan yang relevan, penelusuran kepustakaan dan dokumen yang diperoleh dari bahan pustaka kemudian dihubungkan dengan kenyataan dilapangan mengenai penerapan dalam laundry sebagai kaidah yang dianggap sesuai dengan penelitian hukum tertulis.

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum deskriptif. Menurut Abdulkadir Muhammad (2004: 50), penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu yang terjadi dalam masyarakat.

(31)

C. Pendekatan Masalah

Menurut Abdulkadir Muhammad (2004: 112) pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian.

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonjudicial case study, yaitu pendekatan studi kasus hukum tanpa konflik. Dalam penelitian ini bila terjadi kasus antara produsen dengan konsumen maka akan diselesaikan secara damai tanpa campur tangan pengadilan. Penelitian ini juga mengkaji peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pokok bahasan yang menjadi objek penelitian yaitu hak dan kewajiban pihak-pihak dalam perjanjian pelayanan jasa laundry, bentuk wanprestasi yang dilakukan pelaku usaha dalam pelayanan jasa laundry terhadap konsumen, dan bentuk tanggung jawab pelaku usaha jasa laundry terhadap konsumen.

D. Data dan Sumber Data

Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data, yaitu dengan cara observasi atau melalui wawancara dengan beberapa pelaku usaha jasa laundry dan konsumen di Bandar Lampung. Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari bahan-bahan pustaka yang berupa peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.

(32)

1. Bahan hukum primer merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat yaitu peraturan perundang-undangan. Bahan hukum primernya meliputi :

a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata;

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; c. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 186 K/Sip/1959 tanggal 1 Juli 1959 2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer yaitu hasil-hasil karya dari kalangan hukum

yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3. Bahan hukum tersier, bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri dari

literatur-literatur surat kabar, kamus hukum dan pedoman penulisan karya

ilmiah sebagai pelengkap.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data senantiasa tergantung pada data yang dikehendaki, yang dapat diklasifikasikan seperti di atas. Oleh karena itu, maka di dalam metode pengumpulan data, akan didasarkan pada klasifikasi tipe data tersebut, dengan catatan bahwa tidak akan dijelaskan mengenai data simulasi (Soerjono Soekanto, 1986: 165).

Dalam memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini maka metode pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka, studi dokumen dan wawancara.

(33)

Studi pustaka adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif (Abdulkadir Muhammad, 2004:81).

Cara ini dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan bahan-bahan teoritis

dengan cara mengutip atau meresume bahan-bahan pustaka yang berhubungan

dengan obyek penelitian lain yaitu :

a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata;

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; c. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 186 K/Sip/1959 tanggal 1 Juli 1959

2. Studi Dokumen

Studi dokumen dilakukan dengan cara mengkaji dan menganalisis dokumen yang berkaitan dengan pokok bahasan, seperti perjanjian baku yang terdapat dalam nota pembayaran antara pelaku usaha jasa laundry dengan konsumen.

3. Wawancara

Metode ini dilakukan penulis untuk menunjang bahan hukum primer, dalam hal ini teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur yaitu wawancara secara langsung dan terbuka dengan konsumen pengguna jasa laundry. Sebelum melakukan wawancara, peneliti telah mempersiapkan panduan wawancara terbuka berupa daftar pertanyaan secara tertulis sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

(34)

Kegiatan yang dilaksanakan kepada sampel yang menjadi konsumen pengguna jasa laundry, yaitu daftar pertanyaan yang telah disusun oleh peneliti secara rinci sesuai dengan pokok bahasan dalam penelitian.

F. Metode Pengolahan Data

Setelah diperolehnya data, maka selanjutnya data tersebut diolah. Dalam pengolahan data tersebut penulis melakukan :

1. identifikasi data, yaitu data dari hasil pengolahan data kemudian dikumpulkan

dan selanjutnya diperiksa oleh peneliti untuk disesuaikan dengan pembahasan

yang akan dilakukan;

2. seleksi data, yaitu memeriksa secara selektif data yang telah teridentifikasi

untuk memenuhi kesesuaian data yang diperlukan dalam menjawab

permasalahan dalam penelitian ini;

3. klasifikasi data, yaitu data yang sudah diseleksi diklasifikasikan agar dapat

digunakan sesuai dengan permasalahan sehingga diperoleh data yang benar–

benar objektif; dan

4. sistematisasi data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data sesuai

(35)

G. Analisis Data

(36)

IV.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini akan mengkaji dan membahas tentang hak dan kewajiban pihak-pihak dalam perjanjian pelayanan jasa laundry, bentuk wanprestasi yang dilakukan pelaku usaha jasa laundry dalam pelayanan jasa laundry terhadap konsumen, dan bentuk tanggung jawab pelaku usaha jasa laundry terhadap konsumen.

Gambaran Umum Tempat Penelitian

Usaha laundry merupakan salah satu bidang usaha jasa yang semakin dibutuhkan, Jasa mencuci pakaian makin memperoleh tempat karena orang-orang di perkotaan umumnya lebih memilih sesuatu yang bersifat praktis, misalnya lebih suka memanfaatkan jasa laundry ketimbang menggaji pembantu. Lagi pula, misalkan mencuci sendiri pun, akibat terbatasnya lahan di perumahan orang tidak leluasa menempatkan jemuran pakaian. Jasa laundry telah membantu sebagian besar orang yang sibuk dan tidak mempunyai waktu luang, tapi tetap menginginkan penampilan yang bersih, rapi, wangi dan praktis.

(37)

jasa laundry ini dapat dijalankan oleh siapa saja tanpa perlu adanya keahlian khusus.

Berikut ini merupakan data 10 usaha jasa laundry yang telah diidentifikasi di Wilayah Bandarlampung: Refresh Laundry, Simply Laundry, Echa Laundry, Rizky Laundry, Yokohama Laundry, dr. Loundry, Mitra Laundry, De Fortuna Londre, Indah Loundry, Elz’ Laundry.

(38)

A. Hak dan Kewajiban Pihak-pihak Dalam Perjanjian Pelayanan Jasa Laundry

Hak dan kewajiban yang satu dengan yang lain tidak boleh saling merugikan. Hak dan kewajiban terbukti dalam tindakan perorangan atau kelompok. Salah satu tindakan tersebut adalah tindakan konsumen dalam melakukan hubungan hukum. Demi kelancaran hubungan hukum tersebut perlu diterapkan ketentuan-ketentuan yang berlaku agar hukum tersebut dapat berjalan dengan tertib, lancar, dan teratur serta mempunyai kepastian hukum.

1. Hak dan Kewajiban Konsumen Dalam Perjanjian Pelayanan Jasa Laundry

a. Hak Konsumen

UUPK di dalam ketentuannya mengatur bahwa konsumen dalam menjalankan transaksi pelayanan jasa memiliki hak-hak tertentu. Berdasarkan Pasal 5 UUPK, Hak-hak Konsumen yaitu :

(39)

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Berdasarkan data hasil kuisoner dengan para konsumen laundry pada Refresh Laundry, Simply Laundry, Echa Laundry, Rizky Laundry, Yokohama Laundry, dr. Loundry, Mitra Laundry, De Fortuna Londre, Indah Loundry, Elz’ Laundry didapatkan data bahwa :

a) konsumen berhak mendapatkan perlakuan baik seperti ramah, senyum, sapa, dan salam dari pihak pelaku usaha jasa laundry.

b) Konsumen berhak mengajukan komplain kepada pelaku usaha jasa laundry jika terjadi kelalaian yang dilakukan pelaku usaha jasa laundry dalam menjalankan usahanya.

(40)

a) Kerusakan atau kelunturan yang disebabkan sifat kain atau bahan pakaian, resiko konsumen

b) Hitung dan periksa laundry, pengaduan setelah meninggalkan laundry tidak dilayani

c) Layanan pengaduan konsumen max 1x24 jam setelah pengambilan, lewat dari batas maksimal tidak dilayani pengelola laundry

d) Hasil cucian yang tidak bersih dapat dikembalikan untuk dicuci ulang, max 1x24 jam setelah pengambilan dan nota atau struk dan lebel nomor masih dalam keadaan utuh.

b. Kewajiban Konsumen

kewajiban Konsumen menurut ketentuan Pasal 5 UUPK adalah:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

(41)

a) konsumen wajib membayar sejumlah uang kepada Pelaku usaha seperti yang tercantum dalam perjanjian dan

b) konsumen wajib mengambil barangnya sebelum 1 bulan.

Sedangkan menurut ketentuan klausula baku yang tertulis di struk atau nota pembayaran pada setiap masing-masing laundry didapatkan bahwa kewajiban konsumen meliputi :

a) Periksa semua saku baju anda. Kami tidak jamin barang-barang yang tertinggal di dalam saku anda

b) Laundry yang tidak diambil lebih dari satu bulan, diluar tanggung jawab pengelola laundry

c) Pengambilan laundry harus dengan nota d) Laundry yang diambil harus dilunasi

e) Nota atau struk pembayaran dibawa saat pengambilan laundry

Berdasarkan hasil dari data kuisioner dan data klausula baku yang tertulis di struk atau nota pembayaran, maka hak dan kewajiban konsumen tidak boleh bertentangan dengan hak dan kewajiban pelaku usaha jasa laundry agar tidak terjadi kerugian di masing – masing pihak.

2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Dalam Perjanjian Pelayanan Jasa Laundry

(42)

dirugikan karena masing-masing pihak telah menyepakati isi perjanjian dalam nota pembayaran.

a. Hak Pelaku Usaha Jasa Laundry

Pelaku Usaha mempunyai hak yang diatur dalam Pasal 6 UU No. 8 Tahun 1999, yaitu :

a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Hak pelaku usaha pelayanan jasa laundry berdasarkan perjanjian yang dipakai oleh pelaku usaha jasa laundry dan konsumen adalah:

a) Pelaku usaha jasa laundry meminta bayaran kepada konsumen

b) Pelaku usaha jasa laundry berhak tidak menerima komplain dari konsumen jika barangnya hilang setelah 1 bulan pencucian

(43)

d) Pelaku usaha jasa laundry berhak mendapatkan perlakuan baik dari konsumen dan sebaliknya.

Sedangkan menurut ketentuan klausula baku yang tertulis di struk atau nota pembayaran pada setiap masing-masing laundry didapatkan bahwa hak pelaku usaha jasa laundry meliputi :

a) Pihak pelaku usaha jasa laundry berhak menolak laundry yang sudah rusak / luntur / cacat sebelum dan mengembalikan kepada agen tanpa dicuci

b) One day service 1x24 jam, biaya laundry 2x lipat dari harga biasa

c) Setiap pelanggan dianggap setuju / menerima semua ketentuan yang tertulis dalam nota atau struk pembayaran.

b. Kewajiban Pelaku Usaha Jasa Laundry

Kewajiban Pelaku Usaha, meliputi pemenuhan hak-hak yang dimiliki oleh konsumen, ditambah dengan kewajiban lainnya yang pada dasarnya untuk melindungi kepntingan konsumen. Adapun dalam Pasal 7 UU No. 8 Tahun 1999 Pelaku Usaha mempunyai kewajiban, yaitu :

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

(44)

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Berdasarkan data hasil wawancara dengan para pemilik laundry pada Refresh Laundry, Simply Laundry, Echa Laundry, Rizky Laundry, Yokohama Laundry, dr. Loundry, Mitra Laundry, De Fortuna Londre, Indah Loundry, Elz’ Laundry bahwa kewajiban pelaku usaha jasa laundry yaitu:

a) Pelaku usaha jasa laundry wajib melayani konsumen dengan baik seperti ramah,senyum, sapa,salam.

b) Pelaku usaha jasa laundry wajib mengganti pakaian yang hilang atau rusak karena kelalaian pelaku usaha jasa laundry.

(45)

d) Pelaku usaha jasa laundry wajib menyelesaikan laundry tepat waktu sesuai kesepakatan dalam nota atau struk pembayaran.

Sedangkan menurut ketentuan klausula baku yang tertulis di nota atau struk pembayaran pada setiap masing-masing laundry didapatkan bahwa kewajiban pelaku usaha jasa laundry meliputi :

a) Penggantian atas kehilangan dan kerusakan pakaian 10x dari harga cucian, max Rp 100.000

Pihak pelaku usaha jasa laundry dalam memberikan pelayanannya, harus tepat waktu sesuai dengan perjanjian yang telah mereka sepakati. Waktu penyelesaian yang disepakati antara pelaku usaha jasa laundry dengan konsumen yaitu 3 (tiga) hari, terhitung sejak tanggal dimana konsumen menyerahkan pakaian atau barang yang akan dilaundry kepada pihak pelaku usaha jasa laundry sampai dengan waktu dimana pihak pelaku usaha jasa laundry menyerahkan kembali pakaian atau barang yang sudah jadi kepada pihak konsumen.

(46)

B. Bentuk Wanprestasi yang Dilakukan Pelaku Usaha Dalam Pelayanan Jasa Laundry

Pelaku usaha dan konsumen dalam menjalankan kegiatan pelayanan jasa laundry harus melaksanakan semua kewajiban yang telah disepakati sebelumnya. Menurut bahasa hukum, kewajiban yang harus dipenuhi adalah prestasi, dan pihak yang tidak memenuhi kewajibannya dianggap melakukan wanprestasi. Dengan adanya wanprestasi, pihak yang telah memenuhi kewajibannya memiliki hak untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi agar melakukan prestasinya.

Hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha jasa laundry yang berdasarkan nota atau struk pembayaran akan menimbulkan perikatan. Jadi, jika salah satu pihak melanggar kesepakatan yang mereka buat maka dituntut untuk memberikan ganti kerugian atas kerugian yang dialami. Tuntutan ganti kerugian ini didasarkan pada wanprestasi, karena pelaku usaha dalam hal ini melakukan wanprestasi dengan berprestasi tidak sebagaimana mestinya yaitu melakukan kebijakan sepihak.

(47)

kebersihan, kewangian sampai pengepakan pakaian yang sudah di setrika. dan waktu penyelesaian pencucian, seperti tanggal dimana konsumen menyerahkan pakaian atau barang yang akan dilaundry kepada pihak pelaku usaha jasa laundry sampai dengan waktu dimana pihak pelaku usaha jasa laundry menyerahkan kembali pakaian atau barang yang sudah jadi kepada pihak konsumen.

Berdasarkan nota atau struk pembayaran laundry yang ada pada setiap usaha laundry didapatkan keterangan bahwa pelaku usaha jasa laundry secara sepihak mencantumkan peraturan yang sifatnya seperti klausula baku di dalam nota atau struk pembayaran. Nota atau struk pembayaran tersebut menjelaskan beberapa hal antara lain:

1. Penggantian atas kehilangan dan kerusakan pakaian 10 x dari harga cucian, maksimal Rp.100.000,-

2. Hasil cucian yang tidak bersih dapat dikembalikan untuk dicuci ulang, maksimal 24 jam setelah pengambilan dan lebel nomor dalam keadaan utuh.

Fakta - fakta hukum tersebut membuktikan bahwa pelaku usaha belum memperhatikan hak - hak konsumen. Penggantian harga barang yang hilang yang ditentukan secara sepihak tentu bisa menimbulkan kerugian yang besar terhadap konsumen. Hal ini dikarenakan barang yang hilang nilainya mungkin saja melebihi dari apa yang diatur.

(48)

sesuai dengan harapan konsumen karena ternyata pakaian atau barang yang telah dilaundry masih dalam keadaan bau atau kotor. Selain itu waktu penyelesaian pencucian tidak sesuai dengan kesepakatan, yaitu didalam kesepakatan tersebut pihak pelaku usaha jasa laundry meminta tenggang waktu 3 (tiga) hari untuk menyelesaikan pekerjaannya kepada konsumen. Terhitung sejak tanggal dimana konsumen menyerahkan pakaian atau barang yang akan dilaundry kepada pihak pelaku usaha jasa laundry sampai dengan waktu dimana pihak pelaku usaha jasa laundry menyerahkan kembali pakaian atau barang yang sudah jadi kepada pihak konsumen.

Dalam hal wanprestasi tersebut di atas, wanprestasi yang dilakukan oleh pihak pelaku usaha jasa laundry sesuai dengan pendapat R. Subekti (1979:45) wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) dapat berupa empat macam, yaitu :

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukanya;

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

(49)

C. Bentuk Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jasa Laundry

Bahwasanya di dalam UUPK terdapat 3 (tiga) Pasal yang menggambarkan sistem tanggung jawab produk dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu ketentuan Pasal 19, 23 dan 28 UUPK. Ketentuan yang pertama yaitu Pasal 19 Ayat (1) UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Pasal 19 Ayat (2) UUPK kemudian menyatakan bahwa ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau secara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(50)

terhadap barang/jasa miliknya tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban terhadap barang/jasa kepada pelaku usaha.

Ketentuan dalam UUPK yang kedua yang mengatur mengenai tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yaitu Pasal 23 UUPK yang menyatakan bahwa pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (4) UUPK, dapat digugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau mengajukan gugatan ke badan peradilan ditempat kedudukan konsumen.

Ketentuan lanjutan yang relevan dan signifikan dengan Pasal 23 UUPK adalah rumusan Pasal 28 UUPK yang menyatakan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha. Rumusan pasal inilah yang kemudian dikenal dengan sistem pembuktian terbalik.

(51)

pelaku usaha untuk membayar atau mencari penyelesaian lain, termasuk penyelesaian sengketa melalui pengadilan.

Rumusan Pasal 23 UUPK memperlihatkan bahwa prinsip tanggung jawab yang dianut adalah prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (presumption of liability principle). Prinsip ini merupakan salah satu modifikasi dari prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan dengan pembuktian terbalik. UUPK menganut prinsip tanggung jawab berasaskan kesalahan dengan dua modifikasi, yaitu pertama prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga bersalah/lalai atau pelaku usaha sudah dianggap bersalah, sehingga tidak perlu dibuktikan kesalahannya (presumption of negligence). Kedua, prinsip untuk selalu bertanggung jawab dengan beban pembuktian terbalik (presumption of liability principle).

Kenyataan yang terdapat di lapangan dideskripsikan secara berbeda-beda oleh pelaku usaha dalam menjalankan bentuk tanggung jawabnya kepada konsumen sebagaimana yang terjadi dalam pelayanan jasa laundry pada Refresh laundry, Risky laundry dan Simply laundry. Hal ini dikarenakan peristiwa hukum yang dialami oleh konsumen pada masing-masing laundry tersebut juga berbeda-beda.

(52)

daripada itu, Bapak Yus Winarko berusaha terus meningkatkan pelayanan konsumen sehingga harapannya tidak ada lagi konsumen yang merasa tidak terpuaskan oleh jasa laundry miliknya.

Berbedahalnya dengan peristiwa yang terjadi pada Refresh laundry menurut pemiliknya Bapak Afziri Yance yang diwawancarai, didapatkan informasi bahwa Refresh laundry pernah mendapatkan pengaduan oleh konsumen yang dikarenakan ketidakpuasan hasil pencucian yang diterima oleh konsumen. Sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha Bapak Afziri Yance memberikan cuci ulang gratis terhadap pakaian atau barang milik konsumen tersebut.

Wawancara selanjutnya yang dilakukan terhadap pemilik Simply laundry yaitu Bapak Humaidi didapatkan informasi bahwa usaha laundry miliknya pernah beberapa kali bermasalah dengan konsumen. Hal yang pernah terjadi antara lain berkaitan dengan pakaian yang hilang, pakaian tidak sesuai dengan harapan konsumen, dan waktu penyelesaian pencucian tidak sesuai dengan perjanjian. Apabila hal tersebut terjadi maka selaku pelaku usaha yang memiliki tanggung jawab terhadap pakaian atau barang milik konsumen, maka Bapak Humaidi melakukan permintaan maaf kepada konsumen secara lisan, dan penggantian terhadap pakaian yang hilang serta pencucian ulang terhadap pakaian atau barang milik konsumen tersebut.

(53)
(54)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa hak dan kewajiban yang satu dengan yang lain tidak boleh bertentangan. Demi kelancaran hubungan hukum tersebut perlu diterapkan ketentuan-ketentuan yang berlaku agar hukum tersebut dapat berjalan dengan tertib, lancar, teratur, dan tidak saling merugikan serta mempunyai kepastian hukum.

(55)

waktu 3 (tiga) hari untuk menyelesaikan pekerjaannya kepada konsumen. Terhitung sejak tanggal dimana konsumen menyerahkan pakaian atau barang yang akan dilaundry kepada pihak pelaku usaha jasa laundry sampai dengan waktu dimana pihak pelaku usaha jasa laundry menyerahkan kembali pakaian atau barang yang sudah jadi kepada pihak konsumen.

3. Bahwa tanggung jawab yang dilakukan oleh para pelaku usaha jasa laundry dalam menjalankan usahanya yaitu meminta maaf secara lisan kepada konsumen serta memenuhi semua prestasinya, yaitu mengganti pakaian yang hilang, mencarikan pakaian atau barang milik konsumen yang tertukar dengan konsumen lain, mencuci ulang pakaian milik konsumen, serta berusaha terus meningkatkan pelayanan terhadap konsumen.

B. Saran

(56)

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA JASA LAUNDRY DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

(Studi pada usaha jasa laundry di Bandar Lampung)

Oleh:

OVAN ADITYA RUSADI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(57)

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA JASA LAUNDRY DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

(Studi pada usaha jasa laundry di Bandar Lampung)

(Skripsi)

Ovan Aditya Rusadi 0542011217

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(58)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………. 1

B. Rumusan Masalah……… 3

C. Ruang Lingkup Penelitian………... 4

1. Ruang lingkup bidang ilmu………..………… 4

2. Ruang lingkup pembahasan………..…... 4

D. Tujuan Penelitian………. 4

E. Kegunaan Penelitian……… 5

1. Kegunaan Teoritis……… 5

2. Kegunaan Praktis………. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perlindungan Konsumen………. 6

1. Perlindungan Hukum ...……… 6

2. Perlindungan Konsumen ...………...…. 7

3. Azas dan Tujuan Perlindungan Konsumen………. 9

B. Pihak – Pihak Dalam Perjanjian Pelayanan Jasa Laundry……..….. 11

1. Pengertian Konsumen………. 11

2. Pengertian Pelaku Usaha……… 13

3. Pengertian Perjanjian .……….……….. 16

C. Wanprestasi……… 19

1. Pengertian Wanprestasi……… 19

(59)

F. Metode Pengolahan Data ……… 32

G. Analisis Data ………. 33

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Tempat Penelitian………. 34 A. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Pelayanan

Jasa Laundry... 36 1. Hak dan Kewajiban Konsumen Dalam Perjanjian Pelayanan

Jasa Laundry... 36 2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Dalam Perjanjian Pelayanan

Jasa Laundry... 39 B. Bentuk Wanprestasi yang Dilakukan Pelaku Usaha dalam Pelayanan

Jasa Laundry... 44 C. Bentuk Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jasa laundry…….…... 47

V. KESIMPULAN dan SARAN DAFTAR PUSTAKA

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Literatur Buku

Dirdjosisworo, Soedjono. 1983. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Rajawali.

Fuady, Munir. 2002. Pengantar Hukum Bisnis (Menata Bisnis Modern di Era Global). Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

---, 1996. Hukum Bisnis (Dalam Teori dan Praktek). Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar grafika.

Muhammad, Abdulkadir. 2006. Hukum Perusahaan Indonesia (Cetakan Ketiga Revisi) . Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

---, 2005. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Nasution, A.Z. 1995. Konsumen dan Hukum. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Sasongko, Wahyu. 2007. Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsume. Bandar Lampung: Penerbit Universitas Lampung.

Shofie,Yusuf. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Sutiyoso, Bambang, 2006. Penyelesaian Sengketa Bisnis. Yogyakarta: Citra Media.

(61)

Universitas Lampung, 2006. Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Universitas Lampung. Lampung: Lampung University Press.

Literatur Jurnal dan Kamus

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Sasongko, Wahyu. “Relevansi dan Dinamika Perlindungan Hukum Bagi

Konsumen,” Justisia Jurnal Penelitian Ilmu Hukum, No.20 Tahun VII (Januari-April 1999).

Nasuion, A.Z. Perlindungan Konsumen Tinjauan Singkat UU no. 8/ 1999-LN 1999 No.42,Jurnal Hukum dan Pembangunan No. 2 Tahun XXXII April- Juni 2002.

Literatur Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

(62)

Judul Skripsi : TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA JASA LAUNDRY DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI PADA USAHA JASA LAUNDRY DI BANDAR LAMPUNG) Nama Mahasiswa : OVAN ADITYA RUSADI

No. Pokok Mahasiswa : 0542011217

Bagian : Hukum Keperdataan Fakultas : Hukum

MENYETUJUI I. Komisi Pembimbing

Lindati Dwiatin, S.H., M.Hum. Ahmad Zazili, S.H., M.H. NIP 196004211986032001 NIP: 197404132005011001

2. Ketua Bagian Hukum Keperdataan

(63)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Lindati Dwiatin, S.H., M.Hum. ...

Sekretaris/ Anggota: Ahmad Zazili, S.H., M.H. ...

Penguji

Bukan Pembimbing: Rilda Murniati, S.H., M.Hum. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

H. Adius Semenguk, S.H., M.S. NIP19560910 198103 1 003

(64)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukit Kemuning pada Tanggal 11 Februari 1985 dari pasangan orang tua Endang Rusadi dan May Munah, sebagai putra kedua dari enam bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari pendidikan sekolah TK Pertiwi Tahun 1991, pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah Sekolah Dasar Negeri (SD N) 5 Bukit Kemuning lulus Tahun 1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTP N) 1 Bukit Kemuning lulus Tahun 2000 dan Sekolah Menengah Umum (SMU) AL – KAUTSAR Bandar Lampung lulus Tahun 2003. Penulis kemudian diterima sebagai mahasiswi di Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur sebagai angkatan 2005.

(65)
(66)

MOTTO

(67)

PERSEMBAHAN

Puji syukur atas ridho Allah SWT atas anugrah kebahagiaan yang diberikan-Nya, dengan bangga Ku persembahkan skripsi karyaku ini kepada orang-orang yang

kusayangi

Papa dan Mama Tercinta yang selalu memberikan kasih sayangnya, motivasi, pengorbanan, perhatian, jerih payahnya dan selalu mendoakanku

Kakakku Antonio Ahmad Inoki Mulya Rusadi serta Adik-adikku Tercinta Michellen Sidik Rusadi, Siti Eki Zakia Rusadi, Okta Fanaya Rusadi, Olivia Mayda Rusadi, terimakasi atas kasih sayang, pengertian dan canda tawanya yang

memotivasi penulis untuk dapat menjadi contoh yang baik bagi kalian.

(68)

SANWACANA

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillahirrobilalamin, karena atas rahmat dan hidayah Allah SWT skripsi berjudul " Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jasa Laundry Dalam Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen” (Studi pada usaha jasa laundry di Bandar Lampung) " dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat dalam mencapai gelar kesarjanaan bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, hal tersebut dikarenakan kurang dan terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis tidak akan lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak H. Adius Semenguk, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Bapak Prof. Dr. I Gede Arya Bagus Wiranata, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

(69)

4. Bapak Ahmad Zazili, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II untuk waktu serta saran yang telah diberikan hingga skripsi ini dapat diselesaikan;

5. Ibu Rilda Murniati, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembahas I untuk dukungan, waktu serta saran yang telah diberikan hingga skripsi ini dapat diselesaikan;

6. Ibu Elly Nurlaili, S.H., M.H., selaku Dosen Pengganti Pembahas II dalam Seminar II Penulis menggantikan Bapak Renaldy Amrullah., S.H.,M.H. untuk waktu serta saran yang diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan; 7. Ibu Yulia Neta. M, S.H.,M.SI.,M.H., selaku Pembimbing Akademik;

8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi untuk memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta segala bantuannya selama penulis menjadi mahasiswa;

9. My lovely Famella Anggie Powery Daud Samsi yang tiada henti memberikan motivasi untuk tetap bersemangat menghadapi semua rintangan hidup, tiada kata seindah dirimu.

10. Sahabat-sahabatku Dwi Rimadona, Joko, Edi, Maulana, Mahar, Rendi, Wiwid Nur Cahyadi, Budi Rico, Nanda, Beni, Waryono, Ricky Wikardo, Dewa, Dian, yang karena dukungan dan koreksi dari kalian aku bisa seperti ini, aku sayang kalian;

11. Staf keperdataan: Pak Tarno, Pak Trisno, Emba’ Risty, Emba’ Sri dan Ibu Siti atas segala bantuannya kerjasamanya selama ini;

(70)

Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, 26 Agustus 2010 Penulis,

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dekokta benalu teh ( Scurulla atropurpurea ) pada dosis terapi, MATC, dan LC50 terhadap kelengkungan tulang

hand rail dapat dilihat pada Tabel 5 s.d. Jadi biaya pengobatan pekerja akibat kecelakaan yang diakibatkan oleh lantai plat dan hand rail lebih besar daripada biaya

Dalam penelitian digunakan 3 (tiga) tahap alternatif bahan bangunan ( material properties ), yakni tahap 1 mengukur termal dengan bahan bangunan eksisting, tahap 2

Seminggu sebelum pertemuan yang menggunakan PBL, dosen memberikan sebuah masalah, sesuai dengan topik yang akan dibahas, yang menjadi dasar bagi mahasiswa dalam menentukan arah

Hal ini diperkuat oleh banyak pendapat masyarakat daerah tersebut yang mengatakan bahwa seorang pemuda desa Lelea dianggap telah de- wasa jika telah memiliki pengalaman me-

[r]

Dilihat dari segi teknis perlakuan dengan padat penebaran 2 ekor/liter merupakan perlakuan yang paling efisien, karena memiliki laju pertumbuhan pertumbuhan bobot harian,

Anda seorang pereka-bentuk di sebuah kilang berkepakaran dalam perabut yang ergonomik. Pelanggan anda mahukan anda merekabentuk meja kerja dan kerusi bagi stesen-kerja