MEMINJAM DI KOSPIN JASA PEKALONGAN
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata I Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh :
ARINI AISYIATAL HANIAH
20120610127
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
iv
HALAMAN MOTTO
Jadilah diri sendiri jangan pernah menjadi bayangan dari orang lain disekitarmu
Tidak ada kata terlambat untuk menjadi lebih baik
Ilmu lebih baik dari pada harta, karena ilmu akan menjaga kamu dan semakin
berkembang jika dimanfaatkan, sedangkan harta kamulah yang menjaganya
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT , sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik, dengan rasa bangga saya persembahkan kepada:
1. Ibu Hj. Nur Chassanah dan Bapak H. Moch Syaichu,Terima kasih yang tidak
hentinnya selalu mendoakanku, mendukungku , dan memberikan rasa kasih sayang
yang teramat besar yang tidak dapat ku balas dengan apapun.
2. Masku (Drg. Muh.Yusuf) Mbak-mbakku (Dina Atina S.KM, Faradisa A.Md.Keb),
Adekku (Moh.Izzuddin), Mas Iparku (Miftahuddin Rahardjo S.Pd), Mbak Iparku (
Winda Hilma S.E) Keponakan-keponakan Ante (Khansa Nabila Azzahra, Subhan,
Elshanum Jasmien Jennamira) terimakasih atas pertanyaan kapan skripsi selesai?
Kapan wisuda? Sudah sampai mana? Itulah yang menjadi motivasi saya untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
3. Simakku Hj. Aliyah, terimakasih sudah selalu menasehati cucunya ini
4. Kepada yang selalu memberikan Semangat dan dukungan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang
berjudul "EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA TERHADAP PERJANJIAN
PINJAM-MEMINJAM DI KOSPIN JASA PEKALONGAN" Penulisan skripsi ini dimaksudkan
sebagai salah satu persyaratan guna menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Meskipun telah berusahasemaksimal
mungkin,penulis yakin skripsiini masih jauh dari sempurna dan harapan, oleh karena
keterbatasan ilmu pengetahuan, waktu, tenaga serta literatur bacaan. Namun dengan
ketekunan, tekad dan rasa ingin tahu dalam pengembangan ilmu pengetahuan, akhirnya
penulis dapat menyelesaikannya. Penulis menyadari, bahwa tesis ini dapat terselesaikan
berkat bantuan dari berbagai pihak. Segala bantuan, budi baik dan uluran tangan berbagai
pihak yang telah penulis terima baik dalam studi maupun dari tahap persiapan penulisan
sampai skripsi ini terwujud tidak mungkin disebutkan seluruhnya.
Dari lubuk hati yang paling dalam penulis sampaikan rasa hormat dan bangga kepada
kedua orang tuaku yang telah membesarkan, mendidik, menasehati serta mendo'akan
yang tiada henti-hentinya untuk keselamatan dan kesuksesan penulis. Rasa hormat dan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak pihak yang telah mendorong dan
membantu, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta antara lain kepada :
1. Kepada kedua Orang tua tercinta penulis,Bapak H. Moch. Syaichu dan Ibu Hj.
Nur Chasannah yang tidak hentinya selalu memberikan do’a, dukungan baik moril
vii
2. Bapak Dr. Trisno Rahardjo, SH.,M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Bapak Dr. Leli Joko Suryono, SH.,M. Hum,selaku kepala Program Studi Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Selaku
Dosen Pembimbing I(satu)dalam penulisan skripsi ini yang telah tulus ikhlas
menuangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan pengarahan,
masukan-masukan serta kritik yang membangun selama proses penulisan skripsi ini.
4. Ibu Ahdiana Yuni Lestari, SH.,M.HumSelaku dosen Pembimbing II(dua) yang
jugatelah tulus ikhlas menuangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan
pengarahan, masukan-masukan serta kritik yang membangun selama proses
penulisan skripsi ini.
5. Bapak/lbu Dosen pada ProgramStudi Ilmu Hukum Fakultas Hukum UMY yang
telah dengan tutus menularkan ilmunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan,
Program Studi Strata 1(S1).
6. Kepada Responden Kepala Bagian Pinjam-Meminjam di Kospin Jasa Pekalongan
Bapak Yayan Abdul Wahid S.H dan para pihak yang telah membantu
memberikan masukan guna melengkapi data-data yang diperlukan dalam
pembuatan skripsi ini.
7. Staf administrasi Program Studi Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta yang telah memberi bantuan selama penulis mengikuti perkuliahan.
8. Sahabat-sahabat terbaikku Fefriani Puspasari, Risky Komariyah, yang selalu
memberikan dukungan, semangat, kebersamaan dan bantuan kalian.
9. Teman-teman seperjuanga Nur lita Rahmawati, Rewita Harlan Dwitami, Indriyani
Simamora, Dhita Dwinanda Putri, EmaharaniYogitasari, Fenty Oksa Putri,
viii
cerita, semangat, dukungan, motivasi dan kebersamaannya selama empat tahun ini
yang berkesan.
10.Teman-teman Fakultas Hukum UMY 2012 yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu.
11.Semua pihak yang telah membantu penyelesain skripsi ini, baik secara langsung
maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu, Terimakasih atas
bantuan yang diberikan
Yogyakarta, 28 April 2016 Hormat Penulis,
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………. i
HALAMAN PERSETUJUAN……….. ii
HALAMAN PENGESAHAN……….. iii
PERNYATAAN……….... iv
MOTTO……….. v
PERSEMBAHAN………... vi
KATA PENGANTAR………... viii
DAFTAR ISI………. xi
BAB I PENDAHULUAN………... 1
BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN PINJAM- MEMINJAM, JAMINAN FIDUSIA DAN KOPERASI A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian………. 5
1. Pengertian Perjanjian...……….. 5
2. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian……… 6
3. Unsur-Unsur Perjanjian……….. 7
4. Asas-Asas Perjanjian……….. 8
5. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian……… 10
6. Jenis-Jenis Perjanjian...……….... 14
7. Wanprestasi……… 17
8. Berakhirnya Perjanjian………... 19
B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Pinjam-Meminjam………….. 20
C. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Fidusia……….. 31
x
2. Subyek dan Obyek Jaminan Fidusia……… 34
3. Sifat-Sifat Jaminan Fidusia……….. 36
4. Fungsi Pendaftaran Jaminan Fidusia………... 38
5. Eksekusi Jaminan Fidusia……… 41
D. Tinjauan Umum Tentang Koperasi……… 43
1. Pengertian Koperasi………. 43
BAB IV EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA TERHADAP PERJANJIAN PINJAM-MEMINJAM DI KOSPIN JASA PEKALONGAN A. Pelaksanaan Perjanjian Pinjam-Meminjam dan Eksekusi Jaminan Fidusia pada Kospin Jasa Pekalongan……… 53
xi
Lahirnya lembaga jaminan fidusia adalah adanya kebutuhan dalam praktik, yaitu yang menyangkut penjaminan barang bergerak tetapi tanpa penyerahan benda secara fisik, mengingat hal ini tidak dapat dipenuhi oleh lembaga gadai. Kesulitan yang terjadi dalam lembaga jaminan fidusia adalah pelaksanaan eksekusi obyek jaminan bila terjadi kredit macet. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas eksekusi obyek jaminan fidusia dan faktor penghambat dalam melakukan eksekusi jaminan fidusia. Penelitian ini mempergunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan mengkaji bahan-bahan kepustakaan dan penelitian lapangan. Berdasarkan hasil penelitian, perjanjian jaminan fidusia yang telat dalam pendaftaran ke KPF tidak mempunyai hak kebendaan sehingga tidak memberikan hak preferensi kepada kreditur Penerima Fidusia dalam pelunasan piutangnya,dan kedudukannya menjadi kreditur konkuren. Penyelesaian eksekusinya adalah dengan penjualan di bawah tangan bila kedua belah pihak sepakat, dan bila tidak ada kesepakatan maka kreditur Penerima Fidusia dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan atas dasar wanprestasi. Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan atau memindah tangankan obyek jaminan fidusia tanpa seijin Penerima Fidusia, dan bila hal ini dilakukan maka Pemberi Fidusia dianggap telah melakukan Penggelapan. Untuk kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi penerima fidusia atau kreditur, maka setiap jaminan fidusia perlu didaftarkan.
Tujuan penelitian ini adalah Pertama,Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pinjam-meminjam dengan jaminan fidusia pada Kospin Jasa Pekalongan. Kedua,Untuk mengetahui penyelesaian wanprestasi atas perjanjian pinjam-meminjam dengan jaminan fidusia pada Kospin Jasa Pekalongan.Ketiga,Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dialami Kospin Jasa Pekalongan dalam penyelesaian wanprestasi atas perjanjian pinjam-meminjam dengan jaminan fidusia.Hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa Pertama, Pelaksanaan dari perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada Kospin Jasa Pekalongan dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu a)Tahap Permohonan Pinjaman; b) Tahap pengajuan Persyaratan Pinjaman; c) Tahap Persetujuan. Dalam tahap ini apabila persyaratan terpenuhi, maka pihak koperasi memberikan persetujuan terhadap permohonan Pinjaman yang diajukan oleh nasabah. Kedua,Penyelesaian wanprestasi atas perjanjian Pinjaman dengan jaminan fidusia dilakukan dengan mengedepankan azas kekeluargaan dan secara administrasi perkreditan. Ketiga,Hambatan-hambatan yang dialami Kospin Jasa Pekalongan dalam penyelesaian wanprestasi.
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia, disebutkan bahwa: ”Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap
dalam pengusaan pemilik benda.”
Bentuk jaminan fidusia digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam
karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah, dan cepat, tetapi tidak menjamin
adanya kepastian hukum. Lembaga jaminan fidusia memungkinkan kepada para Pemberi Fidusia
untuk menguasai benda yang dijaminkan, untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai
dari pinjaman dengan menggunakan Jaminan Fidusia.
Pasal 1 Angka 7 Peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1995, menentukan: “Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar koperasi dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelaha jangka waktu tertentu
disertai pembayaran sejumlah imbalan”.
Pada awalnya, benda yang menjadi objek fidusia terbatas pada kekayaan benda
bergerak yang berwujud dalam bentuk peralatan. Akan tetapi dalam perkembangan
selanjutnya, benda yang menjadi objek fidusia termasuk juga kekayaan benda bergerak yang tak
merupakan hak jaminan yang lahir berdasarkan undang-undang, melainkan lahir karena harus
diperjanjikan terlebih dahulu antara Kreditor dengan Debitor.
Oleh karena itu, secara yuridis pengikatan jaminan fidusia lebih bersifat khusus, jika
dibandingkan dengan jaminan yang lahir berdasarkan undang-undang sebagaimana diatur dalam
Pasal 1131 KUHPerdata. Fungsi yuridis pengikatan benda jaminan fidusia dalam akta jaminan
fidusia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perjanjian kredit.
Pemberian kredit dapat diberikan oleh lembaga keuangan perbankan maupun lembaga
keuangan non-perbankan termasuk juga koperasi, namun demikian untuk lembaga perbankan
pemberian kredit dilakukan berdasarkan syarat-syarat yang cukup sulit. Hal ini berbeda dengan
kredit yang diberikan oleh lembaga non-perbankan khususnya koperasi melalui prosedur simpan
pinjam.
Pemberian kredit oleh koperasi simpan pinjam ini dapat meringankan beban masyarakat,
karena kredit yang diberikan koperasi simpan pinjam tanpa melalui prosedur yang sulit dan tidak
dipersyaratkan adanya jaminan terutama jaminan kebendaan, yang selama ini menjadi kendala
bagi masyarakat golongan ekonomi lemah.
Utang piutang merupakan suatu perbuatan yang tidak asing lagi bagi masyarakat kita pada
masa sekarang ini. Utang piutang tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang ekonominya
lemah, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang yang ekonominya relatif mampu.
Suatu utang diberikan terutama atas integritas atau kepribadian debitor, kepribadian yang
menimbulkan rasa kepercayaan dalam diri kreditor, bahwa debitor akan memenuhi kewajiban
baik, belum menjadi jaminan bahwa nanti pada saat jatuh tempo untuk mengembalikan pinjaman,
keadaan keuangannya masih tetap sebaik keadaan semula.1
Dalam memberikan kredit kepada para nasabah, Koperasi Simpan Pinjam Jasa di
Pekalongan,hanya mensyaratkan adanya jaminan, baik berupa benda bergerak maupuntidak
bergerak, jaminan tersebut sangat penting sebagai pengaman kredit yang telah diberikan olehpihak
koperasi. Menurut Mariam Darus Badrulzaman arti jaminan itu sendiri berarti kekayaan yang
dapat diikat sebagai jaminan, guna kepastian pelunasan dibelakang hari, kalau penerima kredit
tidak melunasi hutangnya.2
Fokus perhatian dalam masalah jaminan fidusia adalah apabila debitor wanprestasi. Dalam
hukum perjanjian apabila debitor tidak memenuhi isi perjanjian atau tidak melakukan hal-hal yang
telah diperjanjikan, maka debitor tersebut telah wanprestasi dengan segala akibat hukumnya.
Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia tidak mengenal istilah
wanprestasi, melainkan menggunakan istilah Cidera Janji3. Istilah Cidera Janjidalam perjanjian
kredit dapat dikatakan sebagai penyebab kredit macet atau kredit bermasalah.
Para nasabah dalam hal ini peminjam dari Koperasi Simpan Pinjam Jasa Pekalongan
melakukan usahanya, tidak selamanya menguntungkan sering juga terjadi kerugian, sehingga dari
faktor tersebut mereka tidak dapat mengembalikan pinjamannya kepada koperasi, sampai dengan
jatuh tempo jangka waktu yang telah ditentukan. Ada juga dari sekian banyak peminjam yang
melakukan pinjaman, hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkan, dengan
1 J. Satrio,1991, Hukum Jaminan danHak-hak Kebendaan,Bandung, Citra Aditya Bakti,
hlm 97.
2Mariam Darus Badrulzaman, 1991,Perjanjian Kredit, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 28.
3
harapan pada saat jatuh tempo peminjam tersebut dapat melunasinya, akan tetapi karena sesuatu
hal, peminjam tersebut tidak dapat menyelesaikan pembayaran seperti yang telah diperjanjikan
pada awal peminjaman, sehingga perlu dilakukan eksekusi atas objek jaminan fidusianya.
Eksekusi jaminan fidusia merupakan langkah terakhir yang dilakukan kreditor selaku penerima
fidusia, apabila debitor selaku pemberi fidusia cidera janji.
Berdasarkan hasil prapenelitian penulis, eksekusi jaminan fidusia pada Koperasi Simpan
Pinjam Jasa di Pekalongan sering terjadi kesulitan dalam hal barang jaminan berupa benda
bergerak, seperti kendaraan bermotor roda dua yang oleh debitur tidak mau diserahkan, sudah di
pindah tangankan, identitas barang jaminan diubah, debitur pindah alamat dan bahkan ada
perlawanan dari debitur maupun sekelompok orang yang tidak menerima kenyataan bahwa barang
jaminan tersebut akan diambil kembali oleh kreditor guna penyelesaiaan utang-utang debitor,
sehingga menarik untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut dalam bentuk skripsi dengan judul:
“EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA TERHADAP PERJANJIAN PINJAM-MEMINJAM DI
KOSPIN JASA PEKALONGAN”
Bedasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut
:Apa faktor yang menghambat dalam pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia terhadap perjanjian
pinjam-meminjam di Kospin Jasa Pekalongan?
Penelitian yang dilakukan oleh penulis bertujuan untuk :
1. Tujuan Obyektif
Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaan eksekusi
jaminan fidusia terhadap perjanjian pinjam-meminjam di Koperasi Simpan Pinjam Jasa
2. Tujuan Subjektif
Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan
hukum dalam melengkapi persyaratan akademis dalam rangka meraih gelar sarjana
BAB II
TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN PINJAM-MEMINJAM, JAMINAN FIDUSIA DAN KOPERASI
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian
Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam pasal 1313 KUHPerdata,
yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih.
Menurut R. Setiawan pengertian perjanjian sebagai mana tersebut dalam pasal 1313
KUHPerdata terlalu luas, karena istilah perbuatan yang dipakai dapat mencakup juga
perbuatan melawan hukum dan perwakilan sukarela, padahal yang dimaksud adalah
bukan perbuatan melawan hukum1
Perjanjian adalah suatu hubungan atas dasar hukum kekayaan
(vermogenscrechtlijke bettrecking) antara dua pihak, dimana pihak yang satu
berkewajiban memberikan suatu prestasi atas nama pihak yang lain mempunyai hak
terhadap prestasi itu.2
Wirjono Prodjodikoro memberikan definisi bahwa perjanjian itu merupakan
suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dimana satu
pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan
suatu hal, sedang pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.3
Perjanjian menurut Abdulkadir Muhammad adalah hal yang mengikat antara
orang yang satu dengan orang yang lain. Hal yang mengikat tersebut yaituperistiwa hukum
yang dapat berupa perbuatan misalnya jual beli, berupa kejadian misalnya kelahiran, dan
dapat juga berupa suatu keadaan misalnya pekarangan yang berdampingan, hal mana
semua peristiwa hukum tersebut akan menciptakan suatu hubungan hukum.4
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan tersebut di atas, maka dapat
disebutkan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih dimana
pihak yang satu berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal dan pihak yang lain berhak
menuntut hal (prestasi) tersebut.
2. Pihak-Pihak dalam Perjanjian
Pihak dalam perjanjian disebut sebagai subjek hukum. Subjek hukum
tersebut ada dua, yaitu :
a. Orang
b. Badan Hukum (Legal entity).
Perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu
sendiri atau tidak mengikat pihak lain. Suatu perjanjian hanya meletakkan
hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak yang membuatnya.
Pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan prestasi disebut debitur
sedangkan pihak yang berhak atas pelaksanaan prestasi disebut kreditur.
3Wirjono Prodjodikoro, 1985, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, Cet VIII, Bandung,
Sumur, hlm. 11.
4
Sebagai pihak yang aktif, kreditur dapat melakukan tindakan-tindakan
debitur yang pasif yang tidak mau memenuhi kewajibannya atau
wanprestasi. Tindakan kreditur tersebut dapat berupa memberi
peringatan-peringatan atau menuntut di muka pengadilan dan lain sebagainya.5
3. Unsur-unsur Perjanjian
Unsur-unsur dalam perjanjian ada tiga yaitu6:
a) Essentalia
b) Naturalia
c) Accidentalia
a. Essentalia
Yaitu unsur utama, tanpa adanya unsur ini persetujuan tidak mungkin ada.
Unsur essentalia (merupakan unsur/bagian into dari suatu perjanjian) yaitu
merupakan yang harus ada dalam perjanjian. Syarat-syarat adanya atau sahnya
perjanjian adalah adanya kata sepakat atau persesuaian kehendak, kecakapan
para pihak, obyek tertentu dan kausa atau dasar yang halal.
b. Naturalia
Yaitu unsur yang oleh Undang-undang ditentukan sebagai peraturan yang
bersifat mengatur. Unsur Naturalia (merupakan unsur / bagian non inti dari
suatu perjanjian) yaitu unsur yang lazim melekat dalam perjanjian. Unsur ini
merupakan unsur bawaan(natuur) perjanjian sehingga secara diam-diam
melekat pada perjanjian, unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam
perjanjian secara diam-diam dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian.
c. Accidentalia
Yaitu unsur yang oleh para pihak ditambahkan dalam persetujuan dimana
Undang-undang tidak mengatur. Unsur ini merupakan sifat yang melekat pada
perjanjian dalam hal secara tegas diperjanjikan oleh para pihak, seperti
ketentuan mengenai tempat tinggal atau domisili yang dipilih oleh para pihak,
termik (jangka waktu pembayaran), pilihan hukum, dan cara penyerahan
barang.
4. Asas-asas Perjanjian
Dalam hukum perjanjian, dikenal adanya beberapa azas penting yang
merupakan dasar kehendak masing-masing pihak di dalam mencapai tujuannya.
Asas-asas tersebut antara lain :
a. Asas Kebebasan berkontrak (freedom of contract/ laissez faire)
Setiap orang bebas membuat perjanjian apa saja baik yang sudah
diatur atau belum oleh undang-undang, tetapi kebebasan itu dibatasi oleh tiga hal
yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban
umum Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa
semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya.
Ketentuan Undang-Undang boleh tidak diikuti apabila pihak-pihak
mengkhendaki cara-cara tersendiri, tetapi apabila tidak ditentukan lain maka
b. Asas Konsensualitas
Suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat diperoleh kata sepakat
antara para pihak mengenai perjanjian. Sejak saat itu, perjanjian dianggap
telah mengikat dan mempunyai akibat hukum. Azas konsensualisme suatu
perjanjian walaupun dibuat secara lisan antara dua orang atau lebih telah mengikat,
dan telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian
tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan (consensus),
maka perjanjian yang mengikat dan berlaku diantara para pihak tidak lagi
membutuhkan formalitas. Untuk menjaga kepentingan pihak debitur dibuat dalam
bentuk-bentuk formal atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu.
c. Asas Personalia
Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur mengenai
azas Personalia yang menyatakan “pada umumnya tak seorang pun dapat
mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji selain
untuk dirinya sendiri”. Pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh
seseorangdalam kapasitasya sebagai individu (subjek hukum pribadi), hanya akan
berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri.7
Meskipun secara sederhana dikatakan bahwa ketentuan pasal 1315 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata menunjuk pada azas personalia, namun lebih
jauh dari itu, ketentuan Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
juga menunjuk kewenangan bertindak dari seseorang yang membuat dan atau
mengadakan suatu perjanjian. Dengan kapasitas kewenangan tersebut setiap
7Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja II, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Rajawali,
tindakan, perbuatan yang dilakukan oleh orang perorangan sebagai subjek hukum
pribadi yang mandiri, akan mengikat diri pribadi tersebut, dan dalam lapangan
perikatan, mengikat seluruh harta kekayaan yang dimliki olehnya secara pribadi.
d. Asas Obligator
Perjanjian yang dibuat para pihak baru dalam tahap menimbulkan hak dan
kewajiban saja dan belum memindahkan hak milik. Hak milik akan berpindah
apabila dilakukan dengan perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst), yaitu
melalui upaya levering.8
5. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa untuk
sahnya suatu perjanjian diperlukan syarat - syarat, yaitu :
a) Kesepakatan (agreement atau consensus)
b) Kecakapan (capacity)
c) Hal yang tertentu (certainty of term)
d) Sebab yang halal (legality)
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri (agreement atau consensus).
Maksudnya adalah terjadinya persesuaian kehendak. Timbulnya kehendak
atau keinginan itu tidak didasarkan atas paksaan, kekhilafan, ataupenipuan
dari salah satu pihak.
b. Kecakapan (Capacity).
Setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian apabila ia oleh
UndangUndang tidak dinyatakan tidak cakap, hal ini sesuai dengan ketentuan
Pasal 1329 KUHPerdata. Orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian
sesuai dengan amanat Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
adalah :
1. Orang-orang yang belum dewasa
2. Mereka yang ditaruh dibawah Pengampuan
3. Orang perempuan yang sudah kawin.
Mengenai orang perempuan yang sudah kawin sebagaimana surat edaran
Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 1963 telah dicabut dan sesuai dengan
pasal 31 ayat 2 Undang-Undang No.1 Tahun 1974, perempuan yang sudah
kawinberhak untuk melakukan perbuatan hukum. Jadi yang tidak cakap menurut Pasal
1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sekarang hanyalah :
1. Orang yang belum dewasa dan ;
2. Yang ditaruh dibawah pengampuan
Orang belum dewasa dan yang ditaruh dibawah pengampuan apabila
melakukan perbuatan hukum harus diwakili oleh wali mereka. Menurut
Pasal 1330 juncto Pasal 330 KUH Perdata bahwa usia dewasa adalah 21
tahun. Sebaliknya terdapat juga pandangan bahwa usia dewasa adalah usia 18
tahun hal ini berdasarkan rumusan pasal 47 juncto Pasal 50
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menegaskan bahwa :
1. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan
2. Orangtua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum
didalam dan diluar pengadilan
Dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Menyebutkan bahwa :
1. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan
orangtua, berada dibawah kekuasaan wali.
2. Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta
bendanya.
c. Hal yang tertentu (certainty of term )
Hal yang menjadi objek perjanjian harus jelas atau paling tidak dapat
ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya dapat tidak ditentukan
padawaktu dibuat perjanjian dengan ketentuan bahwa nanti dapat dihitung
atau ditentukan jumlahnya (Pasal 1333 KUHPerdata). Kejelasan mengenai
pokok perjanjian atau objek perjanjian ialah untuk memungkinkan pelaksanaan
hak dan kewajiban pihak-pihak.
d. Sebab yang halal ( legality )
Dalam membuat suatu perjanjian, isi daripada perjanjian tersebut yang
menggambarkan suatu tujuan yang hendak dicapai oleh parapihak itu,
harus dibenarkan atau tidak bertentangan dengan Undang-Undang,
ketertiban umum dan kesusilaan.9
9Zul Afdi Ardian dan An An Chandrawulan,1998,Hukum Perdata dan Dagang, Bandung,CV.
Keempat syarat tersebut diatas merupakan syarat pokok bagi setiap
perjanjian. Selain itu terdapat juga syarat tambahan bagi perjanjian tertentu
saja, misalnya perjanjian perdamaian yang diharuskan dibuat secara
tertulis.10Keempat syarat tersebut selanjutnya dalam doktrin ilmu hukum yang
berkembang digolongkan kedalam :
a. Unsur subjektif, menyangkut subjek (pihak) yang mengadakan
perjanjian.
b. Unsur objektif, menyangkut objek daripada perjanjian.
Unsur subjektif mencakup adanya kesepakatan dari para pihak dan
kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan
unsur objektif meliputi keberadaan dari objek yang diperjanjikan dan causa
dari objekberupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah
sesuatu yang tidak dilarang oleh undang-undang.11Perbedaan unsur-unsur
atas syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut digunakan untuk mengetahui
apakah perjanjian itu batal demi hukum (voib ab initio) atau merupakan
perjanjian yang dapat dimintakan pembatalannya (voidable).12
Dalam hal unsur subjektif tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut dapat
dimintakan pembatalanya (voidable). Perjanjian itu sah atau mengikat
selama tidak dibatalakan (oleh hakim) oleh karena adanya permintaan
pembatalan oleh para pihak yang berkepentingan. Dalam hal syarat objektif
10Hardijan Rusli, 1993, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Cetakan I, Jakarta,
Pustaka Sinar Harapan, (Selanjutnya disebut Hardijan Rusli I), hlm. 132.
11Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003, Seri Hukum Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Cetakan I, P.T. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 91.
tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Perjanjian yang
batal demi hukum merupakan perjanjian yang dari awal sudah batal, hal ini
berarti tidak pernah ada perjanjian tersebut. Sedangkan perjanjian yang
dimintakan pembatalannya (voidable) yaitu perjanjian yang dari awal
berlaku tetapi perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya dan apabila
tidak dimintakan pembatalnnya maka perjanjian itu tetap berlaku.
Dari syarat sahnya perjanjian kredit yang telah dikemukakan diatas maka
dapat disimpulkan unsur-unsur dari perjanjian kredit yakni unsur
essensialia,unsur naturalia dan unsur accidentalia. Unsur essensialia adalah
unsur perjanjian yang harus terdapat dalam perjanjian, tanpa adanya unsur
ini maka suatu perjanjian tidak mungkin lahir atau ada. Seperti kecakapan
para pihak yangmengikatkan diri dalam suatu perjanjian. Unsur naturalia
adalah unsur didalam perjanjian yang oleh undang-undang diatur tetapi
oleh para pihak dapat digantikan. Misalnya pembuatan perjanjian kredit
dengan akta notariil tetapi menggunakan akta dibawah tangan. Sedangkan
unsur accidentalia adalah unsurperjanjian yang ditambahkan oleh para
pihak, hal ini tidak diatur oleh UndangUndang tetapi para pihak dapat
menambahkan dalam perjanjiannya contohnyadalam penyelesaian
permasalahan akibat perjanjian untuk diselesaikan dipengadilan negeri
tertentu.13
6. Jenis-Jenis Perjanjian
13J.Satrio, 2000, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Citra Aditya
Beberapa jenis perjanjian yaitu :14
a. Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban
pokok bagi kedua belah pihak.
b. Perjanjian Cuma-Cuma
Menurut Ketentuan Pasal 1314 KUHPerdata, suatu persetujuan yang dibuat
dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima
suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
c. Perjanjian Atas Beban
Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak
yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua
prestasi itu ada hubungannya menurut hukum
d. Perjanjian Bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri,
maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi
nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak
terjadi sehari -hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan
Bab XVIII KUHPerdata.
e. Perjanjian tidak bernama
Perjanjian tak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur didalam
KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini
14Mariam Darus Badrulzaman, 2001,Kompilasi Hukum Perikatan. PT. Citra Aditya
tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak- pihak
yang mengadakannya.
f. Perjanjian Obligator
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan
kewajiban diantara para pihak
g. Perjanjian kebendaan
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan
haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban
(oblilige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain
(levering, transfer).
h. Perjanjian konsensual
Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak telah
tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut
KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal
1338).
i. Perjanjian real
Suatu perjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan realisasi tujuan
perjanjian, yaitu pemindahan hak.
j. Perjanjian Liberatoir
Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang
ada(Pasal 1438 KUHPerdata).
Suatu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang
berlaku di antara mereka.
l. Perjanjian Untung – untungan
Menurut Pasal 1774 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian
untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung
ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung
pada suatu kejadian yang belum tentu.
m. Perjanjian Publik
Perjanjian publik yaitu suatu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya
dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah
pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan
atasan dengan bawahan (subordinated), jadi tidak dalam kedudukan yang
sama (co-ordinated).
n. Perjanjian Campuran
Perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang mengandung berbagai unsur
perjanjian di dalamnya.
7. Wanprestasi
Prestasi adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur dalm setiap
perjanjian. Prestasi adalah obyek perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban
memenuhi prestasi adalah selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur. Dalam
Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata dinyatakan bahwa harta kekayaan debitur baik
bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudahada maupun yang akan ada,
ini dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang
ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-pihak.15
Menurut ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata ada 3 (tiga) kemungkinan
wujud prestasi, yaitu :
1) Memberikan sesuatu
Dalam Pasal 1235 KUH Perdata, pengertian
memberikan sesuatu adalah menyerahkan kekuasaan
nyata atas suatu benda dari debitur kepada kreditur.
2) Berbuat sesuatu
Dalam perjanjian yang obyeknya ”berbuat sesuatu”, debitur wajib melakukan perbuatan tertentu yang telah
ditetapkan dalam perjanjian. Dalam melakukan perbuatan
itu debitur wajibmemenuhi semua ketentuan dalam
perjanjian. Debitur bertanggungjawab atas perbuatannya
yang tidak sesuai dengan ketentuan perjanjian.
3) Tidak berbuat sesuatu
Dalam perjanjian yang obyeknya ”tidak berbuat sesuatu”, debitur tidak melakukan perbuatan yang telah
ditetapkan dalam perjanjian. Apabila debitur berbuat
sesuatu yang berlawanan dengan perjanjian ini, ia harus
bertanggungjawab karena telah melanggar perjanjian
15
Sedangkan Wanprestasi adalah apabila debitur tidak melakukan apa yang
dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan wanprestasi16
Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam, yaitu :
1. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilaksanakannya;
2. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang
dijanjikan;
3. melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya.
Akibat wanprestasi ada empat macam akibat wanprestasi :
1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti-rugi);
2. Pembatalan perjanjian;
3. Peralihan resiko;
4. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan
hakim.17
8. Berakhirnya Perjanjian
R. Setiawan menyebutkan bahwa perjanjian dapat berakhir karena hal – hal sebagai berikut:
1. Ditentukan oleh para pihak, perjanjian akan berlaku sampai
waktu tertentu.
16 R. Subekti, Op. cit. hlm. 45
17
2. Undang-undang telah memutuskan batas waktu berlakunya
perjanjian. Misalnya dalam Pasal 1066 ayat (3) KUHPerdata tentang
warisan, yang dikatakan bahwa para ahli waris boleh mengadakan
perjanjian untuk selama waktu tertentu tidak melakukan
pemecahan harta warisan. Dalam ayat (4) pasal tersebut
ditegaskan bahwa ketentuan waktu tersebut dibatasi hanya berlaku
untuk waktu 5 (lima) tahun.
3. Para pihak atau undang – undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya suatu peristiwa tertentu maka perjajian akan
hapus.
4. Pernyataan penghentian perjanjian (opzegging), dapat
dilaksanakan oleh kedua belah pihak atau salah satu pihak dan
hanya dalam perjanjian yang bersifat sementara. Misalnya dalam
perjanjian kerja
5. Perjanjian hapus karena putusan hakim.
6. Tujuan perjanjian telah tercapai.
7. Persetujuan para pihak untuk mengakhiri perjanjian yang telah
disepakati (herrorping).(R. Setiawan,1978: 68).
Suatu perjanjian dapat hapus selain atas persetujuan dari kedua
belah pihak, juga dapat hapus karena alasan-alasan yang oleh
Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu. Dalam prakteknya,
perjanjian hapus karena:
2) Adanya pembatalan oleh salah satu pihak terhadap perjanjian
3) Adanya salah satu pihak yang tidak memenuhi kewajiban
Adakalanya pihak yang melakukan perjanjian tidak melaksanakan
suatu perbuatan sesuai dengan isi perjanjian yang dibuatnya. Pihak
yang melaksanakan tersebut dinamakan wanprestasi.
Suatu perjanjian akan hapus apabila salah satu pihak melakukan
wanprestasi. Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang
telah ditetapkan dalam suatu perjanjian, yaitu kesengajaan atau
kelalaian, dan karena keadaan memaksa.
2 Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Pinjam-meminjam
Perjanjian pinjam-meminjam uang menurut KUHPerdata pasal 1754 yang berbunyi
: Pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada
pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,
dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama
dari macam dan keadaan yang sama pula.
Pasal 1 Angka 7 Peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1995, menentukan:
“Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar koperasi dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelaha
jangka waktu tertentu disertai pembayaran sejumlah imbalan”.
kaitannya dengan kegiatan usaha kredit. Dalam pengertian yang luas kredit sebagai
suatu kepercayaan. Dalam bahasa Latin kredit berarti credere artinya percaya. Maksud
dari kepercayaan dari si pemberi kredit (koperasi) yaitu bahwa si penerima kredit yang
menerima kredit yang disalurkannya pasti akan mengembalikan sesuai dengan
perjanjian. Sedangkan bagi debitur merupakan penerimaan kepercayaan maka
mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai dengan jangka waktu.
Pengertian kredit menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 Pasal
1 ayat (1) adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga.
Berdasarkan pengertian kredit di atas, kredit adalah pemberian pinjaman dalam
jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh kreditur. Debitur melunasi pinjamannya
kepada kreditur, dengan cara mengembalikan uang pinjaman berdasarkan ketentuan
yang berlaku. Pihak-pihak dalam perjanjian pinjam meminjam, yaitu:
a. Pihak yang memberi pinjaman uang yang disebut pemberi kredit (kreditur)
b. Pihak yang menerima uang yang disebut penerima kredit (debitur).
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa pemberian kredit merupakan
suatukepercayaan. Tanpa adanya keyakinan suatu lembaga kredit tidak akan ada
pemberian kredit, debitur akan mengembalikan pinjaman yang diterima sesuai dengan
jangka waktu sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Perjanjian kredit pada
umumnya dituangkan dalam bentuk dua jenis antara lain :
2) Perjanjian Kredit dengan Akta Notariil
1. Perjanjian kredit dibawah tangan
Perjanjian di bawah tangan adalah perjanjian yang sengaja dibuat oleh para pihak
untuk pembuktian tanpa bantuan dari seorang pejabat pembuat akta dengan kata lain
perjanjian di bawah tangan adalah perjanjian yang dimasukkan oleh para pihak sebagai
alat bukti, tetapi tidak dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum pembuat akta.18
2. Perjanjian kredit dengan Akta notariil
Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya “Rechts geleerdHandwoorddenboek”, kata akta itu berasal dari bahasa Latin “acta” memiliki
arti geschriftyaitu surat sedangkan menurut R. Subekti dan Tjitrosudibio dalam
bukunya Kamus Hukum, bahwa kata “acta” merupakan bentuk jamak dari kata
“actum” yang berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti perbuatan-perbuatan.19
Akta autentik diatur dalam Pasal 165 HIR, yang bersamaan bunyinya dengan
Pasal 285 Rbg, yang berbunyi: “Akta autentik adalah suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap
antara para pihak dari para ahli warisnya dan mereka yang mendapat hak daripadanya
tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan sebagaipemberitahuan belaka,
akan tetapi yang terakhir ini hanya diberitahukan itu berhubungan langsung dengan
perihal pada akta itu.20
Pengertian Pasal 165 HIR jo Pasal 285 Rbg memiliki pengertian dan kekuatan
pembuktian akta autentik sekaligus. Pasal 1868 KUH Perdata mengatur tentang
18Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, 2004, Grosse Akta Dalam Pembuktian dan Eksekusi, Jakarta ,Rineka Cipta, hlm. 36.
pengertian akta otentik, yang berbunyi: “suatu akta autentik adalah suatu akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan
pejabat umum yang berkuasa untuk itu di tempat akta itu dibuat. Pengertian dalam
Pasal 1868KUHPerdata akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk
yang ditentukan undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang
berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuat”. Kekuatan pembuktian dari akta itu dapat dibedakan menjadi tiga, antara lain :
1. Kekuatan pembuktian lahir (Uitendige Bewijskracth)
Yang dimaksud dengan kekuatan pembuktian lahir ialah suatu surat
yang kelihatannya seperti akta, harus diperlakukan sebagai akta, hingga
dibuktikan sebaliknya. Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian lahir,
sesuai dengan asas “acta publica probant seseipsa”, yaitu satu akta yang
lahirnya tampak sebagai akta otentik, serta memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan, maka akta tersebut harus dianggap sebagai akta otentik, kecuali
dapat dibuktikan sebaliknya.
Berbeda dengan akta otentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang,
tanda tangan pejabat itu merupakan jaminan otentisitas dari akta itu, oleh
karena itu memiliki kekuatan pembuktian lahir, sedangkan perjanjian di
bawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian lahir. Perjanjian di
bawah tangan baru berlaku sah, apabila yang menandantanganinya
mengakui kebenaran dari tanda tangannya tersebut, apabila tanda tangan
berlaku sebagai alat bukti sempurna bagipara pihak yang bersangkutan sesuai
ketentuan Pasal 1875 KUH Perdata.
2. Kekuatan pembuktian formil (Formil Bewijskracth)
Kekuatan pembuktian formal didasarkan pada pejabat pembuat akta
menyatakan dalam tulisan itu bahwa ada yang dinyatakan dalam akta itu
sebagaimana telah dicantumkan di dalamnya.21
Pada ambtelijke akten, pejabat yang berwenang membuat akta yang
menerangkan apa yang dikonstatir dan dituliskan dalam suatu akta, oleh
pejabat tersebut merupakan suatu kepastian bagi siapapun seperti mengenai
tanggal pembuatan, tempat pembuatan akta dan keterangan dalam akta itu.
Sedangkan partij akten menyatakan apapun yang tertulis diatas tanda tangan
para pihak bagi siapapun telah pasti sesuai denganyang tertulis di atas tanda
tangan para pihak tersebut.22
Kebenaran dari apa yang diterangkan oleh para pihak itu pada hakikatnya
hanya pasti antara mereka sendiri. Akta di bawah tangan baru mempunyai
kekuatan pembuktian formal, jika tanda tangan di bawah akta itu diakui atau
tidak disangkal kebenarannya. Dengan diakuinya keaslian tanda tangan pada
akta di bawah tangan, maka kekuatanpembuktian formal dari akta di
bawah tangan itu sama dengan kekuatan pembuktian formal dari akta otentik.
3. Kekuatan pembuktian materil (Materiele Bewijskracth).
Kekuatan pembuktian materil mengenai pemberian kepastian tentang
peristiwa bahwa pejabat dan para pihak melakukan seperti apa yang
diterangkan dalam akta, pembuktian materiil lebih menyangkut kepada
pembuktian materi suatu akta.23
Akta pejabat hanya membuktikan apa yang disaksikan, yakni yang
didengar, dilihat dan juga dilakukan sendiri oleh pejabat itu dalam menjalankan
jabatannya. Menurut undang-undang, Akta yang dibuat oleh para pihak
sebagai bukti yang sempurna bagi para pihak yang membuatnya dan pihak
ketiga yang mendapat hak darinya. Akta di bawah tangan, jika tanda tangan
di dalam akta itu tidak dimungkiri keasliannya sesuai dengan partij akten,
yaitu akta tersebut sebagai akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian
materil bagi para pihak yang menandatanganinya, ahli warisnya serta pihak
ketiga sesuai dengan yang ditentukan dalam Pasal 1875 KUH Perdata (Pasal
288 Rbg).
Perjanjian akad kredit yang dilakukan oleh koperasi adalah perjanjian
baku karena ditentukan oleh pihak koperasi sendiri.Sedangkan yang dimaksud
Kontrak baku adalah kontrak yang dibuat oleh salah satu pihak saja dan
dalam bentuk formulir yang berisikan klausula-klausula yang telah
ditentukan oleh salah satu pihak, pada umumnya para pihak hanya mengisi
data-data informatif saja.Pihak yang diberikan kontrak baku hanya dalam
posisi take it or leave it tidak adakesempatan untuk bernegosiasi.
Ciri perjanjian baku menurut Mariam Darus Badrulzaman ialah:24
23
Ibid, hlm. 119.
24H. Salim, 2004, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUH Perdata, Raja Grafindo Persada,
1. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian
itu.
2. Bentuk tertentu (tertulis).
3. Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama
menentukan isi perjanjian.
4. Dipersiapkan secara massal dan kolektif.
5. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi
(ekonominya) kuat.
Pada asas Kebebasan berkontrak, para pihak dapat mengatur isi
perjanjian selama tidak dilarang oleh undang-undang, kepatutan dan
yurisprudensi, dalam kontrak tersebut harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
1. Memenuhi syarat sebagai kontrak
Suatu kontrak untuk mengikat kedua belah pihak, syarat-syarat
yang harus dipenuhi antara lain :25
a. Syarat sah umum terdiri dari:
1. Pasal 1320 KUHPerdata mengenai Syarat sah umum/
2. Syarat sah umum diluar Pasal 1338 dan 1339
KUHPerdata.
b. Syarat sah yang khusus terdiri dari:
25Munir Fuady, 2007, Hukum Kontrak (Buku Kedua), Citra Aditya Bakti, Bandung,hlm
1. Untuk kontrak tertentu diperlukan Syarat akta pejabat
tertentu (yang bukan notaris) ;
2. Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu;
3. Syarat izin dari yang berwenang.
4. Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu;
2. Tidak dilarang oleh Undang-undang yaitu Tidak bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
3. Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku
Ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata menentukan pula bahwa
suatu kontrak tidak hanya mengikat terhadap isi dari kontrak
tersebut, melainkan mengikatdengan hal-hal yang merupakan
kebiasaan.
4. Sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik.
Menurut Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata suatu kontrak
haruslahdilaksanakan dengan itikad baik. Unsur itikad baik
dalam Pasal 1338 KUHPerdata bukan merupakan syarat
sahnya suatu kontrak tetapi disyaratkan dalam pelaksanaan
suatu kontrak, dengan adanya unsur itikad baik dalam suatu
kontrak sudah dapat dikatakan bahwa unsur dalam Pasal
1320 KUHPerdata tentang klausa yang legal telah terpenuhi.
Dapat dikatakan bahwa suatu kontrak telah dibuat secara sah
yaitu memenuhi syarat sahnya kontrak sesuai dengan Pasal 1320
dengan iktikad baik oleh para pihak tetapi dalam pelaksanaan
isi kontrak tersebut malah merugikan pihak yang
berkepentingan maka dapat dikatakan bahwa kontrak tersebut
telah dilaksanakan secara bertentangan dengan itikad baik.
Seperti halnya perjanjian pinjaman yang bersifat konsensuil, karena
perjanjian itu lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak
yaitu pihak peminjam (koperasi) dan pihak anggota koperasi. Dengan
adanya kata sepakat tersebut maka perjanjian pinjaman mengikat kedua
belah pihak, yaitu para pihak tidak dapat membatalkan perjanjian
pinjaman tanpa persetujuan pihak lainnya. Apabila perjanjian pinjaman
dibatalkan atau diputuskan secara sepihak maka pihak yang lain dapat
menuntut. Setelah uang yang menjadi objek yang diperjanjikan tersebut
telah diserahkan peminjaman dengan nyata kepada pihak anggota
koperasi. Pihak anggota koperasi harus atau mempunyai kewajiban untuk
mengembalikan pinjaman tepat waktu kepada pihak peminjaman
sesuai dengan kesepakatan yang ada dalam perjanjian. Selain bersifat
konsensual perjanjian pinjaman juga bersifat riil sebab harus diadakan
penyerahan atau dengan kata lain perjanjian tersebut baru dikatakan
mengikat apabila telah dilakukan kesepakatan kehendak dan telah
dilakukan penyerahan sekaligus antara kedua belah pihak yang
membuat perjanjian itu.
Mariam Darus Badrulzaman mengatakan, “Asas konsensualisme
untuk saling mengikatkan diri. Kemauan ini membangkitkan kepercayaan
(vertrouwen) bahwa perjanjian itu dipenuhi”. Asas konsensualisme mempunyai hubungan yang erat dengan asas kebebasan berkontrak
dan asas kekuatan mengikat yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1)
KUH Perdata, yang menyatakan bahwa “Semua persetujuan yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”. Selanjutnya menurut Mariam Darus Badrulzaman, “Asaskebebasan berkontrak berhubungan kebebasan menentukan apa dan
dengan siapaperjanjian itu diadakan. Perjanjian yang dibuat oleh para
pihak harus sesuai dengan pasal 1320 KUHPerdata agar memiliki
kekuatan mengikat bagi para pihak.
Kredit merupakan salah satu jenis fasilitas yang diberikan koperasi simpan
pinjam kepada anggotanya untuk mengembangkan atau meningkatkan taraf
hidup anggota koperasi menjadi lebih baik. Menurut Arifin Sitio Jenis-jenis
kredit pada koperasi simpan pinjam antara lain :26
1. Kredit (Pinjaman) di Bawah Simpanan
Suatu fasilitas pinjaman atau kredit yang diberikan oleh koperasi
simpan pinjam dimana jumlah kredit yang diberikan adalah sebesar
90% nya dari simpanan wajib calon nasabah tersebut. Penggunaan
kredit (Pinjaman) dibawah simpanan biasanya digunakan untuk
biaya sekolah, biaya hidup, pembelian rumah, renovasi, biaya
pengobatan dan lain-lain.
2. Kredit (Pinjaman di Atas Simpanan)
Fasilitas pinjaman atau kredit koperasi simpan pinjam, jumlah
kredit yang diberikan sebesar lima kali dari jumlah simpanan wajib
calon nasabah tersebut dengan harus menggunakan jaminan.
Penggunaan kredit digunakan untuk permodalan, pembelian, dan hal
lain yang pengendaliannya cukup besar. Koperasi dalam
menjalankan usahanya memberikan Anggota koperasi yang
kekurangan modal pinjaman dari koperasi.
Koperasi pada umumnya memberikan kredit lunak kepada
anggotanya. Kredit lunak artinya pinjaman dengan bunga yang ringan.
Uang pinjaman tersebut dapat dipergunakan oleh anggota koperasi
untuk mendukung usahanya.Koperasi dalam menjalankan usahanya
berbeda dengan badan usaha lainnya. Tidak seperti badan usaha
lain, koperasi memiliki karakteristik antara lain:
1) Dalam koperasi yang lebih utama adalah anggota. Oleh sebab itu,
setiap anggota dianggap penting dalam koperasi Koperasi merupakan
kumpulan orang-orang, dan bukan kumpulan modal. Ini berbeda dengan
badan usaha yang lainnya. Bentuk usaha lainnya yang lebih
dipentingkan adalah modal.
2) Tidak ada anggota koperasi yang lebih tinggi. Sebaliknya, tidak
ada anggota koperasi yang lebih rendah. Kedudukan anggota dalam
koperasi sederajat atau setara (sama tinggi). Dengan kesetaraan
sama. Mereka bekerja bersama-sama dan melakukan tugas
masing-masing dengan hak yang sama.
3) Kegiatan koperasi Indonesia dilaksanakan atas kesadaran para
anggotanya, bukan karena paksaan. Kesadaran akan timbul dengan
sendirinya setalah merasakan keuntungan dari koperasi.
4) Tujuan Koperasi Indonesia adalah untuk meningkatkan kemakmuran
para anggotanya tujuan koperasi Indonesia merupakan kepentingan
bersama anggotanya.
Koperasi dalam menyalurkan dananya kepada masyarakat memiliki
tujuan yang berbeda dengan lembaga perbankan lainnya, dimana
koperasi lebih mengutamakan kesejahteraan anggotanya dan lebih
mengedepankan pada penyelesaian secara musyawarah mufakat.
3 Tinjauan Umum Tentang Jaminan Fidusia 1. Pengertian Jaminan Fidusia
Dalam ketentuan Pasal 1 butir1 Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia, disebutkan bahwa: ”Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan
suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam pengusaan pemilik benda.”
Jaminan fidusia dituangkan dalam bentuk perjanjian. Biasanya dalam
debitor harus menyerahkan barang-barang tertentu sebagai jaminan pelunasan
utangnya.27
Dalam ketentuan Pasal 1 butir 2 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia disebutkan bahwa : ”Jaminan Fidusia adalah hak jaminan
atas benda brgerakbaik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda
tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.
Dari pengertian di atas, dapat diketahui unsur-unsur jaminan fidusia
meliputi adanya hak jaminan; adanya obyek, yaitu benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya
bangunan yang tidak dapatdibebani hak tanggungan; benda yang menjadi obyek
jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia; dan memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia.
Pengertian fidusia Menurut A. Hamzah dan Senjun Manulang, yaitu Suatu
cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (Debitur) berdasarkan adanya
perjanjian pokok (perjanjian utang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang
diserahkan hanya haknya saja secara juridische levering dan hanya dimiliki oleh
kreditor secara kepercayaan saja (sebagai jaminan utang Debitur), sedangkan
barangnya tetap dikuasai oleh Debitur, tetapi bukan lagi sebagai eigenaar
(penguasa benda untuk diri sendiri yang diperoleh secara sah) maupun bezitter
(penguasa benda untuk diri sendiri yang diperoleh secara cacat), melainkan hanya
sebagai detentor (penguasa benda untuk orang lain) atau hauder dan atas
nama kreditor eigenaar (definisi ini didasarkan konstruksi hukum adat, karena
27Oey Hoey Tiong, Fidusia sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan, Jakarta : Ghalia Indonesia,
istilahyang digunakan adalah pengoperan,pengoperan diartikan sebagai suatu
proses atau cara mengalihkan hak milik kepada orang lain).28
Menurut Tan Kamelo terdapat 13 asas hukum jaminan fidusia antara lain :
1. kreditur penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditur yang
diutamakan dari kreditur lainnya (Asas Preferensi).
2. Asas jaminan fidusia mengikuti benda menjadi objek jaminan
fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada.
3. Asas jaminan fidusia ialah perjanjian ikutan dari perjanjian pokoknya
yang disebut perjanjian accesoir
4. Asas jaminan fidusia dapat dilekatkan utang yang baru akan
ada(kontinjen)
5. Asas jaminan fidusia dapat dibebankan atas bangunan atau rumah
yang terdapat diatas tanah milik orang lain (asas pemisahan horizontal).
6. Asas bahwa jaminan fidusia harus didaftarkan ke kantor pendaftaran
fidusia(asas publicitas)
7. Asas jaminan fidusia dibebankan terhadap benda yang akan ada.
8. Asas jaminan fidusia berisikan uraian detail terhadap subjek dan
objek jaminan fidusia
9. Asas benda yang dijadikan jaminan fidusia tidak dapat dimiliki
oleh penerima jaminan fidusia, walaupun hal tersebut telah
diperjanjikan sebelumnya.
10.Asas pemberi jaminan fidusia (debitur) memiliki kewenangan atas
objek jaminan fidusia. Kewenangan hukum tersebut wajib ada saat
jaminan fidusia didaftarkan.
11.Asas ektikad baik dari pemberi jaminan fidusia yang tetap
menguasai benda jaminan.
12.Asas hak prioritas terhadap kreditur penerima fidusia yang
mendaftarkanterlebih dahulu jaminan fidusia ke kantor pendaftaran
fidusia.
13.Asas jaminan fidusia mudah dieksekusi dikarenakan sertifikat
jaminan fidusia mencantumkan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang mempunyai kekuatan hukum yang
sama dengan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum yang
tetap.29
Perjanjian Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu
perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi
prestasi.30
2. Subyek dan Obyek Jaminan Fidusia
Ruang Lingkup berlakunya undang-undang jaminan fidusia menurut Pasal
2 UUJF yang menyatakan bahwa “Undang-Undang ini berlaku terhadap setiap
perjanjian fidusia yang bertujuan untuk membebani jaminan fidusia”. Sedangkan
29Tan Kamelo, 2006, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan,
Bandung, Alumni, hlm 161-170.
Yang dapat menjadi subyek atau para pihak dari jaminan fidusia adalah orang
perorangan atau korporasi.31
Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan fidusia
objek jaminan fidusia diberikan pengertian yang lebih luas antara lain :
1. Benda bergerak yang berwujud;
2. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.
3. Benda bergerak yang tidak berwujud;
Dalam Pasal 1 Angka (4) UUJF diberikan batasan yang menjadi objek
Jaminan Fidusia antara lain:
a. Benda tersebut harus dapat dialihkan dan dimiliki secara hukum;
b. Benda berwujud dan benda tidak berwujud
c. Benda tidak bergerak yang tidak dijaminkan dengan Hak
Tanggungan (HT).
d. Benda yang sudah ada dan Benda yang akan ada
e. Hasil benda yang menjadi Obyek Fidusia
f. Klaim Asuransi dari Obyek Fidusia
g. Benda Persediaan (Inventory/Stock Perdagangan).32
Dalam ketentuan Pasal 3 UUJF menegaskan mengenai Undang-Undang
ini tidak berlaku terhadap :
31Djaja S. Meliala, 2007, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda Dan Hukum Perikatan,Bandung CV. Nuansa Aulia, hlm 67.
32Arikanti Natakusumah, Pemahaman Terhadap Akta Perjanjian Kredit,
1. Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan,
sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan
jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar.
2. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20M
atau lebih;
3. Hipotek atas pesawat terbang dan;
4. Gadai.
3. Sifat-sifat Jaminan Fidusia:
Undang-Undang Jaminan Fidusia menentukan sifat-sifat jaminan fidusia
antara lain:
a. Jaminan Fidusia memiliki sifat accessoir (ada tidaknya fidusia
bergantung dari ada tidaknya perjanjian pokok, misalnya perjanjian
kredit)Sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 UUJF yang menegaskan
bahwa “jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu
perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk
memenuhi suatu prestasi”. Prestasi sebagaimana dalam Pasal 1234 KUHPerdata berupa berbuat sesuatu, memberikan sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu. Sifat accesoir dari jaminan fidusia memberikan
akibat hukum antara lain :
1. Jaminan fidusia menjadi hapus dengan sendirinya karena
hukum, apabila perjanjian pokoknya itu berakhir atau karena
sebab lainnya yang menyebabkan perjanjian pokoknya menjadi
2. Fidusia yang menjaminnya karena hukum beralih pula kepada
penerima fidusia yang baru dengan dialihkannya perjanjian
pokoknya kepada pihak lain;
3. Fidusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari atau
selalu melekat pada perjanjian pokoknya, karena itu hapusnya
fidusia tidak menyebabkan hapusnya perjanjian pokok.33
Sebagai suatu perjanjian yang bersifat accesoir, jaminan fidusia memiliki
sifat antara lain :
1. Sifat perjanjian ikutan terhadap perjanjian pokok;
2. Keabsahannya ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok;
3. Sebagai perjanjian yang memiliki syarat, maka dapat dilaksanakan
apabila ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah
dipenuhi.34
b. Perjanjian fidusia merupakan perjanjian obligatoir
Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia jaminan fidusia
merupakan agunan yang bersifat kebendaan yang memberikan
kedudukan yang diutamakan atau didahulukan dari penerima fidusia
(kreditur) lainnya. Sebagai hak kebendaan,dengan sendirinya sifat
dan ciri-ciri hak kebendaan melekat pada jaminan fidusia.Oleh karena
33Rachmandi Usman, 2001, Aspek-AspekHukum Perbankan Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia
Pustaka Utama, hlm.165
34Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2007, Jaminan Fidusia, Jakarta, PT Raja Grafindo