PENGARUH INDEPENDENSI DAN STANDAR AUDITING
TERHADAP KUALITAS AUDIT PADA KANTOR BPK RI
PERWAKILAN PROVINSI ACEH
TESIS
Oleh
MHD. HUSNI T
087017022/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
SE K
O L
A
H
P A
S C
A S A R JA N
PENGARUH INDEPENDENSI DAN STANDAR AUDITING
TERHADAP KUALITAS AUDIT PADA KANTOR BPK RI
PERWAKILAN PROVINSI ACEH
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
MHD. HUSNI T
087017022/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH INDEPENDENSI DAN STANDAR AUDITING TERHADAP KUALITAS AUDIT PADA KANTOR BPK RI PERWAKILAN PROVINSI ACEH
Nama Mahasiswa : Mhd. Husni T
Nomor Pokok : 087017022
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing,
(Erlina, SE., M.Si., Ph.D., Ak) (Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi,
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak)
Direktur,
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
Telah Diuji pada
Tanggal : 23 Pebruari 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Erlina, SE., M.Si., Ph.D., Ak
Anggota : 1. Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak
3. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si., Ak
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengaruh
Independensi dan Standar Auditing terhadap Kualitas Audit pada Kantor BPK
RI Perwakilan Provinsi Aceh.
Adalah benar hasil karya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya.
Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara
benar dan jelas.
Medan, 23 Pebruari 2010 Yang Membuat Pernyataan,
Mhd. Husni T
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah faktor-faktor independensi dan standar auditing, baik secara sendiri-sendiri (parsial) maupun bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap kualitas audit pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh.
Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan metode sensus. Untuk itu, 99 kuesioner sudah disampaikan langsung dan kuesioner yang kembali sebanyak 65 kuesioner atau 65,66%. Sebelum dilakukan pengumpulan data, kuesioner diuji terlebih dahulu validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan Teknik Korelasi Produk Momen dan Alpha Cronbach. Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan uji parsial (uji t) dan uji simultan (uji F).
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa independensi dan standar auditing, baik secara parsial maupun bersama-sama berpengaruh terhadap kualitas audit pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh. Dari hasil uji t dan uji F menunjukkan bahwa faktor-faktor independensi dan standar auditing baik secara sendiri-sendiri (parsial) maupun bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh, dengan nilai Koefisien Korelasi (R) sebesar 0,654. Sedangkan Koefisien Determinasi (R2) hasil regresi adalah sebesar 0,428, hal ini menunjukkan bahwa 42,80% variabel terikat (kualitas audit) dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas dalam penelitian ini, sedangkan sisanya sebesar 57,20% merupakan pengaruh dari variabel bebas lainnya yang tidak ikut diteliti.
ABSTRACT
The aim of this research is to figure out whether factors of independency and auditing standard in partial or together (simultaneous) have influence on the quality of audit at Regional Office of BPK RI in Province of Aceh.
Data has been collected by using questioners with census method. For that purpose, about 99 research questioners delivered directly and returned was 65 questioners or 65.66%. Prior, validity and reliability of questioners has been tested by Moment Product Correlation and Cronbach’s Alpha. And the hyphotesis tested by partial test (t test) and simultaneous test (F test).
The result indicates that independency and auditing standard partial and together (simultaneous) have an impact on quality of audit. F test and t test showed that independency and auditing standard factors together (simultaneous) and partial have impact on the quality of audit at Regional Office of BPK RI in Province of Aceh, with Correlation Coefficient (R) about 0.654 and the result of regression found that The Coefficient Determination (R2) is 0.428. It showed that 42.80% of determinant variable (auditor performance) influenced by independent variables, and the rest 57.20% is the impact of others independent variable which not be tested in this research.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena hanya atas
rahmat dan hidayah-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul
“Pengaruh Independensi dan Standar Auditing terhadap Kualitas Audit pada Kantor
BPK-RI Perwakilan Provinsi Aceh” yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh
gelar Magister Sains (M.Si) dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu pada kesempatan yang berbahagia ini dengan kerendahan hati,
penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya dan penghargaan yang
tertinggi kepada yang terhormat:
1. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara;
2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara;
3. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak, selaku Ketua Program Studi
Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah
memberikan arahan dan tuntunannya selama ini;
4. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan
5. Erlina, SE., M.Si., Ph.D., Ak dan Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak, selaku
Dosen Pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis
dalam penyusunan tesis ini;
6. Drs. Rasdianto, MS., Ak, selaku Dosen Pembanding yang telah menyumbangkan
saran pemikiran dalam penyempurnaan tesis ini;
7. Seluruh dosen dan staf pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama mengikuti
perkuliahan;
8. Seluruh rekan-rekan kerja pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh, yang
telah memberikan dukungan moril dalam penyelesaian tesis ini;
9. Secara khusus, terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada Ayahanda
H. Osmar Saragih, Ibunda Hj. Zainab Purba atas doa dan kasihnya, Isteriku Desy
Lina serta putra-putriku tercinta, Ghaitsa Shafiyyah, Aqila Ruqayyah dan
Abdullah Ali Saragih, untuk semua pengertian dan kasih sayangnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara.
Medan, Pebruari 2010
Hormat saya selaku penulis,
RIWAYAT HIDUP
Mhd Husni T, lahir di Kota Pematang Siantar Provinsi Sumatera Utara pada
tanggal 23 Oktober 1971 anak ketiga dari enam bersaudara, putra dari Bapak H.
Osmar Saragih dan ibu Hj. Zainab Purba. Menikah dengan Desy Lina dikarunia tiga
orang putra-putri, Ghaitsa Shafiyyah, Aqila Ruqayyah, dan Abdullah Ali Saragih.
Pendidikan umum yang telah dijalani yaitu SD Negeri Kramat Jati 04 PT
di Jakarta Tahun 1978 – 1984, SMP Negeri 109 di Jakarta Tahun 1984 – 1987, SMA
Negeri 48 di Jakarta Tahun 1987 – 1990, Strata 1 (S-1) Fakultas Ekonomi Jurusan
Akuntansi Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh Tahun 1992 – 1997, Strata 2 (S-2)
Universitas Sumatera Utara dalam Program Studi Akuntansi di Medan Tahun 2008 –
2010.
Bekerja di Departemen Keuangan RI sejak Maret 1998 – Desember 2004 dan
pindah tugas ke BPK RI Perwakilan Provinsi Sumut di Medan sejak Desember 2004
– Juni 2008 dan pindah tugas ke BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh di Banda Aceh
sejak Juni 2008 – sekarang.
Medan, Pebruari 2010
DAFTAR ISI
2.1.3. Pengaruh Independensi Auditor terhadap Kualitas Audit ... 16
2.1.4. Standar Auditing ... 16
2.1.5. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ... 22
2.1.6. Hubungan antara SPKN dengan SPAP ... 26
2.1.7. Pengaruh Standar Auditing terhadap Kualitas Audit ... 27
2.2. Review Penelitian Terdahulu ... 27
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 29
3.1. Kerangka Konseptual ... 29
BAB IV METODE PENELITIAN ... 33
4.1. Jenis Penelitian ... 33
4.2. Lokasi Penelitian dan Ruang Lingkup Penelitian ... 33
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 35
4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 36
4.6. Metode Analisis Data ... 40
4.6.1. Pengujian Kualitas Data ... 41
4.6.2. Pengujian Asumsi Klasik ... 41
4.6.2.1. Uji normalitas ... 41
4.6.2.2. Uji multikolinieritas ... 42
4.6.2.3. Uji heterokedastisitas ... 42
4.6.3. Pengujian Hipotesis ... 43
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 45
5.1. Deskripsi Data ... 45
5.1.1. Gambaran Obyek Penelitian ... 45
5.1.2. Deskripsi Responden ... 46
5.1.3. Deskripsi Statistik ... 46
5.2. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data ... 47
5.3. Pengujian Asumsi Klasik ... 49
5.3.1. Uji Normalitas ... 50
5.3.2. Uji Heterokedastisitas ... 51
5.3.3. Uji Multikolinearitas ... 53
5.4. Pengujian Hipotesis ... 53
5.2. Keterbatasan Penelitian ... 62
5.3. Saran ... 63
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
2.1 Review atas Penelitian Terdahulu... 28
4.1 Hierarkhi Auditor Berdasarkan Perjenjangan... 35
4.2 Definisi Operasional Variabel... 39
5.1 Deskripsi Responden Penelitian... 46
5.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian... 47
5.3 Uji Validitas dan Reliabilitas Data…... 48
5.4 Uji Normalitas Data dengan Uji Kolmogorov-Smirnov………. 50
5.5 Uji Multikolinearitas... 53
5.6 Hasil Perhitungan Statistik…... 54
5.7 Anova Regresi... 54
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
3.1 Model Penelitian... 29
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian………... 67
2. Tabulasi Kuesioner………... 72
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah faktor-faktor independensi dan standar auditing, baik secara sendiri-sendiri (parsial) maupun bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap kualitas audit pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh.
Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan metode sensus. Untuk itu, 99 kuesioner sudah disampaikan langsung dan kuesioner yang kembali sebanyak 65 kuesioner atau 65,66%. Sebelum dilakukan pengumpulan data, kuesioner diuji terlebih dahulu validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan Teknik Korelasi Produk Momen dan Alpha Cronbach. Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan uji parsial (uji t) dan uji simultan (uji F).
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa independensi dan standar auditing, baik secara parsial maupun bersama-sama berpengaruh terhadap kualitas audit pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh. Dari hasil uji t dan uji F menunjukkan bahwa faktor-faktor independensi dan standar auditing baik secara sendiri-sendiri (parsial) maupun bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh, dengan nilai Koefisien Korelasi (R) sebesar 0,654. Sedangkan Koefisien Determinasi (R2) hasil regresi adalah sebesar 0,428, hal ini menunjukkan bahwa 42,80% variabel terikat (kualitas audit) dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas dalam penelitian ini, sedangkan sisanya sebesar 57,20% merupakan pengaruh dari variabel bebas lainnya yang tidak ikut diteliti.
ABSTRACT
The aim of this research is to figure out whether factors of independency and auditing standard in partial or together (simultaneous) have influence on the quality of audit at Regional Office of BPK RI in Province of Aceh.
Data has been collected by using questioners with census method. For that purpose, about 99 research questioners delivered directly and returned was 65 questioners or 65.66%. Prior, validity and reliability of questioners has been tested by Moment Product Correlation and Cronbach’s Alpha. And the hyphotesis tested by partial test (t test) and simultaneous test (F test).
The result indicates that independency and auditing standard partial and together (simultaneous) have an impact on quality of audit. F test and t test showed that independency and auditing standard factors together (simultaneous) and partial have impact on the quality of audit at Regional Office of BPK RI in Province of Aceh, with Correlation Coefficient (R) about 0.654 and the result of regression found that The Coefficient Determination (R2) is 0.428. It showed that 42.80% of determinant variable (auditor performance) influenced by independent variables, and the rest 57.20% is the impact of others independent variable which not be tested in this research.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemerintah pusat/daerah bertugas dan berwenang untuk mengelola dan
melaksanakan anggaran keuangan negara/daerah. Konsekuensinya adalah pihak
pemerintah harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan wewenang
tersebut secara periodik dengan menggunakan media laporan keuangan sesuai dengan
standar yang berlaku umum. Untuk itu pemerintah harus menyusun laporan keuangan
secara periodik sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang akurat
dan dapat diandalkan. Selain pemerintah, yaitu instansi pemerintah yang diperiksa
(audite), masih terdapat pihak lain yang berkepentingan dengan informasi yang
berasal dari laporan keuangan. Pihak lain tersebut antara lain: Lembaga perwakilan,
yaitu: DPR, DPD, dan DPRD, dan instansi penegak hukum, Lembaga lain yang
dibentuk berdasarkan undang-undang, WNI, dan Lembaga-lembaga internasional
(Renstra BPK RI 2006 – 2010). Semuanya berkepentingan untuk melihat hasil kinerja
pemerintah tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara.
Untuk memastikan kesesuaian laporan keuangan yang disusun oleh audite
dengan standar akuntansi yang ada, maka laporan keuangan perlu diaudit. Pihak yang
berkepentingan dengan laporan keuangan pemerintah tidak bisa secara langsung
diperlukan auditor untuk melakukan verifikasi terhadap informasi keuangan yang
disajikan oleh audite.
Menurut Taylor (Christiawan, 2002) terdapat beberapa hal yang menyebabkan
laporan keuangan perlu diaudit. Hal tersebut adalah: (1) informasi dalam laporan
keuangan memiliki konsekuensi ekonomis yang substansial dalam pengambilan
keputusan, (2) sebuah keahlian sering diperlukan dalam penyusunan dan verifikasi
informasi dalam laporan keuangan, (3) pemakai laporan keuangan tidak bisa secara
langsung melakukan verifikasi terhadap kualitas informasi dalam laporan keuangan.
Informasi keuangan merupakan salah satu informasi yang digunakan untuk
pengambilan keputusan ekonomis. Agar informasi tersebut dapat dipercaya maka
laporan keuangan harus diaudit.
Pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara/daerah
menjadi tugas pemeriksa eksternal negara yaitu Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia (BPK). BPK memiliki kedudukan strategis sebagai supreme auditor yang
diamanatkan Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, tentang Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara. Pasal itu telah diamandemen menjadi satu bab
tersendiri, yakni Bab VIII A tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yang berisi tiga
pasal, yaitu Pasal 23E, 23F, dan 23G. Pasal 23E berbunyi: (1) Untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan
Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. (2) Hasil pemeriksaan keuangan
negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
pemeriksaan tersebut ditindak - lanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan
sesuai dengan undang-undang.
Hasil penelitian Christiawan (2002), menunjukkan bahwa manajemen
memiliki harapan atas kualitas pekerjaan yang dilakukan oleh auditor. Audite akan
puas dengan pekerjaan auditor jika auditor memiliki pengalaman dalam melakukan
audit, responsif, melakukan pekerjaan dengan tepat dan sebagainya. Di sisi lain
pemakai laporan keuangan menaruh kepercayaan yang besar terhadap hasil pekerjaan
auditor dalam mengaudit laporan keuangan.
Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan pada akhirnya
mengharuskan auditor memperhatikan kualitas audit yang dilakukannya. Menurut
American Accounting Association Financial Accounting Standar Committee
(Christiawan, 2002) kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi
(keahlian) dan independensi.
Independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh
auditor. Independensi berarti auditor tidak mudah dipengaruhi, karena ia
melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan umum. Auditor tidak dibenarkan
memihak kepentingan siapapun. Auditor berkewajiban untuk jujur tidak hanya
kepada pemerintah, namun juga kepada lembaga perwakilan dan pihak lain yang
meletakkan kepercayaan atas pekerjaan auditor. Sikap mental independen tersebut
meliputi independen dalam kenyataan (in fact) maupun dalam penampilan (in
Dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), independensi BPK kini lebih dekat dengan independensi yang
diinginkan Deklarasi Lima, hasil Kongres IX INTOSAI (International Organization
of Supreme Audit Institutions), di Kota Lima, Peru, pada Oktober 1977 dan Deklarasi
Mexico hasil kongres XIX INTOSAI di New Mexico, 2007. Independensi BPK tidak
hanya menyangkut organisasinya, yang secara formal berada di luar unsur eksekutif,
legislatif, maupun yudikatif. Independensi yang diharapkan Deklarasi Lima juga
tercermin dalam hal independensi personil dalam pengambilan keputusan, dalam
bidang keuangan serta anggaran. Dalam beberapa bulan terakhir, independensi BPK
kembali menjadi sorotan terkait kasus penyelamatan PT Bank Century Tbk.
Selain independensi dan kompetensi, kualitas audit berhubungan dengan
standar auditing. Arens dan Loebbecke (1996) menyatakan standar auditing
merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tanggung jawab
profesionalnya. Standar auditing meliputi pertimbangan mengenai kualitas
profesional, seperti keahlian dan independensi, persyaratan pelaporan dan bahan
bukti. Dalam audit laporan keuangan, Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI)
menetapkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) sebagai standar auditing.
Akuntan publik melaksanakan pemeriksaan menurut ketentuan yang ada pada
standar auditing yang ditetapkan oleh IAPI. Menurut SPAP standar auditing yang ada
meliputi (1) standar umum, (2) standar pekerjaan lapangan dan (3) standar pelaporan.
Standar umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu
kinerja akuntan publik dalam melakukan pekerjaan lapangan. Standar pelaporan
berkaitan dengan kriteria dan ukuran mutu kinerja akuntan publik dalam melakukan
pelaporan.
Dalam pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara, auditor BPK berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SPKN) yang ditetapkan dengan peraturan BPK-RI Nomor 01 Tahun 2007. SPKN
memuat persyaratan profesional pemeriksa, mutu pelaksanaan pemeriksaan, dan
persyaratan laporan pemeriksaan yang profesional.
Dalam pelaksanaan pemeriksaan keuangan Negara, SPKN harus digunakan
bersama-sama dengan SPAP yang ditetapkan IAPI. SPAP tersebut berlaku untuk
pemeriksaan keuangan dan perikatan atestasi yang dilaksanakan oleh akuntan publik.
SPKN memberlakukan standar pekerjaan lapangan, standar pelaporan dan Pernyataan
Standar Audit (PSA) yang berkaitan dengan audit keuangan dan perikatan atestasi
dalam SPAP, kecuali ditentukan lain.
Pelaksanaan pemeriksaan laporan keuangan yang didasarkan pada SPKN akan
meningkatkan kredibilitas informasi yang dilaporkan atau diperoleh dari entitas yang
diperiksa melalui pengumpulan dan pengujian bukti secara obyektif. Apabila auditor
melaksanakan dan melaporkan audit dengan SPKN maka hasil audit tersebut dapat
1.2. Rumusan Masalah
Dari penelitian ini akan diformulasikan masalah adalah: Apakah independensi
dan standar auditing secara parsial dan simultan berpengaruh secara signifikan
terhadap kualitas audit pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka
tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
Pengaruh independensi dan standar auditing secara parsial dan simultan terhadap
kualitas audit pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini adalah:
a. Bagi penulis, penelitian ini merupakan pelatihan intelektual (intelectual exercise)
yang diharapkan dapat mempertajam daya pikir ilmiah serta meningkatkan
kompetensi keilmuan dalam disiplin ilmu yang digeluti.
b. Penelitian ini diharapkan akan melengkapi temuan-temuan empiris di bidang
akuntansi bagi kemajuan dan pengembangannya di masa mendatang.
c. Bagi auditor pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh, penelitian ini
sebagai kontribusi terhadap upaya peningkatan kualitas audit yang dilaksanakan,
1.5. Originalitas
Penelitian ini merupakan pengulangan penelitian dari penelitian-penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Christiawan (2002), Alim dkk (2007) dan
Trisnaningsih (2007) dengan variabel penelitian meliputi independensi, kompetensi,
etika dan kualitas audit. Untuk membedakan dari penelitian sebelumnya, penelitian
ini menggunakan variabel penelitian meliputi independensi, standar auditing dan
kualitas audit. Selain itu, populasi dan sampel yang dijadikan obyek penelitian adalah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Kualitas Audit
Istilah "kualitas audit" mempunyai arti yang berbeda-beda bagi setiap orang.
Para pengguna laporan keuangan berpendapat bahwa kualitas audit yang dimaksud
terjadi jika auditor dapat memberikan jaminan bahwa tidak ada salah saji yang
material (no material misstatements) atau kecurangan (fraud) dalam laporan
keuangan audite. Auditor sendiri memandang kualitas audit terjadi apabila mereka
bekerja sesuai standar profesional yang ada, dapat menilai resiko bisnis audite dengan
tujuan untuk meminimalisasi resiko litigasi, dapat meminimalisasi ketidakpuasan
audite dan menjaga kerusakan reputasi auditor.
De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas di mana
seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam
sistem akuntansi auditenya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Kantor Akuntan
Publik (KAP) yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih
besar dibandingkan dengan KAP yang kecil.
Wooten (2003) telah mengembangkan model kualitas audit dari membangun
teori dan penelitian empiris yang ada. Model yang disajikan oleh Wooten dalam
penelitian ini dijadikan sebagai indikator untuk kualitas audit, yaitu (1) deteksi salah
(5) prinsip kehati-hatian, (6) proses pengendalian atas pekerjaan oleh supervisor, dan
(7) perhatian yang diberikan oleh manajer atau partner.
Deis dan Groux (1992) melakukan penelitian tentang empat hal dianggap
mempunyai hubungan dengan kualitas audit yaitu (1) lama waktu auditor telah
melakukan pemeriksaan terhadap suatu perusahaan (tenure), semakin lama seorang
auditor telah melakukan audit pada audite yang sama maka kualitas audit yang
dihasilkan akan semakin rendah, (2) jumlah audite, semakin banyak jumlah audite
maka kualitas audit akan semakin baik karena auditor dengan jumlah audite yang
banyak akan berusaha menjaga reputasinya, (3) kesehatan keuangan audite, semakin
sehat kondisi keuangan audite maka akan ada kecenderungan audite tersebut untuk
menekan auditor agar tidak mengikuti standar, dan (4) review oleh pihak ketiga,
kualitas sudit akan meningkat jika auditor tersebut mengetahui bahwa hasil
pekerjaannya akan direview oleh pihak ketiga.
Widagdo (2002) melakukan penelitian tentang atribut-atribut kualitas audit
oleh kantor akuntan publik yang mempunyai pengaruh terhadap kepuasan audite.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 7 atribut kualitas audit yang berpengaruh
terhadap kepuasan audite, antara lain pengalaman melakukan audit, memahami
industri audite, responsif atas kebutuhan audite, taat pada standar umum, komitmen
terhadap kualitas audit dan keterlibatan komite audit. Sedangkan 5 atribut lainnya
yaitu independensi, sikap hati-hati, melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat,
standar etika yang tinggi dan tidak mudah percaya, tidak berpengaruh terhadap
Menurut Porter dkk (2003) berdasarkan konsep auditing, kualitas audit
berhubungan dengan independensi, kompetensi dan kode etik auditor. Independensi
dan kompetensi menjadi faktor penting yang harus dimiliki seorang auditor dalam
rangka pelaksanaan tugas audit. Arens dan Loebbecke (1996) menyatakan Auditing
adalah proses yang ditempuh oleh seseorang yang kompeten dan independen agar
dapat menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti mengenai informasi yang terukur
dari suatu entitas (satuan) usaha untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat
kesesuaian dari informasi yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
2.1.2. Independensi
Definisi independensi dalam The CPA Handbook menurut E.B. Wilcox (Alim
dkk, 2007) adalah merupakan suatu standar auditing yang penting karena opini
akuntan independen bertujuan untuk menambah kredibilitas laporan keuangan yang
disajikan oleh manajemen. Jika akuntan tersebut tidak independen terhadap
auditenya, maka opininya tidak akan memberikan tambahan apapun.
Dalam buku Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Standar Auditing
(SA) Seksi 220, Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 04 Alinea 2 (2001),
dijelaskan bahwa “Independensi itu berarti tidak mudah dipengaruhi, karena ia
melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal
berpraktik sebagai auditor intern). Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak
kepada kepentingan siapapun, sebab bilamana tidak demikian halnya, bagaimanapun
sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak
Independensi diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik.
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan aturan moral yang
diantaranya mengatur tentang independensi. Dalam aturan tersebut dinyatakan bahwa
anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam
memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam SPAP yang ditetapkan oleh
IAPI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam kenyataan
(in fact) maupun dalam penampilan (in appearance).
Independensi dalam kenyataan akan ada apabila pada kenyataannya auditor
mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan auditnya.
Sedangkan independensi dalam penampilan adalah hasil interpretasi pihak lain
mengenai independensi ini. Apabila auditor independen dalam kenyataan, tetapi
pihak-pihak yang berkepentingan yakin bahwa dia adalah penasihat dari auditenya,
maka sebagian besar hasil dari fungsi auditnya akan sia-sia saja.
Independensi dalam audit berarti cara pandang yang tidak memihak di dalam
pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit.
Apabila auditor adalah seorang penasihat audite, seorang bankir atau yang lainnya,
dia tidak dapat dikatakan independen. Independensi harus dipandang sebagai salah
satu ciri auditor yang paling penting. Alasan mengapa begitu banyak pihak yang
menggantungkan kepercayaan mereka terhadap kelayakan laporan keuangan
berdasarkan laporan auditor adalah karena harapan mereka untuk mendapatkan suatu
Kepercayaan masyarakat atas independensi sikap auditor independen sangat
penting. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa
independensi sikap auditor berkurang, bahwa kepercayaan masyarakat dapat juga
menurun disebabkan oleh keadaan yang dianggap dapat mempengaruhi sikap
independen tersebut. Untuk menjadi orang yang independen, auditor harus bebas dari
setiap kewajiban terhadap auditenya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan
auditenya. Masyarakat akan menduga bahwa kesimpulan dan langkah yang diambil
oleh auditor independen selama pelaksanaan audit dipengaruhi oleh ada tidaknya
hubungan dan kepentingan dengan pihak yang diaudit.
Independensi pada auditor BPK sedikit berbeda dengan auditor yang bekerja
pada KAP. Selain berpedoman pada SPAP, independensi auditor BPK berpedoman
pada SPKN. Dalam pernyataan standar umum kedua SPKN mengenai independensi
dinyatakan: “Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan,
organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan
dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi
independensinya”.
Organisasi pemeriksa dan pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat
mempertahankan independensinya sedemikian rupa sehingga pendapat, simpulan,
pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak
memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak manapun. Pemeriksa harus
keadaan yang relevan menyimpulkan bahwa pemeriksa tidak dapat mempertahankan
independensinya.
Menurut SPKN pemeriksa perlu mempertimbangkan tiga macam gangguan
terhadap independensi, yaitu gangguan pribadi, ekstern, dan/atau organisasi. Apabila
salah satu atau lebih dari gangguan independensi tersebut mempengaruhi kemampuan
pemeriksa secara individu dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya, maka
pemeriksa tersebut harus menolak penugasan pemeriksaan. Dalam keadaan pemeriksa
yang karena suatu hal tidak dapat menolak penugasan pemeriksaan, gangguan
dimaksud harus dimuat dalam bagian lingkup pada laporan hasil pemeriksaan.
Gangguan pribadi dari pemeriksa secara individu meliputi, antara lain:
a. Memiliki hubungan pertalian darah dengan pejabat atau pegawai entitas yang
dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap entitas yang diperiksa.
b. Memiliki kepentingan keuangan pada entitas atau program yang diperiksa.
c. Pernah bekerja atau memberikan jasa kepada entitas atau program yang diperiksa.
d. Terlibat dalam kegiatan obyek pemeriksaan, seperti asistensi, jasa konsultasi,
pengembangan sistem, dan menyusun laporan keuangan.
e. Adanya kecenderungan untuk memihak pada pejabat atau pegawai entitas, karena
keyakinan politik atau social.
f. Mencari pekerjaan pada entitas yang diperiksa selama pelaksanaan pemeriksaan.
Apabila terjadi gangguan pribadi terhadap independensi dalam pemeriksaan,
harus diselesaikan secepatnya. Dalam hal gangguan pribadi hanya melibatkan
gangguan pribadi tersebut. Misalnya, pemeriksa melepas keterkaitan dengan entitas
yang diperiksa, atau tidak ikut serta dalam pemeriksaan yang terkait dengan entitas
tersebut.
Gangguan ektern dari pemeriksa dapat membatasi pelaksanaan pemeriksaan
atau mempengaruhi kemampuan pemeriksa dalam pelaksanaan pemeriksaan.
Independensi dan obyektivitas suatu pemeriksaan dapat dipengaruhi apabila terdapat:
a. Campur tangan pihak ekstern yang membatasi atau mengubah lingkup
pemeriksaan.
b. Pembatasan waktu pemeriksaan yang tidak wajar untuk menyelesaikan
pemeriksaan.
c. Pembatasan terhadap sumber daya yang disediakan bagi organisasi pemeriksa,
yang berdampak negatif terhadap pelaksanaan pemeriksaan.
d. Ancaman penggantian petugas pemeriksa atas ketidak setujuan dengan isi laporan
hasil pemeriksaan, simpulan pemeriksaan, atau penerapan kriteria lainnya.
e. Pengaruh yang membahayakan kelangsungan pemeriksa sebagai pegawai,
berhubungan dengan kecakapan pemeriksa.
Selain itu, independensi organisasi pemeriksa dapat dipengaruhi oleh
kedudukan, fungsi dan struktur organisasinya. Dalam hal melakukan pemeriksaan,
organisasi pemeriksa harus bebas dari hambatan independensi. Pemeriksa dapat
dipandang bebas dari gangguan terhadap independensi secara organisasi, apabila
Sekalipun dapat dilakukan tindakan yang ekstrim untuk mengeliminasi segala
sesuatu yang dapat mempengaruhi independensi (baik dalam kenyataan maupun
dalam penampilan) untuk mendapatkan respek masyarakat setinggi-tingginya, namun
tidak dapat dipastikan bahwa hal tersebut dapat mengatasi persoalan yang ada.
Tindakan untuk mengeliminasi gangguan independensi secara ekstrim dapat
membatasi pelayanan yang dapat diberikan kepada audite, independensi para akuntan
publik dalam menjalankan praktik secara tradisional, dan kemampuan kantor akuntan
publik untuk mempekerjakan staf yang kompeten.
Carey (Trisnaningsih, 2007) mendefinisikan independensi akuntan publik dari
segi integritas dan hubungannya dengan pendapat akuntan atas laporan keuangan.
Independensi meliputi: (1) Kepercayaan terhadap diri sendiri yang terdapat pada
beberapa orang profesional. Hal ini merupakan bagian integritas profesional.
(2) Merupakan istilah penting yang mempunyai arti khusus dalam hubungannya
dengan pendapat akuntan publik atas laporan keuangan. Independensi berarti sikap
mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung
pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam
mempertimbangkan kenyataan dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak
memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
Sementara dalam penelitian Alim dkk (2007) mengindikasi terdapat lima
indikator penilaian independensi auditor yaitu (1) lama penugasan audit,
(2) pengungkapan kecurangan audite, (3) besarnya fee audit, (4) pemberian fasilitas
2.1.3. Pengaruh Independensi Auditor terhadap Kualitas Audit
Independensi auditor merupakan salah satu karakter sangat penting untuk
profesi akuntan publik di dalam melaksanakan pemeriksaan laporan keuangan
terhadap auditenya. Akuntan publik dalam melaksanakan pemeriksaan, memperoleh
kepercayaan dari audite dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan
kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh audite. Dengan
demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab
bilamana tidak demikian halnya, bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia
miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru paling penting untuk
mempertahankan independensinya.
Independensi seorang auditor akan terpengaruh apabila mempunyai hubungan
dan kepentingan dengan auditenya, serta adanya gangguan baik dari pribadinya
sendiri maupun dari pihak ekstern. Dengan demikian apabila seorang auditor dapat
mempertahankan sikap mental independen sepanjang pelaksanaan auditnya, maka
masyarakat pengguna laporan keuangan akan mempercayai audit dan kesimpulan
sebagai hasil auditnya.
2.1.4. Standar Auditing
Auditor sendiri memandang kualitas audit diantaranya terjadi apabila mereka
bekerja sesuai standar profesional yang ada. Arens dan Loebbecke (1996)
menyatakan standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan
tanggung jawab profesionalnya. IAPI berwenang menetapkan standar auditing (yang
akuntan publik lain yang beroperasi sebagai auditor independen. Dalam pelaksanaan
pemeriksaan di Indonesia IAPI menetapkan SPAP yang mengatur standar auditing,
standar atestasi, standar jasa akuntansi dan review, standar jasa konsultansi, standar
pengendalian mutu dan aturan etika kompartemen akuntan publik.
Nasution (SPKN, 2007) mengharapkan agar standar auditing dijadikan
patokan bagi pemeriksa dalam melakukan tugas pemeriksaannya agar dapat
melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
secara efektif. Standar auditing merupakan standar teknis yang menjadi pedoman bagi
auditor dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya (Arens dan Loebbecke,
1996). Standar-standar ini meliputi pertimbangan mengenai kualitas profesional
mereka seperti keahlian dan independensi, persyaratan pelaporan, dan bahan bukti.
Pedoman utama standar auditing dalam SPAP adalah sepuluh standar auditing
atau 10 generally auditing standars – GAAS dan diadaptasi oleh IAPI. Kesepuluh
standar auditing dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
Standar umum
a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis cukup sebagai auditor.
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam
sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
Standar pekerjaan lapangan
a. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten
harus disupervisi dengan semestinya.
b. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian
yang harus dilakukan.
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
pengajuan pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Standar Pelaporan
a. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
b. Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang di dalamnya prinsip akuntansi
tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan periode
berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi yang diterapkan dalam
periode sebelumnya.
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai,
kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.
d. Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan
keuangan secara keseluruhan atau asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat
diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya
dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas
mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang
dipikulnya.
Standar auditing merupakan pedoman kerja yang paling utama bagi para
auditor. Menurut Arens dan Loebbecke (1996) standar auditing merupakan pedoman
yang memiliki kekuatan hukum bagi semua orang yang menekuni profesi auditor,
akan tetapi tidak terlalu dapat diandalkan sebagai pedoman kerja. Di dalamnya
hampir tidak terdapat peraturan-peraturan mengenai prosedur auditing yang spesifik;
dan tidak ada aturan spesifik mengenai keputusan yang harus dibuat seorang auditor,
misalnya dalam menentukan besarnya sampel yang harus ditarik, memilih sampel
dari populasi, atau mengevaluasi hasil audit.
Banyak praktisi yang merasa bahwa standar auditing harus mengandung
pedoman yang lebih jelas untuk mempertimbangkan jumlah dan jenis bahan bukti
yang harus dikumpulkan. Pedoman yang lebih spesifik akan mengatasi beberapa
kesulitan dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan proses audit dan
dapat membantu kantor audit dalam menyusun pembelaan, dalam hal auditor dituntut
karena hasil audit yang kurang memuaskan. Ketentuan yang terlalu spesifik dapat
mengubah auditing menjadi suatu proses mekanis, tanpa adanya pertimbangan
profesional.
Standar auditing harus dipandang oleh para praktisi sebagai standar minimum
pelaksanaan kerja auditor dan bukan standar maksimum. Sorang auditor profesional
berlandaskan pada standar yang baku, dan tidak berupaya mengevaluasi inti masalah
dari situasi yang dihadapinya, tidak akan mampu menangkap makna standar auditing.
Keberadaan standar auditing tidak harus menyebabkan para auditor mematuhi secara
kaku. Jika auditor yakin bahwa ketentuan standar auditing tidak sesuai dengan situasi
atau tidak mungkin dilakukan, dapat mencari alternatif tindakan. Penting untuk
dicatat bahwa para auditor harus bertanggung jawab atas penyimpangan dalam
penerapan standar auditing tersebut.
Standar auditing memuat persyaratan keahlian dan pelatihan teknis,
independensi dalam sikap mental, kemahiran profesional dengan cermat, perencanaan
dan supervisi yang cukup, pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian
intern, bahan bukti audit kompeten yang mencukupi, dan standar pelaporan.
Keahlian dan pelatihan teknis yang memadai
Dalam standar umum ditekankan pentingnya kualitas pribadi yang harus dimiliki
seorang auditor. Seorang auditor harus memiliki latar belakang pendidikan formal
auditing dan akuntansi, pengalaman kerja yang cukup dalam profesi yang ditekuninya
dan selalu mengikuti pendidikan-pendidikan profesi berkelanjutan.
Independensi dalam sikap mental
Kantor akuntan publik diharuskan untuk mengikuti beberapa praktik untuk
meningkatkan independensi dari semua personelnya.
Kemahiran profesional dengan cermat
Standar umum ketiga berhubungan dengan penggunaan kemahiran profesional secara
tugas-tugasnya dengan kesungguhan dan kecermatan, atau kepedulian profesional.
Kecermatan dan keseksamaan profesional meliputi ketelitian dalam memeriksa
kelengkapan kertas kerja, mengumpulkan bahan bukti audit yang memadai dan
menyusun laporan audit yang lengkap. Auditor harus menghindari kelalaian dan
ketidakjujuran, tetapi tentu saja tidak dapat diharapkan bertindak sempurna dalam
setiap situasi.
Perencanaan dan supervisi yang cukup
Standar pekerjaan lapangan berkaitan dengan pengumpulan data dan kegiatan lain
yang dilaksanakan selama audit. Standar yang pertama menentukan agar program
kerja yang akan dilaksanakan direncanakan dengan matang dan pelaksanaannya oleh
para asisten diawasi secara seksama. Pengawasan merupakan unsur sangat penting
dalam audit karena cukup banyak bagian pekerjaan yang dilaksanakan oleh staf yang
belum berpengalaman.
Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern
Salah satu konsep yang secara luas dalam teori dan praktek audit menyebutkan bahwa
struktur pengendalian intern audite sangat penting dalam menghasilkan informasi
keuangan yang andal. Jika auditor yakin bahwa struktur pengendalian intern yang
diterapkan audite sudah sangat baik, yaitu telah mencakup sistem pengendalian intern
yang mampu menyajikan data yang andal dan memberikan jaminan aman atas aktiva
dan catatan, maka jumlah bukti audit yang perlu dikumpulkan akan jauh lebih sedikit
pengendalian intern audite begitu buruknya sehingga mustahil dilakukan audit yang
efektif.
Bahan bukti audit kompeten yang mencukupi
Keputusan mengenai berapa banyak bahan bukti yang akan dikumpulkan dalam
situasi tertentu merupakan suatu yang memerlukan pertimbangan profesional.
Standar Pelaporan
Standar pelaporan mewajibkan auditor untuk menyusun suatu laporan atas laporan
keuangan yang diauditnya secara keseluruhan, termasuk pengungkapan informatif
yang diperlukan. Laporan tersebut harus merinci apakah laporan yang diaudit sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan apakah prinsip tersebut diterapkan
secara konsisten untuk tahun berjalan dibandingkan tahun sebelumnya.
2.1.5. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
Dalam pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara, BPK di samping menggunakan SPAP juga memberlakukan SPKN.
Pelaksanaan pemeriksaan yang didasarkan pada SPKN akan meningkatkan
kredibilitas informasi yang dilaporkan atau diperoleh dari entitas yang diperiksa
melalui pengumpulan dan pengujian bukti secara obyektif. Apabila pemeriksa
melaksanakan pemeriksaan dengan cara ini dan melaporkan hasilnya sesuai dengan
SPKN maka hasil pemeriksaan tersebut akan dapat mendukung peningkatan mutu
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara serta pengambilan keputusan
pemeriksa dan organisasi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara.
Dalam Pernyataan Standar Pemeriksaan 01 SPKN tentang Standar Umum,
Pernyataan standar umum pertama adalah: “Pemeriksa secara kolektif harus memiliki
kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan”.
Pernyataan standar umum ketiga adalah: “Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta
penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksaan wajib menggunakan kemahiran
profesionalnya secara cermat dan seksama”. Pernyataan standar ini mengharuskan
setiap pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan SPKN.
Dalam Pernyataan Standar Pemeriksaan 02 SPKN tentang Standar
Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan mengatur standar pelaksanaan untuk
pemeriksaan keuangan. Untuk pemeriksaan keuangan, SPKN memberlakukan tiga
pernyataan standar pekerjaan lapangan SPAP yang ditetapkan oleh IAPI, berikut ini:
a. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan tenaga asisten harus disupervisi dengan semestinya.
b. Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
c. Bukti audit yang kompeten harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Selain memberlakukan tiga pernyataan standar pekerjaan lapangan SPAP
yang ditetapkan oleh IAPI, SPKN menetapkan standar pelaksanaan tambahan berikut:
pengujian, pelaporan yang direncanakan, dan tingkat keyakinan kepada manajemen entitas yang diperiksa dan atau pihak yang meminta pemeriksaan”. b. Pernyataan standar pelaksanaan tambahan kedua adalah: “Pemeriksa harus
mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi yang signifikan yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan”.
c. Pernyataan standar pelaksanaan tambahan ketiga adalah: “Pemeriksa harus merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinaan yang memadai guna mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan, Jika informasi tertentu menjadi perhatian pemeriksa, diantaranya informasi tersebut memberikan bukti yang berkaitan dengan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh material tetapi tidak langsung terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur tambahan untuk memastikan bahwa penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan telah atau akan terjadi. Dan Pemeriksa harus waspada pada kemungkinan adanya situasi dan/atau peristiwa yang merupakan indikasi kecurangan dan/atau ketidakpatutan dan apabila timbul indikasi tersebut serta berpengaruh signifikan terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa kecurangan dan/atau ketidakpatutan telah terjadi dan menentukan dampaknya terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan.
d. Pernyataan standar pelaksanaan tambahan keempat adalah: “Pemeriksa harus merencanakan dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk mengembangkan unsur-unsur temuan pemeriksaan.
e. Pernyataan standar pelaksanaan tambahan kelima adalah: “Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman, tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumentasi pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung pertimbangan dan simpulan pemeriksa. Dokumentasi pemeriksa harus mendukung opini, temuan, simpulan dan rekomendasi pemeriksaan.
Dalam Pernyataan Standar Pemeriksaan 03 SPKN tentang Standar Pelaporan
Pemeriksaan Keuangan mengatur standar pelaporan untuk pemeriksaan keuangan.
Untuk pemeriksaan keuangan, Standar Pemeriksaan memberlakukan empat standar
a. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau prinsip akuntansi yang lain yang berlaku secara komprehensif.
b. Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.
d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor.
Selain memberlakukan empat standar pelaporan SPAP yang ditetapkan oleh
IAPI, SPKN menetapkan standar pelaporan tambahan berikut ini:
a. Pernyataan standar pelaporan tambahan pertama adalah: “Laporan hasil pemeriksaan harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan Standar Pemeriksaan”.
b. Pernyataan standar pelaporan tambahan kedua adalah: “Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan harus mengungkapkan bahwa pemeriksa telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan”.
c. Pernyataan standar pelaporan tambahan ketiga adalah: Laporan atas pengendalian
intern harus mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian intern atas
pelaporan keuangan yang dianggap sebagai “kondisi yang dapat dilaporkan”. d. Pernyataan standar pelaporan tambahan keempat adalah: “Laporan hasil
pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatutan, harus dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta tindakan koreksi yang direncanakan”.
dilaporkan tersebut dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya informasi tersebut.
f. Pernyataan standar pelaporan tambahan keenam adalah: “Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil pemeriksaan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pemeriksaannya BPK menetapkan SPKN yang harus digunakan
bersama-sama dengan SPAP yang ditetapkan oleh IAPI. Secara umum standar
auditing dalam SPAP diadopsi dalam SPKN dengan standar tambahan yang khusus
diterapkan dalam rangka pemeriksaan pertanggungjawaban pengelolaan pemerintah
baik pusat maupun daerah.
2.1.6. Hubungan antara SPKN dengan SPAP
Dalam pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor BPK, SPKN harus digunakan
bersama-sama dengan SPAP yang ditetapkan oleh IAPI. SPAP tersebut berlaku untuk
pemeriksaan laporan keuangan dan atestasi yang dilaksanakan oleh akuntan publik.
SPKN memberlakukan standar pekerjaan lapangan, standar pelaporan dan Pernyataan
Standar Audit (PSA) yang terkait dengan pemeriksaan keuangan dan perikatan
atestasi dalam SPAP, kecuali ditentukan lain. Penerapan SPAP perlu memperhatikan
standar umum serta standar tambahan pada standar pelaksanaan dan standar
2.1.7. Pengaruh Standar Auditing terhadap Kualitas Audit
SPKN merupakan pedoman pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK. Dalam pemeriksaan
laporan keuangan, pernyataan standar pemeriksaan dalam SPKN meliputi: standar
umum, standar pelaksanaan pemeriksaan keuangan, dan standar pelaporan
pemeriksaan keuangan.
Standar umum berkaitan dengan persyaratan kemampuan/keahlian pemeriksa,
independensi organisasi pemeriksa dan pemeriksa secara individual, pelaksanaan
kemahiran profesional secara cermat dan seksama dalam pelaksanaan dan pelaporan
hasil pemeriksaan, dan pengendalian mutu hasil pemeriksaan. Standar pelaksanaan
mengatur pelaksanaan pemeriksaan. Sedangkan standar pelaporan mengatur
pelaporan pemeriksaan laporan keuangan.
Pelaksanaan pemeriksaan yang didasarkan pada SPKN akan meningkatkan
kredibilitas informasi yang dilaporkan atau diperoleh dari entitas yang diperiksa
melalui pengumpulan dan pengujian bukti secara obyektif. Apabila pemeriksa
melaksanakan dan melaporkan pemeriksaan dengan SPKN maka hasil pemeriksaan
tersebut akan dapat mendukung peningkatan kualitas audit.
2.2. Review Penelitian Terdahulu
Review atas penelitian terdahulu berupa nama peneliti, tahun penelitian, topik
penelitian, dan variabel yang digunakan serta hasil penelitiannya dapat dilihat seperti
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konseptual
Model penelitian yang penulis ajukan didasarkan pada penelitian-penelitian
yang pernah dilakukan sebelumnya. Model penelitian tersebut dapat dilihat pada
Gambar 3.1 berikut ini:
Gambar 3.1. Model Penelitian
Dalam rangka pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan anggaran
keuangan negara/daerah, pemerintah harus menyusun laporan keuangan sesuai Independensi
(X1)
Kualitas Audit (Y)
dengan SAP. Selain instansi pemerintah yang diperiksa (audite), masih terdapat pihak
lain yang berkepentingan dengan informasi yang berasal dari laporan keuangan.
Untuk memastikan kesesuaian laporan keuangan yang disusun oleh audite
dengan standar akuntansi yang ada, maka laporan keuangan perlu diaudit. Pihak yang
berkepentingan dengan laporan keuangan pemerintah tidak bisa secara langsung
melakukan verifikasi terhadap kualitas informasi dalam laporan keuangan, untuk itu
diperlukan auditor untuk melakukan verifikasi terhadap informasi keuangan yang
disajikan oleh audite. Auditor BPK dituntut untuk dapat menghasilkan laporan audit
yang berkualitas yang dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut.
Berbagai penelitian tentang kualitas audit yang pernah dilakukan
menghasilkan temuan yang berbeda mengenai faktor pembentuk kualitas audit.
Namun secara umum menyimpulkan bahwa untuk menghasilkan audit yang
berkualitas, seorang auditor yang bekerja dalam suatu tim audit dituntut untuk
memiliki kompetensi, independensi, dan dalam pelaksanaan audit harus berpedoman
pada standar auditing yang berlaku.
Dalam penelitian ini, penulis hanya mengidentifikasikan dua faktor yang
diperkirakan baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi
kualitas audit dalam pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah pada BPK,
yaitu:
a. Pengaruh independensi auditor terhadap kualitas audit.
Independensi merupakan sikap yang diharapkan dari seorang auditor untuk tidak
bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Oleh karena itu cukuplah
beralasan bahwa untuk menghasilkan audit yang berkualitas diperlukan sikap
independen dari auditor. Karena jika auditor kehilangan atau terganggu
independensinya, maka kesimpulan audit yang dihasilkan dianggap kurang
kualitasnya karena kehilangan kepercayaan dari pengguna laporan keuangan.
b. Pengaruh penerapan standar auditing terhadap kualitas audit.
Kualitas audit merupakan segala kemungkinan (probability) di mana auditor pada
saat mengaudit laporan keuangan audite dapat menemukan pelanggaran yang
terjadi dalam sistem akuntansi audite. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut
auditor berpedoman pada standar auditing yang berlaku. Penerapan standar
auditing dalam pemeriksaan laporan keuangan akan memastikan pelaksanaan
audit sesuai dengan pedoman yang pada akhirnya akan menghasilkan
pemeriksaan yang berkualitas.
c. Pengaruh independensi dan penerapan standar auditing terhadap kualitas audit.
Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam melaksanakan tugas
pemeriksaannya. Pelaksanaan pemeriksaan berdasarkan standar auditing yang ada
akan memastikan pelaksanaan pemeriksaan sesuai dengan harapan pemeriksaan.
Kemudian dengan sikap independensinya, maka seorang auditor dapat
melaksanakan dan melaporkan hasil audit, jika terjadi pelanggaran dalam laporan
keuangan. Sehingga berdasarkan logika di atas maka independensi dan standar
auditing memiliki pengaruh dalam menghasilkan audit yang berkualitas baik itu
3.2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian dikembangkan dari telaah teoritis sebagai jawaban
sementara dari masalah atau pertanyaan yang memerlukan pengujian secara empiris.
Dengan demikian dikemukakan hipotesis yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu
sebagai berikut: Terdapat pengaruh independensi dan standar auditing secara simultan
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini didisain untuk membuktikan apakah ada pengaruh antara
independensi dan standar auditing terhadap kualitas audit. Penelitian ini juga menguji
besarnya pengaruh variabel independen (independensi dan standar auditing) terhadap
variabel dependen (kualitas audit) melalui pengujian hipotesis. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian verifikatif atau penelitian hipotesis.
Penelitian verifikatif merupakan jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan
hubungan kausal antarvariabel melalui pengujian hipotesis (Sekaran, 2006).
Paradigma penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.
Menurut Erlina dan Mulyani (2007) paradigma kuantitatif menekankan pada
pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan
analisa data dengan prosedur statistik.
4.2. Lokasi Penelitian dan Ruang Lingkup Penelitian
Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pada Kantor BPK RI
Perwakilan Provinsi Aceh di Banda Aceh. Dipilihnya kantor tersebut adalah karena
mempertimbangkan sisi kemudahan dalam penelitian, baik tenaga, biaya dan waktu
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah tenaga auditor yang bekerja pada Kantor
BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh. Dipilihnya tenaga auditor tersebut adalah karena
mempertimbangkan sisi kemudahan dalam penelitian, baik tenaga, biaya dan waktu
dalam melakukan pengumpulan data nantinya.
Berdasarkan data Sub Bagian Sumber Daya Manusia pada Kantor BPK RI
Perwakilan Provinsi Aceh, jumlah tenaga auditor yang ada adalah sebanyak 99 orang.
Tenaga Auditor yang bekerja pada kantor tersebut mempunyai perjenjangan/tingkatan
auditor dan dalam penelitian ini dinamakan sebagai sub-populasi. Kriteria dalam
perjenjangan auditor tersebut didasarkan atas sertifikasi peran, tingkat kepangkatan
dan golongan kepegawaian auditor tersebut, yaitu sebagai berikut:
a. Pengendali Teknis Senior (PTS), bagi auditor yang mempunyai golongan minimal
IV/a atau Pembina dan/atau sudah memiliki sertifikat PTS.
b. Pengendali Teknis Yunior (PTY), bagi auditor yang mempunyai golongan
minimal III/d atau Penata Tingkat I dan sudah memiliki sertifikat PTY.
c. Ketua Tim Senior (KTS), bagi auditor yang sudah mempunyai golongan minimal
III/c atau Penata dan sudah memilliki sertifikat KTS.
d. Ketua Tim Yunior (KTY), bagi auditor yang sudah mempunyai golongan minimal
III/b atau Penata Muda Tingkat I dan sudah memiliki sertifikat KTY.
e. Auditor Ahli Pertama, bagi auditor yang sudah mempunyai golongan minimal
III/a atau Penata Muda dan sudah memiliki sertifikat.
atau Pengatur dan sudah memiliki sertifikat.
g. Auditor Pelaksana Lanjutan, bagi auditor yang sudah mempunyai golongan
minimal II/b atau Pengatur Muda Tingkat I atau sudah memiliki sertifikat.
Hierarkhi Auditor berdasarkan perjenjangan auditornya, adalah seperti pada
Tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1. Hierarkhi Auditor Berdasarkan Perjenjangan
No. Jabatan Auditor Jumlah Pegawai
1. Pengendali Teknis Senior 3
2. Pengendali Teknis Yunior 15
3. Ketua Tim Senior 11
4. Ketua Tim Yunior 8
5. Auditor Ahli Pertama 49
6. Auditor Penyelia 6
7. Auditor Pelaksana Lanjutan 7
Total 99
Sumber: Data Primer, Januari 2009.
Berdasarkan populasi yang telah ditentukan tersebut didapatkan jumlah
auditor yang memenuhi kriteria tersebut sebanyak 99 orang. Penelitian ini selanjutnya
dilakukan dengan menggunakan metode survei secara sensus.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei responden,
di mana sumber datanya berasal dari responden dengan memberikan lembaran
kuesioner secara langsung. Instrumen dalam kuesioner tersebut berjumlah 31
bagian, masing-masing mewakili satu variabel penelitian. Item pernyataan dalam
kuesioner tersebut sebagian besar diambil dan diadaptasi dari penelitian sebelumnya,
SPAP dan SPKN.
4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
Berdasarkan perumusan masalah, uraian teoritis dan hipotesis yang diajukan,
maka variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Variabel Bebas (Independent Variable), yaitu faktor-faktor yang berhubungan
dengan independensi auditor dan penerapan standar auditing dalam pelaksanaan
pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah.
b. Variabel Terikat (Dependent Variable), yaitu kualitas audit yang dilaksanakan
auditor yang bekerja pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh.
Untuk menghindari kesalahpahaman atau untuk memberikan gambaran yang
jelas dan memudahkan pelaksanaan penelitian ini, maka perlu diberikan definisi
variabel operasional yang akan diteliti sebagai dasar dalam menyusun kuesioner
penelitian, sebagai berikut:
a. Independensi (X1)
Independensi berarti tidak mudah dipengaruhi, karena auditor melaksanakan
pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal berpraktik sebagai
auditor intern). Dengan demikian, auditor tidak dibenarkan memihak kepada