PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KESIAPSIAGAAN TENAGA KESEHATAN PUSKESMAS KAMPUNG BARU MENGHADAPI
BENCANA BANJIR DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN
TESIS
Oleh
AGUSTINA BORU GULTOM 107032096/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE INFLUENCE OF KNOWLEDGE AND ATTITUDE ON THE HEALTH WORKERS’ PREPAREDNESS AND COMPLETE ALERTNESS IN
ANTICIPATING FLOOD AT KAMPUNG BARU PUSKESMAS, MEDAN MAIMUN SUBDISTRICT
THESIS
By
AGUSTINA BORU GULTOM 107032096/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KESIAPSIAGAAN TENAGA KESEHATAN PUSKESMAS KAMPUNG BARU MENGHADAPI
BENCANA BANJIR DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
AGUSTINA BORU GULTOM 107032096/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KESIAPSIAGAAN TENAGA KESEHATAN PUSKESMAS KAMPUNG BARU MENGHADAPI BENCANA BANJIR DIKECAMATAN MEDAN MAIMUN
Nama Mahasiswa : Agustina Boru Gultom Nomor Induk Mahasiswa : 107032096
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. dr. Amri Amir, Sp.F, DFM, S.H) (Suherman, S.K.M. M.Kes Ketua
) Anggota
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama , M.S)
Telah Diuji
Pada Tanggal : 9 Agustus 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Amri Amir, Sp.F, DFM, S.H Anggota : 1. Suherman, S.K.M. M.Kes
2. Ir. Indra Chahaya, M.Si
PERNYATAAN
PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KESIAPSIAGAAN TENAGA KESEHATAN PUSKESMAS KAMPUNG BARU MENGHADAPI
BENCANA BANJIR DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2012
ABSTRAK
Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat yang bertanggungjawab diwilayah kerjanya dan dibutuhkan dalam pengendalian resiko bencana dibidang kesehatan.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru menghadapi bencana banjir di Kecamatan Medan Maimun pada tahun 2012. Jenis penelitian adalah survey eksplanatori, dengan populasi adalah seluruh tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru yang dijadikan sampel berjumlah 22 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, pengamatan, wawancara dan wawancara mendalam. Analisis dilakukan dengan uji eksak fisher dan regresi logistik.
Dari hasil analisis bivariat dengan uji eksak fisher dan analisis multivariat dengan regresi logistik berganda disimpulkan bahwa variabel pengetahuan memiliki hubungan dan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru menghadapi bencana banjir dengan nilai signifikansi < 0,05. Sedangkan variabel sikap tidak memiliki hubungan dan pengaruh terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru menghadapi bencana banjir dengan nilai signifikasi > 0,05. Hasil wawancara, indepth interview dan observasi menunjukkan bahwa ketersediaan fasilitas, ketersediaan SOP penanganan gawat darurat dan rujukan, dukungan kebijakan dan komitmen staf merupakan faktor lain yang kemungkinan turut memengaruhi kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru menghadapi bencana banjir.
Disarankan agar tenaga kesehatan meningkatkan pengetahuan dan tindakan mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir melalui berbagai cara seperti melalui buku atau pedoman, internet, seminar, konferensi dan pelatihan atau simulasi mengenai penanggulangan bencana banjir dan penanganan gawat darurat yang difasilitasi Manajemen Dinas Kesehatan Kota Medan serta melalui kerjasama dengan pihak terkait.
ABSTRACT
Kampung Baru Puskesmas (Public Health Center), Medan Maimun Subdistrict, as the first grade of health service facility, is the spearhead of public health service which has the responsibility in its working area since it is needed to control the health risk incident.
The aim of the research was to analyze the influence of knowledge and attitude on the health workers’ preparedness and complete alertness at Kampung Baru Puskesmas in anticipating flood at Medan Maimun Subdistrict in 20012. The type of the research was an explanatory survey. The population was 22 health workers who were on duty at Kampung Baru Puskesmas. The data were gathered by distributing questionnaires and conducting observation, interviews, and in depth interviews and analyzed by conducting exact fisher test and logistic regression test.
The results of bivatriate analysis with exact fisher test, multivatriate, and multiple logistic regression analyses showed that the variable of knowledge had positive and significant correlation and influence on the health workers’ preparedness and complete alertness at Kampung Baru Puskesmas in anticipating flood with the significance value of <0.05, whereas the variable of attitude did not have any correlation and influence on the health workers’ preparedness and complete alertness at Kampung Baru Puskesmas in anticipating flood with the significance value of >0.05. The results of the in depth interviews and observation showed that the availability of facilities, the availability of SOP in handling emergency situation and reference, and the supporting policy and commitment of the staffs constituted other factors which probably influenced the health workers’ preparedness and complete alertness at Kampung Baru Puskesmas in anticipating flood.
It is recommended that the health workers should increase their knowledge and activity about the preparedness and complete alertness in anticipating flood through various ways, such as consulting books, guidelines and internet, attending seminars, conferences, and trainings or simulations dealing with flood, and handling emergency, facilitated by the Management of the Health Service, Medan, through the cooperation with the parties concerned.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang merupakan salah satu
kewajiban yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
Tesis ini berjudul : “Pengaruh Pengetahuan dan Sikap terhadap Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan Puskesmas Kampung Baru Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan Medan Maimun”. Sesungguhnya tesis ini tidak akan terwujud tanpa izin dari Tuhan Yang Maha Kuasa, serta bantuan dari semua
pihak yang telah membantu penulis dalam mengatasi segala kendala dalam tesis ini.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih yang setulusnya kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara Medan.
5. Prof. dr. Amri Amir, Sp. F, DFM, S.H, selaku pembimbing satu dan Suherman,
S.K.M. M.Kes, selaku pembimbing dua yang telah banyak meluangkan waktu dan
kesempatan dalam membimbing dan memberikan masukan demi kesempurnaan
tesis ini.
6. Ir. Indra Chahaya, M.Si, selaku penguji satu dan dr. Rumondang Pulungan,
M.Kes, penguji dua yang telah banyak memberikan saran dan masukan demi
kesempurnaan tesis ini.
7. Seluruh staf pengajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
8. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan beserta staf yang telah memberikan izin
kepada peneliti untuk melakukan penelian.
9. Kepala Puskesmas Kampung Baru beserta staf yang telah memberi kesempatan
kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
10.Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Sumatera Utara beserta
staf yang telah memotivasi dan memberi kesempatan kepada penulis untuk
melanjutkan pendidikan ini.
11.Kedua orangtua penulis, yaitu Ayahanda V.Gultom dan Ibunda N.Sirait dan Ibu
mertua T.Sitorus, abang, kakak dan adik untuk dukungan dan doa yang tiada
12.Suami tercinta Sukarto Karo-Karo dan ananda Tabita Angelica Karo-Karo, yang
penuh perhatian, kesabaran, pengorbanan serta doa dalam mendukung dan
memotivasi penulis dalam menjalani pendidikan.
13.Seluruh rekan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat angkatan 2010
Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan dorongan dan
dukungan selama menjalani pendidikan dan selama menyelesaikan tesis ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya, karena
penulis menyadari bahwa tidak ada satupun karya dari tangan manusia yang lahir
dalam keadaan sempurna, maka segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari
berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Medan, September 2012 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Agustina Boru Gultom, lahir pada tanggal 23 Agustus 1973 di Tanjung
Pinang Riau, anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda V. Gultom
dan Ibunda N.Sirait. Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri 030 Tanjung
Pinang Riau selesai pada tahun 1985, SMP Negeri 7 Tanjung Pinang Riau selesai
pada tahun 1988, SMA Negeri 1 Tanjung Pinang Riau selesai pada tahun 1991,
Pendidikan Ahli Madya Keperawatan DepKes RI Medan selesai pada tahun 1994,
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung selesai pada tahun 2000.
Penulis mulai bekerja sebagai tenaga honorer di RSAL dr. Midiyato S
Tanjung Pinang Riau dari tahun 1995 sampai dari 1996. Sejak tahun 1996 penulis
sampai sekarang bekerja sebagai fungsional dosen di Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Sumatera Utara. Penulis juga pernah mengajar dibeberapa
pendidikan swasta sebagai dosen tidak tetap seperti Akper Wirahusada, Akper Sari
Mutiara, Fakultas Non Gelar Kesehatan Universitas Darma Agung, dan dari tahun
2008 sampai sekarang di STIKes Sumatera Utara.
Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat minat studi Manajemen Kesehatan Bencana, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2010 dan menyelesaikan studi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ………. i
ABSTRACT ……… ii
KATA PENGANTAR ………... iii
RIWAYAT HIDUP ………... vi
DAFTAR ISI ………. vii
DAFTAR TABEL ………. ix
DAFTAR GAMBAR ……….... xi
DAFTAR LAMPIRAN ……….... xii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ………. 1
1.2 Permasalahan ……….. 6
1.3 Tujuan Penelitian ……… 7
1.4 Hipotesis ………. 7
1.5 Manfaat Penelitian ……….. 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bencana Banjir ……… 8
2.2 Kesiapsiagaan ………. 11
2.3 Teori Pembentukan Kesiapsiagaan ………. 30
2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan Menghadapi Bencana ……… 32
2.5 Landasan Teori ………... 36
2.6 Kerangka Konsep ……… 38
BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ………... 39
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 39
3.3 Populasi dan Sampel ……….. 40
3.4 Metode Pengumpulan Data ……… 40
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ………. 45
3.6 Metode Pengukuran ………... 47
BAB 4. HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ……….... 49
4.2 Analisis Univariat ………... 53
4.3 Analisis Bivariat ………. 62
4.4 Analisis Multivariat………. 66
4.5 Hasil Wawancara ……… 67
4.6 Hasil Pengamatan ………... 76
BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Hubungan Karakteristik Tenaga Kesehatan Puskesmas Kampung Baru dengan Pengetahuan Mengenai Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan Medan Maimun……… 79
5.2 Hubungan Karakteristik Tenaga Kesehatan Puskesmas Kampung Baru dengan Sikap Mengenai Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan Medan Maimun ……….. 80
5.3 Pengaruh Pengetahuan terhadap Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan Puskesmas Kampung Baru Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan Medan Maimun ………….. 80
5.4 Pengaruh Sikap terhadap Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan Puskesmas Kampung Baru Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan Medan Maimun ………….. 84
5.5 Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan Puskesmas Kampung Baru Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan Medan Maimun ……….. 88
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ………... 100
6.2 Saran ……….. 100
DAFTAR PUSTAKA ………... 102 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1 Hasil Uji Validitas Tahap I ………... 42
3.2 Hasil Uji Reliabilitas Tahap I ……… 43
3.3 Hasil Uji Validitas Tahap II ………... 44
3.4 Hasil Uji Reliabilitas Tahap II ………... 44
3.5 Definisi Operasional ……….. 45
3.6 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ………. 47
4.1 Fasilitas-fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Ada di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru ……… 51 4.2 Karakteristik Responden Menurut Umur, Jenis Kelamin, Lama Bekerja, Pendidikan dan Pelatihan di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012………... 53
4.3 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012……… 55
4.4 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan Mengenai Kesiapsiagaan Menghadapi Banjir di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 ………… 56
4.5 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Sikap Mengenai Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 ………… 57
4.7 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir di Puskesmas Kampung Baru
Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 ………... 60
4.8 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori
Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir di Puskesmas
Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 …………. 62
4.9 Hubungan Karakteristik Responden (Umur, Lama Bekerja, Pendidikan, Pelatihan) dengan Pengetahuan Mengenai Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir di Puskesmas
Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 …………. 63
4.10 Hubungan Karakteristik Responden (Umur, Lama Bekerja, Pendidikan, Pelatihan) dengan Sikap Mengenai Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir di Puskesmas Kampung Baru
Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 ……….. 64
4.11 Hubungan Pengetahuan dengan Kesiapsiagaan Responden Puskesmas Kampung Baru Menghadapi Bencana Banjir di
Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 ……….. 65
4.12 Hubungan Sikap dengan Kesiapsiagaan Responden Puskesmas Kampung Baru Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2012 ………. 66
4.13 Seleksi Variabel yang Berhubungan dengan Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan Puskesmas Kampung Baru Menghadapi Bencana Banjir
di Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012……….. 66
4.14 Ketersediaan Perbekalan Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1 Skema Pelayanan Medis di Lapangan ………... 24
2.2 Kerangka Konsep Penelitian ………. 38
4.1 Struktur Organisasi Puskesmas Kampung Baru ……… 52
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ……….. 111
2. Pedoman Observasi ……… 122
3. Pedoman Wawancara ………. 123
4. Pedoman Wawancara dengan Indepth Interview ………... 124
5. Master Data ……… 127
6. Uji Validitas dan Reliabilitas ………. 128
7. Uji Univariat ……….. 133
8. Uji Bivariat ……… 143
9. Uji Multivariat ……… 148
10. Profil Informan dan Hasil Indepth Interview ………. 149
11. Denah Kecamatan Medan Maimun ……… 175
12. Surat Izin Penelitian dari Pendidikan ………. 176
13. Surat Izin Penelitian dari Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan ……... 177
14. Surat Selesai Penelitian dari Kepala Puskesmas Kampung Baru …….. 178
ABSTRAK
Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat yang bertanggungjawab diwilayah kerjanya dan dibutuhkan dalam pengendalian resiko bencana dibidang kesehatan.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru menghadapi bencana banjir di Kecamatan Medan Maimun pada tahun 2012. Jenis penelitian adalah survey eksplanatori, dengan populasi adalah seluruh tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru yang dijadikan sampel berjumlah 22 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, pengamatan, wawancara dan wawancara mendalam. Analisis dilakukan dengan uji eksak fisher dan regresi logistik.
Dari hasil analisis bivariat dengan uji eksak fisher dan analisis multivariat dengan regresi logistik berganda disimpulkan bahwa variabel pengetahuan memiliki hubungan dan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru menghadapi bencana banjir dengan nilai signifikansi < 0,05. Sedangkan variabel sikap tidak memiliki hubungan dan pengaruh terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru menghadapi bencana banjir dengan nilai signifikasi > 0,05. Hasil wawancara, indepth interview dan observasi menunjukkan bahwa ketersediaan fasilitas, ketersediaan SOP penanganan gawat darurat dan rujukan, dukungan kebijakan dan komitmen staf merupakan faktor lain yang kemungkinan turut memengaruhi kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru menghadapi bencana banjir.
Disarankan agar tenaga kesehatan meningkatkan pengetahuan dan tindakan mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir melalui berbagai cara seperti melalui buku atau pedoman, internet, seminar, konferensi dan pelatihan atau simulasi mengenai penanggulangan bencana banjir dan penanganan gawat darurat yang difasilitasi Manajemen Dinas Kesehatan Kota Medan serta melalui kerjasama dengan pihak terkait.
ABSTRACT
Kampung Baru Puskesmas (Public Health Center), Medan Maimun Subdistrict, as the first grade of health service facility, is the spearhead of public health service which has the responsibility in its working area since it is needed to control the health risk incident.
The aim of the research was to analyze the influence of knowledge and attitude on the health workers’ preparedness and complete alertness at Kampung Baru Puskesmas in anticipating flood at Medan Maimun Subdistrict in 20012. The type of the research was an explanatory survey. The population was 22 health workers who were on duty at Kampung Baru Puskesmas. The data were gathered by distributing questionnaires and conducting observation, interviews, and in depth interviews and analyzed by conducting exact fisher test and logistic regression test.
The results of bivatriate analysis with exact fisher test, multivatriate, and multiple logistic regression analyses showed that the variable of knowledge had positive and significant correlation and influence on the health workers’ preparedness and complete alertness at Kampung Baru Puskesmas in anticipating flood with the significance value of <0.05, whereas the variable of attitude did not have any correlation and influence on the health workers’ preparedness and complete alertness at Kampung Baru Puskesmas in anticipating flood with the significance value of >0.05. The results of the in depth interviews and observation showed that the availability of facilities, the availability of SOP in handling emergency situation and reference, and the supporting policy and commitment of the staffs constituted other factors which probably influenced the health workers’ preparedness and complete alertness at Kampung Baru Puskesmas in anticipating flood.
It is recommended that the health workers should increase their knowledge and activity about the preparedness and complete alertness in anticipating flood through various ways, such as consulting books, guidelines and internet, attending seminars, conferences, and trainings or simulations dealing with flood, and handling emergency, facilitated by the Management of the Health Service, Medan, through the cooperation with the parties concerned.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi
secara tiba-tiba dalam tempo relatif singkat dalam hubungan antara manusia dengan
lingkungannya yang terjadi sedemikian rupa, seperti bencana gempa bumi, banjir,
gunung berapi sehingga memerlukan tindakan penanggulangan segera. Perubahan
ekosistem yang terjadi dan merugikan harta benda maupun kehidupan manusia bisa
juga terjadi secara lambat seperti pada bencana kekeringan.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
menyatakan bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Keadaan gawat darurat ini bila tidak ditangani
secara cepat dan tepat dapat menyebabkan kematian dan kecacatan.
Ditinjau dari karakteristik geografis dan geologis wilayah, Indonesia adalah
salah satu kawasan rawan bencana banjir. Sekitar 30% dari 500 sungai yang ada di
Indonesia melintasi wilayah penduduk padat. Pada umumnya bencana banjir tersebut
terjadi diwilayah Indonesia bagian barat yang menerima curah hujan lebih tinggi
banjir adalah karena relief bentang alam Indonesia yang sangat bervariasi dan
banyaknya sungai yang mengalir diantaranya. Daerah rawan banjir tersebut
diperburuk dengan penggundulan hutan atau perubahan tata-guna lahan yang tidak
memperhatikan daerah resapan air. Perubahan tata-guna lahan yang kemudian
berakibat menimbulkan bencana banjir, dapat dibuktikan antara lain didaerah
perkotaan sepanjang pantai terutama yang dialiri sungai (Bakornas PB, 2007)
Sumatera sebagai pulau besar di Indonesia bagian barat, berpotensi mengalami
pola gangguan cuaca, adanya sungai yang melintasi penduduk yang padat sehingga
daerah Sumatera rawan terjadinya bencana banjir. Kondisi tersebut memberi dampak
kepada masyarakat dalam berbagai sektor kehidupan. Sektor-sektor seperti kesehatan,
pertanian, kehutanan, ketahanan pangan dan lain-lain turut mengalami kerugian saat
kondisi memburuk atau bahkan menjadi ekstrim. Menurut Handayani (2010), kondisi
ini terutama dialami oleh daerah-daerah yang secara topografi terletak di kawasan
rawan bencana seperti di Provinsi Sumatera Utara. Dua daerah di Provinsi Sumatera
Utara yang memiliki resiko dampak terbesar terkena bencana banjir adalah Medan
dan Deli Serdang.
Untuk mengantisipasi dampak kepada masyarakat akibat kondisi yang buruk
akibat bencana banjir diperlukan adanya kesiapsiagaan dalam rangka meminimalisir
dampak yang terjadi. Menurut Schneid dan Collins (2001), kesiapsiagaan yang sesuai
sebelum suatu bencana terjadi adalah dasar untuk mengurangi resiko dan mengurangi
kerusakan. Sedangkan menurut LIPI-UNESCO/ISDR (2006), kesiapsiagaan
bencana sebelum terjadi bencana dan merupakan salah satu bagian dari proses
manajemen bencana.
Untuk meminimalisir dampak akibat bencana banjir dari segi kesehatan
dibutuhkan Puskesmas sebagai lini terdepan dalam mengendalikan resiko bencana
dibidang kesehatan. Menurut Ditjen Binkesmas Depkes (2005), Puskesmas sebagai
sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan ujung tombak pelayanan
kesehatan masyarakat yang bertanggungjawab diwilayah kerjanya. Puskesmas
sebagai sarana kesehatan ditingkat kecamatan dalam kejadian bencana dapat terlibat
secara langsung sebagai bagian Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Sehari-hari
(SPGDT) bencana sesuai tahapan bencana. Apabila Puskesmas tidak menjadi korban
dan masih dapat berfungsi bila terjadi suatu bencana maka pada tahap awal yang
melaksanakan penanggulangan bencana adalah Puskesmas yang berfungsi sebagai
pos lapangan sambil menunggu bantuan dari tingkat yang lebih tinggi.
Puskesmas mempunyai fungsi sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam bidang
kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama (Trihono, 2005). Khusus
pada fungsi ketiga, mencakup aspek pelayanan kesehatan masyarakat maupun
pelayanan kesehatan perorangan termasuk penanganan pasien gawat darurat yang
timbul dimasyarakat. Puskesmas sebagai lini terdepan yang berperan pada
pertolongan pertama pada korban, mempersiapkan masyarakat dalam upaya
memberikan pertolongan sesuai dengan kemampuan (Ditjen Binkesmas Depkes,
2005).
Berdasarkan survey pendahuluan pada Bagian Penanggulangan Bencana
Bidang Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan BPBD Provinsi
Sumatera Utara, kejadian bencana tertinggi dikota Medan berada di kecamatan
Medan Maimun dengan frekuensi kejadian 2 – 3 kali dalam setahun. Hasil
wawancara dengan Kepala Puskesmas Kampung Baru didapatkan bahwa Puskesmas
Kampung Baru adalah Puskesmas dengan wilayah kerja Kecamatan Medan Maimun,
merupakan Puskesmas rawat jalan dan melayani kasus akibat bencana banjir
diwilayah kerja Puskesmas tersebut. Berdasarkan penghitungan kasus data warga
yang mengalami penyakit akibat bencana banjir Januari 2011 dari buku catatan
pelayanan kesehatan pada saat bencana banjir Januari 2011 didapatkan ada 620
warga yang mengalami penyakit akibat bencana banjir yang dilayani Puskesmas
Kampung Baru, dengan jenis penyakit diantaranya gatal-gatal, luka-luka, sesak
nafas, diare , demam dan batuk.
Hasil wawancara dengan seorang Kepala Lingkungan di Kelurahan Kampung
Baru dan seorang Kepala Lingkungan di Kelurahan Sei Mati menyatakan bahwa
frekuensi kejadian banjir di Kecamatan Medan Maimun berkisar 1 - 3 kali dalam satu
tahun. Dukungan kesehatan bagi warga pada saat bencana banjir di kecamatan ini
didapatkan dari Puskesmas Kampung Baru. Hasil wawancara dengan 30 warga
Kecamatan Medan Maimun mengenai pelayanan kesehatan yang diterima warga
2011, ada sebagian warga menyatakan pelayanan pada penyakit yang timbul akibat
bencana banjir dan pengobatan yang diberikan tenaga kesehatan masih kurang pada
saat bencana banjir dan mengenai penanganan faktor resiko yang dapat menimbulkan
masalah penyakit akibat nyamuk yang bertambah banyak setelah bencana banjir.
Kualitas atau mutu layanan kesehatan penting bagi organisasi layanan
kesehatan berupa (1) menghasilkan pelayanan yang bermutu, (2) menjadikan
organisasi layanan kesehatan menjadi efisien, (3) menjadi tempat idaman, (4)
memperhatikan keluaran, (5) menimbulkan kepuasan pasien. Konsep model dimensi
mutu layanan kesehatan meliputi dimensi struktur, dimensi proses dan dimensi
keluaran. Dimensi struktur meliputi manusia, fasilitas fisik dan perbekalan kesehatan,
teknologi dan informasi, keuangan. Dimensi proses meliputi pengorganisasian dan
manajemen sumber daya, pengorganisasian program layanan kesehatan,
penyelenggaraan program layanan kesehatan. Dimensi keluaran adalah kesehatan
masyarakat (Pohan, 2007).
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mendukung upaya Puskesmas dalam
penanggulangan bencana karena adanya keterbatasan sumber daya yang dimiliki
Puskesmas dalam penanggulangan bencana. Dukungan tersebut mencakup dukungan
dalam upaya kesehatan, dukungan dalam pembiayaan, dukungan dalam sumber daya
manusia, dukungan obat dan perbekalan kesehatan dan dukungan dalam manajemen
kesehatan (Ditjen Binkesmas Depkes, 2005)
Menurut Wyckof, kualitas jasa merupakan tingkat keunggulan yang selalu
tepat untuk memenuhi harapan pelanggan. Kualitas jasa pelayanan kesehatan akan
sangat ditentukan apabila kebutuhan atau ekspetasi para pengguna jasa bisa dipenuhi
dan diterima tepat waktu (Muninjaya, 2011).
Sutton dan Tierney (2006) menyatakan kegiatan kesiapsiagaan hendaknya
didasarkan kepada pengetahuan tentang potensial dampak bahaya bencana dalam
kesehatan dan keselamatan, kegiatan pemerintahan, fasilitas dan infrastruktur,
pemberian pelayanan, dan kondisi lingkungan dan ekonomi, serta dalam peraturan
dan kebijakan. Menurut LIPI-UNESCO/ISDR (2006) parameter pertama faktor kritis
kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam adalah pengetahuan dan sikap
terhadap resiko bencana. Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci
untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi sikap
dan kepedulian untuk siap siaga dalam mengantisipasi bencana.
Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai pengaruh pengetahuan, sikap terhadap kesiapsiagaan tenaga
kesehatan Puskesmas KampungBaru dalam menghadapi bencana banjir di Kecamatan
Medan Maimun.
1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas
1.3Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan
tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru menghadapi bencana banjir di
Kecamatan Medan Maimun.
1.4Hipotesis
Ada pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan
Puskesmas Kampung Baru menghadapi bencana banjir di Kecamatan Medan
Maimun.
1.5Manfaat Penelitian
1.5.1Menjadi masukan bagi tenaga kesehatan Puskesmas untuk menambah
wawasan dalam meningkatkan kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas
menghadapi bencana banjir
1.5.2Menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan untuk meningkatkan
peran aktif tenaga kesehatan Puskesmas dalam perencanaan
penanggulangan bencana banjir dan kesiapsiagaan menghadapi bencana
untuk meminimalisir dampak bencana.
1.5.3Untuk menambah ilmu pengetahuan, penelitian ini dapat menambah
wawasan keilmuan yang berkaitan dengan pengaruh pengetahuan dan sikap
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bencana Banjir
2.1.1 Definisi Bencana Banjir
Menurut Undang-undang No.24 Tahun 2007, bencana didefinisikan sebagai
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat. Bencana dapat disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air
yang melebihi kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan menimbulkan kerugian
fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu dkk, 2009). Banjir adalah ancaman musiman yang
terjadi apabila meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan menggenangi wilayah
sekitarnya. Banjir adalah ancaman alam yang paling sering terjadi dan paling banyak
merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun ekonomi (IDEP, 2007).
2.1.2Kategori Banjir
Kategori atau jenis banjir terbagi berdasarkan lokasi sumber aliran
permukaannya dan berdasarkan mekanisme terjadinya banjir :
1. Berdasarkan lokasi sumber aliran permukaannya, terdiri dari :
a. Banjir kiriman (banjir bandang) yaitu banjir yang diakibatkan oleh
b. Banjir lokal yaitu banjir yang terjadi karena volume hujan setempat yang
melebihi kapasitas pembuangan disuatu wilayah.
2. Berdasarkan mekanisme terjadinya banjir yaitu
a. Regular flood yaitu banjir yang diakibatkan oleh hujan.
b. Irregular flood yaitu banjir yang diakibatkan oleh selain hujan, seperti
tsunami, gelombang pasang, dan hancurnya bendungan.
2.1.3Penyebab Banjir
Penyebab banjir antara lain :
1. Hujan, dimana dalam jangka waktu yang panjang atau besarnya hujan
selama berhari-hari.
2. Erosi tanah, dimana menyisakan batuan yang menyebabkan air hujan
mengalir deras diatas permukaan tanah tanpa terjadi resapan.
3. Buruknya penanganan sampah yaitu menyumbatnya saluran-saluran air
sehingga tubuh air meluap dan membanjiri daerah sekitarnya.
4. Pembangunan tempat pemukiman dimana tanah kosong diubah menjadi
jalan atau tempat parkir yang menyebabkan hilangnya daya serap air
hujan. Pembangunan tempat pemukiman bisa menyebabkan meningkatnya
risiko banjir sampai 6 kali lipat dibandingkan tanah terbuka yang biasanya
mempunyai daya serap tinggi.
5. Bendungan dan saluran air yang rusak dimana menyebabkan banjir
6. Keadaan tanah dan tanaman dimana tanah yang ditumbuhi banyak
tanaman mempunyai daya serap air yang besar.
7. Didaerah bebatuan dimana daya serap air sangat kurang sehingga bisa
menyebabkan banjir kiriman atau banjir bandang (IDEP, 2007)
2.1.4Dampak Banjir
Banjir akan terjadi gangguan-gangguan pada beberapa aspek berikut :
1. Aspek penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut,
tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya penyakit
seperti penyakit kulit, demam berdarah, malaria, influenza, gangguan
pencernaan dan penduduk terisolasi.
2. Aspek pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya
dokumen, arsip, peralatan, perlengkapan kantor dan terganggunya
jalannya pemerintahan.
3. Aspek ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak
berfungsinya pasar tradisional, kerusakan atau hilangnya harta benda,
ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat.
4. Aspek sarana/prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk,
jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas
umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi.
5. Aspek lingkungan, antara lain berupa kerusakan ekosistem, objek wisata,
persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan
2.2 Kesiapsiagaan
2.2.1 Definisi Kesiapsiagaan
Menurut Undang-undang No. 24 tahun 2007, kesiapsiagaan adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Menurut
Ditjen Binkesmas Depkes (2005), kesiapsiagaan (preparedness) adalah upaya yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui pengorganisasian langkah-langkah
yang tepat guna dan berdayaguna.
Menurut FEMA dalam Haddow dan Bullock (2006), kesiapsiagaan dalam
wilayah manajemen darurat dapat dinyatakan sebagai pernyataan kesediaan untuk
berespon terhadap suatu bencana, krisis atau tipe situasi emergensi lainnya.
Kesiapsiagaan bukan hanya pernyataan kesiapan tetapi juga suatu topik dimana
didalamnya terdapat banyak aspek-aspek manajemen darurat.
Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana
dan didalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat ini, peningkatan
kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengurangan risiko
bencana yang bersifat pro-aktif, sebelum terjadi bencana. Konsep kesiapsiagaan yang
digunakan lebih ditekankan pada kemampuan untuk melakukan tindakan persiapan
menghadapi kondisi darurat bencana secara cepat dan tepat (LIPI-UNESCO/ISDR,
2006).
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
berubahnya tata kehidupan masyarakat. Konsep kesiapsiagaan memiliki berbagai
dimensi yang didukung oleh sejumlah aktifitas. Dimensi dari kesiapsiagaan
mencakup berbagai tujuan atau pernyataan akhir bahwa kesiapsiagaan berusaha untuk
dicapai. Kegiatan-kegiatan adalah tindakan-tindakan nyata yang perlu untuk diambil
dalam rangka menemukan tujuan-tujuan tersebut. Sumber-sumber bervariasi dalam
hal bagaimana dimensi-dimensi tersebut dan aktifitas-aktifitas yang didefinisikan
(Sutton dan Tierney, 2006).
Kesiapsiagaan (preparedness) menghadapi banjir adalah kegiatan yang
dilakukan dalam rangka mengantisipasi bencana banjir sehingga tindakan yang
dilakukan pada saat dan setelah terjadi banjir dilakukan secara tepat dan efektif
(Rahayu dkk, 2009).
2.2.2 Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan Puskesmas Menghadapi Bencana Banjir
Tujuan khusus dari upaya kesiapsiagaan bencana adalah menjamin bahwa
sistem, prosedur, dan sumber daya yang tepat siap ditempatnya masing-masing untuk
memberikan bantuan yang efektif dan segera bagi korban bencana sehingga dapat
mempermudah langkah-langkah pemulihan dan rehabilitasi layanan (PAHO, 2006)
Manajemen bencana merupakan suatu proses terencana yang dilakukan untuk
mengelola bencana dengan baik dan aman melalui 3 (tiga) tahapan : (1) pra
bencana, (2) saat bencana, (3) pasca bencana (Ramli, 2010). Kesiapsiagaan sebagai
kegiatan pra bencana yang dilakukan di Puskesmas melakukan ketiga fungsi
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan bertujuan agar semua
bidang pembangunan diwilayah kerja puskesmas selalu mempertimbangkan aspek
kesehatan. Pembangunan yang dilaksanakan di kecamatan, seyogyanya yang
berdampak positif terhadap lingkungan sehat dan perilaku sehat, yang muaranya
adalah peningkatan kesehatan masyarakat (Trihono, 2005). Puskesmas harus
melaksanakan fungsi penanggulangan bencana melalui kegiatan :
a. Surveilans kesehatan
Menurut WHO dalam Kemenkes RI Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003,
surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi
data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada
unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Menurut
PKK-Kemenkes (2011), surveilans penyakit dan faktor resiko pada umumnya
merupakan suatu upaya untuk menyediakan informasi kebutuhan pelayanan
kesehatan dilokasi bencana dan pengungsian sebagai bahan untuk tindakan
kesehatan segera. Kegiatan ini meliputi :
1) Melakukan analisis mengenai dampak kesehatan, dimana skala
sederhananya berupa penilaian apakah tatanan diwilayah kerja Puskesmas
tergolong rawan/beresiko bencana banjir (Trihono, 2005 dan Ditjen
Binkesmas Depkes, 2005)
2) Melakukan pembuatan peta wilayah kerja yang menjadi tanggungjawab
diwilayah kerja, peta resiko bencana, peta elemen-elemen masyarakat yang
kemungkinan menjadi korban bencana, dan peta potensi masyarakat dan
lingkungan (Ditjen Binkesmas Depkes, 2005 dan Sea Defence Consultants,
2009)
3) Mengartikan rambu-rambu bencana meliputi :
• Warna : orange untuk tempat rawan, hijau untuk tempat aman
• Anak panah (kearah kanan/kiri) untuk jalur evakuasi
• Lokasi pemasangan rambu adalah dilokasi rawan bencana, lokasi
aman/tempat evakuasi, jalur/jalan menuju tempat aman/evakuasi
(IOM, 2011)
4) Memperhatikan sistem peringatan dini/isyarat-isyarat dini sebagai
pertanda kemungkinan bencana akan terjadi. Sistem peringatan dini adalah
sistem (rangkaian proses) pengumpulan dan analisis data serta penyebaran
informasi tentang keadaan darurat atau kedaruratan. Sumber informasi
dini berasal dari dua instansi yaitu BMKG yang mengeluarkan potensi
cuaca ekstrim dan Dinas PU yang mengeluarkan data tinggi muka air. Di
tingkat masyarakat, media untuk system peringatan dini yang sesuai
dengan kearifan budaya setempat misalnya kentongan, pengumuman
melalui mesjid ataupun membuat sistem peringatan dini dengan
elektronik (Ditjen Binkesmas Depkes, 2005; Promise, 2009; IOM, 2011;
LIPI-UNESCO/ISDR,2006)
b. Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat mengenai kesiapsiagaan
menghadapi banjir (Ditjen Binkesmas Depkes, 2005 dan PROMISE, 2009)
c. Kerjasama lintas sektoral
Koordinasi lintas sektoral ditingkat kecamatan bertujuan untuk menggalang
kerjasama dan berbagi tugas sesuai dengan peran dari tiap sektor. Bentuk
kerjasama tersebut antara lain dalam bentuk tim penanggulangan bencana
ditingkat kecamatan yang ditetapkan dengan surat keputusan camat (Ditjen
Binkesmas Depkes, 2005). Kerjasama dapat juga dilakukan kepada LSM,
tokoh masyarakat, organisasi profesi, dan dunia usaha.
2. Pusat pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat
non-instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu
mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan
memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas
sektoral maupun LSM dan tokoh masyarakat (Trihono, 2005). Sebagai pusat
pemberdayaan masyarakat, Puskesmas dapat melibatkan peran aktif masyarakat
dalam setiap kegiatan penanggulangan bencana baik perorangan, kelompok
masyarakat maupun masyarakat secara umum (Ditjen Binkesmas Depkes, 2005).
a. Memotivasi, memfasilitasi, menggali partisipasi aktif masyarakat dibidang
kesehatan, yang antara lain ditandai dengan pengembangan berbagai bentuk
upaya kesehatan berbasis masyarakat (Trihono, 2005). Bentuk UKBM yang
didanai oleh bantuan operasional kesehatan yang berkaitan dengan
pemberdayaan masyarakat menghadapi bencana adalah Poskesdes. Pos
Kesehatan Desa (Poskesdes) adalah upaya kesehatan bersumberdaya
masyarakat yang dibentuk dalam rangka mendekatkan/menyediakan
pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa (Kemenkes,2012). Bentuk
UKBM lainnya dapat berupa Dasipena (Pemuda Siaga Peduli Bencana)
(Kemenkes, 2012). Didalam wadah UKBM, tenaga kesehatan melatih
masyarakat untuk menjadi kader terlatih dalam rangka agar kader terlatih
dapat membantu petugas kesehatan dalam memberikan pertolongan awal
kasus gawat darurat dan dapat melayani sesama anggota masyarakat dalam
menghadapi kemungkinan munculnya bencana. Pelatihan yang diberikan
mencakup : kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular, promosi
kesehatan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat, penanganan gawat
darurat untuk awam, penanganan gizi, dan penanganan kesehatan jiwa,
kesehatan reproduksi (Ditjen Binkesmas Depkes, 2005)
b. Kemitraan dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan
organisasi kemasyarakatan lainnya.
c. Kemitraan dengan konkes (konsil kesehatan) atau BPKM (Badan Peduli
kesehatan atau badan peduli kesehatan masyarakat (BPKM), atau badan
penyantun Puskesmas (BPP) adalah suatu organisasi masyarakat yang
merupakan mitra kerja Puskesmas yang berfungsi sebagai penyantun dan
pemberi masukan kepada Puskesmas. Konkes/BPKM/BPP beranggotakan
tokoh masyarakat yang peduli kepada pembangunan kesehatan diwilayahnya
(Trihono, 2005)
d. Puskesmas peduli keluarga
Puskesmas peduli keluarga adalah puskesmas yang proaktif mendeteksi,
memantau dan meningkatkan kesehatan tiap keluarga diwilayah kerjanya dan
memberlakukan keluarga sebagai mitra pembangunan kesehatan. Tujuan
umum dari puskesmas peduli keluarga adalah meningkatnya jumlah keluarga
sehat diwilayah kerja Puskesmas (Trihono, 2005)
3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama
Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan adalah pelayanan kesehatan dasar
yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat dan sangat strategis dalam
upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat secara umum (Trihono, 2005).
Pelayanan yang dilakukan sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama
mencakup Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM).
a. Upaya Kesehatan Perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan yang lebih mengutamakan pelayanan kuratif
dari pelayanan kesehatan perorangan di puskesmas (Trihono, 2005). Upaya
pelayanan gawat darurat sehari-hari merupakan bentuk awal kesiapsiagaan
pelayanan gawat darurat dalam bencana. Kesiapsiagaan sehari-hari mencakup
penerapan protap penanganan korban gawat darurat dan rujukannya,
kesiapsiagaan sarana dan prasarana pelayanan gawat darurat yang dimiliki, dan
peningkatan kapasitas tenaga puskesmas dalam teknisi medis, latihan
kesiapsiagaan protap penanggulangan bencana (Ditjen Binkesmas Depkes,
2005).
b. Upaya Kesehatan Masyarakat
Pelayanan yang bersifat publik (public good) dengan tujuan utama memelihara
dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, tanpa mengabaikan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan
masyarakat minimal yang bisa dilakukan meliputi upaya kesehatan wajib,
yaitu : promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak,
perbaikan gizi, pemberantasan penyakit menular (Trihono, 2005). Pelayanan
lain yang erat kaitannya peran tenaga kesehatan pada pasca bencana adalah
pelayanan kesehatan jiwa (Ditjen Binkesmas Depkes, 2005)
Menurut Ditjen Binkesmas Depkes (2005) , kesiapan Puskesmas dalam Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu Sehari-hari (SPGDT-S) disuatu wilayah
akan menentukan kemampuan wilayah tersebut pada penanganan gawat darurat
bencana. Puskesmas sebagai lini terdepan yang berperan pada pertolongan pertama
gawat darurat maupun memberikan ketrampilan dalam memberikan pertolongan
sesuai dengan kemampuan. Apabila Puskesmas tidak sanggup melakukan
pertolongan, perlu dilakukan rujukan ke RS Kabupaten/Kota, Propinsi atau Rumah
Sakit Regional maupun swasta.
Peran Puskesmas dalam penanggulangan bencana berdasarkan tahapan
bencana.
1. Pra Bencana
a. Pemetaan Kesehatan (Geo Mapping)
Merupakan kegiatan pembuatan peta wilayah kerja yang menjadi tanggungjawab
Puskesmas, yang didalamnyan terdapat :
a) Peta rawan bencana (Hazard Map) yaitu gambaran wilayah kerja yang
berisikan jenis bencana dan karakteristik ancaman bencana.
b) Peta Sumber Daya Kesehatan diwilayah kerjanya yaitu gambaran
distribusi jenis sumber daya kesehatan (tenaga medis, perawat,
sanitarian, gizi, alat kesehatan, ambulans, dan lain-lain) dan lokasinya
c) Peta Resiko Bencana (Risk Map) yaitu peta rawan bencana yang
dilengkapi resiko yang mungkin terjadi termasuk kejadian penyakit
menular diwilayah tersebut.
d) Peta elemen-elemen masyarakat yang memiliki kemungkinan
mengalami/menjadi korban akibat peristiwa.
e) Peta potensi masyarakat dan lingkungan yaitu gambaran atau
b. Melakukan koordinasi dengan lintas sektoral
Koordinasi lintas sektor ditingkat kecamatan untuk menggalang kerjasama
dan berbagi tugas sesuai dengan peran dari tiap sektor.
c. Pelayanan gawat darurat sehari-hari
Kesiapsiagaan sehari-hari mencakup penerapan protap penanganan korban
gawat darurat dan rujukannya, kesiapsiagaan sarana prasarana pelayanan
gawat darurat yang dimiliki, dan peningkatan kapasitas tenaga puskesmas
didalam teknis medis.
d. Pemberdayaan masyarakat
Penyuluhan/pelatihan pada masyarakat merupakan upaya pemberdayaan
masyarakat agar masyarakat dapat melayani sesama anggota masyarakat
dalam menghadapi kemungkinan munculnya bencana. Pelatihan yang
diberikan mencakup : 1) Kesehatan lingkungan, 2) Pemberantasan penyakit
menular, penanggulangan DBD, 3) Promosi kesehatan untuk berperilaku
hidup bersih dan sehat, 4) Penanganan gawat darurat bagi awam, 5)
Penanganan gizi, 6) Penanganan kesehatan jiwa, kesehatan reproduksi.
e. Latihan kesiapsiagaan/gladi
Latihan kesiapsiagaan dilakukan melalui simulasi protap-protap yang telah
disusun oleh tim penanggulangan bencana maupun simulasi tim kesehatan
Puskesmas agar mampu memberikan pelayanan gawat darurat.
Pemantauan lokasi-lokasi rawan bencana, melalui kegiatan surveilens secara
rutin diwilayah kerja Puskesmas. Pada kondisi tertentu bersama sektor terkait
dan masyarakat perlu memperhatikan isyarat-isyarat dini sebagai pertanda
kemungkinan bencana akan terjadi.
2. Saat Bencana
Pada saat terjadinya bencana disuatu wilayah, Puskesmas harus segera
memberi informasi awal ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kegiatan mencakup :
a. Operasi pertolongan terhadap korban berdasarkan triase
Operasi pertolongan pertama dilakukan oleh tim Puskesmas bersama
masyarakat yang sudah terlatih dalam penanganan gawat darurat. Pertolongan
awal pada korban dilakukan dilokasi kejadian bila kondisi memungkinkan
(lokasi aman, tidak ada bahaya susulan, tidak dalam komando Polri/TNI).
Pertolongan ynag diberikan berupa pertolongan bantuan hidup dasar yaitu
resusitasi jantung paru (RJP). Bila tidak memungkinkan dengan bantuan
masyarakat, tim SAR, polisi dan aparat setempat, korban dipindahkan kearea
yang dianggap aman disekitar lokasi atau langsung ke Puskesmas terdekat
untuk dilakukan pertolongan pertama. Pertolongan pertama korban
dilapangan didasarkan pada triase yang bertujuan seleksi korban dan jenis
pertolongan yang diperlukan berdasarkan tingkat keparahan, kedaruratan dan
kemugkinan korban untuk hidup. Korban akibat bencana dapat diseleksi
menjadi :
Kelompok korban gawat darurat yang memerlukan pertolongan stabilisasi
segera, antara lain korban dengan syok, gangguan pernapasan, trauma
kepala dengan pupil anisokor, perdarahan eksternal masif untuk mencegah
kematian dan kecacatan. Pembebasan jalan nafas (airway), pemberian
nafas buatan (breathing), mengatasi syok (circulation) dan mencegah
kecacatan (disability) dengan prioritas pada korban yang kemungkinan
hidup lebih besar. Stabilisasi dilakukan sambil menunggu pertolongan tim
gabungan. Pada kondisi korban perlu dirujuk dan keadaan memungkinkan,
Puskesmas dapat segera melakukan rujukan dengan tepat melakukan
stabilisasi selama perjalanan ke sarana yang lebih mampu (RS).
2) Kelompok Label Kuning
Kelompok korban yang memerlukan pengawasan ketat tetapi
perawatan/pengobatan dapat ditunda sementara. Yang termasuk kategori
ini adalah korban dengan resiko syok, fraktur multipel, fraktur
femur/pelvis, luka bakar luas, gangguan kesadasaran/trauma kepala,
korban dengan status tidak jelas. Korban pada kelompok ini, harus
diberikan cairan infus, dan pengawasan ketat terhadap kemungkinan
timbulnya komplikasi dan diberikan perawatan sesegera mungkin.
3) Kelompok Label Hijau
Kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau perawatan
trauma psikis. Kadang korban memerlukan pembidaian dan atau
pembalutan sebelum dipindahkan.
4) Kelompok Label Hitam
Merupakan kelompok korban yang tidak memerlukan pertolongan medis
karena sudah meninggal. Korban perlu dikelompokkan tersendiri untuk
dilakukan evaluasi dan identifikasi oleh aparat yang berwenang.
Upaya pertolongan korban melalui triase oleh tim Puskesmas dilaksanakan
Gambar 2.1 Skema Pelayanan Medis di Lapangan
Kejadian
1. Nilai apakah mungkin pertolongan pertama dilakukan dilokasi 2. Bila mungkin lakukan
RJP
3. Pindahkan korban ke area pengumpulan yang aman
Pengumpulan
1. Lokasi terdekat dan aman untuk
2. Gunakan label yang disepakati
3. Tulis diagnose & instruksi untuk tindakan
3. Lakukan komunikasi untuk rujukan
4. Tentukan alat & petugas untuk evakuasi korban ambulan & kru sesuai fasilitas
2.Letakkan ambulan gadar didekat area perawatan
3.Atur tujuan evakuasi
Rumah Sakit
b. Penilaian Awal secara Cepat (Initial Rapid Health Assessment)
Kegiatan ini bertujuan untuk menilai suatu kejadian awal dari bencana yang
terjadi diwilayah kerja. Penilaian awal tersebut dilakukan sesegera mungkin
dan mencakup : 1) jenis kejadian bencana, 2) sumber bencana, 3) siapa yang
terkena dampak, 4) berapa besar dampak yang ditimbulkan (jumlah korban),
5) kemampuan respon oleh puskesmas, 6) resiko potensial tambahan, 7)
bantuan yang diperlukan. Penilaian awal kejadian bencana merupakan
tanggungjawab Puskesmas dan harus segera dilaporkan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota untuk dilakukan penilaian cepat lanjutan dan
pemberian bantuan.
c. Survailans Penyakit Menular dan Gizi
Pengamatan terhadap suatupenyakit yang potensial menimbulkan terjadinya
kejadian luar biasa (KLB) dan Gizi, dilakukan mulai terjadinya bencana
dengan mengintensifkan kegiatan survailans rutin.
d. Bergabung dengan Satgas Kesehatan di Pos Lapangan
Adanya peningkatan/eskalasi SPGDT-S menjadi SPGDT-B maka pelayanan
gawat darurat dalam penanggulangan bencana diambil alih oleh Satgas
Kesehatan dibawah koordinasi Satlak PBP di Pos Medis Lapangan. Pos Medis
Lapangan dapat memanfaatkan gedung Puskesmas, tenda darurat atau
e. Pemberdayaan Masyarakat
Pada tahap bencana peran serta aktif masyarakat ditujukan untuk membantu
petugas kesehatan melalui kader-kader yang sudah terlatih dalam
kegawatdaruratan. Kader terlatih sebagai komponen SPGDT diharapkan
bersma Puskesmas dapat memberikan pertolongan awal kasus gawat darurat
sambil menunggu bantuan tim Kabupaten/Kota, dan selanjutnya bergabung
dengan tim kesehatan bencana dipos medis lapangan, membantu tim
gabungan dalam memberi bantuan darurat yaitu pangan, sandang, tempat
tinggal, kebutuhan air bersih, sanitasi.
3. Pasca Bencana
Penanganan masalah kesehatan yang terkait kegiatan paska bencana
Puskesmas merupakan bagian dari Satgas Kesehatan. Kegiatan yang dilakukan pada
tahap pasca bencana meliputi :
a. Surveilans Penyakit Potensial Kejadian Luar Biasa Lanjutan
Rusaknya lingkungan akibat bencana dapat berpengaruh pada kesehatan
masyarakat seperti rusaknya sarana air bersih, sarana jamban, munculnya
bangkai dan vektor penyebar penyakit yang merupakan potensi menimbulkan
kejadian luar biasa. Untuk mencegah terjadinya terjadinya KLB maka
Puskesmas bersama Satgas Kesehatan melakukan pemantauan terhadap
kejadian beberapa kasus penyakit seperti Diare, Malaria, ISPA, Kholera,
keracunana makanan melalui hasil kegiatan pelayanan kesehatan,
penyakit (nyamuk, lalat, tikus), kecukupan air bersih, sarana jamban, sarana
pembuangan air limbah dan status gizi penduduk rentan (bayi, anak, balita ibu
hamil, ibu bersalin)
b. Pemantauan Sanitasi Lingkungan
Kegiatan pemantauan sanitasi lingkungan paska bencana ditujukan terhadap
kecukupan air bersih, kualitas air bersih, ketersediaan dan sanitasi sarana
mandi, cuci kakus, sarana pembuangan air limbah termasuk sampah dilokasi
pemukiman korban bencana. Pemantauan juga dilakukan terhadap vektor
penyebab penyakit
c. Upaya Pemulihan Masalah Kesehatan Jiwa dan Masalah Gizi pada Kelompok
Rentan
Stress paska trauma yang banyak dialami oleh korban bencana dapat diatasi
melalui konseling dan intervensi psikologis lainnya, agar tidak berkembang
menjadi gangguan stress paska trauma. Masalah gizi pada kelompok rentan
(Balita, ibu hamil dan ibu menyusui serta usia lanjut) memerlukan
pemantauan dan pemulihan melalui pemberian makanan tambahan yang
sesuai dengan kelompok umur untuk menghindari terjadinya kondisi yang
lebih buruk.
d. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat paska bencana yang dilakukan oleh Puskesmas
sendiri, keluarga dan masyarakat terhadap kemungkinan timbulnya masalah
kesehatan. Upaya pemberdayaan tersebut mencakup :
1) Perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari
dipenampungan darurat/pengungsian
2) Pertolongan pertama pada kecelakaan dan penyakit yang timbul paska
bencana
3) Perbaikan kualitas air dengan penjernihan dan kaporisasi sumber daya air
yang tersedia
4) Membantu pengendalian vector penyakit menular dalam rangka system
kewaspadaan dini KLB.
(Ditjen Binkesmas Depkes, 2005)
Dukungan tenaga kesehatan dalam penanggulangan bencana di Puskesmas
mencakup penyediaan tenaga kesehatan yang kompeten dalam penanggulangan
bencana melalui pelatihan-pelatihan :
a. Tenaga dokter dengan pelatihan minimal PPGD bagi dokter
b. Tenaga perawat dengan pelatihan minimal PPGD bagi perawat
c. Tenaga perawat/sanitarian dengan pelatihan surveilans
d. Tenaga bidan dengan pelatihan PPGD Bidan
e. Tenaga gizi dengan pelatihan penanganan gizi pengungsian
f. Tenaga dokter/perawat dengan kompetensi konselor kesehatan jiwa
Jumlah minimal sumber daya manusia (SDM) kesehatan untuk penanganan
korban bencana berdasarkan :
1. Untuk jumlah penduduk/pengungsi antara 10.000 – 20.000 orang meliputi
dokter umum 4 orang, perawat 10-20 orang, bidan 8-16 orang, apoteker 2
orang, asisten apoteker 4 orang, pranata laboratorium 2 orang, epidemilogi 2
orang, entomology 2 orang, sanitarian 4 -8 orang, ahli gizi 2 -4 orang.
2. Untuk jumlah penduduk /pengungsi 5000 orang dibutuhkan :
• Bagi pelayanan kesehatan 24 jam dibutuhkan dokter 2 orang, perawat
6 orang, bidan 2 orang, sanitarian 1 orang, gizi 1 orang, asisten
apoteker 2 orang dan administrasi 1 orang.
• Bagi pelayanan kesehatan 8 jam dibutuhkan dokter 1 orang, perawat 2
orang, bidan 1 orang, sanitarian 1 orang dan gizi 1 orang. (Depkes RI,
2007)
Dukungan obat dan perbekalan kesehatan dalam penanggulangan bencana di
Puskesmas mencakup obat, bahan habis pakai, bahan sanitasi, MP-ASI, sediaan
farmasi untuk gawat darurat dan perbekalan kesehatan lain. Dukungan obat dan
perbekalan tersebut meliputi :
a. Kebutuhan untuk triase (tanda pengenal, kartu dan label triase, peralatan
administrasi, tandu, alat penerangan)
b. Peralatan resusitasi jalan nafas (oksigen tabung, peralatan intubasi, peralatan
c. Peralatan resusitasi jantung (infuse set, cairan infuse RL, NaCL, Dektrose,
obat-obatan penatalaksanaan syok)
d. Perlengkapan perawatan luka (kapas, verban elastik, sarung tangan, minor
surgery set, antiseptik, bidai/spalk, collar neck, selimut)
e. Alat evakuasi (alat penerangan, tandu)
f. Peralatan pelayanan pengobatan (tensimeter, stetoskop, lampu senter, minor
surgery set)
g. Dukungan sarana komunikasi, transportasi (radio komunikasi, ambulans), dan
identitas petugas
h. Obat-obatan pelayanan pengobatan (antibiotik, analgetik, antipiretik, antasida,
antialergi, antiradang, obat kulit, obat mata, oralit, obat batuk, obat-obat
psikofarmaka sederhana, dan lain-lain sesuai kebutuhan)
i. Dukungan logistik untuk pemberian makanan tambahan pada sasaran rentan
(ibu hamil, ibu bersalin, bayi, balita)
(Ditjen Binkesmas Depkes, 2005)
2.3 Teori Pembentukan Kesiapsiagaan
Menurut Citizen Corps (2006), perilaku kesiapsiagaan dapat diuji dengan
menggunakan Transtheoritical Model dari Perilaku Berubah, yang juga disebut
sebagai tahap-tahap model perubahan. Pada model ini, individu mendemonstrasikan
berbagai tingkat kesiapan untuk berubah atau berbagai tingkat aktifitas saat ini.
kesiapan untuk mengupayakan, membuat atau mendukung perubahan perilaku.
Kelima tahap tersebut adalah :
1. Precontemplation (Pra Renungan), dimana pada tahap ini individu tidak
berniat untuk berubah atau bahkan berfikir tentang perubahan dalam waktu
dekat (biasanya diukur 6 bulan berikutnya)
2. Contemplation (Renungan), dimana individu belum dipersiapkan untuk
mengambil tindakan pada saat ini, tetapi berniat untuk mengambil tindakan
dalam jara kenam bulan kedepan.
3. Preparation (Persiapan), dimana individu secara aktif mempertimbangkan
untuk mengubah perilakunya kedepan dengan segera
4. Action (Tindakan), dimana individu benar-benar membuat suatu perubahan
perilakunya beberapa waktu yang lalu, namun perubahan tersebut belum
dipertahankan dengan baik (dipertahankan 6 bulan atau kurang).
5. Maitenance (Pemeliharaan), dimana individu telah berubah perilakunya,
telah dipertahankan lebih dari 6 bulan, dan sedang bekerja untuk menjaga
perubahannya.
Menurut Merriam-Webster, kesiapan dapat didefinisikan sebagai persiapan
secara mental dan fisik pada suatu pengalaman atau tindakan. Antonovsky (1987),
Bandura (1977), Rosenbaum (1988), Meichenbaum & Cameron (1983), seorang
individu dindikasikan siap untuk berubah mencakup kemampuan untuk berkoping,
menyelesaikan masalah, dan ditunjukkan dengan perilaku yang baik/sehat (Walinga,
Menurut Mc.Kiernan et al (2005), teori perkembangan evolusi dari
kesiapsiagaan dan plastisitas Brunswikian menyatakan bahwa perilaku berhubungan
antara terbentuknya kebiasaan dan punahnya kebiasaan. Perilaku tersebut disebabkan
tampilan domain independen dan domain dependen. Domain independen berada
pada dalam prinsip pengorganisasian yang digunakan untuk mengolah berbagai
bentuk indikator data yang masih terdapat ketidaksesuaian/kekeliruan. Sedangkan
domain dependen berada antara pemberlakuan lingkungan yang unik dan
pemanfaatan indikator fungsi dari lingkungan tersbut.
2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan Menghadapi Bencana
Menurut Transtheoretical Model of Behaviour Change yang dinyatakan oleh
Citizen Corps (2006), faktor-faktor yang memengaruhi kesiapsiagaan terhadap
bencana adalah 1) external motivasi meliputi kebijakan, pendidikan dan latihan, dana,
2) pengetahuan, 3) sikap, 4) keahlian. Menurut Sutton dan Tierney (2006), kegiatan
kesiapsiagaan hendaknya didasarkan kepada pengetahuan tentang potensial dampak
bahaya bencana dalam kesehatan dan keselamatan, kegiatan pemerintahan, fasilitas
dan infrastruktur, pemberian pelayanan, kondisi lingkungan ekonomi, serta dalam
peraturan dan kebijakan. Menurut LIPI-UNESCO/ISDR (2006) parameter pertama
faktor kritis kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam adalah pengetahuan
dan sikap terhadap resiko bencana. Pengetahuan merupakan faktor utama dan
menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat
a. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman
dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang
dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni :
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut
secara benar.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
dapat diartikan aplikasi atua penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
Menurut Transtheoretical Model of Behaviour Change yang dinyatakan oleh
Citizen Corps, 2006, pengetahuan yang dimaksud adalah dimana individu memiliki
pengetahuan tentang tindakan kesiapsiagaan yang direkomendasikan.
b. Sikap
Menurut Louis Thurstone, Rensis Likert, dan Charles Osgood dalam Azwar