IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERKEMBANG PADA
BATANG SAWIT (
Elaeis guineensis
Jacq.) PASCA
PENEBANGAN
SKRIPSI
Oleh:
Hisar Panjaitan / Tehnologi Hasil Hutan 061203027
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
HISAR PANJAITAN Identifikasi Fungi yang Berkembang Pada Batang Sawit Pasca Penebangan dibawah bimbingan RIDWANTI dan YUNASFI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis fungi yang berkembang pada batang pohon kelapa sawit setelah dilakukan penebangan dalam proses peremajaan pohon kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Tambunan A Universitas Sumatra Utara. Fungi diisolasi dan diidentifikasi di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dari bulan September 2011 Sampai bulan November 2011.
Hasil penelitian diperoleh 4 jenis fungi yang terdapat pada batang kelapa sawit yang telah dilakukan peremajaan, yang diambil dari 4 pohon kelapa sawit sebagai sampel. Pada setiap pohonnya dilakukan pembagian pada bagian pangkal, tengah dan ujung pohon. Dari hasil isolasi pada sampel, diperoleh yaitu:
Arthrinium phaespermum, Chaetomium brasiliense, Penicillium simplicissimum
dan Ulocladium botrytis. Jenis fungi yang paling banyak teridentifikasi pada
bagian batang sawit adalah jenis fungi Arthrinium phaespermum.
ABSTRACT
HISAR PANJAITAN Identification of fungi that developed in post-harvest oil palm trunk. Under academic supervision of RIDWANTI and YUNASFI.
The research aims to know the kinds of fungi that grow on palm trees after logging in the process of rejuvenation of palm trees. The research was conducted in Kebun Percobaan Tambunan A Universitas Sumatra Utara. Fungi isolated and identified in Microbiology Laboratory of the Department of Biology Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of North Sumatra. The research was conducted from September 2011 until November 2011.
The results obtained, four types of fungi found on oil palm trunks that have been made a rejuvenation, wich is taken from four palm trees as a sample. for each tree, made a division at the base of the tree, middle, and end of the tree. From the results of isolation obtained the Arthrinium phaespermum,Chaetomium
brasiliense, Penicillium simplicissimum and Ulocladium botrytis as a result of
identification from the sample. The type of fungi that most identified from the palm trunk is a type of fungi Arthrinium phaeospermum
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan hasil penelitian
ini tepat pada waktunya dengan judul “Identifikasi Fungsi yang Berkembang pada
Batang Sawit Pasca Penebangan”. Hasil penelitian ini disusun sebagai satu syarat
untuk mendapat gelar sarjana di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi fungi yang yang berkembang pada
batang kelapa sawit setelah dilakukan penebangan pada perkebunan kelapa sawit,
serta mengatasi limbah batang sawit, sehingga dapat mempercepat dekomposisi
batang kelapa sawit pasca penebangan..
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Ridwanti
Batubara, S.Hut, MP dan Bapak Dr.Ir. Yunasfi,Msi selaku ketua dan anggota
komisi pembimbing yang banyak memberikan masukan, saran dan bantuannya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan hasil penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karenanya penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penyusunan proposal ini. Semoga proposal ini bermanfaat bagi
pengembangan ilmu dan pengetahuan.
Medan, Maret 2012
DAFTAR ISI Latar Belakang Penelitian ... 1
Tujuan Penelitian ... 4
Pembuatan media PotatoDextrose Agar ... 16
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kelapa Sawit (Elaais guineensis)... 4
2. Proses Pemanenan Kelapa Sawit ... 9
3. Bentuk Makroskopis dan Mikroskopis Ulocladium botrytis ... 23
4. Bentuk Makroskopis dan Mikroskopis Penicillium simplicissimum ... 25
5. Bentuk Makroskopis dan Mikroskopis Chaetomium brasiliense ... 26
DAFTAR TABEL
ABSTRAK
HISAR PANJAITAN Identifikasi Fungi yang Berkembang Pada Batang Sawit Pasca Penebangan dibawah bimbingan RIDWANTI dan YUNASFI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis fungi yang berkembang pada batang pohon kelapa sawit setelah dilakukan penebangan dalam proses peremajaan pohon kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Tambunan A Universitas Sumatra Utara. Fungi diisolasi dan diidentifikasi di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dari bulan September 2011 Sampai bulan November 2011.
Hasil penelitian diperoleh 4 jenis fungi yang terdapat pada batang kelapa sawit yang telah dilakukan peremajaan, yang diambil dari 4 pohon kelapa sawit sebagai sampel. Pada setiap pohonnya dilakukan pembagian pada bagian pangkal, tengah dan ujung pohon. Dari hasil isolasi pada sampel, diperoleh yaitu:
Arthrinium phaespermum, Chaetomium brasiliense, Penicillium simplicissimum
dan Ulocladium botrytis. Jenis fungi yang paling banyak teridentifikasi pada
bagian batang sawit adalah jenis fungi Arthrinium phaespermum.
ABSTRACT
HISAR PANJAITAN Identification of fungi that developed in post-harvest oil palm trunk. Under academic supervision of RIDWANTI and YUNASFI.
The research aims to know the kinds of fungi that grow on palm trees after logging in the process of rejuvenation of palm trees. The research was conducted in Kebun Percobaan Tambunan A Universitas Sumatra Utara. Fungi isolated and identified in Microbiology Laboratory of the Department of Biology Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of North Sumatra. The research was conducted from September 2011 until November 2011.
The results obtained, four types of fungi found on oil palm trunks that have been made a rejuvenation, wich is taken from four palm trees as a sample. for each tree, made a division at the base of the tree, middle, and end of the tree. From the results of isolation obtained the Arthrinium phaespermum,Chaetomium
brasiliense, Penicillium simplicissimum and Ulocladium botrytis as a result of
identification from the sample. The type of fungi that most identified from the palm trunk is a type of fungi Arthrinium phaeospermum
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup
penting di Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup
cerah. Komoditas kelapa sawit, baik berupa bahan mentah maupun hasil
olahannya, menduduki peringkat ketiga penyumbang devisa nonmigas terbesar
bagi Indonesia setelah karet dan kopi (Darmono, 1996).
Kelapa sawit mempunyai masa produktif secara umum lebih kurang 25
tahun, lalu setelah itu tanaman sawit harus diremajakan. Bila tidak, produksi buah
akan banyak berkurang dan pohon sudah terlalu tinggi untuk dapat dipanen. Dari
peremajaan akan dihasilkan sejumlah biomassa, tapi yang paling penting adalah
pelepah dan batang. Mengembalikan biomassa ke areal perkebunan kembali
membutuhkan waktu yang lama. Biomassa yang tetap berada pada areal
perkebunan setelah peremajaan tersebut dapat menjadi sumber hara bagi tanaman
baru. Satu diantara berbagai sumber unsur hara pada areal pertanaman kelapa
sawit berasal dari limbah batang kelapa sawit. Supaya unsur hara dapat tersedia
bagi tanaman, maka batang kelapa sawit yang sudah ditebang perlu terdegradasi
terlebih dahulu (Isroi, 2006).
Salah satu kelemahan dari limbah batang sawit adalah kadar air dan
kandungan pati dalam batang yang tinggi. Sehingga produk yang dihasilkan
menjadi tidak stabil dan rentan terhadap serangan mikroorganisme. Berbagai
usaha telah dilakukan untuk pemanfaatan limbah batang sawit seperti
menjadikannya sebagai kompos, namun hasilnya belum maksimal dan
Dalam pemanfaatannya limbah batang kelapa sawit telah banyak
dilakukan, diantaranya pemanfaatan limbah batang sawit sebagai substitusi kayu.
Kegiatan ini di satu sisi memberikan manfaat karena dapat meningkatkan nilai
tambah batang kelapa sawit. Di sisi lain pemanfaatan limbah substitusi kayu
menyebabkan terjadinya pengangkutan sebagian besar biomassa dari lahan
perkebunan. Biomassa yang tetap berada pada areal perkebunan dapat menjadi
sumber unsur hara bagi tanaman baru. Limbah batang sawit masih belum
dimanfaatkan secara optimal, bahkan limbah tersebut seringkali dibuang bahkan
dibakar tanpa adanya pengolahan lebih lanjut. Limbah batang sawit menjadi
masalah karena sifatnya yang volumentris banyak memakan tempat dan tidak
mudah terdegradasi di areal perkebunan (Sunarko, 2008)
Dalam proses degradasi kayu atau batang kelapa sawit, akan melibatkan
organisme maupun mikroorganisme yang terdapat pada areal perkebunan kelapa
sawit. Fungi merupakan salah satu diantara beberapa mikroorganisme yang
berperan dalam proses degradasi. Keberadaan fungi pada limbah batang kelapa
sawit diperkirakan dapat mempercepat terjadinya proses degradasi. Berdasarkan
permasalahan diatas maka perlu dilakukan penelitian percepatan degradasi limbah
batang sawit dengan menggunakan fungi dekomposer (Isroi, 2006).
Pemanfaatan berbagai fungi yang berasal dari batang kelapa sawit yang
sudah melapuk, merupakan satu alternatif yang dapat dilaksanakan. Fungi
mempunyai kemampuan untuk mendegradasi kayu karena menghasilkan enzim
yang dapat menguraikan selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Batang kelapa sawit
merupakan bahan berlignoselulosa seperti kayu, kandungan kimia batang sawit
Dengan pendekatan bahwa batang sawit bahan berlignoselulosa maka
dekomposisi sawit tidak jauh berbeda dengan dekomposisi kayu. Berdasarkan hal
tersebut pemanfaatan fungi pelapuk kayu yang sudah teridentifikasi
memungkinkan untuk digunakan dalam mempercepat proses degradasi pohon
sawit (Bakar, 2003).
Fungi merupakan satu diantara beberapa organisme yang berperan maupun
mempercepat terjadinya proses degradasi. Sehingga perlu dilakukan identifikasi
fungi untuk menyelesaikan masalah ketika dilakukan peremajaan pada
perkebunan sawit. Maka untuk meningkatkan pemanfaatan pohon sawit dan
menjadi salah satu solusi permasalahan ketika melakukan peremajaan pada
perkebunan kelapa sawit, maka perlu dilakukan identifikasi jenis-jenis fungi yang
berkembang pada batang sawit pasca penebangan. Karena sampai saat ini
informasi tentang fungi yang berkembang pada batang sawit masih jarang
ditemui. Dikarenakan batang sawit merupakan bahan berlignoselulosa seperti
kayu, maka metode yang digunakan adalah metode yang dilakukan untuk kayu
terutama untuk isolasi dan identifikasi fungi serta pengujiannya. Atas dasar
pemikiran-pemikiran tersebut, maka peneliti merasa perlu untuk melakukan
penelitian dengan judul “Identifikasi fungi yang berkembang pada batang sawit
pasca penebangan”.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
jenis-jenis fungi yang berkembang pada batang pohon kelapa sawit setelah dilakukan
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah untuk memberi
informasi kepada perkebunan kelapa sawit di Indonesia dalam mengatasi limbah
batang pohon kelapa sawit, sehingga dapat mempercepat dekomposisi batang
kelapa sawit pasca penebangan.
Hipotesis Penelitian
Ketika dilakukannya proses peremajaan batang kelapa sawit pada
perkebunan kelapa sawit, terdapat indikasai bahwa ada beberapa jenis fungi yang
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Kelapa sawit pertama kali di perkenalkan di Indonesia oleh pemerintah
Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang di bawa
dari Mamitius dan Amsterdam lalu ditanam di kebun Raya Bogor. Pada tahun
1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial. Perintis
usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang Belgia).
Budidaya yang dilakukan diikutii oleh K. Schadt yang menandai lahirnya
perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi
di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai
5.123 Ha. Pada tahun 1919 mengekspor minyak sawit sebesar 576 ton dan pada
tahun 1923 mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. (Risza, 2008).
Gambar 1. Batang Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Kelapa sawit (Elaeis guinensis) adalah tumbuhan industri penting
penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar
perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah
Di
Sulawesi (Bakar, 2003).
Kelapa sawit merupakan
meter. Mempunyai
juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk
mendapatkan tambahan aerasi. Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun
majemuk menyirip.
muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman
yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah
hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelepah yang mengering akan
terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan
betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki
waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri.
Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat
lebih besar dan mekar. Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera
bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam
produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan (Sastrosayono, 2008).
Habitat asli kelapa sawit adalah daerah semak belukar. Sawit dapat
tumbuh dengan baik di daerah tropis. Pohon kelapa sawit mempunyai beberapa
syarat tumbuh yaitu kelapa sawit hanya dapat tumbuh di daerah tropis. Tanaman
ini dapat tumbuh ditempat berawa (swamps) di sepanjang bantaran sungai dan di
tempat yang basah. Di dalam hutan hujan tropis, tanaman ini tidak dapat tumbuh
karena bentuk daun yang sedemikian rupa sehingga tidak mudah dirusak angin.
Benih kelapa sawit mengalami dormansi yang cukup panjang. Diperlukan aerasi
yang baik dan suhu yang tinggi untuk memutuskan masa dormansi agar bibit
dapat berkecambah. Pada proses perkecambahan diperlukan kelembaban 60-80%
dengan suhu 35ºC. Curah hujan tahunan antara 1.500-4.000 mm, curah hujan
optimal 2.000-3.000 mm/tahun (Sunarko, 2008).
Kelapa sawit merupakan pohon yang mengandung serat berlignoselulosa.
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan bahan berlignoselulosa yang
selama ini digunakan sebagai bahan baku industri pulp dan kertas yang ternyata
pengolahannya masih menimbulkan limbah. Oleh karena itu salah satu cara
pemanfaatan limbah berupa batang dan tandan kosong sawit adalah sebagai bahan
baku serat untuk menghasilkan kertas atau sebagai bahan baku papan serat. Serat
batang kelapa sawit diduga tidak jauh berbeda dengan serat batang kelapa (jenis
Palmae), karena itu seratnya termasuk serat pendek. Alternatif lain dari
pemanfaatan serat batang sawit adalah sebagai bahan baku pembuatan papan
serat. Kelapa sawit dipanen terus sampai tanaman berumur 30 tahun, dan pada
umur 35 tahun perlu diremajakan. Dalam proses pemanenan buah kelapa sawit
untuk pengolahan minyak terdapat limbah antara lain berupa tandan kosong yang
sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan (Sunarko, 2008).
Pemanenan Kelapa sawit
Kelapa sawit berbuah setelah berumur 25 tahun dan buahnya masak 5,5
berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat
1 tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada
lima buah yang lepas / jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau
sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih.
(Darmono, 1996).
Pada proses pemanenan kelapa sawit, ciri-ciri lain yang digunakan adalah
apabila sebagian buah sudah membrondol (jatuh di piringan) secara alamiah dan
bobot rata-rata tandan sudah mencapai 3 kg. Kriteria panen yang diharapkan
adalah bila tingkat kematangan buah sudah mencapai fraksi kematangan 1-3
dimana persentase buah luar yang jatuh sekitar 12,5 % -75 %. Ada dua jenis
sistem panen, yaitu sistem giring dan sistem tetap (Ditjen PPHP, 2006).
Dalam budidaya kelapa sawit panen merupakan salah satu kegiatan
penting dan merupakan saat-saat yang ditunggu oleh pemilik kebun, karena saat
panen adalah indikator akan dimulainya pengembalian investasi yang telah
ditanamkan dalam budidaya. Melalui pemanenan yang dikelola dengan baik akan
diperoleh produksi yang tinggi dengan mutu yang baik dan tanaman mampu
bertahan dalam umur yang panjang. Berbeda dengan tanaman semusim,
pemanenan kelapa sawit hanya akan mengambil bagian yang paling bernilai
ekonomi tinggi yaitu tandan buah yang menghasilkan minyak kelapa sawit dan
inti kelapa sawit dan tetap membiarkan tanaman berproduksi secara terus menerus
sampi batas usia ekonomisnya habis. Secara umum batas usia ekonomis kelapa
sawit berkisar 25 tahun, dan dapat berkurang bergantung dari tingkat
pemeliharaan yang dilakukan termasuk cara pemananen. Pemanen kelapa sawit
ekonomis, oleh karena itu pemanenan harus dilakukan dengan tepat agar tanaman
tetap berproduksi baik dan diperoleh mutu yang baik. Selain itu setelah panen
harus segera dilakukan penanganan pasca panen menginggat tandan buah kelapa
sawit akan cepat mengalami penurunan mutu dalam waktu 24 jam setelah panen
(Risza, 2008).
Gambar 2. Proses Pemanenan Kelapa Sawit.
Cara pemanenanya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: tandan
matang harus dipanen semuanya dengan criteria 25 -75 % buah luar memberondol
atau kurang matang dengan 12,5-25 % buah luar memberondol. Lalu potong
pelepah daun yang menyangga buah. Tandan buah dipotong dengan dodos / agrek
di dekat pangkalnya dan beri tanda di tempat bekas potongan yang berisi nama
pemanen dan tanggal panen lalu tumpuk pelepah daun yang dipotong secara
teratur di gawangan (ruang kosong diantara barisan tanaman) dengan cara
ditelungkupkan (Sastrosayono, 2008).
Kerusakan bahan baku dapat terjadi salama masa pasca panen. Kerusakan
dapat berupa trash (kotoran dan sampah), memarnya buah, buah mentah dan
busuk serta buah yang layu. Kerusakan bahan baku secara kualitas sangat
Pada waktu peremajaan akan dihasilkan sejumlah biomassa, tapi yang
paling penting adalah pelepah dan batang. Mengembalikan biomassa ke areal
perkebunan kembali membutuhkan waktu yang lama. Biomassa yang tetap berada
pada areal perkebunan setelah peremajaan tersebut dapat menjadi sumber hara
bagi tanaman baru. Satu diantara berbagai sumber unsur hara pada areal
pertanaman kelapa sawit berasal dari limbah batang kelapa sawit. Supaya unsur
hara dapat tersedia bagi tanaman, maka batang kelapa sawit yang sudah ditebang
perlu terdegradasi terlebih dahulu (Isroi, 2006).
Dalam proses degradasi kayu atau batang kelapa sawit, akan melibatkan
organisme maupun mikroorganisme yang terdapat pada areal perkebunan kelapa
sawit. Fungi merupakan salah satu diantara beberapa mikroorganisme yang
berperan dalam proses degradasi. Keberadaan fungi pada limbah batang kelapa
sawit diperkirakan dapat mempercepat terjadinya proses degradasi. Berdasarkan
permasalahan diatas maka perlu dilakukan penelitian percepatan degradasi limbah
batang sawit dengan menggunakan fungi decomposer (Sunarko, 2008).
Pengenalan Fungi
Fungi adalah organisme tidak berklorofil, berbentuk hifa/sel tunggal
eukariotik, berdinding sel dari kitin atau selulosa, berproduksi secara seksual dan
aseksual. Fungi dimasukkan dalam kingdom tersendiri sebab cara mendapatkan
makanannya berbeda dari organisme-organisme eukariotik lainnya, yaitu melalui
absorbsi. Fungi berkembang biak secara seksual melalui peleburan dua inti sel
dengan membentuk karpus yang didalamnya mengandung hifa-hifa fertile yang
menghasilkan spora atau konidia. Sebagian tubuh fungi terdiri atas
benang-benang yang disebut hifa, jalinan hifa yang semacam jala itu disebut sebagai
miselium (Abadi, 2003).
Menurut Gandjar dkk. (2006) hifa dapat dibedakan atas dua tipe hifa yang
fungsinya berbeda, yaitu yang menyerap unsur hara dari substrat dan yang
menyangga alat-alat reproduksi. Hifa umumnya rebah pada permukaan substrata
tau tumbuh kedalam substrat dan fungsinya untuk mengabsorbsi unsur hara yang
diperlukan bagi kehidupan fungi di sebut hifa vegetative. Hifa yang umumnya
tegak pada miselium yang terdapat dipermukaan substrat disebut hifa fertile,
karena berperan untuk reproduksi. Hifa-hifa yang telah menjalin suatu jaringan
muselium makin lama makin tebal dan membentuk suatu koloni yang dapat dilihat
dengan mata telanjang.
Fungi merupakan kelompok jasad hidup yang mempunyai inti sel dengan
membran inti yang sempurna, tidak mempunyai klorofil, uniseluler atau
multiseluler serta berkembang biak dengan spora. Spora fungi terbentuk dari hasil
pembiakan vegetatif maupun generatif. Fungi tidak mempunyai klorofil maka
hidupnya bersifat heterotrof dapat sebagai parasit atau sebagai sporofit
(Schaechter, 2004).
Menurut Samosir (2009) ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan fungi antara lain:
1. Suhu
Jamur perusak kayu dapat berkembang pada interval suhu yang cukup lebar,
periode-periode yang lebih panas dan lebih lembab dalam setiap tahun. Suhu
optimum berbeda-beda untuk setiap jenis, tetapi pada umumnya berkisar antara
220C sampai 350C. Suhu maksimumnya berkisar antara 270C sampai 390C dengan
suhu minimum kurang lebih 50C.
2. Substrat
Substrat merupakan sumber unsur hara utama bagi fungi yang baru dapat
dimanfaatkan oleh fungi setelah fungi mengekskresikan enzim-enzim
ekstraseluler yang dapat menguraikan senyawa-senyawa menjadi bentuk yang
lebih sederhana.
3. Kelembaban
Kebutuhan fungi akan kelembaban berbeda-beda, namun hampir semua jenis
jamur dapat hidup pada substrat yang belum jenuh air. Kadar air subtrat yang
rendah sering menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan jamur. hal ini terutama
berlaku bagi jenis jamur yang hidup pada kayu atau tanah. Kayu dengan kadar air
kurang dari 20% umumnya tidak terserang fungi perusak, sebaliknya kayu dengan
kadar air 35-50% sangat disukai oleh fungi perusak.
4. Konsentrasi hidrogen (pH)
Pada umumnya fungi akan tumbuh dengan baik pada pH kurang dari 7 (dalam
suasana asam sampai netral). Pertumbuhan yang optimum akan dicapai pada pH
4,5 sampai 5,5.
5. Bahan makanan (nutrisi)
Jamur memerlukan makanan dari zat-zat yang terkandung dalam kayu seperti
dan lignin yang menyusun kayu terdapat sebagai makromolekul yang terlalu besar
dan tidak larut dalam air untuk diasimilasi langsung oleh cendawan. secara umum
pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh substrat, kelembaban, suhu, derajat
keasaman substrat (pH), dan senyawa kimia dilingkungannya.
Fungi merupakan satu diantara berbagai kelompok mikroorganisme yang
memainkan peran sangat penting dalam proses dekomposisi serasah bahan-bahan
tumbuhan. Fungi merupakan pengurai utama dalam dekomposisi karena
mempunyai kemampuan untuk menguraikan selulosa dan lignin. Seperti diketahui
selulosa dan lignin secara bersama-sama merupakan komponen utama penyusun
dinding sel daun (sinaga, 2003).
Oksigen adalah bahan yang penting untuk pertumbuhan fungi perusak
kayu, tetapi kebutuhannya sangat sedikit, dan alas an kondisi biasa jumlah oksigen
di dalam dan sekitar kayu dalam pemakaian atau dalam penyimpanan sudah
cukup. Bagian-bagian dalam pohon dan kayu-kayu besar yang tidak dikeringkan,
biasanya mengandung cukup udara dalam sel-sel yang memungkinkan
perkembangan fungi bila kondisi-kondisi lainnya menguntungkan. Persedian
oksigen didalam tanah makin ke bawah permukaan makin berkurang, dan pada
kedalaman 150 sampai 180 cm mungkin tidak cukup untuk pembusukan terutama
pada tanah yang rapat dan padat (Suprapti, dkk, 2006).
Dekomposisi adalah proses penghancuran organisme secara bertahap
sehingga stukturnya tidak lagi dalam bentuk kompleks tetapi telah diuraikan
menjadi bentuk-bentuk yang sederhana seperti air, karbondioksida dan komponen
mineral. Dekomposisi bisa berarti pemisahan mekanik struktur tanaman mati dari
menjadi tidak berbentuk, karena terjadinya pemecahan molekul-molekul organik
kompleks menjadi karbondioksida, air dan komponen-komponen mineral
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanaan selama 3 bulan, mulai dari bulan September
hingga November. Pengambilan sampel batang sawit yang teridentifikasi fungi
pada Kebun Percobaan Tambunan A Universitas Sumatra Utara. Pembuatan PDA
dan pengisolasian serta pengidentifikasian fungi dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matemetika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang pohon kelapa
sawit yang telah di tebang, yaitu batang sawit yang dibiarkan ± 7 hari di lokasi
penebangan, sampai muncul tanda-tanda bahwa batang sawit tersebut telah
terserang oleh fungi. Potato Dextrose Agar (PDA) sebagai media dalam
pertumbuhan fungi, alkohol 70 % dan chlorox 1 % sebagai bahan sterilisasi
permukaan sampel, air steril sebagai pelarut.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan Petri yang
digunakan untuk pembiakan fungi pada media Potato Dextrose Agar (PDA), gelas
ukur, labu Erlenmayer, gelas benda, gelas penutup, laminar, flow, lampu Bunsen,
autoklaf, inkubator, kompor, mikroskop cahaya, tabung reaksi, mikrometer, kaca
objek, kaca penutup, pinset, label nama, aluminium foil, kapas, kamera digital dan
alat tulis.
Prosedur Penelitian
Kentang yang telah dikupas dan dipotong – potong dengan ukuran ± 1 x 1
x 1 cm sebanyak 200 gram di rebus dalam 500 ml air suling sampai cukup empuk.
Hal ini dapat diketahui dengan menusuk kentang dengan garpu. Jika di tusuk
terasa mudah, berarti kentang telah mengeluarkan sarinya. Kemudian 15 gram
agar-agar larut, selanjutnya dekstrosa (dapat diganti dengan gula pasir) sebanyak
15 gram dimasukkan ke dalamnya. Air ekstrak kentang selanjutnya dituangkan ke
dalam larutan agar-agar. Larutan ini kemudian disaring dengan kain katun yang
tipis, larutan ditambahkan air steril sampai volumenya menjadi 100 ml. setelah
dididihkan, larutan PDA dimasukkan ke dalam erlenmayer kemudian ditutup
dengan kapas steril dan ditutup lagi dengan menggunakan aluminium foil.
Kemudian di sterilkan di dalam autoclave selama kurang lebih 15 menit dengan
suhu 121-124 oC pada tekanan 1,25 atm. Stelah itu PDA dikeluarkan dan
dibiarkan hingga dingin (10-20 oC), kemudian di tuangkan kedalam cawan petri.
Isolasi Fungi
Bagian batang sawit yang terinfeksi pada bagian pangkal. tengah, ujung
diambil, kemudian dibersihkan dengan menggunakan air steril, dipotong persegi
0,5 x 0,5 cm lalu disterilkan dengan chlorox 1% selama 15-30 detik lalu potongan
tersebut diambil dengan menggunakan pinset dan dicuci dengan air dan
dikeringkan diatas tissue steril. Dilakukan pada setiap bagian batang sawit,
Selanjutnya bagian tersebut ditanam dalam media PDA, dimana tiap cawan petri
ditanam secara tiga kali ulangan dan dibiarkan sampai miselium fungi tumbuh
pada media biakan tersebut. Lalu diisolasi kembali sampai didapat biakan murni
dari tiap warna biakan untuk memperoleh biakan murni fungi yang telah dibiakan.
Identifikasi fungi
Biakan murni fungi diremajakan pada media PDA, dan diinkubasi selama
5-7 hari pada suhu ruang. Isolat yang telah tumbuh pada media, diamati ciri – ciri
makroskopiknya yaitu: sifat pertumbuhan hifanya, warna, perkembangan
diameter, bentuk funginya. Isolat fungi juga ditumbuhkan pada kaca obyek (slide
culture), yaitu dengan cara meletakkan potongan agar sebesar 4 x 4 x 2 mm yang
telah ditumbuhi fungi pada kaca obyek, yang kemudian ditutup dengan kaca
penutup. Isolat pada kaca obyek ini ditempatkan dalam kotak plastik berukuran 30
x 20 x 6 cm, yang telah di beri pelembab berupa kapas basah. Isolat fungi pada
kaca obyek ini dibiarkan selama beberapa hari pada kondisi ruang sampai isolat
fungi tumbuh cukup berkembang. Ketika isolat fungi telah cukup berkembang,
dilakukan pengangkatan kaca penutup yang telah ditumbuhi fungi dengan hati –
hati untuk membuang potongan agar. Selanjutnya pada bekas potongan agar
ditetesi 1 tetes larutan lactofenol untuk membuat kultur pemanenan. Kaca penutup
yang juga telah ditumbuhi fungi selanjutnya ditempatkan diatas larutan lactofenol
diatas kaca obyek. Lalu diamati dengan menggunakan mikroskop, kemudian
disesuaikan cirri-cirinya dengan buku identifikasi fungi untuk mengetahui cirri
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil isolasi fungi yang dapat diisolasi dari berbagai bagian batang kelapa
sawit mulai dari bagian pangkal tengah dan ujung batang yang berasal dari areal
perkebunan percobaan tambunan A universitas Sumatera Utara ditemukan 4 jenis
fungi yaitu: Arthrinium phaespermum, Chaetomium brasiliense, Penicillium
simplicissimum, dan Ulocladium botrytis. Adapun jumlah koloni yang muncul
dari berbagai bagian batang kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis-Jenis Fungi yang Teridentifikasi Batang Kelapa Sawit
NO Nama
1. Ulocladium botrytis
Hasil pengamatan makroskopik untuk jenis fungi Ulocladium botrytis
mempunyai bentuk koloni seperti pada gambar 3A. Pengamatan koloni pada hari
ke 2 memiliki warna koloni putih, dan juga warna spora putih, Permukaan atas
koloni berwarna putih begitu juga dengan permukaan bawah. Koloni memiliki
diameter 2,7 cm pada hari ke 2. Pada umur 4 hari, terjadi pertambahan pada
diameter koloni menjadi 4,75 cm. Warna koloni putih, warna spora berubah
menjadi hijau, Serta permukaan atas dan bawah koloniberwarna putih. Pada umur
7 hari koloni telah memenuhi cawan Petri, dengan spora yang berwarna hijau
mengelilingi. Pada hari ke 14, berdasarkan hasil pengamatan mikroskopik hifa
dibatasi oleh sekat atau septa, memiliki jumlah konidia yang berlimpah, Fialid
melekat pada konidiofor. Untuk ciri mikroskopik fungi Ulocladium botrytis dapat
dilihat pada gambar 3B.
Gambar 3. Ulocladium botrytis. (A) Bentuk koloni; (B) Bentuk mikroskopis; (b1) hifa, (b2) Konidia
2. Penicillium simplicissimum
Hasil pengamatan makroskopik untuk jenis fungi Penicillium
simplicissimum mempunyai koloni seperti dapat dilihat pada gambar 4A,
pengamatan koloni pada hari ke 2 memiliki warna koloni putih, serta warna spora
b1
b2
putih, permukaan atas koloni berwarna putih, begitu juga dengan permukaan
bawahnya. Diameter koloni 5,7 cm pada umur 2 hari. Pengamatan pada umur 4
hari, diameter pada koloni bertambah menjadi 6,9 cm. koloni berwarna putih,
spora berwarna putih. Permukaan atas koloni tampak berwarna putih, sedangkan
permukaan bawahnya tampak berwarna kuning. Pengamatan di hari ke 7,
pertumbuhan koloni sudah memenuhi cawan petri, koloni tetap berwarna putih,
sedangkan spora berwarna hijau, permukaan atas koloni tampak berwarna putih,
dan permukaan bawahnya tampak berwarna kuning. Pada pengamatan hari ke 14
pengamatan mikroskopiknya memperlihatkan hifa yang dibatasi oleh septa atau
sekat, konidia memiliki cabang dari bagian ujung hifa, memiliki diameter 3,1 µm,
konidia berbentuk bulat dengan memiliki dinding yang halus serta memiliki
diameter 2,2 µ m. Fialid melekat pada ujung konidiofor dan memiliki diameter 1,3
µm pada pengamatan dibawah mikroskop. Ciri mikroskopik dari jenis fungi
Penicillium simplicissimum dapat dilihat pada gambar 4B.
Gambar 4. Penicillium simplicissimum. (A) Bentuk koloni; (B) Bentuk Mikroskopis; (b1) Hifa, (b2) Konidia.
b1
b2
3. Chaetomium brasiliense
Untuk jenis fungi Chaetomium brasiliense berdasarkan pengamatan
makroskopiknya seperti pada gambar 5A, pengamatan koloni pada hari ke 2
memiliki warna koloni kuning dan warna sporanya putih. Untuk warna permukaan
atas koloni pada awal pertumbuhan berwarna kuning, sedangkan permukaan
bawahnya berwarna putih. Diameter pada umur 2 hari adalah 4,3 cm. Pada umur 4
hari melalui pengamatan didapatkan bahwa warna koloni kuning, dan warna spora
putih. Permukaan atas koloni berwarna kuning, dan permukaan bawah koloni
tampak berwarna putih. Diameter koloni berubah menjadi 6,3 cm pada umur 4
hari. Untuk umur 7 hari, koloni mengalami pertumbuhan dengan memenuhi
cawan petri. Koloni tetap berwarna kuning, dengan spora yang berubah warna
menjadi hijau, permukaan atasnya tampak berwarna kuning, sedangkan
permukaan bwah koloni berwana putih. Untuk ciri mikroskopik, pada pengamatan
di hari ke 14 hifanya bersepta jarang atau memiliki jarak antar dinding yang satu
dengan yang lainnya merenggang, jarak antara spora rapat, dan untuk bentuk
sporanya bulat. Ciri mikroskopik dari jenis fungi Chaetomium brasiliense dapat
Gambar 5. Chaetomium brasiliense. (A) Bentuk koloni; (B) Bentuk Mikroskopis; (b1) Hifa, (b2) Konidia.
4. Arthirium phaespermum
Hasil pengamatan makroskopik untuk jenis fungi Arthrinium
phaespermum mempunyai bentuk koloni seperti pada gambar 6A. Pengamatan
koloni pada hari ke 2 mempunyai warna koloni putih dan warna sporanya hijau.
Pada awal pertumbuhannya, permukaan atas koloni berwarna putih, begitu juga
dengan permukaan bawahnya berwarna putih. Diameter awal pertumbuhannya
pada umur 2 hari adalah 5,4 cm. pada umur 4 hari warna koloni putih, dan warna
sporanya hijau. Warna permukaan atasnya tampak berwarna putih, sedangkan
warna permukaan bawahnya tampak berwarna hijau. Diameter pertumbuhan pada
umur 4 hari adalah 7,5 cm. Pada umur 7 hari koloni sudah memenuhi cawan petri,
warna spora hijau yang mengelilingi koloni. Warna permukaan atas koloni
berwarna hijau dan permukaan bwah berwarna hijau juga. Untuk pengamatan
mikroskopiknya dimulai pada umur 14 hari, spora yang berwarna hijau
mendominasi. Ada jarak antara septa pada hifa. Selain itu hifa juga tumbuh di
permukaan. Konidia memiliki bentuk yang sirkular, sedangkan jarak antara
konidia tidak rapat. Ciri mikroskopik dari jenis fungi Arthrinium phaespermum
b1
b2
Gambar 6. Arthrinium phaespermum. (a) Bentuk koloni; (B) Bentuk Mikroskopis; (b1) Hifa, (b2) Konidia.
Pembahasan
Hasil pengamatan yang dilakukan bahwa semua fungi yang teridentifikasi
pada batang kelapa sawit pasca penebangan dapat tumbuh dikarenakan pengaruh
dari substrat, kelembapan, derajat keasaman (pH) dan senyawa-senyawa di
lingkungan sekitarnya, serta penyebaran fungi yang terjadi melalui penyebaran
oleh angin ataupun dari tanah. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada setiap
bagian batang kelapa sawit terdapat keanekaragaman jenis yang cukup beragam
menyerang batang kelapa sawit.
Diperoleh 4 jenis fungi yang menyerang batang kelapa sawit pasca
penebangan. Selain itu ada juga jenis fungi yang menyerang sampel
perbandingan batang kelapa sawit yang memiliki perbedaan lokasi penebangan.
Keempat jenis fungi tersebut adalah A.phaespermum , C.brasiliense,
P.simplicissimum, U.botrytis . Keempat jenis fungi yang diperoleh dari hasil
pengamatan ini menyerang setiap bagian-bagian dari batang dikarenakan disetiap
bagian batang kelapa sawit yang mengalami pembusukan memiliki kadar air dan
kandungan pati dalam batang yang tinggi, sehingga memungkinkan diserang
b1
b2
berbagai macam jenis mikroorganisme. keempat jenis fungi ini telah
mendekomposisi batang kelapa sawit yang telah membusuk, hampir sama seperti
yang dilakukan terhadap batang kayu, hal ini dukarenakan batang kelapa sawit
merupakan bahan berlignoselulosa seperti kayu, kandungan kimia batang sawit
adalah selulosa 54,38 %,; lignin 23,95%; abu 2,02%, dan unsur-unsur lainnya
(Bakar, 2003).
Pada bagian pangkal batang kelapa sawit yang telah mengalami
pembusukan, A.phaespermum menyerang pohon 1 dan pohon 3 sebagai sampel
penelitian, tetapi tidak pada pohon 2, begitu juga dengan sampel pohon nomor 4.
Terjadi perbedaan serangan pada jenis fungi ini terhadap bagian pangkal batang
pada masing-masing sampel batang kayu yang digunakan, selain jarak pada setiap
pohon, pengaruh suhu dan kelembapan serta penyebarannya, jenis fungi ini
tersebar dan berutmbuh melalui tanah, sehingga banyak terdapat pada bagian
pangkal sehingga faktor ini dapat dijadikan asumsi. Untuk jenis C.brasiliense
tidak menyerang bagian pangkal batang pada sampel pohon 1,2,dan 3. Tetapi
terdapat pada sampel batang perbandingan yang terdapat pada tempat yang
berbeda. Untuk jenis P.simplicissimum hanya menyerang pangkal pohon 1,2, dan
sampel pohon perbandingan. Jenis fungi ini juga dapat disebarkan melalui angin.
Pada pohon 3 jenis fungi ini tidak teridentifikasi kemunculannya. sesuai dengan
penelitian Herman dan Goenadi (1999) yang menyatakan bahwa mikroorganisme
seperti Penicillium sp. mampu manghasilkan polisakarida yang berguna dalam
perekat partikel tanah. Jadi fungi ini dapat meningkatkan agregat-agregat tanah
baik karna terdapat bahan organik bagi tanaman dari hasil pendekomposisian oleh
fungi Penicillum terhadap kayu mati dan serasah dilahan tersebut.
Kelembapan sangat penting untuk pertumbuhan fungi. Fungi dapat hidup
pada kisaran kelembapan udara 70-90 %. Derajat keasaman lingkungan, pH
substrat sangat penting untuk pertumbuhan fungi, karena enzim-enzim tertentu
hanya akan menguraikan suatu substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH
tertentu. Umumnya fungi dapat tumbuh pada pH di bawah 7 (Gandjar et al. 2006).
Identifikasi jenis fungi pada bagian tengah sampel batang kelapa sawit pasca
penebangan yaitu, untuk jenis A.phaespermum hanya terodentifikasi pada sampel
pohon 1, selain itu pada sampel pohon 2,3 dan 4 tidak. C.brasiliense terdapat dan
teridentifikasi pada bagian tengah sampel pohon 1,2 dan sampel perbandingan
pohon 4. Untuk jenis P.simplicissimum hanya teridentifikasi pada sampel pohon
nomor 3, tetapi tidak teridentifikasi pada bagian tengah sampel pohon lainnya.
Jenis fungi U.botrytis hanya teridentifikasi pada bagian tengah sampel pohon yang
terdapat di luar areal perkebunan, yaitu pohon 4, untuk pohon 1 sampai 3 tidak
teridentifikasi. Hal ini dikarenakan perbedaan konsentrasi hidrogen atau pH pada
setiap bagian tengah sampel pohon. Pada bagian tengah batang dapat disimpulkan
memiliki pH dibawah 7
Hasil identifikasi jenis fungi pada bagian ujung batang kelapa sawit, jenis
fungi A.phaespermum menyerang bagian ini pada keseluruhan sampel pohon.
Fungi ini juga teridentifikasi pada setiap ulangan yang dilakukan sebanyak tiga
kali. Untuk jenis C.brasiliense , P.simplicissimum dan U.botrytis tidak terdapat
ataupun teridentifikasi pada bagian ujung batang kelapa sawit pada semua sampel
diamati, tetap saja ketiga jenis ini tidak teridentifikasi pada bagian ujung semua
sampel batang kelapa sawit. Penyebaran fungi pada bagian ujung batang dapat
juga dipengaruhi penyebaran melalui udara, ataupun dari air hujan yang terlebih
dahulu menyentuh bagian ujung batang. Factor lainnya adalah semua kondisi yang
diperlukan untuk pertumbuhan suatu fungi seperti suhu, kelembapan, substrat, pH
dan nutrisi makanan dan aspek lainnya tidak memenuhi, kekurangan salah satu
persyaratan ini akan menghalangi pertumbuhan suatu fungi, meskipun fungi
tersebut telah berada di dalam kayu.
Hasil pengamatan diperoleh bahwa jenis fungi A.phaespermum,
kemunculannya paling banyak yang teridentifikasi pada bagian batang kelapa
sawit, mulai dari pangkal, tengah sampai ujung. Hal ini dipengaruhi oleh
kandungan lignin dan lilin dalam bahan tumbuhan, suplai nitrogen, kondisi
lingkungan sekitar, aerasi tanah, kelimpahan mikro organisme, dan suhu udara
(Sutedjo,dkk,1991). Sedangkan kemunculan yang telah teridentifikasi yang lebih
sedikit adalah jenis fungi U.botrytis, fungi ini hanya teridentifikasi pada sampel
yang bukan diambil dari kebun percobaan kelapa sawit. Sampel ini atau sampel
pohon 4 diambil berbeda dari dari sampel pohon 1,2,dan 3 yang diambil pada
Kebun Percobaan Tambunan A Universitas Sumatra Utara.
Berdasarkan metode yang digunakan sama seperti untuk kayu,
dikarenakan batang sawit merupakan bahan berlignoselulosa seperti kayu. Maka
jenis fungi yang telah teridentifikasi yaitu, A.phaespermum, C.brasiliense dan
P.simplicissimum dapat mempercepat proses degradasi yang terdapat pada
perkebunan kelapa sawit. Ketiga jenis fungi ini mengeluarkan enzim kedalam
komponen-komponen sederhana menjadi bentuk hancuran. Ketiga fungi ini mampu menjadi
dekomposer karena mampu menghancurkan struktur tanaman sawit tersebut
sehingga tidak lagi dalam bentuk yang kompleks tetapi telah diuraikan menjadi
bentuk-bentuk yang lebih sederhana seperti air, karbondioksida dan komponen
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan, terdapat 4 jenis fungi yang telah teridentifikasi pada batang sawit pasca penebangan, yaitu
A.phaespermum,C.brasiliense,P.simplicissimum dan U.botrytis.
Jenis fungi yang telah teridentifikasi paling banyak ditemukan pada setiap
bagian batang kelapa sawit adalah jenis fungi A.phaespermum.
Jenis fungi Ulocladium botrytis tidak teridentifikasi pada areal perkebunan
Percobaan Tambunan A Universitas Sumatra Utara. Hal ini dikarenakan terdapat
perbedaan suhu, kelembapan, substrat, pH dan nutrisi terhadap daerah
pengambilan sampel perbandingan.
Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian yang lebih lanjut untuk mengetahui
sifat-sifat fungi dan mengetahuhi kemampuan dari fungi tersebut apakah mampu
menjadi fungi dekomposer sehingga berguna dalam mempercepat degradasi
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, L.A. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Malang: Bayumedia Publishing.
Bakar, E. S. 2003. Kayu Sawit Sebagai Substitusi Kayu Dari Hutan Alam. Forum Komunikasi dan Teknologi dan Industri Kayu 2 : 5-6. Bogor.
Darmono. 1996. Pendekatan Bioteknologi untuk Mengatasi Masalah Penyakit Busuk Pangkal Batang Kelapa Sawit Akibat Serangan Ganoderma. Warta Puslit. Biotek Perkebunan,1,17-25.
Ditjen PPHP, 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit. Subdit Pengelolaan Lingkungan Direktorat Pengelohan Hasil Pertanian Ditjen PPHP, Departemen Pertanian. Jakarta.
Gandjar, I., W. sjamsuridjal, dan A. Detrasi. 2006. Mikologi dasar dan terapan.
Jakarta: yayasan Obor Indonesia.
Herman dan D.H. Goenadi. 1999. Manfaat dan Prospek Pengembangan Industri Pupuk Hayati di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
Januari 2012]
Isroi. 2006. Pengomposan Limbah Padat Organik. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. dikutip dari
http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/kompos.pdf diakses pada tanggal 9/12/2010.
Nugroho, T. T. 2000. Isolasi Fungi Karbolitik dari Tanah Perkenunan Tanaman
Pangan di Riau. In: Linggawati, A., Muhdarina, Yuharmen (eds.)
Prosiding semirata 2000 bidang MIPA BKS-PTN Wilayah Barat
Pekanbaru 8-9 Mei 2000: Bidang Ilmu Kimia. Unri Press, Pekanbaru, pp.
15-22.
Risza, S. 2008. Kelapa Sawit dan Upaya Peningkatan Produktivitas. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Samosir, R. 2009. Jenis-Jenis Fungi pada Tegakan Kayu Mati di Lahan Gambut. Skripsi. Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan
Sastrosayono, S., 2008. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. Schaechter, M.(2004). The Desk Encyclopedia of Microbiology. California U.S.A
:Elsevier Academic Press.
Sunarko. 2008. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Kanisius. Jakarta.
Suprapti, Sihati dan krisdianto. 2006. Ketahanan Kayu Hutan Tanaman Terhadap
Beberapa jamur Perusak Kayu. Bogor: Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 24 :
267-274.
Sutedjo, M.M., A.G. Kartasapoetra, Rd. S. Sastroatmodjo. 1991. Mikrobiologi Tanah. P.T.Rineka Cipta. Jakarta.