! "
#
! $
% #
! %
% $
% ! * %
# ! +
%
,# - . # / 0 # !1 2#
&# 3 # 4 # ##
$ 5
## ##
'# ! * #
##
6# - 7 8 #
##
9# 3 : ; #
##
<# % ##
##
##
=# ! $ ! 5## ##
" ## $
% $ % ##
?# ! $ 17 2
$ 1. 3 ##
## : 8 ### @ 8 ## A
A2
" ##
## ## ## . 3 !
" ##
## $
### ##
!
5 % #
B!4! !7 " 4++++++++++++++++++++++# B!4! !7 :;70! !!7++++++++++++++++++## ! ! :7 !7 !;++++++++++++++++++++######
!- !; 3 3+++++++++++++++++++++++++ 8
!- !; !.:4+++++++++++++++++++++++ C
!- !; 4! 3;!7+++++++++++++++++++++# C
!. ;! 3+++++++++++++++++++++++++# C
.!. 3 :7 !B 4 !7
3#!# 4 . ###############+++++++++++++++###### ,
3#.# ; ############################################################################ ? 3#/# ############################################################################# ? 3# # 5 ########################################################################## ,( 3#:# ####################################################################### ,( .!. 33 4!7 ! !7 : ;3
33#!# ############################################################################### ,& 33#!#,# 5 #################################################### ,& 33#!#&# ############################################## ,' 33#!#'# ! $ ############################################ ,9 33#!#6# - $5 ########################################### ,= 33#.# ########################################################################################### &6 33#.#,# 5 ################################################################ &6 33#.#&# ! $ ######################################################## &9
333# :# '# B / ++++++++++++++++ 6= 333#-# #################################################### 9& 333#-#,# ################################################ 9& 333#-#&# ####################################################### 96 333#-#'# ############################################### 96 333# # ! ##################################################################### 99
.!. 3@ !7!43 ! !7 37 :; ;: ! 3 ! !
3@#!# ########################################################### 9< 3@#!#,#
################################ 9= 3@#.# B ############################################################################# <( 3@#.#,# ! ########################################################################### <( 3@#.#&# B ######################################################################### <,
3@#.#'# ############## <<
.!. @ : 3 4!7 3 3 !7 !;!7
@#!# ##################################################################################### <) @#.# ########################################################################################### <? @#/# ############################################################################################### ='
@#/#,# 3
################################################################### =' @# /#&# ############################################################# =6 5 ################################################################################################### =9
, - $5 ########################################################### ,6
& - ######################################## '(
' % +++### 66
6 % +### 6<
9 % +##+++ 6)
< ######++### 6?
= % ######### 9,
) ######## 9&
? ######################################################## 9<
,( +++++#++++#+ 9?
,,
++++++++++++++++++++ 9?
,& 7 ################################### <(
,' B ######################### <,
,6 ##################### <'
,9 ############################################### <'
,< ++++++++++++++### <6
,= ########################### <<
,) 8 ### <=
4 ! /
; . 3
4 .
B
4 /
Sesuai dengan kodratnya, kebutuhan manusia sangat beraneka ragam, baik
jenis maupun tingkatnya. Semakin luas pandangan seseorang semakin ia merasa
bahwa masih banyak kebutuhannya yang belum terpenuhi. Bahkan, manusia akan
cenderung untuk mempunyai kebutuhan yang “tak terhingga”, artinya selalu
bertambah dari waktu ke waktu dan selalu berusaha dengan segala
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Menurut pengertian dalam
ilmu Psikologi, kebutuhan manusia adalah “segala sesuatu yang ingin dimiliki,
dicapai atau dinikmatinya” (Asri & Budi, 1986).
Pekerjaan dapat menjadi salah satu sarana pemuas kebutuhan manusia,
langsung maupun tidak. Apabila dengan menjalankan tugas atau pekerjaan
kebutuhan seseorang (misalnya kebutuhan dasar) terpenuhi, maka dikatakan ia
memperoleh kepuasan langsung. Sebaliknya apabila kepuasan diperolehnya di
luar pekerjaannya (tapi kepuasan itu diperoleh sebagai akibat ia bekerja)
dikatakan ia memperoleh kepuasan tidak langsung dari pekerjaannya. Kepuasan
tidak langsung dapat diperoleh melalui berbagai ”alat” seperti: gaji yang dapat
dipakai untuk pemuas kebutuhan dasar, uang pensiun yang dapat dipakai untuk
pemuas kebutuhan rasa aman, dll. Kepuasan yang didapatkan akan menjadi
pendorong seseorang untuk bekerja; atau dengan kata lain pekerjaan menjadi
Para psikolog Industri dan Organisasi telah berminat mempelajari
kepuasan kerja selama lebih dari 50 tahun. Ini merupakan satu/satunya topik yang
paling ekstensif diteliti dalam bidang ini. Perkiraan Locke (1976) yang seringkali
dikutip terdapat lebih dari 3000 artikel dan disertasi mengenai subjek ini, bahkan
mungkin sekarang ini sudah menjadi dua kali lipat (dalam Jewell & Siegal, 1998).
Banyaknya penelitian mengenai kepuasan kerja disebabkan karena dunia
kerja memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, sehingga
mendapatkan kepuasan dalam bekerja menjadi masalah yang cukup menarik dan
penting baik bagi kepentingan individu, industri, dan masyarakat. Bagi individu,
penelitian tentang sebab/sebab dan sumber/sumber kepuasan kerja
memungkinkan timbulnya usaha/usaha peningkatan kebahagiaan hidup mereka.
Bagi industri, penelitian mengenai kepuasan kerja dilakukan dalam rangka
peningkatan produksi dan pengurangan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah
laku karyawannya. Selanjutnya, bagi masyarakat tentu akan menikmati hasil
kapasitas maksimum dari industri serta meningkatnya nilai manusia di dalam
konteks pekerjaan (As’ad, 1995).
Menurut Lawler (dalam Porter & Steers, 1987) kepuasan kerja diartikan
sebagai sikap atau orientasi efektif individu terhadap pekerjaannya. Hal ini
diperkuat oleh Robins (1993) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah
sebuah sikap dan pengertian kepuasan kerja mengacu pada sikap individu
terhadap pekerjaannya. Hoppeck (dalam As’ad, 1995) menarik kesimpulan setelah
mengadakan penelitian terhadap 309 karyawan pada suatu perusahaan di New
yaitu seberapa jauh pekerjaan secara keseluruhan dapat memuaskan
kebutuhannya.
Tiffin (dalam As’ad 1995) berpendapat bahwa kepuasan kerja
berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri,
situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan karyawan. Kemudian bloom
(dalam As’ad, 1995) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap
umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor/faktor
pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individual di luar kerja.
Menurut Locke (dalam Parwanto & Wahyuddin, 2006), kepuasan atau
ketidakpuasan karyawan tergantung pada perbedaan antara apa yang diharapkan
dengan apa yang didapatkan seorang karyawan, apabila yang didapat karyawan
lebih baik dari yang ia harapkan maka karyawan akan merasa puas, sebaliknya
apabila yang didapat karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan akan
menyebabkan karyawan tidak puas. Pendapat lain oleh Handoko (2001)
menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan bagaimana para karyawan memandang
pekerjaan mereka.
Salah satu tujuan melakukan penelitian mengenai kepuasan kerja adalah
untuk melihat bagaimana efek kepuasan kerja terhadap sikap dan tingkah laku
orang terutama tingkah laku kerja seperti: produktivitas, absentisme, kecelakaan
akibat kerja, pergantian pekerja dan sebagainya (As’ad, 1995). Secara historis,
karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja akan melaksanakan pekerjaan
penelitian yang dilakukan oleh Bambang Haryo Wicaksono (dalam As’ad, 1995)
dimana terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan kerja
dengan produktivitas kerja karyawan.
Desler (dalam Parwanto & Wahyuddin, 2006) mengemukakan karyawan
yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan
peraturan yang lebih baik, tetapi kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan
dan kadang/kadang berprestasi lebih baik daripada karyawan yang tidak
memperoleh kepuasan kerja. Pernyataan tersebut didukung oleh suatu penelitian
mengenai kepuasan kerja dengan kehadiran karyawan yang dilakukan pada
perusahaan Sears di Chicago dan New York dimana pada saat terjadi badai salju,
pekerja dengan kepuasan kerja yang tinggi mempunyai kehadiran yang jauh lebih
tinggi daripada mereka dengan tingkat kepuasan lebih rendah, dari penelitian
tersebut ditemukan suatu hubungan yang secara konsisten negatif antara kepuasan
dan kemangkiran (Sunarto, 2004). Kepuasan juga dihubungkan secara negatif
dengan keluarnya karyawan (Sunarto, 2004).
Berkaitan dengan kepuasan kerja, dahulu semua orang beranggapan bahwa
satu/satunya insentif untuk bekerja hanyalah uang atau perasaan takut untuk
menganggur (Anoraga, 1992). Sejalan dengan pernyataan di atas Taylor (dalam
Siegel & Lane, 1982) mengemukakan bahwa kepuasan kerja karyawan akan
meningkat ketika jumlah pembayaran atau gaji meningkat. Tetapi saat ini
kenyataannya gaji yang tinggi tidak selalu menjadi faktor utama untuk mencapai
kepuasan kerja. Gaji hanya memberikan kepuasan sementara karena kepuasan
bersangkutan (Hulin dalam As’ ad, 1998). Banyak faktor/faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, faktor/faktor itu sendiri dalam
peranannya memberikan kepuasan pada karyawan tergantung pada pribadi
masing/masing karyawan (As’ ad, 1998). Salah satu faktor kepuasan kerja adalah
supervisi atau pengawasan dari atasan (Ghiselli & Brown dalam As’ad, 1995).
Penelitian membuktikan bahwa karyawan yang merasa senang bekerja dengan
atasannya atau pengawasnya akan lebih puas dengan pekerjaannya (Mossholder,
Setton & Henagan, dalam Aamodt, 2007).
Seorang atasan atau pemimpin mempunyai fungsi memandu, menuntun,
membimbing, membangun, memberi atau membangun motivasi kerja,
mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang baik, memberikan
supervisi atau pengawasan yang efisien, dan membawa pengikutnya kepada
sasaran yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan (Kartini
Kartono dalam Daryanto & Daryanto, 1998). Fiedler (dalam Hughes, Ginnet &
Curphy, 2006) menyatakan kepemimpinan sebagai mengarahkan dan
mengkoordinasikan pekerjaan anggota kelompok.
Tichy dan Devana (dalam Hughes dkk, 2006) mendefenisikan
kepemimpinan meliputi mengubah pengikut, menciptakan visi dari tujuan yang
ingin diraih, dan menyatakan atau mengutarakan kepada pengikut tentang
bagaimana mencapai tujuan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Yukl dan Van
Fleet (dalam Burn, 2004) mendefenisikan kepemimpinan sebagai sebuah proses
yang terdiri dari mempengaruhi strategi dan tujuan tugas pada suatu kelompok
mengimplementasikan strategi dan mencapai tujuan, mempengaruhi pemeliharaan
dan identifikasi kelompok, dan mempengaruhi budaya organisasi.
Berdasarkan definisi/definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh di
atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Pertama, kepemimpinan berarti
melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau bawahan. Para
karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari
pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan,
kepemimpinan tidak akan ada juga. Kedua, seorang pemimpin yang efektif adalah
seseorang yang dengan kekuasaannya mampu menggugah pengikutnya untuk
mencapai kinerja yang memuaskan. Ketiga, pemimpin harus memiliki kejujuran
terhadap diri sendiri, sikap bertanggungjawab yang tulus, pengetahuan,
keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan, kepercayaan pada diri sendiri dan
orang lain, dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain dalam membangun
organisasi (Daryanto & Daryanto, 1998).
Keberhasilan atau keefektifan seorang pemimpin tidak hanya dilihat dari
perilaku yang ditampilkan pemimpin tersebut, namun juga pada kepuasan kerja
dan produktivitas kerja bawahannya (Hughes, Ginnet & Curphy, 2006).
Karyawan/bawahan dapat menjadi salah satu jalan untuk mengukur keefektifan
pemimpin, yaitu dengan meminta mereka untuk menilai tingkat kepuasan kerja
mereka sendiri atau menilai keefektifan dari pemimpinnya (persepsi) (Hughes,
Ginnet & Curphy, 2006). Terdapat dua alasan mengapa penilaian bawahan
dianggap lebih akurat daripada penilaian atasan terhadap keefektifan seorang
penilaian, mereka/lah yang sering menghadapi perilaku atau kepemimpinan dari
atasan setiap hari. Kedua, walaupun penilaian bawahan tidak terlepas dari efek
distorsi atau bias, efek/efek tersebut cenderung menghilangkan satu sama lain
ketika banyak bawahan yang melakukan penilaian (Greguras, Robie, Schleicher &
Goff dalam Hughes, Ginnet & Curphy, 2006).
Seorang pemimpin harus dapat memahami beberapa hal mengenai diri
mereka, seperti: kemampuan, nilai, motif dan keinginan seorang pemimpin
menjadi perhatian penting karena hal tersebut menentukan gaya kepemimpinan
yang akan mereka gunakan (Hughes, Ginnet & Curphy, 2006). Berkaitan dengan
hal itu, berbagai kajian tentang gaya kepemimpinan telah dilakukan oleh pakar
kepemimpinan. Peneliti di Universitas Ohio (dalam Yukl, 1998) berhasil
mengidentifikasi dimensi kepemimpinan, yang didefinisikan sebagai perilaku
seseorang pada saat mengarahkan aktivitas kelompok untuk mencapai tujuan
organisasi dalam dua dimensi: dan (yang
selanjutnya akan disebut Struktur Inisiasi dan Konsiderasi).
Struktur Inisiasi mengacu pada gaya kepemimpinan yang menggambarkan
hubungan antara dirinya sendiri dengan anggota kelompok kerja, dalam upaya
membentuk pola organisasi, saluran komunikasi, penyelesaian tugas, dan metode
atau prosedur yang ditetapkan dengan baik. Sementara itu Konsiderasi mengacu
pada gaya kepemimpinan yang menunjukkan persahabatan, kepercayaan timbal
balik, rasa hormat, dan kehangatan dalam hubungan antara pimpinan dengan
Dalam survei yang dilakukan pada 256 karyawan dari berbagai perusahaan
yang berbeda, ditemukan bahwa “hilangnya semangat kerja “ karyawan (diukur
sebagai perasaan muak, putus asa, marah terhadap pekerjaannya) memiliki
hubungan negatif dengan atasan yang menggunakan gaya kepemimpinan
konsiderasi dan berhubungan positif dengan atasan yang menggunakan gaya
kepemimpinan struktur inisiasi berkaitan (Jewell & Siegell, 1998). Walaupun ada
beberapa karyawan yang lebih memilih supervisor/pemimpin yang berorientasi
tugas (Kerr, Schriesheim, Murphy, & Stogdill, dalam Siegel & Lane, 1982)
namun secara umum para peneliti melaporkan bahwa pemimpin yang
menggunakan gaya kepemimpinan berorientasi hubungan atau Konsiderasi
memiliki karyawan/bawahan yang lebih puas (Hughes, Ginnet & Curphy, 2006).
Karyawan lebih memilih bekerja dengan pengawas/pemimpin yang penuh
perhatian, suportif, hangat, dan berfokus pada karyawan daripada supervisor yang
memusuhi, apatis, dan berfokus pada pekerjaan (Siegel & Lane, 1982). Hal
tersebut didukung oleh Green dan Olsson (2006) yang menyatakan bahwa
bawahan terlihat tampak lebih puas ketika mereka memiliki pemimpin yang
menunjukkan kepedulian terhadap mereka.
Sementara itu Halpin, Blake dan Mouton menyatakan bahwa pemimpin
efektif harus dapat menata kelembagaan organisasinya secara sangat baik, saling
percaya, saling menghargai dan senantiasa hangat dengan bawahannya (dalam
Daryanto & Daryanto, 1998) ini dikarenakan kebanyakan organisasi
mengharapkan pemimpin/supervisi mereka dapat mengkombinasikan kedua gaya
berfokus pada tugas sesekali harus ingat untuk mengetahui bagaimana perasaan
karyawannya. Pemimpin yang selalu memperhatikan kesejahteraan bawahannya
juga harus yakin bahwa ia mengawasi bawahannya dalam mencapai tujuan
organisasi (Certo, 2003). Beberapa ahli Psikologi melaksanakan keyakinan
terhadap teori ini dan dapat mengembangkan program pelatihan yang tepat untuk
membantu para pemimpin untuk mengubah perilakunya dengan menyesuaikan
diri dengan profil yang diyakini ideal seperti yang dikemukakan oleh Blake dan
Mounton (dalam Jewell dan Siegell, 1998). Penelitian ini akan dilakukan di
Detasemen Markas Kodam (DenMaDam) Jaya.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui terdapat hubungan antara gaya
kepemimpinan dengan kepuasan kerja, penelitian ini berusaha menjawab
pertanyaan sebagai berikut: “Apakah ada perbedaan kepuasan kerja ditinjau dari
persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan atasan.”
Sehubungan dengan uraian pada latar belakang dan permasalahan yang
dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada
perbedaan kepuasan kerja ditinjau dari persepsi karyawan terhadap gaya
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi dua manfaat, yaitu: manfaat
secara teoritis dan manfaat secara praktis.
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
pengembagan ilmu Psikologi, khususnya dibidang Psikologi Industri dan
Organisasi, terutama mengenai perbedaan kepuasan kerja ditinjau dari
kepemimpinan.
2. Manfaat praktis
Secara praktis, kiranya pihak perusahaan atau instansi yang membaca
penelitian ini dapat memahami bahwa gaya kepemimpinan tertentu dapat
menimbulkan kepuasan kerja yang lebih baik bagi karyawan, sehingga
pihak perusahaan dapat mengarahkan pemimpin/pemimpinnya untuk
menggunakan gaya kepemimpinan tersebut dan memberikan pelatihan
kepemimpinan dengan tujuan agar para pemimpin dapat menyeimbangkan
dan mengkombinasikan kedua gaya kepemimpinan (Struktur Inisiasi dan
Konsiderasi).
Proposal penelitian ini disusun dalam sistematika sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Bab ini akan menyajikan uraian singkat mengenai latar belakang masalah,
Bab II : Landasan Teori
Bab ini menyajikan tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam
pembahasan masalah. Adapun teori/teori yang dimuat adalah definisi
kepuasan kerja, pendekatan kepuasan kerja, aspek/aspek kepuasan kerja
faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, definisi persepsi, aspek/aspek
persepsi,definisi pemimpin, definisi kepemimpinan, gaya kepemimpinan
konsiderasi dan struktur inisiasi, hubungan atasan bawahan, hubungan
kepuasan kerja dengan gaya kepemimpinan, dan hipotesis penelitian.
Bab III : Metodologi Penelitian
Bab ini menjelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi
operasional, populasi, sampel, metode pengambilan sampel, metode dan
alat pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur
pelaksanaan penelitian, serta metode analisis data.
Bab IV: Analisa dan Interpretasi Data
Bab ini menguraikan mengenai pengolahan dan pengorganisasian data
penelitian juga akan membahas data/data penelitian yang relevan dengan
teori yang relevan.
Bab V: Kesimpulan, Diskusi dan Saran
Terakhir, bab ini memuat kesimpulan yang ditarik dari hasil penelitian,
diskusi dan saran/saran yang diajukan dalam rangka perbaikan bagi
!
" # "
$ " # "
Wexley dan Yukl (1997) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja seorang karyawan harus
diciptakan sebaik/baiknya agar moral, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan
karyawan terus meningkat. Kepuasan kerja menurut Davis dan Newstorm (1997)
adalah sekumpulan perasaan dan emosi, baik senang maupun tidak senang,
individu terhadap pekerjaannya.
Definisi yang lain dikemukakan oleh Robbins (1997) yang menyebutkan
bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum dari individu terhadap
pekerjaannya. Individu dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi akan
mempunyai sikap yang positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, individu yang
merasaa tidak puas dengan pekerjaannya akan mempunyai sikap yang negatif.
Smith, Kendall, dan Hullin (dalam Luthans, 1998) mengatakan bahwa kepuasan
kerja merupakan perasaan yang menyenangkan terhadap pekerjaan.
Berry (1998) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap kerja yang
meliputi elemen kognitif, afektif, dan perilaku, yang diperkirakan memberi
pengaruh pada sejumlah perilaku kerja. Locke (dalam Berry, 1998) mengatakan
bahwa kepuasan kerja sebagai reaksi individual terhadap pengalaman kerja dan
Dari definisi/definisi kepuasan kerja di atas dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan dan emosi, baik senang maupun
tidak senang, individu terhadap pekerjaannya. Perasaan dan sikap yang positif
terhadap pekerjaan menunjukkan bahwa individu tersebut mempunyai tingkat
kepuasan kerja yang tinggi, sedangkan sikap dan perasaan yang negatif
menunjukkan bahwa individu tersebut tidak atau kurang merasa puas terhadap
pekerjaannya.
% & " # "
Terdapat dua pendekatan mengenai kepuasan kerja yaitu pendekatan
Global dan pendekatan Faset (Spector, 1997).
1. Pendekatan Global
Pendekatan global ialah pendekatan secara umum yang menggunakan
perspektif yang lebih luas atau umum dalam melihat kepuasan kerja.
Pendekatan global digunakan saat minat penelitian diarahkan untuk melihat
keseluruhan sikap, misalnya jika organisasi ingin melihat dampak dari suka
atau tidak sukanya individu terhadap pekerjaan (Spector, 1997). Pendekatan
ini menanyakan kepuasan kerja karyawan secara keseluruhan, hanya dengan
menggunakan satu aitem pertanyaan, responden hanya perlu menjawab
”sangat puas”, ”cukup puas”, atau ”tidak puas” untuk menggambarkan sikap
terhadap pekerjaannya (Vechio dalam Hanny, 2006). Pendekatan global dapat
membantu melihat kepuasan kerja secara menyeluruh, bukan sekedar
penjumlahan dari faset kepuasan yang terpisah. Namun, pendekatan ini
yang diajukan atau terdapat perbedaan interpretasi setiap individu dalam
menentukan kepuasan kerja dan hal ini tidak diukur (Jewell & Siegel, 1998).
2. Pendekatan Faset
Menurut pendekatan faset, kepuasan kerja karyawan dengan berbagai aspek
pekerjaan yang berbeda dapat bervariasi dan harus diukur secara terpisah
(Jewell & Siegel, 1998). Faset/faset yang seringkali ditemukan dalam
menentukan kepuasan kerja antara lain gaji atau tunjangan, orang lain seperti
rekan kerja dan atasan, pekerjaan itu sendiri, serta organisasi (Spector, 1997).
Tabel 1 berisi faset/faset yang terdapat pada instrumen kepuasan kerja yang
populer digunakan.
Pendekatan faset digunakan bila ingin melihat dimensi tertentu dari pekerjaan
yang menimbulkan kepuasan maupun ketidakpuasan kerja. Pendekatan ini
menyediakan gambaran yang lebih jelas dari kepuasan kerja seseorang bila
dibandingkan pendekatan global. Pendekatan Faset memberikan pengukuran
kepuasan kerja secara lebih baik dan mendetail, karena setiap individu dapat
yang belum tentu dapat diidentifikasi jika menggunakan penilaian secara
global (Scarpello & Campbell; Schneider dalam Hanny, 2006).
Penelitian ini menggunakan pendekatan faset, yaitu faset supervisi
(selanjutnya disebut pengawasan dari atasan). Selanjutnya akan dijelaskan
mengenai aspek kepuasan kerja dan faktor/faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja secara global, namun penjelasan mengenai aspek dan faktor yang berkaitan
dengan kepuasan terhadap pengawasan dari atasan akan diperbanyak.
Definisi kepuasan kerja terhadap pengawasan dari atasan akan
disimpulkan peneliti berdasarkan definisi kepuasan kerja, aspek dan faktor/faktor
yang berkaitan dengan kepuasan terhadap supervisi atau pengawasan dari atasan
tersebut.
* # ) # " # "
Menurut Smith, Kendall dan Hullin (dalam Luthans, 1998) ada lima aspek
kepuasan kerja, yaitu:
1. Kepuasan akan upah
Upah adalah jumlah uang yang diterima dan upah yang dianggap wajar. Upah
tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan dasar tetapi merefleksikan
seberapa adil perusahaan menilai kontribusi mereka dalam bekerja.
2. Kepuasan akan promosi
Maksudnya, tersedianya kesempatan untuk pengembangan karir. Perusahaan
memberikan kesempatan promosi yang sama pada setiap pekerjaan dan dipilih
pekerja yang memiliki kemampuan yang paling baik.
Pengawasan yaitu kemampuan pengawas untuk menunjukkan minat dan
perhatian terhadap karyawan. Menurut Locke (dalam Munandar, 2001), ada
dua jenis hubungan atasan bawahan yang berhubungan dengan kepuasan,
yaitu ' + yang mencerminkan sejauh mana penyelia
membantu tenaga kerja, untuk memuaskan nilai/nilai pekerjaan yang penting
bagi tenaga kerja dan ' yang didasarkan pada
ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai/nilai yang
serupa. Tingkat kepuasan yang paling besar dengan atasan menurut Locke
adalah jika kedua jenis hubungan adalah positif. Sejalan dengan pernyataan di
atas dinyatakan bahwa kepuasan terhadap atasan dapat dibagi menjadi
komponen ' # + , yaitu bagaimana kemampuan atasan dalam
menjalin hubungan interpersonal dan # , yaitu bagaimana
kemampuan atau keahlian atasan menyangkut segala sesuatu yang
berhubungan dengan pekerjaan (Spector, 1997).
4. Kepuasan dengan rekan kerja
Keadaan dimana rekan sekerja menunjukkan sikap bersahabat dan menolong.
Rekan kerja dapat menyediakan dukungan sosial yang berarti karyawan
dikelilingi oleh orang/orang yang simpatik dan memperhatikan mereka.
5. Kepuasaan akan pekerjaan dan isi kerja
Keadaan dimana tugas pekerjaan dianggap menarik, memberikan kesempatan
- ( + ) + . # #
Ada beberapa karakteristik dalam pekerjaan yang berhubungan dengan
kepuasan kerja, namun secara umum Greenberg dan Baron (1995) membaginya
ke dalam dua kelompok besar, yaitu karakteristik individu dan faktor/faktor yang
berhubungan dengan organisasi.
1. Karakteristik Individu
Faktor/faktor dari diri individu yang mempengaruhi tingkat kepuasan kerja
adalah (Berry, 1998; George & Jones, 2002; Greenberg & Baron, 1995 ;
Schultz & Sydney 1990) :
a. Kepribadian
Kepribadian merupakan determinan pertama bagaimana perasaan dan
pikiran individu terhadap pekerjaannya dan kepuasan kerja yang dirasakan
individu. Kepribadian individu mempengaruhi positif atau negatifnya
pikiran individu terhadap pekerjaannya. Dari beberapa penelitian terdahulu
ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara kepribadian dengan
tingkat kepuasan kerja individu.
b. Nilai/nilai yang dimiliki individu
Nilai memiliki pengaruh pada kepuasan kerja karena nilai dapat
merefleksikan keyakinan dari pekerja, mengenai keluaran atau hasil dari
pekerjaan dan bagaimana seseorang bertingkah laku dalam pekerjaannya.
Contohnya adalah individu yang memiliki nilai yang tinggi pada sifat dari
pekerjaan cenderung untuk memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi
c. Pengaruh sosial dan kebudayaan
Sikap dan tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh lingkungan di
sekitarnya, termasuk pengaruh dari orang lain dan kelompok tertentu.
Individu yang tinggal di lingkungan yang menekankan pada kekayaan
akan merasa puas dengan pekerjaan yang memberikan upah/gaji yang
tinggi. Sedangkan individu yang tinggal di lingkungan yang menekankan
pada pentingnya membantu orang lain akan merasa tidak puas pada
pekerjaan yang menekankan pada kompetisi dan prestasi.
d. Minat dan penggunaan keterampilan
Minat sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Artinya bila individu
bekerja pada bidang kerja yang sesuai dengan minatnya maka individu
tersebut akan merasa puas bila dibandingkan dengan individu yang bekerja
pada bidang kerja yang tidak sesuai dengan minatnya.
e. Usia dan pengalaman kerja
Hubungan antara kepuasan kerja, pengalaman kerja dan usia biasanya
merupakan hubungan yang paralel. Biasanya, pada awal bekerja, para
pekerja cenderung merasa puas dengan pekerjaannya. Namun, setelah
beberapa tahun bekerja biasanya para pekerja akan mengalami penurunan
tingkat kepuasan kerja. Hal ini disebabkan karena mereka mengalami
stagnansi, merasa dirinya tidak maju dan berkembang. Namun setelah
enam atau tujuh tahun bekerja biasanya tingkat kepuasan kerja akan
kembali meningkat. Hal tersebut terjadi karena individu merasa sudah
memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan kerja. Pekerja yang
lebih tua umumnya merasa lebih puas dibandingkan dengan para pekerja
yang lebih muda usianya.
f. Jenis kelamin
Penelitian/penelitian sebelumnya menemukan hubungan antara kepuasan
kerja dengan jenis kelamin, walaupun terdapat perbedaan hasil. Ada yang
menemukan bahwa wanita merasa lebih puas dibandingkan pria, dan ada
juga yang sebaliknya. Terdapat indikasi bahwa wanita cenderung
memusatkan perhatian pada aspek/aspek yang berbeda dengan pria.
g. Tingkat Inteligensi dan Tingkat Pendidikan
Dalam pekerjaan, terdapat asosiasi antara tingkat inteligensi (IQ) dengan
efisiensi unjuk kerja dan kepuasan kerja. Individu dengan IQ yang tinggi,
di atas 120 skala Weschler, akan mudah mengalami kebosanan atau
frustasi dan juga ketidakpuasan kerja. Salah satu faktor yang berhubungan
dengan inteligensi adalah tingkat pendidikan. Pekerja yang berpendidikan
mempunyai tingkat kepuasan kerja yang tinggi dibandingkan dengan
pekerja yang mempunyai tingkat pendidikan lebih rendah. Hal ini
dikarenakan pekerja dengan tingkat pendidikan tinggi mengerjakan
pekerjaan yang penting dan terlibat di dalamnya.
h. Status dan senioritas
Pada umumnya semakin tinggi posisi seseorang pada tingkatan dalam
organisasi, maka semakin orang tersebut mengalami kepuasan kerja. Hal
pekerjaanya dan imbalan yang didapatnya dibandingkan dengan pekerja
yang memiliki tingkatan yang lebih rendah.
2. Faktor/faktor yang berhubungan dengan organisasi
Faktor/faktor tersebut adalah (Berry, 1998; George & Jones, 2002; Gilmer,
1984; Greenberg & Baron, 1995; Landy & Trumbo, 1980; Munandar, 1995;
Schultz & Sydney; 1990):
a. Situasi dan kondisi pekerjaan
Kondisi kerja yang tidak mengenakkan akan menimbulkan keengganan
untuk bekerja. Kondisi kerja perlu memperhatikan prinsip/prinsip
ergonomi. Dalam kondisi kerja seperti itu kebutuhan/kebutuhan fisik
dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja.
b. Gaji, Imbalan yang dirasakan adil
Kepuasan dapat timbul dengan penggunaan sistem imbalan yang dipercaya
adil, dengan adanya rasa hormat terhadap apa yang diberikan oleh
organisasi dan mekanisme yang digunakan untuk menentukan
pembayaran.
Orang yang menerima gaji yang dipersepsikan sebagai terlalu kecil atau
terlalu besar akan mengalami ketidakpuasan.
c. Pengawasan dari atasan
Pengawasan merupakan salah satu sumber kepuasan kerja yang penting.
Penelitian terdahulu menemukan hasil bahwa pekerja yang percaya bahwa
penyelia mereka adalah orang yang kompeten, mengetahui minat mereka,
dengan baik dan menghargai mereka, cenderung akan mempunyai tingkat
kepuasan kerja yang tinggi pula. Kualitas penyelia juga mempengaruhi
kepuasan kerja. Kualitas tersebut adalah gaya pengawasan, teknik
pengawasan, kemampuan hubungan interpersonal, dan kemampuan
administrasi. Komunikasi merupakan aspek lain dari penyelia yang
memiliki kualitas yang baik. Pekerja akan merasa lebih puas dengan
pekerjaannya jika mereka memiliki kesempatan untuk berkomunikasi
dengan penyelianya.
Luthans (2005) menyatakan terdapat dua dimensi gaya pengawasan yang
mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu . # / ' # # &
. / yang diukur tingkatan bagaimana pengawas menunjukkan
ketertarikan personal dan peduli terhadap karyawan. Hal tersebut
umumnya ditunjukkan pemimpin dengan cara memeriksa untuk melihat
seberapa baik pekerjaan yang dilakukan bawahan, memberikan saran,
motivasi dan bantuan pada bawahan, dan melakukan komunikasi personal
dengan menganggap bawahan sebagai rekan sekerja yang setara.
Dimensi lainnya adalah # # # yang digambarkan
oleh atasan yang memperbolehkan anggotanya berpartisipasi dalam
mengambil keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka.
d. Pekerjaan
Pekerja akan merasa lebih puas bila dipekerjakan pada jenis pekerjaan
jawab atau otonomi. Selain itu para pekerja akan merasa lebih puas dengan
pekerjaan yang bervariasi, dan menantang.
e. Keamanan
Faktor keamanan berhubungan dengan kestabilan dari pekerjaan dan
perasaan yang dimiliki individu berkaitan dengan kesempatan untuk
bekerja di bawah kondisi organisasi yang stabil. Keamanan menimbulkan
kepuasan kerja karena dengan adanya rasa aman individu dapat
menggunakan kemampuannya dan memperoleh kesempatan untuk tetap
bertahan pada pekerjaannya.
f. Kebijaksanaan perusahaan
Kebijaksanaan perusahaan sangat mempengaruhi kepuasan kerja
karyawannya. Individu yang mempunyai konflik peran dalam
pekerjaannya karena kebijaksanaan perusahaan cenderung untuk merasa
tidak puas.
g. Aspek sosial dari pekerjaan
Aspek sosial dari pekerjaan terbukti memberikan kontribusi terhadap
kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Karyawan yang bekerja dalam
kelompok kerja yang kohesif dan merasa apa yang mereka kerjakan
memberikan kontribusi terhadap organisasi akan merasa puas. Rekan kerja
juga memberikan kontribusi terhadap perasaan puas atau tidak puas.
Rekan kerja yang memberikan perasaan puas adalah rekan kerja yang
ramah dan bersahabat, kompeten, memberikan dukungan, serta bersedia
i. Kesempatan untuk pertumbuhan dan promosi
Kesempatan untuk dipromosikan ini berhubungan dengan terdapatnya
kesempatan untuk maju. Adanya kesempatan untuk mendapat promosi
dalam pekerjaan akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
Berdasarkan definisi kepuasan kerja, penjelasan mengenai aspek dan
faktor/faktor yang berkaitan dengan kepuasan kerja terhadap pengawasan atasan
maka peneliti menyimpulkan bahwa kepuasan kerja terhadap pengawasan atasan
adalah sekumpulan emosi, perasaan baik senang maupun tidak senang individu
serta sikap umum seseorang terhadap gaya pengawasan atau kepemimpinan yang
ditunjukkan atasan. Definisi yang disimpulkan peneliti menggabungkan dua
komponen yang berkaitan dengan kepuasan terhadap atasan, yaitu komponen
hubungan personal dan kemampuan teknik atasan (Spector, 1997).
Karyawan yang merasa puas terhadap gaya kepemimpinan atasannya
percaya dan menganggap bahwa atasannya menunjukkan perhatian dan
kepedulian terhadap bawahan, mau memberikan saran, motivasi dan bantuan
kepada bawahan, memiliki kemampuan hubungan interpersonal yang baik,
bersikap adil, serta menghargai prestasi bawahannya. Karyawan juga percaya dan
menganggap atasannya adalah orang yang berkompeten dalam pekerjaannya,
berpengetahuan luas, memahami sistem administrasi dan prosedur organisasi,
memiliki teknik pengawasan yang baik serta memberi kebebasan kepada bawahan
untuk mengambil keputusan sendiri terhadap hal yang berkaitan dengan pekerjaan
#
$ #
Persepsi menurut Pareek (dalam Sobur, 2003) merupakan suatu cara kerja
atau proses yang rumit dan aktif, dimana persepsi tersebut terdiri dari serangkaian
proses. Proses tersebut terdiri dari proses menerima stimulus, menyeleksi,
mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada
stimulus tersebut.
Sarwono (2001) menyatakan bahwa persepsi tidak sekedar pengenalan
atau pemahaman tetapi juga evaluasi bahkan persepsi juga bersifat inferensional
(menarik kesimpulan). Fiske (dalam Hogg & Vaughan, 2002) menyatakan bahwa
informasi negatif mengarah pada persepsi yang negatif, sebaliknya informasi yang
positif mengarahkan pada persepsi.
Leavit (dalam Sobur, 2003) menyatakan persepsi ialah pandangan atau
pengenalan yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.
Rakhmat (dalam Sobur, 2003) persepsi adalah pengalaman tentang objek
peristiwa atau hubungan/hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan peran. Yusuf (dalam Sobur, 2003) menyatakan bahwa
persepsi sebagai pemaknaan hasil pengamatan.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan
serangkaian proses dalam diri seseorang yang meliputi pengenalan, pemahaman,
penafsiran dan menarik kesimpulan atas hasil pengamatan berdasarkan
pengalaman tentang objek atau peristiwa. Dengan demikian persepsi merupakan
% # ) # #
Empat aspek dari persepsi menurut Berlyne (dalam Sarwono, 2001), yaitu :
1. Hal/hal yang diamati dari sebuah rangsang bervariasi tergantung pola dari
keseluruhan dimana rangsang tersebut menjadi bagiannya
2. Persepsi bervariasi tergantung dari orang ke orang dan dari waktu ke waktu
3. Persepsi tergantung dari arah (fokus) alat/alat indera. Persepsi tergantung pada
kemampuan penerimaan informasi pada individu
4. Persepsi cenderung berkembang ke arah tertentu dan sekali terbentuk
kecenderungan itu biasanya akan menetap
# , " # # & 0 . " # #
#
Pemimpin adalah orang yang dapat mempengaruhi kegiatan individu atau
kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu (Hersey &
Blanchard, 1982). Kartini Kartono (1985) mendefinisikan pemimpin adalah
pribadi yang mempunyai kecakapan khusus, dengan atau tanpa pengangkatan
resmi dari kelompok yang dipimpinnya untuk melakukan usaha bersama
mengarah pada pencapaian sasaran tertentu.
Pemimpin dikarakterisasi oleh suatu dorongan yang kuat untuk
bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas, kekuatan, dan ketekunan dalam
mengejar tujuan/tujuan, berani berpetualang dan mempunyai gagasan asli dalam
memecahkan masalah, dorongan untuk menjalankan inisiatif dalam situasi sosial,
antarpribadi, kesediaan untuk mengizinkan adanya frustasi dan penangguhan,
kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, serta kapasitas untuk
menstruktur sistem interaksi sosial kepada tujuan yang tersedia (Stogdill dalam
Yukl, 1998).
Katz dan Mann (dalam Yukl, 1998) menyatakan kategori/kategori
keterampilan seorang pemimpin sebagai berikut:
1. Keterampilan teknis meliputi pengetahuan mengenai metode, proses,
prosedur, dan teknik untuk melakukan sebuah kegiatan khusus, dan
kemampuan untuk menggunakan alat/alat dan peralatan yang relevan bagi
kegiatan tersebut.
2. Keterampilan untuk melakukan hubungan antarpribadi meliputi pengetahuan
tentang perilaku manusia dan proses/proses hubungan antar pribadi,
kemampuan untuk mengerti perasaan, sikap serta motivasi orang lain dari apa
yang mereka katakan dan lakukan (empati sensitivitas sosial), kemampuan
untuk dapat berkomunikasi secara jelas dan efektif (kemahiran berbicara,
kemampuan meyakinkan orang), serta kemampuan untuk membuat hubungan
yang efektif dan kooperatif (kebijaksanaan, diplomasi, keterampilan
mendengarkan, pengetahuan mengenai perilaku sosial yang dapat diterima).
3. Keterampilan konseptual yaitu kemampuan analitis umum, berpikir nalar,
kepandaian dalam membentuk konsep, serta konseptualisasi hubungan yang
kompleks dan berarti dua, kreativitas dalam mengembangkan ide dan
pemecahan masalah, kemampuan untuk menganalisis peristiwa/peristiwa dan
perubahan, dan melihat peluang serta masalah/masalah potensial (berpikir
secara induktif dan deduktif).
Dari beberapa definisi tokoh di atas maka peneliti menarik kesimpulan
bahwa pemimpin adalah seseorang yang memiliki kecakapan khusus dan
kelebihan dalam memecahkan masalah, melakukan hubungan antar pribadi
(kemampuan sosial), mempengaruhi orang lain melalui komunikasi, baik
individual maupun kelompok ke arah pencapaian tujuan.
% " # #
Menurut Yukl (1998) kebanyakan definisi mengenai kepemimpinan
mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh
sosial yang dalam hal ini pengaruh yang sengaja dijalankan oleh seseorang
terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas/aktivitas serta hubungan di dalam
sebuah kelompok atau organisasi. Agarwal (dalam Anoraga & Suyati, 1995)
mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi orang lain untuk
menggerakkan kemampuan dan kemauan mereka dalam usaha untuk mencapai
tujuan pimpinan.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas/aktivitas sebuah
kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan (Rauch & Behling dalam
Yukl, 1998). Menurut Jacobs dan Jacques (dalam Yukl, 1998) kepemimpinan
adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha
kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang
Yukl dan Van Fleet (dalam Burn, 2004) mendefinisikan kepemimpinan
sebagai sebuah proses yang terdiri dari mempengaruhi objektifitas tugas dan
strategi/strategi sebuah kelompok atau organisasi, mempengaruhi orang yang
berada di dalam organisasi itu untuk mengimplementasikan strategi dan mencapai
tujuan, mempengaruhi pemeliharaan dan identifikasi kelompok, dan
mempengaruhi budaya organisasi.
Dari definisi beberapa tokoh di atas maka peneliti menarik kesimpulan
bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi bawahan atau anggota
kelompok untuk menentukan tujuan sekaligus mencapai tujuan tersebut.
* 0 . " # # "+ & &
Hersey dan Blanchard (1988) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai
pola/pola perilaku konsisten yang pemimpin terapkan dalam bekerja dengan dan
melalui orang lain seperti yang dipersepsikan bawahan. Mereka juga mengatakan
bahwa pola/pola itu timbul pada saat bawahan memberikan tanggapan dengan
cara yang sama dalam kondisi yang serupa, pola itu membentuk kebiasaan
tindakan yang setidaknya dapat diprediksi oleh bawahannya. Sementara Gaya
kepemimpinan menurut Davis Keith (1985) adalah pola tindakan pemimpin secara
keseluruhan seperti yang dipersepsikan oleh para pegawainya.
Gaya Kepemimpinan Konsiderasi dan Struktur Inisiasi termasuk dalam
kepemimpinan berdasarkan pendekatan perilaku (Yukl, 1998). Kuesioner
penelitian tentang perilaku kepemimpinan yang efektif telah didominasi oleh
sasaran utama dari program penelitian kepemimpinan adalah untuk
mengidentifikasi perilaku kepemimpinan yang efektif.
Tugas permulaan dari para peneliti adalah untuk mengembangkan
kuesioner untuk para bawahan yang digunakan untuk menjelaskan perilaku dari
pemimpin atau manajer mereka. Para peneliti mengumpulkan sebuah daftar
mengenai kurang lebih 1800 contoh dari perilaku pemimpin, kemudian
mengurangi daftar tersebut sampai 150 hal yang kelihatannya merupakan contoh
yang baik mengenai fungsi/fungsi kepemimpinan yang penting. Sebuah kuesioner
permulaan yang terdiri atas hal/hal tersebut telah diadministrasikan untuk
mencoba pegawai militer dan sipil, dan masing/masing orang telah diminta untuk
menjelaskan perilaku dari atasannya (Fleishman, 1953; Halpin & Winer, 1957;
Hemphill & Coons, 1957, dalam Yukl, 1998).
Analisis faktor dari jawaban kuesioner memberi indikasi bahwa para
bawahan memandang perilaku atasannya pertama/tama dalam kaitannya dengan
dua dimensi atau kategori, yang kemudian kita sebut sebagai Konsiderasi dan
Struktur Inisiasi. Kedua/duanya adalah kategori yang didefinisikan secara luas
yang terdiri atas sejumlah varietas yang luas mengenai jenis/jenis perilaku yang
spesifik.
Gaya Kepemimpinan Konsiderasi adalah tingkat sejauh mana seorang
pemimpin bertindak dengan cara ramah dan mendukung, memperlihatkan
perhatian terhadap bawahan, dan memperhatikan kesejahteraan mereka, seperti
melakukan kebaikan kepada bawahan, mempunyai waktu untuk mendengarkan
berkonsultasi dengan bawahan mengenai hal yang penting sebelum dilaksanakan,
bersedia untuk menerima saran dari bawahan, dan memperlakukan bawahan
sebagai sesamanya.
Gaya Kepemimpinan Struktur Inisiasi adalah tingkat sejauh mana seorang
pemimpin menentukan dan menstruktur perannya sendiri dan peran dari para
bawahan ke arah pencapaian tujuan/tujuan formal kelompok, seperti memberi
kritik kepada pekerjaan yang jelek, menekankan pentingnya memenuhi batas
waktu, menugaskan bawahan, mempertahankan standar/standar kinerja tertentu,
meminta mengkoordinasi kegiatan/kegiatan bawahan, dan memastikan bahwa
bawahan bekerja sesuai dengan batas kemampuannya.
Peneliti dari Universitas Ohio mengukur kecenderungan pemimpin untuk
mempraktekkan dua perilaku kepemimpinan ini dan menggambarkannya dengan
tabel, seperti terlihat pada tabel berikut:
' % 0 . # # +& & +
tugas dapat diselesaikan, selain
itu pemimpin juga sangat
memperhatikan keinginan dan
kebutuhan bawahan
Pemimpin menekankan pada
struktur tugas bawahan dan
sedikit memperhatikan
keinginan dan kebutuhan
karyawan
Rendah Kurang menekankan pada
Dari tabel 2 diketahui bahwa berdasarkan kombinasi kedua gaya
kepemimpinan, terbentuk empat gaya kepemimpinan baru, yaitu:
a. Konsiderasi tinggi, Struktur Inisiasi tinggi
b. Konsiderasi tinggi, Struktur Inisiasi rendah
c. Konsiderasi rendah, Struktur Inisiasi tinggi
d. Konsiderasi rendah, Struktur Inisiasi rendah
Hasil penelitian yang muncul adalah pemimpin yang paling efektif
menunjukkan orientasi yang tinggi pada kedua gaya kepemimpinan, yaitu
Konsiderasi dan Struktur Inisiasi (Glinow & Mcshane, 2003).
' /
Tingkat pola hubungan karyawan dalam perusahaan dapat dikategorikan
menjadi (Munandar , 2001):
1. Manajer puncak, yaitu pemimpin yang mengepalai seluruh organisasi, yang
termasuk dalam kategori ini adalah direktur, direktur utama.
2. Manajer madya adalah pemimpin yang mengepalai satu bagian dalam
organisasi. Manajer madya mempunyai tingkat kedudukan di bawah manajer
puncak dan bertanggung jawab kepada manajer puncak. Contohnya adalah
manajer penjualan (manajer yang memimpin bagian penjualan).
3. Manajer pertama adalah pemimpin yang mengepalai satu unit dalam
organisasi dan mempunyai tingkat kedudukan di bawah manajer madya.
Manajer pertama ini akan mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada
4. Tenaga kerja produktif adalah tenaga kerja yang menduduki jabatan terendah
dalam organisasi perusahaan dan bertanggung jawab kepada manajer pertama.
Contohnya adalah staf pelaksana.
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan atasan adalah orang yang
memiliki jabatan lebih tinggi daripada subjek penelitian, dimana subjek
bertanggung jawab langsung terhadap atasannya, maka pengertian atasan di sini
adalah atasan langsung dari subjek.
"+& 1 2 3 .
$ " & &
Detasemen Markas Komando Daerah Militer, disingkat Denmadam adalah
Badan Pelayanan Markas ditingkat Makodam yang berkedudukan langsung di
bawah Pangdam.
% + +
Denmadam bertugas pokok membantu Pangdam dalam menyelenggarakan
pelayanan Markas yang meliputi Perawatan, pemeliharaan, urusan dalam, dan
pengamanan di dalam lingkungan Makodam.
* (
Guna melaksanakan tugas pokok, Denmadam menyelenggarakan fungsi
sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan Urusan Dalam Markas Kodam.
2. Menyelenggarakan perawatan personil dan kesehatan.
3. Melayani kebutuhan angkutan, perumahan, pemondokan dan pergudangan.
4. Menyelenggarakan komunikasi Intern.
- !
Organisasi Denmadam disusun sebagai berikut:
Kelompok Komando Denmadam:
1. Pimpinan
a.Komandan Denmadam, disingkat Dandenmadam.
b.Wakil Komandan Denmadam, disingkat Wadandenmadam.
2. Perwira Pembantu Pimpinan
a.Perwira Pengamanan dan Operasi, disingkat Pa Pam Ops.
b.Perwira administrasi Personil dan Logistik, disingkat Paminperslog.
3. Dokter Denmadam merangkap Dokter Pribadi Pangdam, disingkat Dokter
Denmadam.
4. Perwira Rawatan Rohani, disingkat Paroh.
Satuan Pelaksana:
1. Peleton Urusan Dalam dan Rumah Tangga, disingkat Ton Urdal/Rumga.
2. Peleton Administrasi, disingkat Ton Min.
3. Peleton Perawatan, disingkat Ton Wat.
4. Peleton Angkutan, disingkat Ton Ang.
5. Provost, disingkat Prov.
6. Perwakilan Kodam, disingkat Landam.
7. Kompi Pengawal, disingkat Kiwal.
( ' " # " & 0 . " # #
Menurut Pendekatan perilaku mengenai kepemimpinan (Glinow &
kepemimpinan berorientasi tugas atau Struktur Inisiasi dan kepemimpinan
berorientasi hubungan atau Konsiderasi.
Atasan dengan gaya kepemimpinan berorientasi tugas atau Struktur
Inisiasi memberikan tugas yang spesifik kepada karyawannya, menjelaskan tugas
dan prosedur kerja, memastikan karyawan mengikuti aturan perusahaan, dan
mendorong karyawan mencapai kapasitas kerja yang maksimal. Pemimpin tipe ini
menetapkan tujuan yang tinggi dan menantang karyawan untuk melampaui
standar tujuan tersebut (Glinow & Mcshane, 2003).
Atasan dengan gaya kepemimpinan berorientasi hubungan atau
Konsiderasi menunjukkan kepercayaan dan menghargai bawahannya,
menunjukkan perhatian yang sungguh/sungguh terhadap kebutuhan karyawan,
dan memiliki keinginan mengurus kesejahteraan karyawannya. Pemimpin tipe ini
mendengarkan saran atau usul dari karyawan, memberikan pertolongan yang
sifatnya pribadi kepada karyawan, mendukung minat karyawan ketika dibutuhkan,
dan memperlakukan karyawan sebagai rekan yang sama derajatnya (Glinow &
Mcshane, 2003).
Konsiderasi dan Struktur Inisiasi ditemukan sebagai kategori perilaku
yang relatif berdiri sendiri. Ini berarti bahwa beberapa orang pemimpin
mempunyai Konsiderasi yang tinggi dan Struktur Inisiasi yang rendah; beberapa
orang pemimpin mempunyai Konsiderasi yang rendah dan Struktur Inisiasi yang
tinggi; beberapa pemimpin lainnya mempunyai kedua/duanya yang tinggi dan
Masing/masing kepemimpinan tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan atau
Konsiderasi diasosiasikan dengan tingkat kepuasan kerja karyawan yang lebih
tinggi seperti tingkat absen, keluhan dan pergantian karyawan yang rendah
(Glinow & Mcshane, 2003). Hal ini didukung oleh Vroom (dalam Berry, 1998)
yang menyatakan bahwa tipe kepemimpinan Konsiderasi atau demokrasi atau
partisipasi menyebabkan kepuasan kerja yang lebih tinggi dibanding tipe
kepemimpinan otokratik atau dikrektif, namun performansi kerja bawahan lebih
rendah dari karyawan yang berada di bawah kepemimpinan yang berorientasi
tugas/Struktur Inisiasi. Gaya kepemimpinan yang berorientasi tugas atau struktur
inisiasi, di satu sisi dikaitkan dengan kepuasan kerja yang rendah seperti tingkat
absen, dan pergantian bawahan yang tinggi, namun kepemimpinan ini dapat
meningkatkan produktivitas dan kesatuan kelompok (Glinow & Mcshane, 2003).
Dari penelitian lain, Stogdill (dalam Yurifa, 1996) menyatakan bahwa
pemimpin dinilai lebih efektif bila memiliki gaya kepemimpinan Konsiderasi
Tinggi dan Struktur Inisiasi tinggi, pemimpin dengan gaya kepemimpinan ini,
cenderung memiliki bawahan yang mempunyai performa kerja dan kepuasan kerja
lebih tinggi daripada pemimpin yang dinilai rendah pada Konsiderasi, Struktur
inisiasi atau keduanya.
0 #+
Berdasarkan uraian mengenai hubungan kepuasan kerja dengan
”Ada perbedaan kepuasan kerja ditinjau dari persepsi karyawan terhadap gaya
kepemimpinan atasan.” Beberapa hipotesa tambahan yang diajukan adalah:
1. Terdapat perbedaan kepuasan kerja antara karyawan yang mempersepsikan
atasannya tinggi pada kedua gaya kepemimpinan (konsiderasi tinggi dan
struktur inisisasi tinggi) dan karyawan yang mempersepsikan atasannya tinggi
pada konsiderasi dan rendah pada struktur inisiasi.
2. Terdapat perbedaan kepuasan kerja antara karyawan yang mempersepsikan
atasannya tinggi pada kedua gaya kepemimpinan (konsiderasi tinggi dan
struktur inisisasi tinggi) dan karyawan yang mempersepsikan atasannya tinggi
pada struktur inisiasi dan rendah pada konsiderasi.
3. Terdapat perbedaan kepuasan kerja antara karyawan yang mempersepsikan
atasannya tinggi pada kedua gaya kepemimpinan (konsiderasi tinggi dan
struktur inisisasi tinggi) dan karyawan yang mempersepsikan atasannya
rendah pada kedua gaya kepemimpinan (konsiderasi rendah dan struktur
inisisasi rendah).
4. Terdapat perbedaan kepuasan kerja antara karyawan yang mempersepsikan
atasannya tinggi pada konsiderasi dan rendah pada struktur inisiasi dan
karyawan yang mempersepsikan atasannya tinggi pada struktur inisiasi dan
rendah pada konsiderasi.
5. Terdapat perbedaan kepuasan kerja antara karyawan yang mempersepsikan
atasannya tinggi pada konsiderasi dan rendah pada struktur inisiasi dan
karyawan yang mempersepsikan atasannya rendah pada kedua gaya
6. Terdapat perbedaan kepuasan kerja antara karyawan yang mempersepsikan
atasannya tinggi pada struktur inisiasi dan rendah pada konsiderasi dan
karyawan yang mempersepsikan atasannya rendah pada kedua gaya
! ! !0
& 4 '
Adapun variabel yang terlibat di dalam penelitian ini antara lain:
Variabel Tergantung : Kepuasan Kerja
Variabel Bebas : Gaya Kepemimpinan, dari dua dimensi gaya kepemimpinan
(struktur inisiasi dan konsiderasi) diturunkan empat gaya kepemimpinan yaitu:
1. Struktur Inisiasi tinggi dan Konsiderasi tinggi
2. Konsiderasi tinggi dan Struktur Inisiasi rendah
3. Struktur Inisiasi tinggi dan Konsiderasi rendah
4. Struktur Inisiasi rendah dan Konsiderasi rendah
!# + 4 '
$ " #
Kepuasan kerja terhadap pengawasan atasan adalah sekumpulan emosi,
perasaan baik senang maupun tidak senang individu serta sikap umum seseorang
terhadap gaya pengawasan atau kepemimpinan yang ditunjukkan atasan.
Karyawan yang merasa puas terhadap gaya kepemimpinan atasannya percaya dan
menganggap bahwa atasannya menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap
bawahan, mau memberikan saran, motivasi dan bantuan kepada bawahan,
memiliki kemampuan hubungan interpersonal yang baik, bersikap adil serta
menghargai prestasi bawahannya (Hubungan Personal). Karyawan juga percaya
berpengetahuan luas, memahami sistem administrasi dan prosedur organisasi,
memiliki teknik pengawasan yang baik serta memberi kebebasan kepada bawahan
untuk mengambil keputusan sendiri terhadap hal yang berkaitan dengan pekerjaan
mereka (Kemampuan Teknik).
% 0 . " # #
Berikut ini adalah penjelasan mengenai kedua dimensi gaya
kepemimpinan:
Dimensi Gaya kepemimpinan Struktur Inisiasi berarti pemimpin
memberikan tugas yang spesifik kepada karyawannya, menjelaskan tugas dan
prosedur kerja, memastikan karyawan mengikuti aturan perusahaan, dan
mendorong karyawan mencapai kapasitas maksimal dari hasil kerja mereka.
Pemimpin tipe ini menetapkan tujuan yang tinggi, memberi kritik kepada
pekerjaan yang jelek, menekankan pentingnya memenuhi batas waktu,
menugaskan bawahan, mempertahankan standar/standar kinerja tertentu, meminta
mengkoordinasi kegiatan/kegiatan bawahan, dan memastikan bahwa bawahan
bekerja sesuai dengan batas kemampuannya dan menantang karyawan untuk
melampaui standard tujuan tersebut.
Dimensi gaya kepemimpinan Konsiderasi berarti pemimpin menunjukkan
kepercayaan dan menghargai bawahannya, menunjukkan perhatian yang sungguh/
sungguh terhadap kebutuhan karyawan, dan memiliki keinginan mengurus
kesejahteraan karyawannya. Pemimpin tipe ini mendengarkan saran atau usul dari
karyawan, mempunyai waktu untuk mendengarkan masalah para bawahan,
minat karyawan ketika dibutuhkan, berkonsultasi dengan bawahan mengenai hal
yang penting sebelum dilaksanakan, dan memperlakukan karyawan sebagai rekan
yang sama derajatnya.
Definisi operasional keempat gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut
(mengacu pada dimensi gaya kepemimpinan yang dijelaskan sebelumnya):
1. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan &
"+ & berarti pemimpin tersebut selain memperhatikan dimensi
gaya kepemimpinan struktur inisiasi juga memperhatikan dimensi gaya
kepemimpinan konsiderasi.
2. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan "+ & &
& berarti pemimpin lebih memperhatikan atau menonjol pada
dimensi gaya kepemimpinan konsiderasi dan kurang memperhatikan dimensi
struktur inisasi.
3. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan &
"+ & & berarti pemimpin lebih memperhatikan atau menonjol
pada dimensi gaya kepemimpinan struktur inisiasi dan kurang memperhatikan
dimensi konsiderasi.
4. # & . # # & &
+ & & berarti pemimpin kurang atau tidak memperhatikan
+# , # , +& # ' #
Menurut Hadi (2000) yang dimaksud dengan populasi adalah semua
individu untuk siapa kenyataan/kenyataan dipakai yang diperoleh dari sampel
penelitian ini hendak digeneralisasikan. Sedangkan Sampel adalah sebagian dari
populasi yang dikenakan langsung dalam penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan atau pegawai yang bekerja
di Detasemen Markas Komando Daerah Militer (DenMaDam) Kodam Jaya
Jakarta. Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi,
maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan
subjek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel.
$ " '
Karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Bekerja di DenMadaM Jaya.
2. Subjek berusia antara 20 s/d 55 tahun (Dewasa dini dan madya). Kriteria ini
sebenarnya merupakan kriteria umum.
3. Karyawan telah bekerja dengan atasannya minimal 3 bulan dengan asumsi
dalam masa 3 bulan tersebut karyawan sudah mengenal atasan, sehingga dapat
menilai gaya kepemimpinan atasannya tersebut.
% +& # ' #
Dalam penelitian ini tidak semua anggota populasi mendapatkan
kesempatan yang sama untuk menjadi subjek penelitian, oleh karena itu
digunakan Sedangkan teknik pengambilan sampel
kelompok/kelompok yang kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai saja yang
diselidiki (Hadi, 2002).
* 3 #
Populasi subjek penelitian di DenMaDam Jaya berjumlah 439 orang.
Peneliti menentukan besar sampel ( ! ) dengan menggunakan rumus
(Santoso, 2007):
5 6% # 7
&%1 )$2 8 6% # 7
" 9
n = jumlah sampel
p = estimator proporsi populasi
(apabila harga p dianggap = 0,5 maka hasil n akan maksimal, apabila ingin memperoleh n maksimal maka gunakanlah harga p = 0,5)
q = 1 – p
z = harga kurva normal, tergantung dari harga alpha (a). Apabila a = 0,05, maka z = 1,576
Apabila a = 0,01, maka z = 1,960 (tabel t) N = jumlah unit populasi.
d = batas besarnya kesalahan / penyimpangan yang masih bisa ditolelir. (semakin kecil d akan semakin teliti penelitian, misalnya d = 1% atau 5 %)
Penelitian ini menggunakan nilai alpha (a) sebesar 0,05 sehingga nilai
z = 1,576 dan d = 5%, berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di
atas, jumlah sampel yang diharapkan sebanyak±159 orang. Jumlah total subjek
dalam penelitian ini sebanyak 230 orang dengan rincian 68 orang untuk uji coba
+& & # #
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kuesioner atau skala sikap. Kuesioner adalah alat pengumpul data yang
disampaikan kepada responden melalui daftar pernyataan atau pertanyaan tertulis,
yang dijawab secara tertulis atau memberi tanda pada jawaban yang paling sesuai
dengan keadaan subyek (Bordens & Abbott, 2002).
Metode ini dipilih atas asumsi sebagai berikut (Hadi, 2000):
1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.
2. Apa yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat
dipercaya.
3. Interpretasi subjek terhadap pernyataan/pernyataan yang diajukan sama
dengan yang dimaksudkan oleh peneliti.
Selain itu dipilihnya kuesioner di dalam penelitian ini karena kuesioner
mempunyai beberapa kelebihan. Menurut Koentjaraningrat (dalam Sapariningsih,
2002) kelebihan dari kuesioner antara lain :
1. Metode ini lebih mudah pelaksanaannya karena tidak membutuhkan keahlian
khusus.
2. Metode ini dapat diberikan pada sejumlah subyek dalam waktu yang
bersamaan.
3. Metode ini dapat diisi sendiri (secara langsung), atau dikirim, tanpa
$ #
Skala ini digunakan untuk mengungkap tingkat kepuasan kerja subjek
penelitian. Peneliti menggunakan pembagian komponen/komponen kepuasan
kerja terhadap atasan yaitu komponen hubungan personal dan kemampuan teknik
(Spector, 1997) dalam melakukan penyusunan skala dan definisi operasional
untuk menunjukkan indikator perilaku kepuasan terhadap atasan.
Setiap aitem memiliki lima alternatif pilihan jawaban yang disesuaikan
dengan pertanyaan atau pernyataan yang diajukan sehingga alternatif pilihan
jawaban pada masing/masing aitem tidaklah sama, yaitu:
Sangat Jelas/Sangat Besar/Sangat Memuaskan.. dll
Jelas/Besar/Memuaskan.. dll
Cukup Jelas/Cukup Besar/Cukup Memuaskan.. dll
Tidak Jelas/Kecil/Tidak Memuaskan.. dll
Sangat Tidak Jelas/Tidak Ada.. dll
' * ' " # " ' :+'
"+ #+ " #
" & #
& + + 3
Atasan adalah orang yang berkompeten
dalam pekerjaan dan memiliki
pengetahuan yang luas
1, 3, 16,
19, 21
5
Atasan memahami sistem administrasi dan
prosedur organisasi
7, 11, 2
Kemampuan Teknik
Atasan memberi kebebasan kepada
bawahan untuk mengambil keputusan
sendiri terhadap hal yang berkaitan dengan
pekerjaan mereka
Atasan memiliki teknik pengawasan yang
baik
5, 24 2
Atasan menunjukkan perhatian dan
kepedulian terhadap bawahan.
2, 9, 10,
18
4
Atasan memiliki sikap adil. 8, 22 2
Atasan menghargai prestasi bawahannya. 13, 17 2
Atasan mau memberikan saran, motivasi
dan bantuan kepada bawahan
6, 15 2
Hubungan Personal
Atasan memiliki kemampuan hubungan
interpersonal yang baik
20, 23 2
Total 24
% 0 . " # #
Skala ini bertujuan untuk mengungkap gaya kepemimpinan atasan
berdasarkan persepsi bawahan. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah
gabungan "#$% XII dengan aitem/aitem yang dibuat oleh peneliti. LBDQ XII
sebenarnya memiliki 100 aitem yang terbagi dalam 12 aspek. Namun dalam
penelitian ini hanya menggunakan 2 aspek saja (@10 aitem) yaitu Struktur Inisiasi
dan Konsiderasi karena hal tersebut menurut peneliti sesuai dengan tujuan
penelitian yaitu mengungkap kedua gaya kepemimpinan tersebut.
Koefisien reliabilitas (Kuder/Richardson) masing/masing aspek dari skala
LBDQ XII ini dilaporkan 0,76 untuk Konsiderasi dan 0,79 untuk Struktur inisiasi.
Peneliti menterjemahkan skala ini ke dalam bahasa indonesia dengan
mengembangkan aitem/aitemnya menjadi 26 aitem pada masing/masing dimensi.
Penambahan aitem disusun berdasarkan definisi operasional dari Gaya
' - ' 0 . " # # ' :+'
Validitas alat ukur adalah seberapa jauh alat pengukur dapat mengungkap
dengan jitu gejala atau bagian/bagian gejala yang hendak diukur (Hadi, 2000).
Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini digunakan validitas isi.
Validitas isi adalah pengujian validitas untuk memastikan perilaku yang diukur
melalui alat ukur tersebut sudah mewakili karakteristik yang hendak di ukur.
Validitas isi alat ukur ditentukan melalui pendapat professional (
& ) dalam proses telaah aitem. Dengan menggunakan spesifikasi alat ukur
yang telah ada, akan dilakukan analisa logis untuk menetapkan apakah item/item
yang telah dikembangkan memang mengukur (representatif bagi) apa yang
dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata, 2000).
Setelah melakukan validitas isi maka dilanjutkan dengan melakukan uji
membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut
dengan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2005). Pengujian daya
beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi
skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor
skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi item total yang
dapat dilakukan dengan menggunakan formula koefisien korelasi
' (Azwar, 2005). Uji daya beda aitem ini akan dilakukan pada alat
ukur yang dalam penelitian ini yaitu skala kepuasan kerja dan skala gaya
kepemimpinan.
% '
Reliabilitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau keterpercayaan
hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2005).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan konsistensi internal
( () ( ) yang mana prosedurnya hanya menggunakan satu
kali pengukuran pada sekelompok responden dengan tujuan untuk melihat
konsistensi antar aitem atau antar bagian dalam skala. Penghitungan daya beda
aitem dan koefisien reliabilitas dalam uji coba ini dilakukan dengan menggunakan
program * + , - .
* +'
Uji coba skala gaya kepemimpinan atasan dan kepuasan kerja terhadap
atasan dilakukan terhadap 68 anggota/karyawan Detasemen Markas Kodam Jaya
1. Hasil uji coba skala kepuasan kerja terhadap atasan
Untuk melihat daya diskriminasi aitam, dilakukan analisa uji coba dengan
menggunakan aplikasi komputer * + . . , kemudian nilai
/ yang diperoleh dibandingkan dengan
' dengan menggunakan batasan riX≥0,30. Menurut Azwar (2005)
semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya bedanya
dianggap memuaskan.
Jumlah aitem yang diuji cobakan adalah 24 aitem dan dari 24 aitem
diperoleh 21 aitem yang diterima dan 3 aitem yang gugur. 21 aitem yang diterima
tersebut kemudian di analisa lagi dan hasilnya 21 aitem tersebut memiliki harga
kritik di atas 0,30. 21 aitem inilah yang akan digunakan di dalam penelitian,
dengan kisaran koefisien korelasi rxx = 0,356 sampai dengan rxx = 0,799 dan
reliabilitas sebesar 0,930. Distribusi aitem yang diterima dari skala kepuasan kerja
terhadap atasan dapat dilihat pada tabel 5:
' = ' # :+'
"+ #+ " #
" & #
& + + 3
Atasan adalah orang yang berkompeten
dalam pekerjaan dan memiliki
pengetahuan yang luas
1, 3, 16,
19, 21
5
Atasan memahami sistem administrasi dan
prosedur organisasi
7 1
Kemampuan Teknik
Atasan memberi kebebasan kepada
bawahan untuk mengambil keputusan
sendiri terhadap hal yang berkaitan dengan
pekerjaan mereka
Atasan memiliki teknik pengawasan yang
baik
5, 24 2
Atasan menunjukkan perhatian dan
kepedulian terhadap bawahan.
2, 9, 10,
18
4
Atasan memiliki sikap adil. 22 1
Atasan menghargai prestasi bawahannya. 13, 17 2
Atasan mau memberikan saran, motivasi
dan bantuan kepada bawahan
6, 15 2
Hubungan Personal
Atasan memiliki kemampuan hubungan
interpersonal yang baik
20, 23 2
+ %$
Sebelum skala digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu item disusun kembali.
' < ' # #
"+ #+ " #
" & #
& + + 3
Atasan adalah orang yang berkompeten
dalam pekerjaan dan memiliki
pengetahuan yang luas
1, 3, 13,
16, 18
5
Atasan memahami sistem administrasi dan
prosedur organisasi
7 1
Atasan memberi kebebasan kepada
bawahan untuk mengambil keputusan
sendiri terhadap hal yang berkaitan dengan
pekerjaan mereka
4, 11 2
Kemampuan Teknik
Atasan memiliki teknik pengawasan yang
baik
5, 21 2
Atasan menunjukkan perhatian dan
kepedulian terhadap bawahan.
2, 8, 9,
15
4 Hubungan Personal