• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Kepuasan Kerja Ditinjau Dari Persepsi Karyawan Terhadap Gaya Kepemimpinan Atasan di Detasemen Markas Kodam Jaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Kepuasan Kerja Ditinjau Dari Persepsi Karyawan Terhadap Gaya Kepemimpinan Atasan di Detasemen Markas Kodam Jaya"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

! "

#

! $

% #

! %

% $

(3)

% ! * %

# ! +

%

,# - . # / 0 # !1 2#

&# 3 # 4 # ##

$ 5

## ##

'# ! * #

##

6# - 7 8 #

##

9# 3 : ; #

##

<# % ##

##

##

=# ! $ ! 5## ##

" ## $

% $ % ##

(4)

?# ! $ 17 2

$ 1. 3 ##

## : 8 ### @ 8 ## A

A2

" ##

## ## ## . 3 !

" ##

## $

### ##

!

5 % #

(5)

B!4! !7 " 4++++++++++++++++++++++# B!4! !7 :;70! !!7++++++++++++++++++## ! ! :7 !7 !;++++++++++++++++++++######

!- !; 3 3+++++++++++++++++++++++++ 8

!- !; !.:4+++++++++++++++++++++++ C

!- !; 4! 3;!7+++++++++++++++++++++# C

!. ;! 3+++++++++++++++++++++++++# C

.!. 3 :7 !B 4 !7

3#!# 4 . ###############+++++++++++++++###### ,

3#.# ; ############################################################################ ? 3#/# ############################################################################# ? 3# # 5 ########################################################################## ,( 3#:# ####################################################################### ,( .!. 33 4!7 ! !7 : ;3

33#!# ############################################################################### ,& 33#!#,# 5 #################################################### ,& 33#!#&# ############################################## ,' 33#!#'# ! $ ############################################ ,9 33#!#6# - $5 ########################################### ,= 33#.# ########################################################################################### &6 33#.#,# 5 ################################################################ &6 33#.#&# ! $ ######################################################## &9

(6)
(7)

333# :# '# B / ++++++++++++++++ 6= 333#-# #################################################### 9& 333#-#,# ################################################ 9& 333#-#&# ####################################################### 96 333#-#'# ############################################### 96 333# # ! ##################################################################### 99

.!. 3@ !7!43 ! !7 37 :; ;: ! 3 ! !

3@#!# ########################################################### 9< 3@#!#,#

################################ 9= 3@#.# B ############################################################################# <( 3@#.#,# ! ########################################################################### <( 3@#.#&# B ######################################################################### <,

3@#.#'# ############## <<

.!. @ : 3 4!7 3 3 !7 !;!7

@#!# ##################################################################################### <) @#.# ########################################################################################### <? @#/# ############################################################################################### ='

@#/#,# 3

################################################################### =' @# /#&# ############################################################# =6 5 ################################################################################################### =9

(8)

, - $5 ########################################################### ,6

& - ######################################## '(

' % +++### 66

6 % +### 6<

9 % +##+++ 6)

< ######++### 6?

= % ######### 9,

) ######## 9&

? ######################################################## 9<

,( +++++#++++#+ 9?

,,

++++++++++++++++++++ 9?

,& 7 ################################### <(

,' B ######################### <,

,6 ##################### <'

,9 ############################################### <'

,< ++++++++++++++### <6

,= ########################### <<

,) 8 ### <=

(9)

4 ! /

; . 3

4 .

B

4 /

(10)
(11)
(12)

Sesuai dengan kodratnya, kebutuhan manusia sangat beraneka ragam, baik

jenis maupun tingkatnya. Semakin luas pandangan seseorang semakin ia merasa

bahwa masih banyak kebutuhannya yang belum terpenuhi. Bahkan, manusia akan

cenderung untuk mempunyai kebutuhan yang “tak terhingga”, artinya selalu

bertambah dari waktu ke waktu dan selalu berusaha dengan segala

kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Menurut pengertian dalam

ilmu Psikologi, kebutuhan manusia adalah “segala sesuatu yang ingin dimiliki,

dicapai atau dinikmatinya” (Asri & Budi, 1986).

Pekerjaan dapat menjadi salah satu sarana pemuas kebutuhan manusia,

langsung maupun tidak. Apabila dengan menjalankan tugas atau pekerjaan

kebutuhan seseorang (misalnya kebutuhan dasar) terpenuhi, maka dikatakan ia

memperoleh kepuasan langsung. Sebaliknya apabila kepuasan diperolehnya di

luar pekerjaannya (tapi kepuasan itu diperoleh sebagai akibat ia bekerja)

dikatakan ia memperoleh kepuasan tidak langsung dari pekerjaannya. Kepuasan

tidak langsung dapat diperoleh melalui berbagai ”alat” seperti: gaji yang dapat

dipakai untuk pemuas kebutuhan dasar, uang pensiun yang dapat dipakai untuk

pemuas kebutuhan rasa aman, dll. Kepuasan yang didapatkan akan menjadi

pendorong seseorang untuk bekerja; atau dengan kata lain pekerjaan menjadi

(13)

Para psikolog Industri dan Organisasi telah berminat mempelajari

kepuasan kerja selama lebih dari 50 tahun. Ini merupakan satu/satunya topik yang

paling ekstensif diteliti dalam bidang ini. Perkiraan Locke (1976) yang seringkali

dikutip terdapat lebih dari 3000 artikel dan disertasi mengenai subjek ini, bahkan

mungkin sekarang ini sudah menjadi dua kali lipat (dalam Jewell & Siegal, 1998).

Banyaknya penelitian mengenai kepuasan kerja disebabkan karena dunia

kerja memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, sehingga

mendapatkan kepuasan dalam bekerja menjadi masalah yang cukup menarik dan

penting baik bagi kepentingan individu, industri, dan masyarakat. Bagi individu,

penelitian tentang sebab/sebab dan sumber/sumber kepuasan kerja

memungkinkan timbulnya usaha/usaha peningkatan kebahagiaan hidup mereka.

Bagi industri, penelitian mengenai kepuasan kerja dilakukan dalam rangka

peningkatan produksi dan pengurangan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah

laku karyawannya. Selanjutnya, bagi masyarakat tentu akan menikmati hasil

kapasitas maksimum dari industri serta meningkatnya nilai manusia di dalam

konteks pekerjaan (As’ad, 1995).

Menurut Lawler (dalam Porter & Steers, 1987) kepuasan kerja diartikan

sebagai sikap atau orientasi efektif individu terhadap pekerjaannya. Hal ini

diperkuat oleh Robins (1993) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah

sebuah sikap dan pengertian kepuasan kerja mengacu pada sikap individu

terhadap pekerjaannya. Hoppeck (dalam As’ad, 1995) menarik kesimpulan setelah

mengadakan penelitian terhadap 309 karyawan pada suatu perusahaan di New

(14)

yaitu seberapa jauh pekerjaan secara keseluruhan dapat memuaskan

kebutuhannya.

Tiffin (dalam As’ad 1995) berpendapat bahwa kepuasan kerja

berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri,

situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan karyawan. Kemudian bloom

(dalam As’ad, 1995) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap

umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor/faktor

pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individual di luar kerja.

Menurut Locke (dalam Parwanto & Wahyuddin, 2006), kepuasan atau

ketidakpuasan karyawan tergantung pada perbedaan antara apa yang diharapkan

dengan apa yang didapatkan seorang karyawan, apabila yang didapat karyawan

lebih baik dari yang ia harapkan maka karyawan akan merasa puas, sebaliknya

apabila yang didapat karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan akan

menyebabkan karyawan tidak puas. Pendapat lain oleh Handoko (2001)

menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang

menyenangkan atau tidak menyenangkan bagaimana para karyawan memandang

pekerjaan mereka.

Salah satu tujuan melakukan penelitian mengenai kepuasan kerja adalah

untuk melihat bagaimana efek kepuasan kerja terhadap sikap dan tingkah laku

orang terutama tingkah laku kerja seperti: produktivitas, absentisme, kecelakaan

akibat kerja, pergantian pekerja dan sebagainya (As’ad, 1995). Secara historis,

karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja akan melaksanakan pekerjaan

(15)

penelitian yang dilakukan oleh Bambang Haryo Wicaksono (dalam As’ad, 1995)

dimana terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan kerja

dengan produktivitas kerja karyawan.

Desler (dalam Parwanto & Wahyuddin, 2006) mengemukakan karyawan

yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan

peraturan yang lebih baik, tetapi kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan

dan kadang/kadang berprestasi lebih baik daripada karyawan yang tidak

memperoleh kepuasan kerja. Pernyataan tersebut didukung oleh suatu penelitian

mengenai kepuasan kerja dengan kehadiran karyawan yang dilakukan pada

perusahaan Sears di Chicago dan New York dimana pada saat terjadi badai salju,

pekerja dengan kepuasan kerja yang tinggi mempunyai kehadiran yang jauh lebih

tinggi daripada mereka dengan tingkat kepuasan lebih rendah, dari penelitian

tersebut ditemukan suatu hubungan yang secara konsisten negatif antara kepuasan

dan kemangkiran (Sunarto, 2004). Kepuasan juga dihubungkan secara negatif

dengan keluarnya karyawan (Sunarto, 2004).

Berkaitan dengan kepuasan kerja, dahulu semua orang beranggapan bahwa

satu/satunya insentif untuk bekerja hanyalah uang atau perasaan takut untuk

menganggur (Anoraga, 1992). Sejalan dengan pernyataan di atas Taylor (dalam

Siegel & Lane, 1982) mengemukakan bahwa kepuasan kerja karyawan akan

meningkat ketika jumlah pembayaran atau gaji meningkat. Tetapi saat ini

kenyataannya gaji yang tinggi tidak selalu menjadi faktor utama untuk mencapai

kepuasan kerja. Gaji hanya memberikan kepuasan sementara karena kepuasan

(16)

bersangkutan (Hulin dalam As’ ad, 1998). Banyak faktor/faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, faktor/faktor itu sendiri dalam

peranannya memberikan kepuasan pada karyawan tergantung pada pribadi

masing/masing karyawan (As’ ad, 1998). Salah satu faktor kepuasan kerja adalah

supervisi atau pengawasan dari atasan (Ghiselli & Brown dalam As’ad, 1995).

Penelitian membuktikan bahwa karyawan yang merasa senang bekerja dengan

atasannya atau pengawasnya akan lebih puas dengan pekerjaannya (Mossholder,

Setton & Henagan, dalam Aamodt, 2007).

Seorang atasan atau pemimpin mempunyai fungsi memandu, menuntun,

membimbing, membangun, memberi atau membangun motivasi kerja,

mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang baik, memberikan

supervisi atau pengawasan yang efisien, dan membawa pengikutnya kepada

sasaran yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan (Kartini

Kartono dalam Daryanto & Daryanto, 1998). Fiedler (dalam Hughes, Ginnet &

Curphy, 2006) menyatakan kepemimpinan sebagai mengarahkan dan

mengkoordinasikan pekerjaan anggota kelompok.

Tichy dan Devana (dalam Hughes dkk, 2006) mendefenisikan

kepemimpinan meliputi mengubah pengikut, menciptakan visi dari tujuan yang

ingin diraih, dan menyatakan atau mengutarakan kepada pengikut tentang

bagaimana mencapai tujuan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Yukl dan Van

Fleet (dalam Burn, 2004) mendefenisikan kepemimpinan sebagai sebuah proses

yang terdiri dari mempengaruhi strategi dan tujuan tugas pada suatu kelompok

(17)

mengimplementasikan strategi dan mencapai tujuan, mempengaruhi pemeliharaan

dan identifikasi kelompok, dan mempengaruhi budaya organisasi.

Berdasarkan definisi/definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh di

atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Pertama, kepemimpinan berarti

melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau bawahan. Para

karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari

pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan,

kepemimpinan tidak akan ada juga. Kedua, seorang pemimpin yang efektif adalah

seseorang yang dengan kekuasaannya mampu menggugah pengikutnya untuk

mencapai kinerja yang memuaskan. Ketiga, pemimpin harus memiliki kejujuran

terhadap diri sendiri, sikap bertanggungjawab yang tulus, pengetahuan,

keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan, kepercayaan pada diri sendiri dan

orang lain, dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain dalam membangun

organisasi (Daryanto & Daryanto, 1998).

Keberhasilan atau keefektifan seorang pemimpin tidak hanya dilihat dari

perilaku yang ditampilkan pemimpin tersebut, namun juga pada kepuasan kerja

dan produktivitas kerja bawahannya (Hughes, Ginnet & Curphy, 2006).

Karyawan/bawahan dapat menjadi salah satu jalan untuk mengukur keefektifan

pemimpin, yaitu dengan meminta mereka untuk menilai tingkat kepuasan kerja

mereka sendiri atau menilai keefektifan dari pemimpinnya (persepsi) (Hughes,

Ginnet & Curphy, 2006). Terdapat dua alasan mengapa penilaian bawahan

dianggap lebih akurat daripada penilaian atasan terhadap keefektifan seorang

(18)

penilaian, mereka/lah yang sering menghadapi perilaku atau kepemimpinan dari

atasan setiap hari. Kedua, walaupun penilaian bawahan tidak terlepas dari efek

distorsi atau bias, efek/efek tersebut cenderung menghilangkan satu sama lain

ketika banyak bawahan yang melakukan penilaian (Greguras, Robie, Schleicher &

Goff dalam Hughes, Ginnet & Curphy, 2006).

Seorang pemimpin harus dapat memahami beberapa hal mengenai diri

mereka, seperti: kemampuan, nilai, motif dan keinginan seorang pemimpin

menjadi perhatian penting karena hal tersebut menentukan gaya kepemimpinan

yang akan mereka gunakan (Hughes, Ginnet & Curphy, 2006). Berkaitan dengan

hal itu, berbagai kajian tentang gaya kepemimpinan telah dilakukan oleh pakar

kepemimpinan. Peneliti di Universitas Ohio (dalam Yukl, 1998) berhasil

mengidentifikasi dimensi kepemimpinan, yang didefinisikan sebagai perilaku

seseorang pada saat mengarahkan aktivitas kelompok untuk mencapai tujuan

organisasi dalam dua dimensi: dan (yang

selanjutnya akan disebut Struktur Inisiasi dan Konsiderasi).

Struktur Inisiasi mengacu pada gaya kepemimpinan yang menggambarkan

hubungan antara dirinya sendiri dengan anggota kelompok kerja, dalam upaya

membentuk pola organisasi, saluran komunikasi, penyelesaian tugas, dan metode

atau prosedur yang ditetapkan dengan baik. Sementara itu Konsiderasi mengacu

pada gaya kepemimpinan yang menunjukkan persahabatan, kepercayaan timbal

balik, rasa hormat, dan kehangatan dalam hubungan antara pimpinan dengan

(19)

Dalam survei yang dilakukan pada 256 karyawan dari berbagai perusahaan

yang berbeda, ditemukan bahwa “hilangnya semangat kerja “ karyawan (diukur

sebagai perasaan muak, putus asa, marah terhadap pekerjaannya) memiliki

hubungan negatif dengan atasan yang menggunakan gaya kepemimpinan

konsiderasi dan berhubungan positif dengan atasan yang menggunakan gaya

kepemimpinan struktur inisiasi berkaitan (Jewell & Siegell, 1998). Walaupun ada

beberapa karyawan yang lebih memilih supervisor/pemimpin yang berorientasi

tugas (Kerr, Schriesheim, Murphy, & Stogdill, dalam Siegel & Lane, 1982)

namun secara umum para peneliti melaporkan bahwa pemimpin yang

menggunakan gaya kepemimpinan berorientasi hubungan atau Konsiderasi

memiliki karyawan/bawahan yang lebih puas (Hughes, Ginnet & Curphy, 2006).

Karyawan lebih memilih bekerja dengan pengawas/pemimpin yang penuh

perhatian, suportif, hangat, dan berfokus pada karyawan daripada supervisor yang

memusuhi, apatis, dan berfokus pada pekerjaan (Siegel & Lane, 1982). Hal

tersebut didukung oleh Green dan Olsson (2006) yang menyatakan bahwa

bawahan terlihat tampak lebih puas ketika mereka memiliki pemimpin yang

menunjukkan kepedulian terhadap mereka.

Sementara itu Halpin, Blake dan Mouton menyatakan bahwa pemimpin

efektif harus dapat menata kelembagaan organisasinya secara sangat baik, saling

percaya, saling menghargai dan senantiasa hangat dengan bawahannya (dalam

Daryanto & Daryanto, 1998) ini dikarenakan kebanyakan organisasi

mengharapkan pemimpin/supervisi mereka dapat mengkombinasikan kedua gaya

(20)

berfokus pada tugas sesekali harus ingat untuk mengetahui bagaimana perasaan

karyawannya. Pemimpin yang selalu memperhatikan kesejahteraan bawahannya

juga harus yakin bahwa ia mengawasi bawahannya dalam mencapai tujuan

organisasi (Certo, 2003). Beberapa ahli Psikologi melaksanakan keyakinan

terhadap teori ini dan dapat mengembangkan program pelatihan yang tepat untuk

membantu para pemimpin untuk mengubah perilakunya dengan menyesuaikan

diri dengan profil yang diyakini ideal seperti yang dikemukakan oleh Blake dan

Mounton (dalam Jewell dan Siegell, 1998). Penelitian ini akan dilakukan di

Detasemen Markas Kodam (DenMaDam) Jaya.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui terdapat hubungan antara gaya

kepemimpinan dengan kepuasan kerja, penelitian ini berusaha menjawab

pertanyaan sebagai berikut: “Apakah ada perbedaan kepuasan kerja ditinjau dari

persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan atasan.”

Sehubungan dengan uraian pada latar belakang dan permasalahan yang

dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada

perbedaan kepuasan kerja ditinjau dari persepsi karyawan terhadap gaya

(21)

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi dua manfaat, yaitu: manfaat

secara teoritis dan manfaat secara praktis.

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk

pengembagan ilmu Psikologi, khususnya dibidang Psikologi Industri dan

Organisasi, terutama mengenai perbedaan kepuasan kerja ditinjau dari

kepemimpinan.

2. Manfaat praktis

Secara praktis, kiranya pihak perusahaan atau instansi yang membaca

penelitian ini dapat memahami bahwa gaya kepemimpinan tertentu dapat

menimbulkan kepuasan kerja yang lebih baik bagi karyawan, sehingga

pihak perusahaan dapat mengarahkan pemimpin/pemimpinnya untuk

menggunakan gaya kepemimpinan tersebut dan memberikan pelatihan

kepemimpinan dengan tujuan agar para pemimpin dapat menyeimbangkan

dan mengkombinasikan kedua gaya kepemimpinan (Struktur Inisiasi dan

Konsiderasi).

Proposal penelitian ini disusun dalam sistematika sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini akan menyajikan uraian singkat mengenai latar belakang masalah,

(22)

Bab II : Landasan Teori

Bab ini menyajikan tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam

pembahasan masalah. Adapun teori/teori yang dimuat adalah definisi

kepuasan kerja, pendekatan kepuasan kerja, aspek/aspek kepuasan kerja

faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, definisi persepsi, aspek/aspek

persepsi,definisi pemimpin, definisi kepemimpinan, gaya kepemimpinan

konsiderasi dan struktur inisiasi, hubungan atasan bawahan, hubungan

kepuasan kerja dengan gaya kepemimpinan, dan hipotesis penelitian.

Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini menjelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi

operasional, populasi, sampel, metode pengambilan sampel, metode dan

alat pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur

pelaksanaan penelitian, serta metode analisis data.

Bab IV: Analisa dan Interpretasi Data

Bab ini menguraikan mengenai pengolahan dan pengorganisasian data

penelitian juga akan membahas data/data penelitian yang relevan dengan

teori yang relevan.

Bab V: Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Terakhir, bab ini memuat kesimpulan yang ditarik dari hasil penelitian,

diskusi dan saran/saran yang diajukan dalam rangka perbaikan bagi

(23)

!

" # "

$ " # "

Wexley dan Yukl (1997) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan

seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja seorang karyawan harus

diciptakan sebaik/baiknya agar moral, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan

karyawan terus meningkat. Kepuasan kerja menurut Davis dan Newstorm (1997)

adalah sekumpulan perasaan dan emosi, baik senang maupun tidak senang,

individu terhadap pekerjaannya.

Definisi yang lain dikemukakan oleh Robbins (1997) yang menyebutkan

bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum dari individu terhadap

pekerjaannya. Individu dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi akan

mempunyai sikap yang positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, individu yang

merasaa tidak puas dengan pekerjaannya akan mempunyai sikap yang negatif.

Smith, Kendall, dan Hullin (dalam Luthans, 1998) mengatakan bahwa kepuasan

kerja merupakan perasaan yang menyenangkan terhadap pekerjaan.

Berry (1998) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap kerja yang

meliputi elemen kognitif, afektif, dan perilaku, yang diperkirakan memberi

pengaruh pada sejumlah perilaku kerja. Locke (dalam Berry, 1998) mengatakan

bahwa kepuasan kerja sebagai reaksi individual terhadap pengalaman kerja dan

(24)

Dari definisi/definisi kepuasan kerja di atas dapat disimpulkan bahwa

kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan dan emosi, baik senang maupun

tidak senang, individu terhadap pekerjaannya. Perasaan dan sikap yang positif

terhadap pekerjaan menunjukkan bahwa individu tersebut mempunyai tingkat

kepuasan kerja yang tinggi, sedangkan sikap dan perasaan yang negatif

menunjukkan bahwa individu tersebut tidak atau kurang merasa puas terhadap

pekerjaannya.

% & " # "

Terdapat dua pendekatan mengenai kepuasan kerja yaitu pendekatan

Global dan pendekatan Faset (Spector, 1997).

1. Pendekatan Global

Pendekatan global ialah pendekatan secara umum yang menggunakan

perspektif yang lebih luas atau umum dalam melihat kepuasan kerja.

Pendekatan global digunakan saat minat penelitian diarahkan untuk melihat

keseluruhan sikap, misalnya jika organisasi ingin melihat dampak dari suka

atau tidak sukanya individu terhadap pekerjaan (Spector, 1997). Pendekatan

ini menanyakan kepuasan kerja karyawan secara keseluruhan, hanya dengan

menggunakan satu aitem pertanyaan, responden hanya perlu menjawab

”sangat puas”, ”cukup puas”, atau ”tidak puas” untuk menggambarkan sikap

terhadap pekerjaannya (Vechio dalam Hanny, 2006). Pendekatan global dapat

membantu melihat kepuasan kerja secara menyeluruh, bukan sekedar

penjumlahan dari faset kepuasan yang terpisah. Namun, pendekatan ini

(25)

yang diajukan atau terdapat perbedaan interpretasi setiap individu dalam

menentukan kepuasan kerja dan hal ini tidak diukur (Jewell & Siegel, 1998).

2. Pendekatan Faset

Menurut pendekatan faset, kepuasan kerja karyawan dengan berbagai aspek

pekerjaan yang berbeda dapat bervariasi dan harus diukur secara terpisah

(Jewell & Siegel, 1998). Faset/faset yang seringkali ditemukan dalam

menentukan kepuasan kerja antara lain gaji atau tunjangan, orang lain seperti

rekan kerja dan atasan, pekerjaan itu sendiri, serta organisasi (Spector, 1997).

Tabel 1 berisi faset/faset yang terdapat pada instrumen kepuasan kerja yang

populer digunakan.

Pendekatan faset digunakan bila ingin melihat dimensi tertentu dari pekerjaan

yang menimbulkan kepuasan maupun ketidakpuasan kerja. Pendekatan ini

menyediakan gambaran yang lebih jelas dari kepuasan kerja seseorang bila

dibandingkan pendekatan global. Pendekatan Faset memberikan pengukuran

kepuasan kerja secara lebih baik dan mendetail, karena setiap individu dapat

(26)

yang belum tentu dapat diidentifikasi jika menggunakan penilaian secara

global (Scarpello & Campbell; Schneider dalam Hanny, 2006).

Penelitian ini menggunakan pendekatan faset, yaitu faset supervisi

(selanjutnya disebut pengawasan dari atasan). Selanjutnya akan dijelaskan

mengenai aspek kepuasan kerja dan faktor/faktor yang mempengaruhi kepuasan

kerja secara global, namun penjelasan mengenai aspek dan faktor yang berkaitan

dengan kepuasan terhadap pengawasan dari atasan akan diperbanyak.

Definisi kepuasan kerja terhadap pengawasan dari atasan akan

disimpulkan peneliti berdasarkan definisi kepuasan kerja, aspek dan faktor/faktor

yang berkaitan dengan kepuasan terhadap supervisi atau pengawasan dari atasan

tersebut.

* # ) # " # "

Menurut Smith, Kendall dan Hullin (dalam Luthans, 1998) ada lima aspek

kepuasan kerja, yaitu:

1. Kepuasan akan upah

Upah adalah jumlah uang yang diterima dan upah yang dianggap wajar. Upah

tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan dasar tetapi merefleksikan

seberapa adil perusahaan menilai kontribusi mereka dalam bekerja.

2. Kepuasan akan promosi

Maksudnya, tersedianya kesempatan untuk pengembangan karir. Perusahaan

memberikan kesempatan promosi yang sama pada setiap pekerjaan dan dipilih

pekerja yang memiliki kemampuan yang paling baik.

(27)

Pengawasan yaitu kemampuan pengawas untuk menunjukkan minat dan

perhatian terhadap karyawan. Menurut Locke (dalam Munandar, 2001), ada

dua jenis hubungan atasan bawahan yang berhubungan dengan kepuasan,

yaitu ' + yang mencerminkan sejauh mana penyelia

membantu tenaga kerja, untuk memuaskan nilai/nilai pekerjaan yang penting

bagi tenaga kerja dan ' yang didasarkan pada

ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai/nilai yang

serupa. Tingkat kepuasan yang paling besar dengan atasan menurut Locke

adalah jika kedua jenis hubungan adalah positif. Sejalan dengan pernyataan di

atas dinyatakan bahwa kepuasan terhadap atasan dapat dibagi menjadi

komponen ' # + , yaitu bagaimana kemampuan atasan dalam

menjalin hubungan interpersonal dan # , yaitu bagaimana

kemampuan atau keahlian atasan menyangkut segala sesuatu yang

berhubungan dengan pekerjaan (Spector, 1997).

4. Kepuasan dengan rekan kerja

Keadaan dimana rekan sekerja menunjukkan sikap bersahabat dan menolong.

Rekan kerja dapat menyediakan dukungan sosial yang berarti karyawan

dikelilingi oleh orang/orang yang simpatik dan memperhatikan mereka.

5. Kepuasaan akan pekerjaan dan isi kerja

Keadaan dimana tugas pekerjaan dianggap menarik, memberikan kesempatan

(28)

- ( + ) + . # #

Ada beberapa karakteristik dalam pekerjaan yang berhubungan dengan

kepuasan kerja, namun secara umum Greenberg dan Baron (1995) membaginya

ke dalam dua kelompok besar, yaitu karakteristik individu dan faktor/faktor yang

berhubungan dengan organisasi.

1. Karakteristik Individu

Faktor/faktor dari diri individu yang mempengaruhi tingkat kepuasan kerja

adalah (Berry, 1998; George & Jones, 2002; Greenberg & Baron, 1995 ;

Schultz & Sydney 1990) :

a. Kepribadian

Kepribadian merupakan determinan pertama bagaimana perasaan dan

pikiran individu terhadap pekerjaannya dan kepuasan kerja yang dirasakan

individu. Kepribadian individu mempengaruhi positif atau negatifnya

pikiran individu terhadap pekerjaannya. Dari beberapa penelitian terdahulu

ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara kepribadian dengan

tingkat kepuasan kerja individu.

b. Nilai/nilai yang dimiliki individu

Nilai memiliki pengaruh pada kepuasan kerja karena nilai dapat

merefleksikan keyakinan dari pekerja, mengenai keluaran atau hasil dari

pekerjaan dan bagaimana seseorang bertingkah laku dalam pekerjaannya.

Contohnya adalah individu yang memiliki nilai yang tinggi pada sifat dari

pekerjaan cenderung untuk memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi

(29)

c. Pengaruh sosial dan kebudayaan

Sikap dan tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh lingkungan di

sekitarnya, termasuk pengaruh dari orang lain dan kelompok tertentu.

Individu yang tinggal di lingkungan yang menekankan pada kekayaan

akan merasa puas dengan pekerjaan yang memberikan upah/gaji yang

tinggi. Sedangkan individu yang tinggal di lingkungan yang menekankan

pada pentingnya membantu orang lain akan merasa tidak puas pada

pekerjaan yang menekankan pada kompetisi dan prestasi.

d. Minat dan penggunaan keterampilan

Minat sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Artinya bila individu

bekerja pada bidang kerja yang sesuai dengan minatnya maka individu

tersebut akan merasa puas bila dibandingkan dengan individu yang bekerja

pada bidang kerja yang tidak sesuai dengan minatnya.

e. Usia dan pengalaman kerja

Hubungan antara kepuasan kerja, pengalaman kerja dan usia biasanya

merupakan hubungan yang paralel. Biasanya, pada awal bekerja, para

pekerja cenderung merasa puas dengan pekerjaannya. Namun, setelah

beberapa tahun bekerja biasanya para pekerja akan mengalami penurunan

tingkat kepuasan kerja. Hal ini disebabkan karena mereka mengalami

stagnansi, merasa dirinya tidak maju dan berkembang. Namun setelah

enam atau tujuh tahun bekerja biasanya tingkat kepuasan kerja akan

kembali meningkat. Hal tersebut terjadi karena individu merasa sudah

(30)

memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan kerja. Pekerja yang

lebih tua umumnya merasa lebih puas dibandingkan dengan para pekerja

yang lebih muda usianya.

f. Jenis kelamin

Penelitian/penelitian sebelumnya menemukan hubungan antara kepuasan

kerja dengan jenis kelamin, walaupun terdapat perbedaan hasil. Ada yang

menemukan bahwa wanita merasa lebih puas dibandingkan pria, dan ada

juga yang sebaliknya. Terdapat indikasi bahwa wanita cenderung

memusatkan perhatian pada aspek/aspek yang berbeda dengan pria.

g. Tingkat Inteligensi dan Tingkat Pendidikan

Dalam pekerjaan, terdapat asosiasi antara tingkat inteligensi (IQ) dengan

efisiensi unjuk kerja dan kepuasan kerja. Individu dengan IQ yang tinggi,

di atas 120 skala Weschler, akan mudah mengalami kebosanan atau

frustasi dan juga ketidakpuasan kerja. Salah satu faktor yang berhubungan

dengan inteligensi adalah tingkat pendidikan. Pekerja yang berpendidikan

mempunyai tingkat kepuasan kerja yang tinggi dibandingkan dengan

pekerja yang mempunyai tingkat pendidikan lebih rendah. Hal ini

dikarenakan pekerja dengan tingkat pendidikan tinggi mengerjakan

pekerjaan yang penting dan terlibat di dalamnya.

h. Status dan senioritas

Pada umumnya semakin tinggi posisi seseorang pada tingkatan dalam

organisasi, maka semakin orang tersebut mengalami kepuasan kerja. Hal

(31)

pekerjaanya dan imbalan yang didapatnya dibandingkan dengan pekerja

yang memiliki tingkatan yang lebih rendah.

2. Faktor/faktor yang berhubungan dengan organisasi

Faktor/faktor tersebut adalah (Berry, 1998; George & Jones, 2002; Gilmer,

1984; Greenberg & Baron, 1995; Landy & Trumbo, 1980; Munandar, 1995;

Schultz & Sydney; 1990):

a. Situasi dan kondisi pekerjaan

Kondisi kerja yang tidak mengenakkan akan menimbulkan keengganan

untuk bekerja. Kondisi kerja perlu memperhatikan prinsip/prinsip

ergonomi. Dalam kondisi kerja seperti itu kebutuhan/kebutuhan fisik

dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja.

b. Gaji, Imbalan yang dirasakan adil

Kepuasan dapat timbul dengan penggunaan sistem imbalan yang dipercaya

adil, dengan adanya rasa hormat terhadap apa yang diberikan oleh

organisasi dan mekanisme yang digunakan untuk menentukan

pembayaran.

Orang yang menerima gaji yang dipersepsikan sebagai terlalu kecil atau

terlalu besar akan mengalami ketidakpuasan.

c. Pengawasan dari atasan

Pengawasan merupakan salah satu sumber kepuasan kerja yang penting.

Penelitian terdahulu menemukan hasil bahwa pekerja yang percaya bahwa

penyelia mereka adalah orang yang kompeten, mengetahui minat mereka,

(32)

dengan baik dan menghargai mereka, cenderung akan mempunyai tingkat

kepuasan kerja yang tinggi pula. Kualitas penyelia juga mempengaruhi

kepuasan kerja. Kualitas tersebut adalah gaya pengawasan, teknik

pengawasan, kemampuan hubungan interpersonal, dan kemampuan

administrasi. Komunikasi merupakan aspek lain dari penyelia yang

memiliki kualitas yang baik. Pekerja akan merasa lebih puas dengan

pekerjaannya jika mereka memiliki kesempatan untuk berkomunikasi

dengan penyelianya.

Luthans (2005) menyatakan terdapat dua dimensi gaya pengawasan yang

mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu . # / ' # # &

. / yang diukur tingkatan bagaimana pengawas menunjukkan

ketertarikan personal dan peduli terhadap karyawan. Hal tersebut

umumnya ditunjukkan pemimpin dengan cara memeriksa untuk melihat

seberapa baik pekerjaan yang dilakukan bawahan, memberikan saran,

motivasi dan bantuan pada bawahan, dan melakukan komunikasi personal

dengan menganggap bawahan sebagai rekan sekerja yang setara.

Dimensi lainnya adalah # # # yang digambarkan

oleh atasan yang memperbolehkan anggotanya berpartisipasi dalam

mengambil keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka.

d. Pekerjaan

Pekerja akan merasa lebih puas bila dipekerjakan pada jenis pekerjaan

(33)

jawab atau otonomi. Selain itu para pekerja akan merasa lebih puas dengan

pekerjaan yang bervariasi, dan menantang.

e. Keamanan

Faktor keamanan berhubungan dengan kestabilan dari pekerjaan dan

perasaan yang dimiliki individu berkaitan dengan kesempatan untuk

bekerja di bawah kondisi organisasi yang stabil. Keamanan menimbulkan

kepuasan kerja karena dengan adanya rasa aman individu dapat

menggunakan kemampuannya dan memperoleh kesempatan untuk tetap

bertahan pada pekerjaannya.

f. Kebijaksanaan perusahaan

Kebijaksanaan perusahaan sangat mempengaruhi kepuasan kerja

karyawannya. Individu yang mempunyai konflik peran dalam

pekerjaannya karena kebijaksanaan perusahaan cenderung untuk merasa

tidak puas.

g. Aspek sosial dari pekerjaan

Aspek sosial dari pekerjaan terbukti memberikan kontribusi terhadap

kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Karyawan yang bekerja dalam

kelompok kerja yang kohesif dan merasa apa yang mereka kerjakan

memberikan kontribusi terhadap organisasi akan merasa puas. Rekan kerja

juga memberikan kontribusi terhadap perasaan puas atau tidak puas.

Rekan kerja yang memberikan perasaan puas adalah rekan kerja yang

ramah dan bersahabat, kompeten, memberikan dukungan, serta bersedia

(34)

i. Kesempatan untuk pertumbuhan dan promosi

Kesempatan untuk dipromosikan ini berhubungan dengan terdapatnya

kesempatan untuk maju. Adanya kesempatan untuk mendapat promosi

dalam pekerjaan akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan.

Berdasarkan definisi kepuasan kerja, penjelasan mengenai aspek dan

faktor/faktor yang berkaitan dengan kepuasan kerja terhadap pengawasan atasan

maka peneliti menyimpulkan bahwa kepuasan kerja terhadap pengawasan atasan

adalah sekumpulan emosi, perasaan baik senang maupun tidak senang individu

serta sikap umum seseorang terhadap gaya pengawasan atau kepemimpinan yang

ditunjukkan atasan. Definisi yang disimpulkan peneliti menggabungkan dua

komponen yang berkaitan dengan kepuasan terhadap atasan, yaitu komponen

hubungan personal dan kemampuan teknik atasan (Spector, 1997).

Karyawan yang merasa puas terhadap gaya kepemimpinan atasannya

percaya dan menganggap bahwa atasannya menunjukkan perhatian dan

kepedulian terhadap bawahan, mau memberikan saran, motivasi dan bantuan

kepada bawahan, memiliki kemampuan hubungan interpersonal yang baik,

bersikap adil, serta menghargai prestasi bawahannya. Karyawan juga percaya dan

menganggap atasannya adalah orang yang berkompeten dalam pekerjaannya,

berpengetahuan luas, memahami sistem administrasi dan prosedur organisasi,

memiliki teknik pengawasan yang baik serta memberi kebebasan kepada bawahan

untuk mengambil keputusan sendiri terhadap hal yang berkaitan dengan pekerjaan

(35)

#

$ #

Persepsi menurut Pareek (dalam Sobur, 2003) merupakan suatu cara kerja

atau proses yang rumit dan aktif, dimana persepsi tersebut terdiri dari serangkaian

proses. Proses tersebut terdiri dari proses menerima stimulus, menyeleksi,

mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada

stimulus tersebut.

Sarwono (2001) menyatakan bahwa persepsi tidak sekedar pengenalan

atau pemahaman tetapi juga evaluasi bahkan persepsi juga bersifat inferensional

(menarik kesimpulan). Fiske (dalam Hogg & Vaughan, 2002) menyatakan bahwa

informasi negatif mengarah pada persepsi yang negatif, sebaliknya informasi yang

positif mengarahkan pada persepsi.

Leavit (dalam Sobur, 2003) menyatakan persepsi ialah pandangan atau

pengenalan yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.

Rakhmat (dalam Sobur, 2003) persepsi adalah pengalaman tentang objek

peristiwa atau hubungan/hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan

informasi dan menafsirkan peran. Yusuf (dalam Sobur, 2003) menyatakan bahwa

persepsi sebagai pemaknaan hasil pengamatan.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan

serangkaian proses dalam diri seseorang yang meliputi pengenalan, pemahaman,

penafsiran dan menarik kesimpulan atas hasil pengamatan berdasarkan

pengalaman tentang objek atau peristiwa. Dengan demikian persepsi merupakan

(36)

% # ) # #

Empat aspek dari persepsi menurut Berlyne (dalam Sarwono, 2001), yaitu :

1. Hal/hal yang diamati dari sebuah rangsang bervariasi tergantung pola dari

keseluruhan dimana rangsang tersebut menjadi bagiannya

2. Persepsi bervariasi tergantung dari orang ke orang dan dari waktu ke waktu

3. Persepsi tergantung dari arah (fokus) alat/alat indera. Persepsi tergantung pada

kemampuan penerimaan informasi pada individu

4. Persepsi cenderung berkembang ke arah tertentu dan sekali terbentuk

kecenderungan itu biasanya akan menetap

# , " # # & 0 . " # #

#

Pemimpin adalah orang yang dapat mempengaruhi kegiatan individu atau

kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu (Hersey &

Blanchard, 1982). Kartini Kartono (1985) mendefinisikan pemimpin adalah

pribadi yang mempunyai kecakapan khusus, dengan atau tanpa pengangkatan

resmi dari kelompok yang dipimpinnya untuk melakukan usaha bersama

mengarah pada pencapaian sasaran tertentu.

Pemimpin dikarakterisasi oleh suatu dorongan yang kuat untuk

bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas, kekuatan, dan ketekunan dalam

mengejar tujuan/tujuan, berani berpetualang dan mempunyai gagasan asli dalam

memecahkan masalah, dorongan untuk menjalankan inisiatif dalam situasi sosial,

(37)

antarpribadi, kesediaan untuk mengizinkan adanya frustasi dan penangguhan,

kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, serta kapasitas untuk

menstruktur sistem interaksi sosial kepada tujuan yang tersedia (Stogdill dalam

Yukl, 1998).

Katz dan Mann (dalam Yukl, 1998) menyatakan kategori/kategori

keterampilan seorang pemimpin sebagai berikut:

1. Keterampilan teknis meliputi pengetahuan mengenai metode, proses,

prosedur, dan teknik untuk melakukan sebuah kegiatan khusus, dan

kemampuan untuk menggunakan alat/alat dan peralatan yang relevan bagi

kegiatan tersebut.

2. Keterampilan untuk melakukan hubungan antarpribadi meliputi pengetahuan

tentang perilaku manusia dan proses/proses hubungan antar pribadi,

kemampuan untuk mengerti perasaan, sikap serta motivasi orang lain dari apa

yang mereka katakan dan lakukan (empati sensitivitas sosial), kemampuan

untuk dapat berkomunikasi secara jelas dan efektif (kemahiran berbicara,

kemampuan meyakinkan orang), serta kemampuan untuk membuat hubungan

yang efektif dan kooperatif (kebijaksanaan, diplomasi, keterampilan

mendengarkan, pengetahuan mengenai perilaku sosial yang dapat diterima).

3. Keterampilan konseptual yaitu kemampuan analitis umum, berpikir nalar,

kepandaian dalam membentuk konsep, serta konseptualisasi hubungan yang

kompleks dan berarti dua, kreativitas dalam mengembangkan ide dan

pemecahan masalah, kemampuan untuk menganalisis peristiwa/peristiwa dan

(38)

perubahan, dan melihat peluang serta masalah/masalah potensial (berpikir

secara induktif dan deduktif).

Dari beberapa definisi tokoh di atas maka peneliti menarik kesimpulan

bahwa pemimpin adalah seseorang yang memiliki kecakapan khusus dan

kelebihan dalam memecahkan masalah, melakukan hubungan antar pribadi

(kemampuan sosial), mempengaruhi orang lain melalui komunikasi, baik

individual maupun kelompok ke arah pencapaian tujuan.

% " # #

Menurut Yukl (1998) kebanyakan definisi mengenai kepemimpinan

mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh

sosial yang dalam hal ini pengaruh yang sengaja dijalankan oleh seseorang

terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas/aktivitas serta hubungan di dalam

sebuah kelompok atau organisasi. Agarwal (dalam Anoraga & Suyati, 1995)

mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi orang lain untuk

menggerakkan kemampuan dan kemauan mereka dalam usaha untuk mencapai

tujuan pimpinan.

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas/aktivitas sebuah

kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan (Rauch & Behling dalam

Yukl, 1998). Menurut Jacobs dan Jacques (dalam Yukl, 1998) kepemimpinan

adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha

kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang

(39)

Yukl dan Van Fleet (dalam Burn, 2004) mendefinisikan kepemimpinan

sebagai sebuah proses yang terdiri dari mempengaruhi objektifitas tugas dan

strategi/strategi sebuah kelompok atau organisasi, mempengaruhi orang yang

berada di dalam organisasi itu untuk mengimplementasikan strategi dan mencapai

tujuan, mempengaruhi pemeliharaan dan identifikasi kelompok, dan

mempengaruhi budaya organisasi.

Dari definisi beberapa tokoh di atas maka peneliti menarik kesimpulan

bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi bawahan atau anggota

kelompok untuk menentukan tujuan sekaligus mencapai tujuan tersebut.

* 0 . " # # "+ & &

Hersey dan Blanchard (1988) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai

pola/pola perilaku konsisten yang pemimpin terapkan dalam bekerja dengan dan

melalui orang lain seperti yang dipersepsikan bawahan. Mereka juga mengatakan

bahwa pola/pola itu timbul pada saat bawahan memberikan tanggapan dengan

cara yang sama dalam kondisi yang serupa, pola itu membentuk kebiasaan

tindakan yang setidaknya dapat diprediksi oleh bawahannya. Sementara Gaya

kepemimpinan menurut Davis Keith (1985) adalah pola tindakan pemimpin secara

keseluruhan seperti yang dipersepsikan oleh para pegawainya.

Gaya Kepemimpinan Konsiderasi dan Struktur Inisiasi termasuk dalam

kepemimpinan berdasarkan pendekatan perilaku (Yukl, 1998). Kuesioner

penelitian tentang perilaku kepemimpinan yang efektif telah didominasi oleh

(40)

sasaran utama dari program penelitian kepemimpinan adalah untuk

mengidentifikasi perilaku kepemimpinan yang efektif.

Tugas permulaan dari para peneliti adalah untuk mengembangkan

kuesioner untuk para bawahan yang digunakan untuk menjelaskan perilaku dari

pemimpin atau manajer mereka. Para peneliti mengumpulkan sebuah daftar

mengenai kurang lebih 1800 contoh dari perilaku pemimpin, kemudian

mengurangi daftar tersebut sampai 150 hal yang kelihatannya merupakan contoh

yang baik mengenai fungsi/fungsi kepemimpinan yang penting. Sebuah kuesioner

permulaan yang terdiri atas hal/hal tersebut telah diadministrasikan untuk

mencoba pegawai militer dan sipil, dan masing/masing orang telah diminta untuk

menjelaskan perilaku dari atasannya (Fleishman, 1953; Halpin & Winer, 1957;

Hemphill & Coons, 1957, dalam Yukl, 1998).

Analisis faktor dari jawaban kuesioner memberi indikasi bahwa para

bawahan memandang perilaku atasannya pertama/tama dalam kaitannya dengan

dua dimensi atau kategori, yang kemudian kita sebut sebagai Konsiderasi dan

Struktur Inisiasi. Kedua/duanya adalah kategori yang didefinisikan secara luas

yang terdiri atas sejumlah varietas yang luas mengenai jenis/jenis perilaku yang

spesifik.

Gaya Kepemimpinan Konsiderasi adalah tingkat sejauh mana seorang

pemimpin bertindak dengan cara ramah dan mendukung, memperlihatkan

perhatian terhadap bawahan, dan memperhatikan kesejahteraan mereka, seperti

melakukan kebaikan kepada bawahan, mempunyai waktu untuk mendengarkan

(41)

berkonsultasi dengan bawahan mengenai hal yang penting sebelum dilaksanakan,

bersedia untuk menerima saran dari bawahan, dan memperlakukan bawahan

sebagai sesamanya.

Gaya Kepemimpinan Struktur Inisiasi adalah tingkat sejauh mana seorang

pemimpin menentukan dan menstruktur perannya sendiri dan peran dari para

bawahan ke arah pencapaian tujuan/tujuan formal kelompok, seperti memberi

kritik kepada pekerjaan yang jelek, menekankan pentingnya memenuhi batas

waktu, menugaskan bawahan, mempertahankan standar/standar kinerja tertentu,

meminta mengkoordinasi kegiatan/kegiatan bawahan, dan memastikan bahwa

bawahan bekerja sesuai dengan batas kemampuannya.

Peneliti dari Universitas Ohio mengukur kecenderungan pemimpin untuk

mempraktekkan dua perilaku kepemimpinan ini dan menggambarkannya dengan

tabel, seperti terlihat pada tabel berikut:

' % 0 . # # +& & +

tugas dapat diselesaikan, selain

itu pemimpin juga sangat

memperhatikan keinginan dan

kebutuhan bawahan

Pemimpin menekankan pada

struktur tugas bawahan dan

sedikit memperhatikan

keinginan dan kebutuhan

karyawan

Rendah Kurang menekankan pada

(42)

Dari tabel 2 diketahui bahwa berdasarkan kombinasi kedua gaya

kepemimpinan, terbentuk empat gaya kepemimpinan baru, yaitu:

a. Konsiderasi tinggi, Struktur Inisiasi tinggi

b. Konsiderasi tinggi, Struktur Inisiasi rendah

c. Konsiderasi rendah, Struktur Inisiasi tinggi

d. Konsiderasi rendah, Struktur Inisiasi rendah

Hasil penelitian yang muncul adalah pemimpin yang paling efektif

menunjukkan orientasi yang tinggi pada kedua gaya kepemimpinan, yaitu

Konsiderasi dan Struktur Inisiasi (Glinow & Mcshane, 2003).

' /

Tingkat pola hubungan karyawan dalam perusahaan dapat dikategorikan

menjadi (Munandar , 2001):

1. Manajer puncak, yaitu pemimpin yang mengepalai seluruh organisasi, yang

termasuk dalam kategori ini adalah direktur, direktur utama.

2. Manajer madya adalah pemimpin yang mengepalai satu bagian dalam

organisasi. Manajer madya mempunyai tingkat kedudukan di bawah manajer

puncak dan bertanggung jawab kepada manajer puncak. Contohnya adalah

manajer penjualan (manajer yang memimpin bagian penjualan).

3. Manajer pertama adalah pemimpin yang mengepalai satu unit dalam

organisasi dan mempunyai tingkat kedudukan di bawah manajer madya.

Manajer pertama ini akan mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada

(43)

4. Tenaga kerja produktif adalah tenaga kerja yang menduduki jabatan terendah

dalam organisasi perusahaan dan bertanggung jawab kepada manajer pertama.

Contohnya adalah staf pelaksana.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan atasan adalah orang yang

memiliki jabatan lebih tinggi daripada subjek penelitian, dimana subjek

bertanggung jawab langsung terhadap atasannya, maka pengertian atasan di sini

adalah atasan langsung dari subjek.

"+& 1 2 3 .

$ " & &

Detasemen Markas Komando Daerah Militer, disingkat Denmadam adalah

Badan Pelayanan Markas ditingkat Makodam yang berkedudukan langsung di

bawah Pangdam.

% + +

Denmadam bertugas pokok membantu Pangdam dalam menyelenggarakan

pelayanan Markas yang meliputi Perawatan, pemeliharaan, urusan dalam, dan

pengamanan di dalam lingkungan Makodam.

* (

Guna melaksanakan tugas pokok, Denmadam menyelenggarakan fungsi

sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan Urusan Dalam Markas Kodam.

2. Menyelenggarakan perawatan personil dan kesehatan.

3. Melayani kebutuhan angkutan, perumahan, pemondokan dan pergudangan.

4. Menyelenggarakan komunikasi Intern.

(44)

- !

Organisasi Denmadam disusun sebagai berikut:

Kelompok Komando Denmadam:

1. Pimpinan

a.Komandan Denmadam, disingkat Dandenmadam.

b.Wakil Komandan Denmadam, disingkat Wadandenmadam.

2. Perwira Pembantu Pimpinan

a.Perwira Pengamanan dan Operasi, disingkat Pa Pam Ops.

b.Perwira administrasi Personil dan Logistik, disingkat Paminperslog.

3. Dokter Denmadam merangkap Dokter Pribadi Pangdam, disingkat Dokter

Denmadam.

4. Perwira Rawatan Rohani, disingkat Paroh.

Satuan Pelaksana:

1. Peleton Urusan Dalam dan Rumah Tangga, disingkat Ton Urdal/Rumga.

2. Peleton Administrasi, disingkat Ton Min.

3. Peleton Perawatan, disingkat Ton Wat.

4. Peleton Angkutan, disingkat Ton Ang.

5. Provost, disingkat Prov.

6. Perwakilan Kodam, disingkat Landam.

7. Kompi Pengawal, disingkat Kiwal.

( ' " # " & 0 . " # #

Menurut Pendekatan perilaku mengenai kepemimpinan (Glinow &

(45)

kepemimpinan berorientasi tugas atau Struktur Inisiasi dan kepemimpinan

berorientasi hubungan atau Konsiderasi.

Atasan dengan gaya kepemimpinan berorientasi tugas atau Struktur

Inisiasi memberikan tugas yang spesifik kepada karyawannya, menjelaskan tugas

dan prosedur kerja, memastikan karyawan mengikuti aturan perusahaan, dan

mendorong karyawan mencapai kapasitas kerja yang maksimal. Pemimpin tipe ini

menetapkan tujuan yang tinggi dan menantang karyawan untuk melampaui

standar tujuan tersebut (Glinow & Mcshane, 2003).

Atasan dengan gaya kepemimpinan berorientasi hubungan atau

Konsiderasi menunjukkan kepercayaan dan menghargai bawahannya,

menunjukkan perhatian yang sungguh/sungguh terhadap kebutuhan karyawan,

dan memiliki keinginan mengurus kesejahteraan karyawannya. Pemimpin tipe ini

mendengarkan saran atau usul dari karyawan, memberikan pertolongan yang

sifatnya pribadi kepada karyawan, mendukung minat karyawan ketika dibutuhkan,

dan memperlakukan karyawan sebagai rekan yang sama derajatnya (Glinow &

Mcshane, 2003).

Konsiderasi dan Struktur Inisiasi ditemukan sebagai kategori perilaku

yang relatif berdiri sendiri. Ini berarti bahwa beberapa orang pemimpin

mempunyai Konsiderasi yang tinggi dan Struktur Inisiasi yang rendah; beberapa

orang pemimpin mempunyai Konsiderasi yang rendah dan Struktur Inisiasi yang

tinggi; beberapa pemimpin lainnya mempunyai kedua/duanya yang tinggi dan

(46)

Masing/masing kepemimpinan tersebut memiliki kelebihan dan

kekurangan. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan atau

Konsiderasi diasosiasikan dengan tingkat kepuasan kerja karyawan yang lebih

tinggi seperti tingkat absen, keluhan dan pergantian karyawan yang rendah

(Glinow & Mcshane, 2003). Hal ini didukung oleh Vroom (dalam Berry, 1998)

yang menyatakan bahwa tipe kepemimpinan Konsiderasi atau demokrasi atau

partisipasi menyebabkan kepuasan kerja yang lebih tinggi dibanding tipe

kepemimpinan otokratik atau dikrektif, namun performansi kerja bawahan lebih

rendah dari karyawan yang berada di bawah kepemimpinan yang berorientasi

tugas/Struktur Inisiasi. Gaya kepemimpinan yang berorientasi tugas atau struktur

inisiasi, di satu sisi dikaitkan dengan kepuasan kerja yang rendah seperti tingkat

absen, dan pergantian bawahan yang tinggi, namun kepemimpinan ini dapat

meningkatkan produktivitas dan kesatuan kelompok (Glinow & Mcshane, 2003).

Dari penelitian lain, Stogdill (dalam Yurifa, 1996) menyatakan bahwa

pemimpin dinilai lebih efektif bila memiliki gaya kepemimpinan Konsiderasi

Tinggi dan Struktur Inisiasi tinggi, pemimpin dengan gaya kepemimpinan ini,

cenderung memiliki bawahan yang mempunyai performa kerja dan kepuasan kerja

lebih tinggi daripada pemimpin yang dinilai rendah pada Konsiderasi, Struktur

inisiasi atau keduanya.

0 #+

Berdasarkan uraian mengenai hubungan kepuasan kerja dengan

(47)

”Ada perbedaan kepuasan kerja ditinjau dari persepsi karyawan terhadap gaya

kepemimpinan atasan.” Beberapa hipotesa tambahan yang diajukan adalah:

1. Terdapat perbedaan kepuasan kerja antara karyawan yang mempersepsikan

atasannya tinggi pada kedua gaya kepemimpinan (konsiderasi tinggi dan

struktur inisisasi tinggi) dan karyawan yang mempersepsikan atasannya tinggi

pada konsiderasi dan rendah pada struktur inisiasi.

2. Terdapat perbedaan kepuasan kerja antara karyawan yang mempersepsikan

atasannya tinggi pada kedua gaya kepemimpinan (konsiderasi tinggi dan

struktur inisisasi tinggi) dan karyawan yang mempersepsikan atasannya tinggi

pada struktur inisiasi dan rendah pada konsiderasi.

3. Terdapat perbedaan kepuasan kerja antara karyawan yang mempersepsikan

atasannya tinggi pada kedua gaya kepemimpinan (konsiderasi tinggi dan

struktur inisisasi tinggi) dan karyawan yang mempersepsikan atasannya

rendah pada kedua gaya kepemimpinan (konsiderasi rendah dan struktur

inisisasi rendah).

4. Terdapat perbedaan kepuasan kerja antara karyawan yang mempersepsikan

atasannya tinggi pada konsiderasi dan rendah pada struktur inisiasi dan

karyawan yang mempersepsikan atasannya tinggi pada struktur inisiasi dan

rendah pada konsiderasi.

5. Terdapat perbedaan kepuasan kerja antara karyawan yang mempersepsikan

atasannya tinggi pada konsiderasi dan rendah pada struktur inisiasi dan

karyawan yang mempersepsikan atasannya rendah pada kedua gaya

(48)

6. Terdapat perbedaan kepuasan kerja antara karyawan yang mempersepsikan

atasannya tinggi pada struktur inisiasi dan rendah pada konsiderasi dan

karyawan yang mempersepsikan atasannya rendah pada kedua gaya

(49)

! ! !0

& 4 '

Adapun variabel yang terlibat di dalam penelitian ini antara lain:

Variabel Tergantung : Kepuasan Kerja

Variabel Bebas : Gaya Kepemimpinan, dari dua dimensi gaya kepemimpinan

(struktur inisiasi dan konsiderasi) diturunkan empat gaya kepemimpinan yaitu:

1. Struktur Inisiasi tinggi dan Konsiderasi tinggi

2. Konsiderasi tinggi dan Struktur Inisiasi rendah

3. Struktur Inisiasi tinggi dan Konsiderasi rendah

4. Struktur Inisiasi rendah dan Konsiderasi rendah

!# + 4 '

$ " #

Kepuasan kerja terhadap pengawasan atasan adalah sekumpulan emosi,

perasaan baik senang maupun tidak senang individu serta sikap umum seseorang

terhadap gaya pengawasan atau kepemimpinan yang ditunjukkan atasan.

Karyawan yang merasa puas terhadap gaya kepemimpinan atasannya percaya dan

menganggap bahwa atasannya menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap

bawahan, mau memberikan saran, motivasi dan bantuan kepada bawahan,

memiliki kemampuan hubungan interpersonal yang baik, bersikap adil serta

menghargai prestasi bawahannya (Hubungan Personal). Karyawan juga percaya

(50)

berpengetahuan luas, memahami sistem administrasi dan prosedur organisasi,

memiliki teknik pengawasan yang baik serta memberi kebebasan kepada bawahan

untuk mengambil keputusan sendiri terhadap hal yang berkaitan dengan pekerjaan

mereka (Kemampuan Teknik).

% 0 . " # #

Berikut ini adalah penjelasan mengenai kedua dimensi gaya

kepemimpinan:

Dimensi Gaya kepemimpinan Struktur Inisiasi berarti pemimpin

memberikan tugas yang spesifik kepada karyawannya, menjelaskan tugas dan

prosedur kerja, memastikan karyawan mengikuti aturan perusahaan, dan

mendorong karyawan mencapai kapasitas maksimal dari hasil kerja mereka.

Pemimpin tipe ini menetapkan tujuan yang tinggi, memberi kritik kepada

pekerjaan yang jelek, menekankan pentingnya memenuhi batas waktu,

menugaskan bawahan, mempertahankan standar/standar kinerja tertentu, meminta

mengkoordinasi kegiatan/kegiatan bawahan, dan memastikan bahwa bawahan

bekerja sesuai dengan batas kemampuannya dan menantang karyawan untuk

melampaui standard tujuan tersebut.

Dimensi gaya kepemimpinan Konsiderasi berarti pemimpin menunjukkan

kepercayaan dan menghargai bawahannya, menunjukkan perhatian yang sungguh/

sungguh terhadap kebutuhan karyawan, dan memiliki keinginan mengurus

kesejahteraan karyawannya. Pemimpin tipe ini mendengarkan saran atau usul dari

karyawan, mempunyai waktu untuk mendengarkan masalah para bawahan,

(51)

minat karyawan ketika dibutuhkan, berkonsultasi dengan bawahan mengenai hal

yang penting sebelum dilaksanakan, dan memperlakukan karyawan sebagai rekan

yang sama derajatnya.

Definisi operasional keempat gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut

(mengacu pada dimensi gaya kepemimpinan yang dijelaskan sebelumnya):

1. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan &

"+ & berarti pemimpin tersebut selain memperhatikan dimensi

gaya kepemimpinan struktur inisiasi juga memperhatikan dimensi gaya

kepemimpinan konsiderasi.

2. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan "+ & &

& berarti pemimpin lebih memperhatikan atau menonjol pada

dimensi gaya kepemimpinan konsiderasi dan kurang memperhatikan dimensi

struktur inisasi.

3. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan &

"+ & & berarti pemimpin lebih memperhatikan atau menonjol

pada dimensi gaya kepemimpinan struktur inisiasi dan kurang memperhatikan

dimensi konsiderasi.

4. # & . # # & &

+ & & berarti pemimpin kurang atau tidak memperhatikan

(52)

+# , # , +& # ' #

Menurut Hadi (2000) yang dimaksud dengan populasi adalah semua

individu untuk siapa kenyataan/kenyataan dipakai yang diperoleh dari sampel

penelitian ini hendak digeneralisasikan. Sedangkan Sampel adalah sebagian dari

populasi yang dikenakan langsung dalam penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan atau pegawai yang bekerja

di Detasemen Markas Komando Daerah Militer (DenMaDam) Kodam Jaya

Jakarta. Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi,

maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan

subjek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel.

$ " '

Karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Bekerja di DenMadaM Jaya.

2. Subjek berusia antara 20 s/d 55 tahun (Dewasa dini dan madya). Kriteria ini

sebenarnya merupakan kriteria umum.

3. Karyawan telah bekerja dengan atasannya minimal 3 bulan dengan asumsi

dalam masa 3 bulan tersebut karyawan sudah mengenal atasan, sehingga dapat

menilai gaya kepemimpinan atasannya tersebut.

% +& # ' #

Dalam penelitian ini tidak semua anggota populasi mendapatkan

kesempatan yang sama untuk menjadi subjek penelitian, oleh karena itu

digunakan Sedangkan teknik pengambilan sampel

(53)

kelompok/kelompok yang kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai saja yang

diselidiki (Hadi, 2002).

* 3 #

Populasi subjek penelitian di DenMaDam Jaya berjumlah 439 orang.

Peneliti menentukan besar sampel ( ! ) dengan menggunakan rumus

(Santoso, 2007):

5 6% # 7

&%1 )$2 8 6% # 7

" 9

n = jumlah sampel

p = estimator proporsi populasi

(apabila harga p dianggap = 0,5 maka hasil n akan maksimal, apabila ingin memperoleh n maksimal maka gunakanlah harga p = 0,5)

q = 1 – p

z = harga kurva normal, tergantung dari harga alpha (a). Apabila a = 0,05, maka z = 1,576

Apabila a = 0,01, maka z = 1,960 (tabel t) N = jumlah unit populasi.

d = batas besarnya kesalahan / penyimpangan yang masih bisa ditolelir. (semakin kecil d akan semakin teliti penelitian, misalnya d = 1% atau 5 %)

Penelitian ini menggunakan nilai alpha (a) sebesar 0,05 sehingga nilai

z = 1,576 dan d = 5%, berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di

atas, jumlah sampel yang diharapkan sebanyak±159 orang. Jumlah total subjek

dalam penelitian ini sebanyak 230 orang dengan rincian 68 orang untuk uji coba

(54)

+& & # #

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode kuesioner atau skala sikap. Kuesioner adalah alat pengumpul data yang

disampaikan kepada responden melalui daftar pernyataan atau pertanyaan tertulis,

yang dijawab secara tertulis atau memberi tanda pada jawaban yang paling sesuai

dengan keadaan subyek (Bordens & Abbott, 2002).

Metode ini dipilih atas asumsi sebagai berikut (Hadi, 2000):

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

2. Apa yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat

dipercaya.

3. Interpretasi subjek terhadap pernyataan/pernyataan yang diajukan sama

dengan yang dimaksudkan oleh peneliti.

Selain itu dipilihnya kuesioner di dalam penelitian ini karena kuesioner

mempunyai beberapa kelebihan. Menurut Koentjaraningrat (dalam Sapariningsih,

2002) kelebihan dari kuesioner antara lain :

1. Metode ini lebih mudah pelaksanaannya karena tidak membutuhkan keahlian

khusus.

2. Metode ini dapat diberikan pada sejumlah subyek dalam waktu yang

bersamaan.

3. Metode ini dapat diisi sendiri (secara langsung), atau dikirim, tanpa

(55)

$ #

Skala ini digunakan untuk mengungkap tingkat kepuasan kerja subjek

penelitian. Peneliti menggunakan pembagian komponen/komponen kepuasan

kerja terhadap atasan yaitu komponen hubungan personal dan kemampuan teknik

(Spector, 1997) dalam melakukan penyusunan skala dan definisi operasional

untuk menunjukkan indikator perilaku kepuasan terhadap atasan.

Setiap aitem memiliki lima alternatif pilihan jawaban yang disesuaikan

dengan pertanyaan atau pernyataan yang diajukan sehingga alternatif pilihan

jawaban pada masing/masing aitem tidaklah sama, yaitu:

Sangat Jelas/Sangat Besar/Sangat Memuaskan.. dll

Jelas/Besar/Memuaskan.. dll

Cukup Jelas/Cukup Besar/Cukup Memuaskan.. dll

Tidak Jelas/Kecil/Tidak Memuaskan.. dll

Sangat Tidak Jelas/Tidak Ada.. dll

' * ' " # " ' :+'

"+ #+ " #

" & #

& + + 3

Atasan adalah orang yang berkompeten

dalam pekerjaan dan memiliki

pengetahuan yang luas

1, 3, 16,

19, 21

5

Atasan memahami sistem administrasi dan

prosedur organisasi

7, 11, 2

Kemampuan Teknik

Atasan memberi kebebasan kepada

bawahan untuk mengambil keputusan

sendiri terhadap hal yang berkaitan dengan

pekerjaan mereka

(56)

Atasan memiliki teknik pengawasan yang

baik

5, 24 2

Atasan menunjukkan perhatian dan

kepedulian terhadap bawahan.

2, 9, 10,

18

4

Atasan memiliki sikap adil. 8, 22 2

Atasan menghargai prestasi bawahannya. 13, 17 2

Atasan mau memberikan saran, motivasi

dan bantuan kepada bawahan

6, 15 2

Hubungan Personal

Atasan memiliki kemampuan hubungan

interpersonal yang baik

20, 23 2

Total 24

% 0 . " # #

Skala ini bertujuan untuk mengungkap gaya kepemimpinan atasan

berdasarkan persepsi bawahan. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah

gabungan "#$% XII dengan aitem/aitem yang dibuat oleh peneliti. LBDQ XII

sebenarnya memiliki 100 aitem yang terbagi dalam 12 aspek. Namun dalam

penelitian ini hanya menggunakan 2 aspek saja (@10 aitem) yaitu Struktur Inisiasi

dan Konsiderasi karena hal tersebut menurut peneliti sesuai dengan tujuan

penelitian yaitu mengungkap kedua gaya kepemimpinan tersebut.

Koefisien reliabilitas (Kuder/Richardson) masing/masing aspek dari skala

LBDQ XII ini dilaporkan 0,76 untuk Konsiderasi dan 0,79 untuk Struktur inisiasi.

Peneliti menterjemahkan skala ini ke dalam bahasa indonesia dengan

mengembangkan aitem/aitemnya menjadi 26 aitem pada masing/masing dimensi.

Penambahan aitem disusun berdasarkan definisi operasional dari Gaya

(57)

' - ' 0 . " # # ' :+'

Validitas alat ukur adalah seberapa jauh alat pengukur dapat mengungkap

dengan jitu gejala atau bagian/bagian gejala yang hendak diukur (Hadi, 2000).

Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini digunakan validitas isi.

Validitas isi adalah pengujian validitas untuk memastikan perilaku yang diukur

melalui alat ukur tersebut sudah mewakili karakteristik yang hendak di ukur.

Validitas isi alat ukur ditentukan melalui pendapat professional (

& ) dalam proses telaah aitem. Dengan menggunakan spesifikasi alat ukur

yang telah ada, akan dilakukan analisa logis untuk menetapkan apakah item/item

yang telah dikembangkan memang mengukur (representatif bagi) apa yang

dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata, 2000).

Setelah melakukan validitas isi maka dilanjutkan dengan melakukan uji

(58)

membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut

dengan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2005). Pengujian daya

beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi

skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor

skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi item total yang

dapat dilakukan dengan menggunakan formula koefisien korelasi

' (Azwar, 2005). Uji daya beda aitem ini akan dilakukan pada alat

ukur yang dalam penelitian ini yaitu skala kepuasan kerja dan skala gaya

kepemimpinan.

% '

Reliabilitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau keterpercayaan

hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2005).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan konsistensi internal

( () ( ) yang mana prosedurnya hanya menggunakan satu

kali pengukuran pada sekelompok responden dengan tujuan untuk melihat

konsistensi antar aitem atau antar bagian dalam skala. Penghitungan daya beda

aitem dan koefisien reliabilitas dalam uji coba ini dilakukan dengan menggunakan

program * + , - .

* +'

Uji coba skala gaya kepemimpinan atasan dan kepuasan kerja terhadap

atasan dilakukan terhadap 68 anggota/karyawan Detasemen Markas Kodam Jaya

(59)

1. Hasil uji coba skala kepuasan kerja terhadap atasan

Untuk melihat daya diskriminasi aitam, dilakukan analisa uji coba dengan

menggunakan aplikasi komputer * + . . , kemudian nilai

/ yang diperoleh dibandingkan dengan

' dengan menggunakan batasan riX≥0,30. Menurut Azwar (2005)

semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya bedanya

dianggap memuaskan.

Jumlah aitem yang diuji cobakan adalah 24 aitem dan dari 24 aitem

diperoleh 21 aitem yang diterima dan 3 aitem yang gugur. 21 aitem yang diterima

tersebut kemudian di analisa lagi dan hasilnya 21 aitem tersebut memiliki harga

kritik di atas 0,30. 21 aitem inilah yang akan digunakan di dalam penelitian,

dengan kisaran koefisien korelasi rxx = 0,356 sampai dengan rxx = 0,799 dan

reliabilitas sebesar 0,930. Distribusi aitem yang diterima dari skala kepuasan kerja

terhadap atasan dapat dilihat pada tabel 5:

' = ' # :+'

"+ #+ " #

" & #

& + + 3

Atasan adalah orang yang berkompeten

dalam pekerjaan dan memiliki

pengetahuan yang luas

1, 3, 16,

19, 21

5

Atasan memahami sistem administrasi dan

prosedur organisasi

7 1

Kemampuan Teknik

Atasan memberi kebebasan kepada

bawahan untuk mengambil keputusan

sendiri terhadap hal yang berkaitan dengan

pekerjaan mereka

(60)

Atasan memiliki teknik pengawasan yang

baik

5, 24 2

Atasan menunjukkan perhatian dan

kepedulian terhadap bawahan.

2, 9, 10,

18

4

Atasan memiliki sikap adil. 22 1

Atasan menghargai prestasi bawahannya. 13, 17 2

Atasan mau memberikan saran, motivasi

dan bantuan kepada bawahan

6, 15 2

Hubungan Personal

Atasan memiliki kemampuan hubungan

interpersonal yang baik

20, 23 2

+ %$

Sebelum skala digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu item disusun kembali.

' < ' # #

"+ #+ " #

" & #

& + + 3

Atasan adalah orang yang berkompeten

dalam pekerjaan dan memiliki

pengetahuan yang luas

1, 3, 13,

16, 18

5

Atasan memahami sistem administrasi dan

prosedur organisasi

7 1

Atasan memberi kebebasan kepada

bawahan untuk mengambil keputusan

sendiri terhadap hal yang berkaitan dengan

pekerjaan mereka

4, 11 2

Kemampuan Teknik

Atasan memiliki teknik pengawasan yang

baik

5, 21 2

Atasan menunjukkan perhatian dan

kepedulian terhadap bawahan.

2, 8, 9,

15

4 Hubungan Personal

Gambar

Tabel�1�berisi�faset/faset�yang�terdapat�pada�instrumen�kepuasan�kerja�yang�
tabel,��seperti�terlihat�pada�tabel�berikut:�
Tabel�9�menunjukkan�bahwa�subjek�terbanyak�pada�jenis�kelamin�laki/laki�

Referensi

Dokumen terkait

Proses kerja pada sistem ini terdiri dari 3 langkah kerja, yaitu silinder kerja ganda skuens/spesial yang melakukan penekanan dari bagian samping komponen dan silinder kerja ganda

Output yang dapatkan kan adalah meningkatnya kandungan antioksidan dalam karkas ayam, sehingga memperlama proses oksidasi yang terjadi pada daging dan dapat memperlama daya

o Aktor merupakan orang, proses, atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem informasi yang akan dibuat di luar sistem informasi yang akan dibuat itu sendiri, jadi

Dari hal tersebut, sintesis NM-4HBH dengan metode iradiasi gelombang mikro pada kondisi yang digunakan memberikan hasil senyawa 4HNMB, sehingga pengaruh gugus metoksi

Dari penelitian vaksin lokal ayam asal feses tepat guna, telah diperoleh vaksin yang dapat digunakan untuk melakukan uji lapang pada ayam broiler yang

Hipotezo sprejmemo, kar pomeni, da smo uspeli dokazati razlike med zaposlenimi v podjetjih ETI in Iskra Bovec glede stališča, da timsko delo spodbuja inovativnost.. Hipotezo

Sesuai anggaran Dasar Persatuan Aktuaris Indonesia (AD-PAI) yang tertuang dalam Pasal 7 ayat 2 perihal permohonan keanggotaan Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI), bersama ini saya

Ketika melakukan pengumpulan data dari berbagai sumber, peneliti menggunakan berbagai macam teknik seperti wawancara, observassi dan dokumentasi (triangulasi