• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Sosiologis Terhadap Cerita Rakyat Tuah Burung Merbuk Masyarakat Melayu Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Sosiologis Terhadap Cerita Rakyat Tuah Burung Merbuk Masyarakat Melayu Serdang"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN SOSIOLOGIS TERHADAP CERITA RAKYAT

TUAH

BURUNG MERBUK

MASYARAKAT MELAYU SERDANG

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O

L

E

H

NAMA

: YAN FAUZI SIBA

NIM

: 040702010

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU

MEDAN

(2)

TINJAUAN SOSIOLOGIS DALAM CERITA RAKYAT TUAH BURUNG MERBUK MASYARAKAT MELAYU SERDANG

SKRIPSI SARJANA Dikerjakan

O L E H

YAN FAUZI SIBA 040702010

Pebimbing I PembimbingII

Prof.Syaifuddin,M.A,Ph.D Drs.Baharuddin,M.Hum NIP 19650909 199403 1 004 NIP 19600101 198803 1 007

Skripsi ini disajikan kepada panitia Ujian fakultas Sastra USU melengkapii salah satu syarat ujian SARJANA dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra Melayu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU

MEDAN

(3)

Pengesahan

Diterima Oleh :

Panitia ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam Ilmu Bahasa & Sastra Daerah Fakultas Sastra USU Medan

Tanggal :

Hari :

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan

Prof.Syaifuddin,M.A,Ph.D NIP 19650909 199403 1 004

Panitia Ujian

No Nama Tanda Tangan

1. ……….... ( )

2. ……….... ( )

3. ……….... ( )

4. ……….... ( )

5. ……….... ( )

6. ……….... ( )

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senatiasa memberikan nikmat dan rahmatnya, sehingga sekripsi ini dapat diselesaikan. Syalawat beriring salam penulis atas NAbi Muhammad SAW sebagai penuntun kita dari alam kegelapan ke alam yang “terang benderang”.

Skripsi ini berjudul “TINJAUAN SOSIOLOGIS DALAM CERITA RAKYAT TUAH BURUNG MERBUK MASYARAKAT MELAYU SERDANG”.

Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana pada fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Jurusan Daerah Program Studi Bahasa dan Sastra Melayu.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis banyak mengalami kesulitan, tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, penulis dapat memyelesaikan skripsi ini. Untuk itu sewajarnyalah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof.Syahfuddin,M.A,Ph.D (selaku Dekan fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara) dan juga sebagai pembimbing I yang telah banyak memberikan masukan, nasehat, serta bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

(5)

3. Bapak warisman sinaga, M.Hum, selaku Skretaris Departemen Sastra Daerah.

4. Semua dosen di lingkungan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. 5. Teristimewa kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah

membantu penulis secara moril maupun materil.

6. Bapa H. Syarifuddin Siba, SH., selaku paman penulis yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan kuliah seceptnya, tanpa ada dorongan dari beliau mungkin penulis tidak dapat secepatnya menyelesaikan skripsi.

7. Saudara-saudaraku yang tercinta: Emil Budian Siba, SE, Maisarah, Risi Diana Novita Siba, dan seluruh keluarga yang telah banyak memberikan doa dan semangat kepada penulis dalam menempuh perkuliahan sampai selesai.

8. Teristimewa buat Hikmah Fitria, S.Ked, Mr. Rahmad Hdayat, SS, Fuad Syahrial, SS, Armen Sofyan Hrp, SS, yang telah banyak memberikan masukkan-masukkan yang berharga dalam penyelesaian Skripsi ini. 9. Yayasan Ikatan Pelajar Mahasiswa Deli (IPMD) yang telah menyalurkan

Beasiswa selama penulis menuntut Ilmu dibangku perkuliahan.

(6)

skripsi ini hanya merupakan salah satu persyaratan untuk menempuh ujian kesarjanaan pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Kalau dilihat dari isinya mungkin masih jauh dari apa yang di harapkan , namun itulah kemampuan penulis. Dengan rendah hati penulis menerima kritikan dan saran yang membangun dari pembaca, sehingga skripsi ini lebih disempurnakan dan bermanfaat bagi kita semua, khususnya mahasiswa Fakultas Sastra Dan Masyarakat Melayu.

Semoga Allah SWT akan Selalu Memberikan taufik dan hidayahNya kepada orang-orang yang mau berbuat baik.

Medan, 2010 Penulis

(7)

KATA PENGANTAR

Syukur yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah TINJAUAN SOSIOLOGIS DALAM

CERITA RAKYAT TUAH BURUNG MERBUK MASYARAKAT MELAYU SERDANG.

Skripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar penyusunan skripsi untuk para penulis lain.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangannya karena keterbatasan yang penulis miliki, namun penulis berusaha sebaik mungkin untuk mendeskripsikan Tinjauan sosiologis yang terdapat dalam cerita Rakyat Tuah Burung Merbuk tersebut. Pada kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran dari para Dosen Penguji dan pembimbing agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi.

Medan, 2010 Penulis

(8)

DISETUJUI OLEH :

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

JURUSAN SASTRA DAERAH

KETUA JURUSAN

(9)

DAFTAR ISI

Halaman UCAPAN TERIMA KASIH ... I

KATA PENGANTAR ... IV DAFTAR ISI ... VI

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Orisinilitas Penelitian ... 6

1.6 Objek Penelitian ... 7

1.7 Landasan Teori ... 7

1.7.1 Teori Struktural... 8

1.7.2 Sosiologi Sastra ...11

1.8 Metode Penelitian ...17

1.8.1 Jenis Penelitian ...17

1.8.2 Metode Penelitian Data ...17

1.8.3 Metode Analisis Data ...18

BAB II ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT TUAH BURUNG MERBUK PADA MASYARAKAT MELAYU SERDANG ... 19

2.1 Analisis Struktur cerita... 19

2.2 Ringkasan Cerita ... 19

2.3 Tema ... 21

2.4 Alur ... 25

2.5 Latar ... 36

2.6 Watak dan Perwatakan ... 38

BAB III TINJAUAN SOSIOLOGIS TERHADA CERITA RAKYAT TUAH BURUNG MERBUK PADA MASYARAKAT MELAYU SERDANG ... 44

3.1 Patuh Kepada Nasihat ... 44

3.2. Kemauan Keras...46

3.3 Bekerja Keras ... 49

3.4 Sifat Jahat ... 50

3.5 Menggunakan Akal Pikiran ... 52

(10)

3.7 Kasih Sayang Saudara Kandung... 58

3.8 Menjadi Pemimpin Yang Baik ... 60

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

4.1 Kesimpulan ... 64

4.2 Saran ... 65

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Masalah

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri banyak etnis, salah satunya adalah etnis Melayu. Etnis Melayu merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Etnis Melayu mempunyai banyak warisan leluhur yang masih tersimpan dan belum digali sampai sekarang sehingga dikhawatirkan warisan budaya tersebut akan menurun kualitas atau mutunya disebabkan oleh perkembangan peradaban yang terjadi pada masyarakat Melayu tersebut.

Karya sastra merupakan hasil pemikiran dan cermin dari sebuah budaya kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan. Karya sastra merupakan hasil renungan atau pikiran serta daya imajinasi yang terpadu karya sastra itulah yang membedakan dengan buku-buku sastra dan karangan lainnya. Melalui karya sastra segala kemungkinan diungkapkan oleh pengarang, baik kehidupan jasmani maupun rohani, secara universal.

(12)

pandangan, angan-angan kelompok, alat pendidikan anak-anak, alat pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan serta pemeliharaan norma masyarakat.

Sastra lisan merupakan bagian suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat dan diwariskan turun-temurun secara lisan sebagai milik bersama. Ragam sastra yang demikian tidak hanya berfungsi sebagai alat hiburan, pengisi waktu senggang, serta penyalur perasaan dan pendengaran, melainkan juga sebagai alat cermin sikap pandangan dan lembaga kebudayaan serta alat pemeliharaan norma-norma masyarakat.

Dalam keadaan masyarakat yang sedang membangun, seperti halnya masyarakat Indonesia sekarang ini, berbagai bentuk kebudayaan lama termasuk sastra lisan, bukan mustahil akan terabaikan di tengah-tengah kesibukan pembangunan dan pembaharuan yang sedang meningkat. Sehingga dikhawatirkan lama kelamaan akan hilang tanpa bekas atau berbagai unsurnya yang asli sudah tidak dapat dikenal lagi.

(13)

sastra lisan itu dari kepunahan, yang dengan sendirinya merupakan usaha pewarisan nilai budaya, karena dalam sastra lisan itu banyak ditemui nilai-nilai serta cara hidup dan berpikir masyarakat (nilai-nilai-nilai-nilai sosiologis masyarakat) yang memiliki sastra lisan itu. Hampir setiap suku bangsa di Indonesia mengenal adanya sastra lisan, demikian pula halnya dengan sastra lisan Melayu Serdang.

Salah satu genre prosa rakyat dari kesusasteraan Melayu adalah cerita rakyat yang lahir dari etnik masyarakat Melayu Serdang. Sastra lisan Melayu Serdang merupakan salah satu warisan budaya bangsa yang perlu diselamatkan. Salah satu usaha penyelematannya adalah dengan mengadakan penelitian dan inventarisasi. Di samping itu, penelitian ini bermanfaat pula sebagai salah satu upaya pembinaan dan pengembangan sastra lisan yang bersangkutan, dan sekaligus mempunyai manfaat dalam rangka pembinaan dan pengembangan budaya daerah dan nasional.

Dari sekian banyak sastra lisan Melayu Serdang, satu diantaranya adalah cerita rakyat Tuah Burung Merbuk, ( selanjutnya akan disingkat menjadi TBM ). TBM adalah cerita rakyat Melayu Serdang yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat Melayu Serdang dan merupakan cerminan dari masyarakat Melayu Serdang.

(14)
(15)

burung goreng tersebut, mereka pun menjawab burung gorengnya sudah mereka makan, karena oarang tuannya sangat memebutuhkan uang untuk memenuhi kehidupan dengan menjual burung goreng tersebut merekapun disuruh pergi dari rumah dan berjuang diluar untuk bertahan hidup. Setelah dewasa si Ahmad menjadi seorang raja dan Muhammad menjadi seorang mentri.

Ditinjau dari kemasyarakatan, penelitian ini juga mempunyai arti penting. Ia dapat digunakan sebagai bahan pengajaran untuk mengetahui budaya-budaya yang ada di Indonesia. Secara tidak langsung penelitian ini juga memberi sumbangan bahan pembinaan kepribadian bangsa, terutama sastra lisan yang memuat unsur pendidikan budi pekerti luhur.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk lebih memfokuskan pembahasan maka diperlukan perumusan masalah yang tepat agar pembahasan terhadap cerita rakyat TBM tidak meluas dan tidak mencapai sasaran yang dikehendaki.

(16)

1.3.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah maka kajian sosiologis dalam cerita rakyat TBM secara khusus bertujuan untuk:

1. Mengetahui struktur intrinsik pada cerita rakyat TBM masyarakat Melayu serdang.

2. Mengetahui aspek sosiologis dalam cerita rakyat TBM.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. Menambah khasanah kajian sastra masyarakat Melayu Serdang khususnya cerita TBM.

b. Sebagai sumber bacaan bagi peneliti sastra agar cerita rakyat terus menerus digali dan dikembangkan.

c. Mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai atau tinjauan yang terkandung dalam karya sastra Melayu.

d. Memelihara karya sastra lisan agar terhindar dari kemusnahan dan dapat diwariskan pada generasi yang akan datang.

(17)

1.5 Orisinilitas Penelitian

Penelitian terhadap cerita rakyat berupa intertalisasi TBM ini telah dilakukan oleh Eddy Setia dan kawan-kawan, pada tahun 1990, dengan judul Fungsi dan Kedudukan Sastra Lisan Melayu Serdang. Namun kajian yang

dilakukan oleh Eddy Setia dkk., hanya menyangkut fungsi dan kedudukan cerita saja tanpa menganalisis cerita rakyat TBM, baik dengan pendekatan sastra maupun dengan pendekatan sosiologi sastra,

Oleh karena itu, penulis beranggapan bahwa kajian yang penulis kerjakan terhadap cerita rakyat TBM merupakan karya ilmiah yang masih asli (orisinil) dan belum pernah dikaji oleh peneliti manapun. Adapun kajian yang penulis fokuskan adalah tinjauan sosiologis yang terkandung di dalam TBM.

1.6 Objek Penelitian

Naskah yang menjadi objek penelitian penulis adalah kumpulan cerita yang diteliti oleh Eddy Setia dan kawan-kawan pada tahun 1990 dengan data sebagai berikut :

Judul : Hikayat Tuah Burung Merbuk Judul buku Asli : Tuah Burung Merbuk

Bentuk karya sastra : Cerita Prosa Rakyat Prasilitator : Rosmawati R.

(18)

Penerbit : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI Tahun terbit : 1990

1.7 Landasan Teori

Untuk membahas tentang struktur dalam teori struktural dan nilai nilai sosiologis yang terkandung di dalam cerita rakyat TBM digunakan dua teori pendekatan yaitu teori struktural dan teori sosiologi sastra. Kedua teori pendekatan tersebut digunakan untuk mengetahui sekaligus mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik dan intrinsik yang terdapat di dalam hikayat tersebut. Berikut akan dipaparkan kedua teori pendekatan tersebut

1.7.1 Teori Struktural

Untuk mengetahui struktur dalam sebuah karya sastra, haruslah dilakukan analisis unsur instrinsik karya sastra tersebut. Dalam unsur intrinsik digunakan empat struktur karya sastra prosa fiksi yang harus dianalisis yaitu: alur (plot), penokohan/perwatakan, latar,dan tema (Tinambunan. et.al., 1996:7-14).

(19)

unsur dan hubungan antarunsur merupakan hal yang penting dalam pendekatan ini.

Sebuah karya sastra, fiksi, atau puisi, menurut kaum strukturalisme dalam sebuah totaiitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur (pembangun)-nya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams dalam Nurgiyanto, 2001 : 46).

Di pihak lain, struktur karya sastra juga menyaran pada pengertian hubungan antarunsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh. Secara sendiri, terisolasi dari keseluruhannya, bahan, unsur, atau bagian-bagian tersebut tidak penting, bahkan tidak ada artinya. Tiap bagian akan menjadi berarti dan penting setelah ada dalam hubungannya dengan bagian-bagian yang lain, serta bagaimana sumbangannya terhadap keseluruhan wacana.

(20)

pendekatan yang lain, seperti pendekatan mimetik, ekspresif, dan pragrnatik (Abrams dalam Teeuw, 1989 : 189).

Namun di pihak lain, strukturalisme, menurut Hawkes (dalam Nurgiyantoro, 2004 ; 47), pada dasarnya juga dapat dipandang sebagai cara berpikir tentang dunia yang lebih merupakan susunan hubungan dari pada susunan benda. Dengan demikian, kodrat setiap unsur dalam bagian sistem struktur itu baru mempunyai makna setelah berada dalam hubungannya dengan unsur-unsur yang lain yang terkandung di dalamnya. Kedua pengertian tersebut tidak perlu dipertentangkan namun justru dapat dimanfaatkan secara saling melengkapi.

(21)

Dengan demikian pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama rnenghasilkan sebuah keseluruhan .Analisis struktual tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya sastra,misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar, atau yang lain. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin di capai. hal itu perlu dilakukan mengingat bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks dan unik, di samping setiap karya mempunyai ciri kekompleksan dan keunikan sendiri. Hal inilah antara lain yang membedakan antara karya yang satu dengan karya yang lain. Namun, tak jarang analisis fragmentaris yang terpisah-pisah. Analisis yang demikian inilah yang dapat dituduh sebagai mencincang karya sastra sehingga justru menjadi tidak bermakna.

(22)

teks, baik dalam satu periode (misalnya untuk karya-karya sastra Melayu zaman Hindu) maupun dalam periode-periode yang berbeda (misalnya antara karya-karya Melayu zaman Hindu dengan sastra Melayu zaman Islam).

Melepaskan karya sastra dari latar belakang sosial budaya dan kesejarahannya, akan menyebabkan karya itu menjadi kurang bermakna, atau paling tidak maknanya menjadi sangat terbatas, atau bahkan makna menjadi sulit ditafsirkan. Hal itu berarti karya sastra menjadi kurang berarti dan bermanfaat bagi kehidupan. Oleh karena itu, analisis struktural sebaiknya dilengkapi dengan analisis yang lain, yang dalam hal ini dikaitkan dengan keadaan sosial budaya secara luas.

1.7.2 Sosiologi Sastra

(23)

untuk mengungkapkan kandungan karya sastra dibutuhkan kepekaan yang luar biasa. Sebagai sesuatu yang perlu dimanfaatkan, karya sastra mengandung nilai berharga yang dapat dipergunakan untuk kesejahteraan manusia.

Banyak kenyataan sosial yang dihadapi manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Kenyataan sosial itu dapat berupa tantangan .untuk mempertahankan hidup, kebahagiaan dalam situasi keberhasilan, frustasi dalam situasi kegagalan, kesedihan dalam suasana kemalangan, dan lain sebagainya. Kenyataan sosial tersebut muncul sebagai akibat hubungan antar manusia, hubungan antara masyarakat dan hubungan antar peristiwa dalam batin seseorang.

Situasi yang dialami manusia demi mengembangkan kemasyarakatan situasi yang dialami manusia demi mengembangkan kemasyarakatan atau kesejahteraan manusia itu sendiri sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan demikian, pengarang merupakan ahli strategi.

(24)

Pengarang akan waspada terhadap ancaman atau bahaya yang sewaktu -waktu dapat menghadang.

Dari uraian di atas dapat dilihat tiga aspek yang saling berhubungan yaitu hubungan antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Hubungan itu bersifat sosial dan tertuang dalam suatu karya sastra sebagai sarana penghubung antar sastrawan dan masyarakat pembaca. Dengan demikian, pembicaraan ini bersifat sosiologis yang disebut sosiologi sastra.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa sosiologi sastra adalah studi sosiologi terhadap karya sastra yang membicarakan hubungan dan pengaruh timbal balik antara sastrawan, sastra, dan masyarakat, dengan menitik beratkan pada realitas dan gejala nilai-nilai sosiologis yang ada diantara ketiganya. Dengan batasan seperti itu tampaklah kecenderungan ke arah relasi antara kenyataan yang hidup dalam masyarakat yang dirujuk karya sastra tersebut serta sikap budaya dan kreativitas pengarang sebagai seorang anggota masyarakat.

Pencerminan suatu masyarakat yang dimaksud seperti yang diungkapkan Semi (1984:55) bahwa,

(25)

dalam karya sastranya, maka gambaran itu hanyalah karena telah menjadi persoalan pribadinya sendiri.

Dengan demikian, jelaslah bahwa sosiologi dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan sastra, sebab antar sosiologi dan sastra saling menguntungkan. Hanya perlu disadari bahwa karya sastra bukanlah merupakan cermin yang mendahului pikiran masyarakat zamannya. melajnkan karya sastra hanyalah cerminan masyarakat zamannya.

Hal ini membuktikan bahwa kehadiran sastra mempunyai peranan penting dalam membentuk struktur masyarakat. Pengarang dan karyanya merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka membicarakan sebuah karya sastra. Disatu sisi, pengarang adalah anggota dari kelompok masyarakat yang hidup ditengah-tengah kelompok masyarakat tersebut.

Soemarjo (1995:15) juga menekankan, bahwa kehadiran karya sastra merupakan salah satu wujud pelestarian dari keadaan sosio-kultur suatu masyarakat dimana ia tercipta. Lebih jauh lagi Yakob Soernarjo mengatakan bahwa, "karya sastra menampilkan wajah kultur zamannya, tetapi lebih dari sifat-sifat sastra juga ditentukan oleh masyarakatnya".

Pendapat Sumadjo di atas didukung pula oleh Semi (1989:54) yang mengataKan bahwa,

(26)

di dalamnya faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi si pengarang sebagai perseorangan disamping mempengaruhi isi karya sastranya.

b. sastra sebagai cermin masyarakat yang telaah adalah sampai sejauh mana sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat.

c. sosial sastra dalam hal ini ditefaah sampai berapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial dan sampai berapa jauh nilai sastra dipengaruhi oleh nilai sosial dan sampai berapa jauh pula sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus sebagai pendidikan bagi masyarakat pembaca.

(27)

pengamatan pengarang, masyarakat pembacanya memperoleh hal yang bermakna dalam hidupnya.

Pengarang sendiri mendapat sumber dalam aspek yang membangun keutuhan sebuah cerita adalah menyangkut perwatakan tokoh-tokohnya. Tokoh yang berfikiran primitif tidak mungkin akan bertindak sebagai manusia modern yang serba luwes.

Ciri-ciri perwatakan sesorang tokoh selalu berkaitan dengan pengarang Iingkungan dimana dia hidup. Demikian juga menyangkut tipe orang atau tokohnya. Biasanya dalam setiap cerita selalu terdapat beberapa tokoh, dalam hal inilah pengetahuan sosiologi berperan mengungkapkan isi sebuah karya sastra.

Warren dalam (Damono, 1996:84) mengklasifikasikan sosiologi sastra menjadi: pertama, sosiologi pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut pengarang sebayai penghasil sastra. Kedua, sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra sastra itu sendeiri; yang menjadi pokok penelaahan adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Ketiga, sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra.

(28)

pengarang yaitu menyangkut posisi sosial masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca termasuk di dalamnya faktor sosial yang mempenga-ruhi pengarang sebagai perseorangan di samping mempengamempenga-ruhi isi karya sastranya, kedua, sastra sebagai cermin masyarakat yaitu sampai sejauh mana sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat. Ketiga, fungsi sosial sastra yaitu sampai berapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial, dan sampai seberapa jauh nilai sastra dipengaruhi oleh nilai sosial, sastra sampai berapa jauh pula sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus sebagai pendidikan bagi masyarakat pembaca.

1.8.Metode Penelitian 1.8.1.Jenis Penelitian

Metode atau jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dan bersifat deskriptif, yang oleh Nawawi ( 1990 :63 ) diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek/subjek penelitian ( seseorang lembaga, masyarakat, dan lain-lain ) pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaiman adanya.

(29)

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kepustakaan (library research). Yang tujuannya untuk menambah bahan-bahan atau buku-buku yang berhubungan dengan masalah penelitian.

1.8.2.Metode pengumpulan data

Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan maka digunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :

a. Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari buku-buku, jurnal penelitian, dan bahan-bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan topic penelitian.

b. Studi teks, yaitu pengumpulan data melalui naskah yang diteliti setelah terlebih dahulu membaca kemudian menafsirkan nilai-nilai moral yang terkandung dalam naskah.

1.8.3.Metode Analisis Data

(30)
(31)

BAB II

ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT TUAH BURUNG MERBUK

2.1. ANALISIS STRUKTUR CERITA

Analisis struktur yang dilakukan terhadap cerita rakyat TBM ini merupakan langkah awal untuk memahami unsur-unsur ekstrinsik, khususnya nilai psikologi dari hikayat tersebut.

Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Teeuw (1989) bahwa kajian struktural dimaksudkan untuk membongkar, mengkaji, dan menganalisis unsur pembentuk dalam instrinsik dari sebuah karya sastra, yang berguna untuk pengkajian selanjutnya dari karya sastra tersebut.

Sebelum penulis mulai menganalisis struktur cerita rakyat Tuah Burung Merbuk, ada baiknya penulis menyajikan ringkasan cerita Tuah Burung Merbuk guna mempermudah pembaca sekalian untuk memahami analisis yang penulis lakukan nantinya.

2.2. Ringkasan Cerita

(32)
(33)

memakannya beberapa saat kemudian orangtuanya bertanya kepada mereka, dimana burung goreng tersebut, mereka pun menjawab burung gorengnya sudah mereka makan, karena oarang tuannya sangat memebutuhkan uang untuk memenuhi kehidupan dengan menjual burung goreng tersebut merekapun disuruh pergi dari rumah dan berjuang diluar untuk bertahan hidup. Setelah dewasa si Ahmad menjadi seorang raja dan Muhammad menjadi seorang mentri.

2.3. Tema

Masalah hidup dan kehidupan yang dihadapi dan dialami manusia amat luas dan kompleks, seluas dan sekompleks permasalahan kehidupan yang ada (Nurgiyantoro, 2001:71). Walau permasalahan yang dihadapi manusia tidak sama, ada masalah-masalah kehidupan tertentu yang bersifat universal. Artinya, hal itu akan dialami oleh setiap orang di manapun dan kapan pun walau dengan tingkat intensitas yang tidak sama.

(34)

dan menghayati makna (pengalaman) kebidupan tersebut dengan cara memandang permasalahan jtu sebagaimana ia memandangnya.

Tema dalam sebuah karya sastra merupakan salah satu dan sejumlah unsur pembangun cerita ygng lain, yang secara bersama membentuk sebuah kernenyeluruhan. Bahkan sebenarnya, eksistensi terna itu sendin sangat bergantung dari berbagai unsur yang lain. Hal itu disebabkan tema, yang notabene "hanya" berupa makna atau gagasan dasar umum suatu cerita,

tidak mugkin hadir tanpa unsur bentuk yang rnenampungnya. Dengan demikian, sebuah tema baru akan menjadi makna cerita jika ada dalam keterkaitannya dengan unsur-unsur cerita yang lain, khususnya yang oleh Nurgiyantor dikelompokkan sebagai fakta cerita (alur, latar, dan tokoh) yang mendukung dan menyampaikan tema tersebut.

Tema dapat digolongkan ke dalam beberapa tingkatan yang berbeda, tergantung dari segi mana hal itu dilakukan. Shipley daiam Nurgiyantoro (2001:80-82) membedakan tema dalam lima tingkatan. Pembagian Shipley ini berdasarkan tingkatan pengalaman jiwa, yang tersusun dari tingkatan paling sederhana sampai tingkat yang paling tinggi yang hanya dapat dicapai oleh manusia. Kelima tingkatan tema yang dimaksud adalah sebagai berikut:

(35)

cerita yang bersangkutan. Unsur latar dalam karya sastra dengan penonjolan tema tingkat ini mendapat penekanan.

b. Tema tingkat organik, manusia sebagai protoplasma, man as protoplasm. Tema karya sastra tingkat ini lebih banyak menyangkut

dan atau mempersoalkan masalah seksualitas. Berbagai persoalan kehidupan seksual manusia mendapat penekanan, khususnya kehidupan seksual yang menyimpang.

c. Tema tingkat sosial, manusia sebagai makhluk sosial, man as sodus. Kehidupan bermasyarakat, yang merupakan tempat

aksi-interaksinya manusia dengan sesama dan dengan lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konflik, dan iain-lain yang menjadi objek pencarian tema. Masalah-masalah sosial itu antara lain berupa masalah ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda, hubungan atasan-bawahan, dan berbagai masalah dan hubungan sosial lainnya yang biasanya muncul dalam karya yang berisi kritik sosial. d. Tema tingkat egoik, manusia sebagai individu, man as

individualism. Di samping sebagai makhluk sosial, manusia

(36)

banyak permasalahan dan konflik, misalnya yang berwujud reaksi manusia terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapinya. e. Tema tingkat divine, manusia sebagai makhluk tingkat tinggi, yang

belum tentu setiap manusia mengalami dan atau mencapainya. Masalah yang menonjol dalam tema tingkat ini adalah masalah hubungan manusia dengan Sang Pencipta, masalah religiusitas, atau berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi, dan keyakinan.

Adapun kegiatan untuk menafsirkan tema sebuah karya sastra memang bukan pekerjaan yang mudah. Karena tema tersembunyi di balik cerita , penafsiran terhadapnya haruslah dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada secara keseluruhan membangun cerita itu. Menurut Mochtar Lubis ( 1989 : 25 ) untuk mengetahui tema sebuah karya sastra maka dapat dilihat dari tiga hal yang berkaitan, yaitu : (a) melihat persoalan yang paling menonjol; (b) menghitung waktu penceritaan; (c) melihat konflik paling banyak hadir.

(37)

Untuk menentukan tema dalam cerita TBM ini maka penulis mengunakan pendapat mochtar Lubis yang menentukan tema sebuah karya sastra berdsarkan tiga hal , yaitu :

a. Persoalan yang paling menonjol dalam cerita rakyat TBM adalah kesabaran dan kesetiaan.

b. Dari awal cerita sampai akhir cerita dalam cerita rakyat TBM menceritakan tentang ketulusan hati seorang kakak dan adik.

c. Konflik yang paling banyak hadir dalam cerita rakyat TBM adalah Tentang keegoisan sang Pawang Burung Merbuk.

Berdasarkan ketiga hal di atas maka dapat di tarik kesimpulan bahwa tema dalam cerita rakyat TBM adalah tentang perjuangan hidup kakak dan adik yang diusir oleh orang tuanya dan berkelana di hutan demi kelangsungan hidup.

2.4. Alur

(38)

dikisahkan secara linear, akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan alur dapat berarti kejelasan cerita, kesederhanaan alur berarti kemudahan cerita untuk dimengerti. Sebaliknya, alur sebuah karya sastra yang kompleks, ruwet, dan sulit dikenali hubungan kualitas antar peristiwanya, menyebabkan cerita menjadi lebih sulit dipahami.

Alur sebuah cerita bagaimanapun tentulah mengandung unsur urutan waktu, baik ia dikemukakan secara eksplisit maupun implisit. Oleh karena itu, dalam sebuah cerita, tentulah ada awal kejadian, kejadian-kejadian berikutnya, dan barangkali ada pula akhirnya (Nurgiyantoro, 2001:141). Namun, plot sebuah hikayat sering tidak menyajikan urutan perisitiwa secara kronologis dan runtut, melainkan penyajian yang dapat dimulai dan diakhiri dengan kejadian yang mana pun juga tanpa adanya keharusan untuk memulai dan mengakhiri dengan kejadian awal dan kejadian terakhir. Dengan demikian, tahap awal cerita tidak harus berada di awal cerita atau djbagian awal teks, melainkan dapat terletak di bagian mana pun.

(39)

Pembaca tangsung berhadapan dengan konflik, yang tentu saja, ingin segera mengetahui sebab-sebab kejadian dan bagaimana kelanjutannya.

Pada dasarnya, alur sebuah cerita haruslah bersifat padu. Antara perisitiwa yang satu dengan yang lain, antara perisitwa yang diceritakan lebih dahuiu dnegan yang kemudian, ada hubungan, ada sifat saling keterkaitan. Kaitan antar peristiwa tersebut hendaklah jelas, logis, dapat dikenali hubungan kewaktuannya lepas dari tempatnya daiam teks cerita yang mungkin di awal, tengah atau akhir. Alur yang memiliki sifat keutuhan dan kepaduan, tentu saja, akan menyuguhkan cerita yang bersifat utuh dan padu pula.

Untuk memperoleh keutuhan sebuah aiur cerita, Tasrif dalam Muchtar Lubis (1989:10) mengemukakan bahwa sebuah alur haruslah terdiri dari lima tahapan. Kelima tahap tersebut penting untuk dikenali, terutama jika kita bermaksud menelaah alur karya sastra yang bersangkutan. Kelima tahapan itu adalah sebagai berikut:

(1) Tahap Situation (tahap penyituasian), tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian inforrnasi awal, dan lain-lain yang, terutama, berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.

(40)

terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi, tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Tahap pertama dan kedua pada pembagian ini, tampaknya, berkesesuaian dengan tahap awal pada penahapan. (3) Tahap Rising Action (tahap peningkatan konflik), konflik yang

telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkernbang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa drarnatik yang menjadi inti cerita bersifat semakin mencekam dan menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari.

. (4) Tahap climax (tahap klimaks), konffik dan atau pertentangan-pertentarigan yang terjadi, yang dilakui dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperart sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Sebuah cerita yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks, atau paling tidak dapat ditafsirkan demikian.

(41)

Setelah penulis membaca, menghayati, dan memahami centra rakyat TBM maka dapat digambarkan alur yang terdapat dalam cerita tersebut adalah plot lurus atau progresif. Artinya bahwa dalam cerita rakyat TBM pelukisan alur cerita diawali dengan awal situasi sampai dengan akhir situasi.

Adapun pentahapan alur dalam cerita rakyat TBM adalah sebagai berikut :

1) Tahap Situation, tahap awal dalam cerita rakyat TBM dimulai pada tahapan si pengarang mulai melukiskan kehidupan sebuaah keluarga yang hidup di sumatera timur yang masih hutan belukar dengan 2 orang anak laki-laki. Penduduknya jarang dan tempat tinggal mereka berpencar-pencar, anak pertama mereka bernama Ahmad dan anak kedua bernama Muhammad. Ahmad dan Muhammad memiliki burung Merbuk yang bertuah dan bisa berbicara, pada dahulu kala manusia bisa berbicara dengan binatang.

. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan cerita sebagai berikut.

(42)

Mereka adalah anak-anak yang baik prilakunya dan ramah kepada tetangga penyayang binatang sehingga satu kampung menyukai keberadaan mereka. Sudah menjadi kebiasaan buat kedua saudara ini , pagi membantu ibu dan ayah di sawah dan sorenya pergi mengaji. Begitulah pekerjaan si ahmad dan muhammad setiap hari.

Pada suatu sore ketika mereka pulang dari mengaji mereka menemukan burung merbuk yang tidak jauh dari mereka oleh karena itu mereka punya niatan untuk menangkapnya dan dalam sekejap mereka berhasil menangkapnya , karena sangkin gembiranya , ahmad ddan muhammad berlari menuju rumah dan langsung menemui ayah mereka dan di buatkan sangkar unutk burung mereka .

2) Tahap Generating Circumstances, yaitu tahap dimana peristiwa mulai bergerak memunculkan konflik. Peristiwa-peristiwa yang termasuk dalam tahapan ini adalah dimulai saat seorang pawang burung merbuk datang kerumah mereka untuk bermaksud membeli burung merbuk kesayangan Ahmad dan Muhammad tetapi mereka tidak mau , lalu suatu saat orang tua mereka merencanakan sesuatu untuk burung merbuk mereka, sang pawang sudah tahu bahwa burung merbuk mereka punya tersebut bertuah. Ini dikuatkan dari kutipan cerita sebagai berikut:

(43)

petang. Karen kerjanya memikat burung maka orang-orang kampong menyebutknnya uwak pawang burung

Pada suatu hari sepulang dari memikat burung wak pawang burung snagat lelah, sehabis sembahyang isya ia pun tertidur dengan nyenyaknya , didalam mimpinya ia berjumpa dengan orang tua berpakaian putih, orang tua itu berkata kepada uak pawng burung, dikampung ini ada seekor burung merbuk yang amat bertuah , wak pawang bertanya , “klo boleh saya tahu apakah tuah burung tersebut dan sapa yang empunya?”. “Adapun tuahnya burung itu bagi sapa yang dapat memakan kepalanyan maka dia akan menjadi seorang raja dan bagi sapa yang dapat memakan hatinya maka dia akan menjadi soerang mentri, yang punya burung tersebut adalah si ahmad dan Muhammad ia tinggal tidak jauh dari sini dan besok sebelum matahari terbit jalanlah kau kearah sana setelah uak berkata seperti itu diapun hilang dan uwak pawang burungpun terbangun dari tidurnya.

(44)

pawang tersebut untuk balik lagi 3 hari kemudian, untuk menjual burung tersebut.

3) Tahap Rising Action (tahap peningkatan konflik), pada tahap ini cerita mulai bergerak ke arah konflik cerita. Adapun peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam tahapan pada cerita rakyat TBM adalah ketika si Ahmad dan Muhammad disuruhi bunya membantu ayah mreka diladang tanpa membawa burung merbuk mereka, sepeninggal si ahmad dan si Muhammad , ibu ahmad berfikir menyusun rencana yang akan dilakukan terhadap burung merbuk kepunyaan si ahmad dan Muhammad . burung kepunyaan anaknya tersebut segera ditangkap, dalam hati iya berkata,” kalau burung ini kujual sesudah ku masak pasti harganya semngkin tinggi”, tidak berapa lama ia pun menyembelih burung kesayangan anaknya, terus di panggangnya, setelah itu ibu ahmad melakukan pekerjaan rumahnya, tidak berapa lama anak-anaknya pulang dari ladang dan menanyakan burung merbuk kesayangan mereka.

Dengan wajah sedih ibunya bersandiwara bahwasannya burung mereka digigit kucing lalu karena saying mati begitu aja lalu digoreng oleh ibu mereka.

(45)

merbuk kesayangan mereka dan mereka memakannya , si ahmad memakan kepalanya dan si Muhammad memakan hatinya, lalu kemudian orang tua meraka marah karena burung tersebut hendak dijual kepada uwak pawang burung merbuk itu.

Ayah si ahmad marah besar dan mengusir mereka keluar dari rumah Karena mereka memakan burung tersebut, tiba pada malam hari mereka pun keluar dari rumah dan pergi jauh.

Peristiwa tersebut dapat dijumpai dalam kutipan cerita TBM sebagai berikut :

Ibu ahmad menceritakan apa yang telah terjadi . mendengar cerita istrinya. Timbul pula marah pak ahmad. Keudian pak ahmad memanggil kedua putranya, dengan mareh yang meluap-luap tnpa usul periksa lagi, langsung pak ahmad mengusir kedua anaknya itu. Si ahmad dan muhammad langsung menangis dan bersujud di kaki ayahnya memohon ampun namun, pak ahmad tetap pada keputusannya , mengusir mereka dari rumah. Karen ayah nya tidak dapat mengampunin mereka , pada tengah malam mereka diam-diam pergi dari rumah. Mereka tidak membawa apa-apa selain pakaian.keduanya berjalan menurutkan langkah. Mereka berhenti ketika mereka merasa lelah.

(46)

mempertahankan hidup dihutan dengan banyak kejadian-kejadian yang aneh sampai akhirnya mereka berteduh disebuah pohon yang besar. Ahmad sebagai anak tertua menyuruh adikanya tidur diatas pohon sedangkan ahmad sendiri tidur dibawah pohon menjaga sang adik.

Keesok paginya Muhammad tidak menemukan abangnya lagi hingga suatu saat mereka dipertemukan lagi menjadi disebuah istana yang didalamnya si Ahmad menjadi sang raja dan si Muhammada menjadi mentri dan mereka hidup bahagia. Peristiwa tersebut dapat dijumpai dalam kutipan cerita TBM sebagai berikut :

”pada suatu hari menjelang senja , keduanya berhenti di sebuah pohon kayu yang rimbun. Mereka sangat lelah, haus dan lapar. Berkata si ahmad kepada adiknya , muhammada, ”malam ini kita bemalam disini aja. Besok kita lanjutin lagi perjalanan, karena disini banyak jejak binatang buas, ada baiknya kau tidur diatas pohon, ikatkan badan mu pada pohon itum agar tidak terjatuh”. Kata ahmad kepada adiknya ” aku biarlah tidur dibawah ini sambil berjaga-jaga.” Si muhammad tidak membantah, ia pun terus memanjat pohon itu.

(47)

berharap agar dipukul tabu larangan. Himpunlah rakyat sekalian, beta ingin menyampaikan sesuatu kepada mereka,” sabda baginda raja.

Tanpa usul periksa lagi, perdan mentri memukul tabu larangan. Tiada berapa lama, maka berdatanganlah rakyat negeri itu ke istana, raja melihat rakyatnya telah berkumpul, raja pun berkata,” wahai rakyat beta sekalian , beta sudah tua danselalu sakit-sakitan, beta tidak mempunyai anak laki-laki yang dapat mengantikan beta.

Pada hari itu beta bermaksud melepas seekor gajah putih untuk mencari panganti beta. Beta minta agar perdana mentri dan dua orang pembantu pergi mengikutin gajah putih. Siapa saja yang disembah oleh gajah putih nanti , maka orang itulah yang akan mengantikan beta menjadi raja di negeri ini.

Pada tengah malam sampailah gajah putih ditengah-tengah hutan begitu sampai dibawah sebatang pohon gajah putih itu merebahkan diri dan bersujud. Perdana menteri berlari mendekatin gajah itu. Terlihat oleh datuk perdana menteri seorang pemuda tertidur dibawah pohon besar tadi. Tak ayal lagi, terus diangkat pemuda yang tidur tadi dinaikan ke atas gajah dan pemuda itu masih tertidur lelap.

(48)

Kembali kekisah si muhammad karena dia tidak tahu bahwa abangnya dibawa orang kerajaan untuk dijadikan raja setelah seekor gajah putih bersujud dibawah abangnya dan dibawa pergi si muhammad kehilangan abangnya , ia kembali memanggil abangnya tetapi tiada mendapat sahutan , si muhammad turun kebawah dilihatnya banyak jejak binatang dan dia berfikiran abangnya dimakan binatang buas, karena dukanya ia pun berjalan menurut kaki tanpa tujuan , ia pun berhenti di bawah sebatang pohon sambil memakan tumbuh-tumbuhan.dilihatnya burung rajawali berebutan ranting kayu, keduanya saling cakar-cakaran akhirnya rantingnya jatuh kebawah dekat si muhammad.

Setelah ranting jatuh salah seekor diantara mereka berkata ,”nah, sekarang ranting itu telah jatuh . jatuhnya dekat seorang manusia pula itu” raja wali yang satu lagi berkata,”sebenarnya apa guna ranting itu bagimu. Dijawab oleh rajawali yang penasaran itu,” itulah , mana engkau tahu bahwa ranting itu tidak sama dengan ranting-ranting lain, ranting yang satu itu bertuah, ranting keramat. Ia dapat memberikan kita apa saja.

(49)

pun terkenang kepada abangnya dan ia pun menjampi lagi ranting kayu tersebut untuk bertemu dengan abangnya dengan ijin ALLAH maka ia pun tiba disebuah halaman istana yang besar.

Putri bungsu raja sedang bernain-main di taman larangan itu dan menemukan si muhammad dan muhammad langsung ditahan oleh orang kerjaan,disaat persidangan ia melihat abangnya bersama sang raja dan muhammad memanggil abangnya lalu ia pun menceritakan semua kejadian yang dialami oleh merka berdua hingga terpisahkan, setelah ahmad yakin bahwa pemuda yang dihadapannya itu adalah adiknya , maka ia pun turun dari tempat duduknya dan terus datang ke hadapan si muhammad seraya memeluknya. Dan mulai saat itu ahmad dan muhammad menjadi raja dan menteri dan mereka menikahi anak raja hingga mereka hidup bahagia.

2.5. Latar

(50)

kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang latar. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan, dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab. Pembaca seolah-olah merasa menemukan dalam cerita itu sesuatu yang sebenarnya menjadi bagian dirinya. Hal ini akan terjadi jika latar mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal, lengkap dengar, perwatakannya ke dalam cerita.

Menurut Nurgiyantoro (2001:227) unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mernpengaruhi satu dengan yang iainnya. Ketiga unsur latar tersebut secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:

(1) Latar tempat, latar ini menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan daiam sebuah karya sastra. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Tempat-tempat yang bernama a'dalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata, misainya pantai, hutan, desa, kota, kamar, ruangan, dan lain-lain.

(51)

Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan untuk mencoba masuk ke dalam suasana cerita. Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita berdasarkan acuan waktu yang diketahuinya yang berasal dart luar cerita yang bersangkutan. Adanya persamaan perkembangan dan atau kesejalanan waktu tersebut juga dimanfaatkan untuk mengesani pembaca seolah-olah cerita itu sebagai sungguh-sungguh ada dan terjadi,

(3) Latar sosial, latar ini menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya sastra. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikiran bersikap, dan lain-lain.

2.6. Watak dan Perwatakan

(52)

istilah yang pengertiannya menyaran pada tokoh cerita, dan pada,"teknik" pengembangannya dalam sebuah cerita.

Istilah "tokoh" menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab terhadap pertanyaan: "Siapakah tokoh utama cerita rakyat itu?", atau "Ada berapa prang juinlah pelaku dalam cerita rakyat itu?", atau "Siapakah tokoh protagonis dan antagonis dalam cerita itu?", dan sebagainya. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk para sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kuatitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi, karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, menunjuk pada penempatan tokoh-tckoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Atau seperti dikatakan oleh Jones dalam (Nurgiyantoro, 1999:165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jeias tentang seorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

(53)

langsung mengisyaratkan kepada kita perwatakan yang dimilikinya. Hal itu terjadi terutama pada tokoh-tokoh cerita yang telah menjadi milik masyarakat, seperti Sampuraga dengan sifat-sifatjahatnya, dan lain-lain.

Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya sastra dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus, misalnya sebagai tokoh utama-protagonis-berkembang-tipikal. Adapun jenis-jenis tokoh cerita tersebut adalah:

a. Tokoh utama dan tokoh tambahan

Membaca sebuah karya sastra, kita akan dihadapkan pada sejumlah tokoh yang dihadirkan dj dalamnya, Namun, dalam kajtannya dengan keseluruhan cerita, peranan masing-masing tokoh tersebut tidak sama.

(54)

character, main character), sedang yang kedua adalah tokoh tambahan

(peripheral character).

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya daiam sebuah cerita yang bersangkutan. la merupakan tokoh yang paling banyak dicerita, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada cerita rakyat tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap hataman buku cerita yang bersangkutan.

b. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

Jika dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam pengembangan plot dapat dibedakan acia.nya tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis

(55)

yang dihadapinya seolah-olah juga sebagai permasalahan kita, demikian pula halnya dalam menyikapinya. Demikian pula sebaliknya, tokoh antagonis, adalah tokoh yang menampilkan sesuatu yang tidak sesuai dengan pandangan kita, tidak sesuai dengan norma-norma, dan nilai-nilai yang tidak ideal bagi kita.

c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat

Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh sedehana (simple atau flat character) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat (complex atau round character).

Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tidak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, la tidak memijiki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu.

(56)

dan sulit diduga. Oleh karena itu, perwatakannya pun pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat.

1. watak atau tokoh cerita

Tokoh utama dalam cerita TBM ini adalah Ahmad dan Muhammmad yang mempunyai burung merbuk yang bertuah. Sedangkan tokoh tambahan dalam cerita rakyat TBM adalah uwak pawang burung merbuk dan seorang raja yang mencari pengentinya dan jodoh bagi anak-anaknya.

2. perwatakan dan penokohan

Tokoh cerita dan perwatakannya dalam TBM adalah:

• Ahmad memiliki perwatakan yang tegas,bertanggung jawab, arif,

pemberani serta sangat menyayangi keluarga

• Muhammad memiliki perwatakan yang patuh kepada orang tua dan

abangnya , rajin dan ramah kepada siapa saja.

• Raja yang sudah tua memiliki watak yang arif dan bijaksana.

(57)

BAB III

TINJAUAN SOSIOLOGIS TERHADAP CERITA RAKYAT TUAH BURUNG MERBUK PADA MASYARAKAT MELAYU SERDANG

3.1. Patuh Kepada Nasihat

Patuh adalah sifat seseorang yang tidak mau menyangkal atau membantah tentang apa yang dikatakan atau diinginkan orang lain. Patuh juga dapat diartikan bertekad baik, tidak sembrono kepada orang lain.

Untuk lebih jelas mengenai pengertian patuh kepada nasihat, penulis menurunkan pendapat Poerwadarminta yang memaparkan bahwa "Patuh adalah suka menurut (perintah dan sebagainya); taat (kepada perintah, aturan dan sebagainya); berdisiplin.". Adapun "Nasihat adalah ajaran atau pelajaran baik, anjuran, petunjuk, peringatan, teguran yang baik, ibarat yang terkandung dalam suatu cerita dan sebagainya."

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sifat patuh kepada nasihat adalah seseorang yang mematuhi ajaran atau teguran yang baik kepada orang lain yang ada didalam suatu cerita.

(58)

anut yaitu Islam. Dalam Islam sikap patuh kepada orang tua atau orang yang lebih tua bersifat wajib. Hal ini sesuai dengan pendapat Husny (1975:105) bahwa masyarakat Melayu adalah masyarakat yang patuh kepada agama, orang. tua, dan adat istiadat Terutama kepada agama, patuh kepada ajaran agama adalah kewajiban yang memang harus ditunaikan tanpa harus ada pertanyaan atau pelanggaran. Bahkan adat sendiri pun harus tunduk dan patuh kepada ketentuan agama seperti pepatah yang mengatakan: adat bersendikan sarak, sarak bersendikan kitabullah. Artinya bahwa setiap

tindakan manusia Melayu harus bersandar kepada syariat Islam dan syariat (Islam itu sendiri harus bersandar kepada Kitabullah atau Al Quran. Sikap orang Melayu memang harus sesuai dengan petunjuk agama Islam karena bagi masyarakat Melayu secara umum ada anggapan bahwa Melayu itu identik dengan Islam, kalau tidak lelarn maka tidak disebut ora.ng Melayu walaupun ia berasal dari suku Melayu tetapi bila ia tidak Islam maka ia tidak dapat disebut sebagai orang Melayu.

(59)

rnelaksanakannya. Sebaliknya, apabila apa yang diminta, diperintahkan, dan dianjurkan itu benar adanya maka wajib kita mematuhinya.

3.2. Kemauan Keras

Keras berarti kokoh dan kuat, tidak mempunyai sifat mudah menyerah dan menyesal selalu ulet dan tekun.

Untuk lebih jelas mengenai pengertian kemauan keras, penulis mengutip pendapat Poerwadarminta yang mengatakan bahwa "Keras adalah padat, kuat dan tidak mudah berubah bentuknya atau tak mudah pecah." (1986:492). Adapun "Mau adalah sungguh-sungguh suka hendak berbuat sesuatu atau suka akan sesuatu, hendak, akan, kehendak, maksud” (1947:246)

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sifat kemauan keras adalah sifat manusia yang tidak mudah menyerah dan menyesal atas sesuatu kehendaknya.

(60)

yang keras maka manusia akan menjadi hampa, tidak bersemangat, dan tidak mempunyai tujuan hidup yang pasti.

Kemauan yang keras timbul karena adanya semangat dalam diri yang memicu jiwa agar dapat mencapai segala keinginan. Semangat pula yang menjadikan hidup manusia lebih bergairah dan berwarna. Gairah yang memancing keinginan manusia timbul dan berkembang sehingga menstimulan diri untuk bersaing dan hidup di tengah-tengah manusia lainnya.

Pada masyarakat Melayu umumnya, semangat merupakan hal yang sangat penting dan paling utama. Menurut Osman (1989:35) semangat mempunyai arti penting dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Melayu. la merupakan daya hidup yang mengendalikan keberadaan seseorang karena itu pula semangat dipuja dan dipuji oleh masyarakat Melayu. Lebih jauh Osman mengatakan bila semangat telah tidak ada dalam diri maka terpaksa seseorang itu dipanggilkan bomoh untuk memanggil semangatnya lagi agar ia dapat hidup dan berjuang dalam kehiciupannya sehari-hari.

(61)

bahwa orang melayu selalu mempunyai kemauan yang keras dalam hidupnya bila hendak sukses dalam hidupnya.

Lebih lanjut Husny mengatakan bahwa kemauan keras ini sesuai dengan perintah agama Islam karena Islam tidak suka dengan orang pemalas dan tidak punya cita-cita, seperti yang dikatakan dalam Al Quran bahwa Allah tidak mengubah nasib seseorang atau suatu kaum bila seseorang atau suatu kaum itu tidak mau mengubah dirinya sendiri. Hal ini didasarkan juga pada firman Allah yang menyatakan bahwa Islam tidak menganjurkan umrnatnya untuk miskin karena miskin selalu dekat dengan kekufuran atau kejahatan. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa masyarakat Melayu yang rnenyandarkan hidupnya dengan Al Quran senantiasa berusaha untuk maju dan memajukan dirinya dalam pertarungan hidup di dunia nyata dengan tetap berjalan di jalan yang diridlai oleh Allah SWT. Intinya adalah kemauan keras itu dapat saja, dibenarkan apabila diiringi dengan usaha yang halal tanpa merugikan orang lain karena kemauan yang keras untuk menggapai sesuatu itu dapat saja membuat orang lupa diri sehingga melakukan hal-hal yang merugikan orang lain.

(62)

Kutipan dari cerita yang menyiratkan agar kemauan kerasnya untuk tidak menjual burung kesayangannya hingga membawa mereka kepada satu kemakmuran itu adalah sebagai berikut:

”Seperti kalian lihat disini ada tamu kita . mungkin uwak ini telah bertanya kepada kalian berdua tentang burung merbuk itu. Walaupun begitu ada bnaiknya ayah jelaskan lagi, tadi ayah dan uwak ini sudah berincang-bincang , adapun maksud tujuan uwak ini datang adalah ingin membeli burung merbuk kalian , apakagh kalian mau menjualnya?”

Pertanyaan ayahnya dijawab keduanya ,” maafkan kami ayah. Kami tidak bermaksud menjual burung itu. Berapa pun akan dibayar oleh uwak pawang burung ini , tidak menarik hati kami karena burung ini kawan bermain kami, dan tak sampai hati kami berpisah dengannya”.

3.3. Bekerja Keras

Keras berarti kokoh dan kuat, tidak mempunyai sifat mudah menyerah dan menyesal selalu ulet dan tekun.

(63)

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sifat rajin bekerja/kerja keras adalah sifat manusia yang mengerjakannya dengan menerapkan disiplin yang baik.

Bekerja keras merupakan kodrat manusia untuk bisa memperbaiki taraf hidupnya karena dengan bekerja keras manusia dapat mewujudkan semua keinginan yang ada dalam dirinya. Sehubungan dengan itu, masyarakat Melayu merupakan tipe masyarakat yang bekerja keras walaupun pada saat kedatangan kolonial Belanda terdapat mitos bahwa masyarakat Melayu termasuk ke dalam tipe masyarakat pemalas, Alatas (1998:65) mengatakan bahwa masyarakat Melayu bukanlah masyarakat pemalas seperti yang disampaikan oleh kolonial Belanda. Masyarakat Melayu yang memiliki lahan tanah luas di Deli tidak mau bekerja sama dengan Belanda untuk mengembangkan perkebunan tembakau di tanah Deli. Bahkan mereka tidak mau bekerja pada pengusaha Belanda walaupun mereka diberi bayaran tinggi. Oleh karena itu, Beianda menyebut mereka sebagai masyarakat yang pemalas karena mereka tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Belanda.

(64)

Sehubungan dengan hal di atas maka tinjauan terhadap cerita rakyat TBM adalah rajin bekerja/kerja keras, tidak mudah menyerah. Nilai ini dapat diketahui dari sikap Ahmad dan Muhammad yang tidak mudah menyerah hidup didalam hutan tanpa orang tua dan mereka dituntut untuk mandiri dan berkerja keras untuk kelangsungan hidup mereka.

3.4. Sifat jahat

(65)

Sifat jahat amatlah tercela, baik di sisi Allah maupun dimata manusia dan akan membawa kerugian dan bahaya besar. Orang yang memiliki sifat sombong contohnya, pasti tidak memiliki rasa rendah hati. Orang yang jahat selalu berada dalam kedengkian dan dusta serta tidak mampu menahan hawa nafsunya, juga tidak mungkin memberikan nasihat baik kepada orang lain kesukaannya adalah menghina dan mencemoohkan, terlebih terhadap orang yang di anggap saingannya. Orang bersifat jahat akhirnya akan tersesat karna dia meniru jalan setan sifat jahat tercermin pada petikan cerita berikut:

Dalam perjalanan pulang kerumah, timbul bermacam-macam angan yang tinggi dipikiran uwak pawang burung merbuk. Dalam hati berkata,” alangkah bahagianya kalau aku dapat menjadi raja yang perkasa dan aku dapat menyunting seorang putri yang cantik jelita untuk kujadikan permaisuriku. Oh, merbuk bertuah bagaimanapun kau harus kumiliki.

(66)

orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina “.

Berbahagialah orang-orang yang berahlak mulia dan berbudi pekerti baik, karena akan mendapat kemulian baik didunia maupun di akhirat, dan celakalah orang-orang berahlak jahat dan buruk, seperti dalam firman Allah surat Al-Infithaan ayat 13-14 yang artinya,

“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan. Dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka”.

3.5. Menggunakan Akal Pikiran

Sejak kecil seorang Ibu akan senantiasa menjaga dan merawat anaknya dengan makanan yang bergizi cukup agar kelak anaknya menjadi pintar dan cerdas. Disekolah si anak diajari berbagai hal yang menyangkut kehidupan dimasyarakat. Dari jenjang pendidikan yang paling rendah sampai kepada jenjang pendidikan tinggi terus diajari dan di bekali berbagai macam ilmu yang nantinya akan berguna bagi masa depan. Imama Syafi’I dalam Muhammad Afif Az_Za’by (1992:37)mengatakan,

(67)

tengah lautan maka hanya dengan Ilmu dan kecerdasanmu dirimu dapat selamat sampai ketepi”.

Kewajiban manusia adalah menuntut ilmu agar menjadi pintar dan cerdas, dan dengan kepintaran dan kecerdasan itu manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana buruk. Dalam Al-Qur’an surah iqra’ 1-5 Allah telah berfirman,

“bacalah dengan nama (Tuhanmu) yang menciptakan. Dia telah menciptaklan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yagn tidak di ketahuinya”.

Dari ayat di atas Allah telah menegaskan perlunya manusia untuk membaca, agar dapat menjadi manusia yang pintar dan cerdas. Kepintaran adalah sesuatu hal yang mutlak harus di miliki bagi diri siapa saja, karena apabila diri kita bodoh maka akan menjadi permainan orang lain. Seperti kata pepatah orang bodoh adalah santapan bagi orang pintar.

(68)

Dengan kepintaran yang dimiliki seseorang dapat menyelamatkan dirinya dari bahaya yang mengancam, akibat tindakan sewenang-wenang dari orang yang memiliki kekuasaan.Kepintaran merupakan sebuah senjata yang tidak tampak dan tiada pula tajam, namun dengan kepintaran apa yang dianggap mustahil akan mejandi mungkin dan dapat dikerjakan.

Semua orang harus pintar untuk hidup, karena hidup ini akan banyak yang akan dilakukan dan banyak pula ragam prilaku manusia.Bila dahulu kancil dengan kepintarannya dapat menyelamatkan diri dari santapan buaya, maka manusia juga dengan kepintarannya dapat menyelamatkan dirinya dari santapan manusia lainnya pada saat sekarang dan masa yang akan datang.

3.6. Percaya Kepada Kekuasaan Tuhan

(69)

“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah)bagi mereka adalah bumi yang mati, kami hidupkan bumi itu dan kami keluarkan dari padanya biji-bijian maka dari padanyalah mereka makan.Dan kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur, dan kami pancarkan padanya beberapa mata air. Supaya mereka makan sebagian dari buah-buahannya dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka, maka mengapakah mereka tidak bersyukur”.

Dengan kebesaran dan kekuasaan Allah juga di bumi ini ada tumbuh-tumbuhan, gunung, bukit, sungai, laut dan sebagainya, yang kesemuanya itu diperuntukkan bagi manusia.Manusia adalah mahluk yang paling sempurna diciptakan Allah dari mahluk lainnya yang dibekali akal pikiran dan ilmu pengetahuan belum mampu mengetahui berapa banyak jumlah ikan di lautan. Itulah salah satu kecil dari kekuasaan Allah yang manusia sebagai mahluk yang memiliki ilmu yang tidak mampu menjawabnya.

(70)

dibangun dan dirancang manusia tidak ada gunanya bila Allah tidak menurunkan ilmu bagi manusia. Akibat keangkuhan dan kesombongan manusia Allah telah memberikan banyak peringatan kepada manusia, bahwa tidak ada yang lebih berkuasa di muka bumi ini kecuali diriNya. Bila mengingat peringatan itu tidak di indahkan juga maka Allah akan menimpakan azab dan malapetaka bagi manusia, agar manusia itu menyadari akan kesalahannya dan mau kembali kejalan yang benar. Imam Syafi”I dalam Muhammad Afif Az-Za”by (1992:54) mengatakan,

“Apa yang kau kehendaki pasti terjadi meskipun itu tidak seiring dengan keinginanku. Tetapi apa yang kuinginkan tidak mungkin menjelma, jika tidak sejalan dengan kehendakMu. Kau ciptakan manusia yang telah Kau ketahui sebelumnya.Dalam ilmu-Mu pula ada manusia muda dan tua. Diantara mereka ada yang bahagia dan menderita, serta ada pula manusia yang baik dan yang buruk.Ada manusia yang Kau buat mulia dan ada pula yang kau buat hina,ada yang Kau beri pertolongan ada pula yang tidak”.

(71)

tenggelamkan Allah kedalam perut bumi karena ketamakannya, dana masih banyak lagi contoh-contoh lainnya yang dapat dilihat.Kesemunya itu adalah tanda akan kebesaran dan kekuasaan Allah.Allah mampu mendatangkan bencana dengan bajir, topan, gunung meletus, kilat dan guntur, namun dengan kekuasaannya Allah juga mampu menjadikan suatu daerah itu aman dan makmur, hijau dan subur yang masyarakatnya hidup tentram dan damai.

Allah tidak menyukai manusia yang angkuh dan sombong dikarenakan manusia itu telah mampu berbuat banyak bagi kepentingan orang lain, yang pada akhirnya menjadikan dirinya sama dengan sang Pencipta semesta alam. Apa saja yang dianggap manusia tidak mungkin terjadi, Namun apabila Allah yang mengkehendaki bisa terjadi dan manusia tidak akan mampu menolaknya karena memang hanya Allah yang memiliki kekuasaan untuk dapat berbuat segalanya bagi diri manusia.

Perhatikan petikan cerita di bawah ini :

“ wahai ranting kayu yang bertuah dan keramat, kau hantarkanlah aku kepada abangku . aku tidak tahu dimana dia berada. Entah mati, entah dia hidup. Aku minta engkau menolong aku agar dapat berjumpa dengan abangku”. Dengan takdir tuhan yang maha Esa, Si Muhammad dengan tiba-tiba sudah berada pada suatu tempat.

(72)

kekuatan manusia yang mampu menghadangnya walau di dalam benteng yang sangat kuat sekalipun. Allah mampu memberikan petunjuk bagi siapa saja yang dikehendakiNya, tetapi Allah juga mampu menyesatkan dan menghancurkan siapa saja yang dikehendakinya.

Allah maha pengasih dan maha penyayang bagi setiap mahluk dimuka bumi ini. Semua yang diciptakan dibumi adalah untuk manusia agar manusia dapat hidup dan mengerjakan kewajibannya sebagai khalifah atau pemimpin. Setiap waktu, baik siang dan malam nikmat dan karunia dan kasih sayang Allah tiada pernah putus-putusnya untuk manusia, namun manusialah yang selalu ingkar dan berbuat zalim bagi dirinya sendiri. Sehingga harus menerima azab dan siksaan dari Allah SWT. Dalam surah Yassin, ayat 49 yang artinya:”Mereka tidak menunggu melainkan satu teriakan saja akan membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar”.

3.7. Kasih Sayang Saudara Kandung

(73)

teman-teman yang lainnya di luar lingkungan keluarga. Muhammad Abdul Yaman (1994 : 37) mengatakan,

“anak adalah sebuah karunia yang dititipkan kepadamu, maka ajarkan kepada mereka tentang ajaran agama, saling sayang menyangi diantaranya dan saling mengingatkan kepada jalan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Jangan membunuh dan saling menyakiti sepeti Habil dan Kabil. Mereka adalah tiang-tiang pada rumah tanggamu bila mereka terpecah maka rumahmu akan rubuh, namun bila mereka bersatu maka kamu akan menjadi orang yang paling beruntung”.

(74)

Perbedan yang ada diantara mereka tidak akan dapat memutuskan ataupun menghilangkan pertalian diantara keduanya.

Anak yang paling tua akan sayang terhadap adik-adiknya dan akan membibing dan memberikan perlindungan terhadap adiknya bila mana adiknya dalam kesulitan dan membutuhkan pertolongannya. Bukan malah sebaliknya, kakak mencelakakan adiknya hanya untuk kepentingan diri sendiri. Hal ini dapat dilihat pada petikan cerita berikut :

ketika mereka berjuang mempertahankan hidup dihutan dengan banyak kejadian-kejadian yang aneh sampai akhirnya mereka berteduh disebuah pohon yang besar. Ahmad sebagai anak tertua menyuruh adikanya tidur diatas pohon sedangkan ahmad sendiri tidur dibawah pohon menjaga sang adik.

(75)

Petikan cerita diatas seharusnya memberi gambaran bahwa kasih sayang seorang abang terhadap adiknya haruslah besar. Mengasihi dan melindungi seorang adik adalah kewajiban,walaupun nyawa menjadi taruhannya. Bukan sebaliknya.

Bagaimanapun besarnya perbedaan diantara saudara kandung, namun rasa kasih sayang itu tidak akan pernah hilang karena kasih sayang itu adalah anugerah dari Allah SWT. Kasih sayang itu tidak akan luntur oleh hujan dan tidak akan koyak oleh panas. Dua orang kakak beradik itu saling menyayangi. Diantara keduanya tidak akan hilang oleh jarak ataupun yang membatasinya. Wajah boleh berbeda, tempat boleh berjauhan, namun kasih sayang tidak bisa hilang oleh apapun juga, tidak oleh waktu, tempat, keadaan dan lain-lainnya karena itulah kebesaran Allah. Hal ini seperti yang di gambarkan oleh sikap seorang abangan terhadap adiknya yang selalu menjaga adiknya dari kejahatan dan bahaya.

3.8. Menjadi Pemimpin Yang Baik

(76)

menjauhi segala yang berlebihan dan bermegah-megahan. Abu abdilah dalam Muhammad Abdu Yaman ( 1994:19) mengatakan,

“orang-orang yang bejat, orang-orang yang hina di sekeliling raja itulah musuh kerajaan yang sesungguhnya. Mereka semua penjilat dan pembohong. Mereka adalah para pengecutr yang hanya mementingkan kesenangan-kesenangan pribadi. Sebagai pembantu raja, seharusnya mereka sampaikan kepada kerajaan yang sebenarnya, bukan sebaliknya. Seharusnya mereka luruskan langkah rajanya yan keliru, bukan sebaliknya mendukung dan membelanya yang akhirnya rakyat mengalami kesengsaraan dan kehancuran kerajaan tidak dapat di hindari”.

(77)

Sementara di luar pagar istana, rakyatnya hidup sangat menderita, hidup serba kekurangan bahkan kelaparan. Rakyat tidak mampu membeli makanan, apa lagi pakaian-pakaian yang serba bagus an mahal harganya. Rakyat selalu dibebani dengan berbagai macam pungutan pajak untuk kerajaan dalam menjalankan roda pemerintaha. Rakyat selalu di paksa untuk erbakti kepada raja dan kerajaan, namun hasil yang mereka peroleh sangat jauh dari yang diimpikan. Kemiskinan, kebodohan dan kelaparan seakan telah menjadi bagian dari kehidupan rakyat. Raja dan penguasa mengetahui semua itu, namun mereka tidak memperdulikan nasib rakyatnya, yang terpenting bagi raja da penguasa kewajiba rakyat terhadap kerajaan harus di penuhi, bagi rakyat yang mencoba-coba melawan maka raja tidak segan-segan menghukum atau menyiksa rakyatnya. Rakyat yang tidak mampu membayar kewajibannya berupa pajak akan disita rumahnya, hewan ternak, bahkan sawah dan ladangnya.

(78)

Seorang raja harus memikirkan kesejahteraan rakyat, harus mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingan dirinya dan kelurganya. Raja harus memberikan yang terbaik buat rakyatnya, hasil yang di dapat dari rakyat harus di kembalikan kepada rakyat dengan membangun berbagai sarana yang sangat di butuhkan rakyat seperti pendidikan, kesehatan maupn kesejahteraan. Hasil yang di dapat dari rakyat tidak boleh di ambil oleh raja ataupun penguasa untuk dirinya dan keluarganya, sehingga raja ataupun penguasa hidup bermewah-mewah, sementara rakyatnya hidup dalam kesengsaraan.

Perhatkan petikan cerita di bawah ini :

Perdana mentri beta sudah tua dan selalu sakit-sakitan . penganti beta belum ada . menurut adat kerajaan ini anak perempuan tidak boleh menjadi raja. Oleh sebab itu , beta berharap agar dipukul tabu larangan .beta ingin menyampaikan sesuatu kepada mereka..” sabda baginda raja.

(79)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tanggapan masyarakat terhadap cerita rakyat Candi Cetho, mengungkapkan fungsi bagi masyarakat pemiliknya, mendeskripsikan aspek

kebudayaan mengandung berbagai gagasan dan penuh nilai (makna) yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Pada umumnya cerita rakyat mengisahkan tentang suatu kejadian

Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini memiliki tujuan yaitu mendeskripsikan tanggapan masyarakat terhadap cerita rakyat Candi Cetho di Kecamatan Jenawi

Skripsi yang berjudul Pengaruh Cerita Rakyat Ki Ageng Mentaun terhadap Kerukunan Hidup Masyarakat di Desa Tawun Kecamatan Kasreman Ngawi (Tinjauan Antropologi Sastra) merupakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)Pesan moral yang terdapat pada cerita rakyat masyarakat Maluku memiliki tiga kategori yakni pesan moral kategori hubungan

Berdasarkan penjabaran hasil analisis dapat disimpulkan bahwa penelitian yang berjudul “Internalisasi Nilai-nilai Kearifan Lokal Masyarakat Melayu dalam Cerita Rakyat Sei Tualang

Berdasarkan hasil penelitian terdapat nilai-nilai pendidikan karakter di dalam cerita rakyat Kerinci Sakunung-Sakunung Ninau, secara garis besar kelima aspek nilai

cerita tidak sama persis dengan yang ada dalam kenyataan karena pengarang telah.. memperkaya cerita itu